Perbedaan Penyesuaian Sosial Siswa Akselerasi Ditinjau Dari Intensitas Komunikasi Keluarga

download Perbedaan Penyesuaian Sosial Siswa Akselerasi Ditinjau Dari Intensitas Komunikasi Keluarga

of 23

description

Jurnal

Transcript of Perbedaan Penyesuaian Sosial Siswa Akselerasi Ditinjau Dari Intensitas Komunikasi Keluarga

  • PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA AKSELERASI DITINJAU DARI

    INTENSITAS KOMUNIKASI KELUARGA (STUDI PADA KELAS X PROGRAM AKSELERASI

    SMA NEGERI 3 SURAKARTA)

    Prehaten, Tuti Hardjajani, Rin widya Agustin

    Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

    Abstrak

    Program akselerasi yang menyajikan kurikulum padat, menekan dan penuh tuntutan dapat menjadikan siswa kehilangan waktu untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Hal ini dapat menyebabkan pengalaman-pengalaman sosial yang dialami siswa menjadi berkurang sehingga anak menjadi kurang terampil dalam melakukan penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial seorang anak dipengaruhi oleh lingkungan keluarga. Dalam hal ini komunikasi memainkan peranan penting sebagai media yang digunakan saat melakukan interaksi dengan anggota keluarga. Semakin tinggi intensitas Komunikasi keluarga yang terjadi akan akan memberikan pengalaman sosial yang cukup bagi anak dalam proses belajar sosial sehingga dapat membantu dalam mempelajari keterampilan-keterampilan sosial yang dibutuhkan dalam melakukan penyesuaian sosial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan penyesuaian sosial siswa akselerasi ditinjau dari intensitas komunikasi keluarga. Subyek dalam penelitian ini adalah kelas X siswa SMA N 3 Surakarta tahun 2010. Penelitian ini menggunakan studi populasi mengingat jumlah siswa akselerasi yang sedikit yakni 59 siswa. Alat pengumpul data menggunakan skala penyesuaian sosial dan skala intensitas komunikasi keluarga. Metode analisis data menggunakan One Way anava dengan bantuan Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.

    Berdasarkan hasil uji one way anava diperoleh F hitung 34,402 dan F tabel 4,010, (p = 0,05), karena F hitung > F Tabel maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan penyesuaian sosial siswa akselerasi ditinjau dari inntensitas komunikasi keluarga artinya rata-rata penyesuaian sosial berbeda berdasarkan intensitas komunikasi keluarga. Berdasarkan analisis stastistik deskriptif diperoleh bahwa penyesuaian sosial siswa akselerasi berada pada tingkat tinggi (52,54%) dan tingkat sedang (47, 46 %). Selain itu juga diperoleh bahwa intensitas komunikasi keluarga berada pada tingkat tinggi (74,58%) dan tingkat sedang (25,42%). Rata-rata penyesuaian sosial dengan intensitas komunikasi tinggi sebesar 113,11 dengan skor penyesuaian sosial terendah 99 dan skor tertinggi yaitu 137. Rata-rata penyesuaian sosial dengan intensitas komunikasi sedang sebesar 97,00 dengan skor penyesuaian sosial terendah 76 dan skor tertinggi yaitu 110. Semakin tinggi intensitas komunikasi keluarga maka semakin tinggi penyesuaian sosialnya. Kata kunci: Program Akselerasi, Penyesuaian Sosial, Intensitas Komunikasi keluarga.

    Abstract

    Accelerated program which provides a full, demanding curriculum cause make the students lose time to interact with their social environment. This can lead to social experiences by students to be reduced so that children become less skilled in social adjustment Social

    86

  • adjustment of the child is influenced by his family. In this case, communication plays an important role in the process of interacting with other family members. The more intensive communication is, the more social experience the child gets. Those experiences helps the child learn social skills needed in social adjustment. The purpose of this research is to find out the differences of social adjustment on accelerated students based on the intensity of family communication. The subjects of this research are accelerated students of SMAN 3 Surakarta 2010 grade X. This research uses population study, considering the total of accelerated students is still manageable, there is 59. The datas are collected by using social adjustment scale and the family communication intensity scale. The data analysis method used in this research is One Way Anava with the help of Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16. Based on one way anava test result, Fc 34.402 and Ft 4.010 (p = 0.05). since Fh > Ft, it can be concluded that there is a significant difference on the average rate of social adjustment of accelerated students based on the intensity of their family communication. Descriptive statistic analysis leads to the fact that accelerated students have high (52.54%) and moderate (47.46%) social adjustment skills. Also known from this research that the intensity of family communication is high (74.58%) and moderate (25.42%) as well. The average rate of social adjustment with high family communication intensity is 113.11, with the lowest score of social adjusment is 99 and the highest score is 137. The average rate of social adjustment with moderate family communication intensity is 97.00, with the lowest score of social adjustment is 76 and the highest score is 110. The higher family communication intensity is, the better social adjustment of the child gets.

    Key word: accelerated program, social adjustment, family communication intensity.

    87

  • A. PENDAHULUAN Dunia Pendidikan terus berupaya memaksimalkan kemampuan setiap peserta didik

    hingga mampu menampilkan prestasi optimal sesuai dengan kemampuannya. Anak yang

    memiliki bakat dan kemampuan luar biasa dibutuhkan layanan khusus dibandingkan peserta

    didik yang memiliki kemampuan biasa atau normal. Di Indonesia kesadaran ini telah ada

    dengan ditetapkannya Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

    Bab IV Pasal 5 ayat 4 yang menyatakan bahwa Warga negara yang memiliki potensi

    kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Dan pasal 12 ayat 1

    yang menegaskan setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan

    pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya; serta menyelesaikan program

    pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari

    ketentuan batas waktu yang ditetapkan. Setelah ditetapkannya undang-undang tersebut pada

    tahun 2004 pemerintah memulai mengadakan penyelenggaraan program percepatan belajar

    (kelas akselerasi) di tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah

    Menengah Umum guna memberikan layanan belajar terhadap siswa-siswa berinteligensi tinggi.

    Alsa (2007) menjelaskan bahwa akselerasi memiliki arti pemberian perlakuan apapun

    yang memungkinkan untuk siswa cerdas dan berbakat agar dapat menyelesaikan sekolahnya

    secara cepat dengan tingkat kemampuan dan kematangannya. Dengan demikian siswa dapat

    menyelesaikan pendidikan formalnya dalam waktu yang lebih singkat atau pada usia yang lebih

    muda. Pada dasarnya program akselerasi tidak jauh berbeda dengan program pendidikan

    reguler, perbedaannya terdapat pada lama studi. Pada siswa akselerasi terjadi pemadatan jam

    dan materi pelajaran agar siswa dapat menyelesaikan studi sesuai dengan waktu yang

    ditentukan.

    Program pendidikan akselerasi merupakan alternatif positif bagi siswa yang berbakat

    intelektual atau memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Program ini dibuat agar siswa dapat

    memperoleh pendidikan sesuai dengan kemampuan sehingga potensi yang dimiliki dapat

    berkembang secara optimal. Namun tidak berarti bahwa penyelenggaraan program akselerasi

    terhindar dari persoalan.

    Kondisi-kondisi yang dialami oleh siswa akselerasi akan menimbulkan beberapa

    dampak negatif bagi kehidupan psikososial siswa diantaranya,: (1) siswa tidak memiliki

    kesempatan untuk melakukan kegiatan sosial penting yang tepat untuk usianya; (2) program

    akselerasi akan mengurangi jumlah dan frekuensi hubungan dengan teman-teman; (3) siswa

    akan memiliki kesempatan yang lebih sedikit untuk mengembangkan keterampilan memimpin,

    88

  • karena ia berada di antara teman-teman yang berusia lebih tua. Secara lebih serius, hal ini dapat

    mengakibatkan penyesuaian sosial yang buruk saat dewasa (Irza, dalam Gunarsa, 2004).

    Hidayah dan Rachmawati (2009), menjelaskan bahwa fenomena yang terjadi pemisahan

    anak berbakat intelektual ke dalam kelas akselerasi yang bertujuan untuk mengoptimalkan

    pengembangan keterbakatan mereka ternyata memiliki sisi negatif yaitu timbulnya berbagai

    masalah penyesuaian. Permasalahan penyesuaian sosial pada anak berbakat terjadi ketika anak

    melakukan interaksi dengan lingkungannya. Selanjutnya Widodo (2006) mengungkapkan

    sebesar 15% siswa yang mengikuti program akselerasi menjadi introvert, tidak mampu

    mengungkapkan gagasan dan pendapat, serta mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan

    sosial. Fakta tersebut diperkuat oleh hasil penelitian berjudul Manajemen Sekolah Unggulan

    Program Akselerasi di SD H. Isriati Baiturrahman Semarang yang dilakukan Endah (dalam

    Maghviroh, 2009) bahwa anak berbakat siswa akselerasi memiliki kesulitan penyesuaian sosial.

    Berdasarkan penelitian dan pendapat para ahli di atas bahwa program akselerasi yang

    menyajikan kurikulum yang padat, menekan dan penuh tuntutan dapat menimbulkan

    permasalahan sosial yang dapat mengganggu perkembangan psikososial siswa khususnya pada

    aspek penyesuaian sosial.

    Menurut Schneiders (1985), salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial

    anak adalah lingkungan keluarga terdiri dari orang tua, anak maupun saudara-saudaranya.

    Keluarga merupakan salah satu aspek yang utama bagi perkembangan kepribadian dan

    penyesuaian individu untuk hidup layak dan berhasil. Penyesuaian dalam keluarga meliputi ;

    (1) hubungan yang sehat di antara anggota keluarga, (2) tidak ada rejection ataupun favoritisme

    dari orang tua terhadap anaknya, (3) tidak ada permusuhan, rasa benci atau iri hati. Selanjutnya

    Ali dan Asrori (2004) juga menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi

    penyesuaian sosial remaja adalah lingkungan yang meliputi lingkungan keluarga, lingkungan

    sekolah, serta lingkungan masyarakat. Dengan demikian interaksi dalam lingkungan keluarga

    turut berperan dalam membentuk penyesuaian sosial yang baik pada siswa akselerasi.

    Ki Hadjar Dewantara (dalam shochib, 1998) menyatakan bahwa keluarga merupakan

    pusat pendidikan yang pertama dan terpenting karena sejak timbulnya adab kemanusiaan

    sampai kini, keluarga selalu mempengaruhi pertumbuhan budi pekerti tiap-tiap manusia. Dalam

    hal ini komunikasi memainkan peranan penting karena dalam proses interaksi antar anggota

    keluarga dibutuhkan suatu media agar dapat menyalurkan pikiran, ide, gagasan atau perasaan

    dari masing-masing anggota keluarga sehingga proses interaksi dalam keluarga dapat berjalan

    dengan lancar.

    89

  • Komunikasi merupakan esensi dari penataan kondisi kehidupan keluarga. Bruner (

    dalam Vangelisti, 2004) menjelaskan bahwa Komunikasi keluarga adalah suatu mekanisme

    atau cara yang paling awal untuk melakukan sosialisasi dimana dengan saling mengamati dan

    berinteraksi dengan sesama anggota keluarga , orang-orang akan belajar untuk

    mengkomunikasikannya dan penting baginya untuk memikirkan apa yang hendak

    dikomunikasikan satu sama lain. Komunikasi keluarga berfungsi untuk meningkatkan

    hubungan interpersonal antar anggota keluarga, menghindari dan mengatasi konflik-konflik

    pribadi dalam keluarga, mengurangi ketidak pastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan

    pengalaman sosial yang dialami sehingga komunikasi keluarga dapat melatih anak agar dapat

    mengamalkan nilai moral dasar dalam kehidupan seharihari, dan membentuk pribadi yang

    mandiri, percaya diri, dan mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi sehingga anak dapat

    terampil dalam melakukan penyesuaian dengan lingkungan sosial mereka.

    Intensitas komunikasi keluarga yang tinggi akan memberikan pengalaman sosial yang

    cukup bagi anak dalam proses belajar sosial mengingat komunikasi keluarga merupakan suatu

    mekanisme atau cara yang paling awal untuk melakukan sosialisasi dimana dalam proses

    komunikasi yang terjadi maka anak secara sadar ataupun tidak sadar mengamati,

    memperhatikan dan mencatat dalam pikirannya setiap tanggapan yang diberikan oleh setiap

    anggota keluarga. Komunikasi keluarga yang intens akan membantu anak dalam memahami

    realitas sosial yang ada disekitar mereka sehingga anak dapat terampil dalam melakukan

    penyesuaian dengan lingkungan sosialnya. Sebaliknya, komunikasi keluarga yang kurang maka

    dapat menyebabkan anak kurang memiliki pengalaman sosial yang membantu mereka dalam

    memahami realitas sosial yang terjadi di sekitar mereka sehingga dapat menjadikan mereka

    kurang terampil dalam melakukan penyesuaian sosial.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penyesuaian sosial siswa

    akselerasi ditinjau dari intensitas komunikasi keluarga. Hasil Penelitian dapat memberikan

    sumbangan informasi, menambah pengetahuan, wawasan dan pemahaman mengenai pengaruh

    intensitas komunikasi keluarga dengan penyesuaian sosial pada siswa akselerasi,

    pengembangan ilmu psikologi pada umumnya, dan khususnya bagi psikologi pendidikan serta

    psikologi sosial.

    B. Dasar Teori 1. Penyesuaian Sosial

    Pada saat seseorang berada pada masa remaja, ia mulai ingin lepas dari orang tua dan

    cenderung lebih senang menghabiskan waktu dengan teman sebaya serta mengikuti suatu

    90

  • kelompok sosial yang diminati. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan dari pola sosialisai

    yang sesuai, remaja harus melakukan penyesuaian baru dengan lingkungan sosialnya. Bila

    seorang mampu menyesuaikan diri terhadap orang lain atau kelompoknya berarti ia

    diterima oleh kelompok dan lingkungannya atau dengan kata lain ia mampu melakukan

    penyesuaian sosial dengan lingkungan sosialnya. Schneiders (1985) berpendapat bahwa

    penyesuaian sosial adalah sejauh mana individu mampu bereaksi secara sehat dan efektif

    terhadap hubungan, situasi, dan kenyataan sosial yang merupakan kebutuhan kehidupan

    sosial. Pengertian di atas dapat diartikan bahwa individu harus mengadakan reaksi,

    interaksi, berhubungan dengan individu lain yang ada di dalam suatu kelompok untuk

    memenuhi kebutuhan sosial.

    Schneiders (1985) menyatakan bahwa aspek-aspek penyesuaian sosial meliputi:

    a. Keharmonisan diri pribadi, kemampuan individu untuk menerima keadaan diri sendiri.

    b. Kemampuan mengatasi ketegangan konflik dan frustrasi, kemampuan untuk

    memenuhi kebutuhan diri tanpa mengganggu kondisi emosi.

    c. Keharmonisan dengan lingkungan, kemampuan individu untuk menyesuaikan diri

    dengan lingkungan baik itu lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat.

    Dari ketiga aspek tersebut, aspek lingkungan mempunyai pengaruh yang besar dalam

    proses penyesuaian sosial individu. Dalam proses penyesuaian sosial, individu mulai

    berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan yang berlaku dalam lingkungan

    sosialnya dan mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada

    dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok. Hal ini merupakan proses pertumbuhan

    kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk bertahan dan mengendalikan

    diri. Berkembangnya kemampuan sosial ini berfungsi sebagai pengawas yang mengatur

    kehidupan sosial.

    Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan

    berinteraksi dengan orang lain. Menurut Mutadin (2002) aspek-aspek penyesuaian sosial

    mencakup kemampuan individu menyesuaikan diri lingkungan dimasyarakat disekitar

    tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat secara umum. Dalam hal ini

    individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas.

    Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara

    komunitas diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh individu sendiri.

    Penyesuaian terjadi karena bertemunya kebutuhan-kebutuhan dan motif-motif yang

    ada di dalam diri individu dengan tuntutan-tuntutan yang berasal dari lingkungan

    91

  • sosialnya. Kebutuhan-kebutuhan individu, motif, perasaan dan emosi merupakan kekuatan

    internal. Kebutuhan-kebutuhan ini menurut Daradjat (1985) seringkali menimbulkan

    pertentangan-pertentangan, karena tidak jarang dorongan kebutuhan tersebut

    membutuhkan pemuasan pada saat yang bersamaan. Individu dalam memenuhi kebutuhan-

    kebutuhan yang dihadapkan pada hambatan-hambatan yang berasal dari lingkungan,

    berupa penolakan orang tua, tabu-tabu sosial, peraturan yang keras (menghukum), dan

    keretakan keluarga. Kondisi-kondisi yang demikian akan membuat individu merasa

    tertekan, konflik, stress dan frustasi. Selanjutnya individu yang merasa tertekan dan

    frustasi tersebut akan melakukan tindakan-tindakan seperti permusuhan, agresif, penolakan

    serta muncul perasaan terisolir.

    Pada dasarnya individu akan menghindari adanya penolakan dari kelompok

    sosialnya, oleh karena itulah individu melakukan penyesuaian sosial. Dalam kenyataannya

    kemampuan individu melakukan penyesuaian sosial terhadap lingkungan sosial yang

    berbeda-beda. Bila individu tersebut dapat mengatasi hambatan-hambatan atau kenyataan-

    kenyataan yang terjadi pada lingkungan sosialnya, maka individu tersebut dapat dikatakan

    mempunyai penyesuaian sosial yang sesuai sehingga terjadi penyesuaian antara dorongan

    kebutuhan dari dalam diri dengan tuntutan lingkungan yang menimbulkan perilaku normal

    pada individu tersebut. Sebaliknya bila individu gagal menyelaraskan kebutuhan-

    kebutuhannya dengan tuntutan lingkungan sosialnya maka akan timbul konflik, frustasi,

    dan stress. Bila tidak cepat teratasi, akan menimbulkan gejala perilaku yang maladjusted,

    serta menimbulkan ketidakstabilan mental yang berakibat kurang terampil dalam

    melakukan penyesuaian sosial.

    Schneiders (1985) menjelaskan bahwa penyesuaian sosial seorang anak dipengaruhi

    oleh lingkungan keluarga dan sekolah:

    a. Penyesuaian dalam keluarga atau rumah

    1) Hubungan yang sehat di antara keluarga

    Hubungan ini ditandai dengan adanya penyesuaian yang baik antara anggota

    keluarga yang satu dengan anggota keluarga yang lainnya, sehingga ada rasa kasih

    sayang antara anggota keluarga.

    2) Kemampuan untuk menerima otoritas orang tua

    Kemampuan untuk menerima otoritas orang tua perlu diterapkan kepada anak, dan

    anak harus bisa menerima disiplin orang tua. Patuh terhadap otoritas orang tua

    92

  • merupakan langkah penting menuju penyesuaian yang baik di lingkungan

    masyarakat.

    b. Penyesuaian sosial di sekolah

    1) Hormat dan mau menerima otoritas yang ada di sekolah.

    2) Menunjukkan rasa tebaik dan partisipasi dalam kegiatan sosial.

    3) Menjalin hubungan yang baik dengan teman dan guru.

    4) Mau menerima larangan dan tanggung jawab.

    5) Membantu sekolah untuk melaksanakan tujuan sesuai dengan fungsinya.

    2. Intensitas Komunikasi Keluarga Fizhben dan Ajzen (dalam Tuasikal, 2008) intensitas adalah besarnya usaha

    individu dalam melakukan suatu tindakan . Intensitas adalah keadaan tingkatan atau

    ukuran (Depdiknas, 2003). Tingkatan di sini menggambarkan seberapa sering

    komunikasi terjadi yaitu komunikasi antara anggota keluarga yang satu dengan anggota

    keluarga yang lain.

    De Vito (2001) menjelaskan bahwa komunikasi keluarga merupakan komunikasi

    antar personal yang mengacu pada tindakan oleh satu orang atau lebih dalam keluarga

    yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi

    dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk

    melakukan umpan balik. Setiap komponen harus dipandang dan dijelaskan sebagai

    bagian yang terintegrasi dalam tindakan komunikasi antar personal. komunikasi dalam

    keluarga lebih merupakan bentuk komunikasi antar personal. Relasi antar personal

    dalam setiap keluarga menunjukkan sifat-sifat yang kompleks.

    Berdasarkan pengertian intensitas maka intensitas komunikasi keluarga dapat

    diartikan tingkatan atau ukuran seberapa sering komunikasi keluarga terjadi yang

    merupakan komunikasi antar personal yang mengacu pada tindakan oleh satu orang atau

    lebih dalam keluarga yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh

    gangguan, terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu dan ada

    kesempatan untuk melakukan umpan balik.

    Devito (2001) mengemukakan bahwa aspek komunikasi dalam keluarga adalah

    a. Keterbukaan (opennes) ;

    Keterbukaan adalah kemampuan untuk membuka atau mengungkapkan pikiran,

    perasaan, dan reaksi kita kepada orang lain. Kualitas keterbukaan ini mengacu pada 3

    93

  • hal yaitu adanya kesediaan membuka diri pada yang diajak berinteraksi, bereaksi

    secara jujur terhadap orang lain dan terbuka terhadap pendapat orang lain

    b. Empati (empathy) ;

    Empati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya pada peranan atau

    posisi orang lain. Orang yang empatik berarti ia mampu memahami motivasi dan

    pengalaman orang lain, mampu memahami perasaan dan sikap orang lain dan

    mampu memahami harapan dan keinginan orang lain. Pengertian empatik ini akan

    membuat seorang mampu menyesuaikan komunikasinya.

    c. Sikap mendukung (supportiveness) ;

    Untuk membangun dan melestarikan hubungan dengan sesama anggota keluarga,

    kita harus menerima diri dan menerima orang lain sehingga terdapat dukungan dari

    seluruh anggota keluarga saat melakukan interaksi. Komunikasi yang terbuka dan

    empatik tidak dapat berlangsung apabila suasana tidak saling mendukung. Kita

    bersikap saling mendukung apabila kita memperlihatkan sikap deskripstif bukan

    evaluatif dan provisional atau memberikan kebebasan pada anak.

    d. sikap positif (positiveness) ;

    Apabila kita berpikir positif tentang diri kita, maka kita pun akan berpikir positif

    tentang orang lain, sebaliknya bila kita menolak diri kita, maka kitapun akan

    menolak orang lain. Seseorang mengkomunikasikan sikap positif dalam melakukan

    interaksi dengan anggota keluarga sedikitnya dilakukan dengan 2 cara yaitu

    menyatakan sikap positif dan secara postif mendorong anggota keluarga merasa

    nyaman saat melakukan komunikiasi.

    e. Kesetaraan (equality) ;

    Dalam hubungan antar personal ditandai dengan kesetaraan, ketidak sependapatan

    dan konflik lebih dilihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada

    daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain. Kesetaraan tidak

    mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan

    non verbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain dan memberikan

    penghargaan positif tak bersyarat kepada orang lain.

    Komunikasi dalam keluarga lebih banyak komunikasi antar pribadi. Relasi antar

    pribadi dalam setiap keluarga menunjukkan sifat-sifat yang kompleks. Komunikasi

    antar pribadi merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan di antara dua orang

    atau kelompok kecil orang dengan berbagai efek dan umpan balik. Setiap komponen

    94

  • harus dipandang dan dijelaskan sebagai bagian yang terintegrasi dalam tindakan

    komunikasi antar pribadi.

    Komunikasi dalam interaksi keluarga yang dianggap penting untuk mencapai

    tujuan tertentu, biasanya direncanakan dan diutamakan.Komunikasi dikatakan berhasil

    kalau menghasilkan sesuatu yang diharapkan. Komunikasi demikian harus dilakukan

    dengan efektif. Wiryanto (dalam Gunawan 2009) menegaskan bahwa komunikasi

    dikatakan efektif apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat

    menghasilkan efek-efek atau perubahan-perubahan sebagaimana yang diinginkan

    komunikator, seperti perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku. Perubahanperubahan

    di pihak komunikan itu dapat diketahui melalui tanggapan-tanggapan yang diberikannya

    sebagai umpan balik atau feedback.

    Terjadinya feedback dalam proses komunikasi dibagi menjadi dua, yaitu feedback

    langsung (immediate feedback) dan feedback tidak langsung (delayed feedback).

    Feedback langsung terjadi dalam komunikasi tatap muka, dimana komunikator dan

    komunikan saling berhadapan, sehingga feedback yang terjadi dapat diterima

    komunikator saat itu juga. Sedangkan feedback tidak langsung terjadi pada komunikasi

    bermedia, dimana komunikator baru dapat mengetahui tanggapan setelah komunikasi

    selesai.

    Kegiatan komunikasi keluarga yang efektif yakni komunikasi keluarga yang jelas,

    singkat, lengkap, mudah dimengerti, tepat dan saling memperhatikan, dapat membentuk

    gaya hidup dalam keluarga yang sehat. Keluarga dan susana hidup keluarga sangat

    berpengaruh pada perkembangan anak. Komunikasi keluarga yang intens dan efektif

    akan memiliki dampak situasi hubungan yang sehat antara anggota keluarga, yaitu

    komunikasi yang penuh kasih sayang, persahabatan, kerjasama, penghargaan, kejujuran,

    kepercayaan, dan keterbukaan akan membentuk ketentraman keluarga. Suasana

    komunikasi yang demikian merupakan suasana yang menggairahkan bagi pertumbuhan

    anak sehingga pertumbuhan psikosial dapat berjalan dengan baik. Selain itu komunikasi

    yang intens akan memberikan pengalaman yang cukup bagi anak dalam proses belajar

    sosial sehingga anak akan terampil dalam melakukan penyesuaian sosial dengan

    lingkungan sosialnya.

    3. Siswa Program Akselerasi Siswa yang berbakat intelektual memang membutuhkan layanan pendidikan yang

    khusus. Depdiknas (dalam Semiun, 2006), menjelaskan bahwa siswa yang mengikuti

    95

  • program akselerasi dibatasi oleh 2 hal yaitu mereka yang memiliki IQ diatas 140 dan

    mereka yang oleh para psikolog atau guru yang telah mencapai prestasi yang

    memuaskan dan memiliki kemampuan intelektual umum yang berfungsi pada taraf

    cerdas. Dengan demikian pihak sekolah yang ingin menyelenggarakan program

    akselerasi perlu mengacu pada pengertian tersebut sehingga perlu adanya seleksi bagi

    siswa calon aksleran.

    Alsa (2007), akselerasi memiliki arti pemberian perlakuan apapun yang

    memungkinkan bagi siswa yang cerdas dan berbakat untuk menyelesaikan sekolahnya

    secara cepat sesuai dengan tingkat kemampuan dan kematangannya, sehingga mereka

    dapat menyelesaikan pendidikan formalnya dalam waktu yang lebih singkat atau pada

    usia yang lebih muda..

    Hawadi (2004) menyebutkan bahwa penyelenggaraan program akselerasi

    mempunyai dua tujuan, yaitu:

    a) Tujuan umum

    1) Memberikan pelayanan terhadap peserta didik (akseleran) yang mempunyai

    karakteristik khusus dari aspek kognitif dan afektif

    2) Memenuhi hak asasi peserta didik sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang

    dibutuhkan.

    3) Memenuhi minat intelektual dan perspektif masa depan peserta didik.

    4) Menyiapkan peserta didik sebagai pemimpin masa depan.

    b) Tujuan khusus

    1) Menghargai peserta didik yang mempunyai kecerdasan luar biasa untuk dapat

    menyelesaikan pendidikan lebih cepat.

    2) Memacu kualitas atau mutu peserta didik dalam meningkatkan kecerdasan

    spiritual, intelektual, dan emosional secara berimbang.

    3) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran.

    Southerm dan Jones (dalam Hawadi, 2004) keuntungan program akselerasi bagi

    anak berbakat:

    a) Meningkatkan efesiensi; Siswa yang telah siap dengan bahan-bahan pengajaran dan

    menguasai kurikulum pada tingkat sebelumnya akan belajar lebih baik dan lebih

    efisien.

    96

  • b) Meningkatkan efektivitas; Siswa yang terkait belajar pada tingkat kelas yang

    dipersiapkan dan menguasai keterampilan - keterampilan sebelumnya merupakan

    siswa yang paling efektif.

    c) Penghargaan; Siswa yang telah mampu mencapai tingkat tertentu sepantasnya

    memperoleh penghargaan atas prestasi yang dicapainya

    d) Meningkatkan waktu untuk karier; Adanya pengurangan waktu belajar akan

    meningkatkan produktivitas siswa, penghasilan, dan kehidupan pribadinya pada

    waktu yang lain

    e) Membuka siswa pada kelompok barunya; Dengan program akselerasi, siswa

    dimungkinkan untuk bergabung dengan siswa lain yang memiliki kemampuan

    intelektial dan akademis yang sama

    f) Ekonomis; Keuntungan bagi sekolah ialah tidak perlu mengeluarkan banyak biaya

    untuk mendidik guru khusus anak berbakat

    Southerm dan Jones (dalam Hawadi, 2004) mengungkapkan beberapa dampak

    yang dialami oleh siswa yang mengikuti program akselerasi adalah sebagai berikut :

    1) Segi akademik

    a) Bahan ajar terlalu tinggi bagi siswa akselerasi.

    b) Kemampuan siswa melebihi teman sebayanya bersifat sementara

    c) Siswa akseleran kemungkinan imatur secara sosial, fisik dan emosional dalam

    tingkatankelas tertentu

    d) Siswa akseleran terikat pada keputusan karier lebih dini tidak efisien sehingga

    mahal.

    e) Siswa ekseleran mengembangkan kedewasaan yang luar biasa tanpa adanya

    pengalaman yang dimiliki sebelumnya

    f) Pengalaman-pengalaman yang sesuai untuk anak seusianya tidak dialami karena

    tidak merupakan bagian dari kurikulum

    g) Tuntutan sebagai siswa sebagian besar pada produk akademik konvergen sehingga

    siswa akseleran akan kehilangan kesempatan mengembangkan kemampuan

    berpikir kreatif dan divergen.

    2) Segi penyesuaian sosial

    a) Kekurangan waktu beraktivitas dengan teman sebayanya

    b) Siswa akan kehilangan aktivitas sosial yang penting dalam usia sebenarnya dan

    kehilangan waktu bermain.

    97

  • 3) Berkurangnya kesempatan kegiatan ekstrakurikuler

    4) Penyesuaian emosional

    a) Siswa akseleran pada akhirnya akan mengalami burn out di bawah rekanan yang

    ada dan kemungkinan menjadi underachiever

    b) Siswa akseleran akan mudah frsutasi dengan adanya tekanan dan tuntutan

    berprestasi.

    c) Adanya tekanan untuk berprestasi membuat siswa akseleran kehilangan kesempatan

    untuk mengembangkan hobi.

    C. METODE PENELITIAN 1. Variabel Peneltian

    Variabel Variabel dalam penelitian ini adalah penyesuaian sosial sebagai variabel

    tergantung dan intensitas komunikasi keluarga sebagai. Definisi operasional dari masing-

    masing variabel tersebut adalah sebagai berikut:

    a. Penyesuaian Sosial Penyesuaian sosial adalah kemampuan individu untuk bereaksi secara tepat

    terhadap hubungan, situasi, dan kenyataan sosial yang ada sehingga dapat mencapai

    kehidupan sosial yang menyenangkan dan memuaskan. Penyesuaian sosial dalam

    penelitian ini diungkap menggunakan skala penyesuaian sosial yang dimodifikasi oleh

    peneliti berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Schneiders (1985) dan

    Mutadin (2002) yaitu keharmonisan diri pribadi, kemampuan mengatasi ketegangan

    konflik dan frustasi serta kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan keluarga,

    sekolah dan masyarakat.

    b. Intensitas Komunikasi kleuarga Intensitas komunikasi keluarga adalah tingkatan atau ukuran seberapa sering

    komunikasi keluarga terjadi yang merupakan merupakan komunikasi antar personal

    yang mengacu pada tindakan oleh satu orang atau lebih dalam keluarga yang mengirim

    dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan, terjadi dalam suatu konteks

    tertentu, mempunyai pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan

    balik. Untuk mengukur intensitas komunikasi keluarga digunakan skala yang diadaptasi

    oleh peneliti berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh De Vito (2001) yaitu seberapa

    sering keterbukaan, empati, dukungan, sikap positif dan kesetaraan terjalin saat anggota

    keluarga melakukan komunikasi.

    2. Responden Penelitian

    98

  • Adapun responden yang menjadi sampel dalam penelitian diambil dengan

    menggunakan studi populasi kelas X tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 59 siswa.

    Pada saat penelitian, peneliti mengambil data siswa program akselerasi kelas XI tahun

    2011 karena regulasi kenaikan kelas siswa kelas X tahun ajaran 2010/2011 sudah naik ke

    kelas XI..

    3. Alat Ukur Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari skala penyesuaian sosial

    dan skala intensitas komunikasi keluarga. Pada skala penyesuaian soial skor bergerak dari

    1 sampai dengan 4. Untuk pernyataan favourabel skor 4 untuk pilihan jawaban Sangat

    Sesuai (SS), Skor 3 untuk jawaban Sesuai (S), skor 2 untuk pilihan jawaban Tidak Sesuai

    (STS) dan skor 1 Untuk Pilihan Jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Sedangkan Untuk

    pernyataan unfavourabel skor 1 untuk pilihan jawaban Sangat Sesuai (SS), Skor 2 untuk

    jawaban Sesuai (S), skor 3 untuk pilihan jawaban Tidak Sesuai (STS) dan skor 4 Untuk

    Pilihan Jawaban Sangat Tidak Sesua (STS). Pada skala intensitas komunikasi keluarga

    skor bergerak dari 0 sampai dengan 4, dengan range skor untuk pernyataan yang

    Favourable yaitu skor 0 untuk pilihan jawaban Tidak Pernah (TP) , skor 1 untuk pilihan

    jawaban Jarang (J), skor 2 untuk pilihan jawaban Kadang (K), skor 3 untuk pilihan

    jawaban Sering (Sr) dan skor 4 untuk pilihan jawaban Selalu (Sl). Sedangkan untuk tipe

    pernyataan Unfavourable skor 4 untuk pilihan jawaban Tidak Pernah (TP) , skor 3 untuk

    pilihan jawaban Jarang (J), skor 2 untuk pilihan jawaban Kadang (K), skor 1 untuk pilihan

    jawaban Sering (Sr) dan skor 0 untuk pilihan jawaban Selalu (Sl).

    Skala penyesuaian sosial terdiri dari 36 aitem valid dengan koefisien reliabilitas

    0,906. Skala intensitas komunikasi keluarga terdiri dari 37 aitem valid dengan koefisien

    reliabilitas 0,943.

    4. Tekhnik Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode statistik dalam menganalisa data yang

    diperolehnya. Dalam menguji hipotesis peneliti menggunakan tekhnik One-Way Anova.

    Teknik analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini yaitu

    menghitung perbedaan penyesuaian sosial siswa akselerasi kelas X SMA N 3 Surakarta

    ditinjau dari intensitas komunikasi keluarga. Guna mempermudah perhitungan digunakan

    program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.

    D. Analisi Data 1. Hasil Uji Asumsi

    99

  • a. Hasil Uji Normalitas

    Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov penyesuaian sosial siswa akseleresi untuk

    intensitas komunikasi keluarga sedang menunjukan taraf signifikansi yang lebih besar

    dari 0,05 (0,200>0,05). Hasil dari uji Shapiro-Wilk juga menunjukan nilai lebih besar dari

    0,05 (0,208>0,05). Berdasarkan kedua hasil uji normalitas, dapat dikatakan data

    penyesuaian sosial berdasarkan intensitas komunikasi keluarga sedang berdistribusi

    normal.

    Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov penyesuaian sosial siswa akseleresi untuk

    intensitas komunikasi keluarga tinggi menunjukan taraf signifikansi yang lebih besar dari

    0,05 (0,200>0,05). Hasil dari uji Shapiro-Wilk juga menunjukan nilai lebih besar dari

    0,05 (0,061>0,05). Berdasarkan kedua hasil uji normalitas, dapat dikatakan data

    penyesuaian sosial berdasarkan intensitas komunikasi keluarga berdistribusi normal.

    b. Hasil Uji Homogenitas Berdasarkan data yang diperoleh diatas diperoleh signifikansi 0,220. Karena

    signifikansi yang diperoleh lebih dari 0,05 (0,220 >0,05) maka dapat disimpulkan bahwa

    penyesuaian sosial berdasar intensitas komunikasi keluarga mempunyai varian sama.

    2. Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan hasil uji one way anova diketahui bahwa F hitung 34, 402. (34,402) dan

    F tabel (4,010). Karena F hitung > F tabel dengan taraf signifikansi 5 % maka Ha

    diterima dan Ho ditolak. Berdasarkan hasil uji One Way Anova, menunjukkan bahwa

    terdapat pengaruh variabel intensitas komunikasi keluarga terhadap variabel penyesuaian

    sosial artinya rata-rata penyesuaian sosial berbeda berdasarkan intensitas komunikasi

    keluarga.

    3. Hasil Analis Data Sekunder Berdasarkan hasil uji one way anova mengenai perbedaan penyesuaian sosial dan

    intensitas komunikasi keluarga ditinjau dari Jenis Kelamin Siswa diperoleh bahwa F hitung

    pada penyesuaian sosial ditinjau dari jenis kelamin (0,001) < F tabel (4,010). Karena F

    hitung < F tabel dengan taraf signifikansi 5 % maka tidak terdapat pengaruh variabel jenis

    kelamin terhadap variabel penyesuaian sosial.

    Pada variabel intensitas komunikasi keluarga diperoleh F hitung pada intensitas

    komunikasi keluarga ditinjau dari jenis kelamin (0,182) < F tabel (4,010). Karena F hitung

    < F tabel dengan taraf signifikansi 5 % maka tidak terdapat pengaruh variabel jenis

    kelamin terhadap variabel intensitas komunikasi keluarga.

    100

  • Berdasarkan hasil diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat

    pengaruh faktor jenis kelamin terhadap penyesuaian sosial dan intensitas komunikasi

    keluarga kelas XI Program Akselerasi SMA N 3 Surakarta.

    E. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis one way anova yang digunakan untuk menguji hipotesis

    dalam penelitian ini diperoleh bahwa F hitung lebih besar dari F tabel (34,402>4,010) dan

    taraf signifikansi 5%. Berdasarkan hasil tersebut maka hipotesis yang diajukan dalam

    penelitian ini diterima yaitu terdapat perbedaan penyesuaian sosial siswa akselerasi ditinjau

    dari intensitas komunikasi keluarga.

    Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Ali dan Asrori (2004) yang menjelaskan

    bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial anak adalah lingkungan

    keluarga. Pendapat ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan Bhanot dan

    Deepshika (2009), yang menjelaskan bahwa penyesuaian sosial seorang anak dipengaruhi

    oleh lingkungan keluarga. Iklim kondusif yang terjadi dalam keluarga dan berbagai

    pengalaman-pengalaman sosial yang terjadi saat individu melakukan interaksi turut

    membantu anak dalam mempelajari keterampilan-keterampilan sosial yang dibutuhkan anak

    dalam melakukan penyesuaian sosial.

    Dalam melakukan interaksi dengan keluarga, komunikasi memainkan peran penting

    dalam perkembangan psikososial anak. Komunikasi keluarga yang dilakukan secara intens

    sangat penting karena memungkinkan anggota untuk mengekspresikan kebutuhan, keinginan,

    dan kekhawatiran satu sama lain. Selain hal itu, fungsi komunikasi dalam keluarga ialah

    meningkatkan hubungan antara anggota keluarga, menghindari dan mengatasi konflik-konflik

    pribadi dalam keluarga, mengurangi ketidak pastian sesuatu, berusaha memahami dan

    dipahami orang lain dalam keluarga serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang

    lain. Dalam hal ini individu dapat saling memahami satu sama lain. Komunikasi dalam

    keluarga dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan diantara pihak-pihak yang

    berkomunikasi serta membangun pengalaman-pengalaman sosial yang dapat membantu dan

    mengarahakan individu dalam mempelajari keterampilan-keterampilan sosial yang

    dibutuhkan dalam perkembangan psikososial anak. Dari tanggapan-tanggapan yang diberikan

    anggota keluarga individu akan belajar mengenal banyak informasi dan pengetahuan,

    mendengar sesuatu yang berbeda dari yang dipikirkannya selama ini, melihat alternatif yang

    lain, menilai pendapat dan tindakannya sendiri, menilai posisi dirinya di mata orang lain,

    melihat bagaimana orang dewasa memandang dirinya, belajar memahami akan dirinya,

    101

  • perasaannya, pendapat, pikiran dan keinginan keinginannya dan menarik kesimpulan apa

    yang harus dilakukan olehnya dan pada akhirnya individu akan belajar berbagai keterampilan

    sosial yang dibutuhkan. Dari berbagai proses tersebut individu dapat terlatih untuk memahami

    berbagai proses sosial yang terjadi. Semakin intens komunikasi keluarga terjadi maka

    individu akan semakin banyak mengalami proses-proses sosial yang dapat membantu dan

    melatih individu dalam mempelajari ketermpilan-keterampilan sosial yang dibutuhkan

    sehingga individu terampil dalam melakukan penyesuaian sosial. Menurut Faturochman

    (2001), intensitas komunikasi dalam keluarga akan memiliki dampak psikologis pada

    perkembangan kepribadian dan psikosial pada anak. Kebiasan untuk saling mendengarkan,

    kebebasan untuk saling mengungkapkan pikiran, pemahaman dan penerimaan akan

    membantu mengarahkan anak dalam memahami realita yang terjadi di lingkungan sekitar.

    Berdasarkan hasil kategorisasi penyesuaian sosial siswa akselerasi SMA Negeri 3 kelas

    XI diperoleh bahwa penyesuaian sosial siswa memiliki tingkat tinggi dengan rata-rata empirik

    sebesar 109,02 berada pada rentang nilai x108 sebesar 52,54%. Hal ini diasumsikan rata-rata

    sampel dapat memunculkan penyesuaian dalam tingkat tinggi. Hal ini dimungkinkan karena

    kesiapan siswa dan kondisi lingkungan yang mendukung perkembangan psikososial anak.

    Kondisi lingkungan sosial yang mendukung dapat membantu siswa program akselerasi untuk

    melakukan penyesuaian sosial dimana pada saat mengikuti program akselerasi yang

    menyajikan kurikulum yang padat, menekan dan penuh tuntutan mengakibatkan waktu siswa

    untuk melakukan interaksi dan sosialisasi dengan lingkungan sosialnya menjadi berkurang.

    Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa intensitas komunikasi keluarga siswa akselerasi

    berada pada tingkat sedang dan tinggi. Intensitas komunikasi keluarga tersebut berbanding

    lurus dengan tingkat penyesuaian sosial yang dimiliki oleh siswa. Rata-rata komunikasi

    keluarga yang dimiliki oleh siswa tersebut memberikan pengalaman sosial yang cukup bagi

    dalam proses belajar sosial. Siswa dapat mempelajari berbagai keterampilan sosial yang

    dibutuhkan pada saat melakukan komunikasi dengan anggota keluarga sehingga mereka

    terampil dalam melakukan penyesuaian sosialnya.

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Darwanti (2009) menjelaskan bahwa

    banyak program yang dilakukan oleh SMA N 3 Surakarta dalam mengatasi permasalahan

    yang dilakukan dialami siswa. Program tersebut seperti layanan psikologi, sharing program

    tiap kenaikan kelas, outbond keluar dan berbagai program lain yang dapat membantu siswa

    dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi selama mengikuti program akselerasi.

    102

  • Kesiapan SMA N 3 Surakarta dengan berbagai program yang dijalankan memberikan suasana

    lingkungan yang kondusif bagi siswa sehingga dapat membantu perkembangan sosial siswa.

    Berdasarkan hasil kategorisasi skala intensitas komunikasi keluarga diketahui bahwa

    rata-rata sampel penelitian memiliki tingkat intensitas komunikasi keluarga yang tinggi

    dengan nilai rata-rata empirik sebesar 112,19 berada pada rentang nilai antara x99 sebanyak

    74,58%. Hal ini diasumsikan rata-rata sampel merasa bahwa komunikasi keluarga yang

    intens itu penting untuk dilakukan mengingat komuikasi merupakan kebutuhan dasar (basic

    need) yang menuntut untuk selalu dipenuhi. Menurut Achir (dalam Hawadi, 2004)

    menjelaskan peran keluarga terutama orangtua menduduki posisi sentral dalam proses

    tumbuh kembang anak berbakat. Keluarga merupakan tempat yang paling nyaman dan aman

    bagi anak berbakat untuk mengekspresikan dengan jujur apa yang dialami. Berdasarkan hasil

    penelitian yang dilakukan oleh Winarno (2006), bahwa intensitas komunikasi keluarga tinggi

    yang terjadi dalam keluarga maka keluarga dapat memahami secara jelas persoalan-persoalan

    yang dihadapi anak sehingga menjadikan keluarga dapat mengusahakan suatu lingkungan

    yang kaya akan rangsangan mental dan suasana di mana anak merasa tertarik dan tertantang

    untuk mewujudkan bakat-bakat dan kreativitasnya. Anak berbakat yang memiliki

    perkembangan kognitif dan sosial yang berbeda dengan teman sebaya memerlukan perhatian

    khusus dari keluarga. Mengingat pentingya peran keluarga maka dibutuhkan komunikasi

    keluarga yang efektif yang dilakukan secara intens agar dapat memantau setiap

    perkembangan yang dilalui oleh anak. Dengan melihat hal tersebut maka keluarga akan

    memberikan perhatian khusus bagi anak berbakat yang mengikuti program akselerasi.

    Berdasarkan hasil analis deskriptif diperoleh bahwa, Rata-rata penyesuaian sosial

    dengan intensitas komunikasi sedang lebih rendah dari rata-rata penyesuaian sosial dengan

    intensitas komunikasi tinggi (97

  • berbeda jauh dengan siswa perempuan (113). Menurut Hurlock (2004), pada usia menginjak

    remaja baik pria maupun wanita akan melakukan sosialisasi dengan teman sebaya guna untuk

    memenuhi kebutuhan sosialnya. Remaja mulai melakukan penyesuaian guna mencapai tujuan

    dari pola sosialisasi dewasa. Pengaruh teman sebaya sangatlah kuat, baik pria maupun wanita

    akan membentuk suatu kelompok teman sebaya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

    Tavris dan Offir (dalam Hawadi, 2004) menjelaskan bahwa mobilitas sosial anak berbakat

    baik pria dan wanita menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan. Mereka

    cenderung membentuk kelompok sosial untuk melakukan interaksi sosial. Dengan demikian

    dapat dikatakan bahwa faktor jenis kelamin tidak berpengaruh pada penyesuaian sosial anak.

    Selain itu dilihat bahwa rata-rata intensitas komunikasi keluarga baik siswa wanita maupun

    pria hampir sama. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian sosial seorang

    anak diantaranya menurut Schneiders (1985) yaitu hubungan yang sehat di antara keluarga.

    Hubungan ini ditandai dengan adanya penyesuaian yang baik antara anggota keluarga yang

    satu dengan anggota keluarga yang lainnya, sehingga ada rasa kasih sayang antara anggota

    keluarga. Lingkungan keluarga yang kondusif tidak membeda-bedakan jenis kelamin maka

    dapat berpengaruh pada perkembangan aspek psikososial anak.

    F. PENUTUP 1. Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

    a. Hasil uji hipotesis dengan menggunakan tehnik one way anova diperoleh F hitung

    34,402 dan F tabel 4,010, (p = 0,05), hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

    yang signifikan penyesuaian sosial siswa akselerasi ditinjau dari intensitas komunikasi

    keluarga.

    b. Penyesuaian sosial siswa akselerasi kelas XI SMA N 3 Surakarta berada pada tingkat

    sedang yakni sejumlah 47, 46 % dan pada tingkat tinggi yakni sejumlah 52,54%

    c. Intensitas komunikasi keluarga pada siswa akselerasi kelas XI SMA N 3 Surakarta

    tingkat sedang yakni sejumlah 25,42% dan berada pada intensitas tingkat tinggi yakni

    sejumlah 74,58%

    d. Rata-rata penyesuaian sosial siswa berdasarkan tinjauan intensitas komunikasi keluarga

    sedang lebih rendah daripada rata-rata penyesuaian sosial siswa berdasarkan tinjauan

    intensitas komunikasi tinggi (97

  • e. Berdasarkan analisis data sekunder diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan

    penyesuaian sosial siswa akselerasi dan intensitas komunikasi keluarga ditinjau dari

    jenis kelamin siswa.

    2. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat dikemukakan saran-saran sebagai

    berikut:

    a. Kepada siswa akselerasi

    Siswa sebaiknya lebih meningkatkan intensitas komunikasi dengan anggota

    keluarga seperti dengan ikut terlibat aktif pada saat berdiskusi dengan keluarga, sering

    menanyakan permasalahan yang dihadapi dengan keluarga, menjalin komunikasi dengan

    penuh keterbukaan, empati dan rasa jujur sehingga banyak pengalaman sosial banyak

    didapat oleh siswa. Semakin banyak pengalaman sosial yang didapat maka semakin

    banyak proses belajar sosial yang dialami sehingga dapat melatih individu dalam

    mempelajari keterampilan-keterampilan sosial yang dibutuhkan. Proses tersebut dapat

    membantu siswa dalam memahami realitas sosial yang terjadi sehingga anak terampil

    dalam melakukan penyesuaian sosial.

    b. Kepada orang tua

    Orangtua dapat membangun komunikasi yang efektif secara intens dengan anak

    seperti memperbanyak sharing dan berdiskusi dengan anak, menanyakan perkembangan

    dan permasalahan yang dihadapi anak di sekolah, lebih menjalin komunikasi yang intens

    dengan memperbanyak kegiatan bersama dengan anak serta menciptakan lingkungan

    yang mendukung bagi perkembangan psikososial anak. Kebiasan untuk saling

    mendengarkan, kebebasan untuk saling mengungkapkan pikiran, pemahaman dan

    penerimaan akan membantu mengarahkan anak dalam memahami realita yang terjadi

    yang dapat membantu anak dalam melakukan penyesuaian sosial. Komunikasi keluarga

    yang intens dapat membangun pengalaman-pengalaman sosial yang membantu dan

    mengarahkan anak dalam mempelajari keterampilan-keterampilan sosial yang dibutuhkan

    dalam penyesuaian dengan lingkungan sosialnya.

    c. Bagi sekolah

    Pihak sekolah dapat menyusun program atau langkah-langkah yang melibatkan orang

    tua dan guru dalam membangun komunikasi yang intens dan efektif dengan para siswa

    untuk lebih memahami kararkteristik remaja sehingga tercipta hubungan yang intens

    dengan remaja. Program tersebut seperti sharing dengan orangtua dan guru mengenai

    105

  • perkembangan akademik anak, program meningkatkan kompetensi guru dengan berbagai

    pelatihan, serta meningkatkan penelitian terkait dengan pentingnya peran orang tua dan

    guru pada perkembangan psikososial anak. Dengan demikian dapat tercipta lingkungan

    dan susana yang kondusif yang dialami anak. Suasana lingkungan yang kondusif ini

    dapat berpengaruh pada aspek perkembangan psikososial anak. Dengan program yang

    dilakukan sekolah diharapkan anak lebih siap dalam mengikuti program akselerasi yang

    padat dan menekan.

    d. Bagi pihak-pihak terkait

    Dinas Pendidikan maupun praktisi ilmu pendidikan dan sosial dapat menyusun suatu

    program atau atau langkah-langkah yang melibatkan peran aktif orang tua dan keluarga

    terkait permasalahan sosial yang dihadapi. Program itu seperti seminar, penyuluhan,

    penelitian mengenai permasalahan sosial yang dihadapi siswa akselerasi serta kebijakan

    pemerintah yang mendukung program pengembangan kelas akselerasi. Dengan program

    tersebut diharapkan orang tua dapat membangun komunikasi yang intens dengan anak.

    Komunikasi yang intens tersebut diharapkan dapat membantu permasalahan yang dialami

    siswa program akselerasi yang menyajikan kurikulum yang padat, menekan dan penuh

    tuntutan serta menyita waktu mereka untuk melakukan sosialisasi dengan lingkungan

    sosial.

    e. Bagi Peneliti lain

    Penelitian ini hanya mengkaji penyesuaian sosial siswa akseleresi ditinjau dari

    intensitas komunikasi keluarga sehingga bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk

    mengadakan penelitian sejenis dapat menggunakan aspek-aspek komunikasi keluarga

    yang lain serta memperhatikan faktor-faktor lain yang turut berpengaruh pada

    penyesuaian sosial individu untuk lebih memperdalam dan memperluas isi penelitian.

    Selain itu peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperluas populasi dan

    memperbanyak sampel, agar ruang lingkup dan generalisasi penelitian menjadi lebih luas

    dan mencapai proporsi yang seimbang sehingga kesimpulan yang diperoleh lebih

    komprehensif.

    106

  • Daftar Pustaka

    Alsa, A. 200. Keunggulan dan kelemahan program akselerasi di SMA : Tinjauan Psikologi pendidikan. Anima Indonesian Psychological Journal. 22, 4, 309-318.

    Ali, M., dan Asrori, M. 2004. Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

    Bhanot.S., dan Deepshikha. 2009. Role of family Environment in Social Adjustment of Adolescent Girls in Rural Areas of Eastern U. P. Indian Journal of Social Science Researches. 6, 2, 109-112.

    Daradjat,Z. 1985. Kesehatan Mental. Jakarta: PT. Gunung Agung.

    Darwanti.2009. Implementasi Program Percepatan Kelas (Akselerasi) di SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009. Skripsi.Tidak diterbitkan. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

    Depdiknas. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

    Devito, J.A. 2001. The Interpersonal Communication Books. New york : Harper Collins Publishers.

    Faturochman. 2001. Revitalisasi Peran Keluarga. Buletin Psikologi. 9,2, 39-47

    Gunarsa, S. 2004. Bunga rampai psikologi perkembangan: Dari anak usia lanjut. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

    Gunawan 2009. Efektivitas Pesan Dalam Komunikasi. Jurnal Komunikasi Massa . 5, 1, 27-32.

    Hawadi, R.A. 2004. Akselerasi (A-Z Informasi Program Percepatan dan Anak Berbakat Intelektual). Jakarta : Gramedia.

    Hidayah, N., dan Rachmawati, M A .2009. Efektifitas pelatihan keterampilan sosial terhadap penyesuaian diri sosial pada anak berbakat intelektual di program akselerasi.Gifted Review : Jurnal Keterbakatan dan Kreativitas HIMPSI vol 3, 2, 1-22 .

    Hurlock, E.B.2004. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga..

    Maghviroh, S. 2009. Pengaruh Pembelajaran Akselerasi Siswa Berbakat Intelektual terhadap Aspek Perkembangan Sosial (Penelitian terhadap Siswa Kelas V di Sekolah Dasar Negeri Mangkubumen Lor No.15 Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009). Skripsi. Tidak diterbitkankan. Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

    Mutadin, Z. 2002. Penyesuaian Diri Remaja. http://www.e-psikologi.com. Diakses tanggal 30 Desember 2010.

    Semiun, Y .2006.Kesehatan Mental 2. Yogyakarta : Kanisius

    107

  • Schneiders, A. A. 1985. Personal Adjusment and Mental Health. New York: Holt, Rinehart and Winston.

    Shochib, Moh. 1998. Pola Asuh Orang Tua. Jakarta : PT. Rineka Cipta..

    Tuasikal, R F.2008. Hubungan antara intensitas komunikasi interpersonal dengan agresivitas. Psikologika. 13, 25, 73-83.

    Vangelisti, Anita L..2004. Handbook of Family Communication. New jersey : University of Texas at Austin.

    Widodo, S. W. 2006. Optimalisasi Akselerasi Pendidikan. http://www.suaramerdekaonline/wacana/aksel.htm. Diakses tanggal 22 desember 2010.

    108

    Schneiders, A. A. 1985. Personal Adjusment and Mental Health. New York: Holt, Rinehart and Winston.