Perbedaan Mekanisme Kerja Obat AINS Dan Analgetik Opioid

12
Perbedaan mekanisme kerja obat AINS dan analgetik opioid 1. Mekanismen kerja obat AINS Mekanisme kerja utama obat anti inflamasi non- steroid (AINS) adalah menghambat bioseintesis prostaglandin melalui penghambatan aktivitas enzim COX. Kedua isoform COX ini akan dihambat oleh aspirin dan AINS. Aspirin merupakan prototip dari salisilat, mempunyai kemampuan menghambat COX-1 dan COX-2 secara ireversibel (Sundy, 2004). Mekanisme kerja OAINS lainnya dalam menghambat COX adalah yang pertama melalui mediasi terhadap inhibisi time-independent dari COX yang tergantung dari konsentrasi obatnya.Kedua, beberapa OAINS (misalnya indomethacin dan flurbiprofen) memiliki kemampuan merangsang perubahan struktur time-dependent di tempat COX teraktivasi, yang dapat menyebabkan penghambatan aktivitas enzim semi-ireversibel (Sundy, 2004). 2. Mekanisme kerja analgetik opioid

Transcript of Perbedaan Mekanisme Kerja Obat AINS Dan Analgetik Opioid

Page 1: Perbedaan Mekanisme Kerja Obat AINS Dan Analgetik Opioid

Perbedaan mekanisme kerja obat AINS dan analgetik opioid

1. Mekanismen kerja obat AINS

Mekanisme kerja utama obat anti inflamasi non-steroid (AINS)

adalah menghambat bioseintesis prostaglandin melalui

penghambatan aktivitas enzim COX. Kedua isoform COX ini akan

dihambat oleh aspirin dan AINS. Aspirin merupakan prototip dari

salisilat, mempunyai kemampuan menghambat COX-1 dan COX-2

secara ireversibel (Sundy, 2004).

Mekanisme kerja OAINS lainnya dalam menghambat COX adalah

yang pertama melalui mediasi terhadap inhibisi time-independent dari

COX yang tergantung dari konsentrasi obatnya.Kedua, beberapa

OAINS (misalnya indomethacin dan flurbiprofen) memiliki kemampuan

merangsang perubahan struktur time-dependent di tempat COX

teraktivasi, yang dapat menyebabkan penghambatan aktivitas enzim

semi-ireversibel (Sundy, 2004).

2. Mekanisme kerja analgetik opioid

Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat enzim

sikloogsigenase dalam pembentukan prostaglandin yang dikaitkan

dengan kerja analgetiknya dan efek sampingnya.

Efek depresi SSP beberapa opioid dapat diperhebat dan

diperpanjang oleh fenotiazin, penghambat monoamine oksidase dan

antidepresi trisiklik. Mekanisme supreaditif ini tidak diketahui dengan

tepat mungkin menyangkut perubahan dalam kecepatan

Page 2: Perbedaan Mekanisme Kerja Obat AINS Dan Analgetik Opioid

biotransformasi opioid yang berperan dalam kerja opioid. Beberapa

fenotiazin mengurangi jumlah opioid yang diperlukan untuk

menimbulkan tingkat analgesia tertentu. Tetapi efek sedasi dan

depresi napas akibat morfin akan diperberat oleh fenotiazin tertentu

dan selain itu ada efek hipotensi fenotiazin.

Penggolongan obat AINS dan analgetik opioid

Penggolongan Obat Ains

OAINS merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan

beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian, obat-

obat ini mempunyai banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek

samping.15 Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu OAINS

sering juga disebut sebagai obat-obat mirip aspirin (aspirin-like drug).

Aspirin-like drugs dibagi dalam lima golongan, yaitu:  (Goodman &

Gilman, 2001)

1. alisilat dan salisilamid, derivatnya yaitu asetosal (aspirin),

salisilamid, diflunisal

a. Salisilat  (Freddy,1995)

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau

aspirin adalah analgesik antipiretik dan antiinflamasi yang

sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas.

Selain sebagai prototip, obat ini merupakan standar dalam

menilai efek obat sejenis.

Page 3: Perbedaan Mekanisme Kerja Obat AINS Dan Analgetik Opioid

Kimia. Asam salisilat ini sangat iritatif, sehingga hanya

digunakan sebagai obat luar. Derivatnya yang dapat dipakai

secara sistemik adalah ester salisilat dari asam organik dengan

sustitusi pada gugus hidroksil, misalnya asetosal.

Farmakodinamik. salisilat merupakan obat yang paling banyak

digunakan sebagai analgesik, antipiretik, dan anti-inflamasi.

Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik.

Dengan dosis ini laju metabolisme juga meningkat. Pada dosis

toksik obat ini justru memperlihatkan efek piretik sehingga

terjadi demam dan hiperhidrosis pada keracunan berat.

Farmakokinetik. Pada pemberian oral, sebagian salisilat

diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung, tetapi

sebagian besar di usus halus bagian atas. Kadar tertinggi

dicapai kira- kira 2 jam setelah pemberian.

Efek terhadap pernafasan. Efek salisilat pada pernafasan

tercermin dari terganggunya keseimbangan asam basa dalam

darah. Salisilat merangsang pernafasan baik secara langsung

maupun tidak langsung. Pada dosis terapi salisilat mempertinggi

konsumsi O2 dan produksi CO2.. peninggian PCO2 akan

merangsang pernafasan sehingga pengeluaran CO2 melalui

alveoli bertanbah dan PCO2 dalam plasma darah turun.

Page 4: Perbedaan Mekanisme Kerja Obat AINS Dan Analgetik Opioid

Efek terhadap keseimbangan asam basa. Dalam dosis terapi

yang tinggi, salisilat mempertinggi konsumsi O2 dan produksi

CO2 terutama di otot skelet.

Efek urikosurik. Efek ini sangat ditentukan oleh besarnya

dosis. Dosis kecil ( 1g atau 2g sehari) menghambat eksresi

asam urat, sehingga kadarnya meningkat. Dosis 2g ataau 3g

sehari biasanya tidak mengubah eksresi asam urat. Pada dosis

lebih dari 5 g/hari terjadi peningkatan eksresi asam urat melalu

urin, sehingga kadar asam urat dalam darah menurun. Hal ini

terjadi karena pada dosis rendah salisilat menghabat sekresi

tubuli sedangkan pada dosis tinggi juga menghambat

reabsorbsi dengan hasil akhir peningkatan ekskresi asam urat.

Efek urikosurik ini bertambah bila urin bersifat basa.

Efek terhadap darah. Pada orang yang sehat, aspirin

menyebabkan perpanjangan masa pendarahan.

Efek terhadap hati dan ginjal. Salisilat bersifat hepatotoksik

dan ini berkaitan dengan dosis, bukan akibat reaksi imun.

Gejala yang sering terlihat hanya kenaikan  SGOT dan SGPT.

Salislat juga menurunkan fungsi ginjal pada penderita dengan

hipovolemia atau gagal jantung.

Efek terhadap saluran cerna. Perdarahan lambung yang berat

dapat terjadi pada dosis besar dan pemberian kronik.  

Page 5: Perbedaan Mekanisme Kerja Obat AINS Dan Analgetik Opioid

b. Salisilamid (Freddy,1995)

adalah amida asam salisilat yang memperlihatkan efek

analgetik dan antipiretik mirip asetosal, walaupun dalam badan

salisilamid. Efekny lebih lemah dari salisilat, karena salisilamid

dalam mukosa usus mengalami metabolisme lintas pertama,

sehingga hanya sebagian salisilamid yang diberikan masuk

sirkulasi sebagai zat aktif. Obat ini mudah diabsorpsi usus dan

cepat didistribusi ke jaringan. Obat ini menghambat

glukoronidase dan obat analgesik lain misalnya Na salisilat dan

asetaminofen, sehinnga pemberian bersama dapat

meningkatkan efek terapi toksisitas obat tersebut. Salisilamid

dijual bebas dalam bentuk obat tunggal atau kombinasi tetap.  

2. Para aminofenol, derivatnya yaitu asetaminofen dan fenasetin

Farmakodinamik. Efek analgesik parasetamol dan fenasetin serupa

dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan

sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan

mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek snetral seperti salisilat.

Efek antiinflamasinya sangat lemah. Parasetamol dan fenasetin

diabsorpsi dengan cepat dan sempurna melalui saluran cerna.

Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan

masa paruh plasma dicapai 1-3 jam.

3. Pirazolon, derivatnya yaitu antipirin (fenazon), aminopirin

(amidopirin), fenilbutazon dan turunannya

Page 6: Perbedaan Mekanisme Kerja Obat AINS Dan Analgetik Opioid

4. Antirematik nonsteroid dan analgetik lainnya, yaitu asam

mefenamat dan meklofenamat, ketoprofen, ibuprofen, naproksen,

indometasin, piroksikam, dan glafenin

5. Obat pirai, dibagi menjadi dua, yaitu (1) obat yang menghentikan

proses inflamasi akut, misalnya kolkisin, fenilbutazon,

oksifenbutazon, dan (2) obat yang mempengaruhi kadar asam urat,

misalnya probenesid, alupurinol, dan sulfinpirazon.

Sedangkan menurut waktu paruhnya, OAINS dibedakan

menjadi: (Goodman & Gilman, 2001)

1. AINS dengan waktu paruh pendek (3-5 jam), yaitu aspirin, asam

flufenamat, asam meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat,

asam tiaprofenamat, diklofenak, indometasin, karprofen, ibuprofen,

dan ketoprofen.

2. AINS dengan waktu paruh sedang (5-9 jam), yaitu fenbufen dan

piroprofen.

3. AINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu diflunisal

dan naproksen.

4. AINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu piroksikam

dan tenoksikam.

5. AINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam), yaitu

fenilbutazon dan oksifenbutazon.

Page 7: Perbedaan Mekanisme Kerja Obat AINS Dan Analgetik Opioid

         Klasifikasi Kimiawi Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid

1.    Non Selective Cyclooxygenase Inhibitors (Goodman & Gilman, 2001)

a. Derivat asam salisilat: aspirin, natrium salisilat, salsalat, diflunisal,

cholin magnesium trisalisilat, sulfasalazine, olsalazine

b. Derivat para-aminofenol: asetaminofen

c.  Asam asetat indol dan inden: indometasin, sulindak

d.  Asam heteroaryl asetat: tolmetin, diklofenak, ketorolak

e. Asam arylpropionat: ibuprofen, naproksen, flurbiprofen, ketoprofen,

fenoprofen, oxaprozin

f.  Asam antranilat (fenamat): asam mefenamat, asam meklofenamat

g. Asam enolat: oksikam (piroksikam, meloksikam)

h. Alkanon: nabumeton

2. Selective Cyclooxygenase II inhibitors (Goodman & Gilman, 2001)

a. Diaryl-subtiuted furanones: rofecoxib

b. Diaryl-subtituted pyrazoles: celecoxib

c. Asam asetat indol: etodolac

d. Sulfonanilid: nimesulid

Berdasarkan struktur kimianya obat anti radang bukan steroid dibagi

menjadi tujuh kelompok, yaitu turunan salisilat, turunan 5-pirazolidindion,

turunan asam N –arilantranilat, turunan asam arilasetat, turunan

heteroarilasetat, turunan oksikam, dan turunan lain-lain(Siswandono,

2000).

Page 8: Perbedaan Mekanisme Kerja Obat AINS Dan Analgetik Opioid

Berbagai salicylate dan agen-agen lainnya yang mirip yang dipakai

untuk mengobati penyakit reumatik sama-sama memiliki kemampuan

untuk menekan tanda-tanda dan gejala-gejala inflamasi. Obat-obat ini

mempunyai efek antipiretik dan analgesic, tetapi sifat-sifat anti inflamasi

merekalah yang membuat mereka paling baik untuk menangani

gangguan-gangguan dengan rasa sakit yang dihubungkan dengan

intensitas proses inflamasi (Katzung,  1998).