PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

71
PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA PEMBERIAN PAKAN MURBEI JENIS Morus multicaulis DAN Morus indica DI BALAI PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN (BPSKL) WILAYAH SULAWESI NUR HIDAYAH 105950062315 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR 2020

Transcript of PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

Page 1: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

i

PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA

PEMBERIAN PAKAN MURBEI JENIS Morus multicaulis DAN Morus indica

DI BALAI PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN

(BPSKL) WILAYAH SULAWESI

NUR HIDAYAH

105950062315

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR

2020

Page 2: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

ii

PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA

PEMBERIAN PAKAN MURBEI JENIS Morus multicaulis DAN Morus indica DI

BALAI PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN (BPSKL)

WILAYAH SULAWESI

NUR HIDAYAH

105950062315

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S1)

Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian.

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR

2020

Page 3: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Perbedaan Kualitas Kokon Dan Serat Sutera Pada Pemberian

Pakan Murbei Jenis Morus Multicaulis Dan Morus Indica Di

Balai Perhutanan Sosial Dan Kemitraan Lingkungan (Bpskl)

Wilayah Sulawesi

Nama : Nur Hidayah

Nim : 105950062315

Program Studi : Kehutanan

Fakultas : Pertanian

Makassar, September 2020

Telah Diperiksa dan Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing

Pembimbing I

Dr.Husnah Latifah,S.Hut,M.Si.,IPM

NIDN: 0011077101

Pembimbing II

Ir.Muh. Daud,S.Hut.,M.Si.IPM

NIDN: 0912097208

Diketahui oleh,

Dekan Fakultas Pertanian Ketua Program Studi

Dr. H. Burhanuddin, S.Pi.,M.P Dr.Ir.Hikmah,S.Hut,M.Si.,IPM

NIDN: 0912066901 NIDN: 0011077101

Page 4: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

iv

HALAMAN KOMISI PENGUJI

Judul : Perbedaan Kualitas Kokon Dan Serat Sutera Pada Pemberian

Pakan Murbei Jenis Morus Multicaulis Dan Morus Indica Di

Balai Perhutanan Sosial Dan Kemitraan Lingkungan (Bpskl)

Wilayah Sulawesi

Nama : Nur Hidayah

Nim : 105950062315

Program Studi : Kehutanan

Fakultas : Pertanian

Susunan Tim Penguji

Dr. Husnah Latifah, S.Hut.,M.Si.,IPM (..............................)

( Pembimbing I)

Ir Muh. Daud, S.Hut.,M.Si.,IPM (..............................)

( Pembimbing II)

Dr. Ir. Hikmah, S.Hut., M.Si.,IPM (..............................)

( Penguji I )

Ir. Muhammad Tahnur, S.Hut.,M.Si.,IPM (..............................)

( Penguji II )

Tanggal lulus : 22 September 2020

Page 5: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

v

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: “Perbedaan

Kualitas Kokon Dan Serat Sutera Pada Pemberian Pakan Murbei Jenis Morus

Multicaulis Dan Morus Indica Di Balai Perhutanan Sosial Dan Kemitraan

Lingkungan (Bpskl) Wilayah Sulawesi” adalah benar merupakan hasil karya

sendiri yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana

pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.

Makassar, September 2020

Nur Hidayah

105950062315

Page 6: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

vi

HAK CIPTA

@Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah

b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Unismuh

Makassar.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin Unismuh Makassar.

Page 7: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

vii

ABSTRAK

Nur Hidayah , 105950062315.Perbedaan Kualitas Kokon Dan Serat Sutera Pada

Pemberian Pakan Murbei Jenis Morus multicaulis Dan Morus indica Di Balai

Perhutanan Sosial Dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Wilayah Sulawesi.

Dibawah bimbingan Husnah Latifah dan M. Daud.

Penelitian dilakukan untuk mengetahui perbedaan jenis tanaman murbei

Morus multicaulis dan Morus indica terhadap kualitas kokon dan serat sutera.

Penelitian ini di Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL)

Bili-Bili Kecamatan Bonto Marannu, Kabupaten Gowa yang berlangsung selama

dua bulan yaitu pada bulan November 2019 sampai dengan Januari 2020. Analisis

pengumpulan data dilakukan dengan beberapa parameter yakni kualitas ulat,

kualitas kokon, serta kualitas serat dan diuji dengan menggunakan uji t dengan

ulangan masing-masing sebanyak 5 kali. Dari hasil penelitian yang dilakukan di

Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Wilayah Sulawesi,

menunjukkan bahwa daya tetas telur ulat sutera yang diberi pakan Morus indica

berbeda sangat nyata dengan daya tetas ulat sutera yang diberi pakan Morus

multicaulis; mortalitas ulat kecil yang diberi pakan Morus indica berbeda tidak

nyata dengan mortalitas ulat kecil yang diberi pakan Morus multicaulis; mortalitas

ulat besar yang diberi pakan Morus indica berbeda tidak nyata dengan mortalitas

ulat besar yang diberi pakan Morus multicaulis; persentase ulat mengokon yang

diberi pakan Morus indica berbeda tidak nyata dengan persentase ulat mengokon

yang diberi pakan Morus multicaulis; persentase kokon normal yang diberi pakan

Morus indica berbeda tidak nyata dengan persentase kokon normal yang diberi

pakan Morus multicaulis dan persentase kulit kokon yang diberi pakan Morus

indica berbeda sangat nyata dengan persentase kulit kokon yang diberi pakan

Morus multicaulis.

Kata Kunci: Pakan Murbei,Kokon, Serat Sutera, Morus indica, Morus multicaulis

vi

Page 8: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

viii

ABSTRACT

Nur Hidayah, 105950062315. Differences in the Quality of Cocoon and Silk

Fiber in the Feeding of Mulberry Types of Morus multicaulis and Morus indica at

the Center for Social Forestry and Environmental Partnerships (BPSKL) Sulawesi

Region. Under the guidance of Husnah Latifah and M. Daud.

The research was conducted to determine the differences in the types of

mulberry plants Morus multicaulis and Morus indica on the quality of cocoons

and silk fibers. This research was conducted at the Center for Social Forestry and

Environmental Partnership (BPSKL) Bili-Bili, Bonto Marannu District, Gowa

Regency which lasted for two months, from November 2019 to January 2020.

Data collection analysis was carried out with several parameters, namely

caterpillar quality, cocoon quality, and fiber quality and tested using the t test with

5 repetitions each. From the results of research conducted at the Center for Social

Forestry and Environmental Partnerships (BPSKL), Sulawesi Region, it was

shown that the hatchability of silkworm eggs fed Morus indica was very

significantly different from the hatchability of silkworms fed Morus multicaulis;

mortality of small caterpillars fed Morus indica was not significantly different

from mortality of small caterpillars fed Morus multicaulis; the mortality of large

caterpillars fed Morus indica was not significantly different from the mortality of

large caterpillars fed Morus multicaulis; the percentage of caterpillars fed Morus

indica was not significantly different from the percentage of caterpillars fed

Morus multicaulis; The percentage of normal cocoons fed with Morus indica was

not significantly different from the percentage of normal cocoons that were fed

with Morus multicaulis and the percentage of cocoon shells fed with Morus indica

was very significantly different from the percentage of cocoon shells fed with

Morus multicaulis.

Keywords: Mulberry feed, Cocoon, Silk Fiber, Morus indica, Morus multicaulis

vi

Page 9: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wata’ala atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan hasil penelitian

dengan judul “Pengaruh Murbei Terhadap Kualitas Kokon dan Serat Sutera di

Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Wilayah

Sulawesi.”.

Tak lupa pula kita kirimkan salam dan shalawat kepada junjungan kita

baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau yang menjadi surih

tauladan bagi kita semua. Penulis menyadari bahwasannya dalam penulisan

proposal ini masih banyak perbaikan dan kekeliruan yang disebabkan

keterbatasan penulis, sehingga penulis sangat mengharapkan masukan dan

kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan hasil penelitian ini. Pada

kesempatan kali ini pula penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar –

besarnya kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, tak henti – hentinya memanjatkan doa untuk

keberasilan dan keselamatan penulis dunia akhirat, kemudian dukungan moral

serta materi demi keberhasilan studi dari penulis.

2. Ayahanda Dr. H. Burhanuddin, S.Pi., M.P selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Ibunda Dr. Ir. Hikmah, S.Hut., M.Si., IPM selaku Ketua Program Studi

Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Ibunda Dr. Ir. Husnah Latifah, S.Hut., M.Si, IPM selaku pembimbing I dan

Ayahanda Ir. Muhammad Daud, S.Hut., M.Si., IPM selaku pembimbing II,

vi

Page 10: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

x

penulis mengucapkan banyak terimakasih atas segala motivasi dan

masukannya demi tersusunnya Skripsi ini dengan baik dan benar.

5. Ibunda Dr. Ir. Hikmah, S.Hut., M.Si., IPM selaku penguji I dan Ayahanda Ir.

Muhammad Tahnur, S.Hut., M.Hut., IPM selaku penguji II yang telah

memberikan masukan dan arahan sehingga penulis berhasil menyusun skripsi

ini dengan benar.

6. Ibunda Muthmainnah, S.Hut., M.Hut selaku penasehat akademik yang tak

henti-hentinya memberikan motivasi dan masukan selama penulis menempuh

perkuliahan hingga menyelesaikan masa studinya.

7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Makassar, yang telah memberikan ilmu selama

mengikuti kegiatan perkuliahan hingga menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Terkhusus kepada Tanriani M.Ds S.Hut, Sri Astuti S.Hut, Samsul Samrin,

S.Hut, Nurul Faisah, Irawati Kamal Weidhema, Muh.Dody Alfayed dan

semua teman-teman angkatan trembesi 2015 yang telah memberikan motivasi

serta bantuan yang sangat besar sehingga tugas akhir ini selesai.

9. Teman – teman dan semua pihak yang tak dapat disebutkan satu persatu yang

telah memberikan dorongan dan motivasi yang besar.

Semoga doa dan motivasi yang diberikan oleh semua pihak dibalas oleh

Allah subhanahu wata’ala. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi kita

semua.

Makassar, September 2020

Nur Hidayah

Page 11: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

xi

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pikir ................................................................................................. 13

2. Stuktur Organsisasi Balai Persuteraan Alam ................................................... 21

3. Daya Tetas Telur Ulat Sutera Yang Diberi Pakan Murbei Jenis Morus indica dan Morus ............................................................................................. 33

4. Daya Mortalitas Ulat Kecil Yang Diberi Pakan Murbei Jenis Morus

indica dan Morus ............................................................................................. 34

5. Daya Mortalitas Ulat Besar Yang Diberi Pakan Murbei Jenis Morus

indica dan Morus ............................................................................................. 35

6. Daya Persentase Ulat Mengokon Yang Diberi Pakan Murbei Jenis Morus indica dan Morus .................................................................................. 36

7. Daya Persentase Kokon Normal Yang Diberi Pakan Murbei Jenis Morus indica dan Morus ............................................................................................. 37

8. Persentase Kulit Kokon Yang Diberi Pakan Murbei Jenis Morus indica dan Morus ........................................................................................................ 38

Page 12: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

xii

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Data Luas Tanaman Murbei Per Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan ...... 24

2. Data Luas Tanaman Murbei Per Propinsi di Luar Prop. Sulawesi Selatan ...... 25

3. Data Perkembangan Jumlah Petani di Prop. Sulawesi Selatan ........................ 26

4. Data Perkembangan Jumlah Petani di Luar Provinsi Sulawesi Selatan ........... 26

5. Data Perkembangan jumlah penyerapan telur di Provinsi Sulawesi Selatan 5

tahun terakhir .................................................................................................... 27

6. Data Perkembangan jumlah penyerapan telur di luar Prop. Sulawesi Selatan 5

tahun terakhir .................................................................................................... 28

7. Data Produksi Kokon dan Produksi Benang Sulawesi Selatan tahun 2005 –

2009 .................................................................................................................. 29

8. Data Produksi Kokon dan Produksi Benang di Propinsi luar Sulawesi Selatan

tahun 2005 – 2009 ............................................................................................ 30

9. Target Sasaran Pengembangan Produk Sutera Hulu (Nasional ) ..................... 31

10. Target Sasaran Pengembangan Produk Sutera Hilir ( Nasional ) ................... 31

Page 13: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii

HALAMAN KOMISI PENGUJI ...................................................................... iii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 3

1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3

1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu ......................................................................... 4

2.2. Murbei ..................................................................................................... 7

2.3. Ulat sutera................................................................................................ 8

2.4. Kualitas Kokon dan Serat Sutera ............................................................. 10

2.5. Kerangka Pikir ......................................................................................... 13

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................... 14

3.2. Alat dan Bahan ......................................................................................... 14

3.3. Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 14

3.4. Langkah-Langkah Penelitian .................................................................... 14

3.5. Jenis Data ................................................................................................. 15

3.6. Analisis Data ............................................................................................. 15

3.7. Definisi Operasional .................................................................................. 16

Page 14: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

xiv

IV.KEADAAN UMUM LOKASI

4.1 Gambaran Umum Balai Persuteraan Alam ................................................ 20

4.2 Perkembangan Kegiatan Persuteraan Alam Di Dalam Dan Di Luar Provinsi

Sulawesi Selatan ............................................................................................... 24

4.3 Rencana Pengembangan Persuteraan Alam Di Prov. Sulawesi Selatan ... 30

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. PENUTUP

6.1. Kesimpulan ................................................................................................ 39

6.2. Saran .......................................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 15: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut/2007 tentang

Hasil Hutan Bukan Kayu, maka dalam rangka pengembangan budidaya maupun

pemanfaatannya HHBK dibedakan dalam HHBK nabati dan HHBK hewani.

HHBK nabati dan HHBK hewani meliputi semua hasil non kayu dan turunannya

yang salah satunya adalah ulat sutera.

Ulat sutera (Bombyx mori L.) merupakan salah satu jenis serangga dari

Ordo Lepidoptera yang mengalami siklus metamorfosis sempurna selama

hidupnya mulai dari telur, larva, pupa, dan imago. Nilai ekonomis dari ulat sutera

terdapat pada kokon yang menghasilkan serat sutera, dimana serat sutera dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri tekstil, benang, parasut, dan

kosmetik (Wageansyah R, 2007). Seperti yang kita ketahui, pembudidayaan ulat

sutera ini tidak bisa dilepaskan dengan yang namanya tanaman murbei (Morus sp)

karna merupakan satu-satunya makanan bagi ulat sutera. Bagian tanaman murbei

yang dimanfaatkan sebagai pakan ulat sutera adalah daunnya. Murbei sendiri

merupakan tanaman perdu, daunnya mirip daun kembang sepatu, buahnya agak

masam, dapat dimakan atau dibuat bahan sirup, dan dapat pula dijadikan sebagai

tanaman obat (Andadari et al, 2017). Kualitas daun murbei tidak hanya

menentukan pertumbuhan dan kesehatan ulatnya tetapi juga berpengaruh terhadap

kualitas kokon yang dihasilkan s

ehingga secara langsung maupun tidak langsung akan memengaruhi

kualitas dan kuantitas benang sutera yang dihasilkan (Purwanti, R. 2007). Ada

beberapa jenis murbei yang banyak ditanam dan digunakan untuk pakan ulat

Page 16: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

2

sutera diantaranya adalah Morus multicaulis, Morus indica, Morus alba, Morus

nigra, Morus cathayana, dan Morus macroura.

Morus multicaulis dan Morus indica ini adalah jenis murbei yang paling

banyak dibudidayakan di Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan

(BPSKL) Bili-Bili wilayah Sulawesi karena jenis ini merupakan jenis yang

produksi daunnya tinggi, daunnya tidak cepat layu dan memiliki kandungan

protein yang tinggi. Untuk jenis Morus multicaulis ini sendiri merupakan jenis

murbei yang paling subur dan daunnya besar.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andadari et.al, (2017)

menyimpulkan bahwa kombinasi pakan dan jenis ulat tidak berpengaruh terhadap

rendemen pemeliharaan, bobot kokon, dan bobot kulit kokon tetapi berpengaruh

terhadap rasio kulit kokon. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Rahma

et.al (2017) menunjukkan bahwa jenis pakan daun murbei yang berbeda tidak

berpengaruh nyata terhadap mortalitas ulat, rendemen pemeliharaan, dan

persentase kokon cacat.

Merujuk hal tersebut maka dilakukan penelitian untuk mengetahui

perbedaan jenis tanaman murbei Morus multicaulis dan Morus indica terhadap

kualitas kokon dan serat sutera di Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan

Lingkungan (BPSKL) Bili-Bili.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa perbedaan kualitas

kokon dan serat sutera yang di beri pakan murbei jenis Morus multicaulis dan

Morus indica ?

Page 17: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

3

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas kokon dan

serat sutera yang di beri pakan murbei jenis Morus multicaulis dan Morus indica.

1.3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai

pemberian murbei jenis Morus multicaulis dan Morus indica sebagai pakan ulat

sutera untuk membandingkan kualitas kokon dan serat sutera dari dua jenis

tanaman murbei yang berbeda.

Page 18: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Menurut Peraturan Menteri No. P35/ Menhut-II/ 2007, Hasil Hutan Bukan

Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati

maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu (Menhut,

2007). Dalam upaya mengubah haluan pengelolaan hutan dari timber extraction

menuju sustainable forest management, Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) atau

Non Timber Forest Products (NTFP) memiliki nilai yang sangat strategis.Hasil

Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan salah satu sumber daya hutan yang

memiliki keunggulan komparatif dan bersinggungan langsung dengan masyarakat

sekitar hutan.Sehingga, tidak dipungkiri lagi bahwa masyarakat di dalam maupun

di sekitar kawasan hutan berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan

hasil hutan bukan kayu (Sihombing, 2011).

Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan

dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak

lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil

Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) yang tertuang pada Pasal 1 (13) dalam Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No. 3 Tahun 2008 yang merupakan revisi dari

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun 2007, adalah izin usaha

yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam

pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan,

pemeliharaan, dan pemasaran (Kemenhut, 2007).

Sumberdaya hutan juga bersifat multi guna dan memuat multi kepentingan

serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya

Page 19: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

5

kemakmuran rakyat. Manfaat tersebut bukan hanya berasal dari Hasil Hutan Kayu

yang hanya memberikan sumbangan 20%, melainkan juga manfaat Hasil Hutan

Bukan Kayu (HHBK) dan jasa lingkungan, yang memberikan sumbangan terbesar

yakni 80 %, namun hingga saat ini potensi HHBK tersebut belum dapat

dimanfaatkan secara optimal. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa

produk HHBK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki

keunggulan komparatif dan paling bersinggungan dengan masyarakat sekitar

hutan. HHBK terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan

masyarakat sekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi

penambahan devisa Negara (Kemenhut, 2009).

Pemanfaatan hutan selama ini masih cenderung berorientasi pada

pengelolaan hutan sebagai penghasil kayu dalam kontek ekonomi. Kondisi ini

mendorong eksploitasi kayu secara intensif untuk memenuhi pasar dunia maupun

industri domestik tanpa memperhatikan nilai manfaat lain yang dapat diperoleh

dari hutan dan kelestarian ekosistem hutan. Oleh karena itu, paradigma tersebut

telah menyebabkan terjadinya penurunan luas, manfaat dan kualitas ekosistem

hutan. Padahal, di sisi lain, sumberdaya hutan (SDH) mempunyai potensi multi

fungsi yang dapat memberikan manfaat ekonomi, lingkungan dan sosial bagi

kesejahteraan ummat manusia.Manfaat tersebut bukan hanya berasal dari Hasil

Hutan Kayu (HHK) seperti yang terjadi saat ini, melainkan juga manfaat hasil

hutan bukan kayu (HHBK) dan jasa lingkungan (Kemenhut, 2009).

Paradigma baru sektor kehutanan memandang hutan sebagai sistem

sumberdaya yang bersifat multi fungsi, multi guna dan memuat multi kepentingan

serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya

Page 20: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

6

kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa produk

HHBK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan

komparatif dan paling bersinggungan dengan masyarakat sekitar hutan. HHBK

terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat

sekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa

negara. Ke depan pembangunan kehutanan diharapkan tidak lagi hanya

berorientasi pada hasil hutan kayu, tetapi sudah selayaknya menggali potensi

HHBK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil hutan kayu dari ekosistem

hutan hanya sebesar 10% sedangkan sebagian besar (90%) hasil lain berupa hasil

hutan bukan kayu (HHBK) yang selama ini belum dikelola dan dimanfaatkan

secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Kemenhut, 2009).

Kawasan hutan Indonesia mencapai luas 125,956,142.71 ha (KLHK,

2017) memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi 30 sampai dengan 40

ribu jenis tumbuhan tersebar di hampir seluruh pulau yang berpotensi

menghasilkan HHBK yang cukup besar (Kemenhut, 2009). Beberapa jenis HHBK

memiliki nilai cukup tinggi baik di pasar domestik maupun di pasar global antara

lain rotan, bambu, gaharu, atsiri, dan jenis lain. Secara ekonomis HHBK memiliki

nilai ekonomi tinggi dan berpeluang untuk meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan masyarakat serta meningkatkan pendapatan negara. Walaupun

memiliki nilai ekonomi tinggi namun pengembangan usaha dan pemanfaatan

HHBK selama ini belum dilakukan secara intensif sehingga belum dapat

memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan perekonomian

masyarakat dan peningkatan devisa Negara (Kemenhut, 2009).

Page 21: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

7

2.2. Murbei

Nama ilmiah tanaman murbei adalah Morus.sp merupakan genus dari

family Moraceae. Pada umumnya tanaman murbei dikaitkan dengan budidaya

ulat sutera untuk produksi sutera. Domestikasi murbei sudah dimulai ribuan tahun

yang lalu untuk memenuhi kebutuhan pakan pada pemeliharaan ulat sutera.

Namun hanya bagian daun yang muda yang dimanfaatkan untuk pakan ulat sutera,

sedangkan sisa produksi yang lain (hijauan dan kotoran ulat sutera) diberikan

pada ternak, namun belakangan ini ketertarikan pemanfaatan hijauan murbei

(batang muda dan daun) sebagai pakan ternak meningkat karena nilai nutrisinya

yang tinggi (Sanchez, 2002).

Menurut Sunanto (1997) klasifikasi ilmiah tanaman murbei (Morus spp)

adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub-Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledenoleae

Ordo : Urticalis 4

Family : Moreceae

Genus : Morus

Spesies : Morus sp

Menurut Guntoro (1994) penyebaran tanaman murbei sangat luas mulai

dari daerah tropik sampai subtropik tanaman ini dapat tumbuh hamper disemua

jenis tanah namun akan tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian leih dari 300

meter diatas permukaan laut dengan kondisi tanah yang gembur dan subur. Datta

(2002) menambahkan tanaman murbei dapat tumbuh pada daerah dengan

Page 22: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

8

kelembapan berkisar 60-80% dan dapat ditanamn di ketinggian sampai 1000 m

diatas permukaan laut. Didaerah dengan curah hujan yang rendah,

pertumbuhannya terhambat karena kekurangan air. Didaerah beriklim tropis

murbei tumbuh dengan lama sinar matahri 9-13 jam/hari. Sinar matahari adalah

salah satu faktor yang mengintrol pertumbuhan dan kualitas daun. Produksi daun

murbei dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu varietas, curah hujan, jarak tanam,

pemupukan, tinggi pemotongan dan frekuensi pemanenan.

Produktifitas murbei tergantung pada jenis dan cara penanaman, produksi

daun murbei sangat dipengaruhi oleh umur panen. Tanaman yang tua mempunyai

produksi daun yang lebih sedikit disbanding tanaman muda. Produksi daun

murbei juga tergantung pada metode dan frekuensi pemotongan serta managemen

budidaya (Ye, 2002). (Benavides,2002 dalam Yulistiani,2012) melaporkan bahwa

produksi biomassa murbei adalah sangat beragam yaitu antara 10,1, sampai 40

ton/ha/tahun bahan kering, tergantung pada jarak tanam dan interval panen.

2.3. Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

Ulat sutera memiliki sifat dalam siklus hidupnya, yaitu voltinisme (jumlah

generasi ulat sutera dalam satu tahun) dan moltinisme (jumlah pergantian kulit),

ulat sutera digolongkan menjadi monovolin (satu generasi dalam satu tahun),

bivoltin (dua generasi dalam satu tahun), polivolin (tiga atau lebih generasi dalam

satu tahun), serta ulat sutera dengan tiga, empat, atau lima kali pergantian kulit

(Samsijah dan Kusumputera, 1975). Sigh et al. (1989) melaporkan bahwa ulat

sutera dengan empat kali pergantian kulit merupakan penghasil sutera terbaik

sehingga banyak dibudidayakan.

Page 23: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

9

Selain berdasarkan kedua sifat diatas, ulat sutera juga dibedakan

berdasarkan tempat terbentuknya, terdiri atas empat ras, yaikni ulat sutera ras

Eropa, ras Cina, ras Jepang, dan ras Tropika (JOCV, 1975). Berdasarkan jenis

pakan dan habitatnya, terdiri atas ulat sutera liar (wild silkworm) dan ulat sutera

komersial (Bombyx mori L.). Ulat sutera liar hidup bebas pada beebrapa jenis

pohon, sedangkan Bombyx mori L. adalah ulat sutera yang biasa dipelihara dalam

ruangan dan merupakan 95% penghasil utama sutera dunia (Krishnawami et al,

1973).

Klasifikasi ulat sutera (Bombyx mori L.) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Lepidoptera

Famili : Bombycidae

Genus : Bombyx

Spesies : B.mori

Sepanjang hidupnya, ulat sutera mengalami empat fase, yaitu fase telur,

larva, pupa, dan imago (Katsumata, 1964). Larva yang baru menetas memiliki

banyak seta di permukaan tubuhnya. Warna tubuh pada umumnya hitam. Panjang

ulat yang bary menetas sekitar 3mm, setelah satu hari panjang tubuh menjadi

7mm dan permukaan kulit mengkilap. Pada umur dua hari seta dipermukaan

tubuh menjadi kurang jelas, setelah itu ulat berhenti makan sekitar 24 jam. Pada

saat itu pula ulat menggantikan kulit lama dengan kulit baru. Peristiwa ini dikenal

dengan istilah ganti kulit atau ekdisi. Karena selama masa larva, ganti kulit ini

Page 24: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

10

berlangsung empat kali, maka terdapat lima periode makan atau disebut instar

(Tajima, 1978).

Katsumata (1964) mengatakan bahwa fase larva terdiri dari lima instar,

yaitu instar I samapi dengan instar V. Pada tahap terakhir ini (instar V) ditandai

dengan tidak adanya selera makan dari ulat. Masa ganti kulit biasanya sama pada

berbagai galur, akan tetapi panjangnya masa makan berbeda tergantung dari instar

dan galur (Tazima, 1978).

2.4. Kualitas Kokon dan Serat Sutera

Penentuan kualitas kokon termasuk kedalam pengolahan kokon. Pengolahan

dan penanganan kokon dilakukan dengan cara pembersihan kokon, penyeleksian

kokon dan pengeringan kokon. Pembersihan kokon dengan cara membersihkan

serat-serat halus yang terdapat pada permukaan kokon. Seleksi kokon dengan cara

memisahkan kokon yang baik dengan yang cacat. Apabila dalam kumpulan kokon

terdapat kokon yang cacat, maka sebagai bahan baku benang permintaan benang

sutera hasil yang didaptkan tidak akan baik (Penebar Swadaya, 1992). Kokon

yang baik atau terpilih selanjutnya dimasak, setelah proses pemasakan kemudian

kokon dikeringkan. Pengeringan kokon bertujuan untuk mematikan pupa.

Pengeringan dilakukan apabila kokon tidak langsung dipintal atau akan

diperdagangkan. Langkah selanjutnya adalah pemintalan serat kokon, dalam

proses pemintalan ada dua kegiatan yang dilakukan yaitu pemintalan dan

pengepakan (Samsijah dan Andadari, 1995).

Ulat sutera memiliki sepasang kelenjar sutera (silk gland) yang berfungsi

menghasilkan serat sutera. Serat sutera merupakan serat double yang terdiri dari

fiborin dan serisin (Samsijah dan Andadari, 1995). Fiborin dan serisin merupakan

Page 25: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

11

serangkaian asam-asam amino yang terdiri dari glisin, alanine, lisin, asam

aspartate, asam glutamar, serin, prolin, oksiprolin, tirosin dan fenilalanin (JOCV,

1975).

Hasil akhir dari proses pemeliharaan ulat sutera adalah kokon. Kokon inilah

yang akan diproses lebih lanjut untuk menjadi benang dan kain. Kualitas dari

produk tersebut ditentukan oleh beberapa faktor yang saling terkait dan yang

paling menentukan kualitas produk adalah kokon itu sendiri. Kokon yang

berkualitas baik ditentukan oleh beberapa faktor antara lain ulat sutera, tekhnik

pemeliharaan, temperatur, kelembapan dan proses pengokonan (Sampe, 1991).

Kriteria kokon berkualitas baik apabila memiliki penampakan seperti warna

kokon putih bersih, bentuk kokon normal (bulat telur), permukaan kulit tidak

cacat dan bagian dalam (pupa) tidak rusak dan hancur (ditandai apabila kokon

dikocok akan berbunyi) (Budisantoso, 1994).

Menurut Samsijah dan Andadari (1995), syarat kokon yang baik adalah

sehat (tidak cacat), bersih, bagian dalamnya (pupa) tidak rusak atau hancur,

bagian kulit kokon keras dan terbukti jika ditekan sedikit berat sedangkan kokon

yang berkualitas rendah adalah kokon rangkap, kokon berlubang, kokon kotor

dibagian dalam, kotor bagian luar, kulit kokon tipis, kokon berbentuk aneh, kokon

berbulu, kulit kokon berlapis dan kokon berlekuk.

2.5. Pemeliharaan Ulat Sutera

2.5.1. Pemeliharaan Ulat Kecil

1. Pemeliharaan ulat kecil didahului dengan kegiatan “Hakitate” yaitu

pekerjaan pemindahan ulat sutera yang baru menetas ke tempat

Page 26: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

12

pemeliharaan disertai dengan pemberian makan pertama kali. Hakitate

sebaiknya dilakukan sekitar pukul 09.00 saat matahari belum panas

(Booklet budidaya persuteraan alam, 2015).

2. Ulat yang baru menetas didesinfeksi dengan bubuk campuran kapur dan

kaporit (95:5), lalu diberi daun murbei yang muda dan segar yang dipotong

kecil-kecil pada Instar I ulat sutera membutuhkan makan daun murbei

mudah pengambilan daun yaitu lembar ke 4 – 5 dari pucuk dan dirajang

0,5 – 1,0 cm (Booklet budidaya persuteraan alam, 2015).

3. Intar II ulat diberi makan murbei pengambilan daun yaitu lembar ke 6 - 7

dari pucuk dan di Rajang 1,5 – 2,0 cm (Booklet budidaya persuteraan

alam, 2015).

4. Instar III ulat sutera dimakan daun murbei pengambilan daun yaitu lembar

ke 8 – 11 dari pucuk dan di Rajang 3,0 – 5,0 cm (Booklet budidaya

persuteraan alam, 2015).

2.5.2. Pemeliharaan Ulat Besar.

Ulat besar memerlukan daun murbei yang berumur pangkas kurang lebih

2,5 – 3 bulan. Pemberian makan ulat besar 3 – 4 kali sehari, pemberian daun

dengan cabang sebaiknya diletakkan bolak balik agar distribusi daun merata,

perkiraan jumlah daun untuk 1 boks ulat sutera besar adalah untuk Instar IV 40 –

80 kg daun tanpa cabang setara + 800 kg daun dengan cabang sedangkan untuk

Instar V 350 – 500 kg daun tanpa cabang setara ± 1500 kg daun dengan cabang

(Booklet budidaya persuteraan alam, 2015).

Page 27: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

13

Perkembangan ulat besar menentukan perluasan tempat pemeliharaan ulat,

perluasan tempat ulat dilakukan sebelum pemberian makan, apabila penyebaran

ulat tidak merata, ulat diratakan lebih dahulu sebelum pemberian makan. Luas

tempat pemeliharaan untuk Instar IV adalah kurang lebih 8 m². perluasan

dilaksanakan sore hari sebelum pemberian makan. Untuk Instar V hari kedua luas

tempat pemeliharaan kurang lebih 20 m², jika tempat pemeliharaannya sempit,

pemberian daun akan berkurang sehingga hasil kokonnya kecil dan sedikit

(Booklet budidaya persuteraan alam, 2015).

2.5.3. Pengolahan Pasca Panen Ulat Sutera

Arti penting dari kegiatan pasca panen dalam mempengaruhi kualitas

kokon ditemukan oleh Tomigawa (1984) yang menyatakan bahwa salah satu

penyebab rendahnya kualitas kokon adalah belum adanya seleksi kokon yang

memadai. Seleksi kokon yang bertujuan untuk memisahkan kokon yang baik dan

kokon cacat merupakan kegiatan pasca panen yang sangat penting dan harus

dilakukan sebelum kokon dijual dan sebelum kokon dipintal.

2.5.4. Mengokonkan Ulat

Pada instar V hari ke-6 atau ke-7 ulat biasanya akan mulai mengokon.

Pada suhu rendah ulat akan lebih lambat mengokon. Tanda-tanda ulat yang akan

mengokon adalah sebagai berikut :

a. Nafsu makan berkurang atau berhenti makan sama sekali.

b. tubuh ulat menjadi bening kekuning-kuningan.

Page 28: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

14

c. Ulat cenderung berjalan ke pinggir.

d. Dari mulut ulat keluar serat sutera.

Ketika sudah ada tanda-tanda ulat yang akan mengokon maka kita akan

kumpulkan ulat dan masukkan ke dalam alat pengokonan yang telah disiapkan

dengan cara menaburkan secara merata. Alat pengokonan yang baik digunakan

adalah : Rotari. Seri frame, pengokonan bambu dan mukade (terbuat dari daun

kelapa atau jerami yang dipuntir membentuk sikat tabung).

2.5.5. Panen dan Penanganan Kokon

Panen dilakukan pada hari ke-5 atau ke-6 sejak ulat mulai membuat kokon.

Sebelum panen, ulat yang tidak mengokon atau yang mati diambil lalu dibuang

atau dibakar.

Selanjutnya dilakukan penanganan kokon yang meliputi kegiatan sebagai

berikut :

a. Pembersihan kokon, yaitu menghilangkan kotoran dan serat-serat pada

lapisan luar kokon.

b. Seleksi kokon, yaitu pemisahan kokon yang baik dan kokon yang

cacat/jelek.

c. Pengeringan kokon, yaitu penanganan terhadap kokon untuk mematikan

pupa serta mengurangi kadar air dan agar dapat disimpan dalam jangka

waktu tertentu.

d. Penyimpanan kokon, dilakukan apabila kokon tidak langsung

dipintal/dijual atau menunggu proses pemintalan.

Page 29: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

15

Cara penyimpanan kokon adalah sebagai berikut :

1. Dimasukkan ke dalam kotak karton, kantong kain/kerta.

2. Ditempatkan pada ruangan yang kering atau tidak lembab.

3. Selama penyimpanan, sekali-sekali dijemur ulang di sinar matahari.

4. Lama penyimpanan kokon tergantung pada cara pengeringan, tingkat

kekeringan dan tempat penyimpanan.

2.6. Parameter Standarisasi Mutu Kokon

Berdasarkan data dab analisa, serta pengujian kokon di Indonesia, Balai

Penelitian Kehutanan Ujung Pandang (Harry Budi Santoso) mengusulkan standar

mutu kokon untuk Indonesia, untuk menilai mutu kokon baik atau tidak, perlu

dibuat suatu standar dengan parameter yang di uji dan mencerminkan kualitas

kokon baik secara visual, maupun dengan uji laboratorium (H. Soekiman

Atmosoedarjo, dkk. 2000).

Parameter yang perlu diuji adalah berikut :

a. Parameter uji visual :

1. Persentase kokon cacat.

2. Berat kokon perbutir.

3. Persentase kulit kokon

b. Perameter uji labora :

1. Daya gulung.

2. Panjang serat.

3. Rendemen serat.

Page 30: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

16

Dalam uji visual diperlukan tiga parameter untuk menentukan kelas mutu

koko, yaitu : persentase kokon cacat, berat kokot dan persentase kulit kokon.

Berdasarkan data keadaan kokon yang ada di Sulawesi Selatan dan hasil

perperhitungan, maka dapat dibuat suatu klasifikasi mutu kokon. Dengan

parameter – parameter uji visual, seperti tersaji pada tabel – tabel berikut ini :

(H. Soekiman Atmosoedarjo, dkk. 2000).

Tabel 1. Klasifikasi kokon berdasarkan kokon cacat.

No Kokon cacat Kelas

1 < 1 A

2 1,1 – 4 B

3 4,1 – 8 C

4 = > 9 D

Dari tabel di atas Nampak, bahwa apabila pada jumlah kokon yang jumlah

kokon yang di uji terdapat kokon cacat kurang dari 1 %, maka dapat dikatakan :

kokon tersebut masuk kelas A, apabila persentase kokon cacatnya ada di antara

1,1 s/d 4 % maka masuk kelas B.

Gambar 1. Bentuk Kokon Cacat

Page 31: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

17

Tabel 2. Klasifikasi kokon berdasarkan berat kokon.

No Berat kokon (gr) Kelas

1 > 2 A

2 1,5 – 1,9 B

3 1 – 1,4 C

4 < 0,9 D

Dari tabel di atas nampak, bahwa klasifikasi berat kokon berada di antara

0,9 s/d 2 gram, atau lebih, maka kokon yang di uji masuk kelas A.

Tabel 3. Klasifikasi kokon berdasarkan persentasi kulit kokon.

No Kulit Kokon Kelas

1 > 25 A

2 20 – 24,9 B

3 15 – 19,9 C

4 < 14,9 D

Seperti pada klasifikasi kokon cacat dan berat kokon, pada klasifikasi kulit

kokon di bagi menjadi menjadi empat kelas. Pada tabel di atas nampak, bahwa

kokon dengan kulit kokon kurang dari, atau sama dengan, 14,9 % masuk kelas D.

Page 32: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

18

2.7. Kerangka Pikir

Gambar 2. Kerangka Pikir

HHBK

Murbei

Murbei Jenis

Morus indica

Murbei Jenis

Morus multicaulis

Ulat Sutera

(Bombyx mori)

Pengaruh Murbei Terhadap Kualiats Kokon dan

Serat Sutera di Balai Perhutanan Sosial dan

Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Wilayah

Sulawesi

Kualitas Kokon

dan Serat Sutra

Pakan

Page 33: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

19

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan

(BPSKL) Bili-Bili. Pelaksanaan penelitian pada bulan November 2019.- Januari

2020.

3.2. Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Laptop

2. Alat tulis menulis

3. Kamera

4. Gunting tanaman

5. Sasak

6. Kertas minyak

7. Mesin reeling

8. Alat pemintal manual

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : Tanaman murbei

1. Ulat sutera

2. Formalin

3. Kaporit

4. Kapur

5. Semiframe

Page 34: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

20

3.3. Metode Pengumpulan Data

Populasi penelitian ini adalah ulat sutera dan murbei. Jumlah sampel yang

digunakan sebanyak 1 jenis ulat sutera

3.4. Langkah-Langkah Penelitian

1. Observasi

Observasi adalah salah satu metode pengumpulan data dengan mengamati

secara langsung di lokasi penelitian atau di lapangan.

2. Pengamatan

Proses pengamatan tanaman Murbei sebagai pakan ulat sutera ini

dilakukan untuk memenuhi syarat pengambilan data dilapangan.

3.5. Jenis Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh melalui observasi langsung di

lapangan.

2. Data Sekunder

Data sekunder berupa data yang diperoleh dari laporan-laporan kantor

desa dan kecamatan, serta instansi-instansi terkait dinas kehutanan dan

pusat statistik untuk memperoleh informasi.

3.6, Analisis Data

Analisis pengumpulan data dilakukan dengan beberapa parameter yaitu :

1. Kualitas Ulat

a.

x 100 %

Page 35: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

21

2. Kualitas Kokon

a.

x 100 %

b. Bobot kokon : merupakan bobot rata-rata dari 20 butir kokon sampel

dan satuannya gram

c.

x 100 %

3. Kualitas Serat

a.

x 100 %

b.

x 100 %

c.

x 100 %

Perbedaan kualitas ulat, kokon, serat antara murbei Morus multicaulis dengan

murbei Morus indica diuji dengan menggunakan uji t dengan ulangan masing-

masing sebanyak 5 kali, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

H0 : µ 1 = µ 2

H1 : µ 1 ≠ µ 2

Uji statistik yang digunakan adalah statistik t :

Sebelum dilakukan uji t. Pertama uji dulu apakah ragam kedua populasi sama atau

berbeda dengan rumus :

2

2

2

1

S

SFh ; db = n1-1, n2-1

H0 : 1 = 2 = 0

Page 36: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

22

H1 : 1 2

Fh ≥ Ftabel, maka tolak H0

1. Jika ragam kedua populasi sama digunakan statistik :

th

21

2 1

n

1

n

1

X X

Sp

; db = n1 + n2 – 2

2. Jika ragam kedua populasi tidak sama digunakan statistik :

th

)n/(S )n/(S

X X

2

2

21

2

1

2 1

Keterangan :

1X = rata-rata kualitas ulat, kokon, serat antara murbei Morus multicaulis

2X = rata-rata kualitas ulat, kokon, serat antara murbei Morus indica

S1 = Simpangan baku dari hasil pengamatan kualitas ulat, kokon, serat antara

murbei Morus multicaulis

S2 =Simpangan baku dari hasil pengamatan kualitas ulat, kokon, serat antara

murbei Morus indica

n1 = jumlah pengamatan kualitas ulat, kokon, serat antara murbei Morus

multicaulis

n2 = jumlah pengamatan kualitas ulat, kokon, serat antara murbei Morus indica

Kaidah keputusan yang digunalan untuk taraf nyata α adalah sebagai berikut:

Jika thitung ≥ ttabel maka tolak H0. Penolakan H0 berarti terdapat perbedaan nyata

kualitas ulat, kokon, serat antara murbei Morus multicaulis dengan murbei Morus

indica.

Page 37: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

23

3.7. Definisi Operasional

Batasan-batasan operasional yang digunakan dalam penelitian ini mencakup

beberapa istilah :

1. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati

maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu.

2. Perbedaan adalah hal yang menunjukkan bahwa benda yang satu memiliki

sifat yang tidak sama dengan benda yang lainnya.

3. Kualitas adalah tingkat, taraf atau derajat baik buruknya sesuatu.

4. Kokon adalah materi yang terbuat dari lapisan filamen-filamen sutera dan

berisi pupa.

5. Serat sutera adalah serat protein alami dari serangga yaitu ulat sutera yang

dapat ditenun menjadi tekstil.

6. Pakan adalah makanan atau asupan yang diberikan kepada hewan ternak

sebagai sumber gizi dan materi bagi pertumbuhan dan kehidupan makhluk

hidup.

7. Murbei adalah tumbuhan perdu yang berasal dari cina dan merupakan pakan

untuk ulat sutera, daunnya mirip daun kembang sepatu, buahnya agak masam.

Dapat dimakan atau dibuat bahan sirup, dan dapat pula dijadikan sebagai

tanaman obat.

8. Morus multicaulis adalah jenis murbei yang unggul karena memiliki karakter

khusus, produksi daun tinggi, daunnya lebar dan tidak mudah layu.

9. Morus indica adalah jenis murbei berdaun kecil.

Page 38: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

24

IV. KEADAAN UMUM LOKASI

4.1 Gambaran Umum Balai Persuteraan Alam

4.1.1 Kedudukan

Balai Persuteraan Alam merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT)

Direktorat Jenderal RLPS Departemen Kehutanan yang melaksanakan

kegiatan pembinaan persuteraan alam yang ditetapkan berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 664/Kpts-II/2002 tanggal 7 Maret

2002 dengan wilayah kerja meliputi Sulawesi dan sekitarnya.

4.1.2 Tugas Pokok Dan Fungsi

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 664/Kpts-

II/2002, Balai Persuteraan Alam mempunyai tugas pokok melaksanakan

penyusunan rencana pengembangan persuteraan alam, pemeliharaan bibit

induk ulat sutera, pengujian mutu, sertifikasi dan akreditasi lembaga

sertifikasi telur ulat sutera, serta pengelolaan sistem informasi persuteraan

alam.

Balai Persuteraan alam dalam melaksanakan tugas tersebut

menyelenggarakan fungsi :

a. penyusunan rencana pengembangan persuteraan alam

b. pemeliharaan bibit induk ulat sutera

c. pengujian mutu dan penerapan teknologi persuteraan alam

d. pemantauan produksi, peredaran dan distribusi bibit telur ulat sutera

e. pelaksanaan sertifikasi dan akreditasi lembaga sertifikasi ulat sutera

f. pengelolaan sistem informasi persuteraan alam

Page 39: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

25

g. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai

4.1.3 Organisasi

a. Struktur Organisasi

Gambar 3. Stuktur Organsisasi Balai Persuteraan Alam

b. Tugas Pokok dan Fungsi

Berdasarkan surat keputusan menteri kehutanan Nomor 664/Kpts-II/2002.

Balai Persuteraan alam mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan

rencana pengembangan persuteraan alam, pemeliharaan bibit induk ulat sutera,

pengujian mutu, sertifikasi dan akreditasi lembanga sertifikasi telur ulat sutera,

serta pengelolaan system informasi persuteraan alam.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Balai persuteraan alam

menyelenggarakan fungsi:

1. Penyusunan rencana pengambangan pesuteraan alam.

2. Pengujian bibit induk ulat sutera.

KEPALA BALAI

Muchksin, S.Hut, M.Si

Kepala

Bagian Tata Usaha

Seksi

Kemitraan Lingkungan

Seksi

Tenurial dan Hutan Adat

Seksi

Penyiapan Kawasan Usaha

Pehutanan Sosiala

Kelompok Jabatan Nasional

Page 40: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

26

3. Pengujian mutu dan penerapan teknologi persuteraan alam.

4. Pemantauan produksi, peredaran dan distribusi bibit telur ulat sutera.

5. Pelaksanaan sertifikasi dan akreditasi lembaga sertifikasi ulat sutera.

6. Pengololaan sistem informasi persuteraan alam.

7. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga balai.

c. Sumber Daya Manusia

Dalam pelaksanaan tugasnya, Balai Persuteraan Alam hingga bulan

Mei 2009 mempunyai dengan pegawai sebanyak 105 orang yang terdiri dari

Pegawai Negeri Sipil sebanyak 100 orang dan tenaga honorer sebanyak 5

orang.

d. Sarana Prasarana

1) Bangunan kantor di Bili-Bili, Malino dan Pakatto (Kab. Gowa), Tajuncu

(Kab. Soppeng), Sabbangparu (Kab. Wajo), Datae (Kab. Sidrap) dan

Sudu (Kab. Enrekang)

2) Sarana pemeliharaan ulat sutera di Bili-Bili dan Malino (Kab. Gowa)

3) Kebun murbei untuk produksi daun dan penyediaan stek, di Bili-Bili,

Malino dan Pakatto (Kab. Gowa), Panjojo (Kab. Takalar), Tajuncu (Kab.

Soppeng), Sabbangparu (Kab. Wajo), Datae (Kab. Sidrap) dan

Tamangalle (Kab. Polman). Luas total kebun Murbei 48 Ha

4) Fasilitas refrigerator untuk penyimpanan telur ulat sutera dan kupu-kupu

5) Laboratorium hama penyakit, tanah dan pengawasan penyakit Pebrine

6) Fasilitas pengujian mutu kokon dan benang sutera

Page 41: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

27

d. Wilayah Kerja

Balai Persuteraan Alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor :664/Kpts-II/2002 tanggal 7 Maret 2002 wilayah

kerjanya meliputi Sulawesi dan sekitarnya.

4.2 Perkembangan Kegiatan Persuteraan Alam Di Dalam Dan Di Luar Prov.

Sulawesi Selatan

4.2.1 Tanaman Murbei

Secara kumulatif luas tanaman murbei di Prop. Sulawesi Selatan s/d

Bulan Desember 2009 mencapai 2.386,80 Ha yang tersebar pada 11

kabupaten. Sementara itu jumlah tanaman di luar Prop. Sulawesi Selatan

Mencapai 1.397,3 Ha yang tersebar di 13 propinsi pengembangan. Jenis

tanaman murbei yang ditanam antara lain Morus nigra, Morus cathayana,

Morus alba, Morus multicaulis, Kanva, BNK 3 dan S.54. Sistem penanaman

masih dilakukan secara tradisional baik sebagai tanaman pekarangan,

tumpang sari maupun tanaman murni dan belum seluruhnya dikelola dengan

pola intensif.

Tabel 4. Data Luas Tanaman Murbei Per Kabupaten di Prop. Sulawesi

Selatan

No Kabupaten Luas Tanaman Murbei (Ha)

2005 2006 2007 2008 2009

1 Soppeng 405,00 426,00 520 610,75 610,75

2 Wajo 209,00 209,00 239,5 312,50 312,50

3 Sidrap 35,00 35,00 18,5 21,25 21,25

4 Barru 23,00 23,00 4,95 5,75 5,75

5 Bone 5,00 5,00

6 Enrekang 576,00 576,00 617,5 937,25 937,25

7 Tator 69,00 69,00 124,15 215,55 215,55

8 Polman 53,00 53,00 52 52 52

9 Luwu 0,00 0,00 2 27 27

10 Gowa 27,00 27,00 35,8 46,75 46,75

Page 42: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

28

11 Sinjai 46,00 46,00 145 152 152

12 Bulukumba 0,00 0,00 4 4 4

13 Maros 13,00 13,00 2 2 2

JUMLAH 1.461,00 1.482,00 1.765,4 2.386,80 2.386,80

Sumber : Balai Perhutanan Sosial Dan Kemitraan Lingkungan

Tabel 5. Data Luas Tanaman Murbei Per Propinsi di Luar Prop. Sulawesi

Selatan

No Propinsi Luas Tanaman Murbei (Ha)

2005 2006 2007 2008 2009

1 Sulawesi Barat

52,00

2 Sulawesi Tenggara

4,75

3 Sulawesi Utara

246,00

4 Sulawesi Tengah

44,5

5 Jawa Barat 121 145 245 320,1 608,1

6 Jawa Tengah

273,00

7 DI Yogyakarta

19,00

8 NTT

95,5

9 Bali

10,4 10,4 32,45

10 NTB

8 8 8 12,00

11 Sumatera Barat

12 Sumatera Utara

10,00

13 Jawa Timur

Jumlah 121 153 255 320,1 1.397,3

Sumber : Balai Perhutanan Sosial Dan Kemitraan Lingkungan

4.2.2 Petani Budidaya Ulat Sutera

Jumlah petani yang terlibat dalam budidaya ulat sutera di Prop.

Sulawesi Selatan hingga bulan Desember 2009 sebanyak 3,558 KK yang

tersebar di 11 kabupaten. Sementara di luar Prop. Sulawesi Selatan, jumlah

petani mencapai 2.165 KK yang tersebar di 12 propinsi pengembangan.

Sistem pemeliharaan ulat sutera pada umumnya masih tradisional, kecuali

pada lokasi yang mendapat bantuan pemerintah. Pemeliharaan dilakukan

secara tradisional yaitu dengan memanfaatkan kolong rumah untuk ulat kecil,

Page 43: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

29

bahkan tidak jarang dijumpai sistem pemeliharaan ulat kecil dan ulat besar

berdekatan, sehingga peluang terjadinya kontaminasi cukup besar.

Tabel 6. Data Perkembangan Jumlah Petani di Prop. Sulawesi Selatan

No Kabupaten Jumlah Petani (KK)

2005 2006 2007 2008 2009

1 Soppeng 625 625 758 758 758,00

2 Wajo 373 373 442 696 696,00

3 Sidrap 51 76 26 10 10,00

4 Barru 42 42 17 21 21,00

5 Bone 14 14 0

6 Enrekang 1.372 1.372 1.441 1.543 1.543

7 Tator 192 192 265 356 356,00

8 Polman 119 119 95

9 Luwu 0 0 2 32 32,00

10 Gowa 35 35 71 93 93,00

11 Sinjai 62 62 165 166 166,00

12 Bulukumba 0 0 25 25 25,00

13 Maros 26 26 2

JUMLAH 2.911 2.936 3.309 3.795 3.556

Sumber : Balai Perhutanan Sosial Dan Kemitraan Lingkungan

Tabel 7. Data Perkembangan Jumlah Petani di Luar Provinsi Sulawesi Selatan

No Propinsi Jumlah Petani (KK)

2005 2006 2007 2008 2009

1 Sulawesi Barat 119 119 95 120 120

2 Sulawesi Tenggara

12 10

3 Sulawesi Utara

22 22 22 22

4 Sulawesi Tengah

25 25

5 Jawa Barat

439 439 945 945

6 Jawa Tengah

390 390 588 588

7 DI Yogyakarta

60 60 134 134

8 NTT

129 129 170 170

9 Bali

0 77 98

10 NTB

0 0 15 15

11 Sumatera Barat

31

12 Sumatera Utara

22

Jumlah 119 1.159 1.135 2.108 2.165

Sumber : Balai Perhutanan Sosial Dan Kemitraan Lingkungan

Page 44: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

30

4.2.3 Penyerapan Telur

Dalam mendukung budidaya ulat sutera petani di propinsi Sulawesi

Selatan pada umumnya telur ulat sutera disuplai dari KPSA Perum Perhutani

Soppeng, namun ada juga yang memesan ke PSA Candiroto. Sementara

untuk kebutuhan telur bagi petanidi luar Prop. Sulawesi Selatan sebagian

besar diambil dari PSA Candiroto. Dalam rangka mencegah serangan hama

dan penyakit, maka terhadap telur sebelum disalurkan ke masyarakat terlebih

dahulu dilakukan test Pebrine oleh Balai Persuteraan Alam.

Berdasarkan kapasitasnya, kedua produsen telur F1 belum dapat

mencapainya karena permintaan yang masih terbatas. Sebagai contoh, KPSA

Perum Perhutani Soppeng mampu menyiapkan telur sebanyak 60.000 boks

per tahun, namun kapasitas ini belum pernah dicapai karena terbatasnya

permintaan petani. Hingga bulan Desember 2009 penyerapan telur ke petani

kurang lebih 4.075 boks di 11 kabupaten di Prop. Sulawesi Selatan.

Tabel 8. Data Perkembangan jumlah penyerapan telur di Provinsi Sulawesi

Selatan 5 tahun terakhir

No Kabupaten Penyerapan Telur (Box)

2005 2006 2007 2008 2009

1 Soppeng 3.146 2.244 2.011,75 2.190 698,00

2 Wajo 2.446 2.044,75 1.196,25 1.321 502,25

3 Sidrap 77 34 19,5 1 8,00

4 Barru 48,5 13 12 2 3,50

5 Bone 5,5 0

6 Enrekang 8.098 6.741 9.125 4.546 2.641

7 Tator 481 254 378 217,5 148,5

8 Polman 72,5 82,50

9 Luwu 13 19 2

10 Gowa 86 70 1 2 0,75

11 Sinjai 19 18 20 20 9

12 Bulukumba 0 2

13 Maros 36,5 6 2

JUMLAH 14.442,5 11.424,75 12.849 8.401 4.075

Sumber : Balai Perhutanan Sosial Dan Kemitraan Lingkungan

Page 45: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

31

Sementara data penyerapan telur untuk beberapa daerah/propinsi lain

di luar Prop. Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel 5. Selama tahun 2009

hingga bulan Desember 2009 penyerapan telur kurang lebih 2.260 boks untuk

12 propinsi pengembangan di luar Prop. Sulawesi Selatan.

Tabel 9. Data Perkembangan jumlah penyerapan telur di luar Prop. Sulawesi

Selatan 5 tahun terakhir

No Propinsi Jumlah Petani (KK)

2005 2006 2007 2008 2009

1 Sulawesi Barat 51,5 85,5 72,5 82,5 28,5

2 Sulawesi Tenggara

10

3 Sulawesi Utara

82

290 357

4 Sulawesi Tengah

16 4

5 Jawa Barat

412 833 431 818

6 Jawa Tengah

1.142 2.055 330 1.021

7 DI Yogyakarta

74 74 95 1

8 NTT

6 14 10

9 Bali

3 6 11,5

10 NTB

18 18

11 Sumatera Barat

13

12 Sumatera Utara

3

13 Jawa Timur

3

Jumlah 51,5 1.801,5 3.079,5 1.282,5 2.260

Sumber : Balai Perhutanan Sosial Dan Kemitraan Lingkungan

Selain bibit/telur ulat yang disiapkan oleh Perum Perhutani, saat ini

ada pula bibit yang disalurkan dari China yang belum mendapatkan legalitas

dari Pemerintah, sehingga untuk bibit ini tidak dilakukan uji sertifikasi oleh

Balai Persuteraan Alam.

4.2.4 Produksi Kokon Dan Benang Sutera

a. Produksi Kokon

1) Tingkat produksi kokon hasil pemeliharaan petani sutera dengan telur

F1 produksi Perum Perhutani masih sangat beragam, berkisar 25 – 33

kg per boks.

Page 46: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

32

2) Produksi kokon sampai bulan Desember 2009 di Prop. Sulawesi Selatan

sebanyak 99.318,53 kg. Sementara di propinsi pengembangan yang lain

kurang lebih 67.800 boks.

b. Produksi Benang Sutera

Benang sutera (raw silk) yang dihasilkan terdiri dari hasil pintalan

rakyat/tradisional dan pintalan mesin/pabrik.

1) Kualitas benang sutera yang dihasilkan, khususnya pintalan rakyat,

masih relatif rendah dan harganya lebih rendah dibandingkan hasil

pintalan mesin.

2) Di Sulawesi Selatan belum tersedia pabrik pemintalan benang sutera

modern yang dapat menghasilkan benang sutera berkualitas tinggi.

3) Produksi benang sutera di Sulawesi Selatan sampai bulan Desember

2009 sebanyak 15.797,69 kg. Sementara di propinsi pengembangan

yang lain kurang lebih 8.271,94 kg.

Tabel 10. Data Produksi Kokon dan Produksi Benang Sulawesi Selatan tahun

2005 – 2009

No. Tahun Produksi Kokon (kg) Produksi Benang (kg)

1. 2005 418.276 58.949

2. 2006 305.657 43.507

3. 2007 372.063,37 54.923

4. 2008 241.007,54 31.969,99

5. 2009 99.318,53 15.797,69

Sumber : Balai Perhutanan Sosial Dan Kemitraan Lingkungan

Tabel 8. Data Produksi Kokon dan Produksi Benang di Propinsi luar Sulawesi

Selatan tahun 2005 – 2009

No. Tahun Produksi Kokon (kg) Produksi Benang (kg)

1. 2005 1.505 200

2. 2006 34.970,3 3.408,68

3. 2007 87.375 10.660,2

4. 2008 34.647,56 4.076,26

5. 2009 67.800 8.271,94

Sumber : Balai Perhutanan Sosial Dan Kemitraan Lingkungan

Page 47: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

33

c. Perkembangan Harga

1) Harga telur ulat sutera F1 produksi KPSA Perum Perhutani Soppeng

saat ini adalah Rp. 80.000,- per boks (belum termasuk PPn 10 %),

sementara produksi PSA CandirotoRp. 40.000 dengan jumlah telur +

25.000 butir per boks.

2) Harga kokon masih berfluktuasi, saat ini berkisar Rp 20.000,- Rp

27.000,- per kilogram.

3) Harga benang sutera saat ini berkisar antara Rp 225.000,- Rp

250.000,- per kilogram.

4.3 Rencana Pengembangan Persuteraan Alam Di Prov. Sulawesi Selatan

Pada tahun 2008, Balai Persuteraan Alam telah menyusun Rencana

Pengembangan Persuteraan Alam di Prop. Sulawesi Selatan. Dalam Rencana

Pengembangan ini tercantum antara lain target sasaran pengembangan

persuteraan alam baik di sektor hulu maupun hilir pada tahun 2010.

Target pengembangan produk sutera hulu dan hilir dalam skala nasional

ditampilkan pada Tabel berikut :

Tabel 11. Target Sasaran Pengembangan Produk Sutera Hulu (Nasional )

No Uraian Tahun 2005 Tahun 2010

1 Petani (KK) 6.342 13.235

2 Tanaman Murbei (Ha) 4.695 12.250

3 Produksi Kokon (Ton) 491 5.000

4 Penyerapan Tenaga Kerja (orang) 18.780 49.000

Sumber : Balai Perhutanan Sosial Dan Kemitraan Lingkungan

Page 48: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

34

Tabel 12. Target Sasaran Pengembangan Produk Sutera Hilir ( Nasional )

No Uraian Tahun 2005 Tahun 2010

1 Produksi Benang Sutera DN (Ton) 81,2 625

2 Kebutuhan Benang sutera (Ton) 700 900

3 Import Benang sutera (Ton) 618,8 275

4 Kain sutera (juta meter) 6,18 44

5 Tenaga Kerja (orang) 207.120 235.868

6 Eksport (US $.000) 8.555 15.087

Sumber : Balai Perhutanan Sosial Dan Kemitraan Lingkungan

Pencapaian target pengembangan baik di sektor hulu maupun hilir

dapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan dan memanfaatkan berbagai

peluang dan potensi yang ada. Beberapa peluang pengembangan persuteraan

alam antara lain adalah:

a. Kebutuhan benang sutera secara Nasional masih banyak bergantung dari

produk benang sutera dari luar

b. Saat ini banyak negara maju yang mengalihkan usahanya ke Industri

termasuk China sehingga produsen kokon dan benang dari masyarakat

cenderung menurun

c. Padat karya dan membuka lapangan kerja, utamanya tenaga keluarga dan

kaum ibu

Sementara itu potensi pengembangan persuteraan alam di Indonesia

antara lain:

a. Kegiatan persuteraan alam telah membudaya di Sulawesi Selatan, Sulawesi

Barat dan beberapa tempat di Jawa Barat.

b. Pada saat ini berkembang kegiatan persuteraan alam di Jawa Tengah, Bali,

NTT, NTB, Sulut, Sultra, Sulteng, Sumbar, Sumut dan Lampung.

Page 49: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

35

c. Tersedia 39 jenis induk sebagai induk inti dan yang layak dikembangkan

Ras Jepang (BN 18; BN 16) dan Ras China (BC 117; BC 107) yang

dicirikan berat kokon >1,6 gr, jumlah telur 450 – 500 butir, umur 21 – 23

hari dan persentase kulit 23 %

d. Terdapat jenis spesifik dengan warna kokon kuning yaitu lokal kuning dan

kuning muda jenis Daizo

e. Pada saat ini telah dilaunching jenis BS 07, 09 dan 10, namun hanya BS 09

yang segera dikembangkan

f. Permintaan bahan baku benang sutera cenderung meningkat baik di

Sulawesi Selatan maupun di Jawa dan Bali.

Page 50: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

36

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Daya Tetas Telur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tetas telur ulat sutera yang

diberi pakan murbei jenis Morus indica sebesar 96.33% sedangkan yang diberi

pakan Morus multicaulis sebesar 98.20%. Untuk melihat perbedaan daya tetas

telur ulat sutera yang diberi pakan murbei jenis Morus indica dan Morus

multicaulis maka dilakukan uji t dan disajikan pada Tabel 11.

Tabel 13. Hasil Uji t Perbedaan Persentase Data Tetas Telur Ulat Sutera yang

diberi pakan Morus indica dan Morus multicaulis

Group Statistics

Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Daya tetas telur Morus indica 5 96.3340 0.91470 0.40907

Morus multicaulis 5 98.2000 0.69203 0.30948**

Ket: tn Tidak Nyata

*Nyata

**Sangat Nyata

Hasil uji seperti pada Tabel 11 diatas menunjukkan bahwa daya tetas telur

ulat sutera yang diberi pakan Morus indica berbeda sangat nyata dengan daya

tetas ulat sutera yang diberi pakan Morus multicaulis pada taraf nyata 5%. Hal ini

menunjukkan daya tetas telur ulat sutera yang diberi pakan Morus indica lebih

tinggi dibandingkan dengan daya tetas ulat sutera yang diberi pakan Morus

multicaulis. Daun murbei jenis Morus indica mengandung karbohidrat, lemak dan

protein yang tinggi dan sangat dibutuhkan untuk perkembangan ulat sutera, serta

sumber energi untuk pembentukan lipid dan asam amino dalam meningkatkan

daya tetas telur. (Hamamura, 2001).

Page 51: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

37

Gambar 4. Daya Tetas Telur Ulat Sutera Yang Diberi Pakan Murbei Jenis Morus

indica dan Morus multicaulis

5.2 Mortalitas Ulat Kecil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mortalitas ulat kecil yang diberi

pakan murbei jenis Morus indica sebesar 2.23% sedangkan yang diberi pakan

Morus multicaulis sebesar 2.58%. Untuk melihat perbedaan mortalitas ulat kecil

yang diberi pakan murbei jenis Morus indica dan Morus multicaulis maka

dilakukan uji t dan disajikan pada Tabel 12.

Tabel 14. Hasil Uji t Perbedaan Mortalitas Ulat Kecil dari Ulat Sutera yang diberi

pakan Morus indica dan Morus multicaulis

Group Statistics

Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Motalitas ulat kecil Morus indica 5 2.2260 0.37340 0.16699tn

Morus multicaulis 5 2.5760 0.29441 0.13167

Ket: tn Tidak Nyata

*Nyata

**Sangat Nyata

Hasil uji seperti pada Tabel 12 diatas menunjukkan bahwa mortalitas ulat

kecil yang diberi pakan Morus indica berbeda tidak nyata dengan mortalitas ulat

kecil yang diberi pakan Morus multicaulis pada taraf nyata 5%. Hal ini

96,33 98,20

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

100,00

Morus indica Morus multicaulis

Day

a T

etas

Tel

ur

(%)

Jenis Pakan Murbei

Daya Tetas Telur (%)

Page 52: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

38

menunjukkan mortalitas ulat kecil yang diberi pakan Morus indica relatif sama

dibandingkan dengan mortalitas ulat kecil yang diberi pakan Morus multicaulis.

Gambar 5. Daya Mortalitas Ulat Kecil Yang Diberi Pakan Murbei Jenis Morus

indica dan Morus multicaulis

5.3 Mortalitas Ulat Besar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mortalitas ulat besar yang diberi

pakan murbei jenis Morus indica sebesar 2.61% sedangkan yang diberi pakan

Morus multicaulis sebesar 2.16%. Untuk melihat perbedaan mortalitas ulat besar

yang diberi pakan murbei jenis Morus indica dan Morus multicaulis maka

dilakukan uji t dan disajikan pada Tabel 13.

Tabel 15. Hasil Uji t Perbedaan Mortalitas Ulat Besar dari Ulat Sutera yang diberi

pakan Morus indica dan Morus multicaulis

Group Statistics

Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Mortalitas ulat besar Morus indica 5 2.6140 0.41156 0.18405tn

Morus multicaulis 5 2.1560 0.29424 0.13159

Ket: tn Tidak Nyata

*Nyata

**Sangat Nyata

2,23 2,58

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

4,50

5,00

Morus indica Morus multicaulis

Day

a T

etas

Tel

ur

(%)

Jenis Pakan Murbei

Mortalitas Ulat Kecil (%)

Page 53: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

39

Hasil uji seperti pada Tabel 13 diatas menunjukkan bahwa mortalitas ulat

besar yang diberi pakan Morus indica berbeda tidak nyata dengan mortalitas ulat

besar yang diberi pakan Morus multicaulis pada taraf nyata 5%. Hal ini

menunjukkan mortalitas ulat besar yang diberi pakan Morus indica relatif sama

dibandingkan dengan mortalitas ulat besar yang diberi pakan Morus multicaulis.

Kandungan gizi daun murbei secara umum meliputi unsur air, protein,

karbohidrat, dan kalsium. Morus Multicaulis merupakan jenis murbei yang

produksi gizinya tinggi. Dalam perkembangan ulat membutuhkan gizi yang tinggi

agar tingkat kematian menjadi rendah. (Andadari, 2013)

Gambar 6. Daya Mortalitas Ulat Besar Yang Diberi Pakan Murbei Jenis Morus

indica dan Morus Multicaulis

5.4 Persentase Ulat Mengokon

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase ulat mengokon yang

diberi pakan murbei jenis Morus indica sebesar 98.43% sedangkan yang diberi

pakan Morus multicaulis sebesar 98.25%. Untuk melihat perbedaan persentase

ulat mengokon yang diberi pakan murbei jenis Morus indica dan Morus

multicaulis maka dilakukan uji t dan disajikan pada Tabel 14.

2,61 2,16

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

Morus indica Morus multicaulis

Day

a Te

tas

Telu

r (%

)

Jenis Pakan Murbei

Mortalitas Ulat Besar (%)

Page 54: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

40

Tabel 16. Hasil Uji t Perbedaan Persentase Ulat Mengokon dari Ulat Sutera yang

diberi pakan Morus indica dan Morus multicaulis

Group Statistics

Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Persentase ulat mengokon Morus indica 5 98.4260 0.71863 0.32138tn

Morus multicaulis 5 98.2500 0.48332 0.21615

Ket: tn Tidak Nyata

*Nyata

**Sangat Nyata

Hasil uji seperti pada Tabel 14 diatas menunjukkan bahwa persentase ulat

mengokon yang diberi pakan Morus indica berbeda tidak nyata dengan persentase

ulat mengokon yang diberi pakan Morus multicaulis pada taraf nyata 5%. Hal ini

menunjukkan persentase ulat mengokon yang diberi pakan Morus indica relatif

sama dibandingkan dengan persentase ulat mengokon yang diberi pakan Morus

multicaulis.

Gambar 7. Daya Persentase Ulat Mengokon Yang Diberi Pakan Murbei Jenis

Morus indica dan Morus multicaulis

98,43 98,25

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

100,00

Morus indica Morus multicaulis

Day

a Te

tas

Telu

r (%

)

Jenis Pakan Murbei

Persentase Ulat mengokon (%)

Page 55: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

41

5.5 Persentase Kokon Normal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kokon normal yang diberi

pakan murbei jenis Morus indica sebesar 97.80% sedangkan yang diberi pakan

Morus multicaulis sebesar 97.25%. Untuk melihat perbedaan persentase kokon

normal yang diberi pakan murbei jenis Morus indica dan Morus multicaulis maka

dilakukan uji t dan disajikan pada Tabel 15.

Tabel 17. Hasil Uji t Perbedaan Persentase Kokon Normal dari Ulat Sutera yang

diberi pakan Morus indica dan Morus multicaulis

Group Statistics

Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Persentase kokon normal Morus indica 5 97.7980 0.40326 0.18034tn

Morus multicaulis 5 97.2500 0.41292 0.18466

Ket: tn Tidak Nyata

*Nyata

**Sangat Nyata

Hasil uji seperti pada Tabel 15 menunjukkan bahwa persentase kokon

normal yang diberi pakan Morus indica berbeda tidak nyata dengan persentase

kokon normal yang diberi pakan Morus multicaulis pada taraf nyata 5%. Hal ini

menunjukkan persentase kokon normal yang diberi pakan Morus indica relatif

sama dibandingkan dengan persentase kokon normal yang diberi pakan Morus

multicaulis.

Page 56: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

42

Gambar 8. Daya Persentase Kokon Normal Yang Diberi Pakan Murbei Jenis

Morus indica dan Morus multicaulis

5.6 Persentase Kulit Kokon

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kulit kokon yang diberi

pakan murbei jenis Morus indica sebesar 96.33% sedangkan yang diberi pakan

Morus multicaulis sebesar 98.20%. Untuk melihat perbedaan persentase kulit

kokon yang diberi pakan murbei jenis Morus indica dan Morus multicaulis maka

dilakukan uji t dan disajikan pada Tabel 16.

Tabel 18. Hasil Uji t Perbedaan Persentase Kulit Kokon dari Ulat Sutera yang

diberi pakan Morus indica dan Morus multicaulis

Group Statistics

Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Persentase kulit kokon Morus indica 5 44.1560 3.19315 1.42802

Morus multicaulis 5 48.5900 2.50819 1.12170**

Ket: tn Tidak Nyata

*Nyata

**Sangat Nyata

Hasil uji seperti pada Tabel 16 menunjukkan bahwa persentase kulit kokon

yang diberi pakan Morus indica berbeda sangat nyata dengan persentase kulit

kokon yang diberi pakan Morus multicaulis pada taraf nyata 5%. Hal ini

97,80 97,25

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

100,00

Morus indica Morus multicaulis

Day

a Te

tas

Telu

r (%

)

Jenis Pakan Murbei

Persentase Kokon Normal (%)

Page 57: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

43

menunjukkan persentase kulit kokon yang diberi pakan Morus indica lebih tinggi

dibandingkan dengan persentase kulit kokon yang diberi pakan Morus multicaulis.

Gambar 9. Persentase Kulit Kokon Yang Diberi Pakan Murbei Jenis Morus

indica dan Morus multicaulis

44,16

48,59

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

40,00

45,00

50,00

Morus indica Morus multicaulis

Day

a Te

tas

Telu

r (%

)

Jenis Pakan Murbei

Persentase Kulit Kokon (%)

Page 58: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

44

VI. PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Terdapat perbedaan kualitas kokon dan serat sutera yang diberi pakan

murbei jenis Morus multicaulis dan Morus indica di Balai Perhutanan Sosial dan

Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Wilayah Sulawesi. Pemberian pakan murbei

jenis Morus multicaulis menghasilkan daya tetas telur dan persentase kulit kokon

lebih tinggi dibandingkan dengan Morus indica, namun menghasilkan mortalitas

ulat kecil, mortalitas ulat besar, persentase ulat mengokon, persentase kokon

normal relatif sama.

6.2. Saran

Murbei jenis Morus multicaulis perlu dikembangkan dan dibudidayakan

sebagai pakan ulat sutera karena menghasilkan kualitas kokon dan serat sutera

yang lebih baik.

Page 59: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

45

DAFTAR PUSTAKA

Andadari, L., Minarningsih, M., & Dewi, R. (2017). The Effect Of Mulberry

Types On The Productivity Of Cocoon Of Two Bombyx mori L Silkworm

Hybrids. Widyariset, 3(2), 119-130.

Andadari, L., 2013, Budidaya Murbei dan Ulat Sutera, Pusat Litbang Peningkatan

Produktivitas Hutan, Firda Fress.

(BPA) Balai Persuteraan Alam. 2015. Booklet Budidaya Alam : Bili-Bili Hal 11-

15.

(BPA) Balai Persuteraan Alam. 2015. Sejarah Balai Persuteraan Alam : Bili-Bili

Hal 13-20.

Budisantoso, H. S. 1994. Pengeringan dan Penyimpanan Kokon Sutera. Badan

Penelitian Kehutanan. Ujung Pandang. Departemen Kehutanan. Informasi

Teknis. No. 3.

Datta, R. K., A. Sarkar., P. Rama Mohan Mao and N. R. Singhvi. 2002. The

Forage Potential for Some Mulberry Clone in Brazil. In: Mulberry for

Animal Production (Ed. Sanchez, M.D). Animal Production and Halth

Paper No. 147. FAO, Rome, Italy. PP. 157-163.

Guntoro, S. 1994. Budidaya Ulat Sutera Kanisius. Yogyakarta.

H. Soekiman Atmosoedarjo, dkk. 2000. Sutera Alam Indonesia. Yayasan Wana

Jaya. CV. Indonesia Prima. Jakarta.

JOCV, 1975. Text Book of Tropical Sericulture. Japan Overseas Coorperation

Volunteers. Hiroo, Sibuya-ku, Tokyo.

Katsumata, F., 1964. Petunjuk Sederhana bagi Pemeliharaan Ulat Sutera. Tokyo.

Krisnawami, S., M. Narasimhana dan Suryanarayan, 1973. Silkworm rearing.

Manual on Sericulture. Agriculture Seri. Bull. 15:71-73.

Peraturan Menteri Kehutanan No. 35/Menhut-II/2007, Tentang Hasil Hutan

Bukan Kayu. Jakarta.

Peraturan Menteri Kehutanan No. P 46/Menhut-II/2009, Tentang Tata Cara

Pemberian Izin Pemungutan Hasil Hutan. Jakarta

Purwanti, R. 2007. Respon Pertumbuhan dan Kualitas Kokon Ulat Sutera

(Bombyx mori L.) dengan Rasio Pemberian Pakan yang Berbeda. Skripsi.

IPB. Bogor Hlm. 19-37.

Rahma, F. 2017. Pertumbuhan dan kualitas Kokon Ulat Sutera (Bombyx mori)

dengan Pemberian Pakan Daun Murbei (Morus Chatayana) dan Murbei

Hibrid Suli-01. Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas

Pakuan.Bokon.

Samsijah dan L. Andadari, 1995. Petunjuk Teknis Budaya Ulat Sutera (Bombyx

mori L.). Dephut., badan Penelitian dan Pengembangan Hutan. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Samsijah dan S. Kusumaputera. 1975. Pemeliharaan Ulat Sutera (Bombyx mori

L.). Kertas Kerja pada Kongres biologi IV. Lembaga Penelitian Hutan.

Bogor

Sampe, B. 1991. Pengaruh Beberapa Macam Alat Pengokonan Terhadap Kualitas

Kokon. Buletin Penelitian Hutan. 541: 11-15.

Sanchez, M. D. 2002. World Distribution and Utilization of Mulberry and is

Potential for Animal Feeding. In : Mulberry for Animal Production (Ed.

Page 60: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

46

Sanchez, M.D). Animal production and Health Paper No. 147. FAO.

Rome, Italy. Pp. 1-9.

Sigh R., J, Nagraju, and R. Vijayaraghavan. 1989. Studies on the Inheritance of

Trimoulters in the Silkworm, Bombyx mori. Curr. Sei., 58 : 324-326.

Sihombing, 2011. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Oleh Masyarakat Desa

Sekitar Hutan di IUPHHK-HA PT Ratah Timber Samarindah

Kalimantan Timur. Skripsi Departemen Manajemen Hutan Fakultas

Kehutanan IPB. Bogor.

Sunanto, H. 1997. Budidaya Murbei Dan Persuteraan Alam. Yogyakarta:

Penerbit Kanisius.

Tazima, Y. 1978. A View Point on Tte Improvement of My Sure Breeds. Paper

Presented at Internasional Conggres for Tropical Sericulture, Bangalore,

India.

Undang – Undang tentang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999.

Wageansyah, R. 2007. Pengaruh Pemberian Berbagai Jenis Murbei (Morus spp.)

Terhadap Pertumbuhan Ulat Sutera (Bombyx mori L.) dan Kualitas

Kokon di Pusat Serikultur Sukamantri Bogor. Skripsi. IPB. Bogor. Hlm.

3-15.

Ye, Z. 2002. Factors Influencing Mulberry Leaf Yield. In: Mulberry for Animal

Production (Ed. Sanchez, M.D). Animal Production and Healt paper No.

147. FAO, Rome, Italy. Pp. 123-124.

Yulistiani,2012. Tanaman murbei sebagai Sumber Protein Hijauan Pakan Domba

dan Kambing. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Page 61: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

47

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Pengamatan Ketahanan Tubuh Ulat, Data Pengamatan Hasil Panen

Kokon dan Persentase Kulit Kokon.

No Jenis Ulangan Jumlah

Telur

Telur

Menetas

Ulat

Kecil

Mortalitas

Ulat Kecil

(%)

Ulat

Besar

Mortalitas

Ulat

Besar (%)

Ulat Yang

Dikokonkan

Kokon

Yang

Dipanen

Presentase

Ulat

Mengokon

(%)

1

Indica

1 300 290 285 1,79 277 2,80 269 262 97,39

2 300 286 280 2,09 274 2,14 266 264 99,24

3 300 289 283 2,09 276 2,47 270 267 98,88

4 300 293 286 2,38 279 2,44 273 269 98,53

5 300 287 279 2,78 270 3,22 262 257 98,09

Jumlah 1500

1413 1376 1340 1319 492,13

Rata-rata 98,426

2

Multicaulis

1 300 296 288 2,70 281 2,43 275 271 98,54

2 300 293 285 2,73 278 2,45 273 268 98,16

3 300 295 287 2,71 282 1,74 277 273 98,55

4 300 292 286 2,05 280 2,09 274 267 97,44

5 300 297 289 2,69 283 2,07 278 274 98,56

Jumlah 1500 1473 1435 1404 1377 1353 491,25

Rata-rata 98,25

No Jenis Ulangan

Kokon

Normal

Kokon Cacat Jumlah

kokon

Persentase Kokon

Normal (%)

1

Indica

Dobel Tipis

1 255 4 3 262 97,32

2 258 2 4 264 97,72

3 261 3 3 267 97,75

4 263 4 2 269 97,76

5 253 1 3 257 98,44

Jumlah 1290 14 15 1319 488,99

Rata-rata 97,79

2

Multicaulis

1 263 5 3 271 97,04

2 261 3 4 268 97,38

3 264 4 5 273 96,7

4 255 2 5 262 97,32

5 268 3 3 274 97,81

Jumlah 1311 17 20 1348 486,25

Rata-rata 97,25

Page 62: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

48

No Jenis Pakan Bobot

Kokon

Bobot Kulit

Kokon

Persentase Kulit

Kokon

1 Indica 0,682 0,337 49,41%

2 Indica 0,644 0,269 41,77%

3 Indica 0,787 0,352 44,72%

4 Indica 0,77 0,333 43,24%

5 Indica 0,634 0,264 41,64%

Rata-rata 44,16%

No Jenis Pakan Bobot

Kokon

Bobot Kulit

Kokon

Persentase Kulit

Kokon

1 Multicaulis 0,676 0,34 50,29%

2 Multicaulis 0,634 0,308 48,58%

3 Multicaulis 0,807 0,358 44,36%

4 Multicaulis 0,613 0,301 49,10%

5 Multicaulis 0,721 0,365 50,62%

Rata-rata 48,59%

Lampiran 2. Data Releeng

KODE SAMPEL

Indica C

NO PANJANG KOKON YANG KOKON SISA

DATA KOKON DAN

BENANG

BENANG

(m)

DIGUNAKAN

(butir) JENIS JUMLAH YANG DIAMATI

2931 53 UTUH Jumlah Kokon (butir) : 50

TEBAL 5

SEDANG 3 Berat Kokon (gr) : 30,933

TIPIS 1

Jumlah JUMLAH 9 Berat Benang (gr) : 4,414

PANJANG SERAT : 616,663 m RENDEMEN SERAT

: 30,110 %

DAYA GULUNG : 93,688 % BESAR SERAT : 1,4 d

BERAT SERAT : 0,099 gr GRADE :

Page 63: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

49

KODE SAMPEL : Multicaulis C

NO PANJANG KOKON YANG KOKON SISA

DATA KOKON DAN

BENANG

BENANG

(m)

DIGUNAKAN

(butir) JENIS JUMLAH YANG DIAMATI

3030 53 UTUH Jumlah Kokon (butir) :

50 TEBAL 3

SEDANG 2 Berat Kokon (gr) :

33,069 TIPIS 3

Jumlah JUMLAH 8 Berat Benang (gr) :

4,547

PANJANG SERAT : 653,299 m RENDEMEN SERAT : 23,245 %

DAYA GULUNG : 93,925 % BESAR SERAT : 1,351 d

BERAT SERAT : 0,098 gr GRADE :

Lampiran 3. Data Pemintalan Serat

NO KODE Panjang

sebelum

(x1,125m)

PANJANG JUMLAH BERAT REELABILITY RENDEMEN BERAT

SAMPEL

SERAT

(m)

PUTUS

(kali)

SERAT

(gr) (%) SERAT (%)

KOKO

N (gr)

1 Indica A 890 1001,25 3 0,264 25 129965,547 0,685

2 Indica A 950 1068,75 7 0,279 13 356,094 0,64

3 Indica A 833 937,125 - 0,263 294,761 1,107

4 Indica A 828 931,5 - 0,277 605,807 0,706

5 Indica A 1101 1238,625 2 0,294 33,333 870,724 0,608

JUMLAH 5177 12 1,377 70,833 132092,933 3,746

RATA-RATA 1035,450 6 0,2754 14,167 26418,587 0,749

NO KODE Panjang

sebelum

(x1,125m)

PANJANG JUMLAH BERAT REELABILITY RENDEMEN BERAT

SAMPEL

SERAT

(m)

PUTUS

(kali)

SERAT

(gr) (%) SERAT (%) KOKON (gr)

1 Indica B 678 762,75 3 0,237 25 93292,572 0,727

2 Indica B 937 1054,125 2 0,245 33 411,172 0,546

3 Indica B 831 934,875 1 0,21 640,719 0,501

4 Indica B 691 777,375 1 0,192 777,737 0,539

5 Indica B 894 1005,75 2 0,198 33,333 993,881 0,523

JUMLAH 4535 9 1,082 91,667 96116,081 2,836

RATA-RATA 906,975 4,5 0,2164 18,333 19223,216 0,567

NO KODE Panjang

sebelum

(x1,125m)

PANJANG JUMLAH BERAT REELABILITY RENDEMEN BERAT

SAMPEL

SERAT

(m)

PUTUS

(kali)

SERAT

(gr) (%) SERAT (%)

KOKON

(gr)

1 Multicaulis A 924 1039,5 10 0,247 9 153274,793 0,603

2 Multicaulis A 955 1074,375 6 0,259 14 42,045 0,616

3 Multicaulis A 577 649,125 5 0,214 17 31,424 0,681

4 Multicaulis A 883 993,375 - 0,287 - 37,321 0,769

5 Multicaulis A 546 614,25 8 0,185 11 23,779 0,778

JUMLAH 3885 4371 29 1,192 51,154 153409,363 3,447

RATA-RATA 777 874,125 14,5 0,2384 10,231 30681,873 0,689

Page 64: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

50

NO KODE Panjang

sebelum

(x1,125m)

PANJANG JUMLAH BERAT REELABILITY RENDEMEN BERAT

SAMPEL SERAT (m)

PUTUS

(kali)

SERAT

(gr) (%) SERAT (%) KOKON (gr)

1 Multicaulis B 744 837 2 0,257 33 103082,687 0,722

2 Multicaulis B 721 811,125 5 0,226 17 79781,637 0,904

3 Multicaulis B 915 1029,375 1 0,271 50 138887,860 0,659

4 Multicaulis B 883 993,375 2 0,290 33 122001,381 0,724

5 Multicaulis B 1025 1153,125 2 0,34 33 114563,128 0,895

JUMLAH 4288 4824 12 1,384 166,667 558316,694 3,904

RATA-RATA 857,6 964,800 6 0,2768 33,333 111663,339 0,781

Lampiran 4. Hasil Uji t Perbedaan Persentase Daya Tetas Telur Ulat Sutera yang

diberi pakan Morus indica dan Morus multicaulis

Group Statistics

Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Daya tetas telur Morus indica 5 96.3340 .91470 .40907

Morus multicaulis 5 98.2000 .69203 .30948

Lampiran 5. Uji t Perbedaan Mortalitas Ulat Kecil dari Ulat Sutera yang diberi

pakan Morus indica dan Morus multicaulis

Group Statistics

Perlakuan N Mean Std. Deviat ion Std. Error Mean

Mortalitas ulat kecil Morus indica 5 2.2260 .37340 .16699

Morus multicaulis 5 2.5760 .29441 .13167

Page 65: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

51

Lampiran 6. Hasil Uji t Perbedaan Mortalitas Ulat Besar dari Ulat Sutera yang

diberi pakan Morus indica dan Morus multicaulis

Group Statistics

Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Mortalitas ulat besar Morus indica 5 2.6140 .41156 .18405

Morus multicaulis 5 2.1560 .29424 .13159

Lampiran 7. Hasil Uji t Perbedaan Persentase Ulat Mengokon dari Ulat Sutera

yang diberi pakan Morus indica dan Morus multicaulis

Group Statistics

Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Persentase ulat mengokon Morus indica 5 98.4260 .71863 .32138

Morus multicaulis 5 98.2500 .48332 .21615

Lampiran 8. Hasil Uji t Perbedaan Persentase Kokon Normal dari Ulat Sutera

yang diberi pakan Morus indica dan Morus multicaulis

Group Statistics

Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Persentase kokon normal Morus indica 5 97.7980 .40326 .18034

Morus multicaulis 5 97.2500 .41292 .18466

Page 66: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

52

Lampiran 9. Hasil Uji t Perbedaan Persentase Kulit Kokon dari Ulat Sutera yang

diberi pakan Morus indica dan Morus multicaulis

Group Statistics

Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Persentase kulit kokon Morus indica 5 44.1560 3.19315 1.42802

Morus multicaulis 5 48.5900 2.50819 1.12170

Lampiran 10. Dokumentasi Kegiatan

Telur dan Proses Inkubasi

Page 67: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

53

Telur yang Telah Menetas dan Pemberian Pakan

Ulat Kecil dan Ulat Besar

Page 68: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

54

Proses Pengokonan

Panen Kokon, Flossing dan Seleksi Kokon

Page 69: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

55

Hasil Panen Kokon dan Proses Pemintalan

Page 70: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

56

Lampiran 11. Surat Izin Penelitian

Page 71: PERBEDAAN KUALITAS KOKON DAN SERAT SUTERA PADA …

57

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Ujung Pandang 17 Desember 1996. Penulis

merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara dan

merupakan buah hati dari pasangan Ahmad Dg Mile dan

Fatmawati. Jenjang pendidikan penulis yang ditempuh

yaitu masuk ke SDN Paccinongang Unggulan tahun 2003

sampai 2009. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di

SMPN 3 Sungguminasa dan tamat pada tahun 2012. Kemudian pada tahun yang

sama penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 2 Sungguminasa (Sekarang

SMAN 3 Gowa) dan tamat pada tahun 2015. Kemudian pada tahun 2015 penulis

lulus pada Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah

Makassar program strata 1 (S1).