MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

33
PEMULIAAN DAN PRODUKSI BIBIT ULAT SUTERA Oleh : Haris Setiana, S.Si ** KPH Kedu Utara – Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah I. Pendahuluan Bibit yang berkualitas merupakan aspek yang sangat penting dalam usaha persuteraan alam. Salah satu hal yang menyebabkan terjadinya penurunan hasil produksi kokon adalah akibat dari kualitas bibit yang jelek. Pengertian bibit yang berkualitas sendiri salah satunya adalah bebas dari penyakit, mempunyai jumlah telur yang subur lebih banyak, penetasan yang serempak dan memberikan hasil produksi kokon yang stabil (Jooly, 1987). Berkaitan dengan kepentingan mendapatkan bibit/telur ulat sutera yang berkualitas ini, maka pembibitan sebagai penghasil bibit ulat sutera dapat menentukan keberhasilan pemeliharaan ulat yang berpengaruh terhadap hasil kokon bahkan pada kualitas benang. Dengan penanganan pembibitan yang baik akan menghasilkan bibit/telur ulat sutera yang berkualitas. 1

Transcript of MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

Page 1: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

PEMULIAAN DAN PRODUKSI

BIBIT ULAT SUTERA

Oleh : Haris Setiana, S.Si **

KPH Kedu Utara – Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

I. Pendahuluan

Bibit yang berkualitas merupakan aspek yang sangat penting dalam

usaha persuteraan alam. Salah satu hal yang menyebabkan terjadinya

penurunan hasil produksi kokon adalah akibat dari kualitas bibit yang

jelek.

Pengertian bibit yang berkualitas sendiri salah satunya adalah bebas dari

penyakit, mempunyai jumlah telur yang subur lebih banyak, penetasan

yang serempak dan memberikan hasil produksi kokon yang stabil (Jooly,

1987).

Berkaitan dengan kepentingan mendapatkan bibit/telur ulat sutera yang

berkualitas ini, maka pembibitan sebagai penghasil bibit ulat sutera dapat

menentukan keberhasilan pemeliharaan ulat yang berpengaruh terhadap

hasil kokon bahkan pada kualitas benang. Dengan penanganan

pembibitan yang baik akan menghasilkan bibit/telur ulat sutera yang

berkualitas.

Untuk itu perlulah kiranya dipahami secara garis besar usaha yang

dilakukan oleh suatu pembibitan ulat sutera mulai dari upaya pemuliaan

bibit sampai dengan kegiatan produksi bibit/telur ulat sutera.

* Disampaikan pada seminar dan simposium pemberdayaan masyarakat melalui

industri sutera alam Kerjasama INTAN Yogyakarta dan Paguyuban sutera alam

Yogyakarta tanggal 20 Agustus 2000

** Asper Produksi PPUS Candiroto KPH Kedu Utara

1

Page 2: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

II. Pemuliaan Bibit Ulat Sutera

Sesuai dengan tujuan untuk mendapatkan bibit/telur ulat sutera yang

berkualitas, maka kegiatan yang harus dilakukan adalah pemuliaan

(breeding) ulat sutera.

Kegiatan pemuliaan ulat sutera adalah suatu kegiatan yang dilakukan

untuk meningkatkan varietas ulat sutera secara ekonomis dan efektif

dalam rangka pengembangan usaha persuteraan alam.

Peningkatan dan pengenalan varietas ulat sutera yang baik tidak hanya

akan meningkatkan pendapatan para pemelihara ulat sutera tetapi juga

akan memperbaiki kualitas kokon yang dihasilkan untuk proses

pemintalan. Dengan demikian, kualitas benang yang super dapat

diperoleh.

Tugas pemuliaan ulat sutera dilakukan dengan menggunakan teori dan

teknik genetik dan cabang ilmu lain yang berkaitan. Penggunaan

segregasi dan rekombinasi gen untuk pembentukan mutan; atau

penggunaan metode fisika dan kimia untuk merangsang mutasi

kromosom dan gen; seleksi secara benar serta metode perkawinan yang

dilaksanakan. Dengan begitu karakter ekonomi akan diperoleh dan relatif

akan stabil, maka varietas baru akan diperoleh.

Berdasarkan pengembangan varietas ulat suteranya, maka varietas ulat

sutera yang berkualitas harus merupakan bibit yang unggul, mudah

dipelihara dan dapat beradaptasi pada musim-musim yang berbeda serta

mempunyai ratio perbanyakan yang tinggi.

2

Page 3: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

a. Bahan-bahan untuk pemuliaan

Bahan yang berupa varietas ulat sutera merupakan stok induk untuk

pemuliaan dan studi genetik. Untuk itu, koleksi (penyimpanan) bahan

varietas merupakan kegiatan mendasar dalam pemuliaan dan studi

genetik. Selama proses penyimpanan, maka kegiatan penelitian dan

pengamatan harus dilaksanakan secara berkesinambungan agar

dapat dimengerti karakter yang dapat dimanfaatkan.

Selain itu, latar belakang mengenai kondisi lingkungan asal dan teknik

pemeliharaan harus diketahui dengan baik. Dengan cara seperti itu

karakter yang dibentuk dari kondisi lingkungan dapat dimengerti.

Varietas lokal harus dikoleksi karena varietas tersebut biasanya

mempunyai karakteristik yang dapat beradaptasi dengan kondisi

lingkungan setempat. Hal ini sangat penting dalam melakukan

kegiatan pemuliaan.

Dalam kegiatan pemuliaan, jika beberapa jenis persilangan baru

diperoleh dan dipopulerkan di beberapa daerah, varietas lokal yang

ada dapat terancam. Untuk menghindari hal itu varietas lokal tersebut

harus dikoleksi dan disimpan.

Dalam penyimpanan varietas, karakter asli harus dipertahankan. Untuk

mencegah terjadinya inbreeding (kemungkinan terjadinya perkawinan

ngengat dari Family yang sama), koleksi larva yang baru menetas

harus dicampur.

Ketika koleksi varietas lokal dipelihara, pertama-tama harus diisolasi

dari varietas yang lain untuk mencegah penyakit pebrine. Demikian

pula halnya dengan varietas yang berasal dari luar negeri.

3

Page 4: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

Selain varietas lokal, varietas-varietas yang berasal dari luar negeri,

varietas yang dipopulerkan, varietas yang mempunyai karakter yang

bagus dan varietas mutan merupakan varietas yang harus disimpan

untuk keperluan pemuliaan.

Agar varietas ulat sutera dapat dimanfaatkan, harus dilakukan

penyelidikan dan studi yang ketat mengenai karakter ekonomi dan

karakter biologi yang sangat mendalam. Disamping penyelidikan dan

pencatatan mengenai morfologi, karakter ekonomi juga harus diselidiki

termasuk di antaranya voltinisme, moultinisme, pertumbuhan dan

perkembangan, adaptasi terhadap kondisi lingkungan setempat,

ketahanan terhadap perubahan, kuantitas dan kualitas sutera, ratio

perbanyakan, dan lain-lain. Kelebihan dan kelemahan dari setiap

varietas juga harus sangat dimengerti. Dengan demikian induk dapat

diseleksi dengan benar.

Dalam rangka mencapai standar kuantitas dan kualitas sutera seperti

panjang filamen, berat filamen, persentase sutera, daya gulung dan

ketahanan ulat, terdapat kesulitan untuk mencapainya secara

bersamaan. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, beberapa varietas

dasar perlu diciptakan, termasuk di dalamnya jenis yang memiliki

karakteristik dengan panjang filamen lebih dari 1.500 meter atau

varietas yang memiliki berat kulit kokon lebih dari 0,6 gr atau yang

tahan terhadap penyakit. Dengan memiliki bahan seperti itu, bibit

sutera pada prakteknya dapat ditingkatkan. Oleh karena itu varietas

yang diciptakan oleh manusia sangat penting sebagai bahan varietas.

4

Page 5: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

b. Metode Pemuliaan

b.1. Pemuliaan dengan Seleksi

Seleksi merupakan teknik dasar dalam pemuliaan ulat sutera.

Seleksi harus dilakukan pada tiga tingkatan baik individu, famili

maupun galur. Dalam seluruh proses pemuliaan, seleksi tiga

tingkatan ini harus saling dikoordinasikan dan saling melengkapi

satu sama lain.

Seleksi juga dilakukan pada semua stadia perkembangan ulat

sutera, mulai dari telur, ulat , kokon, pupa dan kupu. Tujuan

seleksi pada setiap stadia berlainan. Sebagai contoh, seleksi pada

pada stadia telur ditujukan untuk mendapatkan jumlah telur

perinduk yang tinggi, penetasan yang seragam dan prosentase

penetasan yang baik. Pada ulat, seleksi dilakukan dengan tujuan

untuk mendapatkan keseragaman pertumbuhan dan corak tubuh,

umur ulat yang pendek dan rendemen pemeliharaan yang tinggi.

Selain itu, seleksi juga dilakukan untuk mendapatkan heritabilitas

karakter ekonomi ulat sutera yang tinggi seperti panjang filamen,

persentase sutera dan lain-lain. Untuk itu dapat dilakukan seleksi

campuran. Hubungan antara karakter yang berbeda harus

dipertimbangkan dan seleksi secara luas dalam arti jumlah total

karakter tertinggi harus dilakukan.

b.2. Pemuliaan dengan metode Persilangan

Persilangan dilakukan antar galur yang berasal dari daerah yang

berbeda agar sifat-sifat unggul atau karakteristik yang dimiliki

masing-masing galur dapat bergabung pada hibridnya.

5

Page 6: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

Persilangan tidak hanya mengkombinasikan karakter dari kedua

induk kepada keturunannya tetapi juga dapat memproduksi

beberapa karakter yang tidak ditemukan pada induk mereka.

Untuk itu persilangan merupakan metode pemuliaan yang paling

efektif dan populer.

Persilangan digunakan secara luas dalam rangka memperbaiki

kualitas jenis ulat dengan mengeksploitasi gen-gen unggul.

Dengan persilangan ini akan muncul heterosis, yaitu nilai

peningkatan kekuatan hibrid bila dibandingkan dengan induknya,

tetapi nilai heterosis untuk setiap sifat berbeda dan tingkat

heterosis bagi masing-masing sifat bervariasi karena susunan

genetik dari induk yang terlibat dalam persilangan berlainan.

Dalam melakukan persilangan, pemilihan induk ulat sutera dengan

tepat merupakan masalah utama. Untuk itu dalam melakukan

pemilihan, beberapa hal harus diperhatikan, yaitu :

- Induk harus diseleksi berdasarkan tujuannya, misalnya untuk

kondisi pemeliharaan yang optomum dipilih galur yang

mempunyai kualitas kokon yang tinggi, sementara untuk

lingkungan yang kurang optimum dipilih larva yang lebih tahan

penyakit. Dengan kata lain seleksi induk didasarkan pada

kondisi yang berbeda.

- Galur induk harus benar-benar murni, karena ketidakmurnian

induk, maka segregasi akan terjadi pada keturunannya. Sifat

keturunan tidak akan stabil dan beberapa sifat jelek mungkin

akan terbawa.

- Induk yang digunakan harus memiliki lebih banyak karakter

yang bagus daripada cacatnya. Sebaiknya dipilih induk yang

mempunyai sifat baik yang berbeda, sehingga saling

6

Page 7: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

melengkapi. Karakter yang baik dari satu induk dapat menutupi

kelemahan yang lain sehingga memberikan hasil yang bagus.

- Seleksi induk berdasarkan kemampuan kombinasi (daya

gabung). Secara umum, dengan dua induk yang baik, hasil

persilangan akan baik. Tetapi ternyata tidak selalu terjadi

demikian. Kadang-kadang beberapa induk yang tidak begitu

baik, hasil persilangan F1-nya sangat baik karena daya

gabungnya sangat baik. Untuk itu perlu dilakukan test terhadap

beberapa hibrid atau galur induknya.

Beberapa jenis persilangan yang biasa dipergunakan pada ulat

sutera adalah :

Persilangan tunggal (single cross), yaitu persilangan antara

dua galur dari ras yang berbeda. Persilangan ini

menghasilkan kekuatan hibrid yang paling tinggi, tetapi

karena induknya berupa galur murni, maka dalam

pemeliharaannya akan relatif lebih sulit dan ratio

perbanyakannya akan lebih rendah dari persilangan ganda.

Persilangan ganda (Double cross) yang pada umumnya

dilakukan dengan meningkatkan jumlah telur per induk.

Dalam penggunaan persilangan ganda ini, dengan

melakukan pemilihan induk, kekuatan hibrid juga bisa

muncul. Pemeliharan menjadi mudah dan efisien.

Untuk memilih hibrid multi induk, perlu dicoba lebih banyak

kombinasi daripada kalau menggunakan persilangan

tunggal. Oleh karena itu induk harus diseleksi dengan hati-

hati dan model silangan harus diuji dengan baik.

7

Page 8: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, sebagai galur komersial,

hibrid lebih menguntungkan dalam hal kekuatan, sifat kualitatif,

kuantitatif dan keseragaman kokon. Sebagaimana produktivitas

kokon menjadi dasar pertimabngan, pemeliharaan bivoltin jelas

menguntungan. Tetapi di daerah tropis, kadang-kadang

temperatur yang sangat tinggi tidak sesuai untuk pemeliharaan

bivoltin. Pada beberapa kasus, polyvoltin yang tradisional tetap

dipelihara, tetapi tentu saja produktivitasnya akan rendah.

b.3. Pemuliaan dengan metode mutasi

Kegiatan pemuliaan lainnya dilakukan dengan mencari gen yang

mendukung masing-masing sifat kuantitatif yang kemudian

digabungkan ke dalam satu individu. Untuk itu dilakukan rekayasa

genetik dengan melakukan mutasi.

Faktor-faktor mutasi yang berbeda digunakan untuk memperoleh

mutasi dalam gen ulat sutera yang dibuat secara langsung

ataupun tidak langsung disebut pemuliaan dengan metode mutasi.

Variasi mutan yang dihasilkan mempunyai perbedaan susunan

genetik.

Di Indonesia, pemuliaan dengan menggunakan mutasi belum

pernah dilakukan berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan

dan fasilitas yang masih terbatas.

c. Kondisi lingkungan dalam Pemuliaan

Kegiatan pemuliaan ulat sutera perlu didukung oleh kondisi lapangan

yang rasional seperti temperatur, kelembaban, aliran udara, makanan

8

Page 9: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

dan teknik pemeliharaan. Dengan kondisi lingkungan yang cocok,

varietas atau hibrid dapat mengembangkan karakternya dengan

sempurna. Sebagai contoh, untuk pemuliaan varietas dengan

kandungan sutera tinggi, harus dilakukan penurunan temparatur

ruangan ulat besar dan pemberian makan dengan murbei yang

berkualitas. Dengan begitu ulat sutera dapat menampilkan karakter

kandungan sutera yang tinggi.

Dalam pemilihan bahan untuk pencapaian tujuan secara benar,

perhatian harus ditekankan pada keseragaman kondisi lingkungan .

Kesalahan karena perbedaan kondisi lingkungan harus diminimisasi.

d. Uji Perbandingan terhadap varietas dan identifikasi varietas

Uji Perbandingan varietas dan identifikasi varietas merupakan kaitan

yang esensial dalam pemuliaan varietas dan popularisasinya. Tujuan

dari uji komparasi dan popularisasi varietas adalah untuk memuliakan

varietas ulat sutera baru dengan menggunakan yang paling populer,

komersial dan varietas lokal sebagai kontrol.

Uji komparasi dilakukan melalui uji laboratorium dan uji lapangan di

seluruh bagian negara, varietas baru secara benar dan secara ilmiah

dievaluasi berdasarkan karakter dan nilai ekonomis. Dengan demikian

varietas baru yang memiliki hasil produksi kokon yang tinggi, kualitas

tinggi dan mudah dipelihara dapat diproduksi.

Pemeliharaan di laboratorium dilakukan dengan jumlah ulat sutera

sedikit tetapi varietasnya tinggi, kondisi lingkungan seragam dan

penyelidikan yang lebih detail. Selain itu, jika perlu beberapa

ketahanan terhadap kondisi yang tidak menguntungkan seperti

9

Page 10: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

terhadap temperatur yang tinggi dan kelembaban yang tinggi dapat

diidentifikasi.

Setelah pengujian dan kontrol varietas diidentifikasi di laboratorium,

jika hasil varietas baru jelas lebih baik dari kontrol, mereka dapat diuji

di beberapa lokasi untuk uji lebih lanjut. Karena kondisi produksi di

lapangan seperti kondisi iklim, kondisi makanan dan teknik

pemeliharaan agak berbeda dengan di laboratorium, maka uji

lapangan ini sangat diperlukan. Setelah diuji, untuk karakter-karakter

kestabilan panen atau ketahanan terhadap kondisi jelek dan daya

adaptasi terhadap daerah yang ada, maka varietas dapat ditentukan

apakah dapat dipopulerkan atau tidak.

Beberapa tipe daerah harus diseleksi sebagai lokasi pengujian

lapangan. Daerah yang diseleksi harus lebih banyak dan pada setiap

penyelidikan harus dicatat secara benar dan rinci karena setiap

catatan tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan dasar untuk

popularisasi varietas ulat sutera untuk produksi.

III. Produksi Bibit/Telur Ulat Sutera

Setelah melaksanakan pemuliaan ulat sutera, kegiatan selanjutnya adalah

produksi bibit/telur ulat sutera.

Bibit yang dipelihara oleh para pemelihara ulat sutera umumnya adalah

bibit/telur F1. Telur F1 ini dihasilkan dari perkawinan ras jepang dan ras

China seperti telah dibahas di bagian pemuliaan ulat sutera.

Dalam memproduksi telur ulat sutera F1 ini perlu dimengerti mengenai

karakteristik-karakteristik yang dimiliki oleh ras-ras yang digunakan

sehingga dapat dihasilkan bibit /telur F1 yang berkualitas.

10

Page 11: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

III.1. Tingkatan Pemeliharaan

Sebelum melaksanakan produksi telur ulat sutera F1, perlu

diketahui terlebih dahulu telur ulat sutera berdasarkan tingkatan

pemeliharaannya yaitu : P3 (Great grand Parent), P2 (Grand

Parent), P1 (Parent) dan F1 atau telur komersial. Untuk dapat

melaksanakan produksi F1, produsen bibit terlebih dahulu harus

melakukan pemeliharaan P2 atau grand parent dari hibrid F1 untuk

menghasilkan P1 (parent ) dari F1 hibrid.

Telur P2 (grand parent) dan induk dihasilkan berdasarkan prosedur

pemuliaan yang digunakan untuk menghasilkan varietas ulat.

Karena telur harus dihasilkan dari pupa yang diharapkan akan

menghasilkan kokon yang berkualitas, maka seleksi dari ulat yang

dipelihara sampai dengan kokon yang dihasilkan harus dilakukan

secara ketat. Induk yang menghasilkan kokon dengan bentuk yang

tidak normal dibuang, demikian pula dengan induk yang

menunjukkan pertumbuhan yang rendah.

Sedang untuk pemeliharaan ulat induk P1 (Parent) yang

diharapkan akan menghasilkan kokon untuk produksi telur

komersial, dilakukan pula dengan prinsip prosedur pemuliaan,

walaupun tidak seketat yang dilakukan pada P2.

Pemeliharaan parent memerlukan fasilitas dalam skala yang luas,

karena banyak ulat yang harus dipelihara berdasarkan kebutuhan

telur yang akan dihasilkan untuk kebutuhan para pemelihara ulat

sutera F1. Oleh karena itu, induk mungkin dapat dipelihara di

petani, tetapi pembuatan telur tetap harus dibuat di pusat

pembibitan. Teknisi harus selalu melakukan kontrol untuk

11

Page 12: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

memberikan instruksi kepada para petani secara rinci tentang

pemeliharaan dan penanganan ulat, pencegahan penyakit dan lain-

lain.

Kawasan tempat pemeliharaan seharusnya berjauhan dengan

pusat penghasil benang. Hal ini terutama untuk menghindari

penyakit akibat kontaminasi. Sebaiknya juga dipilih lokasi atau

kawasan yang tidak mudah terserang penyakit pebrin dengan

cuaca yang sesuai untuk produksi yang stabil dan ditangani oleh

orang-orang yang terampil.

Dalam melaksanakan pemeliharaan P1 ini, hal yang merupakan

dasar untuk produksi adalah menghasilkan kokon bibit. Parameter

yang ketat harus dilakukan untuk bisa mendapatkan kokon bibit

yang sehat.

III.2. Proses Produksi Telur

Produksi telur mencakup sejumlah proses seperti penyimpanan

kokon bibit, sortasi kokon, pemisahan pupa berdasarkan jenis

kelamin, penanganan ngengat, pengawinan ngengat, peneluran

dan sertifikasi bibit. Kualitas bibit ditentukan oleh prinsip-prinsip

ilmiah yang bervariasi selama proses-proses yang berbeda.

Dalam melaksanakan produksi telur ini dibutuhkan pengetahuan,

perlengkapan, keahlian dan keterampilan yang lebih khusus

dibandingkan dengan melakukan pemeliharaan ulat. Telur yang

telah dan akan dihasilkan harus selalu ditangani dengan baik dan

bibit yang disebarkan/didistribusikan harus selalu dikontrol.

12

Page 13: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

Berikut ini dijelaskan secara garis besar mengenai proses produksi

telur untuk mendapatkan bibit yang berkualitas.

a. Pemilihan kokon bibit

Ulat sutera yang bebas dari penyakit, rendemen pemeliharaan

yang optimal, ratio pupa yang baik, berat kokon maupun berat

kulit kokon perlu dipertimbangkan sebelum pemilihan kokon

bibit dilakukan.

Kokon bibit yang dihasilkan harus diseleksi dan disortir. Kokon-

kokon yang dipilih harus seragam baik dalam ukuran, bentuk,

dan warna.

Pupa-pupa yang hidup merupakan aspek yang sangat penting

dari segi ekonomi. Jika kokon dipanen terlalu awal, maka

banyak pupa yang akan mati. Untuk itu kokon bibit sebaiknya

dipanen pada hari ke-6 atau ke-7 sejak mengokon tergantung

pada musim.

b. Pengangkutan kokon bibit

Untuk proses selanjutnya, kokon-kokon harus diangkut ke

tempat dimana proses tersebut akan dilakukan. Pengangkutan

kokon bibit harus dilakukan dengan hati-hati.

Kokon-kokon bibit yang dihasilkan ditempatkan pada kotak-

kotak yang mempunyai lubang untuk udara atau keranjang

bambu jika jumlahnya sedikit. Hal ini dilakukan karena jika

kokon-kokon ditempatkan pada tempat yang rapat, kokon-kokon

akan kepanasan yang diakibatkan oleh respirasi dan kegiatan

lainnya. Hal ini akan mengakibatkan kematian pupa.

13

Page 14: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

Kokon-kokon bibit ini sebaiknya diangkut pada waktu-waktu

yang dingin untuk menghindari efek temperatur yang tinggi.

Untuk pengangkutan dengan jarak yang jauh, kendaraan

dengan AC bisa digunakan agar dapat diperoleh temperatur

optimum 24oC – 26oC dan kelembaban 70 – 80%.

c. Penanganan kokon bibit

Tempat dan peralatan untuk melaksanakan proses selanjutnya

dari produksi telur harus sudah dipersiapkan sebelumnya.

Ruangan dan alat harus sudah didisinfeksi dan sudah diperiksa

di laboratorium sehingga dapat dipastikan terbebas dari

penyakit yang dapat mengganggu.

Setelah kokon sampai di tempat, kokon ditempatkan pada

sasak-sasak dengan penempatan satu lapis. Kokon-kokon

dapat disortir kembali untuk memisahkan kokon-kokon yang

cacat dari kokon-kokon yang baik.

d. Penyayatan kokon dan sexing pupa dan keluarnya ngengat

Untuk bisa memisahkan antara pupa jantan dan pupa betina,

dilakukan penyayatan kokon. Pupa jantan dan pupa betina ini

kemudian dikelompokkan dan diberi label sesuai dengan

varietas/kelompok rasnya.

Pemisahan dan pengelompokkan pupa jantan dan pupa betina

ini dilakukan untuk sinkronisasi jumlah jantan dan jumlah betina

sehingga dalam pengawinan (kopulasi) ngengat dapat

dilakukan dengan lebih terencana.

14

Page 15: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

Temperatur untuk penyimpanan pupa dan adalah 23 – 25oC

dan kelembaban 75 – 80%. Dengan kondisi ini, rasio keluarnya

ngengat nantinya akan tinggi dan telur yang dihasilkan per

induk akan banyak. Temperatur dan kelembaban di luar ini

akan biasanya akan menyebabkan berkurangnya jumlah telur

dan bertambahnya telur yang tidak dibuahi.

Dalam penyimpanan pupa ini perlu diperhatikan mengenai efek

pencahayaan. Bila perubahan gelap terang berlangsung

reguler setiap 12 jam selam 2 – 3 hari sebelum ngengat keluar,

maka keluarnya ngengat akan seragam dan teratur.

e. Kopulasi (Pengawinan) dan peneluran

Setelah keluar dari kokon, sebaiknya ngengat berkopulasi

hanya pada saat sayapnya sudah berkembang dengan

sempurna. Waktu kopulasi selama satu jam sudah cukup bagi

ngengat jantan untuk menyelesaikan ejakulasi yang pertama.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, untuk

mengurangi proporsi telur yang tidak dibuahi, kopulasi

sebaiknya diperpanjang hingga mencapai 3 – 4 jam.

Setelah mencapai 3 – 4 jam, ngengat kemudian dipisahkan.

Khusus untuk ngengat jantan dapat digunakan kembali untuk

kopulasi berikutnya maksimal 3 kali. Untuk lebih baiknya

sebelum digunakan disimpan terlebih dahulu dalam lemari

pendingin (dry cold storage) yang mempunyai suhu 5oC. Jika

ngengat jantan langsung digunakan, terutama jika tidak

disimpan terlebih dahulu dalam suhu 5oC akan menyebabkan

banyaknya terlur-telur yang unfertil.

15

Page 16: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

Setelah ngengat jantan dan ngengat betina dipisahkan, ngengat

betina diletakkan di atas kertas telur dan dibiarkan bertelur

dengan perlindungan (penutup). Penutup ini berfungsi untuk

membatasi pergerakan ngengat betina sehingga telur yang

dihasilkan akan merata.

Seperti halnya penyimpanan pupa, pada masa ngengat

kopulasi dan bertelur dibutuhkan kondisi temperatur 23 – 25oC

dan kelembaban 75 – 80%. Kondisi ini seperti telah diterangkan

di atas akan memberikan hasil telur yang banyak untuk setiap

ngengat yang bertelur.

Cahaya pada saat bertelur mempengaruhi jumlah telur per

induk dan kecepatan bertelurnya. Untuk itu sebaiknya ngengat

ditempatkan di tempat yang gelap selama bertelur.

f. Pemeriksaan terhadap penyakit

Pemeriksaan penyakit terutama penyakit pebrin, sangat penting

dilakukan terhadap ngengat yang sudah bertelur dengan tujuan

agar dapat diketahui apakah ngengat mengandung penyakit

atau tidak. Bila ngengat mengandung penyakit, maka telur

harus dibakar sesuai dengan peraturan. Sedangkan bila

ngengat yang diperiksa bebas dari penyakit, maka telur aman

untuk didistribusikan untuk ditetaskan oleh para pemelihara ulat

sutera.

g. Sterilisasi telur

16

Page 17: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

Setelah dilakukan pemeriksaan, telur-telur yang bebas dari

penyakit sebaiknya dicelupkan ke dalam larutan disinfektan

dengan. Perlakuan ini dilakukan untuk memperkecil

kemungkinan terjadinya kontaminasi terhadap permukaan telur

oleh bakteri-bakteri patogen.

III.3. Penetasan buatan

Telur yang pada saat ini banyak dipergunakan sebagai telur

komersial adalah dari jenis telur bivoltine yang berasal dari negara

sub tropis.

Telur bivoltine yang disimpan dalam kondisi alami tidak akan

menetas. Jika telur akan ditetaskan dalam tahun yang sama,

metode penetasan buatan harus dilakukan.

Penetasan buatan merupakan suatu perlakuan dengan

menggunakan zat tertentu terhadap telur yang akan memasuki

masa hibernasi (diapause) untuk mencegah telur memasuki fase

tersebut atau memaksa telur agar dapat menetas tanpa

mengalami masa diapause.

Dalam melakukan penetasan buatan ini perlu diperhatikan sekali

dalam penangan kokon bibit dan peneluran terutama mengenai

temperatur dan kelembaban karena hal tersebut akan

menyebabkan kesalahan dalam penentuan metode penetasan

buatan ini.

IV. Penyimpanan telur

17

Page 18: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

Setiap telur yang diproduksi tidak selalu bisa langsung didistribusikan.

Agar telur ulat sutera dapat tetap digunakan dan dimanfaatkan untuk

penggunaan sewaktu-waktu, maka telur tersebut harus disimpan dalam

lemari pendingin. Hal ini disesuaikan dengan kondisi asal telur ulat sutera

tersebut yang berasal dari negara sub-tropis.

Penyimpanan telur ulat sutera ini tentunya mempunyai batas waktu sesuai

dengan metode penyimpanan yang digunakan. Jika telur-telur tersebut

sudah melewati masa waktu penyimpanan, maka telur ulat sutera tersebut

biasanya sudah tidak bisa lagi menetas. Telur ulat sutera seperti ini

disebut telur kadaluarsa.

Untuk mengatasi agar tidak banyak terjadi telur yang kadaluarsa, maka

dibutuhkan perencanaan yang matang baik dari pihak pembibitan maupun

pihak yang menjadi pengguna telur ulat sutera atau pihak pemelihara ulat

sutera. Perencanaan pemeliharaan ulat harus selalu disampaikan kepada

pihak pembibitan sehingga penyebaran terhadap telur yang diproduksi

bisa lebih terprogram.

V. Inkubasi telur

Untuk mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan embrio yang

seragam dimana akan menghasilkan penetasan yang seragam, telur ulat

sutera harus diinkubasikan pada kondisi temperatur dan kelembaban

yang optimum.

Temperatur konstan untuk inkubasi adalah 25oC dan kelembaban 80%.

Temperatur yang tinggi pada saat inkubasi akan menyebabkan penetasan

yang jelek dan ulat yang lemah. Kelembaban yag terlalu rendah akan

menyebabkan penetasan yang jelek dan tidak beraturan. Kelembaban

18

Page 19: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

yang tinggi walaupun penetasan bisa seragam, dapat menyebabkan

lemahnya ulat yang dipelihara.

Telur ulat sutera sangat baik jika diinkubasi pada ruangan yang

dikondisikan temperatur dan kelembabannya. Tetapi, untuk penghematan

biaya fasilitas seperti kertas parafin, gabus, pasir, kain basah pot dan lain-

lain dapat digunakan.

VI. Pusat Pembibitan

a. Peran Pusat Pembibitan dalam usaha persuteraan

Seperti telah dijelaskan di atas, suatu usaha pembibitan merupakan

hal yang sangat penting dalam suatu usaha persuteraan alam yang

dapat menentukan keberhasilan produksi baik berupa kokon maupun

benang.

Di Indonesia pada saat ini sebagai pusat pembibitan yang melayani

kebutuhan konsumen akan telur ulat sutera adalah PPUS Candiroto

KPH Kedu Utara dan KPSA Soppeng Sulawesi selatan.

PPUS Candiroto dipersiapkan untuk memasok kebutuhan telur ulat

sutera bagi sentra persuteraan di Sumatera. Jawa, Bali dan Nusa

Tenggara, sedangkan KPSA Soppeng direncanakan dapat memasok

telur ulat sutera untuk sentra persuteraan di Kalimantan,Sulawesi,

Maluku dan Papua.

b. Fungsi Pusat Pembibitan

19

Page 20: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

Tugas utama dari suatu pusat pembibitan ulat sutera adalah

menyediakan dan mencukupi kebutuhan konsumen bibit/telur ulat

sutera akan telur yang berkualitas baik.

Bibit/telur ulat sutera yang digunakan oleh para pemelihara ulat sutera

harus bebas dari penyakit pebrine. Menurut catatan sejarah, negara-

negara penghasil sutera dunia seperti Perancis dan Yunani telah

mengalami kehancuran produksi akibat wabah pebrine yang

terkandung di dalam telur ulat sutera. Kejadian seperti ini telah dialami

juga oleh Indonesia (terutama Sulawesi selatan) ketika sebagian

petaninya membuat bibit lokal tanpa kontrol sanitasi sehinga pada

tahun 1972 produksi sutera sangat menurun tajam dan tidak mudah

untuk membangkitkannya kembali.

Dalam pengadaan bibit/telur ulat sutera tersebut harus selalu

dilakukan upaya peningkatan mutu bibit induk sehingga dapat

memproduksi bibit ulat sutera yang unggul sesuai dengan kebutuhan

konsumen.

Untuk meningkatkan mutu bibit/telur ulat sutera tersebut, hal-hal yang

harus dilaksanakan adalah :

1. Peningkatan karakter ras-ras ulat sutera dengan metode yang

sesuai dengan tingkatan pemeliharaan dan kriteria seleksi.

2. Melakukan pencarian jenis-jenis yang bisa bertahan terhadap

kondisi yang kurang baik.

3. Peningkatan teknologi produksi.

4. Peningkatan sumber daya manusia yang menangani pembibitan

ulat sutera agar penerapan teknik-teknik yang sesuai dan tepat

dalam melaksanakan pembibitan selalu dilakukan, sehingga

bibit/telur ulat sutera yang dihasilkan akan selalu bermutu baik.

20

Page 21: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

Dalam melaksanakan tugasnya, suatu pusat pembibitan tidak bisa

terlepas dari dukungan instansi-instansi yang terkait dengan bidang

persuteraan, pusat-pusat penelitian dan pengembangan ataupun

institusi-institusi seperti universitas untuk memperlancar kegiatan

pembibitan dan penyebaran bibit/telur ulat sutera di masyarakat.

c. Fasilitas Pusat Pembibitan

Dalam menjalankan suatu pusat pembibitan, beberapa fasilitas yang

mutlak diperlukan untuk menghasilkan telur yang berkualitas adalah :

1. Sumber daya manusia yang terampil dan berkualitas

2. Kebun murbei dengan jenis-jenis murbei yang berkualitas dan

mencukupi dari segi kuantitas.

3. Ulat sutera dari jenis murni sebagai bibit induk.

4. Dry cold storage atau lemari pendingin yang berfungsi untuk

menyimpan telur-telur yang dihasilkan dan akan disebarkan kepada

konsumen telur.

5. Sarana dan prasarana pemeliharaan ulat.

6. Sarana dan prasarana peneluran.

7. Sarana dan prasarana untuk perlakuan telur.

8. Sarana dan prasarana untuk pemeriksaan penyakit terutama

penyakit pebrine.

Didukung oleh adanya kelengkapan fasilitas tersebut di atas, maka

diharapkan dapat dihasilkan telur-telur yang berkualitas.

c. Penanganan Pasca Produksi

Dengan telur yang berkualitas, salah satu faktor pendukung

keberhasilan dalam usaha persuteraan alam telah terpenuhi. Tetapi

21

Page 22: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

tentu saja perlu diperhatikan dan diingat bahwa keberhasilan usaha

persuteraan juga didukung oleh cara pengambilan telur dari pusat

pembibitan, cara inkubasi, teknik pemeliharaan ( ulat kecil maupun

ulat besar), kebun murbei dan faktor lingkungan (termasuk disinfeksi)

di tempat para pemelihara ulat sutera termasuk sumber daya

manusianya.

Bibit yang paling bagus sekalipun, jika tidak ditangani dengan baik dan

benar sesuai dengan ketentuan, tidak akan dapat memberikan hasil

yang memuaskan.

VII. Kesimpulan

1. Bibit berkualitas merupakan aspek yang sangat penting dalam suatu usaha

persuteraan alam.

2. Pembibitan ulat sutera sebagai penghasil bibit ulat sutera sangat berperan

dalam menentukan kualitas bibit ulat sutera.

3. Untuk meningkatkan varietas ulat sutera, dalam suatu usaha pembibitan ulat

sutera dilakukan kegiatan pemuliaan ulat sutera.

4. Dalam pemuliaan ulat sutera secara ketat harus diperhatikan bahan

pemuliaannya, metode pemuliaan, kondisi lingkungan, seleksi dan uji

komparasi varietas yang dihasilkan sehingga dapat dihasilkan varietas

unggulan.

5. Kegiatan produksi telur ulat sutera yang dilakukan dalam suatu pusat

pembibitan harus memperhatikan prosedur pemuliaan.

6. Dalam melakukan produksi telur ulat sutera perlu dimengerti karakteristik-

karakteristik yang dimiliki oleh ras-ras ulat sutera sehingga dapat dihasilkan

bibit-bibit yang berkualitas.

7. Penanganan yang baik dengan selalu adanya pengontrolan pada setiap

proses dan terhadap bibit-bibit yang diproduksi dan didistribusikan harus

selalu dilaksanakan.

22

Page 23: MAKALAH Pemuliaan Ulat Sutera

8. Setelah dihasilkan telur yang berkualitas, penanganan di tempat para

pemelihara ulat sutera merupakan faktor yang juga menentukan keberhasilan

suatu usaha persuteraan alam.

VIII. Daftar Pustaka

Daus, Amir; Haris. S. 1998. Pemeliharaan Ulat Sutera dan Pengokonan.

Materi Pelatihan Persuteraan Alam Untuk Penyuluh dan Petani Oleh

Perum Perhutani. Perum Perhutani Unit I. Semarang.

Ho Lim, Soo; Taek Kim, Young; Poong Lee, Sang; Jun Rhee, In; Jung

Sung,Lim; Ho Im, Byung. 1990. Sericulture Training Manual, FAO

Agricultural Service Bulletin No. 80, Food and Agriculture

Organisation of The United nations. Rome.

Jolly, Manjeet. 1987. Appropriate Sericulture Techniques. International Centre

for Training & Research in Tropical Sericulture. Mysore.

Kartasubratra, Junus; M. Kaomini; W. Saleh, W. Moerdoko. 2000. Sutera Alam

Indonesia, Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta.

Katsumata, F. 1972. Petunjuk Sederhana Bagi Pemelihara Ulat Sutera.

Tokyo. Japan

Muljadi, Untung; E. Supoko; Haris S. 2000. Pembibitan Ulat Sutera dan

Pengembangan Persuteraan Alam Indonesia. Makalah Seminar

dan Lokakarya Persuteraan Alam Universitas Galuh. Ciamis

Tajima, yataro. 1972. Handbook Of Silkworm Rearing. Agriculture Technique

Manual I. Fuji Publishing Co. Ltd. Tokyo.

23