Sarung sutera mandar

37
FILSAFAT SARUNG SUTERA MANDAR (LIPAQ SAQBE) & TENAGA KERJA WANITA Oleh : MAARIFAH DAHLAN NIM. 101314253009 PROGRAM MAGISTER KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

Transcript of Sarung sutera mandar

FILSAFAT SARUNG SUTERA MANDAR (LIPAQ SAQBE) & TENAGA KERJA WANITA

Oleh :

MAARIFAH DAHLAN

NIM. 101314253009

PROGRAM MAGISTER KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Filsafat

Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi sedang

tergadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan

galaksi Karakteristik berfikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh. Seorang

ilmuan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu sendiri. Dia ingin

melihat hakikat ilmu dalam kontelasi pengetahuan lainnya. Dia ingin tahu kaitan ilmu

dengan moral. Kaitan ilmu dengan agama. Dia ingin yakin apakah ilmu itu membawa

kebahagiaan kepada dirinya.

Dalam buku Filsafat ilmu sebuah pengantar populer  dijelaskan bahwa, seandainya

seseorang berkata kepada  kita bahwa dia tahu bagaimana cara bermain gitar, maka

seorang lainnya mungkin bertanya, apakah pengetahuan anda itu merupakan ilmu?

Tentu saja dengan mudah dia dapat menjawab bahwa pengetahuan bermain gitar  itu

bukanlah ilmu, melainkan seni. Demikian juga sekiranya seseorang mengemukakan

bahwa sesudah mati semua manusia akan dibangkitkan kembali, akan timbul

pertanyaan serupa apakah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat transcendental

yang menjorok ke luar batas pengalaman manusia  dapat  disebut ilmu? Tentu

jawabnya adalah “bukan”, sebab hal itu termasuk dalam agama  (Jujun S.

Suriasumantri, 2000: 104).

Istilah filsafat dapat di tinjau dari dua yakni dari Segi semantik: perkataan filsafat

berasal dari bahasa Arab falsafah, adapula yang berasal dari bahasa Yunani,

philosophia, yang berarti philos (cinta/ suka) atau philia(persahabatan,tertarik kepada)

dan sophia (pengetahuan, hikmah) Jadi philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan

atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi

bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut philosopher, dalam bahasa

Arabnya 'failasuf". Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan

sebagai tujuan hidupnya atau dengan kata lain mengabdikan dirinya kepada

pengetahuan.

Sedangkan definisi filsafat di pandang dari segi praktis dapat dilihat dari pengertian

praktisnya dimana filsafat dapat berarti 'alam pikiran atau alam berpikir. Sedangkan

berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat

adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah pepatah mengatakan

bahwa “Setiap manusia adalah filsuf". Implementasi dari pepatah ini benar juga, sebab

pada kenyataanya semua manusia berpikir akan tetapi secara umum pepatah tersebut

tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah seorang filsuf. Filsuf

hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan

mendalam.

Karena luasnya lingkungan pembahasan ilmu filsafat, maka tidak mustahil kalau

banyak di antara para filsafat memberikan definisinya secara berbeda-beda. Adapun

definisi-definisi ilmu filsafat dari filsuf Barat dan Timur yakni dimulai dari Plato

(427SM - 347SM) seorang filsuf Yunani yang terkenal yang merupakan murid dari

Socrates dan guru Aristoteles yang mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan

tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang

asli), sedangkan menurut Aristoteles (384 SM - 322SM) filsafat adalah ilmu

pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu

metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelidiki

sebab dan asas segala benda).

Jadi Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu

kebenaran dengan sedalam-dalamnya atau dengan kata lain filsafat adalah ilmu yang

mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.

B. Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemology (filsafat pengtahuan) yang

secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang

pengetahuan yang mempunyai cirri-ciri tertentu. Meskipun secara metodologis ilmu

tidak membeda-bedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu social, namun karena

permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu ini sering

dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu social.

Filsafat ilmu adalah sebagai bagian integral dari filsafat secara keseluruhan dimana

perkembangannya tidak bias dilepaskan dari sejarah perkembangan filsafat itu sendiri

secara keseluruhan. Pada hakekatnya filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari

filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu dimana filsafat

ilmu itu sendiri berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti apa dan

bagaimana konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep

tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta

memanfaatkan alam melalui teknologi serta penggunaan metode ilmiah dengan

berbagai macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan suatu kesimpulan

serta implementasi metode dan model ilmiah tersebut terhadap masyarakat dan

terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.

Menurut Lewis White Beck filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-

metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah

sebagai suatu keseluruhan. Sedangkan menurut A. Cornelius Benjamin mengatakan

bahwa filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan dari filsafat yang merupakan

telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode,konsepnya serta letaknya dalam

kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.

Berdasarkan pendapat itu maka diperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan

telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu yang dapat

ditinjau dari beberapa tahap yakni pertama dari segi ontologis dimana ontologi

merupakan satu kajian filsafat yang paling kuno berasal dari Yunani, studi ontologi

membahas tentang keberadaan sesuatu yang bersifat konkret secara kritis. Jadi segala

sesuatu yang keberadaanya bersifat nyata yang keberadaanya dapat diukur,ditelaah,

diolah dan diverikasi sehingga dapat ditarik kesimpulan dari keberadaanya.

C. SARUNG SUTERA MANDAR “LIPAQ SAQBE”

Di tengah perkampungan, di bawah kolom rumah yang sejuk, tapi mungkin jorok

di mata orang lain, lengan dan jemari wanita Mandar bergerak dengan lembut namun

penuh energi: hentakan yang rancak nan merdu. Benang halus-lembuat melintas ke

kanan-kiri. Lewat mata tajam dan ketelatenan, lahirlah lipaq saqbe. Sureq salaka, sureq,

parara, sureq panglu dan corak lainnya, sederhana tapi penuh misteri.

Masih di kolom rumah, wanita Mandar menjadi bagian dari manusia yang

mengembangkan tradisinya. Terciptalah corak-corak modern, misalnya “sureq

Jakarta”, “sureq tujuh sepuluh”, dan “sureq kdi”. Lipaq saqbe Mandar jauh melampaui

fungsinya sebagai selembar sarung, sebagai salah satu puncak kebudayaan Mandar.

Menurut George Junus Aditjondro, “berbicara tentang sarung sutera, atau lippa

sabbe’ dalam bahasa Bugis (hal. 269, 295 “Manusia Bugis”), juga tidak disinggung

peranan perempuan Mandar sebagai perintis seni busana itu. Pelras malah dengan

berani mengatakan, “orang Bugis memperoleh ketrampilan menenun sutera dari orang

Melayu” (hal. 296). Padahal dari studi literatur (Saunders 1997: 33-4, Color Plate No.

27, 28) serta wawancara dengan beberapa orang informan asal Mandar di Palu,

Yogyakarta, Jakarta dan Makassar dapatlah saya simpulkan bahwa bahwa perempuan

Mandarlah, dan bukan orang Melayu, yang merintis penenunan sarung sutera di

Sulawesi Selatan & Barat, dengan teknik ikat & celup (tie & dye). Selanjutnya, para

perantau Mandar merintis penenunan apa yang kemudian dikenal sebagai ‘sarung

Donggala’ dan ‘sarung Samarinda’ di daerah perantauan masing-masing. (Sumber:

“Terlalu Bugis-Sentris, Kurang ‘Perancis’”. makalah George Junus Aditjondro pada

acara Diskusi Buku “Manusia Bugis” di Bentara Budaya, Jakarta 16 Maret 2006).

Adapun Horst H. Liebner, “…, di daerah Mandar terdapat salah satu tanda yang

dari riset-riset sejarah Nusantara diketahui sebagai bukti akan sejarah kemaritiman

yang panjang: Penenunan sarung sutera, salah satu komoditi utama perdagangan

tradisional di wilayah Asia pada ‘age of commerce’. Sarung sutera Mandar-lah yang

dibawa oleh perahu-perahu Mandar pada abad-abad yang lampau sampai ke Malaya

telah menjadi terkenal sebagai ‘sarung Bugis’, dan hubungan perdagangan yang dibuka

para saudagar Mandar untuk jual-beli benang sutera dan hasil-hasil penenunan menjadi

jaringan yang sejak beberapa abad meliputi seluruh Nusantara” (“Orientasi

Kemaritiman dan Pengetahuan Indigen Pelaut-pelaut Tradisional: Pembuatan Perahu

dan Pelayaran Suku Mandar, Konjo dan Bajo, Sulawesi Selatan”. Laporan Penelitian

Horst H. Liebner, Proyek Penelitian dan Pengembangan Masyrakat Pantai, Universitas

Koln, Jerman. 1995)

BAB II

PEMBAHASAN

A. KAJIAN ONTOLOGI SARUNG SUTERA MANDAR “LIPAQ SAQBE”

Pembahasan mengenai Pembuatan Sarung Sutera Mandar ditinjau dari aspek

ontologi itu sudah merupakan suatu kegiatan menenun yang dipertahankan secara turun

temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam suatu keluarga. Sehingga

tradisi menenun kain sutera masih bias berlangsung sampai saat ini.

Setiap pakaian adat suku Mandar tidak lepas dari lipa saqbe (Sarung Tenun Sutera).

Lipa Saqbe Mandar (Sarung Sutra Mandar) memiliki warna-warna cerah atau terang

seperti merah, kuning, dengan desain garis geometris yang lebar. Meskipun memiliki

pola sederhana, namun benang perak dan emas yang menjadi dasar kain sutera ini

menjadi sarung yang terlihat indah dan istimewa.

Merupakan salah satu produk sutera yang paling halus, Sarung tenun sutera mandar

bukanlah kain yang dapat dikenakan setiap hari namun hanya digunakan pada acara

tertentu saja, misalnya pernikahan, upacara keagamaan, dan terkadang dipakai untuk

shalat jumat di masjid.

Sarung sutera Mandar sepintas memiliki persamaan dengan kain sutra daerah lain,

tapi di setiap jenis dan nama Lipa Saqbe Mandar memiliki ciri khas khusus yakni dari

segi corak (sure' ataupun bunga) dan cara pembuatannya, yang membuatnya terkenal

ke daerah sekitarnya (bugis dan makassar).

Posisi coraknya itu tidak sembarangan, karena penciptaan motif

(sure' ataupun bunga) punya peruntukan masing-masing berdasarkan standar

ekonomi, sosial budaya, agama, dan juga strata sosial seseorang.

Saat ini terdapat 2 jenis Lipa Sa'be bila ditinjau dari motifnya yaitu Sure dan

Bunga. Perbedaannya, Sure' yaitu lipa sa'be yang merupakan motif asli dari sarung

sutra mandar, ciri-cirinya tidak memiliki hiasan/ bunga yang membuatnya mencolok.

Sedangkan Bunga yaitu lipa sa'be yang memiliki motif dan hiasan berupa bunga

ataupun lainnya, yang merupakan turunan dari sure agar lipa sa'be tampak lebih cantik.

Berikut contoh-contoh motif Sarung Sutera Mandar:

Lipa Sa'be bermotif Sure' : Lipa Sa'be bermotif Bunga ;

   

  

B. KAJIAN EPISTEMOLOGI SARUNG SUTERA MANDAR (LIPAQ SAQBE)Pada awalnya dunia tidak tahu kalau kain sutera dibuat dari serat yang diambil dari

sejenis binatang ulat, sampai kemudian pendeta-pendeta Eropa mencuri sejumlah bibit

ulat sutera dan murbei dari china kemudian membawanya ke Eropa. Sudah berpuluh

tahun atau bahkan berabad-abad lamanya orang china sudah memiliki pengalaman

memelihara ulat sutera. Sutera masuk ke Indonesia diperkirakan jelah abad 14 jauh

lebih awal yang dibawa oleh para pelaut dan tentara China yang mengunjungi kerajaan

di nusantara.

Tenunan tradisional sutera masyarakan mandar telah berlangsung cukup lama dan

telah mengalami pasang surutnya sesuai dengan perkembangan zaman. Hingga saat ini,

tenunan tradisional tersebut masih dapat ditemukan dalam masyarakat.

Dalam perjalanan waktu, tenunan tradisional sutera mengalami perkembangan

mengikuti zaman. Perkembangan itu terdorong oleh aspek internal dalam kebudayaan

Mandar dan juga aspek eksternal. Dalam kehidupan sehari-hari orang mandar ingin

maju dan seperti banyak masyarakat dan kebudayaan lainnya di Indonesia sehingga

masyarakat mandar harus melakukan perubahan dalam berbagai aspek kehidupannya.

Demikian halnya dalam hal berbusana merekapun membutuhkan pakaian yang tidak

lagi terpaku pada masa lalu dengan warna-warna suram dam gelap, sehingga warna-

warna dan motif sarung sutera yang mereka tenun semakin lebih bervariatif.

Sarung Sutera Mandar (Lipaq Saqbe) merupakan salah satu warisan budaya

Mandar yang sampai saat ini masih dilestarikan yang memiliki nilai jual yang tinggi

yang dibuat oleh perempuan-perempuan yang tidak memiliki kegiatan. Alat tenun yang

digunakan oleh pengrajin masih tradisional yang difungsikan secra manual dalam

proses pembuatannya, sehingga membutuhkan ketelitian dan kesabaran dengan waktu

yang cukup lama dengan pemilihan bahan sesuai dengan keinginan konsumen.

Meskipun masyarakat Mandar telah memasuki era modern dengan berbagai

kemajuan teknologi yang semakin canggih namun dalam menenun kain sutera mereka

tetap mempertahankan alat tenun tradisional (gedokan atau dalam bahasa Mandar

panette).

Lestarinya tenunan tradisional sutera ini disebabkan oleh karena hasil tenunan

masih dibutuhkan masyarakat, baik oleh masyarakat Mandar sendiri juga oleh

masyarakat di luar Mandar. Sutera hasil tenunan tradisional Mandar terkenal dengan

mutunya yang cukup baik. Selain tenunannya halus coraknyapun cukup bervariasi

dengan sejumlah warna pilihan.

Dalam masyarakat Mandar juga masih cukup banyak masyarakat khususnya kaum

perempuan yang berminat untuk belajar menenun utama dari kalangan generasi muda.

Sehingga dalam masyarakat Mandar masih terjadi pewarisan keterampilan menenun

dari generasi tua ke anak cucu mereka. Keadaan yang demikian membuat tenunan

tradisional sutra Mandar ini dapat lestari hingga saat ini. 

C. KAJIAN AKSIOLOGI SARUNG SUTERA MANDAR (LIPAQ SAQBE)Untuk memahami konsep nilai-nilai lokal masyarakat Mandar dari sebuah hasil

karya seni yang bernama “Lipaq Saqbe” maka kita perlu mengetahui bagaimana tata

cara pembuatan “Lipaq Saqbe” tersebut

Berikut akan dibahas tentang cara pembuatan Lipaq Saqbe Mandar, mulai dari

pemilihan benang, bahan dasar pewarnaan (tradisional dan kimiawi), proses mewarnai

(maccingga), manggalenrong, mappamaling,sumau', mappatama, dan manette.

1. PEMILIHAN BENANG

Benang (bannang) sutra merupakan bahan dasar yang dipakai. Sutra

memiliki kilau yang tak tertandingi oleh serat alam lainnya, serat ini berasal dari air

liur ulat sutera. Ulat sutera ini akan berubah bentuk menjadi kepompong, dimana

kepompong ulat sutera inilah yang merupakan lilitan air liur akan mengeras dan bila

diurai akan menjadi serat panjang yang halus, di Mandar dahulu dikenal

maqunnus dan mattiqor.

Ma'unnus adalah penarikan benang dari kepompong dengan cara sangat

manual. Dari sekian benang yang ditarik lalu dihaluskan dan digulung dalam bentuk

pintalan-pintalan benang, proses ini dinamakan Matti'oryaitu proses pemintalan agar

siap digunakan/ditenun.

Ma'unnus dan matti'or di Mandar sudah tidak ditemukan lagi. Hal ini

disebabkan, selain karena jarang ditemukan kepompong ulat sutra, juga karena para

penenung langsung membeli benang sutra yang dijual di pasaran. Benang sutera

memiliki warna dasar putih, jadi untuk menghasilkan kain sutra yang bercorak

diperlukan proses pewarnaan sesuai corak yang akan dibuat. 

2. PROSES PEWARNAAN (MACCINGGA)

Proses pewarnaan ini ada dua cara, yaitu dengan cara tradisonal (memakai

pewarna alam), dan dengan cara pewarna kimia.

a. Cara Tradisional

Yaitu pewarnaan yang menggunakan bahan-bahan yang ada disekitar. Pewarnaan

dengan cara tradisional ini sudah jarang dijumpai di Mandar, karena prosesnya juga

agak ribet dan mengulur waktu.

Berikut ada 4 contoh pewarna dengan bahan dasar dari alam sekitar :

Daun Nila , akan menghasilkan warna biru dan hitam. Adapun proses

pembuatannya, yaitu daun nila yang sudah dikumpulkan dijemur sampai layu,

kemudian dimasukkan ke dalam tempayang berisi air dan diendapkan selama 2

hari. Selanjutnya, daun nila dicampur dengan kapur dan dimasak, setelah

mengeluarkan busa air dari daun nila disaring dan didinginkan. Air yang sudah

disaring siapkan digunakan sebagai pewarna benang.

Ka'lanjo  (bakal kelapa yang besarnya sama dengan kepalan tangan anak-anak).

Ka'lanjo ini akan menghasilkan warna coklat muda. Proses pembuatannya, setelah

kalanjo dikumpul sekitar 15 biji, ka'lanjo tersebut dipotong-potong lalu ditumbuk

sampai agak halus, kemudian direndam dengan air sekitar 5 liter dan didiamkan

selama 1 hari 1 malam. Setelah itu, air yang sudah disaring dari rendaman ka'lanjo

ini siapkan digunakan sebagai pewarna benang.

Bakko  (Kulit bakau), akan menghasilkan warna merah muda, dan untuk merah tua

sampai coklat, bakko direndam atau dimasak lebih lama. Cara menyiapkannya

yaitu terlebih dahulu mengupas kulit bakau dari pohonnya sampai sesuai kebutuhan

kemudian dimasak dalam panci, setelah menghasilkan warna sesuai dengan

keinginan, panci diangkat dan didinginkan agar mudah disaring dan diambil airnya

untuk digunakan sebagai pewarna benang.

Gamalo , adalah sejenis pohon kayu, dimana cara proses persiapannya sama dengan

bakko. Warna yang dihasilkan adalah coklat tua.

b. Cara Pewarnaan dengan bahan kimia

Cara ini paling banyak dan umum dilakukan oleh penenun Mandar saat

ini, cingga (pewarna) dari bahan kimiapun banyak dijumpai di pasaran.

Proses Maccingga

1. Benang sutra di masak menggunakan air pewarna yang akan dipakai dalam keadaan

mendidih.

2. Aduk sampai benang bersatu dengan warna.

3. Setelah itu biarkan benang sutra dan air pewarna mendingin.

4. setelah dingin, benang sutra diperah dan dibilas kemudian dijemur sampai kering,

yang perlu diperhatikan pada saat menjemur adalah benang selalu ditarik-tarik atau

disiangi agar benang dalam keadaan kembur atau terpisah-pisah antara lembaran

yang satu dengan lainnya.

Selain cingga yang sudah banyak dijumpai dipasaran saat ini, juga sudah ada benang sutera

yang telah berwarna saat dibeli, ini sangat membantu pekerjaan penenun sutera.

3. MANGGALENRONG

Proses selanjutnya, adalah manggalenrong yaitu benang yang sudah diwarnai

(dicingga') dililitkan pada sebuah potongan bambu atau sebuah kaleng yang

disebutgalenrong, dengan menggunakan alat bernama roeng dan panggalenrongan.

Benang yang digalenrong tersebut untuk persiapan proses selanjutnya yaitu

proses pembuatan benang lungsi. Satu galenrong untuk satu warna benang, jadi

banyaknya benang yang digalenrong sesuai dengan kebutuhan untuk benang lungsi.

4. MAPPAMALING

Selain manggalenrong, seorang penenun juga mempersiapkan benang yang dipakai untuk

benang pakan. Proses ini dinamakan mappamaling yang berarti memindahkan. Benang

untuk pakan ini dililitkan di ujungpamalingan, yang terbuat dari bambu sebesar lidi.

Proses ini menggunakan alat yang bernama roeng danunusan.

5. SUMAU'

Proses sumau bertujuan untuk mengatur benang lungsi, dimana membutukan

tempat yang agak luas (panjang sekitar 6 meter) untuk membuat sautan.

Sautan biasanya dibuat di kolom rumah, yang sangat memungkinkan karena rumah

Mandar adalah rumah panggung. Panggung sautan dibuat di antara tiang-tiang kolom

rumah yang terbuat dari gamo (pelepah daun rumbia).

Alat-alat yang digunakan pada proses ini, yaitu suru', aweran, ale', susu'ale, pallumu-

lumu, pattanra', galenrong.

Lebar lungsi yang dibuat biasanya 50 cm, 60 cm atau 75 cm tergantung penenun

ukuran mana yang akan dibuat, jadi ukuran tinggi sarung mandar yang sudah selesai

setelah disambung menjadi 100 cm, 120 cm atau 150 cm.

Pada waktu menyusun benang lungsi ini ke dalam sautan, terlebih dahulu perlu

diketahui susunan pengaturan benang, sebab dalam menyusun benang lungsi ini punya cara

khusus. Pelaksanaan sumau kira-kira seperti berikut :

Mempersiapkan galenrong yang akan dipakai (satu galenrong untuk satu warna benang).

Mengambil ujung benang dari galenrong ditarik ke atas sautan masuk ke lubang suru',

kemudian ke lubang ale' kemudian ke lubang suru' lagi, kemudian diantar ke ujung sautan

diputar satu kali, kemudian di bawah lagi satu kali.

Dari ujung benang selalu diantar secara bolak-balik terus menerus sampai tersusun

kombinasi warna-warna yang diinginkan.

Lama sumau' tergantung kepada penenun, ada yang 1 hari saja tapi rata-rata penenun 2

hari baru selesai. Setelah selesai, benang lungsi yang selesai tersusun dilepas dari sautan,

dengan cara menarik aweran-nya saja.

6. MAPPATAMA

Mappatama, dalam bahasa Mandar berarti memasukkan, dalam hal ini adalah

benang lungsi yang sudah dilepas dari sautan dimasukkan ke tandayang untuk ditenung.

Prosesnya yaitu setelah dilepas dari sautan terlebih dahulu benang lungsi dirapikan,

diperiksa dan diteliti bila ada yang putus segera disambung, kemudian dipasangi patakko.

Patakko tersebut dipasang papan pamalu' yang mana pada pamalu' tersebut terdapat

baut penahan patakko. Selanjutnya benang lungsi dililitkan/digulungkan pada papan

(pamalu'). Papan pamalu' tersebutlah yang dimasukkan ke pattandayangan. Langkah

terakhir adalah memasukkan ujung pakan yang lain patakkoyang akan dimasukkan ke

dalam passa dengan ketentuan biring keccu (pinggir kecil benang lungsi) sebelah kanan

dan pandapuan sebelah kiri.

7. MANETTE

Manette berarti menenun. Proses menenun kain khas tradisional Mandar ini

memakai beberapa peralatan yang disebut parewa tandayang (peralatan tenun). Parewa

tandayang merupakan warisan leluhur masyarakat mandar, sehingga diakui bahwa

merupakan hasil kreasi nenek moyang masyarakat mandar yang diwariskan secara turun

temurun. Kemampuan menciptakan parewa tandayang juga dilakukan secara turun

temurun tanpa ditransfer secara formal oleh pendahulunya.

Adapun peralatan yang dimaksud dalam parewa tandayang  adalah :

a. patakko 

b. Palapa pattali-tali

c. Pamalu'

d. Petandayangan

e. Palapa

f. Pallumu-lumu

g. susu' ale'

h. ale'

i. Pambitting ale'

j. Aweran

k. passamba'

l. panette' (balida)

m. suru'

n. sa'ar

o. passa

p. palapa pappamase'

q. lobang tempat mengaitkan pappamase'

r. tautan

s. gulang pondo'

t. passollorang

u. pappamalingan

v. pa'ang

w. tora' 

x. panne

y. sissir

z. passue'

Tradisi menenun dalam masyarakat Mandar menjadi satu bentuk usaha keluarga

yang menjadi perwujudan dari konsep “sibali parri” yang mendudukkan perempuan

sebagai pendamping kaum lelaki untuk bersama-sama memikul tanggung jawab

membangun keluarganya. Di samping itu tradisi menenun juga menjadi lembaga

pendidikan keluarga bagi anak-anak remaja putri Mandar untuk mengajarkan nilai-nilai

moral dan budaya. 

Sarung Mandar yang bercorak kotak-kotak dibangun atas garis-garis lurus yang

berdiri vertikal dan melintang secara horizontal dan saling berpotongan antara satu

dengan yang lainnya. Garis-garis tersebut dapat dimaknai sebagai bentuk kuat dan

tegasnya aturan dalam masyarakat mandar yang mengatur hubungan secara vertikal

antara rakyat dan pemimpinnya dan di antara sesama pemimpin atau sesama rakyat

secara horizontal dengan memperhatihan strata-strata dalam masyarakat. Selain itu juga

ditemukan hubungan yang yang senantiasa dipelihara oleh masyarakat mandar dalam

kehidupan religius mereka dengan menjaga hubungan dengan manusia

(hablumminannas) dan hubungan dengan Allah (hablumminallah). 

Oleh masyarakat Mandar menyebut bentuk garis-garis yang saling berpotongan itu

sebagai “pagar”. Sesuai dengan fungsinya maka pagar adalah sebuah benda yang

ditemukan dalam kehidupan yang berfungsi untuk 1) menjaga dan melindungi rumah

atau sesuatu dari ancaman atau gangguan dari luar dirinya, 2) pagar juga berfungsi

untuk menjadi pemisah antara yang hak dan yang bukan dan pemisah bagian-bagian

dari suatu keutuhan. Sehingga dalam kehidupan sarung sutra Mandar yang berbentuk

pagar itu dapat dijadikan penjaga dan pelindung kehormatan bagi pemakainya. Sarung

Mandar sebagai pemisah dapat maknai bahwa orang yang memakai sarung menutup

bagian-bagian tubuh yang harus tertutup sebagai bagian kehormatan manusia. Selain

itu dengan melihat orang memakai sarung sutra maka akan diketahui strata sosial

seseorang.  

D. MANFAAT DAN KETERKAITANNYA DENGAN K3

Berbicara tentang wanita memang tidak akan pernah habis, baik dari segi perannya

dalam kehidupan rumah tangga maupun kegiatan wanita di luar rumah. Kalau dilihat

dari tingkat peluang pada saat sekarang ini memang partisipasi kerja wanita sangatlah

besar sekali, terutama sekarang dengan pendidikan yang ditempuhnya maka akan

semakin mengembangkan kemampuan dan keahlian wanita dalam bekerja. Namun hal

yang perlu diperhatikan oleh wanita adalah perlunya ada keseimbangan antara

kepentingan rumah tangga dan pekerjaan yang dijalani.

Aktivitas menenun sarung sutera masyarakat mandar yang dijadikan sebagai mata

pencaharian yang merupakan usaha keluarga memberikan tambahan beban oleh tugas

rumah tangga yang tidak sedikit.

Wanita adalah golongan yang paling efisien dan produktif dalam arti tugas rumah

tangga yang rutin itu pada umumnya dapat selalu diselesaikan dari hari ke hari. Beban

kerja dalam rumah tangga adalah satu dari dua peran ganda perempuan (Suma’mur,

2009). Namun karena perwujudan dari konsep “sibali parri” yang mendudukkan

perempuan sebagai pendamping kaum lelaki untuk bersama-sama memikul tanggung

jawab membangun keluarganya memberikan motivasi kepada mereka untuk memikul

tanggung jawab tersebut.

Kegiatan menenun sarung sutera Mandar yang merupakan industry rumahan (home

industry) membuat mereka mesti bekerja semaksimal mungkin tanda mendapat

jaminan keselamatan dan kesehatan dalam bekerja. Padahal ada banyak bahaya yang

terdapat pada proses pembuatan sarung sutera, baik itu bahaya fisik, kimia, maupun

psikologis yang dalam jangka waktu yang lama dapat berdampak kepada kesehatan.

Berdasarkan objek perlindungan tenaga kerja Undang-Undang No. 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan mengatur tenaga kerja dimana pekerjaan wanita/perempuan

di malam hari diatur dalam Pasal 76 UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

yaitu sebagai berikut :

a. Pekerjaan perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang

dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 pagi.

b. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja perempuan hamil yang menurut

keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya

maupun dirinya, bila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00

pagi.

c. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00

sampai dengan pukul 07.00 pagi wajib:Memberikan makanan dan minuman

bergizi dan menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

d. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00

sampai dengan pukul 05.00 pagi wajib menyediakan antar jemput.

e. Tidak mempekerjakan tenaga kerja melebihi ketentuan Pasal 77 ayat (2) yaitu

7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 6 (enam) hari

kerja dalam seminggu atau 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam

seminggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam seminggu.

f. Bila pekerjaan membutuhkan waktu yang lebih lama, maka harus ada

persetujuan dari tenaga kerja dan hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga)

jam dalam sehari dan 14 (empat belas) jam dalam seminggu, dan karena itu

pengusaha wajib membayar upah kerja lembur untuk kelebihan jam kerja

tersebut. Hal ini merupakan ketentuan dalam Pasal 78 ayat (1) dan ayat (2).

g. Tenaga kerja berhak atas waktu istirahat yang telah diatur dalam Pasal 79 ayat

(2) yang meliputi waktu istirahat untuk:

1) Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah

bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat

tersebut tidak termasuk jam kerja.

2) Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam

seminggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam seminggu.

3) Cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 (dua belas hari kerja setelah

tenaga kerja bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.

4) Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan apabila tenaga

kerja telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada

perusahaan yang sama dengan ketentuan tenaga kerja tersebut tidak

berhak lagi istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan.

h. Untuk pekerja wanita, terdapat beberapa hak khusus sesuatu dengan kodrat

kewanitaannya, yaitu :

1) Pekerja wanita yang mengambil cuti haid tidak wajib bekerja pada hari

pertama dan kedua (Pasal 81 ayat (1))

2) Pekerja wanita berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum

saatnya melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut

perhitungan dokter kandungan/bidan (Pasal 82 ayat (1)).

3) Pekerja wanita yang mengalami keguguran kandungan berhak

memperoleh istirahat 1,5 bulan sesuai ketentuan dokter kandungan/bidan

(Pasal 82 (2)).

4) Pekerja wanita yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan

sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama

waktu kerja (Pasal 83)

5) Pekerja wanita yang mengambil cuti hamil berhak mendapat upah penuh

(Pasal 84).

Mengutip dari tulisan Imam Muchtarom (2010) menyatakan bahwa di

Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal  76 sudah

diatur tentang norma kerja perempuan, hal tersebut maka dapat dikatakan

bahwa wanita bekerjapun perlu adanya perlindungan yaitu dengan adanya

Undang-Undang, selain itu juga menjaga adanya keseimbangan hak dan

kewajiban antara pihak perusahaan dan pekerja sehingga kelangsungan usaha

dapat berjalan dengan lancar dan tingat kesejahteraan karyawan juga dapat

meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: Sagung Seto.

Suriasumantri, Jujun S. 2009. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Budiono, S. 2003. Bunga rampai hiperkes dan KK: Higiene perusahaan, Ergonomi,

Kesehatan Kerja, Keselamatan Kerja. Edisi Kedua (revisi). Semarang: Universitas

Diponegoro

Depnaker. 1996. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 5/1996. Jakarta

Djojodibroto, R. Darmanto. 1999. Kesehatan Kerja di Perusahaan. Jakarta; Gramedia

Pustaka Utama

Sugandi, D. 2003. Bunga rampai hiperkes dan KK: Higiene perusahaan, Ergonomi,

Kesehatan Kerja, Keselamatan Kerja. Edisi Kedua (revisi). Semarang: Universitas

Diponegoro

Tugiman, 1995, Peranan Usaha kecil dan Koperasi dalam Memanfaatkan Sisa Laba BUMN, Penerbit Eresco, Bandung..

Wikipedia. 2011. Aksiologi. http://id.wikipedia.org/wiki/Aksiologi [diakses 22 Oktober

2012]

Wikipedia. 2011. Epistemologi. http://id.wikipedia.org/wiki/Epistemologi [diakses 22

Oktober 2012]