PERBEDAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS … KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA MASA PENSIUN DITINJAU DARI...

143
PERBEDAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA MASA PENSIUN DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Disusun oleh : Antonius Mei Setyabudi NIM : 119114114 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of PERBEDAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS … KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA MASA PENSIUN DITINJAU DARI...

  • PERBEDAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA MASA PENSIUN

    DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

    Program Studi Psikologi

    Disusun oleh :

    Antonius Mei Setyabudi

    NIM : 119114114

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2016

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iv

    HALAMAN MOTTO

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • v

    HALAMAN PERSEMBAHAN

    Semua hasil dari usaha dan kerja keras ini, aku persembahkan untuk

    Tuhan Yesus Kristus; sumber kekuatan dan penolongku

    Bunda Maria; Bunda yang terkasih

    St. Antonius, St. Yoseph, dan St. Yohanes De Britto; pelindung dan

    penyemangatku

    Bapak, Ibu, dan Adik; yang selalu menjadi motivasi dan semangatku

    Sahabat-sahabatku dan seluruh orang yang kukasihi,

    Serta untuk semua para pejuang masa depan .

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vii

    PERBEDAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA MASA PENSIUN

    DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

    Antonius Mei Setyabudi

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kesejahteraan psikologis pada masa

    pensiun yang ditinjau dari status pernikahan. Variabel kesejahteraan psikologis terdiri dari enam

    dimensi yaitu penerimaan diri, hubungan yang positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan

    lingkungan, tujuan dalam hidup, dan pertumbuhan pribadi. Subjek penelitian ini berjumlah 80

    orang pensiunan yang terdiri dari 40 orang dari kelompok menikah dan 40 orang dari kelompok

    janda/duda dengan menggunakan metode pengambilan sampel convenience sampling.

    Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala kesejahteraan psikologis yang

    dikembangkan oleh peneliti. Skala kesejahteraan psikologis ini terdiri dari 38 item dengan nilai

    reliabilitas alpha berstrata sebesar 0,893 (s = 0,893). Penelitian ini merupakan penelitian

    kuantitatif dengan teknik analisis uji beda mann-whitnney u test. Hasil uji beda kesejahteraan

    psikologis antara kelompok menikah dan kelompok janda/duda diperoleh nilai signifikansi

    sebesar 0,467 (p > 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kesejahteraan pada

    masa pensiun yang ditinjau dari status pernikahan.

    Kata kunci : kesejahteraan psikologis, masa pensiun, status pernikahan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • viii

    THE DIFFERENCES OF PSYCHOLOGICAL WELL-BEING IN

    RETIREMENT THAT REVIEWED FROM THE MARITAL STATUS

    Antonius Mei Setyabudi

    ABSTRACT

    The purpose of this study was to understand the differences between psychological

    well-being in retirement that reviewed from the marriage status. Psychological well-being

    is concluded of six dimensions: self acceptance, positive relations with others, autonomy,

    enviromental mastery, purpose of life, and personal growth. There was 80 subjects that had

    been retired with 40 subjects from the married group and 40 subjects from the widows that

    obtained with sampling methods convenience sampling. The data obtained from well-being

    psychology scales that developed by researcher. The well-being scales included 38 items

    with reliability of alpha stratified 0,893 (s = 0,893). This study was quantitative difference

    test with mann-whitnney u test. The result from well-being between married group and

    widows group showed the significancy 0,467 (p>0,05). The result showed that there was

    no differences between the well-being on the retired stage that reviewed from the marriage

    status.

    Keywords: Psychological well-being, retirement, marital status

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • x

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Krisus atas penyertaanNya hingga

    penulisan skripsi dengan judul Perbedaan Kesejahteraan Psikologis Pada Masa

    Pensiun Ditinjau Dari Status Pernikahan ini dapat diselesaikan dengan baik.

    Selama penulisan skripsi ini, penulis merasa banyak mendapat bantuan baik

    secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin

    mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Bapak Dr. T. Priyo Widianto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Program

    Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma.

    2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si. selaku Kepala Program Studi Psikologi

    Universitas Sanata Dharma.

    3. Ibu Debri Pristinella, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

    memberikan dukungan dan motivasi serta yang selalu mengingatkan untuk

    menyelesaikan skripsi.

    4. Bapak T.M. Raditya Hernawa M.Psi. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang

    selalu memberikan dukungan, nasehat, kritik dan saran serta diskusi yang

    sangat membantu dalam pengerjaan skripsi hingga dapat selesai dengan baik.

    5. Suster Lidwina Tri Ariastuti, FCJ S.Pd., M.A. yang telah berkenan meluangkan

    waktu untuk diskusi, sharing, dan dukungan untuk penulis hingga dapat

    menyelesaikan skripsi dengan baik.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xi

    6. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi yang telah mendidik dan memberikan

    banyak ilmu, tidak hanya Ilmu Psikologi saja namun juga mengenai nilai-nilai

    kehidupan.

    7. Seluruh karyawan dan staff Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma atas

    segala bantuan yang diberikan.

    8. Bapak Budiman selaku pengurus P2TEL Magelang, Bapak Mohadi selaku

    Ketua IKPLN Yogyakarta, Bapak Pramono selaku pengurus Persekutuan Doa

    BPN & Notaris Yogyakarta, Bapak Darmadi selaku pengurus PWRI

    Yogyakarta, dan seluruh pihak yang telah banyak membantu dalam proses

    perizinan dan penyebaran kuisioner skripsi.

    9. Bapak-Ibu pensiunan yang telah meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner.

    10. Kedua orang tuaku, Yohanes Suhartaya S. dan Natalia Naning K., yang tidak

    henti-hentinya untuk selalu memotivasi, menyemangati, mengingatkan dan

    mendoakan penulis agar dapat menyelesaikan skripsi.

    11. Thomas Novian J.S., adik dan juga sahabat yang walaupun terkesan cuek

    namun masih memberikan kepeduliannya dan mendukung dalam progress

    skripsi penulis. Selanjutnya adalah tanggung jawabmu, pion ora ana mundur

    e!

    12. Seluruh keluarga besar yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah

    mendukung penulis.

    13. Teman-teman alumni De Britto 2011 yang selalu saja dapat menjadi motivasi

    bagi penulis untuk memberikan yang terbaik untuk diri sendiri maupun orang

    lain. Terima kasih juga untuk Pika, Vico, Stanis, Saktya, dan Widek atas

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

    HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING .............................. ii

    HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii

    HALAMAN MOTTO ................................................................................... iv

    HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................... vi

    ABSTRAK .................................................................................................. vii

    ABSTRACT .................................................................................................. viii

    LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................. ix

    KATA PENGANTAR .................................................................................. x

    DAFTAR ISI ............................................................................................... xiii

    DAFTAR TABEL ....................................................................................... xvi

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xvii

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xviii

    BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

    A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah ............................................................................ 10

    C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 10

    D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 10

    BAB II LANDASAN TEORI ...................................................................... 12

    A. Kesejahteraan Psikologis ................................................................. 12

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiv

    1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis ........................................ 12

    2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis ............................................ 14

    3. Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis ............ 20

    B. Status Pernikahan ............................................................................. 29

    1. Menikah ..................................................................................... 29

    2. Janda/Duda ................................................................................ 30

    C. Masa Pensiun ................................................................................... 31

    1. Pengertian Masa Pensiun .......................................................... 31

    2. Permasalahan Dalam Masa Pensiun .......................................... 34

    3. Mengatasi Permasalahan Dalam Masa Pensiun ........................ 35

    D. Perbedaan Kesejahteraan Psikologis Pada Masa Pensiun Ditinjau Dari

    Status Pernikahaan ........................................................................... 38

    E. Skema Penelitian .............................................................................. 41

    F. Hipotesis ........................................................................................... 42

    BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 43

    A. Jenis Penelitian ................................................................................. 43

    B. Identifikasi Variabel Penelitian ........................................................ 43

    C. Definisi Operasional ........................................................................ 43

    D. Subjek Penelitian .............................................................................. 44

    E. Metode dan Alat Pengambilan Data ................................................ 45

    F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ................................................ 47

    1. Validitas .................................................................................... 48

    2. Reliabilitas ................................................................................. 48

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xv

    3. Daya Diskriminasi Item ............................................................ 49

    G. Pengujian Alat Ukur Penelitian ........................................................ 49

    1. Uji Coba Alat Ukur Penelitian .................................................. 49

    2. Hasil Uji Coba Alat Ukur .......................................................... 50

    H. Metode Analisis Data ....................................................................... 54

    1. Uji Asumsi ................................................................................ 54

    2. Uji Hipotesis .............................................................................. 55

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 56

    A. Pelaksanaan Penelitian ..................................................................... 56

    B. Deskripsi Subjek Penelitian ............................................................. 57

    C. Deskripsi Data Penelitian ................................................................. 58

    D. Hasil Analisis Data ........................................................................... 60

    1. Uji Asumsi ................................................................................ 60

    2. Uji Hipotesis .............................................................................. 61

    E. Pembahasan ...................................................................................... 63

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 67

    A. Kesimpulan ...................................................................................... 67

    B. Keterbatasan Penelitian .................................................................... 67

    C. Saran ................................................................................................ 68

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 70

    LAMPIRAN ................................................................................................ 75

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xvi

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1 : Distribusi Item Skala Kesejahteraan Psikologis ........................... 47

    Tabel 2 : Persebaran Item Skala Kesejahteraan Psikologis ......................... 52

    Tabel 3 : Hasil Uji Reliabilitas Skala Kesejahteraan Psikologis.................. 53

    Tabel 4 : Persebaran Subjek Berdasarkan Status Pernikahaan .................... 57

    Tabel 5 : Persebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ............................ 58

    Tabel 6 : Hasil Analisis Deskriptif Kesejahteraan Psikologis ..................... 59

    Tabel 7 : Hasil Uji t Kesejahteraan Psikologis............................................. 59

    Tabel 8 : Hasil Uji Normalitas ..................................................................... 60

    Tabel 9 : Hasil Uji Homogenitas .................................................................. 61

    Tabel 10 : Hasil Uji Mann-Whitney U Test ................................................. 62

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xvii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Grafik Alur Hubungan Status Pernikahan Dengan Kesejahteraan

    Psikologis ..................................................................................................... 41

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xviii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Blueprint Skala Kesejahteraan Psikologis ............................... 76

    Lampiran 2. Skala Try out ............................................................................ 84

    Lampiran 3. Skala Penelitian ....................................................................... 94

    Lampiran 4. Uji Reliabilitas Skala ............................................................. 102

    Lampiran 5. Uji Koefisien Alpha Berstrata (varian item komponen dan skor

    total) .......................................................................................................... 107

    Lampiran 6. Data Deskriptif Subjek Penelitian ......................................... 111

    Lampiran 7. Deskriptif Data Penelitian (one sample t-test) ....................... 116

    Lampiran 8. Uji Normalitas dan Homogenitas .......................................... 118

    Lampiran 9. Uji Hipotesis .......................................................................... 124

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan April tahun 2014 merilis Indeks

    Kebahagiaan (Happiness Index) masyarakat Indonesia. Berdasarkan hasil

    indeks tersebut, tingkat kebahagiaan rakyat Indonesia berada pada level

    68,28% yang artinya rata-rata orang Indonesia masuk ke dalam kategori

    bahagia. Nilai indeks ini mengalami kenaikan daripada tahun 2013 yang hanya

    65,11% (Suyanto, 2015). Hidup bahagia dan sejahtera memang merupakan

    cita-cita setiap orang, termasuk karyawan yang memiliki kehidupan di masa

    pensiun (Deil, 2014). Namun, hal ini menjadi permasalahan tersendiri bagi

    karyawan yang memiliki batas usia pensiun tertentu (BBC Indonesia, 2010).

    Usia pensiun yang berkisar antara 50-55 tahun pada pegawai negeri sipil

    (PNS) dan 56 tahun pada pegawai swasta dikatakan masih terlalu muda (BBC

    Indonesia, 2010). Sebagian besar orang memiliki keinginan menolak pensiun

    dengan berbagai alasan, bahkan jika memungkinkan mereka ingin terus aktif

    bekerja atau menunda kehadiran masa pensiun (Suardiman, 2011). Hal ini tidak

    lepas dari keinginan mereka agar dapat tetap memenuhi kebutuhan yang lebih

    baik serta mempertahankan kualitas hidup (Afriyadi, 2014).

    Masa pensiun merupakan fase menuju dewasa akhir yang ditandai

    dengan mulai menurunnya produktivitas seseorang serta diharapkan untuk

    beristirahat dari kegiatan yang berkaitan dengan rutinitas kerja (Trisusanti &

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2

    Satiningsih, 2012). Masa pensiun juga dapat dikatakan sebagai tahap terakhir

    dari tahap perencanaan karir yaitu tahap penarikan diri. Pada tahap ini,

    seseorang lebih fokus pada meninggalkan karir, meninggalkan kelekatan pada

    organisasi dan menghadapi tekanan secara fisik, psikologis maupun sosial pada

    masa pensiun (Apsari, 2012).

    Safitri (2013) menjelaskan, bagi beberapa orang masa pensiun

    merupakan masa yang kurang menyenangkan karena adanya perubahan dalam

    kehidupannya seperti perubahan pendapatan ekonomi, aktivitas sehari-hari,

    dan lingkungan pergaulan. Masa pensiun bahkan sering dipandang sebagai

    masalah bahkan musibah bagi penerimanya hingga dapat menimbulkan stres

    (Suardiman, 2011). Berkurangnya kontak sosial seperti teman kerja, relasi, dan

    orang-orang di luar rumah menjadi pemicu munculnya stres ketika menghadapi

    masa pensiun. Hal ini membuat individu yang melalui masa pensiun cenderung

    rentan terhadap berbagai permasalahan yang timbul karena masa transisi dari

    bekerja ke masa pensiun (Suardiman, 2011).

    Anggi (2004, dalam Trisusanti & Satiningsih, 2012) menggambarkan

    bahwa seseorang yang pada masa pensiunnya memiliki masalah, pada dasarnya

    memiliki kondisi mental yang tidak stabil, konsep diri yang negatif serta

    kurangnya rasa percaya diri yang berkaitan dengan kompetensi diri dan

    keuangan. Maka dari itu, diperlukan penyesuaian dan persiapan untuk

    menghadapi masa pensiun ini baik secara fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi

    (Apsari, 2012).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3

    Aspek psikologis menjadi salah satu aspek yang sangat penting bagi

    orang-orang yang akan menjalani kehidupan di masa pensiunnya (Shultz &

    Wang, 2011). Fakta bahwa permasalahan pada aspek fisik dan finansial jauh

    lebih terlihat bagi kebanyakaan orang membuat aspek psikologis sering kali

    diabaikan (Shultz & Wang, 2011). Terlebih lagi bila dikaitkan dengan

    kebahagiaan diperlukan pemahaman yang lebih luas mengenai konsep

    kebahagiaan yang tidak hanya berdasarkan pada aspek materialistik saja, tetapi

    juga melihat dari arti kebahagiaan dalam konsep eudaimonia yaitu kebahagiaan

    yang bertumpu pada pengembangan diri (Amalia, 2015).

    Santrock (dalam Apsari, 2012) menjelaskan bahwa saat seseorang

    menjalani masa pensiun, mereka akan mengalami beberapa perubahaan yang

    tidak terduga dan akan menghadapi situasi yang penuh dengan ketidakpastian.

    Moen (2001, dalam Kim & Moen, 2002) menambahkan, perubahan ini tidak

    hanya sekedar transisi kehidupan semata, namun juga perkembangan individu

    serta perubahan bentuk sosial psikologis yang berhubungan dengan fisik serta

    kesejahteraan psikologis (psychological well-being). Lebih lanjut lagi menurut

    Kim dan Moen (2002), pensiun dari pekerjaan dapat membuat seseorang

    mengalami tekanan psikologis. Namun, disisi lain pensiun dari pekerjaan juga

    diyakini mampu mengurangi ketegangan dan beban kerja yang berlebih,

    sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan psikologis (psychological well-

    being) (George, 1993; Elder, 1995; Moen, 2001 dalam Kim & Moen, 2002).

    Kesejahteraan psikologis merupakan kemampuan individu untuk dapat

    menerima diri apa adanya, menjalin relasi dengan orang lain, mengendalikan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4

    diri, mampu menghadapi tekanan sosial, serta mampu merealisasikan potensi

    yang dimiliki sehingga dapat memiliki arti dalam hidupnya (Ryff & Keyes

    dalam Anggraeni & Jannah, 2014). Individu yang memiliki skor kesejahteraan

    psikologis yang tinggi digambarkan sebagai individu yang memiliki perasaan

    bahagia, merasa berguna, puas terhadap kehidupannya, dan mendapat

    dukungan dari orang-orang disekitar (Winefield, Gill, Taylor, & Pilkington,

    2012).

    Ryff dan Singer (1998, dalam van Dierendonck, Daz, Rodrguez-

    Carvajal, Blanco, & Moreno-Jimnez, 2008) menjelaskan bahwa kesejahteraan

    psikologis memberikan pandangan baru bahwa mental yang sehat tidak hanya

    berdasarkan dari tidak munculnya penyakit namun juga munculnya sesuatu

    yang positif dalam diri seseorang. Adanya kesejahteraan psikologis akan

    membuat seseorang menyadari akan potensi yang dimiliki, meningkatkan

    kualitas hubungan interpersonal yang baik, dan tujuan dalam hidup (Ryff 1989,

    dalam Eldeleklioglu, Yilmaz, & Gultekin, 2010). Hal ini akan mendorong

    seseorang tidak hanya mendapatkan kebahagiaan semata namun juga berusaha

    untuk mencapai kesempurnaan terhadap potensi diri yang dimiliki (Ryff &

    Singer, 1998, 2000 dalam Aprianti, 2012).

    Gagasan kesejahteraan psikologis dirumuskan oleh Ryff berdasarkan

    beberapa pandangan terhadap fungsi psikologis secara positif (positive

    psychological functioning) yang menggabungkan konsep self-realization milik

    Maslow, fully functioning people milik Roger, maturity milik Allport, dan

    individualization milik Jung (Ryff & Keyes, 1995; Ryff, 1995; Eldeleklioglu

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 5

    et al., 2010). Selain itu, Ryff (1989) juga menambahkan perspektif tahap

    perkembangan dalam kehidupan untuk mendefinisikan kesejahteraan psikologi

    dengan menekankan perbedaan tantangan yang dihadapi dalam setiap tahapan

    siklus hidup. Ryff (1989) juga menambahkan kriteria mental yang sehat milik

    Jahoda yang tidak hanya mendefiniskan well-being sebagai tidak munculnya

    penyakit namun juga memberikan definisi secara luas apa makna kesehatan

    psikologis yang baik.

    Konsep kesejahteraan psikologis kemudian diformulasikan oleh Ryff ke

    dalam enam dimensi untuk mengungkapkan fungsi psikologis yang positif

    pada individu (van Dierendock et al., 2008; Trisusanti & Satiningsih, 2012).

    Dimensi kesejahteraan psikologis antara lain penerimaan diri (self-

    acceptance), hubungan yang positif dengan orang lain (positive relations with

    other people), otonomi (autonomy), penguasaan lingkungan (environmental

    mastery), tujuan dalam hidup (purpose in life), dan pertumbuhan pribadi

    (personal growth) (Ryff & Keyes, 1995; Eldeleklioglu et al., 2010; Anggreani

    & Jannah, 2014).

    Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan

    psikologis individu (Aprianti, 2012). Faktor tersebut antara lain usia, jenis

    kelamin, kebudayaan, status sosial, pengalaman hidup dan sejarah hidup (Ryff,

    1996). Ryff (2014) menambahkan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

    terbentuknya kesejahteraan psikologis individu adalah pengalaman

    berkeluarga yang berkaitan dengan status pernikahan (marital status). Individu

    yang berstatus menikah cenderung memiliki skor tinggi pada dimensi tujuan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 6

    hidup (purpose in life) dibandingkan dengan mereka yang berstatus berpisah

    atau bercerai, janda, dan tidak pernah menikah (Ryff, 2014). Selain itu,

    individu yang berstatus cerai dan tidak pernah menikah memiliki skor total

    yang rendah dengan keseluruhan dimensi pada skala kesejahteraan psikologis.

    Namun, pada kelompok wanita yang berstatus janda dan tidak pernah menikah

    memiliki skor total yang lebih tinggi dari pada laki-laki dengan status

    pernikahan yang sama pada skala kesejahteraan psikologis (Ryff, 2014).

    Namun sebagai catatan, individu dengan penguasaan lingkungan, harga diri

    serta optimisme yang tinggi lebih mampu untuk beradaptasi terhadap

    kehilangan pasangannya (Ryff, 2014).

    Marks (1996) berpendapat bahwa ada dua hipotesis untuk menjelaskan

    mengenai efek perbedaan status pernikahan terhadap well-being individu yaitu

    hipotesis seleksi sosial (social selection hypothesis) dan hipotesis sebab-akibat

    sosial (social causation hypothesis). Hipotesis seleksi sosial menjelaskan

    bahwa seseorang yang sehat secara mental dan emosi lebih mungkin memilih

    pasangannya untuk menikah dan lebih mungkin dipilih untuk menikah dari

    pada seseorang yang tidak sehat secara mental dan emosi (Marks, 1996).

    Sebagai hasil dari hipotesis tersebut, individu yang menikah lebih

    menunjukkan profil psikologis yang lebih baik dari pada yang tidak pernah

    menikah (Marks, 1996).

    Hipotesis mengenai sebab-akibat sosial (social causation hypothesis)

    berpendapat bahwa aspek pernikahan membuat seseorang lebih memiliki

    mental yang sehat (Marks, 1996). Pearlin dan Johnson (1977, dalam Marks,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7

    1996) menyatakan bahwa orang yang tidak menikah lebih rentan terhadap hal-

    hal berkaitan dengan beban hidup seperti misalnya isolasi sosial dari pada

    orang yang menikah. Hal ini menjelaskan kenapa mereka yang tidak menikah

    memiliki skor yang tinggi pada pengukuran tingkat depresi dari pada

    responden yang menikah (Marks, 1996).

    Lowenthal dan Haven (1968, dalam Marks, 1996) menjelaskan lebih

    lanjut bahwa memiliki hubungan yang intim dengan orang kepercayaan

    memberikan pengaruh yang kuat terhadap well-being individu. Hubungan

    dengan orang kepercayaan tersebut dapat muncul dalam pertemanan atau

    hubungan keluarga, dan diharapkan hubungan tersebut dapat memberikan

    dampak terhadap kesehatan mental (Marks, 1996). Dukungan emosional yang

    intim, kesempatan untuk pembukaan diri, dan kepercayaan menjadi bagian dan

    karakteristik yang penting untuk pasangan dalam pernikahan modern (Rossi &

    Rossi, 1990 dalam Marks, 1996). Berger dan Kellner (1964, dalam Marks,

    1996) mengatakan bahwa pasangan yang baru saja menikah secara interaktif

    menciptakan rasa berbagi terhadap realita dan pemaknaan sosial yang menjadi

    pondasi penting terhadap terbentuknya kesejahteraan psikologis.

    Disisi lain, orang dewasa yang masih lajang atau tanpa pasangan secara

    umum memiliki permasalahan dalam menjalin relasi yang akrab dengan orang

    dewasa lainnya, menghadapi kesepian, dan menemukan posisi yang sesuai

    dalam masyarakat yang berorientasi pada pernikahan (Koropeckjy-Cox, 2009,

    dalam Santrock 2012). Stres juga menjadi masalah yang biasa dihadapi pada

    orang dewasa yang masih lajang atau tanpa adanya pasangan (Santrock, 2012).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8

    Sedangkan dalam kasus perceraian, pasangan yang menceraikan mungkin

    memandang bahwa perceraian sebagai jalan keluar dari relasi yang tidak

    dicapai (Santrock, 2012). Sebaliknya, pasangan yang diceraikan mungkin

    memandang perceraian sebagai sebuah pengkhianatan atau mengakhiri sebuah

    relasi yang telah dibangun, yang melibatkan komitmen dan kepercayaan

    (Santrock, 2012).

    Bagaimana individu menginterpretasikan pengalaman yang mereka

    miliki merupakan kunci yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis

    yang dimiliki, dapat disimpulkan bahwa status pernikahan baik itu menikah,

    maupun janda/duda (bercerai atau pasangannya meninggal) merupakan

    pengalaman dalam kehidupan setiap individu yang dapat memberikan

    pengaruh terhadap terbentuknya kesejahteraan psikologis terutama dalam

    menghadapi masa pensiun di mana kehadiran pasangan akan memberikan

    dukungan sosial sebagai dasar dari rasa kebermaknaan individu yang

    merupakan bagian penting terbentuknya kesejahteraan psikologis (Ryff, 1995).

    Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Marks (1996) bahwa seseorang yang

    menikah lebih memiliki kepercayaan dalam keluarga dikarenakan kehadiran

    pasangan dapat memenuhi peran sebagai bagian dari dukungan sosial.

    Penelitian Soulsby dan Bennett mengenai peranan dukungan sosial

    (2015) menemukan bahwa individu yang kurang mendapat dukungan sosial

    dari pasangannya (janda/duda, bercerai dan tidak menikah) jauh memiliki

    kondisi psikologis yang buruk dari pada yang memiliki pasangan (menikah).

    Cohen dan Wills (1985, dalam Aprianti, 2012) menjelaskan juga bahwa adanya

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 9

    dukungan sosial terutama dari pasangan dapat membantu individu untuk

    mengatasi stres (coping stress) baik langsung maupun tidak langsung.

    Berdasarkan penjabaran diatas muncul pertanyaan apakah perbedaan

    status pernikahan antara menikah dan janda/duda, yang dilihat dari kehadiran

    pasangan, mempengaruhi tingkat kesejahteraan pada karyawan yang telah

    pensiun. Pertanyaan tersebut akan dijawab melalui ada tidaknya perbedaan

    kesejahteraan psikologis pada masa pensiun ditinjau dari status pernikahan.

    Penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan karena pada penelitian

    sebelumnya, belum secara khusus melihat kesejahteraan psikologis pada

    kelompok yang telah menghadapi masa pensiun. Selain itu, penelitian yang

    dilakukan sebelumnya belum memberikan gambaran terhadap budaya timur

    yang lebih kolektif di mana orang-orang lebih menghidupi nilai-nilai

    keharmonisan dalam kelompok, koperatif, solidaritas, saling bergantung satu

    sama lain, dan mengedepankan hubungan dengan orang lain daripada budaya

    barat yang cenderung lebih individualis (McAdams, 2006).

    Budaya timur terutama yang berada di kawasan Asia Timur dan Asia

    Tenggara, memandang pernikahan sebagai suatu hal yang sakral, suci dan

    normatif (Jones, 2010). Retherford dan Ogawa (2006, dalam Jones, 2010)

    menambahkan pasangan memiliki peran dalam meningkatkan kontak dengan

    sosial. Apabila individu kurang mendapat dukungan sosial dari lingkungan

    maupun pasangan, hal tersebut dapat berpengaruh pada tingkat kesejahteraan

    psikologis yang dimiliki (Ryff, 1995; Marks, 1996). Sehingga penelitian ini

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 10

    diharapkan mampu memberikan informasi serta pengetahuan lebih jauh

    terhadap kesejahteraan psikologis pada masa pensiun.

    B. Rumusan Masalah

    Apakah ada perbedaan kesejahteraan psikologis pada masa pensiun ditinjau

    dari status pernikahan ?

    C. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kesejahteraan psikologis

    pada masa pensiun ditinjau dari status pernikahan.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Manfaat Teoritis

    Penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber informasi di bidang

    psikologi industri organisasi dan gerontologi dalam memahami kesejahteraan

    psikologis terutama pada masa pensiun.

    2. Manfaat Praktis

    a. Bagi Perusahaan

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan untuk

    membuat pendampingan yang tepat dan lebih baik bagi karyawan yang

    akan menghadapi masa pensiun serta memberikan perhatian kepada

    karyawan yang memiliki skor kesejahteraan psikologis yang rendah

    khususnya pada karyawan dengan status pernikahan tertentu.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 11

    b. Bagi para pensiunan

    1) Memberikan gambaran mengenai kesejahteraan psikologis pada

    pensiunan sehingga diharapkan dapat mengelola, menjaga, serta

    mengembangkannya dengan lebih baik.

    2) Memberikan gambaran kepada pensiunan yang masih memiliki dan

    tinggal bersama dengan pasangan agar lebih mampu untuk saling

    mendukung dalam menjalani kehidupan masa pensiun sehingga dapat

    mengurangi faktor penyebab stres yang dapat mempengaruhi

    kesejahteraan psikologis.

    3) Memberikan gambaran kepada pensiunan yang sudah tidak memiliki

    pasangan agar lebih menyadari dan menerima kehadiran keluarga,

    saudara, maupun teman-teman di sekitar sehingga diharapkan mampu

    mengembangkan kesejahteraan psikologis menjadi baik.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 12

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Kesejahteraan Psikologis

    1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis

    Kebahagiaan dapat diartikan sebagai suatu kesenangan, ketenteraman

    hidup, keberuntungan, serta kemujuran yang bersifat lahir batin (KBBI,

    2008). Menurut Aristoteles (1947 dalam Ryff, 1989) dalam Nicomachean

    Ethics miliknya berpendapat bahwa kebahagiaan atau dalam Bahasa

    Yunani diterjemahkan sebagai eudaimonia, merupakan pencapaian

    tertinggi yang dicapai oleh manusia. Namun, Waterman (1984 dalam Ryff,

    1989) berpendapat bahwa penerjemahan eudaimonia lebih merujuk pada

    eudaimonic dan hedonic. Hedonic merupakan pengalaman yang dirasakan

    atau didapatkan berdasarkan kepuasan akan kebutuhan fisik, sosial,

    maupun intelektual. Sedangkan, eudaimonic lebih mengarah pada

    bagaimana individu menggunakan potensi yang dimilikinya yang dapat

    membantu memaknai dan mencapai tujuan hidupnya (Waterman, 1993).

    Terdapat dua model kesejahteraan yang dapat menjelaskan perbedaan

    dua kebahagiaan di atas yaitu kesejahteraan subjektif dan kesejahteraan

    psikologis. Model yang pertama menjelaskan mengenai kesejahteraan

    subjektif. Kesejahteraan subjektif atau subjective well-being adalah

    persepsi seseorang terhadap pengalaman hidupnya yang terdiri dari

    evaluasi kognitif dan afeksi dalam hidup (Ariati, 2010). Kesejahteraan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13

    subjektif yang juga merujuk pada kesejahteraan emosional ini terbagi

    dalam tiga unsur yang saling berhubungan yaitu kepuasan hidup (life

    satisfication), kehadiran afek positif (positive afffect), dan tidak adanya

    afek negatif (negative affect) (Snyder, Lopez, & Pedrotti, 2011). Menurut

    Waterman (dalam Baumgardner & Crothers, 2009) kebahagian yang ingin

    dicapai dari kesejahteraan subjektif merupakan kebahagiaan hedonic

    karena lebih mengarah pada kepuasan fisik.

    Model kesejahteraan selanjutnya adalah kesejahteraan psikologis atau

    psychological well-being. Kesejahteraan psikologis menurut Ryff (dalam

    Baumgardner & Crothers, 2009) merupakan kebahagian yang bersifat

    eudaimonic sehingga memberikan kesempatan untuk tumbuh dan

    mengembangkan kemampuan. Ryff (1989 dalam Eldeleklioglu et al.,

    2010) menambahkan adanya kesejahteraan psikologis akan membuat

    seseorang menyadari akan potensi yang dimiliki, kualitas hubungan

    interpersonal yang baik, dan meningkatkan tujuan dalam hidup.

    Gagasan kesejahteraan psikologis dirumuskan oleh Ryff berdasarkan

    beberapa pandangan terhadap fungsi psikologis secara positif (positive

    psychological functioning) yang menggabungkan konsep self-realization

    milik Maslow, fully functioning people milik Roger, maturity milik

    Allport, dan individualization milik Jung (Ryff & Keyes, 1995; Ryff,

    1995; Eldeleklioglu et al., 2010). Selain itu, Ryff (1989) juga

    menambahkan teori dari perspektif perkembangan hidup dengan

    menekankan berbedaan tantangan yang dihadapi dalam setiap tahapan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 14

    siklus hidup. Perspektif tersebut meliputi model tahapan psikososial milik

    Erikson dan deskripsi Buhler tentang perubahan kepribadian dalam masa

    dewasa dan lansia (Ryff, 1989). Ryff (1989) juga menambahkan kriteria

    mental yang sehat milik Jahoda yang tidak hanya mendefiniskan well-

    being sebagai tidak munculnya penyakit namun juga memberikan definisi

    secara luas apa makna kesehatan psikologis yang baik.

    Berdasarkan penjelasan dan perspektif diatas dapat disimpulkan

    bahwa kesejahteraan psikologis adalah berfungsinya sikap-sikap

    psikologis positif sehingga mampu mengarahkan individu untuk

    menggunakan potensi yang dimiliki. Adanya kesejahteraan psikologis

    akan memberikan kesempatan individu untuk tumbuh, menyadari serta

    mengembangkan kemampuan/potensi yang dimiliki, menciptakan kualitas

    hubungan interpersonal yang baik, dan meningkatkan tujuan dalam hidup.

    2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis

    Ryff memformulasikan konsep kesejahteraan psikologis ke dalam

    enam dimensi untuk mengungkapkan fungsi psikologis yang positif

    pada individu (van Dierendonck et al., 2008). Dimensi kesejahteraan

    psikologis menurut Ryff (1989, 1995, 2014), Ryff dan Singer (1996)

    antara lain :

    a. Penerimaan Diri

    Salah satu kriteria agar seseorang dapat dikatakan sejahtera

    adalah mempunyai penerimaan diri atau menerima dirinya.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 15

    Penerimaan diri didefinisikan sebagai ciri utama mental yang sehat

    seperti halnya karakteristik aktualisasi diri, berfungsi optimal dan

    maturity atau kedewasaan. (Ryff, 1995) Teori-teori mengenai life

    span juga menekankan pada penerimaan diri dan kehidupan masa

    lalu (Ryff, 1989).

    Individu dengan skor penerimaan diri yang tinggi memiliki

    karakteristik sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan

    menerima beberapa aspek dalam diri termasuk kualitas diri yang

    baik maupun yang buruk, dan memiliki perasaan positif terhadap

    kehidupan masa lalunya. Sedangkan, individu yang memiliki skor

    rendah pada penerimaan diri digambarkan memiliki karakteristik

    merasa tidak puas dengan dirinya, kecewa dengan apa yang terjadi

    di kehidupan masa lalunya, memiliki masalah dengan kualitas

    pribadi, dan ingin menjadi berbeda daripada dirinya sekarang (Ryff,

    2014).

    b. Hubungan Positif Dengan Orang Lain

    Kemampuan untuk mencintai dipandang sebagai komponen

    utama dari mental yang sehat. Aktualisasi diri digambarkan sebagai

    memiliki perasaan yang kuat akan rasa empati dan kasih sayang

    terhadap semua orang dan mampu mencintai, persahabatan yang

    mendalam, dan lebih memahami orang lain. Kehangatan dengan

    orang lain sering dihubungkan sebagai bentuk kedewasaan

    (maturity). Teori fase perkembangan orang dewasa juga

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 16

    menekankan pada penghargaan terhadap teman kerja (intimasi),

    bimbingan, dan arahan kepada orang lain (generativity). Hal ini

    yang ditekankan dalam konsep kesejahteraan psikologis (Ryff,

    1989).

    Individu yang memiliki hubungan positif dengan orang lain

    dengan skor yang tinggi digambarkan memiliki karakteristik

    hubungan yang hangat, menyenangkan, dan percaya pada orang

    lain; mementingkan kesejahteraan orang lain, memiliki empati,

    kasih sayang, dan keintiman yang kuat; memahami saling berbagi

    dalam hubungan. Sedangkan, individu yang mendapat skor rendah

    digambarkan memiliki karakteristik sedikit kedekatan dan

    kepercayaan dalam hubungan dengan orang lain; sulit untuk

    menjadi hangat, terbuka, dan peduli tentang orang lain; terisolasi

    dan frustrasi dalam hubungan interpersonal; tidak mau membuat

    kompromi untuk mempertahankan hubungan dengan orang lain

    (Ryff, 2014).

    c. Otonomi

    Seseorang yang berfungsi secara utuh digambarkan memiliki

    lokus evaluasi internal (internal locus of evaluation). Kondisi ini

    akan membuat individu tidak membutuhkan persetujuan dari orang

    lain untuk membuat evaluasi yang sesuai dengan standar milik

    dirinya sendiri. Konsep individuation milik Jung menjelaskan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 17

    tentang individu yang bebas dari ketakutan dengan keyakinan

    kolektifitas, dan memberikan kebebasan dari norma serta peraturan

    yang mengikat dalam kehidupan sehari-hari (Ryff, 1989; Ryff &

    Singer, 1996).

    Individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi otonomi

    digambarkan cenderung bebas dan dapat menentukan nasibnya,

    mampu bertahan dari tekanan sosial dengan berpikir dan bertindak

    sesuai dengan cara yang tepat, mengelola perilaku dari dalam, dan

    mengevaluasi diri dengan standar. Sedangkan, individu yang

    memiliki skor rendah cenderung mementingkan harapan dan

    evaluasi dari orang lain, bergantung pada penilaian orang lain untuk

    membuat keputusan penting, dan mengikuti tuntutan sosial dalam

    berpikir serta bertingkah laku (Ryff, 2014)

    d. Penguasaan Lingkungan

    Karakteristik mental yang sehat didefinisikan sebagai

    kemampuan individu untuk memilih atau menciptakan lingkungan

    agar sesuai dengan kondisi psikologis dirinya (Ryff, 1989). Allport

    menjelaskan bahwa individu yang dewasa membutuhkan

    keikutsertaan dan keterlibatan dengan kegiatan di luar lingkungan

    dirinya. Teori perkembangan juga menjelaskan bahwa individu

    memerlukan kemampuan untuk memanipulasi dan mengatur

    lingkungan yang komplek (Ryff, 1989). Kedua teori tersebut

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 18

    menekankan pada kemampuan untuk menguasai dan mengubah

    lingkungan secara kreatif melalui aktifitas mental maupun fisik.

    Sedangkan, successful aging menekankan bahwa individu

    seharusnya dapat mengambil keuntungan dari lingkungannya (Ryff,

    1989).

    Individu yang memiliki skor yang tinggi pada dimensi

    penguasaan lingkungan didefinisikan memiliki karakteristik mampu

    menguasai dan kompeten dalam mengatur lingkungannya,

    mengontrol aktivitas eksternal yang kompleks, menggunakan

    kesempatan yang ada di lingkungannya secara efektif, dan mampu

    untuk membuat atau memilih konteks yang tepat dan sesuai dengan

    kebutuhan serta nilai-nilai dirinya sendiri. Sedangkan, individu yang

    memiliki skor rendah pada dimensi ini didefinisikan sebagai

    individu yang kesulitan untuk mengelola aktivitas sehari-harinya,

    merasa tidak mampu untuk mengubah atau memperbaiki lingkungan

    di sekitarnya, tidak menyadari kesempatan yang ada di sekitarnya,

    dan kurangnya kemampuan untuk mengontrol dunia luar (Ryff,

    2014).

    e. Tujuan dalam Hidup

    Individu yang sehat secara mental didefinisikan memiliki tujuan

    dan makna dalam hidupnya. Konsep kedewasaan juga menekankan

    bahwa karakteristik individu yang sudah dewasa adalah memiliki

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 19

    tujuan dalam hidupnya. Sedangkan, teori perkembangan melihatnya

    sebagai perubahan-perubahan dalam tujuan hidupnya, keinginan

    untuk menjadi lebih produktif, dan menciptakan atau mencapai

    integritas emosional di kemudian hari (Ryff, 1989).

    Karakteristik individu yang memiliki skor tinggi dalam dimensi

    tujuan dalam hidup digambarkan dengan memiliki tujuan hidup,

    kemampuan untuk mencapai tujuan tersebut, merasa memiliki

    makna terhadap kehidupan saat ini dan masa lalunya, memegang

    keyakinan terhadap tujuan hidupnya, dan memiliki maksud serta

    tujuan dalam hidupnya. Sedangkan, individu yang memiliki skor

    rendah pada dimensi tujuan dalam hidup digambarkan memiliki

    karakteristik kurang memiliki makna terhadap hidupnya, hanya

    memiliki sedikit cita-cita dan tujuan, kurang memiliki arahan dalam

    hidupnya, tidak memiliki tujuan dari kehidupan masa lalunya, dan

    tidak memiliki pandangan atau keyakinan yang dapat membuat

    munculnya makna dalam hidupnya (Ryff, 2014).

    f. Pertumbuhan Pribadi

    Pengoptimalan fungsi psikologis membutuhkan tidak hanya satu

    perkembangan karakteristik di masa lalunya, namun juga potensi

    yang dapat terus dikembangkan agar tetap tumbuh dan semakin

    berkembang sebagai manusia (Ryff, 1989). Kebutuhan untuk

    mengaktualisasi diri dan merealisasikan potensi diri merupakan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 20

    salah satu perspektif utama dalam pertumbuhan pribadi. Teori

    perkembangan juga menekankan untuk menghadapi tantangan atau

    tugas-tugas baru pada setiap periode kehidupan yang berbeda (Ryff,

    1989).

    Individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi pertumbuhan

    pribadi digambarkan memiliki perasaan untuk terus berkembang,

    melihat diri sebagai pribadi yang tumbuh dan berkembang, terbuka

    terhadap pengalaman baru, menyadari potensi yang dimiliki,

    melihat peningkatan dalam diri dan perilaku dari waktu ke waktu,

    dan melakukan perubahan agar tetap mencerminkan pengetahuan

    tentang diri. Sedangkan, individu yang memiliki skor rendah pada

    dimensi ini adalah merasa dirinya sebagai pribadi yang tidak dapat

    melakukan apa-apa lagi untuk mengembangkan dirinya, kurangnya

    keinginan untuk melakukan perubahan atau perbaikan terhadap

    dirinya dari waktu ke waktu, merasa bosan dan kurang tertarik

    dengan kehidupannya, dan merasa tidak dapat berkembang ke sikap

    atau perilaku yang baru (Ryff, 2014).

    3. Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis

    Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan

    psikologis individu. Faktor tersebut antara lain usia, jenis kelamin,

    kebudayaan, status sosial, dan pengalaman/sejarah hidup (Ryff &

    Singer, 1996). Ryff (2014) menambahkan bahwa terdapat enam lingkup

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 21

    penelitian baru yang ditemukan berdasarkan lebih dari 350 jurnal ilmiah

    sepanjang tahun 1989 hingga 2014 yang berfokus pada pembentukan

    well-being individu yaitu perkembangan dan penuaan; kepribadian;

    pengalaman keluarga; keterikatan dengan pekerjaan dan kehidupan lain;

    penelitian terhadap kesehatan dan biologis; serta studi mengenai

    intervensi dan klinis.

    a. Usia

    Ryff dan Singer (1996) pada penelitian kesejahteraan

    psikologis terhadap segala usia menemukan bahwa dimensi

    penguasaan lingkungan dan otonomi menunjukkan skor yang

    tinggi pada usia dewasa muda hingga dewasa tengah. Disisi lain,

    dimensi pertumbuhan pribadi dan tujuan dalam hidup

    menunjukkan skor yang rendah pada rentang usia dewasa tengah

    hingga usia lanjut. Sedangkan dimensi lainnya, seperti

    penerimaan diri dan hubungan yang positif dengan orang lain

    menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti pada ketiga

    rentang usia.

    b. Jenis Kelamin

    Penelitian yang dilakukan oleh Ryff dan Singer (1996)

    menemukan bahwa wanita dalam segala rentang usia secara

    konsisten memiliki rata-rata yang lebih tinggi pada dimensi

    hubungan yang positif dengan orang lain dan pertumbuhan

    pribadi daripada laki-laki. Hal ini dibuktikan dari berbagai hasil

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 22

    penelitian mengenai depresi yang menunjukkan bahwa wanita

    lebih memiliki psikologis yang kuat dalam menghadapi depresi

    berkaitan dengan dimensi well-being (Ryff & Singer, 1996).

    c. Kebudayaan

    Banyak diskusi yang melibatkan perbedaan kontras antara

    budaya individualistik (independent) dengan kolektif

    (interdependent) (Ryff & Singer, 1996). Pada budaya Barat yang

    cenderung individual, dimensi seperti penerimaan diri atau

    otonomi lebih memiliki skor yang lebih tinggi. Sedangkan pada

    budaya Timur yang cenderung kolektif, skor tinggi muncul pada

    dimensi hubungan yang positif dengan orang lain (Ryff &

    Singer, 1996).

    Penelitian terhadap kesejahteraan psikologis dengan

    menggunakan self-report pada orang-orang dewasa tengah di

    negara Amerika dan Korea menunjukkan bahwa masyarakat

    Amerika lebih melihat pada kualitas yang positif dalam dirinya

    dibandingkan masyarakat di Korea. Pada masyarakat Korea,

    dimensi hubungan yang positif dengan orang lain menunjukkan

    skor yang lebih tinggi daripada skor dimensi penerimaan diri dan

    pertumbuhan diri (Ryff & Singer, 1996).

    d. Status Sosial

    Perbedaan status sosial-ekonomi biasanya didefinisikan

    dalam hal pendidikan, pendapatan, dan jabatan dalam pekerjaan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 23

    (Ryff & Singer, 1996). Berdasarkan penelitian yang dilakukan,

    seseorang, baik laki-laki dan perempuan, yang memiliki

    pendidikan yang tinggi memiliki skor yang tinggi pada dimensi

    tujuan dalam hidup dan perkembangan pribadi.

    Berdasarkan dari literatur perkembangan ilmu menunjukkan

    bahwa kedudukan dalam status sosial berhubungan dengan

    kesehatan fisik maupun psikologis. Temuan ini menyatakan

    bahwa rendahnya posisi dalam status sosial berkaitan dengan

    menurunnya kesehatan fisik dan kesejahteraan psikologis (Ryff

    & Singer, 1996).

    e. Pengalaman dan Sejarah Hidup

    Ryff dan Singer (1996) berpendapat bahwa pengalaman

    hidup dan bagaimana individu mengartikan pengalaman

    tersebut merupakan kunci yang mampu mempengaruhi

    kesejahteraan psikologisnya serta memberikan gambaran yang

    sangat berguna untuk memahami well-being manusia yang

    bervariasi. Sebagai contoh, ada variasi dalam dimensi

    penguasaan lingkungan, tujuan dalam hidup, penerimaan diri,

    dan depresi dalam persepsi orangtua terhadap bagaimana

    mereka membesarkan anak dan bagaimana anak

    membandingkan dirinya dengan orangtuanya (Ryff & Singer,

    1996).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 24

    Pada lansia wanita, ditemukan permasalahan terhadap

    kesehatan fisik mereka. Penilaian ini berdasarkan bagaimana

    pandangan mereka dengan membandingkan dirinya dengan

    lansia lain dan ditemukan variasi dalam dimensi pertumbuhan

    pribadi, hubungan yang positif dengan orang lain, otonomi,

    depresi, dan kecemasan (Ryff & Singer, 1996).

    f. Perkembangan dan Penuaan

    Penelitian yang berkaitan mengenai perkembangan dan

    penuaan berusaha untuk mencari tahu bagaimana orang dewasa

    mempersepsikan diri mereka ketika mereka menjadi tua nanti

    (subjective aging) (Ryff, 2014). Mereka yang masih berada

    pada masa dewasa awal dan masa dewasa tengah memandang

    dirinya masih dapat mengembangkan dirinya dari waktu ke

    waktu. Sedangkan, mereka yang sudah berada pada masa

    dewasa akhir, memikirkan untuk berusaha mengantisipasi

    menurunnya well-being yang dimiliki di masa mendatang (Ryff,

    2014). Ryff (2014) menambahkan perbedaan antara seberapa

    tua yang mereka rasakan dengan seberapa tua mereka

    seharusnya, menunjukkan hasil bahwa well-being yang tinggi

    ditunjukkan pada mereka yan merasa muda namun tidak ingin

    menjadi muda.

    Individu yang dapat beradaptasi dengan masa transisi pada

    kehidupan masa dewasanya juga berkaitan dengan well-being

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 25

    yang dimiliki (Ryff, 2014). Transisi pada masa dewasa akhir

    dapat diartikan juga sebagai perpindahan yang biasanya

    diartikan sebagai perpindahan rumah menuju ke panti jompo.

    Mereka yang mampu melakukan adaptasi melalui proses

    psikologis seperti perbandingan sosial, persepsi diri yang

    fleksibel, mampu mengatasi permasalahan yang dimiliki serta

    dapat melakukan tugas perkembangan di masa dewasa akhir

    akan cenderung memiliki tingkat well-being yang lebih tinggi

    daripada mereka yang tidak dapat beradaptasi dengan tugas

    perkembangan masa dewasa akhir (Ryff, 2014).

    g. Kepribadian

    Para psikolog memberikan perhatian yang cukup besar

    terhadap bagaimana well-being berkaitan dengan perbedaan

    pada individu seperti sifat-sifat individu (Ryff, 2014). Pada

    penelitian awal mengenai well-being yang menggunakan model

    kepribadian Big Five, menemukan hasil bahwa keterbukaan

    pada openness to experience berhubungan dengan pertumbuhan

    personal growth, agreeableness berhubungan dengan positive

    relations with others, dan extraversion, conscientiousness, dan

    neuroticism berhubungan dengan environmental mastery,

    purpose in life, dan self-acceptance (Rfyy, 2014).

    Ryff (2014) menambahkan berbagai variabel psikologis lain

    yang berkaitan dengan kepribadian, telah dikaitan dengan well-

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 26

    being. Sebagai contoh, sikap optimis, mampu memprediksi

    tingginya well-being dengan pengaruh yang dimediasi oleh

    sense of control. Selain sikap optimis, telah banyak variabel

    yang berkaitan dengan perbedaan individu yang dihubungkan

    dengan well-being seperti empati dan kecerdasan emosional

    (Ryff, 2014).

    h. Pengalaman Keluarga

    Keterlibatan orang dewasa dan peran di dalam lingkungan

    memiliki pengaruh yang besar dalam mengembangkan well-

    being yang dimiliki, salah satunya peran dalam keluarga (Ryff,

    2014). Ryff (2014) menambahkan, individu yang memiliki

    peran tersebut cenderung memiliki tingkat yang tinggi dalam

    dimensi tujuan dalam hidup dan penerimaan diri. Selain itu,

    individu yang menikah secara konsisten memiliki tingkat

    kesejahteraan psikologis yang lebih baik dari pada individu

    yang bercera, janda/duda, dan tidak menikah. Meskipun pada

    wanita yang tidak menikah memiliki nilai yang lebih tinggi pada

    dimensi otonomi dan pertumbuhan pribadi daripada wanita

    yang menikah.

    Orang dewasa yang juga memiliki peran sebagai orang tua

    juga mampu meningkatkan kesejahteraan psikologis yang

    dimiliki, terutama jika anak-anak mereka dapat tumbuh dengan

    baik (Ryff, 2014). Namun, bagi mereka yang kehilangan anak

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 27

    di masa dewasa cenderung mengalami permasalahan terhadap

    tingkat kesejahteraan psikologis yang dimiliki. Ryff (2014)

    menambahkan orang dewasa yang kehilangan orang tuanya di

    masa kecil atau yang mengalami kekerasan fisik maupun

    psikologis di masa kecil, cenderung memiliki tingkat

    kesejahteraan psikologis yang rendah.

    i. Keterikatan dengan Pekerjaan dan Kehidupan Lain

    Bagaimana individu menyelesaikan pekerjaan dan mengejar

    karir memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap

    kesejahteraan psikologis yang dimiliki sesuai dengan jenis

    pekerjaan atau karir mereka (Ryff, 2014). Penelitian mengenai

    beban kerja yang dialami seseorang menemukan hasil bahwa

    beban kerja berkontribusi terhadap depresi yang dialami

    individu (Ryff, 2014). Peran dalam pekerjaan maupun peran

    dalam keluarga memiliki keterkaitan terhadap kesejahteraan

    psikologis individu. Pria dan wanita yang memiliki peran yang

    berbeda di pekerjaan dan keluarga berkontribusi terhadap

    perbedaan kesejahteraan psikologis yang dimiliki (Ryff, 2014).

    Ryff (2014) menambahkan bahwa pekerjaan yang dibayar

    dan yang tidak dibayar juga berhubungan dengan kesejahteraan

    psikologis. Pada wanita yang bekerja dengan tidak dibayar

    cenderung memiliki penerimaan diri dan penguasaan

    lingkungan yang lebih rendah, sedangkan pada pria yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 28

    bekerja dengan dibayar cenderung lebih memiliki nilai yang

    tinggi pada dimensi pertumbuhan pribadi. Pekerjaan sebagai

    relawan memiliki keterkaitan dengan tingginya kesejahteraan

    psikologis yang dimiliki, sedangkan pekerjaan yang berkaitan

    dengan keagamaan cenderung memiliki nilai yang tinggi pada

    tujuan dalam hidup dan pertumbuhan pribadi namun memiliki

    nilai yang rendah pada dimensi otonomi (Ryff, 2014).

    j. Kesehatan

    Beberapa penelitian mengenai kesehatan menunjukkan hasil

    bahwa mereka yang menderita penyakit fisik dan cacat memiliki

    keterkaitan dengan kesejahteraan psikologis yang dimiliki

    (Ryff, 2014). Beberapa individu menunjukkan bahwa mereka

    mampu mengelola kembali dan mendapatkan kesejahteraan

    psikologis setelah melewati masa sakit

    k. Studi Klinis

    Ryff (2014) berpendapat bahwa kesejahteraan yang bersifat

    eudaimonic tidak bisa dipahami hanya sebagai kebalikan dari

    tekanan psikologis. Keduanya merupakan indikator yang

    penting untuk memahami kesehatan mental secara menyeluruh.

    Dalam penelitian mengenai gangguan mental tertentu seperti

    schizophrenia, depresi, gangguan panik, cyclothymia,

    agoraphobia, dan post-traumatic stress disorder menemukan

    bukti bahwa kesejahteraan psikologis mampu mengurangi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 29

    risiko gangguan mental tersebut yang ditunjukkan melalui

    dimensi penerimaan diri, pertumbuhan pribadi, tujuan dalam

    hidup, dan penguasaan lingkungan tiap individu (Ryff, 2014).

    Kesejahteraan psikologis dianggap sebagai kemajuan besar

    dalam studi mengeni intervensi klinis dan menjadi teknik baru

    untuk melakukkan treatment kepada pasien (Ryff, 2014). Ryff

    (2014) menambahkan kesejahteraan psikologis dianggap dapat

    mencegah dan meningkatkan resiliensi individu terhadap gejala

    gangguan mental. Sebagai contoh, program pelatihan dengan

    meditasi dianggap mampu untuk meningkatkan aspek

    eudaimonia dalam kesejahteraan psikologis (Ryff, 2014).

    B. Status Pernikahan

    Menurut Badan Pusat Statistika (www.bps.go.id), terdapat empat status

    pernikahan yang ada di Indonesia yaitu Menikah, Cerai Mati, Cerai Hidup,

    dan Belum Menikah. Pada penelitian ini, peneliti hanya berfokus pada

    Menikah, Cerai Mati, dan Ceria Hidup. Status pernikaha Cerai Mati dan

    Cerai Hidup akan dijelaskan dalam pengertian Janda/Duda.

    1. Menikah

    Menurut KBBI (2008), menikah adalah ikatan perkawinan yang

    dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama. Undang-

    Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

    mengatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

    http://www.bps.go.id)/

  • 30

    pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

    membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

    berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Berdasarkan definisi diatas

    dapat disimpulkan bahwa menikah merupakan ikatan yang terbentuk

    antara seorang pria dan wanita sesuai berdasarkan ketentuan hukum

    dan agama dengan tujuan membentuk keluarga.

    Pada hubungan orang dewasa terutama pada dewasa tengah, rasa

    aman, loyalitas, dan ketertarikan emosional menjadi hal yang penting

    (Santrock, 2014). Meskipun pada awalnya hubungan dengan pasangan

    terdapat permasalahan, namun hal ini menjadi landasan yang dapat

    memperkuat hubungan tersebut (Santrock, 2014). Santrock (2014)

    menambahkan bahwa masa dewasa tengah, pasangan akan lebih sedikit

    memiliki kekhawatiran pada finansial, berkurangnya pekerjaan rumah,

    serta memiliki waktu yang lebih banyak dengan satu sama lainnya

    2. Janda/Duda

    Janda menurut KBBI (2008) adalah wanita yang sudah tidak

    bersuami lagi dikarenakan perceraian ataupun karena kematian

    suaminya. Sedangkan, duda dalam KBBI (2008) diartikan sebagai

    seorang laki-laki yang tidak memiliki istri lagi karena kematian atau

    telah bercerai dengan istrinya.

    Santrock (2014) mengatakan bahwa perceraian pada masa dewasa

    tengah dapat menjadi suatu pengalaman yang positif namun juga dapat

    menjadi pengalaman yang buruk. Pada perceraian, pasangan mungkin

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 31

    dapat lebih memahami diri dan mencari perubahan yang dapat

    mengakhiri pernikahan yang dirasa tidak bahagia (Santrock, 2014).

    Bagi orang yang menceraikan, perceraian dianggap sebagai jalan

    keluar dari hubungan yang sudah tidak dapat dipertahankan lagi.

    Sedangkan bagi yang diceraikan, perceraian dianggap sebagai suatu

    pengkhianatan, akhir dari hubungan yang sudah dibangun selama

    bertahun-tahun yang melibatkan komitmen serta kepercayaan

    (Santrock, 2014).

    Santrock (2014) menambahkan berdasarkan survei yang dilakukan

    oleh AARP (American Association of Retired Persons) ada beberapa

    alasan utama yang menyebabkan perceraian. Bagi wanita, kekerasan

    dalam bentuk verbal, fisik maupun emosional menjadi alasan pertama

    mereka bercerai selain penyalahgunaan obat-obatan atau narkoba dan

    perselingkungan. Sedangkan bagi laki-laki, alasan pertama mereka

    bercerai lebih pada rasa tidak mencintai lagi, perselingkuhan, dan

    perbedaan nilai-nilai serta gaya hidup.

    C. Masa Pensiun

    1. Pengertian Masa Pensiun

    Pensiun merupakan suatu pemutusan hubungan kerja di mana

    karyawan telah mencapai umur maksimum dan telah mencapai usia

    kerja sesuai dengan yang ditentukan dari perusahaan atau instansi

    (Tulus, 1996 dalam Apsari, 2012). Pensiun secara umum diasosiasikan

    dengan kehidupan di kemudian hari (later life) yang ditandai dengan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 32

    perubahan gaya hidup secara objektif, termasuk menerima dana

    pensiun dan menurunnya keterlibatan dalam aktivitas bekerja sebagai

    angkatan kerja (Setyarini & Atamimi, 2011). Pensiun merupakan fase

    menuju dewasa akhir, di mana produktivitas seseorang dinilai sudah

    menurun dan harus diistirahatkan untuk melakukan kegiatan yang

    terbebas dari rutinitas kerja (Trisusanti & Satiningsih, 2012). Pensiun

    juga dapat dikatakan sebagai tahap terakhir dari tahap perencanaan

    karir yaitu tahap penarikan diri. Pada tahap ini, seseorang lebih fokus

    pada meninggalkan karir, meninggalkan kelekatan pada organisasi dan

    menghadapi tekanan secara fisik, psikologis maupun sosial pada masa

    pensiun (Apsari, 2012).

    Schwartz (dalam Ermayanti & Abdullah, 2011) menambahkan

    bahwa pensiun merupakan akhir pola hidup atau masa transisi ke pola

    hidup yang baru sehingga pensiun selalu menyangkut perubahan peran,

    perubahan keinginan dan nilai serta perubahan secara keseluruhan

    terhadap pola hidup setiap individu. Sejalan dengan pernyataan

    tersebut, perubahan-perubahan yang terjadi merupakan masa

    perubahan yang penting dalam hidup seseorang, individu yang bekerja

    menjadi tidak bekerja, berkurangnya penghasilan, berkurangnya

    interaksi dengan teman kerja dan relasi, serta meningkatnya waktu

    luang (Ermayanti & Abdullah, 2011).

    Robert Archley (1976, dalam Santrock, 2002) mengatakan bahwa

    ada tujuh fase pensiun yang dilalui oleh individu yaitu : a) Fase Jauh

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 33

    (The Remote Phase), pada fase ini individu mulai sedikit demi sedikit

    melakukan kegiatan yang bertujuan untuk mempersiapkan masa

    pensiunnya. Individu pada fase ini mungkin saja menyangkal bahwa

    fase pensiun akan terjadi; b) Fase Mendekat (The Near Phase), pada

    fase ini individu-indivdu mulai berpartisipasi pada program pra-

    pensiun. Program ini akan membantu individu memutuskan kapan dan

    bagaimana mereka seharusnya pensiun dengan melibatkan diskusi yang

    komprehensif terhadap isu-isu seperti kesehatan fisik dan mental.; c)

    Fase Bulan Muda (The Honeymoon Phase), fase ini merupakan fase

    awal dari fase pensiun di mana banyak individu merasa bahagia dengan

    pensiunnya. Mereka mulai dapat melakukan segala sesuatu yang tidak

    pernah mereka lakukan ketika mereka aktif bekerja dulu dan mereka

    mulai menikmati aktivitas-aktivitas dengan waktu luang yang lebih

    banyak mereka miliki. Namun, bagi mereka yang di-PHK atau pensiun

    karena tidak menyukai pekerjaannya, mungkin tidak mengalami

    kebahagiaan di fase bulan madu ini.; d) Fase Kekecewaan (The

    Disenchantment Phase), pada fase ini individu-individu mulai

    menyadari bahwa bayangan mereka ketika pra-pensiun dulu tentang

    pensiun ternyata tidak realistis.; e) Fase Re-Orientasi (The Re-

    orientation Phase), pada fase ini para pensiunan mulai mengumpulkan

    dan mengembangkan alternatif-alternatif kehidupan yang lebih

    realistis. Mereka mulai mengevaluasi jenis-jenis gaya kehidupan yang

    memungkinkan agar mereka menikmati kepuasan hidup.; f) Fase Stabil

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 34

    (The Stability Phase), individu pada fase ini mulai memutuskan pilihan

    yang mereka miliki berdasarkan kriteria dari alternatif yang ada pada

    masa pensiun dan bagaimana mereka mulai menjalani salah satu pilihan

    yang mereka buat.; g) Fase Akhir (The Termination Phase), pada fase

    terakhir peranan fase pensiun digantikan oleh peran tergantung karena

    orang-orang dewasa tidak dapat berfungsi secara mandiri lagi dan

    mencukupi kebutuhannya sendiri.

    2. Permasalahan Dalam Masa Pensiun

    Salah satu masalah yang dihadapi oleh para pensiunan adalah

    penyesuaian terhadap datangnya masa pensiun (Suardiman, 2011). Hal

    ini dikarena adanya perubahan yang tidak terduga yang terjadi pada

    individu yang menjalani masa pensiun (Santrock dalam Apsari, 2012).

    Perubahan yang terjadi tersebut menimbulkan ketidakpastian dan

    ketidaknyamanan bagi beberapa orang, sehingga masa pensiun

    dianggap menjadi masa yang kurang menyenangkan karena perubahan

    dalam kehidupannya seperti perubahan pendapatan ekonomi, aktivitas

    sehari-hari, dan lingkungan pergaulan (Apsari, 2012; Safitri, 2013).

    Pada masa pensiun memang terjadi penurunan status yang

    disebabkan oleh penurunan beberapa aspek seperti fisiologis, psikis,

    dan fungsi-fungsi sensori motorik yang diikuti oleh penurunan fungsi

    fisik, kognitif, emosi, minat, sosial, ekonomi, dan keagamaan

    (Suardiman, 2011). Tidak adanya aktivitas dari bekerja menjadi tidak

    bekerja, yang tadinya memiliki keterlibatan kerja atau peran ditempat

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 35

    kerja menjadi sudah tidak ada lagi, dan adanya perubahan relasi sosial

    membuat individu merasa kehilangnya peran yang menjadi bagian dari

    harga dirinya, yang biasanya diasumsikan sebagai proses munculnya

    stres (Suardiman, 2011; Apsari, 2012).

    Kondisi ini memerlukan penyesuaian yang tidak mudah

    (Suardiman, 2011). Moen (2007, dalam Santrock, 2012) menyatakan

    bahwa pensiun merupakan suatu proses, bukan merupakan suatu

    peristiwa. Orang-orang yang menunjukkan penyesuaian paling baik

    terhadap pensiun adalah mereka yang sehat, memiliki keuangan yang

    memadai, aktif, lebih terdidik, memiliki jaringan sosial yang luas yang

    meliputi kawan-kawan dan keluarga (Santrock, 2012).

    3. Mengatasi Permasalahan Dalam Masa Pensiun

    Masa pensiun sering ditanggapi dengan perasaan yang bernada

    negatif, tidak menyenangkan, dan bahkan dipandang sebagai masa

    yang menakutkan (Suardiman, 2011). Suardiman (2011) menambahkan

    para pensiunan juga rentan terkena post power syndrome yang

    membuat para pensiunan tidak bisa berpikir realistis dan menerima

    kenyataan bahwa mereka sudah bukan karyawan lagi, tidak memiliki

    jabatan, dan sudah pensiun.

    Penyesuaian terhadap masa pensiun perlu dilakukan agar para

    pensiunan lebih siap menghadapi perubahan dalam kehiduapan pada

    masa pensiun. Penelitian Bikson dan Goodchilds (Spacapan &

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 36

    Oskamp, 1989 dalam Suardiman, 2011) terhadap persiapan masa

    pensiun menemukan bahwa selain penggunaan waktu dan proses

    perencanaan pensiun, penyesuaian terhadap keluarga dan sosial juga

    menjadi hal yang perlu diperhatikan. Banyaknya waktu yang

    dihabiskan dengan pasangan dapat memberikan sumbangan kepada

    timbulnya situasi perkawinan yang bahagia. Selain itu, menjalin relasi

    dengan tetangga atau teman dekat juga dapat dilakukan untuk dapat

    menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial.

    Hurlock (1993, dalam Suardiman, 2011) menambahkan perubahan

    dalam kehidupan keluarga yang menuntut penyesuaian di masa pensiun

    adalah :

    a. Pola hubungan yang baik dengan pasangan hidupnya

    Pada masa pensiun kebanyakan pria maupun wanita

    lebih banya menghabiskan waktunya di rumah daripada

    sebelum pensiun. Jika hubungan dengan pasangannya

    baik, hal ini akan mendatangkan kebahagiaan bagi mereka

    dan sebaliknya.

    b. Perubahan dalam perilaku seksual

    Perubahaan perilaku seksual pada masa pensiun lebih

    banyak disebabkan oleh alasan psikis daripada alasan fisik

    sehingga memerlukan penyesuaian diri terutama pada masa

    pensiun.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 37

    c. Perubahan dalam hubungan dengan anak atau keturunan

    Orang tua yang pada masa pensiun mau untuk

    mengubah sikap dan menyesuaikan pada usia dan tingkat

    perkembangan anaknya jauh lebih menemukan banyak

    kepuasaan berteman dengan anak-anak mereka

    dibandingkan pensiunan yang enggan menyesuaikan diri.

    d. Kemungkinan ketergantungan orangtua (possibility of

    parental dependency)

    Ketergantungan orang tua secara ekonomi kepada anak

    terjadi karena berkurang atau hilangnya pendapatan dengan

    seiring meningkatnya usia. Penyesuaian yang tidak berjalan

    sesuai dengan harapan akan membuat orang tua yang

    pensiun kesulitan dalam menghadapi perubahan ini.

    Suardiman (2011) juga menambahkan ada beberapa hal yang perlu

    dilakukan ketika seseorang menghadapi masa pensiun yaitu

    penyesuaian atas berkurangnya pendapatan meliputi pola dan gaya

    hidup sehingga terjadi penghematan, penyesuaian atas berkurangnya

    kontak sosial dengan teman sekerja yang sering menimbulkan kesepian,

    penyesuaian atas berkurangnya kesibukan, dan melakukan berbagai

    kegiatan untuk mengisi waktu luang. Kegiatan yang bisa dilakukan oleh

    pensiunan atau yang berusia lanjut dapat berupa kegiatan fisik maupun

    nonfisik (Suardiman, 2011). Kegiatan fisik bertujuan untuk menjaga

    kebugaran, sedangkan kegiatan nonfisik bertujuan untuk mencegah

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 38

    munculnya penyakit degeneratif seperti kepikunan. Selain kegiatan

    fisik mapun nonfisik, kegiatan yang bersifat keagamaan juga dapat

    membantu pensiunan mengisi waktu luang pada masa pensiunnya.

    D. Perbedaan Kesejahteraan Psikologis Pada Masa Pensiun Ditinjau Dari

    Status Pernikahan

    Masa pensiun merupakan fase di mana produktivitas seseorang dinilai

    sudah menurun dan harus diistirahatkan untuk melakukan kegiatan yang

    terbebas dari rutinitas kerja. Namun, bagi beberapa orang masa pensiun

    dianggap sebagai masa yang kurang menyenangkan karena adanya

    perubahan dalam kehidupannya seperti perubahan ekonomi, aktivitas

    sehari-hari, dan lingkungan pergaulan (Suardiman, 2011). Berkurangnya

    kontak sosial seperti teman kerja, relasi, dan orang-orang luar rumah

    menjadi pemicu munculnya stres ketika menghadapi masa pensiun

    (Suardiman, 2011). Maka dari itu, peran pasangan menjadi penting bagi

    orang yang akan menghadapi masa pensiun.

    Marks (1996) berpendapat bahwa kehadiran pasangan akan membantu

    seseorang lebih memiliki mental yang sehat. Seseorang yang memiliki

    mental yang sehat diyakini lebih mudah untuk mengatasi stres dan situasi

    serta perubahan yang tidak terduga seperti masa pensiun. Berger dan

    Kellner (1964, dalam Marks, 1996) menambahkan bahwa kehadiran

    pasangan dapat menciptakan rasa berbagi terhadap realita dan pemaknaan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 39

    sosial yang menjadi pondasi penting terhadap terbentuknya kesejahteraan

    psikologis.

    Kesejahteraan psikologis akan membuat seseorang menyadari akan

    potensi yang dimiliki, kualitas hubungan interpersonal yang baik, dan

    meningkatkan tujuan dalam hidup sehingga seseorang tidak hanya

    mendapatkan kebahagiaan semata namun juga berusaha untuk mencapai

    kesempurnaan terhadap potensi diri (Ryff dan Keyes 1998, 2000 dalam

    Aprianti 2012; Ryff 1989, dalam Eldeleklioglu et al., 2010). Selain itu,

    Moriwaki (1973) juga mengatakan bahwa kehadiran pasangan yang

    memiliki kedekatan secara emosional menjadi faktor yang penting untuk

    menambah rasa kepercayaan akan adanya kesejahteraan dalam dirinya.

    Disisi lain, seseorang yang tidak memiliki pasangan atau sudah

    berpisah dengan pasangannya cenderung lebih mudah stres dan mengalami

    depresi. Hal ini berkaitan dengan permasalahan umum yang dihadapi seperti

    menjalin keakraban dengan orang lain dan menghadapi kesepian

    (Koropeckjy-Cox, 2009, dalam Santrock 2012). Selain itu, peran pasangan

    yang membantu dalam membentuk mental yang sehat dan memberikan

    dukungan secara sosial, tidak dirasakan oleh mereka yang tidak memiliki

    pasangan lagi.

    Situasi ini dapat menimbulkan perbedaan kesejahteraan psikologis pada

    seseorang yang menghadapi masa pensiun. Seseorang yang memiliki

    pasangan lebih dapat mengatasi keadaan yang kurang menyenangkan dan

    kehadiran pasangan dapat menumbuhkan rasa kepercayaan pada dirinya

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 40

    sehingga dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki. Sebaliknya,

    seseorang yang sudah tidak memiliki pasangan (meninggal ataupun cerai)

    akan cenderung mengalami kesulitan dalam menumbuhkan kepercayaan

    akan kesejahteraan pada dirinya karena tidak adanya lagi pasangan yang

    memiliki hubungan secara intim, yang memberikan dukungan sehingga

    tidak dapat memaksimalkan potensi pada diri.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 41

    E. Skema Penelitian

    Gambar 1. Grafik Alur Hubungan Status Pernikahan Dengan Kesejahteraan

    Psikologis

    Masa Pensiun

    Status

    Pernikahan

    Janda/Duda

    (Sudah tidak memiliki secara

    hukum/meninggal)

    Menikah

    (Masih memiliki pasangan)

    Tidak puas dengan dirinya, kecewa dengan apa

    yang terjadi di kehidupan masa lalunya, memiliki

    masalah dengan kualitas pribadi, ingin menjadi

    berbeda daripada dirinya sekarang, sedikit

    kedekatan dan kepercayaan dengan orang lain,

    sulit untuk menjadi hangat, terbuka, dan peduli

    tentang orang lain; terisolasi dalam hubungan

    interpersonal; tidak mau membuat kompromi

    dalam hubungan dengan orang lain, cenderung

    mementingkan harapan dari orang lain,

    bergantung pada penilaian orang lain, mengikuti

    tuntutan sosial dalam bertindak, kesulitan

    mengelola aktivitas, tidak mampu memperbaiki

    lingkungan di sekitarnya, tidak menyadari

    kesempatan yang ada, kurang mampu

    mengontrol dunia luar, kurang memiliki makna

    terhadap hidup, memiliki sedikit cita-cita dan

    tujuan, kurang memiliki arahan dalam hidup,

    tidak memiliki tujuan dari kehidupan masa

    lalunya, tidak memiliki pandangan yang dapat

    memunculkan makna dalam hidup, merasa tidak

    dapat melakukan sesuatu untuk mengembangkan

    diri, merasa bosan dengan kehidupannya, dan

    merasa tidak dapat berkembang.

    Sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui,

    menerima segala aspek dalam diri, memiliki

    perasaan positif terhadap kehidupan masa lalunya,

    hangat, menyenangkan, percaya dan

    mementingkan kesejahteraan orang lain,

    berempati, kasih sayang, intim saling berbagi

    dalam hubungan, bebas dan dapat menentukan

    nasibnya, mampu bertahan dari tekanan sosial,

    mengelola perilaku dari dalam, mampu

    mengevaluasi diri, mampu menguasai dan

    mengatur lingkungannya, mengontrol aktivitas,

    menggunakan kesempatan yang ada, mampu untuk

    membuat atau memilih konteks yang tepat sesuai

    dengan dirinya, memiliki dan mampu mencapai

    tujuan hidup, memiliki makna terhadap kehidupan

    saat ini dan masa lalu, memegang keyakinan

    terhadap tujuan hidupnya, memiliki maksud dalam

    tujuan hidupnya, memiliki perasaan untuk terus

    berkembang, melihat diri sebagai pribadi yang

    tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap

    pengalaman baru, menyadari potensi yang dimiliki,

    melihat peningkatan dalam diri dan perilaku, dan

    melakukan perubahan agar tetap mencerminkan

    pengetahuan tentang diri.

    Kesejahteraan Psikologis Tinggi Kesejahteraan Psikologis Rendah

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 42

    F. Hipotesis

    Hipotesis dari penelitian ini adalah :

    H0: Tidak ada perbedaan kesejahteraan psikologis pada masa pensiun

    ditinjau dari status pernikahaan.

    H1: Ada perbedaan kesejahteraan psikologis pada masa pensiun ditinjau

    dari status pernikahan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 43

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah komparatif yaitu

    penelitian yang bersifat membandingkan hasil penelitian dari dua kelompok

    penelitian yang berbeda namun masih dengan variabel yang sama (Siregar,

    2013). Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan tingkat

    kesejahteraan psikologis pensiunan yang masih memiliki pasangan dengan

    pensiunan yang janda/duda.

    B. Identifikasi Variabel Penelitian

    Variabel dalam penelitian ini sebagai berikut :

    Variabel Tergantung : Kesejahteraan Psikologis

    Variabel Bebas : Status Pernikahan

    C. Definisi Operasional

    1. Kesejahteraan Psikologis

    Kesejahteraan psikologis atau psychological well-being adalah

    berfungsinya fungsi-fungsi psikologis secara positif pada pensiunan

    yang mampu mengarahkan untuk menyadari, menggunakan, serta

    mengembangkan kemampuan/potensi yang dimiliki, sehingga

    memberikan kesempatan individu untuk tumbuh, menciptakan kualitas

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 44

    hubungan interpersonal yang baik, mengelola aktivitas di luar dirinya,

    dan meningkatkan tujuan dalam hidup.

    Tingginya tingkat kesejahteraan psikologis subjek ditunjukkan dari

    skor total skala kesejahteraan psikologis. Semakin tinggi skor total skala

    kesejahteraan psikologis, maka semakin tinggi kesejahteraan psikologis

    yang dimiliki.

    2. Status Pernikahan

    Status pernikahan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu

    menikah dan janda/duda. Menikah dapat diartikan sebagai ikatan

    perkawinan yang sah secara hukum dan agama, sedangkan janda/duda

    adalah pria/wanita yang sudah tidak memiliki pasangan yang

    dikarenakan perceraian secara hukum atau kematian pasangan. Identitas

    mengenai status pernikahan diungkap dengan pertanyaan terbuka yang

    ditujukan kepada subjek.

    D. Subjek Penelitian

    Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan/i perusahaan/instansi yang

    sudah pensiun. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah convenience

    sample, yaitu pengambilan sampel berdasarkan kemudahan atau ketersediaan

    untuk mengaksesnya pada waktu, situasi, dan tempat yang tepat (Prasetyo &

    Jannah, 2008; Supratiknya, 2015).

    Tidak ada batasan yang tetap dalam menentukan berapa usia seseorang untuk

    pensiun (Suardiman, 2011). Namun, mengacu pada pasal 14 ayat 1 UU No.3

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 45

    tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang mengatakan bahwa

    Jaminan Hari Tua (JHT) diberikan kepada tenaga kerja yang telah mencapai usia

    55 tahun. Maka peneliti membuat batasan bahwa subjek penelitian yang akan

    digunakan adalah pensiunan yang berusia minimal 55 tahun.

    Peneliti akan memilih subjek yang masih memiliki pasangan yang

    dikelompokkan dalam kelompok menikah dan subjek yang sudah tidak memiliki

    pasangan karena cerai secara hukum atau dikarenakan pasangan yang dimiliki

    telah meninggal dunia yang kemudian dikelompokkan ke dalam kelompok

    janda/duda. Dalam penelitian ini, peneliti tidak membedakan pensiunan

    berdasarkan jenis kelamin karena peneliti ingin melihat tingkat kesejahteraan

    psikologis pada pensiunan yang masih memiliki pasangan (menikah) dengan

    pensiunan yang sudah tidak memiliki pasangan (janda/duda).

    E. Metode dan Alat Pengambilan Data

    Alat pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala

    kesejahteraan psikologis yang disertai dengan identitas subjek yang diperlukan

    terutama mengenai status pernikahan subjek. Skala kesejahteraan psikologis

    menggunakan metode Likert yang terdiri dari pernyataan favorable dan

    unfavorable dengan empat alternatif jawaban yaitu Sangat Tidak Sesuai (STS),

    Tidak Sesuai (TS), Sesuai (S), Sangat Sesuai (SS). Pemilihan berdasarkan

    tingkat kesesuaian ini bertujuan agar subjek benar-benar mempertimbangkan

    sejauh mana isi pernyataan dalam skala kesejahteraan psikologis benar-benar

    menggambarkan keadaan dirinya atau mengenai perilakunya (Azwar, 2012).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 46

    Skala ini tidak menggunakan alternatif jawaban Netral (N) dengan tujuan

    agar menghindari kecenderungan subjek memilih kategori tengah demi mencari

    aman (Supratiknya, 2014). Penilaian dalam skala ini menggunakan metode

    summated rating dengan ketentuan sebagai berikut :

    1. Pada pernyataan favorable, jawaban STS memperoleh skor 1,

    jawaban TS memperoleh skor 2, jawaban S memperoleh 3, dan

    jawaban SS memperoleh skor 4.

    2. Pada pernyataan unfavorable, jawaban STS memperoleh skor 4,

    jawaban TS memperoleh skor 3, jawaban S memperoleh skor 2, dan

    jawaban S memperoleh skor 1.

    Tinggi rendahnya tingkat kesejahteraan psikologis dilihat dari skor total

    jawaban subjek pada skala yang diberikan.

    Distribusi item pada skala kesejahteraan psikologis dapat dilihat dari tabel

    1 berikut.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 47

    Tabel 1.

    Distribusi Item Skala Kesejahteraan Psikologis

    Keterangan : * : Item yang gugur

    F. Validitas dan Reliabitas Alat Ukur

    Supratiknya (2014) menyatakan bahwa tujuan utama analisis item adalah

    memeriksa ciri-ciri respon testi dalam uji coba yang sesungguhnya terhadap

    masing-masing item untuk keperluan seleksi item, yaitu memutuskan item-item

    mana yang dipandang memenuhi syarat untuk dimasukan ke dalam bentuk final

    tes dan mana yang harus digugurkan. Supratiknya (2014) menambahkan untuk

    memastikan bahwa bentuk final tes tersebut sungguh-sungguh menghasilkan

    pengukuran yang bisa mencerminkan atribut psikologis dalam taraf tertentu

    maka perlu adanya pemeriksaan reliabilitas, validitas, dan daya diskriminasi

    keseluruhan item.

    No. Dimensi Nomor item Jumlah

    Item Favorable Unfavorable

    1. Penerimaan Diri 1, 8, 10, 14, 23*, 69*

    (8,33%)

    12*, 44, 53*, 57, 58,

    68 (8,33%)

    12

    (16,67%)

    2. Hubungan Yang

    Positif Dengan

    Orang lain

    20, 25, 27*, 29, 42,

    55* (8,33%)

    4*, 13, 43, 50, 70*,

    71*(8,33%)

    12

    (16,67%)

    3. Otonomi 18, 24*, 56, 61*, 62*,

    72 (8,33%)

    11*, 28*, 33*, 34*,

    41*, 47* (8,33%)

    12

    (16,67%)

    4. Penguasaan

    Lingkungan

    19, 38, 51*, 52*, 54,

    67 (8,33%)

    3, 7, 16*, 22, 45*,

    63* (8,33%)

    12

    (16,67%)

    5. Tujuan Dalam

    Hidup

    15, 17*, 21, 31, 32,

    60 (8,33%)

    6*, 30*, 37*, 46*,

    49*, 65* (8,33%)

    12

    (16,67%)

    6. Pertumbuhan

    Pribadi

    9*, 35, 39*, 40*, 48*,

    64 (8,33%)

    2, 5, 26, 36, 59, 66

    (8,33%)

    12

    (16,67%)

    Total 36 36 72

    (100%)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 48

    1. Validitas

    Validitas dapat dipahami sebagai sejauh mana kualitas alat tes dalam

    melakukan pengukuran atribut psikologis yang hendak diukurnya

    (Supratiknya, 2014).

    Penelitian ini menggunakan pendekatan validitas isi (content validity)

    yang diestimasikan lewat pengujian isi tes dengan analisis rasional atau lewat

    professional judgement (Azwar, 1999; 2012). Penyusunan skala penelitian ini

    akan dikonsultasikan dengan seseorang yang kompeten, yang dalam

    penelitian ini peneliti mengkonsultasikannya dengan dosen pembimbing.

    2. Reliabilitas

    Reliabilitas merupakan konsistensi hasil pengukuran jika prosedur

    pengetesannya dilakukan secara berulangkali terhadap suatu populasi atau

    kelompok (Supratiknya, 2014).

    Penelitian ini menggunakan estimasi reliabilitas dengan pendekatan

    konsistensi-internal (internal consistency) yang didasarkan pada hubungan

    antar skor masing-masing item (Supraktinya, 2014). Hasil estimasi

    reliabilitas konsistensi internal ini didapatkan melalui prosedur satu kali

    pengadministrasian tes (single trial administration) (Azwar, 2012). Teknik

    yang digunakan untuk menentukan apakah suatu instrumen penelitian ini

    reliabel atau tidak dengan menggunakan teknik cronbach alpha. Dalam

    teknik ini, suatu instrumen penelitian dapat dikatakan reliabel bila memiliki

    koefisien reliabilitas > 0,60 (Siregar, 2014).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 49

    3. Daya Diskriminasi