Perbedaan Kepolisian di Negara Federal dan Kesatuan
-
Upload
ajiemaulana -
Category
Documents
-
view
196 -
download
1
description
Transcript of Perbedaan Kepolisian di Negara Federal dan Kesatuan
PERBANDINGAN POLITIK KEAMANAN DI NEGARA FEDERAL DAN NEGARA
KESATUAN
Pendahuluan
Dunia sedang menghadapi sejumlah ancaman terhadap keamanan global. Selama
perang dingin, ancaman militer dianggap penting. Keamanan internasional sebagian besar
berkaitan dengan keamanan negara. Namun, dengan berakhirnya perang dingin dan
runtuhnya bipolaritas dalam hubungan internasional, sejumlah ancaman global yang serius
telah muncul. Ancaman saat ini yang baik hasil dari globalisasi atau telah diperburuk oleh itu.
Konsep keamanan telah mengalami perubahan secara bertahap. Keamanan negara
tidak lagi satu-satunya masalah. Keamanan manusia, kepedulian terhadap individu,
masyarakat, habitat lokal, dll ekosistem telah menjadi penting. Pada tahun-tahun perang
dingin tidak adanya perang dianggap perdamaian. Hari ini, kesejahteraan individu saja dapat
memberikan perdamaian yang berkelanjutan. Kondisi yang dialami dunia secara global ini
berdampak kepada pentingnya pelayanan negara kepada rakyatnya.
Belajar dari sejarah dunia, keberadaan suatu lembaga kepolisian di dalam sebuah
negara adalah mutlak diperlukan. Semua negara di dunia ini pasti mempunyai lembaga
kepolisian masing-masing. Demikian juga Indonesia, memiliki lembaga kepolisian yang
bernama Kepolisian Negara Republik Indonesia atau kita kenal dengan Polri. Namun
lembaga kepolisian yang dimiliki oleh masing-masing negara tersebut belum tentu
menggunakan sistem kepolisian yang sama. Adanya pengaruh dari faktor sistem
politik/pemerintahan yang dianut serta mekanisme sistem kontrol sosial yang berlaku dalam
negara tersebut yang membentuk sistem kepolisian di sebuah negara. Meskipun beberapa
negara tersebut sama-sama menganut paham demokratis dalam pemerintahannya, namun
belum tentu menggunakan sistem kepolisian yang sama.
1. Awaluddin Djamin, Posisi Polri dalam Kabinet Persatuan, Jurnal Polisi Indonesia, nomor 4 tahun 2002
Di Negara Federal seperti Amerika Serikat itu sendiri, Kepolisian merupakan contoh
dari organ negara yang sangat desentralisasi. Disana terdapat lebih dari 40.000 yuridiksi
kepolisian yang masing-masing berdiri sendiri. Pada dasarnya kepolisian disini berakar pada
kepolisian Inggris dengan county dan sherrifnya, sedang gaya bertindaknya seperti polisi
prancis, karena 2 negara tersebut telah menanamkan akar sejarah yang cukup lama disana,
sebelum kemerdekaan Amerika Serikat diproklamasikan.1)
Kepolisian dinegara manapun selalu berada dalam sebuah dilema kepentingan
kekuasaan yang selalu menjadi garda terdepan perbedaan pendapat antara kekuasaan dengan
masyarakatnya. Sistem Kepolisian suatu Negara sangat dipengaruhi oleh Sistem Politik serta
kontrol sosial yang diterapkan2). Berdasarkan konsep diatas dapat dikatakan bahwa secara
umum negara merupakan sebuah bentuk kesatuan supra sistem yang terdiri dari berbagai
sistem yang saling terkait dan bergerak dinamis didalamnya, antara lain adalah sistem
pemerintahan dan sistem sosial dengan tujuan tercapainya keteraturan dan ketertiban dalam
masyarakat.3)
Pemahaman tentang negara demokratis dimana dalam sistem penyelenggaraan negara
terfokus pada tercapainya tujuan negara dalam rangka kesejahteraan rakyat dengan
menjunjung tinggi kemerdekaan/Hak Asasi Manusia untuk mewujudkan keadilan dalam
masyarakat. Sehingga dalam suatu supra sistem negara demokratis yang terdiri dari sistem-
sistem fungsi penyelenggaraan negara dan selalu berorientasi pada terjaminnya keamanan
dan ketertiban dalam dinamika sistem itu sendiri. Adapun sebagai pelaksana fungsi keamanan
dan ketertiban dibentuk sebuah sistem didasarkan pada konstitusi yang berlaku dan harus
mendapatkan dukungan dari masyarakatnya.
Hampir seluruh negara di dunia melegitimasi sebuah struktur kepolisian sebagai
penanggungjawab terciptanya keamanan dan ketertiban itu sendiri untuk menjalankan peran
dan fungsinya sesuai dasar hukum yang telah di tentukan. Secara universal, ada tiga kategori
sistem kepolisian yang dikenal secara umum sesuai dengan karakteristik fundamental dari
setiap negara demokratis yang menganutnya3), antara lain:
1. Sistem Kepolisian Terpisah (Fragmented System of Policing),
2. Sistem Kepolisian Terpusat (Centralized System of Policing) dan
3. Sistem Kepolisian Terpadu (Integrated System of Policing).
Ketiga sistem tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa model besar penerapan hukum yang
di gunakan di dunia, yaitu model eropa kontinental atau civil law yang di gunakan di
beberapa negara eropa di antaranya negara Perancis, Belanda dan Jerman, dan model anglo
saxon atau common law yang di gunakan di negara Inggris, Amerika Serikat dan Australia.
2. Samuel Walker, The Police in America – An Introduction, Mc Grawhill Inc, New York, Cetakan II, 1992, h. 16
3. Philip H. Purpurra, Criminal Justice : An Introduction, 1997, h. 127
Sistem Kepolisian Terpisah atau Fragmented System of Policing di terapkan oleh
beberapa negara antara lain Belgia, Kanada, Belanda, Zwistzerland dan Amerika Serikat.
Kemudian untuk Sistem Kepolisian Terpusat atau Centralized System of Policing di terapkan
oleh negara Perancis, Italia, Finlandia, Israel, Thailand, Taiwan, Irlandia, Denmark dan
Swedia. Sedangkan Sistem Kepolisian Terpadu atau Integrated System of Policing di
terapkan oleh negara Jepang, Australisa, Brasilia dan Inggris.
Sistem kepolisian tersebut tentunya memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-
masing. Kelebihan dan kekurangan dari masing masing sistem inilah yang memberikan ciri
berbeda dari sistem kepolisian tersebut, sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa ”tidak ada
satu pun sistem kepolisian di dunia ini yang sempurna”. Tetapi untuk dapat membandingkan
sistem kepolisian Amerika serikat dan Indonesia, fokus hanya ditujukan pada Fragmented
System of Policing yang dianut oleh Amerika Serikat dan Integrated System of Policing
yang dianut oleh Indonesia.
Permasalahan
Berdasarkan uraian tersebut diatas, dimana terdapat beberapa bentuk sistem kepolisian
di dunia ini, dan ada beberapa negara yang saling berbeda dalam penerapannya, maka dalam
penulisan ini dapat di ambil permasalahan yaitu ”Bagaimana perbandingan sistem kepolisian
di Negara Federal dalam hal ini Amerika Serikat dan Indonesia sebagai Negara Kesatuan?”
Pembahasan
Pemahaman Konsep Sistem, adalah suatu kesatuan himpunan yang utuh menyeluruh
dengan bagian-bagian yang saling berkaitan, saling ketergantungan, saling bekerjasama
berdasarkan aturan tertentu, untuk mencapai tujuan dari sistem. ( Prof. Djoko Sutono, C.W.
Churchman, Matheus, Lempiro)4).
Fokus pembentukan/penerapan sistem kepolisian di negara-negara demokratis
berdasar pada, bagaimana memyeimbangkan antara pengendalian kejahatan dengan
terjaminnya kebebasan dan keadilan.
4. http://armanpasaribu.wordpress.com/2009/02/12/108/
1. Sistem Kepolisian Amerika Serikat sebagai Negara Federal
Amerika Serikat yang mulanya terdiri dari 13 negara bagian, sekarang sudah menjadi
50, (polisinya disebut State Police : Polisi Negara Bagian, Sedang di kota besarnya dibentuk
City Police) yang dibagi lebih dari 4000 counties, lebih dari 20.000 townships dan
Magisterial District ditambah lebih dari 15.000 village borough dan Incorporated Towns
yang lepas dari Sherrif. Disamping itu masih ada beberapa Kepolisisan distrik khusus yang
menangani masalah penjagaan taman-taman, jalan-jalan di taman, terowongan, jembatan dan
lain-lain. Dalam garis besarnya kepolisian di Amerika Serikat mengikuti Yuridiksi
Administrasi pemerintahan dri Federal, State, local dan seterusnya.
Amerika Serikat menganut Fragmented System of Policing ( Sistem kepolisian
terpisah atau berdiri sendiri) Sistem ini dianut oleh Amerika Serikat yang notabene
merupakan negara federal. Beberapa negara yang besar dan sudah maju menerapkan sistem
kepolisian ini.
Sistem kepolisian terpisah atau Fragmented System of Policing, yaitu suatu sistem
kepolisian yang terpisah atau berdiri sendiri, disebut juga sebagai sistem desentralisasi yang
ekstrim atau tanpa sistem. Oleh karena itu di dalam sistem tersebut cenderung terjadi
kekhawatiran terhadap penyalahgunaan dari suatu organisasi polisi yang otonom. Sehingga
dalam penerapan paradigma sistem dimaksud senantiasa diiringi dengan dilakukannya
pembatasan terhadap kewenangan polisi. Dalam penerapan sistem kepolisian dengan
paradigma Fragmented System of Policing tentunya tetap memiliki kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan atau kebaikan dari sistem kepolisian ini antara lain :
1. Polisi dalam sistem ini relatif dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat
setempat. Dalam sistem kepolisian yang berbasis model anglo saxon atau common law,
lembaga kepolisian dalam sistem ini tumbuh dari dalam masyarakat sendiri karena diawali
oleh adanya kepentingan masyarakat akan suatu lembaga kepolisian. Sehingga dengan
dasar itu polisi akan otomatis berusaha untuk dapat lebih peka terhadap berbagai situasi
dan kondisi yang terjadi di dalam masyarakat, mengingat mereka di bentuk oleh rakyat
dan untuk melayani kepentingan masyarakat yang membentuknya.
2. Polisi dalam sistem ini memiliki hak otonom, yaitu dalam hal melakukan pengaturan
terhadap segala kegiatannya, baik dalam bidang administrasi maupun operasional sesuai
dengan struktur masyarakatnya. Antara lembaga kepolisian yang satu dengan yang lainnya
tidak terikat dalam suatu kesatuan struktur organisasional atau kelembagaan yang terpusat
secara National. Hal ini mebuat masing-masing lembaga kepolisian memiliki aturan kerja
masing-masing. Dengan bentuk lembaga kepolisian dengan Sistem Kepolisian Terpisah
(Fragmented System of Policing), mereka memiliki otonomi yang besar dalam
menyelenggarakan berbagai kegiatan maupun tindakan kepolisian dengan senantiasa tetap
menyesuaikan terhadap struktur masyarakat setempat, dan pertanggungjawabannya pun
kepada masyarakat setempat itu sendiri.
3. Kemudian juga, kecil kemungkinannya untuk terjadi penyalahgunaan kewenangan dari
organisasi polisi yang ada oleh penguasa secara nasional karena sifat pengawasannya yang
secara lokal/setempat. Dalam sistem kepolisian ini, pengawasan secara penuh di lakukan
oleh pemerintah daerah dan masyarakat daerah setempat. Mereka melakukan pengawasan
terhadap kinerja yang di lakukan oleh lembaga kepolisian di daerah tersebut.
Keberadaannya di dalam satu daerah yang secara struktural menjadi bagian dari
pemerintah daerah, maka akan ada kedekatan secara struktural dalam hal sistem
pengawasan yang di lakukan karena bersifat lokal kedaerahan. Hal ini tentunya dapat
menjadi pengaruh yang kuat sebagai salah satu bentuk kontrol sosial yang di lakukan oleh
pemerintah daerah dan masyarakatnya terhadap terselenggaranya kinerja lembaga
kepolisian tersebut, yang pada akhirnya dapat mewujudkan suatu bentuk pemerintahan
yang sesuai dengan prinsip-prinsip good governance yaitu ”Partisipasi, Penegakan
Hukum, Transparansi, Kesetaraan, Daya Tanggap, Wawasan ke Depan, Akuntabilitas,
Pengawasan, Efisiensi dan Efektifitas, Profesionalisme”5). Birokrasinya bersifat praktis,
yang artinya tidak terlalu panjang dan bertele-tele, namun dapat lebih cepat, terutama
dalam hal pengusulan anggaran yang akan di pergunakan untuk membiayai kegiatan
operasional kepolisian, karena langsung diajukan kepada pemerintah daerah setempat.
Dalam sistem ini, segala kegiatan yang dilakukan oleh lembaga kepolisian di tanggung
oleh anggaran yang dimiliki oleh pemerintah daerah setempat, sehingga lembaga
kepolisian hanya melalui satu tahap saja dalam melakukan akses pengajuan birokrasi dan
penetapan kebijakan publik terhadap pemerintah daerah setempat.Termasuk dalam hal ini
adalah pengajuan dukungan anggaran kepolisian dan perlengkapannya. Hal ini berbeda
dengan sistem yang di terapkan di Indonesia yaitu Sistem Kepolisian Terpusat
(Centralized Sistem of Policing), dimana terdapat rangkaian birokrasi yang cenderung
panjang dan rumit sehingga di rasa tidak cukup efektif dalam hal penyelenggaraan
kegiatan-kegiatan yang akan di lakukan oleh lembaga kepolisian.
5. http://thamrin.wordpress.com/2006/11/17/10-prinsip-good-governance/
Sementara itu, di samping kelebihan atau kebaikan yang di miliki, ada juga beberapa
kelemahan yang dimiliki dalam Sistem Kepolisian Terpisah (Fragmented System of
Policing) , yang di antaranya adalah :
1. Dalam sistem kepolisian ini, pelaksanaan kegiatan penegakan hukum dilaksanakan secara
terpisah atau berdiri sendiri, dan juga kewenangan dari lembaga kepolisian tersebut
terbatas hanya pada lingkup daerah dimana lembaga kepolisian tersebut berada. Sehingga
dalam pelaksanaannya di mungkinkan akan terjadi hambatan atau dapat menimbulkan
dampak kesulitan tersendiri bagi lembaga kepolisian ketika harus menangani kasus-kasus
kejahatan yang melibatkan wilayah hukum yang luas di luar dari wilayah hukum lokal
yang menjadi kewenangan dari lembaga kepolisian tersebut. Hal ini dikarenakan peraturan
perundang-undangan yang dijadikan sebagai dasar hukum bagi lembaga kepolisian di
suatu daerah tertentu tersebut hanya akan memberikan kewenangan kepolisian, termasuk
dalam hal penegakan hukum, bagi lembaga kepolisian tersebut hanya meliputi daerah
lokal saja dimana lembaga kepolisian tersebut berada. Pembuatan peraturan perundang-
undangan bagi setiap lembaga kepolisian merupakan kewenangan dari setiap pemerintah
daerah dimana suatu lembaga kepolisian berada.
2. Tidak adanya suatu standar profesionalisme di bidang kepolisian akibat dari terjadinya
fragmentasi sistem kepolisian di masing-masing daerah. Hal ini disebabkan karena setiap
lembaga kepolisian diatur oleh setiap peraturan perundang-undangan yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya, sehingga akan terjadi kesulitan manakala akan dilakukan
standarisasi terkait dengan profesionalisme di bidang kepolisian, mengingat banyaknya
peraturan perundang-undangan tersebut sehingga akan cukup menyulitkan jika harus
dilakukan suatu standarisasi, kecuali dengan jalan merubah semua peraturan perundang-
undangan yang sudah ada lebih dulu yang di dalamnya dilakukan suatu revisi yang
memungkinkan untuk dilakukannya suatu standarisasi profesionalisme dimaksud.
Pelaksanaan pengawasan yang bersifat lokal kedaerahan menyebabkan tidak dapat
dilaksanakannya mekanisme kontrol dengan baik, karena bentuk dari pengawasan hanya
terjadi dalam satu level organisasi daerah, dan tidak terdapat sistem kontrol pengawasan
lagi diatasnya dengan wewenang yang lebih tinggi. Bentuk pelaksanaan pengawasan yang
bersifat lokal memang memiliki dampak yang positif, dalam mewujudkan keefektifan
birokrasi. Namun di sisi lain, bentuk pengawasan ini memiliki dampak yang negatif,
terutama dikarenakan tidak adanya mekanisme kontrol secara berlapis atau berjenjang.
Sehingga jika sistem pengawasan yang ada ternyata bekerja tidak optimal dalam
menjalankan fungsinya, maka tidak akan ada lagi koreksi/kontrol dari lapis pengawasan
lainnya / di atasnya. Hal ini rawan karena dapat mengakibatkan antara lain terjadinya
suatu penyimpangan yang di lakukan oleh pengawasan itu sendiri dan lolosnya kesalahan
yang di buat dari pengawasan,yang di lakukan pengawas yang terbatas, sehingga
kemungkinan besar selamanya penyimpangan tersebut tidak akan diketahui oleh publik.
Sistem kepolisian dengan paradigma tersebut memiliki ciri-ciri, antara lain yaitu :
1. Kewenangan yang dimiliki lembaga kepolisian dalam sistem ini bersifat terbatas, yaitu
hanya sebatas pada lingkup daerah di mana suatu badan kepolisian itu berada. Hal ini
dikarenakan secara umum, lembaga kepolisian di negara yang menerapkan sistem
kepolisian ini berupa negara-negara bagian yang memiliki otonomi penuh atas wilayahnya
masing-masing. Selain itu, lembaga kepolisiannya memang dibentuk oleh pemerintah
daerah setempat dan diatur dengan peraturan perundang-undangan yang diterbitkan oleh
pemerintah daerah setempat itu sendiri. Sehingga tugas pokok dan wewenang lembaga
kepolisiannya pun hanya menjangkau daerah tersebut. Hal itu juga mempengaruhi bentuk
atribut, seragam, serta nama yang di gunakan oleh lembaga kepolisian yang ada menjadi
berbeda-beda, karena tergantung dari kebijakan dari pemerintah daerah setempat.
2. Dalam sistem ini pelaksanaan pengawasan terhadap lembaga kepolisian sifatnya lokal,
yang artinya bahwa pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan tugas-tugas serta
wewenang kepolisian dilakukan oleh tiap-tiap struktur lokal yang ditentukan dalam suatu
lembaga kepolisian. Termasuk dalam hal ini pengawasan terutama dilakukan secara
melekat oleh publik atau masyarakat daerah setempat dimana suatu lembaga kepolisian
tersebut berada. Pemerintah pusat tidak mempunyai kewenangan untuk turut campur
dalam permasalahan yang mencakup atau masih dalam taraf kewenangan dari daerah itu
sendiri. Dalam hal ini ada kecenderung karena dipengaruhi oleh basic model penerapan
hukum yang dianut di negara tersebut, yang kebanyakan adalah model anglo saxon atau
common law. Dimana dalam sistem kepolisian ini, lembaga kepolisian tumbuh atau di
bangun dari adanya kepentingan dalam masyarakat sendiri sehingga representasi polisi
dalam model tersebut dapat dikatakan sebagai representasi dari masyarakat itu sendiri atau
dapat di katakan juga bahwa polisi adalah sebagai milik masyarakat. Dapat dikatakan
seperti itu karena munculnya lembaga kepolisian pada awalnya bukan dikarenakan oleh
adanya kepentingan negara, melainkan kepentingan masyarakat.
3. Dalam sistem kepolisian ini, pelaksanaan penegakan hukum dilaksanakan secara terpisah
atau berdiri sendiri. Yang dimaksud dalam hal ini yaitu bahwa dalam pelaksanaan
penegakan hukum dalam sistem kepolisian tersebut, suatu lembaga kepolisian pada daerah
tertentu tidak bisa memasuki wilayah hukum daerah yang lain. Hal ini disebabkan karena
setiap lembaga kepolisian di negara yang menerapkan sistem kepolisian ini diatur dengan
suatu peraturan perundang-undangan tersendiri yang ditentukan oleh masing-masing
pemerintah daerah setempat, termasuk dalam hal teknis pelaksanaan penegakan
hukumnya. Hal ini berbeda dengan bentuk sistem Kepolisian Terpusat (Centralized Sistem
of Policing), yaitu dimana pelaksanaan penegakan hukum dilaksanakan secara nasional,
tidak secara terpisah atau berdiri sendiri.
Selain itu Negara Amerika juga memiliki Lembaga Kepolisian Federal seperti FBI,
yang pada mulanya kekuasaanya sangat terbatas. Mereka baru boleh melakukan upaya paksa
(penahanan, penyitaan dll) setelah tahun 1933. Karena di tahun 1934 dimana terjadi resei
ekonomi, kejahatan sangat tinggi dan FBI diperbolehkan melakukan upaya paksa sampai
sekarang. Secara mendasar organ FBI dibagi 2; General Criminal Investigation(Penyelidikan
Kejahatan pada Umumnya) dan Internal Security Matters (Urusan Keamanan Negara). Pada
masa sekarang FBI merupakan kekuatan Kepolisian yang sangat tangguh, canggih dan handal
sebagai aparat Penegak Hukum disuatu Negara Adidaya seperti Amerika Serikat.
2. Sistem Kepolisian Indonesia sebagai Negara Kesatuan
Di Indonesia sendiri, tujuan negara tercantum jelas pada pembukaan UUD 1945 yaitu
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia.Karenanya negara membuat sebuah sistem pemerintahan negara yang bertujuan untuk
mewujudkan tujuan negara secara keseluruhan dan berkesinambungan berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945. Negara Indonesia mengenal sistem trias Politica melalui implementasi
pemisahan kekuasaan pemerintahan yang terdiri dari kekuasaan legislatif, kekuasaan
eksekutif ,dan kekuasaan yudikatif. Fungsi-fungsi kekuasaan inilah yang menjalankan roda
negara agar dapat mewujudkan tujuan negara Indonesia.
Hal yang paling mendasar adalah bagaimana cara negara memberikan perlindungan
dan meningkatkan kesejahteraan dari seluruh warga negara Indonesia.Karena sebagai salah
satu negara dengan jumlah penduduk yang besar, peran negara dalam memberikan
perlindungan dan kesejahteraan sangatlah mutlak diperlukan.
Sebelum runtuhnya rezim orde baru,Indonesia mengenal adanya Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ABRI) sebagai fungsi pertahanan negara (National Defence) yang
mencangkup fungsi Kamdagri serta Kamtibmas. Dapat kita lihat pada UU No.2 tahun 1988
tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia bahwa komponen ABRI terdiri dari
prajurit TNI AD,prajurit TNI AL,prajurit TNI AU dan prajurit Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Pasal 2 ayat 2).
Negara Kesatuan Seperti Indonesia menganut Integrated System of Policing ( Sistem
Kepolisian Terpadu), disebut juga sistem desentralisasi moderat atau kombinasi atau
kompromi, merupakan sistem control yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah agar
terhindar dari penyalahgunaan organisasi Polisi Nasional serta efektif, efisien, dan seragam
dalam pelayanan. Dalam sistem kepolisian bentuk ini terdapat sistem kontrol / pengawasan
yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah dengan tujuan agar dapat dihindari
berbagai tindak penyalahgunaan organisasi polisi nasional serta guna mencapai efektivitas,
efisiensi dan keseragaman dalam hal pelaksanaan pelayanan yang harus di berikan kepada
publik atau masyarakat. Negara-negara yang menganut sistem kepolisian ini adalah Jepang,
Australia, Brasilia, Inggris dan Indonesia. Negara Kesatuan seperti Indonesia sangat sesuai
dengan bentuk tipenya yang terpadu, maka kelebihan maupun kelemahan yang terdapat
dalam Sistem Kepolisian Terpadu (Integrated System of Policing) dapat berasal dari
kelebihan atau kelemahan Sistem Kepolisian Terpisah (Fragmented System of Policing)
ataupun dari Sistem Kepolisian Terpusat (Centralized Sistem of Policing). Dalam sistem
kepolisian dengan paradigma Integrated System of Policing tersebut juga tentunya
mempunyai kelebihan atau kebaikan maupun kekurangan atau kelemahan. Beberapa
kelebihan atau kebaikan dari sistem kepolisian ini, antara lain :
1. Birokrasinya relatif lebih efektif atau tidak terlalu panjang, karena di dalam sistem
kepolisian ini, pemerintah pusat turut serta dalam hal tanggung jawab terhadap
kepolisian yang ada, di samping pemerintah daerah yang lebih intens bertanggung jawab
terhadap operasional lembaga kepolisian di daerahnya masing-masing. Hal ini
merupakan perpaduan antara Sistem Kepolisian Terpisah (Fragmented System of
Policing) dengan Sistem Kepolisian Terpusat (Centralized Sistem of Policing), yaitu
dimana suatu lembaga kepolisian di suatu daerah tertentu, selain di dukung oleh
pemerintah daerah setempat terkait dengan penyelenggaraan kegiatan operasional
kepolisian, termasuk dalam hal dukungan anggarannya, pemerintah pusat juga turut
bertanggung jawab dalam mendukung pelaksanaan tugas lembaga kepolisian yang ada,
terutama untuk kegiatan-kegiatan kepolisian tertentu. Sehingga dalam hal ini sistem
birokrasinya di rasakan lebih efektif dan efisien.
2. Terdapat kecenderungan atau adanya standarisasi dalam hal profesionalisme kepolisian
serta tercapainya efektivitas maupun efisiensi dalam bidang administrasi maupun
operasional dari lembaga kepolisian yang ada. Hal ini dimungkinkan dapat terwujud
dalam Sistem Kepolisian Terpadu (Integrated System of Policing) dikarenakan setiap
lembaga kepolisian yang ada di setiap daerah meskipun memiliki sifat otonom, namun
tetap berada dalam satu struktur lembaga kepolisian nasional. Lembaga kepolisian
nasional tetap membawahi lembaga kepolisian daerah meskipun lembaga kepolisian
daerah dalam pelaksanaan tugas operasionalnya lebih intens dengan pemerintah daerah
masing-masing. Dengan begitu, standarisasi profesionalisme kepolisian tetap dapat
ditentukan karena adanya satu peraturan perundang-undangan yang sama yang mengatur
lembaga kepolisian secara nasional.
3. Sistem pengawasannya dapat dilakukan secara nasional, mengingat terdapat keterlibatan
pemerintah pusat di dalam sistem kepolisian dengan paradigma tersebut. Hal ini
dikarenakan dalam sistem kepolisian yang terpadu, pemisahan hanya terjadi dalam hal-
hal yang terkait dengan fungsionalisasi operasional kepolisian, namun secara struktural
tetap berada dalam satu wadah lembaga kepolisian nasional, sehingga memungkinkan
terjadinya pengawasan oleh pemerintah pusat disamping oleh pemerintah daerah
setempat.
4. Koordinasi tiap-tiap wilayah mudah dilakukan karena adanya komando yang lebih tinggi
di atas komando lokal. Hal ini dikarenakan lembaga kepolisian yang berada di daerah-
daerah masih berada di bawah satu komando lembaga kepolisian nasional yang berada di
pusat, sehingga secara berjenjang terdapat sistem komando yang berlapis dari struktur
terbawah hingga teratas.
Namun di sisi lain terdapat pula beberapa kelemahan atau kekurangan dari sistem
kepolisian terpadu (Integrated System of Policing) tersebut, antara lain :
1. Pelaksanaan penegakan hukum yang dilakukan tetap secara terpisah atau berdiri sendiri
artinya bahwa antara lambaga kepolisian daerah tidak bisa memasuki wilayah hukum
daerah lain dalam menegakkan hukum. Hal ini dikarenakan pelaksanaan penegakan
hukum telah ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan bahwa lembaga
kepolisian lokal di suatu daerah hanya dapat menangani kasus-kasus kejahatan dan
melakukan penegakan hukum yang terjadi di daerahnya saja. Sedangkan jika terjadi suatu
kasus kajahatan yang melibatkan lebih dari satu daerah atau mempunyai implikasi terkait
kepentingan yang lebih luas, maka penanganannya dapat dilaksanakan oleh lembaga
kepolisian di atasnya. Jadi disamping hal ini merupakan suatu kelemahan, namun juga
terdapat kelebihan karena adanya pembagian wewenang yang sedikit samar di antara
setiap jenjang struktur lembaga kepolisian yang ada.
2. Kewenangan kepolisian yang dimiliki juga bersifat terbatas hanya sebatas daerah di mana
polisi tersebut berada atau bertugas. Hal ini tentunya akan menjadi suatu hambatan dalam
penanganan suatu kasus kejahatan manakala terjadi kasus kejahatan yang melibatkan
lebih dari satu yurisdikasi kepolisian lokal. Sehingga penanganan kasus tersebut
dikhawatirkan tidak dapat dilakukan secara cepat.
Kepolisian Indonesia saat ini dapat dikategorikan sebagai Integrated System of
Policing dimana Indonesia telah menjadikan posisi Kepolisian menjadi kekuatan yang
bersifat Nasional sebagai intstitusi namun juga berkapasitas fragmented (kedaerahan).
Mempelajari sistem kepolisian di sebuah Negara tidak lepas dari sejarah Negara yang
bersangkutan, sejarah kepolisiannya, UUD dan sistem ketatanegaraan, hukum yang mengatur
kepolisian dan hukum yang menetapkan tupoksi serta keadaan lingkungannya. Menurut
Dillip K. Das6) kepolisian di suatu negara adalah unik, karena sistem administrasi kepolisian
tidak berdiri sendiri, namun terkait erat dengan sistem administrasi negara, sistem peradilan
pidana dan sistem pertahanan negara.
Di Indonesia, dalam konteks sistem administrasi negara, Polri langsung berada di
bawah presiden (setelah pisah dari TNI), dalam sistem peradilan diatur dalam KUHAP dan
hubungan dengan TNI dan sistem pertahanan diatur dalam Undang-undang No. 23 Tahun
1959 tentang Keadaan Bahaya, Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia dan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah bahwa
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah merupakan tanggungjawab
Pemerintah Daerah dan Kepolisian di daerah. Meskipun demikian sesuai pasal 10 ayat (3)
UU No. 32 Tahun 2004 juga dikatakan bahwa Kewenangan di bidang keamanan yang
menjadi tanggungjawab kepolisian merupakan kewenangan pemerintah pusat. Jadi tetap garis
komando dalam satu rangkaian Kepolisian Nasional.
Penggunaan kekuatan ini sangat tergantung kepada kemampuan professional anggota
polri di lapangan. Ketika hal ini terjadi, dimana sejak otonomi daerah dijalankan, dan Pemda
memiliki kewenangan penuh atas penegakan perda melalui Polisi pamong prajanya dan
dishub untuk penertiban parkir, Polri terbentur dengan perbedaan pendapat dan pemahaman
masalah penegakan perda dengan peraturan nasional/undang-undang.
6. www.ncjrs.gov/App/publications/Abstract.aspx?id=154146
Hal ini tentunya disesuaikan juga dengan karakteristik dari wilayahnya masing-
masing. Selain itu juga dilakukan kerjasama dengan pihak pemerintah daerah setempat,
ketika dalam periode pemilihan umum daerah yang sejak masa pentahapan sudah harus
diproses dan membutuhkan keamanan, maka Polda atau Polres dapat membantu secara
mandiri ataupun meminta bantuan dari kesatuan yang ada di atasnya dalam rangka
terciptanya kondisi keamanan yang stabil dan menjamin agar proses tersebut berjalan dengan
lancar. Namun dalam hal ini, seringkali terbentur oleh masalah penggunaan kekuatan yang
tidak seimbang karena terbatasnya anggaran, sehingga yang terjadi adalah seringkali pihak
otonomi daerah di pemda yang mempunyai kekuasaan dan ingin juga terlibat sebagai calon
dalam pemilukada ( incumbent), melakukan upaya-upaya agar pihaknya diberikan privilege,
atau keleluasaan bergerak dan perlindungan khusus, dimana mereka dapat melakukan
praktek-praktek yang sebenarnya tidak boleh dilakukan atau bahkan melanggar tata tertib
pemilihan umum daerah bahkan hukum, namun mereka seringkali menawarkan anggaran
pengamanan yang cukup besar sehingga resikonya terjadi ketidak objektifan target
pengamanan dalam proses pemilihan kepala daerah.
Kesimpulan
Di Amerika Serikat kekuasaan negara memiliki ciri adanya penyerahan sebagian
kekuasaan negara bagian,yang semula sebagai pembentuk negara Federal.Karena itu,negara
bagian di Amerika Serikat (state) memiliki kekuasaan untuk membentuk Pemerintahan
Daerah (local Goverment). Sehingga Kepolisian dapat sangat maksimal dalam melaksanakan
tupoksinya.
Sedangkan Kepolisian di Indonesialebih ke arah Sistem Kepolisian Terpadu, yang
merupakan sistem kontrol yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah agar terhindar dari
penyalahgunaan organisasi Polisi Nasional serta efektif, efisien, dan seragam dalam
pelayanan.
Sewajarnya dengan penyelenggaraan pemerintahan yang baik tentu akan
menempatkan kepolisian dalam sebuah kerangka yang benar, agar pembangunan system
kepolisian mengarah pada posisi ideal. Banyak pengaruh politik dalam sistem kepolisian
yang tidak dapat diabaikan dengan begitu saja. Karena posisi kepolisian dalam sistem
kenegaraan mempunyai arti yang signfikan, dimana kepolisian menjadi garda terdepan yang
memberi peluang hubungan pemerintah dengan masyarakat dalam banyak kepentingan. Maka
didapatkan suatu pemahaman bahwa tidak ada suatu sistem kepolisian yang sempurna karena
masing-masing sistem kepolisian tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-
masing. Dengan adanya kelebihan yang dimiliki dalam suatu sistem kepolisian tertentu, maka
selayaknya dapat difungsikan sebagai kekuatan (strength) dan peluang (opportunity) yang
harus dioptimalkan eksistensinya guna menutupi atau mengeliminasi kelemahan (weakness)
yang dimiliki dalam sistem kepolisian tersebut. Kelebihan yang dimiliki harus dikelola
dengan baik sehingga tidak justru dapat menimbulkan ancaman (threat) baru bagi
operasionalisasi sistem kepolisian tersebut, melainkan dapat lebih mengoptimalkan peran dan
fungsinya dalam mewujudkan kemanan dan ketertiban serta kenyamanan dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Awaluddin Djamin, Posisi Polri dalam Kabinet Persatuan, Jurnal Polisi Indonesia, nomor 4 tahun 2002
Awaloedin Djamin,2009. Kedudukan Kepolisian Negara RI Dalam Sistem Ketata negaraan : Dulu ,Kini dan Esok.
Awaloedin Djamin, ____. Polri Pasca Amandemen UUD 1945 (antara Ideal dan
Praktek
Kunarto, Drs, Etika Kepolisian, Cipta Manunggal, Jakarta, 1997
Samuel Walker, The Police in America – An Introduction, Mc Grawhill Inc, New
York, Cetakan II, 1992, h. 16
Philip H. Purpurra, Criminal Justice : An Introduction, 1997, h. 127
http://thamrin.wordpress.com/2006/11/17/10-prinsip-good-governance/
http://armanpasaribu.wordpress.com/2009/02/12/108/
www.ncjrs.gov/App/publications/Abstract.aspx?id=154146