PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN...
Transcript of PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN...
PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN
MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN MAKE A-MATCH DAN
METODE TEAM QUIZ DI SMP ISLAMIYAH CIPUTAT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh
Siti Ngaisah
NIM : 107015000001
JURUSAN PENDIDIKAN IPS
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H./2011 M.
i
ABSTRAK
SITI NGAISAH. Perbedaan Hasil Belajar IPS Terpadu Dengan
Menggunakan Metode Pembelajaran Make A-match Dan Metode Team Quiz
Di SMP Islamiyah Ciputat. Skripsi. Jakarta: Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. 2011.
Permasalahan utama yang dikaji dalam penelitian ini perbedaan hasil
belajar IPS antara siswa yang diajar menggunakan metode Make A-Match dengan
siswa yang diajar menggunakan metode Team Quiz. Penelitian ini bertujuan untuk
membuktikan ada atau tidak ada perbedaan hasil belajar IPS antara siswa diajar
menggunakan metode Make A-Match dan metode Team Quiz, membuktikan
tinggi rendahnya hasil belajar IPS siswa yang diajar menggunakan metode Make
A-Match dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan
metode Team Quiz.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen
yaitu cara melakukan penelitian dengan percobaan. Metode ini digunakan untuk
menelaah adanya perbedaan hasil belajar IPS antara siswa diajar menggunakan
metode Make A-Match dan siswa yang diajar menggunakan metode Team Quiz.
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas VII-A dan
kelas VII-B SMP Islamiyah Ciputat. Kelas VII-A terdiri dari 45 siswa dengan
komposisi perempuan 24 siswa dan laki-laki 21 siswa, yang metode
pembelajarannya menggunakan Make A-Match. Kelas VII-B Terdiri dari 40 siswa
dengan komposisi perempuan 21 siswa dan laki-laki 19 siswa, yang metode
pembelajarannya menggunakan metode Team Quiz.. Instrumen yang dipakai
adalah tes. Teknik analisis data menggunakan metode statistik uji “t” (uji beda),
untuk menguji hipotesis penelitian dilakukan konsultasi pada tabel distribusi “t”
pada taraf signifikansi 5%.
Temuan hasil penelitian ini adalah: 1) Tidak terdapat perbedaan hasil
belajar yang signifikan antara siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran
kooperatif (Cooperative Learning) metode Make A-Match dengan siswa yang
diajar dengan pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) metode Team Quiz
dalam pelajaran IPS Terpadu dengan diperoleh nilai
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑖𝑡𝑢 0,0042 < 1,66; 2) Perbedaan hasil belajar IPS siswa yang
diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) metode
Team Quiz dapat terlihat dari mean gainnya sebesar 0,63 lebih baik daripada
mean-gain kelompok yang diajarkan dengan pendekatan Cooperative Learning
metode Make A-Match yaitu 0,53. Dengan demikian Nampak bahwa hasil belajar
IPS siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif metode Team
Quiz lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar IPS siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran Cooperatif Learning metode Make A-Match;
dan 3) berdasarkan hasil observasi, model pembelajaran kooperatif (Cooperative
Learning) metode Make A-Match dan metode Team Quiz merupakan metode
pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa ingin tahu, keberanian
mengungkapkan pendapat maupun pertanyaan, dan sifat menghargai serta
tanggung jawab siswa.
ii
ABSTRAC
SITI NGAISAH. The Defference of Social Science Education Learning
Achievement With Make A-Match Learning Method and Team Quiz Learning
Method: Study to Student of SMP Islamiyah Ciputat. Thesis. Jakarta: Social
Sciene Education Program Faculty of Tarbiyah and Teaching Science of State
Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN). 2011.
The objective of this research is to examine the defference of student's
learning achievement at social science education between whom learned with
Make A-Match learning method and whom learned with Team Quiz learning
method, to compare the student's learning achievement by Make A-Match
learning method and Team Quiz learning method, and to know student's response
with cooperative learning applied.
The research is held 85 students from Class VII of SMP Darussalam that
device to two group of experiment and control with the number of experiment
group is 45 students and the number of control group is 40 students. Data were
collected from test (30 items), and observation to know learning method process,
using experiment design. Analyse data with t-test at signification α 5%.
The results of this research: There is nothing the defference between
student's learning achievement at social science education with Make A-Match
learning method and student's learning achievement at social science education
with Team Quiz learning method and obtained value 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 0,0042 and
𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 1,66 . The result show that at signifikan 5% with mean gain Make A-Match
0,53 and mean gain Team Quiz 0,63 hence can be said that cooperative learning
Team Quiz method is better than cooperative learning Make A-Match method.
Student and observer give a positive response with this cooperative learning
applied.
According to the result of this research the author recommended: The
teachers should had a knowledge and enough abbility to choose the right learning
methods and suitable with the matter learned by student so the students learning
achievement could be increased. The research about Make A-Match and Team
Quiz learning technique that applied for other matter or lessons should be held to
resolved its function to increases student's learning achivement and motivates
them.
iv
KATA PENGANTAR
Hanya ungkapan rasa syukur yang tiada terkira atas segala limpahan
nikmat yang luas tanpa batas serta anugerah yang agung tak terhitung dari Illahi
Rabbi, karena berkat itu semua penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan
umat manusia, Nabi Muhammad SAW, makhluk mulia yang penuh dengan rasa
cinta dan kasih sayang kepada sesama manusia.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan
dari berbagai pihak, baik moril maupun materiil, maka penulis mengucapkan
terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. H. Nurochim MM, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, dan sekaligus sebagai pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya selama penyusunan
skripsi ini.
3. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya pada Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang tidak
terhingga banyaknya dan sangat berguna bagi penulis.
4. Seluruh civitas akademi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Staf perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan motivasi penulis selama
menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Bapak Mudalih, S.Ag selaku kepala sekolah SMP Islamiyah Ciputat yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
v
8. Bapak Drs. Sayuti Supriatna, selaku guru IPS Terpadu SMP Islamiyah Ciputat
yang telah memberikan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian di
kelas VII.
9. Sahabat dan adik-adik penulis yaitu Nurlela, Ismi Lutfiyah, Nurlita Marya,
Reyita Mardati Sakinah, Raga Wiranata, Masruroh, Neneng Suwartini, Arif
Rahman Hakim yang selalu memberikan bantuan, dukungan, dan menghibur
penulis ketika merasa tidak mampu dalam menyelesaikan berbagai tugas dan
semoga persahabatan kita tak lekang oleh waktu.
Atas bantuan mereka yang sangat berharga, penulis berdo'a semoga Allah
s.w.t. memberikan balasan yang berlipat ganda sebagai amal shaleh dan ketaatan
kepada-Nya, Amin.
Jakarta, 03 Agustus 2011
Penulis
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 8
C. Pembatasan Masalah ....................................................................... 9
D. Perumusan Masalah ........................................................................ 10
E. Tujuan Penelitian ............................................................................ 10
F. Manfaat Penelitian .......................................................................... 10
1. Manfaat Teoritis ................................................................. 10
2. Manfaat Praktis .................................................................. 11
BAB II DISKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN ....................................................................................... 12
A. Deskripsi Teori ............................................................................... 12
1. Hasil Belajar .............................................................................. 12
a. Pengertian Belajar .............................................................. 12
b. Prinsip-Prinsip Belajar ....................................................... 15
c. Teori-Teori Belajar............................................................. 16
d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar .......... 19
e. Hasil Belajar ....................................................................... 20
f. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar ............ 24
g. IPS Terpadu ........................................................................ 26
h. Hasil Belajar IPS Terpadu .................................................. 29
2. Metode Pembelajaran ................................................................. 32
a. Pengertian Metode Pembelajaran ....................................... 32
b. Jenis-Jenis Metode Pembelajaran ...................................... 34
3. Pengaruh Metode Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar ........... 53
vii
B. Kerangka Berpikir .......................................................................... 54
C. Perumusan Hipotesis Penelitian ..................................................... 56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 57
A. Tempat Dan Waktu Penelitian ....................................................... 57
B. Subjek Penelitian ............................................................................ 57
C. Metode Penelitian........................................................................... 57
D. Desain Penelitian ............................................................................ 58
E. Tehnik Pengumpulan Data ............................................................. 58
F. Instrumen Penelitian ...................................................................... 59
F.1. Definisi Konseptual ................................................................ 59
F.2. Definisi Operasional ............................................................... 59
F.3. Kisi-Kisi Instrumen ................................................................. 60
G. Uji Coba Instrumen ....................................................................... 62
a. Uji Validitas ....................................................................... 62
b. Uji Reliabilitas ................................................................... 62
c. Uji Taraf Kesukaran Soal ................................................... 63
d. Daya Beda .......................................................................... 63
H. Tehnik Analisis Data ...................................................................... 64
I. Analisis Data .................................................................................. 65
J. Hipotesis Statistik .......................................................................... 66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 67
A. Deskripsi Data ............................................................................... 67
1. Gambaran Umum SMP Islamiyah Ciputat .......................... 67
a. Sejarah Berdirinya SMP Islamiyah Ciputat .................... 67
b. Visi dan Misi SMP Islamiyah Ciputat ............................ 68
c. Struktur Organisasi SMP Islamiyah Ciputat ................... 68
2. Praktik Pembelajaran ............................................................. 68
a. Praktik Pembelajaran Metode Make A-Match ................ 68
b. Praktik Pembelajaran Metode Team Quiz ....................... 70
3. Data Hasil Belajar IPS Siswa ................................................. 71
a. Data Hasil Belajar IPS Siswa Kelompok Make A-Match..71
b. Data Hasil Belajar IPS Siswa Kelompok Team Quiz ..... 71
viii
B. Persyaratan Analisis Data.............................................................. 72
1. Uji Normalitas Data 72
2. Uji Homogenitas Data 72
C. Pengujian Hipotesis 74
D. Pembahasan Hasil Penelitian 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 76
A. Kesimpulan 76
B. Saran 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tugas bangsa Indonesia setelah merdeka dan terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, salah satunya adalah mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Cita-
cita dan tujuan nasional ini tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
1945. Salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan tersebut adalah
melalui pendidikan. Menurut Muhibin Syah, “pendidikan adalah proses dengan
metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman,
dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.”1 Berdasarkan definisi
tersebut, pendidikan merupakan sebuah proses yang dilakukan untuk memberikan
pemahaman kepada seseorang untuk melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan
tugas dan tanggung jawab yang dimiliki.
Proses pendidikan diawali ketika individu dilahirkan dalam lingkungan
keluarga kemudian dilanjutkan dan dikembangkan melalui jenjang pendidikan
formal, terstruktur dan sistematis dalam lingkungan sekolah. Di sekolah terjadi
interaksi secara langsung antara siswa sebagai peserta didik dan guru sebagai
pendidik dalam suatu proses pembelajaran. Melalui sekolah, peserta didik tidak
hanya diberikan pemahaman tentang ilmu pengetahuan, tetapi juga pemahaman
1 Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT. Remaja
Rosydakarya, 2009), h.10
2
moral dan keagamaan. Namun pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab
sekolah, akan tetapi keluarga dan masyarakat juga ikut bertanggung jawab.
Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik
menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan pendidikan
nasional adalah sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratif serta bertanggung jawab.
Dalam rumusan tujuan pendidikan dalam undang-undang tersebut melalui
pendidikan dapat terbentuk warga negara yang memiliki tanggung jawab,
memiliki kesopanan dan kesusilaan, serta menjadi warga negara yang demokratis.
Melalui pendidikan diharapkan peserta didik memiliki kecakapan dan
keterampilan sehingga dapat melaksanakan perannya sebagai warga lokal,
nasional, dan global.
Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memperlukan usaha dan
dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa untuk
kelangsungan masa depannya. Sama halnya dengan Bangsa Indonesia
mengharapkan melalui pendidikan dapat mengembangkan masa depan bangsa,
sebab melalui pendidiakan pembentukan generasi penerus sebagai sumber daya
yang berkualitas dapat dilakukan. Walaupun mengakui bahwa pendidikan adalah
investasi besar jangka panjang yang harus ditata, dipersiapkan dan diberikan
sarana maupun prasarananya dalam hal ini modal material yang cukup besar,
tetapi hingga sekarang ini Indonesia masih berada pada proses penyelesaian
masalah yakni kualitas pendidikan terbukti Indonesia berada dalam peringkat
bawah dalam kualitas pendidikan dibandingkan negara-negara Asia Tenggara
yang lainnya.
Pendidikan adalah salah satu cara yang digunakan untuk menciptakan
masyarakat yang memiliki kualitas. Atas dasar hal tersebut pihak pemerintah
Indonesia melakukan upaya-upaya yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan,
meskipun hasilnya tidak dengan seketika dapat terlihat. Upaya peningkatan
3
kualitas pendidikan dilakukan melalui berbagai perbaikan seperti perbaikan
kebijakan pendidikan, peningkatan kualitas pendidik, melengkapi sarana dan
prasarana pendidikan, dan perbaikan kurikulum yang sesuai dengan tuntutan
zaman.
Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh proses pembelajaran. Para
peserta didik yang sudah mengikuti proses pembelajaran diharapkan mengalami
perubahan baik dalam bidang pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan
sikap.
Salah satu standar mutu pendidikan di suatu sekolah adalah hasil belajar
yang dicapai oleh para peserta didik di sekolah tersebut. Maka hasil belajar
peserta didik pada suatu mata pelajaran tertentu merupakan salah satu indikator
kualitas pendidikan di suatu sekolah. Peningkatan kualitas ilmu pendidikan pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah dilakukan pada semua kelompok mata
pelajaran yang tertuang dalam Standar Isi. Diantaranya adalah kelompok mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu (IPS Terpadu), yang menjadi mata
pelajaran wajib pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah
Tsanawiyah (MTs.).
Terkait dengan mutu pendidikan khususnya pendidikan pada jenjang
Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs.) hingga
saat ini masih jauh dari apa yang diharapkan. Banyak para peserta didik SMP atau
MTs. pada mata pelajaran IPS Terpadu, memperoleh hasil belajar yang rendah,
dan kurang memiliki motivasi dalam belajar. Berdasarkan hasil pengamatan,
peserta didik kurang aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Para peserta didik
mengeluhkan jika pelajaran IPS hanya pelajaran yang sifatnya menghafal dengan
cara yang membosankan, IPS kurang menekankan aspek penalaran sehingga
menyebabkan rendahnya minat belajar dalam mata pelajaran IPS para peserta
didik di sekolah.
Beberapa masalah yang terdapat dalam proses pembelajaran IPS Terpadu
antara lain proses pembelajaran mata pelajaran IPS kurang kondusif. Hal tersebut
antara lain disebabkan karena interaksi guru dan peserta didik kurang, para peserta
didik hanya mendengarkan, sedangkan guru menerangkan dari awal pembelajaran
hingga bel tanda jam pelajaran selesai, inilah situasi yang membosankan bagi para
4
peserta didik. Proses pembelajaran yang dilakukan hanya bersifat satu arah,
ditambah lagi dengan metode mengajar yang digunakan oleh guru kurang
menarik, kadang-kadang guru hanya duduk depan kelas sambil menerangkan,
tanpa peduli apakah yang disampaikan diperhatikan oleh para peserta didiknya,
ditambah lagi dengan guru tidak menggunakan media yang relevan. Dalam hal ini
guru hanya sekedar memenuhi kewajibannya memenuhi tugas mengajar sebagai
tukang ajar, atau mengisi daftar hadir guru. Seharusnya guru harus menciptakan
suasana kelas yang dapat membuat peserta didik mendapat kesempatan untuk
saling berinteraksi aktif dengan seluruh komponen kelas.
Dampaknya dari proses pembelajaran IPS Terpadu yang kurang kondusif
adalah motivasi para peserta didik dalam mengikuti mata pelajaran IPS rendah,
banyak peserta didik yang sering melakukan hal-hal yang bukan aktivitas belajar
ketika pelajaran IPS, seperti berbicara dengan peserta didik yang lain,
mengerjakan tugas mata pelajaran lain, atau mengantuk di dalam kelas selama
proses pembelajaran berlangsung. Dengan motivasi yang rendah, para peserta
didik tidak dapat mengembangkan potensi yang dimiliki, dan hasil belajar para
peserta didik dalam mata pelajaran IPS Terpadu rendah.
Banyak faktor yang menyebabkan hasil belajar IPS Terpadu peserta didik
rendah yaitu faktor internal dan eksternal dari peserta didik. Faktor internal antara
lain: motivasi belajar, intelegensi, sikap peserta didik terhadap guru, sikap peserta
didik terhadap mata pelajaran, sikap peserta didik terhadap metode yang
digunakan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, kebiasaan dan rasa
percaya diri peserta didik. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang terdapat
di luar peserta didik, seperti: guru sebagai pembina kegiatan belajar, strategi dan
metode pembelajaran, sarana dan prasarana, kurikulum dan lingkungan dalam hal
ini adalah lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan tempat
tinggal.
Selain metode pembelajaran yang digunakan guru dalam proses
pembelajaran, hasil belajar akan mengalami peningkatan apabila sikap peserta
didik terhadap proses pembelajaran IPS Terpadu adalah sikap yang positif.
Menurut Aunurrahman, bahwa “sikap peserta didik dalam proses belajar yang
paling utama sekali ketika kegiatan belajar dimulai, sebab menjadi penentu sikap
5
belajar selanjutnya” 2
. Ketika proses pembelajaran dimulai peserta didik memiliki
sikap menerima atau ada kesediaan emosional untuk belajar, maka akan
cenderung untuk berusaha terlibat dalam kegiatan belajar dengan baik, namun jika
yang lebih dominan adalah sikap menolak sebelum belajar atau ketika akan
memulai pembelajaran, maka peserta didik cenderung kurang memperhatikan dan
mengikuti kegiatan belajar. Sikap terhadap belajar juga terlihat dari kesungguhan
mengikuti pelajaran, atau sebaliknya bersikap acuh terhadap aktivitas belajar.
Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap hasil belajar adalah
lingkungan belajar. Lingkungan belajar terdiri dari tiga tempat yakni lingkungan
sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan tempat tinggal. Lingkungan
sekolah seperti: pergantian pelajaran, pergantian guru, jadwal belajar atau jadwal
aktivitas sekolah yang kurang cermat, suasana yang gaduh, karena lokasi sekolah
yang dekat dengan jalan raya atau pasar, sehingga membuat para peserta didik
tidak konsentrasi dalam belajar, sehinggga berdampak pada hasil belajar.
Lingkungan rumah atau keluarga, seperti kurang perhatian, ketidakteraturan,
pertengkaran, masa bodoh, tekanan, dan sibuk urusannya masing-masing,
ketidakpedulian orang tua terhadap anak, orang tua hanya menitipkan anak ke
sekolah, sehingga tidak ada kontrol orang tua terhadap hasil belajar anak, hal ini
juga berdampak terhadap hasil belajar peserta didik sebab tidak ada motivasi dari
keluarga, peserta didik merasa tidak diperhatikan sehingga bertindak semaunya
sendiri merasa tidak perlu memiliki hasil belajar yang bagus. Lingkungan atau
situasi tempat tinggal, seperti lingkungan kriminal, lingkungan bising, dan
lingkungan minuman keras, yang mempengaruhi aktivititas peserta didik untuk
belajar sehingga tidak mendapatkan hasil belajar yang baik.
Kemampuan pedagogik dan profesional guru juga menjadi faktor penentu
keberhasilan dalam pembelajaran. Menurut Farida Sarimaya kemampuan
pedagogik meliputi ” pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar.”3 Salah satu kompetensi
pedagogik guru adalah mengelola proses pembelajaran. Banyak guru yang kurang
2 http://www.rhynosblog.com/2010/02/sikap-peserta didik-terhadap-pembelajaran-
kimia.html, akses Senin 1 November 2010 3 Farida Sarimaya, Sertifikasi Guru, Apa, Mengapa, dan Bagaimana, (Bandung: Yrama
Widya, 2008), h. 19
6
mampu mengelola proses pembelajaran. Pada saat sekarang ini masih banyak guru
yang memiliki anggapan bahwa guru adalah sumber belajar yang paling utama
namun, guru tidak mengembangkan wawasan yang dimilikinya, dan guru hanya
menggunakan sumber belajar hanya satu buku serta guru tidak menggunakan
media yang relevan dengan materi pembelajaran atau guru tidak mampu
mengoperasikan media-media yang tersedia, khususnya media yang berkaitan
dengan tehnologi atau komputer serta guru tidak mampu memanfaatkan media-
media sederhana yang tersedia di lingkungan sekitar, sehingga materi mata
pelajaran IPS hanya merupakan materi yang tersimpan dalam fikiran para peserta
didik. Kemampuan pedadogik guru juga termasuk bagaimana guru menerapkan
metode yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan materi pelajaran.
Menurut Dalyono, ”metode mengajar yang menyebabkan peserta didik pasif,
sehingga anak tidak ada aktivitas. Hal ini bertentangan dengan dasar psikologis,
sebab pada dasarnya individu itu makhluk dinamis.”4
Berdasarkan masalah-masalah yang diungkapkan tersebut harus dicari
penyelesaiannya untuk mencapai peningkatan hasil belajar, khususnya hasil
belajar IPS. Peningkatan hasil belajar IPS Terpadu peserta didik dapat dilakukan
dengan melakukan perbaikan, perubahan dan pembaharuan terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi peningkatan hasil belajar dalam hal ini salah satunya adalah
metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Hal ini disebabkan karena
metode pembelajaran, merupakan penciptaan suasana belajar. Metode
pembelajaran menjadi motivasi bagi para peserta didik untuk belajar di kelas,
suasana kelas yang menyenangkan sehingga peserta didik tidak merasa terpaksa
dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, namun dapat memberikan
pemahaman materi.
Perlu dicari strategi baru dalam pembelajaran IPS Terpadu yang
melibatkan peserta didik secara lebih aktif. Pembelajaran yang mengutamakan
penguasaan kompetensi harus berpusat pada peserta didik (Focus on Learners),
memberikan pembelajaran dan pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual
dalam kehidupan nyata (provide relevant and contextualized subject matter) dan
mengembangkan mental yang kaya dan kuat pada peserta didik.
4 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan. (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), h.243
7
Dalam proses pembelajaran di kelas, guru diharuskan untuk merancang
kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan kompetensi, baik dalam
ranah kognitif, ranah afektif maupun psikomotorik peserta didik. Strategi
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan penciptaan suasana yang
menyenangkan sangat diperlukan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik
dalam mata pelajaran IPS Terpadu, salah satunya adalah Metode “Make A-
Match”. Menurut Sugiyanto, “Metode Make A-Match dikembangkan oleh Lorna
Curran, pada tahun 1994”.5 Selain itu metode Make A-Match, metode Team Quiz
merupakan salah satu metode pembelajaran yang mampu meningkatkan keaktifan
siswa dalam proses belajar. Menurut Retno Parminingsih, “dalam pelaksanaan
metode pembelajaran ini, siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil dan
masing-masing anggota kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama atas
keberhasilan kelompoknya dalam memahami materi dan menjawab soal, melalui
metode ini siswa dilatih untuk bekerja sama.”6
Pembelajaran dengan menggunakan metode Make A-Match adalah suatu
proses belajar mengajar di dalam kelas yang dilakukan dengan cara peserta didik
dibagi menjadi beberapa kelompok. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi
beberapa konsep atau topik yang sesuai untuk sesi review, satu bagian kartu soal
dan bagian lainnya kartu jawaban. Setiap kelompok mendapatkan sebuah kartu
yang bertuliskan soal dan jawaban. Tiap anggota kelompok memikirkan jawaban
dan soal dari kartu yang di miliki oleh masing-masing anggota kelompok. Setiap
kelompok memasangkan kartu jawaban dan kartu soal. Misalnya: pemegang kartu
soal yang bertuliskan “ Apa yang dimaksud dengan manusia sebagai makhluk
sosial” harus dipasangkan dengan kartu jawaban yang berisi “manusia tidak dapat
hidup tanpa bantuan orang lain.” Setiap kelompok yang dapat mencocokkan
kartunya sebelum batas waktu diberi poin. Guru bersama-sama dengan peserta
didik membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
5 Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif. (Surakarta: Yuma Presindo, 2009),
h.49 6Retno Parminingsih, “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Quiz Dan
Genuis Learning Strategy Dalam Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Sikap Belajar Siswa,”
(Skripsi S1 Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta,
2008), h. 3.
8
Metode Team Quiz salah satu metode pembelajaran yang mampu
meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar. Pelaksanaan model
pembelajaran ini adalah siswa dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil
dan masing-masing anggota kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama
atas keberhasilan kelompoknya. Masing-masing kelompok diberi tugas untuk
memahami materi, kemudian guru memberikan pertanyaan untuk Quiz, dalam hal
ini peserta didik dilatih untuk bekerja sama dengan sesama anggota kelompoknya.
Guru bersama-sama dengan peserta didik membuat kesimpulan terhadap materi
pelajaran.
Pembelajaran aktif harus diterapkan oleh pendidik supaya suasana dalam
proses pembelajaran menyenangkan. Menurut E. Mulyana, “pembelajaran aktif
dilakukan dengan menciptakan suatu kondisi supaya peserta didik dapat berperan
aktif, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator”.7 Pembelajaran harus dibuat
dalam suatu kondisi dan situasi yang menyenangkan sehingga peserta didik akan
terus termotivasi dari awal sampai akhir kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini
pembelajaran dengan metode Make A-Match sebagai salah satu bagian dari
pembelajaran kooperatif learning dan metode Team Quiz, merupakan salah satu
alternatif yang dapat digunakan guru disekolah untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran IPS Terpadu tingkat SMP dan MTs.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dirancang untuk mengkaji
penerapan pembelajaran metode “Make A-Match dan Team Quiz ” dalam
meningkatkan hasil belajar dalam mata pelajaran IPS Terpadu.
B. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan uraian yang ada dalam latar belakang masalah dan
pengamatan awal terhadap para peserta didik, interaksi guru dengan peserta didik
dalam proses belajar mengajar, ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil
belajar peserta didik yang dipilih sebagai objek perhatian untuk dikaji secara
ilmiah antara lain sebagai berikut:
7 E. Mulyana, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteistik dan Implementasi
(Bandung, Remaja Rosda Karya, 2003) h. 45.
9
1) Metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran
guru kurang menarik, guru hanya duduk depan kelas sambil menerangkan, dan
menggunakan sumber belajar hanya satu buku.
2) Sikap peserta didik terhadap guru, mata pelajaran, terhadap metode
pembelajaran rendah. Banyak peserta didik yang menganggap mata pelajaran
IPS adalah pelajaran yang hanya menghafal, guru IPS adalah tukang cerita,
dan metode pembelajaran IPS yang selalu dilakukan dengan ceramah.
3) Lingkungan belajar, yang terdiri dari tiga tempat yakni lingkungan sekolah,
lingkungan keluarga, dan lingkungan tempat tinggal kurang mendukung
proses pembelajaran.
4) Motivasi belajar peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran IPS
terpadu rendah, hal ini ditunjukkan dengan adanya aktivitas mengerjakan
tugas rumah mata pelajaran lain atau melakukan berbagai kegiatan negatif
lainnya ketika proses pembelajaran IPS terpadu.
5) Kemampuan pedagogik dan profesional guru dalam mengelola proses
pembelajaran rendah, guru masih beranggapan bahwa guru adalah sumber
belajar yang paling utama, sehingga guru tidak mengembangkan wawasan
yang dimilikinya, dan guru hanya menggunakan sumber belajar hanya satu
buku serta guru tidak menggunakan media yang relevan dengan materi
pembelajaran atau guru tidak mampu mengoperasikan media-media yang
tersedia, khususnya media komputerisasi.
6) Hasil belajar IPS Terpadu peserta didik rendah, hal ini ditunjukkan dengan
belum tercapainya KKM yang ditetapkan yaitu 65.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang sudah dijelaskan di atas, maka
masalah yang diteliti dibatasi pada:
Hasil belajar IPS Terpadu peserta didik yang rendah, hal ini diterlihat
dengan banyaknya peserta didik yang belum mencapai KKM yang ditetapkan
yaitu 65. Hal tersebut salah satu penyebabnya adalah metode yang digunakan guru
dalam proses pembelajaran kurang menarik dan mengaktifkan peserta didik dalam
proses pembelajaran.
10
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian dan identifikasi masalah serta
pembatasan masalah yang sudah dikemukakan di atas, maka rumusan masalahnya
adalah sebagai berikut:
”Apakah ada perbedaan hasil belajar IPS Terpadu siswa di SMP Islamiyah
Ciputat kelas VII yang menggunakan metode pembelajaran Make A-match dan
metode pembelajaran Team Quiz?”.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui ada atau tidak ada perbedaan hasil belajar IPS Terpadu
siswa di SMP Islamiyah Ciputat kelas VII yang menggunakan metode
pembelajaran Make A-match dan metode pembelajaran Team Quiz.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dilakukan dapat bermanfaat bagi peneliti, para peserta
didik, guru, dan komponen pendidikan di sekolah. Manfaat penelitian tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi penulis, dapat menambah pengetahuan dan mengembangkan ilmu
yang telah diperoleh selama kuliah, sehingga penelitian ini merupakan
wahana untuk mengembangkan ilmu yang dimiliki oleh penulis.
b. Bagi para akademisi, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau
bahan kajian dalam menambah ilmu pengetahuan di bidang pendidikan,
sehingga dapat mengembangkan penerapan metode pembelajaran yang
dilakukan di dalam kelas.
c. Bagi peneliti lebih lanjut, dapat dijadikan referensi dalam mengembangkan
pengetahuan tentang penerapan metode pembelajaran make a-match dan
Team Quiz sehingga dapat meningkatkan hasil belajar IPS Terpadu.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peserta didik, lebih berani mengemukakan pendapat, ide, gagasan, dan
saran yang mereka miliki, dan memiliki motivasi untuk memperhatikan dan
11
mengikuti proses pembelajaran dengan baik sehingga mendapatkan hasil
belajar yang sesuai dengan KKM yang sudah ditentukan.
b. Bagi guru dapat menjadi salah satu acuan untuk menggunakan metode
pembelajaran Make A-Match atau metode Team Quiz dalam proses belajar
mengajar mata pelajaran IPS Terpadu di kelas VII di SMP Islamiyah
Ciputat, sebab guru merupakan pengatur dan pencipta kondisi yang
menyenangkan, namun dapat memberikan pemahaman konsep terhadap
peserta didik dengan strategi pembelajaran yang tepat tidak konvensional
namun, bersifat variatif.
c. Bagi sekolah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
terhadap administrasi pendidikan, sebagai saran bagi kepala sekolah untuk
mengambil keputusan dalam pembinaan guru untuk menggunakan metode
pembelajaran yang inovatif dalam proses pembelajaran.
12
BAB II
DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
A. Deskripsi Teori
1. Hasil Belajar
a. Pengertian Belajar
Ada beberapa pendapat tentang pengertian belajar yang pertama menurut
James O. Whittaker, belajar adalah “proses perubahan tingkah laku melalui
latihan atau pengalaman.”1 John Dewey seorang ahli pendidikan Amerika Serikat
dari aliran Behavioral Approach, belajar merupakan proses perubahan yang
terjadi pada diri seseorang melalui penguatan (reinforcement), sehingga terjadi
perubahan yang bersifat permanen dan persisten pada dirinya sebagai hasil
pengalaman (Learning is a change of behaviour as a result of experience).
Definisi belajar menurut Lee J. Croubach adalah “belajar itu tampak oleh
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman.”2
Pengertian belajar yang lain adalah menurut Slameto yang mengemukakan
belajar adalah “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
1 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990) , h. 99
2 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 212
13
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”3 Dalam definisi
ini dapat dipahami bahwa belajar harus menunjukan adanya perubahan perilaku
yang disebabkan karena interaksi dengan lingkungan. Menurut Slameto, belajar
merupakan “suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.”4 Sedangkan
menurut Winkel belajar adalah “suatu aktivitas mental dan psikis yang
berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai
sikap. Perubahan yang terjadi tersebut bersifat secara relatif konstant.”5
Hamalik mendefinisikan belajar adalah suatu pertumbuhan atau perubahan
dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru
yang disebabkan pengalaman dan latihan. Menurut Hamalik pengertian belajar
“merupakan proses suatu kegiatan dan bukan hasil atau tujuan.”6
Sedangkan
pengertian belajar menurut Ahmad Sabri adalah “ perilaku berkat pengalaman dan
latihan.”7
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang perubahan tersebut
berupa perubahan pengetahuan, pengalaman, ketrampilan, dan nilai sikap,
perubahan-perubahan tersebut merupakan hasil pengalaman dalam berinteraksi
dengan lingkungan (pengalaman dan latihan), perubahan-perubahan tersebut
bersifat tetap. Dari berbagai pendapat tersebut ada elemen-elemen penting yang
menjadi ciri seseorang disebut belajar. Elemen-elemen tersebut adalah perubahan
tingkah laku, adanya interaksi dengan lingkungan, dan adanya perubahan yang
relatif tetap.
3
Ridwan, Kegiatan Belajar dan prestasi, artikel diakses dari
http://ridwan202.wordpress.com/2008/04/23/kegiatan-belajar-dan-prestasi/, Pada 16 Juni 2010. 4 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta, Bina Aksara,
1998) , h. 2 5
Pengertian Belajar Menurut Ahli. Artikel diakses pada 15 Juni 2011 dari
http://belajarpsikologi.com/pengertian-belajar-menurut-ahli/ 6
Pengertian Belajar Mengajar, artikel diakses dari
http://www.scribd.com/doc/56617565/20/Pengertian-Belajar-Mengajar, pada 03 Juni 2011. 7 Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar&Micro Teaching, (Jakarta, PT Ciputat Press,
2010), h. 19
14
Perubahan yang dihasilkan oleh proses belajar bersifat progresif dan
akumulatif, mengarah kepada kesempurnaan, misalnya dari tidak mampu menjadi
mampu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, baik mencakup aspek pengetahuan
(cognitive domain), aspek afektif (afektive domain) maupun aspek psikomotorik
(psychomotoric domain).
Ada empat pilar belajar yang dikemukakan oleh UNESCO, yaitu sebagai
berikut:
1. Learning to Know, yaitu suatu proses pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik menguasai tehnik menemukan pengetahuan dan tidak hanya
memperoleh pengetahuan.
2. Learning to do adalah pembelajaran untuk mencapai kemampuan untuk
melaksanakan Controlling, Monitoring, Maintening, Designing,
Organizing. Belajar dengan melakukan sesuatu dalam potensi yang nyata
tidak hanya terbatas pada kemampuan mekanistis, melainkan juga meliputi
kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain serta
mengelola dan mengatasi konflik.
3. Learning to live together adalah membekali kemampuan untuk hidup
bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi, saling
pengertian dan tanpa prasangka.
4. Learning to be adalah individu diharuskan untuk mengembangkan aspek
pribadinya secara optimal dan seimbang, untuk menghadapi tantangan
kehidupan yang berkembang cepat dan sangat kompleks. Tuntutan
perkembangan kehidupan global, tidak hanya menuntut berkembangnya
manusia secara menyeluruh dan utuh, tetapi juga manusia yang utuh dan
unggul. Keunggulan tersebut diperkuat dengan moral yang kuat.8
Keberhasilan pembelajaran yang untuk mencapai tingkatan ini diperlukan
dukungan keberhasilan dari pilar pertama, kedua, ketiga dan keempat. Empat pilar
tersebut di atas akan membentuk peserta didik yang mampu mencari informasi
dan menemukan ilmu pengetahuan yang mampu menyelesaikan masalah,
bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleransi terhadap perbedaan yang ada di
masyarakat. Keempat pilar tersebut yakni learning to know, learning to do,
learning to live together, dan learning to be menumbuhkan rasa percaya diri pada
peserta didik sehingga menjadi manusia yang mampu mengenal dirinya,
berkepribadian mantap dan mandiri, memiliki kemantapan emosional dan
intelektual, serta sosial.
8 Agus Suhani, Empat Pilar Belajar Menurut UNESCO, artikel diakses pada 04 April
2011 dari http://agussambeng.blogspot.com/2010/10/empat-pilar-belajar-menurut-unesco.html
15
b. Prinsip-Prinsip Belajar
Dalam mengerjakan berbagai kegiatan dalam kehidupan sehari-hari,
seseorang harus mempunyai prinsip-prinsip tertentu, begitu juga halnya dengan
belajar. Berdasarkan kutipan berikut ini, dalam belajar peserta didik seharusnya
dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, minat yang harus
ditingkatkan dan dibimbing supaya tujuan instruksional dapat dicapai. Belajar
juga harus bisa memperkuat pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik. Belajar
perlu ada interaksi antara peserta didik dan lingkungan.
Prinsip-prinsip belajar menurut Slameto adalah sebagai berikut:
Dalam belajar peserta didik harus diusahakan berpartisipasi aktif,
meningkatkan minat, dan membimbing untuk mencapai tujuan
instruksional. Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi
yang kuat pada peserta didik untuk mencapai tujuan instruksional. Belajar
perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat mengembangkan
kemampuan bereksplorasi dan belajar dengan efektif. Belajar perlu ada
interaksi peserta didik dengan lingkungannya.9
Untuk menertibkan diri dalam belajar seseorang harus mempunyai prinsip.
Seperti yang diketahui prinsip belajar memang kompleks, tetapi dapat juga
dianalisis dan dirinci dalam bentuk-bentuk prinsip atau azas belajar. Seperti yang
dinyatakan oleh Oemar Hamalik meliputi belajar adalah suatu proses aktif dalam
hal ini terjadi hubungan saling mempengaruhi secara dinamis antara peserta didik
dan lingkungan. Belajar harus memiliki tujuan yang jelas bagi peserta didik.
Belajar yang paling efektif apabila didasari oleh dorongan motivasi yang murni
dan bersumber dari dalam diri peserta didik itu sendiri. Selalu ada hambatan dan
rintangan dalam belajar, karena itu peserta didik harus sanggup menghadapi atau
mengatasi secara tepat. Belajar memerlukan bimbingan baik itu dari guru atau
panduan dari buku pelajaran itu sendiri. Jenis belajar yang paling utama ialah
belajar yang berpikiran kritis, daripada hanya pembentukan kebiasaan-kebiasaan
mekanis.
Cara belajar yang paling efektif adalah dalam pembentukan penyelesaian
masalah melalui kerja kelompok asalkan masalah tersebut disadari bersama.
Belajar memerlukan pemahaman atas hal-hal yang dipelajari, sehingga diperoleh
9 Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Pendidik
Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana. 2009), h. 63
16
pengertian-pengertian. Belajar memerlukan latihan dan pengulangan, agar materi
pelajaran yang dipelajari dapat dikuasai. Belajar harus disertai dengan keinginan
dan kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan. Belajar dianggap berhasil apabila
si pelajar telah sanggup menerapkan dalam prakteknya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip-
prinsip belajar adalah dalam belajar, peserta didik harus terlibat aktif sehingga
dapat memahami materi pelajaran sendiri. Adanya peningkatan minat dan
bimbingan untuk mencapai tujuan belajar. Dalam belajar harus ada hubungan
yang dinamis antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga dapat
memahami materi pelajaran yang terkait dengan hal-hal yang kontekstual. Belajar
perlu latihan dan pengulangan, sehingga pemahaman yang diperoleh selalu diingat
oleh peserta didik. Belajar yang paling efektif adalah belajar yang berpikiran
kritis, daripada hanya menghafal materi.
c. Teori-Teori Belajar
Ada beberapa teori belajar yang dikemukakan para ahli. Berikut ini adalah
beberapa teori belajar yang mendukung pembelajaran dalam sistem pendidikan.
1. Teori Belajar yang dikemukakan oleh Ausubel.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Ausubel, belajar akan
menghasilkan manfaat bila peserta didik mencoba menghubungkan pengetahuan
baru dengan pengetahuan yang dimilikinya. Menurut Ausubel, ”belajar bermakna
merupakan suatu proses menghubungkan informasi baru pada konsep-konsep
relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Faktor yang paling
penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui peserta
didik.”10
Dalam hal ini belajar akan bermanfaat jika ada hubungan antara
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dengan apa yang ditemukan dalam
kehidupan seseorang tersebut. Jika seseorang mendapatkan pengetahuan baru
tanpa ada pengetahuan sebelumnya, maka akan sulit untuk memahami
pengetahuan baru tersebut. Sebaliknya pengetahuan lama yang tidak dihubungkan
dengan pengetahuan baru maka tidak akan berkembang.
10
Trianto, Metode-Metode Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h. 25.
17
2. Teori Belajar yang dikemukakan oleh Piaget.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif seseorang melalui beberapa
tahapan, yaitu sensorimotor (sampai dengan usia 2 tahun), Concreteoperations
(usia 2-11 tahun), dan formal–operations (setelah usia 11 tahun). Pada tahap
sensorimotor pengetahuan yang diperoleh masih sangat terbatas sejalan dengan
perkembangan fisik dari anak tersebut. Pada tahap Concrete-operations anak
sudah mulai belajar simbol yang merupakan representasi dari obyek tertentu.
Anak mulai belajar menghubungkan suatu obyek dengan simbol tertentu.
Sedangkan pada tahap formal–operations pengetahuan yang diperoleh anak
semakin kompleks, karena anak telah banyak perbendaharaan kata dan memahami
arti serta dapat mengasosiasikan dengan kata-kata lainnya. Dalam tahap ini anak
sudah dapat merangkum atau mengkombinasikan dua konsep atau lebih untuk
membentuk suatu aturan.
Menurut Piaget, ”pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting
untuk perkembangan pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik.”11
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif
berkembang sesuai dengan pertambahan usia sehingga dalam memberikan materi
pelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan usia individu dan metode yang
digunakan juga harus disesuaikan.
3. Teori Conditioning.
Menurut Baharuddin ”teori Conditioning dikembangkan oleh Pavlov, yang
mengemukakan teori bahwa belajar merupakan proses perubahan yang terjadi
karena adanya syarat-syarat yang kemudian menimbulkan respon dan reaksi.”12
Yang paling penting dalam teori ini adalah latihan-latihan yang dilakukan secara
terus menerus, sehingga memperoleh pemahaman dan tidak mudah dilupakan
tentang materi pelajaran. Berdasarkan teori conditioning belajar itu adalah suatu
proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang
kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang itu
belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam
belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan yang continue
11
Trianto, Metode-Metode Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, h. 14. 12
Baharuddin Dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar Dan Pembelajaran, (Yogyakarta:Ar-
Ruzz Media, 2007), h. 58.
18
(terus-menerus). Yang diutamakan dalam teori ini adalah hal belajar yeng terjadi
secara otomatis.
4. Teori Connectinism (Thorndike).
Dalam belajar menurut Thorndike melalui dua proses yakni Trial and
error (mencoba dan gagal), dalam hal ini Thorndike mengembangkan hukum Law
of effect, yaitu ”segala tingkah laku manusia ditentukan oleh stimulus yang ada di
lingkungan sehingga menimbulkan respons secara refleks, dan stimulus yang
terjadi mempengaruhi perilaku selanjutnya.”13
Dalam teori ini dapat dipahami
bahwa sebuah tindakan jika menghasilkan perubahan yang memuaskan maka ada
kemungkinan tindakan tersebut diulang kembali, namun jika suatu tindakan
menimbulkan ketidakpuasan maka tindakan tersebut cenderung dihentikan. Dalam
proses belajar juga, jika seseorang mempelajari suatu materi pelajaran dan merasa
bahwa materi pelajaran tersebut penting untuk dipelajari maka seseorang tersebut
akan mempelajari materi pelajaran tersebut. Oleh sebab itu pendidik harus
membuat kondisi bahwa materi pelajaran yang disampaikan merupakan materi
yang penting, sehingga peserta didik tertarik untuk belajar.
5. Teori Psikology Gestalt.
Faktor penting dalam belajar adalah pemahaman. Dengan belajar dapat
memahami hubungan antara pengetahuan dan pengalaman. Menurut Anwar
Kholil ”belajar dilaksanakan dengan sadar dan memiliki tujuan.”14
6. Teori Vygotsky.
Berdasarkan pendapat Vygotsky, hasil belajar dapat berkembang ketika
para peserta didik mendapatkan ide baru, dan berinteraksi dengan individu lainnya
sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran. Selama
proses interaksi terjadi, baik interaksi antara guru dengan siswa maupun antar
siswa, kemampuan seperti saling menghargai, menguji kebenaran pernyataan
pihak lain, bernegosiasi, dan saling mengadopsi sehingga pendapat dapat
berkembang.
Pendapat Vygotsky didasarkan pada tiga ide utama: (1) bahwa intelektual
berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit
13
Baharuddin Dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar Dan Pembelajaran, h. 65 14
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01b7/f5610c3c.dir/doc.pdf,
Akses Jum’at 5 November 2010
19
mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka telah ketahui; (2)
bahwa interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual;
(3) peran utama guru adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan
mediator pembelajaran siswa.15
Berdasarkan beberapa teori belajar yang sudah dikemukakan di atas,
seharusnya pendidik dapat menerapkan metode pembelajaran yang sesuai,
sehingga dapat meningkatkan pemahaman peserta didik. Dalam hal ini materi
pelajaran akan bermanfaat jika ada interaksi antara pengetahuan baru dengan
pengetahuan yang dimilikinya, maka guru harus menerapkan metode yang dapat
menerapkan pengetahuan peserta didik, sehingga tidak hanya menjadi
pengetahuan yang abstrak. Dalam teori belajar pengalaman sangat penting untuk
perkembangan pengetahuan, maka dalam penerapan metode seharusnya lebih
menekankan aspek melihat dan mengalami langsung tentang materi pelajaran.
Teori belajar yang lain adalah adanya latihan, setelah mendapatkan pengetahuan
seharusnya langsung ada penerapan. Yang tidak kalah penting adalah dalam
belajar seharusnya ada interaksi dan kerjasama antara individu yang menjadi
komponen proses pembelajaran, sehingga saling bertukar informasi dan ide antar
individu.
d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar
Dalam belajar ada faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar. Faktor-
faktor tersebut ada yang berasal dari dalam diri orang yang belajar dan ada yang
berasal dari luar diri orang yang belajar. Faktor yang berasal dari luar diri
pembelajar adalah waktu, udara, letak tempat belajar yang bising, alat-alat peraga
yang digunakan dalam belajar sebagai media belajar sehingga belajar tidak
bersifat memperkenalkan materi saja. Menurut Sumadi Suryabrata, ”faktor-faktor
tersebut disebut faktor nonsosial dalam belajar.”16
Faktor lain yang mempengaruhi
proses belajar adalah pendekatan belajar. Pendekatan belajar merupakan cara
dalam menyampaikan materi belajar. Muhibin Syah berpendapat bahwa
15
Anwar Kholil, “Teori Vygotsky tentang Pentingnya Strategi Belajar,” artikel diakses
pada 26 Februari 2011 dari http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/teori-vygotsky-tentang-
pentingnya.html
16Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h.
233.
20
”pendekatan belajar merupakan faktor yang berasal dari luar diri manusia yang
mempengaruhi belajar.”17
Pendekatan belajar dapat berupa penyampaian materi
secara berulang-ulang, melibatkan siswa dalam penelitian ilmiah, atau melibatkan
siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
Menurut Sumadi Suryabrata, ”faktor-faktor yang berasal dari dalam diri
manusia adalah faktor fisiologis dan psikologis.”18
Faktor fisiologis berupa
kondisi jasmani yang sehat dalam hal ini dipengaruhi oleh kecukupan nutrisi dan
kondisi kesehatan. Kondisi fisiologis juga termasuk kondisi fungsi-fungsi
pancaindera. Faktor lain yang berasal dari dalam diri pembelajar adalah keadaaan
psikologis pembelajar seperti motivasi yang mendorong seseorang untuk
melaksanakan aktivitas belajar, minat, cita-cita, sifat manusia yang ingin
mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi proses belajar adalah faktor yang berasal dari dalam
diri manusia yang berupa kondisi fungsi pancaindera, motivasi, minat, cita-cita,
dan sifat manusia yang ingin mengembangkan kemampuan yang dimilikinya.
Faktor lain yang mempengaruhi proses belajar adalah kondisi tempat belajar,
sarana dan prasarana, metode pembelajaran, lingkungan belajar, dan pendidik.
e. Hasil Belajar
Ada beberapa definisi hasil belajar yang dikemukakan oleh para ahli
pendidikan, antara lain adalah pengertian hasil belajar menurut Kunandar yakni
”kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman
belajar dalam suatu kompetensi dasar, hasil belajar bisa berbentuk pengetahuan,
ketrampilan, maupun sikap.”19
Pengertian hasil belajar menurut Dimyati dan Mudjiono adalah, ”hasil
belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi peserta didik
dan dari sisi guru. Dari sisi peserta didik, hasil belajar merupakan tingkat
perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum
17
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja
Rosydakarya, 2009), h.136 18
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, h. 235. 19
Kunandar Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan
Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2007), h.229.
21
belajar.”20
Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar
merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.
Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh karena adanya aktivitas belajar
yang telah dilakukan. Hasil belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan
dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan hasil
belajar merupakan hasil dari proses belajar. Menurut Poerwanto hasil belajar yaitu
hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar seperti yang dinyatakan
dalam rapor.
Hasil belajar adalah segala kemampuan yang dapat dicapai peserta didik
melalui proses belajar yang berupa pemahaman dan penerapan pengetahuan dan
keterampilan yang berguna bagi peserta didik dalam kehidupannya sehari-hari
serta sikap dan cara berpikir kritis dan kreatif dalam rangka mewujudkan manusia
yang berkualitas, bertanggung jawab bagi diri sendiri, masyarakat, bangsa dan
negara serta bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku, pengetahuan, dan
ketrampilan yang diperoleh oleh peserta didik setelah melaksanakan kegiatan
pembelajaran. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut berdasarkan
pada hal-hal yang dipelajari oleh para peserta didik. Jika peserta didik
mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang
diperoleh adalah berupa penguasaan konsep, atau jika mempelajari tentang sebab
akibat tentang suatu peristiwa, maka perubahan tingkah lakunya adalah
kemampuan menganalisis tentang sebab akibat suatu peristiwa.
Pada proses pembelajaran, perubahan perilaku yang harus dicapai oleh
para peserta didik setelah melaksanakan kegiatan belajar yang dirumuskan dalam
tujuan pembelajaran.
Istiqomah mengutip beberapa pendapat tentang pengertian tujuan
pembelajaran menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
Menurut Robert F. Mager tujuan pembelajaran adalah perilaku yang
hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh peserta didik pada kondisi
dan tingkat kompetensi tertentu. Kemp dan David E. Kapel menyebutkan
20
Indra Munawar, “ Hasil Belajar (Pengertian dan Definisi),” artikel diakses pada Senin
25 Oktober 2010dari http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/hasil-belajar-pengertian-dan-
definisi.html,
22
bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang
dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam
bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry
Ellington menyatakan bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang
diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Oemar Hamalik
menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai
tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung
pembelajaran. Sementara itu, berdasarkan Standar Proses dalam
Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, tujuan pembelajaran
menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh
peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.21
Tujuan pembelajaran adalah gambaran tentang perubahan tingkah laku
yang diinginkan atau deskripsi produk yang menunjukkan bahwa belajar telah
berlangsung. Tujuan pembelajaran merupakan bentuk harapan yang dijelaskan
melalui pernyataan dengan cara menggambarkan perubahan yang diinginkan pada
diri peserta didik setelah mengalami pengalaman belajar.
Perumusan tujuan pembelajaran di dalam kegiatan pembelajaran perlu
dilakukan karena adanya beberapa alasan. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai
berikut yang pertama adalah memberikan arah kegiatan pembelajaran. Bagi guru,
tujuan pembelajaran akan mengarahkan pemilihan strategi, metode dan jenis
kegiatan yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Sedangkan bagi peserta
didik, tujuan itu mengarahkan para peserta untuk melakukan kegiatan belajar yang
diharapkan dan mampu mengunakan waktu dengan baik. Yang kedua adalah
untuk mengetahui kemajuan belajar dan perlu atau tidak perlu pemberian
pembelajaran pembinaan bagi para peserta didik. Dengan tujuan pembelajaran itu
guru akan mengetahui seberapa jauh peserta didik telah menguasai tujuan
pembelajaran tertentu dan tujuan pembelajaran mana yang belum dikuasai. Yang
ketiga sebagai bahan komunikasi. Dengan tujuan pembelajaran guru dapat
mengkomunikasikan tujuan pembelajarannya kepada para peserta didik sehingga
peserta didik dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Menurut Gagne perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat
berbentuk:
21
Istiqomah,”Taksonomi Dan Tujuan Pembelajaran,”artikel diakses pada 26 Februari
2011 dari http://materibidan.blogspot.com/2010/05/taksonomi-dan-tujuan-pembelajaran.html,
23
1. Informasi verbal: yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik
secara tertulis maupun lisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap
suatu benda, definisi, dan pengertian tentang suatu konsep.
2. Kecakapan intelektual: yaitu keterampilan individu dalam melakukan
interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol,
misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam
keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan,
memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum.
Keterampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan
masalah.
3. Strategi kognitif: yaitu kecakapan individu untuk melakukan
pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks
proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan
ingatan dan cara–cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif.
Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran,
sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses
pemikiran.
4. Sikap: yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk
memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap
adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan
kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu obyek atau
peristiwa, di dalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang
menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
5. Kecakapan motorik: ialah hasil belajar yang berupa kecakapan
pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.22
Menurut Benjamin S. Bloom hasil belajar dikelompokkam dalam tiga
ranah yaitu: ”ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain),
dan ranah psikomotor (psychomotor domain).”23
Hasil belajar dalam ranah
kognitif terdiri dari enam kategori yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis dan evaluasi. Sedangkan ranah afektif berhubungan dengan sikap
yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian,
organisasi dan internalisasi. Dan yang terakhir ranah psikomotorik berhubungan
dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.
Hasil belajar diharapkan terjadi perubahan pengetahuan, perilaku, dan
ketrampilan yang bersifat tetap dalam bentuk penguasaan informasi, penguasaan
22
“Pengertian Belajar dan Perubahan Perilaku dalam Belajar,” artikel diakses pada 26
Februari 2011 dari http://cafestudi061.wordpress.com/2008/09/11/pengertian-belajar-dan-
perubahan-perilaku-dalam-belajar/, 23
http://spesialis-torch.com/content/view/20/32/, Akses 16 Juni 2010
24
ketrampilan pemecahan masalah dan penerapan pengetahuan dalam kehidupan
sehari-hari sesuai dengan peran individu tersebut di masyarakat.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
semua kemampuan yang dicapai peserta didik berupa perubahan perilaku,
pemahaman dan pengetahuan, dan ketrampilan yang bermanfaat setelah
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, perubahan
perilaku dirumuskan dalam tujuan pembelajaran, sehingga proses pembelajaran
lebih terarah.
f. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut.
Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri,
adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor intern yaitu kecerdasan atau
intelegensi, bakat, minat dan motivasi. Kecerdasan adalah kemampuan belajar
disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya.
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono bakat adalah “ kondisi dalam diri seseorang
yang memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai kecakapan,
pengetahuan, dan ketrampilan.” 24
Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah
dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Tumbuhnya keahlian tertentu
pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat seseorang.
Selain kecerdasan dan bakat, minat juga merupakan faktor yang
mempengaruhi hasil belajar. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan memahami beberapa kegiatan. Menurut Winkel minat adalah
kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang
atau hal tertentu dan merasa senang menggeluti dalam bidang itu. Menurut
Slameto mengemukakan bahwa minat adalah kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati
seseorang, diperhatikan terus yang disertai dengan rasa sayang. Minat belajar
yang telah dimiliki peserta didik merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi hasil belajarnya. Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi
24
Tim Pembina Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik, Perkembangan Peserta
Didik.( Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi, 2007), h.85
25
terhadap sesuatu hal maka akan terus berusaha untuk melakukan tindakan
sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan keinginannya.
Hal yang penting yang menjadi faktor intern yang mempengaruhi hasil
belajar adalah motivasi. Menurut Arifuddin motivasi dapat diartikan “sebagai
kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan
antusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari
dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu
(motivasi ekstrinsik).”25
Motivasi sangat terkait dengan belajar. Dengan motivasi
inilah peserta didik menjadi tekun dalam proses belajar, dan dengan motivasi juga
kualitas hasil belajar peserta didik kemungkinan dapat diwujudkan. Motivasi
dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan
yang mendorong keadaan peserta didik untuk melakukan belajar. Persoalan
mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi
dapat ditingkatkan. Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar sorang anak
didik akan berhasil jika mempunyai motivasi untuk belajar.
Faktor ekstern yang mempengaruhi hasil belajar para peserta didik adalah
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yang sifatnya di luar diri
peserta didik, yaitu beberapa pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga, dan
lingkungan. Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam keberhasilan
seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat seseorang akan terdorong untuk
belajar secara aktif, karena rasa aman merupakan salah satu kekuatan pendorong
dari luar yang menambah motivasi untuk belajar.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat
penting dalam menentukan keberhasilan belajar peserta didik, karena itu
lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong peserta didik untuk belajar yang
lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru
dengan peserta didik, alat-alat pelajaran dan kurikulum. Hubungan antara guru
dan peserta didik kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya. Menurut
Kartono guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan
25
Arifuddin, “Hubungan Antara Motivasi Dengan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata
Pelajaran Geografi Di Kelas XI IPS SMA Negeri 2 Singaraja”, artikel diakses pada Kamis 21
Oktober 2010 dari http://lambitu.wordpress.com/2009/10/28/hubungan-antara-motivasi-dengan-
prestasi-belajar-peserta didik-pada-mata-pelajaran-geografi-di-kelas-xi-ips-sma-negeri-2-singaraja/
26
memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar. Oleh sebab itu, guru harus
dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan, dan memiliki metode
yang tepat dalam mengajar.
Selain orang tua dan sekolah, lingkungan juga merupakan salah satu faktor
yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar peserta didik dalam proses
pelaksanaan pendidikan. Lingkungan sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan pribadi anak, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih
banyak bergaul dengan lingkungan tempat para peserta didik tersebut tinggal.
Menurut Abu Ahmadi, ”lingkungan ada dua macam yakni lingkungan alami dan
lingkungan sosial. Lingkungan alami berupa kondisi suhu, udara, dan
pencahayaan. Lingkungan sosial berupa keadaan orang lain yang berada di
sekelilingnya, lingkungan sosial yang lainnya adalah berupa suasana lingkungan
yang bising atau tenang, atau lingkungan belajar yang dekat dengan pasar”. 26
Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
adalah faktor intern, yakni faktor yang berasal dari dalam diri individu, dan faktor
ekstern yakni faktor yang berasal dari luar diri individu. Faktor intern dalam hal
ini adalah kecerdasan, bakat, minat, dan motivasi. Faktor ekstern yang menjadi
faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar adalah pengalaman, keadaan
keluarga, dan lingkungan.
g. IPS Terpadu
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang
diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB termasuk SMK
atau MAK. IPS mengkaji serangkaian peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi
yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SMP/MTs mata pelajaran IPS
memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata
pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara
Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta
damai. Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan,
pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam
kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
26
Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005), h. 105
27
Pada dasarnya studi sosial lebih banyak menekankan pada studi hubungan
manusia dengan lingkungnnya. Menurut Barr, “studi sosial pada hakekatnya
merupakan kajian mengenai manusia dengan segala aspeknya dalam sistem hidup
bermasyarakat. Kajian tersebut dilakukan dalam bentuk pembelajaran IPS di
sekolah untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik,
berdasarkan nilai-nilai kemasyarakatan yang berlaku dan perlu dikembangkan.”27
Menurut Sapriya, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) “merupakan suatu mata
pelajaran yang mengkaji serangkaian peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi
yang berkaitan dengan isu sosial dan kewarganegaraan.”28
Bahan-bahan pembelajaran IPS diambil dari ilmu-ilmu sosial yang
bertujuan untuk kepentingan kewarganegaraan. Materi dipilih secara selektif,
sehingga relevan dan mampu membantu peserta didik memahami banyak manusia
dan berbagai hal yang berkaitan dengan interrelasinya, baik yang terjadi pada
masa lalu, masa kini, maupun masa datang. Mata pelajaran IPS disusun secara
sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju
kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan
pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang
lebih luas dan mendalam pada mata pelajaran IPS.
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
untuk mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dan lingkungannya, memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis,
rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan
sosial, memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan, memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan
global.
IPS perlu difokuskan kepada upaya untuk menyediakan pengalaman
belajar yang dapat membantu peserta didik dalam hal memahami bahwa
lingkungan fisik menentukan bagaimana manusia hidup, memahami bagaimana
manusia berusaha menyesuaikan dan menggunakan sumber lingkungan,
27
Tanto Sukardi,. “Menggagas Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Yang
Kontruktivis.” Kajian Ilmu Sosial, Vol. 1 No. 2 (Oktober 2007): h. 19 28
Sapriya, dkk., Konsep Dasar IPS, (Bandung:UPI Press, 2006), h.
28
memahami perubahan masyarakat, peserta didik harus mampu terlibat dalam
perubahan sosial dan kebudayaan di dalam masyarakat, memahami dampak dari
perkembangan saling ketergantungan antar manusia, dan memahami serta
menghargai persamaan semua ras, agama, dan kebudayaan.
Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi yang pertama manusia, tempat,
dan lingkungan, yang ke dua waktu, keberlanjutan, dan perubahan, yang ketiga
sistem sosial dan budaya, yang ke empat adalah perilaku ekonomi dan
kesejahteraan.
Masing-masing mata pelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda,
termasuk mata pelajaran IPS. Menurut Wahidmurni, salah satu karakteristik mata
pelajaran IPS pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ditekankan bahwa:
Substansi mata pelajaran IPS merupakan IPS terpadu, maka tuntutannya
adalah guru IPS harus memahami dan menerapkan metode-metode
pembelajaran terpadu. Karakteristik mata pelajaran IPS lainnya adalah
bahwa masalah-masalah sosial kemasyarakatan sebagai obyek kajian IPS
selalu berkembang terus menerus, maka sebagai guru mata pelajaran IPS
dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan tersebut agar apa yang
diajarkannya merupakan hal-hal yang baru sehingga dapat mengikuti
perkembangan zaman.29
Mata Pelajaran IPS dalam kurikulum 2006 merupakan IPS Terpadu yang
merupakan gabungan antara berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, yang terdiri atas
beberapa bagian disiplin ilmu seperti Geografi, Sosiologi, Ekonomi, dan Sejarah,
maka dalam pelaksanaannya tidak lagi terpisah-pisah melainkan menjadi satu
kesatuan. Hal ini memberikan dampak terhadap guru yang mengajar di kelas.
Guru harus menerapkan berbagai metode pembelajaran, menggunakan media
yang relevan, memberikan informasi yang terbaru dan bermanfaat khususnya
yang terkait dengan mata pelajaran IPS.
Berdasarkan beberapa pengertian yang sudah dikemukakan, maka dapat
disimpulkan bahwa IPS terpadu merupakan mata pelajaran gabungan disiplin
ilmu-ilmu sosial, yang objek kajiannya adalah peristiwa, fakta, konsep, dan
generalisasi yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial dan kewarganegaraan,
29
Wahidmurni, “Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu Pada Satuan
Pendidikan MI/SD Dan MTs./SMP.” Artikel diakses pada 6 April 2011 dari http://tarbiyah.uin-
malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=89:pembelajaranipsterpadu&catid
=62:artikel&Itemid=128.
29
dengan tujuan untuk membentuk peserta didik yang memiliki kemampuan untuk
mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya, memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa
ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan
sosial, memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan, memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan
global. IPS merupakan harapan untuk terbentuknya sikap warga negara yang
diharapkan sesuai dengan tuntutan masyarakat.
h. Hasil Belajar IPS Terpadu
Sesuai dengan tujuan dari penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh guru
yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007,
yakni “untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta
digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan
memperbaiki proses pembelajaran.”30
Melaui proses pembelajaran, diharapkan ada
peningkatan kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik, yang dapat dilihat salah
satunya adalah melalui penilaian hasil belajar. Mengacu pada Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 41 tahun 2007, ”penilaian dilakukan secara konsisten,
sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk
tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya
berupa tugas, proyek dan atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian
hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan
Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.”31
Dalam melakukan penilaian terhadap hasil
belajar dilakukan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan, dengan
menggunakan tes atau nontes.
Standar dalam penilaian pendidikan meliputi mekanisme, prosedur, dan
instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007, “ulangan adalah proses yang dilakukan
untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam
proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan, melakukan perbaikan
30
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 31
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007
30
pembelajaran, dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Ulangan dapat
berupa ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan kenaikan kelas, ujian
sekolah atau madrasah, dan ujian nasional.”32
Berdasarkan hal tersebut,
pencapaian kompetensi peserta didik diukur melalui proses ulangan harian,
ulangan kenaikan kelas, ujian sekolah atau madrasah, dan ujian nasional.
Hasil belajar IPS adalah hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah
mengikuti proses pembelajaran IPS berupa seperangkat pengetahuan, sikap, dan
keterampilan dasar yang berguna bagi peserta didik untuk kehidupan sosialnya
baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang yang meliputi: sosialisasi,
kelompok sosial, struktur sosial lembaga sosial, perubahan sosial, dan konflik
serta terciptanya integrasi sosial, serta keragaman tingkat kemampuan intelektual
dan emosional. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil tes (formatif, subsumatif
dan sumatif), hasil kerja (performance), penugasan (proyek), hasil kerja (produk),
portofolio, sikap serta penilaian diri.
Untuk meningkatkan hasil belajar IPS, dalam proses pembelajaran harus
menggunakan metode yang menarik sehingga peserta didik termotivasi untuk
belajar. Diperlukan metode pembelajaran interaktif yang dilakukan dengan, guru
lebih banyak memberikan peran kepada peserta didik sebagai subjek belajar, dan
guru mengutamakan proses daripada hasil. Guru merancang proses belajar
mengajar yang melibatkan peserta didik secara integratif dan komprehensif pada
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga tercapai hasil belajar yang
sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditentukan. Agar
hasil belajar IPS meningkat diperlukan situasi, cara dan strategi pembelajaran
yang tepat untuk melibatkan peserta didik secara aktif baik pikiran, pendengaran,
penglihatan, dan psikomotor dalam proses belajar mengajar.
Keberhasilan hasil belajar IPS Terpadu adalah tercapainya Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang sudah ditentukan. Berikut ini adalah
standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS Terpadu kelas Tujuh (VII)
SMP/MTs., semester genap beradasarkan Standar Isi, Peraturan Pemerintah No.
22 Tahun 2006.
32
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007
31
Tabel 1
Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS Terpadu kelas Tujuh:33
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
4. Memahami usaha manusia
untuk mengenali
perkembangan
lingkungannya
4.1 Menggunakan peta, atlas, dan globe untuk
mendapatkan informasi keruangan
4.2 Membuat sketsa dan peta wilayah yang
menggambarkan objek geografi
4.3 Mendeskripsikan kondisi geografis dan
penduduk
4.4 Mendeskripsikan gejala-gejala yang terjadi
di atmosfer dan hidrosfer, serta dampaknya
terhadap kehidupan
5. Memahami perkembangan
masyarakat sejak masa
Hindu-Budha sampai masa
Kolonial Eropa
5.1 Mendeskripsikan perkembangan
masyarakat, kebudayaan dan pemerintahan
pada masa Hindu-Budha, serta
peninggalan-peninggalannya
5.2 Mendeskripsikan perkembangan
masyarakat, kebudayaan, dan
pemerintahan pada masa Islam di
Indonesia, serta peninggalan-
peninggalannya
5.3 Mendeskripsikan perkembangan
masyarakat, kebudayaan dan pemerintahan
pada masa Kolonial Eropa
6. Memahami kegiatan
ekonomi masyarakat 6.1 Mendeskripsikan pola kegiatan ekonomi
penduduk, penggunaan lahan dan pola
permukiman berdasarkan kondisi fisik
permukaan bumi
6.2 Mendeskripsikan kegiatan pokok ekonomi
yang meliputi kegiatan konsumsi,
produksi, dan distribusi barang/jasa
6.3 Mendeskripsikan peran badan usaha,
termasuk koperasi, sebagai tempat
berlangsungnya proses produksi dalam
kaitannya dengan pelaku ekonomi
6.4 Mengungkapkan gagasan kreatif dalam
tindakan ekonomi untuk mencapai
kemandirian dan kesejahteraan
33
Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2006
32
2. Metode Pembelajaran
a. Pengertian Metode Pembelajaran
Pengetahuan tentang metode-metode pembelajaran sangat diperlukan oleh
para pendidik, sebab berhasil atau tidaknya peserta didik dalam belajar sangat
bergantung pada tepat atau tidaknya metode pembelajaran yang digunakan oleh
guru. Hal ini sesuai dengan tuntutan terhadap guru dan tenaga kependidikan
dalam undang-undang No. 20 tahun 2000 pasal 40, yang berbunyi sebagai berikut:
Guru dan tenaga kependidikan berkewajiban untuk menciptakan suasana
pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis
dan Peraturan Pemerintah No.19 tentang Standar Nasional Pendidikan,
pasal 19 ayat 1. Dalam Peraturan Pemerintah No.19 ayat 1 dinyatakan
bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa
untuk berpartisipasi aktif, memberi ruang gerak yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologi siswa.34
Metode berasal dari Bahasa Yunani Methodos yang artinya adalah cara
atau jalan yang ditempuh. Dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, metode berkaitan
dengan masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran
ilmu yang bersangkutan. Menurut Oemar Hamalik, “fungsi metode berarti sebagai
alat untuk mencapai tujuan.”35
Menurut Indrawati dan Wawan Setiawan metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai “kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang
pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar
mengajar.”36
Menurut Wina Sanjaya metode adalah “cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar
tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.”37
Dalam pengertian ini metode
34
Indrawati dan Wanwan Setiawan, Pembelajaran Aktif , Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan Untuk Guru SD, (Bandung: PPPPTK IPA, 2009), h. 9 35
“Pengertian Metode,” artikel diakses pada 3 November 2010 dari
http://ktiptk.blogspirit.com/, 36
Rachmad Widodo, “Metode Pembelajaran”, artikel diakses pada 21 Juni 2010 dari
http://www.infogue.com/viewstory/2009/10/13/pengertian_dan_macam_metode_pembelajaran/?ur
l=http://wyw1d.wordpress.com/2009/10/12/metode-pembelajaran. 37
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana, 2010), h. 147
33
merupakan penerapan suatu rencana. Rencana dalam proses pembelajaran yang
tertuang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), direalisasikan dengan
penerapan metode yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Metode pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan pembelajaran. Dengan demikian metode pembelajaran
merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Menurut Syaiful B. Djamarah metode memiliki kedudukan sebagai “ alat
motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar, menyiasati perbedaan
individual anak didik, untuk mencapai tujuan pembelajaran.”38
Peserta didik yang
memiliki karakter yang berbeda-beda, tingkat kecerdasan yang berbeda-beda,
tujuan yang berbeda, sedangkan tuntutannya sama yakni memahami materi
pelajaran, maka dalam hal ini peran metode pembelajaran sangat penting.
Semakin tepat dalam menentukan metode pembelajaran, semakin efektif
dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pemilihan metode harus disesuaikan
dengan tujuan intruksional khusus, karena salah satu tujuan menggunakan metode
pembelajaran adalah untuk mencapai tujuan. Menurut Pupuh Fathurrohman Dan
M.Sobry Sutikno, dalam memilih media harus memperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut “ tujuan yang hendak dicapai, materi pelajaran, peserta didik,
situasi, fasilitas yang tersedia”39
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan di atas, metode
pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur
sistematik dalam mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar, yang berfungsi sebagai pedoman guru dalam merancang dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola lingkungan pembelajaran dan
mengelola kelas. Dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran diperlukan
perangkat pembelajaran yang dapat disusun dan dikembangkan oleh guru.
Perangkat-perangkat itu meliputi buku pedoman bagi guru dan para peserta didik,
lembar kerja peserta didik, media yang dipakai untuk membantu terlaksanakannya
38
Pupuh Fathurrohman Dan M.Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar-Strategi
Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Pemahaman Konsep Umum&Konsep Islami,
(Bandung: Retika Aditama, 2007), h.55. 39
Pupuh Fathurrohman Dan M.Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar-Strategi
Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Pemahaman Konsep Umum&Konsep Islami. h. 60
34
proses pembelajaran seperti komputer, Over Head Proyektor (OHP), film,
pedoman pelaksanaan pembelajaran, seperti kurikulum dan administrasi
pembelajaran.
Dalam metode pembelajaran terdapat lima unsur dasar yakni yang pertama
langkah-langkah operasional pembelajaran, yang ke dua suasana dan norma yang
berlaku dalam pembelajaran, yang ketiga menggambarkan seharusnya guru
memandang, memperlakukan, dan merespon peserta didik, yang ke empat semua
sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran, yang
terakhir adalah hasil belajar yang diperoleh langsung berdasarkan tujuan yang
akan dicapai.
b. Jenis-Jenis Model Pembelajaran
Berbagai metode pembelajaran dikelompokkan berdasarkan model-model
yang merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir
yang disajikan secara khas oleh guru. Pengertian model pembelajaran menurut
Nurochim, dkk, adalah “kesatuan yang utuh antara pendekatan, strategi, metode,
teknik dan bahkan taktik pembelajaran.”40
Sedangkan pengertian model
pembelajaran menurut Sugandi adalah “kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan bagi para pengajar dalam merencanakan dan
melaksanakan aktifitas belajar mengajar.”41
Jadi model pembelajaran merupakan
bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang
digunakan sebagai pedoman pendidik untuk mencapai tujuan belajar. Model-
model pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Model Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah konsep pembelajaran yang
mengharuskan guru untuk menghubungkan antara materi pelajaran dengan situasi
40
Nurochim, dkk, Bahan Ajar Strategi Pembelajaran IPS, h.81 41
Nurul Inayah, “Keefektifan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Circ
(Cooperatife Integrated Reading And Composition) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Pada Pokok Bahasan Segiempat Siswa Kelas VII Smp Negeri 13 Semarang Tahun Ajaran
2006/2007”, Skripsi S1 Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Semarang, 2007. h. 15
35
dunia nyata peserta didik. Model pembelajaran ini berusaha untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menghubungkan antara
pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat. Dengan konsep ini diharapkan
proses pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Pembelajaran kontekstual ini didasarkan pada hasil penelitian dari John
Dewey yang menyimpulkan bahwa peserta didik akan belajar dengan baik
apabila apa yang dipelajari terkait dengan apa yang diketahui dan kegiatan
atau peristiwa yang terjadi di sekelilingnya. Juga dilandasi oleh teori
belajar dari Jerome Brunner yang mengatakan belajar merupakan usaha
sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang
menyertainya sehingga siswa mendapatkan pengetahuan yang benar-benar
bermakna bagi dirinya.42
Dalam penerapan model pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah
membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran melalui peristiwa yang
terjadi di sekelilingnya. Dalam hal ini guru lebih banyak menerapkan dengan
strategi penyelesaian suatu masalah daripada memberi informasi. Tugas guru
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan
sesuatu yang baru bagi peserta didik.
Hakekat Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and learning)
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan
tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme
(Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri),
masyarakat belajar (Learning Community), pemetodean (Metodeing), dan
penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).43
Konstrukstivisme adalah membangun pemahaman peserta didik dari
pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal dan pembelajaran harus diatur
menjadi proses membangun bukan menerima pengetahuan. Inquiry adalah proses
perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman dan peserta didik belajar
42
“Metode Pembelajaran Berbasis Kontekstual”, artikel diakses pada 27 Februari 2011
dari http://wahyuti4tklarasati.blogspot.com/2010/10/metode-pembelajaran-berbasis-
kontekstual.html 43
Sohibul Mutolib Al Jabaly, “ Metode Pembelajaran Kontekstual”, artkel diakses pada
27 Februari 2011 dari http://pendidikanberkarakter.blogspot.com/2008/10/metode-pembelajaran-
kontekstual.html
36
menggunakan keterampilan berpikir kritis. Questioning adalah kegiatan guru
untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Learning
community (masyarakat belajar) adalah sekelompok orang yang terikat dalam
kegiatan belajar, bekerja sama dengan orang lain lebih baik daripada belajar
sendiri untuk bertukar pengalaman dan berbagi ide. Metodeing adalah proses
penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar. Reflection
adalah berpikir tentang apa yang telah dipelajari kemudian mencatat apa yang
telah dipelajari lalu membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok. Authentic
Assesment (Penilaian yang sebenarnya) adalah kegiatan yang dilakukan untuk
mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa dengan menggunakan penilaian
kinerja dan tugas-tugas yang relevan dan kontekstual.
Dapat disimpulkan bahwa karakteristik dari metode pembelajaran
kontekstual teaching learning adalah kerjasama, saling menunjang,
menyenangkan, belajar dengan bersemangat, pembelajaran yang terintegrasi
dengan menggunakan berbagai sumber, peserta didik berperan aktif dan kritis
sedangkan guru kreatif, laporan kepada orang tua tidak hanya rapor tetapi hasil
karya siswa. Melalui metode pembelajaran kontekstual teaching learning peserta
didik memperoleh pengalaman dari lingkungan sekitar.
2) Model Pembelajaran Kuantum
Menurut Herdian, “Pengembang dari Quantum Teaching adalah De Porter
dan mulai dipraktekkan pada tahun 1992 dengan mengilhami rumus yang terkenal
dalam fisika kuantum yaitu masa kali kecepatan cahaya kuadrat sama dengan
energi. Dengan rumus itulah mendefinisikan Quantum sebagai interaksi yang
mengubah energi menjadi cahaya.”44
Dalam hal ini makna dari pembelajaran
quantum adalah adanya interaksi-interaksi yang dapat mengubah kemampuan dan
bakat alamiah peserta didik yang berbeda-beda (dalam hal ini sebagai energi)
menjadi ketrampilan yang bermanfaat (dalam hal ini dianggap sebagai cahaya).
Karakteristik quantum teaching adalah sebagai berikut: berdasar pada
psikologi kognitif, pembelajar sebagai pusat perhatian, menyeimbangkan potensi
manusia dengan lingkungan, pembelajaran dipandang sebagai penciptaan intekasi-
44
Herdian, “Metode Pembelajaran Quantum,” artikel diakses pada 27 Februari 2011 dari
http://herdy07.wordpress.com/
37
interaksi bermutu dan bermakna yang dapat mengubah pikiran dan bakat alamiah
yang bermanfaat, dan memadukan konteks dan isi pembelajaran.
Quantum adalah interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Dengan
demikian menurut Rachmad Widodo quantum teaching adalah “berbagai macam
interaksi yang terjadi di dalam dan di sekitar peristiwa belajar.”45
Interaksi-
interaksi ini membangun landasan dan kerangka untuk belajar yang dapat
mengubah kemampuan dan bakat siswa menjadi cahaya yang bermanfaat bagi
peserta didik. Quantum Teaching ini juga menerapkan percepatan belajar dengan
menhilangkankan hambatan-hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah
dengan menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan
pengajaran yang sesuai, cara penyajian yang efektif, dan keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses belajar. Di samping itu Quantum Teaching juga memudahkan
segala hal untuk menghilangkan hambatan belajar dan mengembalikan proses
belajar ke keadaan yang mudah dan alami.
Prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan model
pembelajaran quantum adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan kelas
mengandung dan menyampaikan pesan tentang belajar. Belajar mempunyai tujuan
yang terukur. Model pembelajaran quantum menghendaki agar siswa belajar
dengan mengalami sesuatu yang terkait dengan informasi yang sedang
dipelajarinya. Belajar merupakan suatu rangkaian usaha siswa dalam mencapai
tujuan-tujuan belajar, dan usaha itu sendiri mengandung resiko. Oleh sebab itu
siswa-siswa pantas memperoleh pengakuan terutama dari guru atas usaha, kerja
keras, kecakapan, dan kepercayaan diri siswa.
Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran quantum merupakan model
pembelajaran yang dapat mengubah potensi yang ada di diri siswa menjadi hal
yang bermanfaat dengan menggunakan lingkungan yang terkait dengan materi
yang sedang dipelajari sehingga siswa dapat terlibat aktif dalam belajar.
45
Rachmad Widodo, “Model Pembelajaran,” artikel diakses pada Artikel diakses pada 21
Juni 2010 dari
http://www.infogue.com/viewstory/2009/10/13/pengertian_dan_macam_model_pembelajaran/?url
=http://wyw1d.wordpress.com/2009/10/12/model-pembelajaran.
38
3) Model Pembelajaran Tematik
Model pembelajaran yang lain adalah model pembelajaran tematik.
Pengertian tema menurut Departemen Pendidikan Nasional, “tema adalah pokok
pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan.”46
Sedangkan
menurut Kunandar, “tema merupakan alat atau wadah untuk mengedepankan
berbagai konsep kepada anak didik secara utuh.”47
Di dalam pembelajaran, tema
diberikan untuk menyatukan isi kurikulum dalam satu kesatuan yang utuh,
memperkaya perbendaharaan pengetahuan peserta didik dan membuat
pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan
pengalaman yang bermakna. Jadi, pembelajaran tematik adalah pembelajaran
terpadu yang menggunakan tema sebagai pemersatu materi yang terdapat di dalam
beberapa mata pelajaran dan diberikan dalam satu kali pertemuan.
Dengan model pembelajaran tematik diharapkan peserta didik dapat
memahami konsep-konsep yang dipelajari melalui pengalaman langsung dan
menghubungkan dengan konsep lain yang telah dipahami. Pelaksanaan model
pembelajaran tematik ini, berawal guru memilih tema yang berkaitan dengan
materi pelajaran. Tema dalam pembelajaran tematik menjadi pokok bahasan yang
harus dikembangkan. Tema yang dipilih diharapkan peserta didik dapat
memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu sehingga mampu mempelajari
pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata
pelajaran dalam tema yang sama.
Beberapa keuntungan dari pelaksanaan model pembelajaran tematik
adalah sebagai berikut yang pertama pemahaman terhadap materi pelajaran lebih
mendalam dan berkesan sehingga kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih
baik dengan mengkaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi. Yang
kedua peserta didik lebih mampu merasakan manfaat dan makna belajar karena
materi disajikan dalam konteks tema yang jelas sehingga lebih bersemangat
belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata. Yang ketiga guru dapat
menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat
46
Tarmidzi Ramadhan, “Pembelajaran Tematik,” artikel diakses pada 27 Februari 2011
dari http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/04/metode-pembelajaran-tematik-kelebihan-dan-
kelemahannya/ 47
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan
Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. h.311.
39
dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu
selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau
pengayaan.
Menurut Kunandar kelebihan dari model pembelajaran tematik adalah
sebagai berikut:
1. Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta
didik.
2. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan
dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
3. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna.
4. Mengembangkan keterampilan berpikir peserta didik sesuai dengan
persoalan yang dihadapi.
5. Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama
6. Memiliki sikap toleransi, komunikasi dan tanggap terhadap gagasan
orang lain.
7. Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang
dihadapi dalam lingkungan peserta didik.48
Selain terdapat beberapa kelebihan pembelajaran tematik memiliki
beberapa kelemahan. Kelemahan pembelajaran tematik tersebut terjadi apabila
dilakukan oleh guru tunggal. Contohnya seorang guru kelas kurang menguasai
secara mendalam penjabaran tema sehingga dalam pembelajaran tematik akan
merasa sulit untuk mengaitkan tema dengan materi pokok setiap mata pelajaran.
Di samping itu, jika skenario pembelajaran tidak menggunakan metode yang
inovatif maka pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tidak akan
tercapai.
Karakteristik model pembelajaran tematik adalah sebagai berikut berpusat
pada peserta didik yang terlibat langsung sebagai subjek belajar sedangkan guru
sebagai fasilitator. Pembelajaran tematik memberikan pengalaman langsung
sehingga siswa dapat memahami hal-hal yang lebih abstrak. Dalam pembelajaran
tematik pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas. Pembelajaran tematik
menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran. Pembelajaran tematik
menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.
48
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan
Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. h.315
40
Dalam pembelajaran tematik tidak semua mata pelajaran dapat dipadukan.
Tema yang dipilih hendaknya dekat dengan kehidupan peserta didik, dari tema
yang paling sederhana hingga yang lebih sulit, tema tersebut hendaknya menarik
minat untuk belajar, tema yang dipilih seharusnya adalah peristiwa-peristiwa yang
sedang terjadi.
Tahap-tahap pelaksanaan model pembelajaran tematik adalah sebagai
berikut: penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar kedalam indikator,
menentukan tema, menghubungkan kompetensi dasar dan indikator dengan tema
pemersatu, sebelum pelaksanaan pembelajaran guru menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran.
4) Model Pembelajaran PAIKEM
Model pembelajaran PAIKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Yang dimaksud dengan aktif
menurut A.Tarmidzi Ramadhan adalah “suasana kelas yang peserta didiknya aktif
bertanya dan mengungkapkan gagasan.”49
Menurut Agus Suprijono, inovatif
dalam hal ini adalah “proses pembelajaran yang dapat memberikan fasilitas
kepada peserta didik untuk menemukan sesuatu melalui aktivitas belajar”.50
Kreatif adalah pembelajaran seharusnya dapat mengembangkan pemikiran kritis
kemampuan berpikir tentang hal-hal yang baru dan menghasilkan penyelesaian
tentang suatu masalah. Efektif adalah memudahkan peserta didik untuk belajar
sesuatu yang bermanfaat. Menyenangkan dalam hal ini adalah pembelajaran
diciptakan sebagai kondisi yang peserta didik dapat melaksanakan proses
pembelajaran dengan ikhlas tanpa ada beban dalam diri peserta didik tersebut.
Menurut Bustamam Ismail ada empat prinsip utama dalam proses pembelajaran
PAIKEM. Prinsip utama tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, proses Interaksi dalam hal ini adalah siswa berinteraksi
secara aktif dengan guru, rekan siswa, multi-media, referensi, dan
49
A.Tarmizi Ramadhan, “Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan,” artikel diakses pada Jum’at 3 Juni 2011 dari
http://tarmizi.wordpress.com/2008/11/11/pembelajaran-aktif-inovatif-kreatif-efektif-dan-
menyenangkan/ 50
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori Dan Aplikasinya, (Yogyakarta: Pustaka
Belajar, 2009) h. X
41
lingkungan. Kedua, proses Komunikasi siswa mengkomunikasikan
pengalaman belajar mereka dengan guru dan rekan siswa lain melalui
cerita, dialog atau melalui simulasi role-play. Ketiga, proses Refleksi,
siswa memikirkan kembali tentang kebermaknaan apa yang mereka
telah pelajari, dan apa yang mereka telah lakukan. Keempat, proses
Eksplorasi siswa mengalami langsung dengan melibatkan semua
indera mereka melalui pengamatan, percobaan, penyelidikan dan
wawancara.51
Berdasarkan pendapat di atas model pembelajaran PAIKEM merupakan
model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa untuk mengungkapkan ide
dan gagasanya sehingga dapat menemukan dan memahami materi pelajaran
sendiri. Model pembelajaran PAIKEM juga menekankan adanya interaksi antar
siswa dengan siswa yang lain atau dengan sumber belajar sehingga suasana
belajar menjadi menyenangkan dan dapat saling bertukar ide.
5) Model Pembelajaran Kolaboratif
Menurut Ted Panitz, “pembelajaran kolaboratif adalah filsafat interaksi
dan gaya hidup yang menjadikan kerjasama sebagai suatu struktur interaksi yang
dirancang sedemikian rupa guna memudahkan usaha kolektif untuk mencapai
tujuan bersama.”52
Dari pendapat tersebut dapat diperoleh pengertian bahwa
kolaborasi adalah sekelompok orang yang saling menghormati dan menghargai
kemampuan dan sumbangan setiap anggota kelompok. Di kelompok tersebut
terdapat pembagian kewenangan dan penerimaan tanggung jawab di antara para
anggota kelompok untuk melaksanakan tindakan kelompok untuk mencapai
tujuan bersama.
Pembelajaran kolaboratif adalah pembelajaran yang dilaksanakan untuk
mengembangkan kerjasama, interaksi, berbagi ide dan gagasan, saling membina
antar peserta didik atau dengan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Inti
dari pembelajaran kolaboratif adalah adanya saling belajar dan membelajarkan
saling bertukar pikiran, bertanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama,
keberhasilan kelompok adalah keberhasilan inividu begitu juga sebaliknya.
51
Bustamam Ismail, “Pengembangan model Pembelajaran PAIKEM dengan Pendekatan
SETS, Artikel diakses pada 3 Juni 2011 dari http://hbis.wordpress.com/2010/07/04/pengembangan-
model-pembelajaran-paikem-dengan-pendekatan-sets/ 52
“Pembelajaran Kolaboratif”, artikel diakses pada 27 Februari 2011 dari
http://ruhcitra.wordpress.com/2008/08/09/pembelajaran-kolaboratif/
42
Pembelajaran kolaboratif dilandasi oleh pandangan bahwa pengetahuan diperoleh
sebagai dari proses konstruksi yang berkesinambungan di dalam diri setiap peserta
didik.
Pembelajaran kolaboratif menciptakan lingkungan sosial yang kondusif
untuk terlaksananya interaksi yang memadukan segenap kemauan dan
kemampuan belajar peserta didik. Lingkungan sosial yang dibentuk berupa
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari empat atau lima peserta didik pada
setiap kelas dengan anggota-anggota kelompok yang sedapat mungkin tidak
bersifat homogen. Anggota-anggota suatu kelompok diupayakan terdiri dari siswa
laki-laki dan perempuan, siswa yang relatif aktif dan yang kurang aktif, siswa
yang relatif pintar dan yang kurang pintar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kolaboratif
adalah peserta didik belajar secara berkelompok dan bekerjasama, sehingga
keberhasilan individu tergantung pada keberhasilan kelompoknya, pengetahuan
diperoleh melalui interaksi antara panca indra dan anggota kelompoknya.
Menurut Johnsons terdapat lima unsur dasar agar dalam suatu kelompok
terjadi pembelajaran kolaboratif, yaitu:
1. Saling ketergantungan positif. Dalam pembelajaran ini setiap peserta
didik harus merasa bahwa ia bergantung secara positif dan terikat dengan
antarsesama anggota kelompoknya dengan tanggung jawab untuk
menguasai bahan pelajaran dan memastikan bahwa semua anggota
kelompoknya pun menguasainya.
2. Interaksi langsung antar peserta didik. Hasil belajar yang terbaik dapat
diperoleh dengan adanya komunikasi verbal antar anggota kelompok
yang didukung oleh saling ketergantungan positif. Siswa harus saling
berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar.
3. Pertanggungjawaban individu. Agar dalam suatu kelompok dapat
menyumbang, mendukung dan membantu satu sama lain, setiap anggota
dituntut harus menguasai materi yang dijadikan pokok bahasan. Dengan
demikian setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk
mempelajari pokok bahasan dan bertanggung jawab pula terhadap hasil
belajar kelompok.
4. Keterampilan berkolaborasi. Keterampilan sosial peserta didik sangat
penting dalam pembelajaran. Siswa dituntut mempunyai keterampilan
berkolaborasi, sehingga dalam kelompok tercipta interaksi yang dinamis
untuk saling belajar dan membelajarkan sebagai bagian dari proses
belajar kolaboratif.
5. Keefektifan proses kelompok. Peserta didik memproses keefektifan
kelompok belajarnya dengan cara menjelaskan tindakan mana yang dapat
43
menyumbang belajar dan mana yang tidak serta membuat keputusan-
keputusan tindakan yang dapat dilanjutkan atau yang perlu diubah.53
Ada banyak macam metode pembelajaran yang termasuk ke dalam model
pembelajaran kolaboratif yang pernah dikembangkan oleh para ahli maupun
praktisi pendidikan yaitu sebagai berikut Learning Together, Teams-Games-
Tournament (TGT), Group Investigation (GI), Academic-Constructive
Controversy (AC), Jigsaw Proscedure (JP), Student Team Achievement Divisions
(STAD), Complex Instruction (CI), Team Accelerated Instruction (TAI),
Cooperative Learning Stuctures (CLS), Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC).
Dapat disimpulkan bahwa belajar yang kolaboratif sebagai proses untuk
meningkatkan tanggung jawab pribadi dan sikap menghormati sesama. Para
pelajar bertanggung jawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan
informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan pada mereka.
Dalam hal ini, guru bertindak sebagai fasilitator, yang memberikan dukungan
tetapi tidak mengarahkan kelompok ke arah hasil yang sudah disiapkan
sebelumnya.
6) Model Pembelajaran Kooperatif
a) Latar Belakang Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar
konstruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vygotsky, yaitu penekanan
pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran, Vigotsky mengemukakan bahwa
fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam diskusi atau
kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke
dalam individu. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran
dimana pebelajar yang memiliki tingkat kemampuan berbeda belajar bersama
dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Dalam menyelesaikan tugas
kelompok, setiap anggota saling bekerjasama dan membantu untuk memahami
suatu materi pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam
53
“Pembelajaran Kolaboratif”, artikel diakses pada 27 Februari 2011 dari
http://ruhcitra.wordpress.com/2008/08/09/pembelajaran-kolaboratif/
44
kelompok belum menguasai bahan pembelajaran yang diberikan, sehingga
keberhasilan kelompok merupakan keberhasilan individu.
b) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Cooperative mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai
tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif terjadi pencapaian tujuan secara
bersama-sama yang sifatnya merata dan menguntungkan setiap anggota
kelomponya. Pengertian pembelajaran kooperatif adalah pemanfaatan kelompok
kecil dalam proses pembelajaran yang memungkinkan kerja sama dalam
menyelesaikan permasalahan. Berdasarkan pengertian tersebut, menurut Slavin,
kooperatif learning adalah “model pembelajaran di mana peserta didik belajar dan
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil dengan bekerja sama yang anggotanya
terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan strukur anggotanya yang bersifat heterogen,
keberhasilan dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota
kelompok, baik aktivitas secara individual maupun secara kelompok.”54
Dalam
hal ini, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan
aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.
Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai
suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama
dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua
orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan
dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative Learning juga dapat
diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di
antara sesama anggota kelompok.
Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif menurut Made Wena
adalah “saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, tanggung jawab
individu untuk mencapai keberhasilan kelompok, ketrampilan menjalin hubungan
antarpribadi.”55
Dalam Wikipedia, “pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning
merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang
54
Etin Solihatin dan Raharjo, Cooperative Learning (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 4 55
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. (Jakarta: Bumi Aksara,
2009) h. 191
45
untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antar peserta didik. Strategi ini
berlandaskan pada teori belajar Vygotsky yang menekankan pada interaksi sosial
sebagai sebuah mekanisme untuk mendukung perkembangan kognitif.”56
Menurut Holubec yang dikutip oleh Yusti Arini mengemukakan belajar
kooperatif adalah sebagai berikut.
Belajar koopertif merupakan pendekatan pembelajaran melalui kelompok
kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar
dalam mencapai tujuan belajar. Pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi
yang saling asah, silih asih, dan silih asuh. Sementara itu, Bruner dalam
Siberman menjelaskan bahwa belajar secara bersama merupakan
kebutuhan manusia yang mendasar untuk merespons manusia lain dalam
mencapai suatu tujuan.57
Pembelajaran kooperatif menurut Made Wena adalah “siswa membentuk
kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama,
siswa yang pandai mengajar siswa yang kurang pandai, siswa yang kurang pandai
belajar dalam suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang
memotivasinya, siswa yang kurang aktif harus berpartisipasi aktif supaya diterima
oleh anggota kelompokknya.”58
Jadi inti dari model pembelajaran kooperatif adalah adanya kerjasama
antar anggota kelompok peserta didik yang memiliki karakteristik dan
kemampuan yang berbeda-beda untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah
ditentukan. Namun pembelajaran kooperatif tidak hanya belajar kelompok, tetapi
ada tanggung jawab yang bersifat kooperatif sehingga terjadi interaksi aktif antar
anggota kelompok untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran
kooperatif diskusi dan komunikasi dikembangkan, hal ini bertujuan untuk peserta
didik saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling
menyampaikan pendapat, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan
dan peranan diri sendiri maupun teman lain.
56
Wikipedia, “Pembelajaran Kooperatif, “Artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran_kooperatif 57
Yusti Arini, “Metode Pembelajaran Kooperatif (Coopertive Learning) Dan Aplikasinya
Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran,” artikel diakses pada 26 Februari
2011 dari http://yusti-arini.blogspot.com/2009/08/metode-pembelajaran-kooperatif.html 58
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, h. 189
46
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan
kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan perbedaan anggota kelompok
sebagai tempat peserta didik bekerjasama dan menyelesaikan suatu masalah
melalui interaksi sosial dengan teman sebaya.
Ciri-ciri metode pembelajaran kooperatif adalah untuk memahami materi
pelajaran para peserta didik belajar dalam kelompok secara kooperatif
yang anggota kelompoknya terdiri dari peserta didik memiliki kemampuan
tinggi, sedang dan rendah, jika dalam kelas terdapat peserta didik yang
terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka
diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis
kelamin yang berbeda pula, penghargaan lebih diutamakan pada kerja
kelompok dari pada perorangan.59
Dalam model pembelajaran kooperatif, untuk mencapai tujuan
pembelajaran dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok yang berbeda
tingkat kecerdasannya, ras, suku, dan budaya untuk saling berinteraksi,
keberhasilan kelompok merupakan keberhasilan individu. Untuk itu setiap
anggota berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengertian model pembelajaran kooperatif adalah kerangka konseptual dalam
proses pembelajaran yang dilakukan dengan cara membentuk kelompok yang
beranggotakan empat sampai enam orang, yang berbeda tingkat kecerdasannya,
ras, suku, dan budaya untuk saling berinteraksi, untuk mencapai tujuan
pembelajaran, model pembelajaran kooperatif ini tidak hanya belajar kelompok,
tetapi ada tanggung jawab yang bersifat kooperatif sehingga terjadi interaksi aktif
antar anggota kelompok untuk memahami materi pelajaran. Dalam pelaksanaan
model kooperatif peserta didik saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir
kritis, saling menyampaikan pendapat, saling membantu belajar, saling menilai
kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.
c) Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan
kondisi yang keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
59
Wikipedia,“Pembelajaran Kooperatif” artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari
http://ipotes.wordpress.com/2008/05/10/metode-pembelajaran-kooperatif/
47
kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga
tujuan pembelajaran sebagai berikut:
Pembelajaran kooperatif menurut Departemen Pendidikan Nasional ada
tiga tujuan seperti yang dikutip oleh Sofyan. Tujuan tersebut adalah sebagai
berikut:
Tujuan pertama, yang pertama yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan
meningkatkan kinerja peserta didik dalam tugas-tugas akademiknya.
Peserta didik yang lebih memahami materi pelajaran akan menjadi nara
sumber bagi yang kurang paham materi. Sedangkan tujuan yang kedua,
pembelajaran kooperatif memberi peluang agar peserta didik dapat
menerima teman-teman yang mempunyai berbagai perbedaan dalam
belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama,
kemampuan akademik, dan tingkat sosial. Tujuan penting ketiga dari
pembelajaran kooperatif ialah untuk mengembangkan keterampilan sosial
peserta didik. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi
tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mendukung teman
untuk bertanya, menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja.60
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa
dalam tugas-tugas akademik. Model ini dapat membantu siswa memahami
konsep-konsep yang sulit. Struktur penghargaan pada pembelajaran kooperatif
telah dapat meningkatkan hasil belajar. Selain itu, pembelajaran kooperatif dapat
memberikan keuntungan baik pada siswa yang memiliki kemampuan akademik
yang rendah maupun siswa yang memiliki kemampuan akademik yang tinggi
untuk bekerjasama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Tujuan lain dari model pambelajaran kooperatif adalah penerimaan
terhadap orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, maupun kemampuan.
Komunikasi di antara orang-orang yang berbeda ras atau kelompok etnis tidak
cukup untuk mengurangi kecurigaan dan perbedaan ide. Pembelajaran kooperatif
memungkinkan pebelajar yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja
saling bergantung satu dengan yang lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui
penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu
dengan yang lain.
Keterampilan sosial penting untuk dimiliki oleh masyarakat. Banyak
jenis pekerjaan di masyarakat dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung
60
Sofyan, “Metode Pembelajaran Kooperatif”, artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari
http://forum.um.ac.id/index.php?topic=18078.0
48
satu sama lain dan di dalam masyarakat yang memiliki kebudayaan beragam. Atas
dasar itu, tujuan penting yang lain dari pembalajaran kooperatif adalah untuk
mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
Cooper mengungkapkan keuntungan dari model pembelajaran kooperatif,
antara lain: “1) peserta didik mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif
dalam pembelajaran, 2) peserta didik dapat mengembangkan keterampilan
berpikir tingkat tinggi, 3) meningkatkan ingatan peserta didik, dan 4)
meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran.”61
Berdasarkan pendapat tersebut, pembelajaran kooperatif sesuai untuk diterapkan
dalam proses pembelajaran karena untuk mendidik siswa bertanggung jawab dan
terlibat aktif dalam proses pembelajaran, kemampuan berpikir dan ingatan serta
pemahaman siswa menjadi meningkat.
d) Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif
Berbagai model pemelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran
memiliki krakterisktik masing-masing yang membedakan model yang satu dengan
model yang lain. Karakteristik model pembelajaran kooperatif menurut Lundgren
dan Arends adalah memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka "sehidup
sepenanggungan". Siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lainnya
dalam kelompok, di samping tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri
dalam mempelajari materi yang dihadapi. Siswa haruslah berpandangan
bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara
anggota kelompoknya. Siswa akan diberikan evaluasi atau penghargaan.
yang akan berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
Siswa berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk
belajar bersama selama proses belajarnya. Siswa akan diminta
mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani di
dalam kelompoknya.62
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijabarkan bahwa karakteristik
pembelajaran kooperatif adalah para siswa memiliki tanggung jawab individu dan
tanggung jawab kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah
61
Wikipedia,“Pembelajaran Kooperatif” artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari
http://ipotes.wordpress.com/2008/05/10/metode-pembelajaran-kooperatif/ 62
Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Penyelenggara Sertifikasi Guru
Rayon 24 Universitas Negeri Makassar. h. 178
49
ditetapkan, para siswa berbagi tugas dan tanggung jawab dengan sesame anggota
kelompok, evaluasi dan penghargaan dilakukan secara berkelompok.
e) Prosedur Umum Pembelajaran Kooperatif
Pada dasarnya, kegiatan pembelajaran model pembelajaran kooperatif
dipilah menjadi empat langkah, yaitu; “orientasi, bekerja kelompok, kuis, dan
pemberian penghargaan.”63
Setiap langkah dapat dikembangkan lebih lanjut
sebagai berikut:
Yang pertama adalah orientasi. Sebagaimana halnya dalam setiap
pembelajaran, kegiatan diawali dengan orientasi untuk mengarahkan tentang apa
yang akan dipelajari dan bagaimana strategi pembelajarannya. Guru
mengkomunikasikan tujuan, materi, waktu, langkah-langkah dan hasil akhir yang
diharapkan dikuasai oleh siswa.
Yang kedua adalah kerja kelompok. Pada tahap ini siswa melakukan
kerja kelompok sebagai inti kegiatan pembelajaran. Kerja kelompok dapat dalam
bentuk kegiatan memecahkan masalah, atau menerapkan suatu konsep yang
dipelajari. Kerja kelompok dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti
berdiskusi, melakukan ekslporasi, observasi, percobaan, atau browsing internet.
Waktu untuk bekerja kelompok disesuaikan dengan luas dan dalamnya materi
yang harus dikerjakan. Kegiatan yang memerlukan waktu lama dapat dilakukan di
luar jam pelajaran, sedangkan kegiatan yang memerlukan sedikit waktu dapat
dilakukan pada jam pelajaran. Guru berperan sebagai fasilitator dan dinamisator
bagi masing-masing kelompok, dengan cara melakukan pemantauan terhadap
kegiatan belajar pebelajar, mengarahkan ketrampilan kerjasama, dan memberikan
bantuan pada saat diperlukan.
Yang ketiga adalah tes atau kuis untuk evaluasi. Pada akhir kegiatan
kelompok diharapkan semua siswa telah memahami konsep, topik, atau masalah
yang sudah dikaji bersama. Kemudian masing-masing siswa menjawab tes atau
kuis untuk mengetahui pemahaman terhadap konsep, topik, atau masalah yang
dikaji. Penilaian individu ini mencakup penguasaan ranah kognitif, afektif dan
keterampilan.
63
Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Penyelenggara Sertifikasi Guru
Rayon 24 Universitas Negeri Makassar. h. 178
50
Yang keempat adalah penghargaan kelompok. Langkah ini dimaksudkan
untuk memberikan penghargaan kepada kelompok yang berhasil memperoleh
kenaikan skor dalam tes individu.
Dapat disimpulkan bahwa belajar kooperatif (cooperative learning)
adalah konsep yang lebih luas, yang meliputi semua jenis kerja kelompok,
termasuk bentuk-bentuk yang lebih dibimbing oleh guru atau diarahkan oleh guru.
Secara umum, belajar kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dalam hal
ini guru menetapkan tugas dan pertanyaannya serta menyediakan bahan-bahan
dan informasi yang dirancang untuk membantu murid dalam menyelesaikan
permasalahan yang ada. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada
akhir tugas.
f) Jenis-Jenis Metode Pembelajaran Model Kooperatif
Berikut ini dua jenis metode yang termasuk ke dalam model pembelajaran
kooperatif.
a) Metode Make A-Match
Langkah-langkah metode pembelajaran Make A-Match menurut Agus
Suprijono adalah sebagai berikut:
1. Guru mempersiapkan dua kelompok kartu, yakni kartu soal dan kartu
jawaban.
2. Guru membagi peserta didik menjadi tiga kelompok, yakni kelompok
pembawa kartu soal, pembawa kartu jawaban, dan kelompok penilai.
3. Guru mengatur posisi kelas seperti huruf U, kelompok pembawa kartu
soal dan pembawa kartu jawaban posisinya saling berhadapan.
4. Setelah masing-masing kelompok berada pada posisi yang sesuai, guru
membunyikan peluit, sebagai tanda agar kelompok pembawa kartu soal
dan pembawa kartu jawaban mencari pasangan pertanyaan dan jawaban
yang cocok.
5. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berdiskusi.
6. Pasangan kartu soal dan kartu jawaban yang sudah ditemukan,
ditunjukkan kepada kelompok penilai, kelompok ini membaca apakah
pasangan kartu soal dan jawaban tersebut merupakan pasangan kartu
yang cocok.
7. Setelah penilaian dilakukan, guru mengatur kembali agar kelompok
pembawa soal dan pembawa kartu jawaban menjadi satu kelompok, dan
berperan sebagai kelompok penilai, sedangkan kelompok penilai pada
sesi yang pertama, dibagi menjadi dua kelompok menjadi kelompok
51
pembawa kartu soal dan kartu jawaban, pada sesi ini guru melaksanakan
tahapan yang sama dari tahap 1 sampai 6.
8. Tahap terakhir guru memberikan kesempatan kepada para siswa untuk
bertanya, guru menyimpulkan materi bersama-sama dengan siswa.64
Melalui metode pembelajaran Make A-Match peserta didik bertanggung
jawab untuk mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartu yang dimilikinya,
dengan cara mencari dan berdiskusi dengan peserta didik yang lainnya, dengan
demikian metode Make A-Match dapat menciptakan proses pembelajaran yang
menyenangkan karena ada interaksi aktif dengan teman sebaya.
Kebaikan dari metode Make A-match adalah terciptanya suasana
kegembiraan dalam proses pembelajaran sebab siswa akan bergerak untuk
mencari pasangan dari kartu yang dimilikinya dengan bergerak juga akan
mengatasi kejenuhan siswa. Model pembelajaran ini akan menumbuhkan
kerjasama dan interaksi yang dinamis antar sesama siswa untuk menemukan
pasangan kartu sesuai dengan waktu yang ditentukan. Selain itu model
pembelajaran ini akan memunculkan gotong royong yang merata diseluruh siswa.
Kelemahan dari metode Make A-match adalah jika jumlah siswa yang ada
lebih dari 30 orang, akan timbul suasana yang gaduh yang tidak terkendali.
Suasana ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas yang lainnya, apalagi jika
gedung kelas tidak kedap suara. Hal ini dapat diantisipasi dengan menyepakati
beberapa komitmen ketertiban dengan siswa sebelum menerapkan model
pembelajaran ini, seperti tidak membuat kegaduhan.
b) Metode Team Quiz
Model pembelajaran aktif Tipe quiz team yang dikemukakan oleh Dalvi
bahwa: “Merupakan salah satu tipe pembelajaran yang mampu meningkatkan
keaktifan siswa dalam proses belajar.”65
Dalam tipe quiz team ini, diwali dengan
guru menerangkan materi secara klasikal, lalu siswa dibagi kedalam tiga
kelompok besar. Semua anggota kelompok bersama-sama mempelajari materi
tersebut, saling memberi arahan, saling memberikan pertanyaan dan jawaban
64
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori Dan Aplikasinya, h. 94 65
Setia Telaumbanua. Penerapan Metode Belajar Aktif Tipe Quiz Team Kepada Siswa.
Artikel diakses pada 17 Juni 2011 dari http://www.psb-psma.org/content/blog/3479-penerapan-
metode-belajar-aktif-tipe-quiz-team-kepada-siswa.
52
untuk memahami materi pelajaran tersebut. Setelah selesai materi maka diadakan
suatu pertandingan akademis. Dengan adanya pertandingan akademis ini maka
terciptalah kompetisi antar kelompok, para siswa akan berusaha belajar dengan
motivasi yang tinggi agar dapat memperoleh nilai yang tinggi dalam pertandingan.
Langkah-langkah metode pembelajaran Team Quiz menurut Hisyam Zaini adalah
sebagai berikut:
1. Pilihlah topik yang dapat disampaikan dalam tiga segmen
2. Bagi peserta didik menjadi tiga kelompok, A,B,C.
3. Sampaikan kepada peserta didik format pembelajaran yang akan
disampaikan kemudian mulai presentasi. Batasi presentasi maksimal
10 menit.
4. Setelah presentasi, minta kelompok A untuk menyiapkan pertanyaan-
pertanyaan berkaitan dengan materi yang disampaikan. Kelompok B,
dan C menggunakan waktu ini untuk melihat lagi catatan yang
dimiliki.
5. Kelompok A sebagai pemimpin quiz memberi pertanyaan kepada
kelompok B, jika kelompok B tidak bisa menjawab pertanyaan, lempar
pertanyaan tersebut kepada kelompok C.
6. Kelompok A memberi pertanyaan kepada kelompok C, jika kelompok
C tidak bisa menjawab, lempar pertanyaan tersebut kepada kelompok
B.
7. Jika tanya jawab sesi pertama selesai, lanjutkan pembelajaran sesi
kedua, dan tunjuk kelompok B untuk menjadi kelompok penanya,
lakukan seperti proses untuk kelompok A.
8. Setelah kelompok B selesai dengan pertanyanya, dilanjutkan
pembelajaran sesi ketiga, dan kemudian tunjuk kelompok C sebagai
penanya.
9. Akhiri proses pembelajaran dengan menyimpulkan, tanya jawab dan
penjelasan sekiranya ada pemahaman peserta didik yang keliru.66
Metode Team Quiz menurut Melvin L. Siberman “dapat meningkatkan
kemampuan dan tanggung jawab peserta didik terhadap apa yang mereka pelajari
melalui cara yang menyenangkan dan tidak menakutkan.”67
Dengan peserta didik
dibagi menjadi kelompok-kelompok yang memiliki tugas dan tanggung jawab
yang sama yakni untuk memimpin dan bertanggung jawab untuk menjawab
pertanyaan yang diberikan, maka kemampuan dan tanggung jawab peserta didik
dapat meningkat.
66
Hisyam Zaini, dkk, Strategi Pembelajaran Aktif (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani,
2008) h.54-55 67
Melvin L. Siberman, 101 Strategi Pembelajaran Aktif ( Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani, 2006) h. 163
53
3. Pengaruh Metode Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar
Berdasarkan pembahasan tentang metode pembelajaran pada sub judul
sebelumnya, metode pembelajaran adalah langkah efektif yang diterapkan oleh
guru dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran agar didapatkan hasil
pembelajaran maksimal. Untuk melakukan peningkatan hasil belajar diperlukan
metode yang sesuai dengan tingkat kemampuan dan karakteristik peserta didik.
Metode pembelajaran harus dikuasai oleh guru untuk menciptakan kondisi
proses pembelajaran yang kondusif. Guru harus mampu untuk menerapkan
metode yang sesuai dengan kondisi peserta didik dan materi pelajaran. Metode
pembelajaran adalah teknik yang diterapkan oleh guru dalam proses
pembelajaran. Hal ini karena proses pembelajaran itu merupakan proses transfer
ilmu dari guru ke peserta didik dan untuk hal tersebut harus ada teknik khusus
agar efektif. Jika metode pembelajaran yang diterapkan tepat, maka hasil belajar
dapat meningkat.
Metode yang tepat akan menyebabkan peserta didik merasa nyaman dan
dapat berkonsentrasi pada saat proses belajar. Peserta didik merasa ada
kesinambungan antara proses di luar dan di dalam diri. Hal ini menyebabkan anak
didik lebih fokus dalam mengikuti proses pembelajaran.
Dalam penelitian yang sudah dilakukan oleh Widyaningsih metode make
a-match merupakan metode yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
“Pembelajaran kooperatif metode make a match memberikan manfaat bagi peserta
didik, di antaranya adalah mampu menciptakan suasana belajar aktif dan
menyenangkan, materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian
peserta didik, mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik mencapai taraf
ketuntasan belajar secara klasikal 87,50%.”68
Berdasarkan kegiatan proses belajar
mengajar, peserta didik terlihat lebih aktif mencari pasangan kartu antara jawaban
dan soal. Dengan metode pencarian kartu ini peserta didik dapat mengidentifikasi
permasalahan yang terdapat di dalam kartu yang ditemukannya dan
menceritakannya dengan sederhana dan jelas secara bersama-sama.
68
Tarmizi Ramadhan, “Metode Pembelajaran Kooperatif Make A-match,” artikel diakses
pada 21 Oktober 2010 dari http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-
make-a-match/,
54
Dalam penelitian Eva Nurhayati metode Team Quiz yang diterapkan pada
mata pelajaran Akuntansi lebih baik dibandingkan dengan metode konvensional.
Menurut Eva Nurhayati, “pengaruh pembelajaran aktif tipe quiz team terhadap
hasil belajar akuntansi menunjukkan bahwa nilai hasil belajar pada kelompok
eksperimen berbeda dengan nilai hasil belajar pada kelompok kontrol. Hasil
belajar pada kelompok eksperimen menunjukkan nilai rata-rata yang lebih baik
daripada hasil belajar pada kelompok kontrol”.69
Berdasarkan beberapa penelitian yang sudah dilakukan maka dapat
diketahui bahwa metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam
mengelola kelas dapat berpengaruh terhadap hasil belajar. Dengan metode yang
menarif, inovatif dan kreatif maka dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik,
dibandingkan dengan metode yang konvensional tanpa ada variasi metode,
maupun media yang digunakan.
B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka dapat diambil suatu kerangka pemikiran sebagai berikut.
Pembelajaran IPS Terpadu merupakan suatu proses atau kegiatan guru mata
pelajaran IPS dalam mengajarkan IPS Terpadu kepada para peserta didiknya, yang
di dalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan
terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik tentang
IPS Terpadu yang beragam agar tejadi interaksi optimal antara guru dengan
peserta didik serta antara peserta didik dengan peserta didik dalam mempelajari
mata pelajaran IPS. Dengan demikian setiap guru harus bisa menciptakan suasana
yang menyenangkan namun peserta didik dapat memahami konsep atau materi
yang disampaikan oleh guru salah satunya adalah dengan memilih metode
pembelajaran yang lebih memperdayakan peserta didik, sehingga tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan tercapai dan hasil belajar yang diperoleh
peserta didik akan lebih baik.
69
Eva Nurhayati, “Pengaruh Penggunaan Metode Belajar Aktif Tipe Team Quiz
Terhadap Minat Dan Hasil Belajar Akuntansi Siswa Kelas X AK SMK Negeri 3 Jepara”, Skripsi
S1 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, 2007.
55
Menurut kurikulum 2006 standar kompetensi mata pelajaran IPS
SMP/MTs. tujuan pembelajaran IPS yaitu:
Mengembangkan pengetahuan kesejarahan, mengembangkan kemampuan
berpikir, inkuiri, pemecahan masalah, dan keterampilan sosial;
membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan;
meningkatkan kemampuan berkompetisi dan bekerjasama dalam
masyarakat yang majemuk, baik dalam skala nasional maupun
internasional. Untuk itu diperlukan suatu strategi pembelajaran yang lebih
mementingkan peserta didik untuk belajar berpikir daripada hanya
menghafal.70
Pembelajaran IPS adalah untuk membentuk peserta didik yang dapat
berpikir dan menyelesaikan masalah dan memiliki ketrampilan sosial.
Ketrampilan sosial dalam hal ini seperti memiliki kepekaan terhadap masalah-
masalah yang terjadi di lingkungan sekitarnya pada khususnya dan lingkungan
nasional sebagai lingkungan yang lebih luas. Pembelajaran IPS juga untuk
membentuk peserta didik yang dapat bekerjasama dalam masyarakat yang
memiliki karakter dan latar belakang yang berbeda-beda. Untuk mencapai tujuan
pembelajaran IPS, maka metode pembelajaran yang berorientasi kepada peserta
didik sangat diperlukan dalam proses pembelajaran.
Metode pembelajaran yang dilakukan guru dalam menyampaikan materi
bahan ajar kepada para peserta didiknya merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi hasil belajar peserta didik, sehingga pemilihan metode
pembelajaran yang tepat untuk peserta didik sangat diperlukan. Metode
pembelajaran make a-match, pembelajarannya menitikberatkan pada kemampuan
mengingat, bekerja sama dan interaksi antar peserta didik, ketepatan waktu sebab
dalam mencari pasangan kartu soal dan jawaban waktunya dibatasi. Proses
pembelajaran menjadi menyenangkan sehingga bisa memotivasi peserta didik
untuk belajar sehingga hasil belajarpun meningkat. Metode pembelajaran Team
Quiz salah satu metode pembelajaran yang mampu meningkatkan keaktifan siswa
dalam proses belajar dan peserta didik dilatih untuk mempunyai tanggung jawab
yang sama atas keberhasilan kelompoknya. Dengan menggunakan metode Team
Quiz, para peserta didik diharapkan dapat memahami materi yang dipelajari.
70
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006
56
C. Hipotesisis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas, dapat diajukan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
H0 : Tidak ada perbedaan antara hasil belajar IPS Terpadu kelas VII semester II
SMP Islamiyah Ciputat yang menggunakan metode pembelajaran Make a-match
dan metode pembelajaran Team Quiz.
Ha : Ada perbedaan antara hasil belajar mata pelajaran IPS terpadu kelas VII
semester II SMP Islamiyah Ciputat dengan menggunakan metode pembelajaran
Make a-match dan metode pembelajaran Team Quiz.
57
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian dilaksanakan di kelas VII-A dan VII-B SMP Islamiyah
Ciputat.
2. Waktu Penelitian dilaksanakan selama dua bulan, dimulai pada bulan April
hingga Mei 2011.
B. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah peserta didik
kelas VII-A dan kelas VII-B. Kelas VII-A terdiri dari 45 peserta didik dengan
komposisi perempuan 24 peserta didik dan laki-laki 21 peserta didik, yang metode
pembelajarannya menggunakan Make A-Match. Kelas VII-B Terdiri dari 40
peserta didik dengan komposisi perempuan 21 peserta didik dan laki-laki 19
peserta didik, yang metode pembelajarannya menggunakan metode Team Quiz.
Subjek penelitian ini yang diambil karena, penerapan metode make A-Match dan
metode Team Quiz lebih menekankan pada proses interaksi peserta didik, dan
peserta didik kelas VII yang masih dalam tahap transisi dari Sekolah Dasar ke
Sekolah Menengah Pertama.
C. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kuantitatif
komparatif, yaitu data yang berbentuk angka. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode quasi eksperimen, menurut Husaini Uman dan
58
Purnomo Setiady Akbar, “metode ini dilakukan dengan memberikan perlakuan
kepada subjek penelitian kemudian memberikan tes pada subjek penelitan”.1
Dalam penelitian ini penerapannya adalah peserta didik di kelas VII-A, dalam
proses pembelajaran guru menerapkan metode Make A-Match kemudian para
peserta didik tersebut di tes secara tertulis tentang materi yang telah dipelajari.
Sedangkan di kelas VII-B guru menerapkan metode pembelajaran Team Quiz.
D. Desain Penelitian
Untuk mengetahui hasil penelitian, kedua kelompok eksperimen diberikan
pretes dan postes. Adapun desain penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 2
Desain Penelitian Two Group Pretest posttest design
Kelompok Pretes Perlakuan Postes
𝐸1 𝑇1 𝑋1 𝑇1
𝐸2 𝑇2 𝑋2 𝑇2
Keterangan:
𝐸1 = 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑡𝑜𝑑𝑒 𝑚𝑎𝑘𝑒 𝑎 −𝑚𝑎𝑡𝑐
𝐸2 = 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑡𝑜𝑑𝑒 𝑡𝑒𝑎𝑚 𝑞𝑢𝑖𝑧
𝑇1 = 𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑚𝑎𝑘𝑒 𝑎 − 𝑚𝑎𝑡𝑐
𝑇2 = 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑡𝑒𝑎𝑚 𝑞𝑢𝑖𝑧
𝑋1 = 𝑃𝑒𝑙𝑎𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑡𝑜𝑑𝑒 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑎𝑗𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑒 𝑎 −𝑚𝑎𝑡𝑐
𝑋2 = 𝑃𝑒𝑙𝑎𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑡𝑜𝑑𝑒 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑎𝑗𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑎𝑚 𝑞𝑢𝑖𝑧
𝑇1 = 𝑃𝑜𝑠𝑡𝑒𝑠 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑚𝑎𝑘𝑒 𝑎 −𝑚𝑎𝑡𝑐
𝑇2 = 𝑝𝑜𝑠𝑡𝑒𝑠 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑡𝑒𝑎𝑚 𝑞𝑢𝑖𝑧
E. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini adalah hasil penilaian di ranah kognitif.
Penilaian ranah kognitif diperoleh melalui pretes dan postes. Pretes adalah tes
hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan awal
1 Husaini Uman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2009), hal 139.
59
peserta didik sebelum penerapan metode pembelajaran. Postes adalah tes hasil
belajar sesudah penerapan metode pembelajaran untuk melihat ketuntasan hasil
belajar terhadap perlakuan. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah tes tertulis yang berbentuk pilihan ganda. Untuk mengetahui
kualitas pelaksanaan penerapan metode digunakan teknik observasi.
F. Instrumen Penelitian
1. Definisi Konseptual
Dari variabel yang telah ditentukan yakni metode pembelajaran dan hasil
belajar. Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi
sasaran ilmu yang bersangkutan. Pembelajaran adalah interaksi guru dan peserta
didik di dalam kelas. Team Quiz adalah kuis atau pertanyaan yang diajukan
kepada kelompok. Make a-match adalah mencari kartu soal atau jawaban dan
kemudian dipasangkan. Hasil menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukan
suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara
fungsional. Belajar adalah kegiatan atau proses perubahan perilaku seseorang
karena pengalaman.
2. Definisi Operasional
a. Variabel bebasnya (X1) adalah metode pembelajaran make a-match dan (X2)
adalah metode pembelajaran Team Quiz.
b. Variabel terikatnya (Y) adalah hasil belajar peserta didik yang diperoleh dari
skor tes setelah dilaksanakan proses pembelajaran dengan metode make a-match
dan metode Team Quiz, yang bertujuan untuk mengukur aspek kognitif
pengetahuan dan pemahaman tentang konsep IPS Terpadu yang dimiliki peserta
didik setelah melaksanakan proses pembelajaran yang menggunakan metode make
a-match dan metode Team Quiz.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar IPS
Terpadu. Tes hasil belajar yaitu tes yang digunakan untuk mengukur pemahaman
materi peserta didik setelah melaksanakan proses pembelajaran mata pelajaran
IPS. Tes hasil belajar IPS diberikan setelah seluruh peserta didik mempelajari
materi IPS dengan metode pembelajaran make a-match dan metode pembelajaran
60
Team Quiz. Instrumen yang digunakan untuk mengetahui kualitas proses
pelaksanaan metode adalah lembar observasi.
Tes yang akan diberikan merupakan tes tertulis berbentuk pilihan ganda
yang terdiri dari 30 soal, sebab meskipun materi IPS terpadu adalah integrasi dari
berbagai mata pelajaran seperti ekonomi, sosiologi, sejarah, dan geografi, dalam
penelitian ini konsep yang disampaikan kepada para peserta didik dibatasi yakni
pada standar kompetensi ” Memahami Kegiatan Ekonomi Masyarakat”.
Selain menggunakan instrumen tes, dalam menelitian ini digunakan
lembar observasi untuk mengamati proses pembelajaran, sehingga dapat diketahui
pelaksanaan pembelajaran sudah sesuai dengan tahapan pelaksanaan metode
pembelajaran.
3. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
Tabel 3
Kisi-kisi intrumen penelitian
Kompetensi
Dasar
Materi Indikator Aspek
Yang
Diukur
Mendeskripsikan
Kegiatan
Ekonomi Yang
Meliputi
Kegiatan
Konsumsi,
Produksi, Dan
Distribusi
Barang Atau
Jasa.
1. Kegiatan
Pokok
Ekonomi.
2. Kegaiatan
produksi
1. Mendefinisikan
Pengertian Kegiatan
Ekonomi.
2. Menyebutkan macam-
macam kegiatan
ekonomi.
1. Mendefinisikan kegiatan
produksi.
2. Menyebutkan salah satu
sumber daya produksi
asli.
3. Menyebutkan salah satu
dampak negatif
produksi.
4. Menyebutkan salah satu
kegiatan produksi
5. Menyebutkan salah satu
cara pemanfaatan
sumber daya ekonomi
yang beretika ekonomi
6. Menyebutkan jenis
tenaga kerja.
7. Mendefinisikan cara
C1
C2
C1
C2
C2
C2
C2
C2
61
3. Kegiatan
Distribusi
4. Kegiatan
Konsumsi
meningkatkan hasil
produksi dengan tidak
menambah jumlah
faktor produksi.
8. Menyebutkan jenis
modal tetap
9. Menyebutkan penyebab
peningkatan kegiatan
produksi
1. Mendefinisikan kegiatan
distribusi.
2. Mendefinisikan
keuntungan distribusi
bagi produsen.
3. Mendefinisikan salah
satu sistem distribusi.
4. Menjelaskan fungsi
penunjang dari kegiatan
distribusi.
5. Menyebutkan salah satu
lembaga kegiatan
distribusi.
6. Menyebutkan kegiatan
distribusi.
7. Menyebutkan etika
ekonomi dalam kegiatan
distribusi yang
memenuhi unsur
keadilan dan
pemerataan.
8. Menyebutkan pihak
yang melakukan
kegiatan distribusi
9. Menyebutkan salah satu
tujuan kegiatan
distribusi
1. Mendefinisikan kegiatan
konsumsi
2. Menyebutkan tujuan
konsumsi
3. Menyebutkan salah satu
aspek positif perilaku
konsumtif
4. Menyebutkan faktor-
faktor yang
mempengaruhi kegiatan
C1
C2
C4
C1
C1
C1
C3
C2
C1
C2
C2
C3
C1
C2
C4
C2
62
konsumsi seseorang
5. Menerapkan salah satu
faktor yang
mempengaruhi kegiatan
konsumsi seseorang
6. Menyebutkan barang
konsumsi pelajar
7. Menyebutkan salah satu
contoh kegiatan
produksi jasa
8. Menyebutkan contoh
peningkatan produksi
secara ekstensifikasi
C3
C2
C1
C4
Keterangan:
C1 = Menghafal C2 = Memahami C3 = Mengaplikasikan
C4 = Menganalisis C5 = Mengevaluasi C6 = Mencipta
G. Uji Coba Instrumen
Sebelum diberikan kepada subjek penelitian, soal terlebih dahulu
diujicobakan pada peserta didik kelas VIII SMP Islamiyah Ciputat. Uji coba ini
bertujuan untuk mengetahui apakah soal tersebut memenuhi persyaratan seperti
validitas, realiabilitas, tingkat kesukaran maupun daya beda.
a. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu
instrumen. Instrumen disebut valid jika mampu mengukur apa yang diinginkan.
Untuk mengukur keabsahan instrumen digunakan program ANATES.
b. Uji Reliabilitas
Untuk memperoleh data yang dipercaya, instrumen penelitian yang
digunakan harus realiabel. Reliabilitas adalah instrumen cukup dipercaya untuk
digunakan sebagai alat pengumpul data karena data tersebut sudah baik.
Perhitungan realiabilitas menggunakan program ANATES
63
c. Uji Taraf Kesukaran Soal
Tingkat kesukaran soal adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau
mudahnya suatu soal. Tingkat kesukaran dari suatu tes untuk mengetahui setiap
butir soal termasuk kategori mudah, sedang, atau sukar.
Kriteria tingkat kesukaran soal menurut Ahmad Sofyan adalah sebagai
berikut: 2
Tabel 4
Indeks Tingkat Kesukaran Soal
Indeks Tingkat Kesukaran Kriteria
0-0,25 Sukar
0.26-0,75 Sedang
0.76-1 Mudah
d. Daya Pembeda
Menurut Arikunto Suharsimi daya pembeda soal adalah ”kemampuan soal
untuk membedakan antara peserta didik yang berkemampuan rendah dan peserta
didik yang berkemampuan tinggi.”3 Daya pembeda dihitung dengan program
ANATES.
Tabel 5
Kriteria Daya Beda
Indeks Daya Beda Kriteria
> 0,2 Jelek
0,2-0,4 Sedang
0,4-0,7 Baik
0,7-1,00 Baik Sekali
Bertanda negatif Jelek Sekali
2 Ahmad Sofyan, dkk, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta:UIN
Press, 2006), h. 103 3 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007).
h.218
64
H. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, data dianalisis dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Uji Persyaratan Analisis Data
a. Uji Normalitas Pretes dan Postes Kedua Sampel dengan Uji Lilifors
Uji Normalitas dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Data diurutkan dari yang terkecil hingga data yang paling besar
2. Cari angka baku dengan rumus: 𝑍 = 𝑋−𝑋
𝑠
3. Cari distribusi bakunya F(z)
4. Cari proposisi kumulatifnya S(z)
5. Cari 𝐿𝑜 = 𝑀𝑎𝑥 𝐹 𝑧 − 𝑆(𝑧)
6. Membandingkan statistik hitung dengan statistik tabel.
Hipotesis uji Normalitas:
𝐻𝑜 = 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑛𝑜𝑚𝑎𝑙
𝐻𝑎 = 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑑𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙
Kriteria Uji Normalitas:
Jika 𝐿𝑜 ≤ 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka sampel terdistribusi normal pada taraf signifikansi
∝= 0.05%
b. Uji Homogenitas Hasil Pretes dan Postes Kedua Sampel dengan Uji
Fishers
Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Fhiser, menurut
Sugiyono rumus uji Fhiser adalah sebagai berikut:4
𝐹 =𝑆1
2
𝑆22 ;𝑑𝑏:𝑑𝑏 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔,𝑑𝑏 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑒𝑏𝑢𝑡
Keterangan:
𝐹 = 𝐻𝑜𝑚𝑜𝑔𝑒𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠
𝑆12 = 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
𝑆22 = 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙
Langkah-langkah pengujian homogenitas adalah sebagai berikut:
1) Mencari statistik hitung
4 Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, (Bandung: CV ALFABETA, 2007). h.140
65
2) Mencari statistik tabel
3) Membandingkan statistik hitung dengan statistik tabel
Jika 𝐹𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 ;𝑚𝑎𝑘𝑎 𝐻𝑜 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
Jika 𝐹𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝐹𝑡𝑒𝑏𝑒𝑙 ;𝑚𝑎𝑘𝑎 𝐻𝑎 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
Hipotesis uji homogenitas:
𝐻𝑜 = 𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑜𝑚𝑜𝑔𝑒𝑛
𝐻𝑎 = 𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑜𝑚𝑜𝑔𝑒𝑛
I. Analisis Data
Setelah diketahui normalitas dan homogenitas kedua kelompok sampel,
langkah analisis data dalam penelitian ini adalah uji hipotesis dengan
penghitungan statisik Uji Beda Rata-Rata (Uji t).
a) Jika kedua kelompok sampel homogen maka rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut:
𝑡 =𝑥2 − 𝑋1
𝑆𝐺 1𝑛1
+1𝑛2
; 𝑆𝐺 = 𝑛1 − 1 𝑆1
2 + 𝑛2 − 1 𝑆22
𝑛1 + 𝑛2 − 2;𝑑𝑏 = 𝑛1 + 𝑛2 − 2
Keterangan
𝑋1 = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 1
𝑋2 = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 2
𝑛1 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 1
𝑛2 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 2
𝑆12 = 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 1
𝑆22 = 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 2
𝑆𝐺 = 𝑠𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑡 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑔𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛
b) Jika kelompok sampel tersebut heterogen, maka Uji Beda Rata-Rata (Uji
t) menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑡 =𝑋2 − 𝑋1
𝑆12
𝑛1+𝑆2
2
𝑛2
;𝑑𝑏
𝑆1
2
𝑛1+𝑆2
2
𝑛2
2
𝑆1
2
𝑛1
2
𝑛1 − 1 +
𝑆2
2
𝑛2
2
𝑛2 − 1
66
Setelah diperoleh nilai statistik hitung, kemudian mencari nilai dalam
statistik tabel dengan taraf kepercayaan 95%. Selanjutnya membandingkan
statistik hitung dengan statistik tabel. Jika t hitung lebih besar daripada t tabel
maka H0 ditolak dan Ha diterima, jika t hitung lebih kecil daripada t tabel maka
H0 diterima dan Ha ditolak.
J. Hipotesis Statistik
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPS pada
pokok bahasan Kegiatan Ekonomi Masyarakat melalui pembelajaran kooperatif
metode Make A-Match dan Metode Team Quiz, maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah:
1. 𝐻0 = 𝜇1 = 𝜇2; Tidak ada perbedaan antara hasil belajar mata pelajaran IPS
terpadu kelas VII semester II SMP Islamiyah Ciputat yang menggunakan
metode pembelajaran Make A-Match dan metode pembelajaran Team Quiz.
2. 𝐻𝑎 = 𝜇1 ≠ 𝜇2; Ada perbedaan antara hasil belajar mata pelajaran IPS
Terpadu kelas VII semester II SMP Islamiyah Ciputat yang menggunakan
metode pembelajaran make a-match dan metode pembelajaran Team Quiz.
𝐾𝑒𝑡𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛:
𝐻0 = 𝐻𝑖𝑝𝑜𝑡𝑒𝑠𝑖𝑠 𝑁𝑜𝑙
𝐻𝑎 = 𝐻𝑖𝑝𝑜𝑡𝑒𝑠𝑖𝑠 𝐴𝑙𝑡𝑒𝑟𝑛𝑎𝑡𝑖𝑓
𝜇1=𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑗𝑎𝑟 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑡𝑜𝑑𝑒 𝑚𝑎𝑘𝑒 𝑎−𝑚𝑎𝑡𝑐
𝜇2 =𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑗𝑎𝑟 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑡𝑜𝑑𝑒 𝑡𝑒𝑎𝑚 𝑞𝑢𝑖𝑧
67
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Gambaran Umum SMP Islamiyah Ciputat
a. Sejarah Berdirinya SMP Islamiyah Ciputat
Berdirinya yayasan Islamiyah Ciputat diawali dengan berdirinya PGA
Islamiyah yang diprakarsai oleh para pemuda wilayah Ciputat dan sekitarnya
dengan tujuan untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan di wilayah Ciputat dan
sekitarnya, selain itu lembaga pendidikan menengah pada saat itu masih jarang,
sehingga masyarakat yang mampu saja yang dapat melanjutkan pendidikan ke
jenjang pendidikan menengah yang terdapat di wilayah Jakarta.
Tanggal 25 Mei 1764 lembaga pendidikan PGA Islamiyah didirikan
dan mendapat sambutan yang cukup apresiatif dari tokoh-tokoh ahlu al sunnah
wa al jamaah wilayah Ciputat dan sekitarnya. PGA Islamiyah terdiri atas
Pendidikan Guru Agama Pertama (PGAP) dengan masa belajar empat tahun dan
Pendidikan Guru Agama Atas (PGAA), dengan masa belajar dua tahun.
Pada tahun 1966 didirikan Sekolah Kesejahteraan Keluarga Pertama
(SKKP) oleh masyarakat Ciputat dan sekitarnya dengan Surat Keputusan
Lembaga Pendidikan Maarif. Karena itulah, sekolah ini disebut SKKPNU. Pada
tahun 1968 sekolah ini diubah menjadi Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang
pada saat sekarang ini menjadi SMP Islamiyah. Pendirian SMP ini didasari atas
68
pemikiran bahwa Sekolah Menengah Pertama masih sangat jarang, baik negeri
maupun swasta.
Berdasarkan Surat Keputusan nomor 326/I.02.4/R.1983 tentang
pengukuhan pendirian SMP Islamiyah Ciputat, sekolah ini dikukuhkan pada 10
Maret 1983, setelah memenuhi persyaratan untuk mendirikan sekolah.
b. Visi dan Misi SMP Islamiyah Ciputat
Visi
Terdepan dalam Imtaq dan Iptek
Misi
1) Mewujudkan manusia yang memiliki IPTEK.
2) Mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa.
3) Mewujudkan manusia yang bermoral dan berdisiplin tinggi.
4) Mewujudkan manusia yang berkompetitif.
c. Struktur Organisasi SMP Islamiyah Ciputat
Pada saat ini SMP Islamiyah memiliki struktur organisasi seperti yang
tercantum dalam lampiran 10.
2. Praktik Pembelajaran
a. Praktik Pembelajaran Metode Make A-Match
Dalam penerapan metode Make A-Match ini siswa terlibat langsung dalam
mempelajari dan memahami suatu materi secara bersama-sama melalui pencarian
dan mencocokkan kartu soal dan kartu jawaban. Pelaksanaan metode Make A-
Match diawali dengan, guru mempersiapkan dua kelompok kartu, yakni kartu soal
dan kartu jawaban. Kemudian siswa dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
kelompok pemegang kartu soal, pemegang kartu jawaban, dan kelompok penilai.
Untuk mengetahui kemampuan awal siswa, sebelum pelaksanaan metode ini guru
memberikan pretest.
Tahap pertama penerapan metode Make A-Match adalah penjelasan materi
Memahami Kegiatan Ekonomi Masyarakat di kelas VII-A. Tahap kedua, siswa di
bagi ke dalam tiga kelompok yang masing-masing berjumlah 15 orang. Tahap
69
ketiga guru mengatur posisi kelas seperti huruf U, kelompok pembawa kartu soal
dan pembawa kartu jawaban posisinya saling berhadapan. Setelah masing-masing
kelompok berada pada posisi yang sesuai, guru memberikan aba-aba, sebagai
tanda agar kelompok pembawa kartu soal dan pembawa kartu jawaban mencari
pasangan pertanyaan dan jawaban yang cocok. Kemudian guru memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk berdiskusi untuk mencocokkan kartu soal
dan kartu jawaban.
Pasangan kartu soal dan kartu jawaban yang sudah ditemukan, ditunjukkan
kepada kelompok penilai, kelompok ini menilai apakah pasangan kartu soal dan
jawaban tersebut merupakan pasangan kartu yang cocok. Setelah penilaian
dilakukan, guru mengatur kembali agar kelompok pembawa soal dan pembawa
kartu jawaban menjadi satu kelompok, dan berperan sebagai kelompok penilai,
sedangkan kelompok penilai pada sesi yang pertama, dibagi menjadi dua
kelompok menjadi kelompok pembawa kartu soal dan kartu jawaban, pada sesi ini
guru melaksanakan tahapan yang sama seperti tahap sebelumnya. Tahap terakhir
dari metode Make A-Match adalah, guru memberikan kesempatan kepada para
siswa untuk bertanya, kemudian guru menyimpulkan materi bersama-sama
dengan siswa. Untuk mengetahui hasil belajar siswa, setelah pelaksanaan metode
Make A-Match, guru memberikan posttest.
Penerapan metode Make A-Match ini dalam pembelajaran dilakukan
sebanyak dua kali pertemuan, pada pertemuan pertama penerapan metode Make
A-Match berdasarkan pengamatan (observasi) suasana kelas terlihat kurang
kondusif, hal ini terlihat dari suasana kelas yang gaduh dalam mencocokkan kartu
soal dan kartu jawaban dan tidak saling menghargai sesama teman. Pada
penerapan metode Make A-match pertemuan kedua, suasana kelas dalam keadaan
lebih kondusif dari pertemuan sebelumnya, hal ini terlihat dari suasana gaduh
berkurang karena ada kesepakatan sebelumnya bahwa dalam pelaksanaan
pembelajaran harus dilakukan dengan tenang dan saling menghargai sesama
teman.
70
b. Praktik Pembelajaran Metode Team Quiz
Dalam penerapan metode Team Quiz ini siswa terlibat langsung dalam
mempelajari dan memahami suatu materi secara bersama-sama melalui
pelaksanaan kegiatan berquiz. Dalam metode Team Quiz diawali dengan, guru
membagi materi untuk disampaikan dalam tiga bagian. Kemudian ini siswa dibagi
kelompok-kelompok, yaitu kelompok A, B, dan C. Untuk mengetahui
kemampuan awal siswa, sebelum pelaksanaan metode ini guru memberikan
pretest.
Tahap pertama penerapan metode Team Quiz guru memberi penjelasan
tentang materi Memahami Kegiatan Ekonomi Masyarakat di kelas VII-B. Tahap
kedua, siswa di bagi ke dalam kelompok yang masing-masing berjumlah 13
orang. Tahap ketiga guru menyampaikan kepada siswa alur pembelajaran yang
akan dilaksanakan, kemudian guru mulai presentasi. Tahap selanjutnya setelah
presentasi, guru meminta kelompok A untuk menyiapkan pertanyaan-pertanyaan
berkaitan dengan materi yang telah disampaikan oleh guru. Kelompok B, dan C
menggunakan waktu ini untuk melihat lagi catatan yang dimiliki. Guru menunjuk
kelompok A sebagai pemimpin quiz memberi pertanyaan kepada kelompok B,
jika kelompok B tidak bisa menjawab pertanyaan, pertanyaan tersebut diajukan
kepada kelompok C. Kemudian Kelompok A memberi pertanyaan kepada
kelompok C, jika kelompok C tidak bisa menjawab, maka pertanyaan tersebut
diajukan kepada kelompok B.
Setelah tanya jawab sesi pertama selesai, dilanjutkan dengan pembelajaran
sesi kedua. Pada sesi kedua kelompok B untuk menjadi pemimpin quiz. Setelah
kelompok B selesai dengan pertanyaanya, dilanjutkan pembelajaran sesi ketiga,
dan kemudian guru menunjuk kelompok C sebagai pemimpin quiz. Tahap terakhir
dari metode Team Quiz adalah guru bersama dengan siswa menyimpulkan, dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang belum
dipahami. Untuk mengetahui hasil belajar siswa, setelah pelaksanaan metode
Team Quiz, guru memberikan posttest.
Penerapan metode Team Quiz ini dalam pembelajaran dilakukan sebanyak
dua kali pertemuan, pada pertemuan pertama penerapan metode Team Quiz
berdasarkan pengamatan (observasi) suasana kelas terlihat kurang kondusif, hal
71
ini terlihat dari suasana kelas yang gaduh karena siswa belum memahami
pelaksanaan metode Team Quiz ini. Pada penerapan metode Team Quiz
pertemuan kedua, suasana kelas dalam keadaan lebih kondusif dari pertemuan
sebelumnya, hal ini terlihat dari suasana gaduh berkurang karena siswa sudah
lebih memahami metode pelaksanaan Team Quiz, dan anggota kelompok harus
melaksanakan perannya masing-masing yakni sebagai pembaca soal, pencatat
skor, atau sebagai penilai jawaban.
3. Data Hasil Belajar IPS Siswa
a. Data Hasil Belajar IPS Siswa Kelompok Make A-Match
1) Hasil Pretest Kelompok Make A-Match
Nilai yang diperoleh siswa dari pretest yang dilakukan terhadap
kelompok Make A-Match dapat ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 6
Data Hasil Pretest Siswa Kelompok Make A-Match
N Jumlah
Nilai
Nilai
Terendah
Nilai
Tertinggi
Mean Median Modus Varians Simpangan
Baku
45 2336 40 67 51,91 50 50 63,17 7,94
2) Hasil Posttest Kelompok Make A-Match
Nilai yang diperoleh siswa dari Posttest yang dilakukan terhadap
kelompok Make A-Match dapat ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 7
Data hasil Posttest Siswa Kelompok Make A-Match
N Jumlah
Nilai
Nilai
Terendah
Nilai
Tertinggi
Mean Median Modus Varians Simpangan
Baku
45 3158 54 87 70,17 70 73 67,74 8,23
b. Data Hasil Belajar IPS Siswa Kelompok Team Quiz
1) Hasil Pretest Kelompok Team Quiz
Nilai yang diperoleh siswa dari pretest yang dilakukan terhadap
kelompok Team Quiz dapat ditunjukkan pada tabel berikut:
72
Tabel 8
Data Hasil Pretest Siswa Kelompok Team Quiz
N Jumlah
Nilai
Nilai
Terendah
Nilai
Tertinggi
Mean Median Modus Varians Simpangan
Baku
40 1800 24 76 45 54 47 112,30 10,59
2) Hasil Posttest Kelompok Team Quiz
Nilai yang diperoleh siswa dari Posttest yang dilakukan terhadap
kelompok Team Quiz dapat ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 9
Data hasil Posttest Siswa Kelompok Team Quiz
N Jumlah
Nilai
Nilai
Terendah
Nilai
Tertinggi
Mean Median Modus Varians Simpangan
Baku
40 2805 50 84 70,12 70 77 39,85 6,31
B. Uji Persyaratan Analisis Data
1. Uji Normalitas Data
a) Uji Normalitas Data Pretest Kelompok Make A-Match
Untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari populasi
berdistribusi normal atau tidak, maka dilakukan uji normalitas (Liliefors). Kriteria
uji normalitas adalah Ho diterima jika, 𝐿𝑜 ≤ 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . Dengan diterimanya Ho
berarti data dalam penelitian berasal dari populasi berdistribusi normal, jika Ho
ditolak berarti data berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.
Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh 𝐿𝑜 pretes kelompok Make A-
Match sebesar 0,17. Jika dikonsultasikan dengan tabel Liliefors pada taraf
signifikansi = 0.05 dan N = 45 diperoleh 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 0,13. Dengan demikian Ho ditolak
karena 𝐿𝑜 > 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (0,17 > 0,13 ). Dapat disimpulkan bahwa data pretest
kelompok Make A-Match berdistribusi tidak normal.
b) Uji Normalitas Data Posttest Kelompok Make A-Match
Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh 𝐿𝑜 posttest kelompok Make A-
Match sebesar 0,11. Jika dikonsultasikan dengan tabel Liliefors pada taraf
73
signifikansi = 0.05 dan N = 45 diperoleh 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 0,13. Dengan demikian Ho
diterima karena 𝐿𝑜 < 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (0,11< 0,13). Dapat disimpulkan bahwa data posttest
kelompok Make A-Match berdistribusi normal.
c) Uji Normalitas Data Pretest Kelompok Team Quiz
Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh 𝐿𝑜 pretest kelompok Team Quiz
sebesar 0,12. Jika dikonsultasikan dengan tabel Liliefors pada taraf signifikansi =
0.05 dan N = 40 diperoleh 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 0,14. Dengan demikian Ho diterima karena
𝐿𝑜 < 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (0,12< 0,14). Dapat disimpulkan bahwa data pretest kelompok Team
Quiz berdistribusi normal.
d) Uji Normalitas Data Posttest Kelompok Team Quiz
Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh 𝐿𝑜 posttest kelompok Team Quiz
sebesar 0,13. Jika dikonsultasikan dengan tabel Liliefors pada taraf signifikansi =
0.05 dan N = 40 diperoleh 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 0,14. Dengan demikian Ho diterima karena
𝐿𝑜 < 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (0,13 < 0,14 ). Dapat disimpulkan bahwa data posttest kelompok
Team Quiz berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas Data
a) Uji Homogenitas Data Pretest
Untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari populasi yang
homogen atau tidak, maka dilakukan uji homogenitas dengan Uji Fisher. Kriteria
uji homogenitas adalah Ho diterima jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , atau Ho ditolak jika
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . Dengan diterimanya Ho berarti data dalam penelitian berasal dari
populasi yang homogen, jika Ho ditolak berarti data berasal dari populasi yang
tidak homogen.
Hasil perhitungan uji homogenitas data pretest diperoleh 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 sebesar
1,78. Jika dikonsultasikan dengan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikansi 0,05 dengan db
penyebut 39 dan db pembilang 44 diperoleh 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 sebesar 1,66. Dengan demikian
dapat dinyatakan bahwa data pretest tidak berasal dari populasi yang homogen,
karena 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (1,78 > 1,66).
74
b) Uji Homogenitas Data Posttest
Hasil perhitungan uji homogenitas data posttest diperoleh 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 sebesar
1,69. Jika dikonsultasikan dengan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikansi 0,05 dengan db
penyebut 44 dan db pembilang 39 diperoleh 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 sebesar 2,08. Dengan demikian
dapat dinyatakan bahwa data posttest berasal dari populasi yang homogen, karena
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (1,69 < 2,08).
C. Pengujian Hipotesis
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara hasil belajar IPS
siswa antara yang diajarkan dengan metode Make A-match dengan metode Team
Quiz maka dilakukan uji t (uji beda). Kriteria uji hipotesis data adalah 𝐻𝑜 diterima
jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , atau 𝐻𝑜 ditolak jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . Dengan ditolaknya Ho
berarti data dalam penelitian terbukti bahwa hasil belajar IPS antara siswa yang
diajar dengan metode Make A-match dan metode Team Quiz adalah berbeda
secara signifikan. Dengan diterimanya Ho berarti data dalam penelitian terbukti
bahwa hasil belajar IPS antara siswa yang diajar dengan metode Make A-match
dan metode Team Quiz adalah tidak berbeda secara signifikan.
Dari hasil perhitungan diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 sebesar 0,0042. Jika
dikonsultasikan dengan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikansi 95% dan db = 83 (45+40-2)
diperoleh 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 sebesar 1,66. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tidak ada
perbedaan antara hasil belajar yang diajarkan dengan metode pembelajaran Make
A-Match dan metode pembelajaran Team Quiz.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil analisis data menunjukkan nilai rata-rata hasil belajar IPS siswa
kelas VII-A yang diajarkan dengan menggunakan metode Make A-Match adalah
70,17 dan nilai rata-rata hasil belajar belajar IPS siswa kelas VII-B yang diberikan
pembelajaran dengan metode Team Quiz adalah 70,12 dengan nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
0,0042 dan nilai 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,66, hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan hasil belajar IPS siswa antara yang diberikan pembelajaran melalui
metode Make A-Match dengan metode Team Quiz. Hal ini dimungkinkan karena
pendekatan kedua metode tersebut lebih banyak menekankan kepada tanggung
75
jawab pribadi sebagai kelompok yang harus memahami materi dan menyelesaikan
suatu tugas secara bersama-sama. Sebagaimana dipaparkan dalam teori, bahwa
kedua metode pembelajaran kooperatif tersebut dapat memotivasi siswa untuk
terlibat secara aktif untuk bekerjasama, berdiskusi dan saling membantu antar
anggota kelompok dalam belajar sehingga mereka dapat membangun sendiri
pemahaman secara bersama-sama. Walaupun, masih terdapat siswa yang masih
enggan terlibat aktif dalam pembelajaran karena kedua metode ini masih baru bagi
siswa.
Pada penerapan metode Make A-Match, diperoleh beberapa temuan bahwa
metode Make A-Match dapat meningkatkan kerja sama siswa dalam menjawab
pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses
pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias
mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa
mencari pasangan kartunya masing-masing.
Pada penerapan metode Team Quiz, diperoleh beberapa temuan bahwa
metode ini dapat meningkatkan tanggung jawab individu sebagai anggota
kelompok dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh kelompok pemimpin
quiz untuk mendapatkan skor yang lebih tinggi dari pada kelompok lain, proses
pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias
mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa terlihat ketika berusaha
menjawab pertanyaan-pertanyaan quiz.
Melalui kedua metode pembelajaran tersebut, siswa yang biasanya belajar
secara individu, tanpa kompetisi dan penghargaan dicoba dikondisikan dengan
adanya kompetisi dan penghargaan yang menjadi motivasi bagi keberhasilan
belajar mereka, serta suasana pembelajaran dapat menjadi lebih menarik dan
bervariasi. Kedua pembelajaran ini juga dapat menciptakan suasana kegiatan
belajar mengajar yang baik, karena siswa tidak cepat merasa bosan dalam belajar
dan dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa karena siswa dilatih untuk
berpendapat, menghargai perbedaan dan termotivasi untuk meningkatkan
prestasinya karena adanya persaingan dan penghargaan yang diberikan.
76
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan bahwa
Tidak terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang diajarkan
dengan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) metode Make A-
Match dengan siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif (Cooperative
Learning) metode Team Quiz dalam pelajaran IPS dengan diperoleh nilai
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 yaitu 0,0042 < 1,66. Model pembelajaran kooperatif
(Cooperative Learning) metode Make A-Match dan metode Team Quiz
merupakan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa ingin tahu,
keberanian dan sifat menghargai serta tanggung jawab siswa.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, saran dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Guru diharapkan mempunyai pengetahuan dan kemampuan yang cukup
untuk memilih metode pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi
yang diajarkan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Di antara
metode pembelajaran yang seharusnya dikuasai guru adalah metode Make
77
A-Match dan metode Team Quiz, sebab kedua metode tersebut tidak
hanya dapat meningkatkan hasil belajar siswa tapi juga dapat membentuk
kompetensi sosial siswa, seperti saling menghargai dan tanggung jawab.
Pembelajaran dengan menerapkan metode Make A-Match dan metode
Team Quiz merupakan usaha yang dilakukan oleh guru untuk menarik
perhatian siswa sehingga pada akhirnya dapat menciptakan keaktifan dan
motivasi siswa dalam diskusi. Penerapan metode Make A-Match dan
metode Team Quiz dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan kerja sama di
antara siswa. Hal ini sesuai dengan tuntutan dalam kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) bahwa pelaksanaan proses pembelajaran
mengikuti standar kompetensi, yaitu: berpusat pada siswa,
mengembangkan keingintahuan dan imajinasi, memiliki semangat
mandiri, bekerja sama, dan kompetisi secara sehat, menciptakan kondisi
yang menyenangkan, mengembangkan berbagai kemampuan dan
pengalaman belajar serta karakteristik mata pelajaran.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah model
pembelajaran kooperatif metode Make A-Match dan Team Quiz dapat
diterapkan serta memberikan hasil dan perbedaan yang lebih baik lagi
pada materi maupun mata pelajaran yang lain dan meningkatkan motivasi
belajar yang lebih baik lagi bagi siswa.
78
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia.
Arifuddin. “Hubungan Antara Motivasi Dengan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata
Pelajaran Geografi Di Kelas XI IPS SMA Negeri 2 Singaraja”. Artikel
diakses pada Kamis 21 Oktober 2010 dari
http://lambitu.wordpress.com/2009/10/28/hubungan-antara-motivasi-
dengan-prestasi-belajar-peserta didik-pada-mata-pelajaran-geografi-di-
kelas-xi-ips-sma-negeri-2-singaraja/
Arikunto, Suharsimi. (2007). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara,.
Al Jabaly, Sohibul Mutolib “ Model Pembelajaran Kontekstual”, artikel diakses
pada 27 Pebruari 2011 dari
http://pendidikanberkarakter.blogspot.com/2008/10/model-pembelajaran-
kontekstual.html.
Arini, Yusti. “Model Pembelajaran Kooperatif (Coopertive Learning) Dan
Aplikasinya Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran.”
artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari
http://yusti-arini.blogspot.com/2009/08/model-pembelajaran-ooperatif.html
Baharuddin Dan Esa Nur Wahyuni. (2007. Teori Belajar Dan Pembelajaran.
Yogyakarta:Ar-Ruzz Media
.
Dalyono, M. (1997). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Fathurrohman, Pupuh Dan Sutikno, M.Sobry. (2007). Strategi Belajar Mengajar-
Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Pemahaman
Konsep Umum&Konsep Islami. Bandung: Retika Aditama.
Herdian. “Model Pembelajaran Quantum.,” artikel diakses pada 27 Februari 2011
dari http://herdy07.wordpress.com/
Inayah, Nurul.”Keefektifan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Circ
(Cooperatife Integrated Reading And Composition) Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Pada Pokok Bahasan Segiempat Siswa Kelas Vii Smp
Negeri 13 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007”. Skripsi S1 Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang,
2007.
Istiqomah.”Taksonomi Dan Tujuan Pembelajaran. ”artikel diakses pada 26
Februari 2011 dari http://materibidan.blogspot.com/2010/05/taksonomi-dan-
tujuan-pembelajaran.html
79
Indrawati dan Setiawan, Wanwan. (2009). Pembelajaran Aktif , Kreatif, Efektif,
dan Menyenangkan Untuk Guru SD. Bandung: PPPPTK IPA.
Ismail, Bustamam. “Pengembangan model Pembelajaran PAIKEM dengan
Pendekatan SETS. Artikel diakses pada 3 Juni 2011 dari
http://hbis.wordpress.com/2010/07/04/pengembangan-model-pembelajaran-
paikem-dengan-pendekatan-sets/
Kunandar. (2007). Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta:PT
RajaGrafindo Persada.
Kholil, Anwar. “Teori Vygotsky tentang Pentingnya Strategi Belajar.” artikel
diakses pada 26 Februari 2011 dari
http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/teori-vygotsky-tentang
pentingnya.html
Makmun, Abin Syamsuddin. (2005). Psikologi Kependidikan. Bandung: PT
Remaja Rosyda Karya.
Munawar, Indra. “ Hasil Belajar (Pengertian dan Definisi).” artikel diakses pada
Senin 25 Oktober 2010 dari
http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/hasil-belajar-pengertian-dan-
definisi.html,
Mulyana, E. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteistik dan
Implementasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Penyelenggara Sertifikasi
Guru Rayon 24 Universitas Negeri Makassar.
Nurkancana, Wayan dan Sunartana, P.P.N. (1982). Evaluasi Pendidikan.
Surabaya: Usana Offset Printing.
Nurhayati, Eva. “Pengaruh Penggunaan Metode Belajar Aktif Tipe Team Quiz
Terhadap Minat Dan Hasil Belajar Akuntansi Siswa Kelas X AK SMK
Negeri 3 Jepara.” Skripsi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Semarang, 2007.
Parminingsih, Retno. “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team
Quiz Dan Genuis Learning Strategy Dalam Pembelajaran Matematika
Ditinjau Dari Sikap Belajar Siswa.” Skripsi S1 Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007
80
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007
Ramadhan, Tarmizi. “Metode Pembelajaran Kooperatif Make A-match.” artikel
diakses pada 21 Oktober 2010 dari
http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-make-a-
match/.
Ramadhan, Tarmizi. “Pembelajaran Tematik.” artikel diakses pada 27 Februari
2011 dari http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/04/model-pembelajaran-
tematik-kelebihan-dan-kelemahannya/.
Ramadhan, A.Tarmizi. “Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan,” artikel diakses pada Jum’at 3 Juni 2011 dari
http://tarmizi.wordpress.com/2008/11/11/pembelajaran-aktif-inovatif-
kreatif-efektif-dan-menyenangkan/
Riyanto,Yatim. (2009). Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi
Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas.
Jakarta: Kencana.
Sabri, Ahmad. (2010). Strategi Belajar Mengajar&Micro Teaching. Jakarta: PT
Ciputat Press.
Salam, Syamsir dan Aripin, Jaenal. (2006). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta:
UIN Jakarta Press.
Sanjaya, Wina. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Sapriya, dkk. (2006). Konsep Dasar IPS. Bandung: UPI Press.
Sarimaya, Farida. (2008). Sertifikasi Guru, Apa, Mengapa, dan Bagaimana.
Bandung: Yrama Widya.
Siberman, Melvin L. (2006). 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta:
Pustaka Insan Madani.
Slameto. (1998). Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Bina Aksara.
Sofyan. Metode Pembelajaran Kooperatif. artikel diakses pada 26 Februari 2011
dari http://forum.um.ac.id/index.php?topic=18078.0
Sofyan, Ahmad dkk. (2006). Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi.
Jakarta:UIN Press.
Solihatin, Etin dan Raharjo. (2008). Cooperative Learning. Jakarta: Bumi Aksara.
81
Sugiyanto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma
Presindo, 2009.
Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV ALFABETA.
Suhani, Agus. Empat Pilar Belajar Menurut UNESCO. Artikel diakses pada 04
April 2011 dari http://agussambeng.blogspot.com/2010/10/empat-pilar-
belajar-menurut-unesco.html
Sukardi, Tanto. “Menggagas Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Yang
Kontruktivis.” Kajian Ilmu Sosial, Vol. 1 No. 2 (Oktober 2007).
Suprijono, Agus. (2009). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Suryabrata, Sumadi. (2008). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Syah, Muhibin. (2009). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru.
Bandung: PT. Remaja Rosydakarya.
Soemanto,Wasty. (1990). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Setia Telaumbanua. Penerapan Metode Belajar Aktif Tipe Quiz Team Kepada
Siswa. Artikel diakses pada 17 Juni 2011 dari
http://www.psb-psma.org/content/blog/3479-penerapan-metode-belajar-
aktif-tipe-quiz-team-kepada-siswa.
Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Tim Pembina Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik. (2007) Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi.
Umar, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady. (2009). Metodologi Penelitian
Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Pengertian Belajar dan Perubahan Perilaku dalam Belajar. Artikel diakses pada 26
Februari 2011 dari
http://cafestudi061.wordpress.com/2008/09/11/pengertian-belajar-dan-
perubahan-perilaku-dalam-belajar/.
Model Pembelajaran Berbasis Kontekstual. Artikel diakses pada 27 Februari 2011
dari http://wahyuti4tklarasati.blogspot.com/2010/10/model-pembelajaran-
berbasis-kontekstual.html
Pembelajaran Kolaboratif. Artikel diakses pada 27 Februari 2011 dari
http://ruhcitra.wordpress.com/2008/08/09/pembelajaran-kolaboratif/
82
Widodo, Rachmad. Model Pembelajaran. Artikel diakses pada 21 Juni 2010 dari
http://www.infogue.com/viewstory/2009/10/13/pengertian_dan_macam_mo
del_pembelajaran/?url=http://wyw1d.wordpress.com/2009/10/12/model-
pembelajaran.
Wahidmurni. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu Pada Satuan
Pendidikan MI/SD Dan MTs./SMP. Artikel diakses pada 6 April 2011 dari
http://tarbiyah.uinmalang.ac.id/index.php?option=com_content&view=articl
e&id=89:pembelajaranipsterpadu&catid=62:artikel&Itemid=128.
Wena, Made. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi
Aksara.
Wikipedia. Pembelajaran Kooperatif. Artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran_kooperatif
Wikipedia. Pembelajaran Kooperatif. Artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari
http://ipotes.wordpress.com/2008/05/10/metode-pembelajaran-kooperatif/
Zaini, Hisyam dkk. (2008). Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka
Insan Madani.