PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN ...

16
PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN JARINGAN PENDUKUNG GIGI ANTARA MAHASISWA S1 DAN MAHASISWA PROFESI DI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Program Studi Pendidikan Dokter GigiFakultas Kedokteran Gigi Oleh: ADHELIA AYU NINGTYAS J520160025 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2020

Transcript of PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN ...

Page 1: PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN ...

PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN

JARINGAN PENDUKUNG GIGI ANTARA MAHASISWA S1 DAN

MAHASISWA PROFESI DI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I

pada Program Studi Pendidikan Dokter GigiFakultas Kedokteran Gigi

Oleh:

ADHELIA AYU NINGTYAS

J520160025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2020

Page 2: PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN ...
Page 3: PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN ...
Page 4: PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN ...
Page 5: PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN ...

1

PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN

JARINGAN PENDUKUNG GIGI ANTARA MAHASISWA S1 DAN

MAHASISWA PROFESI DI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Abstrak

Diagnosis adalah penentuan jenis penyakit yang diderita pasien. Dokter gigi

menentukan diagnosis melalui pemeriksaan subyektif, obyektif dan pemeriksaan

penunjang. Tahap pendidikan dokter gigi yaitu jentang S1 menggunakan sistem

pembelajaran terintegrasi (kuliah, praktikum, skills lab, diskusi kelompok kecil

dengan metode seven jump), dan dijenjang Profesi langsung menangani pasien di

klinik. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui perbedaan keputusan

diagnosis penyakit gigi dan jaringan pendukung gigi antara mahasiswa Profesi

dan S1 di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Metode penelitian ini ialah jenis penelitian yang bersifat survei analitik dengan

cross sectional study design, dengan sampel sebanyak 124 mahasiswa yang

memenuhi kriteria retriksi yang ditentukan oleh peneliti yaitu mahasiswa S1

minimal semester 7 sebanyak 62 mahasiswa dan mahasiswa profesi yang telah

menangani requirement kasus penyakit lebih dari 50% sebanyak 62 mahasiswa.

Penelitian menggunakan kuesioner dengan scooring tertinggi nilai “25” dan

terendah “0”, dengan analisis data menggunakan uji statistik Mann–Whitney.

Hasil penelitian dengan uji Mann-Whitney menunjukkan nilai Asymp.Sig < 0,05

sehingga didapatkan perbedaan yang signifikan didalam penentuan keputusan

diagnosis antara mahasiswa S1 dan mahasiswa Profesi di Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang dilihat dari perbedaan hasil nilai

rata-rata mahasiswa S1 yaitu 17,95 dengan jumlah nilai 1113, sedangkan nilai

rata–rata mahasiswa profesi yaitu 21,10 dengan jumlah nilai 1308, sehingga nilai

rata-rata mahasiswa profesi lebih tinggi di bandingkan dengan nilai mahasiswa

S1. Kesimpulan terdapat perbedaan keputusan diagnosis penyakit gigi dan

jaringan pendukung gigi antara mahasiswa S1 dan mahasiswa Profesi di Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Kata kunci: Diagnosis, mahasiswa S1, mahasiswa profesi, Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Abstract

Diagnosis was the determination of the type of disease suffered by the patient.

The dentist determined the diagnosis through subjective, objective and supporting

examinations. Dentists must go through several stages of education namely at the

bachelor degree using an integrated learning system (lectures, practicums, skills

labs, small group discussions with the seven jump method) and profession by

practicing directly working on patients at clinic. The aim of this study was to

Page 6: PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN ...

2

determine the differences between dental disease diagnosis decisions and dental

support networks between Dental Profession and Bachelor Degree students at the

Faculty of Dentistry, Muhammadiyah University, Surakarta. The method used an

analytical survey research with cross sectional study design, with a sample of 124

students which include restriction criteria: the amount of semester 7 bachelor

students was 62 students and the amount of dentist profession students who have

handled the requirements of more than 50% disease cases was 62 students. The

study used a questionnaire with the highest scooring value "25" and the lowest

"0", with data analysis using the Mann – Whitney statistical test. The results of the

study were analyzed by the Mann – Whitney test showing an Asymp.Sig value

<0.05 so that there were significant differences in determining diagnosis decisions

between bachelor and the dentist profession students at the Faculty of Dentistry,

Muhammadiyah University of Surakarta as seen from the difference in the

average value of bachelor students, namely 17.95 with a total value of 1113, while

the average value of profession students is 21.10 with a total value of 1308, so the

average value of profession students was higher compared to the value of bachelor

students. . The conclusion of the study, there were differences in the diagnosis of

dental diseases and dental support networks between bachelor and profession

students at the Faculty of Dentistry, Muhammadiyah University, Surakarta.

Keywords: Diagnosis, bachelor students, profession students, Faculty of

Dentistry, Muhammadiyah University, Surakarta.

1. PENDAHULUAN

Penyakit gigi dan mulut pada masyarakat yang paling banyak ditemukan adalah

karies gigi dan penyakit periodontal1. Karies gigi merupakan penyakit yang

menyerang jaringan keras gigi seperti: enamel, dentin dan sementum. Kerusakan

pada gigi terjadi akibat proses mineralisasi permukaan gigi hingga berkembang

kebagian dalam gigi2. Menurut Gayatri, (2017) penyebab karies berasal dari host,

mikroorganisme, substrat dan faktor waktu. Predisposisi lain juga mempengaruhi

keparahan karies antara lain sosial ekonomi, usia, jenis kelamin, geografi dan

perilaku kebiasaan kesehatan gigi3.

Berdasarkan data Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI

(PUSDATI) tahun 2014 menunjukkan bahwa presentase penduduk yang memiliki

masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia sejak tahun 2003 hingga 2007 itu

mengalami peningkatan dari 23,2% menjadi 25,9%. Penduduk menerima

Page 7: PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN ...

3

perawatan medis gigi meningkat dari 29,7% pada tahun 2007 menjadi 31,1% pada

taun 20134.

Pentingnya memberikan pendidikan kesehatan gigi dan mulut, sebagai salah

satu usaha untuk menanggulangi masalah kesehatan gigi dan mulut5. Pengetahuan

tentang kesehatan gigi dan mulut secara tidak langsung akan meningkatkan

kesadaran menjaga kesehatan gigi dan mulut, sehingga pada akhirnya dapat

mencegah karies pada gigi3. Perlunya usaha meningkatkan kesehatan masyarakat

yaitu dengan meningkatkan kemampuan tenaga medis atau dokter yang

memberikan pelayanan. Dokter gigi memberikan pelayanan dalam pencegahan

penyakit gigi dan memberikan pengobatan yang adekuat dalam menangani

penyakit gigi dan mulut6.

Pelayanan yang berkualitas akan memberi dampak berupa perbaikan derajat

kesehatan masyarakat, sehingga masyarakat akan lebih berminat untuk

memanfaatkan sarana yang ada, sekaligus meningkatkan efisiensi dalam

pelayanan kesehatan. Dokter gigi dalam memberikan pelayanan kesehatan harus

selalu menjaga mutu pelayanannya sesuai standar kompetensi yang telah

ditetapkan oleh organisasi profesi. Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/62/2015 tentang panduan praktik klinik di

dokter gigi sebagai acuan tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk

melindungi masyarakat dalam penerima jasa pelayanan7.

Dokter gigi selain harus memiliki pelayanan yang berkualitas juga

membutuhkan kualitas pengetahuan tentang diagnosis dalam menangani kasus

penyakit gigi dan mulut. Pentingnya mendiagnosis yang benar untuk menghindari

kesalahan dalam mendiagnosis yang dilakukan oleh seorang dokter gigi, karena

akan mempengaruh pada ketepatan dalam melakukan tahapan–tahapan diagnosis

terhadap pasien tersebut, sehingga akan mempengaruhi rencana perawatan dan

hasil pengobatan dari suatu pasien, jika seorang dokter gigi salah dalam

menegakkan diagnosis maka itu termasuk kelalaian medik atau malpraktek.

Kelalaian itu bisa sampai membawa kerugian, jika sampai membuat kerugian atau

cedera kepada orang lain maka akan dikenakan sanksi hukum, tetapi ketika

kesalahan itu menyangkut hal–hal yang sepele maka tidak ada dikenakan hukum

Page 8: PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN ...

4

apa–apa. Sifat kelalaian itu berubah menjadi delik. Delik ini ketika sampai

kepengadilan maka ini dinamakan telah terjadi sengketa medis antara pasien atau

keluarga pasien dengan tenaga kesehatan8.

Dokter gigi untuk bisa melakukan diagnosis harus melewati beberapa tahapan

pendidikan yaitu dijenjang S1 dan Profesi. Pendidikan pada tahap S1 kedokteran

gigi menggunakan sistem pembelajaran yang terintegrasi yang mana terdiri dari

kuliah, praktikum, skills lab, simulasi praktik dokter gigi dan diskusi kelompok

kecil dengan sistem pembelajaran berbasis masalah yang mana menggunakan

metode seven jumps9. Pendidikan pada tahap profesi kedokteran gigi disebut juga

sistem pembelajaran pendidikan klinik. Pada program profesi mahasiswa

melakukan pembelajaran dengan cara berlatih secara langsung mengerjakan

pasien di klinik10.

Diagnosis dalam kedokteran gigi dapat diartikan sebagai penentuan jenis

penyakit yang diderita pasien. Pengertian lainnya adalah cara–cara pemeriksaan

untuk menentukan suatu diagnosis. Mengidentifikasi kelainan–kelainan yang

berhubungan dengan gigi dan jaringan sekitarnya dengan jalan menanyakan,

memeriksa, dan menyatukan gambaran penyakit yang terlihat dengan faktor–

faktor yang diperoleh dari wawancara tersebut yang dapat membedakan dari

penyakit yang lain11.

Pentingnya mendiagnosis yang benar untuk menghindari kesalahan dalam

mendiagnosis yang dilakukan oleh seorang dokter gigi, karena akan

mempengaruh pada ketepatan dalam melakukan tahapan–tahapan diagnosis

terhadap pasien tersebut, sehingga akan mempengaruhi rencana perawatan dan

hasil pengobatan dari suatu pasien, jika seorang dokter gigi salah dalam

menegakkan diagnosis maka itu termasuk kelalaian medik atau malpraktek.

Kelalaian itu bisa sampai membawa kerugian, jika sampai membawa kerugian

atau cedera kepada orang lain maka akan dikenakan hukuman, tetapi ketika

menyangkut hal–hal yang sepele maka tidak ada dikenakan hukum apa–apa. Sifat

kelalaian itu berubah menjadi delik. Delik jika sampai kepengadilan maka ini

dinamakan telah terjadi sengketa medis antara pasien atau keluarga pasien dengan

tenaga kesehatan. Sengketa medik adalah sengketa yang terjadi antara pasien dan

Page 9: PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN ...

5

keluarga pasien dengan tenaga kesehatan atau antara pasien dengan rumah

sakit/fasilitas kesehatan. Kesalahan mendiagnosis pasien mungkin saja terjadi,

baik faktor kesengajaan ataupun kelalaian. Kesalahan dalam mendiagnosis yang

dapat dibuktikan kesalahannya, maka seorang dokter gigi harus mempertanggung

jawabkan terhadap kesalahan atau kekeliruan yang telah dilakukan8.

Penegakan diagnosis dan rencana perawatan merupakan hal yang sangat

penting dilakukan oleh dokter gigi karena hal tersebut akan mempengaruhi

ketepatan dan keberhasilan perawatan yang dilakukan terhadap pasien. Dalam

menegakkan diagnosis dan membuat rencana perawatan maka terdapat 4 tahap

yang dapat dilakukan oleh seorang dokter gigi yang disingkat dengan “SOAP”

dan memiliki kepanjangan dari S (Pemeriksaan Subyektif), O (Pemeriksaan

Obyektif), A (Assessment) dan P (Treatment Planning)12.

2. METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang bersifat survei analitik dengan

cross sectional study design. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

pendekatan dimana informasi data yang menyangkut variabel sebab atau risiko

dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan

dalam waktu yang bersamaan13. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah variabel independen (bebas), yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terpengaruh dan variabel

dependent (terpengaruh), yaitu variabel yang merupakan hasil output atau variabel

yang dipengaruhi oleh variabel bebas14. Variabel independent adalah tingkatan

pendidikan mahasiswa S1 dan profesi di Fakultas Kedokteran Gigi, sedangkan

variabel dependent adalah Keputusan diagnosis penyakit gigi dan jaringan

pendukung. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 124 mahasiswa yang

memenuhi kriteria retriksi yang telah ditentukan oleh peneliti pada mahasiswa S1

minimal semester 7 yaitu: semester 7 sebanyak 62 mahasiswa dan mahasiswa

profesi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang

telah menangani requirement kasus penyakit lebih dari 50% sebanyak 62

mahasiswa.

Page 10: PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN ...

6

Jalan penelitian yang dilakukan sebagai berikut; tahap pertama persiapan

penelitian yang dimulai dari membuat tabel keputusan Mentri Kesehatan RI

Nomor Hk.02.02/Menkes/62/2015 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter

Gigi dan kuesioner yang berisi simptom dan sign penyakit gigi dan jaringan

pendukung untuk ditentukan diagnosisnya, serta pembuatan lembar persetujuan

responden penelitian, setelah itu melakukan uji validitas dan realibilitas kuesioner

kepada dokter pakar pada bidang penyakit gigi dan jaringan pendukung, lalu

mengajukan pembuatan ethical clearance di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

Moewardi Surakarta dengan nomor surat: 1.410/XII/ HREC/2019, setelah itu uji

validitas dan realibilitas terhadap dokter gigi alumni Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Muhammadiyah Surakarta, dilanjutkan membuat surat permohonan

penelitian dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta

ke Direktur utama RSGM Soelastri nomor surat: 832/FKG/B-4/III/I/2020 dan

Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta nomor

surat: 821/FKG/A.2-III/I/2020, lalu membuat surat izin penelitian dari Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan nomor surat:

109/FKG/A.4-III/IV/2020 dan surat izin penelitian dari RSGM Soelastri dengan

nomor surat: No 018/01083/RSGM/II/2020, kemudian mempersiapkan subjek

penelitian dengan melakukan pendataan jumlah mahasiswa semester 7 serta

mahasiswa profesi yang telah menangani requirement kasus penyakit lebih dari

50%.

Tahap kedua pelaksanaan penelitian dimulai dari pengelompokan responden

menjadi 2 yaitu: pengelompokan mahasiswa minimal semester 7 dilakukan di

dalam ruangan kuliah lantai dua Fakultas Kedokteran Gigi dan Pengelompokan

mahasiswa profesi dilakukan secara bertahap sesuai keadaan (ketika mahasiswa

profesi sedang tidak mengerjakan pasien), dalam pengerjaan kuesioner mahasiswa

profesi diberi batas waktu pengerjaan selama 25 menit dan jika batas waktu telah

habis maka google forms akan langsung menutup lembar soal. Pengerjaan soal

dilakukan dengan model acak sehingga setiap mahasiswa tidak akan menemui

urutan soal yg sama dan kuesioner menggunakan mode terkunci maka mereka

tidak dapat menjelajahi situs lain sehingga mahasiswa tidak memiliki waktu untuk

Page 11: PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN ...

7

membocorkan jawaban, lalu memberikan dan pengisian lembar persetujuan pada

mahasiswa minimal semester 7 serta mahasiswa profesi, dan melakukan

penjelasan mengenai tujuan dan jalannya penelitian terhadap responden, apabila

responden setuju lalu memberikan kuesioner dalam bentuk google forms pada

mahasiswa minimal semester 7 serta mahasiswa profesi yang berisi simptom dan

sign penyakit gigi dan jaringan pendukung untuk ditentukan diagnosisnya. Tahap

ketiga mengumpulkan data kuesioner. Tahap keempat pengelompokkan dan

menentukan jumlah hasil scoring kuesioner pada mahasiswa S1 serta mahasiswa

profesi. Tahap kelima menganalisis data. Tahap keenam hasil dan pembahasan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil nilai responden kuesioner mahasiswa S1 dan mahasiswa Profesi

menunjukkan bahwa nilai rata-rata dari masing-masing data tersebut adalah

sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Nilai Rata-rata dan Jumlah Nilai Mahasiswa

Nilai Rata-rata Jumlah

Nilai Mahasiswa S1 17.95 1113

Nilai Mahasiswa Profesi 21.10 1308

Berdasarkan hasil tabel 1. Didapatkan hasil nilai rata-rata mahasiswa S1 yaitu

sebesar 17,95 dengan jumlah nilai sebesar 1113, sedangkan untuk nilai mahasiswa

profesi menunjukkan nilai rata-rata sebesar 21,10 dengan jumlah nilai sebesar

1308. Hasil menunjukkan bahwa nilai rata-rata mahasiswa profesi lebih tinggi di

bandingkan dengan nilai mahasiswa S1.

Uji hipotesis nilai mahasiswa S1 dan Profesi yang mana menggunakan uji

Mann-Whitney didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Uji Mann-Whittney

Mann-Whittney U Z Asymp. Sig.

(2-tailed)

Keterangan

Nilai

Kuisioner 1016.000 -4.572

0,000

Terdapat Perbedaan yang

signifikansi

Page 12: PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN ...

8

Berdasarkan tabel 2. Didapatkan hasil bahwa Asymp. Sig. (2-tailed) adalah

sebesar 0,000. Menunjukkan nilai Asymp.Sig < 0,05 sehingga didapatkan terdapat

perbedaan yang signifikan dari nilai kuesioner mahasiswa Profesi dengan

mahasiswa S1.

Penelitian ini mengenai perbandingan keputusan diagnosis penyakit gigi dan

jaringan pendukung gigi antara mahasiswa S1 dan mahasiswa Profesi di Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penelitian ini terdiri dari

124 responden yang telah bersedia dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil

penelitian menunjukkan nilai rata-rata mahasiswa S1 sebesar 17,95 dengan jumlah

nilai sebesar 1113, sedangkan untuk nilai mahasiswa profesi menunjukkan nilai

rata-rata sebesar 21,10 dengan jumlah nilai sebesar 1308. Hasil uji hipotesis yang

mana menggunakan uji Mann-Whitney didapatkan hasil bahwa Asymp. Sig. (2-

tailed) sebesar 0,000. Menurut Huurun’ien dkk. 2017 bahwa jika nilai Asymp.Sig

< 0,05 maka ditemukannya perbedaan yang signifikan15, sehingga menunjukan

bahwa terdapat adanya perbedaan yang signifikan didalam menentukan keputusan

diagnosis antara mahasiswa S1 dan mahasiswa Profesi di Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang dilihat dari nilai rata-rata

kuesioner mahasiswa Profesi lebih besar dibandingkan nilai rata-tara nilai

mahasiswa S1.

Perbedaan yang signifikan antara mahasiswa S1 dan mahasiswa Profesi ini bisa

dipengaruhi karena beberapa faktor salah satunya yaitu penegakan diagnosis dan

rencana perawatan merupakan hal yang sangat penting dilakukan oleh dokter gigi

karena hal tersebut akan mempengaruhi ketepatan dan keberhasilan perawatan

yang dilakukan terhadap pasien. Perbedaan penegakan diagnosis antara

mahasiswa S1 dan mahasiswa profesi ini terletak pada sistem pembelajaran pada

mahasiswa S1 dalam menegakkan diagnosis melalui skenario kasus yang

dipecahkan saat diskusi kelompok tutorial dengan didampingi peran fasilitator

diharapkan mampu membuat setiap mahasiswa memiliki kemampuan

penyelesaian masalah kasus, sehingga dapat mendukung pencapaian kompetensi

dokter gigi dalam melakukan diagnosis dengan tepat, pengambilan keputusan

untuk melakukan perawatan atau tindakan, pemberian obat dan perawatan yang

Page 13: PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN ...

9

tepat16. Mahasiswa Profesi atau disebut juga sistem pembelajaran pendidikan

klinik, pada program pendidikan profesi mahasiswa melakukan pembelajaran

penegakan diagnosis dengan cara berlatih secara langsung mengangani pasien di

klinik, sehingga mahasiswa profesi langsung berhadapan dengan pasien10.

Menegakkan diagnosis kedokteran gigi merupakan mengidentifikasi kelainan–

kelainan yang berhubungan dengan gigi dan jaringan sekitarnya dengan jalan

menanyakan, memeriksa, dan menyatukan gambaran penyakit yang terlihat

dengan faktor–faktor yang diperoleh dari wawancara tersebut yang dapat

membedakan dari penyakit yang lain11. Menegakkan diagnosis dan membuat

rencana perawatan maka harus melewati beberapa tahap yang dapat dilakukan

oleh seorang dokter gigi yang disingkat dengan “SOAP” dan memiliki

kepanjangan dari S (Pemeriksaan Subyektif), O (Pemeriksaan Obyektif), A

(Assessment) dan P (Treatment Planning)17.

Pemeriksaan subyektif terdiri dari identitas pasien, keluhan utama, present

illnes, riwayat medik, riwayat dental, riwayat keluarga dan riwayat sosial pasien,

yang di lakukan dengan menanyakan langsung kepada pasien, sedangkan

pemeriksaan obyektif merupakan pemeriksaan secara langsung terhadap pasien

yang terdiri dari pemeriksaan intra oral dan ekstra oral, selanjutnya jika pasien

membutuhkan pemeriksaan penunjang maka bisa di lakukan pemeriksaan baik itu

radiografi maupun pemeriksaan laboratorium, setelah itu barulah bisa

menegakkan prognosis dalam suatu kasus penyakit dan dilakukannya Assessment

apakah bisa dirawat atau tidak, melihat pasien dengan kondisi yang bisa

mempengaruhi rencana perawatan dengan situasi dan keadaan pasien apakah bisa

dilakuhkan, selanjutnya yang terakhir barulah bisa menentukan rencana perawatan

terhadap pasien tersebut17.

Perbedaan sistem pembelajaran tersebut mempengaruhi output penegakan

diagnosis, dikarenakan mahasiswa S1 menegakkan diagnosis melalui skenario

kasus yang dipecahkan saat diskusi kelompok tutorial dengan didampingi peran

fasilitator16, sedangkan mahasiswa Profesi menegakkan diagnosis melalui

menangani pasien secara langsung di klinik sehingga mengetahui diagnosis secara

tepat, karena langsung berhadapan dengan pasien10. Tingkatan pendidikan juga

Page 14: PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN ...

10

dapat mempengaruhi signifikansi keputusan diagnosis karean dokter gigi untuk

bisa melakukan diagnosis harus melewati beberapa tahapan pendidikan yaitu

dijenjang S1 dan Profesi9. Pendidikan pada tahap S1 kedokteran gigi

menggunakan sistem pembelajaran yang terintegrasi yang mana terdiri dari

kuliah, praktikum, skills lab, simulasi praktik dokter gigi dan diskusi kelompok

kecil dengan sistem pembelajaran berbasis masalah yang mana menggunakan

metode seven jumps9.

Pembelajaran berbasis masalah merupakan sistem pembelajaran yang mana

melibatkan mahasiswa untuk bisa memecahkan masalah dengan menggunakan

metode ilmiah sehingga dapat mengasah mahasiswa untuk bisa menjadi kritis,

analitis dalam menyelesaikan kasus dan sering disebut dengan tutorial yang mana

terdiri atas 10–12 anak pada kelompok kecil diskusi9. Skills lab merupakan

metode pembelajaran di tingkat S1 kedokteran gigi yang mana menggunakan

system pembelajaran keterampilan klinik. Dalam pembelajarannya skills lab

memiliki beberapa aspek penting, seperti: pengetahuan, keterampilan umum,

keterampilan khusus dan sikap. Metode ini bermanfaat untuk mengasah

kemampuan dari mahasiswa12.

Pendidikan pada tahap profesi kedokteran gigi yang terdiri atas kesatuan yang

berkesinambungan antara pendidikan akademik dan pendidikan profesi,

diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang sesuai kompetensi, keterampilan

dengan pendekatan holistik dan humanistik, yang melandaskan profesionalisme

yang tinggi yang berdasarkan pertimbangan etika7. Pendidikan pada tahap profesi

kedokteran gigi disebut juga sistem pembelajaran pendidikan klinik, pada

program pendidikan profesi mahasiswa melakukan pembelajaran dengan cara

berlatih secara langsung menyelesaikan pasien di klinik10. Hasil pembelajaran

tersebut maka dari itu ditingkat mahasiswa profesi cenderung lebih menguasai

menentukan diagnosis penyakit gigi dan jaringan pendukung gigi dibandingkan

pada tingkat S1.

4. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian tentang Perbandingan Keputusan Diagnosis Penyakit

Gigi dan Jaringan Pendukung Gigi antara Mahasiswa S1 dan Mahasiswa Profesi

Page 15: PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN ...

11

di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan keputusan diagnosis penyakit gigi dan

jaringan pendukung gigi antara mahasiswa S1 dan mahasiswa Profesi di Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Budisuari, M. A., Oktarina, & Mikrajab, M. 2010. Hubungan Pola Makan Dan

Kebiasaan Menyikat Gigi Dengan Kesehatan Gigi Dan Mulut (Karies) Di

Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 13(1): 83–91.

Widayati, N. 2014. Factors associated with dental caries in children aged 4-6

years old. Jurnal Berkala Epidemiologi, 2(2): 196–205.

Gayatri, R. W. 2017. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku

Pemeliharaan Kesehatan Gigi Anak SDN Kauman 2 Malang. Jurnal of

Health Education, 2(2): 201–210.

Kemenkes RI. 2014. Infodatin. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan

RI. Jakarta Selatan.

Ramadhan, A., Cholil., Sukmana, B. I. 2016. Hubungan Tingkat Pengetahuan

Kesehatan Gigi Dan Mulut. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi, 1(2): 173–

176.

Kiswaluyo. 2012. Pelayanan Kesehatan Gigi Di Puskesmas (Studi Kasus Di

Puskesmas Sumbersari). Stomatognatic J. K. G Unej, 10(1): 12–16.

Kemenkes RI. 2015. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Gigi. Jakarta Selatan.

Mauli, Dian. 2017. Tanggung Jawab Dokter Terhadap Kesalahan Diagnosis.

Jurnal Cepalo, 1(1): 38–51.

Anwar, Ayub Irmadani., Prabandari, Yayi Suryo., Emilia, Ova. 2013. Motivasi

dan Strategi Belajar Siswa dalam Pendidikan Pembelajaran Berbasis

Masalah dan Collaborative Learning di Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hasanuddin. Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia, 2(3):

233–239.

Siswosaputro, Andi Yok., Herawati, Dahlia. 2012. Hubungan Dokter Pasien

Sesuai Harapan Konsil Kedokteran Indonesia. Maj Ked Gi, 19(2): 171–

175.

Kristiani, Anie., Koswara, Nandang., Anggrawati K, Hetty., Wijaya, Ira., Nafarin,

Mukhlis., Nurhayati., Suwarsono., Salamah, Siti Salamah., Dahlan,

Zaeni., Nasri., Budiarti, Rahayu., Vione, Vegaroosa., Mappahia,

Nurmini., Ningrum, Nining., Ambarwati, Setyo Utami., Krisyudhanti,

Emma., Elina, Lies., Arnetty. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Gigi dan

Mulut. Jurusan Kesehatan Gigi Politeknik Kesehatan Tasikmalaya.

Page 16: PERBANDINGAN KEPUTUSAN DIAGNOSIS PENYAKIT GIGI DAN ...

12

Bakar,Abu., Widyandana., Sanusi, Rossi. 2014. Pengaruh Pelatihan Instruktur

Skills Lab Terhadap Kemampuan Mengajar Keterampilan Klinik. Jurnal

Pendidikan Kedokteran Indonesia, 3(3): 177–185.

Notoatmodjo S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT

Rineka Cipta.

Ridha, Nikmatur. 2016. Proses Penelitian, Masalah, Variabel Dan Paradigma

Penelitian. Jurnal Hikmah, 14(1): 62–70.

Huurun’ien, Kansha Isfaraini., Efendi, Agus., Tamrin, A. G. 2017. Efektivitas

Penggunaan E-Learning Berbasis Schoology Dengan Menggunakan

Model Discovery Learning Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata

Pelajaran Sistem Komputer Kelas X Multimedia Smk Negeri 6 Surakarta

Pada Tahun Pelajaran 2015/2016. JIPTEK, 10(2): 36–46.

Irgananda, Citra Insany. 2017. Pengaruh Kualitas Skenario Dan Peran Fasilitator

Terhadap Keefektifan Diskusi Kelompok Problem-Based Learning.

Erudio (Journal of Educational Innovation), 4(1): 8–15.

Bakar, Abu. 2015. Kedokteran Gigi Klinis. Yogyakarta: CV. Quantum Sinergis

Media.