repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/5967... · Web viewKegunaan...
Transcript of repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/5967... · Web viewKegunaan...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari,
untuk mendapatkan generasi bangsa yang kuat. Selain itu kesehatan juga
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat agar terwujud kesehatan masyarakat yang optimal.1
Anak-anak mempunyai kebutuhan dasar yang sama untuk perawatan
gigi seperti halnya orang dewasa terkadang lebih sulit merawat anak-anak
dibandingkan orang dewasa, tetapi perawatan yang baik untuk anak- anak
merupakan tanggung jawab dokter gigi.1
Banyak orang tua tidak menerima pendidikan kesehatan gigi yang
cukup, seringkali mereka mengira gigi susu anak-anak memiliki nilai yang
kecil. Banyak orang tua membawa anak-anak mereka untuk pemeriksaan gigi
dan perawatan pencegahan. Pendidikan kesehatan gigi bagi orang tua
merupan kunci untuk mengatasi masalah yang disebabkan kelainan menjaga
kesehatan gigi anak. Orangtua di ajarkan untuk dapat mendeteksi infeksi gigi
dengan melihat gambaran radiografi karies gigi dan disharmoni yang di
akibatkan prematur.2
1
Radiografi memungkinkan seorang dokter gigi untuk mendeteksi awal
mula kavitas yang tidak dapat dideteksi secara visual diantara gigi
(aproksimal) infeksi gigi, jaringan periodontal dan tulang, bentuk dan
keberadaan dari gigi permanen yang belum erupsi, serta kondisi patologis
lainnya. Orangtua mempunyai hak untuk bertanya atas tindakan radiografi
yang dilaksanakan oleh dokter gigi. Namun dokter gigi memiliki tanggung
jawab untuk menolak perawatan jika pasien tidak mau menerima tindakan
radiografi.2
Prosedur radiografi mungkin menjadi salah satu pelayanan perawatan
pertama kali yang diterima anak-anak. Oleh karena itu pengalaman tersebut
harus senyaman mungkin, sehingga hal ini dapat digunakan sebagai batu
loncatan dalam pengarahan tingkah laku anak yang baik melalui pengalaman
perawatan giginya terlebih kebanyakan anak-anak memilki rasa ingin tahu
yang tinggi pada suatu hal.3
Mahasiswa kedokteran gigi memiliki tanggungjawab yang besar
dalam upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut masyarakat tanpa
kecuali pada anak-anak. Pengetahuan yang cukup sangat dibutuhkan dalam
pemberian pelayanan yang terbaik dalam bidang dental radiology khususnya
pada pasien anak-anak.3
Oleh sebab itu, penelitian ini penting untuk dilakukan sebab selain
peneliti tertarik melakukan penelitian pada mahasiswa kedokteran gigi unhas
tentang tingkat pengetahuan dalam memanajemen pasien anak di bidang
dental radiology, juga dapat berfungsi untuk peningkatan mutu pelayanan
2
khususnya di bagian dental radiology pada pasien anak-anak. Berdasarkan
alasan-alasan tersebut, penulis mengangkat sebuah penelitian dengan judul
“Pengetahuan dan perilaku mahasiswa kepaniteraan kedokteran gigi unhas
terhadap penanganan pasien anak di klinik radiologi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, diajukan permasalahan:
Bagaimanakah pengetahuan dan perilaku mahasiswa kepaniteraan kedokteran
gigi unhas terhadap penanganan pasien anak di klinik radiologi?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui pengetahuan dan perilaku mahasiswa kepaniteraan
kedokteran gigi unhas terhadap penanganan pasien anak di klinik radiologi.
1.4. HIPOTESIS PENELITAN
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara
pengetahuan dengan perilaku mahasiswa kepaniteraan kedokteran gigi unhas
terhadap penanganan pasien anak di klinik radiologi.
1.5. MANFAAT PENELITIAN
1. Untuk mahasiswa :
Dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman peneliti saat
melakukan penelitian.
3
2. Untuk instansi :
a. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan salah satu acuan
untuk mengadakan penelitian-penelitian selanjutnya.
b. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi
dalam penanganan pasien anak di bagian dental radiology.
3. Untuk masyarakat :
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
dental radiology terkhusus dalam penerapannya bagi pasien anak-anak.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFENISI DENTAL RADIOGRAFI
Radiologi adalah ilmu kedokteran gigi untuk melihat bagian dalam tubuh
manusia menggunakan gelombang atau pancaran radiasi, baik gelombang
elektromagnetik maupun gelombang mekanik. Dalam dunia kedokteran gigi
radiologi juga digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis, biasa disebut
sebagai dental radiology. Dental radiology ini memegang peranan yang penting
dalam menegakkan diagnosis, merencanakan perawatan dan mengevalusi hasil
perawatan.4
Radiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan energi pengion
dan bentuk-bentuk energi lainnya (non pengion) dalam bidang diagnostik dan terapi,
yang meliputi energi pengion yang dihasilkan oleh generator dan bahan radioaktif
seperti sinar x. Kedokteran gigi sendiri mempunyai cabang ilmu radiologi yang biasa
dikenal dengan dental radiology yang berguna untuk mendukung suatu diagnosis
dalam pemeriksaan.3,4
Dental radiology terutama membantu dalam penegakkan diagnosis pada
kondisi yang tidak dapat ditegakkan hanya dengan pemeriksaan klinis saja, sehingga
peranan dental radiology sebagai pemeriksaan penunjang. Pada kasus dalam klinik
5
dokter gigi akan banyak dijumpai kondisi penegakan diagnosis, perencanaan
perawatan dan evaluasi hasil perawatan yang membutuhkan radiogram, misalnya
pada kasus perawatan endodontik, penyakit periapikal, penyakit periodontal, TMJ
disorder, fraktur maksilofacial, fraktur mandibula, anomali gigi dan hampir semua
bidang dalam kedokteran gigi membutuhkannya.4
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan
dibagi dalam 6 tingkatan :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.
6
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktuk
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap
suatu materi atau objek.12
Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya yaitu
pengalaman, ekonomi, lingkungaan sosial, pendidikan, paparan media dan informasi,
akses layanan kesehatan.
a) Pengalaman
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman, baik pengalaman pribadi
maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara
untuk memperoleh kebenaran.
b) Ekonomi (pendapatan)
Faktor pendapatan keluarga sangat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
pokok dan sekunder dalam keluarga. Keluarga dengan status ekonomi baik
akan lebih baik tercukupi bila dibandingkan dengan keluarga dengan status
ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan
kebutuhan informasi pendidikan yang termasuk dalam kebutuhan sekunder.
7
c) Lingkungan Sosial ekonomi
Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling berinteraksi
satu dengan yang lain, individu yang dapat berinteraksi dengan lebih banyak
dan baik, maka akan lebih besar mendapatkan informasi.
d) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan sangat berpengaruh dalam pemberian
respon terhadap sesuatu yang datangnya dari luar. Orang yang
berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap
informasi yang datang dan akan berfikir sejauh mana keuntungan yang akan
mereka dapatkan.
e) Paparan Media dan Informasi
Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik berbagai informasi
dapat diterima oleh masyarakat sehingga seseorang yang lebih sering
terpapar di media massa (TV, Radio, Majalah) akan memperoleh informasi
yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar
informasi media massa.
f) Akses Layanan Kesehatan atau Fasilitas Kesehatan
Mudah atau sulitnya dalam mengakses layanan kesehatan tentunya akan
sangat berpengaruh terhadap pengetahuan khususnya dalam bidang
kesehatan.12
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden.12
8
Salah satu manfaat penyuluhan ialah tercapainya perubahan perilaku individu,
keluarga, dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan
lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal merupakan salah satu tujuan dilakukannya penyuluhan kesehatan.1
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata dibutuhkan faktor pendukung atau
suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Tindakan adalah niat yang
sudah direalisasikan dalam bentuk tingkah laku yang tampak dan memerlukan faktor
pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Dari pandangan biologis tindakan
merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan.1
Tindakan mempunyai beberapa tingkatan :
a) Persepsi (perception), yaitu mengenal dan memilih berbagai objek
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
b) Respons terpimpin (guided response), yaitu tingkah laku yang dilakukan
sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan yang telah dicontohkan.
c) Mekanisme (mechanism), yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan
sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan
kebiasaan.
d) Adopsi (adoption), yaitu tindakan yang sudah berkembang dengan baik,
sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
9
2.2 TUJUAN DENTAL RADIOGRAFI
Kegunaan foto Rontgen gigi yaitu:
1. Untuk mendeteksi lesi, dll.
2. Untuk membuktikan suatu diagnosis penyakit.
3. Untuk melihat lokasi lesi/benda asing yang terdapat pada rongga mulut.
4. Untuk menyediakan informasi yang menunjang prosedur perawatan.
5. Untuk mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi.
6. Untuk melihat adanya karies, penyakit periodontal dan trauma.
7. Sebagai dokumentasi data rekam medis yang dapat diperlukan sewaktu-
waktu.4
2.3 TEKNIK DENTAL RADIOGRAFI
Di dalam dental radiology terdapat dua metode penyinaran yaitu intra oral
dan ekstra oral berdasarkan penempatan filmnya. Pada intra oral, filmnya diletakkan
di dalam rongga mulut pasien selama proses penyinaran, sedangkan pada ekstra oral,
filmnya diletakkan di luar rongga mulut pasien dan biasanya berbentuk cassette.6
A. Metode intra oral
Metode ini terdapat tiga jenis, yaitu :
1) Periapical radiography (radiografi periapikal)
Radiografi periapikal berguna untuk menunjukkan gigi geligi secara
individual dan jaringan di sekitar apeks gigi. Indikasi penggunaan radiografi
10
antara lain untuk melihat infeksi pada apikal, status periodontal, lesi-lesi pada
periapikal dan lainnya. Radiografi periapikal dibagi menjadi dua teknik, yaitu
a. Paralleling technique
Pada teknik ini film ditempatkan pada pegangan film (film holder) dan
diposisikan sejajar dengan sumbu gigi. Tubehead diarahkan pada sebelah
kanan gigi dan film secara sejajar
Prinsip kejajaran antara tubehead, gigi dan film pada teknik paralleling
b. Bisecting angle technique
Pada teknik ini tidak mempergunakan pegangan film (film holder)
sehingga untuk memposisikan film pada rongga mulut menggunakan jari
pasien. Sudut antara sumbu gigi dan sumbu film kira-kira membagi
mentally.6
.Gambar 1. Peletakan salah satu sisi film pada insisal gigi sehinggat terbentuk
vertical angulation (sumber: Whaites, 2003: 100)
Kedua radiografi periapikal ini mempunyai kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Pada tehnik bisecting angle sedikit terjadi kesalahan seperti
distorsi dibandingkan teknik paralleling, namun dengan penggunaan
11
pegangan film (film holder) sering membuat pasien merasa tidak nyaman.
Berikut perbandingan antara teknik paralleling dan bisecting angle.6
2) Bitewing technique
Teknik ini berguna untuk melihat mahkota gigi posterior rahang atas dan
rahang bawah dalam satu film. Pada teknik ini tidak menggunakan film
holder melainkan dengan menggigit sayap (wing) dari film untuk stabilisasi
film di dalam mulut. Dengan menggunakan teknik ini dapat mengetahui
status jaringan periodontal dan efektif untuk mendeteksi deposit kalkulus
pada interproksimal.6
3) Occlusal technique
Teknik ini berguna untuk melihat gigi dari bidang oklusal. Dengan teknik
dapat tergambar gingival sehingga bisa melihat keadaan patologis gigi atau
rahang pada arah buko-lingual, posisi gigi terletak di dalam atau luar
lengkung gigi, fraktur dan letak kelainan dari penyakit sialolithiasus.
Penggunaanya dengan menggigit film selama penyinaran. Teknik ini
mempunyai beberapa cara terkait dengan letaknya, yaitu :
a. Maxillary occlusal projection
Teknik ini berguna untuk memperlihatkan gambaran radiografik bagian
maksila. Terdapat 3 jenis teknik maxillary occlusal projection, yaitu :
a) Upper Standar Occlusal
Pada teknik ini film diletakkan pada bidang oklusal gigi dengan
bagian distal film menyentuh ramus mandibula kemudian film digigit
secara perlahan untuk fiksasi.
12
b) Upper Oblique Occlusal
Pada teknik ini dihasilkan gambaran yang sedikit berbeda dengan
Upper Standar Occlusal. Gambaran radiografiknya hanya meliputi
gigi-gigi dari insisif lateral hingga molar tiga pada satu sisi atau pada
sisi yang dikehendaki saja.
c) Vertex Occlusal
Pada teknik ini film diletakkan pada bidang oklusal gigi dengan
bagian distal film menyentuh ramus mandibula kemudian film digigit
secara perlahan untuk fiksasi. Gambaran radiografik yang terlihat
adalah maksila dengan jaringan di sekitarnya sehingga dapat
menentukan posisi bukal/palatal gigi yang tidak erupsi/impaksi.6
b. Mandibular Occlusal Projection
Teknik ini berguna untuk memperlihatkan gambaran radiografik
bagian mandibular. Terdapat 3 jenis teknik mandibular occlusal
projection, yaitu :
a) Lower 900 Occlusal
Pada teknik ini film diletakkan pada bidang oklusal gigi dengan
bagian distal film menyentuh ramus mandibula kemudian film digigit
secara perlahan untuk fiksasi. Dengan teknik ini terlihat gambaran
radiografik oklusal mandibula, jaringan lunak mulut terlihat
radiolusen. Pada teknik ini tubehead diarahkan ke ramus mandibula
900.
13
b) Lower 450 Occlusal
Pada teknik ini film diletakkan pada bidang oklusal gigi dengan
bagian distal film menyentuh ramus mandibula kemudian film digigit
secara perlahan untuk fiksasi. Namun yang membedakan adalah
tubehead diarahkan ke ramus mandibula 450 . Gambaran radiografik
ini dapat berguna untuk melihat keadaan periapikal insisif mandibula
dan melihat luasnya fraktur pada anterior mandibula secara vertikal.
c) Lower Oblique Occlusal
Pada teknik ini film diletakkan pada bidang oklusal gigi dengan
bagian distal film menyentuh ramus mandibula kemudian film digigit
secara perlahan untuk fiksasi. Yang membedakan dengan dua teknik
yang lain adalah tubehead diarahkan pada pertengahan film, dari
bawah dan belakang angle mandibula sehingga akan terlihat
gambaran radiografik mandibula pada satu sisi saja.6
B. Metode ekstra oral
Dalam radiologi ekstra oral terdapat berbagai teknik, namun yang akan
dijelaskan hanya beberapa saja, antara lain:
1) Oblique lateral radiography
Teknik radiografi ini masih menggunakan dental X-Ray walaupun sudah
termasuk metode ekstra oral. Biasanya digunakan untuk membuat radiografik
pada rahang bawah. Teknik ini dibagi menjadi dua berdasarkan obyek yang
diproyeksikan, yaitu :
14
a. Lateral oblique projection of body mandibulae
Pada teknik ini posisi tubehead berada di belakang ramus dan diarahkan
melewati radiographic keyhole pada sisi yang berlawanan, berpatokan
pada area premolar- molar.
b. Lateral oblique projection of ramus mandibulae
Pada teknik ini posisi tubehead berada di bawah border inferior
mandibula langsung pada daerah posterior menuju ke tengah-tengah
ramus, dengan jarak 2 cm dari border inferior mandibula di regio molar
pertama. Gambaran radiografik yang dihasilkan yaitu ramus mandibula
sampai dengan condyle di satu sisi, M3 atas dan bawah satu sisi dalam
satu film.7
2) Skull & maxillofacial radiography
Teknik ini memberikan gambaran radiografik dari kepala secara lengkap.
Biasanya berguna untuk melihat fraktur di daerah kepala atau maksilofasial,
dan kelainan pada Temporo Mandibulae Junction (TMJ). Terdapat beberapa
cara untuk untuk teknik ini, yaitu :
a. Cephalometric projection
Penggunaan teknik ini untuk melihat hubungan gigi, struktur kraniofasial
dan tulang rahang. Teknik ini dibagi menjadi tiga berdasarkan cara
penyinarannya, yaitu:
a) PA (Posteroanterior)Cephalometric
Pada teknik ini tubehead diputar 90° sehingga arah sinar X tegak
lurus pada sumbu transmental.
15
b) Oblique Cephalometric
Pada teknik ini arah tubehead berasal dari belakang salah satu ramus
untuk mencegah terjadinya superimposisi dari sisi mandibula yang
satunya.
b. Waters Projection
Teknik ini merupakan variasi dari gambaran posteroanterior untuk
melihat keadaan sinus maksilaris. Film ditempatkan di depan pasien dan
tegak lurus dengan midsagital plane. Agar sinus lebih terlihat maka
kepala pasien dinaikkan sampai the canthomeatal line membentuk sudut
37o terhadap cassete.7
c. Submentovertex Projection
Pada teknik ini cassette diletakkan sejajar dengan transversal (horizontal)
plane pasien dan tegak lurus dengan midsagital plane dan coronal plane.
Biasanya teknik ini digunakan untuk melihat keadaan tulang condyle,
sphenoid sinus, lengkung mandibula, dinding dari sinus maksilaris dan
kemungkinan fraktur di daerah zygomatic.
d. Reverse-Towne Projection
Pada teknik ini pasien menghadap film dengan ujung dahi dan ujung
hidung menyentuh dahi atau biasa disebut forehead-nose position.
Tubehead diarahkan ke atas dari bawah occipital dengan membentuk
sudut 30o terhadap horizontal dan sinar melewati condyle.
16
3) Panoramic radiography
Teknik ini memberi gambaran radiografik dari kedua rahang dan sekitarnya
secara menyeluruh dalam satu film. Kegunaan dari gambaran radiografik ini
antara lain untuk rencana perawatan ortodonsi, perkiraan lesi-lesi pada tulang,
perkiraan molar ketiga dan lainnya. Tubehead dan film pada teknik ini
berputar mengitari kepala pasien searah 1800.7
2.4 DEFENISI ANAK
Usia secara jelas mendefinisikan karakteristik yang memisahkan anak-anak
dari orang dewasa. Namun mendefinisikan anak-anak dari segi usia dapat menjadi
permasalahan besar karena penggunaan definisi yang berbeda oleh beragam negara
dan lembaga internasional. Departement of child and adolescent healt and
development, mendefinisikan anak- anak sebagai sebagai orang yang berusia di
bawah 20 tahun. Sedangkan The convetion on the rights of the child mendefinisikan
anak-anak sebagai orang yang berusia dibawah 18 tahun. Who (2008),
mendefinisikan anak-anak antara usia 0-14 tahun karena diusia inilah resiko
cenderung menjadi besar.2,8
Masa perkembangan anak di bagi oleh oleh banyak ahli dalam beberapa
periode dengan tujuan untuk mendapatkan wawasan yang jelas tentang definisi dan
perkembangan anak. Hal ini disebabkan kareana pada saat- saat tertentu anak-anak
secara umum memperlihatkan ciri dan tingkah laku karakteristik yang hampir sama.
Mernurut kartono (2009), periode perkembangan anak terdiri dari masa bayi berusia
17
0-1 tahun (periode vital), masa kanak-kanak usia 1-5 tahun (periode estatis) masa
anak-anak sekolah dasar usia 6-12 tahun (periode intektual) dan periode pueral usia
12-14 tahun (pra pubertas atau puber awal).9
2.5 MASALAH-MASALAH YANG DIHADAPI DI DENTAL
RADIOGRAFI PADA PASIEN ANAK
Prosedur radiografi mungkin menjadi salah satu pelayanan perawatan
pertama kali yang di terima oleh anak-anak. Pengalaman tersebut harus senyaman
mungkin, sehingga hal ini dapat di gunakan sebagai batu loncatan dalam pengarahan
tingkah laku anak yang baik melaui perawatan giginya. Kebanyakan anak-anak
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, kecuali mereka pernah trauma akibat
pengalaman yang tidak menyenangkan di rumah sakit maupun klinik gigi, mereka
lebih ingin tahu daripada berdiam diri. Biasanya hal yang terbaik yang dilakukan
adalah menyapa dan membawa si anak dari ruang tunggu ke ruangan X-Ray tanpa
orang tuanya, berbicara dan menunjukkan pada si anak beberapa peralatan yang
biasanya digunakan dan gambar-gambar radiografi pada anak-anak lain akan
membantu si anak.10
Dokter gigi harus memiliki kemampuan dasar untuk mencegah daripada
mengobati. Dasar dari diagnosis dan rencana perawatan yang akurat didasarkan atas
riwayat medis dan gigi yang komprehensif melalui pengamatan klinis dan diagnosis
radiografi. Untuk mendapatkan diagnosis radiografi pada pasien anak-anak dengan
keluhan gigi adalah hal yang paling sulit dicapai, bukan hanya dari tindakan teknik
saja (ukuran dari mulut yang kecil, kesulitan menempatkan film intra oral, palatum
18
relatif dangkal) namun juga di karenakan oleh rasa takut orang tua, adanya masalah
pengertian, anak sukar mengontrol lidah dan otot-otot lainnya serta sukar dalam hal
kooperatif. Pada anak yang lebih dewasa juga bisa menjadi tidak kooperatif karena
beragam alasan, seperti rahang terlalu kecil sehingga sulit meletakkan film secara
baik, rasa takut untuk tertelannya film, takut akan prosedurnya itu sendiri atau refleks
muntah.10
2.6 PENANGANAN DAN TEKNIK DENTAL RADIOGRAFI PADA
PASIEN ANAK
Pada pasien yang sangat muda usia di bawah 3 tahun yang membutuhkan
tindakan radiografi, dokter gigi harus di bekali dengan teknik yang baik agar jangan
sampai terjadi trauma psikologi. Langkah pertama untuk mengurangi rasa takut atau
cemas seorang anak dalam perawatan giginya adalah dengan menjelaskan apa yang
dokter gigi rencanakan. Untuk dokter giginya lakukan dengan bahasa yang mudah
dimengerti oleh anak, memperlihatkan obyek melakukan tindakan yang sesuai
dengan penjelasan yang diperlihatkan tadi kepada anak dikenal dengan teknik TSD
(tell, show, do). Sebagai contoh mesin X-Ray dapat dijelaskan sebagai kamera yang
akan mengambil gambar gigi mereka. Si anak seharusnya diberikan paket film untuk
dapat dirasakan dan di pegang, ini bisa jadi tidak dibungkus, sehingga si anak dapat
melihat letak film dimana. Jika suatu film, suatu film holder digunakan, si anak
seharusnya diperbolehkan untuk memeriksa dan memegangnya. Yakinkan pada anak
kamera tidak akan menyentuh mukanya dan bukan suatu obyek yang ditakuti.8
19
Keseluruhan gambar seharusnya dijelaskan dengan hati-hati dan berulang.
Jika diperlukan suatu operator seharusnya menunjukan cara memegang dan
memperlihatkannya agar tidak bergerak. Jangan dilakukan pengambilan gambar
sebelum si anak siap secara emosional. Gambaran radigrafi pada gigi anterior
seharusnya dilakukan pertama sekali untuk mendapatkan kepercayaan diri anak dan
agar terbiasa dengan film yang ada di mulutnya. Pengambilan gambar jangan terlalu
lama, sebab anak masih terlalu kecil dengan struktur tulang yang kecil dan kurang
padat. Pada anak yang keras kepala, takut, sulit diatur dan menunjukkan respon yang
kurang baik, keluarga dapat menemani dalam ruangan. Keluarga mempunyai hak
untuk bertanya atas tindakan radiografi yang akan dilaksanakan oleh dokter gigi.
Namun dokter gigi mempunyai tanggung jawab untuk menolak perawatan jika
pasien tidak mau menerima tindakan radiografi. Orang tua tidak dapat membantah
tindakan kompeten yang harus dilakukan oleh dokter gigi.8
Untuk mendapatkan kooperatif yang maksimal pada anak usia di bawah 3
tahun, mungkin diperlukan anak dapat dipangku orang tuanya ketika dilakukan
pengambilan radiografi. Posisi ini dapat mengurangi rasa cemas pada anak sehingga
anak dapat lebih tenang dan hasil yang didapatkan lebih baik. Si anak didudukkan di
pangkuan ibunya merangkul bagian atas dari tubuh si anak dan kaki orang tuanya
menjepit di bagian bawah tubuh si anak. 10
Tindakan ini tidak hanya memberikan rasa aman secara emosional bagi anak,
juga meningkatkan sikap kooperatif anak dan memberikan kemampuan bagi orang
tua untuk menahan pergerakan yang tiba-tiba dari si anak. Mendapatkan gambaran
radiogafi pertama sulit karena banyak anak memiliki kesulitan untuk
20
mempertahankan film di dalam mulutnya selama beberapa periode waktu. Pastikan
posisi yang tepat pada operator dan tube sinar sebelum meletakkan film di dalam
mulut si anak. Posisi yang diatur seperti snap A-Ray dapat digunakan orangtua
sebagai bantuan dalam meletakkan dan mengamankan film.10
Untuk memperoleh perlindungan yang adekuat bagi orangtua dan anak
dengan memakai lempengen apron untuk mengurangi paparan sinar radiasi. Jika
anak tidak koopearatif dan kemudian menolak tindakan orang dewasa kedua dapat
membantu bekerjasama untuk menghasikan radiografi yang baik dan orang dewasa
pertama menahan si anak seperti yang di gambarkan sebelumnya lalu orang dewasa
kedua menstabilkan kepada si anak dengan satu tangan, sementara posisi tangan
yang lain pada alat snap A-Ray di dalam mulut pasien. Pada suatu keadaan tertentu
dapat dilakukan oleh operator untuk melakukan tugas ini. Jika si anak tetap tidak
kooperatif kemungkinan diperlukan tindakan pengamanan dengan menggunakan
tindakan farmakologi secara inhalasi, oral atau sedikit parental.10
Ada banyak teknik untuk mengatasi masalah-masalah yang dikemukakan
tadi. Tipe dari radiografi yang dibutuhkan untuk anak-anak sangat berubah-ubah.
Seleksi dari bentuk, ukuran, dan kualitas dari film tergantung dari kesehatan gigi
anak, umur dan kemampuan untuk kooperatif dengan prosedur.8
Tabel 1 Menggambarkan pilihan radiografi untuk anak-anak. 6
Kategori pasien Gigi decidui Gigi bercampurPasien baru Posterior bite wing jika
daerah inter proksimal tidak dapat dilihat secara klinis
Periapikal oklusal, bite wing film atau panoramic
Pemanggilan ulang pasienFrekuensi karies tinggi atau karies resiko tinggi
Posterior bite wing setiap 6 bulan sampai terlihat tidak ada gigi karies
21
Frekuensi karies rendah atau karies resiko rendah
Posterior bite wing setiap 12-24 bulan
Evaluasi pertumbuhan dan perkembangan
Biasanya tidak dibutuhkan Periapikal dan oklusal film atau panoramik film.
Tabel 2 Merupakan pedoman yang direkomentasikan oleh American Dental Assosiation.6
Anak-anak DewasaKategori pasien Gigi decidui
(erupsi gigi permanen pertama)
Gigi bercampur (mengikuti erupsi dari gigi permanen pertama)
Gigi permanen (erupsi gigi molar 3)
Pasein baruSemua pasien baru untuk memelihara, menilai penyakit pada gigi dan pertumbuhan perkembangan
Posterir bite wing pada permukaan proksimal dari gigi decidui yang tidak dapat dilihat atau di probe
Periapikal / oklusal dan posterior bite wing atau panoramik
Posterior bite wing dan pemilihan periapikal. Pemeriksaan radiografi pada gigi yang sudah komplit sangat tepat ketika pasien hadir dengan keterangan dari penyakit umum giginya atau riwayat pengobatan gigi.
Pemanggilan ulang pasienKlinis karies atau faktor resiko tinggi
Posterior bite wing. Interval 6 bulan atau selama tidak terlihat lesi karies
Posterior bite wing. Interval 6-12 bulan atau sampai tidak terlihat lesi karies
Tidak ada karies secara klinis atau tidak ada faktor resiko terjadinya karies
Posterior bite wing. Interval 12-24 bulan
Posterior bite wing. Interval 18-36 bulan
Penyakit periodontal atau riwayat pengobatan penyakit periodontal
Pemilihan periapikal dan posterior bite wing pada daerah dimana terdapat penyakit periodontal (tidak spesifik pada gingivitis) dapat diperlihatkan secara klinis
Pertumbuhan dan perkembangan
Biasanya tidak diindikasikan
Periapikal / oklusal atau panoramik
Periapikal atau panoramic
22
Bite wing
Bite wing film biasanya digunakan untuk melihat karies proksimal, jadi bagi
anak dengan mulut yang kecil dapat digunakan. Ukuran paling kecil yang tersedia
yaitu ukuran film 0 atau film anak-anak. Sebagai tindakan alternatif lainnya dengan
melekukkan film (jangan letakkan bagian lekukan yang tajam) sehingga film dapat
diakomodasikan mengikuti bentuk rahang yang tidak menekan jaringan lunak. Harus
dicatat bahwa membengkokkan film meningkatkan distorsi dari gambaran radiografi
pada daerah apikalnya.11
Penggunakan alat snap A-Ray dengan ukuran film # No 1 sebagai sebuah
pegangan. Bite wing akan mengurangi penekanan dari jaringan lunak, menggunakan
film dengan ukuran # No 0. Dengan gambaran seperti ini sayangnya akan
mengurangi jumlah struktur gigi yang dapat dideteksi pada film.11
Alat snap A-Ray juga sebagai tambahan yang bermanfaat pada teknik
radiografi pada pasien yang takut akan tertelannya film. Dengan menggigit pada
pemisah yang besar dan melihat dikaca mereka dapat diyakinkan untuk tidak
menelan film. 11
Bagi pasien yang takut radiografi, teknik desentisasi (mengurangi rasa takut)
dibutuhkan untuk mendapatkan sikap kooperatif dari pasien. Teknik desensitisasi
memberikan gambaran terhadap si anak akan adanya stimulus yang baru atau adanya
peningkatan pengalaman, sebagai contoh seperti lolipop radiograf. Si anak di berikan
permen lolipop tanpa gula untuk dijilat. 10
Setelah beberapa jilatan lolipop diambil dari anak dan film direkatkan pada
lolipop dengan karet elastik ortodonsi pada sisi lingual film. Lolipop dengan film
23
yang terekat dikembalikan pada anak yang kemudian disuruh untuk menjilat lolipop
lagi. Setelah beberapa jilatan anak diperintahkan menahan lolipop didalam mulutnya
sementara kita mengambil gambar gigi. 8
Anak mendapatkan prosedur radiografi yang menyenangkan sehingga
desensitisasi akan kebenaran bagian posterior yang lebih sulit dapat diperoleh.
Radiografi bagian posterior dapat diperoleh dengan cara yang lebih menyenangkan
dengan memperkenalkan mereka terhadap rasa yang menyenangkan dari rasa permen
karet. Sebelum meletakkan film di mulut pasien, aplikasi pasta gigi rasa permen
karet ke film. Si anak akan lebih mudah menerima penempatan film.8
Jika penempatan film intraoral tidak memungkinkan pada anak, film
ekstraoral dapat menggantikan variasi dari teknik obliq lateral. Kaset diposisikan
dengan cara biasa, tapi pusat penyinaran diatur dari belakang sudut mandibula pada
posisi yang berseberangan seperti film intraoral tapi lebih baik daripada tidak sama
sekali.8,10
Jika tidak tersedia kaset ekstraoral di klinik, selembar film oklusal dapat
ditukar tapi dengan syarat menambah penyinaran radiasi kepada pasien. Lama
penyinaran mendekati 1,5 detik akan dibutuhkan karena penambahan jarak fokal film
(FFD). Hasil radiografi akan memberi beberapa nilai diagnosis.8
BAB III
24
KERANGKA KONSEP
Keterangan
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
25
Dental Radiografi
Anak-anak
Kerjasama orang tua Ketersedian alat dan
bahan
Masalah yang sering timbul
Tidak kooperatif Rahang kecil Refleks muntah Takut, dll
Rentan mengalami
kerusakan pada gigi dan mulutnya
Butuh penanganan khusus
Tingkat pengetahuan operator
Skill operator (perilaku)
Variabel Penelitian
1. Variabel independen : pengetahuan dan perilaku mahasiswa kepaniteraan
Kedokteran Gigi Unhas.
2. Variabel dependen : penanganan pasien anak di klinik radiografi.
26
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik.
4.2 DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study.
4.3 WAKTU PENELITIAN
Waktu dilakukannya penelitian pada bulan Februari – April 2013.
4.4 SAMPEL PENELITIAN
Pada penelitian ini sampel yang diteliti adalah seluruh mahasiswa
kepaniteraan Kedokteran Gigi Unhas yang menangani pasien anak di bagian
dental radiology selama penelitian berlangsung.
4.5 LOKASI PENELITIAN
Lokasi penelitian di kedua Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas
Kedokteran Gigi Unhas yang bertempat di jalan Tamalanrea.
27
4.6 KRITERIA SAMPEL
a. Kriteria Inklusi :
Mahasiswa yang hadir dan bersedia mengisi kuisioner pada saat
penelitian dilakukan.
b. Kriteria Eksklusi :
Mahasiswa yang hadir tetapi belum masuk bagian dental radiology.
4.7 ALAT YANG DIGUNAKAN
a. Alat tulis
b. Lembaran kuisioner
4.8 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
a. Pengetahuan dan perilaku mahasiswa kepaniteraan kedokteran gigi
unhas adalah suatu wawasan atau pengetahuan yang dimiliki oleh
mahasiswa klinik atau mahasiswa koas kedokteran gigi unhas yang
diukur dengan kuisioner.
b. Menangani pasien anak dibagian dental radiology adalah mengatur
atau menangani pasien anak di bagian dental radiology.
4.9 PROSEDUR PENELITIAN
a. Sebelum penelitian dilaksanakan, survey awal dilakukan untuk
mengetahui dan mendata jumlah mahasiswa klinik yang terdaftar di
Fakultas Kedokteran Gigi Unhas.
b. Peneliti menentukan sampel melalui kriteria sampel dan menghitung
sampel.
28
c. Setelah sampel penelitian ditentukan dan didapatkan, penelitian
dinyatakan dimulai. Peneliti membagikan kuesioner untuk dijawab
sampel serta peneliti melakukan pengamatan pada perilaku sampel
dalam menangani pasien anak di klinik radiologi.
d. Data dari kuesioner kemudian akan dikumpulkan, dinilai, dan
dilakukan pengolahan data, sehingga diperoleh hasil penelitian.
4.10 KRITERIA PENILAIAN
Pengolahan kuesioner dilakukan dengan mengelompokkan jawaban yang
sama dari setiap pertanyaan dan disajikan dalam bentuk grafik kemudian
dikategorikan berdasarkan skala Guttman :
Range nilai pada kuesioner adalah:
1 : Jika responden menjawab benar
0 : Jika responden menjawab salah
Cara Perhitungan :
Jumlah pertanyaan : 15
Skor tertinggi = 1 x 15 pertanyaan = 15 (100%)
Skor terendah = 0 x 15 pertanyaan = 0 (0%)
Kemudian diukur dengan rumus:
I = R/K
I = Interval Kelas
R = Range = skor tertinggi – skor terendah
K = Jumlah kategori = 2
29
Maka I = 100% - 0% = 100% /2 = 50%
Jadi skor standar 100% - 50% = 50 %
Kriteria Objektif:
Baik : Jika skor jawaban responden ≥ 50%
Kurang baik : Jika skor jawaban responden < 50%
4.11 DATA PENELITIAN
a. Jenis data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti selama penelitian
berlangsung.
b. Pengolahan data
Pada penelitian ini dilakukan pengolahan data dengan
menggunakan SPSS for Windows versi 16.
c. Analisis data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis data
uji hubungan dengan menggunakan uji Chi-Square (X2).
Uji Chi-Square (X2) menurut Stang (2005) digunakan jika:
1. Tujuan untuk uji perbandingan/asosiasi.
2. Skala pengukuran nominal dan ordinal.
X ²=∑ (O−E) ²E
Keterangan :
X² : Chi-Square
30
O : frekuensi yang diobservasi
E : frekuensi yang diharapkan
Ʃ : Penjumlahan semua kategori
Menurut Stang (2005), kasus 2x2 penggunaan Chi-Square
(X) hendaknya mempertimbangkan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Jika sampel > 40 gunakan (X2) hendaknya koreksi kontinyuitas
(Yate’s Corrected).
b. Jika sampel antara 21-40, jika semua nilai expected (E) lima atau
lebih gunakan (X2) dengan koreksi kontinyuitas (Yate’s Corrected).
Tetapi jika terdapat nilai E kurang dari lima gunakan uji Fisher
(Fisher’s Exact Test).
c. Apabila sampel ≤ 20, gunakan uji Fisher’s Exact Test untuk kasus
apapun.
Rumus Yate’s Correction digunakan jika semua nilai E lima
atau lebih:
X2 = n(|ad−bc|−n/2)2
(a+b ) ( c+d ) (a+c )(b+d )
Dimana:
X2 = Nilai Yate’s Correction
n = Besar sampel
31
Rumus Fisher’s Exact Test digunakan jika terdapat nilai E
kurang dari lima:
p = (a+b )! ( c+d )! (a+c )! (b+d )!
n !a !b ! c !d !
Dengan menggunakan kemaknaan α = 0,05 maka dapat
diinterpretasikan sebagai berikut:
1. H0 ditolak jika p < 0,05 maka Ha diterima, dengan demikian ada
hubungan antara variabel independen dengan dependen.
2. H0 diterima jika p > 0,05 maka Ha ditolak, dengan demikian tidak
ada hubungan antara variabel independen dengan dependen.
Koefisien φ (Phi) digunakan untuk mengetahui kuatnya
hubungan jika hasil uji Chi-Square (X2) pada tabel kontingensi 2x2
bermakna. Adapun rumus koefisien φ (Phi):
φ = |ad−bc|
√( a+b ) (c+d ) (a+c )(b+d )
Adapun indeks keeratan hubungan yang digunakan adalah
yang dikemukakan oleh Sugiyono :
Interval
Koefisien
Tingkat
Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat kuat
32
d. Penyajian data
Penyajian data pada penelitian ini berupa penyajian dalam
bentuk tabel distribusi
4.12 BAGAN ALUR PENELITIAN
33
BAB V
HASIL PENELITIAN
Telah dilakukan penelitian mengenai pengetahuan dan prilaku mahasiswa
kepaniteraan kedokteran gigi unhas dalam menangani pasien anak. Penelitian ini
dilakukan pada tanggal 1 Februari – 30 April 2013 di Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Unhas. Penelitian ini melibatkan mahasiswa kepaniteraan kedokteran gigi. Penelitian
ini menggunakan metode subyek penelitian sehingga seluruh mahasiswa yang ada
ditempat penelitian sebagai subyek penelitian selama penelitian berlangsung,
seluruhnya berjumlah 33 orang.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik sehingga
pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan
observasi langsung. Pengambilan data dilakukan dengan membagikan kuesioner bagi
mahasiswa kepaniteraan yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Tabel 1 Karateristik responden sesuai kelompok jenis kelamin.
Jenis kelamin Jumlah(n)
Persentase(%)
Perempuan 23 69,7Laki-laki 10 30,3
Total 33 100
Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa dari 33 responden mahasiswa kepaniteraan
kedokteran gigi, diperoleh data bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin
34
perempuan yaitu sebanyak 23 (69,7%) responden dan yang paling sedikit berjenis
kelamin laki-laki yaitu sebanyak 10 (30,3%) responden.
Tabel 2. Tingkat pengetahuan responden mengenai penangan pasien anak pada RS Gigi dan Mulut di bagian dental radiology
Indikator Frekuensi Presentasi
Baik 30 90,9
Kurang baik 3 9,1
Sumber : Data diolah 2013
Grafik 1. Tingkat pengetahuan responden mengenai penangan pasien anak pada RS Gigi dan Mulut di bagian dental radiology.
Pengetahuan
0
5
10
15
20
25
3030
3
Baik Kurang baik
Dari tabel 1 dan grafik diatas menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan mahasiswa kepaniteraan kedokteran gigi unhas pada RS Gigi
dan Mulut di bagian dental radiology adalah baik sebanyak 30 (90,9%) dan
kurang baik sebanyak 3 (9,1 %).
35
Tabel 3. Perilaku responden terhadap penangan pasien anak pada RS Gigi dan Mulut di bagian dental radiology
Indikator Frekuensi Presentasi
Baik 30 90,9
Kurang baik 3 9,1
Sumber : Data diolah 2013
Grafik 2. Tingkat perilaku responden mengenai penangan pasien anak pada RS Gigi dan Mulut di bagian dental radiology.
Perilaku0
5
10
15
20
25
30
BaikKurang baik
Dari tabel 3 dan grafik diatas menunjukkan bahwa perilaku
mahasiswa kepaniteraan kedokteran gigi unhas pada RS Gigi dan Mulut di
bagian dental radiology adalah baik sebanyak 30 (90,9%) dan kurang baik
sebanyak 3 (9,1%).
36
Tabel 4. Hubungan pengetahuan dengan perilaku responden terhadap penangan pasien anak pada RS Gigi dan Mulut di bagian dental radiology.
Pengetahuan
Perilaku penanganan pasien anak Total
p = 0,000φ = 1,000
Baik Kurang baikn % N % n %
Baik 30 100 0 0 30 100Kurang baik 0 0 3 100 3 100
Total 30 90,9 3 9,1 33 100Sumber: Data Primer, 2013
Hasil uji korelasi dengan Fisher’s Exact Test diperoleh nilai p (value) =
0,000. Karena nilai p (value) 0,000 < 0,05 maka hipotesis nol ditolak, hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku responden
terhadap penangan pasien anak pada RS Gigi dan Mulut di bagian dental radiology.
Kemudian diperoleh nilai koefisien φ (Phi) = 1,000 ini menunjukkan bahwa terdapat
kekuatan hubungan sangat kuat antara pengetahuan dengan perilaku responden
terhadap penangan pasien anak pada RS Gigi dan Mulut di bagian dental radiology.
37
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui tingkat pengetahuan dan
perilaku kepaniteraan Kedokteran Gigi Unhas dalam menanganai pasien anak pada
Rumah Sakit Gigi dan Mulut di bagian dental radiology.
Pada penelitian ini jumlah subyek penelitian ialah sebanyak 33 mahasiswa
kepaniteraan. Penelitian dilakukan selama 2 bulan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut
bagian dental radiology dengan cara memberikan kuisioner pada mahasiswa
kepaniteraan yang akan melakukan foto roentgent gigi pada pasien anak, kemudian
peneliti mengamati perlakuan pemotretan yang dilakukan oleh mahasiswa
kepaniteraan tersebut.
Pada tabel 1 menunjukkan karateristik responden berdasarkan jenis kelamin
bahwa dari 33 responden mahasiswa kepaniteraan kedokteran gigi, diperoleh data
sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 23 (69,7%)
responden dan yang paling sedikit berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 10
(30,3%) responden.
Tabel 2 menunjukkan persentasi tingkat pengetahuan mahasiswa
kepaniteraan kedokteran gigi unhas pada Rumah Sakit Gigi dan Mulut di bagian
dental radiology dengan kategori baik sebanyak 90,9% (30 mahasiswa) sedangkan
kategori kurang baik sebanyak 9,1 % (3 mahasiswa). Hal ini berarti tingkat
pengetahuan mahasiswa kepaniteraan Kedokteran Gigi Unhas dalam penanganan
38
pasien anak pada Rumah Sakit Gigi dan Mulut di bagian dental radiology masih
dalam kategori baik.
Pada tabel 3 menunjukkan bahwa persentasi perilaku mahasiswa
kepaniteraan kedokteran gigi unhas pada Rumah Sakit Gigi dan Mulut di bagian
dental radiology adalah kategori baik sebanyak 90,9% (30 mahasiswa) sedangkan
kategori kurang baik ialah sebanyak 9,1% (3 mahasiswa). Dengan demikian tingkat
perilaku mahasiswa kepaniteraan kedokteran gigi unhas dalam penanganan pasien
anak pada Rumah Sakit Gigi dan Mulut di bagian dental radiology adalah baik.
Kemudian dilakukan uji statistik untuk mengetahui hubungan pengetahuan
dengan perilaku mahasiswa kepaniteraan terhadap penangan pasien anak pada
Rumah Sakit Gigi dan Mulut di bagian dental radiology. Hasil penelitian ini
menunjukkan dari hasil uji korelasi dengan Fisher’s Exact Test diperoleh nilai p
(value) = 0,000. Karena nilai p (value) 0,000 < 0,05 maka hipotesis nol ditolak, hal
ini berarti bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku responden
terhadap penanganan pasien anak pada Rumah Sakit Gigi dan Mulut di bagian dental
radiology. Kemudian diperoleh nilai koefisien φ (Phi) = 1,000 ini menunjukkan
bahwa terdapat kekuatan hubungan sangat kuat antara pengetahuan dengan perilaku
responden terhadap penangan pasien anak pada Rumah Sakit Gigi dan Mulut di
bagian dental radiology.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian tentang hubungan penyikatan gigi
dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut siwa-siswi Sekolah Dasar Islam Terpadu
Imambukhari oleh Eriska Riyanti dkk (2005) yang hasilnya menunjukkan terjadi
perubahan tingkat kebersihan gigi dan mulut yang diukur dengan penurunan indeks
39
plak pada siswa-siswi yang sebelumnya mendapatkan penyuluhan penyikatan gigi
yang baik dan benar. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh
seseorang sangat efektif dalam menunjang perilaku sehubungan dengan pengetahuan
siswa-siswi tersebut.12 Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Yonan Herianto dkk tentang hubungan antara pengetahuan, persepsi dan sikap
terhadap kesehatan gigi dengan status kesehatan gigi pada siswa tuna netra di panti
sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna Bandung, yang hasilnya menunjukkan
terdapat pengaruh pengetahuan yang dimiliki oleh siswa tuna netra dalam perilaku
menjaga kesehatan gigi dan mulutnya yang mengakibatkan terjadinya peningkatan
terhadap status kesehatan giginya.13
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan ialah domain
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Dokter
gigi yang memiliki pengetahuan yang baik tentang cara merawat kesehatan gigi dan
mulut masyarakat juga akan membentuk sikap dan perilaku yang baik dalam bentuk
pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang diberikan kepada pasienya, tanpa terkeuali
pada pasien anak di bagian dental radiology.
40
BAB VII
PENUTUP
7.1 SIMPULAN
a. Tingkat pengetahuan kesehatan gigi dan mulut merupakan indikator
dalam penanganan pasien anak baik itu di bagian dental radiology.
b. Terdapat hubungan pengetahuan dan perilaku terhadap penanganan
pasien anak oleh mahasiswa kepaniteraan kedokteran gigi pada Rumah
Sakit Gigi dan Mulut di bagian dental radiology.
7.2 SARAN
a. Kiranya mahasiswa kepaniteraan Kedokteran Gigi Unhas membekali diri
dengan pengetahuan yang lebih baik dalam penanganan pasien anak
khususnya di bagian dental radiology.
b. Pengenalan pentingnya kesehatan gigi dan mulut sebagai upaya
pemeliharaan kesehatan sebaiknya dilakukan sejak usia dini kepada anak,
ini membutuhkan kerjasama dan orang tua.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Riyanti E, Saptarini R. Upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut melalui perubahan perilaku anak: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. hal 1-22. Diakses 2012 Okt 12. Diunduh dari: http://journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38- 2 .
2. Angela A. Pencegahan primer pada anak yang berisiko karies tinggi. Majalah Kedokteran Gigi. 2005; 38(3): 130-4.
3. Sarianoferni, Arya B. Proteksi radiasi di bidang kedokteran gigi. Denta Jurnal Kedokteran Gigi. 2006; 1(1): 54-7.
4. The use of dental radiographs Update and recommendations. American Dental Association Council on Scientific Affairs JADA [serial on the internet] 2006 Sep [cited 2012 Okt 12]; 37: Available from: URL: http://jada.ada.org.
5. Soekidjo N. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta, Inc; 2007.p.57-68.
6. Whaites E, R.A. Cawson, editors. Essentials of dental radiography and radiology.3 rd ed. New York: Churchill livingstone; 2003.
7. White SC, Pharoah MJ, editor. Oral radiology principles and interpretation. USA: Mosby; 2000.
8. Guideline on Prescribing Dental Radiographs for Infants, Children, Adolescents, and Persons withSpecial Health Care Needs. American Academy of pediatric dentistry. From: American Dental Association, US Food & Drug Administration. The Selection of Patients For Dental Radiograph Examinations [serial on the internet] 2012 [cited 2012 Okt 12]; 34(6). Avalaible from: URL: www.ada.org.
9. Rusli M, Gondhoyoewono T. Pengaruh metode bermain terhadap penyuluhan kesehatan gigi dan mulut. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti [serial on the internet] 2009 [cited 2012 Okt 12]. Avalaible from: URL: http://www.pdgi-online.com/v2/index.php?option=com_conten&taks=view&id=731&itemid=1 .
10. Espelid I. Mejare I. EAPD Guidelines for use of radiographs in Children. European journal of paediatric dentristry. 2003; 1: 40-8.
11. Kogon SL, Mckay AE, Maclean DF. The validity of bitewing radiographs for the dental identification of children. Jounal of forensic sciences JFSCA. 1995; 40(6): 1055-7.
42
12. Riyanti E,Chemiawan E, Rizalda RA. Hubungan Pendidikan Penyikatan Gigi Dengan Tingkat Kebersihan Gigi Dan Mulut Siswa-Siswi Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Imam Bukhari. [serial on the internet] 2005 [cited 2012 Okt 12]. Available from: http://studentresearch.umm.ac.id/research/download/umm_student_research_abstract_75.pdf .
13. Herianto Y, Niken W, Bambang P. Hubungan antara pengetahuan, persepsi dan sikap terhadap kesehatan gigi dengan status kesehatan gigi pada siswa tuna netra di panti sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna Bandung. Sains Kesehatan. 2005; 18 (2): 237-48.
43