I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang -...

66
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran bagi masyarakat Indonesia tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan seharihari karena manfaatnya yang begitu banyak diantaranya adalah sebagai sumber vitamin dan protein. Di Indonesia, sayuran hampir dijumpai pada semua makanan. Cabai merupakan sayuran buah yang kebanyakan ditemui dalam masakan Indonesia sehingga dapat membuktikan bahwa masyarakat Indonesia sangat menyukai cabai. Cabai rawit sangat banyak digemari karena rasanya yang lebih pedas dibandingkan dengan cabai merah biasa sehingga banyak petani yang tertarik untuk membudidayakannya. Namun, sifat cabai yang tidak begitu tahan lama untuk disimpan menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam proses pendistribusiannya sehingga akan menyebabkan kerugian pada petani. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan mencoba untuk memproduksi cabai kering untuk pembuatan bubuk cabai (Prajnanta, 2007). Pengeringan merupakan cara yang paling sering digunakan untuk memperpanjang masa simpan komoditi hasil pertanian dan sangat penting untuk penanganan pascapanen. Pengeringan ini bertujuan untuk menghilangkan kadar air dari bahan yang ingin dikeringkan dengan cara penguapan. Namun, ada berbagai macam pengeringan tradisional yang masih dilakukan hingga saat ini oleh masyarakat yaitu dengan menjemur cabai rawit di tengah terik matahari atau hanya mengangin-anginkan saja hingga kering (Prajnanta, 2007). Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu diadakan penelitian untuk mengidentifikasi perubahan warna cabai selama proses pengeringan sehingga diperoleh informasi warna yang dapat dijadikan acuan untuk pengolahan bubuk cabai.

Transcript of I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang -...

Page 1: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sayuran bagi masyarakat Indonesia tidak bisa ditinggalkan dalam

kehidupan sehari‐hari karena manfaatnya yang begitu banyak diantaranya adalah

sebagai sumber vitamin dan protein. Di Indonesia, sayuran hampir dijumpai pada

semua makanan. Cabai merupakan sayuran buah yang kebanyakan ditemui dalam

masakan Indonesia sehingga dapat membuktikan bahwa masyarakat Indonesia

sangat menyukai cabai.

Cabai rawit sangat banyak digemari karena rasanya yang lebih pedas

dibandingkan dengan cabai merah biasa sehingga banyak petani yang tertarik

untuk membudidayakannya. Namun, sifat cabai yang tidak begitu tahan lama

untuk disimpan menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam proses

pendistribusiannya sehingga akan menyebabkan kerugian pada petani. Salah satu

alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan mencoba untuk memproduksi cabai

kering untuk pembuatan bubuk cabai (Prajnanta, 2007).

Pengeringan merupakan cara yang paling sering digunakan untuk

memperpanjang masa simpan komoditi hasil pertanian dan sangat penting untuk

penanganan pascapanen. Pengeringan ini bertujuan untuk menghilangkan kadar

air dari bahan yang ingin dikeringkan dengan cara penguapan. Namun, ada

berbagai macam pengeringan tradisional yang masih dilakukan hingga saat ini

oleh masyarakat yaitu dengan menjemur cabai rawit di tengah terik matahari atau

hanya mengangin-anginkan saja hingga kering (Prajnanta, 2007).

Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu diadakan penelitian untuk

mengidentifikasi perubahan warna cabai selama proses pengeringan sehingga

diperoleh informasi warna yang dapat dijadikan acuan untuk pengolahan bubuk

cabai.

Page 2: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

2

I.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan

warna cabai dengan perlakuan perendaman air panas (blanching) dan tanpa

perlakuan (non blanching) selama proses pengeringan.

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah diharapkan dapat menjadi

bahan informasi dan pertimbangan bagi petani dan industri-industri pengolahan

cabai rawit kering untuk pembuatan bubuk cabai.

Page 3: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Cabai

Tanaman cabai (Capsicum sp.) merupakan tanaman dari famili terung-

terungan (Solanaceae). Keluarga ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

2.000 spesies yang terdiri dari tumbuhan herba, semak, dan tumbuhan kerdil

lainnya. Dari banyaknya spesies tersebut, hampir dapat dikatakan sebagian besar

merupakan tumbuhan negeri tropis. Namun, secara ekonomis yang sudah dapat

dimanfaatkan yaitu baru beberapa spesies saja (Setiadi, 2008).

Cabai sendiri diperkirakan ada sekitar 20 spesies yang sebagian besarnya

tumbuh di tempat asalnya, Amerika. Diantaranya yang sudah akrab dengan

kehidupan manusia baru beberapa spesies saja, yaitu cabai besar (C. annum) dan

cabai kecil/rawit (C.frutescense) (Setiadi, 2008). Berdasarkan Prajnanta (2007),

cabai pada dasarnya terdiri atas dua golongan utama yaitu cabai besar (capsicum

annuum L) dan cabai rawit (Capsicum frutencens L). Cabai besar terdiri atas cabai

merah (hot pepper/cabai pedas), cabai hijau, dan paprika (sweet pepper/cabai

manis).

Tinggi tanaman cabai kecil pada umunya dapat mencapai 150 cm. Tangkai

daunnya hanya separo panjang tangkai daun cabai besar. Daunnya pun lebih

pendek dan lebih sempit. Posisi bunganya tegak dengan panjang tangkai

bunganya hampir sepanjang cabai besar. Mahkota bunganya berwarna kuning

kehijauan dengan jumlah cuping sama dengan pada cabai besar. Namun, panjang

cupingnya hanya 0,6-0,8 cm dan lebar hanya 0,3-0,4 cm. Warna tangkai putik

mirip warna mahkota bunganya dengan panjang kurang dari 0,5 cm

(Setiadi, 2008).

Selain berguna sebagai bahan penyedap masakan, cabai juga mengandung

zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia. Cabai mengandung protein,

lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe), vitamin‐vitamin (salah

satunya adalah vitamin C) (Prajnanta, 2007).

Page 4: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

4

2.2 Varietas Cabai Rawit

Varietas cabai rawit yang beredar dipasaran sangat terbatas karena petani

lebih banyak menanam bibit sendiri dari buah hasil panen. Berdasarkan Prajnanta

(2007), daerah yang kira-kira memiliki ketinggian tempat 300-400 m dpl sangat

cocok ditanami bebrapa varietas cabai berikut:

• Sky Hot. Merupakan cabai rawit hibrida yang akan segera dirilis oleh

distributornya di Indonesia (Tirta Mas). Cabai introduksi dari Hungnong

Seed, Korea ini memiliki warna hijau segar pada saat muda dan merah

cerah pada saat masak. Pertumbuhan tanamannya seragam, buahnya

banyak dan sangat bagus untuk dijual segar.

• Cakra putih (cengkek). Buah varietas ini berwarna putih kekuningan yang

berubah merah cerah pada saat masak. Pertumbuhan tanaman sangat kuat

dengan membentuk banyak percabangan. Posis buah tegak ke atas dengan

bentuk agak pipih dan rasa amat pedas. Varietas in mampu menghasilkan

12 ton per ha dengan rata-rata 300 buah per tanaman. Varietas ini dapat

dipanen pada umur 85-90 HST serta tahan terhadap serangan penyakit.

• Cakra Hijau (ceplik) . Varietas ini mampu beradaptasi baik di dataran

rendah maupun tinggi. Saat masih muda buahnya berwarna hijau dan

setelah masak berubah merah. Potensi hasilnya 600 gram per tanaman atau

12 ton per ha. Rasa buahnya pedas. Varietas ini tahan terhadap serangan

hama dan penyakit yang biasa menyerang cabai. Panen berlangsung pada

umur 80 HST. Cakra hijau maupun cakra putih merupakan varietas cabai

rawit yang bermerk Kapal terbang ex-Thailand.

Permintaan terhadap cabai terus meningkat, sehingga perlu didukung alih

teknologi budidaya intensif dan penanganan pasca panen yang memadai.

Komoditas cabai sangat besar peranannya dalam menunjang usaha pemerintah

meningkatkan usaha pendapatan taraf hidup petani, memperluas kesempatan

kerja, menunjang pengembangan agribisnis, meningkatkan ekspor sekaligus

mengurangi impor, dan melestarikan sumber daya alam.

Page 5: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

5

Berdasarkan Rukmana (1996), Cabai mengandung gizi cukup tinggi.

Dalam setiap 100 gram nilai gizinya terdiri dari:

Tabel 1. Kandungan gizi buah cabai dalam tiap 100 gram

Komposis Gizi Proporsi Kandungan Gizi

Segar Kering

Kalori (Kal) 103,00 -

Protein (g) 4,70 15,00

Lemak (g) 2,40 11,00

Karbohidrat (g) 19,90 33,00

Kalsium (mg) 45,00 150,00

Fosfor (mg) 85,00 -

Vitamin A (Si) 11,050,00 1,000,00

Zat besi (mg) 2,50 9,00

Vitamin B1

(mg)

0,08 0,50

Vitamin C (mg) 70,00 10,00

Air (g) 71,20 8,00

Bagian yang

dapat dimakan

(Bdd,%)

85,00 -

Sumber : Rukmana (1996).

2.3 Pasca Panen Cabai

Berdasarkan Setiadi (2008), bahwa pascapanen merupakan salah satu

kegiatan penting dalam menunjang keberhasilan agribisnis. Meskipun hasil

panennya melimpah dan baik, tanpa penanganan pasca panen yang benar maka

resiko kerusakan dan menurunnya mutu produk akan sangat besar. Produk

holtikultura bersifat mudah rusak, mudah busuk, dan tidak tahan lama, hal ini

menyebabkan pemasarannya sangat terbatas dalam waktu maupun jangkauan

pasarnya sehingga butuh penanganan pasca panen yang baik dan benar.

Penanganan pascapanen dilakukan segera setelah buah dipetik. Kemudian

ditebar (diangin‐anginkan) (Setiadi, 2008). Setelah itu dilakukan sortasi

(pemilahan), dalam sortasi ini dipilah‐pilah antara cabai yang masih utuh dan

sehat, cabai utuh tetapi abnormal, cabai yang rusak sewaktu pemanenan, dan cabai

yang terserang hama dan penyakit. Setelah melakukan pemilahan selanjutnya

dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan kualitas dan ukuran

Page 6: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

6

buah setelah itu buah dimasukkan ke dalam karung goni dan langsung dijual ke

pasar (Prajnanta, 2007).

Salah satu cara menjaga agar tetap segar dalam waktu yang agak lama

adalah dengan menekan kerja enzim. Hal itu dilakukan dengan cara menyimpan

pada suhu rendah (Sumoprastowo, 2004). Suharto (1991), menambahkan dengan

menyimpan dalam suhu rendah dapat menghambat aktivitas pertumbuhan

mikroba.

Jumlah uap air di sekitar buah mempunyai pengaruh besar terhadap

kondisi fisiologis buah, udara yang hampir jenuh menyebabkan kulit buah pecah

abnormal, sedangkan penyimpanan dalam udara yang terlalu kering menyebabkan

kulit buah berkerut sehingga bentuknya abnormal (Susanto, et al., 1994 ).

2.4 Blanching (perendaman air panas)

Blanching merupakan proses pemanasan bahan pangan dengan

menggunakan uap air dengan suhu tinggi dalam waktu yang singkat. Blanching

bertujuan untuk mencegah perkembangan bau dan warna yang tidak dikehendaki

selama pengeringan dan penyimpanan. Blanching akan menyebabkan udara dalam

jaringan keluar dan pergerakan air tidak terhambat sehingga proses pengeringan

menjadi cepat. Menurut Sebayang (2005), perlakuan sebelum pengeringan cabai

yang umum dilakukan adalah blanching, yang bertujuan untuk menonaktifkan

enzim yang terdapat pada permukaan bahan tersebut, dan juga untuk

mempermudah pengeringan. Dari hasil penelitian blanching dapat mencegah

kehilangan vitamin C selama pengeringan dan penyimpanan.

Perlakuan blanching yang baik yaitu suhu sekitar 90-95 0C. Cabai

dibiarkan di dalam air panas selama 5-10 menit. Setelah itu, cabai yang telah

direndam diangkat dan ditiriskan (Nursani, 2008).

2.5 Pengeringan

Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan

sebagian besar air dari suatu bahan dengan cara menyerapkannya dengan

menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan dikurangi sampai

Page 7: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

7

batas tertentu dimana mikroba tidak dapat tumbuh lagi pada bahan tersebut

(Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010).

Berdasarkan Estiasih dan Ahmadi (2009), pengeringan merupakan metode

pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan pangan sehingga daya

simpan menjadi lebih panjang. Perpanjangan masa simpan terjadi karena aktivitas

mikroorganisme dan enzim menurun sebagai akibat dari air yang dibutuhkan

untuk aktivitasnya tidak cukup.

Pengawetan makanan dengan menurunkan kadar air telah dilakukan sejak

beribu-ribu tahun yang lalu. Secara tradisional, makanan dikeringkan dengan sinar

matahari tetapi sekarang beberapa makanan didehidrasi di bawah kondisi

pengeringan yang terkendali dengan menggunakan ragam metode pengeringan.

Walaupun demikian, pengeringan dengan sinar matahari tetap menjadi cara

pengolahan yang penting di negara-negara yang sedang berkembang

(Buckle et al., 2010).

Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air pada level tertentu untuk

menghambat pertumbuhan mikroba dan serangga serta mengurangi volume bahan

pangan sehingga mengefisienkan proses penyimpanan dan distribusi. Kombinasi

suhu dan lama pemanasan selama proses pengeringan pada komoditi biji-bijian

dilakukan untuk menghindari terjadinya kerusakan biji. Suhu udara, kelembaban

relatif udara, aliran udara, kadar air awal bahan dan kadar akhir bahan merupakan

faktor yang mempengaruhi waktu atau lama pegeringan (Brooker, et al., 1974).

Menurut Supryono (2003), pengeringan juga bertujuan agar volume bahan

pangan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah pengangkutan, menghemat

biaya angkut dan ruang untuk pengangkutan, pengepakan maupun penyimpanan.

Pada pengeringan, walaupun secara fisik atau kimia masih terdapat molekul-

molekul air yang terikat, air ini tidak dapat dipergunakan untuk kepentingan

mikroba. Demikian pula enzim tidak mungkin aktif pada bahan yang dikeringkan,

karena reaksi biokimia memerlukan air sebagai medianya. Jadi pada pengeringan

diusahakan bahwa kadar air yang tertinggal tidak memungkinkan enzim dalam

mikroba menjadi aktif, sehingga bahan yang dikeringkan dapat disimpan lebih

lama.

Page 8: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

8

Berdasarkan Muchtadi dan Ayustaningwarno (2010) dalam buku

Teknologi Proses Pengolahan Pangan, adapun keuntungan dan kerugian dari

proses pengeringan sebagai berikut:

� Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi tahan lama. Tahan lama

disimpan dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan

menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan. Berat bahan juga menjadi

berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan demikian diharapkan biaya

produksi menjadi lebih murah. Kecuali itu banyak bahan pangan yang hanya

dapat dikonsumsi setelah dikeringkan misalnya kopi dan teh.

� Kerugian proses pengeringan disebabkan oleh sifat asal bahan yang

dikeringkan berubah misalnya bentuk dan penampakan sifat fisik dan

kimianya, penurunan mutu dan lain-lain. Kerugian lain disebabkan karena

beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum digunakan misalnya

harus dibasahkan kembali (rehidratasi)

A. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengeringan

Kecepatan pengeringan maksimum dipengaruhi oleh percepatan pindah

panas dan pindah massa selama proses pengeringan. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kecepatan pindah panas dan massa tersebut adalah sebagai berikut

(Estiasih, 2009) :

1. Luas permukaan

Pada pengeringan umumnya, bahan pangan yang akan dikeringkan

mengalami pengecilan ukuran, baik dengan cara diiris, dipotong, atau digiling.

Proses pengecilan ukuran akan mempercepat proses pengeringan. Hal ini

disebabkan pengecilan ukuran akan memperluas permukaan bahan, air lebih

mudah berdifusi.

2. Suhu

Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan

pangan semakin cepat pindah panas ke bahan pangan dan semakin cepat pula

penguapan air dari bahan pangan. Dalam arti lain, semakin tinggi suhu yang

digunakan, maka proses pengeringan akan semakin cepat, begitu pula sebaliknya.

Page 9: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

9

3. Kecepatan Aliran Udara Pengeringan

Kecepatan aliran udara pengeringan berfungsi membawa energi panas

yang selanjutnya akan mentransfer ke bahan pangan dan membawa uap air keluar

ruang pengering. Semakin cepat kecepatan udara pengeringan maka proses

pengeringan akan semakin cepat.

4. Kelembaban Udara Pengering

Kelembaban relatif (RH) merupakan kemampuan udara untuk menyerap

uap air. Semakin kering udara (kelembaban rendah), maka kemampuan menyerap

air semakin besar, dan kecepatan pengeringan semakin besar/tinggi pula, begitu

pula sebaliknya, semakin tinggi kelembaban udara, maka kecepatan pengeringan

semakin rendah.

5. Penguapan Air

Penguapan atau evaporasi merupakan penghilangan air dari bahan pangan

yang dikeringkan sampai diperoleh produk kering yang stabil. Penguapan yang

terjadi selama proses pengeringan tidak menghilangkan semua air yang terdapat

dalam bahan pangan.

Berdasarkan Buckle, et al., (2010). faktor-faktor utama yang

mempengaruhi kecepatan pengeringan dari suatu bahan pangan adalah:

1. Sifat fisik dan kimia dari produk (bentuk, ukuran, dan kadar air)

2. Sifat-sifat fisik dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban, dan

kecepatan udara)

3. Karakteristik alat pengering (efisiensi pemindahan panas).

Pengeringan hasil pertanian menggunakan aliran udara pengering yang

baik antara 45 °C sampai dengan 75 °C. Pengeringan pada suhu dibawah 45 °C,

mikroba dan jamur yang merusak produk masih hidup, sehingga daya awet dan

mutu bahan rendah. Sebaliknya pengeringan diatas suhu 75 °C akan menyebabkan

struktur kimiawi dan fisik produk rusak karena perpindahan panas dan massa air

yang cepat yang berdampak pada struktur sel bahan (Buckle et al., 2010).

Page 10: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

10

B. Pengeringan Lapis Tipis (Thin Layer Drying)

Pengeringan lapis tipis (Thin layer drying) adalah proses pengurangan

kadar air (pengeringan) dengan evaporasi dimana udara pengeringan dilewatkan

pada lapis tipis bahan hingga diperoleh kadar air kesetimbangan (Equilibrium

Mosture Content). Pengeringan komoditi pertanian sangat bergantung pada suhu

pengeringan, kecepatan udara, kelembaban udara relatif, dan tingkat kematangan

(A.R Yadollahinia, 2007).

Salah satu model pengeringan yang dikenal saat ini adalah model

pengeringan lapisan tipis. Pengeringan lapisan tipis adalah pengeringan bahan

yang seluruh permukaan bahan dalam lapisan tersebut dapat menerima langsung

aliran udara pengering. Pengeringan lapisan tipis didasarkan pada pengeringan

bahan yang sepenuhnya terbuka pada hembusan udara yang menyebabkan semua

bahan dalam lapisan tersebut mengalami pengeringan secara seragam (Hall,

1957).

Henderson dan Perry (1976) menambahkan, pengeringan lapisan tipis

adalah pengeringan dimana seluruh bahan dalam lapisan tersebut dapat menerima

langsung aliran udara pengering yang melewatinya dengan kelembaban relatif dan

suhu konstan. Pengeringan lapisan tipis dimasudkan untuk mengeringkan produk

sehingga pergerakan udara dapat melalui seluruh permukaan yang dikeringkan

yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar air dalam proses pengeringan.

Pengeringan lapisan tipis merupakan suatu pengeringan yang dilakukan dimana

bahan dihamparkan dengan ketebalan satu lapis.

Pengeringan lapisan tipis mempunyai beberapa kelebihan yaitu:

penanganan kadar air biji dapat dilakukan sampai minimum, biji dengan kadar air

maksimun dapat dipanen dan periode pengeringan dapat lebih pendek untuk kadar

air yang sama (Brooker, et al.,1974). Pengeringan lapisan tipis tidak hanya

diterapkan pada komoditi biji-bijian, tetapi sudah mulai diterapkan pada komoditi

buah dan sayuran seperti apel , kiwi, strawberry, kentang dan jahe. Pengeringan

lapisan tipis mempunyai beberapa kelebihan yaitu penanganan kadar air dapat

dilakukan sampai minimum, biji dengan kadar air maksimum dapat dipanen dan

periode pengeringan dapat lebih pendek untuk kadar air yang sama

(Brooker et al., 1981).

Page 11: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

11

C. Kadar Air dan Laju Pengeringan

Salah satu faktor yang mempengaruhi proses pengeringan adalah kadar air,

pengeringan itu sendiri bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung di

dalam suatu bahan untuk menghambat perkembangan organisme pembusuk yang

nantinya akan merusak bahan itu sendiri. Kadar air suatu bahan berpengaruh

terhadap banyaknya jumlah air yang diuapkan dan lamanya proses pengeringan

(Taib et al., 1988).

Kadar air suatu bahan menunjukkan jumlah air yang dikandung dalam

bahan tersebut, baik berupa air bebas maupun air terikat. Selama proses

pengeringan, kadar air bahan mengalami penurunan, besarnya penurunan kadar air

tersebut berbeda-beda sesuai dengan banyaknya air yang diuapkan. Dengan

demikian pada awal proses penurunan kadar air sangat besar dan semakin

menurun sampai kadar air seimbang (Henderson dan Perry, 1976).

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang

dinyatakan dalam persen. Kadar air dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet

basis) dan berat kering (dry basis) kadar air berat basah mempunyai batas

maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat

kering dapat melebihi 100 persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang

sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan,

tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut

menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang

tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang

biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan

(Fachruddin dan Cahyana, 1997).

Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot

bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan

tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah

(wet basis) (Brooker et al., 1981).

Page 12: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

12

Struktur bahan secara umum dapat didasarkan pada kadar air yang

biasanya ditunjukkan dalam persentase kadar air basis basah atau basis kering.

Kadar air basis basah (Mwb) banyak digunakan dalam penentuan harga pasar

sedangkan kadar air basis kering (Mdb) digunakan dalam bidang teknik

(Brooker, et al.,1974). Persamaan dalam penentuan kadar air adalah sebagai

berikut :

MCw.b = �����

���� � ............................................................... (1)

Dimana : MCw.b = kadar air basis basah (%)

Wa = berat bahan (g)

Wb = bobot bahan kering mutlak (g)

Untuk menentukan bobot kering suatu bahan, penimbangan dilakukan

setelah bobot bahan tersebut tidak berubah lagi selama pengeringan berlangsung.

Untuk itu biasanya dilakukan dengan menggunakan suhu 105°C. Berdasarkan

Brooker, et al,. (1981), perhitungan kadar air basis kering (dry basis) berlaku

rumus:

MCd.b = ���� ���

����– ��� atau

�����

�� ................................................. (2)

Dimana : MCd.b = kadar air basis Kering (%)

MCw.b = kadar air basis basah (%)

Wa = berat bahan (g)

Wb = bobot bahan kering mutlak (g)

Dalam suatu proses pengeringan, dikenal adanya suatu laju pengeringan.

Proses pengeringan dengan laju menurun sangat tergantung pada sifat-sifat alami

bahan yang dikeringkan. Laju perpindahan massa selama proses ini dikendalikan

oleh perpindahan internal bahan (Istadi dan Sitompul, 2002). Periode laju

pengeringan menurun meliputi 2 proses yaitu perpindahan air dari dalam bahan ke

permukaan dan perpindahan uap air dari permukaan ke udara sekitar

(Henderson and Perry, 1976).

2.6 Tray Dryer

Dalam memilih alat pengering yang akan digunakan, serta menentukan

kondisi pengeringan harus diperhitungkan jenis bahan yang akan dikeringkan.

Juga harus diperhitungkan hasil kering dari bahan yang diinginkan. Setiap bahan

Page 13: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

13

yang akan dikeringkan tidaklah sama kondisi pengeringannya, karena ikatan air

dan jaringan ikatan tiap bahan akan berbeda (Rachmawan, 2001).

Pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan alat mekanis

(pengering buatan) akan mendapatkan hasil yang baik bila kondisi pengeringan

dapat ditentukan dengan tepat dan selama pengeringan dikontrol dengan baik.

Setiap alat pengeringan digunakan untuk jenis bahan tertentu, mislanya tray dryer

untuk pengeringan bahan padat atau lempengan yang dikeringkan dengan system

batch (Rachmawan, 2001).

Tray dryer atau alat pengering berbentuk rak, mempunyai bentuk persegi

dan di dalamnya berisi rak-rak, yang digunakan sebagai tempat bahan yang akan

dikeringkan. Bahan diletakkan di atas rak (tray) yang terbuat dari logam dengan

alas yang berlubang-lubang. Kegunaan dari lubang-lubang ini untuk mengalirkan

udara panas dan uap air. Pada alat pengering ini, bahan ditempatkan langsung

pada rak-rak dapat juga ditebarkan pada wadah lain misalnya baki atau nampan.

Kemudian baki atau nampan ini disusun di atas rak yang ada di dalam alat

pengering (Rachmawan, 2001).

Prinsip kerja alat pengering tipe rak adalah udara pengering dari

ruang pemanas dengan bantuan kipas akan bergerak menuju dasar rak dan

melalui lubang-lubang yang terdapat pada dasar rak tersebut akan mengalir

melewati bahan yang dikeringkan dan melepaskan sebagian panasnya sehingga

terjadi proses penguapan air dari bahan. Dengan demikian, semakin ke bagian

atas rak suhu udara pengering semakin turun. Penurunan suhu ini harus diatur

sedemikian rupa agar pada saat mencapai bagian atas bahan yang dikeringkan,

udara pengering masih mempunyai suhu yang memungkinkan terjadinya

penguapan air. Di samping itu kelembaban udara pengering pada saat mencapai

bagian atas harus dipertahankan tetap tidak jenuh sehingga masih mampu

menampung uap air yang dilepaskan. Di dalam penggunaan alat pengering ini

perlu diperhatikan pengaturan suhu, kecepatan aliran udara pengering, dan tebal

tumpukan bahan yang dikeringkan sehingga hasil kering yang diharapkan dapat

tercapai (Rachmawan, 2001).

Page 14: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

14

2.7 Warna

2.7.1 Peranan Warna Pada Bahan Pangan

Peranan warna dalam mutu bahan pangan adalah sangat penting,

karena umumnya konsumen atau pembeli sebelum mempertimbangkan nilai

gizi dan rasa, pertama-tama akan tertarik oleh keadaan warna bahan. Bila

warna bahan makanan kurang cocok dengan selera atau menyimpang dari

warna normal, bahan makanan tersebut tidak akan dipilih oleh konsumen,

walaupun rasa, nilai gizi dan faktor-faktor lainnya normal (I Gusti, 1996).

Selama proses grading dan pengemasan produk-produk makanan,

warna seringkali menjadi indikator untuk menunjukkan tingkat kualitas

produk. Oleh karena itu, penentuan warna dalam industri makanan tidak hanya

untuk alasan ekonomi, tetapi juga untuk kualitas merek dan standarisasi.

Ketika bahan mengalami penyimpangan dalam proses pengolahannya, baik

proses pemanasan, pengeringan atau proses lainnya maka secara fisik selain

terjadi perubahan tekstur, warna dari bahan juga akan mengalami perubahan.

Selama proses pengolahan, warna bahan akan mengalami perubahan yang

cepat terhadap waktu, suhu dan cahaya. Standarisasi warna fisik (pigmen) juga

penting untuk industri dimana kualitas ditentukan oleh nilai warna produk

tersebut (Culver, et al., 2008).

2.7.1 Pengukuran Warna

Instrument yang sangat berguna dalam mengukur warna adalah kamera

digital. Kamera digital memiliki tangkapan warna yang jelas dari setiap pixel

dari gambar objeknya. Dengan jenis kamera tertentu, cahaya yang dipantulkan

oleh suatu benda dideteksi oleh tiga sensor per pixel. Model warna yang

paling sering digunakan adalah model RGB. Setiap sensor menangkap

intensitas cahaya dalam merah (R), hijau (G) atau biru (B) spectrum masing-

masing. Dalam menganalisis gambar digital dari suatu objek maka terlebih

dahulu dilakukan analisis titik, meliputi sekelompok kecil pixel dengan tujuan

mendeteksi karakteristik kecil dari objek dan selanjutnya dilakukan analisis

Page 15: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

15

global dengan menggunakan histogram warna untuk menganalisis

homogenitas dari objek (Leön, 2005).

Gambar 1. Diagram yang menggambarkan ruang warna (Color Space)

pada CIELab Color Model

2.7.2 Model CIELAB

CIELAB merupakan model warna yang dirancang untuk menyerupai

persepsi penglihatan manusia dengan menggunakan tiga komponen yaitu L

sebagai luminance (pencahayaan) dan a dan b sebagai dimensi warna yang

berlawanan. Perancangan sistem aplikasi ini menggunakan model warna

CIELAB pada proses segmentasi dan proses color moments. Color moments

merupakan metode yang cukup baik dalam pengenalan ciri warna. Color

moments menghasilkan tiga moments level rendah dari sebuah objek dengan

cukup baik. Model warna ini dipilih karena terbukti memberikan hasil yang

lebih baik daripada model warna RGB dalam mengukur nilai kemiripan ciri

warna terhadap objek. Model warna CIELAB juga dapat digunakan untuk

membuat koreksi kesimbangan warna yang lebih akurat dan untuk mengatur

kontras pencahayaan yang sulit dan tidak mungkin dilakukan oleh model

warna RGB (Isa dan Yoga, 2008).

CIELAB juga merupakan ruang warna yang didefinisikan CIE pada

tahun 1967. Dengan CIELAB kita mulai diberikan pandangan serta makna

dari setiap dimensi yang dibentuk, yaitu besaran CIE_L* untuk

mendeskripsikan kecerahan warna, 0 untuk hitam dan 100 untuk putih.

Dimensi CIE_a* mendeskripsikan jenis warna hijau-merah, dimana angka

negative a* mengindikasikan warna hijau dan sebaliknya CIE_a* positif

Page 16: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

16

mengindikasi warna merah. Dimensi CIE_b* untuk jenis warna biru-kuning,

dimana angka negatif b* mengindikasikan warna biru dan sebaliknya CIE_b*

positif mengindikasikan warna kuning (Anonim, 2008).

Proses pengujian atau pengukuran warna memiliki beberapa kelemahan.

Pengujian visual yang akurat membutuhkan kontrol terhadap beberapa faktor,

yaitu kualitas pencahayaan, ukuran dan sudut dari sumber cahaya yang

digunakan, arah pengamatan sampel, jarak atau antar sampel dan observer

(pengamat), serta keamanan persepsi panelis. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa pengukuran warna secara visual sangat sulit dilakukan secara

akurat dan efisien. Oleh karena itu diperlukan metode pengujian dan

pengukuran yang lebih akurat dengan menggunakan beberapa bantuan alat

misalnya Calorimeter, ataupun penggunaan alat yang lebih sederhana seperti

kamera digital yang dilengkapi dengan komputer dan software pengolah

gambar (Good, 2003).

Saat mengambil gambar untuk dianalisis warnanya, sumber pencahayaan

yang tepat sangat penting karena warna dari sampel pangan tergantung pada

bagian spektrum yang dipantulkan dari cahaya tersebut. Oleh karena itu,

distribusi spektral daya pencahayaan harus standar. CIE telah mendefinisikan

illuminants standar yang ditentukan oleh warna. Standar illuminants umum

digunakan dalam penelitian makanan adalah A (2.856 K), C (6774 K), D65

(6500 K), dan D (7500 K). Sumber cahaya C, D65, dan D dirancang untuk

meniru variasi siang hari (Yam dan Papadakis, 2004).

Model L*a*b adalah standar internasional untuk pengukuran warna yang

dikembangkan oleh Komisi Internationale d’Eclairage (KIE) pada tahun 1976.

Model warna L*a*b terdiri dari komponen luminance. Nilai L*, mulai dari 0

sampai 100, komponen a* (dari hijau hingga merah) dan komponen b* (dari

biru hingga kuning) (mulai dari) -120 hingga +120. L*a*b adalah perangkat

independen yang memberikan warna yang konsisten terlepas dari masukan

atau output seperti perangkat kamera digital, scanner, monitor, dan printer.

Model warna L*a*b sering digunakan studi penelitian dalam makanan (Yam

dan Papadakis, 2004).

Page 17: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

17

Sudut antara sumbu lensa kamera dan sumbu pencahayaan sumber harus

pada sekitar sekitar 450, karena refleksi difusi warna terjadi pada 45

0 dari

cahaya. Selain itu, intensitas cahaya di atas sampel makanan harus seragam.

Hal ini dapat dicapai melalui percobaan dengan pengaturan berbagai

pencahayaan (seperti memvariasikan jarak antara sumber cahaya dan sampel

makanan) (Yam dan Papadakis, 2004).

2.7.3 Analisis perubahan warna

Berdasarkan jurnal mengenai CIELab yang diterbitkan oleh Hunterlab

Association Laboratory, 2008 perubahan-perubahan nilai L*,a*,b* dapat

dituliskan sebagai berikut:

a. Perubahan nilai L* (∆L)

Parameter yang digunakan untuk menilai sejauh mana perubahan nilai L*

yang dihasilkan. Dimana nilai positif menandakan sampel lebih terang dari

sebelumnya dan nilai negatif menandakan sampel lebih gelap dari

sebelumnya.

∆L* = L*0 – L* …….. (3)

Dimana :

∆L* = Perubahan nilai L* selama waktu tertentu

L*0 = Nilai L* untuk sampel pada kondisi awal

L* = Nilai L* untuk sampel selama waktu tertentu

b. Perubahan nilai a* (∆a)

Parameter yang digunakan untuk menilai sejauh mana perubahan nilai a*

yang dihasilkan. Dimana nilai positif menandakan sampel lebih merah dari

sebelumnya dan nilai negatif menandakan sampel lebih hijau dari

sebelumnya.

∆a* = a*0 – a* …… (4)

Dimana :

∆a* = Perubahan nilai a* selama waktu tertentu

a*0 = Nilai a* untuk sampel pada kondisi awal

a* = Nilai a* untuk sampel selama waktu tertentu

Page 18: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

18

c. Perubahan nilai b* (∆b)

Parameter yang digunakan untuk menilai sejauh mana perubahan nilai b*

yang dihasilkan. Dimana nilai positif menandakan sampel lebih kuning

dari sebelumnya dan nilai negatif menandakan sampel lebih biru dari

sebelumnya.

∆b* = b*0 – b* …….. (5)

Dimana :

∆b* = Perubahan nilai b* selama waktu tertentu

b*0 = Nilai b* untuk sampel pada kondisi awal

b* = Nilai b* untuk sampel selama waktu tertentu

d. Total perubahan nilai Lab* (∆E*)

Parameter yang digunakan untuk menilai sejauh mana

perubahan/perbedaan nilai Lab* yang dihasilkan. Dimana semakin besar

nilai ∆E* maka semakin besar pula perubahan/perbedaan nilai Lab* yang

terjadi. Dan begitu pula sebaliknya, semakin kecil nilai ∆E* maka semakin

kecil pula perubahan/perbedaan nilai Lab* yang terjadi.

∆E* ====�∆�� �� �∆�� �� �∆���� …….. (6)

Dimana :

∆E* = Perubahan nilai Lab* selama waktu tertentu

∆L* = Perubahan nilai L* selama waktu tertentu

∆a* = Perubahan nilai a* selama waktu tertentu

∆b* = Perubahan nilai b* selama waktu tertentu

e. Total perubahan tingkat saturasi warna (C* dan ∆C*)

Parameter yang digunakan untuk menilai sejauh mana tingkat saturasi

warna yang dihasilkan. Dimana semakin tinggi nilai C*, maka semakin

tinggi pula saturasi warna yang dihasilkan. Dan begitu pula sebaliknya,

semakin rendah nilai C*, semakin rendah pula nilai saturasi yang

dihasilkan.

C* =��� � �� …….. (7)

∆C* = C*0 – C* …..… (8)

Dimana :

C* = Nilai saturasi sampel selama waktu tertentu

Page 19: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

19

a* = Nilai a* untuk sampel selama waktu tertentu

b* = Nilai b* untuk sampel selama waktu tertentu

∆C* = Perubahan nilai C* selama waktu tertentu

C*0 = Nilai saturasi sampel pada kondisi awal

f. Perubahan warna/hue (∆H*)

Parameter yang digunakan untuk melihat perubahan warna yang dihasilkan.

Dimana semakin besar nilai ∆H* maka semakin besar pula perubahan

warna yang terjadi. Dan begitu pula sebaliknya, semakin kecil nilai ∆H*

maka semakin kecil pula perubahan warna yang terjadi.

∆H*=�∆�� � �∆�� �� �∆�� …….. (9)

Dimana :

∆H* = Perubahan warna selama waktu tertentu

∆E* = Perubahan nilai Lab* selama waktu tertentu

∆L* = Perubahan nilai L* selama waktu tertentu

∆C* = Perubahan nilai C* selama waktu tertentu

Page 20: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

20

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 bertempat di

Laboratorium Prosessing Program Studi Teknik Pertanian, Jurusan Teknologi

Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pengering tray dryer

model EH-TD-300 Eunha Fluid Science, desikator, timbangan digital (ketelitian

0,01 gram), anemometer, kamera digital (Sony Cyber-shot 12,1 Mega Pixels),

lampu Philips, software Adobe Photoshop CS3, thermometer, dan wadah plastik.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah cabai varietas Cakra

Putih, plastik kedap udara,kertas label dan air.

3.3 Perlakuan dan Parameter Pengamatan

a. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah:

1. Perendaman dengan air panas (blanching) dan tanpa perlakuan (non

blanching)

2. Kecepatan udara pengeringan, yakni 1,0 m/s dan 1,5 m/s

b. Parameter pengamatan dalam penelitian ini adalah:

1. Kadar air, meliputi kadar air basis basah dan kadar air basis kering. Berat

cabai pada setiap jam pengeringan dikonversi ke kadar air basis basah

dan basis kering dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

a. Rumus kadar air basis basah

MCw.b = �����

���� �

Dimana : MCw.b = kadar air basis basah (%)

Wa = berat bahan (g)

Wb = bobot bahan kering mutlak (g)

Page 21: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

21

b. Rumus kadar air basis kering

MCd.b = ���� ���

����– ��� atau

�����

���� �

Dimana : MCd.b = kadar air basis Kering (%)

MCw.b = kadar air basis basah (%)

Wa = berat bahan (g)

Wb = bobot bahan kering mutlak (g)

c. Berat kering diperoleh melalui proses oven cabai pada akhir

pengeringan .

2. Perubahan warna selama proses pengeringan berlangsung

3.4 Prosedur Penelitian

1. Persiapan Bahan

Persiapan bahan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

A. Cabai

a) Menyiapkan cabai rawit varietas Cakra Putih sebanyak lima puluh

biji.

b) Sampel dibagi menjadi dua bagian, satu bagian untuk direndam ke

dalam air panas (blanching) selama 10 menit, serta satu bagian lain

tanpa perlakuan (non blanching).

c) Setelah dilakukan perendaman dengan air panas selama 10 menit,

cabai kemudian dimasukkan ke dalam tray dryer.

2. Proses Pengeringan

Penelitian ini menggunakan satu level suhu pada dua kecepatan

udara. Suhu pengeringan ditetapkan sekitar 47 °C dan kecepatan udara

masing-masing sebesar 1.0 m/s dan 1.5 m/s. Proses pengeringannnya

dilakukan seperti berikut ini:

1. Menyiapkan sampel cabai yang telah direndam pada air panas

(blanching) selama 10 menit dan cabai tanpa perlakuan (non

blanching).

Page 22: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

22

2. Menyiapkan dua buah kawat kasa yang berukuran 10 x 10 cm2.

3. Menimbang masing-masing kawat kasa tersebut.

4. Menghamparkan cabai di atas wadah kawat kasa, masing-masing

untuk cabai yang telah direndam dengan air panas dan tanpa perlakuan

5. Menimbang cabai dengan kawat kasa sebagai berat awal.

6. Menyiapkan alat pengering dengan suhu 47 °C.

7. Mengatur kecepatan udara pengeringan sesuai dengan level kecepatan

yang ditetapkan pada penelitian ini (1.0 m/s dan 1.5 m/s).

8. Kawat kasa yang berisi sampel cabai hasil rendaman air panas

(blanching) dan cabai tanpa perlakuan (non blanching) dimasukkan ke

ruang pengeringan alat pengering.

9. Sampel dikeluarkan dari alat pengeringan, kemudian ditimbang dan

diukur perubahan warnanya pada setiap selang waktu satu jam. Untuk

menghindarkan beban yang berlebihan pada alat, pengeringan

dihentikan pada setiap interval pengeringan delapan jam. Selama

penghentian pengeringan, sampel dimasukkan ke dalam plastik kedap

udara kemudian disimpan di dalam desikator agar tidak terjadi

pertukaran udara antara sampel dan lingkungannya.

10. Setelah berat sampel konstan selama sekitar 27 (dua puluh tujuh) jam,

pengeringan dihentikan dan sampel tersebut dioven selama 72 jam

pada suhu 115°C untuk mendapatkan berat kering sampel.

3. Proses Pengukuran Perubahan Warna

Pengukuran perubahan warna dilakukan melalui pemotretan

dengan menggunakan kamera digital yang tersedia di Laboratorium

Prosessing Program Studi Teknik Pertanian. Hasil pemoteratan sampel

kemudian diinterpretasi dengan menggunakan software Photoshop CS3.

Langkah pengukuran perubahan warna ini diuraikan sebagai berikut:

1. Sampel cabai (blanching dan non blanching) pada masing-masing

kecepatan udara pengeringan dipotret setiap jamnya sesuai dengan jam

pengamatan pengeringan.

Page 23: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

23

2. Untuk menjamin konsistensi pemotretan, maka setiap kali pemotretan

dilakukan sampel diberikan tanda yang terkait dengan kecepatan udara

pengeringan, dan jam pengeringan.

3. Hasil pemotretan disimpan pada file untuk selanjutnya dianalisis

dengan menggunakan software Photoshop CS3.

4. Proses analisis pada software Photoshop CS3 dilakukan sebabagi

berikut:

a. Setiap foto ditetapkan pada posisi yang dianalisis pada setiap jam

dan posisi pengamatan harus konsisten. Untuk memudahkan

pengaturan posisi, maka setiap photo di-crop pada setiap sampel.

b. Untuk memudahkan pengamatan, sebaiknya pada foto yang diamati,

diberi grid yang tersedia pada fasilitas software photoshop. cara

menampilkannya yakni memilih show pada menu view, kemudian

klik grid

Gambar 2. Cara Menampilkan Grid Pada Software Adobe

Photoshop

c. Kemudian untuk melihat nilai L*a*b pada foto yang diamati,

caranya memilih histogram pada menu window, jendela histogram

akan muncul. Di dalam jendela histogram terdiri dari tiga menu,

yakni histogram, navigator yang memuat gambar yang akan

diamati, info yang memuat nilai-nilai seperti RGB, Lab, XY, dan

WH. Di menu info inilah kita dapat melihat nilai Lab gambar yang

diamati.

Page 24: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

24

Gambar 3. Cara Menampilkan Histogram Pada Software

Adobe Photosop

d. Setelah mendapatkan nilai Lab, masukkan ke dalam rumus untuk

menghitung nilai Perubahan nilai L,a,b (∆ L, ∆b, ∆a), Total perubahan

nilai Lab (∆E), Total perubahan tingkat saturasi warna (C/∆C).

e. Selanjutnya, hasil perhitungan warna secara numerik (nilai L*, a* dan

b*) diinput pada Color Picker dalam Adobe Photoshop CS3. Kemudian

pilih menu Color Libraries. Menu ini akan menampilkan secara

otomatis warna yang sesuai atau mendekati dengan data numerik yang

telah diinput sebelumnya. Color Libraries dilengkapi dengan beberapa

panduan buku warna untuk menciptakan kesesuaian warna yang tinggi.

Gambar 4. Input Nilai L*, a* dan b* Pada Color Picker

Page 25: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

25

Gambar 5. Pengidentifikasian Warna Pada Color Libraries

Page 26: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

26

Gambar 6. Bagan Alir Prosedur Penelitian

Mulai

Persiapan Bahan ± 50 biji

Penimbangan wadah sampel

Perendaman sampel cabai dengan air panas (blanching)

dan tanpa perlakuan (non blanching)

Penimbangan wadah yang telah berisi sampel cabai

Pengambilan gambar awal dengan alat pencahayaan

objek dengan sudut pencahayaan 45o

Pengeringan dengan tray dryer, suhu 47oC dengan

kecepatan udara 1 m/s dan 1,5 m/s

Pengisian sampel bahan blanching dan non blanching ke

dalam wadah

Pengukuran berat bahan setiap 60 menit

Pengukuran Dry Bulb dan Wet Bulb Temperatur Ruang

Pengering Setiap 1 jam

Bahan dimasukkan dalam oven selama 72 jam pada

suhu 105oC untuk menentukan berat akhir bahan

Pengukuran Berat Akhir

Berat Bahan= Konstan

Analisa warna

Selesai

Tidak

Page 27: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Suhu Ruang dan RH Udara Pengering

4.1.2 Suhu Ruang

Pada Gambar 7 terlihat suhu ruangan selama proses pengeringan. Pada

perlakuan 1,0 m/s yakni pada tanggal 7-12 Desember 2012 terlihat pada jam 0

sampai 20 selama proses pengeringan suhu ruang yakni 290C kemudian naik

menjadi 30 0

C sampai akhir pengeringan. Sedangkan pada kecepatan 1,5 m/s

yakni pada tanggal 14-20 Desember terlihat pada jam 0 sampai 15 selama

proses pengeringan suhu ruang yakni 280C kemudian mengalami penurunan

suhu hingga mencapai suhu 260C dan diakhir pengeringan suhu ruang

mencapai 300C. Naik turunnya suhu pada level kecepatan 1,5 m/s disebabkan

oleh keadaan RH lingkungan. Dimana pada level kecepatan 1,5 m/s RH

lingkungan tinggi dan suhu ruangan rendah.

Gambar 7. Grafik Suhu Ruang terhadap Waktu

4.1.3 RH Udara Pengering

Pada Gambar 8 grafik RH menunjukkan pada perlakuan kecepatan 1,0

m/s yakni pada tanggal 7-12 Desember 2012 terlihat pada jam 0 dan 1 RH

rendah yakni sekitar 38.5 %, kemudian naik menjadi 88,9% sampai 94,4%.

0

5

10

15

20

25

30

35

0 10 20 30 40 50

Su

hu

(0C

)

Waktu (Jam)

7-12 Desember v=1,0

m/s

14-20 Desember v=1,5

m/s

Page 28: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

28

Sedangkan pada 1,5 m/s yakni pada tanggal 14-20 Desember 2012 terlihat

pada jam ke 8 pengeringan RH sebesar 94,1% kemudian turun menjadi 40,1%

kemudian naik menjadi 94,1% sampai akhir pengeringan. RH pada perlakuan

kecepatan udara 1,5 m/s yakni pada tanggal 14-20 Desember 2011 umumnya

terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan RH pada perlakuan kecepatan udara

1,0 m/s yakni pada tanggal 7-12 Desember 2011. Tingginya RH pada level

kecepatan 1,5 m/s disebabkan oleh kelembaban udara disekitar lingkungan

pengeringan relatif tinggi, dimana cuaca lingkungan pada saat proses

pengeringan tidak menentu sehingga mempengaruhi RH udara pengering.

Gambar 8. Grafik RH terhadap Waktu

4.2 Kadar Air Basis Kering

Analisis kadar air dimaksudkan untuk mengetahui perubahan kadar air

pada cabai selama pengeringan. Perilaku penurunan kadar air basis kering (KaBK)

cabai. Hasil perhitungan kadar air cabai dapat dilihat pada Gambar 9:

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

RH

(%

)

Waktu (Jam)

7-12 Desember 2011 v=1,0 m/s

14-20 Desember 2011 v=1,5 m/s

Page 29: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

29

Gambar 9. Grafik Kadar Air Basis Kering Cabai Terhadap Waktu

Gambar 9 di atas jelas menunjukkan bahwa dari hasil pengamatan yang

telah diakukan, kadar air selama proses pengeringan akan mengalami penurunan.

Penurunan kadar air selama proses pengeringan mengikuti pola exponensial

sebagaimana lazimnya dijumpai pada komoditi pertanian lainnya.

Pada kadar air basis kering, perlakuan perendaman cabai dengan air panas

(blanching) dan kecepatan udara 1,0 m/s, penurunan kadar air terjadi dari 590,5%

bk hingga 48,6% bk sedangkan pada cabai tanpa perlakuan (non blanching),

kecepatan udara 1,0 m/s, terjadi penurunan nilai kadar air dari 475,5% bk hingga

46,9% bk. Sementara itu, pada perlakuan perendaman cabai dengan air panas

(blanching), kecepatan udara 1,5 m/s, terjadi penurunan nilai kadar air dari

344,6% bk menjadi 11,4% bk dan pada cabai tanpa perlakuan (non blanching),

kecepatan udara 1,5 m/s, penurunan nilai kadar air dari 357,6% bk hingga 11,2%

bk.

Pada grafik di atas nampak bahwa penurunan nilai kadar air yang

signifikan terjadi mulai dari awal sampai pada lama pengeringan 27 jam.

Perubahan kadar air hingga pada jam ke 27 relatif kecil. Fenomena ini

mengindikasikan bahwa setelah jam ke 27, laju pengeringan berlangsung sangat

lambat dan bahan mulai mendekati kadar air kesetimbangan dengan lingkungan

pengeringan.

0

100

200

300

400

500

600

700

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42

Ka

BK

(%

)

Waktu (Jam)

KABK Blanching v=1m/s

KABK Non Blanching v=1m/s

KABK Blanching v=1,5m/s

KABK Non Blanching v=1,5m/s

Page 30: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

30

Gambar 9 juga menunjukkan bahwa tidak nampak adanya pengaruh yang

signifikan terhadap kecepatan laju pengeringan akibat perbedaan kecepatan udara

pengeringan 1,0 m/s dan 1,5 m/s. Hal ini kemungkinan disebabkan pada saat

dilakukan pengeringan dengan kecepatan udara 1,5 m/s, kelembaban udara pada

lingkungan pengeringan relatif tinggi. Berdasarkan hasil pengukuran RH dari data

pengukuran dry bulb dan wet bulb temperature ruangan, RH pada saat dilakukan

pengeringan dengan kecepatan udara 1,5 m/s tinggi dan relatif konstan pada 94%,

sedangkan RH untuk kecepatan udara 1 m/s berkisar antara 80 % sampai 94%.

Seperti yang dikatakan Estiasih (2009), kelembaban udara berpengaruh pada saat

pengeringan. Semakin kering udara (kelembaban semakin rendah) maka

kecepatan pengeringan semakin tinggi. Kelembaban udara akan menentukan

kadar air akhir bahan pangan setelah dikeringkan.

4.3 Laju Penguapan Air

Selama proses pengeringan, dikenal adanya laju penguapan air. Laju

penguapan air menjelaskan banyaknya air pada bahan mengalami penguapan

selama proses pengeringan. Pada Gambar 10 terlihat bahwa terjadi laju penguapan

air pada cabai dengan perlakuan perendaman air panas (blanching) maupun tanpa

perlakuan (non blanching) mengalami penurunan. Pada cabai dengan perlakuan

perendaman air panas (blanching) dan kecepatan 1,0 m/s pada awal pengeringan

0,03060 g H2O/menit menjadi 0,00008 g H2O/menit sedangkan pada cabai tanpa

perlakuan (non blanching) pada awal pengeringan 0,02072 g H2O/menit menjadi

0,00043 g H2O/menit. Sementara itu pada cabai (blanching) dan kecepatan 1,5

m/s pada awal pengeringan 0,01812 g H2O/menit pada cabai tanpa perlakuan

(nonblanching) pada awal pengeringan 0,01523 menjadi 0,00050. Perubahan laju

penguapan terlihat fluktuatif selama periode akhir pengeringan namun cenderung

terus mengalami penurunan. Penurunan kadar air yang fluktuatif menjelaskan

bahwa air dalam bahan masih berpotensi untuk mengalami penguapan selama

periode akhir pengeringan. Hal tersebut terjadi selama proses pengeringan. Selain

adanya air bebas yang cenderung lebih mudah menguap selama periode awal

pengeringan, adapula air terikat yaitu air yang sulit untuk bergerak naik ke

Page 31: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

31

permukaan bahan selama pengeringan sehingga laju penguapan air semakin lama

semakin menurun.

Gambar 10. Grafik Laju Pengeringan terhadap Kadar Air Basis Kering

4.4 Perubahan Warna Selama Proses Pengeringan

Berikut ini disajikan perilaku parameter warna sampel (L*, a*, b*, C*,

∆L*, ∆a*, ∆b*, C*, ∆E* dan ∆H*) selama proses pengeringan cabai rawit. Nilai

L* merupakan parameter terang gelap sampel selama proses pengeringan. Nilai

∆L* merupakan besarnya perubahan pada nilai L* selama proses pengeringan.

Nilai a* mendeskripsikan warna antara merah dan hijau. Nilai ∆a* merupakan

perubahan nilai a* selama proses pengeringan. Nilai b* mendeskripsikan warna

antara kuning dan biru. Nilai ∆b* merupakan perubahan warna yang terjadi pada

nilai b* selama proses pengeringan. Nilai C* merupakan sejauh mana tingkat

saturasi warna. Nilai ∆E* merupakan parameter untuk menilai sejauh mana

perubahan nilai Lab* yang terjadi. Nilai ∆C* merupakan perubahan untuk menilai

sejauh mana tingkat saturasi warna yang dihasilkan. Nilai ∆H* merupakan

merupakan parameter untuk melihat perubahan warna yang dihasilkan.

0.00000

0.00500

0.01000

0.01500

0.02000

0.02500

0.03000

0.03500

0.00% 100.00% 200.00% 300.00% 400.00% 500.00% 600.00%

Laju

Pe

ng

ua

pa

n A

ir (

g H

2O

/me

nit

)

Kadar Air Basis Kering

Laju Pengeringan Blanching v=1,0 m/s

Laju Pengeringan Non Blanching v=1,0 m/s

Laju Pengeringan Blanching v=1,5 m/s

Laju Pengeringan Non Blanching v=1,5 m/s

Page 32: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

32

4.4.1 Nilai L* terhadap Waktu Pengeringan

Dari data hasil pengujian warna cabai pada perendaman dengan air

panas (blanching) dan tanpa perlakuan (non blanching) (kecepatan udara

1 m/s dan 1.5 m/s), berdasarkan nilai L*, terjadi perubahan nilai L* yaitu

terjadinya penurunan dari awal hingga akhir pengeringan. Hal tersebut

menandakan bahwa warna cabai yang semulanya berwarna merah cerah

cenderung mengalami perubahan warna ke arah yang lebih gelap selama

proses pengeringan. Nilai L* merupakan parameter untuk mengetahui terang

gelapnya gambar. Nilai L* mulai dari 0 sampai 100, dimana 0 menghasilkan

warna gelap dan 100 menghasilkan warna yang terang

(Yam dan Papadakis, 2004).

Pola perubahan nilai L* sepanjang waktu pengeringan dan terhadap

perubahan kadar air sampel digambarkan berikut ini:

Gambar 11. Grafik Hubungan Nilai L* Terhadap Waktu

4.4.2 Nilai L* Terhadap Kadar Air Basis Kering

Hasil pengukuran nilai L* terhadap kadar air basis kering (Gambar 12)

menunjukkan penurunan nilai L* yang berbanding lurus dengan penurunan

kadar air basis kering pada bahan.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0 9 18 27 36 45

Nil

ai

L*

Waktu (Jam)

Nilai L Blanching v=1m/s

Nilai L Non Blanching v=1m/s

Nilai L Blanching v=1,5m/s

Nilai L Non Blanching v=1,5m/s

Page 33: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

33

Untuk cabai dengan perendaman air panas (blanching), kecepatan

udara 1,0 m/s, nilai L* pada awal pengeringan sebesar 36.5 dengan kadar air

sebesar 590,5% bk, dan nilai L* pada akhir pengeringan sebesar 14,8 dengan

kadar air sebesar 48,6% bk. Untuk cabai tanpa perendaman (non blanching),

kecepatan udara 1m/s, nilai L* pada awal pengeringan sebesar 40,5 dengan

kadar air 475,5% bk dan nilai L* pada akhir pengeringan sebesar 27 dengan

kadar air 46,9% bk.

Untuk cabai dengan perendaman air panas (blanching), kecepatan

udara 1.5m/s, nilai L* pada awal pengeringan sebesar 38, dengan kadar air

sebesar 344,6% bk dan nilai L* pada akhir pengeringan sebesar 17 dengan

kadar air sebesar 11,4% bk. Untuk cabai tanpa perlakuan (non blanching),

kecepatan udara 1.5m/s, nilai L* pada awal pengeringan sebesar 39,3, dengan

kadar air 357,6% bk dan nilai L* pada akhir pengeringan sebesar 25 dengan

kadar air sebesar 11,2% bk.

Penurunan nilai a* yang signifikan nampak terjadi sampai pada lama

pengeringan 27 jam. Perubahan nilai a* hingga jam ke 27 terakhir

pengeringan relatif kecil, sama halnya dengan perubahan kadar air yang relatif

kecil. Sehingga dapat diasumsikan setelah jam ke 27 proses pengeringan

berlangsung nilai a* relatif stabil sampai akhir pengeringan.

Gambar 12. Grafik Hubungan Nilai L* Terhadap Kadar Air Basis Kering

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0 100 200 300 400 500 600

Nil

ai

L*

Kadar Air Basis Kering (%)

Nilai L Blanching v=1m/s

Nilai L Non Blanching v=1m/s

Nilai L Blanching v=1,5m/s

Nilai L Non Blanching v=1,5m/s

Page 34: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

34

4.4.3 Nilai a* terhadap Waktu Pengeringan

Hasil pengukuran a* terhadap waktu (Gambar 13) menunjukkan

bahwa terjadinya perubahan nilai a*, dimana nilai a* mengalami penurunan

selama proses pengeringan pada cabai dengan perendaman air panas

(blanching) dan tanpa perlakuan (non blanching) pada kedeua level kecepatan

(1,0 m/s dan 1,5 m/s).

Penurunan nilai a* menyebabkan perubahan warna cabai menjadi

coklat kemerahan. Hal ini disebabkan karena kandungan nilai a* pada cabai

mengalami penurunan selama proses pengeringan sehingga pada akhir

pengeringan menghasilkan warna cabai menjadi coklat kemerahan. Nilai a*,

merupakan nilai untuk mencerminkan perubahan warna antara hijau (green)

dan merah (magenta).

Gambar 13. Grafik Hubungan Nilai a* Terhadap Waktu

4.4.4 Nilai a* Terhadap Kadar Air Basis Kering

Hasil pengukuran nilai a* terhadap kadar air basis kering (Gambar 14)

menunjukkan nilai a* mengalami penurunan. Nilai a* berbanding lurus

dengan nilai kadar air basis kering pada bahan.

Nilai a* untuk cabai dengan perendaman air panas (blanching),

kecepatan udara 1 m/s, pada awal pengeringan sebesar 42,6 dengan kadar air

0

10

20

30

40

50

60

0 9 18 27 36 45

Nil

ai

a*

waktu (Jam)

Nilai A Blanching v=1

Nilai A Non Blanching v=1

Nilai A Blanching v=1,5

Nilai A Non Blanching v=1,5

Page 35: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

35

basis kering sebesar 590,5%, dan pada akhir pengeringan nilai a* menurun

menjadi 17.3 dengan kadar air basis kering sebesar 48,67%. Untuk cabai tanpa

perlakuan (non blanching), kecepatan udara 1,0 m/s, nilai a* pada awal

pengeringan sebesar 51,1, dengan kadar air basis kering sebesar 475,5% dan

pada akhir pengeringan nilai a* menurun menjadi 34, dengan kadar air 46,9%.

Untuk cabai dengan perendaman air panas (blanching), kecepatan

udara 1.5 m/s, nilai a* pada awal pengeringan sebesar 44,83, dengan kadar air

basis kering sebesar 344,6% dan pada akhir pengeringan nilai a* menurun

menjadi 18, dengan kadar air basis kering sebesar 11,4%. dan Untuk cabai

tanpa perlakuan (non blanching), kecepatan udara 1.5 m/s, pada awal

pengeringan nilai a* sebesar 46, dengan kadar air 357,6% dan pada akhir

pengeringan nilai a* menurun menjadi 34,1, dengan kadar air basis kering

sebesar 11,2%.

Penurunan nilai a* yang signifikan nampak terjadi sampai pada lama

pengeringan 27 jam. Perubahan nilai a* hingga jam ke 27 terakhir

pengeringan relatif kecil, sama halnya dengan perubahan kadar air yang relatif

kecil. Sehingga dapat diasumsikan setelah jam ke 27 proses pengeringan

berlangsung nilai a* relatif stabil sampai akhir pengeringan.

Gambar 14. Grafik Hubungan Nilai a* Terhadap Kadar Air Basis Kering

0

10

20

30

40

50

60

0 100 200 300 400 500 600 700

Nil

ai

a*

Kadar Air Basis Kering (%)

Nilai A Blanching v=1m/s

Nilai A Non Blanching v=1m/s

Nilai A Blanching v=1,5m/s

Nilai A Non Blanching v=1,5m/s

Page 36: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

36

4.4.5 Nilai b* Terhadap Waktu Pengeringan

Hasil pengukuran b* terhadap waktu (Gambar 15) menunjukkan

bahwa terjadinya penurunan nilai b* pada cabai dengan perendaman air panas

(blanching) dan tanpa perlakuan (non blanching) pada kedeua level kecepatan

(1,0 m/s dan 1,5 m/s).

Penurunan nilai b* menyebabkan perubahan warna cabai menjadi

coklat kemerahan. Hal ini disebabkan karena nilai b*, merupakan nilai untuk

mencerminkan perubahan warna antara biru dan kuning.

Penurunan nilai b* selama proses pengeringan menyebabkan

perubahan warna cabai dari warna merah cerah menjadi semakin coklat

kemerahan. Hal tersebut dikarenakan selama proses pengeringan nilai b* pada

cabai memudar atau kandungan nilai b* mengalami perubahan yakni menurun

selama proses pengeringan.

Gambar 15. Grafik Hubungan Nilai b* Terhadap Waktu

4.4.6 Nilai b* Terhadap Kadar Air Basis Kering

Hasil pengukuran nilai b* terhadap kadar air basis kering (Gambar 16)

menunjukkan penurunan nilai b* yang sejalan dengan penurunan kadar air

basis kering pada bahan.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0 9 18 27 36 45

Nil

ai

b*

waktu (Jam)

Nilai B Blanching v=1m/s

Nilai B Non Blanching v=1m/s

Nilai B Blanching v=1,5m/s

Nilai B Non Blanching v=1,5

Page 37: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

37

Untuk cabai dengan perendaman air panas (blanching), kecepatan

udara 1m/s, nilai b* pada awal pengeringan sebesar 34,5 dengan kadar air

basis kering sebesar 590,5% dan terus mengalami penurunan hingga pada

akhir pengeringan nilai b* sebesar 13,1, dengan kadar air basis kering sebesar

48,6%. Untuk cabai tanpa perlakuan (non blanching), kecepatan udara 1,0

m/s, nilai b* cabai pada awal pengeringan sebesar 38 dengan kadar air basis

kering sebesar 475,5% dan terus mengalami penurunan hingga pada akhir

pengeringan sebesar 27,1 dengan kadar air 46,9%.

Untuk cabai perendaman dengan air panas (blanching), kecepatan

udara 1.5 m/s, nilai b* cabai pada awal pengeringan sebesar 34,1, dengan

kadar air basis kering sebesar 344,6%, dan terus mengalami penurunan hingga

pada akhir pengeringan nilai b* sebesar 12, dengan kadar air basis kering

sebesar 11,4%. Untuk cabai tanpa perlakuan (non blanching), kecepatan udara

1.5 m/s, pada awal pengeringan, nilai b* cabai sebesar 35,3, dengan kadar air

357,6%, dan terus mengalami penurunan hingga pada akhir pengeringan nilai

b* sebesar 25,5, dengan kadar air basis kering sebesar 11,2%.

Penurunan nilai b* yang signifikan nampak terjadi sampai pada lama

pengeringan 27 jam. Perubahan nilai b* hingga jam ke 27 terakhir

pengeringan relatif kecil, sama halnya dengan perubahan kadar air yang relatif

kecil. Sehingga dapat diasumsikan setelah jam ke 27 proses pengeringan

berlangsung nilai b* relatif stabil sampai akhir pengeringan.

Gambar 16. Grafik Hubungan Nilai b* Terhadap Kadar Air Basis Kering

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0 100 200 300 400 500 600 700

Nil

ai

b*

Kadar Air basis Kering (%)

Nilia B Blanching v=1m/s

Nilai B Non Blanching v=1m/s

Nilai Blanching v=1,5m/s

Page 38: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

38

4.4.7 Nilai C* Terhadap Waktu Pengeringan

Hasil pengukuran C* terhadap waktu (Gambar 17) menunjukkan

bahwa terjadinya penurunan nilai C* pada cabai dengan perendaman air panas

(blanching) dan tanpa perlakuan (non blanching) pada kedeua level kecepatan

(1,0 m/s dan 1,5 m/s).

Penurunan nilai C* menyebabkan perubahan warna cabai menjadi

semakin semakin merah tua hingga mendekati coklat. Nilai C* atau tingkat

saturasi warna menunjukkan semakin rendah nilai C* maka menghasilkan

warna dengan kekentalan yang besar dalam artian warna yang dihasilkan akan

lebih tua begitupun sebaliknya.

Gambar 17. Grafik Hubungan Nilai C* terhadap Waktu

4.4.8 Nilai C* Terhadap Kadar Air Basis Kering

Hasil pengukuran nilai C* terhadap kadar air basis kering (Gambar 18)

menunjukkan penurunan nilai C* yang sejalan dengan penurunan kadar air

basis kering pada bahan.

Untuk cabai dengan perendaman air panas (blanching), kecepatan

udara 1m/s, nilai C* pada awal pengeringan sebesar 54,8 dengan kadar air

basis kering sebesar 590,5% dan terus mengalami penurunan hingga pada

akhir pengeringan nilai C* sebesar 21,7 dengan kadar air basis kering sebesar

0

10

20

30

40

50

60

70

0 10 20 30 40 50

Nil

ai

C*

Jam (waktu)

Nilai C Blanching pada v=1,0 m/s

Nilai C Non Blanching v=1,0 m/s

Nilai C Blanching v=1,5 m/s

Nilai C Non Blanching v=1,5 m/s

Page 39: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

39

48,6%. Untuk cabai tanpa perlakuan (non blanching), kecepatan udara 1,0

m/s, nilai C* cabai pada awal pengeringan sebesar 63,7 dengan kadar air basis

kering sebesar 475,5% dan terus mengalami penurunan hingga pada akhir

pengeringan sebesar 43,5 dengan kadar air 46,9%.

Untuk cabai perendaman dengan air panas (blanching), kecepatan

udara 1.5 m/s, nilai C* cabai pada awal pengeringan sebesar 56,3, dengan

kadar air basis kering sebesar 344,6%, dan terus mengalami penurunan hingga

pada akhir pengeringan nilai C* sebesar 21,6 dengan kadar air basis kering

sebesar 11,4%. Untuk cabai tanpa perlakuan (non blanching), kecepatan udara

1.5 m/s, pada awal pengeringan, nilai C* cabai sebesar 58,0 dengan kadar air

357,6%, dan terus mengalami penurunan hingga pada akhir pengeringan nilai

C* sebesar 42,6, dengan kadar air basis kering sebesar 11,2%.

Penurunan nilai C* yang signifikan nampak terjadi sampai pada lama

pengeringan 27 jam. Perubahan nilai C* hingga jam ke 27 terakhir

pengeringan relatif kecil, sama halnya dengan perubahan kadar air yang relatif

kecil. Sehingga dapat diasumsikan setelah jam ke 27 proses pengeringan

berlangsung nilai C* relatif stabil sampai akhir pengeringan.

Gambar 18. Grafik Hubungan Nilai C* terhadap Kadar Air Basis Kering

0

10

20

30

40

50

60

70

0 100 200 300 400 500 600 700

Nil

ai

C*

Kadar Air Basis Kering (%)

Nilai C Blanching pada v=1,0 m/s

Nilai C Non Blanching v=1,0 m/s

Nilai C Blanching v=1,5 m/s

Nilai C Non Blanching v=1,5 m/s

Page 40: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

40

4.4.9 Nilai ∆E* Terhadap waktu

Hasil pengolahan nilai ∆E* (total perubahan nilai L*, a* dan b*).

terhadap waktu (Gambar 19) menunjukkan bahwa terjadi pengelompokan

antara nilai ∆E* untuk kecepatan 1,0 m/s dan 1,5 m/s untuk masing-masing

perlakuan perendaman dengan air panas (blanching) dan tanpa perlakuan

(non blanching).

Nilai ∆E* menunjukkan sejauh mana perubahan atau perbedaan nilai

L*a*b* yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai ∆E* maka semakin besar

perubahan atau perbedaan nilai L*a*b* yang terjadi. Dari pengamatan nilai

L*a*b* pada cabai selama proses pengeringan, terlihat bahwa terjadi

penurunan tingkat kecerahan warna, kandungan warna merah yang semakin

menurun (a*) dan penurunan kandungan warna kuning (b*).

Pada grafik terlihat nilai ∆E* pada cabai tanpa perlakuan

(nonblanching) dipengaruhi oleh perlakuan kecepatan udara. Perubahan ∆E*

pada cabai dengan perlakuan perendaman air panas (blanching) lebih cepat

dibandingkan dan cabai tanpa perlakuan (non blanching) dan pengaruh

kecepatan udara yang lebih rendah (1,0 m/s) selalu lebih besar perubahan nilai

∆E* dibandingkan kecepatan yang tinggi (1,5 m/s).

Gambar 19. Grafik Hubungan Nilai ∆E* Terhadap Waktu

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0 9 18 27 36 45

Nil

ai

∆E

*

waktu (Jam)

Nilai Delta E Blanching v=1m/s

Nilai Delta E Non Blanching v=1m/s

Nilai Delta E Blanching v=1,5m/s

Nilai Delta E Non Blanching v=1,5m/s

Page 41: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

41

4.4.10 Nilai ∆E* Terhadap Kadar Air Basis Kering

Hasil pengukuran nilai ∆E* terhadap kadar air basis kering (Gambar

20) menunjukkan nilai ∆E* mengalami peningkatan selama proses

pengeringan berlangsung. Nilai delta E* berbanding terbalik dengan nilai

kadar air pada bahan.

Nilai ∆E* untuk cabai perendaman dengan air panas (blanching),

kecepatan udara 1m/s, pada awal pengeringan sebesar 2,2 dengan kadar air

basis kering sebesar 590,5%, dan pada akhir pengeringan nilai ∆E* meningkat

menjadi 39,5 dengan kadar air basis kering sebesar 48,6%. Untuk cabai tanpa

perlakuan (non blanching) , kecepatan udara 1,0 m/s, nilai ∆E* pada awal

pengeringan sebesar 1,6 dengan kadar air basis kering sebesar 475,5% dan

pada akhir pengeringan nilai ∆E* meningkat menjadi 22,1 dengan kadar air

46,9%.

Untuk cabai perendaman denga air panas(blanching), kecepatan udara

1.5 m/s, nilai ∆E* pada awal pengeringan sebesar 2,1 dengan kadar air basis

kering sebesar 344,6% dan pada akhir pengeringan nilai ∆E* meningkat

menjadi 40,6 dengan kadar air basis kering sebesar 11,4%. dan Untuk cabai

tanpa perlakuan (non blanching), kecepatan udara 1.5 m/s, pada awal

pengeringan nilai ∆E* sebesar 1,6 dengan kadar air 357,6% dan pada akhir

pengeringan, nilai ∆E* meningkat menjadi 18,8 dengan kadar air basis kering

sebesar 11,2%.

Peningkatan nilai ∆E* yang signifikan Nampak terjadi sampai pada

lama pengeringan 27 jam. Perubahan nilai ∆E* hingga jam terakhir

pengeringan relatif kecil, sama halnya dengan perubahan kadar air yang juga

relatif kecil.

Page 42: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

42

Gambar 20. Grafik Hubungan Nilai ∆E* Terhadap Kadar Air Basis Kering

4.4.11 Nilai ∆H* terhadap Waktu

Dari data hasil pengujian warna pada cabai berdasarkan nilai ∆H*

merupakan perubahan warna yang terjadi selama proses pengeringan.

(Gambar 21 dan 22), terjadi peningkatan warna cabai pada perendaman

dengan air panas (blanching) dan tanpa perlakuan (non blanching), dari awal

hingga akhir pengeringan.

Nilai ∆H* digunakan untuk melihat secara keseluruhan perubahan

warna yang yang dihasilkan saat proses pengeringan. Peningkatan nilai ∆H*

selama proses pengeringan menunjukkan perubahan warna yang terjadi

selama proses pengeringan semakin signifikan, yakni warna pada cabai

semakin gelap, berubah dari merah menjadi merah kecoklat-coklatan.

Pada grafik terlihat nilai ∆H* pada cabai tanpa perlakuan

(non blanching) dipengaruhi oleh perlakuan kecepatan udara. Perubahan ∆H*

pada cabai dengan perlakuan perendaman air panas (blanching) lebih cepat

dibandingkan dan cabai tanpa perlakuan (non blanching) dan pengaruh

kecepatan udara yang lebih rendah (1,0 m/s) selalu lebih besar perubahan nilai

∆H* dibandingkan dengan kecepatan yang tinggi (1,5 m/s).

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0 100 200 300 400 500 600 700

Nil

ai

∆E

*

Kadar Air Basis Kering (%)

Nilai Delta E Blanching v=1m/s

Nilai Delta E Non Blanching v=1m/s

Nilai Delta E Blanching v=m/s

Nilai Delta E Non Blancing v=1,5m/s

Page 43: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

43

Selain itu, meskipun mengalami perubahan warna selama pengeringan

namun pada kecepatan 1,5 m/s warna cabai lebih cerah dibandingkan dengan

kecepatan 1,0 m/s.

Gambar 21. Grafik Hubungan Nilai ∆H* Terhadap Waktu

4.4.12 Nilai ∆H* terhadap Kadar Air Basis Kering

Hasil pengukuran nilai ∆H* terhadap kadar air basis kering (gambar 22)

menunjukkan nilai Delta H* mengalami peningkatan. Nilai Delta H*

berbanding terbalik dengan nilai kadar air basis kering pada cabai yang

semakin menurun selama proses pengeringan.

Nilai ∆H* untuk cabai perendaman dengan air panas (blanching)

kecepatan udara 1 m/s, pada awal pengeringan sebesar 2,9 dengan kadar air

basis kering sebesar 590,5%, dan pada akhir pengeringan nilai ∆H* meningkat

menjadi 55,9 dengan kadar air basis kering sebesar 48,6%. Untuk cabai tanpa

perlakuan (non blanching) , kecepatan udara 1,0 m/s, nilai ∆H* pada awal

pengeringan sebesar 2,0, dengan kadar air basis kering sebesar 475,5% dan

pada akhir pengeringan nilai ∆H* meningkat menjadi 32,8 dengan kadar air

46,9%.

Untuk cabai dengan perendaman air panas (blanching) kecepatan udara

1.5m/s, nilai ∆H* pada awal pengeringan sebesar 2,9, dengan kadar air basis

kering sebesar 344,6% dan pada akhir pengeringan nilai ∆H* meningkat

0

10

20

30

40

50

60

70

0 9 18 27 36 45

Nil

ai

∆H

*

waktu (Jam)

Delta H Blanching v=1m/s

Delta H Non Blanching v=1m/s

Delta H Blanching v=1,5m/s

Delta H Non Blanching v=1,5m/s

Page 44: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

44

menjadi 57,4, dengan kadar air basis kering sebesar 11,41%. dan Untuk cabai

tanpaperlakuan, kecepatan udara 1.5m/s, pada awal pengeringan nilai ∆H*

sebesar 2,3 dengan kadar air 344,6% dan pada akhir pengeringan nilai ∆H*

meningkat menjadi 28,23 dengan kadar air basis kering sebesar 11,4%.

Gambar 22. Grafik Hubungan Nilai ∆ H* Terhadap Kadar Air Basis Kering

4.5 Perubahan Warna Berdasarkan Nilai Rata-Rata L*, a* dan b*

Pada grafik L*, a*, dan b* sebelumnya telah dijabarkan secara numerik

dalam pembahasan namun belum merepresentasikan warna secara visualisasi

sehingga dilakukan pengidentifikasian warna dengan melakukan input nilai L*,

a*, dan b* kedalam software Adobe Photoshop CS3 yang menyediakan referensi

warna yang sesuai. Berikut ini table identifikasi warna berdasarkan nilai L*, a*,

dan b* pada awal dan akhir pengeringan untuk masing-masing perlakuan

kecepatan udara (1,0 m/s dan 1,5 m/s).

0

10

20

30

40

50

60

70

0 100 200 300 400 500 600 700

Nil

ai

∆H

*

Kadar Air basis kering (%)

Nilai Delta H Blanching v=1m/s

Nilai Delta H Non Blanching v=1m/s

Nilai Delta H Blanching v=1,5m/s

Page 45: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

45

Tabel 2. Perubahan Warna Cabai

Waktu

(Jam) Blanching v=1,0 m/s

Non Blanching v=1,0

m/s

Blanching v=1,5

m/s

Non Blanching

v=1,5 m/s

0

Nilai

L*=36,5

a*=42,6

b*=34,5

Nilai

Nilai

L*=40,5

a*=51,2

b*=38

Nilai

Nilai

L*=38

a*=44,8

b*=34,2

Nilai

L*=39

a*=46

b*=35

7

Nilai

L*=28,1

a*=33,5

b*=28

Nilai

L*=34,2

a*=42,8

b*=33,2

Nilai

L*=32

a*=39,6

b*=30,6

Nilai

L*=34

a*=43,8

b*=32,1

14

Nilai

L*=21

a*=22

b*=19,8

Nilai

L*=32,5

a*=39,8

b*=31,5

Nilai

L*=30

a*=35,1

b*=25,6

Nilai

L*=31,1

a*=40,5

b*=30,3

t

akhir

Nilai

L*=14,8

a*=17,3

b*=13,1

Nilai

L*=27

a*=34

b*=27

Nilai

L*=24

a*=23,6

b*=16,8

Nilai

L*=25

a*=34,1

b*25,5

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2012.

Page 46: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

46

Tabel di atas memperlihatkan secara jelas perubahan nilai L*, a*, dan b*

yang terjadi pada awal sampai akhir pengeringan. Hal ini menunjukkan bahwa

hasil perubahan nilai L*, a*, dan b* secara numerik sesuai dengan identifikasi

warna secara visualisasi. Dapat kita lihat perubahan warna yang signifikan terjadi

pada perlakuan perendaman dengan air panas (blanching) dan pada level

kecepatan yang rendah yaitu 1,0 m/s. Lain halnya pada cabai tanpa perlakuan

(non blanching) pada level kecepatan 1,5 m/s tidak terjadi perubahan warna yang

signifikan dalam artian warna cabai lebih cerah. Dari hasil warna yang telah

diperoleh maka warna tersebut bisa menjadi acuan untuk industri pembuatan

bubuk cabai.

Dari pembahasan di atas, berikut ini disajikan fakta yang ditemukan pada

penelitian ini:

1. Nilai L* pada cabai yang direndam di dalam air panas (blanching) lebih

rendah atau lebih gelap dibandingkan dengan cabai tanpa perlakuan

(non blanching). Pada sisi lain, pengaruh perbedaan kecepatan udara

pengeringan (1.0 m/s dan 1.5 m/s) tidak menunjukan adanya pola

perubahan nilai L* yang konsisten.

2. Nilai a* sepanjang waktu pengeringan mengalami penurunan sehingga

mengalami perubahan warna menjadi coklat kemerahan sampai akhir

pengeringan. Nilai a* Pada cabai yang direndam di dalam air panas

(Blanching), lebih rendah dibandingkan pada cabai tanpa perlakuan

(non blanching). Pada sisi lain pengaruh kecepatan udara pengeringan (1,0

m/s dan 1,5 m/s) tidak menunjukkan adanya pola perubahan nilai a* yang

konsisten.

3. Nilai b* sepanjang waktu pengeringan mengalami penurunan sehingga

mengalami perubahan warna merah cerah menjadi coklat kemerahan. Pada

cabai yang direndam di dalam air panas (Blanching), lebih rendah

dibandingkan pada cabai tanpa perlakuan (non blanching). Pada sisi lain

pengaruh kecepatan udara pengeringan (1,0 m/s dan 1,5 m/s) tidak

menunjukkan adanya pola perubahan nilai b* yang konsisten.

Page 47: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

47

4. Nilai ∆E* perubahan nilai L*, a* dan b* secara keseluruhan yang

dipengaruhi oleh perlakuan cabai dengan perendaman air panas

(blanching) dan kecepatan udara. Perubahan ∆E* pada cabai dengan

perlakuan perendaman air panas (blanching) lebih cepat dibandingkan dan

cabai tanpa perlakuan (non blanching) dan pengaruh kecepatan udara yang

lebih rendah (1,0 m/s) selalu lebih besar perubahan nilai ∆E*

dibandingkan kecepatan yang tinggi (1,5 m/s).

5. Nilai ∆H* keseluruhan perubahan warna pada pada cabai tanpa perlakuan

(non blanching) dipengaruhi oleh perlakuan kecepatan udara. Perubahan

∆H* pada cabai dengan perlakuan perendaman air panas (blanching) lebih

cepat dibandingkan dan cabai tanpa perlakuan (non blanching) dan

pengaruh kecepatan udara yang lebih rendah (1,0 m/s) selalu lebih besar

perubahan nilai ∆H* dibandingkan kecepatan yang tinggi (1,5 m/s).

Page 48: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

48

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Penurunan kadar air pada cabai terlihat hampir sama pada kedua level

kecepatan udara (1,0 m/s dan 1,5 m/s) baik pada cabai yang direndam

dengan air panas (blanching) dan cabai tanpa perlakuan (non blanching).

Penurunan kadar air yang relatif stabil sampai pengeringan dihentikan

terjadi setelah lama pengeringan 27 jam.

2. Dari seluruh parameter warna yang diuji, nampak bahwa nilai L* a*dan b*

dipengaruhi oleh perlakuan perendaman air panas (blanching) dan

kecepatan udara.

3. Nilai ∆E* dan ∆H* dipengaruhi oleh kecepatan udara. Nilai ∆E* dan ∆H*

pada kecepatan udara yang lebih rendah (1,0 m/s) pada cabai yang

direndam dengan air panas (blanching) perubahan nilai ∆E* dan ∆H*

selalu lebih besar dibandingkan dengan kecepatan udara yang tinggi (1,5

m/s). Warna yang paling cerah dan dianggap sesuai untuk pengolahan

bubuk cabai diperoleh pada cabai tanpa perlakuan (non blanching) dengan

level kecepatan udara pengering 1,5m/s.

5.2 Saran

Untuk memastikan apakah kecepatan udara penegringan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap perubahan warna cabai, disarankan pada

penelitian selanjutnya digunakan tingkat kecepatan udara yang lebih

bervariasi. Suhu udara pengeringan juga dapat divariasikan untuk melihat

apakah kombinasi suhu dan kecepatan udara pengeringan memiliki pengaruh

yang signifikan.

Page 49: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

49

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. CIE L*a*b* Color Scale Vol. 8 No.7. Hunterlab. Application

Note. Technical Service Departement Hunter Associates Laboratory, Inc.

Vol. 8 No.7 Hal. 1-4. Diakses Pada 2 Februari 2012.

A.R. Yadollahinia, M. Omid

dan S. Rafiee, 2007. Design and Fabrication of

Experimental Dryer for Studying Agricultural Products. Department of

Agricultural Machinery, Faculty of Bio-Systems Engineering, University

of Tehran, Karaj, Iran. International Journal of Agriculture and Biology

ISSN Print: 1560–8530; ISSN Online: 1814–9596.

Brooker, Donald B, Barker-Arkema, F.W., dan Hall, 1974. Drying Cereal Grains.

The AVI publishing Company, Inc. Wesport.

Brooker, D.B., Barker-Arkema, F.W., dan Hall, C.W. 1981. Drying Cereal

Grains. AVI Publishing. Company.Inc. Westport.

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., dan Wootton, M. 2010. Food Science.

Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono dalam Ilmu Pangan. Universitas

Indonesia, Jakarta.

Culver, Catherine A., and R. E. Wrolstad. 2008. Color Quality of Fresh and

Processed Foods. ACS Symposium Series 983. ACS Division of

Agricultural and Food Chemistry, Inc. Oxford University Press.

American Chemical Society, Washington, DC.

Estiasih, Teti dan Kgs Ahmadi, 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi

Aksara. Malang.

Fachruddien, A.S. dan Cahyana, Y. 1997. Pengeringan. Penanganan Pasca

Panen Bahan Hasil Pertanian. Depdikbud. Ditjen Dikdasmen. PPPG

Pertanian Cianjur.

Good, H. 2003. Phisical Property Testing. Food Quality Magazine, Jan/Feb 2003

issue.

Hall, C.W. 1957. Drying farm Corps. Agricultural Consuling Associates, Inc. East

Lansing, Michigan.

Henderson, S.M dan Perry, R.L. 1976. Agricultural Process Engineering. The

AVI Publishing. Company.Inc., Westport Connecticut, USA.

Holinesti, Rahmi. 2009. Studi Pemanfaatan Pigmen Brazilein Kayu Secang

(Caesalpinia sappan L.) Sebagai Pewarna Alami Serta Stabilitasnya

Page 50: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

50

pada Model Pangan. Jurnal Pendidikan dan Keluarga UNP, Vol. I, No. 2,

Page 11-21.

I Gusti N.A. 1996. Pigmen Pada Pengolahan Buah dan Sayur (Kajian Pustaka).

Majalah Ilmiah Teknologi Pertanian Vol. 2, No. 1, Page 57-59.

Isa, M. S. dan Y. Pradana. 2008. Flower Image Retrieval Berdasarkan Color

Moments, Centroid-Contour Distance dan Angle Code Histogram. Konferensi

Nasional Sistem dan Informatika Bali, Vol. 108, No. 57, Page 321-326.

Istadi dan Sitompul, J.P. 2002. A Heterogenenous Model For Deep-Bed Corn

Grain Drying, Mesin Vol. 15 No.3 Hal 63-68. Institur Pertanian Bogor.

Bogor.

Muchtadi, R. Tien, dan Ayustaningwarno, Fitriyono. 2010. Teknologi Proses

Pengolahan Pangan. Jakarta. Alfabeta.

Nursani, Daragantina. 2008. Pengeringan Lapisan Tipis Rimpang Temu Putih.

IPB

Prajnanta, F. 2007. Agribisnis Cabai Hibrida. Jakarta. Penebar Swadaya.

Rachmawan, O. 2001. Pengeringan, Pendinginan, dan Pengemasan Komoditas

Pertanian. Buletin Agroindustri Edisi 5 Hal. 12-23.

Rukmana, Rahmat. 1996. Usaha Tani cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik.

Yogyakarta. Kanisisus.

Sebayang, S. N. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan terhadap Mutu Tepung

Cabai. Universitas Sumatra Utara.

Setiadi. 2008. Cabai Rawit Jenis dan Budaya. Jakarta. Penebar Swadaya.

Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan Makanan. Jakarta. Bumi Aksara.

Sumoprastowo, 2004. Memilih dan Menyimpan SayurMayur, BuahBuahan,

dan Bahan Makanan. Jakarta. Bumi Aksara.

Supryono. 2003. Mengukur Faktor-Faktor Dalam Proses Pengeringan. Proyek

Pengembangan Sistem dan Standar Pengelolaan Sekolah Menengah

Kejuruan, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.

Susanto, T. Bambang, H, Suhardi. 1994. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen.

Yogyakarta. Akademika.

Taib, G., Said, G., dan Wiraatmadja, S. 1988. Operasi Pengeringan pada

Pengolahan Hasil Pertanian. PT Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Page 51: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

51

Yam, K.L dan Papadakis, S.E. 2004. A Simple Digital Imaging Method For

Measuring and Analyzing Color of Food Surfaces. Jurnal of Food

Engineering Vol. 61 Tahun 2004 Hal.137-142

Page 52: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

52

LAMPIRAN

1. Tabel Hasil Perhitungan Kadar Air Selama Proses Pengeringan Pada

Cabai Dengan Perendaman Air Panas (Blanching) dan Kecepatan Udara

1,0 m/s

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2012.

No Waktu

(Jam)

Berat Kasa

(g)

Berat

Kasa+ Bahan

(g)

Berat

bahan (g)

KA.bb

(%)

KA.bk

(%)

1 0 6.534 29.750 23.216 85.52% 590.54%

2 1 6.534 27.914 21.380 77.61% 535.93%

3 2 6.534 26.181 19.647 70.15% 484.38%

4 3 6.534 24.835 18.301 64.35% 444.35%

5 4 6.534 23.716 17.182 59.53% 411.06%

6 5 6.534 22.545 16.011 54.48% 376.23%

7 6 6.534 21.445 14.911 49.75% 343.52%

8 7 6.534 20.359 13.825 45.07% 311.21%

9 8 6.534 18.982 12.448 39.14% 270.26%

10 9 6.534 17.972 11.438 34.79% 240.21%

11 10 6.534 16.681 10.147 29.23% 201.81%

12 11 6.534 15.772 9.238 25.31% 174.78%

13 12 6.534 14.907 8.373 21.58% 149.05%

14 13 6.534 14.222 7.688 18.63% 128.67%

15 14 6.534 13.313 6.779 14.72% 101.64%

16 15 6.534 12.781 6.247 12.43% 85.81%

17 16 6.534 12.426 5.892 10.90% 75.25%

18 17 6.534 12.114 5.580 9.55% 65.97%

19 18 6.534 11.891 5.357 8.59% 59.34%

20 19 6.534 11.736 5.202 7.93% 54.73%

21 20 6.534 11.663 5.129 7.61% 52.56%

22 21 6.534 11.616 5.082 7.41% 51.16%

23 22 6.534 11.591 5.057 7.30% 50.42%

24 23 6.534 11.572 5.038 7.22% 49.85%

25 24 6.534 11.558 5.024 7.16% 49.43%

26 25 6.534 11.547 5.013 7.11% 49.11%

27 26 6.534 11.538 5.004 7.07% 48.84%

28 27 6.534 11.533 4.999 7.05% 48.69%

Page 53: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

53

2. Tabel Hasil Perhitungan Kadar Air Selama Proses Pengeringan Pada

Cabai Tanpa Perlakuan (Non Blanching) dan Kecepatan Udara 1,0 m/s

No Waktu

(Jam)

Berat

Kasa (g)

Berat

Kasa+Bahan

(g)

Berat Bahan

(g)

KA.bb

(%)

KA.BK

(%)

1 0 6.198 27.258 21.060 82.63% 475.57%

2 1 6.198 26.015 19.817 76.72% 441.60%

3 2 6.198 24.852 18.654 71.20% 409.81%

4 3 6.198 23.815 17.617 66.28% 381.47%

5 4 6.198 22.913 16.715 61.99% 356.82%

6 5 6.198 21.964 15.766 57.49% 330.88%

7 6 6.198 21.066 14.868 53.22% 306.34%

8 7 6.198 20.185 13.987 49.04% 282.26%

9 8 6.198 19.309 13.111 44.88% 258.32%

10 9 6.198 18.526 12.328 41.16% 236.92%

11 10 6.198 17.651 11.453 37.01% 213.01%

12 11 6.198 16.882 10.684 33.36% 191.99%

13 12 6.198 16.251 10.053 30.36% 174.75%

14 13 6.198 15.604 9.406 27.29% 157.06%

15 14 6.198 14.914 8.716 24.01% 138.21%

16 15 6.198 14.328 8.130 21.23% 122.19%

17 16 6.198 13.965 7.767 19.51% 112.27%

18 17 6.198 13.493 7.295 17.26% 99.37%

19 18 6.198 13.144 6.946 15.61% 89.83%

20 19 6.198 12.610 6.412 13.07% 75.24%

21 20 6.198 12.307 6.109 11.63% 66.96%

22 21 6.198 12.027 5.829 10.30% 59.31%

23 22 6.198 11.848 5.650 9.45% 54.41%

24 23 6.198 11.749 5.551 8.98% 51.71%

25 24 6.198 11.681 5.483 8.66% 49.85%

26 25 6.198 11.636 5.438 8.45% 48.62%

27 26 6.198 11.599 5.401 8.27% 47.61%

28 27 6.198 11.573 5.375 8.15% 46.90%

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2012.

Page 54: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

54

3. Tabel Hasil Perhitungan Kadar Air Selama Proses Pengeringan Pada

Cabai Dengan Perendaman Air Panas (Blanching) dan Kecepatan Udara

1,5 m/s

No Waktu

(Jam)

Berat

Kasa (g)

Berat

Kasa+ Bahan

(g)

Berat

Bahan (g)

KA.bb

(%)

KA.bk

(%)

1 0 6.763 25.231 18.468 77.51% 344.69%

2 1 6.763 24.144 17.381 71.63% 318.52%

3 2 6.763 23.050 16.287 65.70% 292.17%

4 3 6.763 22.247 15.484 61.35% 272.84%

5 4 6.763 21.457 14.694 57.08% 253.82%

6 5 6.763 20.691 13.928 52.93% 235.37%

7 6 6.763 20.094 13.331 49.70% 221.00%

8 7 6.763 19.403 12.640 45.96% 204.36%

9 8 6.763 18.849 12.086 42.96% 191.02%

10 9 6.763 18.109 11.346 38.95% 173.20%

11 10 6.763 17.436 10.673 35.30% 156.99%

12 11 6.763 16.910 10.147 32.46% 144.33%

13 12 6.763 16.275 9.512 29.02% 129.04%

14 13 6.763 15.758 8.995 26.22% 116.59%

15 14 6.763 15.320 8.557 23.85% 106.04%

16 15 6.763 14.867 8.104 21.39% 95.14%

17 16 6.763 14.415 7.652 18.95% 84.25%

18 17 6.763 14.096 7.333 17.22% 76.57%

19 18 6.763 13.792 7.029 15.57% 69.25%

20 19 6.763 13.562 6.799 14.33% 63.71%

21 20 6.763 13.315 6.552 12.99% 57.77%

22 21 6.763 13.129 6.366 11.98% 53.29%

23 22 6.763 12.889 6.126 10.68% 47.51%

24 23 6.763 12.703 5.940 9.68% 43.03%

25 24 6.763 12.557 5.794 8.89% 39.51%

26 25 6.763 12.413 5.650 8.11% 36.05%

27 26 6.763 12.297 5.534 7.48% 33.25%

28 27 6.763 12.193 5.430 6.91% 30.75%

29 28 6.763 12.116 5.353 6.50% 28.89%

30 29 6.763 11.940 5.177 5.54% 24.66%

31 30 6.763 11.829 5.066 4.94% 21.98%

32 31 6.763 11.760 4.997 4.57% 20.32%

33 32 6.763 11.691 4.928 4.20% 18.66%

34 33 6.763 11.638 4.875 3.91% 17.39%

35 34 6.763 11.595 4.832 3.68% 16.35%

36 35 6.763 11.551 4.788 3.44% 15.29%

37 36 6.763 11.505 4.742 3.19% 14.18%

38 37 6.763 11.459 4.696 2.94% 13.07%

39 38 6.763 11.434 4.671 2.80% 12.47%

40 39 6.763 11.407 4.644 2.66% 11.82%

41 40 6.763 11.390 4.627 2.57% 11.41%

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2012.

Page 55: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

55

4. Tabel Hasil Perhitungan Kadar Air Selama Proses Pengeringan Pada

Cabai Tanpa Perlakuan (Non Blanching) dan Kecepatan Udara 1,5 m/s

No Waktu

(Jam)

Berat

Kasa (g)

Berat

Kasa+Bahan

(g)

Berat

Bahan (g)

KA.bb

(%)

KA.bk

(%)

1 0 6.594 27.316 20.722 78.15% 357.64%

2 1 6.594 26.402 19.808 73.74% 337.46%

3 2 6.594 25.586 18.992 69.80% 319.43%

4 3 6.594 24.747 18.153 65.75% 300.91%

5 4 6.594 23.915 17.321 61.74% 282.53%

6 5 6.594 23.291 16.697 58.73% 268.75%

7 6 6.594 22.649 16.055 55.63% 254.57%

8 7 6.594 22.098 15.504 52.97% 242.40%

9 8 6.594 21.503 14.909 50.10% 229.26%

10 9 6.594 20.757 14.163 46.50% 212.79%

11 10 6.594 20.192 13.598 43.77% 200.31%

12 11 6.594 19.604 13.010 40.93% 187.32%

13 12 6.594 19.043 12.449 38.23% 174.93%

14 13 6.594 18.569 11.975 35.94% 164.47%

15 14 6.594 18.022 11.428 33.30% 152.39%

16 15 6.594 17.559 10.965 31.06% 142.16%

17 16 6.594 16.979 10.385 28.26% 129.35%

18 17 6.594 16.549 9.955 26.19% 119.85%

19 18 6.594 16.207 9.613 24.54% 112.30%

20 19 6.594 15.836 9.242 22.75% 104.11%

21 20 6.594 15.512 8.918 21.19% 96.95%

22 21 6.594 15.171 8.577 19.54% 89.42%

23 22 6.594 14.747 8.153 17.49% 80.06%

24 23 6.594 14.476 7.882 16.19% 74.07%

25 24 6.594 14.178 7.584 14.75% 67.49%

26 25 6.594 13.944 7.350 13.62% 62.32%

27 26 6.594 13.691 7.097 12.40% 56.74%

28 27 6.594 13.517 6.923 11.56% 52.89%

29 28 6.594 13.318 6.724 10.60% 48.50%

30 29 6.594 12.908 6.314 8.62% 39.44%

31 30 6.594 12.708 6.114 7.65% 35.03%

32 31 6.594 12.522 5.928 6.76% 30.92%

33 32 6.594 12.388 5.794 6.11% 27.96%

34 33 6.594 12.235 5.641 5.37% 24.58%

35 34 6.594 12.106 5.512 4.75% 21.73%

36 35 6.594 11.932 5.338 3.91% 17.89%

37 36 6.594 11.820 5.226 3.37% 15.42%

38 37 6.594 11.753 5.159 3.05% 13.94%

39 38 6.594 11.705 5.111 2.81% 12.88%

40 39 6.594 11.660 5.066 2.60% 11.88%

41 40 6.594 11.630 5.036 2.45% 11.22%

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2012.

Page 56: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

56

5. Nilai Perubahan Warna Selama Proses Pengeringan Pada Cabai Dengan

Perendaman Air Panas (Blanching) dan Kecepatan Udara 1,0 m/s

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2012.

Waktu

(t) L* a* b* ∆L* ∆a* ∆b* ∆E* C* ∆C* ∆H*

0 36.5 42.7 34.5 0.0 0.0 0.0 0.0 54.9 0.0 0.0

1 34.5 42.2 35.3 2.0 0.5 -0.8 2.2 55.0 -0.1 3.0

2 34.7 36.8 32.7 1.8 5.8 1.8 6.4 49.2 5.6 8.7

3 34.5 36.3 32.5 2.0 6.3 2.0 6.9 48.7 6.1 9.5

4 34.2 35.2 31.7 2.3 7.5 2.8 8.3 47.3 7.5 11.5

5 32.5 35.8 31.2 4.0 6.8 3.3 8.6 47.5 7.4 12.0

6 32.5 36.8 31.2 4.0 5.8 3.3 7.8 48.2 6.6 11.0

7 28.2 33.5 28.0 8.3 9.2 6.5 14.0 43.7 11.2 19.8

8 24.7 30.8 24.8 11.8 11.8 9.7 19.3 39.6 15.3 27.3

9 24.5 30.3 24.3 12.0 12.3 10.2 20.0 38.9 16.0 28.3

10 22.5 29.3 23.7 14.0 13.3 10.8 22.2 37.7 17.2 31.3

11 22.0 29.5 23.0 14.5 13.2 11.5 22.7 37.4 17.5 32.1

12 21.8 24.7 22.7 14.7 18.0 11.8 26.1 33.5 21.4 36.8

13 21.2 23.3 26.8 15.3 19.3 7.7 25.8 35.6 19.3 35.7

14 21.0 22.0 19.8 15.5 20.7 14.7 29.7 29.6 25.2 42.0

15 19.5 21.7 18.5 17.0 21.0 16.0 31.4 28.5 26.4 44.4

16 20.3 21.5 18.7 16.2 21.2 15.8 31.0 28.5 26.4 43.8

17 19.3 21.5 18.5 17.2 21.2 16.0 31.6 28.4 26.5 44.7

18 18.8 21.7 17.5 17.7 21.0 17.0 32.3 27.9 27.0 45.7

19 18.5 22.8 17.2 18.0 19.8 17.3 31.9 28.6 26.3 45.1

20 16.8 20.8 17.2 19.7 21.8 17.3 34.1 27.0 27.9 48.2

21 16.8 20.0 16.0 19.7 22.7 18.5 35.3 25.6 29.3 49.9

22 16.8 19.5 15.3 19.7 23.2 19.2 35.9 24.8 30.1 50.8

23 16.7 19.2 15.3 19.8 23.5 19.2 36.2 24.5 30.3 51.2

24 16.5 18.8 14.0 20.0 23.8 20.5 37.3 23.5 31.4 52.7

25 15.7 18.3 13.7 20.8 24.3 20.8 38.2 22.9 32.0 54.0

26 15.2 17.7 13.2 21.3 25.0 21.3 39.2 22.0 32.8 55.4

27 14.8 17.3 13.2 21.7 25.3 21.3 39.6 21.8 33.1 56.0

Page 57: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

57

6. Nilai Perubahan Warna Selama Proses Pengeringan Pada Cabai Tanpa

Perendaman (Non Blanching) dan Kecepatan Udara 1,0 m/s

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2012.

Waktu

(t) L* a* b* ∆L* ∆a* ∆b* ∆E* C* ∆C* ∆H*

0 40.5 51.2 38.0 0.0 0.0 0.0 0.0 63.7 0.0 0.0

1 39.3 51.5 36.8 1.2 -0.3 1.2 1.6 63.3 0.4 2.0

2 39.3 51.2 36.7 1.2 0.0 1.3 1.6 62.9 0.8 2.2

3 38.8 49.0 36.5 1.7 2.2 1.5 3.0 61.1 2.6 4.3

4 38.3 48.0 34.8 2.2 3.2 3.2 4.2 59.3 4.4 6.5

5 37.0 43.7 33.3 3.5 7.5 4.7 8.6 54.9 8.8 12.8

6 36.0 43.3 34.7 4.5 7.8 3.3 9.2 55.5 8.2 13.2

7 34.2 42.8 33.2 6.3 8.3 4.8 10.7 54.2 9.6 15.7

8 35.5 42.5 32.7 5.0 8.7 5.3 10.3 53.6 10.1 15.3

9 35.3 42.2 32.3 5.2 9.0 5.7 10.6 53.1 10.6 15.9

10 35.2 41.0 32.2 5.3 10.2 5.8 11.7 52.1 11.6 17.4

11 33.0 41.0 31.8 7.5 10.2 6.2 12.9 51.9 11.8 19.0

12 33.3 39.7 31.8 7.2 11.5 6.2 13.8 50.9 12.9 20.2

13 32.7 39.0 30.0 7.8 12.2 8.0 14.7 49.2 14.5 22.1

14 32.5 39.8 31.5 8.0 11.3 6.5 14.1 50.8 13.0 20.8

15 32.2 40.0 31.2 8.3 11.2 6.8 14.2 50.7 13.0 21.0

16 32.0 39.0 31.3 8.5 12.2 6.7 15.1 50.0 13.7 22.1

17 31.7 38.8 30.7 8.8 12.3 7.3 15.4 49.5 14.3 22.8

18 31.7 38.5 29.5 8.8 12.7 8.5 15.7 48.5 15.2 23.6

19 31.3 38.3 29.0 9.2 12.8 9.0 16.1 48.1 15.7 24.2

20 30.5 38.5 28.8 10.0 12.7 9.2 16.4 48.1 15.6 24.8

21 30.3 37.5 28.5 10.2 13.7 9.5 17.3 47.1 16.6 26.1

22 30.3 37.3 28.5 10.2 13.8 9.5 17.4 47.0 16.8 26.2

23 29.2 36.8 28.3 11.3 14.3 9.7 18.5 46.5 17.3 27.7

24 29.2 35.2 28.2 11.3 16.0 9.8 19.9 45.1 18.7 29.5

25 28.3 34.7 27.8 12.2 16.5 10.2 20.7 44.5 19.3 30.8

26 27.7 34.5 27.3 12.8 16.7 10.7 21.3 44.0 19.7 31.7

27 27.0 34.0 27.2 13.5 17.2 10.8 22.1 43.5 20.2 32.8

Page 58: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

58

7. Nilai Perubahan Warna Selama Proses Pengeringan Pada Cabai Dengan

Perendaman Air Panas (Blanching) dan Kecepatan Udara 1,5 m/s

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2012.

Waktu

(t) L* a* b* ∆L* ∆a* ∆b* ∆E* C* ∆C* ∆H*

0 38.0 44.8 34.2 0.0 0.0 0.0 0.0 56.4 0.0 0.0

1 36.2 44.3 33.2 1.8 0.5 1.0 2.1 55.4 1.0 3.0

2 36.2 41.5 33.0 1.8 3.3 1.2 4.0 53.0 3.3 5.5

3 35.0 41.3 31.5 3.0 3.5 2.7 5.3 52.0 4.4 7.5

4 33.8 40.8 31.3 4.2 4.0 2.8 6.4 51.5 4.9 9.1

5 33.5 40.5 30.8 4.5 4.3 3.3 7.1 50.9 5.5 10.0

6 34.5 40.0 31.7 3.5 4.8 2.5 6.5 51.0 5.4 9.1

7 32.0 39.7 30.7 6.0 5.2 3.5 8.7 50.1 6.2 12.2

8 31.8 38.8 29.7 6.2 6.0 4.5 9.7 48.9 7.5 13.7

9 31.5 38.7 29.0 6.5 6.2 5.2 10.3 48.3 8.0 14.6

10 31.5 38.0 28.3 6.5 6.8 5.8 11.1 47.4 9.0 15.7

11 30.5 32.2 27.5 7.5 12.7 6.7 16.2 42.3 14.0 22.7

12 30.3 35.8 27.0 7.7 9.0 7.2 13.8 44.9 11.5 19.5

13 31.0 36.5 26.0 7.0 8.3 8.2 13.6 44.8 11.6 19.2

14 30.0 35.2 25.7 8.0 9.7 8.5 15.2 43.5 12.8 21.4

15 28.7 34.7 24.7 9.3 10.2 9.5 16.8 42.5 13.8 23.6

16 28.3 32.7 23.0 9.7 12.2 11.2 19.1 40.0 16.4 27.0

17 28.2 33.0 21.7 9.8 11.8 12.5 19.8 39.5 16.9 27.8

18 27.5 31.7 21.5 10.5 13.2 12.7 21.1 38.3 18.1 29.7

19 27.7 31.5 19.7 10.3 13.3 14.5 22.2 37.1 19.2 31.2

20 26.8 29.7 19.5 11.2 15.2 14.7 23.9 35.5 20.9 33.6

21 26.8 26.7 21.0 11.2 18.2 13.2 25.1 33.9 22.4 35.4

22 26.2 25.3 18.3 11.8 19.5 15.8 27.8 31.3 25.1 39.3

23 25.5 26.5 17.7 12.5 18.3 16.5 27.7 31.8 24.5 39.0

24 25.3 25.0 18.0 12.7 19.8 16.2 28.6 30.8 25.6 40.4

25 25.0 24.2 17.3 13.0 20.7 16.8 29.7 29.7 26.6 41.9

26 24.0 24.3 17.8 14.0 20.5 16.3 29.7 30.2 26.2 42.0

27 23.7 23.7 16.8 14.3 21.2 17.3 30.9 29.0 27.3 43.7

28 23.3 23.7 16.7 14.7 21.2 17.5 31.1 28.9 27.4 44.0

29 23.0 23.5 16.2 15.0 21.3 18.0 31.7 28.5 27.8 44.8

30 23.2 23.3 15.7 14.8 21.5 18.5 32.0 28.1 28.3 45.2

31 23.7 23.2 16.2 14.3 21.7 18.0 31.6 28.2 28.1 44.7

32 24.5 22.8 15.3 13.5 22.0 18.8 32.0 27.5 28.9 45.1

33 23.7 22.8 15.2 14.3 22.0 19.0 32.4 27.4 29.0 45.8

34 21.5 20.7 14.3 16.5 24.2 19.8 35.4 25.2 31.2 50.0

35 21.0 20.5 13.8 17.0 24.3 20.3 36.0 24.7 31.6 50.8

36 19.8 20.3 12.5 18.2 24.5 21.7 37.4 23.9 32.5 52.8

37 18.7 19.0 12.7 19.3 25.8 21.5 38.8 22.8 33.5 54.8

38 18.7 18.7 12.3 19.3 26.2 21.8 39.2 22.4 34.0 55.4

39 17.3 18.5 12.2 20.7 26.3 22.0 40.1 22.1 34.2 56.6

40 17.0 18.0 12.0 21.0 26.8 22.2 40.6 21.6 34.7 57.4

Page 59: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

59

8. Nilai Perubahan Warna Selama Proses Pengeringan Cabai Non Blanching

dengan Kecepatan Udara 1,5 m/s

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2012.

Waktu

(t) L* a* b* ∆L* ∆a* ∆b* ∆E* C* ∆C* ∆H*

0 39.3 46.0 35.3 0.0 0.0 0.0 0.0 58.0 0.0 0.0

1 38.3 45.2 34.2 1.0 0.8 1.2 1.7 56.6 1.4 2.4

2 38.5 44.7 33.8 0.8 1.3 1.5 2.0 56.0 2.0 2.9

3 37.5 44.5 33.3 1.8 1.5 2.0 2.8 55.6 2.4 4.1

4 35.2 44.3 32.3 4.2 1.7 3.0 4.8 54.9 3.1 7.1

5 34.7 44.0 32.2 4.7 2.0 3.2 5.4 54.5 3.5 7.9

6 34.7 44.2 32.3 4.7 1.8 3.0 5.3 54.7 3.3 7.8

7 34.3 43.8 32.2 5.0 2.2 3.2 5.8 54.4 3.6 8.5

8 34.0 43.5 31.8 5.3 2.5 3.5 6.2 53.9 4.1 9.1

9 33.3 42.8 31.7 6.0 3.2 3.7 7.0 53.3 4.7 10.4

10 34.2 42.7 31.3 5.2 3.3 4.0 6.5 52.9 5.1 9.7

11 30.0 42.5 31.5 9.3 3.5 3.8 10.2 52.9 5.1 14.7

12 33.2 41.7 31.0 6.2 4.3 4.3 7.8 51.9 6.1 11.7

13 31.0 41.5 30.5 8.3 4.5 4.8 9.7 51.5 6.5 14.4

14 31.2 40.5 30.3 8.2 5.5 5.0 10.1 50.6 7.4 14.9

15 31.7 40.0 30.2 7.7 6.0 5.2 10.0 50.1 7.9 14.9

16 31.3 40.5 31.0 8.0 5.5 4.3 9.9 51.0 7.0 14.5

17 30.8 40.3 31.7 8.5 5.7 3.7 10.4 51.3 6.7 15.0

18 30.5 40.0 29.7 8.8 6.0 5.7 10.9 49.8 8.2 16.3

19 30.5 39.8 29.7 8.8 6.2 5.7 11.0 49.7 8.3 16.4

20 30.3 39.7 29.3 9.0 6.3 6.0 11.3 49.3 8.7 16.8

21 30.3 39.8 29.8 9.0 6.2 5.5 11.2 49.8 8.2 16.5

22 30.2 38.7 28.3 9.2 7.3 7.0 12.0 47.9 10.1 18.2

23 30.2 38.3 28.0 9.2 7.7 7.3 12.3 47.5 10.5 18.6

24 30.2 37.3 28.0 9.2 8.7 7.3 12.9 46.7 11.3 19.5

25 30.7 37.8 28.2 8.7 8.2 7.2 12.2 47.2 10.8 18.5

26 30.0 37.7 28.2 9.3 8.3 7.2 12.8 47.0 11.0 19.3

27 29.8 37.2 29.8 9.5 8.8 5.5 13.2 47.7 10.3 19.3

28 29.8 37.0 28.0 9.5 9.0 7.3 13.4 46.4 11.6 20.1

29 29.7 37.0 27.8 9.7 9.0 7.5 13.5 46.3 11.7 20.3

30 29.3 36.5 27.8 10.0 9.5 7.5 14.1 45.9 12.1 21.1

31 28.8 31.2 27.7 10.5 14.8 7.7 18.4 41.7 16.3 26.7

32 28.7 36.0 27.5 10.7 10.0 7.8 14.9 45.3 12.7 22.3

33 28.3 36.2 27.5 11.0 9.8 7.8 15.0 45.4 12.6 22.5

34 28.2 35.8 26.8 11.2 10.2 8.5 15.4 44.8 13.2 23.2

35 27.8 35.5 26.7 11.5 10.5 8.7 15.8 44.4 13.6 23.8

36 27.5 35.3 26.3 11.8 10.7 9.0 16.2 44.1 13.9 24.4

37 26.8 34.8 25.7 12.5 11.2 9.7 17.0 43.3 14.7 25.8

38 25.5 34.5 25.8 13.8 11.5 9.5 18.3 43.1 14.9 27.3

39 25.3 34.5 25.5 14.0 11.5 9.8 18.4 42.9 15.1 27.6

40 25.0 34.2 25.5 14.3 11.8 9.8 18.8 42.6 15.4 28.2

Page 60: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

60

9. Perubahan Warna Pada Cabai

Jam 0 Jam 3 Jam 7 Jam 14 Jam 21 Jam 27

Blanching

1

(v=1m/s)

Blanching

2

(v=1m/s)

Page 61: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

61

Jam 0 Jam 3 Jam 7 Jam 14 Jam 21 Jam 27

Non

Blanching

1

(v=1m/s)

Non

Blanching

2

(v=1m/s)

Page 62: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

62

Jam 0 Jam 3 Jam 7 Jam 14 Jam 21 Jam 27

Blanching 1

(v=1,5m/s)

Blanching 2

(v=1,5m/s)

Page 63: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

63

Jam 0 Jam 3 Jam 7 Jam 14 Jam 21 Jam 27

Non

Blanching 1

(v=1,5m/s)

Non

Blanching 2

(v=1,5m/s)

Page 64: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

64

Blanching

v= 1,0 m/s

Jam Gambar Warna Nama Buku Nilai L*a*b*

0

Pantone®solid to process

coated EURO

L*= 36,5

a*= 42,6

b*= 34,5

7

Pantone ®solid to process

coated EURO

L*= 28,1

a*= 33,5

b*= 28

14

Pantone®color bridge

CMYK EC

L*= 21

a*= 22

b*= 19,8

27

Pantone®color bridge

CMYK EC

L*= 14,8

a*= 17,3

b*= 13,1

Non Blanching v= 1,0

m/s

0

HKS Z Process L*= 40,5

a*= 51,2

b*= 38

7

TRUMATCH L*= 34,2

a*= 42,8

b*= 33,2

14

Pantone®process

uncoated

L*= 32,5

a*= 39,8

b*= 31,5

27

Pantone ®solid to process

coated EURO

L*= 27

a*= 34

b*= 27

Page 65: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

65

Blanching v= 1,5 m/s 0

Pantone®process coated

L*= 38

a*= 44,8

b*= 34,2

7

Pantone®process

coated

L*=32

a*= 39,6

b*= 30,6

14

Pantone®solid coated L*= 30

a*= 35,1

b*= 25,6

27

Pantone®color bridge

CMYK EC

L*= 24

a*= 23,6

b*= 16,8

40

Pantone®color bridge

CMYK PC

L*= 17

a*= 18

b*= 12

Non Blanching v=1,5

m/s

0

Pantone®process

coated

L*=39

a*= 46

b*= 35

7

TRUMATCH L*= 34

a*= 43,8

b*= 32,1

14

Pantone®process

coated

L*= 31,1

a*= 40,5

Page 66: I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1535/SKRIPSI... · dilakukan grading yaitu penggolongan buah berdasarkan

66

b*= 30,3

27

Pantone®process

uncoated

L*= 39,8

a*= 37,1

b*= 29,8

40

Pantone®color bridge

CMYK PC

L*= 25

a*= 34,1

b*= 25,5