PERBAIKAN LAPORAN KEUANGAN DALAM RANGKA MENUNJANG PERBAIKAN PENYUSUNAN LAKIP KEMENTERIAN AGAMA
perbaikan refrat1
-
Upload
nanda-sulistyaningrum -
Category
Documents
-
view
24 -
download
3
description
Transcript of perbaikan refrat1
BAB IPENDAHULUAN
Keadaan stres oksidatif akhir-akhir ini makin banyak diteliti karena dapat
menimbulkan berbagai macam penyakit, antara lain preeklamsi pada ibu hamil.
Preeklamsi dan eklamsi merupakan penyakit pada ibu hamil yang ditandai oleh
trias gejala yaitu hipertensi, proteinuri, dan edem, serta akan sembuh dengan
sendirinya setelah dilahirkannya janin dan plasenta.
Santosa S, Delima ER, dkk. Peran F2-Isoprostan dan Nitrik Oksida Sebagai Penanda Stres Oksidatif dan Disfungsi Endotel Pada Penderita Preeklamsi. JKM. Vol. 7 No. 1 Juli 2007: 47-54
Preeklamsia diklasifikasikan menjadi jenis ringan dan berat dan pada
keadaan ekstrim dapat mengakibatkan kegagalan hati dan ginjal, koagulopati
intravaskuler, dan kelainan sistem saraf pusat, termasuk kejang. Karena satu-
satunya obat adalah persalinan, preeklampsia dikaitkan dengan kematian ibu dan
morbiditas bayi yang tinggi. Di Amerika Serikat, preeklampsia diyakini
bertanggung jawab atas 15% dari kelahiran prematur dan 17,6% dari kematian
ibu. Di seluruh dunia, preeklampsia dan eklampsia diperkirakan akan bertanggung
jawab untuk sekitar 14% dari kematian ibu per tahun (50.000-75.000).
1. Goldenberg RL, Rouse DJ. Prevention of premature birth. N Engl J Med. Jul 30 1998;339(5):313-20. [Medline].
2. WHO, 2004. Bethesda, MD. Global Burden of Disease for the Year 2001 by World Bank Region, for Use in Disease Control Priorities in Developing Countries, National Institutes of Health: WHO. Make every mother and child count. World Health Report, 2005, Geneva:World Health Organization, 2005. 2nd ed.
Preeklampsia/eklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas ibu dan bayi di dunia khususnya negara-negara sedang berkembang.
Pada negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3 persen
sampai 0,7 persen, sedang di negara-negara maju angka eklampsia lebih kecil,
yaitu 0,05 persen sampai 0,1 persen. Di Indonesia preeklampsia berat dan
eklampsia merupakan penyebab kematian ibu berkisar1,5 persen sampai 25
persen, sedangkan kematian bayi antara 45 persen sampai 50 persen.
Djannah s, arianti a. Gambaran Epidemiologi Kejadian Preeklampsia/Eklampsia Di Rsu Pku Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2007–2009. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 13 No. 4 Oktober 2010: 378–385
Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya insiden preeklamsia pada ibu
hamil. Faktor risiko yang dapat meningkatkan insiden preeklampsia antara lain
molahidatidosa, nulipara, usia kurang dari20 tahun atau lebih dari 35 tahun, janin
lebih dari satu, multipara, hipertensi kronis, diabetes mellitus atau penyakit ginjal.
Preeklampsia/eklampsia dipengaruhi juga oleh paritas, genetik dan faktor
lingkungan.
Djannah s, arianti a. Gambaran Epidemiologi Kejadian Preeklampsia/Eklampsia Di Rsu Pku Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2007–2009. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 13 No. 4 Oktober 2010: 378–385
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. PRE EKLAMSIA
a. Definisi
Menurut mitayani Pre eklamsia adalah keadaan dimana hipertensi
disertai dengan proteinuria, edema atau kedua-duanya yang terjadi akibat
kehamilan setelah minggu ke 20 atau kadang-kadang timbul lebih awal bila
terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada vili dan korialis.
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba
Medika
Menurut sujiyantini pre eklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai
proteinnuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu pada penyakit trofoblas.
Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika
Menurut kamus saku kedokteran Dorland, preeclampsia adalah toksemia
pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi,edema, dan proteinuria.
Eklampsia adalah konvulsi dan koma, jarang koma saja, yang terjadi pada
wanita hamil atau dalam masa nifas dengan disertai hipertensi, edema dan
atau proteinuria.
Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/pre-eklamsi-dan-eklamsi.html#ixzz2Ekq7iqnab. Epidemiologi
Preeklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu
dan bayi di dunia khususnya negara-negara sedang berkembang. Pada negara
sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3 persen sampai
0,7 persen, sedang di negara-negara maju angka eklampsia lebih kecil, yaitu
0,05 persen sampai 0,1 persen. Di Indonesia preeklampsia berat dan
eklampsia merupakan penyebab kematian ibu berkisar1,5 persen sampai 25
persen, sedangkan kematian bayi antara 45 persen sampai 50 persen.
Djannah s, arianti a. Gambaran Epidemiologi Kejadian Preeklampsia/Eklampsia Di Rsu Pku Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2007–2009. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 13 No. 4 Oktober 2010: 378–385
1.1 PREEKLAMSI RINGAN
Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUD Ulin-FK Unlam Banjarmasin 2004 :17-29
a. Definisi
Preeklampsi ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema
akibat kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum kehamilan 20 minggu bila
terjadi penyakit trofoblastik.
b. Etologi
Tidak diketahui dengan pasti. Zweifel (1916) : Preeklampsia, the
desease of theories. Faktor-faktor predisposisi terjadinya HDK :
1. Primigravida atau nullipara, terutama pad a umur reproduksi
ekstrim., yaitu teenager dan umur 35 tahun ke atas.
2. Multigravida dengan kondisi klinis :
Kehamilan ganda dan hidrops fetalis
Penyakit vaskular termasuk hipertensi esensial kronik dan
diabetes melitus
Penyakit-penyakit ginjal
3. Hiperplasentosis :
Mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrop fetalis, bayi besar dan
diabetes melitus.
4. Riwayat keluarga pernah mengalami preeklampsia atau eklampsia
5. Obesitas dan hidramnion
6. Gizi yang kurang dan anemia
7. Kasus-kasus dengan kadar asam urat tinggi, defisiensi kalsiurn,
defisiensi asam lemak tak jenuh dan kurang antioksidan.
c. Patofisiologi
Belum diketahui dengan pasti. Proses iskemik uteroplasenter yang
menyebabkan yasospasmus arteriole/kapiler secara umum sehingga
menimbulkan kelainan patologis pada organ-organ vital, antara lain hati,
ginjal, otak, paru dan jantung.
d. Gejala Klinik
Kenaikan tekanan darah sistolik > 30 mmHg atau diastolik > 15
mrnHg (dari tekanan darah sebelum hamil) pada keharnilan 20 minggu
atau lebih, atau slstolik > 140 mmHg « 160 mrnHg) dan diastolik 90
mmHg « 110 mmHg), ditambah :
Protein urine:
> 0,3 g/lt dalam 24 jam atau secara kualitatif(++)
Edema pada :
o Pretibial
o Dinding perut
o Lumbosakral Wajah/tangan, atau
o Kenaikan berat badan:
> 500 glminggu ~ > 2000 glbulan
> 13 kg selama kehamilan
e. Penatalaksanaan
Rawat jalan
o Banyak istirahat (baring/tidur miring)
o Makan cukup protein, rendah karbohidrat, rendah lemak dan
garam
o Sedatif ringan : fenobarbital 3 x 30 mg/peroral 7 hari, atau
diazepam 3 x 2 rng 7 hari
o Roborantia (vitamin dan mineral)
o Pemeriksaan laboratorium ;
- Hb, Ht, Trombosit
- Asam urat darah
- Urine lengkap
- Fungsi hati dan ginjal
o Tidak boleh diberikan diuretikum atau antihipertensi .
o Periksa ulang 1 x 1 minggu
Penderita baru dirawat :
o Setelah 2 rninggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan
adanya perbaikan gejala-gejala preeklampsi.
o Kenaikan berat badan ibu ~ 1 kg perminggu selama 2 kali
berturut- turut.
o Timbulnya salah satu atau lebih tanda-tanda preeklamsi berat
Evaluasi
o Untuk ibu
Pemeriksaan fisik yang diperlukan ;
- Pitting edema pagi hari bangun tidur BB tiap pagi hari
bangun tidur
- Tentukan indeks Gestosis tiap 12 jam pada pagi dan!
hari.
- TD tiap 6 jam (kecuali tidur)
- Urine tiap 3 jam dan dijumlahkan dalam 24 jam (tidak
usah kateter menetap)
Pemeriksaan laboratorium
Konsultasi dengan bagian lain (Bagian mata, jan tung, dan
lain- lain)
o Untuk plasenta secara teoritis diperlukan pemeriksaan
hormon plasenta ; lactogen dan estriol.
o Untuk janin
Fetal well-being: USG, KTG dan Amnioskopi
Fetal maturity: USG, Amniosentesis
o Persalinan
Penderita preeklampsi ringan yang mencapai normotensif
selama perawatan persalinan yang ditunggu sampai 40
minggu. Lewat TP dilakukan induksi partus.
Penderita preeklampsi ringan yang tekanan darahnya tu
selama perawatan, tetapi belum rnencapai normotensif,
termir kehamilan dilakukan pada keharnilan 37 minggu
Cara persalinan
- Spontan
- Bila perlu memperpendek kala II (vaccum dan
forceps)
f. Komplikasi
Komplikasi tidak selalu ada.
g. Tindak Lanjut
Sebelum lahir : kontrol di poliklinik lebih sering
Sesudah lahir : kontrol poli laktasi 1 minggu postpartum
h. Prognosis
Dubia ad bonam
1.2 PREEKLAMPSI BERAT
a. Definisi
Suatu .komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya
hipertensl 160/110 mmHg disertai proteinuria dan edema, pada kehamilan
20 minggu atau lebih.
b. Gejala Klinis
Diagnosis
Preeklampsi be rat bila terdapat satu atau lebih gejala/tanda berikut ini:
a. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg, diastolik > 110 mmHg
b. Proteinuria> 5 g/24 jam atau kualitatif (++++)
c. Oliguria, jumlah produksi urin 500 mI/24 jam yang disertai
kenaikan kadar kreatinin darah
d. Gangguan visus dan serebral
e. Nyeri epigastrium
f. Edema paru atau sianosis
g. Pertumbuhan janin intrauterine terhambat
h. Adanya sindroma HELLP (H: Hemolysin, EL : Elevated Liver
enzymes, LP ..Low Platelet count).
Impending eklampsia
Bila preeklampsia berat disertai gejaJa berikut ini :
Nyeri kepala hebat
Gangguan visual
Muntah-muntah
Nyeri epigastrium
TD naik secara progresif
c. Penatalaksanaan
Perawatan aktif
Indikasi, bila didapatkan satu atau lebih keadaan ini :
o Ibu
Kehamilan > 37 minggu
Adanya tanda impending eklampsia
Perawatan konservatif gagal :
- 6 jam setelah pengobatan medisinal terjadi kenaikan TD
- 24 jam setelah pengobatan medisinal gejaJa tidak berubah
o Janin
Adanya tanda-tanda gawat janin
Adanya pertumbuhanjanin terhambat dalam rahim
o Laboratorium
Adanya sindroma HELLP
Pengobatan medisinal
o Segera MRS
o Tirah baring miring ke sisi kiri
o Infus 05%: RL 2: 1 (100 -125 ml/jam)
o Antasida
o Diet: cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
o Obat-obatan anti kejang : sulfat magnesikus/SM/MgS04
Dosis await 8 g SM (20 ml 40%) : 4 g bokong kanan & 4 g
bokong kiri
Dosis ulangan, tiap 4 jam : 4 g SM (10 cc 40%) im
Syarat-syarat pemberian sulfas magnesikus :
- Tersedia kalsium glukonas 1 g - 10 ml 10% iv pelan (3
menit)
- Refleks patella (+) kuat
- Pernafasan > 16 x/menit, tanpa tanda-tanda distress
pernafasan
- Produksi urin > 100 ml dalam 4 jam sebelumnya (0,5/kg
bb/jam)
Dihentikan bila :
- adanya tanda-tanda intoksikasi
- setelah 24 jam paska persalinan
- 6 jam paska persalinan normotensif
Mencegah komplikasi
- Diuretika diberikan atas indikasi :
o Edema paru
o Payah jantung kongestif
o Edema anasarka
o Kelainan fungsi ginjal (bila faktor prerenal sudah
diatasi), yang dipakai furosemid (Lasix 40 mg im)
- Antihipertensi diberikan atas indikasi :
Tekanan arah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 100
mmHg
Preparat antihipertensi ;
o Clonidine (Catapres) 1 ampul = 0,15 rng/ml'
1 ampul + 10 ml NaCl fisiologis/aquadest, masukkan 5
ml iv pelan (5 menit) 5 menit kemudian TD diukur,
bila tidak turun berikan sisanya (5 ml iv pelan 5 menit),
pemberian dapat diulangi tiap 4 jam sampai TD
normotensif.
o Serapasil
1 mg + 1 0 ml NaCl flslologis/aquadest, masukkan 2,5
ml iv pelan 5 menit TD diukur lagi, bila tidak turun
berikan lagi 2,5 ml iv pelan, dan seterusnya sarnpai TD
yang diinginkan tercapai.
o Hidralazin (Apresolin), 1 ampul = 20 mg
1 ampul diencerkan iv pelan melalui karet infus
dapat diulangi setelah 20 - 30 menit.
- Kardiotonika atas indikasi :
Adanya tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan
Cedilanid digitalisasi cepat sebaiknya kerja sarna dengan
penyakit jantung.
- Lain-lain
o Antipiretika atas indikasi suhu rektal > 38,50C
Xylomidon 2 ml dan atau kompres dingin/alkohol
o Antibiotika kalau ada indikasi
o Analgetika atas indikasi kesakitan/gelisah 50 - 75
mg petidin, < 2 jam sebelumjanin lahir.
- Pengobatan obstetric
Cara pengakhiran kehamilan/persalinan
o Belum inpartu
Induksi persalinan
niotomi
Drip oksitosin dengan syarat skor Bishop
SC bila:
Syarat drip oksitosin tidak terpenuhi
12 jam sejak drip oksitosin belum masuk fase aktif
Pada primigravida cenderung SC
o Inpartu
Kala I:
Fase Iaten tunggu 6 jam fase laten SC
Fase aktif'(amnioiomi, drip pitosin)
Kala II:
Tindakan dipercepat sesuai dengan syarat yang
terpenuhi
- Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif Q Kehamilan < 37
minggu
- Keadaanjanin baik
- Tak ada impending ekJampsia
Pengobatan medisinal
- Diberikan 20 g SM 40% im sebagai dosis awal,
dilanjutkan 10 g setiap 4 jam
- Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam
- Apabila setelah 24 jam ada tanda-tande perbaikan
maka pengobatan diteruskan sebagai berikut :
Diberikan tablet diazepam 3 x 5 mg p.o atau
luminal 3 x 30 - 60mg p.o
Obat-obatan antihipertensi oral diberikan
apabila tekanan darah masih 160/110 mmHg
atau lebih
Obat-obatan diuretika hanya diberikan atas
indikasi
d. Komplikasi
lbu
o CVD
o Gagal jantung
o Gagal ginjal
o Solusio plasenta
Anak
o IUGR
o Gawat janin
o Janin mati
o HELLP syndrome
e. Tindak Lanjut
Perawatan di rumah sakit
Setelah melahirkan kontrol di Poliklinik Laktasi
f. Prognosis
Dubia
Tergantung indeks gestosis, makin tinggi indeks gestosis makin
jelek prognosisnya.
2. EKLAMSIA
a. Definisi
Eklampsia merupakan kasus akut, pada penderita preeklampsia, yang
disertai dengan kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita tersebut
menunjukkan gejala-gejala preeklampsia (kejang-kejang timbulnya bukan
akibat kelainan neurologik).
Soedarto dkk. Hipertensi dalam Kehamilan dalam: Pedoman Diagnosis dan
Terapi Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi. RSUD Ulin FK Unlam, Banjarmasin; 17-
29
Eklampsia adalah terjadinya kejang pada preeklampsia yang jenis
kejang tersebut tidak dapat dibuktikan oleh sebab lain, dan biasanya disusul
dengan koma. Kejang berbentuk grand mal, dapat terjadi pada sebelum, saat,
dan setelah persalinan. Pada nulipara kejang dapat timbul setelah 24 jam
pasca pesalinan, bahkan sampai 10 hari pasca persalinan.
Sudhaberata K. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia dalam: Cermin Dunia Kedokteran No.133 Jakarta 2001; 27-31
b. Etiologi
Penyebab terjadinya preeklampsia-eklampsia sampai sekarang belum
diketahui secara pasti. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan
penyebab kelainan ini sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai “The
Disease of Theory”. Adapun teori tersebut antara lain:7
Ansar DM, Simanjuntak P, Handaya, Sjahid Sofjan. Panduan Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia. Satgas gestosis POGI, Ujung Pandang 1985; 12-20
1. Peran prostasiklin dan tromboksan
Pada preeklampsia-eklampsia didapatkan adanya kerusakan endotel
vascular sehingga terjadi penurunan produksi prosrasiklin (PGI2) yang pada
kehamilan normal meningkat, aktifitas penggumpalan dan fibrinolisis, yang
kemudia akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi
antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktifitas trombosit
menyebabakan pelepasan tromboksan (TA2) dan serotonin, sehingga terjadi
vasospasme dan kerusakan endotel.
2. Peran faktor imunologis
Preeklampsia-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan
kadang tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM (1982)
mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sisitem imun pada
penderita preeklampsia.
Beberapa wanita dengan preeklampsia mempunyai kompleks imun
pada serum.
Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktifitas sistem komplemen
pada preeklampsia-eklampsia diikuti dengan proteinuria.
3. Peran faktor genetik
Beberapa bukti yang menunjukan peran faktor genetik pada kejadian
preeklampsia-eklampsia antara lain :
Preeklampsia hanya terjadi pada manusia
Keturunan ibu penderita preeklampsia-eklampsia mempunyai risiko
lebih tinggi untuk menderita preeklampsia-eklampsia
c. Patofisiologi
Perubahan aliran darah pada uterus dan plasenta adalah patofisiologi
yang terpenting pada preeklampsia-eklampsia dan merupakan penentu hasil
akhir kehamilan yaitu :
Soedarto dkk. Hipertensi dalam Kehamilan dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi. RSUD Ulin FK Unlam, Banjarmasin; 17-29
1. Terjadi iskemik uteroplasenter mengakibatkan ketidakseimbangan antara
massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi
yang berkurang
2. Hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta,
mengakibatkan vasokontriksi yang lain, sehingga dapat terjadi tonus
pembuluh darah yang lebih tinggi
3. Oleh karena adanya gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi
penurunan suplai darah yang mengandung oksigen dan nutrisi ke janin.
Akhirnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia
dan kematian dalam kandungan.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui
sebabnya. Hal ini mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat
disebabkan oleh karena spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada
filtrasi glomerolus.
Mochtar R, Toksemia Gravidarum dalam: Sinopsis Obstetri jilid 1 edisi 2. Jakarta, EGC 1998; 198-208.
d. Gejala klinik
Eklampsia selalu didahului oleh preeklampsia. Perawatan prenatal
untuk kehamilan dengan predisposisi preeklampsia perlu ketat dilakukan,
agar dapat dikenal sedini mungkin gejala-gejala prodromal eklampsia. Sering
dijumpai wanita hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang-kejang
eklampsia, karena tidak terdeteksi adanya preeklampsia sebelumnya.
Angsar D. Hipertensi dalam Kehamilan Edisi II. Lab/SMF Obstetri-Ginekologi FK UNAIR, Maret 2003; 1-44
Sudhaberata K. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia dalam: Cermin Dunia Kedokteran No.133 Jakarta 2001; 27-31
a. Eklampsia merupakan kasus akut, pada penderita preeklampsia, yang
disertai dengan kejang dan koma. Sama halnya dengan preeklampsia,
eklampsia dapat timbul pada ante, intra dan post partum. Eklampsia post
partum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah
persalinan.
b. Pada penderita preeklampsia yang akan kejang, umumnya memberi
gejala-gejala atau tanda-tanda yang khas, yang dapat dianggap sebagai
tanda prodromal akan terjadinya kejang. Preeklampsia yang disertai
dengan tanda-tanda prodromal ini disebut sebagai ‘impending eklampsia’
atau ‘imminent eklampsia’
Tabel: Tanda/ Gejala-gejala prodomal kejang (impending eklampsia)
Tanda –tanda / gejala Penyebab
Nyeri kepala hebat
Gangguan visus
Muntah-muntah
Nyeri epigastrium
Edema cerebri
Edema cerebri
Edema cerebri
Terganggunya kapsul hepar
atau perdarahan subkapsuler
c. Eklampsia selalu didahului oleh preeklampsia. Perawatan prenatal untuk
kehamilan dengan predisposisi preeklampsia perlu ketat dilakukan, agar
dapat dikenal sedini mungkin gejala-gejala prodromal eklampsia. Sering
dijumpai wanita hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang-
kejang eklampsia, karena tidak terdeteksi adanya preeklampsia
sebelumnya.
d. Kejang-kejang dimulai dengan ‘kejang tonik.’ Tanda-tanda kejang tonik
ialah dengan dimulainya gerakan kejang berupa “twitching” dari otot-otot
muka khususnya sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul
konstraksi otot-otot tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh
menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita mengalami distorsi, bola
mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai
dalam posisi inverse. Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan
kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15 – 30 detik.
e. Kejang tonik ini segera disusul dengan ’kejang klonik’. Kejang klonik
dimulai dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali
dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata.
Kemudian disusul dengan konstraksi intermitten pada otot-otot muka dan
otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga
seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Sering kali pula lidah
tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbuka dan tertutup dengan
kuat. Dari mulut keluar liur berbusa yang kadang-kadang disertai bercak-
bercak darah. Wajah tampak membengkak karena kongesti dan pada
konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik perdarahan.
Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir, sehingga pernafasan
tertahan, kejang klonik berlangsung kurang lebih 1 menit. Setelah itu
berangsur-angsur kejang melemah, dan akhirnya penderita diam tidak
bergerak.
Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit, kemudian berangsur-angsur
kontraksi melemah dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh ke dalam
’koma’. Pada waktu timbul kejang, desakan darah dengan cepat
meningkat. Demikian juga suhu badan meningkat, yang mungkin oleh
karena gangguan cerebral. Penderita mengalami inkontinensia disertai
dengan oliguria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahan
muntah.
f. Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi, dan bila
tidak segera diberi obat-obat anti kejang akan segera disusul dengan
episode kejang berikutnya. Setelah berakhirnya kejang, frekuensi
pernafasan meningkat, dapat mencapai 50 kali per menit akibat terjadinya
hiperkardia, atau hipoksia. Pada beberapa kasus bahkan dapat
menimbulkan sianosis.
g. Penderita yang sadar kembali dari koma, umumnya mengalami
disorientasi dari sedikit gelisah. Untuk menilai derajat hilangnya
kesadaran, dapat dipakai beberapa cara. Diperkenalkan suatu cara untuk
menilai derajat kedalaman koma tersebut “Glasgow Coma Scale”. Di
Inggris untuk mengevaluasi koma pada eklampsia ditambah penilaian
kejang, dan disebut “Glasgow-Pittssburg coma scoring system”.
Glasgow – Pittsburgh Coma Scoring System1
Glasgow coma scale : hanya A + B + C
Untuk penilaian coma pada eklampsia ditambahkan D + E + F + G,
Sehingga disebut Glasgow-Pittsburgh Coma Scale
Encircle one each response category (A) ------------(G)
(A)EYE OPENING (F) SEIZURES (score worst)Spontaneous = 4 No seizures = 5To speech = 3 Local seizures = 4To pain = 2 Generalized, Intermittent = 3None = 1 Generalized, continous = 2
Flaccidity = 1(B)BEST MOTOR RESPONSE
(extremities of best side) (G) SPONTANEOUS BREATHINGObeys = 6 Normal = 5Localizes = 5 Periodic = 4Withdraws = 4 Central Hyperventilation = 3Abnormal flexion = 3 Irregular/Hypoventilation = 2 Extends = 2 None (Apnea) = 1None = 1
(C)BEST VERBAL RESPONSE TOTAL SCOREOriented = 5Confused conversation = 4 Worst = 7 ; best = 35Inappropriate words = 3 (A+B+C+D+E+F+G)Incomprehensible sounds = 2 (Glasgow score alone = A+B+C)None = 1
PATIENT CONDITION AT TIME OF EXAM
(D)PUPIL RESPNSE TO BRIGHTLIGHT
Check (V) all that applyAnesthesia
Normal = 5Sluggish = 4Unequal response = 3 Paralysis (partial or completeUnequal size = 2 neuromuscular blockadeNo response = 1
Intubation(E)SELECTED CRANIAL NERVE
REFLEXES Mechanical VentilationAll present = 5Lash absent = 4Corneal absent = 3Doll’s eye absent = 2Cranial (all) absent = 1
e. Perawatan Eklampsia
Angsar D. Hipertensi dalam Kehamilan Edisi II. Lab/SMF Obstetri-Ginekologi FK UNAIR, Maret 2003; 1-44
Soedarto dkk. Hipertensi dalam Kehamilan dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi. RSUD Ulin FK Unlam, Banjarmasin; 17-29
Noor S. Magnesium sulphate in the prophylaxis and teatment of eclampsia. Department of Gynaecology, Ayub Medical College, Abbottabad and Lady Reading Hospital Peshawar. Available at: (http://www.ayubmed.edu.pk/JAMC/PAST/16-2/Shehla.htm, diakses tanggal 10 April 2007).
Perawatan eklampsia sebagai suatu penyakit
a. Pada hakekatnya pengobatan yang sangat penting dalam perawatan
penderita eklampsia ialah pengobatan medical dan perawatan suportif.
Tujuan utama dari pengobatan medical eklampsia ialah
1. mencegah dan menghentikan kejang
2. mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
3. mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin
4. sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan dengan cara yang tepat
Pengobatan medicinal
Obat anti kejang
Obat anti kejang yang menjadi pilihan pertama ialah sulfamagnesikus.
Bila dengan jenis obat ini kejang masih sukar diatasi, maka dapat dipakai obat
jenis lain, misalnya: Thiopental. Diazepam dapat dipaikai sebagai alternatif
pilihan, namun mengingat dosis yang diperlukan sangat tinggi, maka
pemberian Diazepam hanya dilakukan oleh mereka yang telah
berpengalaman. Pemberian diuretikum hendaknya selalu disertai dengan
memonitor plasma elektrolit. Obat kardiotonika ataupun obat-obat anti
hipertensi hendaknya selalu disiapkan dan diberikan benar-benar atas
indikasi.
MgSO4:
a. Loading dose
- 4 - 5 gram; 20% MgSO4 dalam larutan 20-25cc intravena selama 4-5
menit.
- Disusul 8- 10 gram i.m. 40% MgSO4 dalam larutan @ 10 cc -12,50 cc,
berikan pada bokong kiri dan kanan @ 4 – 5 gram. i.m.
b. Maintenance dose
- Tiap 6 jam diberikan lagi 4 – 5 gram i.m. MgSO4. 40 % 10 cc.
c. Monitoring tanda2 keracunan Mg SO4
Syarat-syarat pemberian MgSO4:
- Tersedia kalsium glukonas 1 gram, 10 ml 10%
- Refleks patella (+) kuat
- Pernapasan > 16x/menit, tanpa tanda-tanda distress pernapasan
- Produksi urin > 100 ml dalam 4 jam sebelumnya
Dihentikan bila:
- Adanya tanda-tanda intoksikasi
- Setelah 24 jam paska persalinan
- 6 jam pasca persalinan normotensif
b. Pengobatan suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi organ-
organ penting, misalnya: tindakan2 untuk memperbaiki acidosis,
mempertahankan ventilasi paru-paru, mengatur desakan darah, mencegah
dekompensasi cordis dan sebagainya.
Pada penderita yang mengalami kejang dan koma, maka “nursing care”
misalnya: meliputi cara-cara perawatan penderita dalam suatu kamar
isolasi, mencegah aspirasi, mengatur infuse penderita lain-lain
c. Perawatan pada waktu kejang
Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan ialah
mencegah penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut.
1. Dirawat di kamar isolasi cukup terang : agar bila terjadi sianosis segera
dapat diketahui.
2. Letakkan penderita ditempat tidur yang lebar.
3. Masukkan sudap lidah ke dalam mulut penderita dan jangan mencoba
melepas sudap lidah yang sedang tergigit, karena dapat mematahkan gigi.
4 Kepala direndahkan: daerah orofaring dihisap.
5. Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstrimitas penderita yang kejang
tidak terlalu kuat menghentak-hentak benda keras disekitarnya.
6. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor, guna menghindari
fraktur.
7. Bila penderita selesai kejang-kejang, segera beri oksigen.
d. Perawatan koma
1. Perlu diingat bahwa penderita koma tidak dapat bereaksi atau
mempertahankan diri terhadap:
- suhu yang ekstrem
- posisi tubuh yang menimbulkan nyeri
- aspirasi: hilangnya refleks muntah
2. Bahaya terbesar yang mengancam penderita koma, ialah terbuntunya
jalan nafas atas.
Setiap penderita eklampsia yang jatuh dalam koma, harus dianggap bahwa
jalan nafas atas terbuntu, kecuali dibuktikan lain.
3. Oleh karena itu tindakan pertama-tama pada penderita yang jatuh koma
(tidak sadar), ialah menjaga dan mengusahakan agar jalan nafas atas tetap
terbuka. Cara yang sederhana dan cukup efektif dalam menjaga
terbukanya jalan nafas atas, ialah dengan maneuver “head tilt-neck lift”
atau “head tilt-chin lift” yang kemudian dapat dilanjutkan dengan
pemasangan ”oropharyngeal airway”.
4. Hal penting kedua yang perlu diperhatikan ialah, bahwa penderita koma,
akan kehilangan refleks muntah sehingga kemungkinan terjadinya
aspirasi bahan lambung adalah sangat besar. Lambung ibu hamil harus
selalu dianggap sebagai lambung penuh. Oleh karena itu, semua benda-
benda yang ada dalam rongga mulut dan tenggorokan, baik berupa lendir,
maupun sisa makanan harus segera dihisap secara intermitten. Penderita
ditidurkan dalam posisi stabil untuk drainage lendir.
5. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai: “Glasgow–
Pittsburg–Coma Scale”.
6. Pada perawatan koma; perlu diperhatikan pencegahan decubitus dan
makanan penderita.
7. Pada koma yang lama, bila nutrisi tidak mungkin; cukup diberikan dalam
bentuk NGT (Naso Gastric Tube).
Pengobatan Obstetrik :
Sikap terhadap kehamilan:
a. Sikap dasar: semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
b. Bilamana diakhiri:
Sikap dasar: kehamilan diakhiri bila sudah terjadi “stabilisasi” (pemulihan)
hemodinamika dan metabolisme ibu.
c. Cara terminasi kehamilan:
1. Belum inpartu :
Induksi persalinan:
Sectio Cesarea, bila:
- syarat oxytocin drip tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi oxytocin
drip
- atau oxytocin drip gagal
2. Sudah Inpartu :
Kala I : diikuti sesuai dengan grafik Friedman,dan manajemen bila
terjadi kelainan
Kala II : pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan
dengan partus buatan (ibu tidak boleh mengejan).
d. Perawatan pasca persalinan.
1. Bila persalinan terjadi pervaginam monitoring tanda-tanda vital
dilakukan sebagaimana lazimnya.
2. Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 1 x 24 jam persalinan.
f. Prognosis
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka
gejala perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera
setelah persalinan berakhir perubahan patofisiologi akan segera pula
mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan.
Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan
gejala pertama penyembuhan. Desakan darah kembali normal dalam beberapa
jam kemudian.
Angsar D. Hipertensi dalam Kehamilan Edisi II. Lab/SMF Obstetri-Ginekologi
FK UNAIR, Maret 2003; 1-44
Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada
janin pada beberapa golongan yang sudah mempunyai hipertensi kronik.
Prognosis janin pada penderita eklampsia juga tergolong buruk. Seringkali
janin mati intra uterine atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi
bayi sudah sangat inferior.\
Sudhaberata K. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia dalam:
Cermin Dunia Kedokteran No.133 Jakarta 2001; 27-31
Prognosis eklampsia ditentukan oleh kriteria Eden.
Sudhaberata K. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia dalam: Cermin
Dunia Kedokteran No.133 Jakarta 2001; 27-31
Kriteria Eden untuk menentukan prognosis Eklampsia (tahun 1922):
1. Koma yang lama.
2. Nadi diatas 120 per menit
3. Suhu diatas 103o F
4. Desakan darah sistolik diatas 200 mmHg.
5. Kejang lebih dari 10 kali
6. Proteinuria lebih 10 gr/liter
7. Tidak ada edema
Bila didapatkan satu atau lebih dari gejala tersebut, prognosis ibu buruk.