perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

55
LAPORAN TUTORIAL PERAWATAN NON BEDAH PADA LESI JARINGAN LUNAK MULUT (SKENARIO 1) Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Tutorial Blok Kuratif dan Rehabilitatif II Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember Disusun oleh: Kelompok Tutorial VII

Transcript of perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

Page 1: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

LAPORAN TUTORIAL

PERAWATAN NON BEDAH PADA LESI JARINGAN LUNAK MULUT

(SKENARIO 1)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Tutorial Blok

Kuratif dan Rehabilitatif II

Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember

Disusun oleh:

Kelompok Tutorial VII

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2010

Page 2: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK

Tutor : drg. Iin Eliyana Triwahyuni, Mkes

Ketua : Megen Mekhanzie (081610101028)

Scriber Meja : Eko mukti W (081610101003)

Scriber Papan : Eticha Aurora S (081610101056)

Anggota :

1. Caka Cindera sari (081610101060)

2. Sylvia Wardah (081610101061)

3. Mega Nawaekasari (081610101068)

4. Wulan Pratiwi (081610101070)

5. Paulina Samuellia (081610101078)

6. Erwin Indra Kusuma (081610101090)

7. Ary Kurniawan (081610101100)

8. Ayung Wandira M (081610101109)

9. Yeni Sugiarto (081610101110)

Page 3: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan tutorial ini, tentang Perwatan

Non Bedah Pada lesi Jaringan Lunak Mulut. Laporan ini disusun untuk memenuhi

hasil diskusi tutorial kelompok VII pada skenario keempat pada Blok Kuratif dan

Rehabilitatif II.

Penulisan makalah ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,

oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. drg. Iin Eliyana Triwahyuni, Mkes selaku tutor yang telah membimbing

jalannya diskusi tutorial kelompok VII Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Jember dan yang telah memberi masukan yang membantu, bagi pengembangan

ilmu yang telah didapatkan.

2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.

Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi

perbaikan–perbaikan di masa mendatang demi kesempurnaan laporan ini. Semoga

laporan ini dapat berguna bagi kita semua.

Jember, 24 Oktober 2010

Tim Penyusun

Page 4: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Penyusun……………………………………………………………………. ii

Kata Pengantar……………………………………………………………… iii

Daftar Isi……………………………………………………………………. iv

Step I Identifikasi Kata Sulit………………………………………. 1

Step II Identifikasi Masalah………………………………………… 2

Step III Mapping…………………………………………………….. 2

Step IV Pembahasan Masalah……………………………………….. 3

Step V Kesimpulan…………………………………………………. 28

Daftar Pustaka……………………………………………............................ v

Page 5: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

SKENARIO 3

Perawatan Non Bedah Pada lesi Jaringan Lunak Rongga Mulut

Pak Bondan, usia 60 tahun datang ke RSGM UNEJ dengan keluhan rasa

sakit pada pipi,lidah, dan seluruh mulutnya, setelah 10 hari menjalani terapi

radiasi di RSUD Dr.Soetomo untuk terapi kanker nasofaring yang dideritanya.

Pak Bondan juga mengeluh adanya rasa kering, tebal, dan terbakar terutama

pada lidah. Dari anamnesis juga didapatkan riwayat RAS. Pada pemeriksaan

klinis didapatkan :

- Eritema dan edema pada seluruh mukosa mulut.

- Ulser, single, diameter 6mm, tengah putih, tepi kemerahan, sakit pada

mukosa bukal.

- Fissure multiple, kemerahan, sakit pada bibir dan sudut mulut.

- Plak putih,berbatas diffuse, dapat dikerok pada dorsum lidah.

Dokter gigi yang merawatnya menyatakan bahwa pak Bondan menderita

mukositis radiasi disertai RAS, suspect candidiasis oral, dan BMS (Burning

Mouth Sensation) sehingga harus segera ddilakukan perawatan. Pada

kunjungan pertama ini ddokter memberikan terapi simptomatis.

Step 1 Identifikasi Kata Kunci

1. Mukositis radiasi :

inflamasi pada rongga mulut karena efek samping dari

radiasi bagian kepala dan leher..

proses dinamis, muncul pada hari ke 5- 14 setelah

perawatan, melibatkan seluruh mukosa dan submukosa.

2. Terapi simptomatis :

Terapi yang ditujukan untuk mengurangi gejala rasa sakit,

memperpendek perjalanan lesi, mengurangi serta mencegah

terbentuknya lesi baru.

Page 6: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

Step 2 Identifikasi Masalah Dan LO

1.2.1. Apa saja penatalaksanaan efek radiotherapy?

1.2.2. Apa saja penatalaksanaan ulserasi?

1.2.3. Apa saja penatalaksanaan mikroorganisme (jamur,bakteri dan virus)?

1.2.4. Apa saja penatalaksanaan BMS (Burning Mouth Sensation)?

1.2.5. Sebutkan macam-macam terapi untuk kealainan jaringan lunak rongga

mulut? Jelaskan!

Step 3 Mapping

KELUHAN

PEMERIKSAAN

BMS MUKOSITIS RADIASI

RAS SUSPECT CANDIDIASIS

ORAL

PENATALAKSANAAN

Page 7: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

Step IV Pembahasan Masalah

4.1 Penatalaksanaan efek Radiotherapy

Kemoterapi dan radioterapi menimbukan efek samping atau komplikasi di

rongga mulut. Tidak semua pasien kemoterapi kanker memiliki resiko yang sama

untuk mendapat komplikasi oral. Resiko terjadinya komplikasi oral tergantung

pada beberapa faktor yaitu mukosa oral, mikroorganisme rongga mulut, trauma

pada jaringan oral dan perubahan anatomi dan fungsi oral akibat kanker yang

diderita.

Komplikasi oral akibat kemoterapi dibagi atas 2 bentuk utama yaitu :

komplikasi dari obat kemoterapi yang langsung menimbulkan efek pada mukosa

oral (direct stomatotoxity) dan efek dari perubahan mukosa (indirect

stomatotoxity) dalam keadaan mielosupresi. Efek stomatotoksitas langsung

diantaranya adalah mukositis, xerostomia dan neurotoksik sedangkan efek

stomatotoksik tidak langsung adalah infeksi bakteri, virus, fungi dan perdarahan

akibat trombositopeni.

EFEK SAMPING TERAPI RADIASI DAERAH KEPALA DAN LEHER:

Pada kulit dan mukosa mulut tampak eritematous.

Perubahan histologis dan fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan

terapi sitotoksik

Gangguan struktural dan fungsional pada jaringan pendukung gigi.

Pada kelenjar air liur terjadi xerostomia.

Pada gigi menimbulkan karies radiasi (tampak setelah beberapa tahun).

Osteoradionekrosis pada tulang.

Terapi pada mukosa:

a. Penggunaan obat kumur

b. Mengkonsumsi makanan bernutrisi (protein) tinggi.

c. Menghindari makanan panas dan pedas.

d. Pemnberian obat sedative dan vitamin B untuk menanggulangi rasa sakit.

Page 8: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

Penatalaksanaan Mukositis Radiasi Pada Penderita Kanker Di Leher Dan

Kepala

A. Pra-Terapi

Pasien yang masih bergigi

Pemeriksaan pra-terapi dilakukan dengan maksud mencegah

timbulnya fokus infeksi. Pada pasien yang masih bergigi, pemeriksaan

mukosa rongga mulut, gigi-geligi, periodonsium, kelenjar saliva, dan

rahangnya harus dilakukan oleh ahli bedah oro-maksilo-fasial atau

dokter gigi. Demikian juga tingkat kebersihan mulutnya harus

dievaluasi. Pada semua gigi yang telah ditambal, tidak boleh dilupakan

mengetes kevitalan pulpanya.

Selain itu harus dibuat juga radiografi standar, misalnya panorex

dan radiograf intraral, untuk memeriksa ada tidaknya karies, sisa-sisa

akar, granuloma periapeks, keadaan gigi yang masih ada, dan poket

infra-bony. Perawatan yang diperlukan untuk menanggulangi keadaan

tersebut harus sudah dituntaskan sebelum terapi sinar dimulai.

Sebelum terapi sinar dimulai, keadaan kesehatan rongga mulut

harus dibuat seoptimal mungkin. Perawat gigi harus melakukan skaling

dan root planning yang sempurna, melalukan pemolesan tambalan

dengan baik dan menghaluskan tonjol-tonjol gigi yang tajam agar tidak

menimbulkan iritasi mekanik, dan membantu pasien dalam

melaksanakan upaya-upaya preventif. Pemeriksaan dan perawatan

sebelu penyinaran merupakan tindakan yang sangat penting dalam

rangka mencegah timbulnya osteoradionekrosis. Efek samping

berbahaya yang potensial ini, sebagai akibat berlubangnya gigi,

parodontitis yang parah dan pencabutan gigi, yang mungkin timbul jika

kebersihan mulut tidak diusahakan secara optimal, harus betul-betul

ditekankan pencegahannya. Selain itu semua perawatan misalnya

perawatan endodontik, pencabutan, atau penambalan harus sudah

diselesaikan sebelum dimulainya terapi penyinaran. Prosedur bedah

seperti pada pencabutan misalnya, harus dilakukan dengan hati-hati

Page 9: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

sekali agar dicapai penyembuhan yang cepat dan baik. Prosedur-

prosedur ini mungkin akan menjadi kontraindikasi kalau dilakukan

pada saat penyinaran atau sesudahnya jika gigi-gigi termaksud berada

di daerah yang disinari. Biasanya disepakati bahwa waktu yang

diberikan setelah tindakan perawatan itu selesai adalah 2 minggu

dimana dianggap penyembuhannya pada saat itu telah jelas.

Pada pasien yang bergigi, pemberian preparat fluor diperlukan

apabila daerah penyinarannya meliputi lebih dari dua kelenjar saliva

yang besar, karena dosis yang rendah pun akan menyebabkan

berkurangknya aliran saliva dengan menurunnya pH dan kandungan

bikarbonatnya. Jika pada dosis kumulatif 40 Gy masih memberikan

hialngnya kemampuan protektif karena pembersihan alamiahnya sudah

berkurang, kapasitas bufer menghilang, dan faktor-faktor antibakteri

terganggu. Jika ditambah dengan diet yang kariogenik maka hal ini

akan berakibat timbulnya macam karies yang sangat merusak yakni

karies radiasi (karies rampan). Untuk mencegah timbulnya karies

radiasi ini, dibuat sendok cetak perorangan bagi aplikasi fluor selama

dan sesudah terapi penyinaran. Gel fluor netral diaplikasikan sekali dua

hari selama 5 menit. Perawat harus membimbing dan mengawasi

pelaksanaan terapi fluor ini dengan ketat serta memberikan nasihat

mengenai diet yang tidak kariogenik.

Pasien tidak bergigi

Sebelum terapi penyinaran dimulai, tetap harus dilakukan

pemeriksaan yang teliti pada rongga mulut pasien baik oleh dokter gigi

ataupun ahli bedah mulut. Mutu kecekatan gigi tiruan harus diperiksa

dengan teliti, demikian juga kondisi mukosa rongga mulutnya.

Pemeriksaan radiograf dibuat untuk memeriksa ada tidaknya fokus

infeksi misalnya kista residual, sisa akar dan sebagainya.

Page 10: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

Jika diperlukan terapi pembedahan. Tindakan ini harus dikerjakan

dan diselesaikan dua minggu sebelum terapi penyinaran, agar pada saat

penyinaran dilakukan penyembuhan jaringan lunak telah sempurna.

Jika seluruh rongga mulut tercakup dalam penyinaran, pasien tidak

diperkenankan memakai gigi tiruannya selama penyinaran dan 12

minggu sesudahnya. Pemakaian gigi tiruan akan menyebabkan iritasi

berkepanjangan terhadap jaringan lunak ronga mulut yang harus

dicegah jangan sampai timbul selama penyinaran. Iritasi mekanik dari

ggi tiruan ini akan menyebabkan timbulnya mukositis. Mukosa yang

rusak merupakan port d’entree bagi bakteri sehinga memudahkan

terjadinya osteoradioneksrosis.

B. Intra-terapi

Perawat gigi sangat bermakna bagi perawatan pasien selama terapi

penyinaran. Peran perawat gigi ini sangat penting dalam upaya pencegahan

dan pendidikan terhadap pasien. Efek samping penyinaran dan keparahan

efek samping tersebut sangat berhubungan dengan keadaan kebersihan dan

kesehatan rongga mulut sebelum, selama dan sesudah terapi penyinaran.

Selama masa penyinaran, bersihkan rongga mulut setiap hari

dengan menyemprotkan larutan salin steril diperlukan bagi pembersihan

debris secara mekanik. Selain itu, pasien harus berkumur sendiri selama

sepuluh kali sehari dengan larutan salin tersebut. Pemeriksaan derajat

mukositisnya diperlukan untuk membantu terjadinya komunikasi yang tepat

antar peklinik yang terlibat dalam perawatan pasien.

Page 11: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

Pasien yang bagian-bagian penting dalam rongga mulutnya

tersinari, dan karena itu sangat mungkin terkena reaksi mukosa yang parah

dan meluas, harus diberi tablet isap PTA 4 kali sehari. Pada pasien yang

bergigi sakitnya lapisan mukosa dan berkurangnya pengeluaran saliva akan

menghambat pembersihan gigi. Untuk mencegah timbulnya karies, pasien

ini harus mengaplikasikan 1% gel fluor netral selama 5 menit setiap dua hari

sekali. Kami menganjurkan penggunaan gel fluor netral karena gel fluor

yang tersedia di pasaran mempunyai pH 4-5. Sementara gel-gel ini

mempunyai efek optimal terhadap struktur email, gel ini sangat mengiritasi

mukosa pasien yang disinar, yang ternyata mengalami pengalaman yang

tidak enak dengan pemakaian gel fluor ini. Oleh karena itu tidak dianjurkan

mengisi cetakan dengan gel terlalu banyak, hanya beberapa saja.

Bagi pencegahan trismus, pembukaan maksimum rongga mulut

harus diukur pada hari pertama penyinaran dan sesudah itu setiap minggu.

Jika ukuran membukanya mulut dan berkurang dibandingkan dengan saat

pra-terapi, maka latihan pembukaan mulut harus dikerjakan. Untuk

kepentingan tersebut lonjoran karet merupakan sarana yang sangat baik

untuk digunakan. Agar bibir tidak tergigit atau tergores dianjurkan untuk

Page 12: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

mengoleskan vaselin pada bibir duka kali sehari. Selama penyinaran harus

dijaga agar bibir tetap bersih.

Pemberian makanan. Semua pasien harus ditimbang berat badannya setiap

minggu. Jika penurunan berat badan lebih dari 1 kg tiap minggunya, diet

harus disesuaikan atau diberi makanan secara artifisial karena pasien harus

tetap dalam kondisi fisik penyinaran. Kurangnya gizi dapat berakibat

tertundanya penyembuhan jaringan terluka.

Masalah dalam mengunyah dan menelan makanan, terutama

sebagai akibat mukositis yang parah, sering mengakibatkan harus

disesuaikannya protokol penyinaran, atau timbulnya interupsi jadwal

penyinaran untuk beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu protokol

higiene oral yang ketat dan seimbang seperti yang telah diuraikan di depan,

dapat mencegah terjadinya masalah dalam makan pada hampir semua kasus

karena tercegahnya mukositis yang parah.

Pencegahan timbulnya infeksi. Infeksi yang paling umum terjadi selama

terapi penyinaran jika upaya pencegahan tidak dilaksanakan adalah

kandidosis. Pemakaian tablet isap PTA berisikan amfoterisin B 10 mg akan

mencegah masalah kandidosis ini. Pengendalian flora rongga mulut secara

tepat sebaiknya benar-benar dilakukan. Sebelum memulai terapi penyinaran

dan selama penyinaran dilakukan, biakan baseline dan surveillance dari

flora rongga mulut harus dikerjakan agar adanya perubahan dalam flora

Page 13: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

rongga mulut dapat terdeteksi secara dini. Pemantauan flora rongga mulut

sangat bermanfaat dalam mengevaluasi program higiene oral dan mencegah

timbulnya mukositis. Selama terapi penyinaran, kontrol mingguan cukup

memadai dalam situasi klinik (bukan suatu eksperimen).

C. Pasca-terapi

Setelah periode penyinaran, sistem follow-up yang tepat haus sudah

dibuta. Pemeriksaan gigi, pada pasien yang bergigi, harus dilakukan setiap 3

bulan dan paling baik dilakukan bersama-sama dengan kontrol onkologinya.

Setelah penyinaran, berkurangnya saliva biasanya merupakan komplikasi

utama.

Jika diperlukan bahan pengganti saliva, saliva artifisial berisikan

musin merupakan pilihan terbaik. Berkurangnya sekresi saliva dan

berubahnya komposisi akan menyebabkan kerentanan karies yang lebih

tinggi. Aplikasi fluor setiap hari harus diteruskan seumur hidup.

Pengurangan frekuensi aplikasinya dapat dilakukan jika ada data mengenai

sekresi saliva yang aktual, namun sampai saat ini pengaturan yang demikian

tidak mungkin dilakukan karena kurangnya data mengenai hal ini.

Selama pengontrolan gigi- geligi, teknik aplikasi fluornya juga perlu

diperiksa. Pemeriksaan terhadap karies harus dilakukan dengan hati-hati dan

jika perlu dilakukan restrasi, tindakan ini harus dilakukan secepatnya.

Pencegahan timbulnya radionekrosis merupakan tindakan yang sangat

penting. Pengendalian yang tepat dan bimbingan perawatan bagi

periodontium benar-benar sangat diperlukan. Jika pencabutan gigi di bagian

rahang yang disinar tak dapat dihindari, tindakan ini harus dilakukan oleh

ahli bedah mulut. Pencegahan timbulnya infeksi dengan memakai

antibiotika sistemik selama dua minggu sangat penting dilakukan dalam

kasus-kasus pencabutan.

Pada pasien yang tak begigi lagi, dianjurkan untuk meminta mereka

agar tidak memakai gigi tiruannya sampai mukosa rongga mulutnya betul-

betul telah sembuh. Setelah itu, dokter gigi harus memeriksa kecekatan gigi

Page 14: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

tiruannya. Gigi tiruan yang longgar harus diperbaiki atau diganti.

Pemeriksaan tahunan gigi tiruan pada pasien-pasien ini harus dilakukan oleh

dokter gigi.

Radioterapi pada kepala dan leher dapat menyebabkan kerusakan

permanen pada glandula saliva. Kerusakan ini dapat menyebabkan produksi saliva

menurun (hiposalivasi) yang dapat menyebabkan xerostomia, halitosis, sensasi

mulut terbakar, intoleransi makanan pedas dan panas, kandidiasis, mukositis, dll.

Terapi yang dapat diberikan untuk mengatasi hiposalivasi yang menyebabkan

xerostomia tersebut dengan:

Minum cairan dalam jumlah yang lebih banyak.

Mengkonsumsi obat-obatan yang dapat merangsang produksi saliva.

Memperhatikan dosis dan durasi dari terapi radiasi.

Terapi untuk BMS akibat radioterapi:

Mengkonsumsi makanan yang lebih bernutrisi, tambahan konsumsi

suplemen (vitamin B) dan mineral (zinc)

Memperhatikan dosis dan durasi dari terapi radiasi.

Terapi untuk oral candidiasis:

Sebenarnya terapi tergantung dari jenis oral candidiasis yang ada, namun yang

paling umum terjadi adalah Candidiasis pseudomembran yang umumnya terdapat

di mukosa bukal, palatal dan dorsal lidah.

Medikasi yang dapat diberikan adalah:

Anti jamur topical (suspense oral nystatin dan tablet hisap clotrimazol)

Anti jamur sistemik (tablet ketokonazole, tablet flukonazole, tablet

itrakonazole).

Lama terapi dianjurkan untuk dilanjutkan kurang lebih 48 jam setelah tanda klinis

candidiasis hilang dan tidak ada eritema mukosa, ada pula yang

merekomendasikan untuk melakukan medikasi terus selama 10-14 hari setelah

hilangnya tanda-tanda klinis.

Page 15: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7899/1/09E01562.pdf)

3.2 Penatalaksanaan Ulserasi

Stomatitis Aphtousa Rekuren (SAR) adalah lesi mukosa rongga mulut yang

paling umum sering terjadi, ditandai dengan ulser yang timbul berulang di mukosa

mulut pasien dengan tanpa adanya gejala dari penyakit lain. Saat ini SAR tidak

lagi dianggap sebagai penyakit tunggal tetapi cenderung sebagai keadaan

patologis dengan manifestasi klinis yang serupa. Gangguan immunologi,

defisiensi nutrisi, alergi, trauma, kebiasaan (habit), hormonal dan keadaan

psikologis memiliki keterkaitan dengan SAR.

Berdasarkan manifestasi klinis terdapat tiga kategori SAR:

- Ulser Minor (atau disebut juga dengan nama Mikulicz’s aphthae atau mild

aphthous ulcers) : 80% dari total kejadian, diameter 1cm,

- Ulser Mayor (bisa disebut juga dengan istilah periadenitis mucosa necrotica

recurrens atau Sutton’s disease) : 10%-15% dari total kejadian, diameter

>1cm, sakit, waktu sembuh lebih lama dan sering meninggalkan jaringan

parut, terkadang melibatkan kelenjar ludah minor. Demam, disfagia dan

malaise terkadang muncul pada saat awal munculnya penyakit. Sering

terdapat pada bibir, palatum lunak

- Ulser Herpetiform (menyerupai manifestasi herpes simpleks) : 5%-10% dari

total kejadian, diameter 1-3mm, berjumlah banyak, berbentuk bulat, sakit,

mengenai hampir seluruh mukosa mulut.

ETIOLOGI

- Faktor herediter

- Hematologik defisiensi terutama zat besi, folat, vitamin B12

- Abnormalitas immunologis atau hipersensitif terhadap organisme oral

seperti

Streptococcus sanguis

- Trauma

- Stress psikologis

Page 16: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

- Kecemasan (anxiety)

- Alergi terhadap makanan seperti susu, keju, gandum dan terigu

- Detergen sodium lauryl sulfat yang terkandung dalam pasta gigi

MANIFESTASI KLINIK

Lesi pada mukosa oral didahului dengan timbulnya gejala seperti terbakar

(prodormal burning) pada 2-48 jam sebelum ulser muncul. Selama periode initial

akan terbentuk daerah kemerahan pada area lokasi. Setelah beberapa jam, timbul

papul, ulserasi, dan berkembang menjadi lebih besar setelah 48-72 jam.

Lesi bulat, simetris, dan dangkal, tetapi tidak tampak jaringan yang sobek dari

vesikel yang pecah. Mukosa bukal dan labial merupakan tempat yang paling

sering terdapat ulser. Namun ulser juga dapat terjadi pada palatum dan ginggiva.

- Lesi minor : berdiameter 0,3-1 cm, sembuh dalam 1 minggu dan sembuh

sempurna dalam 14 hari tanpa meninggalkan jaringan parut.

- Lesi major : berdiameter 1-5 cm dan berkembang lebih dalam. Lesi biasanya

sangat sakit, mengganggu bicara dan makan. Lesi bisa bertahan berbulan-

bulan, sembuh dalam waktu yang lama dan meninggalkan jaringan parut.

- Lesi herpetiform : terjadi pada orang dewasa. Berdiameter 1-3 mm,

jumlahnya banyak, bila pecah bersatu ukuran lesi menjadi lebih besar dan

melibatkan mukosa oral yang luas.

TERAPI

- (Kasus ringan) dapat diaplikasikan obat topikal seperti orabase. Sebagai

pereda rasa sakit dapat diberikan topikal anestesi.

- (Kasus berat) dapat diaplikasikan preparat kortikosteroid topikal, seperti

triamcinolon atau fluorometholon (2-3 kali sehari setelah makan dan

menjelang tidur).

- Tetrasiklin obat kumur dan gel dapat mempersingkat waktu penyembuhan

ulser.

- Pada pasien ulser major atau multiple ulser minor yang parah yang tidak

responsif terhadap terapi topikal, diberikan terapi sistemik.

Page 17: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

- Terapi ulser traumatik : membersihkan ulser dengan normal saline atau

hydrogen peroksida dengan campuran air.

PENCEGAHAN

Dengan mengetahui penyebabnya, kita diharapkan dapat menghindari

terjadinya stomatitis (sariawan), diantaranya dengan menjaga kebersihan rongga

mulut serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama pada makanan yang

mengandung vitamin B12 dan zat besi. Selain itu dianjurkan untuk menghindari

stress. Namun bila sariawan selalu hilang timbul, dapat mencoba dengan kumur-

kumur air garam hangat dan berkonsultasi dengan dokter gigi dengan meminta

obat yang tepat sariawannya. Ada beberapa usaha lain yang dilakukan untuk

mencegah munculnya sariawan. Misalnya, menjaga kesehatan umum terutama

kesehatan pada mulut, menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau

saat menggigit makanan, menghindari pasta gigi yang merangsang, menghindari

kondisi stress, menghindari makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin, sering

mengkonsumsi buah dan sayuran, terutama vitamin B, vitamin C, dan zat besi;

serta menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat menimbulkan

reaksi alergi pada rongga mulut.

American Dental Association. 2003. The diagnosis and management of recurrent

aphthous stomatitis. J Am Dent Assoc, Vol 134, No 2, 200-207.

Greenberg, Martin S & Michael Glick. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis &

Treatment. 10ed. USA: BC Decker Inc.

MacPhail L. Topical and systemic therapy for recurrent aphthous stomatitis.

Semin Cutan Med Surg. 1997 Dec;16(4):301-307.

Traumatik Ulser

Definisi

Traumatik ulser adalah bentukan lesi ulseratif yang disebabkan oleh

adanya trauma. Traumatik ulser dapat terjadi pada semua usia dan pada kedua

Page 18: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

jenis kelamin. Lokasinya biasanya pada mukosa pipi, mukosa bibir, palatum, dan

tepi perifer lidah. Traumatik ulser disebabkan oleh trauma berupa bahan-bahan

kimia, panas, listrik, atau gaya mekanik (Langlais & Miller, 2000).

Etiologi dan Patogenesis

Penyebab traumatik dari ulserasi mulut dapat berupa trauma fisik atau

trauma kimiawi. Kerusakan fisik pada mukosa mulut dapat disebabkan oleh

permukaan tajam, seperti cengkeram atau tepi-tepi protesa, peralatan ortodonti,

kebiasaan menggigit bibir, atau gigi yang fraktur.Ulser dapat diakibatkan oleh

kontak dengan gigi patah, cengkeram gigi tiruan sebagian atau mukosa tergigit

secara tak sengaja. Luka bakar dari makanan dan minuman yang terlalu panas

umumnya terjadi pada palatum. Ulkus traumatik lain disebabkan oleh cedera

akibat kuku jari yang mencukil-cukil mukosa mulut (Lewis & Lamey , 1998;

Langlais & Miller, 2000).

Ulser traumatik juga dapat diakibatkan oleh bahan-bahan kimia, panas,

listrik, atau gaya mekanik. Iritasi kimiawi pada mukosa mulut dapat menimbulkan

ulserasi. Penyebab umum dari ulserasi jenis ini adalah tablet aspirin atau krim

sakit gigi yang diletakkan pada gigi-gigi yang sakit atau di bawah protesa yang

tidak nyaman (Lewis & Lamey , 1998; Langlais & Miller, 2000).

Page 19: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

Gambaran Klinis dan Diagnosis

Traumatik ulser mempunyai gambaran khas berupa ulser tunggal yang

tidak teratur. Lesi biasanya tampak sedikit cekung dan oval bentuknya (Gambar

1).

Pada awalnya daerah eritematous dijumpai di perifer, yang perlahan-lahan

menjadi muda karena proses keratinisasi. Bagian tengah lesi biasanya kuning

kelabu. Seringkali trauma penyebabnya jelas terungkap pada pemeriksaan riwayat

penyakit atau pemeriksaan klinis. Mukosa yang rusak karena bahan kimia seperti

terbakar oleh aspirin umumnya batasnya tidak jelas dan mengandung kulit

permukaan yang terkoagulasi dan mengelupas (Bhaskar, 1973; Lewis & Lamey ,

1998; Langlais & Miller, 2000).

Terapi dan Perawatan

- Terapi trumatik ulser berupa terapi kausatif dengan menghilangkan faktor

etiologi atau penyebab (trauma).

- Terapi simptomatik pasien dengan traumatik ulser yaitu dengan pemberian

obat kumur antiseptik seperti khlorhexidin dengan analgesic dan bisa

dengan topikla anatesi.

- Terapi paliatif pada pasien ini dapat dilakukan dengan pemberian

antibiotik.

Page 20: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

- Terapi suportif dapat berupa dengan mengkonsumsi makanan lunak. Jika

lesi benar-benar trauma, maka ulser akan sembuh dalam waktu 7-10 hari.

Pendapat lain mengatakan bahwa setelah pengaruh traumatik hilang, ulser

akan sembuh dalam waktu 2 minggu, jika tidak maka penyebab lain harus

dicurigai dan dilakukan biopsi. Setiap ulser yang menetap melebihi waktu

ini, maka harus dibiopsi untuk menentukan apakah ulser tersebut

merupakan karsinoma (Bengel et al., 1989; Lewis & Lamey , 1998;

Langlais & Miller, 2000; Houston, 2009).

Penyakit BehcetSindrom behcet adalah kondisi multisystem dengan serangkaian

manifestasi, antara lain ulserasi oral. Penderita behcet mungkin memerlukan terapi imunosupresi secara sistemis dan cara ini dan cara ini dapat meringankan gejala-gejala mulutnya.

3.3 Penatalaksanaan Mikroorganisme (jamur,virus,bakteri)

Rongga mulut dihuni oleh berbagai jenis mikroorganisme yang

membentuk mikroflora oral komensal. Mikroflora ini biasanya mengandung

bakteri, mikoplasma, jamur, dan protozoa, yang kesemuanya dapat menimbulkan

infeksi opportunistic simptomatik tergantung pada factor-faktor local atau daya

pertahanan tubuh pejamu yang rendah

Infeksi yang disebabkan oleh bakteri

a. Tuberkulosis

Infeksi sekunder mukosa mulut yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis yang terdapat dalam dahak penderita tuberculosis pulmoner

aktif. Lesi intraoral biasanya terbentuk pada permukaan dorsal lidah tetapi

dapat juga terjadi pada tempat lain.

Penatalaksanaan. Pengobatan local tidak diperlukan karena lesi oral akan

hilang dengan kemoterapi sistemik seperti rifampisin, isoniazid atau

ethambuthol.

b. Gonore

Page 21: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorhoeae. Lesi biasanya

menunjukkan adanya infeksi primer dan adanya kontak orogenital. Penderita

mengeluh tentang rasa sakit pada mukosa mulut diiringi dengan terjadinya

perubahan pengecapan, halitosis serta limfadenopati. Pemeriksaan klinis

menunjukkan tanda-tanda klinis yang bervariasi, termasuk eritema, edema,

ulserasi, dan pseudomembran teruma didaerah tonsil serta orofaring.

Penatalaksanaan. Pengobatan gonore didasarka pada pemberian antibiotic

secara sistemis, dengan procaine penicillin sebagai pilihan utama, yang dapat

diberikan secara intramuscular atau oral dengan kombinasi probenecid.

c. Sifilis

Walaupun lesi primer dari penyakit kelamin ini umunya terjadi didaerah

genitalia, dapat juga dijumpai pada bibir atau mukosa mulut sebagai akibat

kontak orogenital.

Penatalaksanaan. Pengobatan yang paling efektif untuk setiap stadium sifilis

adalah dengan procaine penicillin. Pasien harus terus dipantau selama

minimal dua tahun dan pemeriksaan serologis harus diulangi setiap periode

tertentu.

Infeksi yang disebabkan oleh Jamur

Walaupun berbagai jamur dapat menimbulkan penyakit orofasial, sebagian

besar kondisi tunggal disebabkan oleh spesies Candida.

a. Kandidiasis

Kandidiasis adalah suatu penyakit infeksi pada kulit dan mukosa yang

disebabakan oleh jamur kandida. Kandida adalah suatu spesies yang paling umum

ditemukan di rongga mulut dan merupakan flora normal. Telah dilaporkan spesies

kandida mencapai 40 – 60 % dari seluruh populasi mikroorganisme rongga mulut

(Silverman,2001). Terdapat lima spesies kandida yaitu k.albikans, k. tropikalis, k.

glabrata, k. krusei dan k. parapsilosis. Dari kelima spesies kandida tersebut k.

albikans merupakan spesies yang paling umum menyebabakan infefksi di rongga

mulut.(Nolte,1982)

Page 22: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

Struktur k. albikans terdiri dari dinding sel, sitoplasma nukleus, membrane

golgi dan endoplasmic retikuler. Dinding sel terdiri dari beberapa lapis dan

dibentuk oleh mannoprotein, gulkan, glukan chitin. (Farlane M, 2002). K.

albikans dapat tumbuh pada media yang mengandung sumber karbon misalnya

glukosa dan nitrogen biasanya digunakan ammonium atau nitrat, kadang – kadang

memerlukan biotin. Pertumbuhan jamur ditandai dengan pertumbuhan ragi yang

berbentuk oval atau sebagai elemen filamen hyfa/pseudohyfa (sel ragi yang

memanjang) dan suatu masa filamen hyfa disebut mycelium. Spesies ini tumbuh

pada temperatur 20 – 40 derajat Celsius. ( Mc Farlane 2002).

Terjadinya Kandidiasis di pengaruhi oleh beberapa faktor terutama

pengguna protesa, serostomia (sjogren syndrome), penggunaan radio therapy, obat

– obatan sitotoksis, konsentrasi gula dalam darah (diabetes), penggunaan

antibiotik atau kortikosteroid, penyakit keganasan (neoplasma), kehamilan,

defisiensi nutrisi, penyakit kelainan darah, dan Penderita Immuno supresi (AIDS).

(Silverman S, 2001).

Penggunaan protesa menyebabkan kurangnya pembersihan oleh saliva dan

pengelupasan epitel, hal ini mengakibatkan perubahan pada mukosa.

Pada penderita serostomia, penderita yang di obati oleh radio aktif, dan yang

menggunakan obat – obatan sitotoksis mempunyai mekanisme pembersihan dan

di hubungkan dengan pertahanan host menurun, hal ini mengakibatkan mukositis

dan glositis.

Penggunaan antibiotic dan kortikosteroid akan menghambat pertumbuhan

bakteri komensal sehingga mengakibatkan pertumbuhan kandida yang lebih

banyak.dan menurunkan daya tahan tubuh,karena kortikosteroid mengakibatkan

penekanan sel mediated immune. (Jainkittivong, 2007).

Pada penderita yang mengalami kelainan darah atau adanya pertumbuhan

jaringan (keganasan), sistem fagositosinya menurun, karena fungsi netrofil dan

makrofag mengalami kerusakan.

Terjadinya kandidiasis pada rongga mulut di awali dengan adanya

kemampuan kandida untuk melekat pada mukosa mulut, hal ini yang

menyebabkan awal terjadinya infeksi. Sel ragi atau jamur tidak melekat apabila

Page 23: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

mekanisme pembersihan oleh saliva, pengunyahan dan penghancuran oleh asam

lambung berjalan normal. Perlekatan jamur pada mukosa mulut mengakibatkan

proliferasi, kolonisasi tanpa atau dengan gejala infeksi (Mc Farlane 2002).

Bahan – bahan polimerik ekstra selular (mannoprotein) yang menutupi

permukaan kandida albikans merupakan komponen penting untuk perlekatan pada

mukosa mulut. Kandida albikans menghasilkan proteinnase yang dapat

mengdegradasi protein saliva termasuk sekretori imunoglobulin A, laktoferin,

musin dan keratin juga sitotoksis terhadap sel host. Batas – batas hidrolisis dapat

terjadi pada pH 3.0/3.5 – pH 6.0. Dan mungkin melibatkan beberapa enzim lain

seperti fosfolipase, akan di hasilkan pada pH 3.5 – 6.0. Enzim ini menghancurkan

membran sel selanjutnya akan terjadi invasi jamur tersebut pada jaringan host.

Hifa mampu tumbuh meluas pada permukaan sel host. (Mc Farlane 2002)

Gambaran Klinis

Secara klinis kandidiasis dapat menimbulkan penampilan yang berbeda,

pada umumnya berupa lesi – lesi putih atau area eritema difus (Silverman S,

2001).

Penderita kandidiasis akan merasakan gejala seperti rasa terbakar dan

perubahan rasa kecap. Pada pemeriksaan klinis dapat diklasifikasikan menjadi

lima tipe yaitu akut pseudomembran kandidiasis (thrush), kronis hiperplastik

kandidiasis, kronis atrofik kandidiasis (denture stomatitis), akut atrofik

kandidiasis dan angular sheilitis (Nolte,1982).

Thrush mempunyai ciri khas dimana gambarannya berupa plak putih

kekuning – kuningan pada permukaan mukosa rongga mulut, dapat dihilangkan

dengan cara dikerok dan akan meninggalkan jaringan yang berwarna merah atau

dapat terjadi pendarahan. Plak tersebut berisi netrofil, dan sel – sel inflamasi sel

epitel yang mati dan koloni atau hifa. (Greenberg M. S., 2003). Pada penderita

AIDS biasanya lesi menjadi ulserasi, pada keadaan dimana terbentuk ulser, invasi

kandida lebih dalam sampai ke lapisan basal. (Mc Farlane 2002).

Page 24: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

Kronis hiperplastik kandidiasis disebut juga kandidiasis leukoplakia,

lesinya berupa plak putih yang tidak dapat dikerok, gambaran ini mirip dengan

leukoplakia tipe homogen. (Greenberg.2003).

Keadaan ini terjadi diduga akibat invasi miselium ke lapisan yang lebih dalam

pada mukosa rongga mulut, sehingga dapat berproliferasi, sebagai respon jaringan

inang. (Greenberg M 2003). Kandidiasis leukoplakia sering ditemukan pada

mukosa bukal, bibir dan lidah.

Kronis atrofik kandidiasis ,mempunyai nama lain yaitu denture stomatitis

dan denture sore mouth. Faktor predisposisi terjadinya kandidiasis tipe ini adalah

trauma kronis, sehingga menyebabkan invasi jamur ke dalam jaringan dan

penggunaan geligi tiruan tersebut menyebabkan akan bertambahnya mukus dan

serum, akan tetapi berkurangnya pelikel saliva.

Secara klinis kronis atrofik kandidiasis dapat dibedakan menjadi tiga type yaitu

inflamasi ringan yang terlokalisir disebut juga pinpoint hiperemi, gambaran

eritema difus, terlihat pada palatum yang ditutupi oleh landasan geligi tiruan baik

sebagian atau seluruh permukaan palatum tersebut (15% - 65%) dan hiperplasi

papilar atau disebut juga tipe granular.(Greenberg 2003).

Akut atrofik kandidiasis, disebut juga antibiotik sore mouth. Secara klinis

permukaan mukosa terlihat merah dan kasar, biasanya disertai gejala sakit atau

rasa terbakar, rasa kecap berkurang. Kadang-kadang sakit menjalar sampai ke

tenggorokan selama pengobatan atau sesudahnya kandidiasis tipe ini pada

umumnya ditemukan pada penderita anemia defiensi zat besi. (Greenberg, 2003).

Angular cheilitis, disebut juga perleche, terjadinya di duga berhubungan dengan

denture stomatits. Selain itu faktor nutrisi memegang peranan dalam ketahanan

jaringan inang, seperti defisiensi vitamin B12, asam folat dan zat besi, hal ini akan

mempermudah terjadinya infeksi. Gambaran klinisnya berupa lesi agak

kemerahan karena terjadi inflamsi pada sudut mulut (commisure) atau kulit sekitar

mulut terlihat pecah - pecah atau berfissure. (Nolte, 1982. Greenberg, 2003).

Terapi

Page 25: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

Kandidiasis pada rongga mulut umumnya ditanggulangi dengan

menggunakan obat antijamur,dengan memperhatikan factor predisposisinya atau

penyakit yang menyertainya,hal tersebut berpengaruh terhadap keberhasilan

pengobatan atau penyembuhan.(Mc Cullough 2005,Silverman 2001)

Obat-obat antijamur diklasifikasikan menjadi beberapa golongan yaitu:

(Tripathi M.D 2001)

1. Antibiotik

a. Polyenes :amfotericin B, Nystatin, Hamycin, Nalamycin

b. Heterocyclicbenzofuran : griseofulvin

2. Antimetabolite: Flucytosine (5 –Fe)

3. Azoles

a. Imidazole (topical): clotrimazol, Econazol, miconazol (sistemik) : ketokonazole

b. Triazoles (sistemik) : Flukonazole, Itrakonazole

4. Allylamine Terbinafine

5. Antijamur lainnya : tolnaftate, benzoic acid, sodiumtiosulfat.

Dari beberapa golongan antijamur tersebut diatas, yang efektif untuk kasus

kasus pada rongga mulut, sering digunakan antara lain amfotericine B, nystatin,

miconazole, clotrimazole, ketokonazole, itrakonazole dan flukonazole. (Mc

cullough, 2005).

Amfoterisin B dihasilkan oleh Streptomyces nodusum, mekanisme kerja

obat ini yaitu dengan cara merusak membran sel jamur. Efek samping terhadap

ginjal seringkali menimbulkan nefrositik. Sediaan berupa lozenges (10 ml ) dapat

digunakan sebanyak 4 kali /hari.

Nystatin dihasilkan oleh streptomyces noursei,mekanisme kerja obat ini dengan

cara merusak membran sel yaitu terjadi perubahan permeabilitas membran sel.

Sediaan berupa suspensi oral 100.000 U / 5ml dan bentuk cream 100.000 U/g,

digunakan untuk kasus denture stomatitis.

Miconazole mekanisme kerjanya dengan cara menghambat enzim

cytochrome P 450 sel jamur, lanosterol 14 demethylase sehingga terjadi

kerusakan sintesa ergosterol dan selanjutnya terjadi ketidak normalan membrane

Page 26: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

sel. Sediaan dalam bentuk gel oral (20 mg/ml), digunakan 4 kali /hari setengah

sendok makan, ditaruh diatas lidah kemudian dikumurkan dahulu sebelum ditelan.

Clotrimazole, mekanisme kerja sama dengan miconazole, bentuk sediaannya

berupa troche 10 mg, sehari 3 – 4 kali.

Ketokonazole (ktz) adalah antijamur broad spectrum.Mekanisme kerjanya

dengan cara menghambat cytochrome P450 sel jamur, sehingga terjadi perubahan

permeabilitas membran sel, Obat ini dimetabolisme di hepar.Efek sampingnya

berupa mual / muntah, sakit kepala,parestesia dan rontok. Sediaan dalam bentuk

tablet 200mg Dosis satu kali /hari dikonsumsi pada waktu makan.

Itrakonazole, efektif untuk pengobatan kandidiasis penderita

immunocompromised. Sediaan dalam bentuk tablet ,dosis 200mg/hari. selama 3

hari.,bentuk suspensi (100-200 mg) / hari,selama 2 minggu. (Greenberg, 2003)

Efek samping obat berupa gatal-gatal,pusing, sakit kepala, sakit di bagian perut

(abdomen),dan hypokalemi

Flukonazole, dapat digunakan pada seluruh penderita kandidiasis termasuk

pada penderita immunosupresiv Efek samping mual,sakit di bagian perut, sakit

kepala,eritme pada kulit. Mekanisme kerjanya dengan cara mempengaruhi

Cytochrome P 450 sel jamur, sehingga terjadi perubahan membran sel . Absorpsi

tidak dipengaruhi oleh makanan. Sediaan dalam bentuk capsul 50,mg,100mg,

150mg dam 200mg Single dose dan intra vena. Kontra indikasi pada wanita hamil

dan menyusui.

Kira-kira 40 % dari populasi mempunyai spesies candida didalam mulut dalam

jumlah kecil sebagai bagian yang normal dari mikroflora oral. Spektrum spesies

Candida yang dapat terbentuk didalam rongga mulut meliputi Candida albicans,

Candida glabrata, Candida tropicalis, Candida pseudotropicalis, Candida

guillerimondi serta Candida krusei. Walaupun setiap spesies candida dapat

menimbulkan infeksi mulut, sebagian besar kasus disebakan oleh Cansdida

albicans. Sejumlah factor predisposisi dilibatkan dalam kandidiasis oral.

Faktor predisposisi dalam terjadinya kandidiasi oral

Anak-anak Defisiensi zat besi

Page 27: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

Usia Tua Defisiensi Vitamin B12

Kehamilan Diabetes mellitus yang tidak

terdiagnosis dan kurang

terkontrol

Iritasi Mukosa Pemakaian Gigi palsu

Pengobatan Hipotiroidisme

Antibiotik Leukimia

Kortikosteroid Agranulositosis

Imunosupresif Infeksi HIV

Sitotoksik Xerostomia

Malnutrisi Diet kaya karbohidrat

Penatalaksanaan. Walaupun kandidiasis oral tergantung pada tipe

kandidiasis, penting untuk memencilkan setiap factor predisposisi. Terapi

dilakukan berdasarkan pada penggunaan zat polyene misalnya amfoterisin

atau nistatin, keduanya tersedia dalam berbagai formulasi untuk penggunaan

secara topical. Juga terdapat zat imidazole. Generasi baru dari derivate

imidazole diantaranya adalah fluconazole dan itaconazole, keduanya ternyata

sangat efektif.

Bahan-bahan antijamur yang digunakan untuk pengobatan kandidiasis oral

dan perioral

Obat Format

Amfoterisin Suspensi oral 100 mg/ml

Salep 3%

Tablet 100 mg

Nistatin Krem 100 000 unit/gram

Salep 100 000 unit/gram

Pastiles 100 000 unit/gram

Suspensi oral 100 000

unit/gram

Fluconazole Kapsul 50 mg dan 150 mg

Page 28: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

Itraconazole Kapsul 100 mg

Kandidiasis oral sering dikelompokkann menjadi empat kelompok, yaitu :

1. Pseudomembran akut ( trush )

Kandidiasis oral jenis ini dikarakteristikkan oleh bercak-bercak kuning

krem yang lunak, yang mengenai daerah mukosa mulut yang luas. Plak

ini tidak melekat dan biasanya mudah dikelupas untuk memperlihatkan

mukosa eritematus dibawahnya.

Penatalaksanaan. Terapi polyenen secara topical harus membawa

kesembuhan dalam 7-10 hari. Pengobatan harus dilanjutkan selama 2

minggu setelah penyembuhan klinis yang dalam istilah klinis berarti

selama 4 minggu.

2. Atrofik akut

Mukosa oral pada bentuk kandidiasis ini bersifat eritematus. Faktor

predisposisi yang mengakibatkannya dalah pengobatan dengan antibiotic,

pengobatan dengan streroid serta infeksi HIV. Beda dengan bentuk-

bentuk kandidiasi oral lain, kandidiasis eritamtus akut seringkali

menimbulkan rasa sakit.

Penatalaksanaan. Terapi polyene secara topical harus diberikan selama 4

minggu. Terapi antibiotic harus dihindari. Penderita dengan terapi steroid

secara inhalasi harus dianjurkan untuk berkumur-kumur dengan air

setelah terapi inhalasi untuk mengurangi jumlah steroid di dalam rongga

mulut.

3. Hiperplastik kronis

Infeksi Candida kronis dapat menimbulkan perubahan hiperplastik dari

epitel yang secar klinis berupa bercak-bercak putih.

Penatalaksanaan. Terapi antijamur jangka panjang (sampai 3 bulan)

harus diberikan dalam bentuk polyene secara topical. Akhir-akhir ini telah

ditemukan bahan antijamur sistemik yang dapat menghasilkan

kesembuhan klinis dalam 2-3 minggu. Setiap defisiensi zat besi serta

penyakit yang mendasarinya harus disembuhkan.

Page 29: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

4. Atrofik kronis

Ini merupakan jenis kandidiasis yang paling sering dijumpai dan

menyerang seperempat sampai dua pertiga penderita yang memakai gigi

palsu.

Penatalaksanaan. Pengobatan dilakukan dengan bahn polyene antijamur

secar topical, diberikan tiap 6 jam selama 4 minggu. Pada kasus ini

kebersihan geligi tiruan merupakan hal yang penting. Oleh karena itu

penderita dianjurkan untuk merendam gigi palsunya dalam larutan

hipoklorit semalaman untuk menghindari setiap kemungkinan

pertumbuhan jamur.

Sumber :

Lewis,Michael A.O, 1998. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut. Alih bahasa : Elly

Wiriawan. Jakarta : Widya Medika

3.4 Penatalaksanaan BMS (Burning Mouth Sensation)

Faktor etiologi:

Defisiensi B1

Pasien harus diberi vitamin B1 300 mg sekali sehari untuk waktu 1 bulan

Defisiensi B6

Pasien harus diberi vitamin B6 50 mg setiap 8 jam untuk waktu 1 bulan

Defisiensi zat besi

Defisiensi asam folat

Diabetes melitus

Kandidosis

Terapi obat nystatin oral suspensi

Desain geligi tiruan

Bila desain gigi tiruan tidak baik, harus dibuatkan gigi tiruan yang baru.

Xerostomia

Page 30: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

Kecepatan aliran saliva harus diperiksa kemudian diberi terapi

penatalaksanaan xerostomia seperti: sering minum air, mengunyah permen

karet, dsb.

Kebiasaan parafungsional

Terapi obat antidepresi trisiklik

Fobia kanker

Terapi obat antidepresi trisiklik

Penatalaksanaannya:

Pengobatan pada mulanya harus mencakup memberi penjelasan kepada

pasien tentang sifat masalah dan bahwa tidak ada gangguan serius

terutama kanker mulut, yang menyebabkan masalah tersebut.

Pasien harus diberi vitamin B1 300 mg sekali sehari dan vitamin B6 50 mg

setiap 8 jam untuk waktu 1 bulan.

Bila desain gigi tiruan tidak baik, harus dibuatkan gigi tiruan yang baru.

Pasien harus dipanggil kembali untuk pengecekan setelah 4 minggu

kemudian, pada saat mana tes hematologi dan mikrobiologi mungkin perlu

dilakukan. Setiap keabnormalan yang dijumpai harus dikoreksi dengan

penatalaksanaan yang tepat.

Terapi obat antidepresi trisiklik mempunyai peran pada penderita BMS

yang tidak mempunyai faktor-faktor presipitasi lainnya.

Prognosis:

Pada umumnya prognosis BMS tipe 1 lebih baik daripada tipe 2, karena pada tipe

yang disebutkan terakhir, kecemasan kronis merupakan penghambat kesembuhan.

Prognosis BMS tipe 3 umumnya baik, asalkan faktor diet baik dan tidak dijumpai

adanya faktor alergi. Secara keseluruhan, tingkat kesembuhan 70% dari kasus-

kasus BMS dapat diharapkan. Keberhasilan terapi BMS tergantung pada

diketahuinya semua faktor etiologi.

Page 31: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

3.5 Macam-macam terapi jaringan lunak rongga mulut

a) Terapi simptomatik = terapi yang ditujukan untuk menghilangkan gejala

atau keluhan.

b) Terapi Kausatif = terapi yang ditujukan untuk menghilangkan faktor

penyebab (etiologi) sehingga penyakit tidak timbul lagi.

c) Terapi paliatif = Terapi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien dengan meminimalkan perkembangan dari perjalanan suatu

penyakit, juga dengan dukungan dari keluarga, faktor psikologis, dan

lingkungan.

d) Terapi supportif = Terapi yang ditujukan untuk meningkatkan fungsi

tubuh secara normal.

(Bengel et al., 1989; Lewis & Lamey , 1998; Langlais & Miller, 2000; Houston,

2009)

Page 32: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

Step IV Kesimpulan

4.1 penatalaksanaan efek radiotherapy

Terapi pada mukosa:

a. Penggunaan obat kumur

b. Mengkonsumsi makanan bernutrisi (protein) tinggi.

c. Menghindari makanan panas dan pedas.

d. Pemnberian obat sedative dan vitamin B untuk menanggulangi rasa

sakit.

Terapi yang dapat diberikan untuk mengatasi hiposalivasi yang

menyebabkan xerostomia tersebut dengan:

a) Minum cairan dalam jumlah yang lebih banyak.

b) Mengkonsumsi obat-obatan yang dapat merangsang produksi

saliva.

c) Memperhatikan dosis dan durasi dari terapi radiasi.

Terapi untuk BMS akibat radioterapi:

a) Mengkonsumsi makanan yang lebih bernutrisi, tambahan konsumsi

suplemen (vitamin B) dan mineral (zinc)

b) Memperhatikan dosis dan durasi dari terapi radiasi.

Terapi untuk oral candidiasis:

Sebenarnya terapi tergantung dari jenis oral candidiasis yang ada, namun

yang paling umum terjadi adalah Candidiasis pseudomembran yang

umumnya terdapat di mukosa bukal, palatal dan dorsal lidah.

Medikasi yang dapat diberikan adalah:

a) Anti jamur topical (suspense oral nystatin dan tablet hisap

clotrimazol).

b) Anti jamur sistemik (tablet ketokonazole, tablet flukonazole, tablet

itrakonazole).

4.2 Penatalaksanaan ulserasi

a. RAS :

Page 33: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

- (Kasus ringan) dapat diaplikasikan obat topikal seperti orabase. Sebagai

pereda rasa sakit dapat diberikan topikal anestesi.

- (Kasus berat) dapat diaplikasikan preparat kortikosteroid topikal, seperti

triamcinolon atau fluorometholon (2-3 kali sehari setelah makan dan

menjelang tidur).

- Tetrasiklin obat kumur dan gel dapat mempersingkat waktu penyembuhan

ulser.

- Pada pasien ulser major atau multiple ulser minor yang parah yang tidak

responsif terhadap terapi topikal, diberikan terapi sistemik.

- Terapi ulser traumatik : membersihkan ulser dengan normal saline atau

hydrogen peroksida dengan campuran air.

b. Traumatik Ulser :

- Terapi trumatik ulser berupa terapi kausatif dengan menghilangkan faktor

etiologi atau penyebab (trauma).

- Terapi simptomatik pasien dengan traumatik ulser yaitu dengan pemberian

obat kumur antiseptik seperti khlorhexidin dengan analgesic dan bisa

dengan topikla anatesi.

- Terapi paliatif pada pasien ini dapat dilakukan dengan pemberian

antibiotik.

- Terapi suportif dapat berupa dengan mengkonsumsi makanan lunak. Jika

lesi benar-benar trauma, maka ulser akan sembuh dalam waktu 7-10 hari.

Pendapat lain mengatakan bahwa setelah pengaruh traumatik hilang, ulser

akan sembuh dalam waktu 2 minggu, jika tidak maka penyebab lain harus

dicurigai dan dilakukan biopsi. Setiap ulser yang menetap melebihi waktu

ini, maka harus dibiopsi untuk menentukan apakah ulser tersebut

merupakan karsinoma

c. Penyakit behcet

terapi imunosupresi secara sistemis dan cara ini dan cara ini dapat

meringankan gejala-gejala mulutnya

Page 34: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

4.3. Terapi mikroorganisme (jamur,bakteri,virus)

a. Jamur :

Candidiasis :

- Anti jamur topical (suspense oral nystatin dan tablet hisap

clotrimazol).

- Anti jamur sistemik (tablet ketokonazole, tablet flukonazole,

tablet itrakonazole).

b. Bakteri :

Tuberculosis :

- Pengobatan local tidak diperlukan karena lesi oral akan hilang

dengan kemoterapi sistemik seperti rifampisin, isoniazid atau

ethambuthol.

Gonore :

- Pengobatan gonore didasarka pada pemberian antibiotic secara

sistemis, dengan procaine penicillin sebagai pilihan utama, yang

dapat diberikan secara intramuscular atau oral dengan kombinasi

probenecid.

Sifilis :

- Pengobatan yang paling efektif untuk setiap stadium sifilis adalah

dengan procaine penicillin. Pasien harus terus dipantau selama

minimal dua tahun dan pemeriksaan serologis harus diulangi

setiap periode tertentu.

c. Virus :

- Tidak diperlukan pengobatan khusus. Penderita hanya diminta

untuk beristirahat.

4.4. Penatalaksanaan BMS :

Page 35: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

Pengobatan pada mulanya harus mencakup memberi penjelasan kepada

pasien tentang sifat masalah dan bahwa tidak ada gangguan serius

terutama kanker mulut, yang menyebabkan masalah tersebut.

Pasien harus diberi vitamin B1 300 mg sekali sehari dan vitamin B6 50 mg

setiap 8 jam untuk waktu 1 bulan.

Bila desain gigi tiruan tidak baik, harus dibuatkan gigi tiruan yang baru.

Pasien harus dipanggil kembali untuk pengecekan setelah 4 minggu

kemudian, pada saat mana tes hematologi dan mikrobiologi mungkin perlu

dilakukan. Setiap keabnormalan yang dijumpai harus dikoreksi dengan

penatalaksanaan yang tepat.

Terapi obat antidepresi trisiklik mempunyai peran pada penderita BMS

yang tidak mempunyai faktor-faktor presipitasi lainnya.

4.5 Macam-macam terapi jaringan lunak rongga mulut

a) Terapi simptomatik. c) Terapi paliatif

b) Terapi Kausatif d) Terapi supportif

Page 36: perawatan lesi jaringan lunak RM.doc

DAFTAR PUSTAKA

Greenberg. M.S et al,2003 Burket’s Oral Medicine, 10 ed, , Bc Decker Inc,

Hamilton Ontario, h. 94-8

Jainkittivong, et al. 2007, Candidiasis in OLP patiens undergoing topical steroid

therapy, Triple O, 104: 61-66

Mc Cullough, Savage ,N.W.,2005, Autralia Dent. J. Medication Suplement, 50;4

Mc Farlane et al ,2002 Essential of Microbiologi for dental student,Oxfort , New

york, h. 287

Nolte. A.W.,1982. Oral Microbiologi,4 ed, The C.V Mosby co,St Louis, Toronto,

London h. 523- 32

Pinborg,J.J. ,1994 , Atlas Penyakit Mukosa mulut, Edisi ke 4.Diterjemahkan oleh

drg Kartika Wangsaraharja , Bina rupa Aksara hal. 56-58

Silverman. S Jr at al, 2001, Essential of Oral Med, BC. Decker Inc, Hamilton,

London, h. 170 – 177

Silverman .S. Jr. 1996, Color Atlas of Oral Manifestations of aids ,2ed, The C.V

Mosby , St Louis, Boston Baltimore, h. 18,28

Tripathi.K.D. ,2001, Essential of Medical Pharmacologi, Jaypee Brothers, h771-

2, 775 –8.

American Dental Association. 2003. The diagnosis and management of recurrent

aphthous stomatitis. J Am Dent Assoc, Vol 134, No 2, 200-207.

Greenberg, Martin S & Michael Glick. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis &

Treatment. 10ed. USA: BC Decker Inc.

MacPhail L. Topical and systemic therapy for recurrent aphthous stomatitis.

Semin Cutan Med Surg. 1997 Dec;16(4):301-307.

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7899/1/09E01562.pdf)