Perawatan Jar Lunak Rm Akibat Radio1

12
PENATALAKSANAAN EFEK SAMPING PADA RONGGA MULUT DARI RADIOTERAPI SECARA UMUM: 1. Pra Radioterapi Sebelum dilakukan terapi radiasi, rongga mulut pasien terlebih dahulu diperiksa dan dirawat oleh dokter gigi. Hal ini mencegah fokal infeksi. Perawatan yang dapat dilakukan sebelum radioterapi yaitu restorasi, skalling, pemolesan dan perawatan endodonti pada gigi non vital serta yang terpenting adalah meningkatkan mutu dan kecekatan gigi tiruan . Untuk mencegah karies radiasi, pasien diwajibkan melakukan topical aplikasi fluor 1% digunakan 2 hari sekali selam 5 menit/ penggunaan pasta gigi dengan kandungan fluor 3% NaF dua kali sehari. Selain itu juga perlu mengistruksikan pada pasien untuk mengonsumsi diet yang tidak kariogenik ( makanan manis yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi ) . Penggunaan bulu sikat gigi yang lembut, kumur- kumur dengan khlorheksidin, pemakaina dental floss dpat pula digunakan untuk memaksimalkan pembersihan plak (Ginting, 2009). 2. Selama Radioterapi Selama pelaksanaan radioterapi kanker pada daerah leher dan kepala, dokter gigi melakukan perawatan–perawatan terhadap efek samping di rongga mulut: a. Pada pasien yang mengalami xerostomia saat radioterapi maka dapat diberikan terapi pilocarpine dan saliva pengganti. Pilocarpine adalah obat yang diakui US Food and Drug Administration untuk digunakan sebagai sialagogue (saliva buatan) perawatan dimulai 5 mg secara oral, 3 kali sehari. Beberapa pasien mendapatkan keuntungan ketika dosis ditingkatkan tetapi disamping itu efek samping juga meningkat. Efek samping yang paling umum pada dosis penggunaan klinik adalah hyperhidrosis (keringat berlebihan). 1

description

tutorial

Transcript of Perawatan Jar Lunak Rm Akibat Radio1

Page 1: Perawatan Jar Lunak Rm Akibat Radio1

PENATALAKSANAAN EFEK SAMPING PADA RONGGA MULUT DARI RADIOTERAPI SECARA UMUM:

1. Pra Radioterapi

Sebelum dilakukan terapi radiasi, rongga mulut pasien terlebih dahulu diperiksa dan dirawat

oleh dokter gigi. Hal ini mencegah fokal infeksi. Perawatan yang dapat dilakukan sebelum

radioterapi yaitu restorasi, skalling, pemolesan dan perawatan endodonti pada gigi non vital serta

yang terpenting adalah meningkatkan mutu dan kecekatan gigi tiruan.

Untuk mencegah karies radiasi, pasien diwajibkan melakukan topical aplikasi fluor 1%

digunakan 2 hari sekali selam 5 menit/ penggunaan pasta gigi dengan kandungan fluor 3% NaF dua

kali sehari. Selain itu juga perlu mengistruksikan pada pasien untuk mengonsumsi diet yang tidak

kariogenik ( makanan manis yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi ) . Penggunaan bulu sikat

gigi yang lembut, kumur- kumur dengan khlorheksidin, pemakaina dental floss dpat pula digunakan

untuk memaksimalkan pembersihan plak (Ginting, 2009).

2. Selama Radioterapi

Selama pelaksanaan radioterapi kanker pada daerah leher dan kepala, dokter gigi

melakukan perawatan–perawatan terhadap efek samping di rongga mulut:

a. Pada pasien yang mengalami xerostomia saat radioterapi maka dapat diberikan terapi

pilocarpine dan saliva pengganti. Pilocarpine adalah obat yang diakui US Food and Drug

Administration untuk digunakan sebagai sialagogue (saliva buatan) perawatan dimulai 5 mg

secara oral, 3 kali sehari. Beberapa pasien mendapatkan keuntungan ketika dosis ditingkatkan

tetapi disamping itu efek samping juga meningkat. Efek samping yang paling umum pada dosis

penggunaan klinik adalah hyperhidrosis (keringat berlebihan). Insidens dan keganasannya

berbanding lurus dengan dosisnya. Demam nausea, rhinorrhea, vasodilatasi, peningkatan

lakrimasi, tekanan kandung kemih (keadaan dan frekuensi saluran kencing), pusing, asthenia,

sakit kepala, diarrhea, dan dyspepsia juga dilaporkan, yang umumnya terjadi jika dosis lebih

besar dari 5 mg sebanyak 3 kali sehari. Pilocarpine merangsang aliran saliva 30 menit setelah

ditelan; respon yang maksimal akan didapatkan setelah penggunaan yang kontinu. Pilocarpine

dapat memberikan efek radioprotektif pada glandula saliva jika diberikan selama terapi radiasi

kepala dan leher.

b. Pada pasien yang mengalami kerusakan kuncup kencap saat radioterapi dapat dengan

memberikan supplemen makanan yang mengandung mineral besi.

c. Pada pasien yang mengalami mukositis saat radioterapi dierikan terapi analgesic, tablet hisap

yang berisikan campuran antimikroba polimiksin E, Tobramisin, dan amfoterisin B.

d. Pada pasien yang mengalami karies radiasi dapat dilakukan perawatan restorative gigi.

1

Page 2: Perawatan Jar Lunak Rm Akibat Radio1

e. Pada pasien yang mengalami trismus dapat dilakukan latihan secara simultan membuka dan

menutup mulut agar tidak terjadi fibrois otot dan ligamen yang mengelilingi temporo

mandibular joint, sehingga otot pengunyahan dan ligament kehilangan elastisitasnya.

f. Pada pasien yang mengalami osteoradionekrosis(nekrosis pada tulang yang disebabkan oleh

radiasi) dapat diberikan pembuangan ttulang yang nekrosis, perbaikan vaskularisasi dan

jaringan yang rusak, terapi antibiotik (Ginting, 2009).

3. Pasca Radioterapi

Setelah pelaksanaan radioterapi berakhir, dokter gigi dapat, melakukan pemeriksaan kondisi

rongga mulut pasien setiap tiga bulan sekali. Kondisi mutu dan kecekatan gigi tiruan pasien harus

diperiksa. Jika dilakuakn pencabutan gigi, maka diberikan terapi hyperbaric oxygen(Terapi oksigen

hiperbarik adalah terapi menggunakan oksigen murni sebagai media nafas yang diberikan di dalam

ruang udara bertekanan tinggi ) dan antibiotic sistemik pada pasien. Dan perlu menginstruksikan

pasien untuk tetap memelihara kebersihan rongga mulut pasien (Ginting, 2009).

a. PENATALAKSANAAN SINDROM MULUT TERBAKAR (BMS)

Pemeriksaan mukosa mulut pada BMS tidak menunjukkan adanya suatu abnormalitas. Kadang-

kadang pasien menunjukkan daerah yang dicurigakan tapi umumnya itu hanya merupakan papilla lingual

yang menonjol atau kelenjar sebasea (Lewis, 1998).

Ada 3 tipe penderita BMS itu sendiri:

Tipe 1 rasa terbakar tidak terjadi pada waktu bangun tidur dipagi hari tetapi akan terasa bila hari telah

siang.

Tipe 2 rasa terbakar dirasakan pada pagi hari segera setelah bangun dan menetap sampai penderita tidur

lagi.

Tipe 3 rasa terbakar hilang timbul dan menyerang tempat-tempat yang tidak umum, seperti dasar mulut

dan tenggorokan (Lewis, 1998).

Sindrom mulut terbakat (BMS) ini merupakan kondisi multifaktorial dengan berbagai faktor

presipitasi. pengobatan awal meliputi penyelidikan semua penyebab potensial dan oleh karena itu kita

perlu dilakukan bebagai tes (Lewis, 1998).

Pemeriksaan hematologi harus bias membedakan sindrom ini dengan defisiensi nutrisi dan diabetes

militus. Kandidosis dapat dideteksi dengan melakukan pengapusan, usapan, dan kumur-kumur (Lewis,

1998).

Pengobatan pada kasus ini adalah dengan pemeriksaan yang telah diuraikan. Pengobatan yang

pertama harus mencakup member penjelasan kepada pasien tentang sifat masalah dan bahwa ada 2

Page 3: Perawatan Jar Lunak Rm Akibat Radio1

gangguan serius terutama kanker pada mulut. Pasien harus diberikan vitamin B1 300 mg sekali seharidan

vitamin B6 50 mg setiap 8 jam untuk waktu 1 bulan

Terapi obat antidepresi trisiklik mempunyai peran pada penderita BMS yang tidak mempunyai

faktor-faktor presipitasi lainnya. Karena beberapa obat trisiklik mempunyai aktivitas anxiolytic,

antidepresan dan relaksan otot, obat-obat ini bermanfaat bagi mereka yang menderita ansietas, depresi,

fobia akan kanker atau yang mempunyai aktivitas parafungsional. Pada umumnya prognosis untuk BMS

tipe 1 lebih baik dari pada tipe 2, karena tipe yang disebutkan terakhir, kecemasan kronis merupakan

penghambat kesembuhan. Prognosis BMS tipe 3 umumnya baik, asalkan faktor diet baik dan tidak dijumpai

adanya faktor alergisecara keseluruhan, pasien penyakit BMS ini 70% dapat disembuhkan (Lewis, 1998).

Faktor presipitasi adalah factor-faktor yang dapat menjadi pencetus terjadinya

b. PENATALAKSANAAN MUKOSITIS ORAL

Mukositis:

Mukositis oral didefinisikan sebagai suatu eritem dan ulserasi di mukosa oral yang terjadi pada

pasien dengan kanker yang dirawat dengan kemoterapi dan/atau radiasi di daerah yang berdekatan

dengan rongga mulut. Lesi mukositis oral seringkali terasa sangat sakit dan mengganggu asupan nutrisi,

kebersihan mulut sehingga meningkatkan resiko terjadinya infeksi lokal dan sistemik. Oleh karena itu,

mukositis oral merupakan komplikasi perawatan kanker yang sangat berpengaruh padaa terapi kanker dan

seringkali terkait dengan komplikasi yang berhubungan dengan dosis terapi (Vera, 2007).

Mukositis oral terjadi akibat efek inflamasi dan sitotoksik dari pemberian radioterapi dan atau

kemoterapi. Mukositis oral akibat radioterapi secara patofisiologis merupakan efek langsung sitotoksik

terhadap epitel dan respon inflamasi lokal. Selain itu, radiasi juga akan mengenai struktur fasial dan oral

termasuk kelenjar saliva mayor. Saliva membantu mengatur homeostasis oral dengan perannya sebagai

pelembab, pelumas, bufer, dan antimikroba. Perubahan kuantitas dan kualitas saliva akan berefek pada

fisiologi, pertahanan, dan ekologi mikrobial orofaring, sehingga menurunkan kemampuan proteksi mukosa

mulut (Leung, 2003).

Insidensi mukositis oral biasanya ditemukan cukup tinggi pada pasien dengan tumor primer di

rongga mulut, orofaring atau nasofaring, pasien dengan perawatan kemoterapi konkomitan, pasien

yang menerima radiasi lebih dari 5000 cGy dan pasien yang menerima terapi radiasi fraksinasi (Lalla, 2008).

Beberapa faktor diketahui mempunyai peran dalam membedakan timbulnya mukositis oral pada

pasien yang menjalani kemoterapi dan/ atau radiasi untuk kanker di regio kepala dan leher. Faktor-faktor

tersebut adalah usia, jenis kelamin, penyakit sistemik, ras dan faktor spesifik yang terkait dengan

jaringan. Faktor spesifik jaringan meliputi jenis jaringan epitel, kebersihan rongga mulut yang terkait

dengan mikroba oral dan fungsi jaringan (Lalla, 2005).3

Page 4: Perawatan Jar Lunak Rm Akibat Radio1

Penatalaksanaan Mukositis Oral:

Sampai saat ini, terapi paliatif merupakan pilihan untuk menatalaksana pasien dengan mukositis

oral. Berdasarkan rekomendasi dari MASCC/ISOO, penatalaksanaan klinis mukositis oral yang disebutkan

dalam “Panduan Mukositis Oral” mencakup: asupan nutrisi yang adekuat, kontrol rasa sakit, kontrol

mikroorganisme oral, mengatasi keluhan mulut kering, mengatasi perdarahan oral dan terakhir adalah

intervensi dengan upaya terapi (Lalla, 2005).

Menurut Eilers (2004), beberapa intervensi yang dapat dilakukan untuk mukositis akibat

kemoterapi atau radiologi adalah:

1. Oral care protocol

Oral care atau perawatan mulut merupakan salah satu tindakan yang bertujuan menjaga kesehatan

mulut. Oral care protocol dapat membantu meminimalkan efek mukositis akibat kemoterapi, karena

dapat mengurangi jumlah mikroflora, nyeri dan perdarahan, serta mencegah infeksi.

2. Agen kumur

Agen kumur sering digunakan dalam pencegahan mukositis. Secara umum, agen kumur digunakan

untuk membilas debris dan membantu mulut tetap lembut dan lembab. Agen kumur harus memiliki

karakteristik sebagai pembersih non-iritatif dan tidak membuat mulut kering. Zat yang dapat berperan

sebagai pembersih mulut antara lain normal saline, sodium bikarbonat, campuran normal saliine

dengan sodium bikarbonat, madu, dan beberapa jenis herbal tertentu.

3. Pelindung mukosa : Pelindung mukosa diharapkan dapat meningkatkan proses penyembuhan dan

regenerasi sel.

4. Agen antiseptik : Yang termasuk dalam agen anti septik antara lain chlorhexidine, hidrogen peroksida,

dan povidone iodine.

5. Agen anti inflamasi : Agen anti inflamasi berfungsi untuk mengurang inflamasi yang terjadi akibat

mukositis. Beberapa agen anti inflamasi diantaranya kamilason liquid, chamomile, dan kortikosteroid

oral.

6. Agen topikal : Agen topikal adalah agen yang diberikan untuk memberikan proteksi mukosa secara

topikal, diantaranya adalah lidocaine, capsaicine, dan morfin topikal.

c. PENATALAKSANAAN XEROSTOMIA

Xerostomia merupakan istilah untuk keadan mulut yang kering, sama seperti xeroptalmia yang

digunakan untuk mata yang kering dan xerodemia untuk kulit yang kering (Gayford,1990).

Xerostomia sejati dapat disebabkan oleh penyakit kelenjar saliva primer atau manifestasi sekunder

dari suatu kelainan sistemik atau terapi obat. Penyakit kelenjar saliva primer meliputi sindrom Sjorgen,

4

Page 5: Perawatan Jar Lunak Rm Akibat Radio1

kerusakan pasca radiasi, atau anomali pertumbuhan. Penyebab sistemik sekunder dari xerostomia meliputi

kegelisahan kronis, dehidrasi, atau terapi obat (Lewis, 1998).

Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah terbukti dapat

mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai derajat kerusakan pada kelenjar saliva

yang terkena radioterapi (Amerongan, 1991).

Dosis Gejala

<10 Gray Reduksi tidak tetap sekresi saliva

10-15 Gray Hiposalia yang jelas dapat ditunjukkan

15-40 Gray Reduksi masih terus berlangsung, reversibel

>40 Gray Kerusakan irreversibel kelenjar

Tabel 1. Hubungan antara dosis dan penyinaran dan sekresi saliva

Menurut Gayford (1990) penatalaksanaan xerostomia untuk kasus yang ringan dapat dirawat

dengan cara banyak minum. Selain itu larutan kumur mulut seperti gliserin dari timol juga dapat digunakan

untuk pasien tertentu. Larutan kumur yang mengandung metil selulose 1% dapat membantu pada keadaan

yang parah, larutan ini tidak berbahaya bila tertelan pasien karena dapat membantu mendorong makanan

ke esofagus.

Terapi yang diberikan untuk penderita xerostomia diberikan tergantung keparahan dari xerostomia.

Bila xerostomia disebabkan oleh pemakaian obat-obatan, maka terapi yang dilakukan adalah mengganti

obat dari kategori yang sama. Sedangkan bila terjadi xerostomia berat dapat digunakan obat perangsang

saliva maupun zat pengganti saliva. Sekresi saliva dapat dirangsang dengan pemberian obat-obatan yang

mempunyai pengaruh merangsang melaui sistem syaraf parasimpatism seperti pilokarpin, karbamilkolin,

dan betanekol. Selain itu, salivix yang berbentuk tablet isap berisi asam malat, gumarab, kalsium laktat

natrium fosfat, lycasin dan sorbitol juga dapat merangsang produksi saliva. Permen karet yang

mengandung xylitol juga dapat menginduksi sekresi saliva (Amerongan, 1991).

Bila zat perangsang saliva tidak memadahi untuk mengatasi keluhan mulut kering, maka digunakan

zat pengganti saliva. Pengganti saliva ini tersedia dalam bentuk cairan (V.A Oralube), spray (Saliva

Orthana), dan tablet hisap (polyox). Zat ini memiliki persyaratan antara lain bersifat reologis, pengaruh

buffer, peningkatan remineralisasi dan menghambat demineralisasi, mengahmbat pertumbuhan bakteri

dan sifat pembasahan yang baik (Amerongan, 1991).

Menurut Greenberg (2003), terapi yang dapat dilakukan untuk perawatan pasien yang

mengalami xerostomia dapat dibagi menjadi 4 kategori, antara lain:

1. Terapi preventive

5

Page 6: Perawatan Jar Lunak Rm Akibat Radio1

Terapi preventive ini bukan bertujuan untuk mencegah terjadinya xerostomia, melainkan mencegah

terjadinya infeksi lain akibat xerostomia. Aplikasi flouride secara topikal pada pasien xerostomia

dibutuhkan untuk mengontrol karies gigi. Frekuensi aplikasi fluor bisa dimodifikasi, tergantung keparahan

disfungsi kelenjar saliva dan perkembangan karies. Selain itu, terapi antijamur juga dapat diberikan karena

pada pasien xerostomia resiko infeksi rongga mulut termasuk candidiasis lebih tinggi. (Greenberg, 2003).

2. Terapi simtomatik

Pada terapi simtomatik, air merupakan hal yang penting. Berkumur dengan air dapat membantu

melembabkan rongga mulut. Akan tetapi pasien harus menghindari obat kumur yang mengandung alkohol,

gula atau penguat rasa yang dapat mengiritasi mukosa kering yang sensitif (Greenberg, 2003).

3. Stimulasi secara lokal

Stimulasi saliva secara lokal atau topikal juga merupakan terapi xerostomia. Mengunyah akan menstimulasi

aliran saliva secara efektif, seperti rasa manis dan asam. Pasien xerostomia tidak dianjurkan untuk

mengkonsumsi produk yang mengandung gula dan pemanis karena dapat meningkatkan resiko karies

4. Stimulasi secara sistemik

Pemberian obat secara sistemik juga dapat menstimulasi saliva. Contohnya antara lain: bromhexidine

anetholetrithione pilocarpine, hydrochloride (HCl) dan cevimeline HCl (Greenberg, 2003).

d. PENATALAKSANAAN KARIES RADIASI

Perubahan pada saliva akibat radioterapi menyebabkan resiko karies gigi pada passien yang

mengalamai radioterapi meningkat. Hal ini disebabkan karena penurunan pH saliva, dimana pH saliva yang

asam merupakan tempat yang cocok dalam perkembangan bakteri kariogenik, seperti Streptococcus

Mutans dan Lactobacillus yang dapat menyebabkan terjadinya demineralisasi gigi secara berlahan

(O’Brien, 1982).

Selain itu pada pasien radioterapi pulpa gigi yang terkena radiasi mengalami hyperemia pulpa

sehingga gigi menjadi sangat sensitive terhadap rangsang panas dan dingin ( O’Brien, 1982).

Pencegahan yang dapat dilakukan ialah menjaga oral hygine seperti dengan menghilangkan

seluruh plak dan melkukan penyikatan gigi dengan benar. Pemberian gel sodium floride 1% secara topikal

dapat mengurangi resiko terjadinya karies radiasi, penelitian menunjukkan bahwa penggunaan gel floride 2

kali sehari efektif dalam mencegah karies radiasi. Selain itu, penggunaan obat kumur berfloride atau

kombinasi dengan khlorhexidine juga efektif jika dilakukan setiap hari

6

Page 7: Perawatan Jar Lunak Rm Akibat Radio1

e. PENATALAKSANAAN OSTEORADIONEKROSIS DAN TRISMUS

Osteoradionekrosis:

Mekanisme kerusakan sel-sel tulang sampai saat ini masih dalam perdebatan, apakah kerusakan

sel-sel tulang karena efek langsung radioterapi kanker daerah kepala dan leher terhadap sel-sel tulang atau

karena efek sekunder radioterapi yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah. Kerusakan pembuluh

darah akan mengakibatkan kerusakan sel-sel tulang.

Sel osteoblas cenderung lebih radiosensitif deibandingkan dengan osteoklas sehingga terjadi

peningkatan aktifitas lisis sel tulang. Radioterapi kanker kepala dan leher mengakibatkan penebalan

dinding arteri yang mendorong terjadinya trombosis dan kerusakan pembuluh darah yang kecil. Jaringan

akan mengalami hipovaskuler, hipoksi dan hiposeluler. Perubahan-perubahan ini mengakibatkan tulang

rentan mengalami infeksi dan nekrosis (Vissink et al, 2003).

Penatalaksanaan Perawatan Osteoradionekrosis:

Selama pelaksanaan radioterapi kanker daerah kepala dan leher, dokter gigi melakukan

perawatan-perawatan terhadap efek samping di rongga mulut yang diantaranya adalah perawatan yang

dilakukan untuk osteoradionekrosis. Pembuangan tulang yang nekrosis perlu dilakukan sehingga terjadi

perbaikan vaskularisasi dan jaringan yang rusak disekitar tulang dengan didukung terapi antibiotik(Vissink

et al, 2003

TRISMUS:

Trismus menurut Mosby Dental Dictionary (2004) adalah kejang pada otot mastikasi yang

menyebabkan ketidakmampuan untuk membuka mulut. Trismus dapat terjadi karena invasi dari kanker

tersebut ke otot mastikasi, saraf yang menginervasi (biasanya paling sering adalah blok mandibular), TMJ

dan jaringan pendukung lainnya. Terapi radiasi untuk terapi kanker di kepala dan leher sering

menyebabkan trismus pada pasien (Stubblefield, 2011).

Saat otot mastikasi termasuk dalam daerah penyinaran, dimungkinkan terjadinya fibrosis dari otot

yang dapat menyebabkan terjadinya trismus. Osteoradionekrosis juga dapat menyebabkan terjadinya

gejala-gejala seperti trismus dan nyeri (Dhanrajani, 2002). Kesulitan membuka rahang bawah meningkat

kemungkinannnya menyebabkan trismus saat pasien menerima radiasi dengan dosis melebihi 10 Gy tiap

fraksi pada daerah otot pterigoid (Stubblefield, 2011).

Menurut Dhanrajani (2002), penatalaksanaan trismus tergantung dari gejala yang timbul dan

dirasakan oleh pasien. Biasanya trismus menyebabkan rasa tidak nyaman dan disfungsi dari rahang.

Tingkatannya bervariasi dari ringan sampai parah, namun yang sering adalah ringan. Jika pasien

mengeluhkan terjadinya nyeri dan disfungsi dari rahang, maka terapi yang dilakukan adalah:7

Page 8: Perawatan Jar Lunak Rm Akibat Radio1

1. Terapi dengan panas

Terapi ini dilakukan dengan cara meletakkan handuk basah yang panas pada daerah yang terkena

selama 15-20 menit setiap jam.

2. Pemberian analgesic

Pemberian aspirin digunakan untuk menangani nyeri yang timbul saat trismus sekaligus memberikan

efek antiinflamasi. Selain itu, dapat digunakan juga analgesic golongan narkotik untuk meredakan nyeri

jika tidak mengalami perbaikan.

3. Pemberian muscle relaxant

Pemberian muscle relaxant yang dianjurkan adalah diazepam 2.5-5 mg tiga kali sehari.

Terapi utama untuk trismus adalah terapi fisik, dimana pasien dianjurkan untuk berlatih membuka

dan menutup mulut secara periodic untuk mengembalikan fungsi dari TMJ. Pasien dianjurkan untuk latihan

membuka dan menutup mulut dan menggerakkan mandibula kea rah lateral selama 5 menit setiap 3 - 4

jam sehari (Dhanrajani, 2002).

Anastesi dapat membantu mengatasi masalah trismus namun hanya untuk waktu yang singkat.

Jika diperlukan suatu tindakan perawatan gigi saat terjadi trismus dapat dilakukan cara ini untuk

membantu dalam melakukan perawatan. Penggunaan alat untuk merawat trismusyang dianjurkan adalah

stacked tongue depressor, corkscrew device, dan alat lain yang di gunakan secara komersial misalnya

TheraBite Jaw Motion Rehabilitation System (TB) dan juga Dynasplint Trismus System (DTS) ( Stubblefield,

2011).

8