PERANAN SURAT DALAM HUKUM PEMBUKTIAN

6
6 - PERANAN SURAT DALAM HUKUM PEMBUKTIAN ________ Oleh : Soetomo Ramelan, S.H. ________ _ 1. Di dalam uraian berikut ini akan dibahas salah satu upaya pembuktian yang mempunyai peranan penting di dalam hukum pembuktian. Pembuktian mempunyai peranan penting dalam proses yang harus dise- lesaikan oleh pengadilan baik dalam perkara-perkara perdata maupun pida- na, dan berdasarkan pembuktian yang berhasil memberikan keyakinan kepa- da hakjrn suatu perkara perdata dapat dimenangkan. Cara-cara pembuktian diatur dalam hukum mengenai pembuktian, untuk perkara-perkara perdata di dalam buku keempat Kitab Undang-undang Hu- kum Perdata (KUHPer.), Reglement Indonesia yang telah diperbaharui (RID), dan Rechtsreglement Buitenge- westen (Rbg.). Dengan judul "Peranan surat dalam hukum pembuktian", penulis mencoba untuk membahas salah satu upaya pembuktian dengan harapan tulisan ini dapat merangsang para pembaca secara aktif memberikan koreksi dan menam- bah atau menyempurnakan tulisan ini untuk dapat ikut serta memperkaya karya-karya tulis dalam bidang hukum. Untuk kekurangan atau kesalahan dalam karya beriku t ini diharapkan maaf yang sebesar-besarnya, karen a ha- nya dengan saling asah dan asuh yang dijiwai dengan rasa saling asih dapat diharapkan kerjasama untuk mening- katkan penguasaan kita dalam bidang hukum. 2. Menurut ketentuan Pasal 1865 KUHPer. (untuk selanjutnya jika yang dimaksudkan adalah pasal-pasal KUH- Per. Hanya akan disebutkan nom or pa- salnya saja), setiap orang yang menda- lilkan atau meneguhkan suatu hak, membantah -hak orang lain atau me- nunjuk adanya peristiwa tertentu un- tuk meneguhkan haknya mempunyai beban untuk membuktikan. Banding- kan ketentuan terse but dengan Pasal 163 Reg!. Ind. yang telah diperbaharui (selanjutnya disingkat RID.) dan Pasal 283 Rechtsreglement Buitengewesten (selanjutnya disingkat Rbg.). Sehubungan adanya ketentuan yang mengatur kewajiban untuk membukti- kan, timbul pertanyaan adakah hukum membatasi upaya-upaya pembuktian (bewijsmiddeZen), jelasnya apakah me- nurut hukum ada kebebasan dalam memilih dan menetapkan upaya pem- buktian? lawaban atas persoalan tersebut, di- atur dalam Pasal 1866 yang menyebu t- kan adanya 5 upaya pembuktian, ber- turut-turut bukti tulisan atau surat, saksi-saksi, persangkaan atau dugaan, pengakuan dan sumpah, (lihat Pasal 164 RID dan Pasal 284 Rbg.). Sedang dalam keadaan-keadaan tertentu peng- gunaan upaya-upaya pembuktiannya

Transcript of PERANAN SURAT DALAM HUKUM PEMBUKTIAN

Page 1: PERANAN SURAT DALAM HUKUM PEMBUKTIAN

6 -

PERANAN SURAT DALAM HUKUM PEMBUKTIAN •

________ Oleh : Soetomo Ramelan, S.H. ________ _

1.

Di dalam uraian berikut ini akan dibahas salah satu upaya pembuktian yang mempunyai peranan penting di dalam hukum pembuktian.

Pembuktian mempunyai peranan penting dalam proses yang harus dise­lesaikan oleh pengadilan baik dalam perkara-perkara perdata maupun pida­na, dan berdasarkan pembuktian yang berhasil memberikan keyakinan kepa­da hakjrn suatu perkara perdata dapat dimenangkan.

Cara-cara pembuktian diatur dalam hukum mengenai pembuktian, untuk perkara-perkara perdata di dalam buku keempat Kitab Undang-undang Hu­kum Perdata (KUHPer.), Reglement Indonesia yang telah diperbaharui (RID), dan Rechtsreglement Buitenge­westen (Rbg.).

Dengan judul "Peranan surat dalam hukum pembuktian", penulis mencoba untuk membahas salah satu upaya pembuktian dengan harapan tulisan ini dapat merangsang para pembaca secara aktif memberikan koreksi dan menam­bah atau menyempurnakan tulisan ini untuk dapat ikut serta memperkaya karya-karya tulis dalam bidang hukum.

Untuk kekurangan atau kesalahan dalam karya beriku t ini diharapkan maaf yang sebesar-besarnya, karen a ha­nya dengan saling asah dan asuh yang dijiwai dengan rasa saling asih dapat diharapkan kerjasama untuk mening-

katkan penguasaan kita dalam bidang hukum.

2.

Menurut ketentuan Pasal 1865 KUHPer. (untuk selanjutnya jika yang dimaksudkan adalah pasal-pasal KUH­Per. Hanya akan disebutkan nom or pa­salnya saja), setiap orang yang menda­lilkan atau meneguhkan suatu hak, membantah -hak orang lain atau me­nunjuk adanya peristiwa tertentu un­tuk meneguhkan haknya mempunyai beban untuk membuktikan. Banding­kan ketentuan terse but dengan Pasal 163 Reg!. Ind. yang telah diperbaharui (selanjutnya disingkat RID.) dan Pasal 283 Rechtsreglement Buitengewesten (selanjutnya disingkat Rbg.).

Sehubungan adanya ketentuan yang mengatur kewajiban untuk membukti­kan, timbul pertanyaan adakah hukum membatasi upaya-upaya pembuktian (bewijsmiddeZen), jelasnya apakah me­nurut hukum ada kebebasan dalam memilih dan menetapkan upaya pem­buktian?

lawaban atas persoalan tersebut, di­atur dalam Pasal 1866 yang menyebu t­kan adanya 5 upaya pembuktian, ber­turut-turut bukti tulisan atau surat, saksi-saksi, persangkaan atau dugaan, pengakuan dan sumpah, (lihat Pasal 164 RID dan Pasal 284 Rbg.). Sedang dalam keadaan-keadaan tertentu peng­gunaan upaya-upaya pembuktiannya

Page 2: PERANAN SURAT DALAM HUKUM PEMBUKTIAN

Surat dan Pembuktian

dibatasi, misalnya dalam sengketa me­ngenai kebenaran bukti surat (valsheid-

procedure, Pasal 148 v. Rv. jis 138 RID., 164 Rbg.).

Dari keten tuan un dang-un dang yang menetapkan jenis-jenis upaya pembuk­tian, dapat kiranya disimpulkan peran­an surat di dalam hukum pembuktian dalam sengketa-sengketa perdata yang diselesaikan pengadilan.

Karena pentingnya peranan surat dalam hubungan pembuktian, kiranya perlu diketahui apa yang diterima/ diartikan oleh hukum sebagai surat? Yang diartikan sebagai "surat" adalah ·sekumpulan tanda baca, yang jika di­rangkaikan atau saling dihubungkan mengandung maksud/arti tertentu.

Mengenai tanda-tanda baca ini tidak diadakan pembatasan, dengan demi­kian dapat digunakan huruf Latin, Arab, Cina, tanda baca steno braille

atau tanda-tanda rahasia yang dire-kanya sendiri.

Dalam hukum pembuktian yang di­atur dalam buku keempat KUHPer. sur at-sur at ini dibedakan dalam 2 go­longan , golongan surat -surat " akta" -yakni surat-surat yang sengaja dibuat sebagai upaya pembuktian sebagai di­atur dalam Pasal-pasal 1867- 1880, dan surat-surat " bukan" akta (Pasal­pasal 1881- 1883). Penggolonganini oleh undang-undang tidak selalu diper­tahankan , hal ini dapat ditunjuk kepa­da ketentuan Pasal-pasal 1874 dan 1875 yang memakai kata " surat" se­dang yang dimaksudkan adalah "akta:' Penggolongan lain yang dibuat oleh undang-undang ialah tulisan/ surat-su­rat otentik dan surat-surat di bawah tangan, Pasal 1867. Karena seseorang tidak akan membuat suatu surat oten­tik tanpa tujuan untuk digunakan se­bagar suatu upaya pembuktian, maka

7

akan lebih tepat jika . disebut akta, sehingga sebaiknya penggolongannya adalah akta-akta otentik dan akta-akta di bawah tangan.

Dad hal-hal yang diuraikan di atas, kiranya dapat dikemukakan sebagai kesimpulan bahwa dalam hukum dike­nal 3 golongan surat, yakni "surat bu­kan akta" , "akta di bawah tangan" yang sebagai contoh · disebut dalam Pasal 1874 dan " akta-akta otentik" Pasa11868.

3.

Setelah diberikan sekedar pengerti­an mengenai akta, maka diperlukan tambahan keterangan mengenai perlu­nya tanda-tanda dari suatu surat untuk dapat digunakan sebagai akta, tanda tangan ini bagi mereka yang belum be­lajar menulis menu rut ketentuan Pasal 1874- 2 dapat digantikan dengan cap jempol (ibu jari).

Tanda-tanda dari pembuat/penerbit pada surat merupakan syarat penting untuk adanya akta, - -lihat Pasal-pasal 1874, 1875 , 1878 dan Pasal 1880 -­suatu sur at sekalipun dimaksudkan se­bagai tanda bukti seperti karcis kereta api, karcis peltunjukan dan lain seba­gainya tidak dapat disebut akta kare­na tidak dibubuhi tanda tangan.

Selanjutnya berdasarkan ketentuan undang-undang untuk adanya suatu ,

akta, surat itu tidak perlu ditulis· sen-diri oleh pembuatnya, sehingga hanya dalam hal-hal tertentu undang-undang menuntut penulisannya dilakukan oleh pembuatnya sendiri, yakni dalam hu­bungannya dengan surat wasiat ologra­pis seperti dituntut oleh Pasal-pasal 931 dan 932 , pengangkatan pelaksana wasiat , penyelenggara penguburan, hi­bah wasiat barang-barang pribadi Pasal 935 , penyimpanan surat wasiat tertu-

Februari 1987

Page 3: PERANAN SURAT DALAM HUKUM PEMBUKTIAN

-

8

tup yang dibuat oleh ~orang tuna wi­cara (bisu) Pasal 941 ,pengakuan hu­tang sepihak untuk membayar sejum­lah uang, Pasall878.

Apakah sehelai surat semenjak di­buat oleh pembuatnya dikehendakkan sebagai suatu akta? Tidak dapat dibe­rikan jawaban secara umum, karena perlu dilihat kasus demi kasus, seke­dar contoh korespondensi yangdibuat antar ternan sekalipun dibubuhi tanda tangan tidak merupakan akta. Tetapi jika korespondensi itu dilakukan di an­tara para pedagang, yang menyatakan bahwa pedagang yang telah menerima penawaran dengan telepon atau teleks dalam suratnya menyatakan menerima penawaran yang telah diajukan, maka surat terse but dapat diterima sebagai surat akta.

Berdasarkan akseptasi yang dinya-takan di dalam surat tersebut, peda-

-gang yang telah mengajukan penawar­an dapat menuntut pelaksanaan per­janjian jual-belinya.

4.

Menurut hukum akta-akta mempu­nyai berbagai fungsi dalam suatu hu­bungan hukum tertentu. Adapun fung­si yang dimaksudkan dalam hubungan ini, adalah : 1. Sebagai syarat konstitutif /bestaan­

vereiste); 2. S.ebagai suatu upaya pembuktian,

juga disebut probationis causa; 3. Sebagai satu-satunya upaya pern-

buktian. Sebagai syarat kom'titutif (formalitatis causa) akta merupakan syarat esensial untuk adanya suatu hubungan hukum/

perikatan tertentu. Syarat konstitutif ini ada kalanya merupakan akta di ba­wah tangan, sekedar contoh dapat di­sebutkan: untuk memilih domicilie da-

Hukum dan Pembangunan

lam suatu perkara, Pasal 24, untuk membuktikan pemilikan atas barang­barang dari pemakai/pemungut hasil harus dibuat pencatatan di bawah ta­ngan dengan hadirnya pemilik. Pasal 783-3, kewajiban demikian juga dibe­bankan kepada mereka yang mem­punyai hak pakai, Pasal 819, selanjut­nya lihat Pasal-pasal 932, 935, 940, 981,1610, 1767 dan 1851,sedangun­tuk surat-surat unjuk dan surat-surat atas pengganti diatur di dalam Pasal­pasal 100 dan seterusnya Kitab Un­dang-undang Hukum Dagang (KUHD).

Jika untuk ada/sahnya suatu hu­bungan hukum tertentu disyaratkan . akta di bawah tangan, maka akta-akta demikian selalu dapat digantikan de­ngan akta otentik. Selain akta di ba­wah tangan, ada kalanya undang-un­dang menuntut suatu akta otentik untuk mengkonstatir ada/terjadinya hubungan hukum tertentu. Dalam hu­bungan ini dapat dikemukakan bahwa untuk penghapusan pencegahan per­kawinan Pasal 70, kuasa untuk melang­sungkan perkawinan Pasal 79-1, per­janjian kawin Pasal 147, perubahan perjanjian kawin Pasal 148, hibah ke­pada calon mempelai oleh pihak ke­tiga Pasal 176, perjanjian pemisahan harga bersama setelah diperolehnya putusan hakim Pasal 191, pemulihan kern bali harga bersama dalam perka­winan setelah pemisahan Pasal 196, syarat-syarat pemisahan dan pengatur­an pelaksanaan kekuasaan orang tua dan pengurusan pemeliharaan dan pen­didikan anak-anak sebelum dilangsung­kannya perpisahan meja dan tempat tidur (pasal 237), pengakuan anak di luar kawin yang dibuat tidak pada akta kelahirannya atau pada waktu perka­winannya dilangsungkan (Pasal 281), pencatatan milik pemakai atau pemu-

Page 4: PERANAN SURAT DALAM HUKUM PEMBUKTIAN

Surat dan Pembuktian

ngut hasil yang berada di atas tanah pemberi hak pemungut hasil (Pasal 783) , pencatatan yang harus dibuat oleh yang berhak memakai/ mendiami, permintaan penyerahan kembali surat wasiat olografis (pasal 934) , surat wasiat umum (Pasal 940) , keterangan pembuatan dan penyerahan surat wa­siat tertutup yang dibuat oleh orang yang tidak cakap berbicara (Pasal 941) , pengangkatan ahli waris tidak langsung bagi kepentingancucu dan keturunan saudara lelaki dan perem­puan (Pasal 978 dan 981) , pemasang­an hak hipotek dan kuasa memasang hipotek (Pasal 1171), pemberian hibah

.

(pasal 1682), penerimaan hibah (Pasal 1683), kuasa untuk mengangkat sum­pah (Pasal 1945), pendirian suatu per­seroan terbatas (pasal 36- 2 KUHD).

Dalam hal-hal di mana undang-un-dang menuntu t adanya suatu akta, baik otentik atau di bawah tangan maka tidak dipenuhinya ketentuan ter­sebut, menjadikan tindakan htrkum yang dikehendakkan tidak sah , di­anggap sebagai tidak pernah terjadi.

Dari uraian di atas kiranya jelas pentingnya peranan akta-akta otentik, karena selain dalam hal-hal tertentu dituntut oleh undang-undang, juga da­lam hal dituntut suatu akta di bawah tangan akta demikian selalu dapat di­gantikan dengan akta otentik.

Untuk membuat akta otentik diper­lukan bantuan pejabat umum , di In­donesia adalah Notaris. Maka sangat­lah naif jika seorang empu dalam bi­dang hukum , dalam suatu seminar yang baru lalu meragukan kedudukan notaris sebagai pejabat umum , berda­sarkan anggapan bahwa notaris tidak perlu merisaukan kebenaran materiel dari hal-hal yang diajukan oleh pihak­pihak.

9

Dalam hubungan ini rupanya ku­rang disadari adanya kebebasan ber­kontrak yang diakui dalam stelsel hukum kita, sehingga dalam hal- sua­tu perjanjian tidak bertentangan de­ngap. undang-undang, ketertiban umum d~n kesusilaan, notaris berdasarkan ke­dudukannya dilarang untuk menolak memberikan pelayanannya, sesuai de­ngan verplichte ambtsbediening yang diatur dalam undang-undang jabatan Notaris, lihat karya penulis mengenai peranan Notaris dalam pembangunan hukum (Hukum dan Pembangunan­Fakultas Hukum Indonesia No.4, Ta-

hun ke-XVI dan Media Notariat No.1 Tahun I - Oktober 1986).

Apa yang 'dikemukakan di atas menurut hukum juga berlaku bagi penyelesaian perkara-perkara perdata di pengadilan oleh hakim yang bertu­gas menyelesaikan perkara. Dalam hubungan penyelesaian perkara-perka­ra perdata, tidaklah juga pada hakim dibatasi kewenangannya dalam mem­berikan putusannya pada hal-hal yang dituntut oleh pihak-pihak yang berper­kara , lihat Pasal-pasal 178 RID, dan 189 Rbg. Hal demikian erat hubungan­nya dengan kebebasan seseorang untuk menggunakan atau tidak menggunakan kewenangan perdata yang dipunyai. Hukum dapat memaksa seseorang un­tuk melaksanakan kewajibannya, seba-

liknya tidak ada hak untuk memaksa sese orang melaksanakan kewenangan perdaca yang dipunyainya.

Sistem yang dikemukakan secara je­las diatur baik dalam hukum perdata materiel dan formal (hukum acara per­data). Untuk membina hukum nasio­nal yang memberikan kepastian hu­kum berdasarkan keadilan yang sangat didambakan seluruh anggota masyara­kat semenjak masa-masa penjajahan

Februari 1987

Page 5: PERANAN SURAT DALAM HUKUM PEMBUKTIAN

10

dan setelah masa kemerdekaan mut­lak diperlukan terbina dan terpeliha­ranya kerjasama antar para pekerja profesi dalam bidang hukum, baik mereka yang merupakan sebagian dari aparatur pemerintah maupun mereka yang menjalankan pekerjaan bebas seperti para penasihat hukum dan notaris.

Kerjasama demikian hanya dapat dibina dan dipelihara jika masing-ma­sing golongan profesi menyadari ling­kup tugas kewenangannya dan dapat menghargai bidang tugas golongan pro­fesi lainriya. Dari badan peradilan se­bagai benteng terakhir untuk mem­pertahankan dan mewujudkan hukum, didambakan pejabat-pejabat yang pe­nuh dedikasi dalam melaksanakan tu­gas kewajiban luhur yang dipercaya­kan kepada mereka, sedang dari go­longan profesi hukum lainnya diharap­kan keikutsertaannya memberikan do­rongan dan kerjasamanya sesuai bidang tugas masing-masing golongan profesi­nya.

Dalam hubungan ini kami mendu­kung citat yang dikutip oleh Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo dalam bu­kunya "Hukum Acara Perdata Indone­sia", yang telah dikutipnya dari tulisan Sir Alfred Denning: "The road to jus­tice" suatu kutipan dari Sidney Smith sebagai berikut: "Nations fall when

judges are injust, because there is nothing which the multitude think worth defending".

Baik akta yang mempunyai kedu­dukan sebagai syarat untuk adanya/ sahnya peristiwa hukum seperti telah diuraikan di atas, maupun akta dalam fungsinya sebagai satu-satunya upaya pembuktian, tetap juga berfungsi/ di­maksudkan sebagai upaya pembuktian. Fungsi suatu akta sebagai upaya pem-

Hukum dan Pembangunan

buktian, merupakan salah satu 'fungsi yang sangat penting. Dalam peristiwa­peristiwa tertentu seringkali timbul pertanyaan fungsi apakah yang dipu­nyai oleh suatu akta tertentu? Seke­dar contoh, baik dalam Pasal150 mau­pun Pasal 165 diatur mengenai pem­buktian barang yang tidak terdaftar (tidak ada kartu nama) dari suami atau istri yang melangsungkan perkawinan­nya tanpa percampuran kekayaan atau percampuran terbatas (untung-rugi atau hasil dan pendapatan) dituntut adanya suatu daftar yang dilekatkan pada asli perjanjian kawin, yang asH­nya disimpan dalam protokol notaris.

Dalam hub.ungan yang diuraikan di atas timbul pertanyaan, apakah penca­tatan demikian berfungsi sebagai : a. Satu-satunya upaya pembuktian

(enig bewijsmidde/) ataukah b. Bahwa barang-barang yang tidak

atas nama salah satu pihak dan yang tidak dibuat pencatatannya merupakan bagian yang termasuk dalam percampuran untung-rugi atau hasil dan pendapatan seperti yang diatur dalam Pasal 165.

Mengenai persoalan di atas tidak dica­pai keserasian pendapat. Menurut sua­tu arest HR tanggal 7 November 1913 berpendapat bahwa adanya pencatatan barulah diperlukan jika kemudian tim­bul sengketa, baru jika terjadi suatu sengketa pencatatannya merupakan satu-satunya upaya pembuktian. -

Dari uraian di atas kiranya dapat diketahui bahwa hanya sebagian kecil perjanjian tertentu saja harus dipenuhi syarat bentuk tertentu, umumnya berupa surat sedang sebagian besar per­janjian tidak dituntut bentuk tertentu,

sehingga untuk perjanjian yang terma-suk golongan terakhir ini sudah sem-

puma (perfect) seketika telah dicapai

• •

Page 6: PERANAN SURAT DALAM HUKUM PEMBUKTIAN

Surat dan Pembuktian

kesepakatan. Perjanjian yang menurut undang·undang harus memenuhi ben­tuk tertentu disebut perjanjian formal sedang yang bebas bentuk disebut vormvrije contracten. Tetapi sekiranya karen a sifat berhati-hati, pencari ke­pastian hukum menuangkan perjanjian yang dibuatnya ·di dalam surat perjan­jian, maka hal demikian tidak dapat dicela, satu dan lainnya untuk memu­dahkan penuntutan prestasinya di ke­mudian hari , hubungkan ketentuan yang .diatur dalam Pasal 1865 jis 163 RID. , Pasal 283 Rbg.

Selain fungsi-fungsi yang telah di­uraikan, akta ada kalanya oleh undang­undang ditetapkan sebagai satu-satu­nya upaya pembuktian. Jika suatu akta ditetapkan sebagai satu-satunya upaya pembuktian, maka ketentuan demikian tidak mengizinkan dikemu­kakannya upaya-upaya pembuktian lainnya. Dalam hal demikian , akta merupakan satu-satunya upaya pem­buktian (enig bewijsmiddel atau proba­tionis causa). sekedar contoh dapat dikemukakan untuk melangsungkan perkawinan dengan harga terpisahj tanpa campur-kekayaan (pasal 150).

perkawinan dengan percampuran keka-yaan terbatas (pasal 165), pemilikan

• -

11

atas barang-barang bergerak (lebih te­pat sekiranya disebut barang-barang yang tidak terdaftar , karena dalam hukum terdapat juga barang-barang bergerak yang tunduk pada kewajib­an pendaftaran , seperti kapal-kapal -yang ukurannya paling sedikit 20 m3 bruto, Pasal 314 KUHD.) yang diper­oleh karena pewarisan, hibah wasiat dan hibah selama berlangsungnya per­kawinan hanya dapat dibuktikan de­ngan pencatatan, Ps. 166, pendirian suatu persekutuan dengan firma hanya dapat dibuktikan dengan akta oten­tik, Pasal 22 KUHD .• penutupan per­janjian asuransi hanya dapat dibukti­kan dengan suatu akta yang disebut polis, Pasal 255 jo. 258 KUHD.

Dari ketentuan baik yang diatur dalam KUHPer. dan KUHD yang dise­butkan di atas, kumpulan ketentuan mana diatur dalam kumpulan ketentu­an hukum materiel , timbul pertanya­an apakah ketentuan yang diatur ter­sebut merupakan ketentuan hukum materiel ataukah ketentuan yang meng­atur hukum pembuktian? Mengenai persoalan yang dikemukakan. para penulis banyak yang berpendapat bah­wa ketentuan-ketentuan terse but me­muat aturan hukum pembuktian .

Februari 1987