PERANAN LOG FILE DALAM PEMBUKTIAN TINDAK...
Transcript of PERANAN LOG FILE DALAM PEMBUKTIAN TINDAK...
PERANAN LOG FILE DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA
PENGGELAPAN
(Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor:
825/Pid.B/2012/PN.Dps)
SKRIPSI
OLEH :
FAISAL RAHMAWANTO
E1A008144
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2014
i
PERANAN LOG FILE DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA
PENGGELAPAN
(Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor:
825/Pid.B/2012/PN.Dps)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
OLEH :
FAISAL RAHMAWANTO
E1A008144
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2014
ii
SKRIPSI
PERANAN LOG FILE DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA
PENGGELAPAN
(Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor:
825/Pid.B/2012/PN.Dps)
Oleh:
FAISAL RAHMAWANTO
E1A008144
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Diterima dan disahkan
Pada tanggal Februari 2014
Para Penguji/Pembimbing
Penguji I/ Penguji II/ Penguji III
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H. Pranoto, S.H., M.H. Handri Wirastuti .S., S.H., M.H.
NIP. 19640724 199002 1 001 NIP. 19540305 198601 1 001 NIP. 19581019 198702 2 001
Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum,
Dr. Angkasa, S.H., M.Hum.
NIP. 19640923 198901 1 001
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
PERANAN LOG FILE DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA
PENGGELAPAN
(Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor:
825/Pid.B/2012/PN.Dps)
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan semua sumber data serta
informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa
kebenaranya.
Apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi termasuk
pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.
Purwokerto, Februari 2014
Faisal RahmawantoE1A008144
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga
skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.
Ayahanda Mohammad Sofwan (Alm), Ibunda Endang Hisnet Setyowardani,
Mbak Nuraeni Setyaningsih, Mas Amir Bana, dan Keponakanku Anindya
Kirana. Terimakasih atas support dan doanya selama ini.
Keluarga besar Soediono dan Ramelan beserta anak, cucu, cicit, dan
keponakan.
Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang
telah memberikan banyak ilmu kepada penulis.
Seluruh staf karyawan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
yang telah banyak membantu dalam proses menuju kelulusan.
Teman-teman saya di Fakultas Hukum UNSOED, baik yang telah Lulus,
maupun yang masih berproses untuk lulus.
Teman-teman saya yang lainnya, baik di dunia nyata maupun dunia maya,
yang tak bisa saya sebutkan satu-persatu.
MOTTO
“HUSTLE, LOYALTY, AND RESPECT”
v
ABSTRAK
Terjadi pergeseran pandangan umum terhadap alat bukti seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan perluasan dari alat bukti yang sah. Perluasan ini dapat diartikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik menambah atau memperluas cakupan alat bukti yang telah diatur. Salah satu contoh Informasi Elektronik tersebut adalah Log File, yaitu file yang mencatat akses pengguna pada saluran akses operator atau penyelenggara jasa akses. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Peranan Log Filedalam Pembuktian Tindak Pidana Penggelapan (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps)”
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka disusunpokok permasalahan, pertama apakah Log File dapat digunakan sebagai alat bukti untuk pembuktian tindak pidana? Kemudian yang kedua, bagaimanakah peranan Log File dalam pembuktian tindak pidana penggelapan dalam Putusan Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps? Spesifikasi penelitian ini menggunakan spesifikasi penelitian perskriptif, yaitu suatu penelitian untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah tertentu. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder.
Peranan Log File dalam pembuktian Tindak Pidana Penggelapan dalam Putusan Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps adalah memberikan kronologis awal dari kasus ini kepada Hakim. Yaitu terdakwa memiliki ID pelanggan indonetwork yang mengiklankan jasa ekspedisi fiktif yang dikunjungi oleh korban. Dari iklan tetsebut korban dan terdakwa sepakat mengirimkan sejumlah buku. Namun terdakwa menggelapkan buku tersebut beserta uang pembayaran pengiriman.Selain itu, Log File juga menambah keyakinan Hakim bahwa memang benar ID indonetwork itu memang terdakwa.
Kata kunci : Pembuktian, Log File, Tindak Pidana Penggelapan.
vi
ABSTRACT
The shift occurred in the general view of the evidence, along with the development of information technology. Article 5 paragraph (2) of “Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008” regarding Information and Electronic Transactions have adjust that Electronic Information and/or Electronic Document and/or the printout is an extension of the valid legal evidence. The expansion here can be interpreted that the Electronic Information and/or Electronic Document add or expand the scope of evidence. One example is the Electronic Information Log Files in Internet network, which is a file that records user access on the access channel operators/access service providers. Based on these descriptions, the writer is interested in conducting a study titled "The Role of Evidence Log Files in the Crime of Embezzlement (Judicial Review Against Verdict of “Pengadilan Negeri Denpasar” Number: 825/Pid.B/2012/PN.Dps)"
Based upon the description above, it can be formulated problems, first whether the log file can be used as evidence in proving a criminal offense? Then the second , how the role of Log Files in proving the crime of embezzlement in Verdict Number: 825/Pid.B/2012/PN.Dps? This study uses research prescriptivespecification , namely a study to get suggestions on what to do to solve a particular problem , the source of the data used in this study is a secondary data source .
Role of Log Files in the Crime of evidence in Verdict Number: 825/Pid.B/2012/PN.Dps is provide information to the judge about the earlychronological of this case. Namely that the defendant has a indonetwork’scustomer ID who advertise services fictitious delivery service visited by the victim through the internet. And then the victim and the defendant agreed to send out a number of items such as books. However, the book was finally accused of embezzling along with payment on delivery. And also adds to the belief for judgethat the defendant has a indonetwork’s customer ID.
Keywords: Evidence, Log Files, Crime Embezzlement.
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan
judul “PERANAN LOG FILE DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA
PENGGELAPAN (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri
Denpasar Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps)”
Berbagai kesulitan dan hambatan Penulis hadapi dalam penyusunan skripsi
ini. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini juga tidak lepas dari
bimbingan, dorongan, bantuan materiil dan moril serta pengarahan dari berbagai
pihak, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Maka dari itu, Penulis
ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Angkasa, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Jenderal Soedirman yang telah memberikan izin terhadap penelitian ini;
2. Dr. Hibnu Nugroho, S.H.,M.H. selaku Pembimbing Skripsi I yang telah
memberikan bimbingan, petunjuk, kritik, arahan, dan saran yang sangat
membangun serta banyak menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
khususnya dalam lingkup Hukum Acara Pidana bagi penulis;
3. Pranoto, S.H.,M.H. selaku Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan
bimbingan, petunjuk, kritik, arahan, dan saran yang sangat membangun
dalam penyusunan skripsi ini;
4. Handri Wirastuti Sawitri, S.H.,M.H. selaku Dosen Penguji Skripsi yang
turut menilai dan memberi masukan pada skripsi penulis;
viii
5. Sarsiti, SH., M.H. selaku Pembimbing Akademik;
6. Sanyoto S.H., M.H selaku Ketua Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum
Universitas Jendral Soedirman Purwokerto;
7. Kedua orang tua tercinta, Mohammad Sofwan (Alm) dan Endang Hisnet
Setyowardani, yang selalu mendoakan, memberi nasihat dan motivasi
selama penulis mengerjakan skripsi.
Penulis dalam penulisan skripsi ini telah berusaha dengan sebaik-baiknya,
namun mengingat keterbatasan yang ada pada diri penulis, maka penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan
saran yang membangun sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan skripsi
ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang
membutuhkan.
Purwokerto, Februari 2014
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN....................................................................................... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN................................................... iv
ABSTRAK............................................................................................................... v
ABSTRACT............................................................................................................. vi
PRAKATA............................................................................................................... vii
DAFTAR ISI............................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN………………………….................................. 1
A. Latar Belakang Masalah……………………...……..……....... 1
B. Perumusan Masalah…………………………….……...…....... 7
C. Tujuan Penelitian…………………………………….…........... 7
D. Kegunaan Penelitian………………………………….....……. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.…………………………………….......... 9
A. Tujuan dan Asas-Asas Hukum Acara Pidana............................. 9
1. Tujuan Hukum Acara Pidana................................................. 9
2. Asas-Asas Hukum Acara Pidana........................................... 12
B. Pembuktian..................................................................................23
1. Pengertian Pembuktian.......................................................... 23
2. Alat Bukti............................................................................... 25
C. Tindak Pidana Penggelapan........................................................ 43
D. Log File dalam Jaringan Internet ............................................... 48
x
1. Pengertian Log File................................................................ 48
2. Jenis-Jenis Log File dalam Jaringan Internet......................... 49
BAB III METODE PENELITIAN............................................................... 54
A. Metode Pendekatan………………………………..……….... 54
B. Spesifikasi Penelitian…………………………..…………….. 54
C. Sumber Data…………………………...………......................... 54
D. Metode Pengumpulan Data…………….…………………….. 55
E. Metode Penyajian Data……………….…………………........ 56
F. Metode Analisis Data…………...…….……………………... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............................. 57
A. Hasil Penelitian........................................................................... 57
1. Duduk Perkara....................................................................... 57
2. Dakwaan................................................................................ 61
3. Pembuktian.............................................................................61
4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum........................................... 68
5. Putusan Pengadilan.................................................................71
B. Pembahasan.................................................................................81
1. Log File Sebagai Alat Bukti untuk Pembuktian Tindak
Pidana.................................................................................. 81
2. Peranan Log File dalam Pembuktian Tindak Pidana
Penggelapan dalam Putusan Nomor:
825/Pid.B/2012/PN.Dps........................................................ 96
xi
BAB V PENUTUP........................................................................................ 105
A. Simpulan.................................................................................... 105
B. Saran........................................................................................... 107
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, disadari dunia sedang berada dalam era informasi
(information age), yang merupakan tahapan selanjutnya setelah era
prasejarah,agraris dan industri. Dalam era informasi, keberadaan suatu
informasi mempunyai arti dan peran yang sangat penting dalam semua aspek
kehidupan, serta merupakan suatu kebutuhan hidup bagi semua orang, baik
secara individual maupun organisasional, sehingga dapat di katakan berfungsi
sebagai mana layaknya suatu aliran darah pada tubuh manusia.1
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong
perkembangan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih modern, karena
penggunaan teknologi selalu mempengaruhi pola pikir dan gaya hidup
masyarakat. Suatu teknologi pada dasarnya diciptakan untuk peningkatan
kualitas hidup dan mempermudah aktivitas manusia menjadi lebih efektif dan
efisien. Selain memiliki sisi positif, teknologi juga memiliki sisi negatif.
Salah satu hasil kemajuan teknologi informasi yang diciptakan pada akhir
abad ke-20 adalah internet.2
1 Edmon Makarim, 2004, Kompilasi Hukum Telematika, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
hal 23-24.2 Abdul Wahid dan Mohammad Labib, 2005, Kejahatan Mayantara (Cybercrime), Refika
Aditama, Bandung, hal. 31.
2
Salah satu karakteristik utama era informasi dalam perubahan adalah
bisnis elektronik atau yang lebih dikenal dengan istilah e-business atau e-
commerce. Model ini menekankan pada pertukaran informasi dan transaksi
bisnis yang bersifat paperless, melalui Electronic Data Interchange (EDI), e-mail,
electronic bulletin boards, electronic funds transfer dan teknologi lainnya yang juga
berbasis jaringan. Revolusi ini dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi
melalui internet.3
Dengan adanya media internet, saat ini berkembang perusahaan yang
menempatkan lokasi usahanya di internet yang sekarang ini dikenal dengan
perusahaan dotcom. Berbagai perusahaan telah melakukan penawaran barang
dan jasa lewat internet.4 Pihak-pihak yang terkait dalam transaksi tidak perlu
bertemu face to face, cukup melalui peralatan komputer dan telekomunikasi,
kondisi yang demikian merupakan pertanda dimulainya era siber dalam
bisnis.5
Kemudahan tersebut tak lepas dari penyalahgunaan. Banyak pelaku
bisnis yang menggunakan media internet untuk melakukan tindak pidana
yang merugikan konsumen. Hal ini tidak terbatas pada pelaku bisnis yang
benar-benar memanfaatkan internet dalam menjalankan usahanya, tetapi juga
3 Jauharul Maknunah, Tantangan Bisnis di Era E-Commerce di Indonesia Pada Era
Reformasi, Jurnal Teknologi Informasi Vol. 1. No.2. 2013, hal 1. (http://lkppm.pradnya.ac.id/wp-content/uploads/2013/03/Jauharul_hal177_189.pdf, diakses pada tanggal 12 September 2013)
4 Asril Sitompul, 2001, Hukum Internet (Pengenalan Mengenai Masalah Hukum Cyberspace), Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 41.
5 Niniek Suparni, 2009, Cyberspace, Problematika & Antisipasi Pengaturannya, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 1.
3
merujuk pada mereka yang hanya menggunakan media internet untuk
mempromosikan barang atau jasa mereka.
Disadari atau tidak, dalam era informasi ini perubahan masyarakat
dari paper-based menjadi paper-less society menjadi semakin jelas. Dengan
teknologi yang ada sekarang, pengguna komputer dapat menyimpan atau
mengirimkan informasi dalam berbagai bentuk dan dalam kuantitas yang
sangat banyak. Layanan Youtube memungkinkan setiap orang mengunggah
video dalam durasi 15 menit atau file sebesar 2 GB sehingga dapat dilihat dari
penjuru dunia. Masyarakat tidak membutuhkan waktu yang lama untuk
menerima informasi terbaru dari sanak keluarga yang berada ribuan kilometer
jauhnya.6 Hal serupa juga terjadi dalam bisnis yang menggunakan internet
sebagai sarananya.
Kondisi yang paper-less ini menimbulkan masalah dalam pembuktian
mengenai informasi yang diproses, disimpan, atau dikirim secara elektronik.
Informasi atau dokumen elektronik yang mudah diubah sering menimbulkan
pertanyaan hukum mengenai keotentikan informasi atau dokumen yang
dimaksud.7 Salah satu contoh informasi tersebut adalah Log File, yaitu
sebuah file yang berisi daftar tindakan, kejadian (aktivitas) yang telah terjadi
di dalam suatu sistem komputer.8
6 Josua Sitompul, 2012, Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum
Pidana, Tatanusa, Jakarta, hal. 261.7 Ibid, hal. 262.8 http://mastokkenari.page4.me/185.html, diakses pada tanggal 14 Maret 2013.
4
Permasalahan yang tetap ada walaupun telah diundangkannya
berbagai perundang-undangan khusus adalah mengenai penegakan hukum
yang masih berpegang pada KUHAP. Perkembangan kejahatan dan modus
operandi yang digunakan, melahirkan bukti-bukti baru dalam praktek
persidangan serta melahirkan perkembangan tersendiri terhadap alat bukti
yang sudah ada. Banyak aspek yang mempengaruhi hal tersebut dan
perkembangan tersebut tentunya akan terus ada sejalan dengan perubahan
dalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut cukup menyulitkan saat terbentur
pada pengaturan hukum yang belum berkembang dan masih terikat pada
perundang-undangan yang dirasa belum memadai dan tentunya akan
menimbulkan pengaruh pada proses penegakan hukum juga.9
Dalam perkara pidana terjadi pergeseran pandangan umum terhadap
alat bukti itu sendiri seiring dengan perkembangan teknologi informasi ini.
Bukti berupa informasi elektronik sebagai hasil dari teknologi informasi
menjadi hal yang diperdebatkan mengenai keabsahannya dalam
pembuktian.10
Semakin cepat perubahan dan perkembangan sosial dalam suatu
masyarakat dengan segala implikasi negatifnya, maka kehadiran hukum
pidana dituntut untuk semakin canggih di dalam merespon hal itu. Hukum
9 Alcadini Wijayanti. dkk, Perkembangan Alat Bukti dalam pembuktian Tindak Pidana
berdasarkan Undang-Undang Khusus dan Implikasi Yuridis Terhadap KUHAP, Jurnal Diponegoro Law Review, Volume 1, No. 4. 2012, hal .5. (http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr, diakses pada tanggal 10 Agustus 2013).
10 Nur Ro’is, Informasi Elektronik Sebagai Bukti dalam Perkara Pidana, Jurnal Dinamika, Volume 3, No. 6. 2010, hal. 91. (http://jod-fisipunbara.blogspot.com, diakses pada tanggal 29 Juli 2013).
5
pidana akan di rasa tidak memiliki manfaat yang berarti, jika ia hanya berkutat
dengan konsep, azas dan teori yang di buat untuk menanggulangi berbagai
fenomena sosial destruktif masa lalu. Hukum pidana juga akan di rasakan
ketinggalan di belakang perubahan perkembangan sosial masa kini yang
menuntut antisipasi hukum (pidana) yang memadai. Perubahan dan
perkembangan sosial khususnya di bidang teknologi informasi dan ekonomi
dengan segala sisi gelapnya yang kemudian melahirkan berbagai jenis dan
modus operandi kejahatan baru dan kompleks, harus di imbangi dengan upaya
preventif dan represif, guna menanggulanginya.11
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 183 KUHAP, hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya. Dalam penjelasan mengenai ketentuan yang diatur dalam
Pasal 183 KUHAP itu adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan,
dan kepastian hukum bagi seseorang. Berdasarkan hal tersebut diketahui
bahwa, menurut sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP, penilaian atas
kekuatan pembuktian dari alat-alat bukti yang diajukan di sidang pengadilan
sepenuhnya diserahkan kepada majelis hakim.
Putusan di Pengadilan Negeri Denpasar terdapat suatu kasus mengenai
Tindak Pidana Penggelapan dimana hakim memutus terdakwa dengan pidana
11 Mahrus Ali, 2011, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 525
6
penjara selama 5 (lima) bulan dan 15 (lima belas) hari karena terbukti
melanggar Pasal 372 KUHP yang merumuskan:
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri (Zicht toe.igenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.”
Hakim dalam putusan tindak pidana tersebut mendasarkan pada alat
bukti diantaranya yaitu berupa 1 (satu) lembar print-out data Log File ID
keanggotaan indonetwork dengan nomor pelanggan 1D271216, dan 1 (satu)
buah Cd Maxell warna kuning yang berisi soft copy data Log File ID
keanggotaan indonetwork dengan nomor pelanggan 1D271216.
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian yang berjudul “PERANAN LOG FILE DALAM
PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENGGELAPAN (Tinjauan Yuridis
Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor:
825/Pid.B/2012/PN.Dps)”
7
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis
mengambil pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah Log File dapat digunakan sebagai alat bukti untuk pembuktian
tindak pidana?
2. Bagaimanakah peranan Log File dalam pembuktian tindak pidana
penggelapan dalam Putusan Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah Log File dapat digunakan sebagai alat bukti
untuk pembuktian tindak pidana.
2. Untuk mengetahui peranan Log File dalam pembuktian tindak pidana
penggelapan dalam Putusan Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan penulis, serta menmbah pengetahuan bagi para pembaca
terutama dalam penggunaan alat bukti elektronik.
8
2. Kegunaan Praktis
a. Mencari kesesuaian antara teori yang telah didapatkan di bangku
kuliah dengan kenyataan di lapangan.
b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-
pihak yang terkait dengan masalah penelitian ini.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tujuan dan Asas-Asas Hukum Acara Pidana
1. Tujuan Hukum Acara Pidana
Tujuan dan tugas ilmu hukum acara pidana pada dasarnya sama
dengan tugas dan tujuan ilmu hukum pada umumnya yaitu mempelajari
hukum untuk mewujudkan kedamaian yang meliputi ketertiban dan
ketenangan dengan memberikan kepastian hukum dan keadilan hukum
kepada masyarakat.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang selanjutnya dalam
penulisan skripsi ini ditulis KUHAP, dalam pedoman pelaksanaannya
menjelaskan tujuan hukum acara pidana sebagai berikut:
“Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang tepat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa tindak pidana yang telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.”12
12 Andi Hamzah, 2001, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi. Ghalia
Indonesia, Jakarta, hal. 4.
10
Memperhatikan rumusan di atas, dapat dikatakan bahwa tujuan
hukum acara pidana meliputi empat hal, antara lain:
1. Mencari dan mendapatkan kebenaran.
Hukum acara pidana menjelaskan yang bertugas mencari dan
menemukan kebenaran adalah pihak kepolisian, dalam hal ini
adalah penyelidik dan penyidik. Kebenaran yang dimaksudkan
adalah keseluruhan fakta-fakta yang terjadi yang ada
hubungannya dengan perbuatan pidana yang terjadi.13
2. Melakukan penuntutan.
Tujuan melakukan penuntutan adalah menjadi tugas dari
kejaksaan yang dilakukan oleh JPU. Penuntutan harus
dilakukan secermat mungkin sehingga penuntutan itu
merupakan penuntutan yang tepat dan benar sebab kesalahan
penuntutan akan berakibat fatal yaitu gagalnya penuntutan
yang berakibat pelaku bebas.14
3. Melakukan pemeriksaan dan putusan.
Mengenai tujuan ketiga yaitu melakukan pemeriksaan dan
membuat dan menemukan putusan menjadi tugas hakim di
13 Ibid, hal. 9.14 Ibid.
11
pengadilan. Pemeriksaan harus jujur dan tidak memihak dan
putusannya pun harus putusan yang adil bagi semua pihak.15
4. Melaksanakan (eksekusi) putusan hakim.
Tujuan terakhir dari hukum acara pidana adalah melaksanakan
eksekusi putusan hakim yang secara administratif dilakukan
oleh jaksa akan tetapi secara operasionalnya dilakukan dan
menjadi tugas lembaga pemasyarakatan apabila putusan itu
putusan pidana penjara. Namun, jika putusannya pidana mati
maka langsung dilakukan oleh regu tembak yang khusus
disiapkan untuk itu.16
Andi Hamzah,17 berpendapat mengenai tujuan hukum acara
pidana sebagai berikut:
Tujuan hukum acara pidana mencari kebenaran itu hanyalah merupakan tujuan antara. Tujuan akhir sebenarnya ialah mencapai suatu ketertiban, ketenteraman, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan dalam masyarakat.
Tujuan KUHAP yaitu mencari suatu kebenaran materiil
diperlukan barang bukti yang cukup sesuai dengan ketentuan Undang-
ndang. Proses mencari dan mengumpulkan barang bukti dan alat bukti
dilakukan pada tahap penyidikan.
Tujuan Hukum Acara Pidana sangat erat hubungannya dengan
tujuan Hukum Pidana, yaitu menciptakan ketertiban, ketentraman,
15 Ibid.16 Ibid.17 Ibid.
12
kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. Hukum Pidana
memuat tentang rincian perbuatan yang termasuk perbuatan pidana,
pelaku perbuatan pidana yang dapat dihukum, dan macam- macam
hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelanggar hukum pidana.
Sebaliknya Hukum Acara Pidana mengatur bagaimana proses yang ahrus
dilalui aparat penegak hukum dalam rangka mempertahankan hukum
pidana materiil terhadap pelanggarnya. 18
2. Asas-Asas Hukum Acara Pidana
Di dalam setiap Undang-Undang, pada umumnya asas berlakunya
undang-undang tersebut secara tegas dinyatakan dalam batang tubuh
undang-undang. Berbeda halnya dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana, asas berlakunya undang-undang
tersebut justru tersebar dan secara tersirat berada di dalam setiap Pasal-
Pasal KUHAP tersebut. Uraian mengenai asas dalam hukum acara pidana
akhirnya juga menjadi tidak terbatas. Beberapa literatur tentang hukum
acara pidana tentunya berbeda-beda dalam memandang asas hukum acara
pidana, namun beberapa asas yang berlaku universal tentunya tidak dapat
dikesampingkan.19 Asas-asas tersebut antara lain:
18 http://inspirasihukum.blogspot.com/2013/04/tujuan–dan-fungsi-hukum-acara-
pidana.html, diakses pada tanggal 26 Oktober 2013.19 http://te-effendi-acara.blogspot.com/2012/09/asas-asas-hukum-acara-pidana.html,
diakses pada tanggal 1 September 2013.
13
a. Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan
Asas ini telah dirumuskan dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-
Undang Nomor 48 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang
menghendaki agar pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia
berpedoman kepada asas cepat, tepat, sederhana dan biaya yang
ringan.20
Asas ini menghendaki adanya suatu peradilan yang efisien dan
efektif, sehingga tidak memberikan penderitaan yang
berkepanjangan kepada tersangka/terdakwa disamping kepastian
hukum terjamin. Asas ini juga terdapat dalam Penjelasan Umum
butir 3 huruf e KUHAP yang merumuskan:
“Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus ditetapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan”.
Penjelasan umum tersebut dijabarkan dalam banyak Pasal
dalam KUHAP, misalnya Pasal-Pasal 24 ayat (4), 25 ayat (4), 26
ayat (4), 27 ayat (4), 28 ayat (4). Umumnya dalam Pasal-Pasal
tersebut dimuat ketentuan bahwa jika telah lewat waktu penahanan
seperti tercantum dalam ayat sebelumnya, maka penyidik, penuntut
umum dan hakim harus sudah mengeluarkan tersangka atau
terdakwa dari tahanan demi hukum. Hal ini mendorong penyidik,
20 M. Yahya Harahap, 2002, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP
(Penyidikan Dan Penuntutan), Sinar Grafika, Jakarta, hal. 52.
14
penuntut umum dan hakim untuk mempercepat penyelesaian perkara
tersebut.
b. Asas Praduga Tak Bersalah atau Presumption of Innocence
Asas ini disebutkan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan juga dalam
Penjelasan Umum butir 3 huruf c yang merumuskan:
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapankan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”
M. Yahya Harahap21 menjabarkan mengenai asas praduga tak
bersalah adalah sebagai berikut:
Asas praduga tak bersalah ditinjau dari segi teknis yuridis ataupun dari segi teknis penyidikan dinamakan “prinsip akusator” atau accusatory procedure (accusatorial system). Prinsip akusator menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan:
a. Adalah subjek: bukan menjadi objek pemeriksaan, karena itu tersangka atau terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat martabat harga diri,
b. Yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah “kesalahan” (tindak pidana), yang dilakukan tersangka/terdakwa. Kearah itulah pemeriksaan ditujukan.
Untuk menjamin agar asas praduga tak bersalah dapat
ditegakan dalam setiap tingkat pemeriksaan, KUHAP telah
memberikan perlindungan kepada tersangka atau terdakwa berupa
21 Ibid, hal. 40
15
hak-hak kemanusiaan yang wajib dihormati dan dilindungi oleh
penegak hukum.
c. Asas Opurtunitas
Hukum acara pidana mengenal suatu badan yang khusus diberi
wewenang untuk melakukan penuntutan pidana ke pengadilan yang
disebut penuntut umum yang dikenal jaksa di Indonesia. Hakim
tidak dapat meminta supaya suatu delik diajukan kepadanya, jadi
hakim hanya menunggu saja penuntutan dari penuntut umum karena
penuntut umum memiliki hak penuntutan. Dalam hubungan dengan
hak penuntutan dikenal dua asas yaitu asas legalitas dan asas
oportunitas.
Pasal 35 c Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia menyatakan asas oportunitas itu
dianut di Indonesia. Pasal tersebut merumuskan:
“Jaksa Agung dapat menyampingkan perkara berdasarkan kepentingan umum.”
A.Z Abidin Farid22 seperti yang dikutip dalam buku Andi
Hamzah memberikan rumusan tentang asas oportunitas sebagai
berikut:
Asas Oportunitas ialah asas hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum.
Andi Hamzah23 menjelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
22 Andi Hamzah, Op. Cit, hal. 15.
16
Menurut asas oportunitas penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan delik jika menuntut pertimbangannya akan merugikan kepentingan umum. Jadi demi kepentingan umum, seseorang yang melakukan delik tidak dituntut.
Kriteria kepentingan umum tersebut di atas, dijelaskan di
dalam pedoman pelaksanaan KUHAP yaitu didasarkan untuk
kepentingan negara dan masyarakat dan bukan untuk kepentingan
pribadi.
d. Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum
Asas pemeriksaan pengadilan yang terbuka untuk umum dapat
dilihat dalam Pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP yang
merumuskan sebagai berikut:
“Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.”
Saat membuka persidangan pemeriksaan perkara seseorang
terdakwa hakim ketua harus menyatakan “terbuka untuk umum”.
Pelanggaran atas ketentuan ini atau tidak dipenuhinya ketentuan ini
mengakibatkan putusan pengadilan “batal demi hukum” seperti yang
tertera dalam Pasal 153 ayat (4) KUHAP yang merumuskan :
“Tidak terpenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan batalnya putusan demi hukum.”
Uraian di atas mengemukakan bahwa saat membuka sidang
hakim ketua harus menyatakan “sidang terbuka untuk umum”.
Pelanggaran atas ketentuan ini atau tidak dipenuhinya ketentuan ini
23 Ibid, hal. 16.
17
mengakibatkan putusan pengadilan “batal demi hukum”. Ada
pengecualian dalam ketentuan ini yaitu sepanjang mengenai perkara
yang menyangkut kesusilaan atau terdakwanya adalah anak-anak,
yang dalam hal ini persidangan dapat dilakukan dengan pintu
tertutup.
M. Yahya Harahap24 berpendapat:
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menetapkan pemeriksaan perkara yang terdakwanya anak-anak dilakukan dengan pintu tertutup. Sebab jika dilakukan terbuka untuk umum akan membawa akibat psikologis yang lebih parah kepada jiwa dan batin si anak.
Hakim dapat menetapkan apakah suatu sidang dinyatakan
seluruhnya atau sebagian tertutup untuk umum yang artinya
persidangan dilakukan di belakang pintu tertutup. Pertimbangan
tersebut diserahkan sepenuhnya kepada hakim yang melakukan hal
itu berdasarkan jabatannya atau atas permintaan penuntut umum dan
terdakwa. Saksi pun dapat mengajukan permohonan agar sidang
tertutup untuk umum dengan alasan demi nama baik keluarganya.25
e. Asas Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hukum
Asas ini tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Penjelasan
Umum butir 3 huruf a KUHAP. Penjelasan Umum butir 3 huruf a
KUHAP merumuskan:
24 M. Yahya Harahap, Op. cit, hal. 56.25 Andi Hamzah. Op. Cit. hal. 19.
18
“Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum tidak mengadakan perbedaan perlakuan”.
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman merumuskan:
“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”
Andi Hamzah26 berpendapat:
Asas ini menegaskan bahwa sebagai Negara Hukum maka dihadapan hukum semua orang sama dan sederajat. Bagaimanapun kedudukan manusia itu sama di mata hukum yang dijunjung tinggi oleh negara Indonesia sesuai dengan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.
UUD 1945 secara tegas telah memberikan jaminan bahwa
“segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya. Hal ini memberikan makna bahwa
setiap warga negara harus dilayani sama di depan hukum.
f. Asas Peradilan Dilakukan oleh Hakim karena Jabatannya dan
Tetap
Pengambilan keputusan salah atau tidaknya terdakwa
dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat tetap. Untuk
jabatan ini diangkat hakim-hakim yang tetap oleh kepala negara
sesuai Pasal 31 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman.27
26 Andi Hamzah, Op.cit. hal. 2027Ibid, hal.22.
19
Simons seperti yang dikutip pula oleh Andi Hamzah28
berpendapat:
Sistem hakim yang tetap di Indonesia mengikuti sistem di negeri Belanda yang dahulu menganut sistem juri, tetapi sejak tahun 1813 dihapuskan. Dalam sistem juri yang menentukan sah tidaknya terdakwa ialah suatu dewan yang mewakili golongan-golongan dalam masyarakat. pada umumnya mereka adalah awam atau tidak tahu hukum.
g. Asas Tersangka atau Terdakwa Berhak Mendapatkan Bantuan
Hukum
Asas tersangka atau terdakwa berhak mendpatkan bantuan
hukum dapat dilihat dalam Pasal 54 KUHAP yang merumuskan:
“Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bentuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.”
Ketentuan asas ini berkaitan dengan hak dari seseorang yang
tersangkut dalam suatu perkara pidana untuk dapat mengadakan
persiapan bagi pembelaannya maupun untuk mendapatkan nasehat
atau penyuluhan tentang jalan yang dapat ditempuhnya dalam
menegakkan hak-haknya sebagai tersangka atau terdakwa. Bantuan
hukum dalam KUHAP tidak terdapat penjelasan atau definisi
mengenai pengertian bantuan hukum.
28 Ibid.
20
M. Yahya Harahap29 menjelaskan mengenai bantuan hukum
diatur didalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 74 KUHAP, dimana di
dalamnya diatur tentang kebebasan yang sangat luas yang didapat
oleh tersangka atau terdakwa. Kebebasan tersebut antara lain:
a. Bantuan Hukum dapat diberikan saat tersangka ditangkap atau ditahan.
b. Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan.
c. Penasehat hukum dapat menghubungi tersangka atau terdakwa pada tingkat pemeriksaan pada setiap waktu.
d. Pembicaraan antara penasehat hukum dan tersangka tidak didengar oleh penyidik dan penuntut umum kecuali pada delik yang menyangkut keamanan Negara.
e. Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau penasehat hukum guna kepentingan pembelaan.
f. Penasehat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka atau terdakwa.
Pembatasan-pembatasan hanya dikenakan apabila penasihat
hukum menyalahgunakan hak-hak tersebut. Kebebasan-kebebasan
ini hanya dari segi yuridis semata-mata, bukan dari segi politis,
sosial, dan ekonomi. Segi-segi yang disebut terakhir ini juga menjadi
penghambat pelaksanaan bantuan hukum yang merata.
h. Asas Akusatoir dan Inkusatoir
M. Yahya Harahap30 berpendapat Asas akusatoir adalah asas
atau prinsip akusatoir yang menempatkan kedudukan tersangka atau
terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan:
a. Adalah subjek: bukan menjadi objek pemeriksaan, karena itu tersangka atau terdakwa harus didudukkan dan
29 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 21.30 Ibid, hal. 40
21
diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat martabat harga diri,
b. Yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah “kesalahan” (tindak pidana), yang dilakukan tersangka/terdakwa. Kearah itulah pemeriksaan ditujukan.
Andi Hamzah31 memberikan rumusan mengenai asas
inkuisitor sebagai berikut:
Pemeriksaan asas inkusitor adalah tersangka dipandang sebagai objek pemeriksaan. Asas inkusitor ini sesuai dengan pandangan bahwa pengakuan tersangka merupakan alat bukti terpenting. Dalam pemeriksaan selalu pemeriksa berusaha mendapatkan pengakuan dari tersangka. Kadang-kadang untuk mencapai maksud tersebut pemeriksa melakukan tindakan kekerasan atau penganiayaan. Sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang sudah menjadi ketentuan universal, maka asas inkusitoir telah ditinggalkan oleh banyak negara beradab. Selaras dengan itu, berubah pula sistem pembuktian yang alat-alat bukti berupa pengakuan diganti dengan keterangan terdakwa, begitu pula penambahan alat bukti berupa keterangan ahli.
Sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang sudah menjadi
ketentuan universal, maka asas inkisitor ini telah ditinggalkan oleh
banyak negeri beradab. Hal ini terbukti dengan adanya hak
memperoleh bantuan hukum sejak awal pemeriksaan ditingkat
penyidikan. Selain itu juga dibuktikan dengan berubahnya pola
system pembuktian di mana alat-alat bukti berupa pengakuan diganti
dengan “keterangan terdakwa”.
i. Asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan
Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim
secara langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi.
31 Andi Hamzah, Op.cit, hal.24.
22
Sidang pengadilan melakukan pemeriksaan secara langsung kepada
terdakwa atau orang lain yang terlibat, dengan mengadakan
pembicaraan lisan, berupa tanya jawab dengan majelis hakim.
Pemeriksaan perkara pidana antara para pihak yang terlibat dalam
persidangan harus dilakukan dengan berbicara satu sama lain secara
lisan agar dapat diperoleh keterangan yang benar dan yang
bersangkutan tanpa tekanan dari pihak manapun.
Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan diatur
dalam Pasal 154 KUHAP yang merumuskan:
(1) Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas;
(2) Jika dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan tidak hadir pada sidang yang telah ditetapkan, hakim ketua sidang meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah;
(3) Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah, hakim ketua sidang menunda persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada sidang berikutnya;
(4) Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah, pemeriksaan tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi;
(5) Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak semua terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan;
(6) Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya;
(7) Panitera mencatat laporan dari penuntut umum tentang pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (6) dan menyampaikannya kepada hakim ketua sidang.
23
M. Yahya Harahap32 berpendapat mengenai asas pemeriksaan
hakim yang langsung dan lisan sebagai berikut:
Pasal 153 ayat (2) huruf a KUHAP menegaskan ketua sidang dalam memimpin sidang pengadilan, dilakukan secara langsung dan lisan. Tidak boleh pemeriksaan dengan perantaraan tulisan baik terhadap terdakwa maupun saksi-saksi. Kecuali bagi mereka yang bisu atau tuli, pertanyaan dan jawaban dapat dilakukan secara tertulis. Prinsip pemeriksaan dalam persidangan dilakukan secara langsung berhadap-hadapan dalam ruang sidang. Semua pertanyaan diajukan dengan lisan dan jawaban atau keteranganpun disampaikan dengan lisan, tiada lain untuk memenuhi tujuan agar persidangan benar-benar menemukan kebenaran yang hakiki. Sebab dari pemeriksaan secara langsung dan lisan, tidak hanya keterangan terdakwa atau saksi saja yang dapat didengar dan diteliti, tetapi sikap dan cara mereka memberikan keterangan dapat menentukan isi dan nilai keterangan.
Pengecualian dari asas langsung adalah kemungkinan
putusan dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa (in absentia), yaitu
dalam acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Hal
ini terdapat dalam Pasal 213 KUHAP, yang merumuskan:
“Terdakwa dapat menunjuk seseorang dengan surat untuk mewakili di sidang.”
B. Pembuktian
1. Pengertian Pembuktian
Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara di sidang
pengadilan. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi
penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-
undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.
32 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal.113.
24
Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang
dibenarkan.33
Hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan Undang-
Undang apabila tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan
kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman. Sebaliknya, kalau
kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang
disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa harus dinyatakan bersalah
dan kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Hakim harus berhati-hati,
cermat dan matang menilai dan mempertimbangkan masalah
pembuktian.34
M. Yahya Harahap,35 memberikan arti pembuktian ditinjau dari
segi hukum acara pidana sebagai berikut:
a. Ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran. Baik hakim, penuntut umum, terdakwa, atau penasihat hukum, semua terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan undang-undang. Tidak boleh leluasa bertindak dengan caranya sendiri dalam menilai pembuktian. Dalam mempergunakan alat bukti, tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Terdakwa tidak bisa leluasa mempertahankan sesuatu yang dianggapnya benar diluar ketentuan yang telah digariskan undang-undang.Terutama bagi majelis hakim, harus benar-benar sadar dan cermat menilai dan mempertimbangkan kekuatan pembuktian yang ditemukan selama pemeriksaan persidangan. Jika majelis hakim hendak meletakkan kebenaran yang ditemukan dalam putusan yang akan dijatuhkan, kebenaran itu harus diuji dengan alat bukti, dengan cara dan dengan kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti yang ditemukan.
33 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 273.34 Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, 2004, Hukum Acara Pidana Dalam Teori
Dan Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 102.35 M. Yahya Harahap, Op.cit, hal. 274.
25
Kalau tidak demikian, bisa saja orang yang jahat lepas, dan orang yang tidak bersalah mendapat ganjaran hukuman.
b. Sehubungan dengan pengertian diatas, majelis hakim dalam mencari dan meletakkan kebenaran yang akan dijatuhkan dalam putusan, harus berdasarkan alat-alat bukti yang telah ditentukan undang-undang secara “limitatif”, sebagaimana yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP.
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan dengan itu hakim
memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana tersebut apakah benar-benar
terjadi dan terdakwa benar-benar terbukti melakukan apa yang didakwakan
ataupun dakwaan tersebut tidak benar terjadi (Pasal 183 KUHAP).
Pembuktian tersebut harus didasarkan kepada KUHAP yaitu alat bukti
yang sah yang terdapat dalam Pasal 184 KUHAP.
2. Alat Bukti
Kitab Undang-Undang hukum Acara Pidana telah menetapkan
beberapa alat bukti yang sah dan dapat dipergunakan untuk membuktikan
salah tidaknya terdakwa. Adapun alat bukti yang sah menurut undang-
undang sesuai dengan apa yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP
adalah:
a. Keterangan saksi;b. Keterangan ahli;c. Surat;d. Petunjuk;e. Keterangan terdakwa.
a. Keterangan Saksi
Aturan mengenai pembuktian saksi terdapat dalam Pasal 185
ayat (1) sampai 7 KUHAP. Keterangan saksi yang dimaksud dalam
26
Pasal 184 KUHAP ini adalah saksi sebagai alat bukti yang dihadirkan
dalam sidang pengadilan agar hakim dapat menilai keterangan-
keterangan saksi itu, yang ditinjau dari sudut dapat atau tidak
dipercaya, berdasarkan tinjauan terhadap pribadi, gerak geriknya dan
yang lain-lain.
Pengertian saksi terdapat dalam Pasal 1 butir (26) KUHAP yang
merumuskan:
“Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidik, penuntutan dan pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat, dan ia alami sendiri.”
Saksi yang dihadirkan dalam persidangan nantinya akan
disumpah agar mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat dan
nantinya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam memutus suatu
perkara pidana. Disebutkan dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP bahwa
saksi wajib untuk disumpah atau janji dalam setiap akan dimintai
keterangannya di persidangan sesuai dengan agamanya masing-
masing. Kemudian lafal sumpah atau yang diucapkan berisi bahwa
saksi akan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dan tidak
lain dari yang sebenarnya yang dilakukan sebelum saksi memberikan
keterangannya dalam persidangan dan jika dalam keadaan perlu oleh
hakim pengadilan sumpah atau janji ini dapat diucapkan sesudah saksi
memberikan keterangannya sesuai dengan Pasal 160 ayat (4). Jika
saksi yang dihadirkan tidak disumpah karena permintaan sendiri atau
pihak yang lain tidak bersedia saksi untuk disumpah karena saksi
27
ditakutkan akan berpihak pada salah satu pihak, maka keterangan dari
saksi tersebut tetap digunakan, akan tetapi sifatnya hanya digunakan
sebagai tambahan alat bukti sah yang lain. Selain itu saksi yang karena
jabatannya tidak dapat menjadi saksi akan tetapi mereka tetap bersedia
menjadi saksi maka dapat diperiksa oleh hakim akan tetapi tidak
disumpah karena itu merupakan perkecualian relatif karena
menyimpan rahasia jabatan. Saksi yang dihadirkan diharapkan sudah
dewasa sehingga keterangannya bisa dipercaya dan dapat
dipertanggung-jawabkan.
Saksi yang menolak mengucapkan sumpah atau janji di depan
pengadilan saat akan diambil keterangannya tanpa suatu alasan yang
sah maka saksi tersebut dapat dikenakan sandera yang didasarkan
penetapan hakim ketua sidang paling lama penyanderaan adalah
empat belas hari (Pasal 161 KUHAP).
Pengertian keterangan saksi terdapat dalam 1 butir 27 KUHAP
yang merumuskan:
"Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu".
Pasal 185 ayat (5) KUHAP dinyatakan bahwa baik pendapat
maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan
merupakan keterangan saksi. Di dalam penjelasan Pasal 185 ayat (1)
KUHAP dirumuskan dalam keterangan saksi tidak termasuk
28
keterangan saksi yang diperoleh dari orang lain atau apa yang di
dalam ilmu hukum acara pidana disebut testimonium de auditu atau
hearsey evidence.36
Andi Hamzah37 berpendapat:
Sesuai dengan penjelasan KUHAP yang mengatakan kesaksian de auditu tidak diperkenankan sebagai alat bukti, dan selaras pula dengan tujuan hukum acara pidana yaitu mencari kebenaran materiil, dan pula untuk perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, di mana keterangan seorang saksi yang hanya mendengar dari orang lain, tidak terjamin kebenarannya, maka kesaksian de auditu atau hearsay evidence, patut tidak dipakai di Indonesia.
Tidak setiap orang dapat menjadi saksi dalam persidangan,
selain karena ketidak cakapannya menjadi saksi, yaitu antara lain:
1. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus keatas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;
2. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan, dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;
3. Suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;
4. Orang yang mempunyai hubungan pekerjaan, harkat, martabat, atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia yang ditentukan undang-undang.
Kemudian dalam Pasal 171 KUHAP ditentukan saksi yang tidak
disumpah yaitu:
a. Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin;
b. Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun ingatannya baik kembali.
36 Andi Hamzah, Op.Cit, hal. 264.37 Ibid.
29
Dalam penjelasan Pasal tersebut dikatakan bahwa anak yang
belum berumur lima belas tahun, demikian juga orang yang sakit
ingatan, sakit jiwa, sakit gila meskipun kadang-kadang saja, yang
dalam ilmu penyakit jiwa disebut psychopat, mereka ini tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara sempurna dalam hukum pidana maka
mereka tidak dapat diambil sumpah atau janji dalam memberikan
keterangan, karena itu keterangan mereka hanya dipakai sebagai
petunjuk saja.
b. Keterangan Ahli
Pasal yang mengatur tentang keterangan ahli dalam KUHAP
terdapat dalam Pasal 1 angka 28, Pasal 120, Pasal 133, Pasal 179,
Pasal 180 dan Pasal 186. Keterangan ahli merupakan keterangan dari
pihak diluar kedua pihak yang sedang berperkara, dimana yang
digunakan adalah keterangan berkaitan dengan ilmu pengetahuannya
dalam perkara yang dipersidangkan sehingga membuat terang suatu
perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Keterangan ahli
sebagai alat bukti diatur dalam Pasal 186 KUHAP menunjukkan
keterangan ahli dari segi pembuktian, selain itu dalam Pasal 1 angka
28 merumuskan lebih lanjut mengenai keterangan ahli yaitu:
“Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.”
Pada Pasal 184 (1) Pembentuk undang-undang meletakkan
keterangan ahli dalam urutan kedua hal ini dinilai bahwa dalam
30
pemeriksaan perkara pidana sangat dibutuhkan dikarenakan
perkembangan ilmu dan teknologi telah berdampak terhadap kualitas
metode kejahatan yang memaksa para penegak hukum harus bisa
mengimbanginya dengan kualitas metode pembuktian yang
memerlukan pengetahuan, dan keahlian. Dikatakan, bahwa keterangan
ahli amat diperlukan dalam setiap tahapan pemeriksaan, oleh karena ia
diperlukan baik dalam tahap penyidikan, tahap penuntutan, maupun
tahap pemeriksaan di sidang pengadilan. Jaminan akurasi dari hasil-
hasil pemeriksaan atas keterangan ahli atau para ahli didasarkan
pengetahuan dan pengalamannya dalam bidang-bidang keilmuannya,
akan dapat menambah data, fakta dan pendapatnya, yang dapat ditarik
oleh Hakim dalam menimbang-nimbang berdasarkan pertimbangan
hukumnya, atas keterangan ahli itu dalam memutus perkara yang
bersangkutan. Sudah tentu, masih harus dilihat dari kasus perkasus
dari perkara tindak pidana tersebut masing-masing, atas tindak pidana
yang didakwakan pada terdakwa dalam surat dakwaan dari penuntut
umum di sidang pengadilan.38
Keterangan yang diberikan oleh ahli harus diberikan di suatu
persidangan yang terbuka untuk umum. Keterangan ahli disini
disumpah dalam persidangan agar keterangan yang diberikan sesuai
dengan pengetahuan yang dimilikinya. Jika dalam persidangan
seorang ahli tidak dapat hadir, maka dapat memberikan keterangannya
38 R. Soeparmono, 2002, Keterangan Ahli & Visum et Repertum Dalam Aspek
Hukum Acara Pidana, Mandar Maju, Bandung, hal. 3.
31
dalam surat yang nantinya dibacakan disidang pengadilan yang
sebelumnya juga diangkat sumpah pada ahli. Keterangan ahli adalah
apa yang seorang ahli nyatakan di sidang Pengadilan (Pasal 186
KUHAP). Penjelasannya yaitu:
a. Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam bentuk laporan dan dibuat dengan mengikat sumpah diwaktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.
b. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan di penyidik atau penuntut umum, maka pada waktu pemeriksaan di sidang, diminta untuk memberikan keterangan (ahli) dan dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (berita acara pemeriksaan persidangan) Pasal 179 ayat (1) dan (2) KUHAP.
Setiap orang yang diminta pendapatnya untuk memberikan
keterangan ahli secara lisan di persidangan jo. Pasal 180 ayat (1),
Pasal 186 dan penjelasan jo. Pasal 1 butir 28 KUHAP, jo. Pasal 184
ayat (1) sub b KUHAP, jo. sbt. 1937 No.350, yang mendasarkan dari
berbagai Pasal tersebut, berdasarkan fungsi dan tugas serta
kewenangan yang dimiliki masing-masing ahli itu, disebabkan alasan
karena keahliannya itu, dapat meliputi:
a. Ahli kedokteran forensik atau;b. Dokter, bukan ahli kedokteran forensik (jo.stb.1937 no.3500;
atau;c. Ahli lainnya, yaitu keterangan yang diberikan setiap orang
yang memenuhi syarat-syarat atau kriteria Pasal 1 butir 28 KUHAP; atau
d. Saksi ahli yaitu keterangan orang ahli yang menyaksikan tentang suatu hal (pokok soal, materi pokok) yang diperlukan, kemudian memeriksa (meneliti, menganalisa) serta mengemukakan pendapatnya berdasarkan keahliannya yaitu, selanjutnya dengan menarik kesimpulan daripadanya,
32
untuk membuat jelas suatu perkara pidana, yang berguna bagi kepentingan pemeriksaan.39
Seorang ahli yang dihadirkan di persidangan tidak hanya ahli
dalam kedokteran forensik saja akan tetapi juga ahli dalam bidang
tertentu yang berkaitan dengan pemeriksaan di persidangan sesuai
dalam Pasal 179 KUHAP bisa dihadirkan oleh hakim, penuntut
umum, dan penasehat hukum. Ahli dipersidangan yang bertugas
membantu hakim, penuntut umum, penasehat hukum dan terdakwa
mengenai segala sesuatu yang tidak diketahuinya yang dapat diketahui
mengenai keterangan ahli yang mempunyai keahlian khusus dalam
masalah yang hendak dibuat menjadi jelas dan terang, dan tujuan
pemeriksaan ahli ini untuk membuat terang perkara pidana yang
sedang dihadapi. Sifat dari keterangan ahli ini menunjukkan suatu
keadaan tertentu atau suatu hal dan belum menunjukkan mengenai
siapa yang dapat dipersalahkan dalam suatu perkara tindak pidana
yang bersangkutan.
Apa yang dapat diambil dari Pasal 1 angka 28, dikaitkan dengan
ketentuan Pasal 184 ayat (1) huruf b dan Pasal 186, agar keterangan
ahli dapat bernilai sebagai alat bukti yang sah:
a. Harus merupakan keterangan yang diberikan oleh seorang yang mempunyai keahlian khusus tentang sesuatu yang ada hubungannya dengan perkara pidana yang sedang diperiksa.
b. Sedang keterangan yang diberikan seorang ahli, tapi tidak mempunyai keahlian khusus tentang suatu keadaan yang ada hubungannya dengan perkara pidana yang bersangkutan,
39 Ibid, hal 72-73.
33
tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang.40
Nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti
keterangan ahli:
1. Mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bebas atau vrij bewijskaracht yang ditentukan oleh penilaian hakim apakah akan menerima keterangan dari ahli tersebut atau akan menolaknya.
2. Keterangan ahli yang berdiri sendiri dan tidak didukung oleh alat bukti yang lain tidak memadai untuk membuktikan tentang tidak atau bersalahnya terdakwa. Oleh karena itu agar keterangan ahli dapat digunakan sebagai dasar memutus perkara pidana oleh hakim harus disertai dengan alat bukti yang lain.41
c. Surat
Pengertian dari surat menurut hukum acara pidana tidak secara
definitif diatur dalam satu Pasal khusus, namun dari beberapa Pasal
dalam KUHAP tentang alat bukti surat.42
Mengenai pengertian Surat yang tercantum dalam Pasal 187
KUHAP, yaitu yang dibuat atas sumpah jabatan atau yang dikuatkan
dengan sumpah, yaitu:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat
oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat
dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian
atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya
sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang
40 M. Yahya Harahap, Op.cit, hal. 299.41 Ibid, hal. 283-284.42 http://www.scribd.com/doc/145819981/Kekuatan-Alat-Bukti-Surat-Menurut-Hukum-
Acara-Pidana, diakses pada tanggal 10 September 2013.
34
keterangannya itu. Jadi pada dasarnya surat yang termasuk
dalam alat bukti surat yang disebut disini ialah “surat resmi”
yang dibuat oleh “pejabat umum” yang berwenang
membuatnya. Surat resmi dapat bernilai sebagai alat bukti
dalam suatu perkara pidana apabila:
1. Memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang
didengar, dilihat atau dialami oleh pejabat itu sendiri.
2. Disertai dengan alasan yang jelas dan tegas mengenai
keterangannya itu;
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan perundang-undangan
atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang
termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggungjawabnya
dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau
sesuatu keadaan. Jenis surat ini dapat dikatakan hampir
meliputi segala jenis surat yang dibuat oleh pengelola
administrasi dan kebijakan eksekutif. Contoh: Kartu Tanda
Penduduk, Akta Keluarga, Akta Tanda Lahir, dan
sebagainya;
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahlian mengenai sesuatu hal atau sesuatu
keadaan yang diminta secara resmi daripadanya. Contoh:
Visum Et Repertum dari Ahli Kedokteran Kehakiman;
35
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian lain (surat pada umumnya).
Contoh: buku harian seorang pembunuh yang berisi catatan
mengenai pembunuhan yang pernah ia lakukan.43
Bunyi dalam Pasal 187 huruf d KUHAP berbeda dengan
ketentuan dalam huruf a,b dan c karena huruf d menunjukkan surat
secara umum yang tidak berlandaskan sumpah jabatan dan sumpah di
sidang pengadilan yang bersifat resmi dan cenderung bersifat pribadi.
Penjelasan selanjutnya menyebutkan bahwa berlakunya alat bukti
surat lain harus mempunyai hubungan dengan alat bukti lain agar
mempunyai kekuatan pembuktian artinya alat bukti surat lain tidak
dapat berdiri sendiri secara utuh.
Bentuk surat lain yang diatur dalam huruf d “hanya dapat
berlaku” jika isinya mempunyai hubungan dengan alat pembuktian
yang lain. Nilai berlakunya masih digantungkan dengan alat bukti
yang lain. Kalau isi surat itu atau kalau alat pembuktian yang lain itu
terdapat saling hubungan, barulah surat itu berlaku dan dinilai sebagai
alat bukti surat.44
43 Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op. cit, hal. 127-128. 44 M. Yahya Harahap, Op.cit, hal. 309.
36
Nilai kekuatan pembuktian surat menurut menurut M. Yahya
Harahap45 jika dinilai dari segi teoritis serta dihubungkan dengan
prinsip pembuktian dalam KUHAP dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Ditinjau dari segi formal
Alat bukti yang disebut pada Pasal 187 huruf a,b dan c adalah
alat bukti yang sempurna sebab bentuk surat-surat ini dibuat
secara resmi menurut formalitas yang ditentukan peraturan
perundang-undangan. Alat bukti surat resmi mempunyai nilai
pembuktian formal yang sempurna dengan sendirinya bentuk
dan isi surat tersebut:
1. Sudah benar, kecuali dapat dilumpuhkan dengan alat bukti
yang lain;
2. Semua pihak tak dapat lagi menilai kesempurnaan bentuk
dan pembuatannya;
3. Juga tak dapat lagi menilai kebenaran keterangan yang
dituangkan pejabat yang berwenang didalamnya sepanjang
isi keterangan tersebut tidak dapat dilumpuhkan dengan
alat bukti yang lain;
4. Dengan demikian ditinjau dari segi formal, isi keterangan
yang tertuang di dalamnya, hanya dapat dilumpuhkan
dengan alat bukti lain, baik berupa alat bukti keterangan
saksi, keterangan ahli atau keterangan terdakwa.
45 Ibid, hal.309-312.
37
b. Ditinjau dari segi materiil
Alat bukti surat tidak mempunyai kekuatan mengikat sama
dengan alat bukti saksi, dan ahli yang sama-sama mempunyai
nilai pembuktian yang bersifat bebas yang penilaiannya
digantungkan dari pertimbangan hakim. Ketidakterikatannya
hakim atas alat bukti surat tersebut didasarkan pada beberapa
asas, antara lain:
1. Asas proses pemeriksaan perkara pidana adalah untuk
mencari kebenaran materiil atau kebenaran sejati (materiel
waarheid), bukan mencari kebenaran formal. Nilai
kebenaran dan kesempurnaan formal dapat disingkrkan
demi untuk mencapai dan mewujudkan kebenaran materiil
atau kebenaran sejati yang digariskan oleh penjelasan
Pasal 183 KUHAP yang memikul kewajiban bagi hakim
untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, kepastian
hukum bagi seseorang.
2. Asas keyakinan hakim sesuai yang terdapat dalam Pasal
183 KUHAP yang menganut ajaran sistem pembuktian
menurut undang-undang secara negatif. Dimana hakim
dalam memutus harus berdasarkan sekurang-kurangnya
dua alat bukti yang sah, dan dengan alat bukti tersebut
hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwa itu
bersalah atau tidak. Hakim diberi kebebasan untuk
38
menentukan putusan yang diambilnya dengan tetap
memperhatikan tanggung jawab dengan moral yang tinggi
atas landasan tanggung jawab demi mewujudkan
kebenaran sejati.
3. Asas batas minimum pembuktian yaitu sesuai dengan
Pasal 183 KUHAP hakim dalam memberikan putusan
harus berdasarkan minimal dua alat bukti dan dengan alat
bukti tersebut hakim memperoleh keyakinan untuk
memberikan keputusan di persidangan.
Penjelasan di atas menunjukan bahwa bagaimanapun
sempurnanya nilai pembuktian alat bukti surat, kesempurnaan itu
tidak mengubah sifatnya menjadi alat bukti yang mempunyai nilai
kekuatan pembuktian yang mengikat. Nilai kekuatan yang melekat
pada kesempurnaannya tetap bersifat kekuatan pembuktian yang
bebas.
Hakim bebas untuk menilai kekuatannya dan kebenarannya.
Kebenaran ini dapat ditinjau dari beberapa alasan. Baik dari segi asas
kebenaran sejati, atas keyakinan hakim, maupun dari sudut batas
minimal pembuktian.
d. Petunjuk
Petunjuk adalah merupakan alat bukti tidak langsung, karena
hakim dalam mengambil kesimpulan tentang pembuktian, haruslah
39
menghubungkan suatu alat bukti dengan alat bukti lainnya dan hanya
memilih yang ada persesuaiannya satu sama lain.46
Pasal 188 ayat (1) KUHAP merumuskan mengenai pengertian
petunjuk yaitu:
“Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.”
Pasal 188 ayat (2) KUHAP menegaskan bahwa petunjuk itu
diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan juga keterangan dari
terdakwa dimana diantara ketiganya harus ada kesesuaian dan saling
berhubungan. Persesuaian antara perbuatan, kejadian satu sama lain
menunjukkan adanya suatu tindak pidana atau tidak, jika tidak ada
persesuaian diantara ketiga alat bukti diatas maka belum bisa
ditentukan itu merupakan petunjuk. Alat bukti petunjuk baru ada jika
sudah ada alat bukti yang lain sehingga sifatnya menggantungkan alat
bukti yang lain atau “asessoir”. Dengan kata lain alat bukti petunjuk
tidak akan pernah ada jika tidak ada alat bukti lain. Nilai kekuatan
pembuktian petunjuk dilihat dari:
a. Hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk, oleh karena itu hakim bebas menilainya dan mempergunakannya sebagai upaya pembuktian.
b. Petunjuk sebagai alat bukti, tidak bisa berdiri sendiri membuktikan kesalahan terdakwa, dia tetap terikat kepada prinsip batas pembuktian. Oleh karena itu, agar petunjuk mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang cukup, harus
46 http://hukumzone.blogspot.com/2011/05/macam-macam-alat-bukti-dalam-hukum.html,
diakses pada tanggal 10 September 2013.
40
didukung dengan sekurang-kurangnya satu alat bukti yang lain.47
e. Keterangan Terdakwa
Pengertian keterangan terdakwa diatur dalam Pasal 189 ayat (1)
yang merumuskan:
“Keterangan terdakwa ialah apa yang didakwakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.”
Keterangan terdakwa disini bukan berarti pengakuan terdakwa
yang ada dalam HIR. Akan tetapi keterangan terdakwa bersifat lebih
luas baik yang merupakan penyangkalan, pengakuan, ataupun
pengakuan sebagian dari perbuatan atau keadaan. Suatu perbedaan
yang jelas antara keterangan terdakwa dengan pengakuan terdakwa
sebagai alat bukti ialah keterangan terdakwa yang menyangkal
dakwaan, tetapi membenarkan beberapa keadaan atau perbuatan yang
menjurus kepada terbuktinya perbuatan sesuai alat bukti lain
merupakan alat bukti. Pengaturan tentang keterangan terdakwa
terdapat dalam Pasal 189-193 KUHAP.
Dapat dilihat dengan jelas bahwa keterangan terdakwa sebagai
alat bukti tidak perlu sama atau berbentuk pengakuan. Semua
keterangan terdakwa hendaknya didengar. Apakah itu berbentuk
penyangkalan, pengakuan, ataupun pengakuan sebagai dari perbuatan
atau keadaan. Tidak perlu hakim mempergunakan seluruh keterangan
47 M. Yahya Harahap, Op, cit, hal. 317.
41
seorang terdakwa atau saksi, demikian menurut HR dengan arrest-nya
tanggal 22 Juni 1944, NJ.44/45 No.59.
Nilai kekuatan pembuktian alat bukti keterangan terdakwa
adalah sebagai berikut:
a. Sifat nilai kekuatan pembuktiannya adalah bebas.
Hakim tidak terikat pada nilai kekuatan yang terdapat pada
alat bukti keterangan terdakwa. Hakim bebas untuk menilai
kebenaran yang terkandung di dalamnya. Hakim dapat
menerima atau menyingkirkannya sebagai alat bukti dengan
jalan mengemukakan alasan-alasannya. Seandainya hakim
hendak menjadikan alat bukti keterangan terdakwa sebagai
salah satu landasan pembuktian kesalahan terdakwa harus
dilengkapi dengan alasan yang argumentatif dengan
menghubungkannya dengan alat bukti yang lain.48
b. Memenuhi batas minimum pembuktian
Asas penilaian yang harus diperhatikan hakim yakni
ketentuan yang dirumuskan pada Pasal 189 ayat (4) KUHAP
bahwa:
“Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain”.
48 Ibid. hal 332.
42
Asas batas minimum pembuktian telah menegaskan, tidak
seorang terdakwa pun dapat dijatuhi pidana kecuali jika
kesalahan yang didakwakan kepadanya telah dapat
dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
sah.49
c. Memenuhi asas keyakinan hakim
Sekalipun kesalahan terdakwa telah terbukti sesuai dengan
asas batas minimum pembuktian, masih harus lagi dibarengi
dengan “keyakinan hakim” bahwa memang terdakwa yang
bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan
kepadanya. Asas keyakinan hakim harus melekat pada
putusan yang diambilnya sesuai dengan sistem pembuktian
yang dianut Pasal 183 KUHAP yaitu pembuktian menurut
undang-undang secara negatif. Artinya di samping
dipenuhinya asas batas minimum pembuktian sebagai alat
bukti yang sah maka dalam pembuktian yang cukup tersebut
harus dibarengi dengan keyakinan hakim bahwa terdakwalah
yang bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan
kepadanya.50
Keterangan Terdakwa diantaranya juga menjadi salah satu
faktor penting untuk menemukan petunjuk guna membuat keyakinan
49 Ibid.50 Ibid.
43
hakim. Dalam alat bukti berupa petunjuk salah satunya adalah
memperhatikan sinkronisasi antara keterangan saksi saksi yang
dihadirkan guna membuat terang suatu tindak pidana dan juga
keterangan dari terdakwa yang didakwakan melakukan tindak pidana
tersebut.
C. Tindak Pidana Penggelapan
Tindak pidana penggelapan (verduistering) saat ini diatur dalam Bab
XXIV Pasal 372 sampai dengan Pasal 377 KUHP. Di samping penggelapan
sebagaimana diatur dalam Bab XXIV, ada rumusan tindak pidana lainnya
yang masih mengenai penggelapan, yaitu Pasal 415 dan 417, tindak pidana
yang sesungguhnya merupakan kejahatan jabatan, yang kini ditarik ke dalam
tindak pidana korupsi oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999,
oleh karenanya tidak dimuat dalam Bab XXIV, melainkan dalam bab tentang
kejahatan jabatan (Bab XXVIII).51
Pengertian yuridis mengenai tindak pidana penggelapan dimuat dalam
Pasal 372 KUHP yang merumuskan:
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”
51 http://pakarhukum.site90.net/penggelapan.php, diakses pada tanggal 14 Maret 2013.
44
Suatu perbuatan dianggap sebagai penggelapan apabila barang ada di
bawah kekuasaan pelaku dengan cara lain daripada melakukan kejahatan.
Dengan demikian tergambar bahwa barang itu oleh pemiliknya dipercayakan
atau dapat dianggap dipercayakan kepada si pelaku. Pada pokoknya dengan
perbuatan penggelapan, si pelaku tidak memenuhi kepercayaan yang
dilimpahkan atau dapat dianggap dilimpahkan kepadanya oleh yang berhak
atas barang. Jadi tidaklah cukup apabila kebetulan suatu barang de facto ada
di bawah kekuasaan pelaku. Sebaliknya, untuk menggelapkan barang tidak
perlu bahwa si pelaku selalu dapat menguasai barang itu 52
Cleiren53 seperti yang dikutip Andi Hamzah berpendapat:
Inti delik penggelapan ialah penyalahgunaan kepercayaan. Selalu menyangkut secara melawan hkum memiliki suatu barang yang dipercayakan kepada orang yang menggelapkan itu. Batas klasik antara pencurian dan penggelapan ialah pada pencurian “mengambil” (wegnemen) barang itu sudah ada di dalam kekuasaannya. Delik penggelapan adalah delik dengan berbuat (gedragsdelicten) atau delik komisi. Waktu dan tempat terjadinya penggelapan ialah waktu dan tempat dilaksankannya kehendak yang sudah nyata.
Delik yang tercantum di dalam Pasal 372 KUHP adalah delik pokok.
Artinya, semua jenis penggelapan harus memenuhi bagian inti delik Pasal
372 ditambah bagian inti lain. Pada delik penggelpan ada delik berkualifikasi
jika dilakukan sebagai beroep (profesi).54
Dari rumusan penggelapan sebagaimana tersebut di atas, jika dirinci
terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
52 Wirjono Prodjodikoro, 2003, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika
Aditama, Bandung, hal. 31.53 Andi Hamzah, 2009, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP, Sinar
Grafika, Jakarta, hal. 107.54 Ibid.
45
1. Unsur Obyektif
a. Perbuatan Memiliki (Zicht toe.igenen)
Zicht toe.igenen diterjemahkan dengan perkataan memiliki,
menganggap sebagai milik, atau ada kalanya menguasai secara
melawan hak, atau mengaku sebagai milik. Mahkamah Agung
dalam putusannya tanggal 25-2-1958 No. 308 K/Kr/1957
menyatakan bahwa perkataan Zicht toe.igenen dalam bahasa
Indonesia belum ada terjemahan resmi sehingga kata-kata itu dapat
diterjemahkan dengan perkataan mengambil atau memiliki.55
Pada penggelapan memiliki unsur obyektif, yakni unsur tingkah
laku atau perbuatan yang dilarang dalam penggelapan. Memiliki
pada penggelapan ini merupakan unsur obyektif, maka memiliki
harus ada bentuk atau wujudnya, bentuk mana harus sudah selesai
itu sebagai suatu syarat untuk terjadinya penggelapan. Bentuk-
bentuk perbuatan memiliki misalnya: menjual, menukar,
menghibahkan, menggadaikan dan sebagainya.56
55 http://pakarhukum.site90.net/penggelapan.php, diakses pada tanggal 12 September
2013.56 Adami Chazawi, 2003, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayumedia, Malang,
hal.69.
46
b. Sesuatu Barang
Unsur sesuatu barang, berarti bahwa pada perbuatan penggelapan,
yang menjadi obyek penggelapan hanyalah benda-benda yang
berwujud dan bergerak saja.57
c. Yang Sebagian atau Seluruhnya Milik Orang Lain
Yang dimaksud orang lain dalam unsur obyektif “sebagian atau
seluruhnya milik orang lain” adalah pemilik benda yang menjadi
obyek penggelapan. Tidak menjadi syarat orang itu sebagai korban,
atau orang tertentu, melainkan siapa saja asalkan bukan pelaku
sendiri.58
d. Yang Berada Padanya Bukan Karena Kejahatan
Unsur “yang berada padanya bukan karena kejahatan”, adalah
bahwa sesuatu benda itu dapat berada dibawah kekuasaan
seseorang tidaklah karena kejahatan, misalnya karena adanya
perjanjian sewa-menyewa, pinjam-meminjam, dan sebagainya.
Dapat dikatakan bahwa sesuatu benda itu telah berada di bawah
kekuasaan seseorang apabila orang itu telah benar-benar menguasai
benda tersebut secara langsung dan nyata, sehingga untuk
57 Ibid, hal. 7758 Ibid, hal. 78.
47
melakukan sesuatu dengan benda tersebut tidak diperlukan sesuatu
tindakan lainnya.59
2. Unsur Subyektif
a. Dengan Sengaja
Unsur subyektif dengan sengaja artinya kesengajaan dikatakan ada
apabila adanya suatu kehendak atau adanya suatu pengetahuan atas
suatu perbuatan atau hal-hal/unsur-unsur tertentu (disebut dalam
rumusan) serta menghendaki dan atau mengetahui atau menyadari
akan akibat yang timbul dari perbuatan. Bahwa menurut keterangan
dalam KUHP yang menyatakan bahwa setiap unsur kesengajaan
(opzettelijk) dalam rumusan suatu tindak pidana selalu ditujukan
pada semua unsur yang ada di belakangnya, atau dengan kata lain
semua unsur-unsur yang ada di belakang perkataan sengaja selalu
diliputi oleh unsur kesengajaan itu.60
b. Melawan Hukum
Unsur melawan hukum, pelaku melakukan perbuatan itu tanpa hak
atau kekuasaan. Ia tidak memiliki hak untuk melakukan perbuatan
memiliki, sebab ia bukan pemilik barang, hanya pemilik barang
yang mempunya hak untuk memilikinya.61
59http://masrigunardi.blogspot.com/2012/09/Pasal-372-dan-Pasall-374-kuhp.html, diakses
pada tanggal 12 September 2013.60 http://pakarhukum.site90.net/penggelapan1.php, diakses pada tanggal 12 September
2013.61 Adami Chazawi. Op.cit, hal. 85.
48
D. Log File dalam Jaringan Internet
1. Pengertian Log File
Secara umum Log File dapat diartikan sebagai file-file yang
merekam aktivitas (logging) dari suatu keadaan tertentu, misalnya log dari
sistem operasi, internet browser, aplikasi, internet traffic, dan lain-lain.62
Pengertian Log File pada jaringan internet dapat ditemui dalam
Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor
26lPERlM.KOMINF0/5/2007 tentang Pengamanan Pemanfaatan Jaringan
Telekomunikasi Berbasis Protokol lnternet sebagai berikut:
“Rekaman aktifitas transaksi koneksi (Log File) adalah suatu file yang mencatat akses pengguna pada saluran akses operator/ penyelenggara jasa akses berdasarkan alamat asal Protokol Internet (source), alamat tujuan (destination), jenis protokol yang digunakan, Port asal (source), Port tujuan (destination) dan waktu (time stamp) serta durasi terjadinya transaksi.”
Protokol Internet atau IP (Internet Protocol) merupakan Protokol
pada lapisan jaringan (network layer) yang memiliki sifat dan peranan
sebagai Connectionless, yakni setiap paket data yang dikirimkan pada
suatu saat akan melalui rute secara independen. Paket IP atau datagram
akan melalui rute yang ditentukan oleh setiap router yang dilewati oleh
datagram tersebut. Hal ini memungkinkan keseluruhan datagram sampai di
lokasi tujuan dalam urutan yang berbeda karena menempuh rute yang
berbeda pula.63
62 Muhammad Nuh Al-Azhar, 2012, Digital Forensic: Panduan Praktis Investigasi
Komputer, Salemba Infotek, Jakarta, hal. 28.63 http://www.hasbihtc.com/pengertian-dan-fungsi-ip-address.html, diakses pada tanggal
20 September 2013.
49
Protokol Internet berfungsi menyampaikan paket data ke alamat
yang tepat maka dari itu peranan Internet Protokol sangat penting dari
jaringan TCP (Transmission Control Protocol) dan IP.64
2. Jenis-Jenis Log File dalam Jaringan Internet
a. Web Browser Log File
Web Browser atau Penjelajah Web adalah perangkat lunak yang
berfungsi untuk menerima dan menyajikan sumber informasi di
internet. Sebuah sumber informasi diidentifikasi dengan Uniform
Resource Identifier (URI), yaitu sebuah untaian karakter yang
digunakan untuk mengidentifikasi nama, sumber, atau layanan di
Internet. Informasi tersebut dapat berupa halaman web, gambar, video,
atau jenis konten lainnya.65
Hampir semua kegiatan seseorang dalam menggunakan Web
Browser meninggalkan jejak di dalam komputer. Ketika komputer
tersebut dianalisis, maka dapat ditemukan informasi yang berguna
dalam penyelidikan..66
Diperlukan perangkat khusus untuk menganalisis Log File pada
web browser. Perangkat tersebut akan mengekstrak informasi yang
diperlukan dalam web browser menjadi format yang lebih informatif.
64 Ibid.65 http://id.wikipedia.org/wiki/Peramban_web#cite_note-ramatloka-0, diakses pada
tanggal 22 Oktober 2013.66 Junghoon Oh, dkk, Advanced Evidence Collection and Analysis of Web Browser
Activity, Jurnal Digital Investigation Vol. 8, 2011, hal. 62. (http://www.campus64.com/ digital_learning/data/web_investigation/info_browser.pdf, diakses pada tanggal 22 Oktober 2013)
50
Sebagai contoh file “index.dat” yang terdapat dalam direktori Internet
Explorer, dengan menganalisis file tersebut dengan perangkat lunak
tertentu dapat diketahui tentang situs web yang pernah dikunjungi, lama
waktu dan frekuensi dalam mengakses situs web tersebut, dan kata
kunci yang dipakai dalam mesin pencari (search engine).
b. Web Server Log File
Web Server atau Server Web dapat merujuk pada perangkat
keras maupun perangkat lunak yang memberikan layanan data yang
berfungsi menerima permintaan dari klien atau pengguna yang
menggunakan browser seperti Netscape Navigator, Internet Explorer,
Mozilla Firefox, Opera, Google Chrome dan program browser lainnya.
Jika ada permintaan dari browser, maka web server akan memproses
permintaan itu dan kemudian memberikan hasil prosesnya berupa data
yang diinginkan kembali ke browser.67
Web server Log File adalah file teks sederhana yang merekam
informasi tentang setiap pengguna atau klien. Log File ini berisi
informasi tentang nama pengguna, alamat IP, tanggal, waktu, byte yang
ditransfer, dan akses permintaan. Web log adalah file yang dihasilkan
web server yang berisi informasi setiap kali pengguna mengajukan
permintaan sumber daya dari situs tertentu. Ketika pengguna mengirim
67 http://id.wikipedia.org/wiki/Server_web, diakses pada tanggal 22 Oktober 2013.
51
permintaan ke web server kegiatan itu dicatat dalam web Log File.
Besar Log File berkisar antara 1KB sampai 100MB.68
Terdapat empat basis log yang didapat dari web server, antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Access Log File
Log File yang mencatat semua permintaan klien yang diproses oleh server.69
2. Error Log File
Log File yang melacak semua kegagalan yang terjadi sesuai dengan periode waktu tertentu.70
3. Agent Log File
Log File yang mencatat pengguna yang meminta pelayanan khusus seperti browser atau mesin pencari (search engine).71
4. Referrer Log File
Log File yang terus mencatat alur identifikasi pengunjung yang datang ke situs web.72
Log File mencatat dan mengambil informasi dari web server dan
memberikan laporan data tersebut ke bentuk format yang lebih
informatif. Dengan perangkat Log File Analyzer dapat dilakukan
kompilasi data pada informasi yang terdapat pada Log File dalam
68 Priyanka Patil dan Ujwala Patil, Preprocessing of Web Server Log File for Web
Mining, World Journal of Science and Technology. Vol. 2. No. 3. 2012, hal. 14. (http://worldjournalofscience.com/index.php/wjst/article/download/13151/6647, diakses pada tanggal 20 Oktober 2013).
69 Khoe Yao Tung, 2001, Teknologi Jaringan Intranet, Penerbit Andi, Yogyakarta, hal 119.
70 Ibid.71 Ibid.72 Ibid.
52
format yang beragam dan relevan sesuai kebutuhan Log File.73 Macam
format Log File yang umum digunakan dalam web server antara lain:
1. W3C Extended Log File Format;2. IIS Log File Format;3. NCSA Log File Format.
Ketiga format diatas menggunakan file-file teks spasi terbatas.
Format W3C merupakan yang paling cakap dari ketiganya, karena
mengizinkan seseorang menentukan sendiri informasi apa yang akan
dilacak. Kelemahan dari format ini adalah menggunakan Greenwich
Mean Time. Sementara format lainnya menggunakan waktu server
lokal.74
c. Firewall Log File
Pengertian Firewall adalah sistem atau perangkat yang memberi
otorisasi pada lalu lintas jaringan komputer yang dianggap aman untuk
melaluinya dan melakukan pencegahan terhadap jaringan yang
dianggap tidak aman. Firewall dapat berupa perangkat lunak (program
komputer atau aplikasi) atau perangkat keras (peralatan khusus untuk
menjalankan program firewall). Perangkat tersebut bertugas untuk
menyaring lalu lintas jaringan antara jaringan. 75
Perlindungan Firewall diperlukan untuk komputasi perangkat
seperti komputer yang diaktifkan dengan koneksi Internet.
73 Ibid.74 Ganesha Progress, 2006, Mengonfigurasi Jaringan dan Internet dalam Windows XP,
Elex Media Komputindo, Jakarta, hal. 120.75 http://www.jaringankomputer.org/firewall-pengertian-fungsi-manfaat-dan-cara-kerja-
firewall/, diakses pada tanggal 22 Oktober 2013.
53
Meningkatkan tingkat keamanan jaringan komputer dengan
memberikan informasi rinci tentang pola-pola lalu lintas jaringan.
Perangkat ini penting dan sangat diperlukan karena bertindak sebagai
gerbang keamanan antara jaringan komputer internal dan jaringan
komputer eksternal.76
Firewall Log File mencatat semua lalu-lintas jaringan yang
diperbolehkan maupun tidak diperbolehkan oleh firewall tersebut.
Untuk mendapatkan firewall Log File, maka umumnya suatu program
firewall sebelumnya harus sudah disetting untuk dapat membuat Log
File. Biasanya firewall Log File digunakan untuk menentukan apakah
firewall tersebut menjadi penyebab kegagalan suatu program, atau
untuk mengidentifikasi aktivitas yang mencurigakan dalam suatu
sistem komputer.
76 Ibid.
54
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif yaitu pendekatan yang menggunakan konsep legistis positivis.
Konsep ini memandang hukum identik dengan norma tertulis yang dibuat dan
diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. Selain itu, konsep
ini juga memandang hukum sebagai sistem normatif yang bersifat otonom
tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat.
B. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan spesifikasi preskriptif analitis. Sebagai
ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-
nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-
norma hukum.77 Analitis karena kemudian akan dilakukan analisis terhadap
berbagai aspek yang diteliti dengan asas hukum, kaidah hukum dan berbagai
pengertian hukum yang berkaitan dengan penelitian ini.
C. Sumber Data
Pada penelitian normatif bahan pustaka merupakan data dasar, dimana
dalam penelitian ini penulis mengumpulkan bahan primer, bahan sekunder,
dan bahan hukum tersier yang merupakan data sekunder. Selain itu juga
77 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum. Kencana Media Group, Jakarta, hal.
22.
55
wawancara dengan pihak yang berwenang untuk mendapatkan informasi
yang akan diteliti, yang termasuk sebagai data primer. Dalam hal ini data
sekunder dibagi menjadi tiga bagian, yakni:
a. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang terdiri atas
peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi, dan Putusan
Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps
b. Bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum yang terdiri atas buku-
buku teks (textbook) yang ditulis para ahli hukum yang
berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, kasus-kasus hukum,
yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutkhir yang berkaitan
dengan topik penelitian;
c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan
petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.
D. Metode Pengumpulan Data
Sumber data diperoleh dengan melakukan studi pustaka terhadap
peraturan perundang-undangan, buku-buku, literatur, Yurisprudensi, doktrin
yang berhubungan dengan penelitian
56
E. Metode Penyajian Data
Data yang disajikan berbentuk uraian yang disusun secara sistematis,
dan di dalam penyusunannya dibuat secara singkat dan jelas, sehingga
penyusunan data dapat dipahami dan mudah dipelajari.
F. Metode Analisis Data
Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis
normatif kualitatif yaitu data yang diperoleh akan dianalisis dengan
pembahasan dan penjabaran hasil-hasil penelitian dengan mendasarkan pada
norma-norma dan doktrin-doktrin yang berkaitan dengan materi yang diteliti.
57
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Studi Kasus tentang Peranan Log File dalam pembuktian Tindak
Pidana Penggelapan terhadap Putusan Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps yang
dilakukan di wilayah hukum Pengadilan Negeri Denpasar, diperoleh data
berdasarkan buku-buku literatur dan peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan pokok permasalahan. Berdasarkan Studi Kasus tersebut
maka diperoleh data-data sebagai berikut:
1. Duduk Perkara
Terdakwa dengan inisial A, berumur 28 tahun, bertempat tinggal di
Jalan P.B. Sudirman 1 No.5 Denpasar, agama islam, dan pekerjaan
swasta. Pada tanggal 15 Agustus 2011 sampai dengan tanggal 30
September 2011, atau setidak-tidaknya pada waktu lain diantara bulan
Agustus sampai bulan September tahun 2011 sekira Jam 11.00 WITA.
Bertempat di kantor Swisscontact yang beralamat di jalan Batur Sari no.
205 B Sanur atau setidak-tidaknya pada tempat lain yang termasuk daerah
hukum Pengadilan Negeri Denpasar, dengan sengaja memiliki dengan
melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk
kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena
kejahatan, yaitu buku berisi tentang promosi pariwisata Flores Nusa
Tenggara Timur dengan judul FLORES : DIVING AROUND KOMODO
58
dan FLORES : A GLIMPSE OF THE PEOPLE & CULTURE, yang
disimpan kedalam 46 (empat puluh enam) buah box berwarna cokelat dan
1 (satu) buah box berwarna merah.dengan maksud menguntungkan diri
sendiri yang dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut:
Bahwa sekira tanggal 10 Agustus 2011, atasan saksi LU yaitu saksi
BBM mendapatkan penawaran mengenai pengiriman barang, berupa buku
dari Bali ke Labuan Bajo dari Maumere oleh percetakan Bali Plus kurang
lebih seharga Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Karena harga yang
ditawarkan tersebut mahal, maka saksi BBM meminta saksi LU untuk
mencari harga ekspedisi yang lebih murah. Saksi LU menghubungi
perusahaan ekspedisi yang biasa digunakan, yaitu KGP dan Trans Nusa
Cargo, namun diperoleh harga yang sama. Sehingga saksi BBM meminta
saksi LU untuk mencari perusahaan ekspedisi yang lain. Selanjutnya.
Saksi LU mencari jasa ekspedisi melalui internet. Dari pencarian tersebut
saksi LU menemukan 2 (dua) perusahaan ekspedisi yaitu AP dan yang
satu lagi saksi lupa namanya. Sekira tanggal 15 Agustus 2011, saksi BBM
memberikan saksi LU persetujuan untuk mengirimkan buku tersebut
dengan menggunakan perusahaan ekspedisi AP dengan harga Rp.
5.530.000,- (lima juta lima ratus tiga puluh ribu rupiah). Kemudian saksi
LU menghubungi perusahaan ekspedisi AP di nomor 03618221166. Dari
percakapan melalui telepon, perusahaan ekspedisi AP menyetujui untuk
mengambil barang ke kantor pada tanggal 18 Agustus 2011.
59
Pada tanggal 18 Agustus 2011, sekira pukul 11.00 WITA, orang
dari perusahaan AP datang ke kantor saksi LU yaitu Terdakwa dan 2
orang rekannya untuk mengambil barang. Selama proses pemindahan
barang dari kantor ke mobil truk sedang milik AP yang juga disaksikan
oleh IDK, saksi LU menanyakan mengenai nota pembayaran. Dijawab
oleh terdakwa bahwa nota pembayaran akan diberikan besok dan
mengatakan bahwa barang akan tiba di tujuan paling lama 2 minggu.
Pada tanggal 19 Agustus 2011 sekira pukul 10.00 WITA,
Terdakwa datang lagi ke kantor untuk menyerahkan nota pembayaran dan
mengambil biaya pengiriman barang. Pada tanggal 3 September 2011,
barang belum juga sampai. Saksi LU menghubungi perusahaan ekspedisi
AP di nomor 03618221166 namun tidak aktif, selanjutnya saksi
menghubungi A di nomor handpone 081805461984 dan 082146350677.
Terdakwa menjawab bahwa supir truk yang membawa barang belum bisa
dihubungi. Pada tanggal 5 September 2011, saksi LU kembali
menghubungi A di nomor telepon 081805461984, dikatakan oleh
Terdakwa, bahwa posisi barang masih berada di Lombok dan truk yang
berisi barang ditinggal oleh supirnya dan dia berjanji untuk mengeceknya
langsung ke Lombok. Pada tanggal 21 September 2011, barang belum
juga datang, saksi LU kembali menghubungi Terdakwa di nomor
081805461984. Dikatakan oleh Terdakwa akan menghubungi perusahaan
tempat saksi LU bekerja jika sudah mendapatkan informasi mengenai
posisi truk. Pada tanggal 22 September 2011 saksi LU kembali
60
menghubungi Terdakwa, dikatakan oleh Terdakwa bahwa barang akan
tiba tanggal 23 September 2011. Pada tanggal 23 September 2011 saksi
LU kembali menghubungi Terdakwa, dijawab oleh Terdakwa bahwa ia
akan memberikan status keberadaan barang dan meminta maaf atas
keterlambatan. Pada tanggal 27 September 2011 saksi LU kembali
menghubungi Terdakwa di nomor 081805461984 dan 082146350677
namun tidak diangkat. Kemudian saksi mengirimkan SMS ke kedua
nomor tersebut untuk menanyakan posisi barang dan meminta ia untuk
datang ke kantor Swisscontact. SMS saksi tersebut dibalas oleh Terdakwa
dengan menggunakan nomor 081805461984, ia mengatakan bahwa saat
ini ibunya sedang sakit dan berada di rumah sakit.
Pada tanggal 28 September 2011 saksi kembali menghubungi
Terdakwa di nomor 081805461984 dan 081805461984 namun tidak
diangkat. Kemudian saksi LU mengirimkan SMS ke kedua nomor
tersebut untuk menanyakan posisi barang dan meminta ia untuk datang ke
kantor Swisscontact, kalau tidak Terdakwa akan dilaporkan ke polisi.
Pada tanggal 30 September 2011, sekira jam 11.00 WITA saksi LU
mengirimkan SMS kepada Terdakwa ke nomor 081805461984 dan
082146350677 untuk menanyakan posisi barang dan nomor telepon supir
truk, agar barang bisa diambil sendiri. Dijawab oleh Terdakwa dengan
menggunakan nomor 082146350677, saksi LU diminta untuk menunggu
sampai jam 3 sore. Setelah jam 3 sore, saksi LU menelepon saksi IAD
untuk menelepon kantor yang ada di Labuan Bajo. Dari informasi yang
61
didapat ternyata barang belum sampai. Saksi LU kembali mengirimkan
SMS ke Terdakwa ke nomor 081805461984 dan 082146350677 untuk
menanyakan posisi barang dan meminta terdakwa untuk datang ke kantor
Swisscontact. SMS tersebut tidak dibalas oleh Terdakwa. Pada hari Senin
tanggal 3 Oktober 2011 saksi menghubungi Terdakwa di ketiga nomor
yang tercantum di dalam e-mailnya yaitu 03618221166, 081805461984
dan 082146350677 namun tidak aktif sampai dengan sekarang. Pada
tanggal 4 Oktober 2011 saksi LU bersama dengan saksi IDK mencoba
untuk mencari alamat ekspedisi AP, namun mereka tidak menemukannya.
2. Dakwaan
Terdakwa dihadapkan di persidangan dengan dakwaan sebagai
berikut:
PERTAMA : Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 378 KUHP;
ATAU
KEDUA : Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 372 KUHP.
3. Pembuktian
a. Keterangan Saksi
1. Saksi IAD: dibawah sumpah menerangkan pada pokoknya
sebagai berikut:
62
Saksi bekerja di Swisscontact selaku kepala bagian keuangan
sejak tahun 2009. Dia pernah mengeluarkan biaya pengiriman
barang berupa buku sebesar Rp. 5.300.000,-. Pada tanggal 4
Agustus 2011, saksi LU mengumpulkan penawaran melalui
internet untuk mengirimkan 6000 buah buku. Akhirnya
memutuskan menggunakan jasa ekspedisi AP.
Pada tanggal 15 Agustus 2011, saksi LU menghubungi A
untuk mengambil barang yang akan dikirim dan mengambil biaya
pengiriman. Pada tanggal 18 agustus 2011, A datang ke kantor
organisasi untuk mengambil buku yang akan dikirim serta
mengatakan bahwa barang akan tiba paling lama 2 minggu.
Pada tanggal 19 September 2011 saksi LU kembali
menghubungi A via telepon, untuk menanyakan posisi barang dan
meminta sebelum tanggal 21 September 2011 agar barang sudah
sampai di tujuan. Pada tanggal 21 September 2011 saksi LU
menghubungi A via telepon untuk melakukan konfirmasi bahwa
barang belum datang. Pada tanggal 26 September 2011 saksi LU
kembali menghubungi A via telepon untuk menanyakan barang dan
terdakwa bilang bahwa barang akan sampal tujuan sebelum jam 3
sore tetapi hal tersebut bohong. Semenjak tanggal 30 September
2011 nomor A tidak dapat dihubungi kembali.
63
Kerugian materiil yang ditanggung oleh organisasi tempat
saksi bekerja kurang lebih Rp. 5.530.000,- (lima juta lima ratus tiga
puluh ribu rupiah). Saksi tahu uang pembayaran untuk pengiriman
barang tidak dikembalikan ke perusahaan dan barangnya
diketemukan di Surabaya. Serta alamat ekpedisi AP ternyata
hanyalah rumah kos-kosan saja.
2. Saksi LU: dibawah sumpah menerangkan pada pokoknya sebagai
berikut:
Sekitar tanggal 10 Agustus 2011, atasan saksi (BBM)
mendapat penawaran mengenai pengiriman barang berupa buku
yang berjudul FLORES: DIVING AROUND KOMODO dan
FLORES: A GLIMPSE OF THE PEOPLE & CULTURE. Dari
Bali ke Labuan Bajo dan Maumere oleh percetakan Bali Plus
kurang lebih seharga Rp.10.000.000 (sepuluh juta rupiah). Pada
tanggal 15 agustus 2011 BBM memberikan saksi persetujuan untuk
mengirimkan buku tersebut dengan menggunakan perusahaan
ekspedisi AP dengan harga Rp 5.530.000 (lima juta lima ratus tiga
puluh ribu rupiah).
Pada tanggal 18 agustus 2011 orang dari perusahaan AP
datang ke kantor saksi yaitu seseorang yang mengaku bernama A
dan 2 orang rekannya untuk mengambil barang. Selama proses
pemindahan barang dan kantor ke mobil truk sedang milik AP yang
juga disaksikan oleh IDK, saksi menanyakan mengenai nota
64
pembayaran. A mengatakan nota pembayaran akan diberikan besok
dan mengatakan bahwa barang akan tiba di tujuan paling lama 2
minggu.
Pada tanggal 3 September 2011 barang yang dikirim belum
juga sampai, hal ini saksi ketahui dan manajer lapangan Labuan
Bajo. Pada tanggal 5 September 2011 saksi kembali menghubungi
A untuk menanyakan keberadaan barang, dikatakan oleh A bahwa
barang masih berada di Lombok. Pada tanggal 21 September 2011
saksi kembali menghubungi A untuk menanyakan barang agar bisa
diambil sendiri. Dikatakan oleh A akan menghubungi jika sudah
mendapatkan informasi mengenal posisi truk..
Bahwa tanggal 30 September 2011, saksi kembali mengirim
sms ke A untuk menanyakan posisi barang dan nomor Polisi truk
yang membawa barang untuk diambil sendiri. Dijawab oleh A saksi
diminta untuk menunggu sampal jam 3 sore. Setelah jam 3 sore
saksi menelepon IAD untuk menelepon kantor yang ada di Labuan
Bajo guna menanyakan apakah barang sudah sampai atau belum.
Pada hari Senin 3 Oktober 2011 saksi menghubungi nomor A
yang tercantum di dalam emailnya namun tidak aktif. Setelah 2
minggu barang belum juga sampai, saksi berusaha untuk
menghubungi A, namun jawaban A cenderung mengulur-ulur
waktu. Akibat kejadian tersebut Swisscontact menderita kerugian
65
materiil sebesar Rp. 5.530.000,- (lima juta lima ratus tiga puluh
ribu).
3. Saksi IDK: dibawah sumpah menerangkan pada pokoknya
sebagai berikut:
Pada tanggal 18 agustus 2011 saksi dimintai tolong oleh LU
untuk membantunya mengecek barang yang akan dikirim yaitu
buku tentang panduan pariwisata Flores dengan menggunakan jasa
ekspedisi yang namanya saksi tidak tahu. Saksi ikut mengangkut
buku-buku yang akan dikirim dari gudang ke truk.
Pada tanggal 9 September 2011, saksi mendengar
pembicaraan antara LU dan. IAD mengenai masalah pengiriman
barang. Pada tanggal 4 Oktober, saksi bersama saksi LU
mendatangi alamat kantor dari ekspedisi AP yang mengirim barang
milik kantor. Saksi tahu Swisscontact menderita kerugian materlil
sebesar Rp.5.530.000,- (lima juta lima ratus tiga puluh ribu), dan
saksi tahu uang yang diambil terdakwa tidak dikembalikan ke
perusahaan.
4. Saksi CIM: dibawah sumpah menerangkan pada pokoknya
sebagai berikut:
Awal bulan Agustus 2011 saksi mengetahui tentang adanya
rencana pengiriman sejumlah buku dari kantor Swisscontact yang
ada di Bali ke kantor Swisscontant di Maumere. Pada akhir bulan
Agustus 2011 saksi mendapatkan inforrnasi dan kantor
66
Swisscontanct Bali bahwa buku-buku yang dimaksud telah dikirim.
Sekitar awal bulan September 2011 saksi bertanya kepada bapak
YA selaku Field Office Manager Labuan Bajo perihal buku yang
dikirim dan Bali apakah sudah sampai atau belum.
Saksi tidak mengetahul ekspedisi apa yang digunakan oleh
kantor Swisscontact Bali. Namun dari bapak YA, saksi
mendapatkan. informasi kalau dia pernah menghubungi bapak A
selaku pengirim barang. Saksi tidak tahu ada permasalahan apa
yang dimaksudkan oleh bapak YA, namun melihat lamanya proses
pengiriman barang saksi berasumsi kalau barang tersebut tidak
akan sampai. Saksi tahu Swisscontact telah ditipu oleh perusahaan
ekspedisi yang telah digunakan. Perusahaan ekspedisi yang
digunakan oleh kantor swisscontanct Bali adalah PT.AGA dan
KGP. Sepanjang pengetahuan saksi, kantor Swisscontanct Bali
belum pernah menggunakan perusahaan ekspedisi AP.
b. Keterangan Terdakwa
Terdakwa (A) tidak mengenal saksi IAD, namun terdakwa
mengenal LU dalam hal pengiriman barang di kantor Swisscontanct
sekitar awal bulan Agustus 2011. Terdakwa menjelaskan setiap orang
yang dapat mengakses website iklan terdakwa dapat menghubungi
terdakwa di nomor telepon maupun email yang terdapat di dalam
website tersebut yaitu di nomor telpon 03618221166 dan
081805461984 serta email.
67
Pertama kali saksi LU menghubungi terdakwa sekitar akhir
bulan Juli 2011 melalui telepon ke nomor 03618221166 untuk
menanyakan apakah terdakwa bisa membantu dia untuk mengirimkan
barang ke daerah NTT, tepatnya di Labuan Bajo dan Maumere. Untuk
detail barang yang akan dikirim diberitahukan lewat email. Sore
harinya terdakwa menemukan adanya email masuk dari saksi LU yang
isinya mengenai jenis barang dan alamat tujuan pengiriman. Email
tersebut terdakwa balas dengan memberikan rincian biaya pengiriman
yaitu Rp. 5.700 (lima ribu tujuh ratus) untuk ke Maumere dan Rp.
5.500 (jima ribu lima ratus) ke Labuan Bajo.
Dua hari kemudian saksi LU kembali menghubungi terdakwa
untuk menanyakan apakah harga tersebut masih dikurangi terdakwa
jawab akan memikirkannya. Dan akhirnya awal bulan Agustus
tedakwa mengirimkan kembali biaya pengiriman kepada LU dengan
harga ke Maumere sebesar Rp. 4000 (empat ribu rupiah) dan ke
Labuan Bajo Rp. 3900 (tiga ribu Sembilan ratus rupiah)..
Tanggal 8 Agustus 2011 sekitar pukul 10.00 WITA terdakwa
ditelepon Saksi LU yang mengatakan jika barang yang hendak
dikirimkan sudah siap. Selanjutnya terdakwa mencari Bapak P di jalan
kargo permai Denpasar. Bersama Bapak P dan kernetnya, sekitar jam
11.00 WITA di kantor Swisscontanct terdakwa bertemu dengan saksi
LU dan mengatakan hendak mengambil barang yang akan dikirim.
Sedangkan saksi LU melakukan checklist terhadap barang. Oleh LU
68
terdakwa diserahkan uang sebesar Rp.5.530.000 (lima juta lima ratus
tiga puluh ribu rupiah) dan atas penyerahan uang tersebut terdakwa
diminta untuk menanda tangani from cash yang telah disediakan oleh
saksi LU.
4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Bahwa berdasarkan uraian dalam dakwaan tersebut di atas, Jaksa
Penuntut Umum menuntut Terdakwa dengan tuntutan yang pada
pokoknya menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar
yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa A bersalah melakukan tindak pidana
Penggelapan;
2. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa A dengan pidana
penjara selama 8 (delapan) bulan penjara dikurangi selama
terdakwa berada dalam tahanan;
3. Menyatakan terdakwa tetap berada dalam tahanan;
4. Menyatakan barang bukti berupa:
a. Cash transaction no.002204 yaitu bukti pengeluaran uang
dari kas swisscontanct kepada penerima uang yaitu A;
b. Nota dari AP dengan nomor 06008928 berupa pengiriman
20 kotak buku dari daerah swisscontanct Sanur kepada
swisscontanct di Maumere;
69
c. Nota dari AP dengan nomor 06008928 berupa penginiman
27 kota buku dan swisscontanct Sanur kepada swisscontanct
di Maumere;
d. 1 (satu) lembar print out email dari AP kepada LU perihal
rincian biaya pengiriman buku dari Denpasar ke Labuan
Bajo dan Maumere;
e. 1 (satu) lembar print out data Log File ID keanggotaan
indonetrwork dengan nomor pelanggan 1D271216;
f. 1 (satu) buah Cd Maxell warna kuning yang berisi soft copy
data Log File ID keanggotaan indonetwork dengan
pelanggan 1D271216;
g. 1 (satu) handphone merk Maxtron type MG- 278 dengan
nomor IMEI 354748044717383 beserta 2 buah kartu sim
card pertama nomor 08214659595 dan kartu sim kedua
nomor 081805388892;
h. 1 (satu) buah handphone merek Huawaei dengan tulisan
ESIA warna hitam kuning dengan nomor Seri
XFA9KC10C1049582 berserta kartu sim ESIA dengan
nomor 03612928;
i. 1 (satu) buah USB flashdisk merek Kingstone warna putih
dengan tulisan 2 GB dan ada tulisan tangan dengan kata A;
70
j. 1 (satu) buah modern merk Huawei warna hitam beserta
kartu sim tn dengan nomor 089685705509 1 (satu) buah
kartu SIM fleksi dengan nomor 0361 8221166;
k. 1 (satu) buah stempel bentuk persegi kotak dengan tulisan
AP dalam keadaan rusak;
l. 1 (satu) unit laptop merek Axio model MI100 PMJ dengan
nomor seri NKM1100QC000J05285;
m. 1 (satu) lembar packing list swisscontact dengan alamat
tujuan swisscontanct wisata Labuan Bajo Jalan PW Pappu
Lingkungan I Kampong Ujung Mangrai Barat NTT 86554
Indonesia;
n. 1 (satu) lembar packing list swisscontanct dengan alamat
tujuan swisscontanct wisata Maumere Jalan Cemara 14
Nangmeting Alok Timur Maumere 86111 Indonesia;
o. 46 (empat puluh enam) box kardus warna coklat berisi buku
milik swisscontanct wisata Bali dengan alamat Jalan Batur
Sari No 205 B Sanur;
p. 1 (satu) box kardus buku milik swisscontanct wisata Bali
dengan alamat Jalan Batur Sari 205 B Sanur dikembalikan
ke kantor swisscontract;
Kecuali laptop, handphone, dan flashdisk milik terdakwa
dirampas dimusnahkan.
71
5. Menetapkan supaya Terdakwa A membayar biaya perkara
sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah).
5. Putusan Pengadilan
a. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim
Menimbang, bahwa Jaksa Penuntut Umum telah mendakwa
Terdakwa dengan Dakwaan yaitu : Melanggar Pasal 372 KUHP.
Menimbang, bahwa Majelis Hakim akan mempertimbangkan
dan membuktikan dakwaan melanggar Pasal 372 KUHP yang
unsurnya adalah sebagai berikut:
1. Unsur setiap orang;2. Unsur sengaja dan melawan Hukum;3. Unsur memiliki suatu barang baik sebagian atau seluruhnya
milik orang lain;4. Unsur barang tersebut ada dalam tangan terdakwa bukan
karena kejahatan.
Ad. 1 Unsur Setiap Orang
Yang dimaksud dengan barang siapa adalah setiap orang
(sebagai subjek hukum) yang telah melakukan tindak pidana dan
dapat dipertanggung jawabkan secara hukum pidana, karena tidak
cacat jiwanya, juga mampu (bevoed) mengemban hak dan
kewajibannya dalam hukum, serta dihubungkan dengan fakta-fakta
yang terungkap dipersidangan berdasarkan keterangan para saksi-
saksi: IAD, LU, IDK, CIM, DKK pada pokoknya menerangkan
sebagai berikut. Bahwa terdakwa A yang mengambil buku-buku yang
akan dikirim ke Labuan Bajo dan ke Maumere. Tanggal 18 Agustus
72
2011. Dan uang ongkos kirim, buku-buku akan dikirim ke alamat
yang telah ditentukan dari ongkos kirim sebesar Rp. 5.300.000 dan
yang melakukan perbuatan tersebut tidak lain dan pada ia terdakwa.
Menurut keterangan terdakwa A pada pokoknya di depan sidang
membenarkan apa yang telah diterangkan oleh saksi-saksi di atas.
Memang benar begitu adanya. Jadi berdasarkan uraian diatas sesuai
dengan keterangan saksi-saksi didukung dengan keterangan terdakwa
serta barang bukti di persidangan maka unsur ini telah terpenuhi
secara sah menurut Hukum.
Ad. 2 Unsur Sengaja dan Melawan Hukum
Bahwa dalam kasus ini pengertian sengaja pelaku atau terdakwa
bertanggung jawab atas perbuatannya maksudnya perbuatannya
tersebut telah dipikirkan secara sadar dan segala resiko yang akan
timbul ini berarti terdakwa melakukan perbuatan tersebut dengan
sadar akan tahu timbul akibat timbul akibat yang akan terjadi. Di
samping itu perbuatan terdakwa telah melanggar hukum positif dalam
khusus ini karena buku-buku yang telah diterimanya seharusnya
dikirim tetapi tidak dikirim ketempat tujuannya, melainkan dibawa ke
Surabaya yakni pada CV Mitra Utama Express dan menurut
keterangan saksi- saksi antara lan saksi IAD, LU, IDK di depan sidang
pada pokoknya merangkan sebagal berikut menurut keterangan para
saksi bahwa terdakwa A sengaja membuat jasa ekspedisi bernama AP
yang berlokasi Jln buluh indah IV no 14 Denpasar (fiktif), disini
73
menurut saksi terdakwa dengan sengaja dan sadar telah melakukan
perbuatan tersebut dan terdakwa harus bertanggung jawab atas
perbuatannya itu, disamping dengan sadar membuat ekspedisi AP juga
perbuatan terdakwa juga melanggar hukum positif yang berlaku
maksudnya terdakwa yang diberikan kepercayaan untuk mengirim
buku-buku yang berjudul promosi pariwisata Flores ke Labuan Bajo
dan ke Maumere, tetapi kebaikan swisscontact disalah gunakan
bahkan buku-buku itu dioper lagi ke CV Mitra Utama Express untuk
dikirim ke Labuan Bajo dan ke Maumere, tetapi ongkos kirimnya
tidak diberikan. oleh CV Mitra Utama Express tidak dikirim ke
Labuan Bajo dan ke Maumere menurut keterangan A membenarkan
keterangan saksi-saksi di sidang. Jadi unsur ini telah terbukti secara
sah dimata hukum.
Ad. 3 Unsur memiliki suatu barang baik sebagian atau
seluruhnya milik orang lain
Dalam unsur ini yang dimaksud dengan barang adalah segala
sesuatu mempunyai nilai dan ekonomis termasuk pula binatang, uang,
baju, buku, kalung dan termasuk juga aliran llstrik. Dalam kasus mi
terdakwa memiliki suatu barang berupa buku-buku dan uang sebagian
atau seluruhnya milik orang lain yakni swisscontanct dan terdakwa
seenaknya seolah-olah buku-buku tersebut miliknya, disuruh untuk
dikirim ke Labuan Bajo dan Maumere tetapi dikirim ke Surabaya,
sedangkan uang ongkos kirim sebesar Rp. 5.300.000 dihabiskan untuk
74
keperluan terdakwa pribadi. Bahwa uraian diatas dihubungkan dengan
fakta-fakta yang terungkap di persidangan sesuai dengan keterangan
saksi IAD, LU, IDK, CIM di persidangan menerangkan pada
pokoknya sebagai berikut. Bahwa benar saksi yang terlibat dalam
kasus mi mengatakan bahwa memang benar swisscontant dapat
proyek untuk mengirim buku-buku berisi tentang promosi pariwisata
Flores Nusa Tenggara Timur dengan judul: DIVING AROUND
KOMODO dan FLORES: A GLIMPSE OF PEOPLE CULTURE dan
buku-buku tersebut terdakwa A tidak dikirim ke Labuan Bajo dan
Maumere tetapi barang berupa buku tersebut dikirim ke Surabaya ke
CV Mitra Utama Ekspress untuk selanjutnya agar dikirim ke Labuan
Bajo dan Maumere.. Menurut keterangan terdakwa A di depan
persidangan menerangkan bahwa memang benar pernah menerima
tawaran untuk mengirim buku-buku promosi pariwisata Flores ke
Labuan Bajo dan ke Maumere tetapi barang tersebut tidak dikirim ke
Labuan Bajo dan Maumere melainkan dikirim ke Surabaya ke CV
Mitra Utama Ekspress dan oleh CV Mitra Utama Ekspress tidak
dikirim ke Labuan Bajo dan Maumere karena ongkos kirim sebesar
Rp. 4.257.000 tidak di bayar oleh terdakwa. Berdasarkan uraian
tersebut di atas sesuai dengan keterangan saksi-saksi keterangan
terdakwa didukung dengan barang bukti di persidangan maka unsur
ini pun telah terpenuhi.
75
Ad. 4 Unsur barang tersebut ada dalam tangan terdakwa bukan
karena kejahatan
Dalam kasus ini diuraikan penggelapan biasa yakni kejahatan
yang hampir sama dengan pencurian dalam Pasal 372 KUHP disini
bedanya kalau pada pencurian barang yang dimiliki itu masih belum
berada di tangan pencuri dan masih harus diambilnya, sedangkan pada
penggelapan waktu dimilikinya barang itu sudah ada di tangan si
pembuat tidak dengan jalan kejahatan. Berdasarkan fakta-fakta yang
terungkap di sidang, keterangan saksi LU pada pokoknya sebagal
berikut, LU sudah pernah memberikan lembar Cash transaction
no.002204 yaitu bukti pengeluaran uang dari kas swisscontanct
kepada penerima uang yaitu A sebesar Rp. Rp.5.530.000 (lima juta
lima ratus tiga puluh ribu rupiah). Digunakan sebagai biaya
pengiriman 3000 buah buku dengan judul DIVING AROUND
KOMODO dan FLORES: A GLIMPSE OF PEOPLE CULTURE Dari
Bali ke Labuan Bajo dan ke Maumere. Oleh terdakwa A barang tidak
dikirimkan ke tempat tujuan. Dan uang yang diterima untuk keperluan
sehari-hari. Keterangan saksi IAD pada pokoknya menerangkan
sebagai berikut: bahwa dia pernah mengeluarkan biaya pengiriman
barang berupa buku sebesar Rp. 5.300.000,- untuk biaya pengiriman
6000 buah buku ke Labuan Bajo dan Maumere menggunakan jasa
ekspedisi AP, Pada kenyatannya sampai tanggal 30 September 2011
buku-buku tersebut tidak sampai ke tempat tujuan yakni ke Labuan
76
Bajo dan Maumere dan uang ini besar Rp. 5.300.000 terdakwa
habiskan untuk keperluan sendiri. Terdakwa didepan sidang pada
pokoknya menerangkan terdakwa pernah di telepon oleh LU untuk
pengiriman sebanyak 6000 buah ke Labuan Bajo dan Maumere
seharga Rp.4000 perkilo untuk ke Maumere dan seharga Rp.3900 Ke
Labuan Bajo. Benar terdakwa datang ke swiicontanct untuk
mengambil barang buku-buku ke Labuan Bajo dan ke Maumere.
Benar terdakwa kirim buku-buku tersebut ke CV Mitra Express untuk
dikirimkan ke Labuan Bajo dan ke Maumere. Benar terdakwa ongkos
kirim tidak diberikan ke CV. Mitra Utama Ekspress, Benar terdakwa
menggunakan secara pribadi uang yang diberikan oleh Swisscontact.
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan Terdakwa
dihubungkan pula dengan keterangan saksi-saksi yang didengar
keterangannya dibawah sumpah, maka Pengadilan berpendapat bahwa
perbuatan Terdakwa telah memenuhi unsur tersebut, sehingga dengan
demikian apa yang didakwakan Penuntut Umum dalam surat dakwaan
tersebut diatas sudah terbukti secara sah dan meyakinkan Terdakwa
terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan dengan
melanggar Pasal 372 KUHP sudah sepatutnya harus dijatuhi pidana
yang setimpal dengan perbuatannya dan juga dibebani untuk
membayar biaya perkara;
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa berada dalam
tahanan dan untuk menghindarkan agar Terdakwa tidak melarikan diri
77
maka sudah sepatutnya Terdakwa dinyatakan tetap berada dalam
tahanan.
Menimbang, bahwa lamanya Terdakwa dalam tahanan sudah
sepatutnya harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan
atas diri Terdakwa;
Menimbang, bahwa sebelum Pengadilan menjatuhkan putusan
perlu dipertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan
bagi diri Terdakwa.
HAL-HAL YANG MEMBERATKAN:
Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa merugikan
kepentingan orang banyak dan perbuatan terdakwa
merupakan perbuatan yang tidak terpuji.
HAL-HAL YANG MERINGANKAN:
Terdakwa merasa bersalah dan mengakui terus terang atas
perbuatannya serta menyesalinya;
Terdakwa mengakui belum pernah dihukum;
Terdakwa masih berusia muda sehingga masih ada
kesempatan untuk memperbaiki diri di kemudian hari.
78
b. Amar Putusan
MENGADILI :
1. Menyatakan bahwa Terdakwa A terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penggelapan;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena
itu dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan dan 15 (lima
belas) hari;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
5. Memerintahkan agar barang bukti berupa:
a. Cash transaction no.002204 yaitu bukti pengeluaran uang
dari kas swisscontanct kepada penerima uang yaitu A;
b. Nota dari AP dengan nomor 06008928 berupa pengiriman
20 kotak buku dari daerah swisscontanct Sanur kepada
swisscontanct di Maumere;
c. Nota dari AP dengan nomor 06008928 berupa penginiman
27 kota buku dan swisscontanct Sanur kepada
swisscontanct di Maumere;
d. 1 (satu) lembar print out email dari AP kepada LU perihal
rincian biaya pengiriman buku dari Denpasar ke Labuan
Bajo dan Maumere;
79
e. 1 (satu) lembar print out data Log File ID keanggotaan
indonetwork dengan nomor pelanggan 1D271216;
f. 1 (satu) buah Cd Maxell warna kuning yang berisi soft
copy data Log File ID keanggotaan indonetwork denigan
pelanggan 1D271216;
g. 1 (satu) handphone merk Maxtron type MG- 278 dengan
nomor IMEI 354748044717383 beserta 2 buah kartu sim
card pertama nomor 08214659595 dan kartu sim kedua
nomor 081805388892;
h. 1 (satu) buah handphone merek Huawaei dengan tulisan
ESIA warna hitam kuning dengan nomor Seri
XFA9KC10C1049582 berserta kartu sim ESIA dengan
nomor 03612928;
i. 1 (satu) buah USB flashdisk merek Kingstone warna putih
dengan tulisan 2 GB dan ada tulisan tangan dengan kata A;
j. 1 (satu) buah modern merk Huawei warna hitam beserta
kartu sim tn dengan nomor 089685705509 1 (satu) buah
kartu SIM fleksi dengan nomor 0361 8221166;
k. 1 (satu) buah stempel bentuk persegi kotak dengan tulisan
AP dalam keadaan rusak;
l. 1 (satu) unit laptop merek Axio model MI100 PMJ dengan
nomor seri NKM1100QC000J05285;
80
m. 1 (satu) lembar packing list swisscontact dengan alamat
tujuan swisscontanct wisata Labuan Bajo Jalan PW Pappu
Lingkungan I Kampong Ujung Mangrai Barat NTT 86554
Indonesia;
n. 1 (satu) lembar packing list swisscontanct dengan alamat
tujuan swisscontanct wisata Maumere Jalan Cemara 14
Nangmeting Alok Timur Maumere 86111 Indonesia;
o. 46 (empat puluh enam) box kardus warna coklat berisi
buku milik swisscontanct wisata Bali dengan alamat Jalan
Batur Sari No 205 B Sanur;
p. 1 (satu) box kardus buku milik swisscontanct wisata Bali
dengan alamat Jalan Batur Sari 205 B Sanur dikembalikan
ke kantor swisscontract;
Kecuali laptop, handphone, dan flashdisk milik terdakwa
dirampas dimusnahkan.
6. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya
perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah).
81
B. Pembahasan
1. Log File Sebagai Alat Bukti untuk Pembuktian Tindak Pidana
Tujuan atau fungsi hukum pidana, menurut Hibnu Nugroho78
adalah:
a. Sebagai sarana untuk mencari suatu kebenaran materiil dari suatu tindak pidana yang terjadi;
b. Menemukan orang yang di duga sebagai pelaku tindak pidana;c. Meminta pengadilan untuk memutuskan bersalah atau tidaknya
tersangka, dand. Melaksanakan dan kemudian mengawasi pelaksanaan dari
putusan tersebut.
Para penegak hukum di peradilan umum yakni penyidik, Jaksa
Penuntut Umum dan hakim pasti berusaha menemukan kebenaran
materiil dalam tindak pidana yang dilakukan tersangka atau terdakwa.
Pembuktian adalah hal yang sangat penting dalam proses pemeriksaan
sidang pengadilan. Dengan pembuktian inilah akan ditentukan benar
salahnya terdakwa. Apabila hasil pembuktian tidak cukup membuktikan
kesalahan yang didakwakan kepadanya, maka terdakwa dibebaskan dari
hukuman.
Dalam sidang pembuktian, hakim wajib menganut sistem
pembuktian berdasarkan Undang-Undang negatif (negatifef wetterlijk).
Hal ini sesuai Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang merumuskan sebagai
berikut:
78 Hibnu Nugroho, 2012. Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.
Media Prima Aksara, Jakarta. Hal. 32.
82
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Dapat disimpulkan bahwa dalam sistem tersebut diatas, akhirnya
yang menentukan nasib terdakwa adalah keyakinan Hakim (Conviction-
Raisonee). Walaupun buktinya sudah sangat banyak dan pada diri hakim
tidak yakin akan kesalahannya terdakwa, maka Hakim harus
membebaskannya. Karena itu, di dalam putusan pidana, yang
menjatuhkan hukuman, dapat dibaca pertimbangan: “bahwa Hakim,
berdasarkan bukti-bukti yang sah, berkeyakinan akan kesalahan
terdakwa.” Selanjutnya dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP menjelaskan
tentang apa sajakah yang menjadi bukti yang sah menurut Hukum Formil
ini.
Alat bukti sebagaimana yang diatur dalam KUHAP tidak lagi
dapat mengakomodasi perkembangan teknologi informasi, hal ini
menimbulkan permasalahan baru. Permasalahan ini menyebabkan
tergesernya bentuk media cetak menjadi bentuk media digital. Pergeseran
ini menjadikan perubahan yang sangat signifikan dalam kejahatan
dengan menggunakan komputer, karena bukti-bukti kejahatan akan
mengarahkan suatu peristiwa pidana adalah berupa data elektronik, baik
yang berada di dalam komputer itu sendiri (hardisk/floppy disc) atau
yang merupakan hasil print out, atau dalam bentuk lain berupa jejak
(path) dari suatu aktivitas pengguna komputer. Tentu saja upaya
83
penegakan hukum tidak boleh terhenti dengan ketidakadaan hukum yang
mengatur penggunaan alat bukti berupa informasi elektronik di dalam
penyelesaian suatu tindak pidana, terutama tindak pidana umum dan
tindak pidana korupsi.79
Sampai saat ini ada beberapa perundang-undangan yang secara
parsial telah mengatur eksistensi alat bukti elektronik. Pengaturan alat
bukti pada perundang-undangan tersebut menunjukkan keberagaman,
tetapi keberagaman tersebut telah diselesaikan dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.80
Undang-Undang Nomor 8 Tahun tentang Dokumen Perusahaan
telah meletakkan dasar penting dalam penerimaan informasi atau
dokumen elektronik sebagai alat bukti. Dalam Bab III tentang Pengalihan
Bentuk Dokumen Perusahaan dan Legalisasi, Pasal 15 ayat (1)
menegaskan bahwa Dokumen Perusahan yang telah dimuat dalam
mikrofilm atau media lainnya dan atau hasil cetaknya merupakan alat
bukti yang sah. Yang dimaksud media lainnya ialah alat penyimpan
informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang
dapat menjamin keasilan dokumen yang dialihkan atau
ditransformasikan. 81 Setelah, itu ada beberapa peraturan perundang-
79 http://mkn-unsri.blogspot.com/2010/06/kekuatan-pembuktian-alat-bukti.html, diakses
pada tanggal 19 Desember 2013.80 Josua Sitompul, Op.cit. Hal 270.81 Ibid. Hal 271.
84
undangan yang memasukkan alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang
sah, misalnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang, dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pengertian Log File pada jaringan internet dapat ditemui dalam
Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor
26lPERlM.KOMINF0/5/2007 tentang Pengamanan Pemanfaatan
Jaringan Telekomunikasi Berbasis Protokol lnternet sebagai berikut:
“Rekaman aktifitas transaksi koneksi (Log File) adalah suatu file yang mencatat akses pengguna pada saluran akses operator/ penyelenggara jasa akses berdasarkan alamat asal Protokol Internet (source), alamat tujuan (destination), jenis protokol yang digunakan, Port asal (source), Port tujuan (destination) dan waktu (time stamp) serta durasi terjadinya transaksi.”
Protokol Internet atau IP (Internet Protocol) merupakan Protokol
pada lapisan jaringan (network layer) yang memiliki sifat dan peranan
sebagai Connectionless, yakni setiap paket data yang dikirimkan pada
suatu saat akan melalui rute secara independen. Paket IP atau datagram
akan melalui rute yang ditentukan oleh setiap router yang dilewati oleh
datagram tersebut. Hal ini memungkinkan keseluruhan datagram sampai
di lokasi tujuan dalam urutan yang berbeda karena menempuh rute yang
berbeda pula. Protokol Internet berfungsi menyampaikan paket data ke
85
alamat yang tepat maka dari itu peranan Internet Protokol sangat penting
dari jaringan TCP (Transmission Control Protocol) dan IP.82
Perkembangan penggunaan Log File dalam suatu sistem
komputer selalu sejalan dengan perkembangan sistem komputer itu
sendiri, karena Log File bisa diambil dari segala macam sistem komputer
baik itu sistem komputer pribadi, server web, maupun sistem komputer
yang lain. Karena di dalam perkara yang penulis teliti menggunakan Web
Server Log File, maka penulis hanya akan membahas mengenai Web
Server Log File tersebut.
Web Server menyediakan layanan akses kepada pengguna untuk
mengunjungi situs web tertentu. Situs web adalah kumpulan halaman web
yang dikelompokkan di bawah nama domain yang sama. Halaman web
bisa berisi teks, gambar, video, dan situs web menavigasi antar semua itu
melalui hyperlink. Ketika pengguna mengakses situs web, Log File akan
dibuat. Log File mencatat informasi tentang setiap pengguna. Data
biasanya disimpan dalam Log File Web dengan menggunakan berbagai
format berbasis teks, seperti NCSA Common Log File format, W3C
Extended Log File format, dan IIS Log File format. Log File terdapat di
lokasi yang berbeda-beda seperti web server, web proxy server dan
browser klien.83
82 http://www.hasbihtc.com/pengertian-dan-fungsi-ip-address.html, diakses pada tanggal
20 September 2013.83 Priyanka Patil dan Ujwala Patil, Op. Cit. Hal 14.
86
Pada awal 1990-an, web statistik situs terdiri dari menghitung
jumlah permintaan klien (atau hit) yang dibuat untuk web server. Ini
adalah metode yang masuk akal pada awalnya, karena kebanyakan setiap
situs web terdiri dari sebuah file HTML tunggal. Namun, dengan
pengenalan gambar dalam HTML, dan situs web yang memuat beberapa
file HTML, jumlah ini menjadi kurang bermanfaat. Maka dirilislah Log
Analyzer pertama oleh IPRO pada tahun 1994.84 Log Analyzer adalah
semacam software analisis web yang menguraikan Log File server dari
web server.
Log File tergolong masih sangat jarang digunakan sebagai alat
bukti di persidangan di Indonesia. Log File masih terbatas digunakan
pada kasus-kasus cyber crime saja. Contohnya dalam putusan No.:
3254/PID.B/2006/PN.JKT pada hari sabtu tanggal 8 juli 2006, 9 juli
2006, dan 13 juli 2006 telah terjadi penggantian tampilan muka website
salah satu partai besar di Indonesia. Pemeriksaan laboratorium forensik
komputer menghasilkan ditemukannya Log File dari website partai
tersebut. Dari Log File tersebut penyidik menemukan petunjuk kapan dan
dari mana penyerangan terhadap website Partai Golkar dilakukan, serta
menentukan IP address dan ISP (Internet Service Provider).85
84 http://bctask.blogspot.com/2011/03/web-analytics.html, diakses pada tanggal 20
Desember 2013.85 http://samardi.wordpress.com/2011/09/17/cracking-website/, diakses pada tanggal 20
Desember 2013.
87
Log File merupakan data elektronik yang berbentuk tulisan.
Sehingga dapat dikategorikan sebagai informasi elektronik karena
memenuhi unsur-unsur sebagaimana dimaksud menurut Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, yang merumuskan:
“Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”
Suatu informasi berasal dari suatu Data, yakni mencakup semua
fakta yang dipresentasikan sebagai input balik baik dalam bentuk uraian
kata (teks), angka (numeric), gambar pencitraan (images), suara (voices),
ataupun gerak (sensor), yang telah diproses ataupun telah mengalami
perubahan bentuk atau pertambahan nilai menjadi suatu bentuk yang
lebih berarti sesuai dengan konteksnya.86
Agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau
hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Maka harus
memenuhi syarat formil dan materiil, syarat formil yang dimaksud ialah
persyaratan mengenai formalitas atau bentuk dari Informasi atau
Dokumen Elektronik. Di dalam Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang No 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Informasi atau
86 Edmon Makarim, Op.cit. Hal. 29-30
88
Dokumen Elektronik tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah apabila
Informasi atau Dokumen Elektronik tersebut berupa:
a. Surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam
bentuk tertulis, atau;
b. Surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang
harus dibuat dalam bentuk akta notaris atau akta yang dibuat
oleh pejabat pembuat akta.
Pasal 6 Undang-Undang Undang-Undang No 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memberikan persyaratan
materil mengenai keabsahan alat bukti elektronik, yaitu bahwa informasi
dan dokumen elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang
tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya,
dan dapat dipertanggung-jawabkan sehingga menerangkan suatu
keadaan.87
Bukti elektronik sebagai suatu alat bukti yang sah harus dapat
memberikan jaminan bahwa suatu rekaman/salinan data (data recording)
berjalan sesuai prosedur yang berlaku sehingga hasil print out suatu data
dapat diterima dalam pembuktian suatu kasus dan dengan berpangkal
suatu pengesahan atau penetapan atas suatu data (statutoury route), suatu
bukti elektronik dapat diterima sebagai alat bukti di pengadilan.
87 Josua Sitompul, Op.cit. Hal 284.
89
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur bahwa Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan perluasan dari alat bukti hukum yang sah sesuai dengan
hukum acara yang berlaku di Indonesia. Undang-Undang ini tidak
menjelaskan apa yang dimaksud dengan “perluasan alat bukti yang sah”.
Akan tetapi, Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang ini memberikan petunjuk
penting mengenai perluasan tersebut harus “sesuai dengan Hukum Acara
yang berlaku di Indonesia.” Maka, dapat disimpulkan perluasan tersebut
mengandung makna88:
a. Menambah alat bukti yang telah diatur dalam hukum acara
pidana di Indonesia, misalnya KUHAP. Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik sebagai Alat Bukti Elektronik
menambah jenis alat bukti yang diatur dalam KUHAP;
b. Memperluas cakupan dari alat bukti yang telah diatur dalam
hukum acara pidana di Indonesia, misalnya dalam KUHAP.
Hasil cetak dari Informasi atau Dokumen Elektronik
merupakan alat bukti surat yang diatur dalam KUHAP.89
Dijelaskan oleh Jaksa pada Kejaksaan Agung RI Arief Indra
Kusuma Adhi, ada dua pilihan yang sering dipakai untuk menyikapi alat
88 Ibid. Hal 279.89 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl5461/syarat-dan-kekuatan-hukum-alat-
bukti-elektronik, diakses pada tanggal 20 Desember 2013
90
bukti elektronik. Yaitu, informasi elektronik menjadi alat bukti surat jika
informasi elektronik itu diubah dalam bentuk cetak. Lalu, menjadi alat
bukti petunjuk apabila informasi elektronik itu ada keterkaitan dengan
alat bukti lain dan semua kekuatan alat bukti tersebut bebas. Dalam arti
tetap dikaitkan dengan alat bukti lain dan menurut keyakinan hakim,
selain kemampuan jaksa meyakinkan hakim.90
a. Log File Sebagai Alat Bukti Surat
Esensi dari surat ialah kumpulan dari tanda baca dalam
bahasa tertentu yang memiliki makna. Esensi ini sama
dengan hasil cetak Informasi atau Dokumen Elektronik.
Mengenai alat bukti surat diatur dalam Pasal 184 ayat (1)
bagian c KUHAP yang penjabaran selanjutnya diatur dalam
Pasal 187 KUHAP yang menegaskan bahwa Surat
sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat
atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:
1. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu. Jadi pada dasarnya surat yang termasuk dalam alat bukti surat yang disebut disini ialah “surat resmi” yang dibuat oleh “pejabat umum” yang berwenang membuatnya. Surat resmi dapat bernilai sebagai alat bukti dalam suatu perkara pidana apabila:
90 http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20772/uu-ite-jadi-payung-hukum-iprint-
outi-sebagai-alat-bukti-, diakses pada tanggal 19 November 2013.
91
a. Memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialami oleh pejabat itu sendiri.
b. Disertai dengan alasan yang jelas dan tegas mengenai keterangannya itu.
2. Surat yang dibuat menurut ketentuan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan. Jenis surat ini dapat dikatakan hampir meliputi segala jenis surat yang dibuat oleh pengelola administrasi dan kebijakan eksekutif. Contoh: Kartu Tanda Penduduk, Akta Keluarga, Akta Tanda Lahir, dan sebagainya.
3. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahlian mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya. Contoh: Visum Et Repertum dari Ahli Kedokteran Kehakiman.
4. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari surat alat pembuktian lain (surat pada umumnya). Contoh: buku harian seorang pembunuh yang berisi catatan mengenai pembunuhan yang pernah ia lakukan.91
KUHAP tidak memberikan pengertian secara jelas
penggunaan Log File sebagai bukti teknologi elektronik.
Tetapi pada Pasal 187 poin d KUHAP dapat digunakan
sebagai acuan pemberlakuan hasil cetak Log File sebagai
sebuah “Surat Lain”. Dan Juga Pada Pasal 5 ayat (1) Undang-
Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik menyebutkan bahwa informasi elektronik atau
dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan alat
bukti yang sah.
91 Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op. cit, hal. 127-128.
92
Penjelasan selanjutnya menyebutkan bahwa berlakunya
alat bukti surat lain harus mempunyai hubungan dengan alat
bukti lain agar mempunyai kekuatan pembuktian artinya alat
bukti surat lain tidak dapat berdiri sendiri secara utuh. bentuk
surat lain yang diatur dalam huruf d “hanya dapat berlaku”
jika isinya mempunyai hubungan dengan alat pembuktian
yang lain. Nilai berlakunya masih digantungkan dengan alat
bukti yang lain. Kalau isi surat itu atau kalau alat pembuktian
yang lain itu terdapat saling hubungan, barulah surat itu
berlaku dan dinilai sebagai alat bukti surat.92
Jadi kesimpulannya hasil cetak Log File merupakan alat
bukti yang sah sepanjang isi dari hasil cetak Log File itu
harus ada hubungannya dengan alat bukti lain yang
dihadirkan di persidangan.
b. Log File Sebagai Alat Bukti Petunjuk
Petunjuk merupakan salah satu alat bukti yang diatur
dalam Pasal 184 KUHAP. Bukti petunjuk diatur dalam Pasal
184 ayat 1 bagian d. Ketentuan tentang alat bukti petunjuk
selanjutnya diatur dalam Pasal 188 Ayat (1) yang
merumuskan bahwa:
“Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,
92 Yahya Harahap, Op.cit., Hal. 309.
93
menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.”
Untuk dapat memberikan kejelasan tentang makna dari
Pasal 188 ayat 1 di atas, perlu ditinjau tentang teori sebab-
akibat yang juga dikenal dalam lapangan ilmu hukum.
Karena untuk memperoleh suatu persesuaian antara satu
perbuatan, kejadian atau keadaan harus dilihat terlebih dahulu
apa yang menjadi akar persoalan (penyebab) sehingga
menimbulkan suatu akibat-akibat hukum. Dalam Pasal 188
ayat (1) KUHAP tersebut memang sangat sulit diartikan.
Tetapi dengan cara menambah beberapa kata ke dalamnya
maka bisa berubahlah makna dari kalimat tersebut, petunjuk
ialah suatu “isyarat” yang dapat ditarik dari suatu perbuatan,
kejadian atau keadaan di mana isyarat itu mempunyai
“persesuaian” antara yang satu dengan yang lain maupun
isyarat yang bersesuaian tersebut melahirkan atau
mewujudkan suatu petunjuk yang membentuk kenyataan
terjadinya suatu tindak pidana dan terdakwalah pelakunya.
Lebih lanjut, Pasal 188 ayat (2) KUHAP mengatur secara
limitatif mengenai sumber dari alat bukti petunjuk yaitu:
1. Keterangan saksi;2. Surat;3. Keterangan terdakwa.
Petunjuk merupakan alat bukti yang tidak langsung
(Circumtantial evidence) yang bersifat sebagai pelengkap
94
saja yang artinya petunjuk bukanlah alat bukti yang mandiri
(didapat dari keterangan saksi, surat, keterangan terdakwa),
tetapi alat bukti sekunder yang di peroleh dari alat bukti
primer, di mana alat bukti petunjuk tidak dapat berdiri
sendiri, tetapi harus di dukung oleh alat bukti lainnya maka
disini hakim dalam mengambil kesimpulan tentang
pembuktian, haruslah menghubungkan suatu alat bukti
dengan alat bukti lainya dan memilih yang ada
persesuaiannya satu sama lain.93
KUHAP tidak memasukkan Informasi elektronik sebagai
sumber petunjuk. Namun, hasil cetak Log File bisa
digunakan sebagai sumber petunjuk. Karena hasil cetak Log
File, seperti yang telah dibahas sebelumnya bisa
dikategorikan sebagai alat bukti surat lain seperti terdapat
dalam Pasal 187 huruf d KUHAP.
Hasil cetak Log File dapat dijadikan sebagai alat bukti
petunjuk apabila telah ada isyarat tentang suatu kejadian
dimana isi dari Log File tersebut mempunyai persesuaian
antara kejadian yang satu dengan yang lain dimana isyarat
yang tersebut melahirkan suatu petunjuk yang membentuk
kenyataan terjadinya suatu tindak pidana dan terdakwalah
pelakunya.
93 Eddy O.S Hiariej, 2012, Teori dan Hukum Pembuktian, Erlangga, Jakarta, hal. 110-111.
95
Dengan demikian Log File dapat dikategorikan sebagai alat bukti
surat dan atau alat bukti petunjuk. Karena kasus yang penulis teliti adalah
tindak pidana biasa, yang mana masih mengacu pada Undang-Undang
No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP sebagai landasan hukum. Maka alat
bukti yang bisa digunakan hanya terbatas pada; Keterangan Saksi,
Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk dan Keterangan Terdakwa. Karena
KUHAP tidak mengatur mengenai alat bukti elektronik, maka Log File
tersebut harus dicetak terlebih dahulu agar masuk dalam rumusan surat
seperti yang terdapat pada Pasal 187 huruf d KUHAP. Dan dari hasil
cetak Log File tersebut dapat diperoleh petunjuk sesuai dengan Pasal 188
ayat (2) KUHAP. Hasil cetak Log File tersebut tidak bisa digunakan
apabila berdiri sendiri tanpa adanya alat bukti pendukung lainnya karena
konsekuensi dari adanya asas minimum pembuktian.
Jadi berdasarkan penjelasan tersebut, maka Penulis
menyimpulkan bahwa Log File dapat dijadikan sebagai alat bukti
terhadap perkara tindak pidana yang mana bisa menjadi surat apabila
dicetak terlebih dahulu, lalu dari hasil cetak tersebut bisa menjadi sumber
petunjuk. Dan harus memenuhi beberapa syarat yaitu informasi yang
tercantum di dalam Log File tidak meragukan, dan keaslian dari Log File
tersebut dapat diperlihatkan dipersidangan serta harus didukung dengan
alat bukti lainnya yang sah sesuai dengan isi Pasal 184 KUHAP karena
konsekuensi dari adanya azas minimum pembuktian (Pasal 183 KUHAP)
serta pertimbangan hukum dari Hakim.
96
2. Peranan Log File dalam Pembuktian Tindak Pidana Penggelapan
dalam Putusan Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps
Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting
di dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan pembuktian
inilah ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-
alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan
kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, maka terdakwa dibebaskan
dari hukuman. Edmon Makarim94 berpendapat:
Pada hakekatnya pembuktian dimulai sejak di ketahui adanya suatu peristiwa hukum. Namun perlu diketahui bahwa tidak semua peristiwa hukum terdapat unsur-unsur pidana (bukti awal telah terjadi tindak pidana) maka barulah proses tersebut di mulai dengan mengadakan penyelidikan, kemudian dilakukan penyidikan, penyelidikan, penuntutan, dan persidangan dan seterusnya. Pembuktian merupakan suatu upaya untuk membuktikan kebenaran dari isi surat dakwaan yang di sampaikan oleh jaksa penuntut umum, yang gunanya adalah untuk memperoleh kebenaran sejati (materiil).
Untuk menyatakan salah tidaknya seseorang terdakwa, tidak
cukup berdasarkan keyakinan hakim atau hanya semata-mata di dasarkan
atas keterbuktian menurut ketentuan dan cara pembuktian dengan alat-alat
bukti yang di tentukan oleh undang-undang. Seorang terdakwa baru dapat
dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang didakwakan kepadanya dapat
dibuktikan dengan cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut
undang-undang serta sekaligus keterbuktian kesalahan itu “dibarengi”
dengan keyakinan hakim. Di atas sudah dijelaskan bahwa hasil cetak Log
File bisa masuk menjadi alat bukti surat dan juga alat bukti petunjuk.
94 Edmon Makarim, Op.cit, Hal. 419-420.
97
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mengalami
kemajuan yang sangat pesat dan dalam kegihupan sehari-hari seseorang
tidak dapat lepas dari penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Dengan berkembangnya teknologi informasi dan telekomunikasi, banyak
suatu tindak pidana yang menggunakan teknologi sebagai alat untuk
melakukan tindak pidana atau pengguna dijadikan sasaran tindak pidana.
Salah satu teknologi yang sangat berperan adalah teknologi Internet.
Menanggapi perkembangan teknologi tersebut, tidak ada jalan
lain selain mengubah cara pandang para penegak hukum dalam
menangani kasus atau perkara yang muncul karena pemanfaatan teknologi
informasi. Menurut Nasrullah, pengajar hukum pembuktian Fakultas
Hukum Universitas Indonesia ketika diwawancara hukumonline.com,
dibutuhkan keberanian hakim untuk mengungkapkan "nilai kebenaran"
yang dihasilkan dari hasil pemanfaatan teknologi tersebut. Agar proses
hukum di pengadilan dapat berjalan, para penegak hukum (pengacara,
kepolisian, jaksa, dan hakim) harus membuka dirinya untuk mengikuti
perkembangan teknologi tersebut.95
Pada Putusan Perkara Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps yang
mana pada tanggal 10 Agustus 2011, Saksi LU mencari jasa ekspedisi
yang melayani pengiriman barang berupa buku dari Bali ke Labuan Bajo
dan Maumere melalui internet Saksi LU menemukan perusahaan
95 http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol2586/data-elektronik-bisa, diakses pada
tanggal 21 Desember 2013.
98
ekspedisi yaitu AP. Sekira tanggal 15 Agustus 2011, saksi BBM
menyetujui untuk mengirimkan barang dengan menggunakan perusahaan
AP. Kemudian saksi LU menghubungi perusahaan AP untuk
mengirimkan barang. Tanggal 3 September 2011, barang belum juga
sampai. Saksi LU menghubungi nomor Terdakwa. Terdakwa menjawab
bahwa supir truk yang membawa barang belum bisa dihubungi. Tanggal
5 September 2011, saksi LU kembali menghubungi Terdakwa. Terdakwa
mengatakan posisi barang masih berada di Lombok. Tanggal 21
September 2011, saksi LU kembali menghubungi Terdakwa. Dikatakan
oleh terdakwa akan menghubungi jika sudah ada informasi mengenai
posisi truk. Tanggal 22 September 2011 saksi LU kembali menghubungi
terdakwa, dikatakan oleh Terdakwa bahwa barang akan tiba tanggal 23
September 2011. Pada tanggal 23 September 2011 saksi LU kembali
menghubungi Terdakwa, dijawab oleh Terdakwa bahwa ia akan
memberikan status keberadaan barang dan meminta maaf. Pada tanggal
27 September 2011 saksi LU kembali menghubungi Terdakwa namun
tidak diangkat. Kemudian saksi LU mengirimkan SMS untuk
menanyakan posisi barang dan meminta ia untuk datang ke kantor.
Terdakwa membalas bahwa saat ini ibunya sedang sakit. Pada tanggal 28
September 2011 saksi kembali menghubungi Terdakwa namun tidak
diangkat. Saksi LU mengirimkan SMS untuk menanyakan posisi barang
dan meminta ia datang ke kantor. Tanggal 30 September 2011, sekira jam
11.00 WITA saksi LU mengirimkan SMS kepada Terdakwa. Terdakwa
99
membalas untuk menunggu sampai jam 3 sore. Setelah jam 3 sore, saksi
LU menelepon saksi IAD untuk menelepon kantor yang ada di Labuan
Bajo guna menanyakan apakah barang sudah sampai. Ternyata barang
belum sampai. Saksi LU kembali mengirimkan SMS kepada Terdakwa
untuk menanyakan posisi barang dan meminta terdakwa untuk datang ke
kantor pada hari Senin. SMS tersebut tidak dibalas. Pada tanggal 3
Oktober 2011 saksi menghubungi Terdakwa di ketiga nomor yang
tercantum di dalam e-mailnya namun tidak aktif. Pada tanggal 4 Oktober
2011 saksi LU bersama dengan saksi I Dewi Ketut Nata mencoba untuk
mencari alamat ekspedisi AP, namun mereka tidak menemukannya.
Akibat kejadian tersebut Swisscontact menderita kerugian materiil
sebesar Rp. 5.530.00 (lima juta lima ratus tiga puluh ribu rupiah).
Berdasarkan Putusan Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps, telah
diajukan barang bukti yang diantaranya adalah 1 (satu) lembar print-out
data Log File ID keanggotaan indonetwork dengan nomor pelanggan
1D271216, dan 1 (satu) buah Cd Maxell warna kuning yang berisi soft
copy data Log File ID keanggotaan indonetwork dengan nomor
pelanggan 1D271216. Akan tetapi hasil dari putusan tersebut, majelis
hakim hanya berpegang pada surat dakwaan dari penuntut umum,
keterangan para saksi, dan keterangan terdakwa. Maka hasil cetak Log
File tersebut diabaikan untuk menjadi surat lain (Pasal 187 d KUHAP)
maupun petunjuk.
100
Log File dalam hubungannya dengan tindak pidana, khususnya
dalam tindak pidana penggelapan, hanya bisa digunakan sebagai alat
bukti untuk perkara yang di dalamnya ada unsur penggunaan komputer.
Karena Log File hanya bisa diuraikan dari suatu sistem komputer, baik
itu komputer pribadi, server web, dan sebagainya. Di dalam Putusan
Perkara Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps yang penulis teliti, saksi LU
menggunakan jaringan internet untuk mencari jasa ekspedisi, dan dia
menemukan jasa ekspedisi bernama AP dari situs indonetwork. Log File
yang diajukan dalam perkara ini merupakan Web Server Log File yang
didapat dari pengelola situs indonetwork tersebut.
Dalam administrasi sistem, para administrator akan sering
berhubungan dengan Log File. Kegunaan Log File sangat banyak.
Misalnya untuk program web server, Log File dapat menunjukkan hit
yang diterima oleh suatu situs, menunjukkan halaman mana saja dalam
situs yang dicoba diakses, browser apa saja yang digunakan oleh
pengunjung situs, dan sebagainya. Untuk program yang berhubungan
dengan sekuritas, Log File mungkin dapat menunjukkan usaha
penjebolan keamanan yang dilakukan seseorang. 96
Format Web Server Log File berbeda-beda satu sama lain,
tergantung dari jenis web server yang digunakan. Misalnya situs web
yang menggunakan Web Server IIS, maka format Log File yang
96 http://www.master.web.id/mwmag/issue/05/content/tutorial-perl-4/tutorial-perl-4.html,
diakses pada tanggal 21 Desember 2013.
101
digunakan akan berbeda dengan Log File pada Web Server NCSA. Log
File yang umum ditemui adalah Log File dimana informasi disusun per
baris. Setiap kali program me-log atau mencatat aktivitas, catatan
tersebut disusun dalam satu baris dan ditambahkan di akhir Log File.
Untuk menjawab masalah mengenai peranan Log File apabila
digunakan sebagai alat bukti dalam pembuktian tindak pidana
penggelapan dalam putusan Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps tersebut.
Maka terlebih dahulu harus diidentifikasi mengenai informasi apa yang
terkandung dalam Log File tersebut.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat
bukti hukum yang sah. Adapun Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud merupakan
perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang
berlaku di Indonesia. Perluasan yang dimaksud adalah, bahwa Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
memperluas cakupan alat bukti surat dan petunjuk, yang mana dalam
kasus yang sedang diteliti adalah perluasan Log File.
Seperti disebutkan di atas, Log File yang dihadirkan di
persidangan bersumber dari ID pelanggan indonetwork milik terdakwa.
Untuk menjadi anggota indonetwork, pengguna harus membuat ID yang
berisi mengenai domisili negara, nama user, e-mail, nama perusahaan,
102
dan informasi perusahaan. Keanggotaan dibagi menjadi dua, yaitu
keanggotaan prioritas dengan biaya Rp. 1.500.000,-/tahun dan layanan
SMS dengan biaya Rp. 325.000,-. Dengan mengambil Log File ID
pelanggan indonetwork, maka semua informasi ini bisa diketahui. Jadi,
dapat dipastikan bahwa laman web yang dilihat oleh saksi LU dalam
mencari jasa ekspedisi untuk mengirimkan sejumlah buku dari Bali ke
Labuan Bajo dan Maumere memang benar milik terdakwa. Selain itu,
dari Log File tersebut juga bisa didapatkan informasi mengenai alamat IP
pengunjung, kapan saja halaman suatu situs diakses, berapa lama,
halaman mana saja yang diakses pengunjung dengan informasi durasi
waktu dalam setiap halaman tersebut.
Web Server Log File berbentuk file teks sederhana yang
merekam informasi tentang setiap pengguna.97 Sebagai contoh Log File
yang didapat dari Web Server IIS 6.0 yang dilihat menggunakan fasilitas
text editor:
192.168.114.201, -, 03/20/01, 07:55:20, W3SVC2, SERVER, 172.21.13.45, 4502, 163, 3223, 200, 0, GET, / DeptLogo.gif, -
Setiap bagian dari contoh diatas disebut field dan satu sama lain
dipisahkan dengan tanda koma. Berikut ini adalah keterangan dari field
yang disebutkan di atas98:
97 Priyanka Patil dan Ujwala Patil, Op. Cit. Hal 15.98http://www.microsoft.com/technet/prodtechnol/WindowsServer2003/Library/IIS/c93b285
6-76c4-4348-9d46-8a60612c3b23.mspx?mfr=true, diakses pada tanggal 21 Desember 2013.
103
Field Contoh Keterangan
Alamat IP
Klien192.168.114.201 Alamat IP Klien
User name - Nama pengguna Anonim
Tanggal 03/20/01Entri Log File ini dibuat pada
tanggal 20 Maret 2001
Waktu 07:55:20Entri log file ini tercatat pada pukul
07:55
Service and
instanceW3SVC2 Ini adalah sebuah situs Web
Nama Server SERVER Nama Server
Server IP 172.21.13.45 Alamat IP Server
Waktu yang
dibutuhkan4502
Tindakan ini membutuhkan waktu
4.502 milidetik.
Klien byte
yang dikirim163
Jumlah byte yang dikirim dari klien
ke server.
Server byte
yang dikirim3223
Jumlah byte yang dikirim dari
server ke klien.
Kode status
layanan200
Permintaan itu telah berhasil
dipenuhi.
Kode status
Windows0
Permintaan itu telah berhasil
dipenuhi.
Jenis
PermintaanGET
Pengguna mengeluarkan GET, atau
download/perintah.
Target Operasi / DeptLogo.gif.Pengguna ingin mengunduh file
DeptLogo.gif.
Parameter -Tidak ada parameter yang
dikirimkan.
104
Untuk mengetahui siapa pemilik alamat IP yang ada di suatu
Log File, maka penyidik memerlukan koordinasi dengan penyedia jasa
layanan internet yang ada di Indonesia. Dan informasi seperti yang telah
disebutkan diatas sangat sulit dipahami oleh orang awam, maka dari itu
diperlukan adanya ahli yang bisa menerangkan maksud dari Log File
tersebut. Hal ini untuk mencegah kesalahan penafsiran dari suatu Log
File.
Dari uraian di atas, penulis berpendapat bahwa hasil cetak Log
File dapat memberikan keyakinan kepada hakim dalam putusan Nomor:
825/Pid.B/2012/PN.Dps bahwa memang benar pada tanggal 10 Agustus
2011, Saksi LU mengunjungi halaman situs perusahaan jasa ekspedisi
bernama AP yang dipasang oleh Terdakwa di situs Indonetwork. Dari
kunjungan itulah terjadi transaksi mengenai pengiriman barang ke
Labuan Bajo dan Maumere antara saksi LU dan Terdakwa A, yang
selanjutnya Terdakwa tidak menepati janjinya untuk mengirimkan barang
tersebut. Hal ini tentunya juga akan memperjelas kronologis awal dari
kasus dalam putusan ini.
Sebelum diajukan di persidangan, diperlukan pemeriksaan
melalui digital forensik sehingga dalam persidangan, ahli dapat
menjamin keotentikan Log File tersebut. Karena Log File sebagai file
yang berbentuk teks rawan dengan rekayasa, seperti halnya E-mail, atau
SMS.
105
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan diatas maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Log File Dapat Digunakan Sebagai Alat Bukti untuk Pembuktian
Tindak Pidana karena:
a. Log File termasuk dalam Informasi Elektronik seperti yang
dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dan
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik telah mengatur bahwa
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau
hasil cetaknya merupakan perluasan dari alat bukti hukum yang
sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.
b. Perluasan dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat
diartikan bahwa Pasal tersebut telah memperluas cakupan dari
alat bukti yang diatur dalam hukum acara pidana di Indonesia,
misalnya dalam KUHAP. Hasil cetak dari Informasi atau
Dokumen Elektronik dalam hal ini hasil cetak Log File dapat
106
dikategorikan sebagai alat bukti surat lain yang diatur di dalam
Pasal 187 KUHAP.
c. Hasil cetak Log File sebagai alat bukti surat dapat dijadikan
sebagai sumber petunjuk seperti yang dirumuskan dalam Pasal
188 ayat (1) KUHAP, asalkan isi dari Log File itu memiliki
persesuaian dengan alat bukti yang lain.
2. Peranan Log File dalam pembuktian Tindak Pidana penggelapan
dalam Putusan Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps yaitu:
a. Memberikan informasi kepada Hakim tentang kronologis awal
dari kasus yang ditanganinya. Yaitu bahwa terdakwa memiliki
ID pelanggan indonetwork yang mengiklankan jasa ekspedisi
fiktif yang dikunjungi oleh saksi LU melalui internet. Dari iklan
jasa ekspedisi itulah saksi LU dan terdakwa sepakat
mengirimkan sejumlah barang berupa buku ke Maumere dan
Labuan Bajo. Namun, akhirnya terdakwa menggelapkan buku
tersebut beserta uang pembayaran pengiriman.
b. Menambah keyakinan Hakim bahwa memang benar ID
indonetwork yang memasang iklan jasa ekspedisi dalam perkara
ini memang milik terdakwa. Hal ini dapat diketahui dari
informasi di dalam Log File yang memuat semua data terdakwa.
Dan juga dengan bantuan penyedia internet di Indonesia, dapat
diketahui bahwa alamat IP yang biasa digunakan untuk
107
mengakses ID indonetwork adalah milik terdakwa atau memang
biasa digunakan oleh terdakwa.
B. Saran
Berdasarkan pada simpulan hasil Studi Kasus dapat diberikan saran
sebagai berikut:
Alangkah baiknya dilakukan revisi terhadap Undang-Undang No.8
tahun 1981 mengenai KUHAP yang menjadi acuan dalam beracara pada
hukum pidana, terutama mengenai bagian yang mengatur tentang
pembuktian. Hal ini untuk mengakomodir hal-hal baru yang saat pembuat
Undang-Undang merumuskan KUHAP tidak ada, seperti alat bukti elektronik
dalam penelitian ini. Diperlukan suatu pemikiran tentang kondisi aturan yang
sesuai dengan perkembangan zaman, terlebih mengenai suatu teori
pembuktian yang lebih bersifat modern.
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Al-Azhar, Muhammad Nuh, 2012, Digital Forensic: Panduan Praktis Investigasi Komputer, Salemba Infotek, Jakarta.
Ali,Mahrus, 2011, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta.
Chazawi, Adami, 2003, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayumedia, Malang.
Hamzah, Andi, 2009, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP, Sinar Grafika, Jakarta.
Hamzah, Andi, 2001, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Harahap, M. Yahya, 2002, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Penyidikan Dan Penuntutan), Sinar Grafika, Jakarta.
Makarao, Muhammad Taufik dan Suhasril, 2004, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Makarim, Edmon, 2004, Kompilasi Hukum Telematika, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
O.S Hiariej, Eddy, 2012, Teori dan Hukum Pembuktian, Erlangga, Jakarta.
Marpaung, Leden, 2010, Proses Penanganan Perkara Pidana (Di Kejaksaan dan Pengadilan Negeri, Upaya Hukum dan Eksepsi). Sinar Grafika, Jakarta.
Marzuki, Peter Mahmud, 2010, Penelitian Hukum. Kencana Media Group, Jakarta.
Nugroho, Hibnu, 2012, Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Media Prima Aksara, Jakarta.
Prodjodikoro, Wirjono, 2003, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama, Bandung.
Progress, Ganesha, 2006, Mengonfigurasi Jaringan dan Internet dalam Windows XP, Elex Media Komputindo, Jakarta.
Sitompul, Asril, 2001, Hukum Internet (Pengenalan Mengenai Masalah Hukum Cyberspace), Citra Aditya Bakti, Bandung.
Sitompul, Josua, 2012, Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana, Tatanusa, Jakarta.
Soeparmono, R, 2002, Keterangan Ahli & Visum et Repertum Dalam Aspek Hukum Acara Pidana, Mandar Maju, Bandung.
Suparni, Niniek, 2009, Cyberspace, Problematika & Antisipasi Pengaturannya, Sinar Grafika, Jakarta.
Tung, Khoe Yao, 2001, Teknologi Jaringan Intranet, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Wahid, Abdul dan Labib, Mohammad, 2005, Kejahatan Mayantara(Cybercrime), Refika Aditama, Bandung.
Wisnubrot, Al, 2002, Praktek Peradilan Pidana: Proses Penanganan Perkara Pidana. Galaxy Puspa Mega, Jakarta.
B. Jurnal
Maknunah, Jauharul, Tantangan Bisnis di Era E-Commerce di IndonesiaPada Era Reformasi, Jurnal Teknologi Informasi Vol. 1. No.2, 2013.(http://lkppm.pradnya.ac.id/wpcontent/uploads/2013/03/Jauharul_hal177_189.pdf, diakses pada tanggal 12 September 2013).
Oh, Junghoon, dkk, Advanced Evidence Collection and Analysis of Web Browser Activity, Jurnal Digital Investigation Vol. 8, 2011. (http://www.campus64.com/digital_learning/data/web_investigation/info_browser.pdf, diakses pada tanggal 22 Oktober 2013)
Patil, Priyanka, dan Patil, Ujwala, Preprocessing of Web Server Log File for Web Mining, World Journal of Science and Technology. Vol. 2. No. 3. 2012, hal.14. (http://worldjournalofscience.com/index.php/wjst/article/download/13151/6647, diakses pada tanggal 20 Oktober 2013).
Ro’is, Nur, Informasi Elektronik Sebagai Bukti dalam Perkara Pidana, Jurnal Dinamika, Volume 3, No. 6. 2010, hal. 91. (http://jod-fisipunbara.blogspot.com, diakses pada tanggal 29 Juli 2013).
Wijayanti, Alcadini, dkk, Perkembangan Alat Bukti dalam pembuktian Tindak Pidana berdasarkan Undang-Undang Khusus dan Implikasi Yuridis Terhadap KUHAP, Jurnal Diponegoro Law Review, Volume 1, No. 4. 2012, hal. 5. (http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr, diakses pada tanggal 10 Agustus 2013).
C. Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
_______, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
_______, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
_______, Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Menkominfo, Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor 26lPERlM.KOMINF0/5/2007 tentang Pengamanan Pemanfaatan Jaringan Telekomunikasi Berbasis Protokol lnternet.
D. Sumber Lain
http://bctask.blogspot.com/2011/03/web-analytics.html, diakses pada tanggal 20 Desember 2013.
http://hasbihtc.com/pengertian-dan-fungsi-ip-address.html, diakses pada tanggal 20 September 2013.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol2586/data-elektronik-bisa, diakses pada tanggal 21 Desember 2013.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20772/uu-ite-jadi-payung-hukum-iprint-outi-sebagai-alat-bukti-, diakses pada tanggal 19 November 2013.
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl5461/syarat-dan-kekuatan-hukum-alat-bukti-elektronik, diakses pada tanggal 20 Desember 2013.
http://hukumzone.blogspot.com/2011/05/macam-macam-alat-bukti-dalam-hukum.html, diakses pada tanggal 10 September 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Peramban_web#cite_note-ramatloka-0, diakses pada tanggal 22 Oktober 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Server_web, diakses pada tanggal 22 Oktober 2013.
http://inspirasihukum.blogspot.com/2013/04/tujuan–dan-fungsi-hukum-acara-pidana.html, diakses pada tanggal 26 Oktober 2013.
http://jaringankomputer.org/firewall-pengertian-fungsi-manfaat-dan-cara-kerja-firewall/, diakses pada tanggal 22 Oktober 2013.
http://masrigunardi.blogspot.com/2012/09/Pasal-372-dan-Pasall-374kuhp.html, diakses pada tanggal 12 September 2013.
http://www.master.web.id/mwmag/issue/05/content/tutorial-perl-4/tutorial-perl-4.html, diakses pada tanggal 21 Desember 2013.
http://mastokkenari.page4.me/185.html, diakses pada tanggal 14 Maret 2013.
http://www.microsoft.com/technet/prodtechnol/WindowsServer2003/Library/IIS/c93b2856-76c4-4348-9d46-8a60612c3b23.mspx?mfr=true, diakses pada tanggal 21 Desember 2013.
http://mkn-unsri.blogspot.com/2010/06/kekuatan-pembuktian-alat-bukti.html, diakses pada tanggal 19 Desember 2013.
http://pakarhukum.site90.net/penggelapan.php, diakses pada tanggal 14 Maret 2013.
http://samardi.wordpress.com/2011/09/17/cracking-website/, diakses pada tanggal 20 Desember 2013.
http://scribd.com/doc/145819981/Kekuatan-Alat-Bukti-Surat-Menurut-Hukum-Acara-Pidana, diakses pada tanggal 10 September 2013.
http://te-effendi-acara.blogspot.com/2012/09/asas-asas-hukum-acara-pidana.html, diakses pada tanggal 1 September 2013.
http://web.unair.ac.id/admin/file/f_33720_bab9-10.pdf , diakses pada tanggal 25 November 2013.
Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 825/Pid.B/2012/PN.Dps.