PERAN PERLINDUNGAN TANAMAN DALAM ... · Web viewKEBIJAKAN PERLINDUNGAN TANAMAN DALAM PEMBANGUNAN...
Transcript of PERAN PERLINDUNGAN TANAMAN DALAM ... · Web viewKEBIJAKAN PERLINDUNGAN TANAMAN DALAM PEMBANGUNAN...
KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TANAMAN DALAM PEMBANGUNAN
KETAHANAN PANGAN DI PROPINSI JAMBI 1
Wilyus2, Rantawati Siata2, Saad Murdy2 dan Adlaida Malik2
Abstrak
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis kebijakkan perlindungan tanaman pangan di Propinsis Jambi. Penelitian dilakukan dari bulan Mei sampai November 2011 di Propinsi Jambi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode survei ekplorasi. Data yang diperoleh direkapitulasi dan dianalisis secara kualitatif maupun kuantitatif tergantung pada jenis datanya, dan secara menyeluruh dilanjutkan dengan analisis SWOT (Strenght – Weakness – Opportunity – Threat). Hasil penelitian menunjukkan bahwa; kebijakkan perlindungan tanaman pangan di Propinsi Jambi sudah cukup baik yang dibangun bersarkan landasan hokum yang jelas. Faktor-faktor strategik internal yang menjadi kekuatan dalam sistem perlindungan tanaman pangan di Propinsi Jambi adalah peraturan perundang-undangan, kelembagaan perlindungan tanaman pangan, teknologi PHT, prasarana, dan pendanaan. Faktor-faktor strategik internal yang menjadi kelemahan dalam sistem perlindungan tanaman pangan di Propinsi Jambi adalah sistem peramalan OPT dan iklim, kondisi petani (ekonomi, sosisl, budaya), sumberdaya manusia, koordiansi, 3) Faktor-faktor strategik eksternall yang menjadi peluang dalam sistem perlindungan tanaman pangan di Propinsi Jambi adalah otonomi daerah, sumberdaya alam (SDA), ekspor, pasar domestik, dan pemanfaatan teknologi informasi. Faktor-faktor strategik eksternall yang menjadi ancaman dalam sistem perlindungan tanaman pangan di Propinsi Jambi adalah globalisasi, fenomena (anomali) iklim, OPT/OPTK, dan kelestarian lingkungan. Dalam rangka meningkatkan peran perlindungan tanaman pangan di Propinsi Jambi perlu dilakukan; penyempurnaan dan obtimalisasi kelembagaan perlindungan tanaman pangan, peningkatan kualitas dan kuantitas SDA perlindungan tanaman, pengembangan dan diseminasi teknologi PHT, pengembangan sistem peramalan OPT dan iklim, dan meningkatkan koordinasi yang sinergis antara pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan kabupaten/kota.Kata Kunci: kebijakkan, perlindungan, tanaman pangan
PENDAHULUAN
Pencapaian produksi pertanian tidak terlepas dari gangguan-gangguan sistem produksi
yang dialami di lapang. Berbagai serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) dan gangguan
akibat anomali iklim/bencana alam sering mengakibatkan kerugian hasil yang cukup besar.
Serangan OPT menyebabkan produk rusak, berlubang, busuk, ukuran tidak optimal, maupun
tampilan yang kurang optimal sangat berpengaruh terhadap mutu. Produk pertanian yang
membawa OPT sangat berpengaruh terhadap pencapaian standar mutu yang diinginkan.
Sementara itu, residu pestisida yang digunakan untuk pengendalian OPT, selain berbahaya juga
berpengaruh terhadap pencapaian mutu yang sesuai dengan tuntutan pasar (konsumen). Dengan
pengelolaan perlindungan tanaman yang baik, diharapkan gangguan-gangguan tersebut dapat
1 Disampaokan pada Seminar Nasional Agribisnis di Jambi, 11 Februari 2012. 2 Dosen Fakultas Pertania Universitas Jambi
2
dihilangkan atau diminimalisasikan, sehingga pencapaian target produksi tidak terganggu (Biro
Perencanaan Departemen Pertanian . 2006).
Dengan semakin berkembangnya kesadaran manusia terhadap bahaya penggunaan
pestisida, terutama bagi lingkungan hidup dan kesejahteraan manusia, maka berkembanglah
konsep PHT yang merupakan wujud dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan (Untung, 1996). PHT adalah pengendalian hama yang berusaha memaksimumkan
keefektifan pengendalain alami dan pengendalian secara bercocok tanam, menggunakan
penggendalian kimiawi hanya bila diperlukan dengan mempertimbangkan konsekwensi ekologi,
ekonomi, teknologi dan sosial budaya (Triwidodo, 1997). Konsepsi dasar PHT adalah peroses
pengambilan keputusan (strategis, taktis, operational) agar pertanaman yang diusahakan
menghasilkan panen yang tinggi dan berkelanjutan, dengan ongkos produksi rendah serta dengan
resiko minimum terhadap produsen, konsumen dan lingkungan pada saat budidaya berlangsung
(jangka pendek) maupun setelahnya (jangka panjang) (Rauf, 1997). Pada perinsipnya PHT
adalah kegiatan untuk meningkatkan vigor tanaman, menekan perkembangan populasi OPT dan
meningkatkan peran musuh alami dengan memadukan berbagai teknik pengendalian secara
kompetibel sehingga dapat diperoleh kuantitas dan kualitas produksi yang obtimal secara
berkelanjutan (Wilyus, 2007).
Program PHT nasional di Indonesia dinilai berhasil. Lembaga internasional seperti FAO
telah mengakui hal ini. Bahkan Indonesia kemudian dijadikan contoh pelaksanaan PHT bagi
negara-negara sedang berkembang di Asia dan Afrika. Keberhasilan pelaksanaan PHT pada
tanaman terlihat nyata pada dua hal yaitu menurunnya penggunaan pestisida dan meningkatnya
rata-rata hasil panen. (Abadi, 2005)
Dalam percaturan bangsa-bangsan di dunia internasional saat ini peran perlindungan
tanaman sangat penting dalam hal melindungi ketahanan pangan bangsa dari kepentingan asing.
Kesepakatan WTO (World Trade Organization) tentang SPS (Sanitary and Phytosanitary)
mengakui hak setiap negara melindungi kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan melalui
peraturan-peraturan yang dibuat secara ilmiah bahwa setiap jenis produk pertanian yang
diedarkan di pasar domestik harus aman bagi kesehatan, bebas dari cemaran biologi (bakteri,
jamur, dll), dan cemaran kimia (antibiotik, residu pestisida). Untuk membuktikan keamanan
pangan setiap produk pertanian yang diperdagangkan harus disertai Sertifikat Sanitari (FAO-
UN . 2006). Penerapan teknologi perlindungan tanaman yang tepat, konsekuen dan efektif,
petani dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing di pasar domestik dan global. Mutu dan
3
harga produk meningkat sehingga dapat meningkatkan ekspor komoditas pertanian (Departemen
Pertanian. 2002 dan Ditjen Hortikultura . 2007).
Telah tersedia berbagai landasan hukum dan kebijakan pemerintah pusat yang
menekankan pentingnya pengelolaan perlindungan tanaman yang mengedepankan pencapaian
produksi dengan kualitas dan kuantitas yang obtimal secara berkelanjutan. Pada era otonomi
daerah sekarang ini kebijakan pemerintah pusat tersebut akan dapat berjalan dengan baik bila
direspon secara baik oleh pemerintah propinsi, kabupaten dan kota. Untuk itu perlu dikaji
berbagai kebijakan pemerintah di lingkungan Propinsi Jambi berkaikan dengan perlindungan
tanaman pangan.baik di tingkat propinsi maupun tingkat kaupaten dan kota.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dari bulan Mei sampai November 2011 di Propinsi Jambi. Penelitian
dilakukan dengan metode survei ekplorasi. Pengumpulan data dilakukan melalui data sekunder
dan data perimer dari berbagai stakeholder di tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota dan petani.
Pemilihan daerah dan petani sampel ditentukan secra purposive sampling.
Data yang dikumpulkan meliputi; landasan hukum perlindungan tanaman, kebijakan
perlindungan tanaman panagan, kelembagaaan / perlindungan tanaman panagan, sumberdaya
manusia perlindungan tanaman panagan, dan erkembangan serangan dan pengendalian
organisme pengganggu tanaman di Propinsi Jambi.
Data yang diperoleh direkapitulasi dan dianalisis secara kualitatif maupun kuantitatif
tergantung pada jenis datanya, dan secara menyeluruh dilanjutkan dengan analisis SWOT
(Strenght – Weakness – Opportunity – Threat)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Landasan Hukum Perlindungan Tanaman
Revitalisasi perlindungan tanaman pada prinsipnya telah dimulai semenjak diketahui
berbagai dampak negatif penggunaan pestisida. Menyadari permasalahan OPT tetap tinggi
setelah kebijakan subsidi pestisida, dan kekhawatiran pencemaran lingkungan meningkat karena
penggunaan pestisida, Pemerintah Indonesia kemudian mengambil keputusan untuk menerapkan
konsep PHT dengan dikeluarkannya Inpres Nomor: 3 Tahun 1986. Berikutnya, subsidi pestisida
dicabut secara bertahap, sampai tahun 1989.
Kesadaran politik pemerintah untuk melaksakan PHT ditegaskan dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Budidaya Tanaman yang menyebutkan bahwa
4
perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu. Kemudian
dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 Tentang Perlindungan Tanaman.
Kelembagaaan Perlindungan Tanaman Pangan
Sesuai dengan UU No. 12 tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman, dan PP Nomor 6 tahun
1995 tentang Perlindungan Tanaman, dinyatakan bahwa masyarakat adalah pelaku utama dan
pertama di bidang perlindungan tanaman pangan. Hampir disetiap kecamatan terdapat petuags
fungsional pengamat hama dan penyakit tanaman (PHP) yang tugasnya antara lain mengamati
perkembangan OPT, mengevaluasi, dan memberikan informasi dan rekomendasi pengendalian
diwilayahnya. Dalam hal terjadi ekplosi maka pemerintah bertanggungjawab menanggulanginya
bersama masyarakat. Pemerintah dapat melakukan melakukan atau memerintahkan dilakukannya
eradikasi terhadap tanaman pangan dan benda lain yang menyebabkan tersebarnya OPT yang
dianggap sangat berbahaya da mengancam keselamatan tanaman pangan secara meluas.
Susunan organisasi dan program kerja perlindungan tanaman pangan di organisasikan
oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Jambi. Secara operasional dan
teknis dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Balai Proteksi Tanaman Pangan
dan Hortikultura (BPTPH). Di tingkat propinsi terdapat perangkat Brigade Proteksi Tanaman
(BPT) yanag berfungsi melaksanakan dan atau membantu pengendalian ekspolsi dan sumber
serangan OPT. Dalam mendukung tugas dan fungsi UPTD BPTPH Propinsi Jambi dilengkapi
dengan bagian tata usaha dan kelompok fungsional yang bertugas di Laboratorium Agen Hayati
(AH), koordinator PHP di tingkat kabupaten/kota dan petugas PHP di tingkat kecamatan. Di
bawah UPTD BPTPH Propinsi Jambi terdapat dua laboratorium AH yaitu laboratorium AH
Sungai Tiga Pal 13 Jambi dan Laboratorium AH Kayu Aro
Pada setiap kabupaten/kota terdapat satu orang kcoordinator PHP. Sedangkan pada
tingkat kecamatan terdapat satu orang petugas PHP yang wilayah kerjanya mencakup satu atau
beberapa kecamatan. Di tingkat kecamatan/lapangan juga terdapat Petugas Penyuluh Lapangan
(PPL) dan Mantri Tani/Kepala Cabang Dinas (KCD) yang mempunyai peran dalam
menyebarkan informasi tentang OPT dan cara pengendaliannya kepada petani di wilayahnya
masing-masing, serta mengkoordinasikan pelaksanaan pengendalian OPT yang dilakukan petani.
Kelembagaan diluar struktur pemerintahan yang bertanggung jawab dalam perlindungan
tanaman pangan adalah kelompok tani sebagai mitra pemerintah. Dari tahun 2006 sampai tahun
2011 telah terbentuk 68 kelompok tani alumni SLPHT. Disamping kelompok tani di tingkat
petani juga dikembangkan Pos Informasi dan Pelayanan Agen Hayati (Pos IPAH), yang
5
berfungsi memasyarakatkan penggunaan agen hayati dan pestisida nabati untuk penegndalian
OPT.
Kebijakan Perlindungan Tanaman Pangan di Propinsi Jambi.
Kebijakan perlindungan tanaman pangan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Propoinsi Jambi menekankan pada pendekatan pengelolaan ekosistem pertanian
secara berkelanjutan, sesuai dengan UU No. 12 tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman, dan PP
Nomor 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dinyatakan bahwa masyarakat adalah
pelaku utama dan pertama di bidang perlindungan tanaman pangan. Hampir disetiap kecamatan
terdapat petuags fungsional pengamat hama dan penyakit tanaman (PHP) yang tugasnya antara
lain mengamati perkembangan OPT, mengevaluasi, dan memberikan informasi dan rekomendasi
pengendalian diwilayahnya. Dalam hal terjadi ekplosi maka pemerintah bertanggungjawab
menanggulanginya bersama masyarakat. Pemerintah dapat melakukan melakukan atau
memerintahkan dilakukannya eradikasi terhadap tanaman pangan dan benda lain yang
menyebabkan tersebarnya OPT yang dianggap sangat berbahaya da mengancam keselamatan
tanaman pangan secara meluas.
Sumberdaya Manusia Perlindungan Tanaman Panagan di Propinsi Jambi.
Berdasarkann nota penugasan kepala UPTD BPTPH Propinsi Jambi tahun 2011, dalam
upaya meningkatkan efektivitas kerja untuk mendukung tugas dan fungsi UPTD BPTPH
Propinsi Jambi, telah menunjuk petugas petugas dilingkungan UPTD Propins Jambi seperti pada
Tabel 2.
Dari Tabel 1 diketahui bahwa saat ini terdapat 88 orang tenaga PHP (koordinator PHP
dan PHP kecamtan). Diantaranya 9 orang bertugas sebagai senbagai koordinator PHP
kabupaten/kota, Dua orang kordinator PHP merangkap tugas sebagai PHP kecamatan, 57 orang
tenaga PHP bertugas bertugas pada satu wilayah kecamatan, 11 orang bertugas pada dua wilayah
kecamatan, satu orang bertugas pada 3 wilayah kcaematan, satu orang bertugas pada 4
kecamatan, 3 orang merangkapa tugas sebagai PHP kecamatan dan petugas Lab. PHP/AH dan 3
orang bertugas pada satu wilayah kecamatan dan petugas SMPK, dan satu orang bertugas pada 2
wilayah kecamatan dan petugas SMPK.
Dari tahun 2006 sampai tahun 2011 telah dilatih sebanyak 1700 orang petani, melalui
program sekolah SLPHT. Alumni SLPHT tersebut tersebar pada 68 kelompok tani alumni
SLPHT. dengan rincian setiap tahun berturut-turut dari tahun 2006, 2007, 2008, 2009, 2010 dan
2011 adalah 9, 19, 11, 10, 9 dan 10 kelompok tani. Masing-masing kelompok tani terdiri dari 25
6
orang petani. Alumni SLPHT telah mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang baik tentang
PHT. Namun harapan untuk penyebaran informasi PHT melalui alumni SLPHT kepada petani
lainnya yang belum mendapatkan program SLPH kurang berjalan.
Identifikasi Faktor-faktor Strategik
Identifiakasi factor-faktor “Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman” dapat
dikelompokkan menjadi factor-faktor strategic internal dan factor-faktor strategic eksternal
tercantum pada Tabel 6.
Tabel 1. Factor-faktor Strategic Internal dan Factor-faktor Strategic Eksternal Perlindungan Tanaman Pangan
Factor-faktor Strategic Internal Factor-faktor Strategic EksternalKekuatan (K) Peraturan Perundang-undangan Kelembagaan Teknologi PHT Prasarana Pendanaan
Peluang (P) Otonomi Daerah Sumberdaya Alam Ekspor Pasar Domestik Pemanfaatan Teknologi Informasi
Kelemahan (L) Sistem Peramalan OPT dan Iklim Kondisi Petani (ekonomi, sosial,
dudaya) Sumberdaya Manusia
Ancaman (A) Globalisasi Fenomena (Anomali) Iklim OPT/OPTK Kelestarian Lingkungan
Factor-faktor Strategic Internal
Kekuatan
Peraturan Perundang-undangan
Legatimasi operasionalisasi untuk mengatur dan melaksanakan upaya perlindungan
tanaman harus bedasarkan hokum dan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini jelas
merupakan kekuatan, karena syah secara hokum, maka dalam melaksanakan upaya perlindungan
tanaman tidak akan ditemui kendala hokum. Peberapa peraturan perundang-undangan yang telah
disyahkan, yang memberikan landasan hokum dalam upaya perlindungan tanaman adalah; UU
No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995
tentang Perlindungan Tanaman.
Kelembagaan
7
Kelembagaan perlindungan tanaman di provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan tringkat
petani secara umum cukup baik, walaupun keberadaannya bervariasi. Kelembagaan yang
menangani perlindungan tanaman pangan di tingkat provinsi adalah Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura, yang pelaksanaan tugasnya oleh UPTD BPTPH. Di bawah BPTPH
terapat dua Laboratorium AH. Kelembagaan perlindungan tanaman pangan di semua
kabupaten/kota, kecamatan dan tingkat desa mempunyai struktur kelembagaan yang sama, yaitu
terdiri dari koordinator PHP di tingkat Kabupaten, PHP dan PPL di tingkat kecamatan dan
kelomok tani. Di beberapa kelompok tani juga telah terbentu dan berkembang Pos IPAH.
Teknologi PHT
Sebagaian besar teknologi perlindungan tanaman pangan saat ini sudah tersedia, yang
dihasilkan baik oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang perlindungan tanaman, perguruan
tinggi, lembaga penelitian, swasta maupun masyarakat lainnya. Pemasyarakatn teknologi PHT
telah dilakukan melalui SLPHT, SLI dan pos IPAH.
Prasarana
Pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura ada bidang khususu yang
menangani sarana prasarana pertanian tanaman pangan termasuk prasarana perlindungan
tanaman pangan. Bidang ini telah megadakan berbagai prasarana untuk melancarkan kegiatan
perlindungan tanaman pada berbagai stakeholder perlindungan tanaman seperti Brigade
Perlindungan Tanaman, UPTD BPTPH, Laboratorium Agen Hayati, Koordinator PHP ditingkat
Kabupaten/Kota dan PHP di tingkat Kecamatan. Pos IPAH dan Kelompok Tani alumni SLPHT
di tingkat desa (petani). Kelembagaan tersebut telah mampu mendukung perkembangan
teknologi dan kemampuan SDM dalam perlindungan tanaman.
Pendanaan
Tanpa pendanaan yang memadai semua program perlindunagn tanaman tidak akan jalan.
Oleh karena itu penyediaan anggaran, baik anggran rutin maupun anggaran pembangunan
dibidang perlindungan tanaman pangan, merupakan salah satu bentuk perhatian pemerintah
dalam rangka meningkatkan kekuatan dan pemanfaatan sistem perlindungan tanaman pangan.
Walaupun penyediaan anggraran yang relatif terbatas, secara bertahap pembangunan system
pelindungan tanaman dapat ditingkatkan.
Kelemahan
8
Sistem Peramalan OPT dan Iklim
Peramalan OPT dan iklim sangat menetukan keberhsilan antisipasi dan pengendlaian
OPT dan Iklim. Ternyata sistem peramalan ini masih sangat lemah, belum dimengerti dan
dipahami oleh petugas perlindungan tanaman, baik di tingkat propivinsi, kabupaten/Kota,
kecamatan maupun kelomok tani. Diantara penyebanya adalah rendahnya kemapuan
sumberdaya manusia dibidang peramalan OPT dan Iklim.
Kondisi Petani (ekonomi, sosial, budaya)
Fenomoena umum petani tanaman pangan di Provinsi Jambi yang dapat menyebabkan
kurang berhasilnya pengendalian OPT adalah kondisi sosial ekonomi petani tanaman pangan
yang rendah. Pada umumnya mempunyai skala usaha yang kecil, masih subsistem, daya beli
rendah untuk melaksanakan pengendalian OPT, umumnya petani guren, berumur tua dan
tradisional, pendidikan rnedah, kurang peduli terhadap kemajuan teknologi.
Sumberdaya Manusia
Secara umum dapat dikatakan bahwa sumber daya manusia (SDM) perlindungan
tanaman pangan di tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan masih kurang, baik dari segi
jumlah maupun kualitasnya. Hal ini diantaranya didisebabkan oleh sistem rekriutmen dan mutasi
tugas yang kurang jelas dasarnya.
Koordinasi
Struktur organisasi dan kelembagaan yang ada, baikk secara horizontal maupun vertical,
membutuhkan kebersamaan sinergi yang harmonis dalam pelaksanaan tugas agar terjadi
koordinasi yang baik. Tetapi ternyata, koordinasi merupakan salah satu komponen manajemen
yang tidak mudah dipraktekkan karena melibatkan kelembagaan, sumbedaya manusia, jenis
tanggung jawab yang bermascam-macam. Demikian juga halnya dalam operasional sistem
perlindungan tanaman pangan di Propinsi Jambi, koordinasi merupakan salah satu hamabatan
yang dapat mengurangi tingkat keberhasilan. Penyebabnya dapat disebabkan oleh ego organisasi,
dan ego sub sector.
Factor-faktor Strategic Eksternal
Peluang
Otonomi Daerah
Dengan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka
perencanaan pembangunan dilimpahkan kepada pemerintah kabupaten/kota, termasuk program
9
pendukung tanaman pangan. Dengan demikian Pemerintah Daerah dapat menyusun rencana
pemabngunan lebih tepat sesuai dengan kebutuhan.
Sumberdaya Alam
Wilayah Provinsi Jambi memiliki berbagai variasi ekologi yang menyebabkan
keanekaragaman hayati sangat tinggi, yang menyimpan potensi flora maupun fauna yang dapat
dimanfaatkan untuk mendukung perlindungan tanaman secara berkelanjutan sesuai dengan
konsep PHT. Berbagai jenis predator, prasitoid dan agen antagonis dapat diekplorasi, diteliti dan
dimanfaatkan untuk pengendalian OPT dari berbagai wilayah Jambi secara berkesinambungan.
Ekpsor
Di pasar internasional peluang ekspor produk pertanian semakin meningkat. Kesadaran
masyarakat internasional terhadap kelestarian lingkungan dan kesehatan pangan merupakan
peluang bagi petani untuk memperoduksi hasil pertanian yang bebas pestisida dan peduli
lingkungan. Serangan OPT atau cemaran biologi dan kimia yang digunakan dalam perlindungan
tanaman sangat berpengaruh terhadap mutu produk pertanian. Produk pertanian dituntut
mempunyai mutu yang tinggi, apabila akan diperdagangkan di perdangan internasional. Akibat
serangan OPT yang menyebabkan produk rusak, berlubang, busuk, ukuran tidak optimal,
maupun tampilan yang kurang optimal sangat berpengaruh terhadap mutu. Produk pertanian
yang membawa OPT sangat berpengaruh terhadap pencapaian standar mutu yang diinginkan.
Sementara itu, residu pestisida yang digunakan untuk pengendalian OPT, selain berbahaya juga
berpengaruh terhadap pencapaian mutu yang sesuai dengan tuntutan pasar (konsumen). Dengan
pengelolaan perlindungan tanaman yang baik, diharapkan gangguan-gangguan tersebut dapat
dihilangkan atau diminimalisasikan, sehingga pencapaian target produksi tidak terganggu (Biro
Perencanaan Departemen Pertanian 2006).
Pasar Domestik
Kesadaran masyarakat kita akan bahan pangan yang sehat bebas pestisida saat ini juga
mulai tumbuh dengan pesat. Pada berbagi supeprmarket telah tersedia out let kuhusus yang
menjuah produk-produk pertanian yang bebas pestisida. Hal ini menjadi peluang bagi
pengembangan system perlindungan tanaman secara PHT yang menekankan pada penggunaan
agen hayati.
Pemanfaatan Teknologi Informasi
Hingga saat ini sistem perlindungan tanaman pangan belum obtimal memanfatkan
eknologi informasi, baik dalam rangka komunikasi internal (pelaporan, surat-menyurat, dan
10
komunikasi lainnya) maupun dalam mengakses informasi dari luar dalam rangka pengembangan
system perlindungan tanaman secara umum. Dengan memanfaatkan teknologi informasi akan
mempercepat dan memperlancar komunikasi baik internal maupun eksternal dengan biaya yang
relative murah, sehingga lebih efektif, efisien dalam pengambilan keputusan dan penentuan
kebijakan untuk mengatasi masalah yang muncul.
Ancaman
Globalisasi
Kesepakatan GATT/WTO pada tanggal 15 Desember 1993, dan sudah diratifikasi oleh
Pemerintah Indonesia dalam UU No. 7 tahun 1994, Indonesia terikat dalam peraturan-peraturan
yang tercantum dalam kesepakatan tersebut. Dalam era perdagangan bebas, sistem dan usaha
agribisnis harus mampu bertahan dan bersaing dalam perdagangan bebas tanpa adanya subsidi
dan proteksi pemerintah. Dalam hal ini tuntutan persyaratan mutu produk menjadi lebih
komplek; yang semula hanya berdasarkan kenampaan saja, maka pada era globalisasi aspek
keselamatan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, juga sanitary and phytosanitary serta aspek
lingkungan menjadi factor penentu standar mutu produk. Aspek lingkungan dan HAM dinilai
pada keseluruhan proses produksi sampai pemasaran yang dikenal dengan pendekatan Sistem
Mutu dan Keamanan Pangan, termasuk dalam Sistem Manajemen ISO 9000 tentang Manajemen
Mutu dan ISO 14000 tentang Manajemen Lingkungan dan Sistem Manajemen Keamanan
Pangan yang dikenal dengan Sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point).
Konsekwensi diratifikasinya berbagai konvensi internasional yang berkaiatan dengan mutu
komoditi pertanian, Indonesia harus siap merealisasikannya. Sementara itu kemampuan
Indonesia termasuk Pengelolaan Perlindungan Tanaman di Propinsi Jambi dalam memenuhi
dan/atau melaksanakan hal-hal tersebut masih sangat rendah.
Fenomena (Anomali) Iklim
Posisi geografis Indonesia terletak di daerah tropis dan berada antara dua benua dan dua
samudera. Kondisi geografis inilah yang menyebabkan fenomena (anomali) iklim, yaitu suatu
penyimpangan dari keadaan normal. Salah satu gejala anamali iklim yang berakibat fatal pada
pertanian tanaman pangan adalah gejala alam El Nino dan La Nina. Di Indonesia termasuk Jambi
gejala El Nino dapat mengakibatkan terjadinya kekeringan dan La Nina dapat mengakibatkan
bencana banjir hingga menimbulkan kerugian jauh lebih besar di banding tahun normal. Dampak
fenomena iklim terhadap penurunan produksi pertanian tanaman pangan merupakan resultante
antara prubahan luas tanam dan panen dengan produktivitas. Kekeringan dan banjir berdampak
11
terhadap produksi melalui penurunan luas areal panen, terjadinya serangan OPT yang
kesemuanya bermuara pada terganggunya pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
OPT/OPT Karantina
Perkembangan transportasi, dan turisme mengandung akses negative dalam perlindungan
tanaman pangan, antara lain dengan dengan semakin meningkatnya arus perdagangan komoditas
pertanian yang tidak mengenal batas antar negara dan antar wilayah. Dengan demikian, maka
semakin besar risiko masuk dan menyebarnya baik OPT yang selama ini sudah terdapat di
wilayah Jambi, maupun yang berasal dari wilayah lain dan dari luar negeri (OPT Karantina).
Fenomena iklim dan perubahan ekologi dan eksistem akibat proses pembangunan juga dapat
menyebabkan berkembang dan meledaknya OPT tertentu.
Kelestarian Lingkungan
Kelestarian lingkungan merupakan modal beharga dalam penerapan PHT sebagai bagian
darri pembangunan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture development). Namun
kenyataan banyak proses pembangunan yang mengabaikan kelestarian lingkungan. Dibidang
perlindungan tanaman terlihat bahwa penggunaan pestisida tetap tinggi bahkan ada
kecendrungan meningkat. Artinya petani masih mengandalkan pestisida dalam pengendalian
OPT. Pengunnan pestisida secara tidak bijak dapat menjadi kontra produktif dalam pembanguan
perlindungan tanaman, karena pestisida dapat merusak kelestarian lingkungan dengan
terbunuhnya musuh alami hama, terbunuhnya serangga penyerbuk dan binatang berguna
lainnya, mencemari lingkungan, menimbulkan keracunan pada petani dan lingkungan,
menimbulakan residu pada tanaman yang dapat menurunkan kualitas produk pertanian.
Rencana Aksi
Berdasar analisis SWOT Perlindungan Tanaman Pangan di Propinsi Jambi dapat disusun
rencana aksi seperti pada matrik Tabel 5.
Tabel 7. Matriks Rencana Aksi Berdasar Analisis SWOT Sistem Perlindungan Tanaman Pangan Propinsi Jambi
FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKTERNAL
KEKUATAN (K) Peraturan perundang-undangan Kelembagaan Teknologi PHT Prasarana Pendanaan
KELEMAHAN (L) Sistem peramalan OPT dan iklim Kondisi petani (ekonomi, sosisl, budaya) Sumberdaya manusia Koordiansi
PELUANG (P) Otonomi daerah Sumberdaya alam (SDA) Ekspor Pasar domestik Pemanfaatan teknologi
informasi
RENCANA AKSI (P-K) Obtimasi kelembagaan di tingkat propinsi,
kabupaten/kota, kecamatan dan petani Penyempurnaan kelembagaan dalam rangka
pemanfaatan SDA, pasar ekspor dan pasar domestik, serta teknologi informasi
Pengembangan dan diseminasi teknologi PHT dalam pemanfaatan SDA
Penyediaan dan pengefektifan prasarana Obtimasi penggunaan dana
RENCANA AKSI (P-L) Prioritas utama pada pengembangan sistem peramalan OPT
dan iklim. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani Memaksimalkan pasar domestik dan meningkatkan daya
saing di pasar global Menyempurnakan sistem penerimaan dan mutasi tenaga
perlindungan tanaman. Meningkatkan pembinaan kualitas tenaga perlindungan
tanaman Meningkatkan koordinasi yang sinergis antara pemerintah
pusat, pemerintah propinsi dan Kabupaten/kotaANCAMAN (A)
Globalisasi Fenomena (anomali) iklim OPT/OPTK Kelestarian lingkungan
RENCANA AKSI (A-K) Mengoptimalkan kelembagaan perlindungan
tanaman pangan Mengembangkan teknologi tepat guna
pengendalian OPT dan penanggulangan fenomena iklim
Mengobtimalkan penggunaan sarana prasarana dan dana perlindungan tanaman pangan
RENCANA AKSI (A-L) Meningkatkan daya saing untuk menghadapi globalisasi Memberdayakan petani dan memberikan insentif kepada
petani yang menerapakan pengendalian OPT sesuai dengan konsep PHT.
Meningkatkan koordinasi kelembagaan ditingkat propinsi, kabupaten, kecamatan dan desa.
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan SDM perlindungan tanaman ditingkat propinsi, kabupaten/kota, kecdamatan dan petani
Menambah sarana dan pasarana dalam rangka antisipasi anomali iklim dan OPTK/OPTK
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan:
1) Kebijakan perlindungan tanaman pangan di Propinsi Jambi sudah cukup baik,
dibangun bersarkan landasan hukum yang jelas seperti Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1992 Tentang Budidaya Tanaman yang menyebutkan bahwa
perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu,
dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 Tentang Perlindungan Tanaman,
2) Faktor-faktor strategik internal yang menjadi kekuatan dalam sistem perlindungan
tanaman di Propinsi Jambi adalah peraturan perundang-undangan, kelembagaan
perlindungan tanaman pangan, teknologi PHT, prasarana, dan pendanaan. Faktor-faktor
strategic internal yang menjadi keemahan dalam sistem perlindungan tanaman
pangan di Propinsi Jambi adalah Sistem peramalan OPT dan iklim, kondisi petani
(ekonomi, sosisl, budaya), sumberdaya manusia, koordiansi.
3) Faktor-faktor strategic eksternall yang menjadi peluang dalam sistem
perlindungan tanaman pangan di Propinsi Jambi adalah otonomi daerah,
sumberdaya alam (SDA), ekspor, pasar domestic, dan pemanfaatan teknologi informasi.
Faktor-faktor strategic eksternall yang menjadi ancaman dalam sistem
perlindungan tanaman pangan di Propinsi Jambi adalah globalisasi, fenomena
(anomali) iklim, OPT/OPTK, dan kelestarian lingkungan.
Saran
Dalam rangka meningkatkan peran perlindungan tananaman pangan di
Propinsi Jambi perlu dilakukan;
1) Penyempurnaan dan obtimalisasi kelembagaan perlindungan tanaman pangan
2) Peningkatan kualitas dan kuantitas SDA perlindungan tanaman
3) Pengembangan dan diseminasi teknologi PHT
4) Pengembangan sistem peramalan OPT dan iklim
5) Meningkatkan koordinasi yang sinergis antara pemerintah pusat, pemerintah propinsi
dan kabupaten/kota.
14
SANWACANA
Terimakasih disampaikan kepada Rektor Universitas Jambi atas
dukungan dana penelitian yang diberikan sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan
Pelaksanaan Penelitian pada Program Studi Agribisnis Program Pascasarjana
Universitas Jambi Nomor: 238/H21.6/2011/PL/2011 Tanggal: 13 Juni 2011.
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, A. L. 2005. Permasalahan dalam Penerapan Sistem Pengendalian Hama Terpadu di Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Penyakit Tumbuhan Pada Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Disampaikan pada Rapat Terbuka Senat Universitas Brawijaya Malang, 26 Nopember 2005
Biro Perencanaan Departemen Pertanian . 2006. Rencana Pembangunan Pertanian 2005 - 2009. Biro Perencanaan Departemen Pertanian RI. Jakarta.
Departemen Pertanian. 2002. Pedoman Teknis Perjanjian Sanitasi dan Fitosanitasi Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures WTO). Barantan, Deptan. Jakarta. 55 hal.
Ditjen Hortikultura . 2007. Pedoman Khusus Pelaksanaan Kegiatan Utama Pengembangan Hortikultura Tahun 2007. Ditjen Hortikultura, Jakarta.
FAO-UN . 2006. International Standards for Phytosanitary Measures 1 to 24 (2005 edition). FAO-UN. Roma. 291 pgs.
Rauf, A. 1997. Konsepsi PHT. Makalah seminar Workshop Pemanfaatan Faktor Iklim dalam Menunjang Implementasi PHT. 26-28 Februari 1997. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura.
Triwidodo, H. & S. Wiyono. 1997. Modifikasi iklim mikro sebagai wahana pengelolaan hama tanaman. Makalah seminar Workshop Pemanfaatan Faktor Iklim dalam Menunjang Implementasi PHT. 26-28 Februari 1997. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura.
Untung, K. 2006. Pengantar Pengendalian Hama Terpadu. Gajah Mada University Press.
Wilyus. 2007. Ekologi Tanah Dan Pengelolaan Habitat, makalah di sampaikan pada Diklat Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman bagi Petugas Harian Lepas PHP. Jambi, 13 – 26 Maret 2007