DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN

download DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN

of 103

Transcript of DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN

BAB I PENDAHULUAN Tujuan utama pembangunan sektor pertanian baik dunia maupun kawasan adalah untuk menaikkan produksi pertanian guna meningkatkan pendapatan petani dan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, khususnya kebutuhan pangan penduduk yang populasinya meningkat dengan cepat. Pada tahun 2000 ini penduduk di dunia diperkirakan mencapai 6,1 milyard dimana tiga perempat dari populasi ini hidup di negara berkembang dan lebih kurang separuhnya hidup di kawasan Asia dan Pasifik. Permintaan akan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan gaya hidup semakin meningkat. Ini berarti diperlukan lahan yang semakin luas, produksi bahan pangan, sandang, dan papan yang semakin meningkat pula (Triharso, 1974). Skala pertumbuhan penduduk seperti di atas akan berdampak serius di negara berkembang, terutama pembangunan pertanian dan pedesaan khususnya dalam menghadapi penyerapan tenaga kerja. Kemungkinan untuk memperluas daerah pertanian baru adalah sangat terbatas, misalnya dengan mengadakan irigasi di daerah gurun pasir (Timur Tengah, Amerika Serikat, Afrika Utara), reklamasi dari daerah laut (Belanda, Jepang), pembukaan persawahan pasang surut di daerah Kalimantan dan Sumatera (Indonesia). Pembukaan satu juta hektar persawahan di lahan gambut di Kalimantan gagal dan terlantar. Hasil usaha tersebut belum dapat mengatasi masalah pangan bagi penduduk yang memiliki laju pertumbuhan lebih cepat. Pilihan usaha lain adalah meningkatkan persatuan luas (intensifikasi). Intensifikasi dilakukan melalui panca usaha tani , yaitu : 1. Penggunaan bibit unggul yang berangka hasil tinggi, sedapat mungkin tahan terhadap hama dan penyakit, serta rasanya enak; 2. Penggunaan pupuk yang rasional; 3. Mengusahakan irigasi yang teratur; 4. Meningkatkan teknik bercocok tanam yang lebih menguntungkan, misalnya dengan mengatur saat tanam, jarak tanam, pemeliharaan, dan cara panen yang tepat; 5. Pengendalian terhadap OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) melalui higenis pertanaman, penggunaan kimia pestisida yang rasional. Di Indonesia usaha intensifikasi telah memberikan hasil yang positif, ditandai dengan meningkatnya produksi pertanian secara nyata sehingga mampu memenuhi kebutuhan pangan

penduduk. Puncak produksi pangan khususnya beras telah tercapai sehingga Indonesia dikenal dunia sebagai negara berswasembada beras. Tetapi swasembada beras nampaknya sulit dipertahankan, sehingga Indonesia mulai tahun 1997/98 kembali mengimpor beras dari manca negara. Mengapa demikian ? Nampaknya peningkatan produksi pertanian masih merupakan hal yang cukup rawan, mengingat banyak kendala yang dihadapi. Kendala tersebut antara lain pengaruh dari dua faktor yang sangat dominan, yaitu faktor abiotik dan faktor biotik. Pengaruh badai El Nino membawa musim kering berkepanjangan, ditambah berkurangnya lapisan Ozon yang membawa dampak bertambahnya panas di bumi mengakibatkan ribuan bahkan jutaan hektar pertanaman padi dan pertanaman pangan lain kering dan tidak dapat dipanen. Kasus lain adalah kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan mencapai ribuan hektar bahkan jutaan hektar, polusi asapnya sampai di Singapura dan Malaysia. Bencana alam gunung berapi seperti awan panas, mengalirnya lava panas maupun dingin dapat menghanguskan dan menyapu tanaman pertanian di sekitarnya, abu gunung yang disemburkan juga dapat menurunkan produksi tanaman atau bahkan memusnahkan tanaman pertanian. Angin puyuh sering mengakibatkan tanaman roboh, patah, defoliasi, aborsi buah, dan kerusakan lain pada tanaman. Bencana banjir juga sering melanda dimana-mana baik di kawasan maupun di dunia, mengakibatkan ribuan bahkan jutaan lahan pertanian terendam air dan mati. Embun es mengakibatkan kematian pucuk tanaman. Pencemaran logam berat yang berasal dari limbah industri sering mengganggu pertumbuhan tanaman. Seluruh kejadian di atas merupakan kendala yang berasal dari faktor abiotik. Kendala yang berasal dari faktor biotik adalah adanya gangguan dari OPT yang terdidi atas hama, penyakit, dan gulma. Menurut Triharso (1994) gangguan adalah setiap perubahan pertanaman yang mengarah pada pengurangan kuantitas atau kualitas dari hasil yang diharapkan. Macam gangguan yang berasal dari faktor biotik antara lain: kerusakan akar, kerusakan batang, kerusakan daun, kerusakan cabang, ranting dan pucuk, kerusakan bunga, buah dan biji, dan kerusakan pada umbi atau ubi. Di dalam mempelajari interaksi antara tanaman dengan OPT perlu dibedakan dua pengertian tentang luka (injury) dan kerusakan (damage). Menurut Main (1977) cit.

Untung (1993) luka adalah setiap bentuk penyimpangan fisiologis tanaman sebagai akibat aktivitas atau serangan OPT. Perlu dicatat bebrapa kasus seperti bunga tulipa yang warna mahkotanya belang-belang karena serangan virus, meskipun mengalami proses fisiologis yang tidak normal tetapi harganya lebih mahal daripada bunga yang normal. Kasus lain adalah kelapa kopyor harganya lebih mahal daripada yang normal. Demikian pula serangan ulat kipat (Cricula trifenestrata) pada tanaman jambu mete, kedondong dan apokat cenderung memacu pembungaan dan pembuahan lebih banyak daripada tanaman normal. Kasus-kasus di atas meskipun terjadi penyimpangan proses fisiologis, tetapi ditinjau dari segi penanamnya (ekonomi) tidak terganggu karena memberikan keuntungan yang lebih besar. Tipe pengganggu dapat bersifat biotik dan abiotik. Selain itu, gangguan pada tanaman mungkin dapat disebabkan oleh kerja sama antara dua faktor atau lebih pengganggu. Kerja sama tersebut dapat terjadi dengan cara yang beragam, seperti ditunjukkan oleh tabel berikut. Antagonisme timbul bila ada satu organisme membuat tidak dimngkinkan adanya organisme lain seluruhnya atau sebagian, misalnya karena dihasilkan antibiotika. Antagonisme timbul pada jamur dan bakteri Dari tabel 3 dapat dijelaskan peristiwanya sebagai berikut : 1. 2. 3. A membuat luka, di sini B dapat masuk : A membuat jalan masuk untuk B, A mentransportasikan B : A adalah vektor B, A memperlemah tanaman sehingga resistensi tehadap B berkurang : B adalah pengganggu sekunder dari parasit lemah, 4. Kerugian yang disebabkan oleh a dan B bersama-sama adalah lebih besar daripada jumlah kerugian yang disebabkan oleh A dan B masing-masing :sinergisme, 5. Pengganggu A memperbesar kerugian sebagai akibat gangguan B, tanpa B sendiri mempengaruhinya (peningkatan agravasi).

(Zadoks, 1970 cit. Triharso, 1993) Sejarah telah mencatat bahwa peran OPT sebagai pengganggu tanaman adalah sangat penting. OPT mampu membuat kerugian para petani baik kerugian yang dapat dinilai dengan uang maupun kerugian yang sukar dinilai dengan uang. Beberapa contoh kerugian tanaman yang disebabkan oleh gangguan OPT adalah : 1. Penyakit pada kentang yang disebabkan oleh jamur Phytophtora infestans telah melanda di Irlandia pada tahun 1845, mengakibatkan bencana mati kelaparan bagi satu juta orang dan kurang lebih satu setengah juta penduduk yang hanya 8 juta orang. 2. Di Benggala India pada tahun 1942 terjadi kerusakan padi karena jamur Helminthosporium oryzae yang menyebabkan kerugian 50 90 % dan berakibat terjadinya kelaparan. 3. Penyakit habang virus (Indonesia) atau penyakit merah (Malaysia) atau penyakit tungro (Filipina) atau penyakit yellow orange leaf (Thailand) pernah dapat merusak padi seluas 10.000 sampai 660.000 hektar di negara-negara Asia Tenggara tersebut. 4. Ledakan populasi hama weereng coklat batang padi Nilaparvata lugens di Indonesia pada tahun 1975-1976 mampu merusak pertanaman padi hingga ratusan ribu hektar dinyatakan puso. 5. Hama babi hutan merupakan gangguan utama tanaman pertanian di daerah pemukiman transmigrasi baik di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi dimana kerusakan yang ditimbulkan mencapai ribuan hektar. 6. Ratusan bahkan ribuan hektar tanaman tebu di Lampung, Sumatera, sering dirusak oleh kawanan gajah hutan mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Contoh kerugian yang sukar dinilai dengan uang adalah : 1. Matinya serangga berguna yang berperan sebagai parasitoid, predator maupun patogen serangga.

2.

Matinya serangga-serangga penyerbuk, penghasil madu, penghasil shellak dan serangga pemakan gulma.

3. 4.

Matinya binatang liar seperti ular (pemangsa tikus), burung dan ikan. Gangguan kesehatan bagi penyemprot pestisida , utamanya gangguan pada syaraf dan timbulnya penyakit kanker.

5. 6.

Rusaknya lingkungan dan terjadinya pencemaran lingkungan. Adanya residu pestisida yang berada pada hasil tanaman, dalam tanah, lingkungan air bahkan di udara.

Contoh-contoh di atas sebagai dampak dari perlindungan tanaman yang hanya mengandalkan pada satu taktik saja yaitu pestisida, yang digunakan secara berlebihan dan terus menerus. Usaha yang dilakukan dalam menanggulangi maslah OPT (hama, penyakit dan gulma) berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Sebelum ditemukan berbagai teknologi pengendalian hama dan penyakit yang bersumber pada ilmu pengetahuan, munculnya masalah hama dan penykit selalu dikaitkan dengan masalah-masalah mistik dan takhayul. Dengan tingkat pengetahuan yang sederhana tersebut maka setiap terjadi suatu ledakan hama atau epidemi penyakit, jalan keluar yang dilakukan adalah dengan upacara ritual seperti selamatan dan upacara lain. RANGKUMAN Organisme Pangganggu Tanaman terdiri dari tiga kelompok pengganggu yaitu hama (binatang Vertebrata dan Invertebrata), penyakit (Mikoplasma, Virus, Jamur, Bakteri) dan gulma (rumput-rumputan dan gulma berdaun lebar). OPT tersebut sangat besar peranannya di bidang pertanian karena sebagai pengganggu tanaman mereka mampu membuat luka tanaman, luka menyebabkan kerusakan tanaman, selanjutnya kerusakan tanaman akan berdampak pada penurunan angka hasil dan mutu hasil produksi tanaman. Akhirnya penurunan angka hasil dan mutu hasil tersebut akan berdampak pada kerugian.

Dalam mengganggu tanaman, pengganggu dapat bekerja sendiri-sendiri atau dapat bekerja sama antara dua atau lebih pengganggu (vektor, sinergisme, mengangkut, membuat jalan masuk). Gangguan hama lebih banyak bersifat mekanik yang prosesnya tidak

berkesinambungan, gangguang penyakit lebih bersifat gangguang fisiologis tanaman yang sifatnya berkesinambungan dan gangguan gulma lebih bersifat persaingan baik unsur hara maupun cahaya. Dalam rangka mencukupi kebutuhan hidup manusia akan pangan dan sandang, maka setiap usaha budidaya pertanian mutlak perlu dilakukan perlindungan tanaman terhadap OPT. Perlindungan tanaman dapat dilakukan melalui berbagai taktik pengendalian hama dan penyakit (mekanik, fisik, kultur teknis, penggunaan tanaman tahan hama dan penyakit, hayati, rekayasa genetik, pemanfaatan senyawa atraktan, repelen, pheromon dan pestisida) yang dilakukan dalam satu kesatuan pengendalian yang lazim dikenal sebagai PHT (Pengendalian/Pengelolaan Hama Terpadu). Menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas beberapa tahun mendatang serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat orang sadar akan keamanan pangan dan lingkungan. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka peran perlindungan tanaman menjadi semakin peting, utamanya perlindungan tanaman yang sifatnya ramah lingkungan dan tidak menimbulkan dampak residu pestisida

BAB II HAMA TANAMAN

1.

MORFOLOGI UMUM HAMA

Untuk mengenal berbagai jenis binatang yang dapat berperan sebagai hama, maka sebagai langkah awal dalam kuliah dasar-dasar Perlintan akan dipelajari bentuk atau morfologi,

khususnya morfologi luar (external morphology) binatang penyebab hama. Namun demikian, tidak semua sifat morfologi tersebut akan dipelajari dan yang dipelajari hanya terbatas pada morfologi penciri dari masing-masing golongan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam melakukan identifikasi atau mengenali jenis-jenis hama yang dijumpai di lapangan. Dunia binatang (Animal Kingdom) terbagi menjadi beberapa golongan besar yang masingmasing disebut Filum. Dari masing-masing filum tersebut dapat dibedakan lagi menjadi golongan-golongan yang lebih kecil yang disebut Klas. Dari Klas ini kemudian digolongkan lagi menjadi Ordo (Bangsa) kemudian Famili (suku), Genus (Marga) dan Spesies (jenis). Beberapa filum yang anggotanya diketahui berpotensi sebagai hama tanaman adalah Aschelminthes (nematoda), Mollusca (siput), Chordata (binatang bertulang belakang), dan Arthropoda (serangga, tunggau, dan lain-lain). Dalam uraian berikut akan dibicarakan secara singkat tentang sifat-sifat morfologi luar anggota filum tersebut.

A. FILUM ASCHELMINTHES Anggota filum Aschelminthes yang banyak dikenal berperan sebagai hama tanaman (bersifat parasit) adalah anggota klas Nematoda. Namun, tidak semua anggota klas Nematoda bertindak sebagai hama, sebab ada di antaranya yang berperan sebagai nematoda saprofag serta sebagai nematoda predator (pemangsa), yang disebut terakhir ini tidak akan dibicarakan dalam uraianuraian selanjutnya. Secara umum ciri-ciri anggota klas Nematoda tersebut antara lain adalah : Tubuh tidak bersegmen (tidak beruas)

Bilateral simetris (setungkup) dan tidak memiliki alat gerak Tubuh terbungkus oleh kutikula dan bersifat transparan. Untuk pembicaraan selanjutnya, anggota klas nematoda yang bersifat saprofag digolongkan ke dalam nematoda non parasit dan untuk kelompok nematoda yang berperan sebagai hama tanaman dimasukkan ke dalam golongan nematoda parasit. Ditinjau dari susunannya, maka bentuk stylet dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe stomatostylet dan odonostylet. Tipe stomatostylet tersusun atas bagian-bagian conus (ujung), silindris (bagian tengah) dan knop stylet (bagian pangkal). Tipe stylet ini dijumpai pada nematoda parasit dari ordo Tylenchida. Tipe odonostylet dijumpai pada nematoda parasit dari ordo Dorylaimida, yang styletnya tersusun atas conus dan silindris saja. Beberapa contoh dari nematoda parasit ini antara lain adalah : Meloidogyne sp. yang juga dikenal sebagai nematoda puru akar pada tanaman tomat, lombok, tembakau dan lain-lain. Hirrschmanieella oryzae (vBrdH) pada akar tanaman padi sawah. Pratylenchus coffae (Zimm) pada akar tanaman kopi. B. FILUM MOLLUSCA Dari filum Mollusca ini yang anggotanya berperan sebagai hama adalah dari klas Gastropoda yang salah satu jenisnya adalah Achatina fulica Bowd atau bekicot, Pomacea ensularis canaliculata (keong emas). Binatang tersebut memiliki tubuh yang lunak dan dilindungi oleh cangkok (shell) yang keras. Pada bagian anterior dijumpai dua pasang antene yang masingmasing ujungnya terdapat mata. Pada ujung anterior sebelah bawah terdapat alat mulut yang dilengkapi dengan gigi parut (radula). Lubang genetalia terdapat pada bagian samping sebelah kanan, sedang anus dan lubang pernafasan terdapat di bagian tepi mantel tubuh dekat dengan cangkok/shell.

Bekicot atau siput bersifat hermaprodit, sehingga setiap individu dapat menghasilkan sejumlah telur fertil. Bekicot aktif pada malam hari serta hidup baik pada kelembaban tinggi. Pada siang hari biasanya bersembunyi pada tempat-tempat terlindung atau pada dinding-dinding bangunan, pohon atau tempat lain yang tersembunyi. C. FILUM CHORDATA Anggota Filum Chordata yang umum dijumpai sebagai hama tanaman adalah dari klas Mammalia (Binatang menyusui). Namun, tidak semua binatang anggota klas Mammalia bertindak sebagai hama melainkan hanya beberapa jenis (spesies) saja yang benar-benar merupakan hama tanaman. Jenis-jenis tersebut antara lain bangsa kera (Primates), babi (Ungulata), beruang (Carnivora), musang (Carnivora) serta bangsa binatang pengerat (ordo rodentina). Anggota ordo Rodentina ini memiliki peranan penting sebagai perusak tanaman, sehingga secara khusus perlu dibicarakan tersendiri, yang meliputi keluarga bajing dan tikus. 1. Keluarga Bajing (fam. Sciuridae) Ada dua jenis yang penting, yaitu Callossciurus notatus Bodd. dan C. nigrovittatus yang keduanya dikenal dengan nama bajing. Jenis pertama dijumpai pada daerahdaerah di Indonesia dengan ketinggian sampai 9000 m di atas permukaan laut. Sedang jenis C. nigrovittatus dapat dijumpai di Jawa, Kalimantan, dan Sumatera pada daerha dengan ketinggian sampai 1500 m. Jenis bajing ini umumnya banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman kelapa namun beberapa jenis tanaman buah kadang-kadang juga diserangnya. Gejala serangan hama bajing pada buah kelapa tampak terbentuknya lubang yang cukup lebar dan tidak teratur dekat dengan ujung buah, sedang jika yang menyerang tikus maka lubang yang terbentuk lebih kecil serta tampak lebih teratur/rapi. 2. Keluarga tikus (fam. Muridae)

Ada beberapa jenis yang diketahui banyak menimbulkan kerusakan antara lain, tikus rumah (Rattus-rattus diardi Jent); tikus pohon (Rattus-rattus tiomanicus Muller), serta tikus sawah (Rattus-rattus argentiver_Rob.&Kl). Tikus rumah dikenal pula sebagai tikus hitam karena warna bulunya hitam keabuabuan atau hitam kecoklatan. Panjang tubuh sampai ke kepala antara 11-20 cm dan panjang ekor biasanya lebih panjang daripada panjang tubuh + kepala. Jumlah puting susunya ada 10 buah. Tikus pohon memiliki ukuran tubuh yang hampir sama dengan tikus rumah. Bulu tubuh bagian ventral putih bersih atau kadang-kadang agak keabu-abuan. Panjang ekor biasanya lebih panjang daripada panjang tubuh + kepala. Jumlah putting susunya ada 10 buah. Tikus sawah memiliki ciri-ciri tubuh antara lain bulu-bulu tubuh bagian ventral berwarna keabu-abuan atau biru keperakan. Panjang ekor biasanya sama atau lebih pendek daripada panjang tubuh + kepala. Pada pertumbuhan penuh panjang tubuhnya antara 16-22 cm serta jumlah puting susu ada 12 buah. D. FILUM ARTHOPODA Merupakan filum terbesar di antara filum-filum yang lain karena lebih dari 75 % dari binatangbinatanag yang telah dikenal merupakan anggota dari filum ini. Karena itu, sebagian besar dari jenis-jenis hama tanaman juga termasuk dalam filum Arthropoda. Anggota dari filum Arthropoda yang mempunyai peranan penting sebagai hama tanaman adalah klas Arachnida (tunggau) dan klas Insecta atau Hexapoda (serangga). 1. Klas Arachnida Tanda-tanda morfologi yang khas dari anggota klas Arachnida ini adalah: - Tubuh terbagi atas dua daerah (region), yaitu cephalothorax (gabungan caput dan thorax) dan abdomen.

- Tidak memiliki antene dan mata facet. - Kaki empat pasang dan beruas-ruas. Dalam klas Arachnida ini, yang anggotanya banyak berperan sebagai hama adalah dari ordo Acarina atau juga sering disebut mites (tunggau). Morfologi dari mites ini antara lain, segmentasi tubuh tidak jelas dan dilengkapi dengan bulu-bulu (rambut) yang kaku dan cephhalothorax dijumpai adanya empat pasang kaki. Alat mulut tipe penusuk dan pengisap yang memiliki bagian-bagian satu pasang chelicerae (masing-masing terdidi dari tiga segmen) dan satu pasang pedipaalpus. Chelicerae tersebut membentuk alat seperti jarum sebagai penusuk. Beberapa jenis hama dari ordo Acarina antara lain adalah : - Tetranychus cinnabarinus Doisd. atau hama tunggau merah/jingga pada daun ketela pohon. - Brevipalpus obovatus Donn. (tunggau daun teh). - Tenuipalpus orchidarum Parf. (tunggau merah pada anggrek). 2. Klas Insekta (Hexapoda/serangga) Anggota beberapa ordo dari klas Insekta dikenal sebagai penyebab hama tanaman, namun ada beberapa yang bertindak sebagai musuh alami hama (parasitoid dan predator) serta sebagai serangga penyerbuk. Secara umum morfologi anggota klas Insekta ini adalah: - Tubuh terdiri atas ruas-ruas (segmen) dan terbagi dalam tiga daerah, yaitu caput, thorax dan abdomen. - Kaki tiga pasang, pada thorax.

- Antene satu pasang. Biasanya bersayap dua pasang, namun ada yang hanya sepasang atau bahkan tidak bersayap sama sekali. Memahami pengetahuan morfologi serangga tersebut sangatlah penting, karena anggota serangga pada tiap-tiap ordo biasanya memiliki sifat morfologi yang khas yang secara sederhana dapat digunakan untuk mengenali atau menentukan kelompok serangga tersebut. Sifat morfologi tersebut juga menyangkut morfologi serangga stadia muda, karena bentuk-bentuk serangga muda tersebut juga memiliki ciri yang khas yang juga dapat digunakan dalam identifikasi. Bentuk-bentuk serta ciri serangga stadia muda tersebut secara khusus kakan dibicarakan pada uraian tentang Metamorfose serangga, sedang uraian singkat tentang morfologi penciri pada beberapa ordo penting klas Insekta akan diberikan pada uraian selanjutnya.

Berdasarkan sifat morfologinya, maka larva dan pupa serangga dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Tipe larva a. Polipoda, tipe larva ini memiliki ciri antara lain tubuh berbentuk silindris, kepala berkembang baik serta dilengkapi dengan kaki abdominal dan kaki thorakal. Tipe larva ini dijumpai pada larva ngengat/kupu (Lepidoptera) b. Oligopoda, tipe larva ini dapat dikelompokkan menjadi : Campodeiform dan Scarabaeiform, c. Apodus (Apodous), tipe larva ini memiliki badan yang memanjang dan tidak memiliki kaki. Kepala ada yang berkembang baik ada yang tidak. Tipe larva ini dijumpai pada anggota ordo Diptera dan familia Curculionidae (Coleoptera).

2. Tipe pupa Perbedaan bentuk pupa didasarkan pada kedudukan alat tambahan (appendages), seperti calon sayap, calon kaki, antene dan lainnya. Tipe pupa dikelompokkan menjadi tiga tipe : a. Tipe obtecta, yakni pupa yang memiliki alat tambahan (calon) melekat pada tubuh pupa. Kadang-kadang pupa terbungkus cocon yang dibentuk dari liur dan bulu dari larva. b. Tipe eksarat, yakni pupa yang memiliki alat tambahan bebas (tidak melekat pada tubuh pupa ) dan tidak terbungkus oleh cocon. c. Tipe coartacta, yakni pupa yang mirip dengan tipe eksarat, tetapi eksuviar tidak mengelupas (membungkus tubuh pupa). Eksuviae mengeras dan membentuk rongga untuk membungkus tubuh pupa dan disebut puparium. Tipe pupa obtecta dijumpai pada anggota ordo Lepidoptera, pupa eksarat pada ordo Hymenoptera dan Coleoptera, sedang pupa coartacta pada ordo Diptera.

A. Morfologi Beberapa Ordo Serangga yang Penting a. Ordo Orthoptera (bangsa belalang) Sebagian anggotanya dikenal sebagai pemakan tumbuhan, namun ada beberapa di antaranya yang bertindak sebagai predator pada serangga lain. Anggota dari ordo ini umumnya memilki sayap dua pasang. Sayap depan lebih sempit daripada sayap belakang dengan vena-vena menebal/mengeras dan disebut tegmina. Sayap belakang membranus dan melebar dengan vena-vena yang teratur. Pada waktu istirahat sayap belakang melipat di bawah sayap depan.

Alat-alat tambahan lain pada caput antara lain : dua buah (sepasang) mata facet, sepasang antene, serta tiga buah mata sederhana (occeli). Dua pasang sayap serta tiga pasang kaki terdapat pada thorax. Pada segmen (ruas) pertama abdomen terdapat suatu membran alat pendengar yang disebut tympanum. Spiralukum yang merupakan alat pernafasan luar terdapat pada tiap-tiap segmen abdomen maupun thorax. Anus dan alat genetalia luar dijumpai pada ujung abdomen (segmen terakhir abdomen). Ada mulutnya bertipe penggigit dan penguyah yang memiliki bagian-bagian labrum, sepasang mandibula, sepasang maxilla dengan masing-masing terdapat palpus maxillarisnya, dan labium dengan palpus labialisnya. Metamorfose sederhana (paurometabola) dengan perkembangan melalui tiga stadia yaitu telur ---> nimfa ---> dewasa (imago). Bentuk nimfa dan dewasa terutama dibedakan pada bentuk dan ukuran sayap serta ukuran tubuhnya. Beberapa jenis serangga anggota ordo Orthoptera ini adalah : - Kecoa (Periplaneta sp.) - Belalang sembah/mantis (Otomantis sp.) - Belalang kayu (Valanga nigricornis Drum.) b. Ordo Hemiptera (bangsa kepik) / kepinding Ordo ini memiliki anggota yang sangat besar serta sebagian besar anggotanya bertindak sebagai pemakan tumbuhan (baik nimfa maupun imago). Namun beberapa di antaranya ada yang bersifat predator yang mingisap cairan tubuh serangga lain. Umumnya memiliki sayap dua pasang (beberapa spesies ada yang tidak bersayap). Sayap depan menebal pada bagian pangkal (basal) dan pada bagian ujung membranus. Bentuk sayap tersebut disebut Hemelytra. Sayap belakang membranus dan sedikit lebih pendek daripada sayap depan. Pada bagian kepala dijumpai adanya sepasang antene, mata facet dan occeli.

Tipe alat mulut pencucuk pengisap yang terdiri atas moncong (rostum) dan dilengkapi dengan alat pencucuk dan pengisap berupa stylet. Pada ordo Hemiptera, rostum tersebut muncul pada bagian anterior kepala (bagian ujung). Rostum tersebut beruas-ruas memanjang yang membungkus stylet. Pada alat mulut ini terbentuk dua saluran, yakni saluran makanan dan saluran ludah. Metamorfose bertipe sederhana (paurometabola) yang dalam perkembangannya melalui stadia : telur ---> nimfa ---> dewasa. Bnetuk nimfa memiliki sayap yang belum sempurna dan ukuran tubuh lebih kecil dari dewasanya. Beberapa contoh serangga anggota ordo Hemiptera ini adalah : - Walang sangit (Leptorixa oratorius Thumb.) - Kepik hijau (Nezara viridula L) - Bapak pucung (Dysdercus cingulatus F) c. Ordo Homoptera (wereng, kutu dan sebagainya) Anggota ordo Homoptera memiliki morfologi yang mirip dengan ordo Hemiptera. Perbedaan pokok antara keduanya antara lain terletak pada morfologi sayap depan dan tempat pemunculan rostumnya. Sayap depan anggota ordo Homoptera memiliki tekstur yang homogen, bisa keras semua atau membranus semua, sedang sayap belakang bersifat membranus. Alat mulut juga bertipe pencucuk pengisap dan rostumnya muncul dari bagian posterior kepala. Alat-alat tambahan baik pada kepala maupun thorax umumnya sama dengan anggota Hemiptera. Tipe metamorfose sederhana (paurometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur ---> nimfa ---> dewasa. Baik nimfa maupun dewasa umumnya dapat bertindak sebagai hama tanaman.

Serangga anggota ordo Homoptera ini meliputi kelompok wereng dan kutu-kutuan, seperti : - Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) - Kutu putih daun kelapa (Aleurodicus destructor Mask.) - Kutu loncat lamtoro (Heteropsylla sp.). d. Ordo Coleoptera (bangsa kumbang) Anggota-anggotanya ada yang bertindak sebagai hama tanaman, namun ada juga yang bertindak sebagai predator (pemangsa) bagi serangga lain. Sayap terdiri dari dua pasang. Sayap depan mengeras dan menebal serta tidak memiliki vena sayap dan disebut elytra. Apabila istirahat, elytra seolah-olah terbagi menjadi dua (terbelah tepat di tengah-tengah bagian dorsal). Sayap belakang membranus dan jika sedang istirahat melipat di bawah sayap depan. Alat mulut bertipe penggigit-pengunyah, umumnya mandibula berkembang dengan baik. Pada beberapa jenis, khususnya dari suku Curculionidae alat mulutnya terbentuk pada moncong yang terbentuk di depan kepala. Metamorfose bertipe sempurna (holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur ---> larva ---> kepompong (pupa) ---> dewasa (imago). Larva umumnya memiliki kaki thoracal (tipe oligopoda), namun ada beberapa yang tidak berkaki (apoda). Kepompong tidak memerlukan pakan dari luar (istirahat) dan bertipe bebas/libera. Beberapa contoh anggotanya adalah : - Kumbang badak (Oryctes rhinoceros L)

- Kumbang janur kelapa (Brontispa longissima Gestr) - Kumbang buas (predator) Coccinella sp. e. Ordo Lepidoptera (bangsa kupu/ngengat) Dari ordo ini, hanya stadium larva (ulat) saja yang berpotensi sebagai hama, namun beberapa diantaranya ada yang predator. Serangga dewasa umumnya sebagai pemakan/pengisap madu atau nektar. Sayap terdiri dari dua pasang, membranus dan tertutup oleh sisik-sisik yang berwarna-warni. Pada kepala dijumpai adanya alat mulut seranga bertipe pengisap, sedang larvanya memiliki tipe penggigit. Pada serangga dewasa, alat mulut berupa tabung yang disebut proboscis, palpus maxillaris dan mandibula biasanya mereduksi, tetapi palpus labialis berkembang sempurna. Metamorfose bertipe sempurna (Holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur ---> larva ---> kepompong ---> dewasa. Larva bertipe polipoda, memiliki baik kaki thoracal maupun abdominal, sedang pupanya bertipe obtekta. Beberapa jenisnya antara lain : - Penggerek batang padi kuning (Tryporiza incertulas Wlk) - Kupu gajah (Attacus atlas L) - Ulat grayak pada tembakau (Spodoptera litura) f. Ordo Diptera (bangsa lalat, nyamuk) Serangga anggota ordo Diptera meliputi serangga pemakan tumbuhan, pengisap darah, predator dan parasitoid. Serangga dewasa hanya memiliki satu pasang sayap di depan, sedang sayap belakang mereduksi menjadi alat keseimbangan berbentuk gada dan disebut halter. Pada kepalanya juga dijumpai adanya antene dan mata facet.

Tipe alat mulut bervariasi, tergantung sub ordonya, tetapi umumnya memiliki tipe penjilat-pengisap, pengisap, atau pencucuk pengisap. Pada tipe penjilat pengisap alat mulutnya terdiri dari tiga bagian yaitu : - bagian pangkal yang berbentuk kerucut disebut rostum - bagian tengah yang berbentuk silindris disebut haustellum - bagian ujung yang berupa spon disebut labellum atau oral disc. Metamorfosenya sempurna (holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur ---> larva ---> kepompong ---> dewasa. Larva tidak berkaki (apoda_ biasanya hidup di sampah atau sebagai pemakan daging, namun ada pula yang bertindak sebagai hama, parasitoid dan predator. Pupa bertipe coartacta. Beberapa contoh anggotanya adalah : - lalat buah (Dacus spp.) - lalat predator pada Aphis (Asarcina aegrota F) - lalat rumah (Musca domesticaLinn.) - lalat parasitoid (Diatraeophaga striatalis). g. Ordo Hymenoptera (bangsa tawon, tabuhan, semut) Kebanyakan dari anggotanya bertindak sebagai predator/parasitoid pada serangga lain dan sebagian yang lain sebagai penyerbuk. Sayap terdiri dari dua pasang dan membranus. Sayap depan umumnya lebih besar daripada sayap belakang. Pada kepala dijumpai adanya antene (sepasang), mata facet dan occelli.

Tipe alat mulut penggigit atau penggigit-pengisap yang dilengkapi flabellum sebagai alat pengisapnya. Metamorfose sempurna (Holometabola) yang melalui stadia : telur-> larva--> kepompong ---> dewasa. Anggota famili Braconidae, Chalcididae, Ichnemonidae, Trichogrammatidae dikenal sebagai tabuhan parasit penting pada hama tanaman. Beberapa contoh anggotanya antara lain adalah : - Trichogramma sp. (parasit telur penggerek tebu/padi). - Apanteles artonae Rohw. (tabuhan parasit ulat Artona). - Tetratichus brontispae Ferr. (parasit kumbang Brontispa). h. Ordo Odonata (bangsa capung/kinjeng) Memiliki anggota yang cukup besar dan mudah dikenal. Sayap dua pasang dan bersifat membranus. Pada capung besar dijumpai vena-vena yang jelas dan pada kepala dijumpai adanya mata facet yang besar. Metamorfose tidak sempurna (Hemimetabola), pada stadium larva dijumpai adanya alat tambahan berupa insang dan hidup di dalam air. Anggota-anggotanya dikenal sebagai predator pada beberapa jenis serangga keecil yang termasuk hama, seperti beberapa jenis trips, wereng, kutu loncat serta ngengat penggerek batang padi.

RANGKUMAN Mengenal sifat-sifat morfologi luar dari binatang penyebab hama merupakan hal yang penting untuk mempermudah mengenali jenis-jenis hama yang ada di lapangan. Ada beberapa

filum dalam dunia binatang yang sebagian dari anggotanya berpotensi menjadi hama tanaman, yakni Filum Aschelminthes, Mollusca, Chordata dan Athropoda. Dalam filum Aschelminthes, anggota klas nematoda banyak yang berperan sebagai hama tanaman, misalnya anggota dari ordo Tylenchida, Giantsnail, Achatina fulica merupakan salah satu anggota filum Mollusca yang diketahui sering merusak berbegai jenis tanaman, baik tahunan maupun tanaman semusim. Anggota ordo Rodentia, yakni tikus dan bajing merupakan anggota filum Chordata yang menjadi hama penting pada beberapa jenis tanaman. Anggota filum Chordata lain yang juga berpotensi menjadi hama tanaman adalah kera (Primates) dan babi (Ungulata). Arthropoda merupakan filum terbesar dalam jumlah anggotanya, sehingga sebagian besar jenis hama tanaman merupakan anggota filum ini. Namun demikian, anggota filum ini khususnya dalam klas Arachida sebagian besar bertindak sebagai musuh alami hama, sedang dari klas Insekta sebagian dari anggotanya menjadi hama penting pada berbagai jenis tanaman dan yang lain ada pula yang berperan sebagai musuh alami hama.

2. CARA MERUSAK DAN GEJALA KERUSAKAN Pembicaraan mengenai cara merusak dan gejala merusak yang diakibatkan oleh serangan hama khususnya dari serangga tidak dapat lepas dari pembicaraan mengenai morfologi alat mulut serangga hama. Dengan tipe alat mulut tertentu, serangga hama dalam merusak tanaman akan mengakibatkan gejala kerusakan yang khas pada tanaman yang diserangnya. Karena itu, dengan mempelajari berbagai tipe gejala ataupun tanda serangan akan dapat membantu dalam mengenali jenis-jenis hama penyebab yang dijumpai di lapangan. Bahkan lebih jauh dari itu dapat pula digunakan untuk menduga cara hidup ataupun untuk menaksir populasi hama yang bersangkutan. Berdasarkan pada cara merusak dan gejala kerusakan yang ditimbulkannya, maka hama-hama penyebab kerusakan pada tanaman dapat digolongkan menjadi beberapa tipe, yaitu hama

penyebab gejala puru (gall), hama pemakan, hama penggerek, hama pengisap, hama penggulung, hama penyebab busuk buah, dan hama pengorok (miner) RANGKUMAN Jenis-jenis serangga dapat dikelompokkan berdasarkan tipe alat mulutnya. Dengan tipe alat mulut tertentu, perusakan tanaman oleh serangga akan meninggalkan gejala kerusakan yang khas pada tanaman. Oleh karena itu, dengan mempelajari berbagai tipe gejala serangan akan memepermudah untuk mengetahui jenis hama penyebab kerusakan yang dijumpai di lapangan. Gejala kerusakan dalam bentuk intensitas serangan hama dapat juga digunakan untuk menduga tingkat populasi hama di lapangan. Berdasarkan cara merusak dan tipe gejala, ada tujuh tipe yaitu hama penyebab puru (gall), hama pemakan, hama penggerek, hama pengisap, hama penggulung, hama penyebab busuk buah dan hama penggorok (miner).

3. TAKTIK PENGENDALIAN Pada dasarnya, pengendalian hama merupakan setiap usaha atau tindakan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mengusir, menghindari dan membunuh spesies hama agar populasinya tidak mencapai aras yang secara ekonomi merugikan. Pengendalian hama tidak dimaksudkan untuk meenghilangkan spesies hama sampai tuntas, melainkan hanya menekan populasinya sampai pada aras tertentu ynag secara ekonomi tidak merugikan. Oleh karena itu, taktik pengendalian apapun yang diterapkan dalam pengendalian hama haruslah tetap dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi dan secara ekologi. Falsafah pengendalian hama yang harus digunakan adalah Pengelolaan/Pengendalian hama Terpadu (PHT) yang dalam implementasinya tidak hanya mengandalkan satu taktik pengendalian saja. Taktik pengendalian yang akan diuraikan berikut ini mengacu pada buku karangan Metcalf (1975) dan Matsumura (1980) yang terdiri dari : 1. Pengendalian secara mekanik

2. Pengendalian secara fisik 3. Pengendalian hayati 4. Pengendalian dengan varietas tahan 5. Pengendalian hama dengan cara bercocok tanam 6. Pengendalian hama dengan sanitasi dan eradikasi 7. Pengendalian kimiawi

A. PENGENDALIAN MEKANIK Pengendalian mekanik mencakup usaha untuk menghilangkan secara langsung hama serangga yang menyerang tanaman. Pengendalian mekanis ini biasanya bersifat manual. Mengambil hama yang sedang menyerang dengan tangan secara langsung atau dengan melibakan tenaga manusia telah banyak dilakukan oleh banyak negara pada permulaan abad ini. Cara pengendalian hama ini sampai sekarang masih banyak dilakukan di daerah-daerah yang upah tenaga kerjanya masih relatif murah. Contoh pengendalian mekanis yang dilakukan di Australia adalah mengambil ulat-ulat atau siput secara langsung yang sedang menyerang tanaman kubis. Pengendalian mekanis juga telah lama dilakukan di Indonesia terutama terhadap ulat pucuk daun tembakau oleh Helicoverpa sp. Untuk mengendalikan hama ini para petani pada pagi hari turun ke sawah untuk mengambil dan mengumpulkan ulat-ulat yang berada di pucuk tembakau. Ulat yang telah terkumpul itu kemudian dibakar atau dimusnahkan. Rogesan sering dipraktekkan oleh petani tebu (di Jawa) untuk mencari ulat penggerek pucuk tebu (Scirpophaga nivella) dengan mengiris sedikit demi sedikit pucuk tebu yang menunjukkan tanda serangan. Lelesan dilakukan oleh petani kopi untuk menyortir buah kopi dari lapangan yang terserang oleh bubuk kopi (Hypotheneemus hampei) B. PENGENDALIAN FISIK

Pengendalian ini dilakukan dengan cara mengatur faktor-faktor fisik yang dapat mempengaruhi perkembangan hama, sehingga memberi kondisi tertentu yang menyebabkan hama sukar untuk hidup. Bahan-bahan simpanan sering diperlakukan denagn pemanasan (pengeringan) atau pendinginan. Cara ini dimaksudkan untuk membunuh atau menurunkan populasi hama sehingga dapat mencegah terjadinya peledakan hama. Bahan-bahan tersebut biasanya disimpan di tempat yang kedap udara sehingga serangga yang bearada di dalamnya dapat mati lemas oleh karena CO2 dan nitrogen. Pengolahan tanah dan pengairan dapat pula dimasukkan dalam pengendalian fisik; karena cara-cara tersebut dapat menyebabkan kondisi tertentu yang tidak cocok bagi pertumbuhan serangga. Untuk mengendalikan nematoda dapat dilakukan dengan penggenangan karena tanah yang mengandung banyak air akan mendesak oksigen keluar dari partikel tanah. Dengan hilangnya kandungan O2 dalam tanah, nematoda tidak dapat hidup lebih lama. C. PENGENDALIAN HAYATI Pengendalian hayati adalah pengendalian hama dengan menggunakan jenis organisme hidup lain (predator, parasitoid, pathogen) yang mampu menyerang hama. Di suatu daerah hampir semua serangga dan tunggau mempunyai sejumlah musuh-musuh alami. Tersedianya banyak makanan dan tidak adanya agen-agen pengendali alami akan menyebabkan meningkatnya populasi hama. Populasi hama ini dapat pula meningkat akibat penggunaan bahan-bahan kimia yang tidak tepat sehingga dapat membunuh musuh-musuh alaminya. Sebagai contoh, meningkatnya populasi tunggau di Australia diakibatkan meningkatnya penggunaan DDT. Dua jenis organisme yang digunakan untuk pengendalian hayati terhadap serangga dan tunggau adalah parasit dan predator. Parasit selalu berukuran lebih kecil dari organisme yang dikendalikan oleh (host), dan parasit ini selama atau sebagian waktu dalam siklus hidupnya berada di dalam atau menempel pada inang. Umumnya parsit merusak tubuh inang selama peerkembangannya. Beberapa jenis parasit dari anggota tabuhan (Hymenoptera), meletakkan telurnya didalam tubuh inang dan setelah dewasa serangga ini akan meninggalkan inang dan mencari inang baru untuk meletakkan telurnya.

Sebaliknya predator mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar sari serangga yang dikendalikan (prey), dan sifat predator secara aktif mencari mangsanya, kemudian memakan atau mengisap cairan tubuh mangsa sampai mati. Beberapa kumbang Coccinella merupakan predator aphis atau jenis serangga lain yang baik pada fase larva maupun dewasanya. Contoh lain serangga yang bersifat sebagai predator adalah Chilocorus, serangga ini sekarang telah dimanfaatkan sebagai agensia pengendali hayati terhadap hama kutu perisai (Aspidiotus destructor) pada tanaman kelapa. Agar predator dan tanaman ini sukses sebagai agen pengendali biologis terhadap serangga, maka harus dapat beradaptasi dulu dengan lingkungan tempat hidup serangga hama. Predator dan parasit itu harus dapat beradaptasi dengan cepat pada lingkungan yang baru. Parasit dan predator juga harus bersifat spesifik terhadap hama dan mampu mencari dan membunuhnya. Parasit harus mempunyai siklus hidup yang lebih pendek daripada inangnya dan mampu berkembang lebih cepat dari inangnya. Siklus hidup parasit waktunya harus sinkron dengan inangnya sehingga apabila saat populasi inang meningkat maka saat peningkatan populasi parasit tidak terlambat datangnya. Predator tidak perlu mempunyai siklus hidup yang sama dengan inangnya, karena pada umumnya predator ini mempunyai siklus hidup yang lebih lama daripada inangnya dan setiap individu predator mampu memangsa beberapa ekor hama. Baik parasit maupun predator mempunyai ratio jantan dan betina yang besar, mempunyai keperidian dan kecepatan hidup yang tinggi serta memiliki kemampuan meenyebar yang cepat pada suatu daerah dan serangga-serangga itu secara efektif mampu mencari inang atau mangsanya. Beberapa parasit fase dewasa memerlukan polen dan nektar, sehingga untuk pelepasan dan pengembangan parasit pada suatu daerah, yang perlu diperhatikan adalah daerah tersebut banyak tersedia polen dan nektar yang nanti dapat digunakan sebagai pakan tambahan. Parasit yang didatangkan dari suatu daerah, mula-mula dipelihara dahulu di karantina selama beberapa saat agar serangga ini mampu beradaptasi dan berkembang. Selama pemeliharaan di dalam karantina, serangga-serangga ini dapat diberi pakan dengan pakan buatan atau mungkin dapat pula digunakan inangnya yang dilepaskan pada tempat pemeliharaan. Setelah dilepaskan di

lapangan populasi parasit ini harus dapat dimonitor untuk mengetahui apakah parasit iru sudah mapan, menyebar dan dapat berfungsi sebagai agen pengendali biologis yang efektif; dan bila memungkinkan serangga ini mampu mengurangi populasi hama relatif lebih cepat dalam beberapa tahun. Contoh pengendalian biologis yang pernah dilakukan di Australia adalah pengendalian Aphis dengan menggunakan tabuhan chalcid atau pengendalian kutu yang menyerang jeruk dengan menggunakan tabuhan Aphytes. Selain menggunakan parasit dan predator, untuk menekan populasi serangga hama dapat pula memanfaatkan beberapa pathogen penyebab penyakit pada serangga. Seperti halnya dengan binatang lain, serangga bersifat rentan terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri, cendawan, virus dan protozoa. Pada kondisi lingkungan yang cocok beberapa jenis penyakit akan menajdi wabah epidemis. Penyakit tersebut secara drastis mampu menekan populasi hama hanya dalam beberapa hari. Beberapa jenis bakteri, misal Bacillus thuringiensis secara komersial diperdagangkan dalam bentuk spora, dan bakteri ini dipergunakan untuk menyemprot tanaman seperti halnya insektisida. Yang bersifat rentan terhadap bahan ini adalah fase ulat, dan bilamana ulat-ulat itu makan spora, maka akhirnya bakteri akan berkembang di dalam usus serangga hama, akhirnya bakteri itu menembus usus dan masuk ke dalam tubuhnya, sehingga akhirnya larva akan mati. Jamur dapat pula digunakan untuk mengendalikan serangga hama, sebagai contoh Entomorpha digunakan untuk mengendalikan Aphis yang menyerang alfafa; spesies Beauveria untuk mengendalikan ulat dan Metarrhizium anisopliae sekarang sudah dikembangkan secara masal dengan medium jagung. Jamur ini digunakan untuk mengendalikan larva Orycetes rhinoceros yang imagonya merupakan penggerek pucuk kelapa. Lebih dari 200 jenis virus mampu menyerang serangga. Jenis virus yang telah digunakan untuk mengendalikan hama adalah Baculovirus untuk menekan populasi Orycetes rhinoceros; Nuclear polyhidrosis virus yang telah digunakan untuk mengendalikan hama Heliothis zeae pada tongkol jagung, bahan tersebut telah banyak digunakan di AS, Eropa dan Australia. Virus tersebut masuk dan memperbanyak diri dalam sel inang sebelum

menyebar ke seluruh tubuh. Inti dari sel-sel yang terserang menjadi besar, kemudian virus tersebut menuju ke rongga tubuh akhirnya inang akan mati. Metode pengelolaan agen pengendali biologi terhadap serangga hama meliputi : 1. Introduksi, yakni upaya mendatangkan musuh alami dari luar (exotic) ke wilayah yang baru (ada barier ekologi). 2. Konservasi, yakni upaya pelestarian keberadaan musuh alami di suatu wilayah dengan antara lain melalui pengelolaan habitat. 3. Augmentasi, parasit dan predator lokal yang telah ada diperbanyak secara massal pada kondisi yang terkontrol di laboratorium sehingga jumlah agensia sangat banyak, sehingga dapat dilepas ke lapangan dalam bentuk pelepasan inundative. D. PENGENDALIAN DENGAN VARIETAS TAHAN Beberapa varietas tanaman tertentu kuran dapat diserang oleh serangga hama atau kerusakan yang diakibatkan oleh serangan hama relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan varietas lain. Varietas tahan tersebut mempunyai satu atau lebih sifat-sifat fisik atau fisiologis yang memungkinkan tanaman tersebut dapat melawan terhadap serangan hama. Mekanisme ketahanan tersebut secara kasar dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu : 1. Toleransi Tanaman yang memiliki kemampuan melawan serangan serangga dan mampu hidup terus serta tetap mampu berproduksi, dapat dikatakan sebagai tanaman yang toleran terhadap hama. Toleransi ini sering juga tergantung pada kemampuan tanaman untuk mengganti jaringan yang terserang, dan keadaan ini berhubungan dengan fase pertumbuhan dan kerapatan hama yang menyerang pada suatu saat. 2. Antibiosis

Tanaman-tanaman yang mengandung toksin (racun) biasanya memberi pengaruh yang kurang baik terhadap serangga. Tanaman yang demikian dikatakan bersifat antibiosis. Tanaman ini akan mempengaruhi banyaknya bagian tanaman yang dimakan hama, dapat menurutkan kemampuan berkembang biak dari hama dan memperbesar kematian serangga. Tanaman kapas yang mengandung senyawa gossypol dengan kadar tinggi mempunyai ketahanan yang lebih baik bila dibandingkan dengan yang mengandung kadar yang lebih rendah, karena bahan kimia ini bekerja sebagai antibiosis terhadap jenis serangga tertentu. 3. Non prefens Jenis tanaman tertentu mempunyai sifat fisik dan khemis yang tidak disukai serangga. Sifat-sifat tersebut dapat berupa tekstur, warna, aroma atau rasa dan banyaknya rambut sehingga menyulitkan serangga untuk meletakkan telur, makan atau berlindung. Pada satu spesies tanaman dapat pula terjadi bahwa satu tanaman kurang dapat terserang serangga dibanding yang lain. Hal ini disebabkan adanya perbedaan sifat yang ada sehingga dapat lebih menarik lagi bagi serangga untuk memakan atau meletakkan telur. Contoh pengendalian hama yang telah memanfaatkan varietas tahan adalah pengendalian terhadap wereng coklat pada tanaman padi, pengendalian terhadap kutu loncat pada lamtoro, pengendalian terhadap Empoasca pada tanaman kapas. E. PENGENDALIAN HAMA DENGAN PENGATURAN CARA BERCOCOK TANAM Pada dasarnya pengendalian ini merupakan pengendalian yang belerja secara alamiah, karena sebenarnya tidak dilakukan pembunuhan terhadap hama secara langsung. Pengendalian ini merupakan usaha untuk mengubah lingkunagn hama dari keadaan yang cocok menjadi sebaliknya. Dengan mengganti jenis tanaman pada setiap musim, berarti akan memutus tersedianya makanan bagi hama-hama tertentu. Sebagai contoh dalam pengendalian hama wereng coklat (Nilaparvata lugens) diatur pola tanamnya, yakni setelah padi-padi, pada periode berikutnya supaya diganti dengan palawija. Cara ini dimaksudkan untuk menghentikan berkembangnya populasi wereng. Cara di atas dapat

pula diterapkan pada hama lain, khususnya yang memiliki inang spesifik. Kebaikan dari pengendalian hama dengan mengatur pola tanam adalah dapat memperkecil kemungkinan terbentuknya hama biotipe baru. Cara-cara pengaturan pola tanam yang telah diterapkan pada pengendalian wereng coklat adalah : a. Tanam serentak meliputi satu petak tersier (wikel) dengan selisih waktu maksimal dua minggu dan selisih waktu panen maksimal 4 minggu, atau dengan kata lain varietas yang ditanam relatif mempunyai umur sama. Dengan tanam serentak diharapkan tidak terjadi tumpang tindih generasi hama, sehingga lebih mudah memantau dan menjamin efektifitas pengendalian, karena penyemprotan dapat dilakukan serentak pada areal yang luas. b. Pergiliran tanaman meliputi areal minimal satu WKPP dengan umur tanaman relatif sama. c. Pergiliran varietas tahan. Untuk daerah-daerah yang berpengairan baik, para petani pada ummnya akan menanam padi-padi sepanjang tahun. Kalau pola demikian tidak dapat diubah maka teknik pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pergiliran varietas yang ditanam. Pada pengendalian ini diusahakan supaya digunakan varietas yang mempunyai tetua berbeda, dengan demikian dapat menghambat terbentuknya wereng biotipe baru.

F. PENGENDALIAN HAMA DENGAN SANITASI DAN ERADIKASI Beberapa jenis hama mempunyai makanan, baik berupa tanaman yang diusahakan manusia maupun tanaman liar (misal rumput, semak-semak, gulam dan lain-lain). Pada pengendalian dengan cara sanitasi eradikasi dititikberatkan pada kebersihan lingkungan di sekitar pertanaman. Kebersihan lingkungan tidak hanya terbatas di sawah yang ada tanamannya, namun pada saat bero dianjurkan pula membersihkan semak-semak atau turiang-turiang yang ada. Pada musim kemarau sawah yang belum ditanami agar dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk membunuh serangga-serangga yang hidup di dalam tanah, memberikan

pengudaraan (aerasi), dan membunuh rerumputan yang mungkin merupakan inang pengganti suatu hama tertentu. Contoh pengendalian dengan eradikasi terhadap serangan hama wereng coklat adalah : a. Pada daerah serangan wereng coklat tetapi bukan merupakan daerah serangan virus, eradikasi dilakukan pada tanaman padi yang telah puso. Pada daerah serangan berat eradikasi hendaknya diikuti pemberoan selama 1-2 bulan atau mengganti dengan tanaman selain padi. b. Pada daerah serangan hama wereng yang juga merupakan daerah serangan virus, eradikasi dilakukan sebagai berikut : 1). Eradikasi selektif dilakukan pada padi stadia vegetatif yang terserang virus dengan intensitas sama dengan atau kurang dari 25 % atau padi stadia generatif dengan intensitas serangan virus kurang dari 75 %. 2). Eradikasi total dilakukan terhadap pertanaman statdia vegetatif dengan intensitas serangan virus lebih besar dari 25 % atau pada padi stadia generatif dengan intensitas serangan virus lebih besar sama dengan 75 %. Cara melakukan eradikasi adalah dengan membabat tanaman yang terserang hama, kemudian membakar atau membenamkan ke dalam tanah.

G. PENGENDALIAN KIMIA Bahan kimia akan digunakan untuk mengendalikan hama bilamana pengendalian lain yang telah diuarikan lebih dahulu tidak mampu menurunkan populasi hama yang sedang menyerang tanaman. Kelompok utama pestisida yang digunakan untuk mengendalikan serangga hama dengan tunggau adalah insektisida, akarisida dan fumigan, sedang jenis pestisida yang lain diberi nama

masing-masing sesuai dengan hama sasarannya. Dengan demikian penggolongan pestisida berdasar jasad sasaran dibagi menjadi : a. Insektisida : yaitu racun yang digunakan untuk memberantas jasad pengganggu yang berupa serangga. Contoh : Bassa 50 EC Kiltop 50 EC dan lain-lain. b. Nematisida : yaitu racun yang digunakan untuk memberantas jasad pengganggu yang berupa cacing-cacing parasit yang biasa menyerang akar tanaman. Contoh : Furadan 3 G. c. Rodentisida : yaitu racun yang digunakan untuk memberantas binatang-binatang mengerat, seperti misalnya tupai, tikus. Contoh : Klerat RM, Racumin, Caumatatralyl, Bromodoiline dan lain-lain. d. Herbisida : adalah pestisida yang digunakan untuk mengendalikan gulam (tanaman pengganggu). Contoh : Ronstar ODS 5/5 Saturn D. e. Fungisida : digunakan untuk memberantas jasad yang berupa cendawan (jamur). Contoh : Rabcide 50 WP, Kasumin 20 AB, Fujiwan 400 EC, Daconil 75 WP, Dalsene MX 2000. f. Akarisida : yaitu racun yang digunakan untuk mengendalikan jasad pengganggu yang berupa tunggau. Contoh : Mitac 200 EC, Petracrex 300 EC. g. Bakterisida : yaitu racun yang digunakan untuk mengendalikan penykit tanaman yang disebabkan oleh bakteri. Contoh : Ffenazin-5-oksida (Staplex 10 WP).

Insektisida dapat pula dibagi menurut jenis aktivitasnya. Kebanyakan insektisida bersifat racun bilamana bersentuhan langsung atau tertelan serangga. Namun ada pula jenis lain yang bersifat sebagai repelen (jenis ini digunakan untuk mencegah serangga yang akan menyerang tanaman), atraktan (bahan yang dapat menarik serangga, dengan demikian serangga yang terkumpul akan lebih mudah terbunuh), anti feedan (senyawa ini dapat menghindarkan dari serangan suatu serangga) dan khemosterilan (yang dapat menyebabkan kemandulan bagi serangga yang terkena).

Menurut sifat kecepatan meracun, pestisida digolongkan menjadi : 1. Racun kronis : yaitu racun yang bekerjanya sangat lambat sehingga untuk mematikan hama membutuhkan waktu yang sangat lama. Contoh : racun tikus Klerat RMB. 2. Racun akut : adalah racun yang bekerjanya sangat cepat sehingga kematian serangga dapat segera diketahui setelah racun tersebut mengenai tubuhnya. Contoh : Bassa 50 EC, Kiltop 50 EC, Baycarb 50 EC dan lain-lain. Ditinjau dari cara bekerjanya, pestisida dibagi menjadi : 1. Racun perut Racun ini terutama digunakan untuk mengendalikan serangga yang mempunyai tipe alat mulut pengunyah (ulat,belalang dan kumbang), namun bahan ini dapat pula digunakan terhadap hama yang menyerang tanaman dengan cara mengisap dan menjilat. Bahan insektisida ini disemprotkan pada bagian yang dimakan serangga sehingga racun tersebut akan tertelan masuk ke dalam usus, dan di sinilah terjadi peracunan dalam jumlah besar. Ada 4 cara aplikasi racun perut terhadap serangga : a. Insektisida diaplikasikan pada makanan alami serangga sehingga bahan tersebut termakan oleh serangga sasaran. Bahan makanan itu dapat berupa daun, bulubulu/rambut binatang. Dalam aplikasinya, bahan-bahan makanan serangga harus tertutup rata oleh racun pada dosis lethal sehingga hama yang makan dapat mati. b. Insektisida dicampur dengan bahan atraktan dan umpan itu ditempatkan pada suatu lokasi yang mudah ditemukan serangga. c. Insektisida ditaburkan sepanjang jalan yang bisa dilalui hama. Selagi hama itu lewat biasanya antene dan kaki akan bersentuhan dengan insektisida atau bahkan insektisida itu tertelan. Akibatnya hama mati.

d.

Insektisida diformulasikan dalam bentuk sistemik, dan racun ini diserap oleh tanaman atau tubuh binatang piaraan kemudian tersebar ke seluruh bagian tanaman atau badan sehingga apabila serngga hama tersebut mengisap cairan tanaman atau cairan dari tubuh binatang (terutama hama yang mempunyai tipe mulut pengisap, misal Aphis) dan bila dosis yang diserap mencapai dosis lethal maka serangga akan mati.

2.

Racun kontak Insektisida ini masuk ke dalam tubuh serangga melalui permukaan tubuhnya khususnya bagian kutikula yang tipis, misal pada bagian daerah perhubungan antara segmen, lekukan-lekukan yang terbentuk dari lempengan tubuh, pada bagian pangkal rambut dan pada saluran pernafasan (spirakulum). Racun kontak itu dapat diaplikasikan langsung tertuju pada jasad sasaran atau pada permukaan tanaman atau pada tempattempat tertentu yang biasa dikunjungi serangga. Racun kontak mungkin diformulasikan sebagai cairan semprot atau sebagai serbuk. Racun kontak yang telah melekat pada serangga akan segera masuk ke dalam tubuh dan disinilah mulai terjadi peracunan. Yang digolongkan sebagai insektisida kontak adalah : a. Bahan kimia yang berasal dari kestrak tanamaan, seperti misalnya nikotin, rotenon, pirethrum. b. Senyawa sintesis organik, misal BHC, DDT, Chlordan, Toxaphene, Phosphat organik. c. d. Minyak dan sabun. Senyawa anorganik seperti misalnya Sulfur dan Sulfur kapur.

3.

Racun pernafasan Bahan insektisida ini biasanya bersifat mudah menguap sehingga masuk ke dalam tubuh serangga dalam bentuk gas. Bagian tubuh yang dilalui adalah organ-organ

pernafasan seperti misalnya spirakulum. Oleh karena bahan tersebut mudah menguap maka insektisida ini juga berbahaya bagi manusia dan binatang piaraan. Racun pernafasan bekerja dengan cara menghalangi terjadinya respirasi tingkat selulair dalam tubuh serangga dan bahan ini sering dapat menyebabkan tidak aktifnya enzim-enzim tertentu. Contoh racun nafas adalah : Hidrogen cyanida dan Carbon monoksida. 4. Racun Syaraf Insektisida ini bekerja dengan cara menghalangi terjadinya transfer asetikholin estrase yang mempunyai peranan penting dalam penyampaian impul. Racun syaraf yang biasa digunakan sebagai insektisida adalah senyawa organo klorin, lindan, carbontetraclorida, ethylene diclorida : insektisida-insektisida botanis asli seperti misalnya pirethin, nikotin, senyawa organofosfat (parathion dan dimethoat) dan senyawa karbanat (methomil, aldicarb dan carbaryl). 5. Racun Protoplasmik Racun ini bekerja terutama dengan cara merusak protein dalam sel serangga. Kerja racun ini sering terjadi di dalam usus tengah pada saluran pencernaan.Golongan insektisida yang termasuk jenis ini adalah fluorida, senyawa arsen, borat, asam mineral dan asam lemak, nitrofenol, nitrocresol, dan logam-logam berat (air raksa dan tembaga). 6. Racun penghambat khitin Racun ini bekerja dengan cara menghambat terbentuknya khitin. Insektisida yang termasuk jenis ini biasanya bekerja secara spesifik, artinya senyawa ini mempunyai daya racun hanya terhadap jenis serangga tertentu. Contoh : Applaud 10 WP terhadap wereng coklat. 8. Racun sistemik Insektisida ini bekerja bilamana telah terserap tanaman melalui akar, batang maupun daun, kemudian bahan-bahan aktifnya ditranslokasikan ke seluruh bagian

tanaman sehingga bilamana serangga mengisap cairan atau memakan bagian tersebut akan teracun.

Pestisida adalah merupakan racun, baik bagi hama maupun tanaman yang disemprot. Mempunyai efek sebagai racun tanaman apabila jumlah yang disemprotkan tidak sesuai dengan aturan dan berlebihan (overdosis), karena keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya kebakarn tanaman. Untuk memperoleh hasil pengendalian yang memadai namun pertumbuhan tanaman tidak terganggu, pemakaian pestisida hendaknya memperhatikan kesesuaiannya, baik tepat jenis, tepat waktu maupun tepat ukuran (dosis dan konsentrasi). Dosis adalah banyaknya pestisida yang digunakan untuk mengendalikan hama secara memadai pada lahan seluas 1 ha. Konsentrasi adalah banyaknya pestisida yang dilarutkan dalam satu liter air. Untuk menyesuaikan dengan kondisi setempat serta memperoleh efektifitas pengendalian yang tinggi maka oleh perusahaan pestisida, satu bahan aktif dibuat dalam bermacam-macam formulasi. Tujuan dari formulasi ini adalah : 1. Mempermudah penyimpanan. 2. Mempermudah penggunaan. 3. Mengurangi daya racun yang berlebihan. Pestisida terbuat dari campuran antara dua bahan, yaitu bahan aktif (bahan pestisida yang mempunyai daya racun) dan bahan pembawa/inert (bahan pencampur yang tidak mempunyai daya racun). Macam-macam formulasi yang banyak dibuat oleh perusahaan pembuat pestisida adalah : 1. Formulasi dalam bentuk cairan a. Cairan yang diemulsikan.

Biasanya ditandai dengan kode EC (Emulsifeable Concentrate) yaitu cairan yang diemulsikan. Pestisida ini dalam bentuk asli berwarna bening setelah dicampur air akan membentuk emulsi yang berwarna putih susu. Contoh : Dharmabas 50 EC, Bassa 50 EC dan lain-lain. b. Cairan yang dapat dilarutkan. Formulasi ini biasanya ditandai dengan kode WSC atau SCW yaitu kependekan dari Soluble Concentrated in Water. Pestisida ini bila dilarutkan dalam air tidak terjadi perubahan warna (tidak membentuk emulsi sehingga cairan tersebut tetap bening). Contoh : Azodrin 15 WSC. 2. Bentuk Padat a. Berupa tepung yang dapat dilarutkan, dengan kode SP (Soluble Powder). Penggunaannya disemprotkan dengan sprayer. Contoh : Sevin 85 SP. b. Berupa tepung yang dapat dibasahi dengan merek dagang WP (Weatable Powder). Pestisida ini disemprotkan dengan dicampur air. Karena sifatnya tidak larut sempurna, maka selama menyemprot seharusnya disertai dengan pengadukan secara terus-menerus.Contoh: Aplaud 10 WP. c. Berupa butiran dengan kode G (Granulair). Aplikasi pestisida ini adalah dengan menaburkan atau membenamkan dekat. Contoh : Furadan 3 G, Dharmafur 3 G. d. Campuran umpan (bait). Pestisida ini dicampur dengan bahan makanan yang disukai hama, kemudian diumpankan. Contoh : Klerat RMB.

RANGKUMAN

Pengendalian hama merupakan upaya manusia untuk mengusir, menghindari dan membunuh secara langsung maupun tidak langsung terhadap spesies hama. Pengendalian hama tidak bermaksud memusnahkan spesies hama, melainkan hanya menekan sampai pada tingkat tertentu saja sehingga secara ekonomi dan ekologi dapat dipertanggungjawabkan. Falsafah pengendalian hama yang digunakan adalah Pengelolaan/Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT tidak pernah mengandalkan satu taktik pengendalian saja dalam memcahkan permasalahan hama yang timbul, melainkan dengan tetap mencari alternatif pengendalian yang lain. Beberapa taktik pengendalian hama yang dikenal meliputi : taktik pengendalian secara mekanis, fisis, hayati, dengan varietas tahan, mengatur pola tanam, sanitasi dan eradikasi, dan cara kimiawi.

BAB III

PENYAKIT TANAMAN

I.

DEFINISI ATAU ISTILAH Tanaman yang merupakan tumbuhan yang diusahakan dan diambil manfaatnya, dapat ditinjau dari dua sudut (pandangan) : 1. Sudut BIOLOGI yang berarti organisme yang melakukan kegiatan fisiologis seperti tumbuh, berpihak dan lain-lain. 2. Sudut EKONOMI yang berarti penghasil bahan yang berguna bagi manusia seperti buah, biji, bunga, daun, batang dan lain-lain. Sedang penyakit sendiri sebenarnya berarti proses di mana bagian-bagian tertentu dari tanaman tidak dapat menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya. Patogen atau penyebab penyakit dapat berupa organisme, yang tergolong dalam dunia tumbuhan, dan bukan organisme yang biasa disebut fisiophat. Sedangkan organisme dapat dibedakan menjadi : parasit dan saprofit Sumber inokulum atau sumber penular adalah tempat dari mana inokulum atau penular itu berasal dan sesuai dengan urutan penularannya dibedakan menjadi sumber penular primer, sumber penular sekunder, sumber penular tertier dan seterusnya. Selama perkembangan penyakit dapat kita kenal beberapa peristiwa yaitu : 1. Inokulasi adalah jatuhnya inokulum pada tanaman inangnya. 2. Penetrasi dalah masuknya patogen ke dalam jaringan tanaman inangnya. 1. Infeksi adalah interaksi antara patogen dengan tanaman inangnya.

2.

Invasi adalah perkembangan patogen di dalam jaringan tanaman inang. Akibatnya adanya infeksi dan invasi akan timbul gejala, yang kadang-kadang merupakan rangkaian yang disebut syndrom. Pada gejala itu sering kita jumpai adanya tanda, misalnya tubuh buah atau konidi. Sehubungan dengan peristiwa-peristiwa di atas terjadilah :

3.

Periode (masa) inkubasi yaitu waktu antara permulaan infeksi dengan timbulnya gejala yang pertama. Namun demikian di dalam praktek sering dihitung mulai dari inokulasi sampai terbentuknya sporulasi pada gejala pertama tersebut hingga waktunya menjadi jauh lebih panjang.

4.

Periode (masa) infeksi adalah waktu antara permulaan infeksi sampai reaksi tanaman yang terakhir, untuk inipun biasanya dihitung mulai saat inokulasi. Siklus atau daur penyakit adalah rangkaian kejadian selama perkembangan penyakit.

Di samping itu ada yang disebut siklus hidup patogen yaitu perkembangan patogen dari suatu stadium kembali ke stadium yang sama. Siklus ini biasanya dapat dibedakan menajdi : 1. Stadium Patogenesis adalah stadium patogen di mana berhubungan dengan jaringan hidup tanaman inangnya. 1. Stadium Saprogenesis adalah stadium patogen di mana tidak berhubungan dengan jaringan hidup tanaman inangnya . Berdasarkan kondisi sel yang dipakai sebagai sumber makanannya maka parasit atau patogen dapat dibedakan menjadi : 1. Patofit apabila parasit itu mengisap makanan dari sel inang yang masih hidup. 2. Pertofit apabila parasit itu mengisap makanan dari sel inang yang dibunuhnya lebih dahulu.

Faktor yang mempengaruhi dapat tidaknya tanaman diserang oleh patogen, dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu : 1. Predisposisi apabila faktor yang menyebabkan kenaikan kerentanan atau penurunan ketahanan itu berupa faktor luar seperti suhu, kelembaban dan lain-lain. 2. Disposisi apabila faktor yang menyebabkan kenaikkan kerentanan itu berasal dari dalam artinya bersifat genetis atau bawaan. Berdasarkan ekspresinya penyakit dapat dibedakan menjadi : 1. Endemi (Enfitosis) yaitu penyakit yang selalu timbul dan menyebabkan kerugian yang cukup berarti. 2. Epidemi (Epifitosis) yaitu penyakit yang timbulnya secara berkala dan menimbulkan kerugian yang cukup berarti. 3. Sporadis yaitu penyakit yang timbulnya tidak menentu dan tidak menimbulkan kerugian yang berarti. Tanggapan tanaman inang terhadap patogen dapat merupakan sifat dari tanaman inang tersebut dan dapat dibedakan menjadi : 1. Tahan apabila dalam keadaan biasa tanaman tersebut tidak dapat diserang oleh patogen. 2. Rentan apabila dalam keadaan biasa tanaman tersebut dapat diserang oleh patogen, jadi merupakan lawan dari tahan. 3. Toleran apabila dalam keadaan biasa dapat menyesuaikan diri dengan patogen yang berada dalam jaringan tubuhnya sehingga tidak mempengaruhi kemampuan produksinya. Bentuk yang ekstrem dari ketahanan tersebut disebut Kekebalan sedang bentuk ekstrem dari toleran disebut Inapparency, artinya dalam keadaan yang bagaimanapun juga tetap memiliki sifat tersebut.

ARTI PENYAKIT TUMBUHAN BAGI MASYARAKAT Pada tahun seribuan di Eropa timbul penyakit pada manusia yang banyak menyebabkan kematian. Penyakit itu disebut Ergotisme. Penyakit ini ternyata disebabkan karena penderita memakan roti yang terbuat dari tepung rogge atau rye (Secale coreale), yang terserang oleh jamur Clavicopes purpurea. Jamur ini menghasilkan racun pada tepung yang tidak rusak meskipun sudah dimasak menjadi roti, hingga masih tetap menyebabkan kematian bagi manusia yang memakannya. Pada tahun 1845 timbul penyakit pada kentang yang disebut bercak daun (late blight) yang disebabkan oleh jamur Phytophtora infestans di Eropa dan Amerika. Penyakit ini di Irlandia selama tahun 1845-1860 menyebabkan bahaya kelaparan dan kematian sebanyak satu juta penduduk yang meliputi 1/8 dari seluruh jumlah penduduk negara tersebut sedang yang 1,5 juta terpaksa mengadakan emigrasi ke negara lain. Pada tahun 1880 timbul penyakit pada kopi yang disebut penyakit karat daun disebabkan oleh jamur Homileia vastatrix. Jamur ini memusnahkan kopi jenis Arabica yang juga dikenal sebagai kopi Jawa. Untuk mengatasi penyakit ini perkebunan kopi di Philipina diganti menjadi kebun kelapa sedang di Srilangka diganti menjadi perkebunan teh. Di Indonesia perkebunan kopi tetap dipertahankan, sebagai ganti jenis Arabica mulamula ditanam kopi Liberica, tetapi jenis ini hancur juga lalu diganti dengan jenis Robusta. Jenis yang terakhir ini meskipun mutu bijinya lebih rendah tapi produksinya lebih tinggi sehingga nilai ekonominya hampir sama saja. Sekarang ini jenis kopi Arabica hanya terdapat di daerah yang tinggi saja seperti di Ijen dan Toraja. Sekarang dicoba menanam hibrida antara kopi Arabica dengan Robusta untuk menaikkan mutu biji dan mempertahankan produksi, yang disebut kopi jenis Arabusta. Tetapi usaha ini banyak mengalami kesukaran. Pada permulaan abad 19 timbul penyakit pada tebu yang disebut penyakit sereh oleh virus Nanus sachori. Sebelum dapat diketahui dengan pasti patogen ini sempat menjadi teka-teki antara penyakit fisiologis dan penyakit parasiter. Penyakit ini pertama-tama diatasi dengan menanam bibit yang berasal dari pegunungan yang dikenal dengan tebu

import. Tetapi cara ini banyak mengalami kesukaran hingga perkebunan tebu hampir saja gulung tikar. Untuk mengatasi bahaya yang gawat ini pemerintah mendirikan tiga kali balai penelitian tebu, yang akhirnya balai penelitian yang ada di Pasuruan menemukan jenis tanah yang terkenal dengan nama POJ (Proefstation Ost Java). POJ ini merupakan hasil persilangan antara tebu (Sacharum offisinarum) dengan glagah (Sacharum spontaneum). Hibrida inilah yang menyelamatkan perkebunan tebu itu. Pada tahun 1850-an timbul penyakit pada padi yang disebut penyakit mentek yang penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini menyerang ribuan hektar sawah dan menimbulkan kerugian ribuan ton, tetapi akhirnya ditemukan jenis yang tahan. Penyakit tersebut sekarang diduga sama dengan penyakit tungro yang disebabkan oleh virus. Pada abad terakhir ini timbul penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) yang disebabkan oleh makhluk semacam bakteri. Penyakit ini sangat merugikan karena selain memperkecil ukuran buah jeruk juga mengurangi jumlahnya, bahkan akhirnya dapat mematikan tanaman jeruk. Penyakit ini belum dapat diatasi dengan cara apapun. Salah satu usaha untuk memperpanjang umur ekonomi adalah dengan cara infus menggunakan antibiotika Oxy tetracicline, sebab cara eradikasi tidak dapat dilaksanakan di Indonesia ini. Beberapa tahun terakhir ini timbul penyakit cacar daun cengkeh (CDC) yang disebabkan oleh jamur Phylosticta sp. Di Lampung meskipun baru beberapa tahun boleh dikata hampir memusnahkan perkebunan cengkeh di sana. Dalam tahun 1982/1983 saja di propinsi tersebut menghabiskan biaya pengendalian sebesar 9 milyar rupiah. Penyakit ini sudah terdapat di propinsi-propinsi yang lain seperti Jawa Barat, Jawa Tengah dan lainlain.

RANGKUMAN. Ilmu Penyakit Tumbuhan adalh ilmu yang mempelajari kerusakan yang disebabkan oleh organisme yang tergolong ke dalam dunia tumbuhan seperti Tumbuhan Tinggi

Parastis, Ganggang, Jamur, bakteri, Mikoplasma dan Virus. Kerusakan ini dapat terjadi baik di lapangan maupun setelah panen. Penyakit tumbuhan dapat ditinjau dari dua sudut yaitu sudut biologi dan sudut ekonomi, demikian juga penyakit tanamannya. Di samping itu untuk mempelajari Ilmu Penyakit Tumbuhan perlu diketahui beberapa istilah dan definisi yang penting. Kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit tumbuhan dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar terhadap masyarakat. Kerusakan ini selain disebabkan oleh karena hilangnya hasil ternyata juga dapat melalui cara lain yaitu menimbulkan gangguan terhadap konsumen dengan adanya racun yang dihasilkan oleh jamur dalam hasil pertanian tersebut. 2. GEJALA PENYAKIT TUMBUHAN Di dalam mempelajari ilmu penyakit tumbuhan (Fitopatologi) sebelum seseorang melangkah lebih lanjut untuk menelaah suatu penyakit secara mendalam, terlebih dahulu harus bisa mengetahui tumbuhan yang dihadapi sehat ataukah sakit. Untuk keperluan diagnosis, maka pengertian tentang tanda dan gejala perlu diketahui dengan baik. Gejala dapat setempat (lesional)atau meluas (habital, sistemik). Gejala dapat dibedakan yaitu gejala primer dan sekunder. Gejala primer terjadi pada bagian yang terserang oleh penyebab penyakit. Gejala sekunder adalah gejala yang terjadi di tempat lain dari tanaman sebagai akibat dari kerusakan pada bagian yang menunjukkan gejala primer. Berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam sel, gejala dapat dibagi menjadi tiga tipe pokok yaitu : a. Gejala-gejala Nekrotis : meliputi gejala-gejala yang terjadinya karena adanya kerusakan pada sel atau matinya sel. b. Gejala-gejala Hypoplastis : meliputi gejala-gejala yang terjadinya karena terhambatnya atau terhentinya pertumbuhan sel (underdevelopment).

c. Gejala-gejala Hyperplastis : meliputi gejala-gejala yang terjadinya karena pertumbuhan sel yang melebihi biasa (overdevelopment). A. Tipe Nekrotis meliputi : 1. Hidrosis : sebelum sel-sel mati biasanya bagian tersebut terlebih dahulu tampak kebasah-basahan. Hal ini karena air sel keluar dari ruang sel masuk ke dalam ruang antar sel. 2. Klorosis : rusaknya kloroplast menyebabkan menguningnya bagian-bagian tumbuhan yang lazimnya berwarna hijau. 3. Nekrosis : bila sekumpulan sel yang terbatas pada jaringan tertentu mati, sehingga terlihat adanya bercak-bercak atau noda-noda yang berwarna coklat atau hitam. Bentuk bercak ada yang bulat, memanjang, bersudut dan ada yang tidak teratur bentuknya. 4. Perforasi (shot-hole) atau bercak berlobang : terbentuknya lubang-lubang karena runtuhnya sel-sel yang telah mati pada pusat bercak nekrotis. 5. Busuk : gejala ini sebenarnya sama dengan gejala nekrosis tetapi lazimnya istilah busuk ini digunakan untuk jaringan tumbuhan yang tebal. Berdasarkan keadaan jaringan yang membusuk, dikenal istilah busuk basah (soft rot) dan busuk kering (dry rot). Bila pada jaringan yang membusuk menjadi berair atau mengandung cairan disebut busuk basah, sebaliknya bila bagian tersebut menjadi kering disebut busuk kering. 6. Damping off atau patah rebah : rebahnya tumbuhan yang masih muda (semai) karena pembusukan pangkal batang yang berlangsung ssangat cepat. Dibedakan menjadi dua yaitu : Pre Emergen Damping off : bila pembusukan terjadi sebelum semai muncul di atas permukaan tanah. Post Emergen Damping off : bila pembususkan terjadi setelah semai muncul di atas permukaan tanah.

7. Eksudasi atau perdarahan : terjadinya pengeluaran cairan dari suatu tumbuhan karena penyakit. Berdasarkan cairan yang dikeluarkan dikenal beberapa istilah yaitu : - Gumosis : pengeluaran gom (blendok) dari dalam tumbuhan. Latexosis : pengeluaran latex (getah) dari dalam tumbuhan.

- Resinosis : pengeluaran resin (damar) dari dalam tumbuhan. 8. Kanker : terjadinya kematian jaringan kulit tumbuhan yang berkayu misalnya akar, batang dan cabang. Selanjutnya jaringan kulit yang mati tersebut mengering, berbatas tegas, mengendap dan pecah-pecah dan akhirnya bagian itu runtuh sehingga terlihat bagian kayunya. 9. Layu : hilangnya turgot pada bagian daun atau tunas sehingga bagian tersebut menjadi layu. 10. Mati Ujung : kematian ranting atau cabang yang dimulai dari ujung dan meluas ke batang. 11. Terbakar : mati dan mengeringnya bagian tumbuhan tertentu laximnya daun, yang disebabkan oleh patogen abiotik. Gejala ini terjadi secara mendadak.

B. TIPE HIPOPASTIS meliputi 1. Etiolasi : tumbuhan menjadi pucat, tumbuh memanjang dan mempunyai daun-daun yang sempit karena mengalami kekurangan cahaya. 2. Kerdil (atrophy) : gejala habital yang disebabkan karena terhambatnya pertumbuhan sehingga ukurannya menjadi lebih kecil daripada biasanya. 3. Klorosis : terjadinya penghambatan pembentukan klorofil sehingga bagian yang seharusnya berwarna hijau menjadi berwarna kuning atau pucat. Bila pada daun hanya

bagian sekitar tulang daun yang berwarna hijaumaka disebut voin banding. Sebaliknnya jika bagian-bagian daun di sekitar tulang daun yang menguning disebut voin clearing. 4. Perubahan simetri : hambatan pertumbuhan pada bagian tertentu yang tidak disertai dengan hambatan pada bagian di depannya, sehingga menyebabkan terjadinya penyimpangan bentuk. 5. Roset : hambatan pertumbuhan ruas-ruas (internodia) batang tetapi pembentukan daundaunnya tidak terhambat, sebagai akibatnya daun-daun berdesak-desakan membentuk suatu karangan. C. TIPE HIPERPLASTIS meliputi 1. Erinosa : terbentuknya banyak trikom (trichomata) yang luar biasa sehingga pada permukaan alat itu (biasanya daun) terdapat bagian yang seperti beledu. 2. Fasiasi (Fasciasi, Fasciation) : suatu organ yang seharusnya bulat dan lurus berubah menjadi pipih, lebar dan membelok, bahkan ada yang membentuk seperti spiral. 3. Intumesensia (intumesoensia) : sekumpulan sel pada daerah yang agak luas pada daun atau batang memanjang sehingga bagian itu nampak membengkak, karena itu gejala ini disebut gejala busung (cedema). 4. Kudis (scab) : bercak atau noda kasar, terbatas dan agak menonjol. Kadang-kadang pecah-pecah. Di bagian tersebut terdapat sel-sel yang berubah menjadi sel-sel gabus. Gejala ini dapat dijumpai pada daun, batang, buah atau umbi. 5. Menggulung atau mengeriting : gejala ini disebabkan karena pertumbuhan yang tidak seimbang dari bagian-bagian daun. Gejala menggulung terjadi apabila salah satu sisi pertumbuhannya selalu lebih cepat dari yang lain, sedang gejala mengeriting terjadi apabila sisi yang pertumbuhannya lebih cepat bergantian. 6. Pembentukan alat yang luar biasa :

a.

Antolisis (antholysis) : perubahan dari bunga menjadi daun-daun kecil.

b. Enasi : pembentukan anak daun yang sangat kecil pada sisi bawah tulang daun. 7. Perubahan Warna : perubahan yang dimaksud di sini adalah perubahan yang bukan klorosis yang terjadi pada suatu organ (alat tanam). 8. Prolepsis : berkembangnya tunas-tunas tidur atau istirahat (dormant) yang berada dekat di bawah bagian yang sakit, berkembang menjadi ranting-ranting segar yang tumbuh vertikal dengan cepat yang juga dikenal dengan tunas air. 9. Rontoknya alat-alat : rontoknya daun, bunga atau buah yang terjadi sebelum waktunya dan dalam jumlah yang lebih besar dari biasanya. Rontoknya alat tersebut karena terbentuknya lapisan pemisah (abcission layar) yang terdiri dari sel-sel yang berbentuk bulat dan satu sama lain terlepas. 10. Sapu (witches broom) : berkembangnya tunas-tunas ketiak atau samping yang biasanya tidur (latent) menjadi seberkas ranting-ranting rapat. Gejala ini umumnya disertai dengan terhambatnya perkembangan ruas-ruas (internodia) batang, daun pada tunas baru. 11. Sesidia (cecidia) atau tumor : pembenkakan setempat pada jaringan tumbuhan sehingga terbentuk bintil-bintil atau bisul-bisul. Bintil ini dapat terdiri dari jaringan tanaman dengan atau tanpa koloni patogennya. Berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi : a. b. Fitosesidia (phytocecidia) : bila penyebabnya tergolong dalam dunia tumbuhan. Zoosesidia (zoocecidia) : bila penyebabnya tergolong dalam dunia hewan atau binatang.

RANGKUMAN

Pada umumnya tanaman yang sakit akan menunjukkan gejala yang khusus. Gejala adalah perubahan yang ditunjukkan oleh tumbuhan itu sendiri sebagai akibat adanya serangan suatu penyebab penyakit. Seringkali beberapa penyebab penyakit menunjukkan gejala yang sama sehingga dengan memperhatikan gejala saja, tidak dapat ditentukan diagnosis dengan tepat. Dalam hal ini harus diperhatikan adanya tanda (sign) dari penyebab penyakitnya. Gejala dalam garis besarnya dapat dibedakan menjadi tiga tipe gejala pokok, yaitu gejala-gejala nekrotik, hyperplastik dan hiplastik. Dari masing-masing tipe gejala pokok ini dapat dibedakan menjadi gejala-gejala yang lebih khusus lagi.

3.

PENYEBAB PENYAKIT Penyebab penyakit (pathogen) tumbuhan dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok biotik atau organis yang biasa disebut parasit dan kelompok abiotik atau anorganik yang biasa disebut fisiopat. Parasit yang paling penting adalah tumbuhan tingkat tinggi, jamur, virus dan nematoda, sedang fisiopat ada yang berasal dari dalam tumbuhan sendiri dan ada yang datangnya dari luar tanaman. A. Tumbuhan Tinggi Parasitik Tumbuhan tinggi parasitik dapat dibedakan menjadi dua golongan : 1. 2. Tumbuhan Setengah Parasitik dan Tumbuhan Parasitik Sejati.

B. Jamur Jamur adalah jenis tumbuhan yang tumbuhnya berupa thallus (belum ada defferensiasi menjadi akar, batang dan daun), tidak berklorofil dan mempunyai inti sejati. Kedua sifat terakhir untuk membedakan dengan Gangang dan Bakteri.

Bagian vegetatif jamur berupa benang-benang halus tumbuh memanjang bercabangcabang, bersekat atau tidak disebut hifa (hyphae), kumpulan dari hifa-hifa ini disebut miselium (micelium). Berdasarkan ada tidaknya sekat, hifa dibedakan menjadi coenocytis (yang tidak bersekat) dan celluler (yang bersekat). Miselium dapat membentuk berkas memanjang dan mempunyai lapisan luar yang liat dan keras. Berkas semacam ini disebut rhizomorf. Ada pula jamur yang membentuk alat untuk beristirahat atau bertahan disebut sclerotium, yaitu suatu massa hifa yang rapat/padat, sel-selnya memendek dan membesar serta berisi banyak cairan. PERKEMBANGBIAKAN Jamur dapat berkembang biak secara asexual maupun sexual. Pembiakan asexual : pada Phycomycetes pembiakan asexual dengan pembentukan sporangiospora, yaitu spora yang dibentuk di dalam kantong yang disebut sporangium. Sporangiospora yang dapat bergerak disebut spora kembara (zoospora) sedang yang tidak dapat bergerak disebut aplanospora. Pada golongan yang lebih tinggi dengan membentuk konidi yaitu spora yang dibentuk dengan fragmentasi dari ujung hifa. Ujung hifa disebut conidiophor (penduduk konidi). Conidiophor ini dapat tersebar, bebas satu sama lain, tetapi ada juga yang terdapat di dalam tubuh buah tertentu. Bentuk tubuh buah ini bermacam-macam, diantaranya : Pycnidium : tubuh buah yang berbentuk bulat/botol, yang mempunyai lubang untuk keluarnya konidi, yang disebut ostiole. Acervulus : tubuh buah yang bentuknya seperti cawan.. Sporodochium : tubuh buah yang bentuknya seperti acervulus, tetapi stroma dasarnya menonjol keluar. Coremium : tubuh buah yang seperti sporodochium tetapi tangkai konidinya membentuk suatu berkas yang panjang. Pembiakan sexual : pada kelas Phycomycetes, pembiakan sexual berlangsung dengan persatuan antara dua gamet yang sama baik ukuran maupun sifat morfologinya. Proses

persatuan ini disebut Isogami, sedang gametnya disebut Isogamet. Pada kelas yang lebih tinggi tingkatannya terjadi persatuan antara dua gamet yang berbeda ukuran dan sifat morfologinya. Proses perstuannya disebut Anisogami atau Heterogami, sedang gametnya disebut anisogamet atau heterogamet. Gamet yang kecil dianggap sebagai jantan disebut antheridium, sedang yang besar dianggap sebagai gamet betina disebut oosphere yang dibentuk di dalam oogonium. Antheridium dapat melekat di samping oogonium disebut paragynus, atau melekat pada pangkal oogonium disebut amphigynus. Pembiakan sexual pada Ascomycetes terjadi dengan persatuan dua inti (kariogami) yang berbeda jenisnya di dalam tubuh buah yang disebut ascoma (ascocarp). Hasil dari persatuan ini akan terbentuk ascus dan dari ascus ini akan dibentuk ascospora yang pada umumnya berjumlah delapan. Seperti halnya dengan konidi, ascus letaknya dapat tersebar tetapi dapat pula terkumpul dalam tubuh buah tertentu, misalnya. - Apothecium : tubuh buah yang berbentuk cawan/pinggan yang terbuka, pada permukaannya. - Perithecium : tubuh buah berbentuk bulat/botol dan pada ujungnya mempunyai lubang (ostiole) untuk keluarnya spora. Cleistothecium : tubuh buah berbentuk bulat/botol tapi tidak mempunyai ostiole. Pada kelas Basidiomycetes pembiakan sexual terjadi dengan pembentukan basidiospora yang berasal dari persatuan dua inti (kariogami) yang berbeda jenis, kemudian mengadakan pembelahan secara meiosis. Basidiospora dibentuk di luar basidium dan mempunyai tangkai yang disebut strigma. Pada umumnya setiap basidium membentuk 4 basidiospora. Hymenium yang membentuk basidium biasanya terdapat dalam tubuh buah yang dapat berbentuk payung, bola, rak, gada dan lain-lain. TAXONOMI Jamur dibagi menjadi empat kelas yaitu : ascus terletak

Phycomycetes : jamur yang hifanya tidak bersekat, berbentuk tabung yang berisi plasma dengan banyak inti. Ascomycetes : jamur yang hifanya bersekat dan mengadakan pembiakan sexual dengan membentuk ascus yang menghasilkan ascospora. Basidiomycetes : jamur yang hifanya bersekat dan mengadakan pembiakan sexual dengan membentuk basidium yang menghasilkan basidiospora. Deuteromycetes (Fungsi Imperfecti) : jamur yang hifanya bersekat dan hanya berkembang biak secara asexual saja. Kelas Phycomycetes : dari kelas ini ada tiga ordo yang penting yaitu ordo Chytridiales, ordo Peronosporales dan ordo Mucorales. Ordo Chytridiales adalah ordo yang hifanya tidak berkembang sempurna. Salah satu anggotanya yang penting adalah Synchytrium endobioticum, penyebab penyakit kutil (wart) pada kentang. Ordo Peronosporales adalah ordo yang hifanya berkembang sempurna dan perkembangbiakan asexual dengan cospora. Ordo ini mempunyai dua familia yaitu Pythiacae dan Peronosporacae. Familia Pythiacae percabangan konififornya aympodial dan tidak berbeda dengan hifa somatisnya. Famili ini mempunyai dua genus yaitu Pythium, yang mempunyai sporangium bulat. Pada perkecambahan secara tidak langsung protoplast sporangium keluar dan membentuk gelembung (vesicle) selanjutnya mengalami deferenciasi membentuk zoospora di luar sporangium. Genus kedua adalah Phytopthora, yang sporangiumnya berbentuk bulat telur, pada perkecambahan secara tidak langsung protoplast sporangium mengalami deferenciasi di dalam sporangium dan membentuk zoospora yang keluar melalui lubang yang disebut papillum yang terdapat pada ujung sporangium. Genus ini merupakan genus yang sangat penting karena anggotanya banyak yang menjadi penyebab penyakit yang terpenting pada berbagai komoditi, seperti P. infestans, P. nicotianse, P. parasitica, P. palmivora dan lain-lain. Familia Peronospora menimbulkan penyakit yang dikenal dengan downy mildew (tepung palsu). Konidiofor

mempunyai percabangan monopodial dan jelas berbeda dengan hifa somatis. Familia ini mempunyai beberapa genus antara lain Soleospora yang anggotanya S. maydis, S. philippinensis; Plasmopora yang anggotanya P. viticola; Peronospora yang anggotanya P. tabacina penyebab penyakit jamur biru (blue mold) pada tembakau di Amerika. Ordo Mucorales mempunyai hifa yang berkembang sempurna dan

perkembangbiakannya dengan zygospora. Familianya adalah Mucoracae, kurang penting bagi penyebab penyakit pada tanaman hidup di lapangan, tetapi sangat penting bagi penyebab penyakit lepas panen atau di dalam industri. Genus yang penting, Rhizopus mempunyai rhizoid pada pangkal konidiofornya dan sangat penting dalam pembuatan tempe. Sedang Mucor tidak mempunyai rhizoid pada pangkal konidiofornya dan sangat penting dalam pembuatan tape. Kelas Ascomycetes : dibagi menjadi dua kelas berdasarkan ada tidaknya ascoma, yaitu sub kelas Protoascomycetes (Hemiascomycetidae) yang tidak mempunyai ascoma dan Euascomycetes yang mempunyai ascoma. Sub kelas Protoascomycetes tidak penting dari segi penyakit tumbuhan, tetapi salah satu anggotanya yaitu Sacoharomycetes penting dalam industri pembuatan alkohol. Sub kelas Euascomycetes dibagi menjadi tiga seri berdasarkan macam ascomanya yaitu seri Plectomycetes yang ascomanya Cleistothecium, seri Pyrenomycetes yang ascomanya Perithecium dan seri Discomycetes yang ascomanya Apothecium. Seri Plectomycetes dibagi menjadi tiga ordo yaitu Erysiphales yang hifa dan konidinya hialin, ordo Myriangiales yang hifa dan konidinya berwarna kelam dan ordo Aspergillales yang hifa dan konidinya dapat berwarna kelam maupun hialin. Anggota Erysiphales yang penting adalah Oidium, misalnya O. tabaci, O. heveae dan O. citri. Anggota Myriangiales misalnya Parodiella spegasinli sedang anggota dari Aspergillales adalah genus Aspergillus yang mempunyai columella dan genus Penicillium yang tidak mempunyai columella (gelembung). Kedua genus ini sangat penting untuk penyakit lepas panen dan beberapa di antaranya dapat mengeluarkan racun (toxin) yang

berbahaya bagi konsumen substratnya. Seri Pyrenomycetes mempunyai tiga ordo yaitu Sphaeriales yang anggotanya banyak yang menjadi penyebab penyakit akar misalnya Rosellinia arcuate, Rosellinia bunodes ; ordo Hypocreales yang sebagian besar hifanya berubah menjadi klamidospora misalnya Ustilaginoidea virens; ordo Dothideales yang salah satu anggotanya menjadi penyebab penyakit pada karet yang sangat membahayakan yaitu Dothidella ulei. Kelas Basidiomycetes : dibagi menjadi dua sub kelas berdasarkan ada tidaknya sekat di dalam basidia yaitu sub kelas Homobasidiomycetidae atau Holobasidiomycetidae yang basidianya tidak bersekat dan sub kelas Heterobasidiomycetidae atau

Hemibasidiomycetidae yang basidianya bersekat. Sub kelas Hemibasidomycetidae dibagi menjadi tiga ordo yaitu ordo Ustilaginales atau jamur api karena menyebabkan penyakit yang gejalanya gosong dengan miselium di dalam jaringan setelah tua akan berubah menjadi klamidospora; ordo Uredinales atau jamur karat karena gejala penyakit yang ditimbulkannya berwarna seperti karat (merah orange); ordo Auriculales yang mempunyai basidia dan sterigma yang panjang, umumnya hidup secara saprofitis hingga kuran penting bagi segi penyakit tumbuhan. Ordo Ustilaginales berdasarkan letak sporidia (basidiospora) pada basidia (promiselia) dibagi menjadi dua famili, yaitu Ustilaginaceae yang sporidianya terletak pada sisi lateral promiselianya misalnya Ustilago maudis, U. sacohari dan familia Tilletiaceae yang sporidianya terletak pada ujung terminal dari promiselianya misalnya Tilletia horrida. Ordo Uridinales merupakan kelompok jamur yang penting karena banyak menjadi penyebab penyakit terpenting pada bermacam-macam tanaman dengan ciri-ciri : 1. 2. 3. Miselliumnya mengandung tetes-tetes minyak yang berwarna kuning, dalam daur hidupnya yang lengkap mempunyai lima macam spora, berupa parasit obligat yang tumbuhnya intercelluler dan mengambil makanannya dengan haustoria,

4.

Teliospora bila berkecambah membentuk promiselia.

Macam-macam spora yang terdapat dalam daur hidup yang lengkap : Tanda O I II III IV Tubuh Buah Pycnia/Spermogonia Aecia/Aecidia Uredinia/Uredosori Telia/Teleutosori Promoselia Spora Pycniospora/Spermatina Aeciospora/Aecidiospora Urediospora/Uredospora Teliospora/Teleutospora Sporodia/Basidiospora Tingkat Cluster Cluster Red rust Black rust --

Dua genus dari ordo Uredinales yang sangat penting di Indonesia adalah Puccinia yang menimbulkan banyak penyakit penting misalnya P. graminis, P. polysora, P. arachidis dan genus Hemilela yang uredosporanya menyerupai segmen jeruk, bagian yang cekung halus dan bagian yang cembung kasar misalnya H. vastatrix. Ordo Auricularies, salah satu anggotanya yang terkenal adalah jamur kuping atau Auricularia auriculariales yang bentuk tubuh buahnya seperti telinga berwarna coklat atau kehitaman dan enak dimakan, yang di daerah Surakarta merupakan salah satu ciri dari suatu makanan khas yaitu timlo. Sub kelas Holobasidiomycetidae yang hanya mempunyai satu sari penting yaitu Humenomycetes dengan beberapa familia pentingnya, yaitu : Corticiaceae yang tubuh buahnya resupinat artinya melekat pada substratnya, salah satu anggotanya Corticium salmonicolor atau jamur upas; Exobasidiceae yang tubuh buahnya dibentuk di bawah epidermis dan bila spora masak menekan epidermis hingga pecah, salah satu anggotanya adalah Exobasidium vexans penyebab penyakit cacar daun teh (blister blight) terutama di tempat-tempat yang sangat lembab; Polyporaceas yang tubuh buahnya mempunyai banyak pori-pori dan dapat beumue sangat panjang, misalnya Ganoderma pseudofereum yang menjadi penyebab penyakit akar merah anggur pada bebrapa tanaman juga Poria hypolateritia yang menjadi penyebab penyakit akar merah bata dan Fomes lignosis

penyakit akar putih yang banyak menimbulkan masalah pada perkebunan karet; Agaricaceae umumnya hidup saprofitis meskipun ada juga yang parasitis misalnya Armillaria mellea yang merupakan penyebab penyakit akar dan kanker belah pada batang, Volvariella volvacea yang merupakan jamur yang enak dimakan dengan nama daerah jamur merang atau straw mushroom dan paling