PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENANGANAN ......1 PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENANGANAN KONFLIK...
Transcript of PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENANGANAN ......1 PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENANGANAN KONFLIK...
1
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENANGANAN KONFLIK
ANTARA PT.PERKEBUNAN NUSANTARA DENGAN MASYARAKAT
MAIWA DI KABUPATEN ENREKANG
ERMAN
105640192714
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENANGANAN KONFLIK
ANTARA PT.PERKEBUNAN NUSANTARA DENGAN MASYARAKAT
MAIWA DI KABUPATEN ENREKANG
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu
Pemerintahan
Disusun dan Diajukan oleh
ERMAN
Nomor Stambuk : 105640192714
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
iii
iv
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama Mahasiswa : Erman
Nomor Stambuk : 105640192714
Program Studi : Ilmu Pemerintahan
Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya
sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan oleh orang
lain atau plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya apabila
dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku
Makassar, November 2020
Yang menyatakan
Erman
vi
MOTO DAN PERSEMBAHAN
“Janganlah menatap masa lalu dengan berduka, ia tak akan kembali lagi,
hadapilah masa sekarang dengan bijaksana dan sambutlah bayangan masa
depan dengan keraguan dan dengan disertai keteguhan hati”
Kupersembahkan karya ini buat:
Kedua orang tuaku Salam dan Juna Serta saudaraku,
teman-teman yang selalu suport sehingga penulis bisa
mewujudkan harapan menjadi kenyataan.
vii
ABSTRAK
Erman, Jaelan Usman Dan Ansyari Mone, Peran Pemerintah Dalam
Penanganan Konflik Antara PTPN Dengan Masyarakat Maiwa Kabupaten
Enrekang.
Tujuan penelitian untuk Mengetahui sebab terjadinya konflik antara
masyarakat dan PTPN Serta Menganalisis Peran pemerintah dalam penanganan
konflik antara PTPN dengan masyarakat maiwa di Kabupaten Enrekang, Metode
penelitian menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini
adalah Masyarakat Maiwa dan PTPN sendiri dan Pemerintah kabupaten
Enrekang. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan lembar observasi,
panduan wawancara, alat perekam suara, kamera. Dalam teknik analisis data
penelitian menggunakan reduksi data, sajian data, dan verivikasi.
Hasil penelitian ini di temukan bahwa, Peran pemerintah dalam menangani
konfilk antara PT.Perkebunan Nusantara dengan masyarakat Maiwa di Kabupaten
Enrekang . 1. Mediasi, dalam hal ini pemerintah Kabupaten Enrekang melakukan
mediasi, mempasilitasi dan mempertemukan dua belah pihak yang berkonflik
sudah berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-
masing, yaitu sebagai orang pertama dalam mengambil kebijakan. 2. Negosiasi
pemerintah daerah Kabupaten Enrekang meberikan negosiasi terhadapa PTPN
dengan masyarakat Maiwa. Pemerintah menyarankan agar kedua belah pihak
menyelesaikan masalah tersebut agar tidak terjadi yang lebih buruk lagi. Padahal
ini pemerintah daerah berusaha menegosisiasi kedua belah pihak agar
permasalahan yang terjadi ini bisa diselesaikan 3.Fasilitator Peran pemerintah
dalam melakukan fasilitasi atau sebagai fasilitator dapat dilihat dari penyediaan
sarana pertemuan (lokasi, tempat, dan fasilitas), penetapan waktu dan agenda
pertemuan serta menfasilitasi pertemuan untuk mencapai kesepakatan (sebagai
fasilitator).
Kata Kunci: Peran Pemerintah, konflik antara PTPN dengan Masyarakat Maiwa
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Pemerintah dalam Penanganan
Konflik Antara PTPN dengan Masyarakat Maiwa di Kabupaten Enrekang”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi
syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan pada Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Pada lembaran ini penulis hendak menyampaikan ucapan terima
kasih dan penghargan yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat, bapak
Dr. Jaelan Usman, M.Si selaku pembimbing I dan bapak Drs. H. Ansyari
Mone, M.Pd selaku pembimbing II yang telah berkenan meluangkan waktu
dan tenaganya dalam membimbing dan memberikan petunjuk yang begitu
berharga dari awal persiapan penelitian hingga selesainya skripsi ini dan
penulis juga menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada
orang tua, Ayahanda Salam dan Ibunda Juna atas segala kasih sayang, cinta,
pengorbanan serta do‟a yang tulus dan ikhlas yang senantiasa beliau
panjatkan kepada Allah SWT sehingga menjadi pelita terang dan semangat
yang luar biasa bagi penulis dalam menggapai cita-cita, serta seluruh
keluarga besar penulis yang selalu memberi semangat dan dukungan
disertai segala pengorbanan yang tulus dan ikhlas
Penulis juga tak lupa ucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag., selaku Rektor Universitas
ix
Muhammadiyah Makassar.
2. Ibu Dr. Ihyani Malik, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Ibu Dr. Nuryanti Mustari, S. IP., M. Si selaku Ketua Prodi Ilmu
Pemerintahan yang selama ini turut membantu dalam kelengkapan
berkas hal-hal yang berhubungan administrasi perkuliahan dan kegiatan
akademik.
4. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Pemerintahan yang telah menyumbangkan
ilmunya kepada penulis selama mengenyam pendidikan di bangku
perkuliahan dan seluruh staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah banyak membantu
penulis.
5. Para pihak Dinas/Instansi yang ada pada lingkup pemerintah Kabupaten
Enrekang, Instansi yang berada di Kecamatan Maiwa, Desa
Motomalangga yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
6. Kepada seluruh keluarga besar fisipol Universitas Muhammadiyah
Makassar, terutama kepada satu angkatan 2014 Ilmu Pemerintahan
terkhusus teman saya yang selalu menemani pada saat turun kelapangan
Rahmat dan Angga , Kakak dan sepupu saya Winda dan Fadli yang
selalu mendampingi pada saat penyusunan.
Sehubungan akhir tulisan ini penulis memohon maaf kepada semua
pihak atas segala kekurangan dan kehilafan, disadari maupun yang tidak
x
disadari. Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya
membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat
dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang
membutuhkan.
Makassar, November 2020
Erman
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................
HALAMAN PENERIMAAN TIM ..................................................................
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMU ..........................
MOTO DAN PERSEMBAHAN......................................................................
ABSTRAK .......................................................................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................
DAFTAR ISI ....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 7
BAB II TINJUAN PUSTAKA
A. Penelitian Relevan ........................................................................... 9
B. Konsep Peran Pemerintah ................................................................ 9
C. Pengertian Konflik Agraria ............................................................. 15
D. Kerangka Fikir ................................................................................. 24
E. Fokus Penelitian .............................................................................. 25
F. Deskripsi Fokus Penelitian .............................................................. 26
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................... 27
B. Jenis dan Tipe Penelitian ................................................................. 27
C. Sumber Data .................................................................................... 27
D. Informan Penelitian ......................................................................... 28
E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 29
F. Teknik Analisis Data ....................................................................... 30
G. Keabsahan Data ............................................................................... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN
A. Gambaran Umum objek penelitian .................................................. 32
1. Sejarah berdirinya Kabupaten Enrekang ................................... 32
2. Gambaran PT. Perkebunan Nusantara ....................................... 35
xii
B. Peran pemerintah sebagai mediasi dalam penanganan konflik
antara PT. Perkebunan Nusantar dengan masyarakat Maiwa di
Kabupaten Enrekanng...................................................................... 45
C. Peran pemerintah sebagai negosiasi dalam penanganan konflik
antara PT. Perkebunan Nusantar dengan masyarakat Maiwa di
Kabupaten Enrekanng...................................................................... 57
D. Peran pemerintah sebagai fasilitator dalam penanganan konflik
antara PT. Perkebunan Nusantar dengan masyarakat Maiwa di
Kabupaten Enrekanng...................................................................... 60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 65
B. Saran .......................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 68
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah konflik di indonesia merupakan fenomena yang tidak asing
lagi dan menyitah perhatian publik karena wujudnya yang sebagian besar telah
mengarah pada suatu kekerasan sosial dan telah meluas pada berbagai lapisan
masayarakat. Pada umumnya konflik diakibatkan oleh perbedaan pendapat,
pemikiran, ucapan, dan perbuatan. Sikap dasar yang sulit dan tidak ingin
menerima dan menghadapi perbedaan semacam itu akan mengubah seseorang
berwatak suka berkonflik. Orang seperti ini akan membuat problem kecil dan
sederhana sebagai alasan untuk menciptakan konflik. Konflik sebagai saluran
akumulasi perasaan yang tersembunyi secara terus-menerus mendorong
seseorang untuk berperilaku dan melakukan sesuatu berlawanan dengan orang
lain. Sebuah keinginan ambisi yang kuat bahkan menyebabkan terjadinya
konflik antar perorangan, sedangkan dorongan emosi yang kuat untuk
menyalahkan orang lain akan menyebabkan seseorang terlihat konflik dengan
orang lain.
Setiap individu dalam masyarakat memiliki perspektif yang berbeda
tentang hidup dan masalah-masalahnya. Perbedaan perspektif tersebut
disebabkan karena masing-masing kita memiliki sejarah dan karaktek yang
unik, dilahirkan dalam cara hidup tertentu serta masing-masing kita memiliki
nilai-nilai yang memandu pikiran dan prilaku yang memotivasi kita untuk
mengambil tindakan tertentu dan menolak tindakan lainnya. Orang sering
1
2
berangapan bahwa ketika memiliki fakta yang sama, semua orang akan sampai
pada suatu analisis yang sama. Kenyataanya tidaklah demikian. Kebulatan
suara bahkan lebih mustahi dicapai jika kita mempertimbangkan bahwa selain
perbedaan-perbedaan alami tersebut terdapat perbedaan-perbedaan yang
disebabkan oleh berbagai dimensi: status, kekuasaan, kekayaan, usia, peranan
menurut gender, keanggotaan dalam suatu kelompok sosial tertentu dan
sebagainnya. Perbedaan berbagai posisi berdasarkan indikator-indikator sosial
tersebut mengakibatkan orang saling menginginkan hal-hal yang berbeda
dalam situasi yang sama dan ketika sasaran dan kepentingan mereka tidak
sesuai, maka terjadilah konflik. Pemerintah daerah memiliki peran strategis
dalam pembinaan dan pengawasan di daerahnya. Karena didalam undang-
undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah bab 1 tentang
ketentuan umum pasal 1 angka 5 menyebutkan urusan pemerintahan adalah
kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenagan Presiden yang
pelaksanaanya dilakukan oleh kementrian Negara dan menyelenggara
pemerintahan daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan dan
menyejahterakan Masyarakat.
Peraturan kepala BPN NO 3 tahun 2011 tentang pengelolahan
pengkajian dan penaganan kasus pertanahan membedakan dengan tegas
batasan kasus, sengketa, perkara dan konflik pertanahan (tidak meliputi
kawasan perairan; udara; dan hutan). Kasus dibatasi sebagai sengketa, konflik,
atau perkara pertanahan yang disampaikan kepada BPN RI untuk mendapatkan
penanganan penyelesaian sesuai ketentuan perundang-undangan dan kebijakan
3
pertanahan nasiaonal. Dalam hal ini jelas, bahwa BPN tidak akan menangani
kasus yang tidak dilaporkan diluar terminologi pertanahan dan tidak berpayung
hukum.
Terdapat beberapa kasus konflik penggunaan lahan yang terjadi di
indonesia, Seperti halnya yang terjadi di Maiwa, akhir-akhir ini dimana adanya
konflik antara PTPN dengan warga sekitar dalam memperebutkan lahan yang
masing-masing pihak mengklaim bahwa mereka memiliki hak atas tanah
tersebut.Warga mencari keadilan melalui berbagai upaya, lewat DPRD (Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah), Bupati Enrekang , dan ke Komnas HAM (Hak
Asasi Manusia) sekalipun. Namun, konflik tetap berkepanjangan, tak ada jalan
keluar. Pembaruan HGU yang habis baru diajukan lagi oleh pihak PTPN
Maroagin pada 2008. Namun, pemerintah Kabupaten Enrekang enggang
memberikan perpanjangan izin HGU PTPN di Kecamatan Maiwa Kabupaten
Enrekang. Dengan alasan,lahan ribuan hektar tersebut hanya di telantarakan
PTPN, dan tidak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Kabupaten
Enrekang. Bahkan, pemerintah Kabupaten Enrekang mengeluarkan surat
edaran Nomor 180/1657/setda, 2 juni 2016. Hal itu di tunjukan kepada Direksi
PTPN yang berisi memberikan peringatan dan mempertegas bahwa HGU
PTPN telah berakhir dan tidak diperpanjang lagi. PTPN yang masih tetap
ingin menguasai lahan padahal masyarakat telah memampaatkan lahan sesuai
edaran Pemkab Enrekang yang membuat keresahan di tegah masyarakat.
Selama ini PTPN selalu saja mengakibatkan kerusakan tanaman petani
dan tidak ada kompensasi yang layak diberikan pada petani. Konflik yang
4
terjadi menyebabkan bentrok antara Masyarakat dengan PTPN. Masyarakat
juga melakukan unjuk rasa dan merobohkan papan Dislitbang (Dinas
Penelitian dan Pengembangan) milik PTPN di Maiwa. Tidak hanya itu saja
masyarakat juga melakukan aksi di jalan dengan membawa spanduk yang
bertuliskan warga tolak penanaman kelapa sawit. Masyarakat yang melakukan
aksi turun ke jalan tidak hanya warga Maiwa saja yang melakukan aksi tersebut
tetapi semua Masyarakat yang ada di kawasan Kabupaten Enrekang pada
umumnya. Pemerintah Kabupaten Enrekang pada saat itu juga sedang
membahas rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Enrekang, dengan pasal kontroversial berupa perubahan
kawasan pertanian menjadi kawasan kelapa sawit. Selain untuk kawasan kelapa
sawit, PTPN juga mengokupasi tanah masyarakat untuk menampungan air.
Karyawan PTPN unit maroagin di bantu 10 orang dari satuan Brimob
Polda Sulsel melakukan perusakan terhadap kebun dan lahan. Di awal
pembukaan perkebunan PTPN menguasai dua wilayah yaitu Maiwa seluas
5.320 hektar yang akan ditanami kelapa sawit, dimana Sebahagian dari tanah
tersebut adalah milik masyarakat. Masyarakat menuntut pembebasan lahan.
Kekuasaan pemerintah sebagai penentu kebijakan, serta Hak Guna Usaha yang
dimiliki PTPN dan hak Masyarakat yang merupakan warisan nenek moyang
mereka, konflik ini sudah lama terjadi puluhan kali pertemuan digelar tak
membuahkan hasil malahan konflik semakin membesar, dari bulan kebulan
belum ada penyelesian yang baik dari Pemerintah Kabupaten Enrekang.
Perkebunan dan pengelolaan kelapa sawit yang dikelolah oleh PTPN sebuah
5
perkebunan sawit yang cukup luas, yang sebaghagian besar sahamnya di miliki
publik. Pada tahun 2018 terjadi konflik lagi antara Masyarkat dengan pihak
PTPN dimana Masyarakat menuntut pngembalian lahan yang direbut paksa
oleh Perusahan PTPN. Yang dimana demonstrasi tersebut mereka meminta
BPN meninjau ulang atau mencabut hak guna usaha (HGU) PTPN yang
melanggar hak Rakyat.
Menurut Dahrendorf (2008) mengemukakan bahwa masyarakat
mempunyai dua wajah (konflik dan consensus). Dahrendorf dengan teoritisi
konfliknya mengemukakan bahawa masyarakat disatukan oleh ketidak bebasan
yang dipaksakan. Dengan demikian, posisi tertentu di dalamanya masyarakat
mendegelasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain. Fakta
kehidupan sosial ini mengarahkan Dahrendorf pada tesis sentralnya bahwa
perbedaan distribusi otoritas selalu menjadi faktor yang menentukan konflik
sosial sistematis.
Perbincangan masalah peran pemerintah dalam penanggulangan
konflik, sebelumnya telah terdapat beberapa penelitian terdahulu seperti dalam
penelitian Fahrunnisa(2017) Peran pemerintah dalam penanganan konflik
pemutusan hubungan kerja karyawan PT. Agung Mas di Kabupaten Pangkep di
mana hasil penelitian menunjukan bahwa pemerintah dalam menjalankan
perannya sebagai Regulator, Dinamisator, Pasilitator sudah terealisasi dengan
baik, dilihat dari di temukannya kesepakatan antara karyawan yang di PHK
dengan pihak perusahaan melalui perundingan tripartit.
6
Sedangkan dalam penelitian (sahalessy, 2011) di mana peranan
pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan konflik antara (Suatu
Study Di Kelurahan Teling Atas Kecamatan Wanea Kota Manado) Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah kota bersama Pemerintah
Kelurahan yang bertugas menciptakan keamanan dan ketertiban warga ternyata
belum dapat menemukan solusi yang pas dalam menangani perkelahian antar
kelompok. Dari hasil penelitian terdahulu yang ada diatas dapat kita simpulkan
bahwa peran pemerintah dalam penanganan konflik sudah terlaksana tapi
masih belum efektif jadi pemerintah masih mencari cara lain untuk penangan
konflik yang efektif dan efisien.
Berdasarkan beberapa fenomena-fenomena yang terjadi di Maiwa
Kabupaten Enrekang terkait masalah konflik, maka sekiranya saya merasa
punya andil untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang hal tersebut diatas.
Oleh karna itu, peneliti untuk menganalisis ”Peran pemerintah dalam
penanganan konflik antara PTPN dengan Masyarakat Maiwa di
Kabupaten Enrekang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari paparan diatas, peneliti dapat menuliskan rumusan
masalah yaitu:
1. Bagaiaman peran pemerintah sebagai mediasi dalam penaganan konflik
antara PTPN dengan masyarakat Maiwa di Kabupaten Enrekang
7
2. Bagaimana peran pemerintah sebagai negosiasi dalam penanganan
konflik antara PTPN dengan masyarakat Maiwa di Kabupaten
enrekang
3. Bagaimana peran pemerintah sebagai fasilitator dalam penangan
konflik antara PTPN dengan masyarakat Maiwa di Kabupaten
Enrekang
C. Tujuan Penelitian
Dilihat dari rumusan masalah yang ada diatas, peneliti bertujuan
untuk:
1. Untuk mengetahui peran pemerintah sebagai mediasi
2. Untuk mengetahui peran pemerintah sebagai negosiasi
3. Untuk mengetahui peran pemerintah sebagai fasilitator
D. Manfaat Penelitian
Memberikan manfaat dan kontribusi yang positif bagi semua pihak.
Adapun manfaat penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi dalam menambah
pengetahuan dan menjadi bahan acuan bagi penelitian sejenis di masa
yang akan datang.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi dunia
pendidikan dan dapat meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan,
pada kehidupan sosial khususnya mengenai pengetahuan
pengembangan studi konflik.
8
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Universitas Muhammadiyah Makassar
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah koleksi bacaan
sehingga dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang lebih luas
lagi tentang studi kajian ilmu pemerintahan yang ada dalam kehidupan
masyarakat kita saat ini.
b. Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
informasi dan menambah wawasan tentang masalah-masalah yang
muncul selama ini terutama masalah konflik perebutan lahan.
c. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi bekal pengetahuan
dan pengalaman secara nyata bagi peneliti sehingga nantinya dapat
memberikan pemahaman dan kontribusinya terhadap permasalahan
yang ada dalam masyarakat.
d. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pemahaman
terhadap masyarakat pada umumnya agar peka terhadap masalah-
masalah yang terjadi disekitarnya sehingga dapat di ambil solusi yang
terbaik
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Relevan
Penelitian yang relevan dengan berbagai kajiannya akan menjadi
masukan untuk melengkapi penelitian ini. Adapun penelitian relevan yang
menjadi acuan dalam penelitian ini adalah Skripsi dengan judul “Peranan
Pemerintah dalam Pencegahan dan Penanggulangan Koflik Antara Kelompok
(Suatu Study Di Kelurahan Teling Atas Kecamatan Wanea Kota Manado)”.
Penulis Hendra Lumi. Jurusan Ilmu Pemerintah Tahun 2015 (Jenis Penelitian
Kualitatif). Sama-sama peran pemerintah dalam menangani masalah konflik,
penelitian ini memiliki perbedaan. Pada penelitian Hendra Lumi tentang
konflik antar kelompok sedangkan penelitian ini tetang masayarakat dengan
PTPN.
B. Konsep Peran pemerintah
1. Pengertian Peran Pemerintah
Setiap individu dalam masyarakat memiliki sumbangsih dalam
sistem masyarakat setempat, individu tersebut kemudian membentuk sub
sistem sebagai pondasi dari sistem yang ada. Individu dalam masyarakat
tentunya memiliki peran yang berbeda-beda antar satu sama lain
tergantung dari tuntutan sistem yang memaksa individu tersebut bertindak
dan menunjukan peran. Dalam kehidupan manusia dan hubungannya
dalam kelompok tertentu tertentu sering kali di barengi dengan tindakan
interaksi yang berpola, baik resmi maupun yang tidak resmi. Sistem pola
9
10
resmi yang dianut warga suatu masyarakat untuk berinteraksi dalam
sosiologi dan antropologi di sebut pranata.
Menurut Koentjaranigrat (2003) menegaskan orang yang bertindak
dalam pranata tersebut biasanya menganggap dirinya menempati suatu
kedudukan sosial tertentu, tindakan tersebut dibentuk oleh norma-norma
yang mengatur. Kedudukan (status) menjadi bagian penting dalam setiap
upaya untuk menganalisa masyarakat. Tingkah laku seseorng yang
memainkan suatu kedudukan tertentu itulah yang disebut peranan sosial.
Sedangkan menurut Winarno (2007) bahwa presiden (Eksekutif), lembaga
Yudikatif, lembaga Legislatif bahkan badan-badan administrasi
mempunyai tugas masing-masing dalam penentuan kebijakan. Kebijakan-
kebijakan yang diambil biasanya dapat meminimalisir masalah-masalah
yang terjadi dan berkembang di masyarakat.
Peranan berarti tidak bisa dipisahkan dari kedudukan, eratnya
kaitan bagi keduanya. Status tertentu akan membutuhkan peran tertentu .
semakin berat peran yang dimainkan maka semakin tinggi pula statusnya
dalam masyarakat. Dan sebaliknya bila semakin minim peran yang
dilakukan maka semakin rendah pula kedudukan atau statusnya dalam
masyarakat. Menurut robert M.Z lawang (1985) peran diartikan sebagai
suatu pola perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki status
atau posisi tertentu dalam organisasi. Peranan terkadang pula dikuti oleh
tuntutan masyarakat yang telah memberikan kepercyaan kepada individu
yang menempati status tertentu. Pengharapan masyarakat pada status
11
tertentu langsung maupun tidak memberikan beban bagi pelaksana peran
yang dimaksud.
Menurut Sarwono, 2015 peran adalah sebuah teori yang digunakan
dalam dunia Sosiologi, Psikologi dan Atropologi yang merupakan
berbagai teori, orientasi maupun disiplin ilmu. Teori peran berbicara
tentang istilah peran yang bisa digunakan dalam duania teater, dimana
seseorang aktor dalam teater harus bermain sebagai tokoh tertentu dan
dalam posisinya sebagai tokoh itu ia diharapakan untuk berprilaku secara
tertentu. Posisi seorang aktor dalam teater dinalogikan dengan posisi
seseorang dalam masyarakat, dan keduanya memiliki kesamaan posisi.
Peran diartikan pada karakterisasi yang di sandang untuk
dibawakan oleh seseorang aktor dalam sebuah pentas drama, yang dalam
konteks sosial peran diartikan sebagai suatu fungsi yang dibawakan
seseorang ketika menduduki suatu posisi dalam struktur sosial. Peran
seseorang aktor adalah batasan yang dirancang oleh aktor lain, yang
kebetulan sama-sama berada dalam penampilan/ unjuk peran. Menurut
Haris (2012) sebagai presepsi mengenal cara orang itu diharapkan
berprilaku atau dengan kata lain adalah pemahaman atau kesadarn
mengenai pola perilaku atau fungsi yang diharapkan diri orang tersebut.
a. Pemerintah
Pemerintah berasal dari kata perintah yang berarti menyuruh
melakukan sesuatu, istilah pemerintah di artikan sebagai perbuatan
dalam artian bahwa cara, hal urusan dan sebagainya dalam pemerintah.
12
Sedangkan definisi lain mengartikan bahwa pemerintah ialah jabatan
atau aparatur dalam susunan politik (Muhammad Yamin 1982)
pemerintah juga merupakan suatu bentuk organisasi yang bekerja dan
menjalankan tugas untuk mengelolah sistem pemerintah dan
menetapkan kebijakan dalam mencapai tujuan negara. Pemutusan
hubungan kerja akan mengakibatkan konflik antara pekerja dan
perusahaan apabila permasalahan pemutusan hubungan kerja tidak
diselesaikan dengan kata sepakat dari kedua belah pihak.
Peran pemerintah yang dimaksud oleh (Ariefgii, 2012) dalam
pembinaan masyarakat antara lain :
1. Pemerintah sebagai Regulator yaitu peran pemerintah adalah
menyiapakan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan
pembagunan melalui penerbitan perturan-peraturan. Sebgai
regulator, pemerintah memberikan acuan dasar kepada masyarakat
sebagai instrumen untuk mengatur segala kegiatan pelaksanaan
pemberdayaan.
2. Pemerintah sebagai dinamisator adalah mengerakan partisipasi
masyarakat jika terjadi kendala-kendala dalam proses pembagunan
untuk mendorong dan memilihara dinamika pembagunan daerah.
Pemerintah berperan melalui pemberian bimbingan dan pengarahan
secara intensif dan efektif kepada masyarakat. Biasanya pemberian
bimbingan melalui tim penyuluh maupun badan tertentu untuk
melakukan pelatihan.
13
3. Pemerintah sebagai fasilitator adalah menciptakan kondisi yang
kondusif bagi pelaksanaan pembagunan untuk menjembatani
berbagai kepentingan masyarakat dalam mengoptimalkan
pembagunan daerah. Sebagai fasilitator, pemerintah bergerak
dibidang pendampingan melalui pelatihan, pendidikan, dan
peningkatan keterampilan, serta dibidang pendanaan atau
permodalan melalui pemberian bantuan modal kepala masyarakat
yang diberdayakan.
b. Peran Pemerintah
Menurut Munir, 2010 peran pemerintah sesuai dengan fungsinya
diantaranya antara lain:
1. Fasilitator Sebagai fasilitator pemerintah daerah dapat mempercepat
pembangunan melalui perbaikan lingkungan attitudional, yaitu
berkaitan dengan perbaikan prosedur perijinan dan pelayanan, serta
melakukan penetapan daerah untuk memantapkan pengaturan
dimensi spasial dalam pembangunan.
2. Negosiasi dapat mengukur peran pemerintah dalam melakukan
negosiasi atau negosiator dapat dilihat dari upaya-upaya yang
dilakukan seperti mengindetipikasi permasalahan, mencari dan
mengumpulkan informasi dari masing- yang berkonflik.
3. Mediasi pengendalian konflik dengan cara mediasi dilakukan
apabila kedua belah pihak yang berkonflik sepakat untuk menunjuk
pihak ketiga sebagai mediator.
14
Peran pemerintah dalam mengelolah sumber daya tanah tidak
hanya melindungi fungsi dan nilai strategisnya bagi masyarakat, bahkan
memberdayakan agar fungsi dan nilai tersebut menjadi sempurna
penggunaanya dan pemanfaatanya sebagai mana yang diatur dalam
undang-undang dasar 1945 pasal 33 ayat 3 yaitu “ bumi dan air dan
kekayaan alam yang tergandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Pasal ini
merupakan payung hukum tertinggi terhadap pengakuan hak-hak
masyarakat dalam mempegunakan berbagai sumber kekayaan yang ada di
bumi, seperti hutan dan tanah atau lahan. Dan di atur lebih jelas lagi dalam
Undang-Undang Pokok Agraria ( UUPA) Nomor 5 tahun 1960 pasal 2
ayat memberikan wewenang yang lebih jelas tentang wewenang
pemerintah yang menjalankan sebuah negara yaitu:
1. Untuk mengatur dan menyelengarakan peruntukan, penggunaan,
persedian dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
2. Menentukan dan mengatur hubungan anatara orang-orang dengan
bumi, air dan ruang angkasa
3. Mengatur dan menentukan hubungan hukum orang dan perbuatan
hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Persoalan sengketa tanah tak pernah redah khususnya di Provinsi
Sulawesi Selatan kabupaten Enrekang kecamatan Maiwa, masalah kasus
sengketa tanah senantiasa terjadi dan menempati ranting tertinggi.
15
C. Pengertian Konflik Agraria
1. Pengertian konflik
Konflik pada dasarnya adalah sesuatu yang tidak terhindarkan
dalam kehidupan kita. Konflik merupakan bagian dari interaksi sosial yang
bersifat disosiatip. Konlik ini jika di biarkan berlarut-larut dan
berkepanjangan serta tidak segera ditangani akan menimbulkan terjadinya
disintegrasi sosial suatu bangsa. Suatu keadaan yang memiliki peluang besar
untuk timbulnya konflik adalah perbedaan. Perbedaan yang di maksud
adalah perbedaan kepentingan. Konflik berasal dari kata kerja latin
configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik di artikan
sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok)
dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya. Konflik di latar belakangin
oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
Perbedaan-perbedaan tersebut di antaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Dengan dibawa sertanya ciri-ciri yang di bawa individual dalam interaksi
sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan
tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antara
anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan
hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia yang disusun oleh
Purwadarminta ( 1976) konflik diterjemahkan sebagai percekcokkan,
16
perselisihan, atau pertentangan. Pertentangan itu sendiri bisa saja muncul
dalam bentuk ide, gagasan, maupun fisik antara dua belah pihak yang saling
berseberangan. Defenisi ini jika kita padukan dengan pandangan Diana
Francis (2006, Hardensi:2013) yang meletakkan unsur pergerakan dan
persinggungan sebagai aspek tindakan di dalam konflik, maka secara
sederhana konflik dapat diartikan sebagai pertentangan yang ditandai oleh
pergerakan dari beberapa pihak sehingga terjadi persinggungan.
Konflik menurut Fisher et al. (2001: 4) adalah hubungan antara dua
pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki sasaran-sasaran
yang tidak sejalan, konflik adalah suatu kenyataan hidup, tidak terhindarkan
dan sering bersifat kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak
sejalan. Berbagai perbedaan pendapat dan konflik biasanya diselesaikan
tanpa kekerasan, dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi
sebagian besar atau semua pihak yang terlibat.
Robins Universitas Sumatera Utara Tadjudin 2000), yaitu konflik
dikatakan sebagai suatu proses yang dimulai tatkala suatu pihak merasa ada
pihak lain yang memberikan pengaruh negatif atau tatkala suatu pihak
merasa kepentingannya itu memberikan pengaruh negatif kepada pihak
lainnya. Konflik adalah juga pertentangan antar banyak kepentingan, nilai,
tindakan atau arah, serta sudah merupakan bagian yang menyatu sejak
kehidupan ada (Mitchel et al. 2000:365).
Maka konflik merupakan sesuatu yang tidak terelakan, yang dapat
bersifat positif maupun negatif. Secara etimologis kata agraria berasal dari
17
bahasa Latin ager yang artinya sebidang lahan (bahasa Inggris acre),
lapangan atau pedusunan.
a. Faktor penyebab konflik
Faktor yang melatar belakagi terjadinya konflik perkelahian antara
kelompok adalah suatu peristiwa yang merupakan dorongan dimana
dorongan tersebut dapat memengaruhi dan menyebabkan konflik
perkelahian antara kelompok. Dahrendof dalam soekanto soerjono 2007
mengemukakan ciri-ciri konflik dalam organisasi sosial sebagai berikut:
1. Sistem sosial senantiasa berada dalam keadaan konflik
2. Konflik – konflik tersebut disebabkan karena adanya kepentingan-
kepentingan yang bertentangan yang tidak dapat dicegah dalam
struktur sosial masyarakat.
3. Kepentingan-kepentingan itu cenderung berpolarisasi dalam dua
kelompok yang saling bertentangan.
4. Kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan mencerminkan
deperensial distribusi kekuasaan di antara kelompok-kelompok yang
berkuasa dan dikuasai.
5. Penjelasan suatu konflik akan menimbulkan perangkat kepentingan
baru yang saling bertentangan, yang dalam kondisi tertentu
menimbulkan konflik.
6. Perubahan sosial merupakan akibat-akibat konflik yang tidak dapat
dicegah pada berbagai tipe pola-pola yang telah melembaga.
18
Suatu konflik yang terjadi antar kelompok menjadi tidak sehat
apabila masing-masing pihak di dalam mencari pemecahanya tidak lagi
bersifat rasianal tapi lebih bersifat emosional. Akibatnya yang terjadi adalah
seperti tawuran, penjarahan, perusakan rumah warga, perkelahian antar
kelompok di dalam masyarakat. Kekerasan sudah dijadikan sebagai media
penyelesaian konflik.
b. Akibat Terjadinya konflik
Ada beberapa akibat yang dapat ditimbulkan oleh adanya
pertentangan (Soerjono Soekanto, 2006), adalah:
1. Bertambahnya solidaritas in-group. Apabila suatu kelompok
bertentangan dengan kelompok lain, maka solidaritas dalam
kelompok tersebut akan bertambah erat.
2. Hancurnya atau retaknya kesatuan kelompok. Pecahnya persatuan
dalam kelompok apabila pertentangan dalam satu kelompok itu
terjadi.Perubahan kepribadian para individu
3. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia
4. Akomodasi, dominasi dan takluknya salah satu pihak.
c. Cara Penyelesaian Konflik
Terdapat beberapa cara untuk menyelesaikan konflik (Soerjono
Soekanto, 1990) yaitu:
1. Coercion (Paksaan)
Penyelesaiannya dengan cara memaksa dan menekan pihak lain
agar menyerah.Coercion merupakan suatu cara dimana salah satu
19
pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan
pihak lawan. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak
harus mengalah dan menyerah secara terpaksa.
2. Compromise
Suatu cara dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi
tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan
yang ada.
3. Arbitration
Merupakan suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan
diantara kedua belah pihak. Pihak ketiga mendengarkan keluhan
kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan
mengikat.
4. Mediation (Penengahan)
Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi
sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin
komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah
serta melapangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu.
5. Conciliation
Merupakan suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-
keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu
persetujuan bersama. Konsep sentral dari teori konflik adalah
wewenang dan posisi yang keduanya merupakan fakta sosial.
Distribusi wewenang dan kekuasaan secara tidak merata menjadi
20
faktor yang menentukan konflik sosial secara sistematik, karena
dalam masyarakat selalu terdapat golongan yang saling bertentangan
yaitu penguasa dan yang dikuasai (Soetomo, 1995). Teori konflik
melihat apapun keteraturan yang terdapat dalam masyarakat
merupakan pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang
berada di atas dan menekankan peran kekuasaan dalam
mempertahanka ketertiban dalam masyarakat (George Ritzer dan
Douglas J. Goodman, 2008).
2. Pengertian Agraria
Ketetapan MPR No .IX/2001 tentang pembaruan agraria dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam. Dalam ketetapan MPR tersebut sangat
jelas ada mandat yang diberikan kepada DPR maupun Presiden untuk:
a. Dilakukan peninjauan kembali segala perundang-undangan dan peraturan
di bidang agraria yang selama ini sifatnya sektoral, tumpang tindih, dan
tidak mengandung semangat untuk mengedepankan kepentingan rakyat
banyak dalam hal penguasa, pemanfaatan dan pengelolaan tanah dan
sumber alam lainnya.
b. Dilakukan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah yang berkeadilan yang lebih dikenal dengan istila
land reform, sekaligus dilakukan pendataan dan inventarisasi tanah untuk
kepentingan land reform ini.
c. Diselesaikannya konflik-konflik agraria dan pengelolaan sumber daya
alam dengan berpegang pada prinsip menjunjung tinggi hak asasi
21
manusia, termasuk memperkuat kelembagaan yang akan bertugas
melaksanakan penyelesaiaan sengketa-sengketa
d. Mengupayakan pembiayaan bagi program pembaruan agraria dan
penyelesaian konflik-konflik agraria maupun dalam pengelolaan sumber
daya alam
Kata bahasa Latin Agrarius meliputi arti: yang ada hubungannya
dengan tanah; pembagian atas tanah terutama tanah-tanah umum; bersifat
rural (Wiradi, 1984). Sesuai dengan UU Pokok Agraria tahun 1960, konsep
agraria menunjuk pada beragam objek atau sumber agraria sebagai berikut:
tanah, perairan, hutan, bahan tambang, dan udara. Struktur agraria pada
dasarnya menunjuk pada hubungan antar berbagai status sosial penguasaan
sumber-sumber agrarian. Tidak saja pola penguasaan, namun pola
pemilikan dan pemanfataan sumber-sumber daya agraria menjadi penting.
Hubungan tersebut dapat berupa hubungan ”pemilik dengan pemilik”,
”pemilik dengan pembagi-hasil”, ”pemilik dengan penyewa”, dan lainnya.
Menurut Wiradi (1984), kata ”penguasaan” menunjuk pada
penguasaan efektif, sedangkan ”pemilikan” tanah menunjuk pada
penguasaan formal. Penguasaan formal dapat dijelaskan dengan adanya
undang-undang yang mengatur mengenai penguasaan tanah. Penguasaan
Universitas Sumatera Utara 8 tanah belum tentu dan tidak harus disertai
dengan pemilikan. Penguasaan tanah dapat berupa hubungan “pemilik
dengan pemilik”, “pemilik dengan pembagi hasil”, “pemilik dengan
penyewa”, “pemilik dengan pemakai” dan lain-lain (Sihaloho, 2004). Kata
22
“pengusahaan” menunjuk pada pemanfaatan sebidang tanah secara
produktif (Wiradi, 1984).
3. Konsep Konfik Agraria
Menurut Wiradi (2000), konflik agraria sebagai suatu gejala sosial
merupakan proses interaksi antar dua orang/kelompok atau lebih yang
masing-masing memperjuangkan kepentingan antar objek yang sama seperti
tanah, air, tanaman, tambang, udara yang berada di atas tanah yang
besangkutan. Pada tahap ”berlomba” untuk mendahului objek itu, sifatnya
masih dalam ”persaingan”. Tetapi pada saat mereka saling berhadapan
untuk memblokir jalan lawan, terjadilah ”situasi konflik”. Jadi, konflik
adalah bentuk ekstrim dan keras dari persaingan. Konflik agraria merupakan
sebuah konsekuensi yang harus dihadapi sebagai bagian atau cara dari
pengaruh kebijakan yang diberlakukan pemerintah.
Ada tiga kelompok yang biasanya tercakup dalam masalah agraria,
yaitu pemerintah, pengusaha, (perusahaan swasta dan negara), dan
masyarakat (Sitorus dan Wiradi, 1999). Menurut Christodoulou (Puji Astuti
2008) Konflik agraria adalah konflik yang berhubungan dengan
pengontrolan sumber-sumber Agraria. Konflik Agraria menurut Christoulou
biasanya melibatkan masyarakat, pemerintah, dan bisnis yang kesemuanya
memperebutkan sumber-sumber Agraria. Masyarakat melakukan
perlawanan terhadap negara dan bisnis untuk menuntut apa yang menurut
mereka Universitas Sumatera Utara 9 adalah haknya. Sedangkan negara dan
pengusaha juga berusaha melakukan perlawanan dan penekanan terhadap
23
masyarakat untuk mempertahankan hak-haknya atas sumber-sumber agraria,
dimana keduanya pada umumnya memiliki bukti-bukti yuridis. Sejarah Dan
Fase-Fase Konflik Agrari. Konflik agraria adalah konflik yang berhubungan
dengan pengontrolan sumber-sumber agraria. Konflik agraria menurut
christoulou biasanya melibatkan masyarakat, pemerintah, dan bisnis yang
semuanya memperebutkan sumber-sumber agraria. Masyarakat melakukan
perlawanan terhadap negara dan bisnis untuk menuntut mereka Universitas
Sumatera Utara 9 adalah hakanya. Sedangkan negara dan pengusaha juga
berusaha melakukan perlawanan dan penekanan terhadap masyarakat untuk
mempertahankan hak-haknya atas sumber-sumber agraria, dimana keduanya
pada umumnya memiliki bukti-bukti yudiris.
D. Kerangka Fikir
Peran pemerintah menurut Munir bahwa dalam penyelesai suatu
koflik maka peran pemerintah sangat dibutuhkan dengan melalui Negosiasi,
Mediasi, dan Fasilitator. Melalui Mediasi pengendalian konflik dengan cara
mediasi dilakukan apabila kedua belah pihak yang berkonflik sepakat untuk
menunjuk pihak ketiga sebagai mediator, Negosiasi dapat mengukur peran
pemerintah dalam melakukan negosiasi atau negosiator dapat dilihat dari
upaya-upaya yang dilakukan seperti mengindetipikasi permasalahan, mencari
dan mengumpulkan informasi dari masing- yang berkonfli, dan Sebagai
fasilitator, pemerintah bergerak dibidang pendampingan melalui pelatihan,
pendidikan, dan peningkatan keterampilan, serta dibidang pendanaan atau
24
permodalan melalui pemberian bantuan modal kepala masyarakat yang
diberdayakan.
Dalam penyelesai koflik antara masyarakat dengan PTPN maka peran
pemerintah di Kabupaten Enrekang melalui 3 hal di atas, agar kedua belah
pihak yang berkoflik dapat teratasi dengan baik.
Bagan Kerangka Pikir
E. okus Penelitian
Fokus penelitian ini berangkat dari latar belakang masalah, kemudian
dirumuskan dalam rumusan masalah dan dikaji berdasarkan teori dan tinjauan
pustaka. Adapun fokus penelitian yang bersangkutan dari rumusan masalah
adalah:
1. Peran pemerintah sebagai mediasi yaitu pemerintah melakukan apabila
kedua belah pihak yang berkonflik ketika pemerintah memberikan
Peran Pemerintah dalam Penanganan Konflik Antara PTPN
dengan Masyarakat Maiwa di Kabupaten Enrekang
Pernan Pemerintah
Munir 2010
Negosiasi Mediasi
Penyelesaian
konflik
Fasilitator
25
pemikiran atau nasehat tentang cara terbaik menyelesaikan pertentangan
mereka.
2. Peran pemerintah sebagai negosiasi yaitu mencari dan mengumpulkan
informasi dari masing-masing pihak yang berkonflik mendatangi pihak
yang berkonflik dan mendegarkan tuntutan serta melakukan lobby terhadap
masing-masing pihak yang berkonflik.
3. Peran pemerintah sebagai fasilitator yaitu pemerintah di Kabupaten
Enrekang mempersiapkan lokasi, tempat dan fasilitas terhadap kedua belah
pihak yang berkonflik.
F. Deskripsi Fokus Penelitian
Adapun deskripsi fokus penelitian yang dijelaskan oleh peneliti sebagai
berikut:
1. Mediasi yaitu pemerintah dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di desa
Motto Malangga Kecamatan Maiwa di Kabupaten Enrekang dengan cara
memediasikan agar permasalahan ini mencapai titik perdamaian kepada
kedua belah pihak yang berkonflik
2. Negosiasi yaitu pemerintah dapat meberikan tawaran kepada PTPN dengan
masyarakat Maiwa untuk membagi rata tanah tersebut biar konflik ini akan
selesai dan tidak ada lagi konflik yang berlanjut.
3. Fasilitator Sebagai fasilitator pemerintah daerah dapat mempercepat
pembangunan melalui mempersiapkan tempat, fasilitas kepada kedua belah
pihak yang berkonflik
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu yang akan di butuhkan peneliti yakni 2 bulan setelah ujian
proposal dan akan bertempat pada tanggal 3 November 2019 s/d 03
Januari 2020 di Desa Botto Malangga Kecamatan Maiwa Kabupaten
Enrekang. Di pilihnya lokasi ini karena beberapa pertimbangan di
antaranya: pertama, lokasi ini merupakan salah satu wilayah yang
bermasalah terkait perebutan tanah oleh PTPN sebagai penanaman kelapa
sawit di Kabupaten Enrekang hingga menuai penolakan bagi masyarakat
tersebut, kedua lokasi penelitian berada di Kabupaten Enrekang Propinsi
Sulawesi selatan (sebagai Pusat Pemerintah Daerah), sangatlah
berpengaruh dan menjadi model bagi daerah-daerah lainya di Propensi
Sulawesi Selatan, ketiga lokasi tersebut merupakan tempat pemukiman
masyarakat sehingga sanagat sesuai dengan konflik vertikal
B. Jenis dan Tipe Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan
yang bersifat ilmiah, melalui prosedur yang telah ditetapkan.
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu
sesuatu penelitian yang mendeskripsikan tentang ruang lingkup dan
proses penanganan konflik antara PTPN dengan masyarakat di Maiwa
Kabupaten Enrekang.
26
27
2. Tipe penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe studi kasus di
maksudkan untuk memberikan gambaran secara jelas mengenai
masalah-masalah yang diteliti yang pernah dialami oleh informan
berdasarkan pengalaman.
C. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah berbagai informasi dan keterangan yang
diperoleh langung dari sumbernya, yaitu para pihak yang dijadikan
informan penelitian. Jenis data ini meliputi informasi dan keterangan
mengenai konflik antara PTPN dengan masyarakat Maiwa. Kriteria
penentuan informan penelitian di dasarkan pada pertimbangan
kedudukan/jabatan, kompetensi dan penguasaan masalah yang relevan
dengan obyek penelitian.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah berbagai teori dan informasi yang
diperoleh tidak langsung dari sumbernya, yaitu berbagai buku yang
berisi teori konflik agraria, serta berbagai dokumen-dokumen yang ada
pada Kantor PU di Kabupaten Enrekang dan juga data lainya yang
relevan dengan kebutuhan dan tujuan penelitian.
28
D. Informan penelitian
Informan penelitian adalah pihak yang ditentukan oleh peneliti yang
akan memberikan informasi terkait obyek yang akan diteliti. Penentuan
informan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive
sampling, sengaja menentukan dengan pertimbagan bahwa masalah dapat
memberikan informasi terkait masalah yang akan di teliti. Adapun
Informan sebagai berikut:
Tabel Informan penelitian sebagai berikut:
NO INFORMAN INISIAL PEKERJA
1. Direksi DN 1
2. Pemerintah A 1
3. Masyarakat B 2
4. PTPN AA 1
Sumber: informan penelitian 29 desember 2020
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dokumentasi
sebagai berikut
1. Observasi
Observasi atau pengamatan, menjadi kegiatan pusat perhatian pada
sesuatu hal yang berkaitan dengan permasalahan menggunakan seluruh
panca indra. Lokasi observasi penelitian dilakukan dengan
mengidentifikasi terkait peran pemerintah dalam penanganan konflik
antara PTPN dengan masyarakat Maiwa.
29
2. Wawancara.
Wawancara dilangsungkan dalam bentuk Tanya jawab secara
langsung. Misalnya dengan kepala Kantor PU, Masyarakat Maiwa dan
kariawan PTPN jika peneliti dilangsungkan dalam penelitian. Jawaban
atas pertanyaan tadi, direkam atau ditulis oleh peneliti ke dalam lembar
kertas .Tape recorder dapat digunakan untuk merekam segala hal telah
dipersiapkan peneliti.Wawancara, dilakukan peneliti secara terbuka
dengan beberapa informan, saat melalukan wawancara selama
penelitian, Peneliti diberikan kebebasan untuk memperoleh data dan
informasi serta jawaban dari subyek peneliti sesuai dengan kemapuan
dan kemauannya. Namun demikian, tetap peneliti berusaha
mengarahkan dan menafsirkanya sesuai keperluan.Wawancara
dilakukan terhadap mereka untuk mengaja netralitas peneliti agar hasil
yang diperoleh memperoleh hasil yang optimal.
3. Dokumentasi.
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data, dengan cara
mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan objek penelitian yang
diambil dari beberapa sumber seperti buku, arsip, table, maupaun data
yang tersimpan dalam website.
30
F. Teknik Analisis Data
Menurut (Sugiono, 2011) terdapa tiga tipe teknik analisis data
kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data dan verifikasi. Proses tersebut
berlangsung secara rutin selama penelitian dilakukan, bahkan sebelum
data benar-benar terkumpul.
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah sebagai bentuk analiasis, memfokuskan,
menyempurnakan dan membuang yang di anggap tidak perlu.
2. Sajian Data
Sajian data merupakan kumpulan beberapa informasi yang sudah
tersusun berupa informasi yang sistematis Melalui sajian data
memungkinkan peneliti mengambil kesimpulan.
3. Verifikasi
Verifikasi adalah penarikan simpulan adalah langkah terakhir dari
analisis data.Penarikan simpulan harus berdasarkan pada reduksi dan
sajian data.
G. Keabsahan Data
Keabsahan data dilakukan oleh peneliti agar dapat membuktikan
penelitian yang dilakukan benar- benar penelitian ilmiah, dan untuk
membutikannya peneliti menguji data yang di peroleh. Dalam penelitian
kualitatif uji keabsahan data meliputi:
31
1. Triangulasi metode bermakna data yang diperoleh dari satu sumber
dengan menggunakan metode/teknik tertentu, diuji ketidakakuratan atau
keakuratan data yang didapat.
2. Triangulasi waktu yang sering mempengaruhi kredibilitas data. Dalam
pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara mengecek
dengan wawancara , observasi atau teknik yang lain dalam waktu atau
situasi yang berbeda seperti di pagi hari dan di siang hari,bila hasil uji
menghasilkan data yang berbeda maka dilakukan secara berulang-
ulang sampai ditemukan kepastian data.
3. Triangulasi sumber data adalah membandingkan dengan cara mengecek
derajat kepercayaan suatu sumber informs yang diperoleh melalui
sumber yang berbeda. Misalnya membandingkan hasil pengamatan
dengan wawancara, membandingkan antara apa yang dilakukan dengan
yang dikatakan secara pribadi, membandingkan hasil wawancara
dengan dokumen yang ada.
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum dan Objek Penelitian
1. Sejarah Berdirinya Kabupaten Enrekang
Sejak abad XII, daerah ini tersebut Massenrempulu yang artinya
meminggir gunung atau menyusur gunung, sedangkan sebutan Enrekang
dari Endeg yang artinya naik dari atau panjat dan dari sinilah asal mulanya
sebutan Endekan. Masih ada arti versi lain yang dalam pengertian umum
sampai saat ini bahkan dalam adminstrasi pemerintahan telah dikenal
dengan nama ENREKANG versi Bugis sehingga jika dikatakan bahwa
Daerah Kabupaten Enrekang adalah daerah pegunungan sudah mendekati
kepastian, sebab jelas bahwa Kabupaten Enrekang terdiri dari gunung-
gunung dan bukit-bukit sambung- menyambung mengambil 85% dari
seluruh luas wilayah sekitar 1.786.01 km
Pada mulanya Kabupaten Enrekang merupakan suatu kerajaan
besar bernama maleppong bulan. Kerajaan ini bersifat manurung ( terdiri
dari kerajaan-kerajaan yang lebih kecil) Dengan sebuah federasi yang
menggabungkan 7 Pada mulanya Kabupaten Enrekang merupakan suatu
kerajaan besar bernama kawasan/kerajaan yang lebih di kenal dengan
federasi “pitue massenrempulu”, yaitu :
a. Kerjaan Endekan yang dipimpin oleh arung/puang Endekan
b. Kerajaan kassa yang di pimpin oleh arung kassa
c. Kerajaan batulappa‟ yang dipimpin oleh Arung Batulappa‟
32
33
d. Kerajaan tallu batu papan (Duri) yang merupakan gabungan Dari Buntu
Batu, Malua, Alla‟. Buntu Batu di pimpin oleh arung/puang Buntu
Batu, Malua oleh arung/puang Malua, Alla oleh arung Alla
e. Kerajaan Maiwa yang dipimpin oleh arung Maiwa
f. Kerjaan letta‟ yang dipimpin oleh arung letta‟
g. Kerajaan Baringin (Baringeng) yang di pimpin oleh arung baringin Pitu
(7) massenrempulu ini terjadi kira-kira dalam abad ke XVII M, pitu (7)
massenrempulu berubah nama menjadi lima Massenrempulu karena
kerjaan Baringin dan kerajaan Letta‟ tidak bergabung lagi kedalam
federasi Massenrempulu. Akibat dari politik devide et impera,
pemerintah belanda lalu memecah daerah ini dengan adanyaurat
keputusan dari pemerintah kerajaan belanda ( korte verklaring), dimana
kerajaan kassa dan kerajaan Batu Lappa‟ dimasukan ke Sawitto. Ini
terjadi sekitar 1905 sehingga untuk tetap pada keadaan lima
Massenrempulu tersebut, makanya kerajaan-kerjaan yang ada di
dalamnya yang di pecah.
Beberapa bentuk pemerintahdi wilayah massenrempulu pada masa
itu, yakni:
1. Kerajaan kerajaan di Massenrempulu pada zaman penjajahan belanda
secara administrasi belanda berubah menjadi landshcap. Tiap
landshcap dipimpin oleh seseorang arung (zelftbesteur) dan dibantu
oleh sulewatang dan pabbicara/arung lili, tetapi kebijaksanaan tetap
ditangan belanda sebagai Kontroleur. Federasi lima Massenrempulu‟
34
kemudian menjadi Buntu Batu, Malua, Alla‟ (Tallu Batu
Papan/Duri), Enrekang (Endekan) dan Maiwa. Pada tahun 1912
sampai dengan 1941 berubah lagi menjadi onder afdeling Enrekang
yang dikepalai oleh seseorang kontroleur (tuan pettoro).
2. Pada zaman pendudukan Jepang (1941-1945), onder afdeling
Enrekan berubah nama menjadi Kanrikang.
3. Dalam zaman NICA (NIT,1946-27 Desember 1949), kawasan
Massenrempulu kembali menjadi onder afdeling Enrekang.
4. Kemudian sejak tanggal 27 Desember 1949 sampai 1960, kawasan
Massenrempulu kembali menjadi kewedanan Enrekang dengan
puncak pimpinan pemerintah disebut kepalah pemerintahan negeri
Enrekang (KPN Enrekang yang meliputi 5 (lima) SWAPRAJA yakni:
a. Swapraja Enrekang
b. Swapraja Alla
c. Swapraja Buntu Batu
d. Swapraja Malua
e. Swapraja Maiwa
1. Luas dan batas wilayah administrasi
Kabupaten Enrekang secara geografis adalah Kabupaten yang
terletak di sebelah Utara Propensi Sulawesi selatan dengan jarak kurang
lebih 240 km yang berupah wilayah pegunungan dataran tinggi, dengan
luas wilayah 1.786,01 Km (lebih kurang 2,86% dari luar Propensi
Sulawesi selatan).
35
Batas wilayah Kabupaten Enrekang adalah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Kabupaten Tanah Toraja
b. Sebelah Timur : Kabupaten Luwu
c. Sebelah Selatan : Kabupaten Sidrap
d. Sebelah Barat : Kabupaten Pinrang
2. Letak dan kondisi geografis
Secara geografis kabupaten enrekang terletak pada posisi antara 3
14‟36‟‟ – 3 50‟0‟‟ lintang selatan dan 119 40‟53‟‟ -120 6‟33‟‟ bujur timur.
Posisi ini terletak tepat di jantung Propinsi Sulawesi Selatan. Secara
administratip Kabupaten Enrekang juga terletak di poros tengah trans
Sulawesi melalui jalan strategis nasional untuk Parawisata di Tanah
Toraja.
Kabupaten Enrekang merupakan salah satu wilayah strategis di
Sulawesi Selatan dengan penetapan menurut rencana tata ruang Propensi
Sulawesi Selatan sebagai kawasan strategis untuk pembagunan tanaman
hortikultura dan kopi.
2. Objek penelitian PT. Perkebunan Nusantara
a. PT. Perkebunan Nusantara
PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) di dirikan pada tanggal
11 Maret 1996 berdasarkan peraturan pemerintahan nomor 19 tahun
1996 tanggal 14 Febuari 1996 tentang peleburan PT. Perkebunan
XXVIII (Persero), PT. Perkebunan XXXII (Persero), PT Bina Mulya
36
Ternak (Persero) menjadi PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) di
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
PTPN XII suatu perusahaan yang bergerak di bidang pertanian
atau perkebunan, terdapat beberapa anak perusahaan pada PTPN,
salah satunya adalah PTPN XIV unit Keera Maruangin yang dengan
letak lokasi 3 35-3 50 lintang Selatan dan 120 10 – 120 20 Bujur
Timur yaitu berada di Desa Motto Malagga Kecamatan Maiwa
Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Jarak lokasi proyek kurang
lebih dari 263 km dari Kota Makassar.
PTPN unit kebun Keera Maruangin mengelolah perkebunan
kelapa sawit saat ini tanaman inti telah berstatus tanaman
menghasilakan karena dari hasil studi kelayakan pada areal
penanaman di anggap cocok untuk perkebunan kelapa sawit. Unsur
iklim yang cukup mendukung dan keadaan tanah yang menurut kelas
kesesuaian lahan. Sebelum memperdayakan perkebunan kelapa sawit
tentu saja dari perusahaan telah melalui uji kelayakan pada keadaan
alam yang ada di Desa Motto Malangga Di Kecamatan Maiwa
Kabupaten Enrekang.
a. Indetitas pemekarsa
Identitas merupakan bentuk bukti yang nyata yang digunakan
oleh seluruh pegawai perusahaan. Adapun contoh format
indentitas perusahaan PT.Perkebunanan Nusantara yaitu:
Nama Perusahaan : PT.Perkebunan Nusantara XIV
37
Jenis badan hukum : PT. ( Perushan terbatas )
Alamat kantor : Jln. Urip Sumoharjo
Nomor telepon : 0411-444810,444112
Nomor fax : 0411-444840, 449886
E-mail : [email protected]
Status penanaman modal : PMA
Bidang usaha : Perusahaan Perkebunan
Adapun iklim PTPN XIV unit kebun Maruangin sebagai berikut:
a. Curah hujan
Menurut sistem klasipikasi iklim yaitu tanpa musim
kemarau yang nyata, bulan basah delapan bulan berturut-turut
dan bulan kering < 2 bulan. Curah hujan tahunan rata-rata
2.769 mm 155 hari hujan.
b. Suhu
Lokasi proyek rata-rata 26,8 C dengan suhu seharian
absolut bersekitar 20,6 – 31,3 C dengan lokasi proyek sesuai
bagi pertumbuhan kelapa sawit.
c. Lama penyinaran
Lama penyinaran di lokasi proyek berkisar 24-71 %
dengan rata-rata bulanan mencapai 47,9 % sedangkan lama
penyinaran matahari yang optimum bagi pertumbuhan kelapa
sawit adalah lebih besar dari 1.800 jam per tahun. Dengan
38
demikian kondisi penyinaran matahari sesuai untuk
pertumbuhan kelapa sawit
d. Kelembaban
Kelembaban nisbi rata-rata berkisar 73-75% yang
merupakan angka optimum yang cukup pertumbuhan tanaman
dan sekaligus tanaman tidak terlalu rentan terhadap penyakit
Umunya jenis tanahnya lithick eutropepts dan typic eutropepts
dengan bentuk wilayah bergelombang . tingkat kesuburanya rendah
dengan kandungan bahan organik yang menurun menurut kedalamanya,.
Namaun keadaan tanah secara umum menurut tingkat kesesuaian lahan
dapat digunakan sampai sampai pada tingkat produksi. Bila telah
dilakukan perbaiakan terhadap faktor pembatas tanah, terutama
pemupukan, penambahan bahan organik, penanaman penutup tanah dan
kondisi serangan hama dapat dikendalikan pada tingkat yang paling
rendah, diperkirakan produksi dapat mencapai 80-95% dari potensi
optimum.
Sebagai bada usaha yang bergerak di bidang pertanian dan
perkebunan, PT. Perkebunan Unit Kebun Keera Maruangin memainkan
peran strategis dalam pengembangan kawasan Utara Indonesia. Peran ini
di formolisasikan dalam perusahaan yakni:
39
a. Visi:
Mewujudkan agribisnis dikawasan Utara Indonesia yang
kompetitif, mandiri dan berkelanjutan sekaligus mampu
memperdayakan ekonomi rakyat.
b. Misi
1. Mempelopori dan menggerakan agribisnis/agroindustri dikawasan
Utara Indonesia
2. Meningkatkan kemampulabaan dan menghimpun dana sebagai
modal pengembagan Perusahaan dan memberikan keuntungan bagi
pegang saham dan stake holder
3. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia
4. Membuka kesempatan kerja dan pengembangan perusahaan
5. Mengelolah sumber yang dimiliki dan sumber daya lingkungan agar
tetap lestari
PTPN di Enrekang dari kebun Maruangin Kecamatan Maiwa,
lahan PTPN seluas 5.230 hektar. Ia berawal pada tahun 1973, lahan itu jadi
bisnis ternak PT. Mulia Ternak . pada tahun 1996, jadi PTPN XIV.
Penggabungan ini ikut mengubah haluan bisnis, dari ternak jadi
perkebunan.
Dalam pelaksanaan pengembaganya PTPN XIV Unit Keera
Maruangin berencana akan melibatkan pekerja setidaknya akan membuka
peluang kerja bagi 3.000 kepada keluarga. Namun menurut tahun 2014
jumlah tenaga kerja yang ada sekarang yaitu tenaga kerja langsung sekitar
40
1.500 orang dan tenaga kerja tidak langsung sekitar 750 orang baik
kariawan yang berasal dari dalam maupun dari luar daerah.
Kehadiran PTPN di Kecamatan Maiwa belum diterima oleh masyarakat
terutama di Desa Botto Mallangga Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang
Sulawesi Selatan. Masyarakat Maiwa berusaha mencoba menghalagi proses
perusakan lahan tersebut, namun tak dapat berbuat bayak karena dihalang-
halangi oleh polisi. Pagar dan tanaman warga dirusak menggunakan
chainsaw. Salah satu warga bercerita bahwa ketika mereka
mempertanyakan perihal perusakan tanaman dan pagar kebun yang seluas 5
hektar, kepala unit PTPN XIV Maroangin, mengakui memerintahkan
karyawanya mebersihkan lahan yang di klaim milik PTPN XIV.
Situasi saat itu sempat memanas, warga berkumpul merspon aksi
sepihak oleh perusahaan. Informasi yang beredar bahwa PTPN Unit
Maroangin akan kembali melakuakan proses pemberihan lahan dan akan
melakukan di areal persawahan milik masyarakat Maiwa.
b. Histori konflik
Tindakan PTPN itu di respon konsorsium pembaharuan agraria
(KPA) sulsel bersama jumlah NGO di Sulaweisi Selatan, seperti
lembaga bantuan hukum Makassar, kontras Sulawesi, federasi petani
Sulawesi Selatan, serikat petani Massenrempulu, suara lingkungan dan
yayasan pendidikan rakyat Massenrempulu. Rizki angriana arimbi,
kordinator KPA wilayah Sulawesi Selatan, mewakili koalisi menyatakn
41
bahwa pengrusakan lahan pertanian itu merupakan pelanggran HAM
kerena telah terjadi berulang kali.
Aktivitas PTPN XIV Enrekang tanpa adanya perpanjangan
HGU (Hak Guna Usaha) telah melanggar aturan yang ada. HGU PTPN
Unit Kebun Keera Maroangin sudah selesai sejak tahun 2003 dan
aktivitas ini terjadi berulang kali. Operasional perusahan di Kabupaten
Enrekang ilegal karena sampai saat ini HGU tidak di perpanjang.
Bahkan pemerintah Enrekang telah mengeluarkan surat edaran bahwa
HGU PTPN XIV tidak akan diperpanjang karena tidak memberi
kontribusi pada pemerintah daerah dalam menimbulakan konflik pada
masyarakat.
Kegiatan ilegal dan perampasan lahan petani oleh PTPN dan
perampasan lahan petani oleh PTPN dinilai telah menimbulakan efek
yang sangat besar bagi masyarakat sekitar. Termasuk hilanya hak-hak
dasar warga Negara, hak atas hidup layak, hak atas rasa aman, hak atas
sumber-sumber angraria. Terkait kejadian ini kami mendesak PTPN
XIV Unit Maruangin Enrekang untuk segera menghentikan kegiatan
ilegal dan perusakan terhadap tanaman produktif milik masyarakat.
Kemudian dalam tuntutan lainya adalah mendesak Kapolda Sulawesi
Selatan segera menarik satuan pengamanan dari lokasi tersebut.
Kemudian mendesak kapolada sulsel agar segera melakukan
penindakan terhadap aktivitas perusakan lahan pertanian milik
masyarakat oleh PTPN Unit Maroangin, serta menghimbau kepada
42
seluruh organisasi rakyat dan tani untuk bersatu melawan segala bentuk
perampasan tanah dan sumber-sumber agraria rakyat.
c. Penyerbotan lahan warga oleh PT.Perkebunan Nusantara
Penyerobotan lahan warga yang dilakukan oleh PTPN dengan
melakukan tindak kekerasan, penggusuran lahan ternak warga yang di
bantu oleh Brimob (Polisi). Tindak kekerasan yang dilakukan oleh
PT.PN sampai masyarakat mengalami luka ringan , dimana sekelompok
masyarakat yang melawan akan di pukul dan di penjarakan oleh Aparat
Kepolisian
Konflik adalah suatu kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan
sering bersifat kreatif. Konflik dapat terjadi ketika tujuan masyarakat
tidak lagi sejalan. Berbagai perbedaan pendapat dan konflik dapat
diselesaikan tanpa kekerasan, dan sering menghasilkan situasi yang
lebih baik bagi sebagian besar atau semua pihak yang terlibat. Karena
itu konflik tetap berguna, apalagi karena memang merupakan bagian
dari keberadaan kita Konflik dapat timbul karena ketidakseimbangan
antara hubungan-hubungan itu contohnya, kesenjangan status sosial,
kurang meratanya kemakmuran dan akses yang tidak seimbang
terhadap sumber daya, serta kekuasaan yang tidak seimbang yang
kemudian menimbulkan masalah- masalah seperti deskriminasi,
pengangguran, kemiskinan, penindasan, dan kejahatan
Penyebab terjadinya konflik antara masyarakat dengan PTPN
berawal dari pemerintah memberikan HGU (Hak Guna Usaha) kepada
43
PTPN seluas 350 hektar dengan kontrak per-25 tahun, ketika kontrak
ini sudah berakhir maka pihak PTPN bermusyawarah kembali dengan
Pemerintah Pusat apakah kontraknya akan diperpanjang, sebelum
diperpanjang Hak Guna Usahanya tentu ada hal yang harus di sepakati
oleh pihak PTPN terkait dengan Peraturan Pemerintah Kehutanan ada
beberapa syarat yang harus di penuhi atau di lakukan salah satunya
adalah bahwa dari keseluruhan Hak Guna Usaha itu dikeluarkan 20%
untuk masyarakat yang ada di sekitar PTPN
d. Tuntutan warga untuk mengembalikan lahanya
Masyarakat yang lahannya direbut paksa oleh PTPN sampai
sekarang masih berjuang, melakukan demonstrasi menuntut pemerintah
PTPN agar dapat mencabut hak guna usaha (HGU) PTPN, dimana
perkebunan kelapa sawit dari tahun ketahun semakin meluas di Desa
Motto Malagga dimana letak kantor dan pabrik pengelolaan kelapa
sawit tersebut beroperasi. dimana masyarakat mengakui bahwa
sebagian tanah tersebut adalah milik mereka. Ada beberapa desa yang
tidak menyetujui adanya PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) yang
beroprasi di Kecamatan Maiwa, berikut nama Desa yang yang
berkesinambungan dan tidak menyepakati adanya PT. Perkebunan
Nusantara:
a. Desa Boto Malangga
b. Desa Baringi
c. Desa Batu Mila
44
d. Desa Pantondon Salu
e. Kelurahan Bangkala
Konflik merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dari
kehidupan manusia. Sebagai mahluk sosial, seseorang tidak bisa hidup
tanpa manusia lain di sekitarnya sehingga dalam interaksinya seringkali
menimbulkan persinggungan atau pergesekan. Pemecuhan kebutuhan
dasar manusia sering pula menimbulkan konflik karena setiap orang
pasti mengingingkan hajat hidupnya terpenuhi yang bisa saja
menimbulkan kerugian pada orang lain sehingga konflik sulit di
hindarkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa konflik merupakan bagian
dari kehidupan manusia mulai sejak dilahirkan sampai meninggal
dunia. Konflik dapat terjadi karena banyak sebab, seperti perbedaan
nilai-nilai, kepentingan dan tujuan, serta persaingan untuk
memenangkan sesuatu. Konflik dapat berupa segala bentuk interaksi
yang bersifat bertentangan atau bersebrangan yang disebabkan oleh
beberapa faktor dari dalam diri. Bentuk konflik dapat terjadi dari yang
lunak hingga yang keras dan terbuka, yang sumbernya beragam dan
pada umumnya merujuk pada dua dimensi yang meliputi dimensi
fundamental (biasanya di pengaruhi aspek budaya dan ideologi,
berhubungan dengan masalah identitas), dan dimensi intrumental
(biasanya dipengaruhi aspek politik dan ekonomi, berhubungan dengan
masalah instrumental dan materil) Menurut Paul Watzalawick, setiap
sikap dan tindakan manusia merupakan penyampaian pesan dalam
45
sebuah proses komunikasi, konflik akan senantiasa melemah atau
bertambah kuat, dan hanya dapat diatasi dengan komunikasi itu sendiri.
Dalam komunikasi kita dapat membedakan menjadi dua tingkatan,
yaitu isi dan hubungan. Keduanya memberikan informasi yang dapat
diinterpretasikan. Untuk dapat menilai komunikasi dan situasi konflik,
dibutuhkan sebuah analisa (analisa transaksi dan analisa perasaan harga
diri). Perusahaan kelapa sawit ini mulai beroperasi di Sulawesi Selatan
sejak tahun 2006 di wilayah Kabupaten Enrekang. Areal perkebunan
dan pabrik kelapa sawit yang berada di desa Moto Malangga
Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang. Selama ini, PTPN mengelolah
kebun kelapa sawit di Kecamatan Maiwa tepatnya di Desa Boto
Malangga. Konflik masyarakat dengan PTPN menjadi pusat perhatian
di Kabupaten Enrekang, keluhan masyarakat yang tanahnya di rampas
dan 5 orang pekerja di PT.PN yang di PHK secara sepihak masih di
proses sampai sekarang.
B. Peran pemerintah sebagai mediasi dalam penanganan konflik antara
PT.Perkebunan Nusantara dengan masyarakat Maiwa di Kabupaten
Enrekang
1. Mediasi
Dalam meredam dan meyelesaikan gejolak yang berpotensi terhadap
terjadinya konflik, pemerintah menggunakan cara yang sering digunakan
dalam penyelesaian konflik yaitu dengan melakukan negosiasi, mediasi
dan fasilitasi.
46
Cara ini lazim digunakan baik ditingkat lokal nasional maupun dunia
internasional dalam resolusi konflik. Peran pemerintah daerah dalam
melakukan mediasi atau sebagai mediator dapat dilihat dari upaya
mempertemukan kedua belah pihak atara PTPN dan Masyarakat Maiwa
dimana mereka bisa menyampaikan keluhan dan tuntutannya secara
langsung. Menggali informasi sebayak bayaknya dari masing-masing
pihak dalam pertemuan , mengindetifakasi kekuatan dan kelemahan
masing-masing pihak mengetahui perbedaan-perbedaan dalam
pertemuan, mencari kata sepakat dalam pertemuan mencari kata sepakat
dalam pertemuan baik lisan maupun tulisan dan menyusun rencana
tindak lanjut dari hasil yang dicapai, termasuk agenda pertemuan
berikutnya.
Untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di Desa Motto Mallangga
Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang pemerintah melakukan mediasi
agar permasalahan ini mencapai titik perdamaian dinas kehutanan
Kabupaten Enrekang memanggil para pihak kelompok yang mendiami
di kawasan kelapa sawit tersebut. Alasanya agar permasalahan tersebut
bisa diketahui apa penyabab dari konflik yang sudah terjadi serta
mencari solusi sebagaimana kelompok bisa bekerja dan bisa memenuhi
kebutuhan baik itu PTPN maupun mayarakat itu sendiri sehingga tidak
terjadi konflik yang begitu sangat serius.
Berdasarkan literasi menunjukan peran pemerintah daerah
merupakan peranan bawaan sebagaiman dijelaskan pada subbab
47
sebelumnya . dalam hal ini pemerintah daerah memiliki kewajiban yang
harus dilakukan dalam melakukan fasilitasi kementrian kehutanan
antara masyarakat setempat degan pegelolah kelapa sawit. peran
pemerintah daerah Kabupaten Enrekang dalam melakukan pasilitasi
atau sebagai fasilitator dapat dilihat dari penyediaan sarana pertemuan
(lokasi, tempat dan fasilitas) menetapkan waktu dan agenda pertemuan
serta memfasilitasi pertemuan untuk mencapai kesepakatan (sebagai
fasilitator)
Pengendalian konflik dengan cara mediasi dilakukan apabila kedua
pihak yang berkonflik ketika pemerintah memberikan pemikiran atau
nasihat nasihatnya tentang cara terbaik menyelesaikan pertentangan
mereka.Namun cara pengendalian ini kadang-kadang menghasilkan
penyelesaian yang cukup efektif. Cara seperti ini efektif mengurangi
irasional yang biasanya timbul didalam konflik. Dengan cara seperti ini
pula memungkinkan pihak-pihak yang berkonflik akan menarik diri
tanpa harus “kehilangan muka” Peran pemerintah sudah berjalan
sebgaimana mestinya sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing,
yaitu sebagai orang pertama dalam mengambil kebijaksanaan. Dalam hal
ini pemerintah memiliki peran fasiliator telah berhasil menyelesaikan
konflik antara PTPN dengan masyarakat sedikit demi sedikit dengan
memperivikasi dan mengembalikan lahan masyarakat. Meskipun
penganan dari pemerintah sudah bersikap netral, tanpa membeda-
48
bedakan satu sama lainya. Melakukan mediasi, memfasilitasi dan
mempertemukan dua bela pihak yang berkonlik.
Pemerintah sebagai penengah dari konflik masyarakat dan PTPN
seharunya melakukan pendekat baik kepada masyarakat maupun
Perusahaan, peran pemerintah sangatlah penting dalam mencegah atau
mengatasi konflik yang sudah belarut-larut.
Kunci utama dalam penyelesaian konflik adalah komunikas, dengan
melakukan komunikasi yang tepat diharapakan juga mendapat solusi dan
jalan terbaik. Dalam hal ini pemerintah berperan sebagai penegah antara
perusahaan dan masyarakat, pemerintah harus adil tidak boleh memihak
ke salah satu kelompok , yang menjadi penyelesaian konflik tersebut
adalah pemerintah yang benar-benar mengambil sikap antar kedua belah
pihak.
Peran pemerintah sangatlah penting dalam mengatasi konflik,
sebagaimana pemerintah melindunggi rakyatnya sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku serta bersikap adil dan melakukan pemcahan
masalah terhadap sumber konflik yang terjadi.
Konflik masyarakat dengan PTPN menjadi pusat perhatian di
Kabupaten Enrekang Kecamatan Maiwa, keluhan masyarakat yang
tanahnya di rampas dan 120 orang bekerja PTPN yang di PHK secara
sepihak masih dalam proses sampai sekarang, pemerintah Kabupaten
Enrekang sudah puluhan kali melakuakan madiasi mempertemukan
kedua belah pihak yang berkonflik.
49
Konflik dapat terjadi ketika tujuan masyarakat tidak lagi sejalan.
Berbagai perbedaan pendapat dan konflik dapat diselesaikan tanpa
kekerasan, dan saling menghasilkan situasi yang lebih baik, bagi
sebagian besar atau semua pihak yang terlibat. karna konflik itu tetap
berguna, apalagi karena memang merupakan bagian dari keberadaan kita.
Konflik dapat timbul karena ketidak seimbangan antara hubungan-
hubungan itu contonya, kesenjangan status sosial, kurang meratanya
kemakmuran dan akses yang tidak seimbang terhadap sumber daya serta
kekuasaan yang tidak seimbang yang kemudian menimbulakan masalah-
masalah seperti deskriminasi, pengangguran, kemiskinan, penindasan,
kejahatan.
a) Cara Pemerintah Memediasi Konflik antara PTPN dengan Masyarakat
Berikut hasil wawancara dengan bapak A selaku informan yang
membahas tentang indikator denga cara pemerintah memediasi antara
lain:
“pada tahun 2016 ada 6 Kecamatan yang melakukan demonstrasi
dengan tuntutan yang sama terhadap perusahaan PTPN yang
menduduki perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Maiwa
tepatnya di desa Motto Malangga. Ratusan aparat kepolisian dan
brimob mengawasi setiap tindakan yang mereka lakukan, sehingga
pada saat itu tiba-tiba aparat kepolisian dan brimob menyerang
mereka dan suasana menjadi mencekam dan terdengar beberapa
suara tembakan sebagai peringatan, tapi masyarakat masih ngotot
untuk mempertahan kan tapi alhamdulillah belum ada jatuh
korban dalam konflik tersebut.(wawancara dengan bapak A pada
tanggal 29 desember 2019)”
Berdasarkan hasil wawancara dari bapak A selaku informan
yang membahas tentang cara pemerintah memediasi konflik karna
50
masyarakat masih tidak setuju jika PTPN masih beroperasi karna tidak
memiliki izin atau tidak memimiliki HGU (hak guna usaha) itu
semuanya akan merungikan masyarakat yang merusak linkungan dan
tanaman yang menjadi sumber pendapatan warga setempat.
Hal senada juga yang diungkapakan oleh bapak B berikut hasil
wawancara penulis dengan informan
“ sampai sekarang konflik lahan ini tentunya masih di proses,
kami selalu melakukan mediasi memepertemukan kedua belah
pihak yang berkonflik dan akan melakukan veripikasi lahan
kembali. Tentunya pemerintah sekarang akan kembali melakukan
perivikasi lahan, kami akan membantu masyarakat dan berjanji
akan mengembalikan lahan mereka secara adil dan
merata.(wawancara dengan bapak B Pada tanggal 29 desember
2019)”
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak B di ketahui bahwa
konflik lahan ini masih di proses untuk selalu melakukan mediasi
memepertemukan kedua belah pihak yang berkonflik agar tidak ada lagi
kericuan yang berkelanjutan.
Berikut hasil wawancara dengan bapak DN selaku informan yang
membahas tentang cara pemerintah memediasi konflik antara PTPN
dengan masayarakat yang menjadi salah satu indikator tentang peran
pemerintah dalam penaganan konflik antara PTPN dengan masyarakat
Maiwa Kabupaten Enrekang.
“Untuk menangani masalah konflik tersebut, kita melakukan
dengan cara Mediasi. Ketika memediasi kedua belah pihak
mengadakan pertemuan secara musyawara untuk membahas
permasalahan tentang konflik Agraria. Dalam konflik ini
pemerintah dibantu oleh tokoh masyarakat, beserta pihak
kepolisian. Selain mediasi, kita juga melakukan negosiasi dan
51
memfasilitasi. Segala cara kita lakukan, agar daerah kita ini
kembali aman seperti dahulu kembali”. (DN wawancara Tanggal
29 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak DN yang membahas
tentang cara pemerintah memediasi konflik antara PTPN dengan
masyarakat yang menjadi salah satu indikator dari peran pemerintah
dalam penaganan konflik tersebut, ketika memediasi kedua belah pihak
dengan cara melakukan musyawara untuk membahas masalah konflik
agraria yang masih dalam proses,
Berikut hasil wawancara dengan bapak AA selaku informan yang
membahas tentang peran pemerintah sebagai mediasi dalam penagana
konflik antara PT.Perkebunan Nusantara dengan mayarakat Maiwa di
Kabupaten Enrekang.
„‟ kita memediasi atar kedua kelompok dan mempertemukan
sehingga dapat kita bicarakan dengan baik-baik apa
permasalahan dengan cara musyawarah,(wawancara dengan
bapak AA Pada tanggal 29 Desember 2019)”
Berdasarkan wawancara diatas dengan informan yang mebahas
tentang peran pemerintah memediasi dalam penanganan konflik antara
PTPN dengan masyarakat Maiwa di Kabupaten Enrekang penulis dapat
menyimpulkan bahwa pemerintah benar benar melakukan mediasi untuk
mencari tau kejelasan dari kedua belah pihak yang tetap
mempertahankan haknya masing-masing, dimana wilayah tersebut
bukanlah wilayah yang seharusnya mereka berada. Penulis pikir ini
merupakan langkah yang tepat yang dilakukan oleh pemerintah dalam
menagani masalah tersebut
52
Hasil analisin dari jawaban keempat informan tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa Cara Pemerintah Memediasi Konflik antara PTPN
dengan Masyarakat yaitu dengan cara melakukan mediasi
mempertemukan kedua belah pihak untuk membicarakan tentang konflik
yang ada serta menghadirkan tokoh masyarakat dan pihak kepolisian
untuk mengantisipasi sesuatu hal yang tidak diinginkan.
b) Upaya Yang Dilakukan Pemerintah untuk memediasi konflik PTPN
Dengan Masyarakat
Berikut hasil wawancara di ungkapakan oleh Bapak A salah satu
informan yang membahas tentang indikator upaya yang dilakukan oleh
pemerintah untuk memediasi konflik PTPN dengan masyarakat di
Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang
“Kita memediasi para pelaku konflik, kita pertemukan, kita bicara
baik baik, apa permasalahan sebenarnya dengan cara musyawarah
di bantu dengan pemerintah desa, tokoh masyarakat, dari
pemerintah Kecamatan, Kabupaten serta .” (A wawancara tanggal
29 desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara dari Bapak A selaku informan yang
membahas tentang upaya yang dilakukan pemerintah untuk memediasi
konflik PTPN dengan masyarakat dalam peran pemerintah Daerah dalam
penanganan konflik antara PTPN dengan masyarakat Maiwa Kabupaten
Enrekang dapat diketahui bahwa kita memediasi para pelaku konflik, kita
memepertemukan kemudian kita bicarakan baik-baik dan mencari jalan
keluar agar masyarakat dan PTPN dapat mejadi lebih baik.
53
Berikut hasil wawancara dengan bapak B selaku informan yang
membahas tentang upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mmediasi
konflik PTPN dengan masyarakat dalam peran pemerintah dalam
penanganan konflik antara PTPN dengan masyarakat Maiwa Kabupaten
Enrekang
„‟pemerintah melakukan beberapa upaya untuk menangani konflik
ini salah satunya dengan cara mempertemukan kedua bela pihak
(tatap muka) demi membicarakan preseteruan ini guna untuk
menememukan solusi serta saran yang di berikan kepada kedua
pihak agar konflik ini tidak berkepanjangan” ( B wawancara
tanggal 29 desember 2019)
Berdasarakan hasil wawancara dari Bapak B selaku informan yang
membahas tentang indikator peran pemerintah dalam penaganan konflik
antara PTPN dengan masyarakat Maiwa di Kabupaten Enrekang dengan
cara mempertemukan kedua belah pihak untuk membicarakan prenteruan
ini guna menemuan solusi serta saran yang diberikan kedua belah pihak
agara konflik tidak berkepanjangan.
Berikut hasil wawancara dari DN selaku informan yang membahas
tentang indikator upaya yang dilakukan pemerintah untuk memediasi
konflik PTPN dengan masyarakat dalam peran pemerintah dalam
penganan konflik antara PTPN dengan masyarakat Maiwa di Kabupaten
Enrekang
“peran pemerintah dalam menanggapi konflik ini memang sangat
dibutuhkan, karena setiap pertemuan jarang sekali tidak adu mulut
dari kedua belah pihak maka dari itu pemerintah sering memberikan
saran dimana saran tersebut tidak menyudutkan salah satu pihak”
(wawancara dengan bapak DN tanggal 30 desember 2019)
54
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak DN selaku informan
yang membahas tentang upaya yang dilakukan pemerintah untuk
memediasi konflik PTPN dengan masyarakat dalam menanggapi konflik
peran pemerintah sangat dibutuhkan, karena setiap pertemuan jarang sekali
adu mulut dari kedua belah pihak maka pemerintah dapatlah menjadi
peranan yaitu memberikan sebuah solusi atau saran agar PTPN dengan
masyarakat bisa menjadi lebih tenang.
Ketiga narasumber di atas maka dapat di simpulkan bahwa upaya
yang dilakukan pemerintah dalam menanggapi konfilk di atas yaitu dengan
cara sering mempertemukan kedua belah pihak ( tatap muka) guna untuk
mempertanyakan sebab- sebab konflik ini dan pemerintah selalu
memberikan solusi dimana solusi tersebut tidak meyudutkan salah satu
pihak (Netral)
c) Kendala yang dihadapi pemerintah dalam memediasi konflik PTPN dan
Masyarakat
Berikut hasil wawancara dengan Bapak A selaku informan yang
membahas tentang indikator kendala yang dihadapi pemerintah dalam
memediasi konflik PTPN dan masyarakat dalam peran pemerintah dalam
penanganan konflik antara PTPN dengan masyarakat Maiwa di Kabupaten
Enrekang
“ hal-hal yang sering menjadi penghambat ketika pemerintah ingin
memepertemukan kedua belah pihak yaitu sering adanya salah
satu pihak tidak hadir dalam pertemuan atau musyawara baik dari
PTPN maupun Pihak masyarakat yang bersangkutan” (
wawancara tanggal 30 Desember 2019)
55
Berdasarkan hasil wawancara yang di ungkapkan oleh bapak A
selaku informan yang membahas tentang indikator tentang peran
pemerintah dalam penganan konflik antara PTPN dengan masyarakat
Maiwa di Kabupaten Enrekang dapat diketahui bahwa pemerintah ingin
memepertemukan kedua belah pihak yaitu sering adanya salah satu pihak
tidak hadir dalam pertemuan atau musyawarah baik dari PTPN maupun
pihak masyarakat yang bersangkutan
Berikut hasil wawancara dengan B selaku informan yang
membahas tentang indikator kendala yang dihadapi pemerintah dalam
memediasi konflik PTPN dan masyarakat dalam peran pemerintah dalam
penanganan konflik antara PTPN dengan masyarakat Maiwa di Kabupaten
Enrekang
„‟ pemerintah memang sering mempertemukan kedua belah pihak,
tapi yang jadi kendala rencana itu hanya sekedar rencana karena
baik dari PTPN maupun Masyarakat kadang tidak hadir dalam
pertemuan dengan alasan sibuk atau ada kerjaan lain apalagi
mayoritas masyarakat Maiwa pekerjaannya adalah petani.”(
wawancara B tanggal 30 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak B selaku informan
yang mebahas tentang indikator upaya yang dihadapi pemerintah dalam
memediasi konflik PTPN dengan masyarakat dalam peran pemerintah
dalam penaganan konflik antara PTPN dengan masyarakat Maiwa di
Kabupaten Enrekang, pemerintah memang sering memepertemukan kedua
belah pihak tapi yang jadi maslah rencana itu hanya sekedar rencana baik
dari PTPN maupun mayarakt karna mereka pada sibuk apalagi masyarakat
itu sendiri mayoritasnyanya adalah petani
56
Berikut hasil wawancara dengan bapak DN selaku informan yang
membahas tentang indikator kendala yang dihadapi pemerintah dalam
memediasi konflik PTPN dan masyarakat dalam peran pemerintah dalam
penanganan konflik antara PTPN dengan masyarakat Maiwa di Kabupaten
Enrekang
“sebenarnya pemerintah sudah melakukan peranya akan tetapi yang
jadi sumber permasalhan yaitu dari kedua belah pihak yang
kadang acuh tak acuh untuk menyelesaikan permasalhan ini,
meskipun pemerintah sudah bersikeras untuk menyampaikan
pertemuan kedua belah pihak.”( wawancara DN tanggal 30
Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak DN selaku informan
yang membahas tentang indikator upaya yang dihadapi pemerintah dalam
memediasi konflik PTPN dengan masyarakat dalam peran pemerintah
dalam penaganan konflik antara PTPN dengan masyarakat Maiwa di
Kabupaten Enrekang, pemerintah sebenarnya sunah mejalankan tugasnya
dalam cara memediasi kedua yang konflik tersebut tetapi mereka yang
berkonflik acuh tak acuh menyelesaikan permasalahan karna mereka ingin
menguasai sepenuhnya
Berdasarkan hasil wawancara dari ketiga narasumber di atas maka
dapat di simpulkan bahwa kendala yang dihadapi pemerintah dalam
memediasi konflik PTPN dan Masyarakat yaitu kurangnya kesadaran dari
kedua bela pihak untuk menyelesaikan perkara ini bahkan dari sisi lain
mereka mementingkan diri sendiri dari pada perkara yang sudah berlarut-
larut.
57
Setelah melakukan wawancara kepada ketiga narumber, peneliti
mendapat hasil penelitian yang menunjukan bahwa peran pemerintah
dalam memediasikan konflik antara PTPN dan Masyarakat. Pemerintah
melakukan mediasi terhadap konflik PTPN dan Masyarakat dengan
mempertemukan kedua belah pihak untuk membicarakan tentang konflik
yang ada serta menghadirkan tokoh masyarakat dan pihak kepolisian
untuk mengantisipasi sesuatu hal yang tidak diinginkan
Serta upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam menangani
konflik dengan cara dengan cara sering mempertemukan kedua belah
pihak ( tatap muka) guna untuk mempertanyakan sebab- sebab konflik ini
dan pemerintah selalu memberikan solusi dimana solusi tersebut tidak
meyudutkan salah satu pihak (Netral)
Adapun kendala yang dihadapi pemerintah dalam menangani konflik
inia dalah kurangnya kesadaran dari kedua bela pihak untuk
menyelesaikan perkara ini bahkan dari sisi lain mereka mementingkan diri
sendiri dari pada perkara yang sudah berlarut-larut.
C. Peran pemerintah sebagai negosiasi dalam penegan konflik antara
PT.Perkebunan Nusantara dengan masyarakat Maiwa di Kabupaten
Enrekang
Negosiasi merupakan suatu proses pemecahan masalah suka rela
antara pihak-pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan mereka oleh
mereka sendiri. Negosiasi menurut pemahaman, sikap dan keterampilan
yang baik dalam penyelesaian konflik. Berdasarkan teori tersebut saya
58
melihat pemerintah daerah Kabupaten Enrekang meberikan negosiasi
terhadapa PTPN dengan masyarakat Maiwa. Pemerintah menyarankan
agar kedua belah pihak menyelesaikan masalah tersebut agar tidak terjadi
yang lebih buruk lagi.
Untuk mengukur peranan pemerintah dalam melakukan negosiasi
atau sebagai negosiator dapat dilihat dari upaya-upaya yang dilakukan
seperti mengidentifikasi permasalahan, mencari dan mengumpulkan
informasi dari masing-masing pihak yang berkonflik, mendatangi pihak-
pihak yang berkonflik dan mendengarkan tuntutan serta melakukan lobby
terhadap masing masing pihak untuk menyatukan perbedaan.
Dalam Negosiasi ada aktifitas dari kedua pihak untuk saling
mempengaruhi yang bertujuan agar salah satu pihak terpengaruh dan mau
menerima apa yang menjadi keinginan dari pihak lain. Aktifitas ini lebih
dikenal dengan lobbying. Dalam proses Negosiasi Lobbying tidak pernah
terpisahkan. Untuk mencapai kesepakatan dalam Negosiasi ternyata loby
sangat efektif karena Negosiasi bisa terjadi apabila aktifitas lobbying
mendapat respon dari pihak yang berkonflik.
Berikut hasil wawancara yang di ungkapkan oleh bapak A selaku
informan dengan cara negosiasi yang membahas tentang peran pemerintah
dalam penganan konflik antara PTPN dengan masyarakat Maiwa di
Kabupaten Enrekang
“ini merupakan langkah akhir yang kami lakukan apabila Mediasi
terbilang gagal. Maka kami akan melakukan negosiasi kepada
59
kedua belah pihak pelaku konflik”. (Wawancara A Tanggal 30
Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak A selaku informan
yang membahas tentang indikator negosiasi dalam peran pemerintah
dalam penaganan konflik antara PTPN dengan masyarakat Maiwa di
Kabupaten Enrekang kemudian ini adalah langkah terkhir bagi pemerintah
untuk melakukan negosiasi kepada PTPN dengan masyarakat Maiwa agar
tidak ada lagi konflik
Berikut hasil wawancara yang di ungkapkan oleh bapak B selaku
informan dengan cara negosiasi yang membahas tentang peran pemerintah
dalam penganan konflik antara PTPN dengan masyarakat Maiwa di
Kabupaten Enrekang.
“Pemerintah meminta kedua belah pihak melalui sebuah surat
untuk hadir dalam penyelesaian konflik antara PTPN dengan
Masyarakat Maiwa tersebut. Pemerintah Daerah mengundang
kedua belah pihak baik itu dari pihak PTPN dan pihak dari
Masyarakat Maiwa untuk hadir dalam musyawarah yang
difasilitasi oleh Pemerintah. Dan meberikan tawaran yaitu
negosiasi kemudian mengetahui sebab dari awal persoalan yang
terjadi.” (Wawancara dengan B. 30 Desember 2019, Pukul 09.44
WITA)
Berdasarkan hasil wawancara yang di ungkapakan oleh bapak B
selaku informan yang membahas tentang indikator negosiasi dalam peran
pemerintah dalam penganan konflik antara PTPN dengan masyarakat
Maiwa di Kabupaten Enrekanng, pemerintah Enrekang membuat surat
edaran untuk kedua belah pihak yang berkonflik untuk bisa hadir dalam
60
penyelesain konflik, pemerintah memberikan tawaran yaitu negosiasi dan
ingin mengetahui apa penyebab sehingga terjadi konflik.
Berikut hasil wawancara yang di ungkapkan bapak DN selaku
informan dengan cara negosiasi yang membahas tentang peran pemerintah
dalam penganan konflik antara PTPN dengan masyarakat Maiwa di
Kabupaten Enrekang.
”pemerintah dalam menanggapi melakukan negosiasi kepada
kedua belah pihak melalui persuratan maupun pendekatan secara
personal, selain itu kadang kedua metode itu gagal dikarenakan
tidak ada respon dari pihak PTPN maupun Masyarakat Maiwa”(
wawancara DN tanggal 30 desember 2019)
Berdasarkan hasi wawancara yang di ungkapakan oleh bapak DN
selaku informan yang menjadi indikator negosiasi dalam peran pemerintah
dalam penganan konflik antara PTPN dengan masyarakat Maiwa di
Kabupaten Enrekang, pemerintah menanggapi melakuan negosiasi kepada
kedua belah pihak melalui persuratan maupun pendekatan secara personal
tetapi kadang tidak ada respon dari pihak PTPN maupun masyarakat
Setelah melakukan wawancara kepada ketiga narumber, peneliti
mendapat hasil penelitian yang menunjukan bahwa peran pemerintah
dalam menegosiasiakan konflik antara PTPN dan Masyarakat pemerintah
baik itu Kecamatan ataupun pemerintah desa Melakukan negosiasi apabila
musyawara tidak mendapat titik temu. Ini merupakan langkah akhir yang
di ambil oleh pemerintah. Padahal ini yang dilakukan pemerintah daerah
untuk menegosisiasi kedua belah pihak agar permasalahan yang terjadi ini
bisa diselesaikan. Pemerintah menyarankan agar kedua belah pihak dapat
61
menyelesaikan masalah tersebut agar tidak terjadi yang lebih buruk lagi
hal ini sesuai dengan konflik yang berlarut-larut
D. Peran pemerintah sebagai fasilitator dalam penanganan konflik antara
PT.Perkebunan Nusantara dengan masyarakat Maiwa di Kabupaten
Enrekang
Peran pemerintah dalam melakukan fasilitasi atau sebagai fasilitator
dapat dilihat dari penyedian sarana pertemuan (lokasi, tempat, dan
fasilitas), penetapan waktu dan agenda pertemuan serta menfasilitasi
pertemuan untuk mencapai kesepakatan (sebagai fasilitator).
Campur tangan kecamatan maiwa beserta pemerintah dalam
penyelesaian konflik tersebut, maka pemerintah sebagai fasilitator kedua
belah pihak yang berkonflik yaitu masyarakat dengan PTPN dengan tujuan
untuk mengupayakan kedua yang berkonflik ini bisa hidup berdampingan
tanpa ada pertentangan.
Berkaitan dengan upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam
penyelesai konflik, maka pemerintah dari kecamatan Maiwa dapat
menfasilitasi masyarakat dengan PTPN yang berkonflik untuk melakukan
pertemuan.
Berikut hasil wawancara dengan bapak DN selaku informan yang
membahas tentang peran pemerintah sebagai fasilitator dalam penganan
konflik antara PT. Perkebunan Nusantara dengan masyarakat Maiwa di
Kabupaten Enrekang
62
“ jadi kalau dibilang kami melakukan tindakan kekerasan dan
menyerobot lahan warga itu keliru, karna pada dasarnya itu lahan
PTPN pemerintah di Enrekang mempersiapkan tempat untuk bisa
mendiskusikan masalah konflik in”(wawancara dengan bapak DN
pada tanggal 29 desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara dari bapak DN selaku informan yang
membahas tentang peran pemerintah sebagai fasilitator dalam penanganan
konflik antara PTPN dengan masyarakat Maiwa di Kabupaten Enrekang
Hal yang senada yang di ungkapkan oleh bapak AA, tentang peran
pemerintah sebagai Fasilitator yang mebahas tentang peran pemerintah
dalam penangan konflik antara PTPN dengan masyarakat Maiwa di
Kabupaten Enrekang
“jadi masyarakat setempat ada pagar PTPN itu di gunting dan di
masuki warga masukkan sapi, dau kelapa sawit di makan sapi
tetapi pemerintah meberikan solusi dan mepertemukan PTPN
dengan masyarakat Maiwa di Kabupaten Enrekang(wawancara
dari salah satu informan bapak AA pada tanggal 29 Desember
2019)”
Sebagaimana yang diungkapkan oleh bapak A salah satu
masyarakat yang ikut serta dalam konflik akan di pertemukan dan
mempersiapkan tempat dan fasilitas guna meberikan solusi kepada kedua
pihak yang berkonflik.
Berikut hasil wawancara dengan bapak B yang membahas tentang
peran pemerintah sebagai fasilitator dalam penangan konflik antara PTPN
dengan masyarakat Maiwa di Kabupaten Enrekang
“Pemerintah dari kecamatan Maiwa menfasilitasi kami dalam hal
melakukan pertemuan untuk membicarakan permasalahan tersebut
dengan para pelaku konflik (masyarakat dan PTPN).”
(Wawancara bapak A pada tanggal 1 Januari 2020)
63
Berdasarkan wawancara dari bapak B selaku informan diatas,
penulis dapat menyimpulkan bahwa pemerintah dapat menfasilitasi
pemerintah dari Kecamatan untuk berkumpul dan membahas
permasalahan yang menjadi dasar terjadinya konflik. Ini merupakan salah
satu langkah yang ditempu oleh pemerintah demi mencapai titik temu atau
akar permasalahan dari konflik yang terjadi.
Hal senada yang di ungkapkan oleh di ungakapan oleh salah satu
informan yaitu bapak B yang membahas tentang peran pemerintah sebagai
fasilitator dalam penganan konflik antara PT.Perkebunan Nusantara
dengan masyarakat Maiwa di Kabupaten Enrekang
“Unjuk rasa petani MAIWA yang semula berjalan damai harus
disikapi dengan tindak kekerasan polisi. Sekali lagi, hanya untuk
membela PTPN, aparat Polres ENREKANG tak segan-segan
melepas peluru karna kedua belah pihak tesebut makin
memanas.(wawancara dengan bapak A pada tanggal 29 Desember
2019)
Hasil wawancara dengan informan diatas penulis dapat
menyimpulkan bahwa tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat
kepolisian seharusnya diproses karena ini menyanngkut tentang Hak Asasi
Manusia (HAM), apalagi sampai menimbulkan kericuan. Masyarakat
hanya mempertahankan apa yang menjadi hak milik mereka, sebagai
pengayom masyarakat seharusnya aparat kepolisian melindungi atau
menjadi penengah antara kedua bela pihak, bukan membela salah satu dari
mereka.
64
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Pada bab ini menurut Simpulan akhir dari penlitian yang telah
dilakukan pada bab sebelumnya penulis telah menjelaskan mengenai
permasalahan yang diteliti yaitu tentang penyebab terjadinya konflik
antara PTPN dengan masyarakat Maiwa Kabupaten Enrekang dan peran
pemerintah dalam menangani konflik antara PTPN dengan masyarakat
Maiwa Kabupaten Enrekang. Dengan adanya penjelasan tersebut maka
penelitian mengambil kesimpulan bahwa:
Peran pemerintah dalam managani konflik antara PTPN dengan
masyarakat Maiwa Kabupaten Enrekang.
Hasil akhir penulis ini dapat menyimpulkan berdasarkan penelitian
diperoleh fakta bahwa peran pemerintah dalam menagani konflik dapat
dipetakan dalam tiga hal:
1. Mediasi,
pemerintah Kabupaten Enrekang melakukan mediasi, mempasilitasi
dan mempertemukan dua belah pihak yang berkonflik sudah berjalan
sebagaimana mestinya sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing,
yaitu sebagai orang pertama dalam mengambil kebijakan. Dalam hal ini
pemerintah memiliki peran fasilitator telah berhasil menyelesaikan konflik
antara PTPN dengan masyarakat sedikit demi sedikit. Pemerintah
64
65
Kabupaten Enrekang tetap meberikan jalan keluar dengan melakukan
mediasi.
2. Negosiasi
pemerintah daerah Kabupaten Enrekang meberikan negosiasi
terhadapa PTPN dengan masyarakat Maiwa. Pemerintah menyarankan
agar kedua belah pihak menyelesaikan masalah tersebut agar tidak terjadi
yang lebih buruk lagi. Padahal ini pemerintah daerah berusaha
menegosisiasi kedua belah pihak agar permasalahan yang terjadi ini bisa
diselesaikan.
3. Fasilitator
Peran pemerintah dalam dalam melakukan fasilitasi atau sebagai
fasilitator dapat dilihat dari penyediaan sarana pertemuan (lokasi, tempat,
dan fasilitas), penetapan waktu dan agenda pertemuan serta menfasilitasi
pertemuan untuk mencapai kesepakatan (sebagai fasilitator).
B. SARAN
Berdasarkan Simpulan yang menulis diatas maka adapun implikasi
penelitian yang direkomendasikan yaitu sebagai berikut:
1. Pemerintah diharapakan memberikan perhatian penuh terhadap konplik
antara PTPN dengan masyarakat Maiwa karena peran pemerintah dalam
konflik tersebut sangat berperan penting dalam menyelesaian konflik
pertanahan dan pemerintah Kabupaten Enrekang adalah jembatan
penghubung antar keduanya.
66
2. Badan Pertahanan Nasional (BPN) dan pemerintah Kabupaten Enrekang
harus lebih hati-hati dalam pengukuran, mereka tidak bisa berpihak kepada
siapa-siapa karena konflik PTPN dengan masyarakat masih belum selesai.
Kunci utama dalam penyelesaian konflik adalah komunikasi, dengan
melakukan komunikasi yang tepat diharapkan juga mendapat solusi dan
jalan terbaik. dalam hal ini pemerintah berperan sebagai penengah antara
PTPN dengan masyarakat, pemerintah harus adil dan tidak boleh
memihak kesalah satu kelompok, yang menjadi penyelesaian dari konflik
tersebut adalah pemerintah yang benar-benar harus mengambil sikap tegas
antara kedua belah pihak.
67
DAFTAR PUSTAKA
Andhini, N. F. (2017). Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699.
Di, I., Darunu, D., & Wori, K. (2017). Peran Pemerintah Desa Dalam Penggunaan
Dana Pembangunan Infrastruktur Di Desa Darunu Kecamatan Wori. Jurnal
Eksekutif, 1(1).
Fahrunnisa, F., Razak, R., & Said, A. (2018). Peran Pemerintah Dalam
Menangani Konflik Pemutusan Hubungan Kerja Karyawan Pt Gunung Mas
Di Kabupaten Pangkep. Kolaborasi : Jurnal Administrasi Publik, 3(3), 310.
https://doi.org/10.26618/kjap.v3i3.1054
Fatiani Lase. (2019). Jurnal Warta Edisi : 60 April 2019 | ISSN : 1829-7463
Universitas Dharmawangsa Jurnal Warta Edisi : 60 April 2019 | ISSN : 1829-
7463 Universitas Dharmawangsa. Warta Edisi 60, April, 91–96.
Francis, D. (2000). Committee for Conflict Transformation Support Conflict
Transformation – from Violence To Politics. 9. http://www.c-
r.org/downloads/newsletter9.pdf
Haris Budiman. (2014). Peran Teknologi Informasi Dan Komunikasi Dalam
Pendidikan. Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 8(I), 31–43.
Heningtyas, M. A. (2014). Peran Pemerintah Dan Masyarakat Dalam Upaya
Pengembangan Pendidikan Nonformal (Studi Kasus: Eksistensi “Kampung
Inggris” Kabupaten Kediri). Jurnal Administrasi Publik Mahasiswa
Universitas Brawijaya, 2(2), 264–268.
Jandi.Y., Viproyanti.U.N., S. P. . (2018). Pola Pemilikan Dan Pengusahaan Lahan
Pertanian Di Kota Denpasar ( Studi Kasus Subak Intaran Barat Renon –
Denpasar ). Jurnal Agrimeta, 8(15), 51–59.
Ndraha, T. (2011). (Ilmu Pemerintahan Baru).
Purnamasari, H. (2020). Gorontalo. 3(2).
Rosdianto, H., Murdani, E., & . H. (2017). the Implementation of Poe (Predict
Observe Explain) Model To Improve Student‟S Concept Understanding on
Newton‟S Law. Jurnal Pendidikan Fisika, 6(1), 55.
https://doi.org/10.22611/jpf.v6i1.6899
67
68
Setiawan, F. (2018). Mengelola Konflik di Lembaga Pendidikan Islam. Ta‟dib:
Jurnal Pendidikan Islam, 7(1), 55–66.
https://doi.org/10.29313/tjpi.v7i1.3801
Wisata, M., Di, B., & Lembata, K. (2018). JISIP : Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik. 7(1), 31–37.
Yulianti. (2014). Tahapan Dalam Siklus Kebijakan Publik. Universitas Jendral
Soedirman, 1, 1–5.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang PemerintahDaerah
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria
69
LAMPIRAN
70
Dokumentasi Perusahan Pt. Perkebunan Nusantar
71
Dokumentasi Dengan Kepala Desa Motto Malangga
72
Dokumentasi Dengan Sekertaris Camat Maiwa
73
Dokumentasi Dengan Camat Maiwa
74
75
76
77
RIWAYAT HIDUP
ERMAN. Dilahirkan di Tirowali Kabupaten Enrekang pada
tanggal 29 November 1995. Penulis lahir dari pasangan
Salan dan Juna merupakan Anak ke Empat dari Lima
Bersaudara. Penulis memasuki jenjang Pendidikan Dasar di
bangku SD NO 83 Dante Marari Kecamatan Baraka
Kabupaten Enrekang pada tahun 2002 dan tamat pada tahun 2008 Selanjutnya,
penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 4 Baraka pada tahun 2008 dan
tamat pada tahun 2011. Kemudian di tahun yang sama, penulis melanjutkan
pendidikan ke SMA Negeri 1 Anggeraja pada Tahun 2011 dan tamat Pada tahun
2014, penulis kembali melanjutkan pendidikan ke Universitas Muhammadiyah
Makassar dan diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu pemerintahan, program
Strata Satu S-1, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan selesai tahun 2020.
Berkat perlindungan dan pertolongan Allah SWT. Serta iringan doa dari
orang tua, sehingga perjuangan panjang dan kerja keras penulis dalam mengikuti
pendidikan di perguruan tinggi dapat diselesaikan dengan tersusunnya skripsi
yang berjudul “ Peran pemerintah dalam penanganan konflik antara PTPN dengan
masyarakat Maiwa di Kabupaten Enrekang.