PENANGANAN PERDARAHAN

58
PENANGANAN PERDARAHAN / HEMOSTASIS DAN PENGELOLAAN NUTRISI PENDERITA TRAUMA OROMAKSILOFASIAL DISUSUN OLEH: RIKI INDRA KUSUMA DOSEN PEMBIMBING: Dr. Drg. Endang Syamsudin, Sp.BM. PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS PADJADJARAN

description

Makalah IBM 2

Transcript of PENANGANAN PERDARAHAN

Page 1: PENANGANAN PERDARAHAN

PENANGANAN PERDARAHAN / HEMOSTASIS DAN

PENGELOLAAN NUTRISI PENDERITA TRAUMA

OROMAKSILOFASIAL

DISUSUN OLEH:

RIKI INDRA KUSUMA

DOSEN PEMBIMBING:

Dr. Drg. Endang Syamsudin, Sp.BM.

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS

BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2015

Page 2: PENANGANAN PERDARAHAN

BAB I

PENDAHULUAN

Manajemen pasien yang mengalami trauma jarang dijumpai pada pusat trauma mayor

dimana sumber dayanya tidak terbatas, namunjustru dijumpai pada perumahan yang

terpencil, kantor, jalan raya, atau daerah-daerah lain dengan sumber daya yang terbatas yang

biasanya tidak dapat menangani pasien dengan trauma yang kompleks dan frekuensi yang

besar. Kunci penatalaksanaan pasien trauma biasanya melibatkan mobilisasi dari pasien-

pasien tersebut dan penyaluran ke pusat trauma untuk penanganan lebih lanjut. Ketika trauma

yang kompleks terjadi, pasien tersebut sering membutuhkan penanganan medis darurat atau

kematian dapat terjadi (Fonseca, 2005).

Pada mulanya dokter gigi dilibatkan pada perawatan trauma rahang karena mereka

menguasai pengetahuan tentang gigi dan oklusi. Perawatan yang terdahulu hanya terdiri atas

fiksasi gigi pada oklusi sentrik untuk mengurangi dan mengimobilisasi suatu rahang.

Sekarang ini dasar pemikiran perawatan fraktur mandibula dan maksila masih tidak banyak

berubah, hanya tekniknya yang berkembang pesat. Diagnosis didukung dengan adanya teknik

radiografis yang berkembang dengan pesat. Fraktur-fraktur yang pada jaman dahulu tidak

dapat dikenali sama sekali atau hanya bersifat dugaan sekarang ini bisa ditunjukkan sampai

hal yang terkecil. Dengan tersedianya antibiotik dan peralatan yang khusus, membuat

pendekatan per oral pada perawatan fraktur fasial menjadi aman dan layak dilakukan

(Pedersen, 1996).

Trauma yang terdapat pada regio maksilofasial memerlukan perhatian khusus.

Trauma oromaksifasial dapat menimbulkan perdarahan, sehingga memerlukan tindakan di

dalam ruang gawat darurat agar tidak menimbulkan kematian (Tatiana Parsa, 2001,

Fonseca, 1999 ; David, 1995). Keadaan ini membutuhkan pertolongan segera yang dapat

berupa pertolongan pertama sampai pada pertolongan selanjutnya secara baik di rumah

sakit. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan jiwa mencegah dan membatasi

cacat serta meringankan penderitaan dari penderita.Keadaan ini selain membutuhkan

pengetahuan dan ketrampilan yang baik dari penolong dan sarana yang memadai, juga

dibutuhkan pengorganisasian yang sempurna.

Regio maksilofasial terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama adalah wajah yang

bagian atas, bila fraktur melibatkan sinus dan tulang frontal. Bagian kedua adalah daerah

Page 3: PENANGANAN PERDARAHAN

tengah wajah atau midface. Midface dibagi menjadi bagian atas dan bagian bawah. Midface

yang bagian atas bila terdapat fraktur Le Fort II dan Le Fort III dan/atau fraktur tulang nasal,

fraktur nasoetmoidal atau kompleks zygomatikomaksilari dan fraktur dasar orbita. Fraktur Le

Fort I bila fraktur terdapat pada bagian bawah dari midface. Bagian yang ketiga dari regio

maksilofasial adalah wajah bagian bawah, bila fraktur hanya terdapat pada mandibula.

Insidensi trauma maksilofasial sering terjadi terutama yang berhubungan dengan kecelakaan

kendaraan bermotor.

Kematian pada penderita dengan trauma oromaksilofasial salah satunya dapat

disebabkan oleh perdarahan yang tidak cepat diatasi, sehingga memerlukan tindakan di dalam

ruang gawat darurat agar tidak menimbulkan kematian (Tatiana Parsa, 2001, Fonseca, 1999 ;

David, 1995).

Distribusi umur pasien trauma menunjukkan bahwa pasien trauma berumur antara 17

dan 24 tahun, dengan jenis kelamin laki-laki yang paling dominan terluka pada kecelakaan

motor dan oleh karena kekerasan (luka tembak, luka tusuk dan perkelahian). Kelompok

utama yang kedua dari pasien trauma berumur antara 35 dan 44 tahun dan didominasi oleh

laki-laki yang terluka karena kecelakaan motor. Kelompok ketiga tertinggi dari pasien trauma

berumur antara 75 dan 85 tahun dan kebanyakan adalah wanita yang terluka karena jatuh atau

oleh karena kecelakaan motor.Kelompok umur ini adalah kelompok yang paling sering

dijumpai oleh spesialis bedah mulut untuk evaluasi dan pengobatan luka fasial (Fonseca,

2005).

Berikut ini akan dibahas mengenai penanganan perdarahan/hemostasis dan

pengelolaan nutrisi pada kegawatdaruratan trauma oromaksilofasial sebelum dilakukan

penanganan definitif lebih lanjut.

Page 4: PENANGANAN PERDARAHAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENANGANAN TRAUMA OROMAKSILOFASIAL

Pada umumnya penderita dengan trauma oromaksilofasial terjadi bersamaan dengan

trauma pada bagian tubuh yang lain (trauma multiple). Sehingga tahap-tahap penangannnya

bersamaan dengan penanganan trauma yang lainnya. Adapun tahap-tahap penanganan trauma

adalah sebagai berikut (Raymond, 1991):

1.Penanganan yang dilakukan sebelum dibawa ke rumah sakit

a. Mempertahankan jalan napas

b. Menghentikan perdarahan eksternal

c. Stabilisasi fraktur

d. Stabilisasi tulang belakang

e. Tranportasi cepat (Ambulatory)

2. Resusitasi dan pananganan primer

a. ABC (Airway, Breathing, Circulation)

b. Resusitasi cairan

c. Pemantauan

3. Diagnosis dan penanganan sekunder

a. Pemeriksaan fisik menyeluruh

b. Radiografi

c. Pemeriksaan Laboratorium

d. Resusitasi dan pemantauan lanjut

4. Perawatan Definitif

a. Pembedahan

b. Perawatan non operatif

c. Nutritional support

5. Rehabilitasi

Page 5: PENANGANAN PERDARAHAN

B. TINJAUAN UMUM PERDARAHAN

Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah kedalam ruang

ekstravaskuler, karena hilangnya kontinuitas pembuluh darah.Berbagai macam perdarahan

yang dibagi menurut pembuluh darah yang terluka, waktu perdarahan, lokasi perdarahan, dan

penyebab perdarahan, yang akan diuraikan sebagai berikut:

1. Menurut pembuluh darah yang terluka, perdarahan dapat dibagi menjadi:

a. Perdarahan arteri, dengan ciri-ciri warna darah cerah terang karena mengandung

oksigen dan perdarahan memancar dengan aliran yang terputus-putus sesuai dengan

denyut jantung.

b. Perdarahan vena, dengan ciri-ciri warna darah merah gelap karena mengandung

karbondioksida dan darah yang keluar mengalir tetap.

c. Perdarahan kapiler, dengan ciri-ciri warna darah antara darah arteri dan vena, dan

darah merembes dari permukaan luka.

2. Menurut waktu terjadinya perdarahan, dibagi menjadi:

a. Perdarahan primerjika terjadi pada waktu terputusnya pembuluh darah karena

trauma; operasi.

b. Perdarahan intermediatejika terjadi dalam 24 jam.

c. Perdarahan sekunderjika terjadi setelah 24 jam.

3. Menurut lokasiperdarahan, maka dibagi menjadi:

a. Perdarahan eksternaljika darah keluar dari kulit atau jaringan lunak dibawahnya.

b. Perdarahan internaljika arah tidak keluar, tetapi masuk kejaringan sekitarnya.

4. Menurut penyebab terjadinya perdarahan maka dibagi menjadi:

a. Perdarahan mekanik yaitu perdarahan terjadi akibat trauma mekanik atau kecelakaan

b. Perdarahan spontan/biokemis yaitu perdarahan terjadi akibat kelainan atau gangguan

mekanisme hemostasis, dapat terjadi karena kelainan pembuluh darah, kelainan

trombosit dan kelainan mekanisme pembekuan darah.

C. HEMOSTASIS

Hemostasis adalah proses penghentian perdarahan dari pembuluh darah yang

mengalami kerusakan secara spontan.Gangguan faktor hemostasis akan mengakibatkan

terjadinya perdarahan atau trombosis. Perdarahan yaitu darahkeluar dari pembuluh darah.

Trombosis yaitu darah membeku dipembuluh darah.Hemostasis dapat dibagi menjadi:

1. Hemostasis primer, yang termasuk didalamanya adalahpembuluh darahdan trombosit.

Page 6: PENANGANAN PERDARAHAN

2. Hemostasis sekunder, yang termasuk didalamanya adalah faktor pembekuandan anti

pembekuan.

Pencegahan kehilangan darah yang banyak merupakan hal yang penting untuk

menjaga kapasitas transpor oksigen pada pasien tersebut. Akan tetapi pengontrolan

hemostasis penting dikarenakan oleh adanya alasan-alasan yang penting juga. Salah satunya

adalah menurunnya visibilitas yang dikarenakan perdarahan yang tidak terkontrol. Masalah

lainnya yang disebabkan oleh perdarahan adalah terbentuknya hematoma. Hematoma

memberikan tekanan pada luka, mengurangi vaskularitas; hematoma tersebut meningkatkan

tarikan pada tepi luka dan berfungsi sebagai media kultur, yang memungkinkan terjadinya

infeksi pada luka (Hupp, 2008).

Evaluasi faal hemostasis dapat dilakukan melalui beberapa cara, yang akan diuraikan

sebagai berikut:

1. Percobaan Pembendungan (Tes Rumpel Leede)

Menguji ketahanan dinding kapiler darah dengan cara mengenakan pembendungan

kepada vena, sehingga tekanan darah di dalam kapiler meningkat. Dinding kapiler yang

kurang kuat akan menyebabkan darah keluar dan merembes kedalam jaringan

sekitarnya sehingga nampak titik merah kecil pada permukaan kulit, titik itu disebut

petekia.

2. Masa perdarahan

Menilai kemampuan vaskuler dan trombosit untuk menghentikan perdarahan.

3. Hitung jumlah trombosit

Perdarahan tidak terjadi jumlah trombosit lebih dari 100.000/ul. Jumlah trombosit

kurang dari 50.000/ul digolongkan trombositopenia berat dan perdarahan spontan akan

terjadi jika jumlah trombosit kurang dari 20.000/ul.

4. Masa Protrombin Plasma (Protrombine Time/PT)

Menguji pembekuan darah melalui jalur ekstrinsik dan jalur bersama yaitu faktor

pembekuan VII, X, V, protrombin dan fibrinogen.

5. Masa tromboplastin parsial teraktivitas (Activitated Parsial Tromboplastin Time/APTT)

Menguji pembekuan darah melalui jalur intrinsik dan jalur bersama yaitu faktor

pembekuan XII, prekalikren, kininogen, XI, IX, VIII, X, V, protrombin dan fibrinogen

6. Trombine Time (TT)

Perubahan fibrinogen menjadi firbin

7. Pemeriksaan Penyaringan untuk Faktor XIII

Page 7: PENANGANAN PERDARAHAN

Digunakan untuk menilai kemampuan faktor XIII dalam menstabilkan fibrin.

Tabel 1. Tes Koagulasi

Jenis Tes Nilai Normal Kegunaan

Waktu perdarahan 2-7 menit Mengamati fungsi vaskular dan

platelet,deteksi penyakit willebrand

Hitung platelet 150.000-400.000/mm³ Deteksi trombositosis , trombositopenia

Waktu protrombin 12-14 Detik Lebih lama bila berkaitan dengan defisiensi

faktor-faktor I,II,V,VII,X.Mungkin abnormal

pada penyakit hati,defisiensi vitamin K,terapi

warfarin sodium(Coumadin),Penggunaan

aspirin, dan anti-radang non-steroid lain.

Paruh waktu

tromboplastin

60-70 detik Lebih lama,bila ada defisiensi faktor

pembekuan darah, kecuali VII Hemofilia

Tabel 2. Faktor Pembekuan Darah

Faktor Peranan pada pembekuan darah Tes

I Fibrinogen Prekursor fibrin PT

II Protrombin Proensim,diaktifkan oleh tromboplastin PT

III Tromboplastin Diperlukan untuk merubah protrombin

menjadi thrombin

PTT

Page 8: PENANGANAN PERDARAHAN

IV Kalsium

V Proaccelerin

VI Tidak lagi digunakan

VII Proconvertin

VIII Faktor antihemofilik (AHF)

IXKomponenPlasma

tromboplastin

X Faktor Stuart Prower

XIAntesedentromboplastin

plasma

XII Faktor Hageman

XIII Faktor stabilisasi fibrin

Diperlukan pada semua tahap

Diperlukan untuk pembentukan tromboplastin

Diperlukan untuk mengubah protrombin

menjadi thrombin

Diperlukan untuk pembentukan tromboplastin

Diperlukan untuk pembentukan tromboplastin

Diperlukan dalam pembentukan tromboplastin

dan perubahan dari protrombin menjadi thrombin

Diperlukan untuk pembentukan tromboplastin

Mengawali proses pembekuan darah in vitro

Merubah fibrin menjadi polimer fibrin

PTT

PT

PTT

PT

PTT

PTT

PTT

PTT

PTT

PTT

PT : Waktu protrombin

PTT : Paruh waktu tromboplastin

D. PENANGGULANGAN PERDARAHAN KARENA TRAUMA

Kehilangan darah akut dari sistem peredaran darah disebut juga sebagai

hemoragi.Pada orang dewasa dengan berat badan yang ideal, volume darah normal (liter)

adalahsebanyak 7% dari berat badan (kilogram). Maka dari itu, seorang laki-laki dengan

beratbadan 70 kg memiliki volume darah kurang lebih 5L. Pada individu yang menderita

obesitas,volume darah tidak meningkat secara spesifik. Pada anak-anak, volume darah secara

umumtinggi per satuan berat, 8% hingga 9% dari berat badan. Hemoragi dapat secara

eksternalmaupun internal ke dalam kavitas tubuh. Hemoragi eksternal biasanya dapat

dikontroldengan melakukan penekanan secara langsung ke luka yang ada. Tekanan yang

digunakanuntuk mengontrol perdarahan sebaiknya kuat dan kontinu. Ketika dressing yang

digunakanmenjadi basah, dressing tersebut sebaiknya jangan dilepaskan, tetapi sebaiknya

dressingtambahan digunakan karena apabila dressing dilepaskan maka formasi clot yang

telahterbentuk dapat terganggu dan menyebabkan perdarahan kembali. Tekanan yang kuat

Page 9: PENANGANAN PERDARAHAN

dapatdiaplikasikan proksimal ke arah arteri mayor untuk mengontrol perdarahan. Akan tetapi,

haltersebut hanya direkomendasikan apabila penekanan langsung pada luka saja tidak efektif

(Fonseca, 2005).

Perban tekan, seperti air-pillow splints dan blood pressure cuff dapat juga digunakan.

PASGsdan medical antishock trousers(MASTs), yang sebelumnya digunakan untuk

meningkatkantekanan darah pada kasus hipotensi yang parah, memberikan keadaan yang

merugikan padabeberapa situasi karena menyebabkan luka vaskular.Sebagai spesialis bedah

mulut dan maksilofasial, kita mengetahui adanya suplaivaskular yang banyak ke daerah muka

dan leher. Aspek negatif dari suplai darah tersebutadalah hemoragi mayor dapat disebabkan

oleh luka pada kulit kepala yang besar, fraktur nasalatau tengah wajah, dan luka tembus pada

leher. Luka pada kulit kepala dapat menyebabkankehilangan darah dalam jumlah besar pada

waktu yang singkat karena perembesan darahpada galea dan lapisan jaringan ikat yang

renggang. Luka kulit kepala dapat dengan cepatdiatasi dengan dijahit menggunakan 2.0

nonresobable atau staples tanpa memperhatikankosmetik pasien. Tekanan langsung

kemudian dapat dilakukan pada luka untuk mengontrolhemoragi dan meminimalkan

pembentukan hematoma. Ketika pasien sudah stabil, jahitandapat dilepaskan dari luka dan

penutupan lapisan luka secara kosmetik dapat dilakukan (Fonseca, 2005).

Fraktur nasal dan tengah wajah dapat menyebabkan robeknya arteri ethmoidal.

Kebanyakan hemoragi dari fraktur fasial dapat dikontrol dengan tekanan langsung

ataupacking. Perdarahan internal arteri maksilaris yang disebabkan fraktur dinding

posteriormaksila, yang dapat terjadi pada fraktur Le Fort I dan II, dapat dikontrol dengan

tekanan dari gauze packing selama beberapa waktu. Epinephrine dan cairan trombin dapat

jugaditambahkan pada gauze packing dan kepala dapat juga dinaikkan untuk

mendapatkanhemostasis. Ketika pengontrolan langsung pembuluh darah diperlukan,

visualisasi yang adekuat dari pembuluh darah diperlukan. Penjepitan tanpa melihat pembuluh

darah dapatmenyebabkan perdarahan dari pembuluh darah dan jaringan lunak, sekaligus

dapatmenyebabkan kemungkinan rusaknya nervus. Pada kasus yang langka, ligasi dari

arterikarotis eksternal mungkin diperlukan. Akan tetapi, hal ini biasanya tidak efektif jika

digunakan sendiri saja dikarenakan sirkulasi kolateral dari wajah. Embolisasi dari

perdarahandengan cara intervensi secara radiologi oleh radiologis ,jika tersedia, merupakan

cara yangterbaik untuk mengatasi perdarahan yang tidak dapat dikontrol dengan

menggunakan metodeyang telah disebutkan di atas (Fonseca, 2005).

Daerah internal yang potensial untuk tempat terjadinya perdarahan termasuk

ronggadada, abdomen, retroperitoneum, dan ekskremitas. Pemeriksaan fisik dan radiografis

Page 10: PENANGANAN PERDARAHAN

sangatmenolong dalam mengidentifikasi hemoragi ke dalam area tersebut. Hipovolemi yang

terusmenerus tanpa adanya perdarahan eksternal atau ke dalam rongga dada dapat

menunjukkanadanya hemoragi abdominal atau hemoragi pada daerah fraktur. Fraktur pelvis

dapatmenyebabkan kehilangan darah sekitar 1000 ml sampai 2000 ml, fraktur femur 500

mlhingga 1000 ml, fraktur tibia 250 ml hingga 500 ml, dan tulang-tulang kecil lainnya 125

mlhingga 250 ml. Pengontrolan perdarahan internal tidak dilakukan pada saat survei

primer,kecuali jika hemoragi tersebut menyebabkan keadaan yang merugikan pada sistem

pulmonaldan kardiovaskular. Perdarahan internal dapat dikontrol dengan menggunakan

fiksasisekunder dari fraktur, oklusi vaskular melalui mekanisme perlindungan,

refraksi,pembentukan clot, dan operasi eksplorasi (Fonseca, 2005).

Hemostasis luka dapat diperoleh dengan empat cara. Yang pertama adalah

denganmembentuk mekanisme hemostasis natural. Hal ini biasanya diperoleh dengan

mengunakanfabric sponge untuk memberikan tekanan pada pembuluh darah atau meletakkan

hemostatpada pembuluh darah. Kedua metode tersebut menyebabkan stasis dari darah pada

pembuluhdarah, yang pada akhirnya menyebabkan koagulasi. Beberapa pembuluh darah

kecilkebanyakan hanya memerlukan tekanan selama 20 hingga 30 detik, dan pembuluh

darahbesar memerlukan 5 hingga 10 menit penekanan yang kontinu. Ahli bedah dan

asistensebaiknya “mencolek” bukan mengusap dengan spons untuk menghilangkan darah

yangterekstravasasi. Mengusap dapat membuka kembali pembuluh darah yang telah

tersumbatdengan beku darah (Hupp, 2008).

Cara kedua untuk memperoleh hemostasis adalah dengan menggunakan panas untuk

menyebabkan ujung dari pembuluh darah yang terpotong sehingga bersatu (koagulasitermal).

Panas biasanya diaplikasikan melalui tegangan listrik yang dipusatkan oleh ahlibedah pada

pembuluh yang mengeluarkan darah dengan memegang pembuluh darah denganinstrumen

metal, seperti hemostat, atau dengan menyentuh pembuluh darah dengan tipelektrokauter.

Tiga kondisi harus dipenuhi untuk memenuhi persyaratan penggunaankoagulasi termal.

Pertama, pasien harus berhubungan dengan tanah, sehingga arus listrikdapat memasuki

tubuh. Kedua, tip cauter dan intrumen metal lainnya yang disentuh oleh tipkauter tidak boleh

menyentuh pasien pada titik lainnya selain pada area pembuluh darah yangberdarah. Jika

tidak, arus listrik dapat mengalir ke arah yang tidak diinginkan danmenyebabkan luka bakar.

Syarat yang ketiga untuk koagulasi termal adalah pembuangansemua darah atau cairan yang

terakumulasi di sekitar pembuluh darah yang akan dikauter. Cairan bertindak sebagai

penghalang energi dan mencegah sejumlah besar panas mencapaipembuluh darah untuk

menyebabkan penutupan (Hupp, 2008).

Page 11: PENANGANAN PERDARAHAN

Cara ketiga untuk membantu terjadinya hemostasis bedah adalah dengan

pengikatandengan benang. Jika pembuluh darah besar telah terpotong, setiap ujungnya dijepit

denganmenggunakan hemostat. Ahli bedah kemudian mengikat pembuluh darah tersebut

denganbenang non-resorbable. Jika pembuluh darah dapat dibebaskan dari jaringan ikat

sekitarnyasebelum dipotong, dua hemostat dapat di letakkan pada pembuluh darah, dengan

jarak yangcukup di anataranya untuk memotong pembuluh darah. Ketika pembuluh darah

telah terputus, benang diikatkan pada setiap ujungnya dan hemostat dilepaskan (Hupp, 2008).

Cara keempat untuk mendapatkan hemostasis adalah dengan meletakkan substansi

vasokonstriktif, seperti epinefrin, pada luka atau dengan pengaplikasian prokoagulan,

sepertitrombin atau kolagen, pada luka (Hupp, 2008).

E. PENANGANAN SEBELUM KE RUMAH SAKIT

Tujuan penanganan sebelum penderita dibawa ke rumah sakit yaitu menyelamatkan

jiwa penderita sebelum mendapatkan penanganan yang lebih lanjut di rumah sakit.

Perawatan penderita cedera akut dengan faktur pada daerah wajah, pertama kali harus

ditujukan pada penyelamatan jiwa dengan memperhatikan jalan nafas dan pernafasan, dan

sirkulasi (Air ways, Breathing, Circulation), serta kontrol perdarahan (Kruger, 1984; Rowe,

1994).

Perdarahan pada penderita dengan trauma oromaksilofasial dapat terjadi secara

internal maupun eksternal. Pada perdarahan internal hanya dapat diatasi di rumah sakit.

Penanganan perdarahan di tempat kecelakaan diutamakan pada perdarahan eksternal. Cara

mengatasinya dengan melakukan penekanan pada luka dan jika perdarahan masih

berlangsung terus dilakukan pengikatan (ligasi). Perdarahan yang keluar dari hidung dapat

diatasi dengan meletakan tampon di lubang hidung depan dan belakang (Hutchison, 1996).

Gambar 1. Penanganan Perdarahan Hidung

Page 12: PENANGANAN PERDARAHAN

Penanganan awal apabila terjadi perdarahan arteri adalah dengan penekanan.

Penekanan diperoleh dari penekanan langsung dengan jari atau dengan kasa. Sering dengan

hanya melakukan sudah bisa berhasil mengatasi perdarahan. Jika keluarnya darah sangat

deras, misalnya terpotongnya arteri, maka diklem dengan hemostat. Melakukan klem pada

daerah perdarahan dimulut sangat sukar dan melakukan pengikatan (ligasi) bahkan lebih sulit

lagi. Untungnya hanya dengan melakukan klem saja sudah cukup diinduksi untuk membuat

beku darah. Apabila tersedia,dapat digunakan elektrokoagulasi dari pembuluh yang diklem

sehingga tidak perlu diikat Alternatif yang lain yang biasa digunakan hanya pada

pembedahan adalah menggunakan klip hemostatik pada pembuluh darah. Sesudah

mengontrol perdarahan Intra-operatif, maka dapat diputuskan untuk meneruskan atau

menghentikan prosedur.

Pemberian cairan intravena dapat diberikan jika transportasi diperkirakan memerlukan

waktu lebih dari 30 menit, atau perdarahan berat melebihi 50 cc permenit. Pergunakan cairan

hipertonik (Raymond, 1991).

Gambar 2. Penjepitan pembuluh darah dengan arteri klem

Faktor yang mempengaruhi keputusan ini adalah kondisi fisik dan mental pasien

(tanda-tanda vital), perkiraan jumlah darah yang dikeluarkan dan waktu yang digunakan

untuk mengontrol perdarahan.Seringkali trauma oromaksilofasial terjadi bersamaan dengan

trauma pada bagian tubuh lain (trauma multiple), misalnya trauma mengenai cerebro

kardiovaskuler, saraf, dada, dan anggota gerakan lainnya. Pada keadaan ini kita

mendahulukan penanganan trauma yang paling mengancam jiwa.

Untuk penderita dengan trauma oromaksilofasial pendekatan awal sedikit berbeda

dengan cedera yang lain. Perhatian harus segera diarahkan terhadap saluran pernafasan dan

Page 13: PENANGANAN PERDARAHAN

kontrol perdarahan eksternal, sebelum melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, keadaan-

keadaan itu harus ditangani lebih dahulu oleh karena mengancam jiwa penderita (Basoeseno

dan Purwanto, 1996).

Perdarahan dari fraktur oromaksilofasial dapat terjadi perdarahan pada rongga mulut,

hidung, sinus paranasalis, nasofaring (dari basis cranii) atau perdarahan dari hidung (fraktur

nasalis, fraktur maksila).Penanganan perdarahan eksternal pada trauma oromaksilo fasial

sudah harus dilakukan saat sebelum tiba di rumah sakit. Jika belum dilakukan, hendaknya

dilakukan bersamaan dengan penanganan jalan nafas. Penjepitan pembuluh darah secara acak

harus dihindari karena dapat membahayakan pembuluh darah balik dan saraf.

F. SYOK HIPOVOLEMIK

Syok adalah ketidakmampuan sirkulasi darah untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme jaringan. Perdarahan yang banyak bisa mengakibatkan syok hipovolemik.

Perdarahan adalah sebab tersering dari syok pada trauma, dan hampir semua penderita multi-

trauma ada syok. Syok hipovolemik adalah suatu kondisi medis yang timbul akibat

penurunan sirkulasi volume darah, penyebab syok yang paling sering dan semua jenis syok

memiliki komponen hipovolemik.

Etiologi syok hipovolemik adalah kehilangan darah/perdarahan (trauma, perdarahan

GIT, dan hematoma); kehilangan Plasma (luka bakar); kehilangan cairan dan elektrolit

(muntah, diare, keringat, pancreatitis, dan asites).

Gejala syok hipovolemik antara lain adalah inadekuat perfusi organ, kehilangan darah

10-15%, perubahan tanda vital karena adanya mekanisme kompensasi, takikardia, ketolamin

(+) dingin, ekstrimitas lembabdan keterlambatan capillary filling, urine output<0,5 ml/kg

BB/jam.

Pemeriksaan laboratorium penunjang yang dilakukan untuk menetapkan diagnosis

adalah pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit (seperti Na, K, Cl, HCO3, BUN,

kreatinin dan kadar glukosa), PT, APTT, analisa gas darah dan pemeriksaan urin rutin (pada

pasien dengan trauma). Selain itu golongan darah dan cross matched juga perlu diperiksa

(Kolecki, 2001).

Untuk cukup atau tidaknya aliran darah dapat diketahui dengan memperhatikan

keadaan-keadaan seperti tensi yang menurun, denyut nadi yang melemah, nafas yang cepat,

dan perabaan pada daerah akral dari ektremitas. Resusitasi cairan dapat diberikan sesuai

dengan keadaan klinis.

Page 14: PENANGANAN PERDARAHAN

Tabel 3. Klasifikasiperdarahan (Fonseca and Wolker, 1991)

KELAS I KELAS II KELAS III KELAS IV

Kehilangan

Darah (mL)

< 750 750-1500 1500-2000 > 2000

% Kehilangan

Darah

< 15 % 15-30% > 40%

Nadi N N > 120 > 140

Tekanan

Darah

N N/(postural) Menurun Menurun

Tekanan Nadi N

Capilary Refill ≤ 3o Memanjang Memanjang Memanjang

Respirasi N 20-30 > 30 > 35

Urine

(ml/jam)

≥30 cc/mnt 20-30 cc/mnt 5-15 cc/mnt Tidak ada urine

Status Mental Sedikit cemas Cemas Sangat cemas

dan bingung

Bingung atau

letargi

Resusitasi

Cairan

Kristaloid Kristaloid Kristaloid &

Darah

Kristaloid

&Darah

Apabila darah belum tersedia pada kelas III dan IV sementara dapat diganti dengan

tambahan 0,5 L (PP) dan 2,0 L (RL) untuk kelas III, 1,0 L (PP) dan 3,0 L (RL). Keberhasilan

terapi dapat dilihat dari perbaikan gejala klinik tersebut di atas (kesadaran, denyut nadi,

napas, muka, tangan/kaki, tensi dan urine). Menghentikan perdarahan mutlak harus

dilakukan.

Pemberian pertolongan pertama dan resusitasi cairan yang tepat sangat membantu

dalam mengembalikan perfusi jaringan yang adekuat. Pilihan tipe cairan yang digunakan

adalah koloid dan kristaloid. Koloid sangat baik untuk ekspansi volume plasma, dan

merupakan pilihan yang terbaik untuk peningkatan Cardiac Output dan volume O2. Namun

koloid efek udema parunya kurang dan harga cairan ini mahal.

Kristaloid sangat baik untuk dehidrasi (kehilangan cairan ekstraseluler) atau

perdarahan ringan. Selain itu juga dapat memberikan efek pada ekspansi cairan intravaskular

tetapi menyebabkan ekspansi berlebihan pada cairan interstisiel. Kristaloid efektif, apabila

tidak terdapat peningkatan permeabilitas kapiler dan harga cairan ini murah.

Page 15: PENANGANAN PERDARAHAN

FLUID THERAPY

RESCUCITATION MAINTENANCE

COLLOID CHRYSTALLOID ELLECTROLYTES NUTRITION

REPLACE ACUTE LOSS(HEMORRAGHE, GI LOSS)

REPLACE NORMAL LOSS ( IWL, URINE FAECAL ) NUTRITION

Bagan 1. Resusitasi Cairan

Tujuan yang harus dipenuhi dalam pemberian cairan adalah menganti cairan yang

hilang selama trauma atau pembedahan. Maksud utamanya adalah mengembalikan volume

intravaskular dan mendapatkan perfusi jaringan yang adekuat, serta penggantian cairan yang

hilang dilakukan melalui pipa lambung,drainase toraks, drainase peritonium, fistula

usus,respirasi dsb.Penatalaksanaan pada perdarahan akut adalah sebagai berikut:

1. Pemasangan 2 jalur Infus I.V., dengan pemberian 1-2 liter kristaloid (NaCl 0,9% atau

RL) atau Koloid (Dextran) secara I.V. dalam 30–60 menit, udema parudiperhatikan.

Pada orang dewasa 2–3 liter RL selama 20–30 menit untuk memulihkan tekanandarah,

tekananvena sentral, dan diuresis.

2. Pemberian WB atau PRC hingga HT> 30 % dengan 1-2 unit fresh frozen plasma (FFP)

tiap 5 unit darah.

Sedangkan penatalaksanaan untuk kehilangan cairan gastrointestinal dapat diberikan

1-2 liter NaCl 0,9% dalam 30–60 menit, dan memonitor tanda vital, kemudian pengecekan

elektrolit dan dikoreksi bila terdapat kelainan lainnya.

Beberapa kriteria perfusi jaringan yang telah baik antara lain adalah nadi <100

x/menit; kesadaran sudah membaik; produktif urine 1-2cc/kgBB/jam; bagian-bagian akral

yang terjadinya lembab sudah jadi kering; akral yang sianosis telah berubah menjadi merah;

Page 16: PENANGANAN PERDARAHAN

akral yang dingin telah jadi hangat.Pemberian transfusi darah tetap harus menjadi bahan

pertimbangan berdasarkan keadaan umum penderita (kadar Hb dan Ht), jumlah perdarahan

yang terjadi, sumber perdarahan telah teratasi atau belum, keadaan hemodinamik (tensi dan

nadi), jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan, hasil serial pemeriksaan kadar

Hb dan Ht, dan usia penderita.

H. PENGELOLAAN NUTRISI PENDERITA TRAUMA OROMAKSILOFASIAL

Diantara banyak fungsi rongga mulut adalah sebagai jalan masuk makanan menuju

saluran cerna (gastrointerstinal tract). Kemampuan seseorang dalam mengkonsumsi

makanan melalui oral dapat berubah dikarenakan neoplasia, infeksi, deformitas congenital,

dan injuri(trauma). Prosedur bedah mulut dan maksilofasial dapat mengeliminasi

permasalahan ini dengan suatu prosedur operasi,namun prosedur ini juga membatasi

kemampuan mulut sementara waktu.Pada keadaan trauma (stress dan sepsis) tubuh

mengalami rangkaian perubahan hormonal yang menambah laju metabolisme. Hal ini

berakibat menurunnya daya tahan tubuh, terjadinya edema, dan terhambatnya penyembuhan

luka gangguan motilitas usus, gangguan enzim dan metabolisme serta kelemahan otot.Oleh

karena itu pasien dengan trauma oromaksilofasial memerlukan intervensi nutrisi dalam rawat

inap di rumah sakit.

Respon neuroendokrin,merupakan suatu refleks neurofisiologi yang dirangsang oleh

proses trauma, meliputi susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi, terutama jaras

spinothalamicus dan formatioretikularis dengan pengolahan akhir timbul pada medula

oblongata, thalamus dan hipothalamus. Kemudian respon eferen dimulai pada hipotalamus,

hipofise dan SSO. Aktivitas SSO merangsang kenaikan simpatis dimana kadar katekolamin

plasma meningkat.

Respon kardiovaskuler, meliputi peningkatan nadi (takikardia), kenaikan curah

jantung (cardiac output), mobilisasi darah dari perifer serta vasokonstriksi perifer.

Respon metabolik mencakup kenaikan kadar glukosa dan asam lemak bebas (FFA)

plasma serta rangsangan pengeluaran kortisol, katekolamin serta glukagon. Ketiga hormon ini

berkombinasi untuk meningkatkan glukoneogenesis serta lipolosis untuk mobilisasi cadangan

energi. Ada tiga fase respon metabolik trauma, yaitu:

1. Phase Ebb

Page 17: PENANGANAN PERDARAHAN

Ditandai dengan terjadinya hipovolemi dengan rangsangan adrenal dan simpatis yang

berlangsung sekitar 24 jam. Pada phase ini metabolisme tubuh akan menurun serta

tubuh kehilangan sensitivitas terhadap sekitar. Kebutuhan kalori pada phase ini sekitar

5000 kkal. Kortisol tubuh akan meningkat dan demikian pula kadar gula darah. Sumber

energi berasal dari glikogen dan trigliserida untuk menghasilkan glukosa dan asam

lemak. Adanya penghambat simpatis terhadap pengeluaran insulin dari pankreas serta

pengeluaran glukokortikoid menambah resistensi insulin di jaringan perifer. Fase ini

akan memanjang bila terjadi perdarahan pasca bedah.

2. Phase Flow (Katabolisme)

Ditandai oleh oksidasi protein otot untuk menghasilkan glukagon yang sangat penting

untuk pembakaran di otak dan jaringan rusak yang sedang sembuh. Hormon pengatur

stres antara lain: katekolamin, glukagon dan kortisol dalam plasma menurun. Kadar

gula darah biasanya menurun < 200 mg % bila nutrisi tidak adekuat maka jaringan

tubuh akan mulai dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan energi. Fase ini berlangsung

sekitar 3 x 24 jam.

3. Phase Anabolisme atau Konvalesen

Pada phase ini tubuh mulai melakukan pemulihan pada sel-sel yang

mengalamikerusakan akibat katabolisme sehingga diperoleh kalori yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan pada hari ke 7 – 10 bisa diberikan. Lemak diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan asam lemak bebas dan menambah kalori dimana jumlah cairan

dibatasi.

Berikut adalah pasien – pasien dengan kondisi yang memerlukan konsultasi, rujukan dan

intervensi nutrisi:

1. Setiap pasien yang mengalami trauma atau sakit dengan kondisi yang kritis, seperti luka

bakar, fraktur dan infeksi HIV.

2. Setiap pasien dengan penyakit kronis sehingga asuhan nutrisi merupakan komponen

penting dalam perawatannya. Pasien- pasien tersebut mencakup gagal ginjal baik akut

maupun kronis, diabetes mellitus, dispilidemia, malnutrisi, penyakit arteri koronaria,

penyakit hati, penyakit hipertensi yang baru didiagnosis, penyakit kanker dengan

penurunan berat badan , malnutrisi, ataupun gangguan asupan nutrisi, penyakit paru

obstruktif yang menahun ( PPOM ) dengan penurunan berat badan.

3. Setiap pasien yang memerlukan dukungan energi khusus, apakah parentel ataupun

enteral

Page 18: PENANGANAN PERDARAHAN

4. Setiap pasien dengan anemia nutrisi

5. Setiap pasien dengan deplesi simpanan protein yang bermakna ( misalnya albumin <

3,0) yang disertai defisiensi nutrisi

6. Setiap pasien dengan penurunan bert badan yang bermakna sebelum masuk rumah sakit

7. Setiap pasien yang dilaporkan pengunaan megadosis suplemen nutrient atau yang sama

sekali menghindari konsumsi kelompok makanan tertentu dari dalam dietnya selama

waktu yang lama ( > 1 bulan)

I. KEBUTUHAN NUTRISI PADA PASIEN TRAUMA OROMAKSILOFASIAL

Penentuan status gizi penderita penting untuk menentukan jumlah, lama, dan

komposisi yang harus diberikan. Setidaknya penderita harus ditentukan apakah termasuk

malnutrisi ringan, sedang atau berat. Tahapan dalam menilai status gizi adalah sebagai

berikut:

1. Anamnesa

Penyakit kronis juga alkoholisme dapat berhubungan dengan malnutrisi energi dan

protein juga disertai dengan devisiensi vitamin dan mineral.Operasi yang baru

dilakukan seperti gastrectomy atau reseksi ileum dapat mempredisposisi malabsorpsi

dan terjadi defisiensi vitamin ataupun mineral.Penyakit yang diderita misalnya pada

hati dan ginjal seringkali berhubungan dengan defisiensi protein, vitamin dan trace

elemen.

2. Pemeriksaan klinis dan laboratorium

3. Pemeriksaan fisik, meliputi:

a. Kulit : Kualitas, tekstur, rash, folikel, hiperkeratosis, deformitas dan kuku

b. Rambut : Kualitas, tekstur, kerontokan

c. Mata : Keratokonjunctivitis, rabun senja

d. Mulut : Cheilosis, glossitis, atrofi mukosa, kelainan pada gigi

e. Abdomen :Hepatomegali

f. Rectum : Warna feses

g. Neurologis :Neuropathy perifer

h. Ekstrimitas : Ukuran otot, kekuatan otot, edema

Tabel 4. Klasifikasi Malnutrisi

Page 19: PENANGANAN PERDARAHAN

Clinical and Laboratory Parameters

Extent of Malnutrition

Mild Moderate Severe

Albumin (g/dL)2 2.8 - 3.2 2.1-2.7 <2.1

Transferrin (mg/dL)2 200 - 250 100-200 <100

Total lympochyte count (cells/μL)2 1200 - 2000 800-1200 <100

Creatinine/height Index (%)3 60 - 80 30-60 <40

Ideal body weight (%) 80 - 90 70-80 <70

Usual body weight (%) 85 - 95 75-85 <75

Weight loss/unite time < 5%/month

<7,5%/3 months

< 10%/6 months

< 2%/week

< 5%/month

< 7,5%/3 months

< 10%/6 months

> 2%/week

Skin tests (No. reactive + No. placed)

4/4

(normal)

1 - 2/4

(weak)

0/0

(anergic)

Normal antrophometric measurements

Tricep skin fold (mm)4

Midarm circumference (cm)

Male

12.5

29.3

Female

16.5

28.5

J. MENGHITUNG KEBUTUHAN NUTRISI

Kebutuhan energi total dari seorang pasien dalam keseimbangan metabolik adalah

sama dengan pemakaian energi total (Total Energy Expenditure) yang meliputi kebutuhan

basal, peningkatan kebutuhan energi yang disebabkan penyakit, energi yang terpakai selama

proses asimilasi nutrien dan energi yang terpakai pada kerja fisik.

Kebutuhan kalori basal didapat dengan penghitungan BMR berdasarkan persamaan

Harris-Benedict.Menurut persamaan Harris – Benedict laju metabolisme basal bisa dihitung

dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Page 20: PENANGANAN PERDARAHAN

HARRIS–BENEDICT METHOD FORDETERMINING ENERGY REQIUREMENTS

Pria

BEE = 66.47 + [13.57 x weight (kg)] + [5.0 x height (cm) – [6.67 x age (yrs) = _______kcals/day

Wanita

BEE = 665.1 + [9.56 x weight (kg)] + [1.85 x height (cm) – [4.68 x age (yrs) = _______kcals/day

BEEjuga dapat ditetapkan dengan menggunakan 12Lcal/lb untuk pria dan 11 kcal/lb

untuk wanita, atau 5.4 kcal/kg untuk pria and 5.0 kcal/kg untuk wanita.

Untuk menghitung kebutuhan energi total, kebutuhan energi dasar (Basal Energy

Expenditure/BEE) harus dikaitkan dengan Activity Factor (AF) dan Injury Factor (IF)/stress

factor(L. Morse, Maricopa Medical Center, Phoenix, AZ, 1993).

ACTIVITY AND INJURY FACTOR

Activity Factors (AF) 1.2 Confined to bed

1.3 Ambulatory

Injury Factors(IF)1.0 – 1.2 Non-stressed on ventilator

1.1 – 1.2 Congestive heart failure

1.1 – 1.2 Minor surgery

1.13 Fever, per 1o C

1.15 – 1.13 Skeletal trauma

1.2 – 1.4 Mild to moderate infection

1.3 – 1.5 Majorabdominal/thoracic surgery

1.35 – 1.55 Multiple trauma

1.4 – 1.6 Closed head injury

1.4 – 1.6 Stressed ventilator dependent

1.5 Liver failure, cancer

1.5 – 1.8 Sepsis

Jadi Total kalori yang dibutuhkan pasien = BEE x AF x IF

Contoh perhitungan :

Page 21: PENANGANAN PERDARAHAN

Seorang wanita, usia 30 tahun, berat badan 40 kg, tinggi badan 150 cm. penderita dirawat

karena perdarahan epidural.

BEE = 655,1 + (9,56 x 40) + (1,85 x 150) – (4,68 x 30) = 1174,6 kcal/hari

Activity Factor = 1,2

Injury Factor trauma kepala = 1,5

Total energi yang dibutuhkan = 1174,6 x 1,2 x 1,5 = 2114,28 kcal/hari

Terdapat pula cara estimasi kebutuhan kalori yang sederhana dengan menggunakanrumus 3–

4–5 dari I.D Syttrar yaitu:

1. 30 kkal/kgBB/hari: kebutuhan basal, mempertahankan berat badan, tidak disertai

demam, pasca bedah ringan/sedang.

2. 40 kkal/kg BB/hari : malnutrisi sedang, infeksi berat, sepsis.

3. 50 kkal/kg BB/hari :luka bakar > 40%, malnutrisi berat, pasca bedah dengan penyulit.

Secara keseluruhan, respon fisiologis terhadap trauma merupakan peningkatan proses

biokimia dan metabolik normal, sehingga biasanya terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi

yang cukup besar. Bila tidak mendapat dukungan nutrisi yang adekuat, pasien akan banyak

kehilangan berat badan dan terjadi komplikasi yang seringkali fatal. Tujuan utama terapi

dukungan nutrisi adalah menjaga agar penurunan berat badan seminimal mungkin dengan

harapan dapat mencegah komplikasi dan mengurangi morbiditas maupun mortalitas.

Kebutuhan energi/kalori total sehari dapat dihitung dari penjumlahan kebutuhan

kalori basal (BMR), faktor stress, aktivitas fisik dan spesific dynamic action (SDA).

Rumusan yang dugunakan adalah sebagai berikut:

KK = Kebutuhan kalori total

KKB = Kebutuhan kalori basal

FS = Faktor stress

AF = Aktivitas fisik

SDA = Spesific dynamic action

Faktor stress dinilai berdasarkan penilaian status gizi dan status metabolik. Untuk

memudahkan, faktor stress dikategorikan dalam 3 kelompok, yaitu derajat stress ringan (10-

30%); derajat stress sedang (31-50%); dan derajat stress berat (51%). Trauma digolongkan ke

KK = KKB + FS + AF + SDA

Page 22: PENANGANAN PERDARAHAN

dalam stress sedang, sehingga besarnya faktor stress untuk trauma adalah 31-50%. Faktor

stress trauma multipel adalah 50%. Apabilapasien harus di tempat tidur, aktivitas fisik hanya

10%; sedangkan bila tidak di tempat tidur, aktivitas fisik adalah 20%.SDA dari makanan

tergantung jenis makanan yang diberikan. SDA nutrisi parenteral adalah 0% sedangkan SDA

untuk formula enteral dan makanan peroral kira-kira 10-20%.

Pada trauma terjadi katabolisme protein yang relatif konstan yaitu 10-20% dari

keluaran energi. Masukan protein untuk orang sehat (0,8-1 g/kgBB/hr) tidak mencukupi

kebutuhan pasien yang mengalami trauma oleh karena adanya peningkatan protein turnover.

Kebutuhan protein bagi pasien dengan trauma bila tidak terdapat gangguan ginjal dan hati

adalah 1,5-2 g/kgBB/hr, dengan rasio kalori non-nitrogen : nitrogen = 100:1.

Lemak berfungsi sebagai sumber energi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

pemberian emulsi lemak sebesar 30-40% dari kalori total merupakan jumlah yang optimal.

Untuk mencegah terjadinya defisiensi asam lemak esensial, perlu diberikan asam lemak

esensial sebanyak 4-8% dari kalori total sehari.

Karbohidrat juga berfungsi sebagai sumber energi. Banyaknya karbohidrat yang

diberikan adalah kebutuhan kalori total dikurangi yang berasal dari lemak. Pada pasien

dengan trauma, karbohidrat merupakan 40% dari kalori total sehari.

Kebutuhan cairan adalah ± 1500 ml per m2 luas permukaan tubuh per hari, kemudian

ditambahkan bila terdapat peningkatan insensible loss melalui keringat, diare, atau selang

makanan.Garam fisiologis dan elektrolit intrasel harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.

Kadar kalium, fosfor dan magnesium dalam plasma dan seluruh tubuh perlu dipertahankan

agar tetap normal supaya didapat respon yang diharapkan dengan pemberian dukungan

nutrisi.

Oleh karena terjadi peningkatan metabolisme, maka kebutuhan vitamin B meningkat.

Kebutuhan tiamin dan niasin berkaitan dengan masukan kalori. Pada trauma, terjadi

peningkatan ekskresi seng (zinc) yang dianggap berasal dari katabolisme di jaringan otot.

Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya defisiensi seng, sehingga pasien trauma perlu

mendapatkan suplementasi trace elemen ini.

Untuk dapat melakukan peran dan fungsinya dalam tubuh, zat-zat gizi mengalami

proses metabolisme secara bertahap yaitu :

1. Pencernaan (digestion)

2. Penyerapan (absorption)

3. Perubahan (degradation)

4. Penggunaan oleh organ / sel (utilisation)

Page 23: PENANGANAN PERDARAHAN

5. Pengeluaran zat sisa (excretion)

Masing-masing tahap metabolisme dilakukan oleh organ-organ yang berbeda, seperti

tahap pencernaan dan penyerapan dilakukan oleh organ saluran cerna. Perubahan terutama

dilakukan oleh hati; penggunaan oleh semua organ; pengeluaran zat sisa terutama oleh ginjal

dan saluran cerna bagian bawah.Fungsi utama saluran cerna adalah pencernaan dan

penyerapan dengan mensekresi enzim-enzim spesifik untuk masing-masing zat gizi. Saluran

cerna bagian atas terutama mengabsorpsi zat-zat gizi utama; sedangkan saluran cerna bagian

bawah terutama mengabsorpsi air, mineral dan beberapa vitamin.Hati merupakan organ yang

penting pada proses degradasi zat-zat gizi karena merupakan organ utama yang akan

memetabolisme zat-zat gizi dan mensekresi enzim yang berperan dalam metabolisme

karbohidrat, protein dan lemak serta bertanggung jawab terhadap 20% metabolisme basal.

Hati mensintesis beberapa protein plasma yang penting dan garam empedu serta berperan

dalam detoksikasi.Gangguan penyekit hati dapat dikelompokkan menjadi penyakit hati akut

seperti pada hepatitis virus dan penyakit hati kronis seperti pada sirosis hati. Ginjal

merupakan organ ekskresi yang paling besar dan juga sebagai organ pengatur keseimbangan

cairan tubuh. Gangguan pada ginjal akan menyebabkan gangguan pada ekskresi sisa-sisa

hasil metabolisme terutama metabolisme protein serta gangguan cairan dan elektrolit.

K. PEMBERIAN NUTRISI PADA PASIEN TRAUMA OROMAKSILOFASIAL

Terapi nurisi enteral adalah terapi pemberian nutrisimelalui saluran cerna dengan

menggunakan selang/kateter khusus, carapemberian dapat melalui hidung-lambung

(nasogastritic route) atau hidung–usus (nasoduodenal atau naso jejunal route). Pemberian

nutrisi juga bisa dilakukan dengan cara bolus atau cara infus lewat pompa infus enteral.

Keuntungan nutrisi enteral dibandingkan parenteral antara lain adalah sebagai berikut:

1. Bersifat fisiologis

Nutrisi enteral bersifat fisiologis, sebab makanan masuk ke dalam tubuh melalui

saluran cerna yang normal, sehingga fungsi dan struktur alat cerna tetap dipertahankan.

Sebaliknya, nutrisi parenteral total dapat menyebabkan atrofi mukosa usus halus dan

pankreas terutama pada pemberian yang lama karena makanan masuk ke dalam hati

melampaui alat cerna (by pass dari luar ke dalam hati).

2. Lebih efektif

Page 24: PENANGANAN PERDARAHAN

Nutrisi enteral lebih efektif. Ini terbukti dengan kenaikan berat badan yang cepat dan

keseimbangan N yang cepat menjadi positif. Selain itu, peningkatan imunitas tubuh

akan cepat ditemukan pada pemberian nutrisi enteral.

3. Komplikasi kurang

Komplikasi nutrisi enteral jauh lebih rendah bila dibandingkan nutrisi parenteral.

Nutrisi parenteral selain membutuhkan pemantauan yang ketat, komplikasi-komplkasi

berupa sepsis, trombosis, hematom, pneumothoraks serta gangguan metabolik berupa

hipoglikemi atau hiperglikemi tak jarang ditemukan.

4. Kalori tinggi mudah dicapai

Dengan nutrisi enteral kebutuhan kalori tinggi lebih dari 3000 kkal/hari dapat dengan

mudah dipenuhi yang dengan parenteral amat sulit mencapainya tanpa komplikasi dan

pengawasan yang ketat. Kalori tinggi ini diperlukan pada penderita dengan

hipermetabolik seperti sepsis, trauma ganda, atau luka bakar. Selain itu, pemberian

kalori tinggi dengan nutrisi parenteral sering menimbulkan perlemakan hati yang tidak

dijumpai pada nutrisi enteral.

5. Tekniknya mudah

Pemasangan sonde lambung dapat dengan mudah dilakukan oleh setiap dokter maupun

perawat tanpa persyaratan sterilitas yang ketat. Sedangkan pemberian parenteral harus

diberikan melalui vena besar yang letaknya profundal dengan sterilitas tinggi. Itupun

hanya dapat dilakukan oleh dokter yang terlatih.

6. Biaya murah

Rata-rata nutrisi enteral lebih murah 10-20 kali dari nutrisi parenteral.

Untuk menghindari intoleransi laktosa yang sering terjadi pada penderita malnutrisi

sebaiknya suatu nutrisi enteral kurang atau tanpa mengandung laktosa, atau paling tinggi

kandungan laktosanya hanya 0,5% dari total karbohidrat.Nutrisi enteral yang bebas dari

bahan-bahan yang mengandung purin dan kolesterol.

Syarat-syarat nutrisi enteral adalah:

1. Memiliki kepadatan kalori tnggi

Karena nutrisi enteral harus diberikan melalui sonde kecil, maka ia harus berbentuk cair

agar mudah melalui sonde. Agar dalam bentuk cair ini nutrisi enteral tetap memiliki

kalori yang cukup, maka ia harus memiliki kepadatan kalori tinggi. Sehingga, dengan

volume yang tidak terlalu besar, jumlah kalori sudah dapat tercapai. Kepadatan kalori

yang ideal adalah 1 kkal/ml cairan.

Page 25: PENANGANAN PERDARAHAN

2. Kandungan nutrisinya seimbang

Artinya, dalam jumlah minimal untuk kebutuhan sehari (2000 kkal) harus sudah

mengandung semua komponen nutrisi esensial seperti protein, asam amino, lemak,

vitamin, elektrolit dan elemen-elemen lain sesuai dengan jumlah kebutuhan.

3. Memiliki osmolaritas yang sama dengan osmolaritas cairan tubuh

Suatu nutrisi enteral yang memiliki osmolaritas yang tinggi mudah menimbulkan diare

sebab cairan tubuh akan ditarik masuk ke dalam lumen usus. Oleh karena itu,

osmolaritas yang ideal adalah 350-400 m Osmol, sesuai dengan osmolaritas cairan

ekstraseluler.

4. Mudah diabsorpsi

Bahan-bahan baku suatu nutrisi enteral seharusnya terdiri atas komponen-komponen

yang siap diabsorpsi atau paling tidak hanya sedikit memerlukan kegiatan pencernaan

untuk dapat diabsorpsi. Dengan kata lain, molekul-molekulnya berukuran kecil.

5. Tanpa atau kurang mengandung serat dan laktosa

Suatu nutrisi enteral hendaknya memiliki sedikit atau tanpa mengandung serat agar

efektif dan efisien. Nutrisi enteral yang banyak mengandung serat akan bersifat bulk

yang pada gilirannya akan meningkatkan frekuensi defekasi.

Prosedur teknik pemberian nutrisi enteral / diet sonde akan diuraikan sebagai berikut:

1. Pemilihan sonde

Sebelum tahun 1980-an sonde yang tersedia umumnya terbuat dari polietilen, PVC atau

lateks. Kekurangan dari sonde-sonde ini selain diameternya besar, sonde mudah

menjadi kaku setelah zat pelemasnya habis (setelah 24 jam pemakaian), juga tidak

tahan terhadap pengaruh cairan lambung maupun duodenum. Sonde yang menjadi kaku

akan sangat mengganggu penderita karena selain terasa tidak enak juga dapat

menimbulkan erosi atau perlukaan saluran napas atau saluran cerna.Saat ini sonde-

sonde yang dipakai untuk nutrisi enteral terbuat dari silikon atau poliuretan yang selain

diameternya kecil (2,5 mm), kelemasan dan kelenturannya bertahan lama serta tahan

terhadap pengaruh cairan lambung dan cairan duodenum.

2. Teknik pemberian nutrisi enteral

Teknik pemberian secara tetes merupakan yang paling aman. Pola lama yang

memberikan secara bolus mengandung banyak komplikasi berupa muntah, regurgitasi

sampai aspirasi ke dalam paru, terutama pada penderita yang kesadarannya menurun

Page 26: PENANGANAN PERDARAHAN

atau pada penderita yang berbaring. Guna mengurangi komplikasi-komplikasi di atas,

sebaiknya penderita diposisikan setengah duduk selama pemberian nutrisi enteral.

Untuk menjaga ketepatan dan ketetapan tetes cairan nutrisi enteral dapat digunakan

portable pump. Guna menjaga toleransi penerimaan usus, kadar cairan nutrisi enteral

sebaiknya dinaikkan secara bertahap. Dimulai dengan pengenceran ½ pada hari

pertama, kemudian pengenceran 2/3 pada hari kedua dan takaran penuh pada hari

ketiga dan seterusnya, sambil mengawasi dan mengevaluasi keluhan maupun gejala-

gejala yang timbul.

Kebutuhan metabolisme basal dapat dihitung dengan indeks BROCA, sebagai berikut:

Dimana indeks stress:

Paska bedah + 10% BMR

Fraktur multipel + 25-30% BMR

Sepsis, tiap kenaikan 1° +10% BMR

Jadi, seorang dengan tinggi badan 165 cm tanpa stress memiliki BMR (165-100)x20 =

1300 kkal. Dengan menambah 10-20% dari kebutuhan BMR dapat diperoleh kebutuhan

kalori pada saat aktivitas yang sangat terbatas. Sedangkan pada suatu keadaan katabolik yang

tinggi diperlukan penambahan 30-100% dari kebutuhan BMR.

Kemajuan atau kemunduran keadaan umum penderita dievaluasi setiap harinya

termasuk keseimbangan cairan dan elektrolitnya bila ada fasilitas. Pengukuran berat badan

atau lingkar lengan atas (LLA) setiap minggu merupakan parameter yang objektif.Selain itu,

pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan, antara lain pemeriksaan darah (Hb, Ht,

leukosit), serum (glukosa, ureum, protein total, albumin total), volume dan urin rutin.

Indikasi pemberian nutrisi enteral adalah:

1. Indikasi bedah, yakni pasca bedah: mulut, esofagus, lambung, saluran empedu, dan

kolon.

2. Indikasi non bedah: anoreksia, depresi berat, trauma kepala/otak, luka bakar yang luas,

sepsis, penderita kanker, malabsorpsi/maldigesti, fistula, penderita dengan kebutuhan

kalori ekstrim.

Kontrandikasi pemberian nutrisi enteral apabila pasien muntah-muntah, ileus, perdarahan

gastrointestinal yang akut, peritonitis, dan atoni paska bedah.

BMR = Indeks Stress (Tinggi Badan – 100) x 20

Page 27: PENANGANAN PERDARAHAN

Komplikasi nutrisi enteral, antara lain akan diuraikan sebagai berikut:

1. Komplikasi mekanik

Komplikasi mekanik berhubungan dengan sondenya sendiri yang dapat mengalami

dislokasi atau penyumbatan.

2. Komplikasi kimiawi

Hal ini berhubungan dengan osmolaritas serta komposisi kimiawi cairan nutrisi enteral

yang terlalu tinggi. Rasa mual sampai muntah dan kram perut atau diare merupakan

gejala yang menonjol.

3. Komplikasi bakteriologik

Kontaminasi dengan bakteri gram negatif pada waktu penyediaan nutrisi enteral atau

kantong plastiknya dapat menimbulkan syok septik.

4. Komplikasi metabolik

Dehidrasi hipertonik dapat terjadi bila komposisi nutrisi enteralnya memilki osmolaritas

yang tinggi. Pemberian kadar secara bertahap dapat mengurangi komplikasi ini.

Nutrisi parenteral adalah pemberian nutrien melalui pembuluh darah vena. Cara

pemberian dapat melalui vena perifer (nutrisi parenteral perifer) atau vena sentral (nutrisi

parenteral total).Terapi nutrisi parenteral diberikan kepada setiap penderita yang akibat

penyakitnya membutuhkan banyak asupan nutrisi tetapi penderita tersebut tidak mau makan,

tidak cukup makan, tidak bisa makan dan tidak boleh makan. Secara umum dapat

dikelompokkan berdasarkan keadaan kondisi saluran pencernaan (gastriontestinal tract),

yaitu:

1. Bila saluran cerna mengalami obstruksi

2. Bila saluran cerna terlalu pendek

3. Bila terdapat fistula pada saluran cerna.

4. Bila saluran pencernaan tidak berfungsi.

Prinsip pemberian nutrisi parenteral adalah mempertahankan keseimbangan tekanan

osmotik sehingga volume interalumen tetap, mempertahankan tekanan hidrostatik, dan

mengatasi kehilangan plasma.

Tujuan Pemberian Nutrisi Parenteral adalah supaya mempertahankan volume dan

perfusi sirkulasi darah, menjaga keseimbangan cairan-elektrolit dan asam basa, memelihara

hemostatik metabolik umum, menyediakan intake bagi kebutuhan metabolisme secara

parenteral.

Page 28: PENANGANAN PERDARAHAN

Kondisi-kondisi yang membutuhkan nutrisi parenteral anatara lain, ileus obstruksi,

peritonitis, fistula enterokutan, sindrom malabsorpsi berat, vomitus, diare berat, malnutrisi

protein atau protein-kalori, dan keganasan.

Indikasi nutrisi parenteral adalah fungsi saluran cerna terganggu (tidak mampu

mencerna atau menyerap makanan), NPO > 3-5 hari, dan suplemen terhadap nutrisi enteral.

Sedangkan kontra indikasi nutrisi parenteral adalah:

1. Pasien pasca bedah, trauma dalam phase Ebb (24 jam pertama)

2. Pasien yang masih mengalami hemodinamik krisis, seperti syok, defisit cairan ekstra

seluler yang belum terkoreksi dan demam tinggi (hipertermi).

3. Pada pasien dengan penyakit terminal (keganasan) atau keadaan vegetatif (brain death).

4. Pasien yang mengalami gagal nafas (kecuali dibantu dengan bantuan nafas mekanik

dengan ventilator).

5. Komplikasi teknis berkaitan dengan pemasangan kateter seperti pneumothoraks, emboli

udara.

6. Komplikasi infeksi ditandai oleh demam seperti pada flebitis, infeksi pada tempat.

Adapun akses yang digunakan untuk nutrisi parenteral, yaitu:

1. Nutrisi Parenteral Perifer

Larutan standar yang diberikan untuk nutrisi parenteral total melaui vena sentral

memilki tekanan osmotik hampir 2000 mOsm/L. Sifat-sifat fisik dari larutan demikian

mendorong terjadinya trombosis vena perifer, dan baru setelah dilakukan kateterisasi

pada vena cava superior pemberian menjadi praktis dan aman untuk larutan

hiperosmolar demikian bisa digunakan pada pasien bedah. Larutan nutrisi yang hanya

sedikit hipertonik (antara 600 dan 900 m)sm/L) bisa disiapkan dengan mencampur

proporsi sesuai dari asam amino, dekstrosa dan emulsi lemak. Campuran nutrien ini

memiliki desnitas kalori rendah dan memasok hanya 2500 kcal dalam 3 L larutan. Bila

volume cairan besar, larutan-larutan demikian bisa diberikan melalui vena perifer untuk

jangka pendek(kira-kira satu minggu).

2. Nutrisi Parenteral Sentral

Perkembangan kateterisasi vena sentral telah memungkinkan pemberian larutan

hipertonik dengan aman. Campuran glukosa, lemak dan asam amino diberikan melalui

kateter vena sentral yang ujungnya berada dalam vena cava superior. Larutan yang

digunakan untuk nutrisi via vena sentral (TPN) biasanya memiliki densitas 1 kcal/ml,

Page 29: PENANGANAN PERDARAHAN

dan kebutuhan akan air serta elektrolit diresepkan secara individual. Kunci keberhasilan

dari cara ini terletak pada insersi serta perawatan kanul vena sentral.

Pendekatan yang digunakan pada pemberian nutrisi parenteral adalah 4 Tepat – 1 Waspada:

Tepat pasien

Setiap pasien yang tidak cukup atau tidak mendapat intake oral seharusnya segera

mendapat nutrisi parenteral (NPE). Dosis NPE total harus diberikan lebih lambat (mulai hari

ketiga) karena beban metabolismenya besar. Hal ini berlaku pada pasien trauma, sepsis,

paska bedah ekstensif, preeklampsia, eklampsi, dsb.

Tepat indikasi

Dosis NPE parsial dapat diberikan sangat dini, yaitu 24 jam setelah trauma atau krisis

kegawatan dapat diatasi. Periode 24 jam ini adalah masa ebb-phase, masa stabilisasi dimana

kadar stres hormon masih tinggi. Sel-sel resisten insulin dan kadar gula meningkat. Makin

berat kondisi pasien, makin lambat NPE total dapat dimulai. Sebelum keadaan tenang

tercapai, NPE total hanya akan menambah stres bagi tubuh pasien. Fase tenang ini ditandai

dengan menurunnya kadar kortisol, katekolamin dan glukagon.

Tepat obat/substrat

Bahan nutrisi yang digunakan adalah karbohidrat, asam amino, emulsi lemak, mineral

dan vitamin.

Tepat dosis

Quebbeman (1982) menemukan pada pasien trauma berat dan sepsis yang mengalami

katabolisme, resting energy expenditure berkisar 1000 kkal/m2/hari. Ini setara dengan 1700

kkal pada pasien 70 kg dengan luas tubuh 1,73 m2 atau kira-kira 25 kkal/hari. Agar imbang N

tidak terlalu negatif, minimal diberikan 20 kkal/kg/hari. Dosis yang tepat harus diukur. Dosis

kemudian dapat ditingkatkan bertahap dengan memperhatikan perubahan kadar gula darah,

keadaan umum pasien, pemeriksaan kadar kalium dan natrium.

Untuk menghindari hiperglikemi, peningkatan glukosa 5% menuju 20% harus dilakukan

secara bertahap “start low, go slow”. Beban glukosa merangsang pankreas mengeluarkan

insulin. Jika larutan glukosa diselingi cairan lain maka besar kemungkinan kadar gula darah

berfluktuasi karean overshoot insulin dari waktu ke waktu. Agar fluktuasi kadar gula darah

bervariasi seminimal mungkin, larutan karbohidrat dibagi rata dalam 24 jam.

Waspada efek samping

Page 30: PENANGANAN PERDARAHAN

Berbeda dengan orang sehat yang dapat mengatur keseimbangan makan dan

kebutuhannya sendiri, pasien dengan bantuan nutrisi khusus terpaksa menerima semua yang

diberikan. Jika pilihan atau dosis tidak tepat, atau cara memberikan keliru, penyulit yang

timbul akan menyebabkan morbiditas bahkan kematian.Penyulit yang sering dijumpai adalah

hiperglikemi. Hiperglikemi umumnya terjadi jika pola “start low, go slow” tidak diikuti.

Kelainan ini dapat disertai hyperosmolar state dan diuresis osmotik. Pada kasus yang ekstrim

dapat terjadi koma.Tromboflebitis karena iritasi mudah diikuti radang. Osmolaritas plasma

300 mOsm. Makin tinggi osmolaritas, makin mudah terjadi tromboflebitis, bahkan

tromboemboli. Vena perifer dapat menerima sampai 900 mOsm. Untuk cairan > 900-1000

mOsm jika perlu lebih dari 5 hari, seharusnya digunakan vena sentral (vena cava, subclavia,

jugularis) dimana darah mengalir secara cepat sehingga kecepatan tetesan cairan NPE yang

pekat tidak sempat merusak vena. Cairan 900-1000 mOsm untuk jangka pendek 3-5 hari

masih dapat diberikan lewat vena tangan tapi jangan memberikan lewat vena kaki. Vena kaki

mudah mengalami deep vein thrombosis dan tromboemboli. Osmolaritas dapat dikurangi

dengan mencampur cairan menggunakan infus set bercabang.

Adapun komposisi yang ideal dari nutrisi parenteral adalah kombinasi antara karbohidrat

(KH), protein, lemak, dan cairan dan elektrolit (vitamin, mineral). Semuanya akan diuraikan

sebagai berikut:

1. Karbohidrat

Karbohidrat sebagai sumber kalori utama yang layaknya selalu tersedia 40-60% dari

total kalori (1 gr KH = 4kkal). Rekomendasi dari American Society for Parenteral &

Enteral Nutrition (ASPEN, 1993) untuk pemberian karbihidrat dalam keadaan normal

adalah 25 – 30 kcal/kg/hari. Karbohidrat tersimpan dalam tubuh dalam bentuk glikogen

dihati dan otot. Sumber kalori karbihidrat dapat berupa dextrosa, fruktosa, maltosa,

sorbitol dan xylitol. Glukosa/ dextrosa adalah sumber kalori yang paling fisiologis.

Dosis maksimal bagi kebanyakan penderita adalah 6-7,5gr/kgbb/hari. Pemberian kalori

dengan glukosa yang melebihi kebutuhan ternyata tidak bermanfaat, bahkan justru

merugikan sebab akan menyebabkan kadar co2 dalam tubuh meningkat.

2. Protein

Protein diperlukan untuk regenerasi sel dan enzim, karena itu pemberiannya harus

dilindungi oleh pemberian kalori yang cukup agar protein tidak digunakan sebagai

sumber energi. Kebutuhan protein (asam amino) dapat dihitung secara tidak langsung

dengan menghitung jumlah nitrogen yang dokonsumsi oleh tubuh. Menghitung

Page 31: PENANGANAN PERDARAHAN

nitrogen secara laboratorium relatif mahal biayanya. Secara kasar dapat diperkirakan

dengan menghitung jumlah ureum dalam urine 24 jam, dengan rumus sebagai berikut

a. Menghitung energi konsumsi

Konsumsi nitrogen (mg/24 jam) = ureum urine (mmol) / 24jam x 28 + 4000 mg.

Kebutuhan protein=konsumsi nitrogen x 6,25

b. Cara yang lebih mudah untuk menghitung kebutuhan asam amino adalah dengan

memperkirakan besar kecilnya stress metabolik yang terjadi.

Perbandingan kebutuhan protein (AA) dan kalori perhari:

Protein (AA) Kalori

Tanpa stress metabolik 1 gr/kgbb/hari 30 kcal/kgbb/hari

Dengan stress metabolik 2 gr/kgbb/hari 40 kcal/kgbb/hari

Contoh perhitungan kebutuhan protein. Misal berat badan pasien 60 kg dengan sepsis

Dengan menggunakan tabel dengan stress metabolik

Kebutuhan kalori = 60 x 40 kcal = 2400 kcal/hari

Kebutuhan AA = 60 x 2 = 120 gr/hari

3. Lemak

Cairan emulsi lemak diberikan dalam nutrisi parental bertujuan untuk mencegah

defisiensi asam lemak esensial dan sebagai sumber kalori. Untuk memenuhi kebutuhan

kalori, cairan emulsi lemak diberikan 1-3 gr/kgbb atau dalam proporsi 25 – 40% dari

kalori total perhari. Pemberian lebih dari 60% dari kalori total dapat menyebabkan

ketoasidosis. Karena osmolaritasnya yang rendah, pemberian cairan emulsi lemak dapat

diberikan pada nutrisi parental perifer.

4. Cairan, Elektrolit, Trace Elements, dan Vitamin

Dalam merencanakan komposisi carain untuk terapi nutrisi pareneral, harus selalu

diperhatikan dan diperhitungkan akan kebutuhan terhadap elektrolit, trace element, dan

vitamin baik yang larut dalam air maupun lemak. Kebutuhan ini terutama harus

diberikan bila terapi nutrisi parenteral berlangsung lama. Besarnya kebutuhan

disesuaikan dengan keadaan klinis penderita.

Kebutuhan air dewasa : 30-50 ml/kgbb/hari

Kebutuhan Natrium : 2-4 mg/kgbb/hari atau 100-200 meg/hari

Page 32: PENANGANAN PERDARAHAN

Kebutuhan Kalium : 1-2 mg/kgbb/hari atau 50-100 meg/hari

BAB III

PEMBAHASAN

Hemoragi adalah penyebab utama keadaan hipovolemik pada pasien yang mengalami

Page 33: PENANGANAN PERDARAHAN

luka multisistem. Kebanyakan pasien tersebut memiliki beberapa tingkatan dari syok

hipovolemik. Tingkatan tersebut dapat diukur melalui respon fisiologi terhadap hemoragi.

Respon fisiologi ini dapat dikategorikan berdasarkan persentasi dari kehilangan akut darah.

Respon tekanan darah awal terhadap kehilangan volume intravaskular tidak memiliki hubungan

yang linear (Fonseca, 2005).

Pada dewasa sehat kehilangan 15% volume darah pertama diklasifikasikan sebagai

hemoragi kelas I. Gejala klinis minimal pada kelas I ini. Dalam kondisi yang tidak kompleks,

peningkatan denyut nadi minimal dengan peningkatan kontraktilitas dari jantung dan

peningkatan vasokonstriksi vena dan arteri dapat menjaga tekanan darah. Hemoragi kelas II

diklasifikasikan sebagai kehilangan volume darah sebanyak 15-30%. Gejala klinis meliputi

takikardia (denyut nadi >100 pada orang dewasa), takipneu, dan penurunan tekanan darah.

Tekanan sistolik biasanya tidak berubah, tetapi tekanan diastol meningkat karena peningkatan

dari katekolamin. Hemoragi kelas III diklasifikasikan sebagai kehilangan 30-40% volume

darah. Biasanya hal ini diikuti dnegan takikardia, takipneu, perubahan status mental penderita,

dan turunnya tekanan sistolik. Pada kasus yang tidak kompleks, kehilangan darah sebanyak ini

secara konsisten menyebabkan tekanan darah sistolik menurun. Pada pasien yang lebih tua,

dengan mekanisme kompensasi yang kurang efisien, penurunan tekanan darah dapat terjadi

setelah kehilangan darah sebanyak 10-15%. Hemoragi kelas IV didefinisikan sebagai

kehilangan darah sebanyak >40%, dan hal ini merupakan keadaan yang mengancam nyawa.

Pasien dapat terkena serangan jantung bila kehilangan darah sebanyak ini. Gejala klinis

meliputi takikardia, penurunan tekanan darah sistolik yang secara substansial, tekanan darah

yang sangat sempit (tidak adanya tekanan darah diastol), kurangnya urine output, dan

perubahan status mental pasien yang banyak. Perlu diperhatikan bahwa tekanan darah pasien

dapat turun tiba-tiba setelah pemeriksaan awal ketika mekanisme kompensasi mereka telah

gagal karena kehilangan darah yang terus-menerus. Sulit dilakukan perubahan tekanan darah,

karena pada kebanyakan kasus batas bawah dari tekanan ydarah pasien tidak diketahui. Sebagai

contoh, pasien dengan hipertensi dapat menunjukkan tekanan sistol sebesar 120 mmHg dapat

menunjukkan gejala kehilangan darah yang signifikan, sedangkan atlet muda yang sehat dapat

memiliki tekanan sistol sebesar 90 mmHg (Fonseca, 2005).

Salah satu indikator dari rendahnya perfusi jaringan pada pemerikssaan awal adalah

perfusi kulit. Kompensasi fisiologi awal pada kehilangan volume intravaskular adalah

vasokonstriksi pada pembuluh darah di kulit dan otot. Kapiler-kapiler pada kulit adalah yang

pertama kali berhenti bekerja sebagai respon terhadap hipovolemik yang dikarenakan stimulus

dari sistem saraf simpatik dan kelenjar adrenal melalui pelepasan hormon epinefrin dan nor

Page 34: PENANGANAN PERDARAHAN

epinefrin. Pelepasan katekolamin menyebabkan keluarnya keringat dan kulit terasa dingin dan

lembab pada saat palpasi. Ekskremitas bawah adalah yang pertama terkena, dengan tanda-tanda

pertama dari hipovolemi adalah terasa dinginnya kaki dan regio patella. Capillary fill time

dapat diukur dengan menggunakan “blanch test”, yang dimana memberikan ukuran kehilangan

darah ke pembuluh kapiler. Dengan tes tersebut, tekanan diaplikasikan ke kuku-kuku jari, kuku

ibu jari, atau emninesia hipothenar dari tangan untuk mengevakuasi darah dari daerah tersebut

dan kemudian tekanan langsung dilepaskan. Waktu yang diperlukan untuk jarinagn kembali ke

warna normalnya mengindikasikan waktu yang diperlukan untuk darah kembali ke pembuluh

kapiler. Waktu kurang dari 2 detik biasanya ditemukan pada pasien normovolemik dan

mengindikasikan aliran darah normal ke pembuluh kapiler (Fonseca, 2005).

Hemoragi dapat secara ekternalmaupun internal ke dalam kavitas tubuh. Hemoragi

eksternal biasanya dapat dikontroldengan melakukan penekanan secara langsung ke luka

yang ada. Tekanan yang digunakanuntuk mengontrol perdarahan sebaiknya kuat dan kontinu.

Ketika dressing yang digunakanmenjadi basah, dressing tersebut sebaiknya jangan

dilepaskan, tetapi sebaiknya dressingtambahan digunakan karena apabila dressing dilepaskan

maka formasi clot yang telahterbentuk dapat terganggu dan menyebabkan perdarahan

kembali. Tekanan yang kuat dapatdiaplikasikan proksimal ke arah arteri mayor untuk

mengontrol perdarahan. Akan tetapi, haltersebut hanya direkomendasikan apabila penekanan

langsung pada luka saja tidak efektif (Fonseca, 2005).

Perban tekan, seperti air-pillow splints dan blood pressure cuff dapat juga digunakan.

PASGsdan medical antishock trousers(MASTs), yang sebelumnya digunakan untuk

meningkatkantekanan darah pada kasus hipotensi yang parah, memberikan keadaan yang

merugikan padabeberapa situasi karena menyebabkan luka vaskular.Sebagai spesialis bedah

mulut dan maksilofasial, kita mengetahui adanya suplaivaskular yang banyak ke daerah muka

dan leher. Aspek negatif dari suplai darah tersebutadalah hemoragi mayor dapat disebabkan

oleh luka pada kulit kepala yang besar, fraktur nasalatau tengah wajah, dan luka tembus pada

leher. Luka pada kulit kepala dapat menyebabkankehilangan darah dalam jumlah besar pada

waktu yang singkat karena perembesan darahpada galea dan lapisan jaringan ikat yang

renggang. Luka kulit kepala dapat dengan cepatdiatasi dengan dijahit menggunakan 2.0

nonresobable atau staples tanpa memperhatikankosmetik pasien. Tekanan langsung

kemudian dapat dilakukan pada luka untuk mengontrolhemoragi dan meminimalkan

pembentukan hematoma. Ketika pasien sudah stabil, jahitandapat dilepaskan dari luka dan

penutupan lapisan luka secara kosmetik dapat dilakukan (Fonseca, 2005).

Page 35: PENANGANAN PERDARAHAN

Pemberian pertolongan pertama dan resusitasi cairan yang tepat sangat membantu

dalam mengembalikan perfusi jaringan yang adekuat. Pilihan tipe cairan yang digunakan

adalah koloid dan kristaloid. Koloid sangat baik untuk ekspansi volume plasma, dan

merupakan pilihan yang terbaik untuk peningkatan Cardiac Output dan volume O2. Namun

koloid efek udema parunya kurang dan harga cairan ini mahal.

Tujuan yang harus dipenuhi dalam pemberian cairan adalah menganti cairan yang

hilang selama trauma atau pembedahan. Maksud utamanya adalah mengembalikan volume

intravaskular dan mendapatkan perfusi jaringan yang adekuat, serta penggantian cairan yang

hilang dilakukan melalui pipa lambung,drainase toraks, drainase peritonium, fistula

usus,respirasi dsb.Penatalaksanaan pada perdarahan akut adalah sebagai berikut:

3. Pemasangan 2 jalur Infus I.V., dengan pemberian 1-2 liter kristaloid (NaCl 0,9% atau

RL) atau Koloid (Dextran) secara I.V. dalam 30–60 menit, udema parudiperhatikan.

Pada orang dewasa 2–3 liter RL selama 20–30 menit untuk memulihkan tekanandarah,

tekananvena sentral, dan diuresis.

4. Pemberian WB atau PRC hingga HT> 30 % dengan 1-2 unit fresh frozen plasma (FFP)

tiap 5 unit darah.

Sedangkan penatalaksanaan untuk kehilangan cairan gastrointestinal dapat diberikan

1-2 liter NaCl 0,9% dalam 30–60 menit, dan memonitor tanda vital, kemudian pengecekan

elektrolit dan dikoreksi bila terdapat kelainan lainnya.

Salah satu fungsi rongga mulut adalah sebagai jalan masuk makanan menuju saluran

cerna (gastrointerstinal tract). Kemampuan seseorang dalam mengkonsumsi makanan

melalui oral dapat berubah dikarenakan neoplasia, infeksi, deformitas congenital, dan

injuri(trauma). Prosedur bedah mulut dan maksilofasial dapat mengeliminasi permasalahan

ini dengan suatu prosedur operasi,namun prosedur ini juga membatasi kemampuan mulut

sementara waktu.Pada keadaan trauma (stress dan sepsis) tubuh mengalami rangkaian

perubahan hormonal yang menambah laju metabolisme. Hal ini berakibat menurunnya daya

tahan tubuh, terjadinya edema, dan terhambatnya penyembuhan luka gangguan motilitas

usus, gangguan enzim dan metabolisme serta kelemahan otot.Oleh karena itu pasien dengan

trauma oromaksilofasial memerlukan intervensi nutrisi dalam rawat inap di rumah sakit.

Penentuan status gizi penderita penting untuk jumlah lama dan komposisi yang harus

diberikan. Setidaknya penderita harus ditentukan apakah termasuk malnutrisi ringan, sedang

atau berat.Kebutuhan energi total dari seorang pasien dalam keseimbangan metabolik adalah

sama dengan pemakaian energi total (Total Energy Expenditure) yang meliputi kebutuhan

basal, peningkatan kebutuhan energi yang disebabkan penyakit, energi yang terpakai selama

Page 36: PENANGANAN PERDARAHAN

proses asimilasi nutrien dan energi yang terpakai pada kerja fisik.Kebutuhan kalori basal

didapat dengan penghitungan BMR berdasarkan persamaan Harris-Benedict.Nutrisi

parenteral adalah pemberian nutrien melalui pembuluh darah vena. Cara pemberian dapat

melalui vena perifer (nutrisi parenteral perifer) atau vena sentral (nutrisi parenteral

total).Terapi nutrisi parenteral diberikan kepada setiap penderita yang akibat penyakitnya

membutuhkan banyak asupan nutrisi tetapi penderita tersebut tidak mau makan, tidak cukup

makan, tidak bisa makan dan tidak boleh makan.Tujuan pemberian nutrisi parenteral ini

adalah untuk mempertahankan volume dan perfusi sirkulasi darah, menjaga keseimbangan

cairan-elektrolit dan asam basa, memelihara hemostatik metabolik umum, dan menyediakan

intake bagi kebutuhan metabolisme secara parenteral.

BAB IV

KESIMPULAN

Page 37: PENANGANAN PERDARAHAN

Trauma oromaksilo fasial dapat menyebabkan kematian jika dapat menyebabkan

obstruksi jalan nafas dan perdarahan yang banyak.Sebelum melakukan perawatan fraktur

perlu diperhatikan keadaan darurat medik yang harus ditangani lebih dulu.Untuk penderita

dengan trauma oromaksilofasial perhatian harus segera diarahkan terhadap saluran

pernafasan dan kontrol perdarahan eksternal, sebelum melakukan pemeriksaan tanda-tanda

vital, keadaan-keadaan itu harus ditangani lebih dahulu oleh karena mengancam jiwa

penderita (Basoeseno dan Purwanto, 1996).

Perdarahan dari fraktur oromaksilofasial dapat terjadi perdarahan pada rongga mulut,

hidung, sinus paranasalis, nasofaring (dari basis cranii) atau perdarahan dari hidung (fraktur

nasalis, fraktur maksila).Perdarahan yang banyak bisa mengakibatkan syok hipovolemik.

Perdarahan adalah sebab tersering dari syok pada trauma, dan hampir semua penderita multi-

trauma ada syok. Pemberian pertolongan pertama dan resusitasi cairan yang tepat sangat

membantu dalam mengembalikan perfusi jaringan yang adekuat.

Perawatan pasien dengan trauma oromaksilofasial memerlukan terapi nutrisi yang

benar.Pengukuran kebutuhan nutrisi pasien trauma bergantung dari rumus yang didasarkan oleh

berbagai faktor yang mempengaruhi, dimana untuk menentukan jenis nutrisi yang akan

diberikan kepada pasien tersebut diperlukan kerjasama dengan ahli gizi sehingga benar benar

sesuai dengan kebutuhan gizi yang telah ditentukan sebelumya.Pemberian nutrisi untuk pasien

rawat inap dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu peroral, enteral dan parenteral. Pemberian

nutrisi yang adekuat akan membantu proses penyembuhan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Andry Hartono,dr, Sp.GK,2006,Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit, edisi kedua; EGC,IKAPI.

Agus Purwadianto & Budi Sampurna. Kedaruratan Medik. 2000. Pedoman Penatalaksanaan

Praktis. Edisi Revisi.

Page 38: PENANGANAN PERDARAHAN

Fonseca, R.J. Robert. V.W. 1997. Oral and Maxillofacial Trauma 2nd ed. Vol 1, W.B.

Saunders Company. Philadelphia.

Fonseca, R.J., dkk. 2005. Oral and Maxillofacial Trauma3rd ed. Vol 1, W.B. Saunders

Company. Philadelphia.

Raymond and Wolker, 1991, Oral and maxillofacial Trauma. Vol I, W.B. Saunders

Company, Philadelphia, Co.

Hupp, J.R., Ellis III, E., Tucker, M.R. 2008. Contamporary Oral and Maxillofacial Surgery.

5th ed. Mosby Elsevier. St. Louis.

Hutchinson and Skinner, 1996, ABC of Major Trauma 2nd ed BMJ Publishing Group,

London.

Pedersen, G.W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih Bahasa: drg. Purwanto, drg.

Basoeseno, EGC. Jakarta.

Roesli, Ruly,dkk, 1997,Dasar-dasar Terapi Nutrisi Parenteral pada Dewasa dan Anak;

Kelompok Studi Terapi Cairan, Enteral, dan Parenteral, Bandung.

Schultz, 1988. Facial Injuries. 3th ed. Year book medical publisher. London.