penanganan nyeri

download penanganan nyeri

of 18

description

nyeri post operatif

Transcript of penanganan nyeri

BAB IPENDAHULUAN

Pasien yang baru saja menjalani tindakan operasi harus dirawat sementara di PACU (PostAnesthesia Care Unit) atau ruang pemulihan (recovery room) untuk perawatan post anestesi sampai kondisi pasien stabil. Hal ini dimaksudkan agar pasien terhindar dari hal-hal yang tidak diharapkan seperti gangguan napas, gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan, mual dan muntah, menggigil dan muntah-muntah.1 Manajemen nyeri pasca operasi yang efektif merupakan memiliki nilai kemanusiaan yang tinggi , tetapi ada manfaat medis dan biaya tambahan untuk pemulihan yang dari rumah sakit. Banyak faktor memiliki peran untuk mencapai pengelolaan nyeri yang efektif termasuk team management nyeri akut, pendidikan pasien, pelatihan perawatan, penggunaan analgesic yang seimbang, penilaian nyeri menggunakan dengan skala penilaian dan strategi untuk mengetahui keperluan pasien dalam berbagai kelompok umur, baik anak anak maupun orang dewasa. 1Faktor penyebab nyeri biasanya muncul karena luka post operasi yang masih basah atau matur dan belum lepas dari 2 x 24 jam sebagai ukuran pantauan untuk mengkaji status nyeri. Nyeri juga ditimbulkan karena gerak atau mobilisasi dini pada pasien post operasi. Manajemen nyeri bertujuan untuk membantu pasien dalam mengontrol nyeri ataupun memanajemen nyeri secara optimal, mengurangi resiko lanjut dari efek samping nyeri tersebut, yang pada akhirnya pasien mampu mengontrol ataupun nyeri yang dirasa tersebut hilang.2

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi Nyeri Definisi nyeri berdasarkan International Association for the Study of Pain (IASP, 1979) adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan dimana berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan jaringan. Nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.2

2.2 Mekanisme NyeriNyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan jaringan. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui medulla spinalis, batang otak, thalamus dan korteks serebri. Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang rusak28,33 Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat perbaikan kerusakan jaringan. Sensitifitas akan meningkat, sehingga stimulus non noksius atau noksius ringan yang mengenai bagian yang meradang akan menyebabkan nyeri. Nyeri inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan dan menghilangkan respon inflamasi .2.3 Klasifikasi NyeriMenurut Smeltzer (2001), nyeri dapat diklasifikasikan sebagai berikut :3

a. Nyeri akutNyeri akut biasanya mulainya tiba- tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan.

b. Nyeri kronikNyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya..2.4 Penilaian Intensitas NyeriIntensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda..4

Menurut Smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :31. Skala intensitas nyeri deskritif

2. Skala Identitas Nyeri Numeric

3. Skala analog visual

4. Skala nyeri menurut Bourbanis

KeKeterangan :0 :Tidak nyeri1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik.4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.7-9 : Nyeri berat : secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Pasien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan pasien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.

Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis.5Pendeskripsi ini diranking dari tidak terasa nyeri sampai nyeri yang tidak tertahankan. Perawat menunjukkan pasien skala tersebut dan meminta pasien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan.5Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan pasien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).5Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi pasien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka.5

2.5Manajemen Nyeri Post OperasiMenurut Mc. Caffery (Diambil dari Tamsuri, 2006). Tehknik yang diterapkan dalam mengatasi nyeri dapat dibedakan dalam dua kelompok utama, yaitu tindakan pengobatan (farmalogis) dan tindakan nonfarmakologis (tanpa pengobatan).6Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis meliputi penggunaan opioid (narkotik), nonopioid/NSAIDs (Nonsteroid Anti-Inflamasi Drugs), dan adjuvan, serta ko-analgesik.6Analgesik opioid (narkotik) terdiri dari berbagai derivate dari opium seperti morfin dan kodein. Narkotik dapat menyebabkan penurunan nyeri dan memberi efek euphoria (kegembiraan) karena obat ini mengadakan ikatan reseptor opiate (ada beberapa reseptor opiate sepertu mu, delta, dan alppa) dan mengaktifkan penekanan nyeri endogen pada susunan syaraf pusat. Narkotik tidak hanya menekan rangsang nyeri, tetapi juga menekan pusat pernapasan dan batuk di medulla batang otak. dampak lain dari narkotik adalah sedasi dan peningkatan toleransi obat sehingga kebutuhan dosis obat akan meningkat.6

2.5.1 Non FarmakologisPenatalaksanan nyeri secara nonfarmkologis untuk mengurangi nyeri terdiri dari beberapa tehknik diantaranya adalah:6,11 Distraksi Metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain sehingga pasien lupa terhadap nyeri yang dialami pasien, misalnya pada pasien postappendiktomi mungkin tidak merasakan nyeri saat perawat mengajaknya bercerita tentang hobbinya (Priharjo,1996). Beberapa teknik distraksi, antara lain :1. Nafas lambat, berirama2. Massage and Slow, Rhythmic Breathing3. Rhytmic Singing and Tapping4. Active Listenin5. Guide Imagery

Relaksasi Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri postoperasi. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuansi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi (hirup) dan ekhalasi (hembus). Relaksasi yaitu pengaturan posisi yang tepat, pikiran, beristirahat dan lingkungan yang tenang.relaksasi otot skeletal dapat menurunkan nyeri dengan merilakskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Tindakan relaksasi dapat dipandang sebagai upaya pembebasan mental dan fisik dari tekanan dan stress. Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik sebagai berikut :1. Pasien menarik nafas dalam dan menahannya di dalam paru2. Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi kendor dan rasakan betapa nyaman hal tersebut3. Pasien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu4. Pasien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara perlahan-lahan, pada saat ini biarkan telapak kaki relaks. Perawat minta kepada pasien untuk mengkonsentrasikan fikiran pada kakinya yang terasa ringan dan hangat.5. Ulangi langkah 4 dan konsentrasikan fikiran pada lengan, perut, punggung dan kelompok otot-otot lain6. Setelah pasien merasa relaks, pasien dianjurkan bernafas secara perlahan. Bila nyeri menjadi hebat pasien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.

Imajinasi Terbimbing/ Guided imagery Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positf tertentu. Sebagai contoh, imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri dapat terdiri atas menggabungkan suatu napas berirama lambat denfgan suatu bayangan mental relaksiasi dan kenyamanan. Dengan mata terpejam, individu diinstruksikan untuk membayangkan bahwa setiap napas yang diekhalasi secara lambat ketegangan otot dan ketidak nyaman dikeluarkan, menyebakan tubuh yang rileks dan nyaman. Setiap kali menghirup napas, pasien harus membayangkan energi penyembuh dialairkan ke bagian yang tidak nyaman. Setiap kali napas di hembuskan, pasien diinstruksikan untuk membayangkan bahwa udara yang dihembuskan membawa pergi nyeri dan ketegangan. Jika imajinasi terpadu diharapkan agar efektif, dibutuhkan waktu yang banyak untuk menjelaskan tekniknya dan waktu untuk pasien mempraktekkannya. Biasanya, pasien diminta untuk mempraktikkan imajinasi terbimbing selama sekitar 5 menit, tiga kali sehari. Bebarapa hari praktik mungkin diperlukan sebelum intensitas nyeri dikurangi. Banyak pasien mulai mengalami efek rileks dari imajinasi terbimbing saat pertama kali meraka mencobanya. Nyeri mereda dapat berlanjut selam berjam-jan setelah imajinasi digunakan. Pasien harus diinformasikan bahwa imajinasi terbimbing hanya dapat berfungsi pada beberapa orang. Imajinasi terbimbing harus digunakan hanya sebagai tambahan dari bentuk pengobatan yang telah terbukti, sampai riset telah menunjukkan apakah dan bilakah tekinik ini efektif (Harnawatiaj, 2008).

Stimulasi Kulit (Cutaneus)Beberapa teknik untuk stimulasi kulit antara lain :a. Kompres dinginb. Analgesics ointmentsc. Counteriritan, seperti plester hangat.d. Contralateral Stimulation, yaitu massage kulit pada area yang berlawanan dengan area yang nyeri. Hipnotis. Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif. BiofeedbackTerapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi tentang respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap respon tersebut. Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan otot dan migren, dengan cara memasang elektroda pada pelipis.

2.5.2 Analgetik (Farmakologis)Beberapa jenis analgetik (obat pereda nyeri) bisa membantu mengurangi nyeri. Obat ini digolongkan ke dalam 3 kelompok:1. Analgetik opioid (narkotik) 2. Analgetik non-opioid 3. Analgetik ajuvanAnalgetik opioid merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.4. Terapi non farmakologi

2.5.2.1 Analgetik opioidSecara kimia analgetik opioid berhubungan dengan morfin. Morfin merupakan bahan alami yang disarikan dari opium, walaupun ada yang berasal dari tumbuhan lain dan sebagian lainnya dibuat di laboratorium. Analgetik opioid sangat efektif dalam mengurangi rasa nyeri namun mempunyai beberapa efek samping. Semakin lama pemakai obat ini akan membutuhkan dosis yang lebih tinggi. Selain itu sebelum pemakaian jangka panjang dihentikan, dosisnya harus dikurangi secara bertahap, untuk mengurangi gejala-gejala putus obat.7Analgetik opioid seringkali menyebabkan sembelit, terutama pada usia lanjut. Pencahar (biasanya pencahar perangsang, contohnya senna atau fenolftalein) bisa membatu mencegah atau mengatasi sembelit. Opioid dosis tinggi sering menyebabkan ngantuk. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat-obat perangsang (misalnya metilfenidat).8,9Analgetik opioid bisa memperberat mual yang dirasakan oleh penderita. Untuk mengatasinya diberikan obat anti muntah, baik dalam bentuk per-oral, supositoria maupun suntikan (misalnya metoklopramid, hikroksizin dan proklorperazin). Opioid dosis tinggi bisa menyebabkan reaksi yang serius, seperti melambatnya laju pernafasan dan bahkan koma. Efek ini bisa dilawan oleh nalokson, suatu penawar yang diberikan secara intravena.8,9Analgetik opioid sangat efektif dalam mengurangi rasa nyeri namun mempunyai beberapa efek samping. Semakin lama pemakai obat ini akan membutuhkan dosis yang lebih tinggi. Selain itu sebelum pemakaian jangka panjang dihentikan, dosisnya harus dikurangi secara bertahap, untuk mengurangi gejala-gejala putus obat. Berbagai kelebihan dan kekurangan dari analgetik opiod:7,8,9 Morfin, merupakan prototipe dari obat ini, yang tersedia dalam bentuk suntikan, per-oral (ditelan) dan per-oral lepas lambat. Sediaan lepas lambat memungkinkan penderita terbebas dari rasa nyeri selama 8-12 jam dan banyak digunakan untuk mengobati nyeri menahun. Tramadol merupakan analgetik sintetik yang merupakan agonis reseptor opioid. Ia juga menghasilkan analgesia dengan menghambat noradrenalin dan reuptake serotonin dan meningkatkan pelepasan 5 ht untuk memodifikasi transmisi nosiseptik melalui aktivasi inhibitor yang menuju ke bawah jaras CNS. Analgetik opioid seringkali menyebabkan sembelit, terutama pada usia lanjut. Pencahar (biasanya pencahar perangsang, contohnya senna atau fenolftalein) bisa membatu mencegah atau mengatasi sembelit. Opioid dosis tinggi sering menyebabkan ngantuk. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat-obat perangsang (misalnya metilfenidat). Analgetik opioid bisa memperberat mual yang dirasakan oleh penderita. Untuk mengatasinya diberikan obat anti muntah, baik dalam bentuk per-oral, supositoria maupun suntikan (misalnya metoklopramid, hikroksizin dan proklorperazin). Opioid dosis tinggi bisa menyebabkan reaksi yang serius, seperti melambatnya laju pernafasan dan bahkan koma. Efek ini bisa dilawan oleh nalokson, suatu penawar yang diberikan secara intravena.ObatMasa efektifKeterangan

MorfinSuntikan intravena/intramuskuler:2-3 jam per-oral:3-4 jam sediaan lepas lambat:8-12jamMula kerjanya cepat sediaan per-oral sangat efektif untuk mengatasi nyeri karena kanker

KodeinPer-oral:3-4 jamKurang kuat dibandingkan dengan morfin kadang diberikan bersamaan dengan aspirin atau asetaminofen

MeperidinSuntikan intravena/intramuskuler:sekitar 3 jam per-oral:tidak terlalu efektifBisa menyebabkan epilepsi, tremor dan kejang otot

MetadonPer-oral:4-6 jam, kadang lebih lamaJuga digunakan untuk mengobati gejala putus obat karena heroin

ProksifenPer-oral:3-4 jamBiasanya diberikan bersamaan dengan aspirin atau asetaminofen, untuk mengatasi nyeri ringan

LevorfanolSuntikan intravena atau intramuskuler:4 jam per-oral:sekitar 4 jamSediaan per-oral sangat ampuh bisa digunakan sebagai pengganti morfin

HidromorfonSuntikan intravena/intramuskuler:2-4 jam per-oral:2-4 jam suppositoria per-rektum:4 jamMula kerjanya cepat bisa digunakan sebagai pengganti morfin efektif untuk mengatasi nyeri karena kanker

OksimorfonSuntikan intravena/intramuskuler:3-4 jam suppositoria per-rektum:4 jamMula kerjanya cepat

OksikodonPer-oral:3-4 jamBiasanya diberikan bersama aspirin atau asetaminofen

PentazosinPer-oral:sampai 4 jamBisa menghambat kerja analgetik opioid lainnya kekuatannya hampir sama dengan kodein bisa menyebabkan linglung & kecemasan, terutama pada usia lanjut

2.5.2.2Analgesik Non OpiodAnalgesik non-opioid (analgesik non-narkotik) atau sering disebut juga Nonsteroid Anti-Inflammatory Drugs, (NSAIDs) seperti aspirin, asetaminofen, dan ibu profen selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti-inflamasi dan anti-demam (anti-piretik). Obat-obat golongan ini menyebabkan penurunan nyeri yang bekerja pada ujung-ujung syaraf perifer di daerah yang mengalami cedera, dengan menurunkan kadar mediator peradangan yang dibangkitkan oleh sel-sel yang mengalami cedera (Tamsuri, 2007).6Semua analgetik non-opiod (kecuali asetaminofen) merupakan obat anti peradangan non-steroid (NSAID, nonsteroidal anti-inflammatory drug). Obat-obat ini bekerja melalui 2 cara:7,81. Mempengaruhi sistem prostaglandin, yaitu suatu sistem yang bertanggungjawab terhadap timbulnya rasa nyeri. 2. Mengurangi peradangan, pembengkakan dan iritasi yang seringkali terjadi di sekitar luka dan memperburuk rasa nyeri. Aspirin merupakan prototipe dari NSAID, yang telah digunakan selama lebih dari 100 tahun. Pertama kali disarikan dari kulit kayu pohon willow. Tersedia dalam bentuk per-oral (ditelan) dengan masa efektif selama 4-6 jam. Efek sampingnya adalah iritasi lambung, yang bisa menyebabkan terjadinya ulkus peptikum. Karena mempengaruhi kemampuan darah untuk membeku, maka aspirin juga menyebabkan kecenderungan terjadinya perdarahan di seluruh tubuh. Pada dosis yang sangat tinggi, aspirin bisa menyebabkan gangguan pernafasan. Salah satu pertanda dari overdosis aspirin adalah teling berdenging (tinitus).

Kerja Analgetik non opioid

Mula kerja dan masa efektif dari berbagai NSAID berbeda-beda, dan respon setiap orang terhadap NSAID juga berbeda-beda. Semua NSAID bisa mengiritasi lambung dan menyebabkan ulkus peptikum, tetapi tidak seberat aspirin. Mengkonsumsi NSAID bersamaan dengan makanan dan antasid bisa membantu mencegah iritasi lambung. Obat misoprostol bisa membantu mencegah iritasi lambung dan ulkus peptikum; tetapi obat ini bisa menyebabkan diare.7Asetaminofen berbeda dari aspirin dan NSAID. Obat ini bekerja pada sistem prostaglandin tetapi dengan mekanisme yang berbeda. Asetaminofen tidak mempengaruhi kemampuan pembekuan darah dan tidak menyebabkan ulkus peptikum maupun perdarahan. Tersedia dalam bentuk per-oral atau supositoria, dengan masa efektif selama 4-6 jam. Dosis yang sangat tinggi bisa menyebabkan efek samping yang sangat serius, seperti kerusakan hati.7Terapi pada nyeri pasca operasi ringan sampai sedang harus dimulai dengan menggunakan NSAIDs, kecuali kontraindikasi (AHCPR, 1992 dikutip dar Potter & Perry 2005). Walaupun mekanisme kerja pasti NSAIDs tidak diketahui, NSAIDs diyakini bekerja menghambat sintesis prostaglandin (McKenry dan Salerno, 1995) dan menghambat respon selular selama inflamasi. Kebanyakan NSAIDs bekerja pada reseptor saraf perifer untuk mengurangi transmisi dan resepsi stimulasi nyeri. Tidak seperti opiat, NSAIDs tidak menyebabkan sedasi atau depresi pernapasan juga tidak mengganggu fungsi berkemih atau defekasi (AHCPR, 1992 dikutip dari Potter & Perry 2005).6

2.5.2.3 Analgetik AdjuvanAnalgetik ajuvan adalah obat-obatan yang biasanya diberikan bukan karena nyeri, tetapi pada keadaan tertentu bisa meredakan nyeri. Contohnya, beberapa anti-depresi juga merupakan analgetik non-spesifik dan digunakan untuk mengobati berbagai jenis nyeri menahun, termasuk nyeri punggung bagian bawah, sakit kepala dan nyeri neuropatik. Obat-obat anti kejang (misalnya karbamazepin) dan obat bius lokal per-oral (misalnya meksiletin) digunakan untuk mengobai nyeri neuropatik.10Golongan Obat AdjuvanObat golongan ini digunakan dalam penanggulangan nyeri walaupun tidak mempunyai efek analgetik. Obat ini menghilangkan nyeri sebagai suatu sindrom atau potensiasi dengan obat analgetik seperti halnya kerja opioid. Obat adjuvan sebelumnya digunakan untuk tujuan lain dari penanggulangan nyeri, tetapi seiring perkembangan pengetahuan fisiologi yang mendasari sindrom nyeri, obat adjuvan semakin banyak digunakan dalam penanggulangan nyeri.101. Obat anti depresan.Obat anti depresan sering digunakan pada penanggulangan sindroma nyeri kronis. Obat anti depresan menginhibisi re-uptake amin biogenik (norepinephrin dan serotonin) kembali ke dalam terminal saraf, sehingga meningkatkan konsentrasi dan durasi dari kerja neurotransmiter pada sinaps. Neuron serotonergik dan noradrenergik dalam batang otak akan menginhibisi input serabut C ke medulla spinalis. Obat anti depresan akan mengaktifkan neuron inhibisi desenden yang juga diaktifkan oleh opioid. Anti depresan akan berpotensiasi dengan serotonin dan norepinefrin yang dirilis oleh opioid.102. Obat anti konvulsan.Obat anti konvulsan efektif dalam penanggulangan sindroma nyeri yang bersifat intermiten-tajam, neuropatik dan kontinyu burning. Obat yang sering digunakan adalah golongan karbamazepine, gabapentin dan fenitoin. Cara kerja obat memblok Sodium Channel yang akan menekan fokus ektopik dalam otak karenanya dapat mencegah kejang dan obat ini juga mengurangi pelepasan fokus ektopik dari cedera saraf perifer yang diperkirakan sebagai penyebab dari nyeri intermiten yang tajam 103. Obat anti aritmia.Obat anti aritmia tampaknya berguna pada penanggulangan sindroma nyeri yang bersifat intermiten-tajam, allodinia dan dysesthetic. Obat yang sering digunakan adalah golongan Bretylium, Guanetidin, dan Lidokain. Cara kerja obat golongan ini hampir sama seperti obat anti-konvulsan.104. Obat antagonis alfa-1 dan agonis alfa-2.Sistem saraf simpatis terlibat banyak sindroma nyeri kronis. Obat alfa-1 antagonis dan alfa-2 agonis digunakan untuk maksud ini. Terminal saraf perifer bertindak sebagai reseptor alfa yang akan menjadi aktif pada keadaan nyeri neuropatik. Sistem saraf simpatis akan merilis norepinephrine (NE), yang menstimuli reseptor ini dan menyebabkan rasa nyeri. Alfa bloker akan memblok kerja NE pada reseptor ini. Alfa-2 agonis akan obat ini membuat suatu simpatektomi kimia.10

2.5.2.4 Anestesi LokalPenggunaan teknik anestesi regional pada pembedahan memiliki efek yang positif terhadap respirasi dan kardiovaskuler pasien terkait dengan berkurangnya perdarahan dan nyeri yang teratasi dengan baik. Singkatnya, teknik apapun yang dapat digunakan dalam prosedur bedah menghasilkan hasil yang nyaris sempurna untuk menghilangkan nyeri pascaoperasi apabila efeknya diperpanjang hingga melebihi durasi pembedahan. Ada beberapa teknik anestesi lokal sederhana yang dapat dilanjutkan ke periode pasca-operasi untuk memberikan pain relief yang efektif. Sebagian besar dapat dilakukan dengan risiko minimal termasuk infiltrasi anestesi lokal, blokade saraf perifer atau pleksus dan teknik blok perifer atau sentral.5Meskipun begitu, kita tidak boleh mengharapkan anelgesi lokal saja dapat mengatasi nyeri pasca operasi, karena nyeri pascaoperasi memiliki banyak faktor penyebab. Karena nyeri timbul dari multifaktor, maka manajemen nyeri pascaoperasi haruslah terdiri dari kombinasi pendekatan untuk mencapai hasil terbaik.3Infiltrasi luka dengan obat anestesi lokal berdurasi panjang seperti Bupivacaine dapat memberikan analgesia yang efektif selama beberapa jam. Apabila nyeri berlanjut, dapat diberikan suntikan ulang atau dengan menggunakan infus. Blokade pleksus atau saraf perifer akan memberikan analgesia selektif di bagian-bagian tubuh yang terkait oleh pleksus atau saraf tersebut. Teknik-teknik ini dapat digunakan untuk memberikan anestesi untuk pembedahan atau khusus untuk nyeri pasca-operasi.Teknik-teknik ini dapat sangat berguna jika suatu blok simpatik diperlukan untuk meningkatkan suplai darah pascaoperasi atau apabila blokade pusat seperti blokade spinal atau epidural merupakan kontraindikasi.5,8Spinal anestesi memberikan analgesia yang sangat baik untuk operasi di tubuh bagian bawah dan pain relief bisa berlangsung berjam-jam setelah selesai operasi jika dikombinasikan dengan obat-obatan yang mengandung vasokonstriktor. Penggunaan teknik epidural membutuhkan praktisi yang berpengalaman dan pelatihan khusus bagi staf perawat dalam pengelolaan pasca-operasi pasien.7

BAB IIIKESIMPULAN

Nyeri merupakan suatu respon biologis yang menggambarkan suatu kerusakan atau gangguan organ tubuh. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya.Manajemen nyeri pasca operasi haruslah dapat dicapai dengan baik demi alasan kemanusiaan. Manajemen nyeri yang baik tidak hanya berpengaruh terhadap penyembuhan yang lebih baik tetapi juga pemulangan pasien dari perawatan yang lebih cepat. Dalam menangani nyeri, dapat digunakan terapi farmakologis dan non-farmakologis. Karena kebutuhan masing-masing individu adalah berbeda-beda, maka penggunaan Patient Controlled Analgesia dirasakan sebagai metode yang paling efektif dan menguntungkan dalam menangani nyeri pascaoperasi meskipun dengan tidak lupa mempertimbangkan faktor ketersediaan dan keadaan ekonomi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Charlton ED. Posooperative Pain Management. World Federation of Societies of Anaesthesiologists.23/12/2014 http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u07/u07_009.htm 2012:23-252. Gwirtz K. Single-dose intrathecal opioids in the management of acute postoperative pain. In: Sinatra RS, Hord AH, Ginsberg B, Preble LM, eds. Acute Pain: Mechanisms & Management. St Louis, Mo: Mosby-Year Book; 1992:253-683. Smeltzer, Suzanne C . 2001.Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddart. Edisi 8, Vol 2. Jakarta : Buku kedokteran

4. Chelly JE, Gebhard R, Coupe K, et al. Local anesthetic delivered via a femoral catheter by patient-controlled analgesia pump for pain relief after an anterior cruciate ligament outpatient procedure. Am J Anesthesiol. 2001;28:192-4.5. Mahajan R, Nathanson M. Anaesthesia. London ; Elsevier Churchill Livingstone. 20066. Wardani, D.S. Perilaku Nyeri Pasien Post Operasi. Medan; Universitas Sumatera Utara, 2011: 21-24.7. Cousin, MJ. Prevention of Postoperative Pain. Proceeding of the VI World Congress on Pain. Elsevier, Amsterdam 2001; 41-53.8. Fillingim RB, Edwards RR, Powell T. The relationship of sex and clinical pain to experimental pain responses. Pain 1999; 83:419425.9. WHO Analgesic Ladder. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/4525332. Diunduh tanggal 23 Desember 2014 10. Muhiman M, Thaib R, Sunatrio S, Dahlan R. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2004: 27-33.11. Loeser, JD et al. Desirable characteristics for pain treatment facilities. International Association for the Study of Pain 2000, 1-4.

1