PERAN PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DAN TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL DALAM...
Transcript of PERAN PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DAN TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL DALAM...
PERAN PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DAN TENAGAKESEJAHTERAAN SOSIAL DALAM PEMBIMBINGAN
DAN PEMBINAAN ANAK YANG DIJATUHI PIDANA(Studi LPKS Insan Berguna Pesawaran)
(Skripsi)
Oleh
YOGA PRATAMA
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
ABSTRAK
PERAN PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DAN TENAGAKESEJAHTERAAN SOSIAL DALAM PEMBIMBINGAN
DAN PEMBINAAN ANAK YANG DIJATUHI PIDANA(Studi LPKS Insan Berguna Pesawaran)
OLEH
YOGA PRATAMA
Anak yang dijatuhi pidana umumnya berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak,namun setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 TentangSistem Peradilan Pidana Anak, maka anak demikian di tempatkan di LembagaPenyelenggaraan Kesejateraan Sosial atau LPKS. LPKS Terdapat pekerja sosialprofesional dan tenaga kesejahteraan sosial yang melakukan pembimbingan danpembinaaan anak yang dijatuhi pidana. Permasalahan yang dibahas adalahbagaimana peran pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial dalampembimbingan dan pembinaan anak yang dijatuhi pidana? dan apakah faktorpenghambat petugas pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosialdalam melakukan pembimbingan dan pembinaan terhadap anak yang dijatuhipidana?Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Datayang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Metode pengumpulandata dalam penelitian ini yaitu menggunakan studi kepustakaan dan studilapangan. Prosedur pengolahan data dilakukan dengan cara Identifikasi datakemudian dilakukan klasifikasi data dan sistematisasi data. Analisis datadilakukan dengan cara kualitatif.Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa peran pekerja sosialproffesional dan tenaga kesejahteraan sosial dalam pembimbingan pembinaanyang dijatuhi pidana ada 2 peran yaitu peran normatif dan peran faktual. Peranpekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial secara Normatif diaturdalam Pasal 68 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem PeradilanPidana Anak dan secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri Sosial RepublikIndonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang/ Pedoman Rehabilitasi Sosial AnakYang Berhadapan Dengan Hukum Oleh Lembaga Penyelenggara KesejahteraanSosial. Peran pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial secaraFaktual yaitu melakukan rehabilitasi dan pendampingan untuk memulihan mentalanak sehingga tidak melakukan pengulangan tindak pidana, serta melakukan kerja
sama dengan aparat penegak hukum. Dalam menjalankan tugasnya, terdapatbeberapa faktor yang menghambat kinerja dari pekerja sosial profesional dantenaga kesejahteraan sosial antara lain: (1) Faktor penegak hukum itu sendiri (2)Faktor sarana dan prasarana atau fasilitas mendukung penegakan hukum (3)Faktor masyarakat, apabila anak bertempat tinggal di lingkungan pemakainarkoba maka anak akan mudah terjerumus untuk melakukan penyalahgunaannarkoba (4) Faktor kebudayaan, kurangnya pendidikan anak serta pergaulan-pergaulan yang menyimpang.
Penulis memberikan masukan berupa saran sebagai berikut: (1) Perlu semakinmeningkatkan kualitas dan profesionalisme dari petugas pekerja sosialprofesional dan tenaga kesejahteraan sosial (2) Pemerintah Pusat dapatmemberikan anggaran keuangan yang sesuai dengan kebutuhkan LPKS InsanBerguna Pesawaran (3) Pemerintah Daerah bersama seluruh aparat penegakhukum dan media dapat mempublikasikan eksistensi pekerja sosial profesionaldan tenaga kesejahteraan sosial pada LPKS Insan Berguna Pesawaran.
Kata Kunci : Peran, Pekerja Sosial Profesional, Tenaga KesejahteraanSosial, LPKS, Pembinaan Anak.
PERAN PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DAN TENAGAKESEJAHTERAAN SOSIAL DALAM PEMBIMBINGAN
DAN PEMBINAAN ANAK YANG DIJATUHI PIDANA(Studi LPKS Insan Berguna Pesawaran)
Oleh
YOGA PRATAMA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarSARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum PidanaFakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Talang Padang pada tanggal 29
Maret 1996, penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara dari pasangan Bapak Alm. Hi. Aos Koswara
dan Ibu Nurmaini. Penulis menyelesaikan
pendidikannya di TK Akhlakul Karimah Tekad pada
tahun 2002, Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Muara Dua
pada tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Talang Padang
pada tahun 2011, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Pringsewu pada
tahun 2014.
Pada tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi
internal maupun eksternal kampus. Pada awal perkuliahan, penulis menjadi
anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas (UKMF) Mahkamah. Selanjutnya
penulis pada awal tahun 2017 aktif di organisasi eksternal kampus yaitu Ikatan
Mahasiswa dan Pemuda Tanggamus (IMAMTA) Universitas Lampung hingga
sekarang. Penulis mengikuti program Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN
Tematik) Unila Periode I dan di tempatkan di Kampung Purwodadi, Kecamatan
Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah.
MOTTO
Jangan kamu bersikap lemah, dan janganlah kamu bersedih hati, padahal
kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.
(Q.S Ali Imran Ayat 139)
Saat kamu meraih keberhaasialan dan kesuksesan, percayalah itu karena
doa ibumu telah dikabulkan oleh Allah SWT.
(Yoga Pratama)
Keberuntungan Hanya Milik Orang-Orang Yang Berani.
(Sahabat BestCame)
AKU SIAP.
(Spongebob Squarepants)
PERSEMBAHAN
Bismillahirrohhmanirrohim
Dengan segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya serta dengan ketulusan dan kerendahan hati aku persembahkan sebuah karya
sederhana atas izin Allah SWT ini kepada :
Alm. Ayah dan Ibu
Sebagai tanda bakti, hormat serta rasa terimakasih yang tiada terhingga ini
kepada Alm. Ayah dan Ibu yang telah membesarkanku dengan penuh cinta dan
kasih. Terimakasih atas segala kasih sayang, ketulusan, pengorbanan, motivasi
serta doa yang selalu mengalir untukku, sehingga aku mendapatkan gelar sarjana.
Adik Tercinta
Adikku tersayang yang senantiasa menemaniku dengan segala keceriaan dan
kasih sayang serta selalu mendoakan, memberi dukungan, semangat dan menjadi
motivasi keberhasilanku dalam menyelesaikan studi maupun kedepannya.
Seluruh keluarga besar Alm. Ayah dan Ibu tercinta serta keluarga besar FSBKU-
KSN yang salalu memberikan nasehat, dukungannya dan selalu mendoakan yang
terbaik bagi penulis.
Sahabat terbaikku dan seluruh kawan sekolah maupun kawan kuliah Fakultas
Hukum Universitas Lampung angkatan 2014. Serta orang-orang yang telah
membantuku selama proses penyusunan skripsi ini selesai.
Almamaterku Tercinta
SANWACANA
Puji syukur selalu penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan
judul “Peran Pekerja Sosial Profesional Dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Dalam
Pembimbingan Dan Pembinaan Anak Yang Dijatuhi Pidana (Studi LPKS Insan
Berguna Pesawaran)” sebagai salah satu syarat mencapai gelar sarjana di Fakultas
Hukum Universitas Lampung.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan,
bantuan, petunjuk dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis
mengucapkan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam kepada:
1. Allah SWT yang senantiasa memberikan pertolongan dan kemudahan
disaat penulis mendapatkan kesulitan, dan nikmat-Mu yang tak terhingga.
2. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P selaku Rektor Universitas Lampung.
3. Bapak Armen Yasir, S.H., M.H selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
4. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H selaku Ketua Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung.
5. Ibu Dona Raisa Monica, S.H., M.H selaku Sekretaris Bagian Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.
6. Bapak Prof. Dr. Sunarto DM, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing I yang
telah banyak memberikan pengarahan dan sumbangan pemikiran yang
sungguh luar biasa serta kesabarannya dalam membimbing Penulis selama
penulisan skripsi ini.
7. Bapak Budi Rizki Husin, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing II yang
telah banyak memberikan pengarahan dan sumbangan pemikiran yang
sungguh luar biasa dalam membimbing Penulis selama penulisan skripsi
ini.
8. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H selaku Dosen Pembahas I yang telah
memberikan waktu, masukan dan saran selama penulisan skripsi ini.
9. Ibu Emilia Susanti, S.H., M.H selaku Dosen Pembahas II yang telah
memberikan waktu, masukan, kritikan dan saran selama penulisan skripsi
ini.
10. Bapak Muhammad Farid, S.H., M.H selaku Pembimbing Akademik yang
telah memberikan nasehat dan bantuannya serta bimbingannya selama
proses pendidikan Penulis di Fakultas Hukum Universitas Lampung.
11. Bapak Prof. Dr. Sanusi Husin, S.H,. M.H yang telah bersedia menjadi
narasumber dalam skripsi ini dan membantu penulis, memberikan arahan,
masukan serta saran selama penulisan skripsi ini.
12. Kakak Toni Gunawan, S.Sos Kakak Ria Meliana Sirait, S.Tr.Sos dan
Kakak Gandha Pradista Putra, S.Sos yang telah bersedia menjadi
narasumber dalam skripsi ini dan sangat membantu dalam proses
penelitian, memberikan arahan, masukan serta saran selama penulisan
skripsi ini.
13. Kepala LPKS Insan Berguna Pesawaran serta seluruh staf dan petugas
LPKS Insan Berguna Pesawaran yang memberikan izin penelitian dan
membantu dalam proses penelitian untuk penyusunan skripsi ini.
14. Seluruh dosen, staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung
Terutama Pakde, Bude dan Bu As terima kasih atas bantuannya selama ini.
15. Terkhusus Untuk Alm. Ayah dan Ibu yang selalu memberikan dukungan,
motivasi dan doa kepada Penulis, serta menjadi pendorong semangat agar
Penulis terus berusaha keras mewujudkan cita-cita dan harapan sehingga
dapat membanggakan mereka berdua.
16. Teristimewa pula kepada Adikku Annisa yang senantiasa mendoakan,
memberi dukungan, semangat dan menjadi motivasi keberhasilanku dalam
menyelesaikan studi maupun kedepannya.
17. Bibi Nur Hadijah yang selalu memberikan semangat, dukungan, motivasi
dan membantu penulis selama penulisan skripsi ini.
18. Kekek, nenek, wak, paman, bibi dan sepupu yang selalu medoakan yang
terbaik untuk penulis.
19. Seluruh Keluarga Besar FSBKU-KSN yang selalu memberikan dukungan
dan medoakan yang terbaik untuk penulis.
20. Sahabat BestCame Uda Faqih, Udin Peak, Sulek, David, Satria, Bejo,
Kiwol, Beng-Beng, Hap, Dwi Pak Parlan, Bos Adi, Gorengan (Gatra),
Mawan, Hari PNS, Ikhsan, Gilang, Arga dan teruma Top serta seluruh
elemen Sahabat BestCame yang tidak membantu penulis namun selalu
mendoakan yang terbaik untuk penulis. Kecepatan Bestcame!
21. The Ngecos Sendy Erianto, Wendra Hardi, Yoga Catur Wicaksono dan
Yohanes Ispriyandoyo yang selalu membantu penulis kecuali sendy. Ini
kita law! Serta Tere dan Verena selalu memberikan semangat dan doa
kepada penulis.
22. The Kos Kak Alfi, Bintang, Juan, Yogi, Dunan dan Gufron yang selalu
menemani di kosan haha.
23. Kawan SMP Hadian dan Aira yang telah membantu dalam translate
abstrak, keren pokoknya makan terus tu kamus bahasa inggris ra hehe.
24. Seluruh kawan bidik misi Supri, Haidir, Rado, Hargi, Arli, Madian,
Hardinal, Eka, Dewi, Ayu, Ayu Dewi, Sariani, Nadya, Intan, Silmi, Puri,
Audi, Cici, Iman dan Elsaday. Kami bangkit untuk negeri!
25. Kawan-kawan seperjuangan Eka, Tio, Elva, Wahyu, Fais, Rendi, Rico,
Evandi, Niko, Tuntas, ketum Wafer, Sondika, Zulkarnain, Samuel, Rido,
Ridho, Riko Cupu, Credo, Afatah, Jayak, Digo, Triyas, akbar, eko, riadi
dan seluruh angkatan 2014 yang namanya tidak dapat disebutkan satu
persatu.
26. Saudara-saudari KKN Kampung Purwodadi, Dwi Cahya Puspitawati,
Inggitina Sasmaya, Fernando Hosse Fahrezi, Sesiliya Elvira , Purnomo
dan Hanifa Salma Ramadhani terimakasih atas 40 hari yang penuh
kenangan, canda tawa dan kebahagiaan serta drama-drama kkn yang
sangat membekas tak akan terlupakan. Terimakasih gengs, Aing teh
macan!
27. Untuk Almamaterku Tercinta, Fakultas Hukum Universitas Lampung
yang telah menjadi saksi bisu dari perjalanan ini hingga menuntunku
menjadi orang yang lebih dewasa dalam berfikir dan bertindak. Serta
semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan semangat
dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
Penulis mengucapkan banyak terima kasih.
28. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan semangat
dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas bantuan dan dukungan yang telah
diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk
menambah dan wawasan keilmuan bagi pembaca pada umumnya dan bagi
penulis khususnya.
Bandar Lampung, 7 Maret 2018
Penulis
Yoga Pratama
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup.......................................................... 10
C. Kegunaan Penelitian................................................................................ 10
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual.......................................................... 12
E. Sistematika Penulisan.............................................................................. 18
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Peran...................................................................................... 20
B. Tinjauan Umum Terhadap Pekerja Sosial Profesional Dan
Tenaga Kesejahteraan Sosial.................................................................... 23
C. Pengertian Anak...................................................................................... 30
D. Sistem Pemidanaan Pidana...................................................................... 34
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah.................................................................................. 40
B. Sumber Dan Jenis Data............................................................................. 41
C. Penentuan Narasumber.............................................................................. 43
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data........................................... 44
E. Analisis Data.............................................................................................. 45
IV. HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
A. Peran Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial
Dalam Pembimbingan dan Pembinaan Anak Yang Dijatuhi Pidana….... 49
B. Faktor Penghambat Petugas Pekerja Sosial Profesional Dan Tenaga
Kesejahteraan Sosial Dalam Melakukan Pembimbingan Dan Pembinaan
Terhadap Anak Yang Dijatuhi Pidana....................................................... 63
V. PENUTUP
A. Simpulan................................................................................................... 73
B. Saran......................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak melalui
Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 Peratifikasian ini sebagai upaya
negara untuk memberikan perlindungan terhadap anak dari berbagai isu yang ada.
Dalam konvensi hak anak salah satunya yang sangat membutuhkan perhatian
khusus adalah anak yang berkonflik dengan hukum. Dalam hukum Nasional
perlindungan khusus bagi anak juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang Nomor 11 Tahun
2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Pasal 1 Butir 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak menerangkan bahwa anak yang berhadapan dengan hukum atau
disebut ABH adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi
korban tindak pidana dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Anak
melakukan tindak pidana sesungguhnya karena kondisi obyektif yang melingkupi
diri anak dan lingkungannya. Data dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin)
Kementerian Sosial Republik Indonesia menunjukkan bahwa kasus anak yang
melanggar hukum rata-rata setiap tahunnya sebanyak 4000 kasus. Pada tahun
2008, di Indonesia terdapat 295.763 anak yang berhadapan dengan hukum dan
2
sebanyak 4.325 anak yang berada di rumah tahanan dan penjara di seluruh
Indonesia. Terakhir pada Juli 2009 menurut Direktorat Jendral Pemasyarakatan
Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia jumlah anak yang berada di
rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan sebanyak 5.638 anak. Mereka
tersebar di lembaga pemasyarakatan sebanyak 3.466, dan di rumah tahanan
sebanyak 2.172 anak.1
Anak yang melakukan tindak kriminal setiap tahun selalu mengalami
peningkatan, hal ini tidak terlepas dari berbagai faktor sosial yang
mempengaruhinya. Beberapa penelitian telah dilakukan bahwa peran keluarga
mempunyai pengaruh pada terjadinya kriminalitas remaja seperti yang diteliti oleh
Burcu (2003), sedangkan yang diungkapkan oleh Sampson dan Laub’s (1993)
bahwa “kriminalitas remaja dapat dicegah dengan adanya dukungan sosial dari
lembaga sosial konvensional seperti keluarga, lembaga pendidikan, dan lembaga-
lembaga sosial lainnya”. Artinya bahwa kedudukan dan fungsi keluarga
memegang peranan penting dalam mengendalikan perilaku remaja yang
melanggar aturan hukum di masyarakat.2
Perlindungan anak merupakan pekerjaan penting yang harus terus dilakukan oleh
seluruh unsur negara. Bentuk-bentuk perlindungan anak dilakukan dari segala
aspek mulai pada pembinaan oleh keluarga, kontrol sosial terhadap pergaulan
anak dan penanganan yang tepat melalui peraturan-peraturan yang baik yang
dibuat oleh sebuah negara. Disini yang menjadi objek dan subjek pelayanan dalam
kegiatan perlindungan anak sama-sama mempunyai hak-hak dan kewajiban;
1 Pedoman Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Berbasis Keluarga Tahun2015. hlm. 22 Ibid,.
3
motivasi seseorang untuk ikut serta secara tekun dan gigih dalam setiap kegiatan
perlindungan anak; pandangan bahwa setiap anak itu wajar dan berhak mendapat
perlindungan mental, fisik, dan sosial dan orang tua, anggota masyarakat dan
negara.3 Pandangan tersebut jelas berdasarkan pengertian dari citra yang tepat
mengenai manusia, tidak terkecuali manusia yang disebut “anak” manusia yang
merupakan kenyataan sosial.4
Perlindungan anak hingga saat ini seperti yang diamanatkan oleh undang-undang
terkendala dengan sarana dan prasarana yang disediakan oleh Pemerintah,
misalnya penjara khusus anak yang hanya ada di kota-kota besar serta kurangnya
lembaga yang di tunjuk untuk menangani anak yang dipidana. Hal ini tentu saja
menyebabkan tidak terpenuhnya hak-hak anak sebagaimana dalam undang-
undang dan konvensi anak. Selain itu kurangnya sosialisasi yang terpadu dan
menyeluruh yang dilakukan kepada aparat penegak hukum termasuk kepolisian
hingga ke ajaran paling bawah yaitu lembaga pemasyarakatan menyebabkan tidak
efektifnya pemberian perlindungan hukum terhadap anak.5
Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan
sangat strategis sebagai succesor suatu bangsa. Peran strategis ini telah disadari
oleh masyarakat Internasional untuk melahirkan sebuah konvensi yang intinya
menekankan posisi anak sebagai manusia yang harus mendapatkan perlindungan
atas hak-hak yang dimilikinya. Terlebih lagi bahwa masa kanak-kanak merupakan
periode penaburan benih, pendirian tiang panca, pembuatan pondasi, yang dapat
3 Nashriana, 2012, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesai, Jakart: Raja GrafindoPersada, hlm. 2.4 Ibid.,5 Ruben Achmad, 2005, Upaya Penyelesaian Masalah Anak Yang Berkonflik dengan Hukum,dalam Jurnal Simbur Cahaya, Nomor 27, Januari, hal. 24.
4
disebut juga sebagai periode pembentukan watak, kepribadian dan karakter diri
seorang manusia, agar mereka kelak memiliki kekuatan dan kemampuan serta
berdiri tegar dalam meniti kehidupan.6
Anak yang berhadapan dengan hukum dalam memberikan perlindungan pada
anak demekian, maka telah diundangkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dibandingkan dengan undang-undang
sebelumnya (Undang-Undang Peradilan Anak), Undang-Undang Sistem Peradilan
Peradilan Anak (UUSPPA) merumuskan beberapa kemajuan, diantaranya adalah:7
1. Batas minimum usia anak untuk dapat dipidana (atau ditahan), yaitu 14 tahun;
2. Dipakai pendekatan Keadilan Retoratif dalam penyelesaian perkara anak;
3. Adanya kualifikasi penegak hukum dalam penanganan perkara anak;
4. Jenis pidana dan tindakan;
5. Larangan untuk mempublikasikan identitas anak yang berhadapan dengan
hukum;
Anak memiliki sifat sebagai pribadi yang labil, membutuhkan perhatian dan
perlindungan dapat dijadikan dasar untuk mencari suatu solusi alternatif dalam
menghindarkan anak dari sistem peradilan pidana normal penempatan anak dalam
penjara, dan stigmatisasi terhadap kedudukan anak sebagai narapidana.8 Salah
satu solusi yang dapat ditempuh dalam penanganan perkara tindak pidana anak
adalah dengan menggunakan pendekatan restorative justice, yang dilaksanakan
dengan cara pengalihan (diversi). Restorative justice merupakan proses
6 Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan PidanaAnak di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, hlm. 1.7 http://www.uajy.ac.id/berita/fakultas-hukum-uajy-gelar-seminar-nasional-menyongsongberlakunya-uu-no-11-tahun-2012-tentang-sistem-peradilan-pidana-anak/8 Ibid., hlm. 15.
5
penyelesaian yang dilakukan dengan melibatkan korban, pelaku, keluarga korban
dan pelaku, masyarakat serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan suatu
tindak pidana yang terjadi untuk mencapai kesepakatan dan penyelesaian.9
Sedangkan diversi merupakan upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum
untuk mengalihkan kasus pidana yang dilakukan oleh anak dari mekenisme
formal ke mekanisme nonformal.10
Kenakalan anak adalah perilaku jahat/dursila atau kejahatan/kenakalan anak-anak
muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja
yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabdian sosial, sehingga mereka itu
mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.11 Keberadaan anak yang
demikian di lingkungan kita memang perlu mendapatkan perlindungan khusus
terutama anak yang dijatuhi pidana karena pada hakekatnya anak tidak dapat
melindungi dirinya dari berbagai macam tindakan yang menimbulkan kerugian
mental, fisik, sosial dalam berbagai kehidupan. Anak harus mendapatkan
perlindungan oleh individu, kelompok, organisasi sosial dan pemerintah.12 Anak
nakal yang melanggar aturan hukum dapat dikenai sanksi berupa pidana atau
tindakan. Anak yang dijatuhi pidana kurang dari 7 tahun yang paling utama
melakukan pembimbingan, pembinaan dan pendampingan yaitu petugas
pendamping sosial seperti pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan
sosial yang memiliki tugas fungsi dan wewenang yang penting untuk
mengembalikan keberfungsian sosial anak, membimbing anak kearah yang lebih
9 Diah Gustiniati Dan Dona Raisa Monica, 2016, Pemidanaan Dan Sistem Pemasyarakatan Baru,Aura, Bandar Lampung, hlm. 13.10 Ibid., hlm. 9.11 Nandang Sambas, 2013, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia Dan Instrumen InternasionalPerlindungan Anak Serta Penerapannya, , Yogyakarta: Graha Ilmu, hlm. 13.12 Ibid.,
6
baik dan berupaya untuk tidak melakukan hal kriminal kembali. Pekerja sosial
profesional dan tenaga kesejahteraan sosial dalam melaksanakan tugas, fungsi
dan wewenang sesuai dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak.
Pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial dilibatkan dalam
pembinaan dan pendampingan terhadap anak yang dijatuhi pidana, karena anak
tidak mendapat perlindungan mental, kurang mendapat perhatian khusus di
Lembaga Pemasyarakatan Anak sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, bahkan banyak daerah yang
belum memiliki lapas khusus anak. Terkadang anak di tempatkan di penjara orang
dewasa hal demikian dapat menimbulkan kesenjangan sosial bagi anak, karena
pada dasarnya anak harus dipisahkan dari orang dewasa, sehingga mengakibatkan
kurang terpenuhnya hak-hak anak. Contoh di Provinsi Lampung pekerja sosial
profesional dan tenaga kesejahteraan sosial telah dilibatkan dan disediakannya
Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) Insan Berguna Pesawaran
pada tahun 2016 yang diresmikan oleh Menteri Sosial Republik Indonesia
Khofifah Indah Parawangsa. LPKS Insan Berguna Pesawaran dan telah
menampung 30 anak yang dijatuhi dipidana. Data ini diperoleh dari wawancara
langsung dengan pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial.
Pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial adalah petugas
pendamping sosial ABH yang berada pada LPKS (Lembaga Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial) dan pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan
sosial juga berada di setiap Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Dalam Pasal 1
7
Butir 14 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak, Pekerja sosial profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di
lembaga pemerintah maupun swasta, yang memiliki kompetensi dan profesi
pekerjaan sosial serta kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui
pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk
melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial anak.
Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 dalam Pasal
23 disebutkan bahwah “Pendampingan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
Pekerja Sosial Profesional dan/atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang terlatih di
bidang penanganan ABH pada LPKS yang ditetapkan oleh Menteri, baik di luar
maupun di dalam lembaga untuk mendampingi ABH”. Tugas pekerja sosial
profesional dan tenaga kesejahteraan sosial sebagaimana ditentukan dalam Pasal
68 Ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak. Penanganan anak yang bermasalah dengan hukum saat ini sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menjadi bentuk
baru yang lebih manusiawi dalam menangani anak yang berhadapan dengan
hukum.
Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial atau LPKS. Menurut Pasal 1
Butir 22 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak memberikan pengertian bahwa “Lembaga Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disingkat LPKS adalah lembaga atau
tempat pelayanan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial
bagi anak”. Rehabilitasi yang di lakukan oleh LPKS merupakan bentuk baru
8
dalam pembinaan atau sistem pemasyarakatan anak yang dijatuhi pidana, ini
merupakan bentuk penerapan atas berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Kementerian Sosial yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial wajib membangun LPKS
(Pasal 105 huruf f UUSPPA).
Pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial mempunyai tugas,
fungsi dan wewenang yang penting dalam pendampingan, pembimbingan, serta
melakukan pengawasan terhadap ABH. Berdasarkan Pasal 68 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, tugas pokok
pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial adalah:13
a. Membimbing, membantu, melindungi, dan mendampingi anak denganmelakukan konsultasi sosial dan mengembalikin kepercayaan diri anak;
b. Memberikan pendampingan dan advokasi sosial;c. Menjadi sahabat anak dengan mendengarkan pendapat anak dan menciptakan
suasana kondusif;d. Membantu proses pemulihan dan perubahan perilaku anak;e. Membuat dan menyampaikan laporan kepada pembimbing kemasyarakatan
mengenai hasil bimbingan, bantuan, dan pembinaan terhadap anak yangberdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau tindakan;
f. Memberikat pertimbangan aparat penegak hukum untuk penangananrehabilitasi sosial Anak.
g. mendampingi penyerahan Anak kepada orang tua, lembaga pemerintah, ataulembaga masyarakat; dan
h. melakukan pendekatan kepada masyarakat agar bersedia menerima kembaliAnak di lingkungan sosialnya.
Tugas-tugas tersebut merupakan suatu kegiatan pemberian bimbingan dan
pendampingan terhadap anak yang dijatuhi pidana yang telah diberikan sanksi.
Pendampingan sosial merupakan salah satu bentuk rehabilitasi sosial yang
mengandung aspek pelaksaan untuk mengembalikan percaya diri anak sehingga
13 Tri Andrisman, 2013, Hukum Peradilan Anak, Bandar Lampung: Bagian Hukum PidanaFakultas Hukum UNILA, hlm. 91-92.
9
dapat diterima di lingkungan masyarakat kembali. Kaitannya dengan hukum
pidana adalah anak yang diberikan pidana di tempatkan di LPKS merupakan
bentuk pemasyarakatan dimana diberikan rehabilitasi sosial.
Pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial yang berada di LPKS,
dituntut untuk melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang secara maksimal dalam
upaya memberikan pembimbingan, pendampingan, dan pengawasan terhadap
klien anak. Dalam setiap tahap proses peradilan pidana anak terutama dalam
melakukan penelitian dan membuat laporan kepada pembimbing kemasyarakatan
terhadap anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau tindakan.
Penjabaran tugas pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial diatas,
merupakan tugas yang dinilai paling efektif untuk mengembalikan keberfungsian
sosial anak seperti menmbuhkan kembali kepercayaan diri anak, membimbing
anak, memberikan pembinaan kepada anak untuk tidak melakukan pengulangan
kejahatan. Berkaitan dengan berbagai hal tersebut maka peran dari seluruh pihak
mulai dari keluarga, lingkungan masyarakat, pemerintah hingga petugas sosial
khususnya pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial.
Pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial diharapkan dapat
mengembalikan keberfungsian sosial anak, kepercayaan diri anak serta
membantu proses pemulihan dan perubahan prilaku anak kearah yang lebih baik
sehingga dapat diterima dalam lingkungan sosialnya. Berdasarkan latar belakang
di atas maka perlu dilakukan penelitian “Peran Pekerja Sosial Profesional Dan
Tenaga Kesejahteraan Sosial Dalam Pembimbingan Dan Pembinaan Anak Yang
Dijatuhi Pidana (Studi LPKS Insan Berguna Pesawaran)”.
10
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana peran pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial
dalam pembimbingan dan pembinaan anak yang dijatuhi pidana ?
b. Apakah faktor penghambat petugas pekerja sosial profesional dan tenaga
kesejahteraan sosial dalam melakukan pembimbingan dan pembinaan
terhadap anak yang dijatuhi pidana?
2. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah merupakan kajian dalam hukum
pidana yang membahas mengenai peran pekerja sosial profesional dan tenaga
kesejahteraan sosial dalam pembimbingan dan pembinaan anak yang dijatuhi
pidana dan faktor penghambat petugas pekerja sosial profesional dan tenaga
kesejahteraan sosial dalam melakukan pembimbingan dan pembinaan anak yang
dijatuhi pidana. Ruang lingkup lokasi penelitian adalah pada Lembaga
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) Insan Berguna Pesawaran dan
ruang lingkup waktu penelitian dilaksanakan pada Tahun 2017.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adanya penelitian ini dimaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan
permasalahan di atas tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
11
a. Untuk mengetahui peran pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan
sosial dalam pembimbingan dan pembinaan terhadap anak yang dijatuhi
pidana.
b. Untuk mengetahui faktor penghambat petugas pekerja sosial profesional dan
tenaga kesejahteraan sosial dalam melakukan pendampingan, pembimbingan
dan pembinaan terhadap anak yang dijatuhi pidana.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini terdiri dari kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu
sebagai berikut:
a. Kegunaan Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermaanfaat dan memberikan
kontribusi dalam ilmu hukum, khususnya di dalam Hukum Pidana. Dalam
rangka untuk memberikan penjelasan mengenai peran pekerja sosial
profesional dan tenaga kesejahteraan sosial dalam pembimbingan dan
pembinaan anak yang dijatuhi pidana. Juga sebagai upaya pengembangan
wawasan pemahaman ilmu hukum yang diteliti dan peningkatan keterampilan
menulis karya ilmiah.
b. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna secara positif sebagai
sumbangan pemikiran dan bahan masukan bagi petugas pekerja sosial
profesional dan tenaga kesejahteraan sosial agar dalam melaksanakan peran,
tugas serta fungsi secara maksimal. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan pengetahuan bagi rekan-rekan mahasiswa selama mengikuti
program perkuliahan Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas
12
Lampung serta masyarakat pada umumnya mengenai peran pekerja sosial
profesional dan tenaga kesejahteraan sosial dalam pembimbingan dan
pembinaan terhadap anak yang dijatuhi pidana.
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan acuan dari
hasil penelitian yang pada dasarnya bertujuan untuk mengidentifikasi terhadap
dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.14 Berdasarkan definisi tersebut
maka kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a) Teori Peran
Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan
perikelakuan, pada kedudukan-kedudukan tertentu di dalam masyarakat,
kedudukan mana dapat dipunyai pribadi ataupun kelompok-kelompok. Pribadi
yang mempunyai peran tadi dinamakan pemegang peran (role occupant), dan
perikelakuannya adalah berperannya pemegang peran tadi dapat sesuai atau
mungkin berlawanan dengan apa yang ditentukan di dalam kaidah-kaidah.15 Peran
adalah aspek dinamis kedudukan (status).16 Peran mungkin mencakup tiga hal
yaitu sebagai berikut:
a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
14 Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, hlm. 125.15Soerjono Soekanto, 2003, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada,hlm.139.16 Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: RajaGrafindo Persada, hlm. 212.
13
b. Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat sebagai organisasi.
c. Peran juga dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.17
Setiap orang mempunyai macam-macam peran yang berasal dari dari pola-pola
pergaulannya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peran menentukan apa yang
dibuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh
masyarakat kedapadanya. Peran menyebabkan sesorang pada batas-batas tertentu
dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain. Orang yang bersangkutan akan
akan dapat menyesuaikan perilaku sendiri dengan perilaku orang-orang
sekelompoknya hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat
merupakan hubungan antara peran-peran individu dalam masyarakat. Peran diatur
oleh norma-norma yang berlaku. Misalnya, norma kesopanan menghendaki agar
seorang laki-laki bila berjalan bersama seorang wanita, harus disebelah luar.18
Dari teori peran yang diuraikan diatas, menurut Sunarto dapat diambil suatu
pengertian untuk lebih mudah difahami berkaitan dengan teori peran bahwa:
a. Peran yang telah ditetapkan sebelumnya disebut sebagai peran normatif.Sebagai peran normatif dalam hubungannya dengan tugas dan kewajibansebagai penegak hukum dalam menegak hukum mempunyai arti, penegakansecara total enforcement, yaitu penegakan hukum yang bersumberkan padasubstanti (substantif of criminal of law).
b. Peran ideal, dapat diterjemahkan sebagai peran yang diharapkan dilakukanoleh pemegang peran tersebut. Misalnya penegak hukum sebagai suatuorganisasi formal tertentu diharapkan berfungsi dalam penegakan hukumdapat ditindak sebagai pengayom dan pelindung masyarakat dalam rangkamewujudkan ketertiban, keamanan, keadilan yang mempunyai tujuan akhirkesejahteraan masyarakat, meskipun pun peran itu tidak tercantum dalamperan normatif;
17Ibid., hlm. 213.18Ibid., hlm. 213.
14
c. Interaksi kedua peran yag telah diuraikan di atas, akan meembentuk peranfaktual yang dimiliki penegak hukum. Sebagai aktualisasi peran normatif danperan yang diharapkan yang timbul karena kedudukan penegak hukumsebagai unsur pelaksana yang memiliki diskresi yang didasarkanperkembangan situasional dan mencapai tujuan hukum.19
Berdasarkan teori diatas peran pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan
yang dimemilikinya dalam pembimbingan dan pembinaan anak yang dijatuhi
pidana yaitu melakukan rehabilitasi sosial dan pendampingan anak. Rehabilitasi
sosial ABH dilaksanakan dalam bentuk:
a. motivasi dan diagnosis psikososial;b. perawatan dan pengasuhan;c. pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;d. bimbingan mental spiritual;e. bimbingan fisik;f. bimbingan sosial dan konseling psikososial;g. pelayanan aksesibilitas;h. bantuan dan asistensi sosial;i. bimbingan resosialisasi;j. bimbingan lanjut; dan/atauk. rujukan.
Sedangkan pendampingan kepada anak dilaksanakan dengan mekanisme:
a. menerima penugasan pendampingan;b. mempelajari kasus;c. melakukan koordinasi dengan pihak terkait;d. memberikan pendampingan psikososial;e. mendampingi didalam maupun diluar lembaga; danf. menyusun laporan pelaksanaan pendampingan.
b) Teori Faktor Penghambat Penegakan Hukum
Secara konsepsional inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan
menyerasikan penjabaran nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah
yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran
nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan
19 Sunarto, 2016, Keterpaduan Dalam Penanggulangan Kejahatan, Bandar Lampung: AnugrahUtama Raharja (AURA), hlm. 33.
15
kedamaian pergaulan hidup (Soekanto, 1979). Konsepsi yang mempunyai dasar
filosofis tersebut, perlu penjelasan lebih lanjut, sehingga akan tampak lebih
konkret.20 Gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada
ketidak serasian antara “tritunggal” nilai, kaidah dan pola prilaku. Gangguan
tersebut terjadi apabila terjadi ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan,
yang menjelma di dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur dan pola prilaku
tidak terarah yang meganggu kedamaian pergaulan.21
Menurut Soerjono Soekanto bahwa masalah pokok penegakan hukum sebenarnya
terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor
tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya
terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Faktor hukumnya itu sendiri, di dalam tulisan ini akan dibatasi pada undang-
undang saja
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau di
terapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia di dalam pergaulan hidup.22
20Soerjono Soekanto, 2012, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, jakarta:RajaGrafindo Persada, hlm. 5.21 Ibid., hlm. 7.22 Ibid., hlm. 8.
16
2. Konseptual
Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-
konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah
yang akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan
tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri dinamakan
fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-
hububungan dalam fakta tersebut.23 Dalam kerangka konsepsional diungkapkan
beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar
penelitian hukum.24 Agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap pokok
permasalahan dan pembahasan dalam skripsi ini, maka di bawah ini ada beberapa
konsep yang bertujuan untuk menjelaskan istilah-istilah yang dapat di jadikan
pegangan dalam memahami skripsi ini:
a. Peran adalah aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia
menjalankan suatu peran.25
b. Pekerja sosial profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga
pemerintahan maupun swasta, yang memiliki kompetensi dan profesional
pekerjaan sosial serta kepedulian dalam pekerjaan soaial yang diperoleh
melalui pendidikan, pelatihan, dan atau pengalaman praktik pekerjaan sosial
untuk melaksanakan pelayanan dan penanganan masalah sosial anak (Pasal 1
Butir 14 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak).
23 Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm. 132.24 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012, hlm. 7.25 Soerjono Soekanto, Loc.Cit. hlm. 212.
17
c. Tenaga kesejahteraan sosial adalah seseorang yang didik dan dilatih secara
profesional untuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah
sosial anak dan atau seseorang yang bekerja, baik dilembaga pemerintah
maupun swasta, yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraaan
sosial anak (Pasal 1 Butir 15 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak).
d. Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) adalah lembaga atau
tempat pelayanan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan
sosial bagi anak. (Pasal 1 Butir 22 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
e. LPKS Insan Berguna Pesawaran adalah lembaga atau tempat pelayanan sosial
yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi anak yang di
dirikan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia di Kabupaten Pesawaran
Provinsi Lampung.
f. Pembimbingan /pem·bim·bing/ n 1 orang yang membimbing; pemimpin;
penuntun; 2 sesuatu yang dipakai untuk membimbing seperti pengantar (ilmu
pengetahuan); 3 ark kata pendahuluan;- pembaca anggota staf profesional,
berpengalaman, dan cendekia yang diberi tugas membimbing pembaca dalam
memilih buku, menarik perhatian pembaca, menjalin hubungan erat dengan
lembaga pendidikan, dan secara umum mengembangkan daya guna buku.26
g. Pembinaan adalah suatu sistem yang mempunyai beberapa komponen yang
saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan. 27
26 Kamus besar bahasa indonesia online.27 Diah Gustiniati Dan Dona Raisa Monica, Op.Cit. hlm. 59.
18
h. Rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk
memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara
wajar dalam kehidupan masyarakat. (Pasal 1 Butir 1 Peraturan Menteri
Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pedoman
Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Oleh Lembaga
Penyelenggara Kesejahteraan Sosial)
i. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan (Pasal 1 Butir 1 Undang-
Undang Republik Indoneisa Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak).
j. Pidana adalah penderitaan atau nestapa yang sengaja di bebankan kepada
orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.28
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam memahami isi skripsi ini, maka keseluruhan
sistematika penulisannya di susun sebagai berikut :
A. PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang masalah, permasalahan
penelitian dan ruang lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka
teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang
berhubungan dengan penyusunan skripsi dan diambil dari berbagai referensi atau
28 Tri Andrisman, Hukum Pidana, Bandar Lampung, Universitas Lampung, 2011, hlm. 8.
19
bahan pustaka terdiri dari pengertian peran, tinjauan umum terhadap pekerja sosial
profesional dan tenaga kesejahteraan sosial, pengertian anak dan sistem
pemidanaan anak.
C. METODE PENELITIAN
Bab ini berisi metode yang digunakan dalam penelitian meliputi pendekatan
masalah, sumber dan jenis data, penetuan narasumber, prosedur pengumpulan dan
pengolahan data serta analisis data.
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi deskripsi berupa penyajian dan pembahasan data yang telah didapat
penelitian, terdiri dari deskripsi dan analisis mengenai peran pekerja sosial
profesional dan tenaga kesejahteraan sosial dalam pembimbingan dan pembinaan
terhadap anak yang dijatuhi pidana dan faktor penghambat petugas pekerja sosial
profesional dan tenaga kesejahteraan sosial dalam melaksanakan perannya di
LPKS Insan Berguna Pesawaran.
E. PENUTUP
Dalam bab ini mengemukakan kesimpulan umum tentang hal-hal yang telah di
uraikan dalam bab-bab terdahulu, guna menjawab permasalahan mengenai peran
pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial dalam pembimbingan
dan pembinaan terhadap anak yang dijatuhi pidana dan faktor penghambat
petugas pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial dalam
melaksanakan perannya. Serta dalam bab ini di berikan tambahan pemikiran
berupa saran sesuai permasalahan yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait
dengan penelitian.
20
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Peran
Kata peran, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pemain.
Peran adalah orang yang menjadi atau melakukan sesuatu yang khas, atau
“perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di
masyarakat”. Peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,
maka dia menjalankan suatu peranan.29 Peran yang melekat pada diri sesorang
harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang
dalam masyarakat (yaitu social-position) merupakan unsur statis yang
menunjukan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peran lebih banyak
menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang
menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peran.30 Suatu
peran mencakup paling sedikit tiga hal berikut ini:
1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat.
2. Peran merupakan suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
29 Soerjono Soekanto, Loc.Cit. hlm. 212.30 Soerjono Soekanto, Op.Cit. hlm. 213.
21
3. Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial.31
Pembahasan perihal macam peran yang melekat pada individu-individu dalam
masyarakat penting bagi hal-hal sebagai beriku:
a. Peran-peran tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat hendakdipertahankan kelangsungannya.
b. Peran tersebut seyogyanya dilekatkan pada individu-individu yang olehmasyarakat dianggap mampu melaksanakannya. Mereka harus terlebihdahulu berlatih dan mempunyai hasrat untuk melaksanakannya.
c. Dalam masyarakat kadangkala dijumpai individu-individu yang tak mampumelaksanakan perannya sebagaimana diharapkan oleh masyarakat karenamungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan arti kepentingan-kepentingan pribadi yang terlalu banyak.
d. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan perannya, belumtentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang.Bahkan sering kali terlihat betapa masyarakat terpaksa membatasi peluang-peluang tersebut.32
Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status)
dan peran (role). Seseorang yang mepunyai kedudukan tentu tertentu, lazimnya
dinamakan pemegang peranan (role occuoant) suatu hak sebenarnya merupakan
wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban
atau tugas. Suatu peran tertentu, dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai
berikut:
1. Peran yang ideal (ideal role)
2. Peran yang seharusnya (expected role)
3. Peran yang dianggap oleh diri sendiri (percived role)
4. Peran yang sebenarnya dilakukan (actual role).33
31 Soerjono Soekanto, Op.Cit. hlm. 217.32 Soerjono Soekanto, Op.Cit. hlm. 216.33 Soerjono Soekanto, Op.Cit. hlm. 20.
22
Peran yang sebenarnya dilakukan kadang-kadang juga dinamakan role
performance atau role playing. Kiranya dapat dipahami, bahwa peran yang ideal
dan peran yang seharusnya datang dari pihak (atau pihak-pihak) lain, sedangkan
peran yang dianggap oleh diri sendiri serta peran yang sebenarnya dilakukan
berasal dari diri pribadi. Sudah tentu bahwa di dalam kenyataannya, peran-peran
tadi berfungsi apabila seseorang berhubungan dengan pihak lain (disebut role
sector) atau dengan beberapa pihak (role set). Kalau di dalam kenyataannya
terjadi suatu kesenjangan antara peran yang seharusnya dengan peran yang
sebenarnya dilakukan atau peran aktual, maka terjadi kesenjangan peranan (role-
distance). Penggunaan persfektif peran dianggap mempunyai keuntungan-
keuntungan tertentu, oleh karena:
1. Fokus utamanya adalah dinamika masyarakat,
2. Lebih mudah untuk membuat suatu proyeksi karena pemusatan perhatian
pada segi prosesual,
3. Lebih memperhatikan pelaksanaan hak dan kewajiban serta tanggung jawab,
daripada kedudukan dengan lambang-lambangnya yang cenderung
konsumtif.34
Halangan-halangan yang mungkin dijumpai pada penerapan peran yang
seharusnya dari golongan panutan atau penegak hukum, mungkin berasal dari
dirinya sendiri atau dari lingkungan. Halangan-halangan yang memerlukan
penanggulangan tersebut, adalah:
1. Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peran pihak lain
dengan siapa dia berinteraksi,
34 Soerjono Soekanto, Op.Cit. hlm. 22.
23
2. Tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi,
3. Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan, sehingga
sulit sekali untuk membuat suatu proyeksi,
4. Belum adanya kemampuan untuk menunda pemuasan suatu kebutuhan
tertentu, terutama kebutuhan materiil,
5. Kurangnya daya inovasi yang sebenarnya merupakan pasangan
konservatiseme.35
B. Tinjauan Umum Terhadap Pekerja Sosial Profesional Dan TenagaKesejahteraan Sosial
Pekerja sosial adalah seseorang yang melakukan proses pertolongan kepada orang
yang mengalami disfungsi sosial dengan disertai kemampuan khusus dibidang
ilmu pengetahuan, kemampuan dan nilai agar dapat kembali berfungsi secara
sosial. Beragam praktek telah dilakukan oleh pekerja sosial di Indonesia, saat ini
yang paling banyak adalah mereka yang berafiliasi di Kementerian Sosial
Republik Indonesia berikut jajarannya. Kemudian pekerja sosial juga banyak
berpraktek berdasarkan lingkup settingnya seperti pekerja sosial medis yang
banyak kita temukan di rumah-rumah sakit.
Pekerja sosial koreksional banyak bekerja di Lembaga Pemasyarakatan dan
lembaga-lembaga non pemerintah yang berkaitan dengan orang-orang
termarjinalisasi di bidang pelanggaran hukum. Pekerja sosial industri banyak kita
ketahui bahwa mereka berpraktek di bidang CSR (Corporate Social
Responsibility) perusahaan-perusahaan multinasional. Belum lagi pekerja sosial
yang bekerja dengan anak dan keluarga, bidang kebencanaan dan juga
35 Soerjono Soekanto, Op.Cit. hlm. 34.
24
kemiskinan. Semuanya telah dilakukan dan saling bersinergi untuk memberikan
sumbangsih yang nyata bagi kesejahteraan sosial masyarakat Indonesia pada
umumnya. Dapat kita tarik garis besarnya bahwa praktek pekerjaan sosial ini
masih terus berjalan dan semakin eksis dengan pengalaman praktek yang kian
dipercaya oleh masyarakat untuk membantu mengatasi berbagai masalah sosial
yang muncul dan berkembang. 36
1. Pengertian Pekerja Sosial Profesional Dan Tenaga Kesejahteraan Sosial
Pekerja sosial profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga
pemerintahan maupun swasta, yang memiliki kompetensi dan profesional
pekerjaan sosial serta kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui
pendidikan, pelatihan dan atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk
melaksanakan pelayanan dan penanganan masalah sosial anak (Pasal 1 Butir 14
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
Sedangkan pengertian tenaga kesejahteraan sosial adalah seseorang yang didik
dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas pelayanan dan
penanganan masalah sosial anak dan atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga
pemerintah maupun swasta, yang ruang lingkup kegiatannya di bidang
kesejahteraaan sosial anak (Pasal 1 Butir 15 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
Syarat untuk dapat diangkat sebagai pekerja sosial profesional diatur pada Pasal
66 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak sebagai berikut:
36 http://studylibid.com/doc/280477/memahami-tentang-pekerjaan-sosial---bocah-bancar Di AksesPada Jam 20.00 Hari Senin Tanggal 22 Januari 2017
25
a. Berijazah paling rendah strata satu (S-1) atau diploma empat (D-4) di bidangpekerjaan sosial atau kesejahteraan sosial;
b. Berpengalaman kerja paling singkat 2 (dua) tahun di bidang praktik pekerjaansosial dan penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
c. Mempunyai keahlian atau keterampilan kusus dalam bidang pekerjaan sosialdan minat untuk membina, membimbing dan membantu anak demikelangsungan idup, perkembangan fisik, mental sosial dan perlindunganterhadap anak; dan
d. Harus uji kompetensi sertifikasi pekerja sosial profesional oleh organisasiprofesi di bidang kesejahteraan sosial;
Sedangkan syarat untuk dapat diangkat sebagai tenaga kesejahteraan sosial diatur
dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak sebagai berikut:
a. Berijazah paling rendah sekolah menengah atas pekerjaan sosialkesejahteraan sosial atau sarjana nonpekerja sosial atau kesejahteraan sosial;
b. Mendapat pelatihan bidang kesejahteraan sosial;c. Pengalaman kerja paling singkat 3 (tiga) tahun di bidang praktik pekerjaan
sosial dan penyelenggaraan kesejahteraan sosial; dand. Mempunyai keahlian atau keterampilan kusus dalam bidang pekerjaan sosial
dan minat untuk membina, membimbing dan membantu anak demikelangsungan idup, perkembangan fisik, mental sosial dan perlindunganterhadap anak.
2. Tugas Pekerja Sosial Profesional Dan Tenaga Kesejahteraan Sosial
Pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial bukan hanya pekerjaan
amal namun merupakan profesi yang didalamnya adalah ada 3 (tiga) unsur pokok
yaitu pengetahuan, keterampilan dan nilai. Pekerja sosial profesional dan tenaga
kesejahteraan sosial mempunyai tugas dan peran yang penting dalam pendamping,
membimbing serta melakukan pengawasan terhadap anak yang dijatuhi pidana.
Berdasarkan Pasal 68 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak, tugas pokok tersebut adalah:37
37 Tri Andrisman, Loc.Cit. hlm. 91-92.
26
a. Membimbing, membantu, melindungi, dan mendampingi anak denganmelakukan konsultasi sosial dan mengembalikin kepercayaan diri anak;
b. Memberikan pendampingan dan advokasi sosial;c. Menjadi sahabat anak dengan mendengarkan pendapat anak dan menciptakan
suasana kondusif;d. Membantu proses pemulihan dan perubahan perilaku anak;e. Membuat dan menyampaikan laporan kepada pembimbing kemasyarakatan
mengenai hasil bimbingan, bantuan, dan pembinaan terhadap anak yangberdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau tindakan;
f. Memberikat pertimbangan aparat penegak hukum untuk penangananrehabilitasi sosial Anak.
g. mendampingi penyerahan Anak kepada orang tua, lembaga pemerintah, ataulembaga masyarakat; dan
h. melakukan pendekatan kepada masyarakat agar bersedia menerima kembaliAnak di lingkungan sosialnya.
Ayat (2) yang menyatakan “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1), Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan
Sosial mengadakan koordinasi dengan Pembimbing Kemasyarakatan”.
Dalam Pasal 23 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2015 Tentang Pedoman Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan Dengan
Hukum Oleh Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa
“Pendampingan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Pekerja Sosial
Profesional dan/atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang terlatih di bidang
penanganan ABH pada LPKS yang ditetapkan oleh Menteri, baik di luar maupun
di dalam lembaga untuk mendampingi ABH”. Sedangkan Pasal 24 berbunyi:
(1) Rehabilitasi Sosial ABH di dalam LPKS, keluarga, dan masyarakat wajib
diberikan pendampingan.
(2) Pendampingan ABH sebagaimana pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pekerja
Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial.
(3) Pendampingan Anak Korban dan Anak Saksi dilaksanakan pada saat dan/atau
dalam setiap tingkat pemeriksaan.
27
Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilaksanakan dengan
mekanisme:
a. menerima penugasan pendampingan;b. mempelajari kasus;c. melakukan koordinasi dengan pihak terkait;d. memberikan pendampingan psikososial;e. mendampingi didalam maupun diluar lembaga; danf. menyusun laporan pelaksanaan pendampingan.
Rehabilitasi sosial ABH yang dilakukan oleh pekerja sosial profesional dan tenaga
kesejahteraan sosial bertujuan agar: ABH dapat melaksanakan keberfungsian
sosialnya yang meliputi kemampuan dalam melaksanakan peran, memenuhi hak-
hak anak, memecahkan masalah, aktualisasi diri, pengembangan potensi diri; dan
tersedianya lingkungan sosial yang mendukung keberhasilan Rehabilitasi Sosial
ABH. Rehabilitasi Sosial ABH dapat dilakukan di dalam LPKS dan/atau di luar
LPKS. Rehabilitasi Sosial di dalam maupun di luar lembaga sebagaimana
dilaksanakan oleh LPKS. LPKS merupakan lembaga yang ditetapkan oleh
Menteri Sosial (Pasal 10 dan Pasal 11 Peraturan Menteri Sosial Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pedoman Rehabilitasi Sosial Anak Yang
Berhadapan Dengan Hukum Oleh Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial).
Pasal 12 menyebutkan Rehabilitasi Sosial ABH dilaksanakan dalam bentuk :
a. motivasi dan diagnosis psikososial;b. perawatan dan pengasuhan;c. pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;d. bimbingan mental spiritual;e. bimbingan fisik;f. bimbingan sosial dan konseling psikososial;g. pelayanan aksesibilitas;h. bantuan dan asistensi sosial;i. bimbingan resosialisasi;j. bimbingan lanjut; dan/atauk. rujukan.
28
(2) Bentuk Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan mempertimbangkan hasil assesmen Pekerja Sosial Profesional.
Dalam penanganan anak yang demikian maka keluarga, masyarakat, pekerja
sosial/ pendamping sosial dan pelaksana program kesejahteraan anak, seharusnya
memahami tentang tugas perkembangan anak sesuai dengan tahapannya: perilaku-
perilaku yang muncul pada saat anak tidak dapat melaksanakan tugas-tugas
perkembangannya; faktor-faktor penyebabnya ABH; dan kategori perilaku
menyimpang menurut berbagai sudut pandang.
3. Kemampuan Dasar Pekerja Sosial Profesional Dan TenagaKesejahteraan Sosial
a. Body of Knowledge
Kerangka pengetahuan (body of knowledge) pekerja sosial yaitu suatu kerangka
pengetahuan yang berisi, berasal dari atau diramu dari konsep-konsep ilmu
perilaku dan ilmu-ilmu sosial. Materi-materi pengetahuan yang diramu tersebut
dibentuk atau dikonstelasikan secara elektik dan dikembangkan melalui penelitian
dan praktek sehingga benar benar memiliki keunikan. Oleh sebab itu pengetahuan
ilmiah pekerjaan sosial meiliki ciri ciri, pluralistik-eclectic dan applied. Berbagai
macam pengelompokan pengetahuan ilmiah pekerjaan sosial banyak
dikemukakan para ahli, salah satunya menurut pendapat Charles Zastrow dalam
Standar Kompetensi pekerjaan sosial mengemukakan sebagai berikut:
1. Pengetahuan pekerjaan sosial yang umum (General social work knowledge)yang mencakup:1) Pelayanan sosial dan kebijakan sosial (social policy dan services);2) Tingkah laku manusia dan lingkungan sosialnya (human behavior and thesocial environment);3) Metoda praktek pekerjaan sosial (methods of social work practice);
29
2. Pengetahuan tentang bidang praktek tertentu (knowledge about a specificpractice field);
3. Pengetahuan tentang badan-badan sosial tertentu (knowledge about a specificagency);
4. Pengetahuan tentang klien (Knowledge about each client);38
b. Body of Skill
Kerangka keterampilan (body of skill) pekerjaan sosial yaitu serangkaian
keterampilan teknis yang berdasarkan kerangka pengetahuan, yang dikuasai oleh
seorang pekerja sosial yang diperolehnya melalui pelatihan keterampilan, praktek
belajar kerja magang, dan atau praktek lapangan.
c. Body of Value
Standar kompetensi pekerja sosial di Indonesia nilai-nilai pekerjaan sosial adalah
Kerangka nilai (body of value) yaitu nilai-nilai, asas-asas, prinsip-prinsip, standar-
standar prilaku, yang diangkat dari nilai-nilai luhur, falsafah hidup dan pandangan
hidup serta nilai-nilai luhur, falsafah hidup dan pandangan hidup serta nilai-nilai
dan norma-norma sosial budaya bangsa/masyarakat dimana pekerjaan sosial
dilaksanakan. Kerangka nilai-nilai ini berfungsi mempedomani, mengarahkan
serta membimbing sikap serta perilaku seorang pekerja sosial profesional sebagai
pekerja sosial dan dalam hubungannya dengan klien, dengan lembaga tempat
bekerjanya, dengan sejawat profesional serta dengan masyarakat luas.
Kerangka nilai diperoleh dan dihayati oleh seorang pekerja sosial melalui upaya
penanaman nilai-nilai tersebut dalam proses pendidikannnya. Pemahaman
terhadap kerangka nilai membantu pekerja sosial didalam merumuskan “apa yang
seharusnya” sebagai suatu dasar untuk merumuskan tujuan-tujuan dan
38Bocah Bancar, Op. Cit.
30
mengembangkan program-program kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut.39
C. Pengertian Anak
Dalam Pasal 1 Butir 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Perlindungan Anak menyatakan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang di dalam kandungan”.
Dalam hukum adat Indonesia batasan umur untuk disebut anak bersifat
prularistik. Dalam artian kriteria untuk menyebut bahwah seseorang tidak lagi
disebut anak dan telah dewasa beraneka ragam istilahnya, misalnya: telah “kuat
gawe”, “akil baliq”, “menek bajang” dan sebagainya.40
Anak tetaplah anak, dengan segala ketidakmandirian yang ada mereka sangatlah
membutuhkan perlindungan dan kasih sayang dari orang dewasa di sekitarnya.
Anak mempunyai berbagai hak yang harus di implementasikan dalam kehidupan
dan penghidupan mereka. Dalam hukum positif Indonesia perlindungan hukum
terhadap anak dapat ditemui di berbagai peraturan perundang-undangan, seperti
yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 pada tanggal 25
Agustus 1990, yang merupakan ratifikasi dari Konvensi PBB Konvensi Tentang
Hak-Hak Anak (Convention On The Rights Of Child) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.41
39 Ibid.,40 Nashariana, Op.Cit, hlm. 741 Nashriana, Op.Cit. hlm. 7
31
Seorang Anak yang melakukan tindak pidana biasa disebut dengan anak nakal.
Berdasarkan Pasal 1 Butir 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Anak, anak nakal adalah:
a. Anak yang melakukan tindak pidana, atau
b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan dilarang bagi anak, baik
menurut perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang
hidup dan berlaku dalam masyarakat bersangkutan.
Pada hakikatnya, batasan anak dalam kaitan hukum pidana yang berarti
melingkupi pengertian anak nakal menurut Maulana Hasan Wadog meliputi
dimensi pengertian sebagai berikut:
1. Ketidakmampuan untuk pertanggungjawabkan tindak pidana;2. Pengembalian hak-hak anak dengan jalan mensubsitusikan hak-hak anak
yang timbul dari lapangan hukum keperdataan, tata negara, dengan maksuduntuk mensejahterakan anak;
3. Rehabilitasi, yaitu anak yang berhak untuk mendapatkan perbaikan mentalspiritual akibat dari tindakan hukum pidana yang dilakukan anak itu sendiri;
4. Hak-hak untuk menerima pelayanan dan asuhan;5. Hak-hak anak dalam proses hukum acara pidana.42
Perilaku-perilaku yang dimiliki oleh ABH atau anak nakal disebabkan beberapa
faktor. Menurut Bartollas (1993), faktor-faktor penyebabnya meliputi:
1. Perilaku antisosial yang dilakukan sejak usia dini karena tidak mendapatkan
rasa aman dan tidak mendapatkan perhatian dari orang tua.
2. Konflik dengan keluarga dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
3. Prestasi buruk disekolah.
4. Ketidak hadiran yang tinggi di sekolah.
5. Pengaruh peer groups yang negatif.43
42 Nashriana, Op.Cit. hlm. 8.
32
Anak yang memiliki gangguan dalam perkembangan, anak yang tidak terpenuhi
secara wajar maka anak dapat mengalami berbagai gangguan perilaku sebagai
berikut:
1. Gangguan pemusatan perhatian/ hiperaktif (GPP/H), merupakan gangguanyang perlu perhatian secara khusus, karena : memiliki resiko lebih tinggiuntuk mengalami berbagai permasalahan dalam kehidupannya. Anak sulituntuk mematuhi aturan dan tuntutan dari lingkungan seperti tuntutan darilingkungan sehari-hari dan juga tuntutan pada bidang akademikanya. Anakdapat mempengaruhi rasa keberhargaan diri anak, dan meningkatkan tingkahlaku agresif terhadap lingkungan. Adapun gejala utama yang ditunjukanGPP/H, dengan ciri-cirinya antara 6 atau lebih, dan berlangsung selamasekurang-kurangnya 6 bulan, sampai pada derajat terjadinya maladaptif atautidak sesuai dengan tahap perkembangan, sebagai berikut: Inatensi (kurangterfokusnya perhatian). Impulsivitas (kecenderungan bertindak sebelumberfikir). Hiperaktivitas (gerakan yang berlebihan).
2. Gangguan perilaku. Memfokuskan pada perilaku yang melanggar hak-hakorang lain dan norma-norma sosial, seperti: agresi dan kekejian terhadaporang, merusak kepemilikan orang lain membakar, berkelahi, berbohong,mencuri, membunuh, menganiaya, membolos sekolah, kabur dari rumah,berperilaku provokatif yang menyimpang, dan sikap menentang yang beratdan menetap.44
Selain itu terdapat faktor-faktor lain yang signifikan berpengaruh pada munculnya
permasalahan ABH, yaitu:
1. Keluarga, meliputi:a. Konflik dalam keluarga.b. Hubungan yang tidak baik antara anak dan orang tuanya.c. Pengawasan yang rendah dari orang tua terhadap anak.d. Praktek pengasuh orang tua yang tidak demokratis.e. Perilaku antisosial di rumah.
2. Sekolah, meliputi:a. Motivasi rendah untuk sekolah.b. Prestasi buruk di sekolah.c. Konflik hubungan dengan guru.d. Gaya pengajaran tidak demokratis oleh guru.e. Iklim sekolah yang tidak mendukung.f. Perilaku antisosial dan sering bolos.
3. Teman sebaya (Peer Groups), meliputi:
43 Pedoman Rehabilitasi Sosal Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Berbasis Keluarga Tahun2015.44 Ibid,. hlm 16-20.
33
a. Bergaul dengan teman-teman yang nakal.b. Pengisian waktu luang yang tidak tepat.c. Konflik dengan teman.45
Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak menyebutkan hak-hak anak dalam Pasal 3 berbunyi “Setiap anak
dalam proses peradilan pidana berhak:
a. Diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuaidengan umurnya;
b. Dipisahkan dari orang dewasa;c. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;d. Melakukan kegiatan rekreasional;e. Bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak
manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;f. Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;g. Tidak ditanggap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan
dalam waktu yang palinhg singkat;h. Memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak
memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;i. Tidak dipublikasikan identitasnya;j. Memperoleh pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya oleh
anak;k. Memperoleh advokasi sosial;l. Memperoleh kehidupan pribadim. Memperoleh aksestabilitas, terutama bagi anak cacat;n. Memperoleh pendidikan;o. Memperoleh pelayanan kesehatan; danp. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan ketentuan peraturan
perundang-undangan.”
Pasal 4 berbunyi: “ (1) Anak yang sedang menjalani masa pidana berhak:
a. Mendapat pengurangan masa pidana;b. Memperoleh asimilasi;c. Memperoleh cuti mengunjungi keluarga;d. Memperoleh pembebasan bersyarat;e. Memperoleh cuti menjelang bebas;f. Memperoleh cuti bersyarat; dang. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
45 Ibid,. hlm. 23.
34
(2) hak sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada anak yangmemenuhi persyaratan sebagaimana diatur ketentuan peraturan perundang-undangan.”
D. Sistem Pemidanaan Anak
Sistem pemidanaan merupakan aturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan sanksi pidana dan pemidanaan. Sistem pemidanaan dimaksudkan dapat
dilihat dari sudut fungsional dan dari sudut substansial. Dari sudut fungsional
diartikan sebagai keseluruhan sistem yang sebagaimana hukum pidana ditegakan
secara kongkrit sehinga seseorang dijatuhi sanksi pidana. Dilihat dari sudut
substansial, sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem norma
hukum pidana materil untuk penjatuhan dan pelaksanaan pidana. Dalam arti
mengkaji sistem pemidanaan sebagai keseluruhan norma hukum pidana materiil
penjatuhan dan pelaksanaan pidana terhadap anak, baik dalam buku I KUHP
sebagai ketentuan umum, maupun ketentuan khusus yang diatur dalam buku II
dan III KUHP, serta secara khusus ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.46
Sebelum jauh mengenai sistem pemidaan sebelumnya kita harus mengetahui
pengertian dari pidana. Pidana menurut Sudarto yang dimaksud dengan pidana
adalah penderitaan yang disengaja dibebankan kepada orang yang melakukan
perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.47 Pidana merupakan suatu hal
yang mutlak diperlukan dalam hukum pidana. Tujuannya agar menjadi sarana
pencegahan umum maupun khusus bagi anggota masyarakat agar tidak melanggar
hukum pidana. Pengertian pidana adalah penderitaan atau nestapa yang sengaja
46 Nandang Sambas, Op.Cit. hlm. 1-2.47 Diah Gustiniati Dan Dona Raisa Monica, Op.Cit. hlm. 13
35
dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan memenuhi syarat-syarat
tertentu itu.48 Menurut Andi Hamzah pidana adalah hukuman yang dijatuhkan
terhadap orang yang yang terbukti bersalah melakukan delik berdasarkan putusan
yang berkekuatan hukum yang tetap.49 Dapat diketahui bahwa pidana
mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Pidana hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa;
b. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mewakili
negara;
c. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana
menurut undang-undang;50
Tujuan pidana menurut Richard D. Schwartz Dan Jerome H. Skolnick yang
menyatakan bahwa sanksi pidana dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
pengulangan tindak pidana (to revent recidium), mencegah orang lain melakukan
perbuatan yang sama seperti yang dilakukan oleh terpidana (to dater other from
the performance of similar acts), menyediakan saluran untuk mewujudkan motif-
motif balas (to providw a channel for the exspresion of retaliatory motives).51
Hakikat dan tujuan pemidanaan terhadap anak yang hendak dicapai adalah
perlindungan hukum yang harus mengedepankan yang terbaik bagi kepentingan
anak, sehingga dapat tercapainya kesejahteraan anak. Tujuan dasar dan pemikiran
dari penanganan anak tidak dapat dilepaskan dari tujuan utama untuk
48 Tri Andrisman, 2014, Asas Dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia SertaPerkembangannya Dalam Konsep Kuhp 2013, Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja(AURA), hlm. 8.49 Jur Andi Hamzah, 2009, Terminologi Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 199.50 Erna Dewi, 2013, Hukum Panitensier Dalam Perspektif, Bandar Lampung: Lembaga PenelitianUniversitas Lampung, hlm. 5.51 Diah Gustiniati Dan Dona Raisa Monica, Op.Cit. hlm. 17.
36
mewujudkan kesejahteraan anak yang pada dasarnya yang merupakan bagian
integral dari kesejahteraan sosial, dalam arti bahwa kesejahteraan atau
kepentingan anak berada dibawah kepentingan masyarakat. Akan tetapi harus
dilihat mendahulukan kesejahteraan dan kepentingan anak pada hakikatnya
merupakan bagian urusan mewujudkan kesejahteran sosial. Dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak tujuan
yang hendak dicapai dalam upaya melindungi dalam rangka menjamin
pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi,
selaras dan seimbang.52
Sanksi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak yaitu pidana dan tindakan diatur dalam Bab V tentang Pidana dan
Tindakan dari Pasal 69 sampai Pasal 83. Ketentuan yang mengatur tentang pidana
dan tindakan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak dimulai dengan pengaturan secara umum tentang pedoman
penjatuhan Pidana dan Tindakan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum
itu dilakukan dengan pertimbangan dari segi keadilan dan kemanusiaan.
Pasal 69 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak menyatakan bahwa “ (1). Anak hanya dapat dijatuhi pidana atau
dikenai tindakan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini. (2) Anak yang
belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan”. Selanjutnya
Pasal 70 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak menyatakan : “ Ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau
keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat
52 Nandang Sambas, Op.Cit. hlm. 24-27.
37
dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau
mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan
kemanusiaan”.
1. Pidana
Pidana yang dapat dijatuhkan pada anak diatur dalam Pasal 71 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
sebagai berikut:53
(1) Pidana pokok bagi anak terdiri atas:a. pidana peringatan.b. pidana dengan syarat:
1) pembinaan di luar lembaga2) pelayanan masyarakat; atau3) pengawasan.
c. pelatihan kerjad. pembinaan dalam lembaga; dane. penjara
(2) Pidana tambahan terdiri atas:a. perampasan keuntungan yang di peroleh dari tindak pidana; ataub. pemenuhan kewajiban adat.
(3) Apabila dalam hukum materiil diancam pidana komulatif berupa penjaradan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.
(4) Pidana yang dijatuhkan kepada anak dilarang melanggar harkat danmartabat anak.
(5) ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidanasebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur denganPeraturan Menteri.
2. Tindakan
Mengenai tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal diatur dalam
Pasal 82 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak sebagai berikut:54
(1) Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi:a. Pengembalian kepada orang tua/wali;
53 Tri Andrisman, Op.Cit. hlm. 93.54 Tri Andrisman, Op.Cit. hlm. 93-94.
38
b. Penyerahan kepada seseorang;c. Perawatan di rumah sakit jiwa;d. Perawatan di LPKS;e. Kewajiban mengikuti pendidikan formal, dan/atau pelatihan yang
diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;f. Pencabutan surat izin mengemudi; dan/ataug. Perbaikan akibat tindakan pidana
(2) Tindakan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) huruf d, huruf e, danhuruf f dikenakan paling lama 1 (satu) tahun
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan olehPenuntut Umum dalam tuntutannya, kecuali tindak pidana diancampidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan sebagaimana dimaksud padaayat (1) distur deengan Peraturan Pemerintah.
39
III. METODE PENELITIAN
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalisisnya. Untuk itu, diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta
hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas
permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan.55 Metode
sangat penting untuk menentukan keberhasilan penelitian agar dapat bermanfaat
dan berhasil guna untuk dapat memecahkan masalah yang akan dibahas
berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Metode adalah cara kerja
untuk memahami objek yang menjadi tujuan dan sasaran penelitian.56
Soerjono Soekanto mengatakan metodelogi berasal dari kata metode yang artinya
jalan, namun menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan beberapa
kemungkinan yaitu suatu tipe penelitian yang digunakan untuk penelitian dan
penilaian, suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan, dan cara tertentu
untuk melaksanakan suatu prosedur.57 Untuk mendapatkan data yang diperlukan
dalam melakukan penelitian ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
55 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997, hlm. 3956 Soerjono Soekanto, Op.Cit. hlm. 5.57. Soerjono Soekanto,Op.Cit. hlm. 5.
40
A. Pendekatan Masalah
Dalam penelitian ini pendekatan masalah yang digunakan oleh penulis yaitu
dengan cara pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris:
1. Pendekatan yuridis normatif
Pendekatan masalah yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan, teori-
teori dan konsep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang akan
diteliti. Pendekatan tersebut dilakukan dengan cara melihat dan mempelajari
kaidah-kaidah, norma-norma, aturan-aturan yang erat hubungannya dengan
penulisan penelitian ini. Pendekatan masalah secara yuridis normatif
dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman tentang pokok bahasan yang jelas
mengenai gejala dan objek yang sedang diteliti yang bersifat teoritis berdasarkan
atas kepustakaan dan literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan
dibahas. Penelitian ini bukanlah memperoleh hasil yang dapat diuji melalui
statistik, tetapi penelitian ini merupakan penafsiran subjektif yang merupakan
pengembangan teori-teori dalam kerangka penemuan ilmiah.
2. Pendekatan yuridis empiris
Pendekatan yuridis empiris adalah dengan mengadakan penelitian lapangan, yaitu
dengan melihat fakta-fakta yang ada dalam praktik dan mengenai pelaksanaannya.
Pendekatan tersebut dilakukan dengan cara mempelajari kenyataan yang terjadi
pada praktek lapangan, dimana pendekatan ini dilakukan dengan wawancara
langsung terhadap pihak-pihak yang dianggap mengetahui dan ada kaitannya
dengan permasalahan yang akan dibahas dan diperoleh atau didapatkan dilokasi
penelitian dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan atau berdasarkan
41
fakta yang didapat secara objektif di lapangan, baik berupa pendapat, sikap dan
perilaku aparat penegak hukum yang didasarkan pada identifikasi hukum dan
efektifitas hukum.
B. Sumber Dan Jenis Data
Jenis data dapat dilihat dari sumbernya, yaitu data yang diperloeh dilapangan dan
data yang diperoleh dari bahan pustaka. Dalam penelitian ini digunakan data
primer dan data sekunder yang berupa :
1. Data primier adalah data utama data yang diperoleh langsung dari sumber
pertama.58 Data primier didapat secara langsung dari hasil penelitian
lapangan, baik melalui pengamatan dan wawancara dengan para responden,
dalam hal ini adalah pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan
masalah penelitian. Untuk mendapatkan data primer penelitian di peroleh
dengan melakukan wawancara kepada pekerja sosial profional dan tenaga
kesejahteraan sosial di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS)
Insan Berguna Pesawaran.
2. Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber
hukum yang berhubungan dengan penelitian ini. Data sekunder dapat
diperoleh dengan menelusuri literatur-literatur maupun peraturan-peraturan
dan norma-norma yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas
dalam skripsi ini. Pada umunya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan
dapat dipergunakan dengan segera. Baik bentuk maupun isi data sekinder,
telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu, sehingga peneliti
58 Amirudin dan Zanal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja GranfidoPerasada, 2004, hlm.30.
42
kemudian, tidak mempunyai pengawasaan tehadap pengumpulan,
pengelolaan, analisis maupun kontruksi data, dan tidak terbatas waktu dan
tempat.59 Data sekunder dalam penulisan skripsi ini terdiri dari:
a. Bahan hukum primer
Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang terdiri dari berbagai
macam peraturan, Undang-Undang dan peraturan lainnya, yang meliputi:
1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor
73 Tahun 1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak.
3) Undang-Undang Rapublik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak.
4) Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015
Tentang Pedoman Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan
Dengan Hukum Oleh Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primier, seperti rancangan undang-undang, hasil-
hasil penelitian atau pendapat pakar hukum.60 Bahan sekunder hukum
yang mendukung bahan hukum primer yang terdiri dari berbagai produk
hukum, dokumen atau arsip yang berhubungan dengan penelitian.
59 Soerjono Soekanto, Op.Cit. hlm 12.60 Amirudin dan Zainal Asikin, Op.Cit. hlm. 32.
43
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan
spenjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
seperti kamus (hukum), ensiklopedia.61 Serta teori atau pendapat para
ahli yang tercantum dalam berbagai referensi atau literatur buku-buku
hukum serta dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah
penelitian.
C. Penentuan Narasumber
Narasumber adalah seseorang yang memberikan informasi yang diinginkan dan
dapat memberikan tanggapan terhadap informasi yang diberikan. Pada sampel
penelitiannya diambil dari beberapa orang populasi secara “purposive sampling”
atau penarikan sampel yang bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek
berdasarkan pada tujuan tertentu. Pada penelitian ini penentuan Narasumber
hanya dibatasi sebanyak 4 (empat) orang, yaitu:
1. Pekerja Sosial Profesional Pada
LPKS Insan Berguna Pesawaran : 1 Orang
2. Tenaga Kesejahteraan Sosial Pada
LPKS Insan Berguna Pesawaran : 2 Orang
3. Dosen Bagian Hukum Pidana Pada Fakultas Hukum
Universitas Lampung : 1 Orang +
Jumlah 4 Orang
61 Ibid.
44
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
Penyusunan skripsi ini sesuai dengan jenis dan sumber data sebagaimana
ditentukan diatas mempergunakan dua macam prosedur, dalam rangka
mengumpulkan data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu :
a. Prosedur Pengumpuan Data
a. Studi Pustaka
Studi pustaka adalah teknik pengumpulan data yang bersumber dari
dokumentasi yang berhubungan dengan masalah yang sedang dibahas,
yang berhubungan dengan informan yang dikehendaki oleh peneliti. Data
atau informasi yang dilakukan untuk memperoleh data sekunder.
Pengumpulan data sekunder adalah terlebih menerima sumber pustaka,
buku-buku, peraturan perundang-undangan dan lain-lain yang berkaitan
dengan permasalahan.
b. Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan dengan cara observasi dan wawancara untuk
pengumpulan dan memperoleh data primer. Studi lapangan diakukan
dengan cara mengadakan wawancara dengan responden, wawancara
dilakukan secara mendalam dengan sistem tanya jawaban terbuka untuk
mendapatkan jawaban yang berkaitan dengan permasalahan dalam
penelitian.
b. Pengolahan Data
Setelah data terkumpul dilakukan kegiatan merapihkan dan menganalisis data.
Analisis data merupakan proses yang tidak pernah sesesai. Proses analisis data
45
sebaiknya dilakukan segera setelah meninggalkan lapangan. Sebenarnya
pekerjaan menganalisis data ini dapat dilakukan sejak berada di lapangan, namun
sebagian besar konsentrasi untuk menganalisis dan menginterprestasi data itu
tentu tercurah pada tahap sesudah penelitian lapangan dilakukan.62 Pengolahan
data dilakukan untuk mempermudah analisis data yang telah diperoleh sesuai
dengan permasalahan yang diteliti. Kegiatan ini meliputi seleksi data dengan cara
memeriksa data yang diperoleh melalui kelengkapannya dan pengelompokan data
secara sistematis. Setelah data terkumpul dengan baik yang diperoleh dari studi
kepustakaan dan studi lapangan kemudian diolah dengan cara sebagai berikut:
a) Identifikasi data, yaitu data yang didapatkan dari penelitian diperiksa dan diteiti
kembali untuk mengetahui apakah data yang didapat itu sudah sesuai dengan
pokok bahasan penelitian ini. Sehingga dapat terhindar dari adanya kesalahan
data.
b) Klasifikasi data, yaitu pengolahan data dilakukan dengan cara menggolongkan
dan mengelompokan data dengan tujuan untuk menyajikan data secara sempurna,
memudahkan pembahasan dan analisis data.
c) Sistematisasi data, yaitu penyusunan dan penempatan data secara sistematis
pada masing-masing jenis dan pokok bahasan secara sistematis dengan tujuan
agar mempermudah dalam pembahasan.63
E. Analisis Data
Setelah data sudah terkumpul data yang diperoleh dari penelitian selanjutnya
adalah dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Analisis kualitatif
62 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rieneka Cipta, 2011, hlm. 6663 Abdulkadir Muhammad, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, hlm.168.
46
adalah suatu analisis dengan cara mendeskripsikan data dan fakta yang dihasikan
atau dengan kata lain yaitu dengan menguraikan data dengan kalimat-kalimat
yang tersusun secara terperinci, sistematis, lengkap, akurat dan analisis, sehingga
akan mempermudah dalam membuat kesimpulan dari penelitian dilapangan
dengan suatu interpretasi, evaluasi dan pengetahuan umum. Analisis data
sebenarnya merupakan pekerjaan untuk menemukan tema-tema dan merumuskan
hipotesa-hipotesa meskipun sebenarnya tidak ada formula yang pasti untuk dapat
digunakan dalam merumuskan hipotesa. Setelah data dianalisis maka kesimpulan
terakhir dilakukan dengan metode induktif yaitu berfikir berdasarkan fakta-fakta
yang bersifat umum.
73
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarakan analisis dari penelitian terhadap peran pekerja sosial profesional dan
tenaga kesejahteraan sosial dalam pembimbingan dan pembinaan anak yang
dijatuhi pidana pada LPKS Insan Berguna Pesawaran, maka dapat ditarik
simpulan sebagai berikut:
1. Peran pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial dalam
pembimbingan dan pembinaan anak yang dijatuhi pidana adalah:
a. Peran Normatif, peran tersebut diatur didalam Pasal 68 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan secara
khusus peran tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Sosial Republik
Indonesia Nomor 09 Tahun 2015 Tentang Pedoman Rehabilitasi Sosial Anak
Yang Berhadapan Dengan Hukum Oleh Lembaga Penyelenggara
Kesejahteraan Sosial. Dilakukan dengan menerima titipan anak dari
Kepolisisan, Kejaksaan, Balai Pemasyarakatan bahkan vonis hakim serta
saling bekerjasama antara satu sama lain.
b. Peran faktual dari pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial
di LPKS Insan Berguna Pesawaran dalam menangani anak yang dijatuhi
74
pidana adalah melakukan rehabilitasi dan pendampingan mulai dari tahap
penyidikan oleh Kepolisian, penuntutan di Kejaksaan sampai setelah putusan
di Pengadilan. Pendampingan anak yang dijatuhi pidana untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi sehingga bisa keluar dari masalah tersebut dan dapat
berfungsi sosial kembali. Melakukan kerja sama dengan aparat penegak untuk
membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh anak yang
dijatuhi pidana. Pekerja sosial pekerja sosial profesional dan tenaga
kesejahteraan sosial sebagai sumber informasi bagi aparat penegak hukum
yang ada di Provinsi Lampung. Memberikan penguatan berupa motivasi dan
diagnosis psikososial kepada klien dan keluarga serta lingkungan
masyarakatnya. memberikan pelatihan vokasional dan pembinaan
kewirausahaan, Memberikam bimbingan mental spiritual, Memberikan
bimbingan fisik, dan yang paling penting memberikan bimbingan sosial dan
konseling psikososial. Setelah anak keluar ada bimbingan lanjutan berupa
homevisit.
2. Faktor penghambat petugas pekerja sosial profesional dan tenaga
kesejahteraan sosial dalam melakukan pembimbingan dan pembinaan
terhadap anak yang dijatuhi pidana adalah:
a. Faktor penegak hukum, keterbatasan sumber daya manusia seperti
kekurangan sumber daya manusia tapi bukan pekerja sosial melainkan
petugas-petugas lain di lingkunganan LPKS Insan Berguna Pesawaran. Serta
terkadang jumlah pekerja sosial yang tidak ideal dengan jumlah anak yang
dibimbing, jika semakin banyak anak yang dipidana di tempatkan pada LPKS
75
Insan Berguna Pesawaran maka pekerja sosial yang melakukan
pembimbingan dan pembinaan tidak akan kondusif dan tidak optimal
pemberiaan pembimbingan dan pembinaan anak yang dijatuhi pidana
b. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, karena LPKS
hanya ada 1 di Provinsi Lampung akibatnya wilayah kerja LPKS Insan
Berguna Pesawaran terlalu luas sehingga jarak antara tempat tinggal klien
anak dengan LPKS Insan Berguna Pesawaran banyak yang sangat jauh. Serta
keterbatasan anggaran keuangan di LPKS Insan Berguna Pesawaran untuk
melaksanakan pembimbingan dan pembinaan terhadap anak yang dijatuhi
pidana.
c. Faktor kebudayaan, kurangnya pendidikan anak dan berbeda-bedanya tingkat
pendidikan anak serta perbedaan dalam pergaulannya dan pergaulan yang
menyimpang.
d. Faktor masyarakat, lingkungan masyarakat buruk sangat mempengaruhi
keperibadian anak.
B. Saran
Berdasarkan simpulan, maka saran yang dapat penulis sampaikan adalah:
1. Pemerintah daerah bersama seluruh aparat penegak hukum dan media agar
kiranya dapat mempublikasikan eksistensi pekerja sosial profesional dan
tenaga kesejahteraan sosial pada LPKS Insan Berguna Pesawaran agar dapat
diketahui oleh sebagian besar atau seluruh masyarakat yang ada di Provinsi
Lampung.
76
2. Perlu semakin meningkatkan kualitas dan profesionalisme dari petugas
pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial pada LPKS Insan
Berguna Pesawaran dalam melaksanakan pembimbingan, pembinaan dan
pendampingan anak yang dijatuhi pidana sesuai dengan ketentuan Undang-
undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
3. Pemerintah pusat diharapkan dapat memberikan anggaran keuangan yang
sesuai dengan kebutuhkan LPKS Insan Berguna Pesawaran. Agar proses
rehabilitasi dapat berjalan dengan baik dan dengan anggran keuangan yang
ideal dapat menambah petugas pekerja sosial profesional dan tenaga
kesejahteraan sosial pada LPKS Insan Berguna Pesawaran.
4. Kementerian Sosial Republik Indonesia agar kiranya dapat menambah
kapasitas jumlah pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial
yang ada di LPKS Insan Berguna Pesawaran. Serta menambah LPKS disetiap
Kabupaten/Kota minimal 1 LPKS dalam satu Kabupaten/Kota di Provinsi
Lampung.
77
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Andrisman, Tri. 2014. Asas Dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana IndonesiaSerta Perkembangannya Dalam Konsep Kuhp 2013. Bandar Lampung:Anugrah Utama Raharja (AURA).
---------------2013. Hukum Peradilan Anak. Bandar Lampung: Bagian HukumPidana Fakultas Hukum UNILA
---------------2011. Hukum Pidana. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Ashshofa, Burhan. 2010. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.
Dewi, Erna. 2013. Hukum Panitensier Dalam Perspektif. Bandar Lampung:Lembaga Penelitian Universitas Lampung.
Erna Dewi dan Firganefi. 2013. Sistem Peradilan Pidana Indonesia (DinamikaDan Perkembangan). Bandar Lampung: Pusat Kajian Konstitusi DanPeraturan Perundang-Undangan (PKKPU)
Dona Raisa Monica dan Diah Gustiniati. 2016. Pemidanaan Dan SistemPemasyarakatan Baru. Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja(AURA).
Gultom, Maidi. 2008. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam SistemPeradilan Pidana Anak di Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Hamzah, Jur Andi. 2009. Terminologi Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika.
Muhammad, Abdulkadir. 2004. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Nashariana. 2012. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesai. Jakarta:Raja Grafindo Persada.
78
Pedoman Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Berbasis
Keluarga Tahun 2015.
Sambas, Nandang. 2013. Peradilan Pidana Anak Di Indonesia Dan Instrumen
Internasional Perlindungan Anak Serta Penerapannya. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Soekanto, Soerjono. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi PenegakanHukum. Jakarta. RajaGrafindo Persada.
---------------2007. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.
---------------2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
---------------2003. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Sri Mamudji dan Soerjono Soekanto. 2012. Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tujuan Singkat. Jakarta: Grafindo Persada.
Suharto Edi. 2007. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung :
Alfabeta.
Sunarto. 2016. Keterpaduan Dalam Penanggulangan Kejahatan. BandarLampung: Anugrah Utama Raharja (AURA).
Sunggono, Bambang. 2007. Metode Penelitian Hukum. Jakarta. Raja Grafindo
Persada.
B. Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang PerubahanAtas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2015 TentangPedoman Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum OlehLembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun1958 Tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
79
C. Jurnal
Ruben Achmad, 2005, Upaya Penyelesaian Masalah Anak Yang Berkonflikdengan Hukum, dalam Jurnal Simbur Cahaya, Nomor 27, Tahun 2015,Januari.
C. Internet
http://www.uajy.ac.id/berita/fakultas-hukum-uajy-gelar-seminar-nasional-menyongsong berlakunya-uu-no-11-tahun-2012-tentang-sistem-peradilan-pidana-anak/ Di Akses Pada Jam 20.00 Hari Senin Tanggal 18 September 2017.
Kamus besar bahasa indonesia online, Di Akses Pada Jam 20.00 Hari SeninTanggal 18 September 2017.
http://studylibid.com/doc/280477/memahami-tentang-pekerjaan-sosial---bocah-bancar Penulis Bocah Bancar Dengan Judul Artikel Memahami Pekerja Sosial DiDownload Pada Jam 20.00 WIB Hari Senin Tanggal 22 Januari 2017.