II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas...

23
II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Diri Erikson (1968) menjelaskan identitas sebagai perasaan subjektif tentang diri yang konsisten dan berkembang dari waktu ke waktu. Dalam berbagai tempat dan berbagai situasi sosial, seseorang masih memiliki perasaan menjadi orang yang sama. Sehingga, orang lain yang menyadari kontinuitas karakter individu tersebut dapat merespon dengan tepat. Sehingga, identitas bagi individu dan orang lain mampu memastikan perasaan subjektif tersebut (Kroger, 1997). Menurut Waterman (1984), identitas berarti memiliki gambaran diri yang jelas meliputi sejumlah tujuan yang ingin dicapai, nilai, dan kepercayaan yang dipilih oleh individu tersebut. Komitmen-komitmen ini meningkat sepanjang waktu dan telah dibuat karena tujuan, nilai dan kepercayaan yang ingin dicapai dinilai penting untuk memberikan arah, tujuan dan makna pada hidup (LeFrancois, 1993). Marcia (1993) mengatakan bahwa identitas diri merupakan komponen penting yang menunjukkan identitas personal individu. Semakin baik struktur pemahaman diri seseorang berkembang, semakin sadar individu akan keunikan dan kemiripan dengan orang lain, serta semakin sadar akan kekuatan dan kelemahan individu dalam menjalani kehidupan. Sebaliknya, jika kurang berkembang maka individu semakin tergantung pada sumber-sumber eksternal untuk evaluasi diri. Universitas Sumatera Utara

Transcript of II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas...

Page 1: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

II.A. IDENTITAS DIRI

II.A.1. Definisi Identitas Diri

Erikson (1968) menjelaskan identitas sebagai perasaan subjektif tentang

diri yang konsisten dan berkembang dari waktu ke waktu. Dalam berbagai tempat

dan berbagai situasi sosial, seseorang masih memiliki perasaan menjadi orang

yang sama. Sehingga, orang lain yang menyadari kontinuitas karakter individu

tersebut dapat merespon dengan tepat. Sehingga, identitas bagi individu dan orang

lain mampu memastikan perasaan subjektif tersebut (Kroger, 1997).

Menurut Waterman (1984), identitas berarti memiliki gambaran diri yang

jelas meliputi sejumlah tujuan yang ingin dicapai, nilai, dan kepercayaan yang

dipilih oleh individu tersebut. Komitmen-komitmen ini meningkat sepanjang

waktu dan telah dibuat karena tujuan, nilai dan kepercayaan yang ingin dicapai

dinilai penting untuk memberikan arah, tujuan dan makna pada hidup

(LeFrancois, 1993).

Marcia (1993) mengatakan bahwa identitas diri merupakan komponen

penting yang menunjukkan identitas personal individu. Semakin baik struktur

pemahaman diri seseorang berkembang, semakin sadar individu akan keunikan

dan kemiripan dengan orang lain, serta semakin sadar akan kekuatan dan

kelemahan individu dalam menjalani kehidupan. Sebaliknya, jika kurang

berkembang maka individu semakin tergantung pada sumber-sumber eksternal

untuk evaluasi diri.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

identitas diri adalah perkembangan pemahaman diri seseorang yang membuat

individu semakin sadar akan kemiripan dan keunikan dari orang lain dan akan

memberikan arah, tujuan, dan makna pada hidup seseorang.

II.A.2. Pembentukan Identitas Diri

Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

“ Identity formation involves a synthesis of childhood skills, beliefs, and identification into a more or less coherent, unique whole that provides the young adult with both a sense of continuity with the past and a direction for the future”

(Marcia, 1993:3)

Dari definisi diatas maka dapat dikatakan bahwa pembentukan identitas

diri merupakan suatu proses pengkombinasian pengalaman, kepercayaan, dan

identifikasi yang dimiliki pada masa kanak-kanak kepada kesatuan yang unik dan

akan semakin lebih atau tidak koheren, yang akan memberikan para dewasa awal

baik perasaan keterkaitan dengan masa lalu maupun arah bagi masa yang akan

datang. Hal ini berarti bahwa dalam pembentukan identitas diri terdapat aspek-

aspek masa kanak-kanak seperti pengalaman, kepercayaan dan identifikasi yang

menjadi dasar terbentuknya identitas pada masa dewasa awal yang akan

memberikan arah untuk masa depan dan menjadi sebuah benang pengait dengan

masa lalu.

Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri dapat

digambarkan melalui status identitas berdasarkan ada tidaknya eksplorasi (krisis)

dan komitmen. Eksplorasi yang juga dikenal dengan istilah krisis adalah suatu

Universitas Sumatera Utara

Page 3: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

periode dimana adanya keinginan untuk berusaha mencari tahu, menyelidiki

berbagai pilihan yang ada dan aktif bertanya secara serius, untuk mencapai sebuah

keputusan tentang tujuan-tujuan yang akan dicapai, nilai-nilai, dan keyakinan-

keyakinan. Dimensi eksplorasi (krisis) ialah (Marcia, 1993):

a. Sudah melalui eksplorasi (past crisis)

Seseorang dikatakan berada pada tahap eksplorasi di masa lalu (past

crisis) ketika periode dimana pemikiran aktif terhadap sejumlah variasi

dari aspek-aspek identitas yang potensial sudah berlalu sekarang. Individu

mampu menyelesaikan krisis dan memiliki pandangan yang pasti tentang

masa depan atau tugas tersebut ditunda tanpa mencapai adanya sebuah

kesimpulan yang bermakna.

b. Sedang dalam eksplorasi (in crisis)

Seseorang dikatakan sedang berada pada tahap eksplorasi ketika seseorang

sedang berusaha untuk mencari tahu dan menjajagi pertanyaan-pertanyaan

mengenai identitas dan sedang berjuang untuk membuat keputusan hidup

yang penting.

c. Tidak adanya eksplorasi (absence of crisis)

Seseorang dikatakan tidak mengalami eksplorasi ketika seseorang tidak

pernah merasa penting untuk melakukan eksplorasi pada berbagai

alternatif identitas tentang tujuan yang ingin dicapai, nilai ataupun

kepercayaan seseorang.

Komitmen adalah suatu periode dimana adanya pembuatan pilihan yang

relatif tetap mengenai aspek-aspek identitas seseorang dan terlibat dalam aktivitas

Universitas Sumatera Utara

Page 4: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

yang secara signifikan mengarahkan kepada perwujudan pilihan yang sudah

diambil. Dimensi komitmen ialah (Marcia, 1993):

1. Seseorang dikatakan memiliki komitmen ketika aspek identitas yang

dimiliki individu berguna untuk mengarahkan perilaku di masa depan dan

tidak adanya perubahan yang besar pada aspek tersebut.

2. Tidak adanya komitmen ditunjukkan dengan keragu-raguan yang dialami

seseorang, tindakan yang terus berubah-ubah, tidak terarah, dan

membentuk komitmen personal pada saat ini bukanlah suatu hal yang

penting.

II.A.2.a. Status Identitas

Marcia (1993) mengidentifikasi eksplorasi dan komitmen sebagai dua

dimensi dasar untuk mendefinisikan status seseorang dalam mencapai sebuah

identitas diri. Berdasarkan dua dimensi dasar ini, Marcia kemudian bisa

mengklasifikasikan perkembangan pembentukan identitas diri seseorang kepada

empat status, antara lain (Rice & Dolgin, 2008):

a. Identity Diffused

Seseorang yang berada dalam status identity diffused tidak mengalami

sebuah periode eksplorasi (krisis), dan mereka juga tidak membuat

komitmen pada aspek pekerjaan, agama, filosofi politik, peran gender,

ataupun memiliki standar personal dalam berperilaku. Mereka tidak

mengalami sebuah krisis identitas dalam salah satu atau semua aspek yang

Universitas Sumatera Utara

Page 5: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

telah disebutkan diatas, dan mereka juga tidak melewati proses

mengevaluasi, mencari, ataupun mempertimbangkan alternatif-alternatif.

b. Identity Foreclosure

Seseorang yang berada dalam status identity foreclosure tidak mengalami

periode eksplorasi (krisis) tapi mereka telah membuat sejumlah komitmen

pada aspek-aspek identitas seperti pekerjaan dan ideologi yang bukan

berasal dari pencarian mereka sendiri tapi sudah disiapkan oleh orang

disekitar mereka, khususnya orang tua. Mereka menjadi seseorang yang

diinginkan oleh orang lain, tanpa benar-benar memutuskan untuk diri

mereka sendiri.

c. Identity Moratorium

Seseorang yang berada dalam status identity moratorium sudah ataupun

sedang mengalami masa eksplorasi (krisis) terhadap alternatif-alternatif

pilihan namun belum membuat komitmen pada aspek identitas. Beberapa

orang yang berada dalam status moratorium mengalami krisis yang

berkelanjutan, sehingga mereka mengalami kebingungan, tidak stabil, dan

tidak puas. Individu dengan status moratorium juga menghindari

berhadapan dengan masalah, dan mereka memiliki kecenderungan untuk

menunda sampai situasi memaksa sebuah tindakan harus dilakukan.

d. Identity Achievement

Universitas Sumatera Utara

Page 6: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

Seseorang yang berada dalam status identity achievement telah mengalami

sebuah moratorium psikologis, telah menyelesaikan krisis identitas mereka

dengan secara berhati-hati mengevaluasi sejumlah alternatif dan pilihan,

dan telah menyimpulkan dan memutuskan sendiri setiap pilihan yang akan

dilakukan.

Tabel 1. Status Identitas Marcia

Achievement Moratorium Foreclosure Diffusion Eksplorasi

(krisis) Ada Dalam

proses Tidak ada Ada atau

tidak ada Commitment Ada Ada tapi

tidak jelas Ada Tidak

ada

II.A.2.b. Domain Identitas Diri

Marcia (1993) mengungkapkan bahwa ada 11 domain dalam identitas diri

yang terbagi dua bagian yaitu domain utama (core domain) dan domain tambahan

(supplemental domain). Domain utama terdiri dari domain pendidikan/karir,

domain religius/agama, domain politik, domain sikap peran jenis kelamin, dan

domain derajat ekpresi seksualitas. Domain tambahan terdiri dari domain

hobi/minat, hubungan dengan teman, hubungan dengan kekasih, peran pasangan,

peran orangtua, dan prioritas antara keluarga dan karir.

Pencapaian kesebelas domain ini dapat meliputi semua tugas

perkembangan pada masa remaja yang pada umumnya dibahas secara terpisah-

pisah. Memasuki masa dewasa, remaja mulai mencari pekerjaan, ketrampilan, dan

profesi yang memberikan kepuasan dalam pekerjaan itu sendiri dan penghasilan

untuk mandiri. Remaja juga mulai mengeksplorasi dan memahami tentang agama

Universitas Sumatera Utara

Page 7: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

yang dianutnya, peran gender dan ideologi politik yang akan dianutnya. Selain itu,

remaja juga akhirnya akan menemukan teman-teman tempat berbagi dan

mengidentifikasi dirinya.

Domain hubungan dengan teman (relationships with friends) dan domain

hubungan dengan pacar/kekasih (relationships with dates) merupakan domain

yang mencakup hubungan dengan orang lain sehingga isu identitas dan intimacy

tumpang-tindih pada kedua domain ini. Marcia (1993) menyatakan bahwa

intimacy adalah kualitas interaksi antar individu, mencakup keterbukaan, saling

berbagi, saling percaya satu sama lain, sedangkan identitas dalam kedua domain

ini mencakup bagaimana seseorang mampu mendefinisikan dirinya lewat

hubungannya dengan orang lain, sehingga lewat hubungan tersebut kita mampu

semakin memahami diri kita.

Marcia (1993) menguraikan domain identitas diri tersebut, antara lain:

a. Pilihan pendidikan/karir (vocational choice)

Untuk remaja, hal-hal yang mencakup dalam pilihan pendidikan/karir

adalah apakah akan mencari pekerjaan, menikah dan membentuk keluarga,

atau adanya pendidikan lanjutan ke jenjang yang lebih tinggi.

Mengembangkan kesadaran tentang kekuatan dan kelemahan yang

dimilikinya, hal yang disukai ataupun tidak disukai, akan membantu

kemampuan remaja untuk membuat pilihan karir yang semakin spesifik.

b. Hubungan dengan teman (relationships with friends)

Universitas Sumatera Utara

Page 8: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

Dalam sebuah hubungan pertemanan, seorang remaja mencoba untuk

mendefinisikan dirinya lewat hubungan dengan temannya tersebut.

Hubungan dengan teman sebaya juga mencakup hal-hal seperti dasar-dasar

seseorang untuk memilih teman-temannya, apa yang bisa diberikan,

dibagikan, atau diceritakan kepada teman-temannya, apa yang diharapkan

remaja tersebut dari teman-temannya dan sebaliknya, seperti apa harapan

yang bisa dituntut oleh temannya kepada remaja tersebut.

c. Hubungan dengan pacar/kekasih (relationship with dates)

Hubungan dengan pacar/kekasih memiliki fokus yang hampir sama

dengan hubungan pertemanan, dimana remaja mencoba untuk

mendefinisikan dirinya lewat hubungan dengan kekasihnya. Namun dalam

hubungan ini, terdapat komponen romantis, yang juga menceritakan

bagaimana pandangan remaja tersebut dalam mengekspresikan seksualitas.

Dalam sebuah hubungan romantis, hubungan dengan pacar mencakup hal-

hal seperti apa yang bisa diberikan, dibagikan, atau diceritakan kepada

pacar, apa yang diharapkan remaja tersebut dari orang yang menjadi

kekasihnya dan sebaliknya, seperti apa harapan yang bisa dituntut oleh

kekasihnya kepada remaja tersebut.

Goede, Martijn De; Ed Spruijt; Jurjen Iedema; dan Wim Meeus (1999)

menyatakan bahwa transisi pada sebuah kehidupan pendidikan/karir dan

memasuki sebuah hubungan akrab (intimate relationship) yang memuaskan

adalah dua tugas perkembangan yang penting dalam hidup para remaja. Ketika

Universitas Sumatera Utara

Page 9: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

para remaja mengalami masalah pada aspek pendidikan/karir dan hubungan

mereka dengan orang lain, mereka mungkin akan merasa gagal juga dalam hal

lain. Hal tersebut terlihat ketika saat ini banyaknya remaja yang pengangguran

memberikan dampak yang besar dalam masyarakat, dan hal itu juga menjadi

tekanan bagi remaja secara individu. Sebuah lingkungan pendidikan/pekerjaan

yang baik akan memberikan kesempatan untuk belajar, berinisiatif, melakukan

kontak sosial dan melatih ketahanan diri. Era modernisasi dan masyarakat yang

individualis juga memberikan tekanan yang semakin besar bagi seseorang untuk

bertanggungjawab dalam setiap keputusan yang diambil, khususnya ketika

menjalin relasi dengan orang lain. Menurut Goede, et.al (1999), masalah yang

dialami dalam aspek pendidikan/karir dan hubungan dengan orang lain akan

memunculkan ketegangan psikologis yang akan memberikan dampak yang negatif

pada kesehatan mental remaja.

II.A.3. Kriteria Eksplorasi (Krisis) dan Komitmen

Seperti telah diuraikan di atas bahwa pembentukan identitas diri ditandai

dengan adanya eksplorasi dan komitmen.

Kriteria yang menunjukkan ada tidaknya eksplorasi ialah (Marcia, 1993):

a. Pengetahuan (knowledgeability)

Seseorang harus menunjukkan pemahaman terhadap isi dan dampak setiap

alternatif yang akan dipilih. Hal itu membuktikan bahwa pengetahuan

seseorang lebih dari sekedar pengetahuan biasa atau sesuatu yang sudah

sering didengar, seperti yang mungkin didapatkan dari media massa.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

Informasi yang dimiliki haruslah akurat dan bukan merupakan pemahaman

umum saja. Keinginan individu tersebut untuk membuat interpretasi

sendiri menunjukkan bahwa individu tersebut memang benar-benar ingin

memahami alternatif yang ada.

b. Aktivitas untuk mengumpulkan informasi (activity directed toward the

gathering of information)

Ketika seseorang sedang berada dalam krisis identitas, aktif

mengeksplorasi pertimbangan alternatif-alternatif agar mendapatkan

informasi yang berguna untuk menyelesaikan krisis tersebut. Aktivitas

diarahkan untuk belajar lebih lagi tentang alternatif-alternatif yang ada

mencakup membaca, mengikuti kursus, dan melakukan diskusi dengan

teman, orang tua, guru, atau sumber-sumber lain yang memiliki

pemahaman tentang materi tersebut.

c. Mempertimbangkan alternatif identitas lain yg potensial (Evidence of

considering alternative potential identity elements)

Terdapat dua pola yang berbeda ketika mempertimbangkan alternatif

identitas yang akan dicapai. Pola pertama adalah kehadiran secara

simultan dua atau lebih alternatif yang berbeda dan menunjukkan bahwa

individu tersebut sadar dengan setiap alternatif-alternatif yang ada

sehingga mampu menjelaskan keuntungan dan kerugian yang dimiliki

setiap alternatif. Namun situasi tersebut menimbulkan beberapa konflik

approach-avoidance sehingga individu akan menunda dan merasa tidak

siap menentukan pilihan. Pola kedua mencakup adanya kemunculan

Universitas Sumatera Utara

Page 11: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

perubahan dalam hal tujuan yang akan dicapai, nilai, ataupun kepercayaan

sepanjang waktu. Individu dengan pola ini telah mengeksplorasi berbagai

alternatif dan memiliki sejarah mengambil sejumlah komitmen pada

sejumlah pilihan, juga telah menolak beberapa alternatif dengan alasan

tertentu.

d. Tingkatan emosi (Emotional tone)

Terdapat berbagai perasaan yang muncul pada tahapan eksplorasi identitas

seperti rasa senang dan tertarik, was-was, dan rasa ingin tahu. Perasaan ini

muncul karena pada tahap eksplorasi, ada begitu banyak hal dalam dunia

yang bisa dieksplorasi dan seseorang ingin memperluas cakrawala

pemikiran mereka dengan merasakan pengalaman dan kesempatan baru.

Intensitas emosi-emosi ini juga akan bervariasi antar individu yang juga

akan merefleksikan temperamen mereka.

e. Keinginan untuk membuat keputusan secara dini (A desire to make an

early decision)

Karena adanya ketidaknyamanan subjektif yang dikaitkan dengan proses

krisis identitas, individu biasanya ingin untuk segera memutuskan sebuah

pilihan dari setiap alternatif yang ada. Keinginan tersebut ditunjukkan

dengan memutuskan sebuah alternatif dengan ragu-ragu dan tidak

mempertimbangkan pilihan tersebut itu dengan serius.

Ada tidaknya komitmen ditunjukkan melalui kriteria seperti (Marcia, 1993):

Universitas Sumatera Utara

Page 12: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

a. Pengetahuan (Knowledgeability)

Seperti kriteria masa eksplorasi, jika seseorang memiliki komitmen yang

sungguh-sungguh pada sebuah tujuan, nilai, ataupun kepercayaan,

seharusnya ada bukti mengenai pemahaman yang detail, jelas dan akurat

mengenai hal tersebut.

b. Aktivitas untuk mengimplementasikan aspek identitas yang dipilih

(Activity directed toward implementing the chosen identity element)

Adanya komitmen pada aspek identitas akan mengarahkan pada ekspresi

atau realisasi dari pilihan yang telah dibuat. Sejumlah aktivitas seperti

persiapan untuk hidup masa depan yang konsisten dengan aspek identitas

yang dimiliki oleh orang tersebut akan menunjukkan implementasi dari

pilihan yang telah dibuat.

c. Tingkatan emosi (Emotional tone)

Adanya komitmen pada identitas biasanya akan diekspresikan dengan

perasaan percaya diri, stabilitas, dan rasa optimisme terhadap masa depan.

Walaupun seringkali kesadaran akan kesulitan-kesulitan yang mungkin

muncul ketika mengimplementasikan aspek identitas tersebut, namun hal

tersebut tidak mengurangi keputusan untuk melakukan pilihan yang telah

diambil.

d. Identifikasi dengan orang-orang penting (Identification with significant

others)

Universitas Sumatera Utara

Page 13: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

Sering kali komitmen pada identitas berawal dari identifikasi dengan orang

tua, saudara yang lain, guru, atau orang-orang yang dipelajari dari sekolah

ataupun media massa.

e. Proyeksi terhadap masa depan (Projection of one’s personal future)

Komitmen pada identitas memberikan sebuah mekanisme untuk

mengintegrasikan masa lalu dengan masa kini dan antara masa kini dengan

masa yang akan datang. Aspek identitas akan direfleksikan dalam

kemampuan untuk memproyeksikan diri mereka kepada masa depan dan

mendeskripsikan tipe-tipe aktivitas yang ingin mereka lakukan selama

lima atau sepuluh tahun yang akan datang.

f. Daya tahan terhadap godaan (Resistance to being swayed)

Jika komitmen sudah terbentuk, seseorang akan konsisten dan bertahan

ketika menghadapi godaan atau pengaruh untuk meninjau ulang komitmen

yang telah dibuat bahkan menggantinya.

II. A.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas Diri

Fuhrmann (1990), mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang

mempengaruhi proses pembentukan identitas diri:

a. Pola asuh

Pola asuh orang tua mempunyai pengaruh penting dalam pembentukan

identitas diri remaja

b. Homogenitas lingkungan

Universitas Sumatera Utara

Page 14: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

Seseorang cenderung memperoleh identitas yang foreclosure pada

lingkungan yang homogen karena tidak mengalami krisis dan memperoleh

komitmen dari nilai-nilai orang tua dengan mudah. Sebaliknya, pada

lingkungan yang heterogen, individu diharapkan pada banyak pilihan

sehingga sering mengalami krisis dan dipaksa untuk menentukan suatu

pilihan tertentu.

c. Model untuk identifikasi

Anak mengadakan identifikasi dengan orang-orang yang dikagumi dengan

harapan kelak akan menjadi seperti orang tersebut. Remaja menjadikan

idola dan model dalam hidupnya. Orang yang berperan dewasa sebagai

model bagi remaja dapat mempengaruhi pembentukan identitas diri.

d. Pengalaman masa kanak-kanak

Individu yang mampu menyelesaikan konflik-konflik pada masa kanak-

kanak akan menngalami kemudahan dalam menyelesaikan krisis identitas

pada masa remaja. Menurut Erikson (dalam Santrock, 1998), identitas

berkembang dari rangkaian identifikasi pada masa kanak-kanak.

e. Perkembangan kognisi

Individu yang memiliki kemampuan berpikir operasional formal akan

mempunyai komitmen yang kuat dan konsisten sehingga dapat

menyelesaikan krisis identitas dengan baik.

f. Sifat individu

Universitas Sumatera Utara

Page 15: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

Rasa ingin tahu dan keinginan yang kuat untuk mengadakan eksplorasi

membantu tercapainya identity achievement.

g. Pengalaman kerja

Individu yang telah memiliki pengalaman kerja atau telah memasuki dunia

kerja akan menstimulasi identitas diri.

h. Identitas etnik

Etnis dan harapan dari lingkungan etnis tempat individu tinggal akan

mempengaruhi pencapaian identitas.

II.B. MASA REMAJA

Remaja (adolescence) adalah masa transisi atau peralihan dari masa

kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek

fisik, psikis, dan psikososial. Untuk menjadi orang dewasa, mengutip pendapat

Erikson, remaja akan melalui masa krisis, dimana remaja berusaha untuk mencari

identitas diri (search for self-identity) (Dariyo, 2004).

Santrock (1998) menyatakan bahwa remaja merupakan masa peralihan

perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Sedangkan WHO

(dalam Sarwono, 2000) memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat

konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan 3 kriteria, yaitu biologis,

psikologis, dan sosial ekonomi, sehingga disebutkan bahwa remaja adalah suatu

masa dimana:

a. Individu berkembang dan saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda

seksual sekundernya sampai saat individu mencapai kematangan seksual

Universitas Sumatera Utara

Page 16: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari

kanak-kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada

keadaan yang relatif lebih mandiri

Piaget (dalam Hurlock, 1999) menyatakan bahwa secara psikologis masa

remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa,

berada dalam yang tingkatan yang sama dengan orang dewasa, sekurang-

kurangnya dalam masalah hak. Umumnya, masa remaja berlangsung sekitar umur

13 tahun sampai umur 18 tahun, yaitu masa anak duduk di bangku sekolah

menengah. Masa ini biasanya dirasakan sebagai masa sulit, baik bagi remaja itu

sendiri maupun bagi keluarga, atau lingkungannya (Ali, 2004). Awal masa remaja

berlangsung kira-kira dari 13/14 tahun sampai 16/17 tahun, dan akhir masa remaja

bermula dari usia 16/17 tahun sampai 18, yaitu usia matang secara hukum

(Hurlock, 1999).

Berdasarkan pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa masa

remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dimana

remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status

anak-anak. Masa remaja dimulai dari usia 13 tahun sampai dengan 18 tahun.

Havighurst (dalam Dacey & Kenny, 1997) mengemukakan 9 (sembilan)

tugas perkembangan pada tahapan remaja, yaitu:

1. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman

sebaya baik pria maupun wanita

2. Mencapai peran sosial, pria, dan wanita

Universitas Sumatera Utara

Page 17: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara

efektif

4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung

jawab

5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang

dewasa lainnya

6. Mempersiapkan karier ekonomi

7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

8. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan

untuk berperilaku-mengembangkan ideologi

Pencapaian tugas perkembangan tidak terlepas juga dari pencapaian

identitas diri secara psikososial . Menurut Erikson (dalam Dacey and Kenny,

1997) masa remaja merupakan masa kritis dalam pencapaian identitas diri. Bila

seorang remaja mencapai identitas diri, seorang remaja akan memiliki gambaran-

gambaran diri yang dapat dibandingkan dengan orang lain. Sedangkan remaja

yang tidak berhasil menyelesaikan krisis identitasnya akan mengalami yang

disebut oleh Erikson sebagai identity confusion (kebimbangan akan identitasnya).

Kebimbangan tersebut bisa menyebabkan dua hal: penarikan diri individu,

mengisolasi dirinya dari teman sebaya dan keluarga, atau meleburkan diri dengan

dunia teman sebayanya dan kehilangan identitas dirinya (Santrock, 1998).

II.C. KEKERASAN FISIK

Universitas Sumatera Utara

Page 18: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

Kekerasan dan pengabaian pada anak bisa terjadi dalam banyak bentuk

dan bervariasi. Salah satu bentuk kekerasan yang terjadi pada anak ialah

kekerasan fisik. The Office on Child Abuse and Neglect mendefinisikan kekerasan

fisik (physical abuse) berupa tindakan yang menimbulkan bahaya atau kerusakan

secara fisik, termasuk kematian pada seorang anak. Kekerasan fisik mencakup

luka pada tubuh lewat tonjokan, pukulan, tendangan, atau pembakaran (National

Center on Child Abuse and Neglect, dalam Clark, Clark, & Adamec, 2007).

Health Canada (dalam Knoke, 2008) mendefinisikan kekerasan fisik

sebagai penggunaan kekerasan dengan sengaja pada bagian tubuh anak apapun,

yang mengakibatkan luka yang tidak terjadi secara kebetulan (non-accidental).

Hal tersebut bisa mencakup memukul anak dalam waktu tertentu atau juga

sejumlah kejadian yang berpola. Kekerasan fisik mencakup perilaku-perilaku

seperti mengguncang, mencekik, menggigit, menendang, membakar atau

meracuni seorang anak, menenggelamkan anak, atau bentuk kekerasan lain yang

berbahaya.

Suyanto (2002) menambahkan, kekerasan fisik adalah bentuk kekerasan

yang paling mudah dikenali. Tindakan yang terkategorisasi kekerasan jenis ini

adalah menampar, menendang, mengancam dengan benda tajam, dan sebagainya.

Korban kekerasan jenis ini biasanya tampak secara langsung pada fisik korban

seperti luka memar, berdarah, patah tulang, pingsan, dan bentuk lain yang

kondisinya lebih berat. Dong, Anda, et. al (2004) menyatakan bahwa seseorang

yang mengalami kekerasan fisik adalah seseorang yang sering atau sangat sering

didorong, ditarik, ditampar, dipukul, atau dilempar sesuatu oleh keluarga mereka

Universitas Sumatera Utara

Page 19: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

dan kadang-kadang, sering, atau sangat sering dipukul atau dikenai sesuatu

dengan kasar sehingga meninggalkan bekas atau luka pada tubuh mereka.

II.D. Gambaran Proses Pencapaian Status Identitas Diri Remaja Yang Mengalami Kekerasan Fisik Pada Masa Kanak-Kanak

Remaja (adolescence) adalah masa transisi atau peralihan dari masa

kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek

fisik, psikis, dan psikososial. Untuk menjadi orang dewasa, mengutip pendapat

Erikson, remaja akan melalui masa krisis, dimana remaja berusaha untuk mencari

identitas diri (search for self-identity) (Dariyo, 2004).

Pembentukan identitas diri merupakan suatu proses pengkombinasian

pengalaman, kepercayaan, dan identifikasi yang dimiliki pada masa kanak-kanak

kepada kesatuan yang unik dan akan semakin lebih atau tidak koheren, yang akan

memberikan para dewasa awal baik perasaan keterkaitan dengan masa lalu

maupun arah bagi masa yang akan datang. Hal ini berarti bahwa dalam

pembentukan identitas diri terdapat aspek-aspek masa kanak-kanak seperti

pengalaman, kepercayaan dan identifikasi yang menjadi dasar terbentuknya

identitas pada masa dewasa awal yang akan memberikan arah untuk masa depan

dan menjadi sebuah benang pengait dengan masa lalu (Marcia, 1993). Sehingga

dapat disimpulkan bahwa pengalaman di masa kanak-kanak memiliki peranan

penting dalam proses pembentukan identitas diri seorang remaja.

Pengalaman kekerasan fisik di masa kanak-kanak akan menimbulkan

dampak yang sangat berarti terhadap perilaku anak, baik berkenaan dengan

kemampuan kognitif, kemampuan pemecahan masalah, maupun fungsi mengatasi

Universitas Sumatera Utara

Page 20: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

masalah dan emosi (Wahab, 2011). Efek yang timbul akibat perilaku orang tua

yang secara fisik menyiksa dan melukai anak mereka akan menghasilkan

kerusakan secara emosional ataupun fisik. Anak yang mengalami penyiksaan,

secara fisik akan mengalami retak tulang, luka bakar, pendarahan, dan kerusakan

pada otak ataupun organ-organ internal. Penganiayaan pada anak (child abuse)

juga menimbulkan dampak yang negatif pada hubungan emosi dan sosial pada

anak-anak tersebut. Anak-anak yang dianiaya (abused children) lebih sering

menunjukkan perilaku negatif, mudah tersinggung, memiliki kompetensi sosial

yang rendah, lebih agresif, kurang kooperatif, dan mereka pada umumnya kurang

disukai oleh teman sebaya mereka. Dalam lingkungan sekolah, para guru melihat

anak-anak ini sebagai anak yang bermasalah karena penyendiri, bermasalah dalam

hal disiplin, dan memiliki performansi yang rendah secara akademis (DeGenova,

2008).

Penelitian Rummell and Hunsen (1993) menyatakan kekerasan fisik akan

memberikan dampak jangka panjang bagi anak dalam hal hubungan interpersonal

dan kesulitan dalam aspek akademis dan pekerjaan. Anak yang mengalami

kekerasan fisik akan memiliki perasaan negatif pada interaksi interpersonal seperti

merasa malu, sadar diri (self-conscious) dan merasa tidak dimengerti atau tidak

disukai oleh orang lain. Dalam aspek akademis dan pekerjaan, anak yang

mengalami kekerasan fisik memiliki tingkat intelektualitas yang lebih rendah. Hal

tersebut dilihat dari tes performansi yang dilakukan pada anak yang mengalami

kekerasan fisik dan yang tidak. Anak-anak yang mengalami kekerasan fisik juga

Universitas Sumatera Utara

Page 21: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

memiliki orientasi yang rendah untuk membuat tujuan-tujuan dalam aspek

pekerjaan dan pendidikan.

Penelitian Meyerson, Long, Miranda, dan Marx (2002) tentang pengaruh

abuse pada masa kanak-kanak terhadap penyesuaian psikologis remaja juga

menyatakan bahwa remaja yang mengalami kekerasan fisik akan mengalami

kesulitan penyesuaian diri yang lebih besar, memiliki kompetensi sosial yang

lebih buruk, rendahnya kemampuan bahasa, dan performansi di sekolah yang

lebih buruk, jika dibandingkan dengan remaja yang tidak mengalami kekerasan.

Remaja yang pernah mengalami kekerasan secara fisik juga seringkali

menunjukkan kondisi-kondisi psikiatris seperti depresi, conduct disorder, dan

simptom-simptom kecemasan. Masalah-masalah psikologis yang ditimbulkan

pengalaman abuse di dalam keluarga tersebut akan membuat remaja mengalami

kesulitan mengeksplorasi berbagai alternatif dalam berbagai aspek kehidupannya,

sehingga hal tersebut mengakibatkan terganggunya proses pembentukan identitas

diri. Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan rendahnya kompetensi

sosial juga akan membuat remaja sulit membentuk relasi atau hubungan dengan

teman sebaya ataupun pasangan, sehingga eksplorasi dan komitmen terhadap

aspek identitas pada remaja tersebut dalam sebuah hubungan sosial akan

mengalami hambatan.

Anak-anak yang mengalami kekerasan fisik di masa kanak-kanak

memiliki batasan persepsi (perceptual boundaries) yang lebih luas dalam

mempersepsikan ekspresi marah seseorang, menggunakan lebih banyak sumber

daya atensi (attentional resources) untuk memproses ekspresi marah, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 22: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

memiliki kesulitan yang besar untuk melepaskan perhatian dari ekspresi marah

seseorang. Pengalaman emosional dari kekerasan yang dialami saat kanak-kanak

membuat mereka secara tidak sengaja memberikan perhatian yang lebih besar

terhadap ekspresi marah dan sangat beresiko munculnya simptom-simptom

kecemasan (Shackman, Shackman & Pollack, 2007).

Briere dan Elliot (dalam Kendall-Tackett, 2002) juga menyatakan bahwa

anak-anak yang pernah mengalami kekerasan akan mengembangkan sebuah pola

pemikiran (internal working model) dimana mereka melihat dunia ini sebagai

sebuah tempat yang berbahaya. Hal ini disebabkan ketidakberdayaan yang mereka

alami di masa lalu, sehingga mereka melebih-lebihkan bahaya dan kesulitan yang

ada di lingkungan mereka saat ini. Sehingga di masa dewasa, mereka akan

mengalami kepercayaan diri dan harga diri yang rendah ketika menghadapi situasi

yang tidak menyenangkan. Distorsi-distorsi pemikiran ini akan berkontribusi pada

stress yang dialami dan meningkatkan resiko terjadinya depresi.

Sebagai masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, remaja akan

membentuk identitas diri yang merupakan perasaan tentang siapa dirinya

berdasarkan siapa dia sebelumnya dan akan menjadi orang seperti apa di masa

yang akan datang. Proses pembentukan identitas ini dibentuk dari proses

pembuatan keputusan dan komitmen, dimana proses ini didahului oleh proses

mengeksplorasi banyak alternatif dalam berbagai aspek hidup (Marcia, 2002).

Namun, remaja yang mengalami kekerasan fisik dalam keluarga, yang juga

mengalami berbagai masalah baik secara fisik dan psikologis sebagai dampak dari

Universitas Sumatera Utara

Page 23: II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Dirirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30842/3/Chapter II.pdf · Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas diri merupakan:

kekerasan tersebut, akan menunjukkan berbagai hambatan dalam proses

pembentukan identitas dirinya.

KERANGKA BERPIKIR

Masa Anak-anak

Masa Remaja

Remaja

Physical Abuse dalam Keluarga

Dampak Fisik dan Psikologis

Pembentukan Identitas Diri

Teori Status Identitas Marcia: - Eksplorasi - Komitmen

Domain Vocational Domain Relationship w/

Friends

Domain Relationship

w/ Dates

Faktor-faktor yang mempengaruhi:

1. Pola Asuh 2. Homogenitas Lingkungan 3. Model untuk identifikasi 4. Pengalaman masa kanak-

kanak 5. Perkembangan kognisi 6. Sifat individu 7. Pengalaman kerja 8. Etnis identitas

Bagaimana gambaran proses pencapaian status identitas diri?

Universitas Sumatera Utara