Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

19
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 14 No. 2, Januari 2014: 109-127 ISSN 1411-5212 Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan SRI di Kabupaten Karawang Roles of Rural Institution in SRI Application Sustainability at Karawang Regency Luh Putu Suciati a,* , Bambang Juanda a , Akhmad Fauzi b , Ernan Rustiadi c a Pascasarjana Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Departemen Ilmu Ekonomi, FEM, IPB b Departemen Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, FEM, IPB c Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W), IPB Abstract Sustainability of System of Rice Intensification (SRI) requires rural institution role. The study was con- ducted in Karawang and uses institutional economics approach and logit regression. The analysis shows potential problems of SRI related with principal-agent/institutional relation and economics transaction cos- ts. Strengthening the activities within farmer groups will reduce economics transaction costs in beginning of application. Farmer will choose ”bagi hasil /revenue sharing” as land management cooperation with modera- te risks and transaction costs. Monitoring and incentive mechanism will reduce problems of adverse selection and moral hazard. Some factors which determine the sustainability of SRI are production, principal position, off farm work and ex ante transaction costs. Keywords: Rural Institution, Transaction Cost Economics, System of Rice Intensification Abstrak Keberlanjutan penerapan metode System of Rice Intensification (SRI) membutuhkan peran kelembagaan perdesaan. Studi dilakukan di Kabupaten Karawang dan menggunakan pendekatan kelembagaan ekonomi dan regresi logit. Hasil analisis menunjukkan potensi problem metode SRI terkait hubungan kelembagaan principal-agent dan biaya transaksi ekonomi. Penguatan kinerja kelembagaan perdesaan melalui kegiatan bersama dalam kelompok tani mengurangi biaya transaksi ekonomi pada awal aplikasi SRI. Pilihan kerja sama pengelolaan lahan pola bagi hasil banyak dipilih terkait risiko dan biaya transaksi yang moderat. Potensi masalah berupa moral hazard dan adverse selection dapat dikurangi dengan pemantauan dan mekanisme insentif. Faktor determinan keberlanjutan penerapan metode SRI adalah peningkatan produksi padi, posisi sebagai pemilik lahan, pekerjaan di luar usaha tani, dan biaya transaksi sebelum pelaksanaan. Kata kunci: Kelembagaan Perdesaan, Biaya Transaksi Ekonomi, System of Rice Intensification JEL classifications: D23, O17, R38 * Alamat Korespondensi: Fakultas Pertanian Univer- sitas Jember Jln. Kalimantan III Kampus Tegalboto Jember, Jawa Timur 68121. E-mail : suciatiluhputu@ gmail.com. Pendahuluan Metode System of Rice Intensification (SRI) merupakan salah satu pendekatan budi da- ya padi yang menekankan pada manajemen pengolahan tanah, tanaman, dan air melalui

Transcript of Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

Page 1: Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan IndonesiaVol. 14 No. 2, Januari 2014: 109-127

ISSN 1411-5212

Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan SRI diKabupaten Karawang

Roles of Rural Institution in SRI Application Sustainability at KarawangRegency

Luh Putu Suciatia,∗, Bambang Juandaa, Akhmad Fauzib, Ernan Rustiadic

aPascasarjana Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Departemen IlmuEkonomi, FEM, IPB

bDepartemen Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, FEM, IPBcPusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W), IPB

Abstract

Sustainability of System of Rice Intensification (SRI) requires rural institution role. The study was con-ducted in Karawang and uses institutional economics approach and logit regression. The analysis showspotential problems of SRI related with principal-agent/institutional relation and economics transaction cos-ts. Strengthening the activities within farmer groups will reduce economics transaction costs in beginning ofapplication. Farmer will choose ”bagi hasil/revenue sharing” as land management cooperation with modera-te risks and transaction costs. Monitoring and incentive mechanism will reduce problems of adverse selectionand moral hazard. Some factors which determine the sustainability of SRI are production, principal position,off farm work and ex ante transaction costs.Keywords: Rural Institution, Transaction Cost Economics, System of Rice Intensification

Abstrak

Keberlanjutan penerapan metode System of Rice Intensification (SRI) membutuhkan peran kelembagaanperdesaan. Studi dilakukan di Kabupaten Karawang dan menggunakan pendekatan kelembagaan ekonomidan regresi logit. Hasil analisis menunjukkan potensi problem metode SRI terkait hubungan kelembagaanprincipal-agent dan biaya transaksi ekonomi. Penguatan kinerja kelembagaan perdesaan melalui kegiatanbersama dalam kelompok tani mengurangi biaya transaksi ekonomi pada awal aplikasi SRI. Pilihan kerjasama pengelolaan lahan pola bagi hasil banyak dipilih terkait risiko dan biaya transaksi yang moderat.Potensi masalah berupa moral hazard dan adverse selection dapat dikurangi dengan pemantauan danmekanisme insentif. Faktor determinan keberlanjutan penerapan metode SRI adalah peningkatan produksipadi, posisi sebagai pemilik lahan, pekerjaan di luar usaha tani, dan biaya transaksi sebelum pelaksanaan.Kata kunci: Kelembagaan Perdesaan, Biaya Transaksi Ekonomi, System of Rice Intensification

JEL classifications: D23, O17, R38

∗Alamat Korespondensi: Fakultas Pertanian Univer-sitas Jember Jln. Kalimantan III Kampus TegalbotoJember, Jawa Timur 68121. E-mail : [email protected].

Pendahuluan

Metode System of Rice Intensification (SRI)merupakan salah satu pendekatan budi da-ya padi yang menekankan pada manajemenpengolahan tanah, tanaman, dan air melalui

Page 2: Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

Luh P. S., Bambang J., Akhmad F., & Ernan R./Peran Kelembagaan Perdesaan ...110

pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal,untuk meningkatkan produksi. Prinsip dasarSRI terkait pada beberapa perlakuan sepertitanam benih usia muda, tanam tunggal, sistempengairan berselang (intermitten), pengguna-an pupuk lebih sedikit, dan lebar jarak tanam(Laulanie, 1992). Konsep metode SRI terkon-sentrasi pada dua isu utama, yaitu (1) menggu-nakan air irigasi sesedikit mungkin dengan ti-dak membanjiri lahan untuk mendapatkan alir-an udara lebih besar bagi tanah dan akar, dan(2) penggunaan bibit muda dipindahkan satuper satu dengan jarak lebih lebar dari biasa-nya, minimum (25 cm x 25 cm). Pelaksanaanmetode SRI banyak mengalami modifikasi, ter-utama dalam pengelolaan air. Hal tersebut di-sesuaikan dengan keadaan lahan dan iklim.

Produktivitas padi dengan metode SRIcenderung lebih tinggi, meskipun hasilnyaberbeda-beda pada tiap daerah. Hasil perco-baan di Kabupaten Karawang misalnya, ha-sil panen padi metode konvensional rata-rataadalah 5 ton/hektar, sedangkan jika meng-gunakan metode SRI dapat mencapai sekitar7,5 ton/hektar (Kementerian Pertanian (2011)dalam Balai Besar Wilayah Sungai Citarum(BBWS), Citarum, 2012). Keunggulan lain-nya penanaman padi metode SRI organik yangmenggunakan pupuk alami dan pestisida na-bati (pesnab) adalah unsur hara tanah meng-alami perbaikan. Hal ini merupakan alterna-tif bagi lahan-lahan pertanian intensif yangmenggunakan pupuk dan pestisida kimia sela-ma bertahun-tahun yang sudah sangat rendahkandungan bahan organiknya.

Awal mula penerapan metode SRI di Indone-sia pada 1999 oleh Balai Besar Penelitian Ta-naman Padi (BBP Padi) Kementerian Perta-nian melalui pelaksanaan penelitian, penguji-an, dan evaluasi di Sukamandi, Jawa Barat.Sejak awal diperkenalkan, tingkat penerapanmetode SRI secara umum di Indonesia terasalambat, walaupun memiliki prospek pengem-bangan yang cukup bagus. Diungkapkan olehAnugerah et al. (2008), penerapan metode SRI

di Kabupaten Garut dan Ciamis menunjukkan(1) budi daya padi metode SRI mampu me-ningkatkan hasil dibandingkan budi daya pa-di konvensional; (2) meningkatkan pendapat-an; (3) terjadi efisiensi produksi dan usaha ta-ni secara finansial; dan (4) peluang harga pasarpadi SRI lebih tinggi dibandingkan padi kon-vensional, karena dapat dipasarkan sebagai be-ras sehat.

Hasil studi Juanda dan Anwar (2011) di Ka-bupaten Cianjur memberikan informasi bahwapenerapan SRI murni (aplikasi pupuk dan pes-tisida organik buatan sendiri, sistem pengair-an berselang dan tanam tunggal) memiliki ni-lai B/C ratio 2,56, tidak terlalu berbeda jauhdengan penerapan SRI tanpa tanam tunggal(aplikasi pupuk dan pestisida organik buatansendiri, sistem pengairan berselang, tanpa ta-nam tunggal), yaitu 2,98. Sedangkan penerap-an ’SRI Campuran 1’ (campuran pupuk danpestisida kimia, pola pengairan terus-menerusdengan tanam tunggal) memiliki B/C ratio3,18 dan ’SRI Campuran 2’ (campuran pu-puk dan pestisida kimia, pola pengairan terus-menerus, tanpa tanam tunggal) menghasilkanB/C ratio 2,21.

Kondisi tersebut menjelaskan bahwa keun-tungan petani dari penerapan SRI memilikiperbedaan tidak terlalu besar dibandingkanpenerapan intensifikasi padi konvensional de-ngan kisaran B/C ratio 2,21. Hal serupa jugaterjadi di Kabupaten Karawang, di mana pe-nerapan SRI Campuran 2 memiliki B/C ratio2,79 berbeda tipis dari B/C ratio penerapanintensifikasi padi konvensional sebesar 2,31.

Hanya saja, peningkatan produksi padi dankeuntungan per musim tanam dirasakan belumcukup signifikan bagi petani, sehingga keber-lanjutan penerapan belum optimal. Usaha tanipadi, walaupun sudah membudaya bagi peta-ni, namun penerapan inovasinya cukup berisi-ko. Analisis biaya dan manfaat yang sudah di-lakukan perlu dilengkapi identifikasi biaya ter-sembunyi (hidden cost) melalui identifikasi bi-aya transaksi ekonomi. Kelembagaan di perde-

Page 3: Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

Luh P. S., Bambang J., Akhmad F., & Ernan R./Peran Kelembagaan Perdesaan ... 111

saan umumnya dapat membantu mengurangibiaya transaksi ekonomi sehingga sistem budidaya padi yang lebih baik dapat berkelanjutan.Studi ini diharapkan menjadi salah satu infor-masi upaya menjamin keberlanjutan penerap-an metode SRI melalui aspek kelembagaan me-lalui telaah hubungan kelembagaan atau agen-cy dan biaya transaksi ekonomi.

Upaya mendorong penerapan intensifikasipadi SRI memerlukan penanganan yang berke-sinambungan. Hal tersebut terkait persepsi pe-tani terhadap penerapan metode SRI sebatasorientasi proyek tanpa kejelasan keberlanjutandan dilaksanakan oleh beberapa pemangku ke-pentingan dengan tujuan yang berbeda. Per-masalahan keberlanjutan penerapan intensifi-kasi padi metode SRI membutuhkan penguat-an kelembagaan dan kerja sama antar-daerahdan pemangku kepentingan.

Tujuan studi adalah menemukenali faktordeterminan yang menentukan pilihan meto-de intensifikasi padi untuk selanjutnya meni-lai faktor yang menentukan keberlanjutan pe-nerapan metode SRI berdasarkan potensi ma-salah dalam lingkup kelembagaan perdesaan.Pertanyaan penelitian pada studi ini adalah (1)bagaimana potensi masalah, peran, dan kiner-ja kelembagaan dalam mengatasi masalah pe-nerapan intensifikasi padi metode SRI di Ka-bupaten Karawang; (2) berapa besarnya bia-ya transaksi ekonomi sebelum pelaksanaan (exante) dan sesudah pelaksanaan (ex post); dan(3) faktor determinan apa yang memengaruhipeluang keputusan petani menentukan pilihankeberlanjutan metode SRI di Kabupaten Ka-rawang?

Studi ini bermanfaat untuk memberikan in-formasi dalam penentuan kebijakan terkait ke-tahanan pangan dan ketahanan air. Penerap-an intensifikasi padi metode SRI diharapkanmampu meningkatkan pendapatan petani me-lalui peningkatan produksi sekaligus menjaminkualitas lingkungan yang lebih baik.

Tinjauan Referensi

Kelembagaan dapat diartikan sebagai aturanyang dianut oleh masyarakat atau organisasiyang dijadikan pegangan oleh seluruh anggotamasyarakat atau anggota organisasi tersebutdalam mengadakan transaksi satu sama lain-nya. Kelembagaan menurut Ruttan dan Haya-mi (1984) adalah aturan di dalam suatu kelom-pok masyarakat atau organisasi yang memfasi-litasi koordinasi antar-anggotanya untuk mem-bantu para anggotanya dengan harapan setiaporang atau organisasi dapat mencapai tujuanbersama yang diinginkan. Ostrom (1985) men-definisikan kelembagaan sebagai aturan danrambu-rambu sebagai panduan yang dipakaipara anggota untuk mengatur hubungan yangsaling mengikat dan tergantung satu sama la-in. North (1990) lebih menekankan kelembaga-an sebagai aturan main di dalam suatu kelom-pok yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktorekonomi, sosial, dan politik.

Berdasarkan definisi-definisi kelembagaan,dikatakan bahwa kelembagaan adalah atur-an yang memfasilitasi institusi atau organisa-si dalam berkoordinasi dan bekerja sama un-tuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan.Aturan mencakup aturan formal dan nonfor-mal yang diperlukan dan disepakati bersama.Aturan yang ditetapkan harus jelas, terukur,dan konsisten. Organisasi atau institusi yangterlibat diharapkan mempunyai sumber dayamanusia yang kredibel dan mempunyai penge-tahuan serta pengertian yang cukup tentangpermasalahan yang ada.

Anwar (1995a) menjelaskan bagian dari te-ori kelembagaan terkait masalah-masalah da-lam hubungan antara dua atau lebih indivi-du, dikenal dengan teori agency (agency the-ory). Salah satu bentuk teori agency adalahprincipal-agent antara pemilik lahan (princi-pal) dan penggarap lahan (agent) yang me-mengaruhi tindakan produksi dan tingkat hasil(produksi) lahan pemiliknya. Bentuk kelemba-gaan hubungan principal-agent muncul sebagairespons terhadap informasi sepihak (asymetric

Page 4: Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

Luh P. S., Bambang J., Akhmad F., & Ernan R./Peran Kelembagaan Perdesaan ...112

information) yang menimbulkan biaya agen(agency cost) atau biaya transaksi. Usaha me-nurunkan biaya transaksi dapat dilakukan de-ngan mempertemukan kepentingan dan tujuanyang ingin dicapai oleh penggarap dan pemiliklahan, yang dikombinasikan dengan sistem pe-mantauan yang efektif sehingga dapat meng-urangi ketidaksimetrian informasi dan perila-ku yang tidak jujur. Masalah penting dari teo-ri hubungan principal-agent adalah bagaimanaagar pihak principal dapat mengamati perila-ku agent. Apabila pemilik lahan (principal) ti-dak dapat mengamati perilaku petani pengga-rap (agent), maka pemilik lahan harus meng-atur struktur insentif kepada pihak penggaraplahan.

Paradigma principal-agent ditandai dengantindakan principal yang memaksimalkan tuju-an dengan kendala utilitas agent (Sappington,1991). Pada sebagian besar model principal-agent, untuk kasus bagi hasil seperti yang di-kemukakan oleh Harris dan Raviv (1979) sertaShavell (1979), karakteristik pemilik tanah cen-derung bersifat risk-neutral. Sebaliknya, peta-ni penggarap bersifat menghindari risiko (risk-averse). Studi oleh Braverman dan Stiglitz(1982) tentang biaya berbagi masukan meng-hasilkan pilihan (trade off ) antara menghinda-ri risiko dan insentif yang tidak tepat. Seorangpemilik lahan tanpa petani penggarap tidakmemiliki masalah insentif tapi menanggung se-mua risiko. Sebaliknya, jika mempekerjakan pe-tani penggarap, pihak pemilik lahan menang-gung risiko tingkat kelalaian petani penggarap,tetapi tidak lagi menanggung risiko secara pe-nuh.

Elemen kunci dalam mengurangi masalahkelembagaan, dalam masalahprincipal-agent,adalah dengan memperkecil kesenjangan in-formasi dan perilaku oportunitas melalui pro-ses negosiasi, pemantauan, struktur insentifyang efisien, dan pengembangan aturan-aturanuntuk pencapaian tujuan bersama. Anwar(1995b) menjelaskan dalam bidang pertani-an di wilayah perdesaan, bentuk hubungan

principal-agent umumnya merupakan sistemkontrak (usaha tani, tenaga kerja, lahan, danlain-lain). Bentuk keterkaitan kontrak (contra-ct interlikages) umumnya bersifat informal de-ngan tujuan memperkecil biaya-biaya transak-si. Hubungan tersebut dilakukan oleh masya-rakat perdesaan karena sistem pasar yang ber-saing di wilayah perdesaan masih sederhanadan belum berkembang, yang disebabkan (i)buruknya sistem transportasi dan komunikasi;(ii) langkanya informasi pasar dan mahalnyabiaya untuk memperolehnya; serta (iii) barang-barang input dan output hasil produksi yangdipertukarkan jumlahnya terbatas, baik menu-rut keadaan ruang maupun waktu. Sebagai aki-batnya, keadaan pasar menjadi tersekat-sekat(segmented marked) ke dalam unit-unit kecilyang terbatas pada tingkat komunitas lokal.

Teori biaya transaksi berasal dari pendekat-an kelembagaan ekonomi baru dan berfokuspada tata kelola kelembagaan. Menurut Willi-amson (1986) dan Anwar (1995b), ekonomi bi-aya transaksi, berlainan dengan ekonomi neo-klasikal yang menganggap dalam aktivitas eko-nomi tidak mengalami hambatan yang berartikarena mempunyai informasi yang sempurna.Keadaan sebenarnya adalah bahwa pada seti-ap proses pertukaran ekonomi seperti dalamjual beli (economic exchange), terdapat ham-batan informasi yang dapat disebut biaya tran-saksi. Biaya-biaya transaksi tersebut dapat di-golongkan sebagai biaya informasi, biaya ne-gosiasi, biaya kontrak, dan biaya pemantauan.Biaya informasi dapat bersifat ”pra” sebelumpertukaran terjadi, seperti biaya untuk mem-peroleh harga dan produk yang diperjualbeli-kan dan biaya identifikasi mitra usaha (trad-ing partner) yang cocok atau sesuai. Biaya ne-gosiasi merupakan biaya-biaya dari pelaksana-an secara fisik dari transaksi yang dilakukanyang dapat meliputi biaya komisi, biaya nego-siasi tentang syarat perjanjian pertukaran, danbiaya merumuskan kontrak bisnis. Sebaliknya,biaya pemantauan dapat terjadi setelah tran-saksi yang merupakan biaya-biaya untuk me-

Page 5: Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

Luh P. S., Bambang J., Akhmad F., & Ernan R./Peran Kelembagaan Perdesaan ... 113

yakinkan bahwa perjanjian menyangkut tran-saksi, standar kualitas atau pengaturan pem-bayaran bersifat mengikat kepada pihak-pihakyang bertransaksi.

Hipotesis yang mendasari teori biaya tran-saksi ekonomi adalah bahwa lembaga yang me-minimalkan pengaturan biaya transaksi dapatberubah dan berkembang (Williamson, 1998).Secara umum, penentuan pilihan suatu tran-saksi ekonomi, apakah dilakukan melalui sis-tem pasar atau melalui sistem organisasi non-pasar dengan bentuk institusi lain, ditentukanoleh pertimbangan tingginya biaya transaksi.Penekanan dalam analisis ekonomi biaya tran-saksi terletak pada proses transaksi itu sendiri.Apakah suatu transaksi ekonomi akan dilaksa-nakan di dalam sistem pasar atau bentuk orga-nisasi lainnya tergantung besarnya biaya-biayatransaksi yang terjadi. Prinsip dasar penentuatau pengambil keputusan akan berusaha me-nekan biaya-biaya transaksi sampai tingkat mi-nimum (Anwar, 2003).

Pada dasarnya, setiap hubungan transaksimengandung tiga komponen ekonomi menda-sar, yaitu (1) alokasi nilai atau distribusi keun-tungan dari pertukaran; (2) alokasi ketidakpas-tian dan risiko-risiko yang terkait; serta (3) alo-kasi kepemilikan (property rights) yang mem-batasi pengambilan keputusan dalam suatu hu-bungan. Permasalahan penting yang munculadalah tidak selalu sebuah kontrak terciptadengan persyaratan yang lengkap, dengan di-tambah kehadiran opportunitas sehingga bia-ya transaksi selalu muncul (Williamson (1998)dalam Manzilati (2011)). Biaya transaksi eko-nomi dapat didefinisikan berdasarkan tiga ka-rakteristik yang memengaruhi biaya transaksi,yaitu kekhususan aset, ketidakpastian, dan fre-kuensi transaksi.

Metode

Lokasi studi dilakukan di dua kecamatan diKabupaten Karawang, yaitu Kecamatan Te-lagasari dan Rawamerta. Pengambilan contoh

menggunakan metode purposive sampling, ya-itu penarikan contoh berdasarkan pada bebe-rapa pertimbangan dan tujuan tertentu (Juan-da, 2009a). Pemilihan lokasi penelitian di Keca-matan Telagasari dan Kecamatan Rawamertaberdasarkan pertimbangan bahwa terdapat ke-lompok tani sasaran kegiatan Integrated Cita-rum Water Resources Management InvesmentProgram (ICWRMIP) tahun 2010 dan 2011dan Bantuan Sosial program SRI tahun 2012sampai 2013. Pada setiap kecamatan dipilih be-berapa kelompok tani yang pernah menjadi sa-saran program SRI. Selanjutnya pada tiap ke-lompok tani akan dipilih 10 orang petani res-ponden yang pernah menerapkan metode SRIsecara random sampai mencapai kuota respon-den sebanyak 50 orang. Distribusi respondenpetani dan lokasinya diuraikan pada Tabel 1.

Teknik pengumpulan data kualitatif padastudi ini dilakukan dengan diskusi kelompokatau Focus Group Discussion (FGD) yang ber-tujuan menemukan makna sebuah tema me-nurut pemahaman kelompok. Potensi masalahpenerapan SRI yang dikemukakan oleh respon-den disusun keterkaitannya dalam bentuk ke-rangka logika, selanjutnya dianalisis menggu-nakan metode Analisis Kerangka Logika atauLogical Framework Analysis (LFA) untuk iden-tifikasi akar masalah dan fokus isu penerapanmetode SRI. Identifikasi fokus isu berdasarkanjumlah panah yang masuk ke kotak masalah,sedangkan akar masalah ditunjukkan dari ko-tak masalah yang memiliki panah keluar palingbanyak (Gambar 1).

Peran dan kinerja kelembagaan serta hu-bungan pemilik dan penggarap lahan dalampenerapan metode SRI menggunakan pende-katan ekonomi kelembagaan. Pengukuran ki-nerja kelembagaan berdasarkan prinsip ke-lembagaan yang dikembangkan Ostrom et al.(2006) terkait pengelolaan sumber daya. Jikaprinsip-prinsip keberlanjutan kelembagaan ter-sebut dapat dipenuhi, maka kelembagaan akanberjalan dengan baik dan stabil, sedangkan jikatidak, maka kelembagaan akan rapuh bahkan

Page 6: Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

Luh P. S., Bambang J., Akhmad F., & Ernan R./Peran Kelembagaan Perdesaan ...114

Tabel 1: Distribusi Responden Petani Berdasarkan Lokasi Kecamatan

Kriteria Responden Nama Kelompok Tani dan Lokasi di Kabupaten Karawang

1. Petani yang tergabung dalam kelompok tanidan pernah melaksanakan metode SRI mini-mal satu kali;

1. Kelompok Tani Dewi Sri, Desa Cariumulya,Kecamatan Telagasari;

2. Petani pernah mengikuti pelatihan budi dayapadi SRI dan;

2. Kelompok Tani Resep Makaya Desa Pasir Ka-muning Kecamatan Telagasari;

3. Kelompok tani pernah menerima bantuan so-sial penerapan SRI

3. Kelompok Tani Benong II dan Kelompok TaniAsahan Desa Kalibuaya, Kecamatan Telagasa-ri;

4. Kelompok Tani Wargi Mukti Desa SukamertaKecamatan Rawamerta

Sumber: Hasil Pengamatan Penulis

menuju kehancuran.

Prinsip kinerja kelembagaan yang disampa-ikan Ostrom et al. (2006) adalah (1) kejelasanbatasan hak individu untuk mengelola kelem-bagaan terkait struktur organisasi; (2) kesesua-ian pemberian (appropriation) antara pemaka-ian sumber daya dengan kontribusi yang dibe-rikan; (3) kegiatan bersama (collective action)atau partisipasi dalam lembaga; (4) kegiatanpemantauan kelembagaan; (5) penerapan sank-si jika ada pelanggaran; (6) mekanisme penye-lesaian konflik; dan (7) kewenangan pengatur-an dengan kewenangan lembaga lain.

Analisis terhadap berbagai faktor yang me-mengaruhi keputusan petani terhadap pene-rapan metode SRI menggunakan model pilihanbiner, yaitu regresi logit. Model pilihan binermengasumsikan bahwa individu-individu (unitpengamatan) dihadapkan pada pilihan antaradua alternatif dan pilihannya tergantung darikarakteristik individu (Juanda, 2009b). Modelregresi logit pada studi ini bertujuan menen-tukan peluang individu petani di wilayah stu-di dengan karakteristik tertentu akan memilihintensifikasi padi dari dua alternatif yang ter-sedia.

Berikut formulasi model regresi logit danfaktor yang diduga memengaruhi keputusan pi-

lihan petani.

Logit(pi) = logpi

1− pi= β0 + β1Lahan+ β2Umur

+ β3Produksi+ β4Jarak sawah

+ β5D poktan+ β6D PA

+ β7D kerja+ β8TCE pra

+ β9TCE pasca+ ε

(1)

dengan:

log pi1−pi

= pilihan penerapan intensifikasi pa-di metode SRI (nilai 1 adalah jika peta-ni melaksanakan metode SRI lebih dari 1musim tanam dan nilai 0 adalah jika pe-tani belum menerapkan metode SRI atauhanya menerapkan 1 kali musim tanam);

β0 = konstanta, β1 − β9 = koefisien regresi;Lahan = luas lahan sawah (m2);L = umur petani (tahun);Produksi = produksi padi (kg/Musim Ta-

nam);Jarak sawah = jarak rumah ke sawah petani

(meter);D poktan = variabel artifisial atau dummy

keikutsertaan dalam kelompok tani (nilai1 jika keterlibatan sebagai pengurus ke-lompok tani dan nilai 0 jika keterlibatansebagai anggota kelompok tani);

D PA = variabel artifisial atau dummy hu-bungan principal-agent (nilai 1 jika petani

Page 7: Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

Luh P. S., Bambang J., Akhmad F., & Ernan R./Peran Kelembagaan Perdesaan ... 115

merupakan pemilik lahan dan nilai 0 jikapetani merupakan penggarap lahan);

D kerja = variabel artifisial atau dummy pe-kerjaan utama sebagai petani (nilai 1 jikapekerjaan utama sebagai petani dan nilai 0jika memiliki pekerjaan selain sebagai pe-tani);

TCE pra = biaya transaksi sebelum pelaksa-naan metode SRI (Rp/Musim Tanam);

TCE pasca = biaya transaksi setelah pelak-sanaan metode SRI (Rp/Musim Tanam);

ε = eror.

Hasil dan Analisis

Permasalahan dalam Penerapan Me-tode SRI, Peran, dan Kinerja Kelem-bagaan

Upaya meningkatkan minat petani untuk me-nerapkan intensifikasi metode SRI telah di-lakukan melalui berbagai kebijakan dan pro-gram. Beberapa program pelatihan dirancangsecara rutin dan telah dilakukan oleh DinasPekerjaan Umum melalui BBWS Citarum un-tuk mendorong petani agar menerapkan meto-de SRI. Kementerian Pertanian melalui Direk-torat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian(Ditjen PSP) memberikan bantuan pendanaanbagi kelompok tani untuk mendukung pelatih-an pengenalan metode SRI di Kabupaten Ka-rawang. Pada tahun 2009, melalui DirektoratJenderal Pengelolaan Lahan dan Air (DitjenPLA) dilakukan program ICWRMIP dengandukungan dana dari Asian Development Bank(ADB). Salah satu program yang dilaksanakanpada tahun 2010 adalah bantuan untuk tiapkelompok tani yang melaksanakan intensifikasimetode SRI dengan luas lahan minimal 20 hek-tar dalam 1 hamparan. Fasilitas yang diperolehadalah bantuan 2 buah Alat Pengolah PupukOrganik (APPO) dan 1 becak motor (cator)atau kendaraan roda tiga untuk mengangkutjerami dari sawah ke tempat pengolahan kom-pos.

Beberapa permasalahan yang dihadapi pe-

tani dirangkum dengan metode keterkaitanantar-masalah menggunakan LFA (Gambar 1).Melalui FGD, responden petani mengungkap-kan berbagai permasalahan dan kendala pene-rapan SRI dan kemudian mengaitkan satu ma-salah dengan masalah lain. Identifikasi fokusisu dan akar masalah penerapan intensifikasipadi metode SRI merupakan tujuan LFA.

Berdasarkan interaksi permasalahan yangdihadapi, fokus isu penerapan metode SRI ada-lah tambahan biaya usaha tani dan hubungankerja dengan pemilik lahan terkait beberapaperlakuan dan risiko penerapan. Akar masalahpenerapan SRI adalah belum adanya pendam-pingan bagi petani terkait risiko awal penerap-an. Pendampingan bagi petani terutama padamasa awal penerapan diperlukan untuk meng-urangi risiko yang ditanggung petani. Masalahjaminan pasar menjadi penting dalam penerap-an suatu inovasi. Oleh karena itu, strategi yangdilakukan adalah memberikan jaminan pasarproduk gabah atau beras SRI. Aktivitas sis-tem insentif yang dirancang harus diarahkanpada pemberian jaminan kepada petani untukmenghadapi risiko penerapan.

Hasil LFA mengindikasikan bahwa potensimasalah keberlanjutan penerapan metode SRImembutuhkan peran kelembagaan perdesaan.Hal tersebut karena manfaat penerapan meto-de SRI terhadap produksi padi dan perbaik-an kualitas lahan akan berdampak nyata danrelatif stabil setelah beberapa musim. Bebera-pa perbedaan aplikasi metode SRI memerlukanbiaya tambahan dan membutuhkan dukungankelembagaan perdesaan yang kuat.

Perkembangan kelembagaan perdesaan telahbanyak mengalami pergeseran sejalan dengandinamika sosial ekonomi masyarakat. Penerap-an metode SRI memerlukan interaksi teknologiirigasi dan elemen partisipan di mana terdapatinterdependensi satu sama lain. Atas dasar ini,kelembagaan yang kuat perlu diwujudkan seba-gai aturan main untuk mengatur pelaku ekono-mi dalam suatu komunitas. Sistem kelembaga-an tersebut bertujuan ke arah efisiensi dengan

Page 8: Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

Luh P. S., Bambang J., Akhmad F., & Ernan R./Peran Kelembagaan Perdesaan ...116

Gambar 1: Bagan Alir Logical Framework Analysis (LFA) Permasalahan Penerapan Metode SRI diKabupaten Karawang

Sumber: Olahan Hasil FGD, 2013

mengurangi biaya transaksi (transaction cost).

Secara umum, struktur insentif dan mekanis-me alokasi sumber daya akan menentukan efek-tivitas kelembagaan yang pada akhirnya ber-pengaruh terhadap keberlanjutan kelembaga-an. Beberapa aspek kelembagaan seperti dike-mukakan oleh Ostrom et al. (2006) perlu di-perhatikan untuk menjamin keberlanjutan pe-nerapan suatu inovasi. Studi ini mengukur ki-nerja kelembagaan petani berdasarkan indika-tor dukungan keberlanjutan penerapan metodeSRI. Hasil skoring kinerja kelembagaan petanimenunjukkan kinerja dengan kriteria ”sedang”(Tabel 8). Beberapa aspek indikator kelemba-gaan yang mendorong minat petani menerap-kan metode SRI yaitu kegiatan bersama yangdilakukan dalam kelompok (indikator ke-3) danseringnya pemantauan di antara pengurus dan

anggota kelompok tani (indikator ke-4). Secarakeseluruhan, semakin kuat interaksi kelemba-gaan di perdesaan akan mendorong minat pe-tani menerapkan suatu inovasi.

Selain kinerja kelembagaan, hubungan pemi-lik sumber daya (principal) dan petani pengga-rap juga menentukan minat petani. Permasa-lahan hubungan agen/pelaku menjadi salah sa-tu fokus studi terkait dengan risiko penerapanintensifikasi padi metode SRI. Identifikasi hu-bungan agen/pelaku pada penerapan intensifi-kasi padi metode SRI berdasarkan kontrak usa-ha tani yang dilakukan antara pemilik sumberdaya atau pemilik lahan dan pengguna sum-ber daya atau penggarap lahan. Aspek pentinghubungan agen/pelaku ditentukan dari bagai-mana kontrak awal dilakukan. Pihak pemiliklahan sebagai pemilik sumber daya memiliki

Page 9: Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

Luh P. S., Bambang J., Akhmad F., & Ernan R./Peran Kelembagaan Perdesaan ... 117

Tabel 2: Distribusi Responden Petani Berdasarkan Lokasi Kecamatan

Jenis Pendayagunaan Hubungan Agency

Pengelolaan lahan dengan upah tetap • Principal (P) = Pemilik lahan : Memfasilitasi seluruhbiaya dengan membayar upah dan pembelian saranaproduksi• Agent (A) = Petani penggarap mengerjakan lahandengan upah tertentu

Bagi hasil pengelolaan lahan sistem maro dari hasil pa-nen dikurangi semua biaya

• P = Memfasilitasi sewa alat (traktor), menyediakansarana produksi (pupuk, pestisida dll.),• A= Petani penggarap → biaya tenaga kerja ta-nam, pemeliharaan (pengairan, penyiangan, pemupuk-an, pemberantasan hama penyakit), panen

Sewa atau gadai lahan • P = Pemilik lahan menerima pembayaran uang sewaatau gadai dari petani penggarap sesuai perjanjian• A = Petani penggarap/penggadai secara mandiri me-nyediakan semua kebutuhan untuk usaha tani denganjangka waktu tertentu, minimal 1 tahun (2 musim ta-nam padi).

Sumber: Hasil Pengamatan Lapangan Tahun 2013

berbagai pilihan pendayagunaan lahan, apakah(a) mengusahakan lahan dengan mempekerja-kan orang dengan sistem upah tetap; (2) sistembagi hasil/maro; (3) gadai; ataukah (4) sewa,seperti diuraikan pada Tabel 2.

Pada penerapan metode SRI, masalah pe-milik lahan adalah bagaimana memaksimal-kan profit dari lahan sementara karakter pe-tani penggarap yang tidak sepenuhnya dapatdiobservasi. Hal ini terkait dengan beberapaperbedaan penerapan metode SRI dibandingmetode konvensional yang menyebabkan ada-nya tambahan usaha dan pemantauan. Fokusstudi ini mengutamakan aspek pendayaguna-an lahan dan tenaga kerja karena merupakanhal penting dan menentukan keberhasilan usa-ha tani padi.

Pengelolaan lahan dengan sistem upah me-miliki risiko dan biaya transaksi paling ting-gi di antara pilihan pendayagunaan lahan lain-nya. Hal ini terjadi karena petani pemilik sulitmengontrol pekerjaan petani penggarap. Sis-tem maro memiliki risiko moderat di antarapengelolaan dengan upah tetap dan sewa ataugadai. Sistem maro ditandai dengan bebera-pa perjanjian yang intinya bahwa pihak pemi-lik lahan menanggung segala biaya terkait ke-butuhan sarana produksi seperti pupuk, obat-

obatan jika ada serangan hama dan penya-kit tanaman, serta alat mesin pertanian (sewatraktor untuk olah lahan). Pengeluaran biayatenaga kerja seperti penanaman, pemupukan,serta pemberantasan hama dan panen menjaditanggung jawab pihak penggarap. Pada akhirmasa kontrak, hasil pembagian adalah separuhhasil panen dalam bentuk gabah kering pungut(GKP) setelah dikurangi segala biaya yang di-keluarkan pemilik dan penggarap lahan. Risikoterkait sistem sewa atau gadai terkait pola usa-ha tani yang dilakukan penyewa atau pengga-dai adalah jika sistem usaha tani menggunakanpupuk dan obat kimia dosis tinggi dan meng-gunakan cara budi daya merusak lahan. Tatacara budi daya seperti itu menyebabkan kondi-si kesuburan lahan berkurang dan harga lahanakan turun.

Sistem maro menjadi pilihan yang sifatnyamoderat baik dari sisi risiko dan biaya tran-saksi ekonomi, baik bagi pihak pemilik mau-pun penggarap lahan. Seperti terlihat pada Ta-bel 3, sistem maro menguntungkan kedua belahpihak jika pemilik dan penggarap lahan sama-sama berbagi risiko usaha tani. Bagi pengga-rap tidak perlu mengandalkan pihak lain un-tuk memenuhi kebutuhan sarana produksi, se-dangkan bagi pihak pemilik lahan, hasil pro-

Page 10: Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

Luh P. S., Bambang J., Akhmad F., & Ernan R./Peran Kelembagaan Perdesaan ...118

Tabel 3: Urutan Preferensi dalam Pemilihan Kerja sama

Pihak Principal (pemilik sumber daya) Pilihan Kerja Sama

• Risiko L > M > S• Biaya transaksi ekonomi L > M > S

Pihak Agent (penggarap/penyakap (=orang yg menggarap tanah atas dasar bagi hasil))

• Risiko S > M > L• Biaya transaksi ekonomi S > M• Kesempatan wirausaha/berkreasi S > M

Sumber: Hasil Pengamatan Lapangan Tahun 2013 danSumber: Adaptasi dari Hayami dan Kikuchi (1981)Keterangan: S = sewa lahan dengan biaya sewa tertentu,Keterangan: M = bagi hasil/maro,Keterangan: L = pengelolaan lahan dengan upah tetap

duksi meningkat terkait keterampilan dan usa-ha penggarap. Sistem sewa dan gadai memilikirisiko dan biaya transaksi rendah, lebih rendahbagi pemilik lahan, namun sebaliknya bagi pi-hak penggarap yang menyewa atau menggadailahan.

Pola kontrak maro merupakan pilihan palingrasional bagi petani dengan kondisi ketidakpas-tian iklim penyebab endemik hama yang tidakmampu diprediksi seperti hama sundep (beru-pa ulat kupu-kupu) dan serangan tikus. Salahsatu alasan pemilik lahan terkait profit yangditerima lebih tinggi, dan pemilik lahan dapatmemantau pekerjaan petani penggarap walau-pun dengan risiko lebih tinggi. Perbandinganprofit yang diperoleh pemilik lahan jika me-nyewakan lahan sawah kelas satu, yang letak-nya dekat jalan dari usaha tani, dalam 1 ta-hun (asumsi 2 musim tanam) adalah sebesarRp16 juta. Jika pemilik lahan memilih sistemmaro dengan asumsi hasil bersih 3 ton GKPdengan harga Rp4.000–Rp4.500 per kg GKP,maka dalam 1 tahun penerimaan dari lahan sa-wah minimum Rp24 juta. Kendala aplikasi me-tode SRI memerlukan waktu melalui persetu-juan pemilik dan penggarap lahan terkait tam-bahan biaya dan pekerjaan seperti tanam benihumur muda dan tunggal, konsekuensi tumbuhgulma lebih banyak, pengaturan air, dan bia-ya pengangkutan kompos. Tanpa adanya insen-tif dari pihak pemilik lahan, maka penggarapenggan menerapkan metode SRI.

Fakta penerapan SRI oleh petani menun-jukkan bahwa ketidakpastian iklim dan biayatransaksi yang tinggi sering menyebabkan kon-trak yang tidak lengkap dan umumnya disele-saikan dengan kesepakatan informal dan kodeetik tak tertulis. Akibatnya, jika ada perselisih-an, maka pihak ketiga (arbitrase) tidak mampumenegakkan kontrak yang tidak lengkap terse-but. Kondisi tersebut menyebabkan hubungankerja sama lebih diutamakan daripada hubung-an yang berbasis profit. Berdasarkan gambaransistem kontrak usaha tani di wilayah studi, po-la bagi hasil banyak dipilih oleh pemilik lahanwalaupun dengan risiko cukup tinggi.

Potensi masalah dalam kerja sama penerap-an metode SRI antara lain, pertama, masalahkerusakan moral (moral hazard) yang diarti-kan sebagai aksi tersembunyi penggarap lahanyang dikonotasikan berdampak negatif dan ti-dak dapat diobservasi oleh pemilik lahan. Ma-salah muncul ketika pihak penggarap lahan ti-dak mengikuti instruksi pemilik lahan. Hal inimenyebabkan peningkatan biaya pemantauanterhadap petani penggarap seiring makin se-ringnya intensitas pemilik lahan ke sawah. Se-mentara, penerapan metode SRI bagi pengga-rap agak sulit untuk mengomunikasikan meto-de SRI jika pemilik lahan berdomisili di luarwilayah Karawang. Hal ini terkait kesepakatanpenyediaan sarana produksi (kompos dan pes-nab) dan risiko penurunan hasil panen.

Kedua, masalah seleksi yang merugikan

Page 11: Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

Luh P. S., Bambang J., Akhmad F., & Ernan R./Peran Kelembagaan Perdesaan ... 119

(adverse selection), yaitu terkait dengan infor-masi tersembunyi baik dari pihak pemilik ma-upun dari pihak penggarap lahan yang ber-tujuan memaksimalkan kepentingan masing-masing pihak. Masalah ini banyak berdampakbagi pemilik lahan karena penerapan SRI padatahap awal masa tanam sampai padi umur satubulan merupakan masa adaptasi tanaman danrawan terserang hama penyakit tanaman. Ada-nya informasi tersembunyi dapat menyebabkanpotensi penurunan hasil.

Solusi untuk kerusakan moral dan seleksiyang merugikan bagi pihak pemilik lahan ada-lah melakukan pemantauan berdasarkan pe-nyadaran manfaat metode SRI dan memberi-kan insentif yang sifatnya menumbuhkan spon-tanitas untuk memaksimalkan produksi. Solusitersebut memerlukan biaya kelembagaan yangmenambah biaya usaha tani. Faktor kedekatandomisili, hubungan kekerabatan, dan intensitaskomunikasi dengan petani di sekitar lahan, a-kan mengurangi biaya kelembagaan. Solusi ba-gi pihak penggarap untuk meyakinkan pemiliklahan dalam penerapan metode SRI adalah ke-bersamaan penerapan metode dalam satu ham-paran sawah melalui keikutsertaan dalam ke-giatan kelompok tani dan bantuan penerapanmetode SRI seperti program Ditjen PSP Ke-menterian Pertanian. Namun, program terse-but hendaknya terintegrasi dengan kementeri-an lain agar penerapan metode SRI dapat ber-kelanjutan.

Biaya Transaksi Ekonomi dan FaktorDeterminan Pilihan Intensifikasi Padi

Pendekatan ekonomi kelembagaan membangungagasan bahwa melalui kelembagaan dan orga-nisasi berupaya mencapai efisiensi dan memi-nimalkan biaya transaksi, bukan hanya biayaproduksi. Biaya transaksi umumnya dibangunberdasar pada dua asumsi umum, yaitu opor-tunisme dan keterbatasan rasionalitas (boun-ded rationality) atau keterbatasan memprosesinformasi dan pemecahan masalah yang kom-pleks (Williamson, 1981; 1991). Pada kondisi

tersebut, biaya transaksi ekonomi sering dika-takan sebagai biaya untuk memastikan berja-lannya sistem ekonomi.

Isu utama dalam analisis biaya transaksiekonomi adalah pengukuran. Berdasarkan ber-bagai studi empiris, biaya transaksi ekonomidapat diformulasikan berdasarkan definisi danpermasalahan yang hendak dikaji. Pengukuranbiaya transaksi ekonomi dalam aplikasi meto-de SRI juga disesuaikan dengan kegiatan yangdilakukan. Tabel 4 menjelaskan estimasi bia-ya transaksi ekonomi penerapan metode SRIyang terdiri dari biaya sebelum penerapan danbiaya setelah penerapan. Besarnya biaya tran-saksi ekonomi penerapan metode SRI sangatbervariasi antar-satu petani dan petani lain.Posisi sebagai pemilik atau penggarap lahanberpengaruh terhadap besarnya biaya transak-si yang dikeluarkan. Biaya transaksi penerap-an intensifikasi metode SRI minimal Rp47.000–Rp404.000 per musim tanam dengan asumsirata-rata kepemilikan lahan sekitar 1 hektar.Besarnya biaya transaksi tidak linier denganluas lahan.

Biaya transaksi ekonomi sebelum pelaksana-an meliputi biaya menghadiri pertemuan ke-lompok, negosiasi dan pemantauan tanamanyang lebih banyak, serta biaya kesempatan (op-portunity cost) penyediaan kompos dan pes-nab. Tingginya biaya transaksi ekonomi sebe-lum pelaksanaan pada awal masa penerapanterkait pemantauan pelaksanaan kegiatan awalseperti cara semai, cara tanam, penyediaan sa-rana produksi seperti kompos, dan pengatur-an air secara berselang (intermitten). Biayatransaksi berbeda jika posisi sebagai pemilikatau sebagai penggarap lahan. Fakta di lapang-an menunjukkan bahwa konsistensi penerapanmetode SRI lebih banyak dilakukan oleh pihakpemilik lahan, karena biaya sebelum pelaksa-naan sebagian besar terkait biaya kesempatandan pemantauan. Biaya transaksi yang cukupbesar adalah biaya kesempatan menjamin ke-tersediaan pupuk kompos dan pesnab. Keterse-diaan sarana produksi tersebut sering kali di-

Page 12: Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

Luh P. S., Bambang J., Akhmad F., & Ernan R./Peran Kelembagaan Perdesaan ...120

Tabel 4: Estimasi Biaya Transaksi Ekonomi Penerapan Metode SRI

No Jenis BiayaBesar Biaya (Rp/MT)

KeteranganMinimal Maksimal

A Biaya Pra Pelaksanaan1 Informasi Tentang SRI (Diskusi Kelom-

pok Tani)5 48 Jumlah Pertemuan Kelompok X Biaya

Transportasi2 Usaha Tambahan (Misal: Negosiasi de-

ngan Pemilik Lahan atau PemantauanPenggarap)

36 126 Intensitas ke Sawah X Biaya Transpor-tasi ke Lahan

3 Menjamin Ketersediaan Pupuk Kom-pos

0 100 Biaya Kesempatan Pembuatan Komposper Musim Tanam

4 Menjamin Ketersediaan Obat/Pesnab 0 100 Biaya Kesempatan Pembuatan Pesnabper Musim Tanam

Jumlah Biaya Pra Pelaksanaan 41 374

B Biaya Pasca Pelaksanaan1 Biaya Diskusi dan Rapat Pemantauan

Evaluasi Penerapan SRI0 30 Jumlah Pertemuan Kelompok X Biaya

Transportasi

Total Biaya Transaksi Ekonomi 41 404

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

penuhi secara pribadi, belum dilakukan seca-ra berkelompok dan belum ada alternatif lain.Bantuan alat mesin pertanian pendukung ke-giatan yang diberikan untuk kelompok tani se-benarnya dapat memperkecil biaya kesempat-an pembuatan kompos dan pesnab. Biaya tran-saksi setelah kegiatan lebih menyangkut evalu-asi dan pemantauan antar-anggota kelompoksetelah penerapan SRI dan persiapan musimtanam berikutnya. Kegiatan yang dilakukanadalah pertemuan formal ataupun informal un-tuk mendiskusikan permasalahan yang dihada-pi dan mencari solusi bersama-sama.

Analisis regresi logit berganda dilakukan un-tuk mengetahui faktor determinan peluang pi-lihan petani melakukan keputusan intensifika-si padi metode SRI di Kabupaten Karawang.Analisis logit merupakan salah satu cara meng-uantitatifkan variabel respons (Y), yang padastudi ini merupakan pilihan metode intensifi-kasi padi (nilai 1 adalah jika petani konsistenmelakukan metode SRI dan 0 jika petani be-lum pernah atau sudah pernah menerapkan na-mun tidak melakukan lagi). Hipotesis yang di-bangun adalah bahwa peluang pilihan keber-lanjutan metode SRI dipengaruhi oleh karak-ter hubungan pemilik-penggarap lahan, biayatransaksi ekonomi, dan luas lahan petani.

Analisis regresi logistik digunakan untukmenduga peluang kejadian tertentu dari va-riabel respons kategori menggunakan variabelpenjelas berupa variabel kategorik atau varia-bel numerik (Juanda, 2009b). Regresi logistiksebenarnya sama dengan analisis regresi ber-ganda, namun variabel terikatnya merupakanvariabel dummy (0 dan 1) atau variabel artifisi-al. Model regresi linier berganda disebut seba-gai model yang baik jika model tersebut meme-nuhi kriteria estimator terbaik yang tidak biasatau Best Linier Unbiased Estimator (BLUE)yang dicapai bila memenuhi asumsi klasik, ya-itu uji normalitas, multikolinieritas, otokorela-si, heteroskedasitas, dan uji linieritas. Regre-si logistik tidak memerlukan asumsi linieritas,normalitas eror, otokorelasi, dan homokedasti-sitas, tetapi tidak boleh ada multikolinieritasantarvariabel bebas. Pada model regresi logitkasus penerapan SRI di Kabupaten Karawang,dilakukan uji multikolinieritas dengan melihatnilai Varian Infloating Factor (VIF). Jika ni-lai VIF > 10, maka diindikasikan bahwa modelmemiliki gejala multikolinieritas. Jika terjadigejala multikolinieritas berarti terjadi korela-si yang kuat (hampir sempurna) antarvariabelbebas dalam model. Hasil analisis model logitdiketahui bahwa semua variabel memiliki ni-

Page 13: Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

Luh P. S., Bambang J., Akhmad F., & Ernan R./Peran Kelembagaan Perdesaan ... 121

lai VIF < 10 sehingga dapat dikatakan bahwatidak terjadi multikolinier, seperti yang ditun-jukkan pada Tabel 5.

Hasil analisis regresi logit tampak pada para-meter utama, yaitu nilai Likelihood Ratio (LR)yang dinyatakan oleh nilai Prob > Chi2, statis-tika Z direpresentasikan oleh P > |z| dan good-ness of fit menggunakan nilai Pseudo R2. NilaiLR merupakan pengganti statistika F yang ber-fungsi menguji apakah secara bersama-samavariabel bebas memengaruhi variabel terikat.Pada Tabel 6, hasil output diketahui dengantingkat keyakinan sebesar 95%, probabilitasstatistik LR adalah 0,0000, sehingga secarabersama-sama kesembilan variabel, yaitu (1)lahan, (2) umur, (3) produksi, (4) jarak ke sa-wah, (5) posisi dalam kelompok tani, (6) hu-bungan agency, (7) pekerjaan, (8) biaya tran-saksi sebelum kegiatan, dan (9) biaya transaksisesudah kegiatan, signifkan memengaruhi pelu-ang pilihan penerapan metode SRI. Nilai Pseu-do R2 menunjukkan nilai 0,5246 artinya bahwaproporsi variabel dalam model sebesar 52,46%mendukung aspek peluang pengambilan kepu-tusan petani dalam memilih penerapan meto-de intensifikasi padi, di mana selebihnya sebe-sar 47,54%, dijelaskan oleh variabel lain di luarmodel. Hasil analisis regresi logit disajikan pa-da Tabel 6.

Pada Tabel 6 diketahui bahwa variabel yangdiduga memiliki peluang signifikan menentu-kan pilihan penerapan metode SRI adalahpekerjaan utama responden (d kerja), biayatransaksi sebelum kegiatan, hubungan kelem-bagaan atau agency (d PA), keikutsertaan da-lam kelompok tani (d poktan), dan produk-si. Berikut penjelasan masing-masing varia-bel. Pertama, pekerjaan utama respon-den (d kerja) merupakan variabel dummy dimana nilai 1 jika petani hanya bekerja seba-gai petani padi dan nilai 0 jika petani memi-liki pekerjaan tambahan selain bertanam padi(off farm). Umumnya, responden yang memi-liki pekerjaan tambahan seperti jasa bengkel,usaha penyewaan alat mesin pertanian, dan

usaha pertanian lain seperti budi daya tanam-an hortikultura lebih antusias dalam menerap-kan metode SRI. Variabel pekerjaan utama res-ponden (d kerja) berpengaruh nyata terhadappeluang keputusan petani menerapkan metodeSRI. Tanda negatif (-) pada koefisien menan-dakan bahwa petani yang memiliki pekerjaandi luar usaha tani memiliki peluang lebih be-sar dengan peluang sebesar nilai odds ratio-nyasebesar 0,017. Komoditas padi menjadi tumpu-an bahan pangan keluarga petani, jika memili-ki usaha di luar usaha tani sebagai penghasilanlain, maka respons terhadap risiko perubahantata cara tanam padi akan lebih baik. Padastudi ini diketahui bahwa petani yang memi-liki pekerjaan di luar usaha tani padi memili-ki peluang lebih tinggi melaksanakan metodeSRI dibandingkan petani yang hanya mengan-dalkan usaha tani padi jika variabel lain tidakberubah (ceteris paribus).

Kedua, biaya transaksi sebelum kegi-atan usaha tani (tce pra) merupakan bia-ya yang dikeluarkan petani sebelum menerap-kan metode SRI seperti mengikuti pertemuandan biaya kesempatan pembuatan kompos danpesnab. Variabel biaya transaksi ekonomi sebe-lum pelaksanaan (tce pra) berpengaruh signi-fikan positif terhadap peluang menerapkan me-tode SRI pada taraf kepercayaan sebesar 95%.Tanda positif (+) pada nilai odds ratio sebe-sar 1,002 diartikan peluang petani yang berse-dia mengeluarkan biaya transaksi sebelum ke-giatan usaha tani yang lebih banyak memilikipeluang keberlanjutan penerapan metode SRIlebih tinggi daripada petani yang tidak berse-dia mengeluarkan biaya sebelum pelaksanaan.Hal ini berarti besarnya biaya transaksi ekono-mi berpengaruh positif terhadap pilihan petaniuntuk memilih metode intensifikasi padi.

Ketiga, posisi petani sebagai pemiliklahan atau petani penggarap (d PA) me-rupakan variabel dummy dengan nilai 1 jika pe-tani berposisi sebagai pemilik lahan dan nilai0 jika petani berposisi sebagai petani pengga-rap. Posisi petani dalam hubungan kelembaga-

Page 14: Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

Luh P. S., Bambang J., Akhmad F., & Ernan R./Peran Kelembagaan Perdesaan ...122

Tabel 5: Hasil Uji Multikolinieritas

Variabel Koefisien Nilai VIF

lahan -1,176000 5,938umur -0,003 2,358produksi 1,838000 4,748d poktan -0,162 4,013jarak sawah 8,698000 1,545d PA 0,231 1,281d kerja -0,327 1,602tce pra 3,131000 1,339tce pasca 1,065000 1,326

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

Tabel 6: Dugaan Peluang Faktor Determinan Pilihan Intensifikasi Padi

Variabel Koefisien Std. Err. (P> |z|)Lahan -0,0003971** 0,0003038 0,0003038Umur -0,0099737 0,0003038 0,811Produksi 0,0008103* 0,0005058 0,109d poktan 4,421681** 2,302685 0,055jarak sawah 0,0010497 0,0023219 0,651d pa 2,174105* 1,130264 0,054d kerja -4,035133** 1,965897 0,04tce pra 0,0000298** 0,0000151 0,048tce pasca 0,0005997 0,0004072 0,141Konstanta -10,12736 5,97633 0,09

Sumber: Hasil Pengolahan PenulisKeterangan: * signifikan pada taraf 10%Keterangan: ** signifikan pada taraf 5%Keterangan: LR Chi2(9) = 36,32Keterangan: Prob. > Chi2 = 0,0000Keterangan: Pseudo R2 = 0,5264

an berpengaruh nyata terhadap peluang pilih-an metode intensifikasi pada taraf kepercayaansebesar 90%. Posisi sebagai pemilik lahan me-nentukan apakah mengolah sawah dengan me-tode SRI yang lebih ramah lingkungan ataukahmenggunakan metode lainnya. Nilai odds ra-tio sebesar 8,79 diartikan peluang petani seba-gai pemilik lahan untuk melaksanakan metodeSRI cenderung lebih tinggi dibandingkan peta-ni sebagai penggarap, jika variabel lainnya sa-ma (ceteris paribus). Petani dengan posisi pe-milik lahan memiliki daya tahan terhadap ri-siko relatif lebih tinggi dalam menentukan pi-lihan intensifikasi padi sehingga lebih leluasadalam menentukan pilihan metode SRI.

Keempat, keikutsertaan dalam kelom-pok tani (d poktan) merupa- kan variabel

dummy dengan nilai 1 jika petani sebagai pe-ngurus dan nilai 0 jika petani sebagai anggotakelompok tani. Posisi petani dalam kelompoktani berpengaruh nyata terhadap peluang me-nerapkan metode SRI pada taraf kepercayaansebesar 90%. Posisi petani sebagai penguruskelompok tani memberikan peluang lebih be-sar tani terkait kemudahan informasi. Umum-nya pengurus dilibatkan lebih intensif dalamkegiatan pelatihan dan informasi lainnya, se-hingga memberikan peluang menerapkan me-tode SRI lebih besar daripada posisi sebagaianggota kelompok tani. Nilai odds ratio sebe-sar 83, 23 diartikan bahwa peluang petani seba-gai pengurus dalam menerapakan metode SRIlebih besar dibanding petani sebagai anggota,jika variabel lain tidak berubah (ceteris pari-

Page 15: Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

Luh P. S., Bambang J., Akhmad F., & Ernan R./Peran Kelembagaan Perdesaan ... 123

bus). Artinya informasi masih berjalan asime-trik, sehingga pelibatan petani anggota perludigerakkan dalam kegiatan yang lebih sesuaidengan kondisi sosial ekonomi dan waktu pe-tani.

Kelima, tingkat produksi menentukan pi-lihan petani dalam intensifikasi padi pada tarafkepercayaan 90%. Keputusan petani memilihmenerapkan metode SRI memiliki kemungkin-an lebih tinggi jika terjadi peningkatan produk-si. Nilai odds ratio sebesar 1,00 diartikan pelu-ang penerapan intensifikasi padi menggunakanmetode SRI lebih besar jika terjadi peningkat-an produksi sebesar 1 kg jika varibel lain tidakberubah (ceteris paribus).

Beberapa variabel yang tidak signifikan ber-pengaruh terhadap pilihan intensifikasi padimetode SRI adalah luas lahan (ha), jarak sa-wah (meter), umur petani (tahun), dan biayatransaksi ekonomi setelah kegiatan usaha tani(pasca). Variabel tersebut penting untuk dika-ji terkait dengan hipotesis bahwa penguasaanlahan berpengaruh terhadap pilihan intensifi-kasi. Faktor jarak ke sawah terkait dengan in-tensitas pemantauan lahan yang lebih intensif,di mana kecenderungan petani dengan jarakke sawah relatif jauh cenderung kurang ber-lanjut dalam menerapkan metode SRI. Vari-abel umur petani terkait dengan penerimaanterhadap inovasi dan perbedaan perlakuan an-tara intensifikasi metode SRI dan metode kon-vensional. Sedangkan biaya transaksi setelahkegiatan dalam intensifikasi padi relatif kecilsehingga kurang signifikan untuk menentukanpeluang keberlanjutan penerapan metode SRI.

Hasil analisis juga memungkinkan menghi-tung nilai efek marginal yang menunjukkan be-sarnya peluang dari variabel penjelas terhadapkemungkinan keberlanjutan penerapan meto-de SRI. Hasil analisis ditampilkan pada Tabel7. Hasil pengolahan menunjukkan bahwa rata-rata peluang penerapan SRI akan meningkatsebesar 0,55 jika terjadi peningkatan empat va-riabel yang signifikan, yaitu keterlibatan da-lam kegiatan kelompok tani, akses pengelolaan

lahan, memiliki pekerjaan di luar usaha tani,dan kemampuan menanggung biaya transak-si sebelum kegiatan usaha tani. Secara parsi-al, variabel dummy bernilai positif untuk fak-tor keanggotaan dalam kelompok tani (pengu-rus kelompok tani = 1) memiliki kemungkin-an 67% untuk menerapkan metode SRI diban-ding anggota kelompok tani. Demikian juga va-riabel dummy untuk posisi sebagai pemilik la-han (pemilik lahan=1) memiliki kemungkinansebesar 49% untuk menerapkan metode SRIdibandingkan penggarap. Sedangkan variabeldummy faktor d kerja (memiliki pekerjaan diluar usaha tani = 0) bertanda negatif diartikanbahwa terdapat kemungkinan sebesar 76% bagipetani yang memiliki pekerjaan di luar usahatani untuk penerapan metode SRI. Nilai varia-bel biaya transaksi ekonomi sebelum penerap-an SRI (tce exan) nilainya sangat kecil namunsignifikan. Hal tersebut diartikan bahwa petaniyang bersedia mengeluarkan biaya lebih besarsebelum pelaksanaan metode SRI memiliki ke-mungkinan keberlanjutan lebih besar daripadapetani yang tidak bersedia mengeluarkan biayatransaksi ekonomi. Faktor-faktor yang terkaitdengan kemungkinan penerapan metode SRItersebut terkait kemampuan menanggung risi-ko dan beradaptasi dalam meningkatkan pro-duksi.

Hasil analisis logit menjelaskan beberapaupaya perlu dilakukan untuk mendorong pe-nerapan intensifikasi yang diarahkan untuk ke-berlanjutan metode SRI secara meluas terka-it dengan penyadaran kepada para pemilik la-han. Selama ini, sasaran penyuluhan dan ber-bagai program adalah para penggarap yangsebenarnya sangat tergantung pada perintahpemilik lahan. Penerapan metode SRI buk-an hanya terkait dengan pengetahuan namunkebiasaan petani dalam usaha tani padi, se-hingga adanya program berupa paket pelatih-an dan sarana produksi akan sangat memban-tu. Diperlukan durasi minimal dua tahun un-tuk membiasakan sumber daya petani dan la-han beradaptasi terhadap metode yang diper-

Page 16: Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

Luh P. S., Bambang J., Akhmad F., & Ernan R./Peran Kelembagaan Perdesaan ...124

Tabel 7: Nilai Efek Marjinal Kemungkinan Pilihan Intensifikasi Padi

Variabel dy/dx Std. Err. Peluang (P> |z|)Lahan -0,0000982 0,00008 0,201Umur -0,0024666 0,01031 0,811Produksi 0,0002004 0,00013 0,114d poktan 0,6737655** 0,2127 0,002jarak sawah 0,0002596 0,00057 0,649d pa 0,4931219** 0,21407 0,021d kerja -0,7651674** 0,2029 0tce pra 7,360000** 0 0,045tce pasca 0,0001483 0,0001 0,147

Sumber: Hasil Pengolahan PenulisKeterangan: ** signifikan pada taraf 5%Keterangan: dy/dx = untuk perubahan diskrit dari nilai variabel dummy dari 0 ke 1Keterangan: Nilai probabilitas efek marjinal y = Pr(d sri) (predict) = 0,55187806

kenalkan. Program perluasan metode SRI diKabupaten Karawang dari tahun 2010 sampai2013 mencapai kurang lebih 750 kelompok de-ngan luasan lahan 15.000 hektar yang menca-kup sekitar 25% dari total luas lahan persa-wahan di Kabupaten Karawang. Capaian ter-sebut sudah cukup bagus, namun durasi waktuyang hanya satu tahun menyebabkan tidak se-mua kelompok tani dapat menjaga keberlan-jutan penerapan metode SRI. Adanya sinyalkomitmen berupa insentif dalam bentuk pro-gram atau penghargaan dari pemilik lahan danpemangku kepentingan terkait akan berpenga-ruh dalam menentukan pilihan intensifikasi un-tuk musim tanam berikutnya.

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah disampa-ikan, dapat ditarik beberapa simpulan terkaitstudi ini. Pertama, fokus isu penerapan in-tensifikasi padi metode SRI di Kabupaten Ka-rawang adalah hubungan antar-pelaku (antarapemilik lahan dan petani penggarap) dan biayatambahan. Dibutuhkan pendampingan (pen-danaan dan jaminan pasar) sebagai tindakanyang harus dilakukan untuk mengatasi risikoawal penerapan. Dukungan kelembagaan per-desaan dibutuhkan untuk meningkatkan minatpetani sebagai upaya mengurangi biaya tran-saksi ekonomi. Kerja sama pengelolaan lahan

pola bagi hasil banyak dipilih terkait risiko danbiaya transaksi yang moderat. Potensi masa-lah kerusakan moral dan seleksi yang merugi-kan dapat dikurangi dengan pemantauan daninsentif terkait pengalaman petani penggarap,kepercayaan, dan kedekatan hubungan dalamkomunitas.

Kedua, biaya transaksi ekonomi sebelumpelaksanaan lebih tinggi daripada pengeluaransetelah pelaksanaan dalam penerapan metodeSRI. Faktor determinan pilihan petani dalamintensifikasi padi terkait keberlanjutan pene-rapan metode SRI adalah hubungan kelemba-gaan antara pemilik lahan dan petani pengga-rap, pendapatan di luar usaha tani padi, pe-ningkatan produksi, dan biaya transaksi sebe-lum penerapan metode SRI.

Implikasi Kebijakan

Kebijakan pada sisi mikro di tingkat petaniadalah diseminasi metode SRI hendaknya me-libatkan kelembagaan yang berperan nyata da-lam kegiatan usaha tani dan diimbangi kegiat-an pemantauan dalam jangka waktu tertentu.Diperlukan rekrutmen kader SRI atau tenagapendamping minimal dalam jangka waktu duatahun sesuai masa adaptasi terhadap risiko pe-nurunan produksi padi ketika awal penerapanSRI.

Pada skala makro, Pemerintah Kabupaten

Page 17: Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

Luh P. S., Bambang J., Akhmad F., & Ernan R./Peran Kelembagaan Perdesaan ... 125

Karawang khususnya melalui Dinas Pertani-an Tanaman Pangan dapat memfasilitasi me-lalui Peraturan Daerah (Perda) yang mendu-kung penerapan metode SRI disertai pembuat-an sertifikat SRI untuk lahan-lahan yang telahmelewati masa adaptasi penerapan SRI untukmemastikan pemberian insentif jasa lingkung-an.

Daftar Pustaka

[1] Anugerah, I. S., Sumedi, & Wardana, I. P. (2008).Gagasan dan Implementasi System of Rice Inten-sification (SRI) dalam Kegiatan Budidaya PadiEkologis (BPE). Analisis Kebijakan Pertanian, 6(1), 75–99. http://pse.litbang.pertanian.go.

id/ind/pdffiles/ART6-1c.pdf (Accessed Janu-ary 11, 2013).

[2] Anwar, A. (1995a). Dasar-Dasar Ilmu Teori Agen-cy (Agency Theory). Bahan Kuliah Ekonomi Or-ganisasi Perdesaan. Bogor: PPS Ilmu Perencana-an Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, InstitutPertanian Bogor.

[3] Anwar, A. (1995b). Analisis Ekonomi Biaya-BiayaTransaksi (Transaction Cost Economics Analysis).Makalah. Disampaikan dalam Ceramah UmumMahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Pe-rencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan,PPs-IPB.

[4] Anwar, A. (2003). Suatu Analisis Tentang SistemKontrak Pertanian yang Terjadi di Wilayah Perde-saan. Makalah Petunjuk Bagi Penelitian KontrakUsahatani dan Industri Kecil di Wilayah Perdesa-an. Bogor: Program Studi PWD-IPB.

[5] [BBWS] Balai Besar Wilayah Sungai Citarum.(2012). Efisiensi Air Melalui Penanaman Padi Me-tode SRI (System of Rice Intensification). PPKPendayagunaanTata Guna Air (PTGA). www.

citarum.org.[6] Braverman, A., & Stiglitz, J. E. (1982). Share-

cropping and the Interlinking of Agrarian Markets.American Economic Review, 72 (4), 695–715.

[7] Harris, M., & Raviv, A. (1979). Optimal IncentiveContracts with Imperfect Information. Journal ofEconomic Theory, 20 (2), 231–259.

[8] Hayami, Y., & Kikuchi, M. (1981). Dilema Eko-nomi Desa: Suatu Pendekatan Ekonomi terhadapPerubahan Kelembagaan di Asia. Jakarta: YayasanObor Indonesia.

[9] Juanda, B. (2009a). Metodologi Penelitian Ekono-mi dan Bisnis, Edisi Kedua. Bogor: IPB Press.

[10] Juanda, B. (2009b). Ekonometrika: Pemodelandan Pendugan. Bogor: IPB Press.

[11] Juanda, B., & Anwar, A. (2011). Rancang BangunSistem Insentif untuk Meningkatkan PendapatanPetani, Efisiensi Penggunaan Air dan KetahananPangan Nasional. Laporan Akhir Hibah Kompeten-si. Jakarta: DP2M Dikti.

[12] Laulanie, H. De. (1992). Technical Presentation ofthe System of Rice Intensification, Based on Ka-tayama’s Tillering Model. Association TefySaina(ATS), Antananarivo, Madgascar. http://sri.

ciifad.cornell.edu/aboutsri/Laulanie.pdf

(Accessed January 11, 2013).[13] Manzilati, A. (2011). Kontrak yang Melemahkan:

Relasi Petani dan Korporasi. Malang: UniversitasBrawijaya Press.

[14] North, D. (1990). Institutions, Institutional Cha-nge and Economic Performance. USA: CambridgeUniversity Press.

[15] Ostrom, E. (1985). Formulating the Elements ofInstitutional Analysis. Paper. Presented to Confe-rence on Institutional Analysis and Development.Washington D.C. May 21–22, 1985.

[16] Ostrom, E. (1996). Governing the Commons:The Evolution of Institutions for Collecti-ve Action. UK: Cambridge University Press.http://www.kuhlen.name/MATERIALIEN/eDok/

governing_the_commons1.pdf (Accessed March13, 2013).

[17] Ostrom, E., Gardner, R., & Walker, J. (2006). Ru-les, Games, and Common-Pool Resources. USA:The University of Michigan Press. http://www.

press.umich.edu/pdf/9780472065462-fm.pdf

(Accessed March 13, 2013).[18] Ruttan, V. W., & Hayami, Y. (1984). Toward the

Theory of Induced Institutional Inovation. Discus-sion Paper, 200, February 1984. Minneapolis: Cen-tre for Economic Research, Departement of Econo-mic, University of Minnesota.

[19] Ruttan, V. W., & Hayami, Y. (1984). To-ward a Theory of Induced Institutional In-novation. Center for Economic Research Di-scussion Paper, 200. Minneapolis, Minneso-ta: Department of Economics, University ofMinnesota. http://www.econ.umn.edu/library/

mnpapers/1984-200.pdf (Accessed February 5,2013).

[20] Sappington, D. E. M. (1991). Incentives inPrincipal-Agents Relationships. The Journal ofEconomic Perspectives, 5 (2), 45–66.

[21] Shavell. (1979). Risk Sharing and Incentives in thePrincipal and Agent Relationship. The Bell Jour-nal of Economics, 10 (1), 55–73.

[22] Williamson, O. E. (1981). The Economics of Orga-nization: The Transaction Cost Approach. Ameri-can Journal of Sociology, 87 (3), 548–577.

[23] Williamson, O. E. (1986). Economic Organization:Firms, Markets and Policy Control. New York:

Page 18: Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

Luh P. S., Bambang J., Akhmad F., & Ernan R./Peran Kelembagaan Perdesaan ...126

New York University Press.[24] Williamson, O. E. (1998). Transaction Cost Eco-

nomics: How it Works; Where it is Headed. DeEconomist, 146 (1), 23–58.

[25] Williamson, O. E. (1991). Comparative EconomicsOrganization: The Analysis of Discrete StructuralAlternatives. Administrative Science Quarterly, 36(2), 269–296.

Page 19: Peran Kelembagaan Perdesaan untuk Keberlanjutan Penerapan ...

Luh P. S., Bambang J., Akhmad F., & Ernan R./Peran Kelembagaan Perdesaan ... 127

Tabel 8: Kinerja Kelembagaan Petani di Wilayah Studi

No Uraian Kelompok Tani Dewi Sri Gapoktan Mekar Tani1 Kejelasan batasan hak individu untuk mengelola kelembagaan

terkait dengan struktur organisasi (1 = batasan tidak jelas, 2 =batasan kurang jelas, 3 = batasan jelas)

1,7 2,7

a. Sistem keanggotaan (1 = tertutup, 2 = tertutup dengan persya-ratan, 3 = terbuka)

2 3

b. Lingkup pengelolaan kelembagaan, apakah terbatas lingkup pe-tani? (1 = terbatas, 2= terbatas dengan aturan tertentu, 3 =tidak terbatas)

2 3

c. Memiliki AD/ART? (1 = tidak memiliki AD/ART, 2 = memilikiAD/ART, namun belum dilaksanakan, 3 = memiliki AD/ART)

1 2

2 Kesesuaian appropriation (pemberian), antara pemakaian sum-ber daya dengan kontribusi yang diberikan (1 = kesesuaian ren-dah, 2 = kesesuaian sedang, 3 = kesesuaian tinggi)

1 1,5

a. Iuran atau kontribusi (1 = tidak ada iuran, 2 = ada iuran tapitidak banyak yang berkontribusi, 3 = ada iuran untuk lembaga)

1 2

b. Apakah iuran sesuai luas lahan (1 = tidak sesuai, 2 = dise-suaikan dengan luas lahan, tapi belum terlaksana, 3 = iurantergantung luas lahan)

1 1

3 Kegiatan bersama (collective action) atau partisipasi dalamlembaga (1 = rendah , 2 = sedang, 3 = tinggi)

2,7 2,0

a. Kegiatan dalam lembaga( 1 = belum ada kegiatan, 2 = adakegiatan tapi banyak yang tidak aktif, 3 = ada kegiatan danbanyak yang aktif)

3 2

b. Keterlibatan anggota dalam kegiatan lembaga? (1 = keterlibat-an rendah, 2 = keterlibatan sedang, 3 = keterlibatan tinggi)

3 2

c. Menetapkan aturan main (1 = belum melalui musyawarah, 2= musyawarah hanya melibatkan pengurus, 3 = musyawarahmelibatkan pengurus dan anggota)

2 2

4 Monitoring kelembagaan (1= belum pernah, 2=jarang, 3 = se-ring)

2,3 2,0

a. Bentuk monitoring kelembagaan? Misal: rapat evaluasi (1= belum pernah, 2 = kadang-kadang, 3 = monitoring ru-tin/terjadwal)

2 2

b. Jadwal rutin rapat pengurus? (1 = belum ada, 2 = jarang, 3 =ada dan rutin)

3 2

c. Jadwal rutin rapat anggota? (1 = belum ada, 2 = jarang, 3 =ada dan rutin)

2 2

5 Penerapan sanksi jika ada pelanggaran (1 = belum diterapkansanksi, 2 = jarang diterapkan, 3 = ada sanksi)

1,7 1,7

a. Apakah ada pelanggaran? (1 = belum pernah, 2 = kadang, 3 =sering)

2 2

b. Sanksi jika melanggar? (1 = belum pernah ada sanksi, 2 = adasanksi tapi jarang diterapkan, 3 = ada sanksi)

2 2

c. Tingkatan sanksi? (berat, sedang, ringan) (1 = belum ada ting-katan, 2 = ada tingkatan tapi belum dijalankan, 3 = ada ting-katan sanksi)

1 1

6 Mekanisme penyelesaian konflik (1 = rumit, 2 = biasa, 3 =mudah)

3 3

a. Konflik dalam lembaga? (1 = sering sekali, 2 = jarang, 3 =belum ada)

2 2

b. Penyelesaian konflik (sesama anggota, melalui pengurus, melaluidesa atau lainnya)

pengurus pengurus

7 Kewenangan pengaturan terkait kewenangan lembaga lain? (1= sering kali berbenturan, 2 = kadang-kadang berbenturan, 3= otoritas tidak berbenturan )

3 3

a. Pengakuan lembaga lain (1 = pengakuan lemah, 2 = pengakuantergantung prioritas masalah, 3 = selalu diakui otoritasnya)

3 3

b. Pengakuan kewenangan oleh dinas/instansi terkait (1 = penga-kuan lemah, 2 = pengakuan tergantung prioritas masalah , 3 =selalu diakui otoritasnya)

3 3

Rata-rata 2,2 2,3

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis