Peran Ginjal Dalam Menjaga PH Tubuh

download Peran Ginjal Dalam Menjaga PH Tubuh

If you can't read please download the document

description

-ph tubuh-peran ginjal

Transcript of Peran Ginjal Dalam Menjaga PH Tubuh

14

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tubuh manusia merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai proses fisikokimia yang menunjang kehidupan sehari-hari. Tubuh selalu berusaha agar seluruh nilai berada dalam batas normal atau dengan kata lain, set-point di dalam tubuh berada dalam suatu rentang yang konstan menuju homeostasis. Pada keadaan ini, seluruh sistem metabolisme bekerja sama secara harmonis satu dengan lainnya dalam menjalankan fungsinya.

Salah satu syarat agar seluruh sistem metabolisme tubuh dapat bekerja secara optimal ialah konsentrasi ion hidrogen atau pH berada dalam rentang normal. Sebagian besar enzim yang terlibat dalam proses metabolisme bekerja optimal bila pH tubuh berkisar antara 7,35-7,45. Perubahan pH akan menyebabkan perubahan struktur dan fungsi enzim serta berbagai proses metabolisme tubuh. Ketika pengeluaran ion hidrogen melebihi pembentukan atau pemasukan, maka konsentrasi ion hidrogen di dalam cairan tubuh akan turun. Hal ini menyebabkan pH naik di atas normal. Kondisis ini disebut alkalosis (pH bersifat basa). Sebaliknya, pembentukan atau asupan inon hidrogen yang melebihi pengeluaran akan menyebabkan peningkatan konsentrasi ion hidrogen di dalam cairan tubuh, hal ini akan menyebabkan penurunan pH. Kondisi ini disebut asidosis (pH bersifat asam).

Ada tiga sistem utama yang mengatur konsentrasi ion hidrogen di dalam cairan tubuh untuk mencegah alkalosis atau asidosis, yaitu:

Sistem penyangga asam-basa kimiawi dalam cairan tubuh yang segera bergabung dengan zat asam atau basa untuk mencegah konsentrasi ion hidrogen. Sistem ini bekerja dalam hitungan detik.Sistem repirasi yang mengatur pembuangan asam karbonat melalui CO2 yang bekerja dalam hitungan menit.Sistem ginjal yang dapat mengekskresikan urin asam atau urin alkali, sehingga menyesuaikan kembali kondisi ion hidrogen di dalam cairan tubuh menuju normal ketika terjadi kondisi alkalosis atau asidosis.

Ginjal relatif lambat dalam memberikan respon. Akan tetapi, bila dibandingkan dengan sistem yang lain ginjal merupakan sistem pengaturan yang kuat selama beberapa jam atau beberapa hari. Oleh karena itu, pada makalah ini penulis ingin membahas bagaimana mekanisme fungsi ginjal dalam pengaturan keseimbangan ion-ion hidrogen sehingga dapat mencapai keseimbangan pH tubuh.

Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada karya tulis ini adalah sebagai berikut:

Apakah yang dimaksud dengan pH?Bagaimanakah mekanisme fungsi ginjal dalam menjaga keseimbangan pH tubuh?Bagaimanakah bentuk koreksi ginjal terhadap keadaan asidosis dan alkalosis?

Tujuan

Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut:

Mengetahui definisi pH.Mengetahui mekanisme fungsi ginjal dalam menjaga pH tubuh.Mengetahui bentuk dan mekanisme koreksi ginjal terhadap keadaan asidosis maupun alkalosis.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi pH

Sorensen (1909) dalam Utama (2008:65) mendefinisikan pH sebagai logaritma negatif konsentrasi ion hidrogen. Konsentrasi ion hidrogen disebut dalam skala logaritma dengan satuan pH karena konsentrasi normalnya yang rendah serta jumlah yang kecil dan tidak praktis.

Ion hidrogen adalah proton tunggal bebas yang dilepaskan dari atom hidrogen. Molekul yang mengandung atom-atom hidrogen yang dapat dilepaskan dalam larutan dikenal sebagai asam. Salah satu contohnya adalah asam hdroklorida (HCl), yang berionisasi dalam air membentuk ion-ion hidrogen (H+) dan ion klorida (Cl-). Sedangkan ion atau molekul yang dapat menerima ion hidrogen disebut dengan basa. Sebagai contoh, ion bikarbonat (HCO3-), adalah suatu basa karena dia dapat bergabung dengan satu ion hidrogen untuk membentuk H2CO3.

pH berhubungan dengan konsentrasi ion hidrogen sesuai dengan rumus berikut:2

p = -log [H+]

Konsentrasi ion hidrogen dinyatakan dalam ekivalen per liter. Sebagai contoh, normal [H+] adalah 40 mEq/ liter. Oleh karena itu pH normal adalah:

pH= -log [H+] = - log [ 0,00000004] = 7,4

Dari rumus ini kita bisa melihat bahwa pH berhubungan terbalik dengan konsentrasi ion hidrogen. Oleh karena itu, pH yang rendah berhubungan dengan konsentrasi ion hidrogen yang tinggi dan pH yang tinggi berhubungan dengan konsentrasi ion hidrogen yang rendah (Guyton, 1997: 482).

Nilai pH normal darah arteri adalah 7,4, seseorang diperkirakan mengalami asidosis saat pH turun di bawah nilai ini dan dikatakan mengalami alakalosis saat pH naik di atas 7,4. Batas rendah pH dimana seseorang dapat hidup lebih dari beberapa jam adalah sekitar 6,8 dan batas atas adalah 8,0. pH intraseluler biasanya sedikit lebih rendah daripada pH plasma karena metabolismeee sel menghasilkan asam, terutama H2CO3. Bergantung pada jenis sel, pH cairan intraselular diperkirakan berkisar antara 6,0 dan 7,4. Hipoksia jaringan dan aliran darah yang buruk ke jaringan dapat menyebebkan pengumpulan asam, dan oleh sebab itu, dapat menurunkan pH.

pH urin dapat berkisar dari 4,5 sampai 8, bergantung pada status asam-basa cairan ekstraselular. Seperti yang akan dibahas kemudian, ginjal memainkan peranan penting dalam mengoreksi abnormalitas konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraselular dengan mengekskresikan asam atau basa pada kecepatan yang bervariasi.

Mekanisme Fungsi Ginjal Dalam mengatur pH Tubuh

Ginjal mengontrol keseimbangan asam-basa dengan mengeluarkan urin yang asam atau basa. Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah asam dalam cairan ekstraselular, sedangkan pengeluaran urin basa berarti menghilangkan basa dari cairan ekstraselular (Scanlon, 2007:50).

Keseluruhan mekanisme ekskresi urin asam atau basa oleh ginjal diawali dengan penyaringan ion bikarbonat. Sejumlah besar ion bikarbonat disaring secara terus-menerus ke dalam tubulus, dan bila ion bikarbonat diekskresikan ke dalam urin, keadaan ini menghilangkan basa dari darah. Sebaliknya, sejumlah ion hidrogen juga disekskresikan ke dalam lumen tubulus oleh sel-sel epitel tubulus, jadi menghilangkan asam dari darah. Bila lebih banyak ion hidrogen yang disekresikan daripada ion bikarbonat yang disaring, akan terdapat kehilangan asam dari cairan ekstraselular. Sebaliknya, bila lebih banyak bikarbonat yang disaring daripada hidrogen yang disekresikan, akan terdapat kehilangan basa (Guyton, 1997: 490).

Ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraselular melalui tiga mekanisme dasar, yaitu:

Sekresi ion-ion hidrogenReabsorpsi ion-ion bikarbonat yang disaringProduksi ion-ion bikarbonat baru

Semua proses tersebut dicapai melalui mekanisme dasar yang sama seperti yang akan didiskusikan dalam beberapa bagian berikut.

Sekresi Ion Hidrogen di Tubulus Ginjal

Sekresi ion hidrogen sebenarnya terjadi di seluruh bagian tubulus, kecuali cabang tipis desenden dan asenden ansa henle. Sekresi ini terjadi melalui mekanisme transport imbangan natrium-hidrogen. Sekresi aktif sekunder dari ion hidrogen ini berpasangan dengan transport natrium ke dalam sel pada membrane luminal, dan energy untuk sekresi ion hidrogen melawan gradient konsentrasi berasal dari gradient natrium yang membantu pergerakan natrium ke dalam sel. Gradien ini dihasilkan dari pompa natrium-kalium adenosine trifosfat (ATPase) di membrane basolateral (Sloane, 2003: 338).

Proses sekresi dimulai ketika CO2 berdifusi ke dalam sel tubulus atau dibentuk melalui metabolismeee di sel epitel tubulus. CO2 , di bawah pengaruh enzim karbonik anhydrase, bergabung dengan H2O untuk membentuk H2CO3, yang akan berdisosiasi menjadi HCO3- dan H+. Ion-ion hidrogen disekresikan dari sel masuk ke dalam lumen tubulus melalui transport imbangan natrium-hidrogen. Artinya, ketika natrium bergerak dari lumen tubulus ke bagian dalam sel, natrium mula-mula bergabung dengan protein pembawa di batas luminal membrane sel; pada waktu yang bersamaan, ion hidrogen di bagian dalam sel bergabung dengan protein pembawa. Natrium bergerak ke dalam sel melalui gradient konsentrasi yang telah dicapai oleh pompa natrium-kalium ATPase di membrane basolateral. Gradien untuk pergerakan natrium ke dalam sel kemudian menyediakan energy untuk menggerakkan ion hidrogen dalam arah yang berlawanan dari dalam sel ke dalam lumen tubulus.

Ion bikarbonat yang dihasilkan di dalam sel kemudian bergerak turun melintasi membrane basolateral ke dalam cairan interstisial ginjal dan kapiler peritubular. Hasil akhirnya adalah bahwa untuk setiap ion hidrogen yang disekresikan ke dalam lumen tubulus, satu ion bikarbonat masuk ke dalam darah (Guyton, 1997: 491).

Reabsorpsi ion Bikarbonat yang Disaring

Ion-ion bikarbinat tidak mudah menembus membran luminal sel-sel tubulus ginjal; oleh Karena itu, ion-ion bikarbonat yang disaring oleh glomerulus tidak dapat direabsorpsi secara langsung. Sebaliknya, bikarbonat direabsorpsi melalui proses khusus di mana bikarbonat pertama kali bergabung dengan ion hidorge untuk membentuk H2CO3, yang akhirnya menjadi CO2 dan H2O (Guyton, 1997:492).

Gambar 2-1. Reabsorpsi ion bikarbonat di berbagai segmen tubulus ginjal.

Sumber: Guyton, Arthur C., John E. Hall. 1996. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia: W.B. Saunders.

Reabsorpsi ion-ion bikarbonat ini diawali oleh reaksi di dalam tubulus antara ion-ion bikarbonat yang disaring pada glomerulus dan ion-ion hidrogen yang disekresi oleh sel-sel tubulus. H2CO3 yang terbentuk kemudian berdisosiasi menjadi H2O dan CO2. CO2 dapat bergerak dengan mudah melewati membrane tubulus; oleh karena itu, CO2 segera berdifusi masuk ke dalam sel tubulus, tempa CO2 bergabung kembali dengan H2O, di bawah pengaruh karbonik anhydrase, untuk menghasilkan molekul H2CO3 yang baru. H2CO3 ini kemudian berdisosiasi membentuk ion bikarbonat dan ion hidrogen; ion bikarbonat kemudian berdifusi melalu membrane basolateral ke dalam cairan interstisial dan dibawa naik ke darah kapiler peritubular. Efek bersih dari reaksi ini adalah reabsorpsi ion-ion bikarbonat dari tubulus, walaupun ion-ion bikarbonat yang sebenarnya memasuki cairan ekstraseluler tidak sama dengan yang disaring ke dalam tubulus.

Produksi Ion Bikarbonat Baru

Bila ion-ion hidrogen disekresikan dalam kelebihan bikarbonat yang difiltrasi ke dalam cairan tubulus, hanya sebagian kecil dari dari kelebihan ion hidrogen ini yang dapat diekskresikan dalam bentuk ion dalam urin. Alasan untuk hal ini adalah bahwa pH minimal urin adalah sekitar 4,5, berhubungan dengan konsentrasi ion hidrogen 10-4,5 mEq/liter, atau 0,03 mEq/liter.

Jadi, dalam setiap liter urin yang dibentuk, maksimum ion hidrogen bebas yang dapat diekskresikan hanya sekitar 0,03 miliekuivalen. Untuk mengekskresikan 80 mEq asam yang tidak menguap yang dibentuk oleh metabolismeee setiap harinya, sekitar 2667 liter urin akan diekskresikan (Guyton, 1997: 491).

Gambar 2-2. Penyanggaan ion hydrogen yang disekresi oleh fosfat yang disaring (NaHPO4-).

Sumber: Guyton, Arthur C., John E. Hall. 1996. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia: W.B. Saunders.

Ekskresi sejumlah besar ion hidrogen dalam urin tersebut dicapai dengan menggabungkannya dengan penyangga dalam cairan tubulus. Penyangga yang paling penting adalah penyangga fosfat dan penyangga ammonia.

Pembentukan Bikarbonat Baru oleh Sistem Penyangga Fosfat

Sistem penyangga fosfat terdiri dari HPO42- dan H2PO4-. Keduanya menjadi pekat di dalam cairan tubulus akibat reabsorpsinya yang relatif buruk dan akibat reabsorpsi air dari cairan tubulus. Oleh karena itu, walaupun fosfat bukan merupakan penyangga cairan ekstraselular yang penting, fosfat jauh lebih efektif sebagai penyangga dalam cairan tubulus (Sloane,2003:338).

Faktor lain yang membuat fosfat menjadi penting adalah kenyataan bahwa pK sistem ini sebesar 6,8. Pada kondisi normal, urin sedikit asam dan pH urin mendekati pK sistem penyangga fosfat. Oleh karena itu, di dalam tubulus, sistem penyangga fosfat secara normal berfungsi mendekati kisaran pH-nya yang paling efektif.

Selama terdapat kelebihan ion bikarbonat dalam cairan tubulus, kebanyakn ion hidrogen yang diekskresikan bergabung dengan ion bikarobonat tersebut. Akan tetapi, ketika ion bikarbonat telah direabsorpsi dan tidak ada lagi yang tersedia untuk berikatan dengan ion hidrogen, setiap kelebihan ion hidrogen tersebut dapat bergabung dengan H2PO4-dan penyangga tubulus lainnya. Setelah ion hidrogen bergabung dengan HPO42- untuk membentuk H2PO4-, ion hidrogen dapat diekskresikan sebagai garam natrium (NAH2PO4), dengan membawa serta kelebihan hidrogen.

Pada keadaan ini, ion bikarbonat yang dihasilkan dalam sel tubulus dan yang memasuki darah peritubular lebih menghasilkan peningkatan bikarbonat darah, daripada hanya penggantian bikarbonat yang disaring. Oleh karena itu, kapanpun ion hidrogen yang disekresikan ke dalam lumen tubulus bergabung dengan suatu penyangga selain bikarbonat, hasil akhirnya adalah penambahan ion bikarbonat baru ke dalam darah. Hal ini menunjukkan salah satu mekanisme di mana ginjal mampu melengkapi penyimpanan bikarbonat cairan ekstraselular.

Pada kondisi normal, kebanyakan fosfat yang disaring akan direabsorpsi dan hanya sekitar 30-40 mEq/hari untuk menyangga ion hidrogen. Oleh karena itu, sebagian besar penyanggaan untuk kelebihan ion hidrogen dalam cairan tubulus pada keadaan asidosis terjadi melalui sistem penyangga ammonia.

Pembentukan Bikarbonat Baru oleh Sistem Penyangga Amonia

Sistem penyangga ini lebih penting secara kuantitatif dibandingkan sistem penyangga fosfat yang terdiri atas ammonia (NH3) dan ammonium (NH4). Ion ammonium disintesis dari glutamin, yang secara aktif ditranspor ke dalam sel epitel tubulus proksimal, cabang tebal asenden ansa Henle, dan tubulus distal.

Ketika berada di dalam sel, setiap molekul glutamin dimetabolismeeee untuk membentuk dua ion NH4+ dan dua ion HCO3-. NH4+ diekskresikan ke dalam lumen tubulus melalui mekanisme transport imbangan sebagai pertukaran dengan ion natrium yang direabsorpsi. HCO3- bergerak melewati membrane basolateral bersama dengan ion natrium yang direabsorpsi ke dalam cairan interstisial dan diambil oleh kapiler peritubular. Jadi, untuk setiap molekul glutamin yang dimetabolismeeee di dalam tubulus proksimal dua ion NH4+ disekresikan ke dalam urin dan dua ion HCO3- direabsorpsi ke dalam darah. HCO3- yang dihasilkan oleh proses ini membentuk bikarbonat baru.

Gambar 2-3. Penyanggan ion hydrogen oleh ammonia (NH3) dalam tubulus koligentes.

Sumber: Guyton, Arthur C., John E. Hall. 1996. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia: W.B. Saunders.

Dalam tubulus koligentes, penambahan ion NH4+ ke cairan tubulus terjadi melalui mekanisme yang berbeda. Di sini, ion hidrogen diskresikan oleh membrane tubulus ke dalam lumen, tempat ion-ion ini akan bergabung dengan ammonia (NH3) untuk membentuk NH4+ yang kemudian akan diekskresikan. Duktus koligentes bersifat permeable untuk NH3, akan tetapi membrane luminalnya kurang permeaabel terhadap NH4+. Oleh karena itu, ketika ion hidrogen sudah bereaksi dengan NH3 membentuk NH4+, maka NH4+ akan terperangkap di dalam lumen tubulus dan dikeluarkan dalam urin. Untuk setiap NH4+ yang diekskresikan, dihasilkan HCO3- yang baru dan ditambahkan ke darah (Guyton, 1997: 492).

Koreksi Asidosis dan Alkalosis oleh Ginjal

Koreksi Asidosis oleh Ginjal

Asidosis terjadi ketika rasio HCO3- dan CO2 dalam cairan ekstraseluler menurun, sehingga menyebabkan penurunan pH. Bila rasio ini menurun akibat penurunan HCO3-, asidosis disebut asidosis metabolik. Bila pH turun karena peningkatan pCO2 , asidosis ini disebut asidosis respiratorik (Sloane, 2003: 339).

Tanpa menghiraukan apakah asidosis adalah respiratorik atau metabolik, kedua kondisi ini menyebabkan penurunan rasio ion bikarbonat terhadap ion hidrogen di dalam cairan tubulus ginjal. Akibatnya, terdapat kelebihan ion hidrogen di dalam tubulus ginjal. Hal ini menyebabkan reabsorpsi ion bikarbonat yang menyeluruh dan masih menyisakan ion-ion hidrogen tambahan yang tersedia untuk bergabung dengan penyangga urin, NH4+ dan HPO42-. Jadi pada asidosis, ginjal mereabsorpsi semua bikarbonat yang disaring dan menyumbangkan bikarbonat baru melalui pembentukan NH4+ dan asam tertitrasi. Asam tertitrasi adalah sisa penyangga non bikarbonat, non NH4+ yang diskresikan ke dalam urin.

Pada asidosis respiratorik, terdapat penurunan pH, peningkatan konsentrasi ion hidrogen ekstraseluler, dan peningkatan tekanan CO2 , yang merupakan penyebab awal asidosis. Respon kompensasi adalah peningkatan HCO3- plasma, yang disebabkan oleh penambahan bikarbonat baru ke dalam cairan ekatraselular oleh ginjal. Peningkatan HCO3- membantu mengimbangi peningkatan tekanan CO2 , sehingga mengembalikan pH plasma kembali normal.

Pada asidosis metabolik juga terdapat penurunan pH dan peningkatan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraselular. Akan tetapi, pada keadaan ini, gangguan utama adlah penurunan HCO3- plasma. Kompensasi primer adalah dengan meningkatkan kecepatan ventilasi yang akan mengurangi tekanan CO2 . Sedangkan kompensasi dari sistem ginjal adalah dengan menambah bikarbonat baru ke cairan ekstraselular, sehingga membantu meminimalkan penurunan awal konsentrasi HCO3- ekstraselular .

Koreksi Alkalosis Oleh Ginjal

Guyton (1997:495) menyebutkan bahwa respon kompensasi terhadap alkalosis pada dasarnya berlawanan dengan reson kompensasi yang terjadi pada kondisi asidosis. Pada alkalosis, rasio HCO3- terhadap CO2 di dalam cairan ekstraseluler menigkat, menyebabkan peningkatan pH. Efek akhir dari mekanisme kompensasi ini adalah kelebihan ion bikarbonat yang tidak dapat direabsorpsi dari tubulus yang kemudian akan diekskresikan ke dalam urin. Jadi, pada alkalosis, bikarbonat dikeluarkan dari cairan ekstraselular melalui ekskresi ginjal, yang mempunyai efek yang sama seperti dengan penambahan ion hidrogen terhadap cairan ekstraselular. Ini membantu mengembalikan konsentrasi ion hidrogen dan pH kembali normal.

Pada alkalosis repiratorik, terdapat peningkatan pada pH cairan ekstraselular dan penurunan pada konsentrasi ion hidrogen. Penyebab dari alkalosis adalah penurunan tekanan CO2 plasma yang disebabkan oleh hiperventilasi. Pengurangan tekanan CO2 kemudian menimbulkan kecepatan sekresi ion hidrogen oleh tubulus ginjal sehingga jumlah ion hidrogen di dalam cairan tubulus ginjal juga berkurang. Akibatnya, tidak tersedia ion yang cukup untuk bereaksi dengan semua HCO3-yang disaring. Oleh karena itu, HCO3-yang tidak dapat bereaksi dengan ion hidrogen tersebut tidak direabsorpsi dan diekskresikan dalam urin. Hal ini menghasilkan penurunan konsentrasi ion HCO3- plasma dan koreksi alkalosis. Oleh karena itu, respon kompensasi terhadap pengurangan tekanan CO2 primer pada alkalosis respiratorik adalah pengurangan konsentrasi bikarbonat plasma, yang disebabkan oleh peningkatan ekskresi bikarbonat oleh ginjal.

Pada alkalosis metabolik, juga terdapat peningkatan pH plasma dan penurunan konsentrasi ion hidrogen. Akan tetapi, penyebab alkalosis metabolik adalah peningkatan konsentrasi ion bikarbonat cairan ekstraselular. Keadaan ini dikompensasi sebagian oleh pengurangan kecepatan pernapasan yang meningkatkan tekanan CO2 dan membantu mengembalikan pH cairan ekstraselular menuju normal. Selain itu, peningkatan konsentrasi bikarbonat dalam cairan ekstraselular menimbulkan peningkatan muatan yang difiltrasi, yang kemudian menyebabkan kelebihan ion bikarbonat melebihi ion hidrogen yang disekresikan dalam cairan tubulus ginjal. Kelebihan ion bikarbonat di dalam cairan tubulus gagal untuk direabsorpsi karena mereka tidak memiliki ion hidrogen untuk bereaksi dengannya, dan oleh karena itu mereka diekskresikan dalam urin. Pada alkalosis metabolik, kompensasi utama adalah penurunan ventilasi sehingga akan meningkatkan tekanan CO2 . Selain itu, juga terjadi peningkatan ekskresi bikarbonat di ginjal yang membantu mengkompensasi peningkatan awal konsentrasi ion bikarbonat ekstraselular.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

pH menggambarkan secara tepat konsentrasi ion hidrogen. Oleh karena itu, dalam membahas keseimbangan pH tubuh, berarti kita membahas keseimbangan konsentrasi ion hydrogen di dalam tubuh.Ginjal mengatur konsentrasi ion hydrogen di dalam tubuh untuk mencegah terjadinya asidosis maupun alkalosis dengan mengekskresikan urin asam atau urin alkali, sehingga menyesuaikan kembali kondisi ion hidrogen di dalam cairan tubuh menuju normal ketika terjadi kondisi alkalosis atau asidosis. Ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraselular melalui tiga mekanisme dasar, yaitu: sekresi ion-ion hydrogen, reabsorpsi ion-ion bikarbonat yang disaring, dan dengan memproduksi ion-ion bikarbonat baru.Asidosis terjadi ketika rasio HCO3- dan CO2 dalam cairan ekstraseluler menurun, sehingga menyebabkan penurunan pH.Pada asidosis, ginjal mereabsorpsi semua ion bikarbonat yang disaring dan menyumbangkan dan menyumbangkan bikarbonat baru melalui pembentukan NH4+ dan asam tertitrasi. Mekanisme ini akan meningkatkan pH tubuh menuju nilai normalnya.Pada alkalosis, rasio HCO3- terhadap CO2 di dalam cairan ekstraseluler meningkat, sehingga menyebabkan peningkatan pH.Pada alkalosis, bikarbonat dikeluarkan dari cairan ekstraselular melalui ekskresi ginjal, sehingga dapat menurunkan pH.

KEPUSTAKAAN

Ganong, F. William. 1995. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Guyton, Arthur C, John E. Hall. 1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta: EGC

Murray, Robert K., et al. 2000. Biokimia Harper. Jakarta: EGC

Scanlon, C. Valerie, Tina Sanders. 2007. Essential of Anatomy and Physiology. Philadelphia: F.A. Davis

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.