peran etika kedokteran dalam pemberian obat

32
PERAN ETIKA KEDOKTERAN DALAM PEMBERIAN TERAPI PADA PASIEN PENDAHULUAN Etika merupakan kajian mengenai moralitas - refleksi terhadap moral secara sistematik dan hati-hati dan analisis terhadap keputusan moral dan perilaku baik pada masa lampau, sekarang atau masa mendatang. Moralitas merupakan dimensi nilai dari keputusan dan tindakan yang dilakukan manusia. Bahasa moralitas termasuk kata-kata seperti ’hak’, ’tanggung jawab’, dan ’kebaikan’dan sifat seperti ’baik’ dan ’buruk’ (atau ’jahat’), ’benar’ dan ’salah’, ’sesuai’ dan ’tidak sesuai’. Menurut dimensi ini, etika terutama adalah bagaimana mengetahuinya (knowing), sedangkan moralitas adalah bagaimana melakukannya (doing). Hubungan keduanya adalah bahwa etika mencoba memberikan kriteria rasional bagi orang untuk menentukan keputusan atau bertindak dengan suatu cara diantara pilihan cara yang lain. Karena etika berhubungan dengan semua aspek dari tindakan dan keputusan yang diambil oleh manusia maka etika merupakan bidang kajian yang sangat luas dan kompleks dengan berbagai cabang dan subdevisi. Etika kedokteran, salah satu cabang dari etika yang berhubungan dengan masalah-masalah moral yang timbul dalam praktek pengobatan. Etika kedokteran sangat terkait namun tidak sama dengan bioetika (etika biomedis). Etika kedokteran berfokus terutama dengan masalah yang muncul dalam praktik pengobatan sedangkan bioetika merupakan subjek yang sangat luas yang berhubungan dengan masalah-maslah moral yang muncul karena perkembangan dalam ilmu pengetahuan biologis yang lebih umum. Bioetika juga berbeda dengan etika kedokteran karena tidak memerlukan penerimaan dari nilai tradisional tertentu dimana hal tersebut merupakan hal yang mendasar dalam etika kedokteran . Sebagai suatu disiplin ilmu, etika kedokteran telah

description

penjelasan tentang etika yang berlaku di kedokteran dalam pemberian obat

Transcript of peran etika kedokteran dalam pemberian obat

PERAN ETIKA KEDOKTERAN DALAM PEMBERIAN TERAPI PADA PASIEN

PENDAHULUAN

Etika merupakan kajian mengenai moralitas - refleksi terhadap moral secara sistematik dan hati-hati dan analisis terhadap keputusan moral dan perilaku baik pada masa lampau, sekarang atau masa mendatang. Moralitas merupakan dimensi nilai dari keputusan dan tindakan yang dilakukan manusia. Bahasa moralitas termasuk kata-kata seperti hak, tanggung jawab, dan kebaikandan sifat seperti baik dan buruk (atau jahat), benar dan salah, sesuai dan tidak sesuai. Menurut dimensi ini, etika terutama adalah bagaimana mengetahuinya (knowing), sedangkan moralitas adalah bagaimana melakukannya (doing). Hubungan keduanya adalah bahwa etika mencoba memberikan kriteria rasional bagi orang untuk menentukan keputusan atau bertindak dengan suatu cara diantara pilihan cara yang lain. Karena etika berhubungan dengan semua aspek dari tindakan dan keputusan yang diambil oleh manusia maka etika merupakan bidang kajian yang sangat luas dan kompleks dengan berbagai cabang dan subdevisi. Etika kedokteran, salah satu cabang dari etika yang berhubungan dengan masalah-masalah moral yang timbul dalam praktek pengobatan. Etika kedokteran sangat terkait namun tidak sama dengan bioetika (etika biomedis). Etika kedokteran berfokus terutama dengan masalah yang muncul dalam praktik pengobatan sedangkan bioetika merupakan subjek yang sangat luas yang berhubungan dengan masalah-maslah moral yang muncul karena perkembangan dalam ilmu pengetahuan biologis yang lebih umum. Bioetika juga berbeda dengan etika kedokteran karena tidak memerlukan penerimaan dari nilai tradisional tertentu dimana hal tersebut merupakan hal yang mendasar dalam etika kedokteran . Sebagai suatu disiplin ilmu, etika kedokteran telah mengembangkan ragam kata tersendiri termasuk beberapa istilah yang dipinjam dari filsafat.

ETIKA PROFESI KEDOKTERAN

Secara garis besar, bioetika itu adalah suatu kajian kritis yang bersifat interdisipliner (berhubungan antar cabang ilmu pengetahuan) yang mengkaji perilaku manusia, dampak, masalah-masalah atau isu-isu etis, sosial, hukum, kependudukan, lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal yang dikaji timbul sebagai akibat perkembangan dan kemajuan dalam ilmu-ilmu biologi dan ilmu serta teknologi kedokteran, dan penerapan semua itu pada kehidupan dan pelayanan kesehatan manusia.Praktik kedokteran Indonesia mengacu pada 4 kaidah dasar moral(bioetika), yaitu :1. Beneficence

Beneficence atau sering diartikan berbuat baik. Dalam arti prinsip ini bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam kesehatan(patient walfare). Beneficence membawa arti menyediakan kemudahan dan kesenangan kepada pasien seperti mengambil langkah positif untuk memaksimalisasi akibat baik daripada akibat buruk.

Contoh-contoh tindakan berbuat baik (beneficence) :

General beneficence :

Melindungi dan mempertahankan hak yang lain

Mencegah terjadi kerugian pada yang lain

Menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain

(Specific beneficence : Menolong orang cacat Menyelamatkan orang dari bahaya

Ciri-ciri Beneficence :

Mengutamakan altruism (mementingkan kepentingan pasien) Memandang pasien atau keluarga bukanlah bukanlah suatu tindakan tidak hanya menguntungkan dokter

Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan suatu keburukannya

Menjamin kehidupan baik-minimal manusia

Memaksimalisasi pemuasan kebahagiaan pasien

Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan

Memberikan suatu resep obat yang murah2. Non-Maleficence :

Non-Malaficence atau tidak berbuat yang merugikan. Dalam prinsip ini seorang dokter tidak berbuat suatu hal yang dapat merugikan pasien. Dan praktik kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya. Dalam hal ini juga haruslah doktern mendahulukan yang darurat. Prinsip non-maleficence ini, yaitu primum non nocere dan first, do no harm. Prinsip-prinsip ini menjadi suatu kewajiban bila tindakan dokter tersebut paling efektif.

Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien, seperti :

Tidak boleh berbuat jahat atau membuat derita pasien

Minimalisasi akibat buruk

Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal :

Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang penting

Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan

Tindakan dokter terbukti efektif

Manfaat bagi pasien lebih besar daripada kerugian dokter

Ciri-ciri Non-Maleficence :

Menolong pasien emergensi

Mengobati pasien yang luka

Tidak memandang psasien sebagai objek

Melindungi pasien dari serangan

Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter

Tidak membahayakan pasien karena kelalaian

Tidak melakukan White Collar Crime dalam bidang kesehatan

3. Autonomy

Autonomy atau menghormati martabat manusia. Di dalam prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia. Setiap pasien harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi(hak menentukan nasib sendiri). Dalam hal imi pasien diberikan hak untuk berpikir secara logis dan membuat keputusan sendiri. Dan jika ada pasien yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan. Autonomy bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela, dan membiarkan pasien demi dirinya sendiri.

Di dalam pandangan Kant : otonomi kehendak = otonomi moral, yaitu kebebasan bertindak, memutuskan dan menentukan nasib sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan atau campur-tangan pihak lain, suatu motivasi dari dakam berdasar prinsip rasional atau self-legislation dari manusia. Kaidah dari autinomy adalah Tell the truth, maksudnya hormatilah hak privasi, lindungi informasi, dan mintalah consent untuk intervensi diri pasien, serta bantulah dalam membuat keputusan penting.

Ciri-ciri Autonomy :

Menghargai hak menentukan nasib sendiri

Berterus terang menghargai privasi

Menjaga rahasia pasien

Melaksanakan Informed Consent

4. Justice

Justice atau keadilan. Di dalam prinsip ini seorang dokter memperlakukan sama rata dan adil terhadap kebahagiaan dan kenyamanan pasien. Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta perbedaan gender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter. Memberi perlakuan sama untuk setiap orang :

Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari kebutuhan mereka.

Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur dengan kemampuan merekaTujuan : menjamin nilai tak berhingga setiap pasien sebagai makhluk berakal budi, khususnya yang hak dan yang baik.

Ciri-ciri Justice dalam kasus kedokteran :

Memberlakukan segala sesuatu secara universal

Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan

Menghargai hak sehat pasien

Menghargai hak hukum pasien

Kaidah-kaidah dasar etika atau bioetik pada prinsipnya haruslah spesifik, dan pada praktiknya, satu prinsip dapat dibersamakan dengan prinsip yang lain. Tapi di dalam beberapa kasus kedokteran, karena kondisi berbeda satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain.

KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIAKewajiban UmumPasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter

Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran yang tertinggi.

Pasal 3

Dalam melaksanakan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi.

Pasal 4

Perbuatan berikut dipandang bertentangan dengan etika:

a) Setiap perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri.

b) Secara sendiri atau bersama-sama menerapkan pengetahuan dan ketrampilan kedokteran dalam segala bentuk, tanpa kebebasan profesi.

c) Menerima imbalan selain daripada yang layak sesuai dengan jasanya, kecuali dengan keikhlasan, sepengetahuan dan atau kehendak penderita.

Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan mahluk insani, baik jasmani maupun rohani, hanya diberikan untuk kepentingan penderita.

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam menngumumkan dan menerapkan setiap penemuan tehnik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya.

Pasal 7

Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan kebenarannya.

Pasal 8

Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus mengutamakan/ mendahulukan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya.

Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat harus memelihara saling pengertian sebaik-baiknya.

Kewajiban Dokter terhadap Pasien Pasal 10

Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup mahluk insani.

Pasal 11

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu melakukan sesuatu pemeriksaan atau pengobatan, maka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 12

Setiap dokter harus memberi kesempatan kepada penderita agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasihatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Pasal 13

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.

Pasal 14

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

Kewajiban Dokter terhadap Teman SejawatPasal 15

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagai mana ia sendiri ingindiperlakukan.

Pasal 16

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih penderita dari teman sejawatnya, tanpa persetujuannya.

Kewajiban Dokter terhadap Diri SendiriPasal 17

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal 18

Setiap dokter hendaklah senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tetap setia kepada cita citanya yang luhur.

Penutup Pasal 19

Setiap dokter harus berusaha dengan sungguh sungguh menghayati dan mengamalkannya dalam pekerjaan sehari hari Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) hasil Musyawarah Kerja Nasional Etika Kedokteran II, demi untuk mengabdi kepada masyarakat, bangsa dan Negara.

Kode Etik Kedokteran Indonesia (Lampiran SK Menkes no. 434/MENKES/SK/X/1983 tanggal 28 Oktober 1983).

PETUNJUK MEDIKOLEGAL DALAM PELAYANAN KESEHATAN Persetujuan PengobatanPraktisi medis dituntut memberikan informasi pada pasien mereka agar pasien mampu memahami : Pilihan pengobatan mereka Konsekuensi yang dapat diperkirakan dan efek samping dari setiap terapi atau intervensi yang diusulkan Konsekuensi jika tidak berproses dengan pengobatan

Praktisi medis memberi nasehat pada pilihan klinis terbaik dan alasan mereka untuk opini profesional tersebut

Rekam Medis

Praktisi medis diharuskan menyimpan dengan akurat, rekaman perawatan yang telah diberikan pada pasien.

Kerahasiaan dalam hubungan dokter-pasien

Kerahasiaan adalah landasan hubungan dokter-pasien. Sebagai prinsip umum, pasien memiliki hak mengharapkan praktisi medis tidak akan menyingkap informasi yang didapat dari pasien dalam rangka hubungan dokter-pasien tanpa ijin dari pasien.

Pengecualian terhadap Kerahasiaan

Jika pasien setuju untuk diungkapkan

Dengan persetujuan seseorang yang berhak bertindak atas nama pasien

Anggota keluarga

Ketika informasi klinis perlu dibagi diantara tim yang melakukan pengobatan

Untuk jaminan kualitas dan evaluasi pelayanan kesehatan

Kelahiran

Kematian

Wajib melaporkan penganiayaan anak-anak

Pemberitahuan penyakit infeksi kepada otoritas yang berhubungan

Kebugaran untuk mengendarai kendaraan bermotor

Contoh darah setelah kecelakaan

Pemenuhan surat perintah pencarian

Pemberitahuan praktisi kesehatan yang kecacatan kesehatannya dapat membahayakan publik

Sertifikasi orang dengan penyakit mental

Panggilan tertulis untuk tampil di pengadilan

Resiko serius untuk dirinya dan orang lain

Pengungkapan terhadap otoritas pemerintah

Permintaan pihak ketiga untuk penilaian atau laporan untuk pengadilan

Menyediakan laporan sebagaimana yang diminta pihak ketiga merupakan bagian penting pada praktek medis kontemporer. Hal itu juga merupakan satu dari banyak pengalaman praktisi medis sebagai gangguan terhadap kewajiban klinis mereka.

Praktisi medis yang diminta untuk memberikan laporan mungkin saja sebagai seorang dokter biasa yang mengobati pasien, atau diminta sebagai ahli independen untuk menilai pasien dan memberikan opini dan/atau rekomendasi tentang permasalahan semisal kebugaran untuk kembali bekerja. Kunci permasalahannya adalah bahwa laporan seperti itu ditulis sebagai permintaan pihak ketiga dan biasanya dibayar oleh pihak tersebut.

Pihak ketiga yang mencari laporan mungkin saja perusahaan asuransi, pemberi kerja pasien, otoritas menurut undang-undang, polisi, praktisi hukum, dan pengadilan.

Surat Keterangan Medis

Praktisi medis diminta untuk menyediakan sertifikat (surat keterangan) untuk tujuan berbeda-beda surat keterangan sakit, surat keterangan kembali bekerja, kemampuan tubuh untuk mengendarai kendaraan dan surat keterangan kematian dan lain-lain.

Biasanya surat sakit berisi:

- Nama dan alamat praktisi medis yang mengeluarkan surat keterangan

- Nama pasien

- Tanggal surat keterangan dibuat

- Tanggal dimana pasien tidak merasa sehat untuk bekerja

- Penjelasan tambahan tentang bantuan terhadap pekerja dalam memperoleh citu yang sesuai, khususnya jika terdapat pertentangan untuk kapan surat keterangan dibuat dan tanggal pada sura keterangan.

KOMUNIKASI DAN PERSETUJUAN

Persetujuan yang berdasarkan pengetahuan merupakan salah satu konsep inti etika kedokteran saat ini. Hak pasien untuk mengambil keputusan mengenai perawatan kesehatan mereka telah diabadikan dalam aturan hukum dan etika di seluruh dunia. Deklarasi Hak-hak Pasien dari WMA menyatakan:

Pasien mempunyai hak untuk menentukan sendiri, bebas dalam membuat keputusan yang menyangkut diri mereka sendiri. Dokter harus memberi tahu pasien konsekuensi dari keputusan yang diambil. Pasien dewasa yang sehat mentalnmya memiliki hak untuk memberi ijin atau tidak memberi ijin terhadap prosedur diagnosa maupun terapi. Pasien mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusannya. Pasien harus paham dengan jelas apa tujuan dari suatu tes atau pengobatan, hasil apa yang akan diperoleh, dan apa dampaknya jika menunda keputusan.

Kondisi yang diperlukan agar tercapai persetujuan yang benar adalah komunikasi yang baik antara dokter dengan pasien. Jika paternalisme medis adalah suatu yang normal, maka komunikasi adalah suatu yang mudah karena hanya merupakan perintah dokter dan pasien hanya menerima saja terhadap suatu tindakan medis. Saat ini komunikasi memerlukan sesuatu yang lebih dari dokter karena dokter harus memberikan semua informasi yang diperlukan pasien dalam pengambilan keputusan. Ini termasuk menerangkan diagnosa medis, prognosis, dan regimen terapi yang konpleks dengan bahasa sederhana agar pasien paham mengenai pilihan-pilihan terapi yang ada, termasuk keuntungan dan kerugian dari masing-masing terapi, menjawab semua pertanyaan yang mungkin diajukan, serta memahami apapun keputusan pasien serta alasannya. Ketrampilan komunikasi yang baik tidak dimiliki begitu saja namun harus dibangun dan dijaga dengan usaha yang disadari penuh dan direview secara periodik.

Dua hambatan besar dalam komunikasi dokter-pasien yang baik adalah perbedaan budaya dan bahasa. Jika dokter dan pasien tidak berbicara dalam bahasa yang sama maka diperlukan seorang penterjemah. Sayangnya dalam banyak situasi tidak ada penterjemah yang memadahi dan dokter harus mencari orang yang tepat untuk pekerjaan ini.

Budaya dapat memunculkan masalah dalam komunikasi karena perbedaan pemahaman budaya tentang penyebab, dan sifat dari penyakit dapat menyebabkan pasien tidak paham terhadap diagnosis dan perawatan yang diberikan. Dalam situasi seperti ini dokter harus membuat segala usaha yang mungkin untuk dapat memahamkan pasien terhadap kesehatan dan penyembuhan serta mengkomunikasikan saran-sarannya kepada pasien sebaik mungkin.

Jika dokter berhasil mengkomunikasikan semua informasi yang diperlukan oleh pasien dan jika pasien tersebut ingin mengetahui diagnosa, prognosis, dan pilihan terapi yang dijalani, maka kemudian pasien akan berada dalam posisi dapat membuat keputusan berdasarkan pemahamannya tentang bagaimana menindaklanjutinya. Walaupun istilah ijin mengandung pengertian menerima perlakuan yang diberikan, namun konsep ijin berdasarkan pengetahuan dan pemahaman juga bermakna sama dengan penolakan terhadap terapi atau memilih diantara beberapa alternatif terapi.

Pasien yang kompeten mempunyai hak untuk menolak perawatan, walaupun penolakan tersebut dapat menyebabkan kecacatan atau kematian. Bukti adanya ijin dapat eksplisit atau emplisit. Ijin eksplisit diberikan secara lisan atau tertulis. Ijin implisit jika pasien mengindikasikan kemauannya untuk menjalani prosedur atau tindakan tertentu melalui perilakunya. Contohnya ijin untuk venipuncture (suntikan pada pembuluh vena) secara implisit diberikan melalui tindakan memberikan lengannya. Untuk tindakan yang dapat menimbulkan resiko atau melibatkan ketidak nyamanan yang tidak ringan, lebih baik mendapat ijin eksplisit bukan ijin implisit.

Ada dua perkecualian syarat untuk mendapatkan ijin berdasarkan pemahaman oleh pasien yang kompeten:

Keadaan dimana pasien memberikan secara sukarela hak pengambilan keputusan kepada dokter atau pihak ketiga. Karena kompleksitas masalah atau karena pasien percaya sepenuhnya kepada penilaian dokter, maka pasien dapat saja mengatakan Lakukan apa yang menurut anda yang terbaik. Dokter tidak boleh terlalu berani bertindak karena mendapat permintaan seperti itu, namun harus tetap memberi pasien informasi dasar mengenai pilihan tindakan yang ada dan tetap menyemangati pasien untuk mengambil keputusan sendiri. Namun setelah diberitahu dan didorong paisen tetap menyerahkan keputusan kepada dokter, dokter harus bertindak berdasarkan kepentingan terbaik pasien.

Keadaan dimana penyampaian informasi kepada pasien dapat menyakiti pasien. Konsep therapeutic privilege (hak istimewa terapi) dapat digunakan dalam kasus tersebut dimana dokter diijinkan menyimpan informasi medis jika ternyata menyampaikannya dapat membahayakan atau menyakiti pasien secara emosional, psikologi, fisik dirinya atau orang lain; seperti jika pasien dapat melakukan tindakan bunuh diri jika diagnosa ternyata mengindikasikan adanya penyakit stadium terminal. Hak istimewa ini sangat mungkin disalahgunakan, sehingga dokter hanya boleh menggunakannya dalam keadaan yang ekstrim. Dokter harus mengawali dengan anggapan bahwa semua orang pasien dapat menghadapi semua fakta dan tetap mencoba terbuka terhadap kasus-kasus dimana dokter menganggap bahwa akan lebih membahayakan jika mengatakan kebenaran disbanding tidak mengatakannya.

Dalam beberapa budaya masih dianut bahwa dokter tidak harus memberitahukan informasi kepada pasien dengan diagnosis penyakit stadium terminal. Hal tersebut dikarenakan dirasa akan menyebabkan pasien putus asa dan menyebabkan sisa hidupnya lebih menderita dibanding jika masih ada harapan untuk sembuh. Hampir di seluruh dunia sangat umum kita jumpai bahwa anggota keluarga pasien meminta dokter untuk tidak mengatakan kepada pasien bahwa mereka sekarat. Dokter haruslah sensitif terhadap budaya dan juga faktor-faktor personal saat memberitahukan kabar buruk, terlebih lagi yang menyangkut kematian.

Walaupun demikian hak pasien terhadap persetujuan tindakan berdasarkan pemahaman telah diterima lebih luas dan dokter memiliki tugas utama membantu pasien menggunakan hak tersebut.

Sejalan dengan perkembangan tren anggapan bahwa pelayanan kesehatan merupakan produk konsumen dan pasien adalah konsumen, pasien dan keluarganya secara teratur meminta akses terhadap pelayanan medis yang menurut pendapat dokter tidak tepat. Contohnya adalah permintaan antibiotik untuk infeksi virus sampai perawatan intensif pasien dengan otak yang sudah mati atau prosedur pembedahan atau pemberian obat-obatan yang menjajikan namun belum terbukti. Beberapa pasien mengklaim hak mendapatkan layanan medis apapun yang dirasa dapat menguntungkan mereka, dan sering dokter hanya menyetujuinya bahkan dokter yakin bahwa pilihan tersebut tidak memberikan keuntungan medis terhadap kondisi pasien.

Masalah ini dapat menjadi serius jika sumber terbatas dan memberikan tindakan yang sia-sia atau tidak menguntungkan terhadap seorang pasien berarti membiarkan pasien lain tidak terawat atau tidak menerima tindakan. Kesia-siaan dan hal yang tidak menguntungkan dapat dipahami bahwa dalam keadaan tertentu seseorang dapat menentukan bahwa suatu tindakan adalah sia-sia dan tidak menguntungkan secara medis karena tidak menawarkan harapan yang masuk akal terhadap kesembuhan atau perbaikan kondisi atau karena pasiennya secara permanen tidak dapat merasakan keuntungan yang diharapkan. Pada kasus yang lain manfaat dan keuntungan suatu tindakan hanya dapat ditentukan dengan referensi dari penilaian subjektif pasien mengenai kebaikan badannya secara keseluruhan. Aturan umum mengatakan, pasien sebaiknya dilibatkan dalam menentukan ketidak manfaatan/kesia-sian dalam kasusnya, kecuali dalam keadaan tertentu seperti diskusi-diskusi, mungkin tak sesuai untuk kebaikan pasien. Dokter tidak berkewajiban menawarkan kepada pasiennya tindakan sia-sia atau hal yang tidak menguntungkan.

Prinsipnya persetujuan tindakan berdasarkan pengetahuan (informed consent) berhubungan dengan hak pasien untuk memilih dari beberapa pilihan yang ditawarkan dokter. Sampai sejauh mana pasien dan keluarganya mempunyai hak terhadap suatu layanan kesehatan yang tidak direkomendasikan oleh dokter menjadi topik kontroversi yang besar dalam etika kedookteran, hukum, dan kebijakan publik. Sampai masalah ini diputuskan oleh pemerintah, penyedia asuransi kesehatan, dan/atau organisasi profesional, dokter secara pribadi harus menentukan apakah mereka harus setuju terhadap permintaan suatu tindakan yang tidak sesuai. Dokter harus menolak permintaan seperti itu jika yakin bahwa tindakan tersebut akan lebih membahayakan. Dokter harus juga tahu bahwa mereka mempunyai hak untuk menolak jika tindakan yang akan dilakukan sepertinya tidak akan memberikan kebaikan, atau bahkan membahayakan walaupun kemungkinan efek plasebo tidak dapat diabaikan. Jika sumbersumber daya yang terbatas menjadi masalah, dokter harus mengkonsultasikannya kepada pihak yang bertanggung jawab terhadap alokasi sumber daya tersebut.

Persetujuan Tindakan Kedokteran adalah pernyataan sepihak pasien atau yang sah mewakilinya yang isinya berupa persetujuan atas rencana tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang diajukan oleh dokter atau dokter gigi, setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan atau penolakan.

Suatu persetujuan dianggap sah apabila:

Pasien telah diberi penjelasan / informasi

Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten) untuk memberikan keputusan / persetujuan

Persetujuan harus diberikan secara sukarela

Seorang dianggap kompoten untuk memberikan persetujuan, apabila:

Mampu memahami informasi yang telah diberikan kepadanya dengan cara yang jelas, menggunakan bahasa yang sederhana dan tanpa istilah yang terlalu teknis.

Mampu mempercayai informasi yang telah diberikan.

Mampu mempertahankan pemahaman informasi tersebut untuk waktu yang cukup lama dan mampu menganalisisnya dan menggunakannya untuk membuat keputusan secara bebas.

Orang berusia 18 tahun atau lebih dapat tidak kompeten bila

Gangguan jiwa

Menderita nyeri hebat, syok, pengaruh obat tertentu atau keadaan kesehatan fisiknya.

Persetujuan pada individu yang tidak kompeten

Keluarga terdekat (suami atau istri, orang tua yang sah atau anaknya yang kompeten, saudara kandungnya)

Pengampu

Pada pasien yang tidak kompeten yang menghadapi keadaan gawat darurat medis, sedangkan yang sah mewakilinya member persetujuan tidak ditemukan, maka dokter dapat melakukan tindakan kedokteran demi kepentingan terbaik pasien. Penjelasan dapat diberikan kemudian

Orang yang dianggap memiliki tanggung jawab orang tua meliputi:

Orang tua si anak, yaitu apabila si anak lahir sebagai anak dari pasangan suami istri yang sah

Ibu si anak, yaitu apabila si anak lahir dari pasangan yang tidak sah sehingga si anak hanya memiliki hubungan perdata dengan si ibu.

Wali, orang tua angkat atau lembaga pengasuh yang sah berdasarkan UU No. 23 tahun 2004 tentang Perlindungan Anak

Orang yang secara adat/budaya dianggap sebagai wali si anak, dalam hal tidak terdapat yang memenuhi a, b dan c

KKI memberikan 12 kunci informasi yang sebaiknya diberikan kepada pasien:

1. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak diobati

2. Ketidakpastian tentang diagnosis

3. Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi kesehatannya, termasuk pilihan untuk tidak diobati

4. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan

5. Untuk setiap tindakan, diperlukan keterangan tentang kelebihan / keuntungan dan tingkat kemungkinan keberhasilannya, dan diskusi tentang kemungkinan risiko yang serius atau sering terjadi, dan perubahan gaya hidup sebagai akibat dari tindakan tersebut.

6. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih eksperimental

7. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan dimonitor atau dinilai kembali

8. Nama dokter yang bertanggung jawab secara keseluruhan untuk pengobatan tersebut

9. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau pendidikan, maka sebaiknya dijelaskan peranannya didalam rangkaian tindakan yang akan dilakukan

10. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap waktu

11. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari dokter lain

12. Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian biaya

Bagaimana cara memberikan informasi?

Informasi diberikan dalam konteks nilai, budaya dan latar belakang mereka.

Dapat menggunakan alat bantu, seperti leaflet atau bentuk publikasi lain

Tawarkan kepada pasien untuk membawa keluarga atau teman dalam diskusi atau membuat rekaman dengan tape recorder

Memastikan bahwa informasi yang membuat pasien tertekan agar diberikan dengan cara yang sensitif dan empati

Mengikutsertakan salah satu anggota tim pelayanan kesehatan dalam diskusi

Menjawab semua pertanyaan pasien dengan benar dan jelas

Memberikan cukup waktu bagi pasien untuk memahami informasi yang diberikan. Bagaimana pasien menyampaikan persetujuannya kepada dokter?

Persetujuan yang bersifat tersirat atau tidak dinyatakan (implied consent)

Persetujuan yang dinyatakan (express consent) Pasien dapat memberikan persetujuan dengan menyatakannya secara lisan (oral consent) ataupun tertulis (written consent) Menurut KKI persetujuan tertulis diperlukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut:

1. Bila tindakan terapetik bersifat kompleks atau menyangkut risiko atau efek samping yang bermakna

2. Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi

3. Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi kedudukan kepegawaian atau kehidupan pribadi dan sosial pasien

4. Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitianASPEK HUKUM TINDAKAN KEDOKTERAN

Pasal 45 UU RI No.29 tahun 2004

1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan

2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap

3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 sekurangkurangnya mencakup:

a. diagnosis dan tata cara tindakan medisb. tujuan tindakan medis yang dilakukanc. alternatif tindakan lain dan risikonyad. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadie. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan

4. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat diberikan secara tertulis maupun lisan.

5. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.

6. Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 diatur dengan Peraturan Menteri

Pasal 17 Permenkes No.1419/Menkes/Per/IX/2005

1. Dokter atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi terlebih dahulu harus memberikan penjelasan kepada pasien tentang tindakan

kedokteran yang akan dilakukan.

2. Tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud ayat 1 harus mendapat persetujuan dari pasien.

3. Pemberian penjelasan dan persetujuan sebagaimana dimaksud ayat 1 dan ayat 2 dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan

Sanksi seorang dokter tidak memperoleh persetujuan tindakan kedokteran:

1. Sanksi pidana

penyerangan (assault)

kalau seorang dokter melakukan operasi kepada pasien tanpa persetujuan tindakan kedokteran dapat kena sanksi pidana Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.

2. Sanksi perdata

Pasal 1365 KUH Perdata

Pasal 1367 KUH Perdata

Pasal 1370 KUH Perdata

Pasal 1371 KUH Perdata

3. Sanksi Administratif

Pasal 69 UU RI No.29 tahun 2004

1. Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter, dokter gigi dan Konsil Kedokteran Indonesia.

2. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin.

3. Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat berupa:

pemberian peringatan tertulis

rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik

kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi

Pasal 25 Permenkes No.1419/Menkes/Per/IX/2005

1. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif terhadap pelanggaran peraturan ini.

2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud ayat 1 dapat berupa peringatan lisan, tertulis sampai dengan pencabutan SIP.

3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam memberikan sanksi administratif sebagaimana dimaksud ayat 2 terlebih dahulu dapat mendengar pertimbangan organisasi profesi.

Pasal 26 Permenkes No.1419/Menkes/Per/IX/2005Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIP dokter dan dokter gigi:

Atas dasar keputusan MKDKI

STR dokter atau dokter dicabut oleh Konsil Kedokteran Indonesia

Melakukan tindakan pidana

PROSEDUR MEDIS PENANGANAN KARSINOMA KOLON TERMINAL

Screening dan Pencegahan ScreeningNational Cancer Institute (NCI), American College of Surgeons, American College of Physicians, dan American Cancer Society merekomendasikan pada pasien asymptomatic yang berumur 50 tahun atau lebih untuk dilakukan pemeriksaan sigmoidoskopi setiap 3 sampai 5 tahun. Screening dengan menggunakan kolonoskopi juga direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko sedang setiap 10 tahun. Screening kolonoskopi pada seseorang yang mempunyai risiko tinggi dengan riwayat keluarga yang menderita kanker kolorektal tetapi tidak ada bukti yang jelas dari FAP atau HNPCC harus mulai screening pada saat umur 40 tahun.2

PencegahanEndoskopiSigmoidoskopi atau kolonoskopi dapat mengidentifikasi dan mengangkat polip dan menurunkan insiden dari pada kanker kolorektal pada pasien yang menjalani kolonoskopi polipektomi. Bagaimanapun juga belum ada penelitian prospektif randomized clinical trial yang menunjukan bahwa sigmoidoskopi efektif untuk mencegah kematian akibat kanker kolorektal, meskipun penelitian trial untuk tes ini sedang dalam proses. Adanya polip pada rektosigmoid dihubungkan dengan polip yang berada diluar jangkauan sigmoidoskopi, sehingga pemeriksaan kolonoskopi harus dilakukan.

DietPeningkatan dari diet serat menurunkan insiden dari kanker pada pasien yang mempunyai diet tinggi lemak. Diet rendah lemak telah dijabarkan mempunyai efek proteksi yang lebih baik daripada diet tanpa lemak. The National Research Council telah merekomendasikan pola diet pada tahun 1982, Rekomendasi ini diantaranya :

a. menurunkan lemak total dari 40 ke 30% dari total kalori

b. meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung serat

c. membatasi makanan yang diasinkan, diawetkan dan diasapkan

d. membatasi makanan yang mengandung bahan pengawet

e. mengurangi konsumsi alkohol.

Non Steroid Anti Inflammation DrugPenelitian pada pasien familial poliposis dengan menggunakan NSAID sulindac dosis 150 mg secara signifikan menurunkan rata-rata jumlah dan diameter dari polip bila dibandingkan dengan pasien yang diberi plasebo. Ukuran dan jumlah dari polip bagaimanapun juga tetap meningkat tiga bulan setelah perlakuan dihentikan. Data lebih jauh menunjukkan bahwa aspirin mengurangi formasi, ukuran dan jumlah dari polip; dan menurunkan insiden dari kanker kolorektal, baik pada kanker kolorektal familial maupun non familial. Efek protektif ini terlihat membutuhkan pemakaian aspirin yang berkelanjutan setidaknya 325 mg perhari selama 1 tahun.2

Hormon Replacement Therapy (HRT)Penelitian oleh the Nurses Health Study yang melibatkan partisipan sebanyak 59.002 orang wanita postmenopouse menunjukkan hubungan antara pemakaian HRT dengan kanker kolorektal dan adenoma. Pemakaian HRT menunjukkan penurunan risiko untuk menderita kanker kolorektal sebesar 40%, dan efek protektif dari HRT menghilang antara 5 tahun setelah pemakaian HRT dihentikan.23

PenatalaksanaanPembedahanPembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas diterima sebagai penanganan kuratif untuk kanker kolorektal. Pembedahan kuratif harus mengeksisi dengan batas yang luas dan maksimal regional lymphadenektomi sementara mempertahankan fungsi dari kolon sebisanya. Untuk lesi diatas rektum, reseksi tumor dengan minimum margin 5 cm bebas tumor. Pendekatan laparaskopik kolektomi telah dihubungkan dan dibandingkan dengan tehnik bedah terbuka pada beberapa randomized trial. Subtotal kolektomi dengan ileoproktostomi dapat digunakan pada pasien kolon kanker yang potensial kurabel dan dengan adenoma yang tersebar pada kolon atau pada pasien dengan riwayat keluarga menderita kanker kolorektal.Eksisi tumor yang berada pada kolon kanan harus mengikutsertakan cabang dari arteri media kolika sebagaimana juga seluruh arteri ileokolika dan arteri kolika kanan. Eksisi tumor pada hepatik flexure atau splenic flexure harus mengikutsertakan seluruh arteri media kolika.Permanen kolostomi pada penderita kanker yang berada pada rektal bagian bawah dan tengah harus dihindari dengan adanya tehnik pembedahan terbaru secara stapling.Tumor yang menyebabkan obstruksi pada kolon kanan biasanya ditangani dengan reseksi primer dan anastomosis. Tumor yang menyebabkan obstruksi pada kolon kiri dapat ditangani dengan dekompresi.Tumor yang menyebabkan perforasi membutuhkan eksisi dari tumor primer dan proksimal kolostomi, diikuti dengan reanastomosis dan closure dari kolostomi.Terapi RadiasiTerapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari kanker.

Eksternal radiasi (external beam therapy) merupakan penanganan dimana radiasi tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi digunakan untuk membunuh sel kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk melindungi jaringan yang sehat disekitarnya. Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian radiasi hanya berlangsung beberapa menit.

Internal radiasi (brachytherapy, implant radiation) menggunakan radiasi yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada sel kanker. Substansi yang menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bisa dimasukkan dengan cara oral, parenteral atau implant langsung pada tumor. Internal radiasi memberikan tingkat radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat bila dibandingkan dengan eksternal radiasi, dan beberapa penanganan internal radiasi secara sementara menetap didalam tubuh.

Adjuvant KemoterapiKanker kolon telah banyak resisten pada hampir sebagian besar agen kemoterapi. Bagaimanapun juga kemoterapi yang diikuti dengan ekstirpasi dari tumor secara teoritis seharusnya dapat menambah efektifitas dari agen kemoterapi. Kemoterapi sangat efektif digunakan ketika kehadiran tumor sangat sedikit dan fraksi dari sel maligna yang berada pada fase pertumbuhan banyak. Obat kemoterapi bisa dipakai sebagai single agen atau dengan kombinasi, contoh : 5-fluorouracil (5FU), 5FU + levamisole, 5FU + leucovorin. Pemakaian secara kombinasi dari obat kemoterapi tersebut berhubungan dengan peningkatan survival ketika diberikan post operatif kepada pasien tanpa penyakit penyerta. Terapi 5FU + levamisole menurunkan rekurensi dari kanker hingga 39%, menurunkan kematian akibat kanker hingga 32%.Adjuvant Kemoterapi untuk Kanker Kolorektal Stadium IIIPenggunaan 5-FU + levamisole atau 5-FU + leucovorin telah menurunkan insiden rekurensi sebesar 41% pada sejumlah prospektif randomized trial. Terapi selama satu tahun dengan menggunakan 5-FU + levamisole meningkatkan 5-year survival rate dari 50% menjadi 62% dan menurunkan kematian sebesar 33%. Pada kebanyakan penelitian telah menunjukkan bahwa 6 bulan terapi dengan menggunakan 5-FU + leucovorin telah terbukti efektif dan sebagai konsekuensinya, standar regimen terapi untuk stage III kanker kolorektal adalah 5-FU + leucovorin.Adjuvant Kemoterapi Kanker Kolorektal Stadium Lanjut Sekitar delapan puluh lima persen pasien yang terdiagnosa kanker kolorektal dapat dilakukan pembedahan. Pasien dengan kanker yang tidak dapat dilakukan penanganan kuratif, dapat dilakukan penanganan pembedahan palliatif untuk mencegah obstruksi, perforasi, dan perdarahan. Bagaimanapun juga pembedahan dapat tidak dilakukan jika tidak menunjukkan gejala adanya metastase. Penggunaan stent kolon dan ablasi laser dari tumor intraluminal cukup memadai untuk kebutuhan pembedahan walaupun pada kasus asymptomatik.2

Radiasi terapi dapat digunakan sebagai tindakan primer sebagai modalitas penanganan untuk tumor yang kecil dan bersifat mobile atau dengan kombinasi bersama sama kemoterapi setelah reseksi dari tumor. Radiasi terapi pada dosis palliatif meredakan nyeri, obstruksi, perdarahan dan tenesmus pada 80% kasus. Penggunaan hepatic arterial infusion dengan 5-FU terlihat meningkatkan tingkat respon, tetapi penggunaan ini dapat mengakibatkan berbagai masalah termasuk berpindahnya kateter, sklerosis biliaris dan gastrik ulserasi. Regimen standar yang sering digunakan adalah kombinasi 5-FU dengan leucovorin, capecitabine (oral 5-FU prodrug), floxuridine (FUDR), irinotecan (cpt-11) dan oxaliplatin.

DAFTAR PUSTAKA

1) Budi Sampurna, Zulhasmar Syamsu, Tjetjep Dwijdja Siswaja, Bioetik dan Hukum Kedokteran, Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran dan Hukum, Penerbit Pustaka Dwipar, Oktober 2005

2) Stark MM. Medical Forensic Medicine A Physicians Guide. 2ndEdition. New Jersey : Humana Press Inc. 2005.

3) Hamzah,Andi, 2009, Delik-Delik Tertentu di Dalam KUHP, Jakarta : Sinar Grafika.

4) Budiyanto,W.Widiatmaka,S.sudiono, et al, Ilmu kedokteran forensik,ed 1;cetakan kedua, Bagian Kedokteran Forensik FKUI: 2003.Jakarta .Pg 147-2135) Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran. Rahasia kedokteran. 1st ed. Pustaka Dwipar Jakarta; 2007.h.89-94

6) Budi Sampurna, Kelalaian medik.[online] 2007. [Diakses pada 25 Januari 2011]. Diunduh dari http://www.freewebs.com/kelalaianmedik/unsurkelalaian.htm7) Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia. [online]. 2006. [Diakses pada 24 Januari 2011]. Diunduh dari:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/652/1/Kode%20Etik%20Kedokteran.pdfMakalah PBL Blok 30

Emergency Medicine II

ETIKA PROFESI KEDOKTERAN

Nama : Eva G Harianja

NIM : 10-2007-215