Pepper Neurologi Epilepsi

19
EPILEPSI DISUSUN OLEH : PUTRI INDAH SARI 1008260026 PEMBIMBING: Dr.Hj. SUMARNITA TARIGAN, Sp.S FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA SMF NEUROLOGI RS. HAJI MEDAN

description

paper neurologi

Transcript of Pepper Neurologi Epilepsi

EPILEPSI

DISUSUN OLEH :PUTRI INDAH SARI1008260026PEMBIMBING:Dr.Hj. SUMARNITA TARIGAN, Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHSUMATERA UTARASMF NEUROLOGI RS. HAJI MEDAN2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha Esa, saya telah selesai menyusun paper ini guna memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik senior dibagian Neurologi Rumah Sakit Haji Medan dengan judul Epilepsi Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Hj. Sumarnita Tarigan, Sp.S selaku pembimbing sekaligus penguji di bagian Neurologi.Sekiranya hasil usaha penyusunan paper ini masih banyak kekurangannya, tidaklah mengherankan karena keterbatasan pengetahuan yang ada pada saya. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan.Harapan kami semoga paper ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan.

Medan, 03 Desember 2014

Penulis

DAFTAR ISIKATA PENGANTARiDAFTAR ISI..iiBAB IPENDAHULUAN.1BAB II TINJAUAN PUSTAKA..22.1. Definisi Epilepsi..22.2. Etiologi22.3. Faktor Resiko.22.4. Klasifikasi...32.5. Patofisio..42.6. Menegakkan diagnosa52.7. Prognosis.8BAB III KESIMPULAN..10DAFTAR PUSTAKA11

BAB IPENDAHULUAN

Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulang-ulang. Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang tanpa penyebab. Epilepsi merupakan penyakit serebral kronik dengan karakteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersifat reversible.Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya.Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi diseluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang di antaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di Negara berkembang. WHO 2001 memperkirakan bahwa rata0rata terdapat 8,2 juta orang penyandang epilepsi aktif diantara 1000 orang penduduk, dengan angka insiden 50 per 100.000 penduduk.Epilepsi dihungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang tinggi, stigma yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif, dan gangguan psikiatrik. Pada penyandang usia anak-anak dan remaja, permasalahan yang terkait dengan epilepsi menjadi lebih kompleks.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. DefinisiEpilepsi adalah cetusan listrik lokal pada substansia grisea otak yang terjadi sewaktu-waktu, mendadak, dan sangat cepat yang dapat mengakibatkan serangan penurunan kesadaran, perubahan fungsi motorik atau sensorik, perilaku atau emosional yang intermiten dan stereotipik.Pelepasan aktifitas listrik abnormal dari sel-sel neuron di otak terjadi karena fungsi sel neuron terganggu. Gangguan fungsi ini dapat berupa gangguan fisiologik, biokimia, anatomi dengan manifestasi baik lokal maupun general.

Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan epileptic yang berulang (lebih dari satu episode). International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali definisi epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis, dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan epileptik sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda dan / gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak.

Terdapat beberapa elemen penting dari definisi epilepsi yang baru dirumuskan oleh ILAE dan IBE yaitu :a. Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik sebelumnya.b. Perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan terjadinya bangkitan selanjutnyac. Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif, psikologis, dan konsekuensi sosial yang ditimbulkan.

Ketiga elemen di atas harus diperhatikan karena dalam mentatalaksana seorang penyandang epilepsi, tidak hanya factor bangkitan atau kejang yang perlu diperhatikan namun konsekuensi sosial yang ditimbulkan juga harus diperhatikan seperti dikucilkan oleh masyarakat, stigma bahwa penyakit epilepsi adalah penyakit menular, dan sebagainya.

Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa (stereotipik) yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara tiba-tiba dan sementara, dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut(unprovoked).

2.2 EtiologiEpilepsi merupakan salah satu penyakit saraf kronik kejang berulang yang muncul tanpa diprovokasi. Penyebabnya adalah kelainan bangkitan listrik jaringan saraf yang tidak terkontrol baik sebagian maupun seluruh bagian otak. Keadaan ini bisa diindikasikan sebagai disfungsi otak.15 Gangguan fungsi otak yang bias menyebabkan lepasnya muatan listrik berlebihan di sel neuron saraf pusat, bisa disebabkan oleh adanya faktor fisiologis, biokimiawi, anatomis atau gabungan faktor tersebut. Tiap-tiap penyakit atau kelainan yang dapat menganggu fungsi otak atau fungsi sel neuron di otak, dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang atau serangan epilepsi.

2.3. Faktor RisikoFaktor resiko untuk terjadinya epilepsi pada penderita kejang demam adalah:a. Jika ada kelainan neurologis atau perkembangan sebelum kejang demam pertamab. Kejang demam kompleksc. Adanya riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.

Masing-masing faktor resiko meningkatkan resiko epilepsy 4-6%; kombinasi faktor resiko tersebut meningkatkan resiko epilepsy menjadi 10-49%.13 Epilepsi diartikan sebagai kejang berulang dan multipel. Anak dengan riwayat kejang demam mempunyai risiko sedikit lebih tinggi menderita epilepsi pada usia 7 tahun dibandingkan dengan anak yang tidak pernah mengalami kejang demam.

2.4. KlasifikasiKlasifikasi epilepsi :a. Bangkitan Parsial/fokal1) Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)a) Dengan gejala motorik.b) Dengan gejala sensorik.c) Dengan gejala otonomik.d) Dengan gejala psikis.2) Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)a) Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran.b) Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan.3) Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)a) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umumb) Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umumc) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan berkembang menjadi bangkitan umum.

b. Bangkitan umum (konvulsi atau non-konvulsi)1) Bangkitan lena (absence)Ciri khas serangan lena adalah durasi singkat, onset dan terminasi mendadak, frekuensi sangat sering, terkadang disertai gerakan klonik pada mata, dagu dan bibir.2) Bangkitan mioklonikKejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang dapat umum atau terbatas pada wajah, batang tubuh, satu atau lebih ekstremitas, atau satu grup otot. Dapat berulang atau tunggal.3) Bangkitan tonikMerupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas menetap dalam satu posisi. Biasanya terdapat deviasi bola mata dan kepala ke satu sisi, dapat disertai rotasi seluruh batang tubuh. Wajah menjadi pucat kemudian merah dan kebiruan karena tidak dapat bernafas. Mata terbuka atau tertutup, konjungtiva tidak sensitif, dan pupil dilatasi.4) Bangkitan atonikBerupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya kepala jatuh ke depan atau lengan jatuh tergantung atau menyeluruh sehingga pasien terjatuh.5) Bangkitan klonikPada kejang tipe ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot, dijumpai terutama sekali pada anak.6) Bangkitan tonik-klonikMerupakan suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaat kemudian diikuti oleh gerakan klonik.

2.5. PatofisiologiNeuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi karena adanya perbedaan muatan ion-ion yang terdapat di dalam dan di luar neuron. Perbedaan jumlah muatan ion-ion ini menimbulkan polarisasi pada membran dengan bagian intraneuron yang lebih negatif. Neuron bersinapsis dengan neuron lain melalui akson dan dendrit. Suatu masukan melalui sinapsis yang bersifat eksitasi akan menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang berlangsung singkat, kemudian inhibisi akan menyebabkan hiperpolarisasi membran. Bila eksitasi cukup besar dan inhibisi kecil, akson mulai terangsang, suatu potensial aksi akan dikirim sepanjang akson, untuk merangsang atau menghambat neuron lain, sehingga terjadilah epilepsi.

Epilepsi ditandai oleh bangkitan berulang yang diakibatkan oleh aktivitas listrik yang berlebihan pada sebagian atau seluruh bagian otak. Seorang penderita dikatakan menderita epilepsi bila setidaknya mengalami dua kali bangkitan tanpa provokasi. Bangkitan epilepsi disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor eksitasi dan inhibisi serebral, bangkitan akan muncul pada eksitabilitas yang tidak terkontrol. Pada sebagian besar kasus tidak dijumpai kelainan anatomi otak, namun pada beberapa kasus epilepsi disertai oleh kerusakan struktural otak yang mengakibatkan disfungsi fisik dan retardasi mental.

2.6. DiagnosisAda 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :a. Memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksisimal merupakan bangkitan epilepsi.b. Apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukanlah bangkitan tersebut termasuk tipe bangkitan yang mana.c. Tentukan sindrom epilepsi apa yang ditunjukkan oleh bangkitan tadi, atau penyakit epilepsi apa yang diderita oleh pasien dan tentukan etiologinya.

Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya bangkitan epilepsi berulang (minimum 2 kali) tanpa provokasi, dengan atau tanpa adanya gambaran epileptiform

Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai berikut :a. AnamnesisAnamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis.

Anamnesis (auto dan aloanamnesis)1) Gejala sebelum, selama dan paska bangkitana) Keadaan penyandang saat bangkitan : duduk / berdiri / berbaring / tidur / berkemih.b) Gejala awitan (aura, gerakan / sensasi awal / speecharrest).c) Apa yang tampak selama bangkitan (Pola / bentuk bangkitan) : gerakan tonik / klonik, vokalisasi, otomatisme, inkontinensia, lidah tergigit, pucat, berkeringat, maupun deviasi mata.d) Keadaan setelah kejang : bingung, terjaga, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah, atau Todds paresis.e) Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan, atau terdapat perubahan pola bangkitan.

2) Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang, maupun riwayat penyakit neurologik dan riwayat penyakit psikiatrik maupun penyakit sistemik yang mungkin menjadi penyebab.

3) Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, dan interval terpanjang antar bangkitan.

4) Riwayat bangkitan neonatal / kejang demam.

Pemeriksaan fisik umum dan neurologis :Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada pasien anak, pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, dan perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.

Pemeriksaan penunjang :1) Pemeriksaan laboratoriumPerlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium, bilirubin, dan ureum dalam darah. Keadaan seperti Hiponatremia , hipoglikemia, hipomagnesia, uremia, dan hepatik ensefalopati dapat mencetuskan timbulnya serangan kejang.

Pemeriksaan serum elektrolit bersama dengan glukose, kalsium, magnesium, Blood Urea Nitrogen, kreatinin dan test fungsi hepar mungkin dapat memberikan petunjuk yang sangat berguna.

2) Elektro ensefalografi (EEG)Elektroensefalograf ialah alat yang dapat merekam aktifitas listrik di otak melalui elektroda yang ditempatkan dikulit kepala. Kelainan EEG yang sering dijumpai pada penderita epilepsi disebut epileptiform discharge atau epileptiform activity. Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi.

Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkankemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik.

Rekaman EEG dikatakan abnormal ditentukan atas dasar adanya :a) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.b) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya misal gelombang delta.c) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.

3) Rekaman video EEGPemeriksaan video-EEG ini berhasil membedakan apakah serangan kejang oleh karena epilepsi atau bukan dan biasanya selama perekaman dilakukan secara terus-menerus dalam waktu 72 jam, sekitar 50-70% dari hasil rekaman dapatmenunjukkan gambaran serangan kejang epilepsi.

4) Pemeriksaan RadiologisCt Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala merupakan pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging yang bertujuan untuk melihat apakah ada atau tidaknya kelainan struktural di otak dan melengkapi data EEG. CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi, namun demikian pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur pencitraan otak pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik disbanding dengan CT Scan. Oleh karena dapat mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi pembedahan. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri.

5) Pemeriksaan neuropsikologiPemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien epilepsi dengan pertimbangan akan dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan ini khususnya memperhatikanapakah ada tidaknya penurunan fungsi kognitif, demikian juga dengan pertimbangan bila ternyata diagnosisnya ada dugaan serangan kejang yang bukan epilepsi.

2.7. PrognosisPrognosis epilepsi tergantung pada beberapa hal, diantaranya jenis epilepsi, faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50% pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat.

Prognosis epilepsi dihubungkan dengan terjadinya remisi serangan baik dengan pengobatan maupun status psikososial, dan status neurologis penderita. Batasan remisi epilepsi yang sering dipakai adalah 2 tahun bebas serangan (kejang) dengan terapi. Pada pasien yang telah mengalami remisi 2 tahun harus dipertimbangkanuntuk penurunan dosis dan penghentian obat secara berkala.

Batasan lain yang dipakai untuk menggambarkan remisi adalah bebas serangan (remisi terminal) minimal 6 bulan dalam terapi OAE. Setelah tercapai bebas serangan selama >6 bulan atau >2 tahun dengan terapi, maka perlu dipikirkan untuk menurunkan dosis secara berkala sampai kemudian obat dihentikan, perlu mempertimbangkan risiko terjadinya relaps setelah penghentian obat. Berbagai faktor predictor yang meningkatkan risiko terjadinya relaps adalah usia awitan pada remaja / dewasa, jenis epilepsi sekunder, dan adanya gambaran abnormalitas EEG. Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa penderita epilepsi memiliki risiko kematian yang lebih tinggi dibanding populasi normal. Risiko kematian yang paling tinggi adalah pada penderita epilepsi yang disertai defisit neurologi akibat penyakit kongenital. Kematian pada penderita epilepsi anak-anak paling sering disebabkan oleh penyakit susunan saraf pusat yang mendasari timbulnya bangkitan epilepsi.

BAB IIIKESIMPULAN

Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekelompok besar sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses ekstasi didalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi.Setiap orang punya resiko satu didalam 50 untuk mendapatkan epilepsi. Umumnya epilepsi disebabkan oleh kerusakan otak dalam proses kelahirran, luka kepala, strok, tumor otak, alcohol. Namun terkadang epilepsi bias disebabkan karena genetic, tetapi epilepsi bukan penyakit keturunan. Dan sampai saat ini penyebab pastinya belum diketahui

DAFTAR PUSTAKA

Harsono. 2007. Epilepsi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.Sidarta, Priguna M.D.,Ph.D. 1999. Neurologi Klinis. Dian Rakyat, Jakarta.