Final Report of Pepper Value Chain

download Final Report of Pepper Value Chain

of 111

Transcript of Final Report of Pepper Value Chain

PENGUATAN VALUE CHAIN LADA DALAM UPAYA MENINGKATKAN DAYA SAING I. Ringkasan Eksklusif Sebagai salah satu rempah-rempah yang digunakan oleh banyak sektor industri di dunia (sebagai bahan makanan maupun bahan baku industri obatobatan maupun parfum), pangsa pasar lada putih masih terbuka lebar. Lada putih merupakan salah satu hasil pertanian yang merupakan komoditi utama sebagai sumber penghasilan masyarakat di Kalimatan Barat, lebih tepatnya yaitu di Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sambas. Namun beberapa tahun terkahir, jumlah petani dan produksi lada putih mengalami penurunan, hal tersebut disebabkan petani mulai meninggalkan usahatani lada putih karena beberapa sebab, yaitu : (1) 99% perkebunan lada diusahakan secara tradisional, sehingga pengelolaannya tidak optimal; (2) peralihan investasi dari usahatani lada menjadi perkebunan sawit yang lebih menguntungkan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan jumlah lada putih yang dapat diperdagangkan, bahkan terkadang mengakibatkan harga lada putih mengalami fluktuasi. Hasil studi menunjukkan bahwa lembaga pemasaran lada putih di Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sambas terdiri dari pedagang pengumpul desa, pengumpul kecamatan, pedagang besar kabupaten, agen di Singkawang dan Pontianak hingga ke pedagang di Tanjung Pinang dan Jakarta, bahkan Malaysia. Harga jual lada putih sangat ditentukan oleh mutu, terutama kadar air dan tingkat kontaminasinya. Pengolahan pasca panen yang dilakukan oleh petani masih sangat minim, yaitu dari perontokan, pengupasan kulit dan pengeringan. Namun pengeringan yang dilakukan petani umumnya tidak sempurna, sehingga harga jualnya tidak menguntungkan bagi petani. Oleh karena itu di tingkat pedagang pengumpul kembali di lakukan pengeringan. Di tingkat pedagang besar mulai dilakukan sortasi dan grading, sedangkan packing dilakukan oleh agen di tingkat Kota Singkawang dan Pontianak, yang kemudian dijual ke Tanjung Pinang, Jakarta, bahkan Malaysia. Produk lada putih yang telah dipacking memiliki harga jual yang sangat tinggi.

1

Margin pemasaran lada putih mulai dari petani hingga pedagang di Tanjung Pinang dan Jakarta yaitu sebesar Rp. 15.000, dimana margin pemasaran yang paling tinggi diterima oleh agen di Singkawang dan Pontianak. Hal tersebut dikarenakan mereka melakukan packing terhadap lada putih, sehingga terjadi peningkatan harga jual yang tinggi, yaitu Rp. 10.000. Berkaitan dengan perolehan margin pemasaran lada putih, diharapkan petani dapat memperoleh bagian yang lebih besar, sebagai insentif bagi petani untuk mempertahankan usahatani lada putih mereka. Oleh karena itu upaya pengolahan pasca panen lebih lanjut di tingkat petani harus mendapat perhatian lebih. Berbagai strategi intervensi bagi penguatan rantai nilai komoditas lada didasarkan pada analisis rantai nilai. Strategi-strategi intervensi tersebut terkait dengan analisis terhadap faktor-faktor penentu keberhasilan dan berbagai tantangan utama dari rantai komoditas lada yang telah diidentifikasikan sebelumnya. Berbagai strategi yang dipilih selanjutnya digunakan untuk mengatasi hambatan/tantangan yang berbeda-beda di tiap tahap dari mata rantai tersebut. Dalam hal ini analisis rantai nilai telah membantu dalam menentukan wilayah-wilayah intervensi yang dianggap prioritas tersebut, baik yang sifatnya primer maupun sekunder. Terdapat beberapa persoalan penting yang perlu ditemukan solusinya yang merupakan faktor penentu keberhasilan sektor perkebunan lada putih adalah : (i) ketersedian dan kestabilan sarana produksi dalam waktu dan jumlah yang tepat, (ii) bagaimana memperpendek rantai pasokan sarana produksi agar dapat mengurangi biaya sarana produksi (iii) kualitas dan produktivitas : bagaimana produktivitas dapat ditingkatkan untuk mempertahankan dan memperkuat daya saing ; bagaimana meningkatkan keahlian petani di dalam berbudidaya dan pasca panen ; bagaimana meningkatkan standarisasi serta kualitas produk (iv) akses terhadap pembiayaan modal kerja (v) bagaimana pemasaran agar petani lebih banyak menerima margin. memperpendek saluran

2

II.

Pentingnya Lada Putih (Nasional) Lada adalah "King of Spice", atau raja tanaman rempah yang kini menjadi komoditas penting perdagangan dunia. Lada berperan penting dalam penghasil devisa negara terbesar keempat untuk komoditas perkebunan setelah minyak sawit, karet dan kopi. Selain itu, juga sebagai penyedia lapangan kerja maupun sebagai bahan konsumsi dan bahan baku industri. Indonesia merupakan negara pengekspor lada putih terbesar di pasar internasional dari tahun 2004-2007 yang menguasai 20% dari pangsa pasar dunia. Kemudian diikuti oleh India (19%), Vietnam (19%), Brazil (18%) and China (6%) lain-lain (18%) (Georde et al. 2005). Namun, pada tahun 2008, Vietnam menjadi negara produsen dan eksportir lada putih terbesar yang menguasai 34% dari pangsa pasar dunia. Kemudian, Pada tahun 2010, Vietnam menduduki negara pertama penghasil produk lada terbesar yaitu dengan produksi 105.000 metrik ton (39%), disusul Indonesia 56.000 metrik ton (21%), India 50.000 metrik ton (18%) , Brazil 34.000 metrik ton (13%) , China 24.800 metrik ton (9%) dan lain-lain. Secara rinci kontribusi volume ekspor tahun 2003-2007 dari beberapa negara eksportir terhadap lada dunia disajikan pada Gambar lada Indonesia. Selama tahun 2011, produksi lada Vietnam, Indonesia, dan Brasil turun. Begitupula, produksi daerah-daerah penghasil lada di Indonesia turun dari 56 ribu metrik ton pada 2010 menjadi sekitar 37 ribu ton pada 201 Oleh karena itu, ekspor lada Indonesia yang selama tahun 2010 mencapai 63 ribu metrik ton, diperkirakan turun menjadi sekitar 23 ribu metrik ton saja pada 201 Kondisi yang demikian akan menyebabkan pasokan lada terbatas. Padahal, potensi cukup besar, konsumsi lada dunia cenderung meningkat antara dua persen sampai tiga persen pada 2011 seiring dengan penambahan populasi. Selain itu, lada tidak hanya sebagai rempah bumbu masakan tetapi juga digunakan sebagai obat dan bahan baku parfum. Kondisi ini sebenarnya dapat dijadikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan produksi lada dalam rangka memenuhi pasar. Peluang Indonesia ini Pesatnya perkembangan lada Vietnam tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap penurunan pangsa pasar

3

didukung oleh luar areal pertanaman lada Indonesia mencapai 21364 ha (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006).

Gambar Pangsa Pasar Lada Putih Dunia Sejalan dengan meningkatnya penggunaan lada, perhatian terhadap isu food safety, tuntutan akan keamanan pangan dan kebersihan meningkat di negara-negara maju naik. Negara-negara industri cenderung memperketat aturan dan pengawasan terhadap kebersihan dan kontaminasi pada rempah. Konsekuensinya meningkatnya standar mutu yang dikehendaki negara-negara konsumen lada. Hanya komoditas yang aman, sehat, dan memiliki daya saing yang kuat terutama dari segi mutu dan harga yang akan berpeluang meraih pasar. Kontaminasi mikroorganisme merupakan salah satu issue terutama dalam keamanan produk (pangan) selain kontaminasi aflatoksin dan residu pestisida. Menurut Anonymous (2004a), selama Agustus 2003 sampai Juli 2004, ada 83 pengiriman lada dari berbagai negara yang mengalami penahanan (detained) oleh USFDA (US Food and Drug Administration), 62,7% disebabkan karena adanya Salmonella, 31,3% karena adanya Salmonella dan kotoran, 3,6% karena adanya kotoran dan 2,4% karena sebab-sebab lain seperti pemberian label yang kurang jelas. Dari data di atas jelas 94% lada yang ditahan oleh USFDA adalah karena adanya Salmonella.

4

Berdasarkan hal tersebut, ancaman yang muncul adalah ketidakmampuan petani di dalam memenuhi keinginan pasar yaitu mencapai standar yang berkelanjutan (hasil panen yang optimal, bermutu tinggi, terjamin, aman, efisien, berwawasan lingkungan, dan dapat dirunut kembali (treaceable) asal-usul dan proses yang dilalui sebelum diperdagangkan dan digunakan) melalui rantai penawaran. Hal ini diperparah dengan melihat kondisi pertanama lada sebagian besar (99%) diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat dengan pengelolaan yang tradisional, antara lain penggunaan pupuk dan obat-obatan terbatas atau tidak sesuai anjuran, penggunaan bibit asalan, pengelolaan hasil tidak higienis dan hama penyakit yang menyerang. Selain itu, pengolahan lada putih ditingkat petani masih dilakukan secara tradisional, umumnya belum memperhatikan efisiensi pengolahan, segi kebersihan dan konsistensi mutu. Konsekuensinya, agribisnis lada tidak berhasil mendistribusikan nilai tambah secara optimal dan proporsional, sehingga belum terlihat signifikansi sumbangannya terhadap peningkatan pendapatan petani. Dalam rangka menghadapi situasi perekonomian yang semakin kompetitif dan untuk memenuhi tuntutan negara konsumen, petani diharapkan mampu melakukan perbaikan-perbaikan yang bertujuan untuk mempertahankan konsistensi dan keberlanjutan usahanya dalam upaya untuk meningkatkan daya saing komoditas lada. Usaha yang bisa dilakukan oleh petani diantaranya yaitu dengan melakukan: 1). Peningkatan akses input, 2). Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) agar adanya perbaikan teknik budidaya dan pengolahan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, mutu hasil dan aspek kebersihan produk dan 3) pengembangan akses pasar, 4) pengembangan akses layanan pendukung di dalam rantai nilai agribisnis lada. Dalam kerangka inilah kemudian digunakan instrumen Value Chain sebagai salah satu instrumen pengembangan ekonomi wilayah dari Program (Regional Economic Development) RED untuk menjawab tantangan otonomi daerah. Program RED ini telah beroperasi di Propinsi Kalimantan Barat sejak tahun 2009 yang merupakan hasil kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan

5

Nasional (Bappenas) bekerjasama dengan Lembaga Kerjasama Teknis Jerman, Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ). III. Profil Responden Program RED melalui rantai nilai komoditas lada ini dilakukan di kabupaten Bengkayang dan Sambas (Gambar 3.) dengan pertimbangan bahwa karena kedua kabupaten tersebut merupakan (i) kabupaten yang memiliki jumlah petani yang paling banyak berdasarkan data statistik Perkebunan Tahun 2010 (Gambar 2.) (ii) daerah sentra produksi lada terbesar yang berada di Kalimantan Barat, (ii) merupakan daerah pengembangan komoditas lada dan direkomendasikan untuk diteliti karena potensi pengembangannya dirasakan baik.Luas Areal, Petani dan Produksi Perkebunan Komoditi Lada Tahun 20106000 5000 4000 3000 2000 1000 0Po ntia nak La nda k Sa mb Be ngk as aya S in ng gka wa ng Sa ngg S e au kad au S in tan g Me law Ka pua i sH ulu Ke tap Ka yon ang gU tar Ku a bu Ra ya

A.

Penentuan Daerah Penelitian

Luas Areal J um Produksi lah Rata-rata produksi J um petani lah

Kabupaten

Gambar 2. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Komoditas Lada Tahun 2010. Data yang dikumpulkan dalam studi ini meliputi data primer dan sekunder 1. Data Primer Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden yang menajdi pelaku rantai nilai agribisnis komoditas lada. Wawancara dilakukan oleh para surveyor yang terlatih dengan menggunakan kuisioner. Para responden dikelompokkan menjadi 4 kategori yaitu (i) petani lada (ii) pedagang (iii) pemasok input dan (iv) informan kunci. Pengambilan sampel petani lada di setiap desa sentra dilakukan secara purposive terhadap masyarakat yang

6

membudidayakan tanaman lada. Sedangkan pengambilan sampel informan kunci dan pemasok input dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa dapat diperoleh informasi yang dapat membantu penguatan rantai nilai agribisnis lada. Untuk sampel pedagang dilakukan dengan metode snowball yang dibagi berdasarkan pedagang tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan propinsi. Adapun jumlah responden berdasarkan wilayah disajikan pada Tabel berikut ini : Tabel 1. Jumlah Responden Lada Berdasarkan Wilayah Wilayah Sumber Data Primer Kabupeten Bengkayang, Kecamatan Seluas Desa Mayak Petani Lada Pedagang Desa Pisan Petani Lada Pedagang Desa Sahan Petani Lada Pedagang Kabupaten (1) Pedagang (2) Pemasok input (3) Key Informant Kabupaten Sambas, Kecamatan Paloh dan Subah Desa SPC, (1) Petani lada Kecamatan Subah Desa Sebubus, Petani lada Kecamatan Paloh Desa Temajuk, Petani lada Kecamatan Paloh Kampung Telok Petani lada Melano Kecamatan Paloh Pedagang Key informant (PPL) Kabupaten (4) Pedagang Pemasok input Singkawang dan Propinsi Kota Singkawang Pedagang Propinsi (2) Pedagang (3) Informan kunci (Dishutbun, APLI) TOTAL Jumlah responden 10 2 10 2 10 2 2 2 1 8 9 4 1 2 1 2 2 1 1 2 74

7

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian 2. Data Sekunder Data sekunder yang digunakan dalam studi antara lain meliputi data yang berasal dari instansi terkait antara lain Dinas Kehutanan dan perkebunan baik Propinsi dan Kabupaten Bengkayang dan Sambas, Biro Pusat Statistik (BPS). B. Data pribadi responden Tingkat keberhasilan petani, pedagang dan pemasok input di dalam sektor lada putih pada pinsipnya tidak akan terlepas dari pengaruh internal dan eksternal.

8

Pengaruh internal mengarah pada kondisi dan karakteristik rumahtangga. Faktor pengaruh internal ini biasanya muncul dalam bentuk umur, pendidikan, pengalaman usaha dan jumlah anggota keluarga. Sedangkan pengaruh eksternal, umumnya didminasi oleh harga input dan output produksi serta kelembagaan pemasaran hasil. 1. Jenis kelamin Berdasarkan hasil studi, bila dilihat dari sisi jenis kelamin, adanya keterlibatan responden perempuan menunjukkan bahwa adanya kesetaraan gender dalam lingkungan sosial masyarakat di lokasi studi. Hal ini dapat dilihat dari pembahasan berikut ini berdasarkan kategori responden. a. Petani Responden petani yang terlibat dalam kegiatan studiterdiri dari responden yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Berdasarkan hasil studidiketahui bahwa sebagian besar responden yang terlibat tersebut berjenis kelamin laki-laki. Berikut data jumlah responden berdasarkan jenis kelaminnya pada tabel 2. berikut ini: Tabel 2. Distribusi Responden Petani Berdasarkan Jenis Kelamin Deskripsi Jenis Kelamin Sumber : Hasil analisis data primer Hasil studimenunjukkan bahwa responden berjenis kelamin laki-laki jumlahnya jauh lebih banyak dari responden berjenis kelamin perempuan. Jumlah responden petani yang berjenis kelamin laki-laki mencpaai 98,11% dari total responden, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan hanya berjumlah 1,89% dari total responden. b. Pedagang Responden pedagang lada putih yang terlibat dalam kegiatan studiterdiri dari responden yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Berdasarkan hasil studidiketahui bahwa sebagian besar responden Keterangan : A = Laki-laki, B = Perempuan % Responden Berdasarkan Jawaban A B 98,11 1,89

9

yang terlibat berjenis kelamin laki-laki. Berikut data jumlah responden berdasarkan jenis kelaminnya disajikan pada tabel 3. sebagai berikut: Tabel 3. Distribusi Responden Pedagang Berdasarkan Jenis Kelamin Deskripsi Jenis kelamin Sumber : Hasil analisis data primer % Responden Berdasarkan Jawaban A B 80 20

Keterangan : A = Laki-laki, B = Perempuan Hasil studimenunjukkan bahwa responden berjenis kelamin laki-laki jumlahnya jauh lebih banyak dari responden berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 80% dari total responden sedangkan yang berjenis kelamin perempuan hanya berjumlah 20% dari total responden. c. Pemasok input Responden pemasok input produksi lada putih yang terlibat dalam kegiatan studiterdiri dari responden yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Berikut data jumlah responden berdasarkan jenis kelaminnya: Tabel 4. Distribusi Responden Pedagang Berdasarkan Jenis Kelamin Deskripsi Jenis kelamin Sumber : Hasil analisis data primer Keterangan : A = Laki-laki, B = Perempuan Hasil studi menunjukkan bahwa responden pemasok input yang berjenis kelamin laki-laki jumlahnya jauh lebih banyak dari responden berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 83,33% dari total responden sedangkan yang berjenis kelamin perempuan hanya berjumlah 16,67% dari total responden. % Responden Berdasarkan Jawaban A B 83,33 16,67

10

d. Informan Kunci Seluruh responden yang menjadi informan kunci dalam studi ini berjenis kelamin laki-laki, yaitu berjumlah 3 orang responden. 2. Umur Berdasarkan hasil studi menunjukkan bahwa sebagian besar responden termasuk kelompok usia lebih dari paruh baya, namun masih termasuk usia produktif. Hal ini dapat dilihat dari pembahasan beikut ini berdasarkan kategori responden. a. Petani Distribusi responden petani berdasarkan umurnya cukup bervariasi, mulai dari responden yang berumur 21 tahun hingga 71 tahun. Dari rentang umur tersebut, umur rata-rata responden petani yaitu 46 tahun. Dari data tersebut diketahui bahwa sebagian besar responden termasuk kelompok usia lebih dari paruh baya, namun masih termasuk usia produktif. b. Pedagang Variasi umur responden pedagang lebih sedikit dibandingkan responden petani. Rentang umur responden yaitu mulai dari responden yang berumur 40 tahun hingga 67 tahun. Dari rentang umur tersebut, umur ratarata responden petani yaitu 49 tahun. Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden termasuk kelompok usia lebih dari paruh baya, namun masih termasuk usia produktif. c. Pemasok input Seperti halnya responden pedagang, variasi umur responden pemasok input lebih sedikit dibandingkan responden petani. Rentang umur responden yaitu mulai dari responden yang berumur 37 tahun hingga 56 tahun. Dari rentang umur tersebut, umur rata-rata responden petani yaitu 47 tahun. Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden termasuk kelompok usia lebih dari paruh baya, namun masih termasuk usia produktif.

11

3. Etnis Sebagaimana karakteristik masyarakat daerah di Kalimantan Barat pada umumnya, di lokasi studijuga terdapat variasi etnis yang cukup beragam dalam lingkungan masyarakat. Berikut akan dibahas variasi etnis dari para responden penelitian. a. Petani Jumlah responden petani berdasarkan etnis dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 5. Distribusi Responden Petani Berdasarkan Etnis Deskripsi Variasi etnis responden petani Sumber : Hasil analisis data primer % Responden Berdasarkan Jawaban A B C D 20,75 0 35,85 43,40

Keterangan : A = Melayu, B = Cina, C = Dayak, D = Lainnya Berdasarkan hasil studidiketahui bahwa sebagian besar petani memiliki latar belakang etnis Jawa, baik Jawa Barat, Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Selain etnis jawa, etnis lainnya yang cukup banyak yaitu dayak, kemudian disusul oleh etnis melayu. Selain itu, tidak terdapat responden petani dengan latar belakang etnis cina. b. Pedagang Jumlah responden pedagang lada putih berdasarkan etnis dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 6. Distribusi Responden Pedagang Berdasarkan Etnis Deskripsi Variasi etnis responden pedagang lada putih Sumber : Hasil analisis data primer % Responden Berdasarkan Jawaban A B C D 0 60 26,67 13,33

Keterangan : A = Melayu, B = Cina, C = Dayak, D = Lainnya

12

Berdasarkan hasil studidiketahui bahwa sebagian besar responden pedagang berasal dari etnis cina, yaitu sebanyak 60% dari total responden. Selain etnis cina, etnis lainnya yang cukup banyak yaitu dayak sebanyak 26,67% dari total responden. Responden dengan latar belakang etnis lainnya berjumlah 13,33% dari total responden, yaitu berasal dari etnis sunda (Jawa Barat). c. Pemasok input Jumlah responden pemasok input produksi lada putih berdasarkan etnis dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 7. Distribusi Responden Pemasok input Berdasarkan Etnis Deskripsi Variasi etnis responden pemasok input Sumber : Hasil analisis data primer % Responden Berdasarkan Jawaban A B C D 16,67 33,33 33,33 16,67

Keterangan : A = Melayu, B = Cina, C = Dayak, D = Lainnya Berdasarkan hasil studidiketahui bahwa jumlah responden pemasok input yang berasal dari etnis cina dengan dayak adalah sama, yaitu sebanyak 33,33% dari total responden. Selain etnis cina dan dayak, etnis lainnya yaitu melayu dan Batak, masing-masing sebanyak 16,67% dari total responden. 4. Peranan dalam sektor pertanian lada putih a. Pedagang Peranan pedagang dalam sektor perdagangan lada putih dapat berupa pedagang pengumpul, pedagang kecamatan, pedagang kabupaten, pedagang provinsi atau bahkan eksportir. Dari hasil studidiketahui bahwa peran responden pedagang dalam sektor pertanian lada putih yaitu : Kolektor, yaitu sebanyak 66,67% dari total responden pedagang

13

Pedagang kabupaten, yaitu sebanyak 20% dari total responden pedagang Pedagang provinsi dan antar pulau, yaitu sebanyak 13,33% dari total

responden pedagang. Responden pedagang didominasi oleh pedagang kolektor, yaitu membeli lada putih untuk kemudian dijual kembali ke pedagang lainnya. sedangkan pedagang kabupaten jumlahnya lebih sedikit, yaitu 20% dari responden. Bahkan pedagang provinsi dan antar pulau hanya mencapai 13,33% dari total responden.b.

Informan kunci Dari hasil studidiketahui peranan informan kunci dalam sektor

pertanian lada putih yaitu : Anggota APLI (Asosiasi Petani Lada Indonesia) Pegawai UPPT Perkebunan Pegawai Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Masing-masing responden berdasarkan perannya berjumlah 1 orang. C. 1. a. Petani Responden yang terlibat dalam studimerupakan kepala rumah tangga, dengan jumlah anggota keluarga yang bervariasi. Jumlah anggota keluarga erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga. Berdasarkan hasil studidiketahui bahwa jumlah anggota keluarga responden petani berada dalam rentang jumlah antara 1 orang hingga 7 orang. Berdasarkan rentang jumlah tersebut, rata-rata responden memiliki anggota keluarga sebanyak 4. b. Pedagang Berbeda dengan variasi jumlah anggota keluarga responden petani, pada responden pedagang jumlah anggota keluarga responden berkisar Karakteristik rumah tangga Jumlah anggota rumah tangga

14

antara 3 orang hingga 6 orang. Namun jika dilihat jumlah anggota keluarga rata-rata dari keseluruhan responden pedagang, jumlahnya sama dengan responden petani, yaitu rata-rata memiliki anggota keluarga sebanyak 4 orang. c. Pemasok input Variasi jumlah anggota keluarga responden pemasok input tidak jauh berbeda dengan variasi jumlah anggota keluarga pedagang, yaitu berkisar antara 2 orang hingga 6 orang. Jika dilihat jumlah anggota keluarga ratarata dari keseluruhan responden pemasok input, jumlahnya sama dengan responden petani maupun responden pedagang, yaitu rata-rata memiliki anggota keluarga sebanyak 4 orang. 2. a. Sumber pendapatan Petani Sumber pendapatan responden petani terdiri dari pendapatan usahatani maupun non usahatani. Hasil studi menunjukkan bahwa seluruh responden, disamping memiliki pekerjaan utama, juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai sumber pendapatan tambahan. Dari keseluruhan responden petani, sebanyak 77,36% memiliki sumber pendapatan utama dari usahatani lada. Sedangkan sisanya (22,64%) memiliki sumber pendapatan utama dari usahatani sawit maupun dari usaha perdagangan (pedagang bahan kebutuhan pokok), sedangkan usahatani lada hanya sebagai sumber pendapatan sampingan. Variasi sumber pendapatan sampingan responden petani terdiri dari: Usahatani lada Usahatani perkebunan tanaman keras (karet, jati, sengon) maupun Usaha meubel Usaha perdagangan

palawija

b. Pedagang

15

Sumber pendapatan responden pedagang terdiri dari pendapatan perdagangan lada maupun non perdagangan lada. Hasil studimenunjukkan bahwa seluruh responden, disamping memiliki pekerjaan utama, juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai sumber pendapatan tambahan. Dari keseluruhan responden pedagang, sebanyak 73,33% memiliki sumber pendapatan utama dari usahatani lada. Sedangkan sisanya (26,67%) memiliki sumber pendapatan utama dari memiliki usaha menjual bahan kebutuhan pokok, sedangkan perdagangan lada hanya sebagai sumber pendapatan sampingan. Variasi sumber pendapatan sampingan responden petani terdiri dari : Perdaganga bahan kebutuhan pokok Menjual barang-barang pertanian (misalnya menjual komoditas Kontraktor Jenis pekerjaan sampingan yang paling banyak yaitu sebagai pedagang bahan kebutuhan pokok, yaitu berjumlah 46,67% dari total responden pedagang. Sedangkan yang menjual barang-barang pertanian lainnya berjumlah 13,33% dari total responden pedagang. Sedangkan yang menjadi kontraktor hanya berjumlah 6,67% dari total responden pedagang. c. Pemasok input Berdasarkan hasil studidiketahui bahwa sumber penghasilan dari responden pemasok input tida bervariasi seperti pada responden petani dan pedagang. Seluruh responden pemasok input memperoleh penghasilan dari usaha penjualan sarana produksi pertanian yang dijalankannya. Disamping itu, mereka tidak memiliki sumber penghasilan sampingan. 3. Sumber pendapatan lain Selain pendapatan dari kepala keluarga, sumber pendapat tambahan untuk rumah tangga responden dapat berasal dari pendapatan anggota keluarga lainnya. Misalnya pendapatan tambahan dari istri atau anak yang telah memiliki pekerjaan.

pertanian lainnya maupun bibit tanaman)

16

a.

Petani Berdasarkan hasil studidiketahui bahwa jumlah responden petani yang

memiliki pendapatan tambahan dari anggota keluarga lainnya yaitu sebanyak 7,55% dari total responden petani. Dari jumlah tersebut, rata-rata pendapatan tambahan yaitu sebesar Rp. 900.000 per bulan. Sebanyak 3,77% dari total responden petani mendapat tambahan penghasilan rumah tangga dari istri, yaitu berprofesi sebagai bidan dan sebagai pemilik toko bahan kebutuhan pokok. Sedangkan sebanyak 3,77% dari total responden petani lainnya mendapat tambahan penghasilan rumah tangga dari anaknya yang telah bekerja, yaitu sebagai buruh perkebunan sawit serta dari hasil wiraswasta. b. Pedagang Berdasarkan hasil studidiketahui bahwa dari keseluruhan responden pedagang, tidak terdapat satu pun responden yang mendapat tambahan penghasilan dari anggota keluarga lainnya. Seluruh responden pedagang mengandalkan pendapatan rumah tangganya dari penghasilan kepala keluarga. c. Pemasok input Serupa dengan responden pedagang, dari keseluruhan responden pemasok input tidak terdapat satu pun responden yang mendapat tambahan penghasilan dari anggota keluarga lainnya. Seluruh responden pemasok input mengandalkan pendapatan rumah tangganya dari penghasilan kepala keluarga dari mengelola toko sarana produksi pertanian yang dimilikinya. 4. Persentase pendapatan usahatani lada putih terhadap pendapatan rumah tangga Kontribusi pendapatan responden dari usaha yang berhubungan dengan lada putih terhadap pendapatan total rumah tangga bervariasi antara satu responden dengan responden lainnya. Hal tersebut tergantung dari besarnya pendapatan yang diperoleh dari usaha yang berhubungan dengan lada

17

putih, yang juga dipengaruhi oleh skala usahanya. Disamping itu, hal lainnya yang mempengaruhi yaitu besarnya pendapatan rumah tangga responden yang berasal dari sumber pendapatan lainnya. Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam pembahasan, kontribusi pendapatan dari sektor pertanian lada putih terhadap pendapatan total rumah tangga dikelompokkan menjadi empat, yaitu < 10%, 10-25%, 26-50% serta > 50%. a. Petani Jumlah responden petani berdasarkan kontribusi pendapatan usahatani lada terhadap pendapatan total rumah tangga disajikan pada tabel sebagai berikut : Tabel 8. Distribusi Responden Petani Berdasarkan Kontribusi Pendapatan Lada Putih % Responden Berdasarkan Jawaban Deskripsi A B C D Kontribusi pendapatan usahatani lada putih terhadap pendapatan 20,75 5,66 37,74 35,85 total rumah tangga responden petani Sumber : Hasil analisis data primer Keterangan : A = < 10%, B = 10-25%, C = 26-50%, D = > 50% Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa sebagian besar responden petani menghasilkan pendapatan usahatani lada putih yang memberikan kontribusi sebesar 26-50% dari pendapatan total rumah tangganya. Jumlah responden petani tersebut yaitu sebanyak 37,74% dari total responden petani. Disamping itu jumlah responden petani yang memperoleh hasil usahatani lada sebesar lebih dari 50% dari total pendapatan rumah tangga jumlahnya juga cenderung tinggi, yaitu sebanyak 35,85% dari total responden petani. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden petani menggantungkan hidupnya dari usahatani lada. Karena hasil usahatani lada

18

putih miliknya memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan total rumah tangganya. b. Pedagang Jumlah responden pedagang berdasarkan kontribusi pendapatan perdagangan lada terhadap pendapatan total rumah tangga disajikan pada tabel sebagai berikut : Tabel 9. Distribusi Responden Pedagang Berdasarkan Kontribusi Pendapatan Lada Putih % Responden Berdasarkan Jawaban Deskripsi A B C D Kontribusi pendapatan perdagangan lada putih terhadap 6,67 20 53,33 20 pendapatan total rumah tangga responden pedagang Sumber : Hasil analisis data primer Keterangan : A = < 10%, B = 10-25%, C = 26-50%, D = > 50% Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa sebagian besar responden pedagang menghasilkan pendapatan perdagangan lada putih yang memberikan kontribusi sebesar 26-50% dari pendapatan total rumah tangganya. Jumlah responden pedagang tersebut yaitu sebanyak 53,33% dari total responden pedagang. Disamping itu jumlah responden pedagang yang memperoleh hasil perdagangan lada sebesar lebih dari 50% dari total pendapatan rumah tangga jumlahnya juga cenderung tinggi, yaitu sebanyak 20% dari total responden pedagang. Jumlah responden tersebut sama dengan responden yang memperoleh hasil perdagangan lada putih sebesar 10-25% dari total pendapatan rumah tangganya. Sedangkan responden pedagang yang penghasilan dari perdagangan lada putihnya kurang dari 10% dari total pendapatan rumah tangga jumlahnya lebih sedikit, yaitu 6,67% dari total responden pedagang.

19

Hal tersebut menunjukkan bahwa cukup banyak responden pedagang menggantungkan hidupnya dari usaha perdagangan lada. Karena hasil perdagangan lada putih miliknya memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan total rumah tangganya. c. Pemasok input Jumlah responden pemasok input berdasarkan kontribusi pendapatan perdagangan input produksi lada putih terhadap pendapatan total rumah tangga disajikan pada tabel sebagai berikut : Tabel 10. Distribusi Responden Pemasok input Berdasarkan Kontribusi Pendapatan di Sektor Pertanian Lada Putih % Responden Berdasarkan Jawaban Deskripsi A B C D Kontribusi pendapatan pemasok input produksi lada putih 16,67 50 33,33 0 terhadap pendapatan total rumah tangga responden Sumber : Hasil analisis data primer Keterangan : A = < 10%, B = 10-25%, C = 26-50%, D = > 50% Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa sebagian besar responden pemasok input menghasilkan pendapatan perdagangan input produksi lada putih yang memberikan kontribusi sebesar 10-25% dari pendapatan total rumah tangganya. Jumlah responden pedagang tersebut yaitu sebanyak 50% dari total responden pemasok input. Disamping itu jumlah responden pemasok input yang memperoleh hasil dari menjual input produksi lada putih sebesar 26-50% dari total pendapatan rumah tangga jumlahnya lebih rendah, yaitu sebanyak 33,33% dari total responden pemasok input. Sedangkan responden pemasok input yang memperoleh penghasilan dari penjualan input produksi lada putih kurang dari 10% dari total pendapatan rumah tangga jumlahnya lebih sedikit, yaitu 16,67% dari total responden.

20

Data tersebut menunjukkan bahwa kontribusi penjualan input produksi untuk lada putih yang diperoleh responden pemasok input terhadap pendapatan total rumah tangganya cenderung rendah. Padahal berdasarkan sumber pendapatan, seluruh responden pemasok input tidak mempunyai sumber pendapatan sampingan, hanya usaha pemasok input pertanian yang menjadi sumber penghasilan rumah tangganya. Dengan demikian hal tersebut berarti bahwa sumbangan hasil penjualan input produksi khusus lada putih hanya sebagian kecil dari hasil penjualan input produksi untuk kegiatan pertanian lainnya. Karena para responden tersebut menjual segala macam input untuk segala macam usaha pertanian, tidak hanya untuk usahatani lada putih.

IV.

PERSPEKTIF PROPINSI

A.

Pentingnya lada putih di Kalimantan Barat Penjualan Produksi Propinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu sentra produksi lada

setelah Bangka Belitung, Lampung, kalimantan Timur (Plantation Statistic, 20062008). Kabupaten Sambas dan Kabupaten Bengkayang, lada adalah komoditi pertanian yang populer dan banyak masyarakat yang mengandalkan komoditi ini sebagai sumber penghasilan utama dan juga sebagai sektor utama yang menopang ekonomi masyarakat petani. Potensi dan peluang kalbar dari sisi luas lahan Kalbar bila dilihat dari grfaik dapat diketahui bahwa luas lahan, jumlah petani dan produksi terus menurun khususnya pada tahun 2010 (Gambar 4.). Hal ini terjadi karena dalam beberapa tahun terakhir, usaha perkebunan lada mulai ditinggalkan karena (1) Sebagian besar (99%) pertanaman lada diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat dengan pengelolaan yang tradisional, antara lain penggunaan pupuk dan obat-obatan terbatas atau tidak sesuai anjuran, pengelolaan hasil tidak higienis dan hama penyakit yang menyerang, konsekuensinya menurunnya motivasi petani rendahnya produktivitas dan kualitas lada. (2) kecenderungan peralihan investasi dari usahatani lada terutama menuju ke perkebunan sawit yang lebih

21

menguntungkan, mengakibatkan areal perkebunan lada mengalami pertumbuhan yang lambat dan bahkan menurun., terutama jika dibandingkan dengan pertambahan luas areal perkebunan lainnya seperti kelapa sawit. Peralihan investasi ini menyebabkan produksi dan dominasi supply lada ke pasar dunia menurun drastis. Pergeseran atau peralihan usaha perkebunan lada menjadi sawit sangat disayangkan sekali mengingat pengalaman dari pelaku-pelaku usaha di dalam agribisnis lada seperti petani dalam berusahatani lada, pedagang, pemasok input sudah cukup lama. Berikut ini penjelasan setiap variabel yang berkaitan dengan arti pentingnya lada putih.

J umlah Petani, Luas Areal dan Produksi Lada di Kalimantan Barat25000 20000 15000 10000 5000 0

2006

2007

2008 Tahun

2009

2010

J umlah Petani

Luas Areal

Produksi

Rata-rata Produksi

Gambar 4. Jumlah Petani, Luas Areal dan Produksi Lada di Kalimantan Barat

1. Pengalaman Menjalankan Usaha Lada Putih

22

Bila dilihat dari pengalaman baik petani, pedagang dan pemasok input bisa dikatakan sudah cukup lama mereka mengusahakan atau menjalankan usaha lada putih ini. Hal ini tentunya sangat berarti sekali terutama bagi petani lada di dalam peningkatan produksi lada karena mereka tentunya lebih berpengalaman di dalam berbudidaya lada. Semakin lama seseorang mengelola usahanya maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh petani dan bisa diterapkan dalam pengelolaan kegiatan usahanya. Secara detail pelaku usaha di dalam agribisnis lada dapat dilihat pada pembahasan berikut ini. a. Petani Pengalaman menjalankan usaha lada putih bagi petani adalah lamanya petani dalam melakukan kegiatan usahatani lada. Berdasarkan hasil studi, diketahui bahwa rata-rata pengalaman usaha penjualan lada putih para pedagang/pengumpul yaitu 13,8 tahun dengan pengalaman tertinggi 30 tahun dan pengalaman terendah 2 tahun. b. Pedagang/Pengumpul Pengalaman menjalankan usaha lada putih bagi pedagang/pengumpul adalah lamanya pedagang/pengumpul dalam menjalankan usaha penjualan lada. Berdasarkan hasil studi, diketahui bahwa rata-rata pengalaman usaha penjualan lada putih para pedagang/pengumpul yaitu 12,7 tahun dengan pengalaman tertinggi 21 tahun dan pengalaman terendah 6 tahun. c. Pemasok input Pengalaman menjalankan usaha lada putih bagi pemasok input adalah lamanya pemasok input dalam menjalankan usaha penjualan saprotan/saprodi untuk petani lada. Berdasarkan hasil studi, diketahui bahwa rata-rata pengalaman usaha penjualan saprotan/saprodi untuk usahatani lada putih yaitu 11,3 tahun dengan pengalaman tertinggi 15 tahun dan pengalaman terendah 3 tahun. 2. Alasan melakukan Usaha Lada Putih

23

Beberapa alasan responden dalam melakukan usaha lada putih dapat dikelompokkan meliputi melihat dan mengikuti tetangga, melanjutkan usaha keluarga, melihat peluang pasar dan lain-lain. a. Petani Berdasarkan jawaban responden diketahui bahwa bagi sebagian besar responden petani (69,81%) alasan utama melakukan usahatani lada putih yaitu melihat dan mengikuti tetangga dan sebesar 22,64% beralasan karena melihat peluang yang menjanjikan dalam berusahatani lada. Kemudian melanjutkan bisnis keluarga sebesar 3,77% responden dan Alasan lainnya yaitu usahatani lada yang layak secara ekonomis (3,77% respoden). Data keseluruhan responden mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 1 Ditribusi Responden Petani Berdasarkan Alasan Melakukan Usaha Lada Putih Deskripsi Alasan Melakukan Usaha Lada Putih Sumber : Hasil Analisis Data Primer % Responden Berdasarkan Jawaban A B C D 69,8 3,77 22,64 3,77 1

Keterangan : A = melihat tetangga, B = melanjutkan bisnis keluarga, C = melihat peluang, D = lainnya

b. Pedagang/Pengumpul Berdasarkan jawaban responden diketahui bahwa bagi sebagian besar responden pedagang/pengumpul (57,14%) alasan utama melakukan penjualan lada putih yaitu karena melihat peluang dan masih sedikit kompetitor/pesaing yang terjun dalam bisnis penjualan lada putih. Selain itu, beberapa responden (42,86%) melakukan usaha penjualan lada putih karena melanjutkan bisnis keluarga. Data keseluruhan responden mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut :

24

Tabel 12. Ditribusi Responden Pedagang/Pengumpul Berdasarkan Alasan Melakukan Usaha Lada Putih Deskripsi % Responden Berdasarkan A Alasan Melakukan Usaha Lada Putih Sumber : Hasil Analisis Data Primer 0 Jawaban B C 42, 57, 86 14 D 0

Keterangan : A = melihat tetangga, B = melanjutkan bisnis keluarga, C = melihat peluang, D = lainnya c. Pemasok input Berdasarkan jawaban responden diketahui bahwa bagi sebagian besar responden pemasok input (66,67%) alasan utama melakukan penjualan saprotan/saprodi untuk usahatani lada putih yaitu karena melihat peluang dimana mata pencaharian masyarakat setempat mengandalkan pertanian. Selain itu, beberapa responden (33,33%) melakukan usaha penjualan saprotan usahatani lada putih karena melanjutkan bisnis keluarga. Data keseluruhan responden mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 13. Ditribusi Responden Pemasok input Berdasarkan Alasan Melakukan Usaha Lada Putih Deskripsi % Responden Berdasarkan A Alasan Melakukan Usaha Lada Putih Sumber : Hasil Analisis Data Primer Keterangan : A = melihat tetangga, B = melanjutkan bisnis keluarga, C = melihat peluang, D = lainnya 0 Jawaban B C 33,33 66,67 D 0

25

3.Total Luas Lahan Semakin luas lahan yang digunakan oleh petani untuk berusahatani, maka terbuka peluang untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Perbedaan luas lahan mencerminkan peluang yang dihadapi oleh petani untuk memilih komoditas yang akan diusahakan. Semakin luas lahan, semakin besar peluang untuk memilih tanaman yang akan diusahakan. Sebaliknya, semakin sempit luas lahan maka semakin sedikit pula pilihan yang tersedia. Luas lahan yang dimiliki oleh petani bervariasi, sehingga bisa dikelompokkan ke dalam beberapa kategori, meliputi di bawah 0,5 ha, 0,5 2,5 ha, 2,6 5 ha, dan di atas 5 ha. Berdasarkan hasil studi, diketahui bahwa sebesar 60,38% petani responden memiliki lahan berkisar antara 0,5-2,5 ha dan hanya sebagian kecil responden (3,77%) yang memiliki lahan > 5 ha. Hal ini menunjukkan lahan yang dimiliki petani tergolong luas sehingga berpeluang untuk meningkatkan produksi lada. Data keseluruhan responden mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 14. Ditribusi Responden Petani Berdasarkan Total Luas Lahan Deskripsi % Responden Berdasarkan A Total Luas Lahan Sumber : Hasil Analisis Data Primer Keterangan : A = di bawah 0,5 ha, B = 0,5 2,5 ha, C = 2,6 5,0 ha, D = di atas 5 ha 4.Total Luas Lahan Usahatani Lada Putih Persentase luas lahan yang dialokasikan oleh petani untuk berusahatani lada putih umumnya bervariasi, sehingga bisa dikelompokkan ke dalam beberapa kategori, meliputi di bawah 10%, 10 25%, 26 50%, dan di atas 50%. Berdasarkan hasil studi, diketahui bahwa sebagian besar petani responden (41,51%) mengalokasikan sekitar 26-50% total lahan yang dimilikinya untuk 0 Jawaban B C 60,38 35,85 D 3,77

26

berusahatani lada putih dan hanya sebagian kecil petani (11,32%) yang mengalokasikan >50% lahan yang dimiliknya untuk berusahatani lada putih. Hal ini menunjukkan bahwa motivasi petani yang dimiliki petani untuk betanam lada cukup tinggi ha ini dilihat dari masih terdapatnya petani yang memanfaatkan lahannya untuk bertanam lada di atas 50%. Hal ini juga berarti petani masih menganggap bahwa pentingnya lada untuk menopang kehidupan keluarga mereka. berikut : Tabel 15. Ditribusi Responden Petani Berdasarkan Total Luas Lahan Usahatani Lada Putih Deskripsi % Responden Berdasarkan A Total Luas Lahan Usahatani Lada Putih Sumber : Hasil Analisis Data Primer Keterangan : A = di bawah 10%, B = 10 25%, C = 26 50%, D = di atas 50% 5.Perencanaan Peningkatan atau Pengurangan Produksi Lada Putih Petani yang memandang bahwa pentingnya lada putih tentunya akan merencanakan meningkatkan produksi lada putih di masa datang. Tanggapan petani dikelompokkan dalam kategori mengurangi produksi, meningkatkan produksi dan tetap sama. Berdasarkan hasil studi, diketahui bahwa sebagian besar petani responden (88,68%) berencana untuk meningkatkan produksi lada putih di masa datang dan hanya sebagian kecil petani (1,89%) yang berencana untuk menurunkan produksi lada putih di masa datang. Mengingat banyaknya jumlah petani yang menyatakan akan meningkatkan produksi lada putih menunjukkan bahwa prospek dari usahatani lada masih sangat menjanjikan. Dengan kata lain, petani menganggap lada putih tetap merupakan tanaman penting untuk terus 13,21 Jawaban B C 41,51 33,96 D 11,32 Data keseluruhan responden mengenai hal tersebut adalah sebagai

27

dikembangkan. Data keseluruhan responden mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 16. Ditribusi Responden Petani Berdasarkan Perencanaan Peningkatan atau Pengurangan Produksi Lada Putih Deskripsi % Responden Berdasarkan A Perencanaan Peningkatan atau Pengurangan Produksi Lada Putih Sumber : Hasil Analisis Data Primer 9,43 Jawaban B 88,68 C 1,89

Keterangan : A = mengurangi, B = meningkatkan, C = tetap sama 6.Perubahan Persentase Luas Lahan Lada Putih Tanggapan petani berdasarkan rencana perubahan persentase luas lahan lada putih dari lahan sebelumnya dikelompokkan ke dalam beberapa kategori, meliputi < 30%, 30 50%, 51 100%, dan di atas 100%. Berdasarkan hasil studi, sebagian besar responden petani (71,15%) berencana untuk melakukan perubahan persentase luas lahan lada putih sebesar 500 Juta 2. Petani a. Lokasi penjualan Berdasarkan hasil studi, petani menjual lada putih kepada pedagang : Desa Kecamatan Kabupaten/kota Nasional

: pedagang pengumpul : Paloh dan Seluas : Bengkayang, Sambas maupun Singkawang : memasarkan langsung ke pembeli dari provinsi lain

b. Tujuan Menjual Dari hasil studi petani menjual lada putihnya kepada pedagang pengumpul, pedagang kabupaten, pedagang perbatasan dan lain sebagainya. Petani pada umumnya menjual lada putih hasil usahatani mereka kepada pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul tersebut terdiri dari pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan serta pengumpul kabupaten. Untuk lengkapnya dapat dilihat pada Gambar ....

37

c. Penentuan harga jual lada putih di tingkat petani Faktor penentu harga lada putih yang paling utama di tingkat petani adalah kuantitas/jumlah lada putih yang dijual, yaitu dialami oleh 54,72% dari total responden petani. Disamping itu, faktor kualitas juga memperngaruhi harga jual lada putih pada sebagian petani, yaitu sebanyak 37,74% dari total responden petani. Faktor kualitas yang dilihat yaitu dalam hal kandungan air dari lada putih yang dihasilkan. Jika kandungan air lada putih yang akan dijual tinggi, maka saat ditimbang beratnya dilebihkan dari takaran dengan harga jual yang tetap, sehingga jika dihitung harga jualnya akan menjadi lebih murah. Selain itu, hanya 7,55% dari total responden petani menjual lada putih pada harga jual yang telah ditentukan oleh pedagang pengumpul di kecamatan. Tabel 27. Distribusi Responden Petani Berdasarkan Penentuan Harga Lada Putih Deskripsi Penentuan harga lada putih di tingkat petani Sumber : Hasil analisis data primer % Responden Berdasarkan Jawaban A B C D 54,72 37,74 0 7,55

Keterangan : A = kuantitas, B = kualitas, C = kelas mutu, D = lainnya d. Sistem Pembayaran Dari hasil studi diketahui bahwa sistem pembayaran yang diterima oleh petani pada saat menjual lada putih yaitu secara tunai. Hal tersebut dikarenakan sistem penjualan yang digunakan yaitu penjualan lepas. Petani dengan bebas menjual hasil produksinya kepada pedagang manapun, tanpa ada ikatan dagang setelahnya. Namun terdapat pula petani yang menjual lada putihnya kepada pedagang pengumpul desa dengan pembayaran di muka dikarenakan petani butuh dana mendesak walaupun lada tersebut belum dipanen ataupun pada saat lada tersebut belum sempurna pengeringannya.

38

Tabel 28. Distribusi Responden Petani Berdasarkan Sistem Pembayaran Lada Putih Deskripsi Sistem pembayaran lada putih yang diterima oleh petani Sumber : Hasil analisis data primer % Responden Berdasarkan Jawaban A B C D 100 0 0 0

Keterangan : A = tunai, B = pembayaran akhir, C = LC, D = lainnya

39

1

KABUPATEN BENGKAYANGPedagang Besar Kabupaten Bengkayang

Agen Singkawang

Tanjung Pinang Jakarta Tanjung Pinang Jakarta

2 Pedagang Pengumpul Desa 3Agen

Eksporti r

A

Petani

Pontianak 4

Eksporti r

5 Malaysia

6Agen Singkawang

Tanjung Pinang Jakarta Tanjung Pinang Jakarta

7 Pedagang Besar Kabupaten Bengkayang 8Agen

Eksporti r

B

Petani

Pontianak 9

1 0 0

Eksporti r

Malaysia

40

Kabupaten Bengkayang memiliki 10 variasi jalur pemasaran lada putih

C

Petani

Pedagang Pengumpul Desa

Pedagang Besar Kabupaten Bengkayang

Malaysia

E.

Petani

Pedagang Besar Kabupaten Bengkayang

Agen Singkawang

Tanjung Pinang

Eksporti r

Gambar 5. Jalur Pemasaran Lada Putih di Kabupaten Bengkayang

41

Jalur Pemasaran Lada Putih : KABUPATEN SAMBAS1 2 3Agen Pontianak

Agen Singkawang

Tanjung Pinang Jakarta Tanjung Pinang Jakarta

A

Petani di Kecamata n Subah

Pedagang Besar Kabupaten Bengkayang

Eksporti r

4

Eksporti r

5 Malaysia

6 Petani di Kecamata n Subah Pedagang Besar Kabupaten SambasAgen Singkawang

Tanjung Pinang Jakarta Tanjung Pinang Jakarta

7 8Agen Pontianak

Eksporti r

B

9

Eksporti r 42

10 Petani Desa Sububus Pedagang Pengumpul Kecamatan Paloh Pedagang Besar Kabupaten SambasAgen Singkawang

Tanjung Pinang Jakarta Tanjung Pinang Jakarta Tanjung Pinang Jakarta Tanjung Pinang Jakarta

11

Eksporti r

C

12Agen Pontianak

13

Eksporti r

14 Petani Desa Temajok Pedagang Pengumpul Kecamatan Paloh Pedagang Besar Kabupaten SambasAgen Singkawang

D

15 16Agen Pontianak

Eksporti r

17 Daerah Perbatasan Desa Telok Melano (Malaysia)

Eksporti r

E

Petani Desa Temajok

18 Malaysia

Kabupaten Sambas memiliki 18 variasi jalur pemasaran lada putih

Gambar 6. Jalur Pemasaran Lada Putih di Kabupaten Sambas

43

3. Pedagang a. Sumber pembelian lada putih Sumber pembelian lada putih dapat berasal dari petani langsung, pedagang pengumpul, pedagang kebupaten dan lain sebagainya. Berikut adalah jumlah responden pedagang berdasarkan sumber pembelian lada putih : Tabel 29. Distribusi Responden Pedagang Berdasarkan Sumber Pembelian Lada Putih Deskripsi Sumber pembelian lada putih di tingkat pedagang Sumber : Hasil analisis data primer = lainnya Sebagian besar pedagang membeli lada putih langsung dari petani, yaitu sebanyak 86,67% dari total responden pedagang. Beberapa responden selain membeli langsung dari petani, juga membeli dari pedagang pengumpul. Responden pedagang yang membeli dari petani maupun dari pedagang pengumpul sebanyak 33,33% dari total responden, disamping itu yang membeli hanya dari pedagang pengumpul berjumlah 6,67%. Dengan demikian, responden yang membeli dari pedagang pengumpul seluruhnya berjumlah 40% dari total responden. Disamping kedua sumber pembelian tersebut, terdapat 6,67% responden pedagang yang membeli lada putih dari pedagang besar. b. Jumlah yang dibeli dan rata-rata harga beli lada putih Sebagaimana jumlah lada putih yang berhasil dijual, diketahui bahwa pembelian lada putih di tingkat pedagang berkisar antara 16 50 ton dalam kurun waktu satu tahun. Distribusi responden pedagang berdasarkan jumlah pembelian lada putih yang dilakukannya dalam janga waktu satu tahun terakhir yaitu : % Responden Berdasarkan Jawaban A B C D 86,67 40 0 6,67

Keterangan : A = petani, B = pedagang pengumpul, C = pedagang kabupaten, D

44

Tabel 30. Distribusi Responden Pedagang Berdasarkan Jumlah Pembelian Lada Putih dalam Satu Tahun Terkahir Deskripsi Jumlah pembelian lada putih di tingkat pedagang dalam satu tahun terakhir Sumber : Hasil analisis data primer 26,67 20 33,33 20 % Responden Berdasarkan Jawaban A B C D

Keterangan : A = < 5 ton, B = 5 15 ton, C = 16 50 ton, D = > 50 ton Sebagian besar responden pedagang membeli lada putih sejumlah antara 16 50 ton dalam satu tahun terakhir, yaitu sebanyak 33,33% dari total responden. Disamping itu, sebagian besar responden lainnya membeli lada putih sebanyak kurang adri 5 ton dalam satu tahun terakhir. Sedangkan responden pedagang yang membeli antara 5 -15 ton maupun responden yang membeli lebih dari 50 ton lada putih masing-masing sebanyak 20% dari total responden pedagang. c. Penentuan harga dan sistem pembayaran pembelian lada putih Faktor penentu harga pembelian lada putih yang dihadapi oleh seluruh responden pedagang yaitu kualitas. Kualitas yang dilihat adalah kandungan air dari lada putih. Lada putih yang lebih banyak kandungan airnya akan dijual dengan harga yang lebih murah. Mekanismenya adalah pedagang akan menimbang lada yang masih basah, misalnya 10 kg, tetapi yang dibayarkan kepada petani hanya 9 kg. Kelebihan berat tersebut dianggap sebagai kelebihan berat karena kandungan air dari lada yang dibeli. sistem pembayaran pembelian lada putih dilakukan secara tunai. Hal tersebut menunjukkan tidak ada keterkaitan dalam hal kewajiban dagang antara petani atau pedagang. d. Lokasi penjualan

45

Pedagang pengumpul biasanya menjual lada putih yang telah dibelinya dari petani ke pedagang :

Kabupaten/kota : Bengkayang, Sambas, Singkawang, Pontianak Nasional : Jakarta, Tanjung Pinang Khusus untuk petani lada dari Malaysia yang berada di Perbatasan yaitu

Kampung Telok Melanok, setelah membeli dari petani lada di Desa Temajok langsung menjual ke Pasar yang berada di Kucing. e.Tujuan menjual Tabel 3 Distribusi Responden Pedagang Berdasarkan Tujuan Penjualan Lada Putih Deskripsi Tujuan Penjualan lada putih dari pedagang Sumber : Hasil analisis data primer eksportir Sebagian besar pedagang menjual lada putih yang dibeli dari petani kepada pedagang provinsi, yaitu sebanyak 40% dari total responden. Disamping itu juga terdapat sebagian responden pedagang lainnya yang menjual lada putih kepada pedagang kabupaten, yaitu berjumlah 33,33% dari total responden. Selain ke dua tujuan tersebut, tujuan penjualan lada putih yang dilakukan oleh pedagang lada putih ke pedagang antar pulau dan provinsi, yaitu sebanyak 26,67% dari total responden. Disamping itu, tidak terdapat satu pun responden pedagang yang melakukan penjualan ke agen maupun ke eksportir. f. Dasar penentuan harga di tingkat pedagang Faktor kualitas adalah faktor yang mempengaruhi harga jual lada putih di tingkat pedagang. Sedangkan tidak terdapat satu pun responden pedagang yang % Responden Berdasarkan Jawaban A B C D 33,33 40 0 0

Keterangan : A = pedagang kabupaten, B = pedagang provinsi, C = agen, D =

46

menghadapi faktor kuantitas produk, kelas mutu dan lainnya sebagai faktor penentu harga lada putih. Hal tersebut dikarenakan pada tingkat pedagangan yang lebih tinggi, faktor utama yang dipertimbangkan oleh konsumen adalah faktor kualitas. g. Rata-rata penjualan lada putih (ton) Jumlah responden pedagang berdasarkan rata-rata penjualan lada putihnya dalam kurun satu tahun terakhir yaitu sebagai berikut : Tabel 32. Distribusi Responden Pedagang Berdasarkan Rata-rata Kuantitas Penjualan Lada Putih Deskripsi Rata-rata kuantitas penjualan lada putih di tingkat pedagang Sumber : Hasil analisis data primer % Responden Berdasarkan Jawaban A B C D 26,67 26,67 26,67 20

Keterangan : A = < 5 ton, B = 6-15 ton, C = 16-50 ton, D = > 50 ton Jumlah responden pedagang dengan rata-rata penjualan lada putih sebanyak kurang dari 5 ton, antara 6-15 ton, serta antara 16-50 ton dalam satu tahun adalah sama, yaitu masing-masing sebanyak 26,67% dari total responden pedagang. Sedangkan yang berhasil menjual lebih dari 50 ton dalam satu tahun lebih sedikit jumlahnya, yaitu 20% dari total responden pedagang. Dari keseluruhan jumlah responden pedagang, rata-rata harga jual lada putih per kilogram yaitu Rp. 74.500. Harga jual tertinggi mencapai Rp.85.000/Kg, sedangkan harga jual paling rendah yaitu Rp. 73.000/Kg. h. Sistem pembayaran Pedagang menggunakan sistem pembayaran tunai dalam menjual barang dagangannya. i. Penjualan tahunan Berdasarkan hasil studi, sebagian besar responden mampu menjual lada putih senilai antara Rp. 50.000.000 Rp. 200.000.000 per tahun. Berikut adalah

47

jumlah responden pedagang berdasarkan jumlah penjualan lada putih dalam jangka waktu satu tahun. Tabel 33. Distribusi Responden Pedagang Berdasarkan Jumlah Penjualan Lada Putih dalam Satu Tahun Deskripsi Jumlah penjualan lada putih di tingkat pedagang Sumber : Hasil analisis data primer = Rp. > 500 Juta Data hasil studi menunjukkan jumlah responden pedagang yang berhasil menjual lada putih senilai antara Rp. 50.000.000 Rp. 200.000.000 dalam jangka waktu satu tahun, yaitu sebanyak 66,67% dari total responden. Disamping itu sebagian responden lainnya mampu menjual dibawah Rp. 50.000.000, namun hanya berjumlah 33,33% dari total responden. j. Rata-rata jumlah penjualan lada putih di tingkat pedagang Hasil studi menunjukkan bahwa rata-rata hasil penjualan lada putih di tingkat responden pedagang pada tahun ini yaitu mencapai 25 ton. Jumlah penjualan paling rendah yaitu sejumlah kurang dari 5 ton sedangkan yang paling banyak mencapai lebih dari 50 ton. Distribusi responden pedagang berdasarkan jumlah penjualan lada putih dalam satu tahun terakhir yaitu : % Responden Berdasarkan Jawaban A B C D 33,33 66,67 0 0

Keterangan : A = Rp. < 50 Juta, B = Rp. 50 200 Juta, C = Rp. 201 500 Juta, D

Tabel 34. Distribusi Responden Pedagang Berdasarkan Jumlah Penjualan Lada Putih dalam Satu Tahun Terakhir Deskripsi Jumlah penjualan lada putih di % Responden Berdasarkan Jawaban A B C D 26,67 20 33,33 20

48

tingkat pedagang dalam satu tahun terakhir Sumber : Hasil analisis data primer

Keterangan : A = < 5 ton, B = 5 15 ton, C = 16 50 ton, D = > 50 ton Sebagian besar responden pedagang mampu menjual lada putih sejumlah antara 16 50 ton dalam satu tahun terakhir, yaitu sebanyak 33,33% dari total responden. Disamping itu, sebagian besar responden lainnya mampu menjual lada putih sebanyak kurang adri 5 ton dalam satu tahun terakhir. Sedangkan responden pedagang yang mampu menjual antara 5 -15 ton maupun responden yang mampu menjual lebih dari 50 ton lada putih masing-masing sebanyak 20% dari total responden pedagang.D.

Daya saing - Hasil Di dalam keterbatasan produktivitas, komoditi lada tetap merupakan

komoditi yang prospektif untuk dikembangkan. Lada merupakan salah satu komoditi yang memenuhi persyaratan untuk dikembangkan guna menunjang perekonomian wilayah Kabupaten Bengkayang dan Sambas karena berorientasi pada permintaan pasar, berdaya saing tinggi di pasar domestik dan internasional, mempunyai pertumbuhan yang nyata terutama tenaga kerja dan devisa, berwawasan lingkungan dan mampu menjaga keberlanjutan pertanian jangka panjang lalu lintas generasi (inter-generational sustainability) serta memiliki forward linkage dengan sektor-sektor agroindustri dan perdagangan backward linkage dengan industri sebagai input pertanian. Dari sisi permintaan, komoditi lada memiliki tingkat keunggulan kompetitif yang tinggi karena mampu memasok 80% kebutuhan lada dalam negeri dan 75% kebutuhan lada dunia. Potensi supply ini juga didukung oelh kebijakan Kabupaten Bengkayang yang mencadangkan areal sseluas 100 hektar untuk mengembangan lada. Di sisi lain produksinya masih potensial untuk terus dikembangkan karena permintaan konsumsi dunia yang terus meningkat, sementara negara produsen masih sangat terbatas. serta

49

Dengan didukung dengan iklim di Bengkayang dan Sambas memenuhi persyaratan tumbuh serta lahan yang tersedia serta tenaga kerja yang melimpah menjadikan Bengkayang dan Sambas mempunyai keunggulan komparatif dalam perkebunan lada. Faktor keunggulan komparatif ini juga yang menyebabkan perkebunana lada menjadi usaha tani yang dilakukan terus menerus sejak ratusan tahun yang lalu hingga kini. 1. Gambaran Produktivitas Lada Produktivitas usahatani lada putih diukur berdasarkan hasil produksi lada putih kering per pohon. Sebagai tolak ukur untuk perbandingan, digunakan standar produktivitas yaitu satu pohon lada = 500-1000 kg lada putih kering per tahun. Berdasarkan standar ini, maka produktivitas usahatani lada bisa dikelompokkan ke dalam beberapa kategori, meliputi dibawah rata-rata standar, sama dengan rata-rata standar dan diatas rata-rata standar. Hasil studi menunjukkan bahwa sebagian besar responden (73,58%) menghasilkan produktivitas lada di bawah standar 500-1000 kg/pohon/tahun, sebesar 24,53% responden menghasilkan produktivitas lada sesuai standar dan hanya sebagian kecil responden (1,89%) yang menghasilkan produktivitas lada di atas standar. Data keseluruhan responden mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 35. Ditribusi Responden Petani Berdasarkan Gambaran Produktivitas Lada Deskripsi % Responden Berdasarkan A Jawaban B C

50

Gambaran Produktivitas Lada Sumber : Hasil Analisis Data Primer

73,58

24,53

1,89

Keterangan : A = di bawah rata-rata, B = rata-rata, C = di atas rata-rata

2. Alasan Jika Produktivitas di bawah rata-rata standar Berdasarkan tanggapan petani sebelumnya mengenai gambaran produktivitas lada per tahun, sebesar 73,58% produktivitasnya dibawah ratarata standar. Alasan produktivitas petani di bawah rata-rata standar meliputi terbatasnya saprotan/ saprodi, pengetahuan yang kurang tentang bagaimana GAP (Good Agricultural Practice), umur tanaman yang sudah tua dan kematian tanaman karena serangan hama penyakit. Sebagian besar responden memberikan lebih dari satu alasan kenapa produktivitas di bawah rata-rata standar. Berdasarkan hasil studi, diketahui bahwa sebesar 33,33% responden petani terkendala pada kurangnya pengetahuan tentang penerapan GAP (Good Agricultural Practices), sebesar 30,30% responden petani terkendala pada terbatasnya saprotan/ saprodi, sebesar 19,70% responden petani terkendala pada serangan hama penyakit dan sisanya sebesar 16,67% responden petani terkendala pada umur tanaman yang sudah tua (perlu peremajaan tanaman). Data keseluruhan responden mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 36. Ditribusi Responden Petani Berdasarkan Alasan Jika Produktivitas Lada di bawah Rata-Rata Standar Deskripsi % Responden Berdasarkan A Jawaban B C D

51

Alasan jika Produktivitas di bawah Rata-Rata Standar Sumber : Hasil Analisis Data Primer

30,30

33,33

16,67

19,70

Keterangan : A = terbatasnya saprotan/saprodi, B = pengetahuan yang kurang tentang bagaimana GAP, C = umur tanaman yang sudah tua, D = lainnya (serangan hama penyakit). 3. Perkiraan Pendapatan Kotor/Penjualan Tahunan a. Petani Pendapatan kotor tahunan/penjualan tahunan yang diperoleh petani merupakan penjumlahan dari pendapatan yang berasal dari usahatani lada putih dan pendapatan lainnya. Klasifikasi pendapatan kotor tahunan untuk petani meliputi < 50 juta, 50 200 juta, 201 500 juta dan > 500 juta. Hasil studi menunjukkan bahwa sebagian besar responden (73,58%) memperoleh pendapatan kotor < 50 juta/tahun, sebesar 22,64% responden memperoleh pendapatan kotor antara 50-200 juta/tahun dan hanya sebagian kecil responden (3,78%) yang memperoleh pendapatan kotor 201-500 juta/tahun. Data keseluruhan responden mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 37. Ditribusi Responden Petani Berdasarkan Perkiraan Pendapatan Kotor/Penjualan Tahunan Deskripsi % Responden Berdasarkan A Perkiraan Pendapatan Kotor / Penjualan Tahunan 73,58 Jawaban B C 22,64 3,78 D 0

52

Sumber : Hasil Analisis Data Primer Keterangan : A = < 50 juta, B = 50 200 juta, C = 201 500 juta dan D = > 500 juta b. Pedagang/Pengumpul Pendapatan kotor tahunan/penjualan tahunan yang diperoleh pedagang/pengumpul merupakan penjumlahan dari pendapatan yang berasal dari penjualan lada putih dan pendapatan lainnya. Klasifikasi pendapatan kotor tahunan untuk pedagang/pengumpul meliputi < 50 juta, 50 200 juta, 201 500 juta dan > 500 juta. Berdasarkan hasil studi, diketahui bahwa pendapatan kotor/penjualan tahunan pedagang/ pengumpul sebagian besar berjumlah 50-200 juta (42,86%). Selanjutnya, berdasarkan rentang jawaban antara 50-200 juta, sebagian besar responden menjawab bahwa pendapatan kotor/penjualan tahunan yang mereka dapatkan sebesar 100 juta/tahun. Data keseluruhan responden mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 38. Ditribusi Responden Pedagang/Pengumpul Berdasarkan Perkiraan Pendapatan Kotor/Penjualan Tahunan Deskripsi % Responden Berdasarkan A Perkiraan Pendapatan Kotor / Penjualan Tahunan Sumber : Hasil Analisis Data Primer 28,57 Jawaban B C 42,86 7,14 D 21,43

53

Keterangan : A = < 50 juta, B = 50 200 juta, C = 201 500 juta dan D = > 500 juta c. Pemasok input Pendapatan kotor tahunan/penjualan tahunan yang diperoleh pemasok input merupakan penjumlahan dari pendapatan yang berasal dari penjualan saprotan/saprodi untuk usahatani lada putih dan pendapatan lainnya. Klasifikasi pendapatan kotor tahunan untuk petani meliputi < 10 juta, 10 30 juta, 31 50 juta dan > 50 juta. Berdasarkan jawaban responden, diketahui bahwa pendapatan kotor/penjualan tahunan pemasok input bervariasi yaitu sebesar 10-30 juta (33,33% responden), sebesar 31-50 juta (33,33% responden) dan sebesar >50 juta (33,33% responden). Data keseluruhan responden mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 39. Ditribusi Responden Pemasok input Berdasarkan Perkiraan Pendapatan Kotor/Penjualan Tahunan Deskripsi % Responden Berdasarkan A Perkiraan Pendapatan Kotor / Penjualan Tahunan Sumber : Hasil Analisis Data Primer 0 Jawaban B C 33,33 33,33 D 33,33

Keterangan : A = < 10 juta, B = 10 30 juta, C = 31 50 juta dan D = > 50 juta 4. Pendapatan dari tanaman tumpang sari Usahatani lain yang dilakukan oleh petani yaitu usahatani terong, cabe, kemiri, jeruk dan lain-lain. Berdasarkan hasil studi, rata-rata pendapatan yang diperoleh petani dari tanaman tumpangsari sebesar 24,15 juta/tahun. Pendapatan tertinggi yang diperoleh petani sebesar 50 juta/tahun dan pendapatan terendah sebesar 10 juta/tahun. 5. Persentase Pendapatan Lada Putih terhadap Total Pendapatan

54

Untuk melihat seberapa besar kontribusi usahatani lada terhadap pendapatan petani, maka dilakukan perhitungan persentase pendapatan lada putih terhadap pendapatan total petani yang dikelompokkan ke dalam beberapa kategori, meliputi : 1) persentase di bawah 10%, 2) persentase 10-25%, 3) persentase 26-50%, dan 4) persentase di atas 50%. a. Petani Berdasarkan hasil studi, diketahui bahwa sebagian besar responden petani (41,51%) mendapatkan persentase pendapatan usahatani lada putih terhadap total pendapatan rata-rata berjumlah 26-50%. Hanya sebagian kecil responden (9,43%) yang mendapatkan persentase pendapatan penjualan lada putih terhadap total pendapatan rata-rata berjumlah di bawah 10%. Data keseluruhan responden mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 40. Ditribusi Responden Petani Berdasarkan Persentase Pendapatan Lada Putih terhadap Total Pendapatan Deskripsi % Responden Berdasarkan A Persentase Pendapatan Lada Putih terhadap Total Pendapatan Sumber : Hasil Analisis Data Primer 9,43 Jawaban B C 13,21 41,51 D 35,85

Keterangan : A = di bawah 10%, B = 10-25%, C = 26-50%, D = di atas 50%

b. Pedagang/Pengumpul Berdasarkan hasil studi, diketahui bahwa sebagian besar responden pedagang/pengumpul (50%) mendapatkan persentase pendapatan penjualan lada putih terhadap total pendapatan rata-rata berjumlah 26-50%. Hanya sebagian kecil responden (7,14%) yang mendapatkan persentase pendapatan penjualan lada putih terhadap total pendapatan rata-rata berjumlah di bawah 10%. Data keseluruhan responden mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut :

55

Tabel 4 Ditribusi Responden Pedagang/Pengumpul Berdasarkan Persentase Pendapatan Lada Putih terhadap Total Pendapatan Deskripsi % Responden Berdasarkan A Persentase Pendapatan Lada Putih terhadap Total Pendapatan Sumber : Hasil Analisis Data Primer c. Pemasok input Berdasarkan hasil studi, diketahui bahwa sebagian besar responden pemasok input (66,66%) mendapatkan persentase pendapatan lada putih terhadap total pendapatan rata-rata berjumlah 26-50%, dan ada juga responden (16,67%) yang persentasenya berjumlah di bawah 10% dan 10-25%. Data keseluruhan responden mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut : 7,14 Jawaban B C 14,29 50 D 28,57

Keterangan : A = di bawah 10%, B = 10-25%, C = 26-50%, D = di atas 50%

Tabel 42. Ditribusi Responden Pemasok input Berdasarkan Persentase Pendapatan Lada Putih terhadap Total Pendapatan Deskripsi % Responden Berdasarkan A Persentase Pendapatan Lada Putih terhadap Total Pendapatan Sumber : Hasil Analisis Data Primer 16,67 Jawaban B C 16,67 66,66 D 0

Keterangan : A = di bawah 10%, B = 10-25%, C = 26-50%, D = di atas 50%

56

V. RANTAI NILAI AGRIBISNIS LADA Rantai nilai disini adalah mulai dari mendapatkan input atau sarana produksi, budidaya lada, pengolahan pasca panen, penjualan sampai kepada konsumen akhir.

57

Penyedia Sarana Produksi Petani Lada Putih

Pedagang Pengumpul Desa

Pedagang Kabupaten

Pedagang Provinsi dan Antar Pulau

Menyediakan input produksi usahatani

Penyiapan LahanPembibitan

Sortasi & Grading

Sortasi, Grading & Packing

nPupuk : Rp. 500 Rp. 10.000/Kg Pestisida : Rp. 35.000/20 ml Rp.Penanaman

850.000/20 lt

Pemelihara anPemanenan

Perontokan Biji Lada

Pupuk : Urea = Rp. 2.000/Kg TSP = Rp. 2.400/Kg KCL = Rp. 8.000/Kg NPK = Rp. 800/Kg Pupuk Kandang = Rp. 500/Kg Phonska = Rp. 2.600/Kg Pestisida : Herbisida = Rp. 45.000/lt Fungisida = Rp. 70.000/lt Insektisida = Rp. 80.000/lt

Pengolahan Pasca

Perendaman

Panen

Pengupasan Kulit

Pengeringan

Gambar 7. Rantai Nilai Komoditas Lada58

A. Penggunaan Input 1. Penggunaan Pupuk Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa seluruh responden petani menggunakan pupuk dalam berusahatani lada. Jenis pupuk yang digunakan oleh petani responden dalam berusahatani lada yaitu pupuk Urea, NPK, Ponska, Pupuk Organik, TSP dan KCl. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar responden petani (90,56%) menggunakan jenis pupuk Urea. Jenis pupuk lain yang juga banyak digunakan oleh petani yaitu pupuk Organik (52,83%), pupuk NPK (45,28%) dan Ponska (24,53%). Selain itu, beberapa orang petani responden juga menggunakan pupuk TSP (54,72%) dan pupuk KCl (71,70%) Tabel 43. Ditribusi Responden Petani Berdasarkan Jenis Pupuk yang digunakan Deskripsi % Responden Berdasarkan A Jenis Pupuk yang digunakan Sumber : Hasil Analisis Data Primer Keterangan : A = Urea, B = NPK, C = Ponska, D = Pupuk Organik 2. Penggunaan Pestisida Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar responden petani (92,45%) menggunakan pestisida dalam berusahatani lada, dan hanya sebagian kecil petani (7,55%) yang tidak menggunakan pestisida. Salah satu cara yang digunakan oleh petani jika ada tanaman pengganggu (rumput) yaitu dengan melakukan penebasan rumput (tidak menggunakan herbisida). 90,56 Jawaban B C 45,28 24,53 D 52,83

Tabel 44. Ditribusi Responden Petani Berdasarkan Apakah Menggunakan Pestisida

59

Deskripsi

% Responden Berdasarkan Jawaban A B 7,55

Apakah Menggunakan Pestisida Sumber : Hasil Analisis Data Primer Keterangan : A = Ya, B = Tidak

92,45

Jenis pestisida yang digunakan oleh petani responden dalam berusahatani lada yaitu Roundup, Herbisida, Fungisida, dan Insektisida. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar responden petani (71,70%) menggunakan jenis Herbisida. Jenis pestisida lain yang juga banyak digunakan oleh petani yaitu Insektisida (50,94%), Fungisida (41,51%) dan Roundup (0,94%). Tabel 45. Ditribusi Responden Petani Berdasarkan Jenis Pestisida yang digunakan Deskripsi % Responden Berdasarkan A Jenis Pestisida yang digunakan Sumber : Hasil Analisis Data Primer Keterangan : A = Roundup, B = Herbisida, C = Fungisida, D = Insektisida 3. Apakah Mengetahui Penggunaan Pestisida yang Benar Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar responden petani (83,02%) yang menggunakan pestisida mengetahui cara penggunaan pestisida yang benar. Informasi mengenai penggunaan pestisida yang benar diperoleh petani dari kemasan pestisida yaitu dengan membaca petunjuk penggunaan yang tertera di kemasan. Hanya sebagian kecil dari responden petani (9,43%) yang tidak mengetahui cara penggunaan pestisida yang benar. Tabel 46. Ditribusi Responden Petani Berdasarkan Apakah Mengetahui Penggunaan Pestisida yang Benar 0,94 Jawaban B C 71,70 41,51 D 50,94

60

Deskripsi

% Responden Berdasarkan Jawaban A B 9,43

Apakah

Mengetahui

Penggunaan

Pestisida yang Benar Sumber : Hasil Analisis Data Primer Keterangan : A = Ya, B = Tidak

83,02

4. Apakah Menginformasikan Penggunaan Pestisida kepada Pekerja Dalam pelaksanaan usahatani lada, beberapa responden petani memiliki tenaga kerja upahan yang berasal dari luar keluarga sehingga perlu diketahui apakah petani sudah menginformasikan penggunaan pestisida kepada para pekerja. Berdasarkan hasil penelitian, sebesar 51,02% responden petani tidak menginformasikan penggunaan pestisida kepada para pekerja, dan sebesar 48,8% petani menginformasikan penggunaan pestisida kepada para pekerja. Alasan petani yang tidak menginformasikan penggunaan pestisida kepada para pekerja antara lain karena tidak menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Tabel 47. Ditribusi Responden Petani Berdasarkan Apakah Menginformasikan Penggunaan Pestisida kepada Pekerja Deskripsi % Responden Berdasarkan Jawaban A Apakah Menginformasikan Penggunaan Pestisida kepada Pekerja Sumber : Hasil Analisis Data Primer Keterangan : A = Ya, B = Tidak 48,98 B 51,02

5. Pohon Tajar Tanaman Lada Pohon atau kayu yang biasa digunakan oleh petani untuk menjadi tajar tanaman lada meliputi kayu belian, pohon residi, pohon simpur dan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden petani (63,49%)

61

menggunakan pohon residi untuk tajar tanaman lada. Selain itu responden petani juga menggunakan kayu belian (25,40%) dan pohon simpur (9,52%). Tabel 48. Ditribusi Responden Petani Berdasarkan Pohon Tajar Tanamanl Lada Deskripsi % Responden Berdasarkan A Pohon Tajar Tanaman Lada Sumber : Hasil Analisis Data Primer Keterangan : A = kayu belian, B = Residi (pohon), C = Simpur (pohon), D = Lainnya 25,40 Jawaban B C 63,49 9,52 D 1,59

6. Jangka Waktu Penggunaan Pohon Jangka waktu penggunaan pohon yang digunakan petani sebagai tajar tanaman lada tergantung dari jenis pohon. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa rata-rata responden petani (79,24%) menggunakan pohon yang digunakan sebagai tajar tanaman lada dengan jangka waktu > 10 tahun.

Tabel 49. Ditribusi Responden Petani Berdasarkan Jangka Waktu Penggunaan Pohon Deskripsi % Responden Berdasarkan A Jawaban B C D

62

Jangka Waktu Penggunaan Pohon Sumber : Hasil Analisis Data Primer

0

1,89

18,87

79,24

Keterangan : A = < 5 tahun, B = 5-7 tahun, C = 8-10 tahun, D = > 10 tahun

B. Budidaya Lada Usahatani lada merupakan tanaman tahunan, sehingga di dalam perhitungan biaya dan pendapatan perlu dibedakan 2 jenis biaya yaitu biaya investasi dan biaya operasional . 1. Biaya Investasi Tanaman Belum Menghasilkan (0-3 tahun) Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada awal kegiatan usahatani yaitu sebelum tanaman menghasilkan suatu produk. Biaya investasi tanaman lada adalah biaya yang dikeluarkan tanaman lada sebelum menghasilkan yaitu tahun 0-3. Rata-rata umur tanaman tahun 2011 ini adalah 7 tahun, sehingga dapat dikatakan produksi lada sudah mulai mencapai umur ekonomis yaitu 8-9 tahun, dimana bila sudah tercapai umur ekonomis maka produksinya sudah tidak maksimal. a. Rata-Rata Penggunaan dan Biaya Sarana Produksi Pada usahatani lada, biaya investasi dikeluarkan pada umur tanaman 0-2 tahun. Biaya investasi pada usahatani lada meliputi biaya bibit, pupuk (pupuk kandang, urea, TSP, KCl, dan NPK), pestisida (herbisida, fungisida, dan insektisida), biaya tanjar serta biaya peralatan (cangkul, parang, arit, gunting, sprayer, bakul, tangga dan tali). Pohon atau kayu yang biasa digunakan oleh petani untuk menjadi tajar tanaman lada meliputi kayu belian, pohon residi, pohon simpur dan lainnya. Harga pohon residi berkisar antara Rp.450-000/pohon dan harga belian berkisar antara Rp.12.500/batang. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa rata-rata bibit yang digunakan oleh petani yaitu sebesar 564 batang/ha/tahun. Bibit lada pada umumnya petani membuat sendiri dan tidak pernah membeli. Rata-rata petani memiliki luas lahan 0,7 hektar.

63

Rata-rata penggunaan dan biaya sarana produksi pada Usahatani Lada per ha di Kabupaten Bengkayang dan Sambas dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 50. Rata-rata Penggunaan dan Biaya Sarana Produksi pada Usahatani Lada per ha di Kabupaten Bengkayang dan Sambas No. 1 2 a. b. c. d. e. 3 a. b. c. 4 5 a. b. c. d. e. f. g. h. Uraian Kebutuhan Fisik per 0,7 UT per ha 117 564 231 296 360 212 179 4 1,40 0,86 330 3 3 3 3 2 4 4 43 4.243 Rekomendasi Biaya Produksi per 0,7 UT per ha 404.604 566.552 105.472 425.170 610.556 359.333 263.897 140.481 69.125 5317 2.797.180 146.981 115.283 102.830 4321 48132 15887 22792 82.830 7.57191 147.688 588.878 803.656 79215 385.541 196.711 90.490 68.758 3.916.790 205.812 16427 143.990 57.860 673.712 212.682 310.568 115.984 10.438.314

Bibit Pupuk Pupuk Kandang (kg) 165 Urea (kg) 214 TSP (kg) 273 KCl (kg) 161 NPK (kg) 123 Pestisida Herbisida 3 Fungisida 1,05 Insektisida 0,64 Tanjar 950 Pembelian Peralatan Cangkul 2 Parang 2 Arit 2 Gunting 2 Sprayer 2 Bakul 3 Tangga 3 Tali 30 JUMLAH 3.054 Sumber : Analisis Data Primer, 2011

b. Rata-Rata Penggunaan dan Biaya Tenaga Kerja

64

Penanaman tanaman lada dimulai dengan dengan persiapan lahan, penanaman tajar, penanaman bibit dan pembuatan drainase. Penggunaan tenaga kerja wanita lebih pada umumnya digunakan pada saat penanaman bibit. Penggunaan tenaga kerja saat sebelum tanaman menghasilkan hampir seluruhnya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga.

Tabel 5 Rata-rata Penggunaan dan Biaya Tenaga Kerja pada Usahatani Lada per ha di Kabupaten Bengkayang dan Sambas No. 1a.

Jenis Kegiatan Jumlah TK Persiapan Lahan Per 0,7 UT Per ha Penanaman Tajar Per 0,7 UT Per ha Penanaman Bibit Per 0,7 UT

Pria HKO 4 6 4 6 3

Upah (Rp) 917.453 284.676 60509 842.272 489.811 685.865 536.604 75387

Wanita Jumlah HKO TK 2 2 3 3 -

Total Upah (Rp) 125.18 5 15910 917.453 284.676 60509 842.272 614.996 837.775 536.604 75387

b. 2a.

4 6 3 5 3

b. 3a.

b. Per ha 5 4 4 Pembuatan Drainase a. Per 0,7 UT 3 4 b. Per ha 4 4 Sumber : Analisis Data Primer, 2011

c. Biaya Investasi Tabel 52. Rata-rata Biaya Investasi pada Usahatani Lada per ha di Kabupaten Bengkayang dan Sambas No 1 2 Uraian Sarana Produksi Tenaga Kerja JUMLAH Per 0,7 UT (Rp) 7.57191 15600 8.722.791 per ha (Rp) 10.438.314 589.162 12.027.476

65

2. Penggunaan dan Biaya Produksi pada Tanaman Setelah Menghasilkan (> 3 tahun) Biaya yang dikeluarkan pada saat tanaman sudah menghasilkan disebut sebagai biaya operasional/produksi yaitu pada tahun 2011 a. Rata-Rata Penggunaan dan Biaya Sarana Produksi Biaya operasional selain pupuk, insektisida juga perlu dihitung penyusutan alat. Tabel 53. Rata-rata Penggunaan dan Biaya Sarana Produksi pada Usahatani Lada per ha di Kabupaten Bengkayang dan SambasKebutuhan Fisik per 0,7 UT per ha 186 215 288 147 186 0,7 2 0,6 2 2 2 2 1 3 3 2 32 0 JUMLAH 74,3 3,7 261 301 379 200 268 1 3 0,7 3 3 3 3 2 4 4 3 45 48 3.467.261,0 4.755.652,0 Biaya Produksi Rekomendasi per 0,7 UT 117.689 426.981 689.115 178.824 339.674 49.677 113.349 38.459 43.132 32.374 34.742 8.813 12006 3431 54.557 10730 85.708 per ha 164.795 597.886 907.956 596.813 489.812 69.369 158.719 5279 60.396 45.332 48.648 12.340 169.441 44.011 76.394 142.448 120.013

No. 1

2

3

Uraian Pupuk a. Pupuk Kandang (kg) b. Urea (kg) c. TSP (kg) d. KCl (kg) e. NPK (kg) Pestisida a. Fungisida b. Herbisida c. Insektisida Penyusutan Alat a. Cangkul b. Parang c. Arit d. Gunting e. Sprayer f. Bakul g. Tangga h. Tikar i. Tali

Sumber : Analisis Data Primer, 2011

66

b. Rata-Rata Penggunaan dan Biaya Tenaga Kerja Tahapan kegiatan opersional pada tanaman lada adalah pemangkasan, pemupukan, pemanenan dan pasca panen. Pada saat kegiatan operasional ini petani ada yang menggunakan tenaga kerja luar keluarga.

67

68

Tabel 54. Rata-rata Penggunaan dan Biaya TK Tahun 2011Pria TKDK No. 1 Jenis Kegiatan Pemangkasan a. Per 0,7 UT b. Per ha 2 Pemupukan a. Per 0,7 UT b. Per ha 3 Pemanenan a. Per 0,7 UT b. Per ha 4 Pasca Panen a. Per 0,7 UT b. Per ha JUMLAH 1 2 4 5 173.6 49 243.8 33 2 2 4 4 257.692 317.035 1 1 4 5 133.43 8 175.72 0 2 2 3 3 162.000 176.727 3.93994 726.779 913.315 5.346.218 1 2 5 7 339.4 44 477.3 44 1 1 1 2 83.302 116.645 1 2 4 6 192.03 1 282.52 9 4 5 5 7 717.019 004.987 33796 88505 1 2 3 4 184.3 42 25526 2 2 3 4 274.250 346.057 1 1 4 5 134.28 6 185.22 2 592.878 782.805 1 2 5 6 268.2 86 357.7 14 2 2 4 5 382.969 430.000 1 2 5 7 192.50 0 299.54 2 3 4 3 5 436.786 68337 280.541 768.593 Jml HKO Upah (Rp) Jml TKLK HKO Upah (Rp) Jml TKDK HKO Upah (Rp) Jml Wanita TKLK HKO Upah (Rp) Biaya per UT Biaya per ha

Sumber : Analisis Data Primer, 2011

69

c. Rata-rata Penggunaan dan Biaya Tenaga Kerja pada Usahatani Lada per ha di Kabupaten Bengkayang dan Sambas

3. Biaya Produksi Tabel 55. Rata-rata Biaya Investasi pada Usahatani Lada per ha di Kabupaten Bengkayang dan Sambas Per 0,7 UT (Rp) 3.467.261,0 3.93994 7.399.255,0 per ha (Rp) 4.755.652,0 5.346.218 10.10870,0

No Uraian 1 Sarana Produksi 2 TK JUMLAH

4. Produksi dan Penerimaan Penerimaan disini adalah harga dikalikan dengan jumlah lada putih yang terjual dalam kg, dengan menggunakan harga yang berlaku pada saat penelitian yaitu Bulan Oktober tahun 2011

70

Tabel 56. Rata-rata Biaya Produksi dan Penerimaan pada Usahatani Lada per ha di Kabupaten Bengkayang dan Sambas Umur Tanaman No 1 2 3 4 5 6 7 8 (Tahun ke-) 3 4 5 6 7 8 9 10 JUMLAH RERATA Produksi (kg) Per 0,7 UT 128,10 310,25 502,15 683,38 005,89 916,76 999,25 853,13 5.398,90 674,86 Per ha 870,15 003,20 129,84 253,90 270,59 318,22 833,49 137,50 9.816,89 227,11 Penerimaan (Rp) Per 0,7 UT 1738.356,22 23.840.576,23 35.969.791,67 48.090.000,00 70.455.729,17 64.163.352,27 68.420.625,00 58.537.500,00 38215.930,56 47.65991,32 Per ha 60.329.030,53 73.678.289,88 80.932.031,25 88.238.532,11 88.996.710,53 92.26029,41 125.542.431,19 78.050.000,00 688.028.054,90 86.003.506,86

5. Pendapatan Pendapatan dalam hal ini adalah pendapatan untuk tahun 2011 yaitu penerimaan dikurangi dengan biaya-biaya tenaga kerja (hanya biaya tenaga kerja luar saja), dan seluruh biaya sarana produksi sedangkan tenaga kerja dalam tidak dihitung karena dianggap petani tidak mengeluarkan biaya tersebut. Dengan kata lain pendapatan adalah yang benar-benar diterima oleh petani. Sedangkan keuntungan adalah penerimaan dikurangi dengan biayabiaya tenaga kerja (seluruh biaya tenaga kerjaa baik dalam dan luar) dan seluruh biaya sarana produksi. Berdasarkan Tabel 57 dapat diketahui biaya produksi, penerimaan, pendapatan dan keuntungan berdasarkan umur tanaman. Pada tahun 0-2 pendapatan dan keuntungan masih negatif karena memang pada tahun tersebut tanaman lada belum menghasilkan, sehingga nilai negatif tersebut sama dengan biaya yang keluarkan tahun 0-2.

71

Tabel 57. Rata-rata Pendapatan pada Usahatani Lada per ha di Bengkayang dan Sambas

72

Harga Pupuk. Umur Tan. Tahun 0-2 3 4 5 6 7 8 9 10 JUML AH RERA TA Biaya Investasi Per 0,7 UT 8.722.7 91 Per ha 12.027. 476 4.890.6 55 5.002.1 20 5.122.3 79 5.239.7 41 6.803.9 30 6.369.0 00 5.028.4 25 9.165.4 8.722.7 91 12.027. 476 58 47.6271 1 5.952.7 14 14.366. 780 13.567. 280 1525.35 4 9.614.2 04 8.594.4 38 9.158.0 39 9.226.4 67 12.220. 611 88.273. 177 1034.14 7 1738.356 23.840.5 76 35.969.7 91 48.090.0 00 70.455.7 29 64.163.3 52 68.420.6 25 58.537.5 00 38215.93 1 47.65991 60.329.0 30 73.678.2 89 80.932.0 31 88.238.5 32 88.996.7 10 92.26029 125.542. 431 78.050.0 00 688.028. 055 86.003.5 07 Biaya Produksi Per 0,7 UT Per ha Penerimaan Per 0,7 UT Per ha Pendapatan Per 0,7 UT (8.722.7 91) 10.306.2 80 22.345.6 03 3595.745 43.642.2 58 64.648.4 65 58.752.0 79 63.978.2 00 50.815.7 91 337.3663 3 30.669.2 39 Per ha (12.027.4 76) 5088.203 6085.315 7090.427 80.077.5 38 866219 84.480.1 14 117.3919 2 67.754.3 88 602.600. 924 54.78902 Keuntungan Usahatani Per 0,7 UT (8.722.7 91) 6.847.70 0 18.838.4 55 30.847.4 12 42.850.2 58 63.65798 57.794.3 52 63.392.2 00 49.372.0 41 324.8742 8 29.533.7 66 Per ha (12.027.4 76) 45.962.2 50 60.11009 69.406.6 77 78.624.3 27 80.402.2 71 83.102.9 90 116.315. 963 65.829.3 88 587.727. 402 53.429.7 64

Harga pupuk kandang berkisar antara Rp.500-750/kg, harga pupuk Urea berkisar antara Rp.900-2.300/kg, harga pupuk TSP berkisar antara Rp.6003.000/kg, harga pupuk KCl yaitu Rp.8.000/kg, dan harga pupuk TSP berkisar antara Rp.700-2.700/kg. Perbedaan harga pupuk tergantung dari jarak lokasi tempat tinggal petani dengan pasar (penjual saprotan/saprodi).

73

Harga pembasmi hama penyakit Harga fungisida berkisar antara Rp.70.000-80.000/kg, harga herbisida berkisar antara Rp.45.000-60.000/kg, harga insektisida berkisar antara Rp.65.000-70.000/kg. Perbedaan harga pestisida tergantung dari jarak lokasi tempat tinggal petani dengan pasar (penjual saprotan/saprodi).

Upah TK Biaya tenaga kerja pada usahatani lada bisa dikelompokkan berdasarkan jenis pekerjaan yang dilakukannya, meliputi : Pemangkasan tanaman, biaya tenaga kerja berkisar antara Rp.40.00070.000/hari/orang. Pemupukan tanaman, biaya tenaga kerja berkisar antara Rp.40.00070.000/hari/orang. Pemanenan tanaman, biaya tenaga kerja berkisar antara Rp.40.00070.000/hari/orang. Pasca Panen, biaya tenaga kerja berkisar antara Rp.25.00070.000/hari/orang.

Perbedaan Upah Pria dan Wanita Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa ada perbedaan upah antara tenaga kerja pria dan wanita. Upah tenaga kerja pria berkisar antara Rp.40.000-70.000/hari/orang dan Upah tenaga kerja wanita berkisar antara Rp.35.000- 40.000/hari/orang. Variasi perbedaan upah tenaga kerja pria dan wanita tergantung dari pekerjaan yang dilakukan.

Apakah ada Social Benefits

74

Berdasarkan penelitian, sebagian besar petani responden (56%) memberikan social benefits (tunjangan sosial) kepada para pekerja.

Tabel 58. Ditribusi Responden Petani Berdasarkan Apakah Ada Social Benefits Deskripsi % Responden Berdasarkan Jawaban Apakah Ada Social Benefits Sumber : Hasil Analisis Data Primer Keterangan : A = Ya, B = Tidak A 56 B 44

Bentuk Social Benefits Bentuk social benefits yang diberikan oleh petani responden berupa makan dan minum, rokok, biaya untuk ke dokter dan THR (Tunjangan Hari Raya). Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa sebagian besar petani responden (75%) memberikan social benefits kepada pekerja dalam bentuk makan, minum dan rokok. Social benefits lainnya yaitu dalam bentuk biaya untuk ke dokter (7,14%) dan pemberian THR (17,86%).

75

Tabel 59. Ditribusi Responden Petani Berdasarkan Bentuk Social Benefits Deskripsi % Responden Berdasarkan Jawaban A Bentuk Social Benefits Sumber : Hasil Analisis Data Primer Keterangan : A = tip selama musim panen, B = makan dan minum, C = biaya dokter, D = lainnya. 0 B 75,00 C 7,14 D 17,86

C. Keahlian Petani 1.Jenis Varietas Jenis varietas yang digunakan oleh seluruh responden petani adalah varietas lokal yaitu Lada Bengkayang. 2. Cara Penanaman Cara penanaman lada bisa dikelompokkan menjadi penanaman secara monokultur dan secara tumpangsari dengan tanaman lainnya. Berdasarkan hasil studi, seluruh responden petani (100%) melakukan penanaman lada secara monokultur. 3.Jenis Tanaman Lain pada Cara Tumpangsari Berdasarkan hasil studi diketahui bahwa seluruh responden petani melakukan penanaman secara monokultur (bukan tumpangsari), sehingga tidak ada tanaman lain yang ditanam oleh petani secara tumpangsari dengan lada. 4.Manfaat Tambahan dari Pohon yang menjadi Tajar Tanaman Lada Pada pelaksanaan usahatani lada, pohon yang digunakan untuk tajar tanaman lada memiliki manfaat tambahan yaitu penggunaan ranting untuk kayu bakar, digunakan untuk makanan ternak dan lainnya. Berdasarkan hasil studi,

76

sebagian besar responden (39,62%) memanfaatkan pohon yang menjadi tajar tanaman lada untuk kayu bakar, pakan ternak dan jika kayu belian digunakan untuk bangunan rumah. Ada juga responden sebesar 32,07% yang tidak memanfaatkan pohon yang menjadi tajar tanaman lada. Data keseluruhan responden mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 60. Ditribusi Responden Petani Berdasarkan Manfaat Tambahan dari Pohon yang menjadi Tajar Tanaman Lada Deskripsi % Responden Berdasarkan A Manfaat Tambahan dari Pohon yang menjadi Tajar Tanaman Lada Sumber : Hasil Analisis Data Primer 1,89 Jawaban B C 26,42 39,62 D 32,07

Keterangan : A = penggunaan ranting untuk kayu bakar, B = digunakan untuk makanan ternak, C = manfaat gabungan (kayu bakar dan makanan ternak), D = lainnya 5.Melakukan Pembuatan Kompos Pada pelaksanaan usahatani lada, ada responden yang melakukan pembuatan kompos yang digunakan sebagai pupuk tambahan pada usahatani lada. Berdasarkan hasil studi, hanya 1,89% responden petani yang melakukan pembuatan kompos. Sedangkan sebesar 98,11% tidak melakukan pembuatan kompos. Data keseluruhan responden mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 6 Ditribusi Responden Petani Berdasarkan Apakah Melakukan Pembuatan Kompos Deskripsi % Responden Berdasarkan Jawaban A Melakukan Pembuatan Kompos Sumber : Hasil Analisis Data Primer 1,89 B 98,11

77

Keterangan : A = Ya, B = Tidak Cara yang dilakukan oleh responden petani yang melakukan pembuatan kompos yaitu dengan mencampurkan kotoran kambing dengan sekam dan larutan EM4. 6.Pemisahan buah lada putih dengan tangkainya Berdasarkan hasil studi, seluruh responden petani (100%) melakukan pemisahan buah lada putih dengan tangkainya. Pada pelaksanaan usahatani lada, ada dua alternatif cara untuk melakukan pemisahan buah lada putih dengan tangkainya yaitu secara manual dan menggunakan mesin. Berdasarkan hasil studi, diketahui bahwa seluruh responden petani (100%) melakukan pemisahan buah lada putih dengan tangkainya secara manual. Berdasarkan hasil wawacara dengan petani, diketahui bahwa tidak ada kesulitan yang dihadapi oleh petani jika pemisahan buah lada putih dengan tangkainya dilakukan secara manual. 7.Proses Perendaman Lada Berdasarkan hasil studi, seluruh responden petani (100%) melakukan perendaman di air. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa ada dua alternatif tempat yang biasa digunakan oleh petani responden untuk melakukan perendaman lada, yaitu di sungai dan di bak perendaman (kolam). Sebagian besar petani responden (62,26%) melakukan perendaman lada di sungai dan sisanya sebesar 37,74% melakukan perendaman lada di bak perendaman (kolam). Data keseluruhan responden mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 62. Ditribusi Responden Petani Berdasarkan Tempat Melakukan Perendaman Lada Deskripsi % Responden Berdasarkan A Tempat Melakukan Perendaman Lada Sumber : Hasil Analisis Data Primer Keterangan : A = di sungai, B = di bak perendaman, C = lainnya Berdasarkan hasil wawancara, kendala yang dihadapi oleh petani responden dalam melakukan proses perendaman lada yaitu : 62,26 Jawaban B 37,74 C 0

78

Jika perendaman lada dilakukan di sungai, kendalanya dari segi keamanan

sehingga perlu pengawasan lebih ketat untuk menghindari terjadinya pencurian. Jika perendaman lada dilakukan di kolam, kendalanya pada kualitas hasil yang kura