PENYUSUNAN SYSTEM MODELLING MENDUKUNG … · Makalah dan bahan presentasi dengan ... sayur dan...
Transcript of PENYUSUNAN SYSTEM MODELLING MENDUKUNG … · Makalah dan bahan presentasi dengan ... sayur dan...
0
LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013
PENYUSUNAN SYSTEM MODELLING MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN
BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL
Oleh:
Ening Ariningsih
Agus S. Somantri Hermanto
Sri Hery Susilowati Atien Priyanti Wisri Puastuti
I Putu Wardana Nuning Argo Subekti
Puspitasari
Sabilal Fahri Idrus Hasmi
Agung Prabowo Uning Budiharti
Mewa Ariani
PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
2013
1
PENYUSUNAN SYSTEM MODELLING MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL
Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan bahwa
Ketahanan Pangan adalah “kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai
dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta
tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk
dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.”
Undang-Undang tentang Pangan tersebut juga mengamanatkan bahwa
tujuan pembangunan pangan adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan
kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan. Dengan
demikian, ketahanan pangan harus diwujudkan secara merata di seluruh wilayah
tanah air, secara berkelanjutan, dengan seoptimal mungkin memanfaatkan
sumberdaya, kelembagaan, budaya dan kearifan lokal.
Indonesia sebagai negara agraris dan negara maritim yang memiliki potensi
besar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, bahkan berpotensi untuk
memasok bagi kebutuhan pangan global. Oleh karena itu, arah dan kebijakan
ketahanan pangan harus didorong untuk mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan bagi segenap
rakyatnya dalam kerangka kemandirian pangan. Dalam hal ini, Undang-Undang
No. 18 tahun 2012 tentang Pangan mendefinisikan bahwa Kemandirian Pangan
sebagai “kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang
beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan
pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan
potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara
bermartabat”.
Dalam upaya untuk mewujudkan kemandirian pangan sumber daya pangan
lokal memiliki peran yang sangat penting, baik sebagai bahan komplementer
maupun substitusi pengganti beras atau bahan pangan lain yang sampai saat ini
masih harus diimpor. Banyak faktor yang mempengaruhi proses untuk tercapainya
kemandirian pangan baik dilihat dari perilaku masyarakat, peran pemerintah,
2
ketersediaan unsur pendukung pembangunan pertanian lainnya. Oleh karena itu,
analisis kebijakan dalam mewujudkan kemandirian pangan berbasis sumber daya
lokal perlu disusun, dan di antaranya adalah melalui sistem modeling dengan
indikator yang dapat diukur secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan serta
dapat disimulasikan terlebih dahulu sebelum diterapkan di lapangan.
“Analisis Kebijakan Kemandirian Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal melalui
Pendekatan Systems Modelling” ini disusun oleh Tim Modelling lintas instansi
dalam lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (PSEKP, BBP2TP,
Puslitbangtan, Puslitbanghort, BB Mektan, dan BB Pasca Panen) berdasarkan SP
Kepala Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Nomor
1003/KP.340/I.7/08/2013. Penyusunan model dilakukan melalui beberapa tahap,
termasuk melalui kegiatan Focus Group Discussion yang dihadiri oleh peneliti-
peneliti senior Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian untuk
memperoleh masukan-masukan yang digunakan untuk perbaikan model. Setelah
melalui berbagai penyempurnaan system modelling ini dipresentasikan pada
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-33 di Padang, Sumatera Barat, pada
tanggal 21 Oktober 2013 oleh Ketua Tim Modelling Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Kegiatan penyusunan model ini diawali dengan pertemuan-pertemuan yang
dimaksudkan untuk konsolidasi tim, menyamakan persepsi anggota tim, dan
mendiskusikan apa dan langkah apa saja yang harus dilakukan dalam penyusunan
model ini, sehingga sampai pada rencana kerja Tim (Lampiran 1) sebagai acuan
kerja pada waktu konsinyasi penyusunan model. System Modelling sebagai hasil
dari konsinyasi tersebut (Lampiran 2) kemudian disampaikan pada kegiatan Focus
Group Discussion yang dihadiri oleh peneliti-peneliti senior Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian untuk memperoleh masukan-masukan yang
digunakan untuk perbaikan model. Kegiatan Focus Group Discussion ini dipimpin
oleh Kepala Pusat Sosial Ekonomi Pertanian.
Berdasarkan masukan-masukan yang diterima pada waktu Focus Group
Discussion tersebut Tim melakukan perbaikan model (Lampiran 3) yang kemudian
disampaikan kepada Ketua Tim Modelling Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Dr. Agung Hendriadi, yang kemudian disempurnakan dan
3
dipresentasikan pada Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-33 di Padang,
Sumatera Barat, pada tanggal 21 Oktober 2013 oleh Ketua Tim Modelling Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Makalah dan bahan presentasi dengan
judul “Analisis Kebijakan Kemandirian Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal Melalui
Pendekatan Systems Modelling” tersebut disajikan berturut-turut pada Lampiran 4
dan Lampiran 5.
Kesimpulan dari model tersebut, berdasarkan kondisi eksisting dari pola
pangan nasional yang ada saat ini, maka analisis kebijakan untuk menuju
kemandirian pangan berbasis sumber daya lokal didasarkan atas elemen-elemen
pembangun tercapainya ketahanan pangan nasional yaitu: a) konsumsi (beragam,
bergizi, merata, dan terjangkau, b) diversifikasi pangan, c) perubahan perilaku
konsumsi, d) akses pangan, e) ketersediaan pangan, f) neraca pangan, g)
produksi, h) impor, i) harga pangan, j) ekstensifikasi, k) intensifikasi, l) daya beli
masyarakat, m) distribusi pangan, n) penyuluhan/alses informasi, o) keamanan
pangan, dan p) daya saing. Dalam proses analisis kebijakan, dikategorikan ke
dalam tiga subsistem, yaitu: subsistem ketersediaan, subsistem konsumsi dan
subsistem pemanfaatan pangan yang dimanifestasikan dalam peningkatan daya
saing pangan, dan subsistem akses pangan.
Rekomendasi yang disarankan berdasarkan dinamika sistem untuk
kebijakan dalam rangka menuju sistem ketahanan dan kemandirian pangan
nasional berbasis sumber daya lokal adalah:
1. Meningkatkan ketersediaan pangan melalui intensifikasi sebesar 5% (Kacang,
sayur dan buah), melalui penggunaan benih berkualitas, adopsi pupuk
berimbang, pengairan yang cukup dan penerapan sistem mutu (GAP dan
GHP) serta ekstensifikasi dan rehabilitasi lahan sebesar 5% (sayur dn buah)
melalui pembukaan lahan pertanian;
2. Meningkatkan daya saing produk pangan sebesar 20% melalui peningkatan
preferensi, mutu, harga, akses informasi, keamanan pangan, akses air bersih,
dan penyebaran informasi;
3. Peningkatan akses pangan sebesar 10% melalui peningkatan sarana jalan,
penambahan sarana listrik, perbaikan sarana prasarana distribusi secara
berkala dan perbaikan sarana pasar;
4
4. Peningkatan kerjasama (sinergi) antar sektor dan lembaga terkait dalam
pencapaian kemandirian, kedaulatan dan/atau ketahanan pangan.
5
Lampiran 1. Rencana Kerja Tim Sistem Modelling Kemandirian Pangan
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Lampiran 2. Bahan Presentasi System Modelling Mendukung Kemandirian Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal pada Focus Group Discussion, PSE-KP,
30 September 2013
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
Lampiran 3. Bahan Presentasi System Modelling Mendukung Kemandirian Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal Setelah Focus Group Discussion
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
Lampiran 4. Makalah Analisis Kebijakan Kemandirian Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal Melalui Pendekatan Systems Modelling
ANALISIS KEBIJAKAN KEMANDIRIAN PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA
LOKAL MELALUI PENDEKATAN SYSTEMS MODELLING1)
Agung Hendriadi2)
Abstrak
Kemandirian Pangan merupakan kemampuan negara dan bangsa dalam
dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai ditingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia,sosial,
ekonomi dan kearifan lokal secara bermartabat. Analisis kebijakan kemandirian pangan berbasis sumber daya lokal berdasarkan dinamika sistem, merupakan
upaya untuk merumuskan kebijakan yang dapat diimplementasikan berdasarkan simulasi-simulasi yang diarahkan pada keberpihakan pemerintah terhadap pelaku
utama produsen pangan dengan mengoptimalkan sumberdaya lokal sesuai amanah UU No. 18 Tahun 2012 tentang Kemandirian Pangan. Melalui proses analisis kebijakan yang dikategorikan ke dalam tiga subsistem (subsistem
ketersediaan, konsumsi-peningkatan daya saing pangan, dan akses pangan), maka kemandirian pangan berbasis sumber daya lokal dapat dicapai melalui
upaya: a) Peningkatkan ketersediaan pangan (kacang-kacangan, buah, dan sayuran) melalui intensifikasi sebesar 5 % dan ekstensifikasi untuk buah dan sayuran sebesar 5%, b) Peningkatan daya saing (preferensi, mutu, harga, akses
informasi, keamanan pangan, akses air bersih, dan penyebaran informasi) produk pangan sebesar 20%, c) Peningkatan akses pangan sebesar 10% melalui
peningkatan sarana jalan, listrik, sarana prasarana distribusi dan pasar, dan d) Peningkatan kerjasama (sinergi) antar sektor dan lembaga terkait dalam
pencapaian kemandirian, kedaulatan dan/atau ketahanan pangan
PENDAHULUAN
Pembangunan pangan perlu senantiasa mendapatkan prioritas
pembangunan nasional untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Kedaulatan pangan dan kemandirian pangan merupakan dua komponen utama
untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan. Ketahanan pangan yang disertai
dengan sistem keamanan pangan (food security) akan mewujudkan sistem
_____________________________________________ 1) Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia ke-33, Padang 21-22
Oktober 2013. 2) Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
44
ketahanan pangan baik dalam perspektif individual atau perseorangan maupun
masyarakat yang sehat, aktif, dan produktif serta berkelanjutan.
Indonesia adalah sebuah negara agraris yang besar dan kaya, terbukti
dengan kinerjanya di bidang produksi dan perdagangan hasil-hasil pertanian pada
skala internasional. Data tahun 2010 menunjukkan Indonesia menduduki
peringkat pertama dunia dalam hal produksi minyak sawit (CPO) yang mencapai
21 juta ton, peringkat kedua untuk produksi karet dan lada dengan produksi
masing-masing 2,7 juta ton dan 80 ribu ton, peringkat ketiga untuk padi dan
kakao dengan produksi masing-masing 64,33 juta ton lebih dan 800 ribu ton.
Sementara untuk komoditas jagung, kelapa dan kopi Indonesia menduduki
peringkat keempat dunia, dengan produksi masing-masing 17,62 juta ton, 3,16
juta ton dan 0,79 juta ton. Bahkan, Indonesia menduduki peringkat ke-10 untuk
produksi kedelai, sekalipun tanaman kedelai sejatinya bukan tanaman yang
sangat cocok di tanam di daerah tropis seperti Indonesia. Sebagian prestasi
produksi komoditas tersebut diikuti dengan capaian ekspor untuk komoditas yang
bersangkutan dengan volume dan nilai ekspor yang cukup besar, seperti ekspor
CPO mencapai US$ 15,1 milyar pada tahun 2010, karet mencapai US$ 7,5 milyar
dan kakao serta kopi masing-masing US$ 1,64 milyar dan US$ 0,81 milyar. Dari
perspektif yang lain, sektor pertanian Indonesia telah berhasil menyediakan
berbagai kebutuhan masyarakat hingga mencapai swasembada untuk berbagai
bahan pangan dan bahan baku industri di dalam negeri, seperti beras, sayuran,
buah-buahan, daging ayam, telur dan berbagai komoditas perkebunan. Namun,
untuk keberlanjutan swasembada tersebut juga merupakan suatu tantangan
tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk mencapai kemandirian pangan (PPHP,
2012).
Kualitas konsumsi pangan masyarakat Indonesia apabila dipantau dengan
menggunakan ukuran melalui Pola Pangan Harapan (PPH) adalah sebagai berikut:
Skor PPH Indonesia periode 2009-2011 mengalami fluktuasi mulai dari 75,7; pada
tahun 2009 naik menjadi 77,5 pada tahun 2010, kemudian turun lagipada tahun
2011 menjadi 77,3 dan tahun PPH tahun 2012 bahkan mengalami penurunan
menjadi 75,4. Hal ini disebabkan di antaranya adalah oleh masih rendahnya
konsumsi pangan hewani serta sayur dan buah. Bahkan konsumsi kelompok padi-
45
padian masih sangat besar dengan proporsi sebesar 58,4 persen. Situasi seperti
ini terjadi karena pola konsumsi pangan masyarakat yang kurang beragam, bergizi
seimbang serta diikuti dengan semakin meningkatnya konsumsi terhadap produk
impor, antara lain gandum dan terigu. Sementara itu, konsumsi bahan pangan
lainnya dinilai masih belum memenuhi komposisi ideal yang dianjurkan, seperti
pada kelompok umbi, pangan hewani, sayuran dan aneka buah.
Secara umum upaya pelaksanaan program kemandirian pangan sangat
penting untuk dilaksanakan secara massal, mengingat trend permintaan terhadap
beras kian meningkat seiring dengan derasnya pertumbuhan penduduk, semakin
terasanya dampak perubahan iklim, adanya efek pemberian beras bagi keluarga
miskin (Raskin) sehingga semakin mendorong masyarakat yang sebelumnya
mengonsumsi pangan pokok selain beras menjadi mengonsumsi beras (padi),
serta belum optimalnya pemanfaatan pangan lokal sebagai sumber pangan pokok
bagi masyarakat setempat.
Menurut data BPS tahun 2011, Indonesia memiliki penduduk sebesar 242,3
juta jiwa. Jumlah ini menyebabkan kebutuhan pangan, terutama beras semakin
besar.Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia, beras
mempunyai bobot paling tinggi. Oleh karena itu, inflasi nasional sangat
dipengaruhi oleh perubahan harga beras (Sutomo, 2005). Beras mempunyai
peran yang strategis dalam memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi
dan ketahanan nasional (Suryana et al., 2001). Tahun 2011, konsumsi beras
perkapita nasional sebesar 139,15 kg/kapita/tahun (BKP, 2012). Jika angka
tersebut dikalikan dengan jumlah penduduk sebesar 242,3 juta jiwa, maka angka
kebutuhan beras nasional mencapai 33,72 juta ton/tahun.
Permintaan terhadap beras di Indonesia menunjukkan tren yang semakin
meningkat. Hal ini dapat terlihat dari adanya perubahan pola konsumsi pangan
pokok nasional. Data menunjukkan, pada tahun 1954 pemenuhan pangan pokok
beras mencapai 53,5% dan pangan non beras sebesar 46,5%. Gencarnya
program swasembada beras dan modernisasi gaya hidup telah merubah konsumsi
pangan non beras menjadi beras dan terigu. Pada tahun 2010,konsumsi beras
naik menjadi 78,04%, dan konsumsi pangan non beras nyaris hilang dan
digantikan oleh terigu sebagai sumber karbohidrat setelah beras sebesar 14,73%.
46
Sumber daya pangan lokal memiliki peran yang sangat penting sebagai
bahan komplementer maupun substitusi pengganti beras dalam mewujudkan
kemandirian pangan. Banyak faktor yang mempengaruhi proses untuk tercapainya
kemandirian pangan baik dilihat dari perilaku masyarakat, peran pemerintah,
ketersediaan unsur pendukung pembangunan pertanian lainnya. Oleh karena itu,
analisis kebijakan dalam mewujudkan kemandirian pangan berbasis sumber daya
lokal perlu disusun, dan di antaranya adalah melalui sistem modeling dengan
indikator yang dapat diukur secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan serta
dapat disimulasikan terlebih dahulu sebelum diterapkan di lapangan.
KONSEP KETAHANAN DAN KEMANDIRIAN PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL
Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara
sampai pada perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang
cukup baik dalam jumlah dan mutu; memenuhi standar aman, yaitu: beragam,
bergizi, merata, dan terjangkau (B2SA); tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat. Dengan demikian, pangan dapat memenuhi
kebutuhan manusia untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara
berkelanjutan. Ketahanan pangan dalam aspek ketersediaan, keterjangkauan,
dan pemanfaatan (konsumsi) pangan dapat tercapai apabila didukung oleh
ketersediaan sumberdaya lahan, air, sumber daya manusia, teknologi,
kelembagaan, maupun budaya serta dukungan kebijakan ekonomi dan pangan
serta kebijakan otonomi dan desentralisasi sehingga mampu menghasilkan
sumber daya manusia yang tangguh yaitu sehat, aktif, dan produktif (Pemerintah
Indonesia, 2009). Namun demikian tentu saja ketahanan pangan juga sangat
dipengaruhi oleh lingkungan strategis luar negeri dan dalam negeri di antaranya
jumlah penduduk, kinerja ekonomi, dinamika pasar, dan terjadinya bencana
(Gambar 1).
47
Gambar 1. Konsep dan aspek yang terkait dengan ketahanan pangan
Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang pangan, menyebutkan bahwa
ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai
dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau, serta
tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat untuk
dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan. Dengan demikian,
konsep ketahanan pangan tidak melihat darimana pangan tersebut dihasilkan atau
dengan cara apa pangan tersebut dihasilkan. Dalam ketahanan pangan suatu
negara akan dikatakan “AMAN“, apabila mampu memenuhi pangannya tanpa dia
memproduksi sendiri pangan tersebut. Artinya suatu negara boleh
menggantungkan pemenuhan pangannya terhadap negara lain melalui
mekanisme pasar. Konsep Ketahanan Pangan tersebut telah menyebabkan
kebijakan pangan Indonesia saat ini cenderung sangat bergantung pada impor
dan telah meminggirkan para petani pangan. Dalam hal ini produsen pangan
utama. Petani dipaksa oleh sistem dan paradigma yang berorietasi pada
keuntungan dan berorientasi uang. Akhirnya, petani dikondisikan untuk masuk ke
dalam pasar produk pertanian yang tanggap terhadap perkembangan harga.
48
Berbasis kondisi pemahaman ketahanan pangan yang tidak berpihak pada
pelaku utama produsen pangan, maka arah dan kebijakan ketahanan pangan
harus didorong untuk mengoptimalkan sumberdaya lokal dalam upaya memenuhi
kebutuhan pangan dalam kerangka kemandirian pangan. Dalam hal ini, UU
No.18 Tahun 2012 tentang Pangan mendifinisikan:
“Kemandirian Pangan sebagai kemampuan negara dan bangsa dalam
dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri
yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup
sampai ditingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber
daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara
bermartabat”.
Di tengah upaya pemerintah untuk memperkuat kemandirian pangan
berbasis sumberdaya lokal, Indonesia juga harus mempersiapkan diri dalam
menyongsong implementasi ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA ) 2015 yang tinggal kurang dari 2 tahun lagi. Konsep
Utama dari MEA atau AEC adalah menciptakan ASEAN SEBAGAI SEBUAH
PASAR TUNGGAL dan kesatuan basis produksi dimana terjadi aliran yang bebas
atas barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif
bagi perdagangan antar negara ASEAN. Dengan Pemberlakuan MEA diharapkan
dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara negara-negara
anggotanya melalui sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan. Terdapat
empat pilar dari pemberlakuan MEA yaitu: 1) Menjadikan ASEAN sebagai Pasar
Tunggal dan Pusat Produksi; 2) Menjadikan ASEAN sebagai kawasan ekonomi
yang kompetitif; 3) Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang seimbang; dan 4)
Menjadikan ASEAN terintegrasi ke dalam ekonomi global.
Dunia usaha yang tergabung didalam Kamar Dagang dan Industri
Indonesia (KADIN INDONESIA), sejak tahun 2010 sampai saat ini telah
mengidentifikasi komoditas pangan unggulan/prioritas termasuk memanfaatkan
sumber daya genetik pangan lokal yang dapat dikembangkan produksinya di
dalam negeri, dengan tujuan memenuhi kebutuhan dalam negeri dan sebagian
dapat mensuplai pangan dunia. Program tersebut oleh Kadin Indonesia diberi
nama FEED INDONESIA FEED THE WORLD (FIFTW), yang kegiatannya
49
dilaksanakan secara teratur setiap dua tahun sekali. Komoditas unggulan yang
telah diidentifikasi sebanyak 20 komoditas yang dikelompokan ke dalam 4
kelompok, yaitu:
a. Kelompok I: 5 komoditas pangan strategis dan pendukung diversifikasi
pangan: beras, jagung, kedele, gula dan singkong.
b. Kelompok II: 6 komoditas unggulan ekspor, yaitu kelapa sawit, teh, kopi,
kakao, udang dan tuna.
c. Kelompok III: 3 komoditas pendukung perbaikan gizi masyarakat : daging,
susu dan hortikultura.
d. Kelompok IV: 6 komoditas buah-buahan lokal terpopuler dan khas daerah
tropis: mangga, pisang, salak, manggis, jeruk dan sirsak.
Sebagaimana digambarkan dalam the Food System Concept Diagram, with
the Addition of Drivers And Feedbacks (Ericksen, 2009) bahwa natural driver (di
antaranya adalah perubahan tanaman penutup lahan dan tanah, atmosfir, iklim,
ketersediaan dan kualitas air, ketersediaan dan siklus nitrisi, biodifersiti, salinitas),
socioeconomic driver (perubahan demografi, ekonomi, sosial politik, budaya, sains
dan teknologi) yang menghasilkan driver interactions akan mempengaruhi
kegiatan dalam sistem pembangunan pangan dan sistem pengolahan pangan
yang memberikan kontribusi pada social welfare yang saling mempengaruhi
terhadap aspek food security yang mencakup food utilization, food access, dan
food availability dimana food security akan mempengaruhi secara timbal balik
dengan aspek kesehatan lingkungan (Gambar 2).
50
Gambar 2. The Food System Concept Diagram, With the Addition of Drivers and
Feedbacks (Ericksen, 2009)
PRINSIP DINAMIKA SISTEM (SYSTEMS MODELLING) DALAM ANALISIS KEBIJAKAN KEMANDIRIAN PANGAN
Dinamika sistem didasari oleh berpikir sistem (system thinking) yang
merupakan salah satu konsep dasar dalam memahami dan melakukan analisis
terhadap sistem (Bloom, 2008). Implementasi prinsip berpikir sistem pada sistem
produksi kedelai nasional memfokuskan pada bagaimana sistem produksi kedelai
nasional dipelajari secara berkaitan dengan unsur-unsur lainnya dalam suatu
sistem. Pada prinsipnya, seperangkat elemen atau unsur sistem dalam
mewujudkan kemandirian pangan berbasis sumber daya lokal saling berinteraksi
untuk menghasilkan perilaku, di mana elemen tersebut adalah sebuah bagian
tertentu yang terdiri atas individu (pelaku produksi pangan), dan tiga subsistem
lainnya yaitu, subsistem ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan
pangan.
Melalui proses berpikir sistem ini dapat dipelajari kaitan-kaitan (linkages),
interaksi, dan proses antara elemen-elemen yang membangun sistem produksi
kedelai nasional secara keseluruhan. Dengan demikian, diharapkan dengan model
berpikir secara sistem ini, dapat efektif untuk menyelesaikan permasalahan pada
51
sebagian besar tipe permasalahan khususnya permasalahan terkait dengan
bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai kemandirian pangan
nasional.
Subsistem ketersediaan pangan terdiri atas: produksi pangan (intensifikasi
dan ekstensifikasi), impor, cadangan pangan, dan bantuan pangan. Subsistem
akses pangan terdiri atas: disntribusi, daya beli, transportasi, infrastruktur pasar,
pendapatan, dan pengeluaran untuk konsumsi. Sedangkan subsistem
pemanfaatan pangan terdiri atas perilaku kesehatan masyarakat, higiene, sanitasi,
kualitas air bersih, serta mutu dan keamanan pangan.
Gambar 3. Keterkaitan antar sistem dalam dinamika sistem analisis kebijakan
untuk ketahanan pangan berbasis sumber daya lokal
Kebijakan adalah petunjuk-petunjuk (directives) yang dikeluarkan dan
disebarluaskan (oleh pemerintah) dengan tujuan: 1) Menciptakan serta
membangun iklim dan kondisi yang perlu untuk mendukung (to facilitate)
pelaksanaan strategi dan 2) Memberikan kepastian kepada unsur-unsur dunia
usaha, masyarakat luas, dan penyelenggara pemerintahan; tentang arah, ruang
lingkup, dan tingkat keleluasaan masing-masing di dalam memilih upaya yang
berkaitan dengan strategi tersebut. Sedangkan prinsip-prinsip dinamika
sistem atau (model) dalam analisis kebijakan adalah:
52
1. Model yang memenuhi syarat dan mampu dijadikan sarana analisis untuk
merumuskan (merancang) kebijakan haruslah merupakan suatu wahana
untuk menemukan jalan dan cara intervensi yang efektif dalam suatu
sistem (fenomena).
2. Melalui jalan dan cara intervensi inilah perilaku sistem yang diinginkan dapat
diperoleh (perilaku sistem yang tidak diinginkan dapat dihindari).
Dengan demikian, model yang dibentuk untuk tujuan analisis kebijakan haruslah
memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Karena efek suatu intervensi (kebijakan), dalam bentuk perilaku, merupakan
suatu kejadian berikutnya; maka untuk melacaknya, unsur (elemen) waktu
perlu ada (dynamic);
2. Mampu mensimulasikan bermacam intervensi dan dapat memunculkan
perilaku sistem karena adanya intervensi tersebut;
3. Memungkinkan mensimulasikan suatu intervensi yang efeknya dapat
berbeda secara dramatik: (1) dalam konteks waktu (efek jangka pendek
vs jangka panjang, trade off in time), dan (2) dalam konteks sektoral (efek
memperbaiki performance suatu sektor yang berakibat memperburuk
performance sektor yang lain, trade off between sectors); disebut dengan
istilah dynamic complexity (kompleksitas dinamik);
4. Perilaku sistem di atas dapat merupakan perilaku yang pernah dialami dan
teramati (historis) ataupun perilaku yang belum pernah teramati (pernah
dialami tetapi tidak teramati atau belum pernah dialami tetapi kemungkinan
besar terjadi); dan
5. Mampu menjelaskan mengapa (why) suatu perilaku tertentu (transisi yang
sukar misalnya) dapat terjadi.
DINAMIKA SISTEM DALAM ANALISIS KEBIJAKAN KEMANDIRIAN
PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL
Kerangka pikir dinamika sistem dalam analisis kebijakan kemandirian
pangan berbasis sumber daya lokal adalah dalam aspek kebijakan dalam
perencanaan penyediaan pangan nasional dan dalam perencanaan konsumsi
melalui diversifikasi pangan melalui pemanfaatan sumber daya pangan lokal.
53
Kebiajkan kemandirian pangan berbasis lokal ini akan dipengaruhi oleh sumber
daya (lahan, teknologi, dan sarana-prasarana), impor maupun cadangan
makanan, akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: gap konsumsi
(merupakan selisih antara konsumsi aktual dan konsumsi ideal) dan gap
ketersediaan (merupakan selisih antara ketersediaan aktual dengan ketersediaan
ideal). Ketersediaan pangan dan konsumsi pangan akan mempengaruhi tingkat
akses masyarakat terhadap pangan yang dibutuhkan. Sedangkan perencanaan
konsumsi pangan dapat dilakukan di antaranya melalui perencanaan pola
diversifikasi pangan. Ketersediaan pangan sangat dipengaruhi oleh perilaku
produksi pangan nasional (Gambar 4).
Gambar 4. Kerangka pikir analisis kebijakan berbasis sumber daya lokal berdasarkan dinamika sistem
Kemandirian pangan sangat bergantung pada aspek ketersediaan pangan
yang dipengaruhi oleh subsistem produksi nasional. Tabel 1 menyajikan Target
Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Lima Komoditas Pangan Utama
2011 – 2014.
54
Tabel 1. Target Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Lima Komoditas Pangan Utama 2011 – 2014
Fenomena produksi tanaman pangan nasional, khususnya padi dan jagung
menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Namun demikian, untuk kedelai
pada tahun terakhir (2012 ke tahun 2013) sedikit menurun (Gambar 5).
Sedangkan untuk produksi buah dan sayuran dari tahun 2002 sampai 2012
menunjukkan fluktuasi yang cukup nyata, khususnya untuk komoditas sayuran
pada tahun 2009 ke 2010 menurun drastis, namun dua tahun berikutnya (2011
dan 2012) menunjukkan peningkatan.
Gambar 5. Perilaku produksi pangan nasional pada sepuluh tahun terakhir
55
Produksi pangan nasional yang cukup tinggi ternyata belum mampu
mengimbangi konsumsi pangan ideal sesuai dengan pola pangan harapan (PPH)
di antaranya selain tingginya jumlah penduduk juga belum beragamnya pola
konsumsi masyarakat. PPH di Indonesia masih 75 di bawah PPH ideal 100
(Gambar 6).
Gambar 6. Gambaran umum kondisi eksisting dan kondisi ideal PPH
Berdasarkan kondisi eksisting dari pola pangan nasional yang ada saat ini,
maka untuk menuju pada pola pangan harapan yang ideal, maka terdapat
elemen-elemen yang perlu mendapatkan perhatian yang dimanifestasikan dalam
causal loop. Elemen atau unsur yang terkait dan saling mempengaruhi dalam
mewujudkan PPH ideal yang merupakan salah satu indikator tercapainya
kemandirian pangan nasional adalah: a) konsumsi (beragam, bergizi, merata, dan
terjangkau atau B2SA), b) diversifikasi pangan, c) perubahan perilaku konsumsi,
d) akses pangan, e) ketersediaan pangan, f) neraca pangan, g) produksi, h)
impor, i) harga pangan, j) ekstensifikasi, k) intensifikasi, l) daya beli masyarakat,
m) distribusi pangan, n) penyuluhan/akses informasi, o) keamanan pangan, dan
p) daya saing. Hubungan sebab akibat (causal loop) antar unsur yang terkait
diwujudkan dalam Gambar 7.
56
KetersediaanPangan
AksesPangan
KonsumsiB2SA
DiversifikasiPangan
Perubahanperilaku
konsumsi (KAP)
Daya Beli
Distribusi
//
Penyuluhan/akses informasi
Produksi
DayaSaing
KeamananPangan
( - )( + )
NeracaPangan
Intensifikasi
Ekstensifikasi
Impor
Harga
-
+
++++-
+
+
+
-
++
+
+
+
+
++
+
+
+
+
+
+
+
-
Gap konsumsidg konsumsi
ideal-
+
Gambar 7. Causal loop analisis kebijakan kemandirian pangan
berbasis sumber daya lokal
Berdasarkan causal loop model ketahanan pangan yang telah disusun,
dalam proses penyusunan analisis kebijakan, disusun diagram stock and flow
(Gambar 8) yang dikategorikan ke dalam tiga subsistem sebagaimana telah
disampaikan dalam kerangka pikir, yaitu: subsistem ketersediaan, subsistem
konsumsi dan pemanfaatan pangan, dan subsistem akses pangan. Gambaran
secara menyeluruh dari masing-masing subsistem model ketahanan pangan
disajikan pada Gambar 8. Stock and flow inilah yang selanjutnya dideskripsikan
dengan dukungan data riil didukung dengan analisis kualitatif berdasarkan diskusi
dan focus group discussion (FGD) dengan stakeholders dan pelaku pembangunan
pangan untuk disimulasikan sehingga menghasilkan kebijakan yang ideal untuk
dapat diterapkan pada masyarakat sesuai dengan lingkungan strategis dan kondisi
masyarakat.
57
SUB MODEL PPHSUB MODEL KONSUMSI/ PEMANFAATAN PANGAN
MODEL KETAHANAN PANGAN
MODEL KETAHANAN
PANGAN
SUB-MODEL KETERSEDIAAN PANGAN
SUB-MODEL AKSES PANGAN
umbi2an
pngn hewani
kcng2an
syr dn buah
biji berminyaklmk dan mnyk
gula
lain2
AKE stndr
% kal
% AKE
Bobot
Skor AKE
Skor maks
Skor PPH awal
Delay diversifikasi
Kalori
konsumsi
PPH awal
Diversifikasi
Laju KAP
Gap StdrStd pa
Ketersediaan
Akses Pangan
Penduduk
Produksi bhn pngn
Jml pa awal
Konversi div
Energi 2
Skor maks
Skor AKE 1
padi2an
tot kal
skor aktual
energi3
lj energi
Delay diversifikasi
gap energi
std energi
toten3
%kal3
%AKE3
AKE stndr
Bobot
skorAKE3
totAKE3
SkorPPH3
PPH3
skor AKE4
Daya saing
Keamanan Pangan
Mutu
Preferensi Tingkat kesehatan
Penyebaraninformasi
Perubahankonsumsi Pangan
harga
Higienis dansanitasi
Produksi
Persen kenaikan
Intensifikasi
Ekstensifikasi
Impor
Perubahankonsumsi Pangan
Trend eksist
Prod bhn pngn 1
Laju pngktn prod
Gap prod BP
Bhn Pangan maks
susut
khlngn hsl
Stok BP
Konsumsi B2SA
delay akses
Penggunaan airbersih
Stok awal
Akses informasi
NeracaKetersediaan
Diversifikasi
Akses_Pangan
Akses_eksisting
Penambahansarana listrik
Pendapatan
Peningkatan saranajalan gap
peningkatan hambatan
Kerusakan saprasakses
Perbaikan saprasberkala
daya beli
distribusi
Sarana Pasar
Pengeluaran
Gambar 8. Diagram stock and flow dinamika sistem analisis kebijakan dalam
mencapai ketahanan angan berbasis sumber daya lokal
Analisis dinamika sistem nasional dilaksanakan dengan beberapa asumsi
yang ditetapkan sebagai berikut:
1. Sub Model Ketersediaan Pangan: Laju kenaikan produksi semua
kelompok bahan pangan existing diambil berdasarkan data 5 tahun terakhir
(2007 – 2012) dan besarannya dianggap tetap.
2. Sub Model Konsumsi:
a. Kondisi eksisting preferensi (kecenderungan masyarakat terhadap pangan
B2SA/beragam bergizi, seimbang dan aman) 50%, mutu (kualitas pangan
yang tersedia di pasaran) 50%, harga/keterjangkauan masyarakat 70%,
akses infomasi 50%.
b. Kondisi eksisting keamanan pangan yaitu higienis dan sanitasi 55%, tingkat
kesehatan masyarakat 80%, penggunaan air bersih 55% (Unicef, 2010),
penyebaran informasi 50%.
c. Angka Kecukupan Energi (AKE) dipakai berdasarkan AKE konsumsi yaitu
2000 Kkal/kapita/hari.
d. Target PPH sampai tahun 2020 adalah 100.
58
e. Laju pertumbuhan penduduk 1,49 %/tahun.
f. Penurunan konsumsi beras 1,625 %/tahun.
Upaya (skenario) yang paling efisien, efektif, dan rasional dilakukan sesuai
interkoneksi peubah yang berpengaruh untuk mencapai target yang diinginkan
dengan memperhatikan time constraints. Berdasarkan hasil kajian terhadap
kondisi eksisting, validitas data dan informasi yang tersedia, analisis lingkungan
strategis, dan simulasi model yang telah dibuat, maka diperoleh skenario ideal
yang memungkinkan dapat tercapainya Neraca Pangan positif serta target PPH
tercapai dan berlanjut (Gambar 9).
Gambar 9. Skenario kebijakan dalam mencapai kemandirian pangan berbasis sumber daya lokal
Skenario kebijakan yang diharapkan dapat diterapkan untuk mencapai
ketahanan pangan secara berkelanjutan adalah dengan melakukan beberapa
intervensi terhadap beberapa unsur yang dapat dikendalikan, yaitu terhadap
subsistem ketersediaan pangan, daya saing, dan akses pangan. Berkaitan dengan
ketersediaan pangan, upaya peningkatannya dapat dilakukan melalui: a)
Peningkatan ketersediaan pangan jenis kacang-kacangan, sayur, dan buah
sebesar 5% melalui intensifikasi melalui penggunaan benih berkualitas, adopsi
pupuk berimbang, pengairan yang cukup dan penerapan sistem mutu (GAP dan
GHP), dan b) Peningkatan ketersediaan sayur-sayuran/buah melalui ekstensifikasi
59
dan intensifikasi masing-masing sebesar 5%. Pada subsistem peningkatan unsur
daya saing pangan yang diproduksi, dilakukan upaya peningkatan preferensi,
mutu, harga, akses informasi, higienis dan sanitasi, serta tingkat kesehatan
masyarakat, penggunaan air bersih, dan penyediaan informasi sebesar 100%.
Sedangkan untuk peningkatan akses pangan dilakukan dengan upaya peningkatan
sarana jalan dan sarana listrik sebesar 30%, perbaikan sarpras berkala 31%,
sarana pasar 70%, pendapatan Rp 9.704.806, dan pengeluaran Rp 3.505.170.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan kondisi eksisting dari pola pangan nasional yang ada saat ini,
maka analisis kebijakan untuk menuju kemandirian pangan berbasis sumber daya
lokal didasarkan atas elemen-elemen pembangun tercapainya ketahanan pangan
nasional yaitu: a) konsumsi (beragam, bergizi, merata, dan terjangkau, b)
diversifikasi pangan, c) perubahan perilaku konsumsi, d) akses pangan, e)
ketersediaan pangan, f) neraca pangan, g) produksi, h) impor, i) harga pangan, j)
ekstensifikasi, k) intensifikasi, l) daya beli masyarakat, m) distribusi pangan, n)
penyuluhan/alses informasi, o) keamanan pangan, dan p) daya saing. Dalam
proses analisis kebijakan, dikategorikan ke dalam tiga subsistem, yaitu:
subsistem ketersediaan, subsistem konsumsi dan subsistem pemanfaatan pangan
yang dimanifestasikan dalam peningkatan daya saing pangan, dan subsistem
akses pangan.
Rekomendasi yang disarankan berdasarkan dinamika sistem untuk
kebijakan dalam rangka menuju sistem ketahanan dan kemandirian pangan
nasional berbasis sumber daya lokal adalah:
5. Meningkatkan ketersediaan pangan melalui intensifikasi sebesar 5% (Kacang,
sayur dan buah), melalui penggunaan benih berkualitas, adopsi pupuk
berimbang, pengairan yang cukup dan penerapan sistem mutu (GAP dan
GHP) serta ekstensifikasi dan rehabilitasi lahan sebesar 5% (sayur dn buah)
melalui pembukaan lahan pertanian.
6. Meningkatkan daya saing produk pangan sebesar 20% melalui peningkatan
preferensi, mutu, harga, akses informasi, keamanan pangan, akses air bersih,
dan penyebaran informasi.
60
7. Peningkatan akses pangan sebesar 10% melalui peningkatan sarana jalan,
penambahan sarana listrik, perbaikan sarana prasarana distribusi secara
berkala dan perbaikan sarana pasar
8. Peningkatan kerjasama (sinergi) antar sektor dan lembaga terkait dalam
pencapaian kemandirian, kedaulatan dan/atau ketahanan pangan
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2013. Laporan Bulanan Data Sosial ekonomi. Edisi 34 Maret 2013
Ericksen. 2009. The Food System Concept Diagram, with the Addition of Drivers and Feedbacks.
Kementerian Pertanian. 2011. Pedoman Teknis Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) tahun 2011. Jakarta:
Kementan.
Pemerintah Indonesia. 2012. UU No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Pemerintah Indonesia, Jakarta
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya
Lokal.
Pemerintah Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal.
Suryana, A. 2013. ”Kebijakan Percepatan Diversifikasi Pangan dan Pengembangan
Pangkin untuk Substitusi Raskin di Wilayah Tertentu: Peluang dan Tantangan” disampaikan pada Diskusi: “Percepatan Diversifikasi Pangan
melalui Strategi Ganda: Peningkatan Konsumsi dan Penguatan Bisnis Kuliner Pangan Lokal”, 19 September 2013.
61
Lampiran 5. Bahan Presentasi Analisis Kebijakan Kemandirian Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal Melalui Pendekatan Systems Modelling
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72