Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan Lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali Penduduk Dalam...
-
Upload
ishwari-rundayani -
Category
Documents
-
view
92 -
download
4
Transcript of Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan Lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali Penduduk Dalam...
Executive Summary Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali
Penduduk dalam Pembangunan Waduk
TA 2011
1
EXECUTIVE SUMMARY
TAHUN ANGGARAN 2011
PENYUSUNAN MODEL PERHITUNGAN
PEMBEBASAN LAHAN, RELOKASI & PEMUKIMAN KEMBALI PENDUDUK DALAM PEMBANGUNAN
WADUK
Executive Summary Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali
Penduduk dalam Pembangunan Waduk
TA 2011
2
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pembangunan waduk di Indonesia diharapkan dapat menjadi solusi guna
mengatasi krisis air kedepan khususnya di Pulau Jawa. Pembangunan waduk selain
dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, maka memiliki
multifungsi terhadap berbagai dimensi kehidupan masyarakat. Pertama,
pembangunan waduk berfungsi untuk menyediakan air bagi para petani, melalui
jaringan irigasi yang diharapkan meningkatkan produksi pertanian dan
meningkatkan ketahanan pangan nasional. Kedua, pembangunan waduk juga
berfungsi sebagai penyediaan air baku bagi kebutuhan sehari-hari penduduk
sehingga dapat terhindar dari kekurangan air. Ketiga, pembangunan waduk dapat
pula berfungsi sebagai sumber pembangkit tenaga listrik yang dapat mensuplai
kebutuhan penduduk akan penerangan dan berbagai kebutuhan lainnya. Keempat,
pembangunan waduk juga dapat berfungsi sebagai sarana konservasi air yakni
dapat menahan air lebih lama sehingga memungkinkan penyerapan air yang lebih
besar dan memberikan kontribusi terhadap pengisian kembali air tanah. Kelima,
pembangunan waduk juga dapat menjadi sarana pariwisata sehingga dapat
menambah pendapatan penduduk sekitar dan sumber PAD (pendapatan asli
daerah) bagi pemda setempat.
Namun demikian, hampir setiap pembangunan waduk di Indonesia, memiliki
permasalahan-permasalahan yang berujung pada konflik di masyarakat yang pada
akhirnya memperlambat proses pembangunan. Permasalahan saat pembebasan
lahan seperti kepemilikan tanah, batas tanah, tanah ulayat, dll maupun
permasalahan pada saat relokasi dan pemukiman kembali seperti pemilihan lokasi
potensial pemukiman, keberlanjutan mata pencaharian penduduk, dan
pemenuhan sarana dan prasarana sosial, seperti yang telah dialami warga
Kedungombo, Kotopanjang, Nipah, Karian, dan Jatibaran adalah potret nyata
dampak sosial ekonomi dari sebuah proses pembangunan Waduk.
Mengacu kepada Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2010 tentang
Bendungan, pada Pasal 2, disebutkan bahwa “pembangunan waduk bermanfaat
Executive Summary Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali
Penduduk dalam Pembangunan Waduk
TA 2011
3
untuk : Meningkatkan kemanfaatan fungsi sumber daya air; Pengawetan air;
Pengendalian daya rusak air, dan pengamanan tampungan limbah tambang
(tailing) atau tampungan lumpur”. Oleh karena itu, agar manfaat pembangunan
dapat tercapai secara maksimal diperlukan perencanaan yang matang.
Menurut Donny dan Chandra (2009), dalam melakukan pembangunan waduk,
dibutuhkan perencanaan khususnya pada saat pembebasan lahan dan pemukiman
penduduk yang direncanakan secara menyeluruh dengan melibatkan peran serta
masyarakat untuk meminimalisasi gejolak sosial yang ditimbulkan. Sehingga,
setelah diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2010 diharapkan
bahwa setiap pembangunan bendungan/waduk mampu memperhitungkan
berbagai permasalahan berkenaan dengan masyarakat yang terkena dampak
pembangunan
Sementara itu, untuk meminimalisasi konflik masyarakat seputar pembebasan
lahan, sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 65 tahun 2006 Tentang perubahan atas peraturan Presiden Nomor 36
tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum. Dalam Perpres tersebut telah diatur tentang konsultasi
masyarakat dan konsensus kesepakatan tentang kompensasi "adil", namun dalam
Perpres tersebut tidak menyediakan prosedur rinci untuk pemukiman orang
terlantar oleh proyek.
Oleh karenanya, penyusunan Model Perhitungan Pembebasan Lahan, Relokasi
dan Pemukiman Kembali Penduduk dalam Pembangunan Waduk dilakukan guna
mendukung penerapan peraturan pemerintah No.37 Tahun 2010 tentang
Bendungan, dan memberikan dukungan terhadap Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 65 tahun 2006 Tentang perubahan atas peraturan presiden
nomor 36 tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan
untuk kepentingan umum yang belum menambahkan prosedur pemukiman orang
yang terlantar karena proyek pembangunan.
Executive Summary Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali
Penduduk dalam Pembangunan Waduk
TA 2011
4
1.2 Permasalahan
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan:
a. Bagaimana alternatif dasar perhitungan pembebasan lahan dan
relokasi/pemukiman kembali penduduk dalam pembangunan waduk?
b. Bagaimana persepsi masyarakat tentang keberhasilan dan kegagalan
Pembebasan Lahan, Relokasi dan Pemukiman Kembali dalam pembangunan
Waduk?
c. Bagaimana penetapan kriteria Sosial ekonomi lingkungan keberhasilan dan
kegagalan Pembebasan Lahan, Relokasi dan Pemukiman Kembali penduduk
dalam pembangunan Waduk?
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian adalah untuk:
a. Menemukan alternatif dasar perhitungan pembebasan lahan, relokasi dan
pemukiman kembali penduduk dalam pembangunan waduk.
b. Mempelajari persepsi masyarakat tentang tingkat keberhasilan dan kegagalan
Pembebasan Lahan, Relokasi dan Pemukiman Kembali dalam pembangunan
Waduk.
c. Merumuskan kriteria Sosekling keberhasilan dan kegagalan Pembebasan Lahan,
Relokasi dan Pemukiman Kembali dalam pembangunan Waduk.
1.4 Keluaran
Adapun keluaran (output) penelitian ini adalah sebuah Model Perhitungan
Pembebasan Lahan, Relokasi dan Pemukiman Kembali Penduduk dalam
Pembangunan Waduk
1.5 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat (outcome) :
a. Meningkatkan koordinasi dan ketatalaksanaan untuk mengurangi konflik
antar stakeholder pengguna SDA sehingga pembangunan waduk sesuai
dengan rencana.
Executive Summary Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali
Penduduk dalam Pembangunan Waduk
TA 2011
5
b. Menghasilkan model Perhitungan Pembebasan Lahan, Relokasi dan
Pemukiman Kembali Penduduk dalam Pembangunan Waduk yang dapat
dijadikan pendukung proses keberhasilan penerapan LARAP dalam
pembangunan Waduk.
II. Metode Penelitian& Kerangka Pikir
2.1. Jenis Penelitian
Sebagai suatu penelitian tentang model, jenis penelitian ini termasuk
kualitatif. Hal tersebut dipilih karena untuk menyusun suatu model, diperlukan
pemahaman yang mendalam terhadap materi yang hendak dimodelkan. Model
pada dasarnya adalah wakil atau representasi ideal dari situasi-situasi dunia
nyata. Dengan kata lain, model merupakan penyederhanaan dari realitas yang
diwakilinya sehingga dibutuhkan pengetahuan yang komprehensif mengenai
objek kajian sebelum menyederhanakannya.
2.2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dapat
dipilah ke dalam empat teknik.
Pertama, teknik wawancara mendalam. Teknik pengumpulan data ini
digunakan untuk menggali data dan informasi dari informan secara detail dan
mendalam. Sebagai panduan melakukan wawancara mendalam, terlebih dahulu
disediakan panduan wawancara. Untuk melaksanakan wawancara mendalam ini,
akan dilakukan dua cara, yakni secara individual dan berkelompok. Secara
individual, peneliti akan berhadapan secara face to face dengan informan.
Tujuannya adalah untuk menggali secara mendalam serta memperhatikan gerak-
gerik selama wawancara berlangsung dengan saksama. Sedangkan secara
berkelompok, dilakukan dengan jalan seorang peneliti (pewawancara)
menghadapi informan lebih dari satu secara sekaligus. Namun demikian, tidaklah
berarti bahwa proses tanya-jawab harus dilakukan secara bergiliran, tetapi
mungkin adalah di antara mereka yang lebih banyak pertanyaan diajukan
Executive Summary Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali
Penduduk dalam Pembangunan Waduk
TA 2011
6
disbanding dengan yang lain karena pengetahuan dan pengalamannya yang
berbeda.
Kedua, melakukan teknik observasi lapangan dengan cara mengunjungi
lokasi secara langsung. Ada dua jenis observasi yang dapat dilakukan, yakni
observasi partisipatif dan nonpartisipatif. Observasi partisipatif dilakukan dengan
berusaha “mengalami” kondisi masyarakat yang terkena pembebasan lahan
untuk pembangunan waduk, sedangkan observasi nonpartisipatif akan dilakukan
jika ada berbagai keterbatasan ditemukan di lapangan.
Ketiga, melakukan teknik focus group discussion (FGD) dengan para
informan secara terbatas. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dari
suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi yang terarah (terfokus) pada masalah
tertentu (Bungin, 2001). Dalam FGD ini, peneliti berusaha menempatkan diri
sebagai pengamat dan pengarah jalannya diskusi. Para informan diberikan
kesempatan yang seluas-luasnya membahas permasalahan pembebasan lahan
terutama terkait dengan pola perhitungan pembebasan lahan dan program
relokasi akibat adanya pembangunan waduk.
Keempat, melakukan teknik literatur atau studi pustaka. Teknik ini
digunakan untuk memperoleh hasil-hasil kajian sejenis ataupun data pendukung
lainnya. Studi literatur ini akan dilakukan dengan cara mendatangi sejumlah
perpustakaan dan pusat-pusat informasi seperti BPS.
2.3. Metode Analisis Data
Untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan, akan digunakan
beberapa tahap.
Pertama, tahap penjernihan data. Data yang masih tercampur akan
dipisahkan terkait dengan tujuan penelitian, apakah data tersebut dibutuhkan atau
tidak. Hal ini penting karena seringkali dalam pengumpulan data, ada sejumlah
data yang sebenarnya tidak dibutuhkan, tetapi sempat terambil. Oleh karena itu,
agar jelas mana data yang dibutuhkan dan mana data yang tidak dibutuhkan, maka
Executive Summary Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali
Penduduk dalam Pembangunan Waduk
TA 2011
7
dilakukan pemisahan. Dengan kata lain, data yang terkumpul disortir apakah layak
digunakan untuk analisis atau tidak.
Kedua, tahap sistematisasi, yakni melakukan pengklasifikasian data
berdasarkan kategori-kategori tertentu secara lebih sistematis dan terstruktur.
Bentuk-bentuk yang sistematis dan terstruktur tersebut dapat terwujud dalam
bentuk narasi, matriks, atau bagan. Ketiga, tahap penafsiran melalui interpretasi
dan pengembangan analisis dengan cara mengaitkan suatu tema dengan tema
lainnya (Neuman, 2003).
2.4. Kerangka Pikir
Berdasarkan landasan teori di atas, dapat dibangun suatu kerangka pikir
bahwa pembebasan lahan maupun relokasi/permukiman kembali secara
konseptual masih terus berubah sesuai dengan perkembangan dan dinamika
dalam masyarakat. Adanya permasalahan pada proses pembebasan lahan yang
menyebabkan tertunda atau gagalnya suatu pembangunan waduk membuktikan
bahwa model pembebasan lahan masih perlu mendapat perhatian kembali.
Kebutuhan akan peningkatan hasil pertanian untuk memenuhi konsumsi
pangan penduduk Indonesia memerlukan dukungan adanya pembangunan
waduk. Dengan adanya waduk, areal pertanian (terutama sawah) dapat terjamin
ketersediaan airnya sehingga dapat meningkatkan produksi hasil pertanian.
Demikian pula kebutuhan air, baik untuk rumah tangga maupun industri dapat
disuplai dari waduk. Bahkan, dengan adanya waduk, air dapat tertahan lebih lama
yang memungkinkan meresap dan memberikan kontribusi terhadap pengisian
kembali air tanah. Fungsi lain dari waduk adalah dapat menjadi tenaga
pembangkit listrik tenaga air untuk memenuhi kebutuhan akan penerangan dan
kebutuhan lainnya.
Sejumlah instrumen hukum yang dibuat, baik dalam bentuk Undang-
Undang, Peraturan Presiden, maupun Keputusan Menteri sebenarnya telah
menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan pembebasan lahan untuk
pembangunan Waduk. Namun demikian, pada kenyataannya para pemilik tanah
Executive Summary Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali
Penduduk dalam Pembangunan Waduk
TA 2011
8
tidak semuanya secara serta-merta rela menyerahkan tanahnya. Bahkan, ada yang
melakukan resistensi (konflik vertikal) terhadap upaya pembebasan lahan serta
konflik horizontal (di antara sesama pemilik tanah). Demikian pula di antara
pemerintah sendiri (pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota) juga sering mengalami konflik. Hal tersebut terjadi karena belum
disepakatinya model pembebasan lahan yang digunakan oleh pihak yang
membutuhkan tanah. Untuk itu, berbagai aturan hukum yang dapat digunakan
untuk mendapatkan tanah seperti Perpres 35 Tahun 2005, kemudian direvisi
Perpres Nomor 65 Tahun 2006 serta Peraturan kepala BPN RI Nomor 3 Tahun
2007, namun suatu hal yang tidak dapat diabaikan adalah masyarakat pemilik
tanah memiliki pandangan terhadap tanah miliknya seperti tanah sebagai dalam
konsep ruang, modal, hingga konsep religius magis. Bahkan, ditekankan bahwa
pemberian ganti rugi (kompensasi) dapat memberikan kelangsungan hidup yang
lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelumnya.
Keberadaan LARAP yang mengatur perencanaan pengadaan tanah dan
resettlement diharapkan dapat mereduksi permasalahan yang selama dihadapi,
baik oleh penyelenggara program/proyek maupun meminimalisasi dampak negatif
bagi masyarakat yang terkena dampak. Pada akhirnya, dari pengalaman empiris di
lokasi dapat dijadikan bahan untuk membangun model alternatif LARAP sesuai
dengan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan masyarakat setempat.
Selama ini, umumnya nilai pembebasan lahan hanya berdasar pada NJOP,
luas lahan, status lahan, posisi lahan dari, nilai bangunan, dan nilai tanaman.
Sementara itu, bagi pemilik tanah, entitas tanah bukan hanya sekadar benda mati,
melainkan sebagai sumber daya, baik secara ekonomi maupun sosial. Secara
ekonomi, tanah merupakan sumber mata pencaharian karena di atas tanah
tersebut merupakan sumber penghidupan sehari-sehari sehingga kehilangan
tanah dapat diartikan sebagai kehilangan mata pencahariannya. Sedangkan secara
sosial, tanah bagi pemilik memiliki nilai sosial seperti ikatan dengan leluhur yang
harus dipelihara (cara memiliki), identitas sosial yang harus dipertahankan, serta
sudah lama dan nyaman/aman dengan lingkungan sosial sekitarnya. Ketika hal ini
Executive Summary Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali
Penduduk dalam Pembangunan Waduk
TA 2011
9
tidak dapat diperhatikan, pemilik tanah tidak jarang mereka mengalami deprivasi
yang pada akhirnya membuat eskalasi konflik menjadi semakin kuat.
Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu model pembebasan lahan
(termasuk program relokasi/permukiman kembali) warga yang tanahnya terkena
proyek pembangunan waduk. Secara ringkas, kerangka pikir yang digunakan
dalam penelitian ini dapat dilihat bagan berikut ini.
Gambar 1. Kerangka Pikir
Kebutuhan Tanah Pembangunan Waduk (Pertanian, Air baku, Konservasi, Listrik)
UUPA No. 5 1960 & UU No. 20 1961
Perpres No. 36/2005 jo Perpres No. 65 2006
Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007
Konsep Tanah Konvensional 1. Alam 2. Ruang 3. Faktor produksi 4. Situasi 5. Properti 6. Modal 7. Barang konsumsi
UU No. 5 1960
Rencana Pembangunan Waduk
Konsep Tanah Alternatif 8. Religius-magis
9. Emosional/ ikatan batin (Cara memperoleh tanah & durasi
memiliki tanah)
Alternatif dasar perhitungan
Persepsi masyarakat tentang keberhasilan dan kegagalan
Kriteria Sosial ekonomi lingkungan keberhasilan dan kegagalan
MODEL PERHITUNGAN PEMBEBASAN LAHAN, RELOKASI & PEMUKIMAN
KEMBALI PENDUDUK DALAM PEMBANGUNAN WADUK
P E N E L I T I A N
Laporan Akhir Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali
Penduduk dalam Pembangunan Waduk
TA 2011 TA 2011
10
3. Kesimpulan & Rekomendasi
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan data dan analisis dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:
a. Nilai Tanah
Metode penilaian yang digunakan oleh appraisal untuk menentukan nilai
pasar Tanah biasanya menggunakan metode Pendekatan Data Pasar (Market Data
Approach). Dalam hal ini penilaian Tanah didasarkan pada perbandingan secara
langsung obyek yang dinilai dengan data transaksi pembanding yang telah dianalisa,
dengan menggunakan faktor-faktor penyesuaian (adjustment).
Koreksi penyesuaian, mencakup perbandingan :
Faktor Lokasi, yang mencakup kestrategisan, jauh dekatnya lokasi dengan
fasilitas umum.
Faktor Kegunaan, adalah pengaruh dari nilai kegunaan yang maksimal bisa
diperoleh yang disesuaikan dengan zoning/peruntukannya.
Faktor Fisik, adalah mencakup sifat-sifat fisik antara lain ukuran, bentuk tanah,
topografi, kondisi tanah, dan lain-lain.
Faktor Sarana, menyangkut adanya sarana yang dimiliki misalnya jalan masuk,
PDAM, PLN, Telkom, angkutan umum, dan lain-lain.
Faktor Waktu, adalah berhubungan dengan kapan terjadinya penjualan/transaksi
atau masih dalam bentuk penawaran.
Adapun Faktor Nilai Nyata juga ditambahkan sebagai nilai tanah sebagai faktor-
faktor penggantian kerugian yang bersifat fisik dan/ atau non fisik sebagai akibat
pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan/ atau
benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan
kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum
terkena pengadaan tanah. Faktor-faktor tersebut dapat diasumsikan, sebagai berikut:
1. Biaya pengukuran lahan di lokasi baru
2. Biaya BPATB
3. Biaya Administrasi Penerbitan Surat Kepemilikan Tanah lokasi baru
Laporan Akhir Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali
Penduduk dalam Pembangunan Waduk
TA 2011 TA 2011
11
4. Inflasi atas perubahan harga dari saat dibebaskan hingga perolehan lahan baru
Meskipun metode penilaian dan faktor yang diperhitungkan oleh tim appraisal
tersebut oleh berbagai pihak dipandang sudah memadai, dalam kenyataannya
masih sering mendapat berbagai hambatan. Oleh karena itu, berdasarkan
temuan lapangan, ada beberapa faktor yang menurut informan penting
dipertimbangkan dalam perhitungan nilai tanah sebagai dasar pemberian ganti
rugi bagi tanah yang dibebaskanDengan mengacu pada alternatif dasar
perhitungan pengadaan tanah hasil temuan lapangan di atas, maka secara
konseptual dapat memberi kontribusi terhadap dasar perhitungan yang ada
selama ini. Jika kita mengikuti dasar perhitungan yang ada saat ini, nilai tanah
cenderung hanya mempertimbangkan enam faktor yang dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Rumus Umum Nilai Tanah
Nilai Tanah = ∑ ( F1 + F2 + F3 + F4 + F5 +F6)
Keterangan : F1 : Faktor Lokasi (kestrategisan, jauh dekatnya lokasi dengan fasilitas umum F2 : Faktor Kegunaan (pengaruh dari nilai kegunaan yang maksimal bisa diperoleh yang disesuaikan dengan zoning/peruntukannya) F3 : Faktor Fisik (mencakup sifat-sifat fisik antara lain ukuran, bentuk tanah, topografi, kondisi tanah, dan lain-lain) F4 : Faktor Sarana (menyangkut adanya sarana yang dimiliki misalnya jalan masuk, PDAM, PLN, Telkom, angkutan umum, dan lain-lain) F5 : Faktor Waktu (berhubungan dengan kapan terjadinya penjualan/transaksi atau masih dalam bentuk penawaran) F6 : Faktor Nilai Nyata ( biaya pengukuran lahan di lokasi baru; BPATB; Biaya Administrasi Penerbitan Surat Kepemilikan Tanah lokasi baru & biaya Inflasi atas perubahan harga dari saat dibebaskan hingga perolehan lahan baru)
Apabila rumusan umum nilai tanah di atas dikombinasikan dengan tiga faktor
berdasarkan temuan lapangan, maka dapat direformulasikan model perhitungan nilai
ganti rugi tanah dalam rangka mengadaptasi nilai-nilai sosial terhadap tanah yang ada
dalam masyarakat, mengurangi resistensi, serta dapat akselerasi proses pengadaan
tanah dengan rumusan sebagai berikut:
Laporan Akhir Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali
Penduduk dalam Pembangunan Waduk
TA 2011 TA 2011
12
Rumus Alternatif Nilai Tanah
Nilai Tanah = ∑ ( F1 + F2 + F3 + F4 + F5 +F6 + F7+F8+F9)
Keterangan : F1 : Faktor Lokasi (kestrategisan, jauh dekatnya lokasi dengan fasilitas umum F2 : Faktor Kegunaan (pengaruh dari nilai kegunaan yang maksimal bisa diperoleh yang disesuaikan dengan zoning/peruntukannya) F3 : Faktor Fisik (mencakup sifat-sifat fisik antara lain ukuran, bentuk tanah, topografi, kondisi tanah, dan lain-lain) F4 : Faktor Sarana (menyangkut adanya sarana yang dimiliki misalnya jalan masuk, PDAM, PLN, Telkom, angkutan umum, dan lain-lain) F5 : Faktor Waktu (berhubungan dengan kapan terjadinya penjualan/transaksi atau masih dalam bentuk penawaran) F6 : Faktor Nilai Nyata ( biaya pengukuran lahan di lokasi baru; BPATB; Biaya Administrasi Penerbitan Surat Kepemilikan Tanah lokasi baru & biaya Inflasi atas perubahan harga dari saat dibebaskan hingga perolehan lahan baru) F7 : Faktor Religius Magis F8 : Faktor Cara Memperoleh Tanah F9 : Faktor Durasi memiliki tanah
Model rumusan alternatif nilai tanah dengan mempertimbangkan tiga faktor
tambahan di atas amatlah penting. Ada beberapa argumentasi mengapa F7, F8, dan
F9 dipandang penting dimasukkan ke dalam perhitungan nilai tanah.
Pertama, dalam komunitas masyarakat tertentu, ada tanah-tanah yang
dipandang sebagai tanah yang memiliki nilai religius-magis (F7). Tanah ini berbeda
dengan tanah-tanah lainnya. Jika tanah-tanah lainnya dapat dieksploitasi (ditanami
tanaman), tanah yang mengandung religious-magis tidak dapat dieksploitasi atau
ditanami tanaman-tanaman apalagi untuk dikonsumsi.
Kedua, pada kelompok masyarakat tertentu, cara perolehan tanah (F8) dengan
pola pewarisan dipandang sebagai salah satu cara mempertahankan tanah yang
memiliki ciri identitas tertentu, seperti identitas keluarga, identitas kelompok, bahkan
pada konteks tertentu sebagai identitas suku bangsa. Hal ini sangat berbeda dengan
yang diperoleh dengan cara diperjualbelikan. Pada tanah yang diperoleh dengan cara
jual-beli nilai identitas tanah terhadap pemiliknya menjadi hilang. Jika dilihat dalam
konteks yang lebih luas untuk kepentingan pengadaan tanah, pembedaan ini dapat
menjadi instrumen untuk mencermati mana tanah yang dibeli pada saat terdengar
akan adanya pembebasan lahan dan mana yang benar-benar tanah warisan milik
Laporan Akhir Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali
Penduduk dalam Pembangunan Waduk
TA 2011 TA 2011
13
masyarakat lokal. Faktor ini sangat strategis guna mereduksi aksi jual beli oleh para
makelar tanah atau oknum tertentu yang seringkali banyak menghambat proses
pengadaan tanah.
Ketiga, terkait dengan faktor kedua, durasi memiliki tanah (F9) ini juga
amatlah penting dipertimbangkan karena semakin lama tanah tersebut dimiliki
semakin banyak keterikatan emosional dengan pemiliknya. Ikatan emosional tersebut
seringkali tumpang-tindih dengan aspek lainnya seperti aspek ekonomi, aspek
legalitas, dan teritori “kekuasaan”. Faktor ini sekaligus dapat dijadikan instrumen
untuk melihat mana tanah yang sudah lama dimiliki oleh masyarakat dan mana tanah
yang baru saja dimiliki oleh para makelar atau oknum tertentu ketika ada kabar
rencana pengadaan tanah di suatu lokasi.
b. Dasar perhitungan dalam relokasi/permukiman kembali penduduk
Kegiatan relokasi/permukiman kembali penduduk yang terkena pengadaan tanah
sampai saat ini masih sering menimbulkan berbagai masalah. Masalah tersebut
adalah adanya perbedaan berbagai aspek antara lokasi yang lama dan lokasi yang
baru. Permasalahan tersebut semakin mengemuka ketika berbagai aspek kehidupan
yang dimiliki atau diperoleh di lokasi yang lama, ternyata tidak dapat ditemui di lokasi
yang baru. Antara satu keluarga/kelompok masyarakat tentu dengan yang lainnya
memiliki karakter, kemampuan, dan kebutuhan yang kadang-kadang tidak sama.
Namun demikian, ketika mereka direlokasi/dimukimkan ke suatu lokasi, ada
kecenderungan mereka diperlakukan memiliki karakter, kemampuan, dan kebutuhan
yang sama. Akibatnya, ada beberapa keluarga atau kelompok masyarakat yang
mengalami deprivasi sosial. Berdasarkan data lapangan, ada beberapa alternatif dasar
perhitungan yang dapat dipertimbangkan dalam rangka relokasi/permukiman kembali
penduduk.
Hal-hal yang penting dipertimbangkan sebagai dasar perhitungan dalam
relokasi/permukiman kembali penduduk adalah (1) jumlah anggota keluarga, (2) mata
pencaharian, (3) tingkat pendapatan, (4) kelembagaan sosial, dan (5) norma dan
tradisi lokal. Kelima hal tersebut penting dipertimbangkan agar warga yang
Laporan Akhir Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali
Penduduk dalam Pembangunan Waduk
TA 2011 TA 2011
14
direlokasi/dimukimkan dapat mempertahankan, bahkan meningkatkan kondisi sosial
ekonomi di lokasi yang baru.
c. Persepsi masyarakat tentang keberhasilan dan kegagalan dalam kegiatan
pembebasan lahan Waduk.
Keberhasilan atau kegagalan suatu proses pembebasan lahan dan/atau
relokasi/pemukiman kembali seringkali tidak hanya dapat dilihat oleh pihak yang
membutuhkan tanah. Berdasarkan temuan empiris di lapangan, ada beberapa hal
yang dipersepsikan oleh masyarakat sebagai indikator keberhasilan dan sebaliknya,
jika hal tersebut terjadi hal yang berbeda, maka dapat dikatakan mengalami
kegagalan. Berikut adalah butir-butir persepsi masyarakat mengenai keberhasilan
atau kegagalan proses pembebasan lahan, relokasi, dan pemukiman kembali.
Data dan pembahasan berikut terungkap dari data lapangan khususnya di
waduk Karian. Hal tersebut dipilih karena proses pembebasan lahan masih
berlangsung sehingga perhatian masyarakat masih cukup tinggi serta ingatan
masyarakat terhadap proses pembebasan lahan masih “segar”.
Adapun persepsi masyarakat tentang keberhasilan dan kegagalan dalam
kegiatan pembebasan lahan Waduk dilandasi oleh (1) jeda sosialisasi dengan
eksekusi pembayaran, (2) proses sosialisasi dan negosiasi, (3) kepemilikan harta,
(4) peluang mata pencaharian, (5) pulang kembali ke lokasi semula.
d. Kriteria keberhasilan dan kegagalan kegiatan pembebasan lahan dan
relokasi/permukiman kembali
Selama ini, ada kecenderungan kriteria keberhasilan dan kegagalan kegiatan
pembebasan lahan, relokasi, dan pemukiman kembali lebih menekankan salah satu
aspek saja tanpa banyak melihat aspek lain secara proporsional. Bahkan, kriteria
yang diterapkan lebih banyak yang berorientasi pada dimensi output tanpa banyak
melihat dimensi proses, dan dimensi outcome. Oleh karena itu, dibutuhkan kriteria
dengan melihat aspek secara seimbang, yakni aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Penetapan kriteria tiga aspek tersebut sejalan dengan perubahan paradigma
pembangunan dari paradigma teknis menuju ke paradigma pembangunan
keberlanjutan (sustainibility). Pada paradigma pembangunan yang berkelanjutan,
Laporan Akhir Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali
Penduduk dalam Pembangunan Waduk
TA 2011 TA 2011
15
pembangunan yang dilakukan harus memperhatikan aspek sosial, aspek ekonomi,
dan aspek lingkungan secara seimbang dan holistik.
Dalam kaitan dengan pembebasan lahan, relokasi, dan pemukiman kembali untuk
pembangunan waduk, ketiga aspek tersebut juga sangat penting diperhatikan dan
dipertimbangkanKriteria keberhasilan dan kegagalan kegiatan pembebasan lahan
dan relokasi/permukiman kembali mencakup tiga aspek sosial, ekonomi, dan
lingkungan. Pada aspek sosial berdasarkan pemeringkatannya adalah (1) proses
musyawarah, (2) sosialisasi, (3) sikap masyarakat di lokasi yang baru, (4) tempat
tinggal dengan keluarga, (5) kelembagaan sosial, dan (6) norma sosial. Pada aspek
ekonomis, berdasarkan pemeringkatannya adalah (1) pendapatan, (2) pola mata
pencaharian, (3) hasil produksi (tani), (4) pangsa pasar, (5) asset keluarga, (6) luas
tanah, dan (7) perabot rumah. Pada aspek lingkungan, berdasarkan
pemeringkatannya adalah (1) kualitas rumah, (2) luas rumah, (3) prasarana
lingkungan permukiman, (4) kualitas fasos dan fasum, (5) luas pekarangan, dan (6)
jarak fasos dan fasum.
3.2 Rekomendasi
Dengan mengacu pada data, pembahasan, dan kesimpulan di atas, dapat
disarankan hal-hal sebagai berikut:
(a) Tiga dasar perhitungan dalam penentuan besaran nilai ganti rugi kiranya dapat
dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam model konvensional yang selama ini
digunakan. Dasar alternatif perhitungan pembebasan lahan, selain dapat mereduksi
resistensi masyarakat, juga dapat mengakselerasi proses pembebasan lahan.
(b) Dalam rangka relokasi/permukiman kembali penduduk diharapkan
mempertimbangkan keenam aspek yang selama ini belum sepenuhnya menjadi
perhatian para pihak yang membutuhkan tanah. Dengan mempertimbangkan
keenam aspek tersebut diharapkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dapat lebih
terjamin dan mengalami peningkatan.
(c) Penetapan kriteria dari aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan barulah pada tahap
indikasi sehingga masih dibutuhkan uji validasi lebih lanjut dengan sebaran lokasi dan
informan yang lebih luas. Dengan demikian, pada saatnya nanti kriteria tersebut
Laporan Akhir Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali
Penduduk dalam Pembangunan Waduk
TA 2011 TA 2011
16
dapat menjadi acuan dapat menbuat skala prioritas (pemeringkatan) dalam
melakukan penilaian berhasil-tidaknya suatu proses pembebasan lahan,
relokasi/permukiman kembali penduduk.
(d) Studi lanjutan masih sangat dibutuhkan agar model perhitungan dan kriteria yang
telah ditetapkan dapat semakin memperoleh validasi empiris di lapangan sehingga
benar-benar dapat menjadi acuan dan digunakan oleh berbagai pihak dalam proses
pembebasan lahan dan relokasi/permukiman kembali penduduk di masa mendatang.
Daftar pustaka
Buku & laporan
Anwar,S, 2009, Pengelolaan Sumber Daya Air, Yayasan Badan Penerbit PU, Jakarta
Asian Development Bank (ADB). 1998. Summary of The Handbook of Resettlement: A Guide to Good Practice. Manila: Asian Development Bank.
Asian Development Bank, 1999, Buku Panduan Tentang Pemukiman Kembali, Suatu Petunjuk Praktis
Balai Litbang Sosial Ekonomi Bidang Jalan dan Jembatan, Puslitbang Sosekling, Balitbang PU. 2011. Penelitian Model Kompensasi Non-Uang untuk Pengadaan Lahan Inftrastruktur Jalan. (Laporan Pendahuluan).
_____________________. 2011. Penelitian Perhitungan Pemberian Ganti Rugi Kegiatan Pembebasan Lahan Berdasarkan Valuasi Ekonomi. (Laporan Pendahuluan).
Balai Litbang Sosial Ekonomi Bidang Sumber Daya Air, Puslitbang Sosekling, Balitbang PU. 2011. Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan Lahan dan Relokasi/Pemukiman Kembali Penduduk dalam Pembangunan Waduk. (Laporan Pendahuluan).
Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum dan PT Panca Guna Duta. 2007. Studi Land Acquisition and Resettlement Action Plan (LARAP). (Laporan Akhir).
Barbier, Edward B. 1997. The Economic Determinants of Land Degradation in Developing Countries. The Royal Societis.
Barlowe, Releigh. 1958. Land Resource Economics: The Political Economy of Rural and Urban Land Resource Use. Prentic-Hall, Inc.
Laporan Akhir Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali
Penduduk dalam Pembangunan Waduk
TA 2011 TA 2011
17
Bungin, Burhan. 2001. “Content Analysis dan Focus Group Discussion dalam Penelitian Sosial.” Dalam Burhan Bungin (Ed.). Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: Rajawali Press.
CTI Engineering International co.LTD. 2009. LARAP BASELINE Survey for Preconstruction Stage on Jatibarang Multipurpose DAM Project
Dahrendorf, Ralf. 1959. Class and Class Conflict in Industrial Society. Stanford California: Stanford University Press).
Ding, Chengri. 2005. Policy and Praxis of Land Acquisition in China. Science Direct, Elsevier.
Erari, Karel Phil. 1999. Tanah Kita, Hidup Kita: Hubungan Manusia dan Tanah di Irian Jaya sebagai Persoalan Teologis. Jakarta: Sinar Harapan.
Gunanegara. 2008. Tinjauan Ganti Rugi Tanah Sesuai Amanah Perpres No. 36 Tahun 2005 Jo. Perpres No. 65 Tahun 2006. Disampaikan dalam Konferensi Regional Teknik Jalan Ke-10 (KJRT-10) di Surabaya, 11-12 November 2008.
Hendrati, Pauline Ratna. 2002. “Konflik Pertanahan (Penggusuran Tanah) antara Rakyat dan Pemerintah di DKI Jakarta”, dalam Sukri Abdurahman (Ed.), Konflik Pertanahan di Era Reformasi: Hukum Negara, Hukum Adat dan Tuntutan Rakyat. Jakarta: PMB-LIPI.
Sudartho P. 1995. Aspek Sosial AMDAL Sejarah, Teori dan Metode, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
International Finance Corporation (IFC). 2002. Handbook for Preparing a Resettlement Action Plan. Pensylvania: The International Finance Corporation.
Kodoatie,R.J,2005, Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu, Penerbit Andi, Yogyakarta
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, CV. Remaja Karya , 1989
Midgley, James. 1995. Social Development: The Development Perspective in Social Walfare. London : Sage Publication Ltd.
Nasucha, Chaizi. 1995. Politik Ekonomi Pertanahan dan Struktur Perpajakan Atas Tanah. Jakarta: Megapoin.
Neuman, W. Lawrence. 2003. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. Pearson Education Inc., United States of America.
Neil J. Smelser, The Sociology of Economics Life, Second Edition, Englewood Cliffs, N.J. : Prentice Hall Inc, 1975
Laporan Akhir Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali
Penduduk dalam Pembangunan Waduk
TA 2011 TA 2011
18
Pusat Pengkajian Sosial Budaya dan Ekonomi Wilayah, Badan Litbang, Departemen Perkerjaan Umum. 2005. Analisis Dampak Sosial (ANDAS) Waduk Jatigede.
Pusat Pengkajian Sosial Budaya dan Ekonomi Wilyah Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kimpraswil,Laporan Antara Penyusunan Konsep Pedoman Rekayasa Sosial Dampak Pembangunan Waduk. Jakarta 2005
Pusat Pengkajian Sosial Budaya dan Ekonomi Wilyah Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kimpraswil, Laporan Akhir Kajian Analisis Dampak Sosial (ANDAS) Pembangunan Waduk. Jakarta 2004
Soedibyo,1988, Teknik Bendungan, Pradnya Paramita, Jakarta
Salindeho, John. 1994. Manusia, Tanah, Hak dan Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Stimson, Robert J. dkk. 2006. Regional Economic Development: Analysis and Planning Strategy. New York: Springer Berlin Heidelberg.
Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik : Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. Bandung : Alfabeta.
Sumardjono, Maria S.W. , Puspita Serangkum Aneka Masalah Hukum Agraria, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta, 1982
Tri Andari Dahlan. 2007. Tesis, Pelaksanaan pengadaan tanah Guna proyek pembangunan waduk Jatibarang Di kota semarang, Universitas Dipenegoro, Semarang
Tukgali, Lieke Lianadevi. 2010. Fungsi Sosial Hak Atas Tanah dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Jakarta: PT Gramedia.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, yang telah digantikan oleh Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Rancangan Undang-Undang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2010 tentang Bendungan
Laporan Akhir Penyusunan Model Perhitungan Pembebasan lahan, Relokasi & Pemukiman Kembali
Penduduk dalam Pembangunan Waduk
TA 2011 TA 2011
19
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 Perubahan atas Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan KEPPRES 55 Tahun 1993
Surat Kepala Kantor BPN Kab. Lebak No. 160/10/PL/2007 tanggal 4 Mei 2007 tentang Izin prinsip/penatagunaan tanah seluas + 2.170 Ha.
Surat Bupati Lebak No. 590/Kep.186/BPN/2007 tanggal 31 Mei 2007 Penetapan Lokasi seluas + 2.170 Ha
Keputusan Gubernur Provinsi Banten No.: 611.11.05/Kep.168-Huk/2008 tanggal 7 April tentang Tim Koordinasi Pembangunan Waduk Karian
Keputusan Bupati Lebak No.: 591/Kep.42/Pan/2008 tanggal 3 Pebruari 2008 tentang Panitia Pengadaan Tanah
Keputusan Bupati Lebak No.: 591/Kep.46/Adm.Pem/2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang Tim Penilai Harga Tanah
Nota Kesepahaman (MoU) antara Panitia Pengadaan Tanah Kab. Lebak dengan BBWS C-3 pada tanggal 3 April 2008.
Kesepakatan Kerjasama antara Dinas SDA & Pemukiman Provinsi Banten dengan Balai Besar WS. Cidanau-Ciujung-Cidurian tentanga alokasi dana pembebasan tanah untuk pembangunan Bendungan Karian Tahun Anggaran 2008 tanggal 6 Oktober 2008 (Sharing dana sesuai anggaran yang tersedia)