PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata...

22
INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI DALAM KAWASAN HUTAN PASCA UU CIPTA KERJA SERI ANALISIS #8 24 DESEMBER 2020

Transcript of PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata...

Page 1: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun

INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI DALAM KAWASAN HUTAN PASCA UU CIPTA KERJA SERI ANALISIS #8 24 DESEMBER 2020

Page 2: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun
Page 3: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun
Page 4: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun

Indonesian Center for Environmental Law Penyelesaian Keterlanjuran Kegiatan Usaha Seri Analisis #8 Di Dalam Kawasan Hutan Pasca UU Cipta Kerja

PENGANTAR

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) menambahkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU 18/2013) yang mengatur mengenai penyelesaikan keterlanjuran kegiatan di kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan bidang kehutanan dan/atau perizinan berusaha. Ketentuan semacam ini sudah pernah dimuat dalam Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (PP 104/2015) dengan batas waktu penyelesaian keterlanjuran 1 tahun sejak berlakunya PP. Bahkan syarat yang dimuat dalam PP 104/2015 memuat batasan yang lebih ketat. Saat ini seharusnya usaha/kegiatan yang tidak memenuhi ketentuan PP 1

104/2015 sudah dapat dikenai sanksi pidana.

Kebijakan dalam Pasal 110A dan 110B tersebut mengingatkan pada wacana amnesty sebagai solusi keterlanjuran penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan—yang dikenal dengan istilah forest amnesty. Terinspirasi dari kebijakan tax amnesty, forest amnesty bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dan pertumbuhan perekonomian, mengembangkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan serta kewajiban lainnya termasuk rehabilitasi hutan. Luasnya kebun sawit di areal hutan dan tingginya kontribusi positif kebun sawit bagi pertumbuhan ekonomi dan kehidupan masyarakat menjadi salah satu alasan munculnya wacana ini. 2

Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, 1

LN Tahun 2015 No. 326, TLN No. 5794, Pasal 51.

Pungky Widiaryanto, “Mungkinkah Menerapkan Foresty Amnesty?” https://www.forestdigest.com/detail/245/mungkinkah-2

menerapkan-forest-amnesty/?msg=sukses, diakses 17 Desember 2020.

1

PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI DALAM KAWASAN HUTAN PASCA UU CIPTA KERJA

Page 5: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun

Indonesian Center for Environmental Law Penyelesaian Keterlanjuran Kegiatan Usaha Seri Analisis #8 Di Dalam Kawasan Hutan Pasca UU Cipta Kerja

Terdapat beberapa catatan kontra atas kebijakan ini. Pertama, wacana forest amnesty atau wacana sejenis melupakan bahwa hutan seharusnya dilihat lebih dari sekadar sumber daya untuk dimanfaatkan karena terdapat eksternalitas lingkungan yang harus dipertimbangkan secara mendalam. Kedua, keterlanjuran dalam kawasan hutan yang memiliki tipologi berbeda-beda. Selain perbedaan dalam konteks lanskap, penyebab keterlanjuran seperti konflik kebijakan dengan kesengajaan merampok hutan perlu dibedakan penanganannya. Ketiga, terdapat potensi persoalan pengakuan hak kelola masyarakat yang bergantung pada hutan dengan pelanggaran oleh korporasi. Seharusnya, fokus kebijakan diarahkan pada penguatan hak kelola masyarakat dan penyelesaian konflik tenurial. Keempat, alasan kepastian hukum seharusnya menjadi dasar Pemerintah untuk tidak mengeluarkan tindakan administratif di areal dengan kebijakan yang tumpang-tindih sebelum ada harmonisasi. 3

Henri Subagiyo, “Jebakan-Jebakan Forest Amensty”, https://www.forestdigest.com/detail/256/jebakan-jebakan-forest-amnesty, 3

diakses 17 Desember 2020.

2

Seharusnya, fokus kebijakan diarahkan pada penguatan hak kelola masyarakat dan penyelesaian konflik tenurial. i

Page 6: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun

Indonesian Center for Environmental Law Penyelesaian Keterlanjuran Kegiatan Usaha Seri Analisis #8 Di Dalam Kawasan Hutan Pasca UU Cipta Kerja

Adapun keterlanjuran kegiatan di dalam kawasan hutan melalui UU Cipta Kerja diatur melalui dua pasal, yaitu:

a. Pasal 110A yang berlaku bagi kegiatan yang memiliki izin usaha tetapi tidak memiliki izin di bidang kehutanan, dan

b. Pasal 110B yang berlaku bagi kegiatan yang tidak memiliki izin usaha dan tidak memiliki izin bidang kehutanan.

Sebagai tindak lanjut dari Pasal 110A dan 110B UU 18/2013 sebagaimana diubah dalam UU Cipta Kerja, Pemerintah telah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan. RPP ini mengatur mengenai 4

Pasal 110A UU 18/2013 sebagaimana diubah dengan UU Cipta Kerja

Pasal 110B UU 18/2013 sebagaimana diubah dengan UU Cipta Kerja

(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha yang telah terbangun dan memiliki Perizinan Berusaha di dalam kawasan hutan sebelum berlakunya Undang-Undang ini yang belum memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan, wajib menyelesaikan persyaratan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.

(2) Jika setelah lewat 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini tidak menyelesaikan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku dikenai sanksi administratif, berupa:

a. Pembayaran denda administratif; dan/atau b. Pencabutan Perizinan Berusaha.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata cara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda administratif sebagiaman dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b, huruf c, dan/atau huruf e, dan/atau Pasal 17 ayat (1) huruf b, huruf c, dan/atau huruf e, atau kegiatan lain di kawasan hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha yang dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang ini dikenai sanksi administratif, berupa:

(1) Penghentian sementara kegiatan usaha; (2) Pembayaran denda administratif; dan/atau (3) Paksaan pemerintah

(2) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus dengan luasan paling banyak 5 (lima) hektar, dikecualikan dari sanksi administratif dan diselesaikan melalui penataan kawasan hutan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata cara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda adminsitratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

RPP tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 4

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan (Draft ke-17), diakses dari https://uu-ciptakerja.go.id/rpp-tata-cara-pengenaan-sanksi-administratif-dan-tata-cara-penerimaan-negara-bukan-pajak-yang-berasal-dari-denda-administratif-atas-kegiatan-usaha-yang-telah-terbangun-di-dalam-kawasan-hutan-2/.

3

Page 7: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun

Indonesian Center for Environmental Law Penyelesaian Keterlanjuran Kegiatan Usaha Seri Analisis #8 Di Dalam Kawasan Hutan Pasca UU Cipta Kerja

penyelesaian kegiatan usaha, penghitungan denda administratif, tata cara PNPB dari denda administratif dan paksaan pemerintah. Selain itu RPP ini juga menambahkan 5

adanya kategori tambahan untuk kegiatan strategis dan tidak terelakkan.

Terhadap kegiatan strategis dan tidak terelakkan yang mempunyai izin di bidangnya yang berada di dalam Kawasan Hutan Lindung dimana Pelaku Usaha telah membayar Denda Administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), Menteri mencabut Sanksi Administratif dan menerbitkan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan. Hal ini berbeda 6

dengan kewajiban mengembalikan untuk Kegiatan Usaha yang bukan merupakan proyek strategis. Adapun jangka waktunya mengikuti Perizinan Berusaha di bidangnya. Kegiatan usaha ini terdiri dari migas, panas bumi, sarana prasarana untuk kepentingan umum dan/atau strategis; dan/atau kegiatan tambang sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2004 tentang Perizinan atau Perjanjian Di Bidang Pertambangan Yang Berada Di Kawasan Hutan (Keppres 41/2004). Berikut adalah tabel 7

perbedaan untuk masing-masing ketentuan tersebut.

RPP tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 5

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Pasal 3.

RPP tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 6

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Pasal 29 ayat (1).

RPP tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 7

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Pasal 29 ayat (2).

4

Page 8: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun

Indonesian Center for Environmental Law Penyelesaian Keterlanjuran Kegiatan Usaha Seri Analisis #8 Di Dalam Kawasan Hutan Pasca UU Cipta Kerja

Pasal 110A Pasal 110B Pasal 29 RPP

Diterapkan bagi setiap orang yang sudah memiliki izin usaha di dalam kawasan hutan namun belum memiliki izin di bidang kehutanan.

Diterapkan bagi setiap orang yang belum memiliki izin usaha di dalam kawasan hutan (dan belum memiliki izin di bidang kehutanan juga)

Diterapkan bagi kegiatan strategis dan kepentingan umum yang tidak terelakkan (migas, panas bumi, sarpras kepentingan umum/strategis, dan tambang sesuai Keppres 41/2004)

Sanksi administratif dalam bentuk: a. Pembayaran denda administratif;

atau b. Pencabutan Perizinan Berusaha.

Sanksi administratif dalam bentuk: a. Penghentian sementara kegiatan

usaha; b. Pembayaran denda administratif;

atau c. Pencabutan Perizinan Berusaha.

Tidak disebutkan jenis sanksinya, hanya disebutkan “menteri mencabut sanksi administratifnya”

Tidak ada pengecualian Terdapat pengecualian bagi masyarakat yang bertempat tinggal di dalam/sekitar kawasan hutan paling (5 tahun dan maksimal luasan 5 ha)

-

Mengajukan permohonan, diverifikasi, kemudian diberikan sanksi administratif berupa kewajiban membayar PSDH dan DR

Mengajukan permohonan, diverifikasi, kemudian diberikan sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan usaha dan kewajiban membayar PSDH dan DR

-

Untuk kegiatan di kawasan hutan produksi >> melalui permohonan persetujuan pelepasan kawasan hutan (tidak lagi menjadi kawasan hutan)

Untuk kegiatan di kawasan hutan lindung atau hutan konservasi >> melalui permohonan persetujuan melanjutkan kegiatan usaha

Untuk kegiatan di kawasan hutan produksi >> setelah sanksi administratif dijalankan, menteri menerbitkan persetujuan penggunaan kawasan hutan (maksimal 25 tahun sejak masa tanam untuk kebun sawit, dan bidang lain disesuaikan dengan pengaturannya tersendiri)

Untuk kegiatan di kawasan hutan lindung atau hutan konservasi >> setelah sanksi administratif dijalankan, pelaku usaha mengembalikan lahan kegiatan usaha kepada negara

Untuk kegiatan di kawasan hutan lindung >> menteri mencabut sanksi administratif dan menerbitkan persetujuan penggunaan kawasan hutan

Untuk kegiatan di kawasan konservasi >> menteri mencabut sanksi administratif dan menerbitkan izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan atau kerjasama

Untuk sarpras kepentingan umum milik pemerintah pusat atau pemerintah daerah, pada: • Hutan Produksi >> persetujuan

pelepasan kawasan hutan • Hutan Lindung >> persetujuan

penggunaan kawasan hutan • Hutan Konservasi >> mekanisme

kerjasama konservasi

5

Page 9: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun

Indonesian Center for Environmental Law Penyelesaian Keterlanjuran Kegiatan Usaha Seri Analisis #8 Di Dalam Kawasan Hutan Pasca UU Cipta Kerja

PENYELESAIAN BERDASARKAN PASAL 110A

Terhadap penyelesaian keterlanjuran berdasarkan Pasal 110A, RPP Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan membagi menjadi tiga kategori beserta tata caranya masing-masing, yaitu untuk penyelesaian di kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung, dan kawasan hutan konservasi. Berikut adalah penjelasannya.

PENYELESAIAN BERDASARKAN PASAL 110B

Pelaku Usaha baik orang perseorangan atau badan usaha, yang melakukan kegiatan usaha di Kawasan 8

Hutan tanpa memiliki izin di bidang kehutanan sebelum berlakunya UU 11/2020 dikenakan Sanksi Administratif berupa penghentian sementara kegiatan usaha, denda administratif, dan paksaan

Permohonan di Kawasan Hutan Produksi yang berada

di areal Izin Pemanfaatan Hutan

Permohonan di Kawasan Hutan Lindung yang berada di areal

Izin Pemanfaatan Hutan

Permohonan di Kawasan Hutan Konservasi yang berada

di areal Izin Pemanfaatan Hutan

Menteri akan melakukan evaluasi dengan tiga ketentuan. 1. Luasan areal Persetujuan Pelepasan

Kawasan Hutan yang dimohonkan dikurangi dengan areal yang masuk dalam izin apabila izin pemanfaatan hutan telah terbit terlebih dahulu.

2. Terhadap kebun sawit di areal yang masuk Izin Pemanfaatan Hutan dalam poin pertama, dikerjasamakan pengelolaannya dengan Pemegang izin dan Pelaku Usaha perkebunan sawit dikenakan pembayaran PNBP di bidang kehutanan.

3. Apabila izin lokasi dan/atau izin usaha di bidang perkebunan terbit dahulu, Menteri melakukan revisi luasan izin pemanfaatan usaha.

Menteri melakukan evaluasi dengan tiga ketentuan. 1. Apabila izin pemanfaatan hutan terbit

terlebih dahulu maka luasan areal persetujuan dikurangi dengan areal yang masuk dalam izin.

2. Terhadap perkebunan kelapa sawit di dalam areal yang masuk dalam izin pemanfaatan hutan sebagaimana pada poin pertama, dikerjasamakan pengelolaannya dengan Pemegang Izin dan Pelaku Usaha perkebunan sawit dikenakan pembayaran PNBP di bidang kehutanan.

3. Apabila izin lokasi dan/atau izin usaha di bidang perkebunan terbit terlebih dahulu, maka Menteri melakukan revisi luasan izin usaha pemanfaatan kawasan hutan.

Menteri melakukan evaluasi dengan tiga ketentuan. 1. Apabila izin pemanfaatan hutan terbit

terlebih dahulu maka luasan areal persetujuan dikurangi dengan areal yang masuk dalam izin.

2. Terhadap perkebunan kelapa sawit di dalam areal yang masuk dalam izin pemanfaatan hutan sebagaimana pada poin pertama, dikerjasamakan pengelolaannya dengan Penegang Izin dan Pelaku Usaha perkebunan sawit dikenakan pembayaran PNBP di bidang kehutanan.

3. Apabila izin lokasi dan/atau izin usaha di bidang perkebunan terbit terlebih dahulu, maka Menteri melakukan revisi luasan Izin Pemanfaatan Hutan Konservasi.

RPP Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 8

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Pasal 19.

6

Page 10: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun

Indonesian Center for Environmental Law Penyelesaian Keterlanjuran Kegiatan Usaha Seri Analisis #8 Di Dalam Kawasan Hutan Pasca UU Cipta Kerja

pemerintah. Perlu untuk menjadi catatan bahwa pengaturan dalam Pasal 18 ayat (1) sangat rancu dan 9

tidak sesuai dengan judul Bab ketentuan ini dan tujuan dari pembuat peraturan. Kegiatan Usaha tanpa memiliki izin di bidang kehutanan telah diatur sebelumnya dan merupakan pelaksana dari Pasal 110A. 10

Analisis ini dibuat berdasarkan sistematika penyelesaian keterlanjuran yang diatur sejak UU 11/2020 bahwa yang dimaksud Pasal 18 adalah Pelaku Usaha yang tidak memiliki izin di bidang kehutanan dan perizinan berusaha sebelum UU Cipta Kerja.

Adapun kegiatan usaha di Kawasan Hutan tersebut terdiri atas: 11

• Pertambangan, yaitu mengangkut dan/atau menerima titipan hasil tambang dan/atau membeli, memasarkan dan/atau mengolah hasil tambang;

• Perkebunan, yaitu mengangkut dan/atau menerima titipan hasil kebun dan/atau membeli, memasarkan dan/atau mengolah hasil kebun; atau

• Kegiatan lain, yaitu migas, panas bumi, tambah, pertanian, pemukiman, wisata alam, industri, dan/atau sarpras.

Apabila kegiatan usaha di Kawasan Hutan dilakukan oleh orang-perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau sekitar Kawasan Hutan paling singkat lima tahun dan terus-menerus dengan luasan paling banyak lima hektar, dikecualikan dari Sanksi Administratif dan diselesaikan melalui penataan Kawasan Hutan (perhutanan sosial, TORA, dan kemitraan konservasi). Selanjutnya, berdasarkan data 12

hasil identifikasi Kegiatan Usaha/laporan inisiatif sendiri dari Pelaku Usaha, Menteri akan menentukan status pelanggaran yang setidaknya mencakup jangka waktu pelanggaran, luasan Kawasan Hutan yang dikuasai, dan penghitungan besaran Denda Administratif. Sanksi Administratif yang meliputi 13

penghentian sementara Kegiatan Usaha, perintah pembayaran Denda Administratif, dan perintah pengurusan perizinan selanjutnya dikenakan berdasarkan status pelanggaran. 14

Apabila Sanksi Administratif telah dijalankan, Menteri mencabut Sanksi Administratif dan menerbitkan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan untuk yang terletak di Kawasan Hutan Produksi dan

RPP tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 9

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Pasal 18 ayat (2)

Bandingkan ketentuan Pasal 18 dengan Pasal 5 RPP Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan 10

Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan “Kegiatan Usaha yang telah terbangun dan memiliki Perizinan Berusaha di dalam Kawasan Hutan Produksi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang belum mempunyai izin di bidang kehutanan, wajib mengajukan permohonan persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan“ .

RPP tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 11

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Pasal 20.

RPP tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 12

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Pasal 21.

RPP tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 13

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2).

RPP tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 14

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Pasal 23 ayat (4) dan (5).

7

Page 11: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun

Indonesian Center for Environmental Law Penyelesaian Keterlanjuran Kegiatan Usaha Seri Analisis #8 Di Dalam Kawasan Hutan Pasca UU Cipta Kerja

mewajibkan Pelaku Usaha mengembalikan lahan Kegiatan Usaha kepada Negara untuk yang terletak di Kawasan Hutan Lindung dan/atau Hutan Konservasi. Adapun jangka waktu Persetujuan Penggunaan 15

Kawasan Hutan diberikan dalam jangka waku maksimal 25 tahun sejak masa tanam untuk perkebunan kelapa sawit sementara untuk di bidang lain disesuaikan dengan pengaturannya tersendiri. 16

Persetujuan ini memuat kewajiban kepada Pemohon untuk membayar PNBP di bidang kehutanan. 17

Untuk pelaku usaha yang telah mendapatkan Persetujuan penggunaan Kawasan Hutan di Kawasan Hutan Produksi namun areal Kegiatan Usahanya berada di areal Izin Pemanfaatan Hutan diselesaikan melalui mekanisme kerjasama dengan pemegang izin dan dikenakan pembayaran PNBP di bidang kehutanan. 18

PENYELESAIAN UNTUK KEGIATAN STRATEGIS DAN KEPENTINGAN UMUM

Terhadap kegiatan strategis dan tidak terelakkan yang mempunyai izin di bidangnya yang berada di dalam Kawasan Hutan Lindung dimana Pelaku Usaha telah membayar Denda Administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), Menteri mencabut Sanksi Administratif dan menerbitkan Persetujuan

RPP tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 15

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Pasal 25.

RPP tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 16

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Pasal 26 ayat (1).

RPP tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 17

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Pasal 26 ayat (2).

RPP tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 18

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Pasal 27 ayat (2).

8

Page 12: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun

Indonesian Center for Environmental Law Penyelesaian Keterlanjuran Kegiatan Usaha Seri Analisis #8 Di Dalam Kawasan Hutan Pasca UU Cipta Kerja

Penggunaan Kawasan Hutan. Hal ini berbeda dengan kewajiban mengembalikan untuk Kegiatan Usaha 19

yng bukan merupakan proyek strategis. Adapun jangka waktu mengikuti Perizinan Berusaha di bidangnya dan terdiri dari migas, panas bumi, sarana prasarana untuk kepentingan umum dan/atau strategis; dan/atau kegiatan tambang sebagaimana dimaksud dalam Keppres 41/2004. 20

PENGATURAN PASAL 110A DAN 110B: PENYELESAIAN MASALAH? Berdasarkan ketentuan dalam RPP Keterlanjuran, penetapan data adalah langkah awal dalam penyelesaian Kegiatan Usaha yang terdapat dalam Kawasan Hutan. Adapun penetapan data tersebut dibagi dalam tiga kategori: 21

(1) Perkebunan yang sudah terbangun + memiliki Perizinan Berusaha + sesuai tata ruang, tapi tidak memiliki izin bidang kehutanan

(2) Perkebunan yang sudah terbangun + memiliki Perizinan Berusaha, tapi tidak sesuai tata ruang dan tidak memiliki izin bidang kehutanan

(3) Pertambangan dan kegiatan lain yang tidak memiliki izin bidang kehutanan

Data KLHK tahun 2019 menyebutkan bahwa luasan sawit di dalam kawasan hutan mencapai 3.372.615 Ha. Auriga menyatakan terdapat 22

kurang lebih 1.2 juta Ha. kebun sawit rakyat dari 3,4 juta data overlay. 23

Sementara, data keseluruhan tutupan sawit dengan Kementerian Pertanian sebagai walidata seluas 16.380.000 Ha. 24

RPP tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 19

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Pasal 29 ayat (1).

RPP tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 20

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Pasal 29 ayat (2).

RPP tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 21

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Pasal 4 ayat (3).

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, “Presentasi Rancangan Peraturan Pemerintah Tata Cara Pengenaan Sanksi 22

Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif atas Kegiatan Usaha di Dalam Kawasan Hutan” (Surabaya, 30 November 2020), hlm. 2

Mongabay, “Menyoal Jutaan Hektar Kebun Sawit dalam Kawaan Hutan” https://www.mongabay.co.id/2019/10/30/menyoal-23

jutaan-hektar-kebun-sawit-dalam-kawasan-hutan/, diakses pada 17 Desember 2020.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, “Presentasi Rancangan Peraturan Pemerintah Tata Cara Pengenaan Sanksi 24

Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif atas Kegiatan Usaha di Dalam Kawasan Hutan”, hlm. 2.

9

Evaluasi kebijakan sebelumnya dan ketersediaan data mengenai lahan masyarakat yang akan diuntungkan seharusnya sudah dilakukan agar kebijakan tepat sasaran.

i

Page 13: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun

Indonesian Center for Environmental Law Penyelesaian Keterlanjuran Kegiatan Usaha Seri Analisis #8 Di Dalam Kawasan Hutan Pasca UU Cipta Kerja

Selama ini, salah satu tujuan dari ketentuan Pasal 110A dan 110B adalah untuk memberikan legalitas bagi masyarakat yang mengelolan lahan di kawasan hutan, sehingga mereka tidak dipidana. Namun, ketentuan ini menimbulkan beberapa pertanyaan, yaitu: (1) Melihat luasan tutupan sawit dalam kawasan hutan, bagaimana pertanggungjawaban hukum atas kegiatan usaha dalam kawasan hutan sebelum UU Cipta Kerja? dan (2) Melihat data rasio keterlanjuran dalam konteks perkebunan sawit, bagaimana pembuat kebijakan meyakini bahwa ketentuan Pasal 110A dan 110B tepat sasaran yaitu untuk menguntungkan masyarakat? Evaluasi kebijakan sebelumnya dan ketersediaan data mengenai lahan masyarakat yang akan diuntungkan seharusnya sudah dilakukan agar kebijakan tepat sasaran.

PSDH DAN DR TIDAK TEPAT DIBERIKAN SEBAGAI SANKSI ADMINISTRATIF

Untuk kegiatan dan/atau usaha yang memiliki perizinan berusaha tetapi tidak memiliki izin di bidang kehutanan, permohonan akan dikenakan sanksi administratif sebelum diberikan persetujuan oleh Menteri. Sanksi administratif yang diberikan adalah pembayaran Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH). Penentuan DR dan PSDH sebagai sanksi administratif bermasalah karena 25

keduanya merupakan kewajiban, bukan respon dari ketidaktaatan. 26

RPP tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 25

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Pasal 8 ayat (2).

Wibisana menyatakan bahwa menurut para sarjana, sanksi administratif dianggap sebagai “sarana hukum publik berupa 26

penjatuhan beban oleh pemerintah terhadap rakyatnya sebagai respons atas ketidaktaatan terhadap kewajiban yang muncul dari peraturan perundang-undangan”. Lihat Andri Gunawan Wibisana, “Tentang Ekor yang Tak Lagi Beracun: Kritik Konseptual atas Sanksi Administratif dalam Hukum Lingkungan di Indonesia”, Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia, Vol. 6, No. 1, (2019), hlm. 42.

10

Page 14: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun

Indonesian Center for Environmental Law Penyelesaian Keterlanjuran Kegiatan Usaha Seri Analisis #8 Di Dalam Kawasan Hutan Pasca UU Cipta Kerja

UU 41/1999 telah mengatur bahwa pembayaran DR dan PSDH wajib dipenuhi oleh pemegang izin pemanfaatan hutan lindung dan hutan produksi baik itu berupa pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, atau pemungutan hasil hutan bukan kayu, serta untuk hutan produksi selain yang telah tersebut, juga untuk pemanfaatan hasil hutan berupa kayu dan bukan kayu serta pemungutan hasil hutan berupa kayu. Setelah disahkannya UU 11/2020, karena adanya perubahan 27

rezim perizinan, pemegang Perizinan Berusahalah yang diwajibkan untuk membayar DR dan PSDH. 28

Setidaknya terdapat empat catatan utama mengenai potensi permasalahan yang timbul dengan DR dan PSDH yang diposisikan sebagai sanksi administratif. Pertama, terdapat pergeseran paradigma bahwa DR dan PSDH dalam pelaksanaannya perlu menunggu apabila terdapat pelanggaran atau ketidaktaatan. Kedua, menimbulkan kesan bahwa pembuat kebijakan enggan untuk memberikan sanksi kepada pelaku pelanggaran karena yang dikenakan adalah kewajiban. Ketiga, tidak terdapat disinsentif bagi pelaku pelanggaran ketika sebelumnya sangat dimungkinkan untuk pelaku dikenakan sanksi pidana. Keempat, menggeser tujuan sanksi administratif dari semula berupa pembebanan hukum atas ketidaktaatan atau ketidakpatuhan menjadi “hanya" meminta untuk menjalankan tindakan atau kewajiban yang seharusnya sudah dilakukan pada tahapan sebelumnya.

Dari keempat catatan tersebut, perumusan DR dan PSDH sebagai sanksi administratif mengurangi tujuan dari sanksi administratif, memberikan kemungkinan bagi pelanggar untuk melepaskan diri dari pertanggungjawaban hukum dan memberikan kemungkinan untuk bagi pelanggar untuk tidak menaati hukum atau mengulangi perbuatannya dikemudian hari. Karenanya, dalam menyelesaikan masalah ini, maka penting untuk tetap meminta pelaku usaha menjalankan kewajiban DR dan PSDH-nya dan tetap dikenakan sanksi administratif.

Indonesia, Undang-Undang tentang Kehutanan, UU No. 41 Tahun 1999, LN No. 167 Tahun 1999, TLN No. 3888, Pasal 1 angka 4 27

juncto Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Provisi Sumber Daya Hutan, PP 51 Tahun 1998, LN No. 84 Tahun 1998, TLN No. 3759, Pasal 26-29 dan Pasal 35 ayat (1).

Indonesia, Undang-Undang tentang Cipta Kerja, UU No. 11 Tahun 2020, LN No. 245 Tahun 2020, TLN No. 6573, Pasal 36 angka 28

13 atas Pasal 35 ayat (1) dan (4) yang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang tentang Kehutanan, Pasal 35 ayat (1).

11

Perumusan DR dan PSDH sebagai sanksi administratif mengurangi tujuan dari sanksi administratif, memberikan kemungkinan bagi pelanggar untuk melepaskan diri dari pertanggungjawaban hukum dan memberikan kemungkinan untuk bagi pelanggar untuk tidak menaati hukum atau mengulangi perbuatannya dikemudian hari.

i

Page 15: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun

Indonesian Center for Environmental Law Penyelesaian Keterlanjuran Kegiatan Usaha Seri Analisis #8 Di Dalam Kawasan Hutan Pasca UU Cipta Kerja

Dari penjelasan dua paragraf di atas, terdapat dua skenario pemberian sanksi yang dapat digambarkan dalam skema berikut:

Skenario 1: DR dan PSDH sebagai Sanksi Administratif (UU Cipta Kerja dan RPP)

Skenario 2: DR dan PSDH sebagai Kewajiban (Rekomendasi)

Berdasarkan perbandingan tersebut, Skenario 2 akan menempatkan DR dan PSDH sesuai posisi yang tepat, dengan tetap memberikan sanksi kepada pelaku usaha yang berkegiatan di dalam kawasan hutan tanpa izin.

Berkegiatan di kawasan hutan tanpa izin selama 10 tahun

Diberikan sanksi administratif

membayar DR dan PSDH

Pelaku usaha membayar DR dan PSDH selama 10

tahun

Menyelesaikan perizinan di bidang

hutanDiperbolehkan

berkegiatan lagi

Pelaku usaha berkegiatan di

kawasan hutan tanpa izin selama 10 tahun

Diberikan sanksi administratif (dapat

berupa denda karena ketidaktaatan)

Pelaku usaha melakukan kewajiban

dalam sanksi administratif

Menyelesaikan perizinan di bidang

hutan

Memenuhi kewajiban DR dan PSDH selama

10 tahun

Pelaku usaha diperbolehkan

berkegiatan lagi

12

Page 16: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun

Indonesian Center for Environmental Law Penyelesaian Keterlanjuran Kegiatan Usaha Seri Analisis #8 Di Dalam Kawasan Hutan Pasca UU Cipta Kerja

PAKSAAN PEMERINTAH DALAM RPP

Dalam RPP Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Paksaan Pemerintah adalah adalah satu pilihan sanksi administratif untuk memberikan efek eksekutorial. 29

Paksaan Pemerintah terdiri dari pemblokiran, pencegahan keluar negeri, penyitaan aset, dan/atau paksa badan. Sanksi ini akan 30

dikenakan apabila pelanggar tidak menjalankan Sanksi Administratif atas pelanggaran Pasal 110B UU Cipta Kerja. 31

Pertama, jenis sanksi dalam paksaan pemerintah perlu dipertimbangkan lebih jauh. Sanksi administratif pada dasarnya adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara pemerintah dengan warga negara dan dilaksanakan tanpa perantara kekuasaan peradilan. Dengan absennya perantara pengadilan, 32

apakah penjatuhan sanksi yang sampai dengan pencegahan keluar negeri dan paksa badan dapat dilakukan?

Kedua, terdapat permasalahan dalam paradigma paksaan pemerintah yang dipakai dalam RPP. Paksaan Pemerintah dikategorikan sebagai sanksi yang ditujukan untuk memulihkan pelanggaran hukum. Paksaan Pemerintah dalam pandangan Van 33

den Brekel adalah “tindakan nyata dari pemerintah terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan”. Sebagai ilustrasi, 34

pelaku usaha harus melakukan tindakan pemulihan dan jika tidak, Pemerintah dapat melakukan penyegelan terhadap kegiatan usaha sampai pelaku usaha melakukan

RPP Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 29

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Pasal 1 angka 26.

RPP tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 30

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Pasal 34 ayat (2).

RPP tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda 31

Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan, Pasal 34 ayat (1).

Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Cet. 3 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 314.32

Andri Gunawan Wibisana, “Tentang Ekor yang Talk Lagi Beracun: Kritik Konseptual atas Sanksi Administratif dalam Hukum 33

Lingkungan di Indonesia”, hlm. 52 sebagaimana mengutip P.M. van den Brekel, E.M.J. Hardy, dan N.J.A.P.B. Niessen, Bestuursrecht (Den Haag: Boom Juridische uitgevers, 2007), hlm. 118.

Andri Gunawan Wibisana, “Tentang Ekor yang Tak Lagi Beracun: Kritik Konseptual atas Sanksi Administratif dalam Hukum 34

Lingkungan di Indonesia”, hlm. 52.

13

Pemulihan lingkungan seharusnya menjadi opsi utama bagi penerapan sanksi administratif Paksaan Pemerintah.

Bagaimanapun, perlakuan terbaik untuk lingkungan selain mencegah kerusakannya adalah memulihkannya.

i

Page 17: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun

Indonesian Center for Environmental Law Penyelesaian Keterlanjuran Kegiatan Usaha Seri Analisis #8 Di Dalam Kawasan Hutan Pasca UU Cipta Kerja

pemulihan sendiri, atau pemerintah yang memulihkan dengan biaya dari pelaku usaha. Logika dari paksaan pemerintah adalah adanya suatu tindakan nyata pemerintah untuk “memaksa” pelaku usaha agar dapat taat. Berdasarkan uraian ini, jelas Paksaan Pemerintah dalam RPP tidak sesuai dengan yang semestinya.

Pilihan pengenaan sanksi administratif dalam RPP selanjutnya turut dipertanyakan dengan absennya sanksi berupa pemulihan lingkungan. Padahal, Pelaku Usaha telah melakukan perusakan hutan dengan menggunakan kawasan hutan tanpa izin. Bahkan, sanksi pemulihan tidak dikenakan untuk kegiatan dan/atau usaha yang diselenggarakan di Kawasan Hutan Lindung dan atau Hutan Konservasi yang mewajibkan pengembalian kepada negara.

Pemulihan lingkungan seharusnya menjadi opsi utama bagi penerapan sanksi administratif Paksaan Pemerintah dalam RPP. Karena bagaimanapun perlakuan terbaik untuk lingkungan selain mencegah kerusakannya adalah memulihkannya. Paksaan pemerintah pun dalam perkembangannya di Belanda (yang menjadi acuan pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009) memiliki fungsi untuk 35

pemulihan lingkungan. 36

KESIMPULAN

1. Pemerintah perlu memastikan bahwa ketentuan Pasal 110A dan 110B akan tepat sasaran yaitu untuk kepentingan masyarakat di kawasan hutan dengan memastikan pendataan yang memadai dan penyusunan peraturan pelaksana yang berbasis data.

2. Mengubah rumusan sanksi dalam RPP Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan dengan tidak mengkategorikan DR dan PSDH sebagai Sanksi Administratif, melainkan sebagai kewajiban. Lagipula kewajiban pembayaran DR dan PSDH tetap dapat dibebankan setelah Sanksi Administratif diberikan (dikombinasikan).

3. Mengembalikan tujuan dan fungsi dari sanksi administratif yang tidak membutuhkan lembaga peradilan sebagai perantara, sehingga jenis sanksi seperti pencegahan keluar negeri dan paksa badan, harus dihapuskan.

4. Diperlukan sanksi administratif berupa pemulihan lingkungan sebagai bagian dari bentuk paksaan pemerintah yang memang bertujuan untuk memulihkan. Sanksi administratif ini dapat diterapkan baik untuk pelanggaran terhadap Pasal 110A dan Pasal 110B.

L.Y., D’Hondt, Addressing Industrial Pollution in Indonesia: The Nexus Between Regulation and Redress Seeking, (Leiden: 2019), 35

hlm. 75.

Grita Anindarini, “Setelah UU Cipta Kerja: Menelaah Efektivitas Sanksi Administratif Lingkungan Hidup”, Seri Analisis, (Jakarta: 36

ICEL, 2020), hlm. 3.

14

Page 18: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun

Indonesian Center for Environmental Law Penyelesaian Keterlanjuran Kegiatan Usaha Seri Analisis #8 Di Dalam Kawasan Hutan Pasca UU Cipta Kerja

REFERENSI

Peraturan Perundang-undangan

Indonesia. Undang Undang tentang Cipta Kerja, UU Nomor 11 tahun 2020, LN Tahun 2020 No. 245, TLN No. 6573.

Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN No. 326 Tahun 2015, TLN No. 5794.

Indonesia. Undang Undang tentang Kehutanan, UU Nomor 41 Tahun 1999, LN No. 167 Tahun 1999, TLN No. 3888.

Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Provisi Sumber Daya Hutan, PP No. 51 Tahun 1998, LN No. 84 Tahun 1998, TLN No. 3759.

Buku/Jurnal/Makalah

Anindarini, Grita. “Setelah UU Cipta Kerja: Menelaah Efektivitas Sanksi Administratif Lingkungan Hidup”. Seri Analisis. Jakarta: ICEL, 2020.

D’Hondt, L.Y. Addressing Industrial Pollution in Indonesia: The Nexus Between Regulation and Redress Seeking. Leiden: 2019

Ridwan, HR. Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali Pers. 2018.

Wibisana, Andri Gunawan. “Tentang Ekor yang Tidak Lagi Beracun: Kritik Konseptual atas Sanksi Administratif dalam Hukum Lingkungan di Indonesia” Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol.6, No.1, 2019.

Lain-Lain

Henri Subagiyo. “Jebakan-Jebakan Forest Amensty”. https://www.forestdigest.com/detail/256/jebakan-jebakan-forest-amnesty, diakses 17 Desember 2020.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Presentasi Rancangan Peraturan Pemerintah Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif atas Kegiatan Usaha di Dalam Kawasan Hutan”. Surabaya, 30 November 2020.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, “Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif atas Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di dalam Kawasan Hutan.”. https://uu-ciptakerja.go.id/rpp-tata-cara-pengenaan-sanksi-administratif-dan-tata-carapenerimaan-negara-bukan-pajak-yang-berasal-dari-denda-administratif-atas-kegiatan-usahayang-telah-terbangun-di-dalam-kawasan-hutan-2/. Diakses 25 November 2020

15

Page 19: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun

Indonesian Center for Environmental Law Penyelesaian Keterlanjuran Kegiatan Usaha Seri Analisis #8 Di Dalam Kawasan Hutan Pasca UU Cipta Kerja

Mongabay, “Menyoal Jutaan Hektar Kebun Sawit dalam Kawaan Hutan” https://www.mongabay.co.id/2019/10/30/menyoal-jutaan-hektar-kebun-sawit-dalam-kawasan-hutan/. Diakses pada 17 Desember 2020.

Pungky Widiaryanto. “Mungkinkah Menerapkan Foresty Amnesty?” https://www.forestdigest.com/detail/245/mungkinkah-menerapkan-forest-amnesty/?msg=sukses. Diakses 17 Desember 2020.

16

Page 20: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun
Page 21: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun
Page 22: PENYELESAIAN KETERLANJURAN KEGIATAN USAHA DI ......1 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, PP No. 104 Tahun 2015, LN Tahun

Penulis Adrianus Eryan Difa Shafira

Editor Raynaldo G. Sembiring

Narahubung Raynaldo G. Sembiring (Direktur Eksekutif, ICEL) [email protected]

Grita Anindarini W. (Deputi Direktur Bidang Program, ICEL) [email protected]

© INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW, 2020 www.icel.or.id

@ICEL_Indo Indonesian Center for Indonesian Law

@icel_indo Multimedia ICEL Indonesia