PENYEBAB KERUSUHAN PILKADA

9
PENYEBAB KERUSUHAN PILKADA Kelompok : 1. Muhammad Rachman N 2. Risal 3. Rudi Angga Pratama TI-3B UNIVERSITAS NASIONAL PASIM BANDUNG 2010

Transcript of PENYEBAB KERUSUHAN PILKADA

Page 1: PENYEBAB KERUSUHAN PILKADA

PENYEBAB KERUSUHAN

PILKADA

Kelompok :

1. Muhammad Rachman N

2. Risal

3. Rudi Angga Pratama

TI-3B

UNIVERSITAS NASIONAL PASIM BANDUNG2010

Page 2: PENYEBAB KERUSUHAN PILKADA

Kerusuhan Pilkada Akibat KPUD Tak Netral 

Jakarta - Ketua Mahkmah Konstitusi (MK), Mahfud MD menilai terjadinya kerusuhan pasca Pemilukada karena adanya kecurangan yang terstruktur dan masif. Hal tersebut di dukung oleh ketidaknetralan KPUD dan pemerintah daerah.

"Ini (kerusuhan) akibat ketidaknetralan aparat baik KPUD maupun pemerintah daerah," ujar Mahfud MD saat ditemui wartawan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (12/7/2010).

Selain itu, ketidaksiapan para calon Kepala Daerah yang kalah dan akibat massa yang berpihak dapat melakukan tindakan anarkis.

"Itu bisa menimbulkan konflik sosial kalau tidak netral. Kepada orang yang menjadi kandidat ikut pencalonan harus siap untuk kalah juga. Sebenarnya kalau kandidatnya menerima kekalahan dengan cepat rakyat juga tidak akan bergerak apapun," jelasnya.

Hingga saat ini, MK telah menerima pendaftaran perkara Pemilukada sejumlah 95 perkara, dengan rincian total perkara yang telah terigester 69 perkara, belum teregistrasi 22 perkara, dan yang tidak diregistrasi 4 perkara dengan alasan permohonan ditarik kembali oleh pemohon, berkas tidak dilengkapi, dan bukan kewenangan MK.

Sementara MK sudah memutus 58 perkara dengan rincian, kabul 9 perkara, tolak 36 perkara, 10 tidak diterima, 3 ditarik kembali.(asp/Rez)

MK: 50% Pilkada Berpotensi Sengketa di 2010

Jakarta -Mahkamah Konstitusi (MK) memprediksi 30-50 persen pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) di Indonesia akan berpotensi sengketa yang bermuara kepada MK. Meski demikian, MK mengaku siap menangani semua kasus sesuai kewenangannya.

“Sehingga, tak ada masalah apakah pilkada mau berbarengan atau tidak. Itu kewenangan daerah,” kata Ketua MK Mahfud MD dalam Refleksi Kinerja MK 2009 dan Proyeksi 2010 dikantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa, (28/12/2009).

Dari data MK, akan ada 244 Pilkada pada 2010 yang terdiri dari 7 pilkada provinsi dan 237 pilkada kabupaten dan kota. Dengan asumsi itu, kemungkinan akan ada 73-122 sengketa pilkada yang akan berperkara di MK.

“MK hanya diberikan waktu 14 hari kerja untuk memutus perkara pilkada sejak permohonan didaftarkan,” tambahnya.

(asp/fay)

Page 3: PENYEBAB KERUSUHAN PILKADA

Kerusuhan PILKADA Bukan Upaya Sistematis

PESATNEWS – Menko Polhukam, Djoko Suyanto menegaskan, kerusuhan yang terjadi terkait dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di sejumlah daerah akhir-akhir ini bukan upaya sistematis dari pihak tertentu yang ingin mengacaukan keamanan.

“Penggerak yang sistematis dan sengaja untuk itu (membuat kerusuhan) sampai saat ini tidak ada,” kata Djoko setelah rapat terbatas bidang polhukam, kesejahteraan rakyat, dan perekonomian di kantor kepresidenan, Jakarta, Senin.

Djoko menjelaskan, hasil penelusuran sementara menunjukkan kerusuhan pascapilkada terjadi secara tiba-tiba. Kerusuhan biasanya melibatkan tim sukses dan pendukung para calon kepala daerah.

Setiap kerusuhan adalah reaksi spontan dari tim sukses dan pendukung salah satu pasangan calon yang kecewa terhadap hasil pilkada.

Menurut Djoko, penyebab kerusuhan itu antara lain akibat belum adanya kesadaran di kalangan calon kepala daerah, tim sukses, dan para pendukung bahwa mereka sebenarnya harus ikut bertanggungjawab terhadap keamanan.

“Selama ini hal itu belum terkoordinasi dengan baik,” katanya.

Djoko menegaskan, pemerintah akan berupaya menyosialisasikan ke beberapa daerah guna memberikan penyadaran bahwa para calon kepala daerah beserta tim sukses dan pendukung mempunyai kewajiban untuk menjaga keamanan.

Lebih lanjut, Djoko berharap setiap perselisihan pilkada bisa diselesaikan menggunakan jalur dan prosedur yang ada, antara lain melalui mekanisme penyelesaian sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi.

Melalui jalur tersebut, potensi kerusuhan pilkada akan bisa ditekan.

Menurut Djoko, sampai saat ini, kerusuhan setelah pilkada terjadi di delapan daerah dari 123 daerah yang menyelenggarakan pilkada.

Meski relatif sedikit, Djoko meminta masyarakat tidak meremehkan kerusuhan pascapilkada karena tetap berpotensi mengancam keamanan negara.Menko Polhukam, Djoko Suyanto menegaskan, kerusuhan yang terjadi terkait dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di sejumlah daerah akhir-akhir ini bukan upaya sistematis dari pihak tertentu yang ingin mengacaukan keamanan.

“Penggerak yang sistematis dan sengaja untuk itu (membuat kerusuhan) sampai saat ini tidak ada,” kata Djoko setelah rapat terbatas bidang polhukam, kesejahteraan rakyat, dan perekonomian di kantor kepresidenan, Jakarta, Senin.

Djoko menjelaskan, hasil penelusuran sementara menunjukkan kerusuhan pascapilkada terjadi secara tiba-tiba. Kerusuhan biasanya melibatkan tim sukses dan pendukung para calon kepala daerah.

Page 4: PENYEBAB KERUSUHAN PILKADA

Setiap kerusuhan adalah reaksi spontan dari tim sukses dan pendukung salah satu pasangan calon yang kecewa terhadap hasil pilkada.

Menurut Djoko, penyebab kerusuhan itu antara lain akibat belum adanya kesadaran di kalangan calon kepala daerah, tim sukses, dan para pendukung bahwa mereka sebenarnya harus ikut bertanggungjawab terhadap keamanan.

“Selama ini hal itu belum terkoordinasi dengan baik,” katanya.

Djoko menegaskan, pemerintah akan berupaya menyosialisasikan ke beberapa daerah guna memberikan penyadaran bahwa para calon kepala daerah beserta tim sukses dan pendukung mempunyai kewajiban untuk menjaga keamanan.

Lebih lanjut, Djoko berharap setiap perselisihan pilkada bisa diselesaikan menggunakan jalur dan prosedur yang ada, antara lain melalui mekanisme penyelesaian sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi.

Melalui jalur tersebut, potensi kerusuhan pilkada akan bisa ditekan.

Menurut Djoko, sampai saat ini, kerusuhan setelah pilkada terjadi di delapan daerah dari 123 daerah yang menyelenggarakan pilkada.

Meski relatif sedikit, Djoko meminta masyarakat tidak meremehkan kerusuhan pascapilkada karena tetap berpotensi mengancam keamanan negara.

Kerusuhan Pilkada Disebabkan Calon Nggak Siap Kalah

SEJUMLAH kalangan meminta elite politik bertanggung jawab atas kerusuhan yang terjadi di sejumlah daerah akibat penyelenggaraan pilkada. Akibat kerusuhan itu masyarakat dirugikan karena banyak korban jiwa dan harta benda.

"Elite politik tentunya berada di balik muncu.lnya kerusuhan pilkada di sejumlah daerah. Mereka memanas-manasi kondisi ketika calon tertentu kalah di pilkada," jelas pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Prof Fberamsjah kepada Rakyat Merdeka.

Dia menilai, tidak adanya kesadaran elite politik dalam berdemokrasi menjadi penyebab munculnya kerusuhan pilkada.

"Tidak adanya mental dari elite politik dan calon kepala daerah dalam menerima kekalahan penyebab munculnya kerusuhan. Hanya dengan lembaran rupiah mereka dengan mudah menyulut emosi para pendukungnya untuk berbuat anarkis," paparnya.

Selain itu, lanjutnya, penyelenggaraan pilkada, seperti KPUD dan panwas pilkada ikut bertanggung jawab atas kerusuhan.

"Mereka mudah diintervensi oleh pihak yang berkepentingan dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini yang menyulut kemarahan dari pendukung calon pa-sangan tertentu," tegasnya.

Page 5: PENYEBAB KERUSUHAN PILKADA

Meski demikian, dia mengimbau masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh elite politik. "Kalau itu terjadi rakyat sendiri menanggung akibatnya. Yang mengalami korban, maka yang rugi tetap masyarakatnya," katanya.

Perlu diketahui, ada beberapa daerah mengalami kerusuhan di pilkada.

Seperti, Pilkada Mojokerto, Jawa Timur. Dalam kerusuhan itu, sejumlah massa pendukung salah satu calon bupati yang tidak lolos mengamuk dan menghancurkan gedung. Puluhan mobil dibakar dan kaca-kaca gedung DPRD setempat dirusak.

Pilkada di Humbang Hasun-dutan, Sumatera Utara juga diwarnai kerusuhan. Para pendukung calon bupati yang tidak bisa maju dalam pilkada geram. Mereka merusak gedung DPRD serta rumah-rumah penduduk.

Di Banten, ribuan pendukung tiga pasangan Walikota-Wakil Walikota Cilegon yang kalah menerobos dan merusak pagar KPUD. Mereka menuntut pencoblosan ulang dan penetapan pemenang dibatalkan. Mereka menuding pelaksanaan pilkada Cilegon penuh kecurangan. qar

Membendung Kerusuhan dalam Pilkada

Kini pesta demokrasi atau "pesta rakyat" di negeri ini kembali tercoreng dan sekaligus ternoda oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Sungguh tragis, hampir dipastikan di setiap daerah ketika melaksanakan hajatan pemilukada kerusuhan berbasis premanisme selalu tidak terbendung, aparat polisi sering kecolongan dan bahkan sering dibuat bulan-bulanan massa.

Kerusuhan sempat terjadi di Sibolga, Sumatera Utara, yang sempat menjadi head line news di Koran Terbesar dan Terkemuka ini. Di mana, dua hari setelah pencoblosan massa merusak empat kantor kecamatan. Menyebabkan, proses penghitungan suara pada pilkada pun sempat tertunda dan harus dipindah ke markas polisi setempat.

Selanjutnya, di Mojokerto, Jawa Timur, massa merusak kantor pemkab dan tak tanggung-tanggung mereka juga merusak sedikitnya 33 mobil, 17 di antaranya hangus terbakar. Kejadian ini, terjadi pada saat berlangsungnya acara pemaparan visi dan misi calon bupati (21/05). Entah! giliran daerah mana yang akan menjadi tumbal?

Anarkisme yang terjadi di Mojokerto dan Sibolga sangat disayangkan dan semakin menambah rasa kepedihan hati bangsa. Jika semua pihak menyadari akan potensi kericuhan, seharusnya kerusuhan di Mojokerto bisa dicegah lebih awal. Karena suhu politik di Mojokerto mulai memanas ketika salah satu pasangan calon tidak lolos karena alasan kesehatan yang sempat terjadi tarik-menarik tentang keputusan itu hingga ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat.

Pihak aparat yang mempunyai tanggung jawab di bidang keamanan seharusnya juga sudah bisa memetakan kondisi serta memprediksi proses pilkada-pilkada selanjutnya, jangan sampai terjadi kerusuhan serupa. Karena, rusuh dengan cara pengrusakan tampaknya sudah dipersiapkan dan telah diatur sedemikian rupa.

Page 6: PENYEBAB KERUSUHAN PILKADA

Intelijen polisi harusnya bisa menganalisis kondisi ini sejak suhu politik di Sibolga dan Mojokerto memanas. Bisa dikatakan, polisi kecolongan pada kerusuhan ini karena fungsi intelijen tidak berjalan secara maksimal.

Paradigma Kalah atau Menang

Pesta demokrasi atau pesta rakyat belum dipandang sebagai sebuah ajang untuk mencari seorang pemimpin, akan tetapi mencari seorang berduit untuk menjadi pemimpin. Idealnya, pilkada melahirkan sebuah pemimpin yang mewajibkan untuk memajukan daerah yang merupakan sebuah tugas besar dan berat.

Dampak dari itu, melahirkan paradigma "kalah atau menang" menjadi pijakan politik masyarakat di masing-masing daerah. Lihat saja, kerusuhan dan kericuhan pada pilkada lebih sering dipicu oleh rasa tak puas dengan proses dan hasil pilkada.

Tak dapat kita mungkiri, sebagian besar kasus kerusuhan pilkada dipicu oleh mereka yang gagal maju atau kalah dalam pilkada. Calon gagal yang mempunyai kekuatan dana dan massa biasanya akan menggugat proses dan pelaksanaan.

Hegemoni paradigma "kalah atau menang" membuat pilkada menjadi tidak lagi sebuah "pesta rakyat". Paradigma ini pula yang memunculkan sikap apatisme masyarakat terhadap pilkada.

Hakikat pilkada yang merupakan sebuah proses untuk melahirkan dinamika politik lokal yang lebih demokratis, bertanggungjawab, partisipasif dan transparan sesuai dengan nilai nilai politik lokal yang tumbuh dan berkembang di daerah. Ketidaksiapan kontestan dalam menerima sebagai penyebab utama munculnya berbagai kerusuhan baik pra atau pascapilkada. Dugaan adanya prilaku curang dan manipulatif ditenggarai sebagai penyebab tidak berwibawanya penyelenggara dari kontestan tertentu.

Beberapa kasus kerusuhan pilkada di Sibolga dan Mojokerto seharusnya bisa menjadi kaca perbandingan bagi semua pihak. Baik Muspida, aparat, dan tokoh masyarakat diharapkan juga bisa bahu-membahu menciptakan sebuah situasi yang kondusif. Rakyat juga harus pintar-pintar dalam belajar dengan kejadian-kejadian yang telah berlangsung terjadi dan tidak mudah diprovokasi untuk membuat rusuh. Karena, menggugat sebuah proses dan jalannya pilkada harus dengan cara yang elegan dan sesuai jalur hukum.

Ke depan, ada beberapa yang harus lebih ekstra dalam meningkatkan kinerja untuk tidak terjadi kerusuhan dalam pilkada. Pertama, KPUD harus independen, peran panwas harus dioptimalkan. Kedua, diperlukan kontrol kuat dari simpul-simpul masyarakat. Ketiga, perubahan partai politik. Yakni, dengan membentuk UU politik yang jauh lebih baik, dan tegas terhadap batasan dan kewenangan sehingga tidak tumpang tindih dan menimbulkan penafsiran yang ganda dan mudah memprovokasi masyarakat.

Apabila semua aturan (regulasi) dijalankan secara baik, kekhawatiran akan anarkisme dan konflik pra dan pasca pelaksanaan pilkada tidak akan terjadi. Kita semua berharap, para calon pemimpin bangsa lebih senang mengedepankan "politik senyum dan santun" yang akan melahirkan sebuah pesta demokrasi damai untuk kita semua. Semoga!