Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan

46
Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan Makalah Disusun untuk memenuhi tugas Problem Based Learning Disusun oleh : S. Krissattryo Rosarianto I. Kelompok B-1 102011374 [email protected]

description

pbl blok 18

Transcript of Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan

Penyakit Obstruksi Saluran PernapasanMakalah

Disusun untuk memenuhi tugas Problem Based Learning

Disusun oleh :

S. Krissattryo Rosarianto I.

Kelompok B-1

102011374

[email protected]

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

2013

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

BLOK 18 Page 2

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

Pendahuluan

I. Latar Belakang

Saluran napas dapat mengalami obstruksi akut. Obstruksi bisa terjadi pada saluran

napas bagian atas (supraglotik/di atas pita suara), tengah (intra glotik) atau bawah (infra

glotik/di bawah pita suara). Pada saluran napas bagian bawah obstruksi bisa terjadi oleh karena

penyakit asma dan PPOK, sedangkan bagian tengah obstruksi bisa terjadi oleh karena proses

maligna dan benigna, seperti pertumbuhan tumor di dalam lumen endobronkhial atau

penekanan dari luar lumen yang disebabkan oleh pembesaran nodus limponodi atau

neoplasma. Pada obstruksi di saluran napas tengah ini yang biasa menyebabkan obsturksi akut

adalah adanya benda asing yang menyumbat saluran napas tengah tadi. Pada saluran napas atas

yang sering memberikan gejala obstruksi akut adalah infeksi, edema laring, aspirasi benda asing.

II. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah seorang laki-laki usia 28 tahun di bawa

keluarganya ke UGD RS UKRIDA karena sesak nafas sejak 12 jam sebelum masuk RS.

III. Hipotesis

Hipotesis dalam makalah ini adalah seorang laki-laki berusia 28 tahun tersebut

menderita penyakit asma bronkial.

BLOK 18 Page 3

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

Isi

1. Anatomi Saluran Pernapasan

GAMBAR 1 ■ The anatomy of respiratory system

Sumber : Diunduh dari visualsonline.cancer.gov

a. Paru

Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung –

gelembung. Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga lobus dan paru-paru kiri

dua lobus . Paru kanan terbagi menjadi lobus atas, tengah , dan bawah oleh fisura oblikus dan

horizontal. Paru kiri hanya memiliki fisura oblikus sehingga tidak ada lobus tengah.

BLOK 18 Page 4

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

GAMBAR 4 ■ The anatomy of lung

Sumber : Diunduh dari britannica.com

Segmen lingular merupakan sisi kiri yang ekuivalen dengan lobus tengah kanan. Namun,

secara anatomis lingual merupakan bagian dari lobus kiri. Struktur yang masuk dan keluar dari

paru-paru melewati hilus paru, yang diselubungi oleh kantung pleura yang longgar.1

Paru-paru terletak pada rongga dada yang diantaranya menghadap ke tengah rongga dada /

kavum mediastinum. Setiap paru berbentuk kerucut dan memiliki apeks yang meluas ke dalam

leher sekitar 2,5 cm diatas clavicula, permukaan costo-vertebral yang menempel pada bagian

dalam dinding dada, dan permukaan mediastinal yang menempel pada pericardium dan

jantung, dan basis yang terletak pada diafragma. Bronkiolus dan jaringan parenkim paru-paru

mendapat pasokan darah dari a. bronkialis-cabang-cabang dari aorta torakalais desendens. V

bronkialis, yang juga berhubungan dengan v. pulmonalis, mengalirkan darah dari v. azygos dan

v. hemazigos. Alveoli mendapat darah dari deoksigenasi dari cabang-cabang terminal

a.pulmonalis dan darah yang terokseginasi mengalir kembali melalui cabang-cabang

v.pulmonalis. Dua v.pulmonalis mengalirkan darah kembali dari tiap paru ke atrium kiri jantung.

Paru – paru dibungkus oleh pleura. Pleura terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura parietal dan

viseral, yang saling berhubungan di daerah hilum. Kedua membran itu terdiri atas sel mesotel

yang bertempat diatas lapisan jarangan ikat halus yang mengandung serat kolagen dan serat

elastin. Serat elastin pleura viseral berhubungan dengan yang berasal dari parenkim paru.

BLOK 18 Page 5

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

Dalam keadaan normal, rongga pleura ini mengandung sedikit cairan yang bekerja sebagai agen

pelumas, yang memungkinkan permukaan satu terhadap lainnya secara halus selama gerakan

pernapasan.

b. Bronkus

Bronkus memiliki struktur yang sama dengan trakea, yang dilapisi oleh sejenis sel yang

sama dengan trakea yang berjalan ke bawah menuju paru-paru. Tulang rawan bronkus

berbentuk tidak lebih teratur dibandingkan tulang rawan trakea. Dengan mengecilnya garis

tengah bronkus, maka cincin tulang rawan digantikan oleh lempeng – lempeng atau pulau –

pulau tulang rawan hialin. Di bawah epitel dalam lamina propia bronkus tampak adanya lapisan

otot polos yang terdiri atas berkas otot polos yang diatur secara berpilin. Lamina propia banyak

mengandung serat elastin, serta kelenjar serosa dan mukosa, yang salurannya bermuara ke

lumen bronkus. Banyak limfosit terdapat pada lamina propia dan diantara sel – sel epitel, dan

terdapat limfonodulus di tempat percabangan bronkus.

`

GAMBAR 5 ■ Bronchus

Sumber : Diunduh dari http://accessmedical.com

Bronkus terbagi menjadi dua cabang :

a. Bronkus prinsipalis dekstra.

Panjangnya sekitar 2,5 cm masuk ke hilus pulmonalis. Pada masuk ke hilus, bronkus

prinsipalis dekstra bercabang tiga menjadi bronkus lobularis medius, bronkus lobularis

inferior, bronkus lobularis superior.

b. Bronkus prinsipalis sinistra.

BLOK 18 Page 6

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

Lebih sempit dan lebih panjang serta lebih horizontal dibanding bronkus kanan,

panjangnya sekitar 5 cm berjalan ke bawah aorta dan di depan esophagus,

masuk ke hilus pulmonalis kiri dan bercabang menjadi dua, yaitu bronkus lobularis

inferior, bronkus lobularis superior.

c. Bronkiolus

Dari tiap-tiap bronkiolus masuk ke dalam lobus dan bercabang lebih banyak dengan 5

mm. Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan maupun kelenjar dalam mukosanya, sel goblet

tersebar pada epitel segmen awal. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah bertingkat

bersilindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana dan menjadi epitel selapis

silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminal yang lebih kecil. Epitel bronkiolus

terminal juga mengandung sel Clara. Sel – sel ini tidak memiliki silia, pada bagian apikalnya

terdapat kelenjar sekretorik dan diketahui mensekresi glikosaminoglikan yang mungkin

melindungi lapisan bronkiolus.

GAMBAR 6 ■ Bronchioles

Sumber : Diunduh dari siumed.edu

Bronkiolus juga memperlihatkan daerah spesifik yang disebut badan neuroepitel. Badan

ini dibentuk oleh kumpulan 80-100 sel yang mengandung granul sekresi dan menerima ujung

saraf kolinergik. Setiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi bronkiolus respiratorius yang

berfungsi sebagai daerah peralihan antara bagian konduksi dan bagian respirasi dari bagian

pernapasan. Mukosa bronkiolus respiratorius identik dengan bronkiolus terminalis kecuali

BLOK 18 Page 7

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

dindingnya yang diselingi oleh banyak alveolus sakular tempat terjadi pertukaran gas. Bagian

dari bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi

muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu dengan sel – sel alveolus tipe I. Makin kearah distal

dari bronkus respiratorius, jumlah muara alveolus ke dalam dinding bronkiolus makin banyak

dan tabung itu kini disebut duktus alveolaris. Duktus alveolaris dan alveolus keduanya dilapisi

oleh sel alveolus gepeng yang sangat halus.

d. Alveolus

Alveolus adalah penonjolan (evaginasi) mirip kantung, bergaris tengah kurang lebih

200µm. Secara struktural, alveolus menyerupai kantong kecil yang terbuka pada satu sisinya,

mirip sarang lebah. Didalam struktur ini terjadi pertukaran oksigen dan CO2 antara udara

dan darah. Struktur dinding alveolus dikhususkan untuk memudahkan dan memperlancar difusi

antara lingkungan luar dan lingkungan dalam. Umumnya setiap dinding terletak antara 2

alveolus bersebelahan disebut septum atau dinding interalveolus. Satu septum interalveolus

terdiri atas 2 lapis epitel selapis gepeng tipis, dan mengandung kapiler, fibroblast serat elastin

dan reticular,makrofrag. Septum interalveolus terdiri dari 5 sel utama:

a. Sel alveolus tipe I (8%)

b. Sel endotel kapiler (30%)

c. Sel alveolus tipe II (16%)

d. Sel interstitial (36%)

e. Sel makrofag alveolar (10%).2

2. Fisiologi Saluran Pernapasan

Mekanisme pertukaran udara pernapasan berlangsung di alveolus disebut

pernapasan eksternal. Udara pernapasan selanjutnya diangkut oleh hemoglobin dalam

eritrosit untuk dipertukarkan ke dalam sel. Peristiwa pertukaran udara

pernapasan dari darah menuju ke sel disebut pernapasan internal.

Aktivitas inspirasi dan ekspirasi pada saat bernapas melibatkan alat-alat

pernapasan juga melibatkan beberapa otot yang ada pada tulang rusuk dan

otot diafragma (selaput pembatas rongga dada dengan rongga perut).

Berdasarkan aktivitas otot yang mendukung proses pernapasan maka mekanisme

BLOK 18 Page 8

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

pernapasan di bagi menjadi dua, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.3

Pernapasan dada ialah pernapasan yang menggunakan gerakan otot-otot antar

tulang rusuk. Pada pernapasan dada dikenal dua buah fase, yaitu fase menarik napas

(inspirasi) dan fase menghembuskan napas (ekspirasi). Fase menarik napas bisa

di lihat dari rongga dada membesar kerena tulang dada dan tulang rusuk

terangkat akibat kontraksi otot-otot yang terdapat di antara tulang-

tulang rusuk. Paru-paru turut mengembang dan volumenya menjadi

besar, sedangkan tekanannya menjadi lebih kecil daripada tekanan udara

luar. Dalam keadaan demikian, udara luar yang kaya O2 dapat masuk melalui

batang tenggorok ke paru-paru. Lalu terdapat fase menghembuskan napas yang di

lihat dari rongga dada mengecil karena tulang dada dan tulang rusuk kembali ke

posisi semula. Akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada

tekanan udara luar sehingga udara dalam rongga dada yang kaya CO2 akan keluar.3

Pernapasan perut ialah pernapasan yang menggunakan otot-otot diafragma. Di

sini juga terdapat dua buah fase, yaitu fase menarik napas (inspirasi) dan fase

menghembuskan napas (respirasi). Fase menarik napas terjadi pada otot-otot

diafragma berkontraksi sehingga diafragma yang semula cembung menjadi agak

rata sehingga paru- paru dapat mengembang kearah perut (abdomen). Pada saat

itu, rongga dada membesar sehingga udara luar dapat terhirup masuk. Lalu, fase

menghembuskan napas bisa di rasakan bila otot-otot diafragma berelaksasi

sehingga kembali ke posisi semula. Akibatnya, rongga dada

mengecil dan tekanan di dalam rongga dada membesar sehingga udara dalam

rongga dada akan keluar.3

A. Inspirasi

Sebelum inspirasi dimulai, otot-otot pernapasan berada dalam

keadaan lemas, tidak ada udara yang mengalir, dan tekanan intra-alveolus

setara dengan tekanan atmosfer. Otot inspirasi utama-otot yang

berkontraksi untuk melakukan inspirasi sewaktu bernapas tenang-adalah

diafragma dan otot interkostal eksternal. Pada awal inspirasi, otot-otot ini

dirangsang untuk berkontraksi sehingga rongga thoraks membesar. Otot

inspirasi utama adalah diafragma, suatu lembaran otot rangka yang

BLOK 18 Page 9

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

membentuk lantai rongga thoraks dan disarafi oleh saraf frenikus.

Diafragma dalam keadaan melemas berbentuk kubah yang

menonjol ke atas ke dalam rongga thoraks. Ketika berkontraksi(pada stimulasi oleh

saraf frenikus), diafragm turun dan memperbesar volum rongga thoraks

dengan meningkatkan ukuran vertikal(dari atas ke bawah). Dinding

abdomen, jika melemas, menonjol keluar sewaktu inspirasi karena

diafragma yang turun menekan isis abdomen ke bawah dan ke depan.

Tujuh puluh lima persen pembesaran rongga thoraks sewaktu bernapas

tenang dilakukan oleh kontraksi diafragma.

Dua set otot interkostal terletak antar iga-iga. Otot interkostal

eksternal terletak diatas otot interkostal internal. Kontraksi otot interkostal

eksternal, yang serat-seratnya berjalan ke bawah dan depan antara dua iga

yang berdekatan, memperbesar rongga thoraks dalam dimensi lateral(sisi

ke sisi) dan anteroposterior (depan ke belakang).Ketika berkontraksi, otot

interkostal eksternal mengangkat iga dan selanjutnya sternum ke atas dan

ke depan. Saraf interkostal mengaktifkan otot-otot interkostal ini.

Sebelum inspirasi, pada akhir ekspirasi sebelumnya, tekanan intra-

alveolus sama dengan tekanan atmosfer, sehingga tidak ada udara

mengalir masuk atau keluar paru. Sewaktu rongga thoraks membesar, paru

juga dipaksa mengembang untuk mengisi rongga thoraks yang lebih besar.

Sewaktu paru membesar, tekanan intra-alveolus turun karena

jumlah molekul udara yang sama kini menempati volume paru yang lebih besar.

Pada gerakan inspirasi biasa, tekanan intra-alveolus turun 1 mmHg

menjadi 759 mmHg. Karena tekanan intra-alveolus sekarang lebih rendah

daripada tekanan atmosfer maka udara mengalir ke dalam paru mengikuti

penurunan gradien tekanan dari tekanan tinggi ke rendah.

Udara terus masuk ke paru sampai tidak ada lagi gradien-yaitu, sampai

tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Karena itu,

ekspansi paru tidak disebabkan oleh udara masuk ke dalam paru, udara

mengalir ke dalam paru karena turunnya tekanan intra-alveolus yang

ditimbulkan oleh ekspansi paru. Sewaktu inspirasi, tekanan intrapleura turun

menjadi 754 mmHg akibat ekspansi thoraks. Peningkatan gradien

BLOK 18 Page 10

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

tekanan transmural yang terjadi sewaktu inspirasi memastikan bahwa paru

teregang untuk mengisi rongga thoraks yang mengembang.

Inspirasi dalam (lebih banyak udara yang dihirup) dapat dilakukan

dengan mengontraksikan diafragma dan otot interkostal eksternal secara

lebih kuat dan dengan mengaktifkan otot inspirasi tambahan(aksesorius)

untuk semakin memperbesar rongga thoraks. Kontraksi otot-otot tambahan

ini, yang terletak di leher, mengangkat sternum dan dua iga pertama,

memperbesar bagian atas rongga thoraks.3

B. Ekspirasi

Pada akhir inspirasi, otot inspirasi melemas. Diafragma mengambil

posisi aslinya yang seperti kubah ketika melemas. Ketika otot interkostal

eksternal melemas, sangkar iga yang sebelumnya terangkat turun karena

gravitasi. Tanpa gaya yang menyebabkan ekspansi dinding dada (dan

karenanya, ekspansi paru) maka dinding dada dan paru yang semula

teregang mengalami recoil ke ukuran prainspirasinyakarena sfat-sifat

elastiknya, seperti balon teregang yang dikempiskan. Sewaktu paru kembal

mengecil. Tekanan intra-alveolus meningkat, karenajumlah molekul udara

yang lebih banyak semula terkandung di dalam volume paru yang besar pada

akhir inspirasi kini termampatkan ke dalam volume yang lebih kecil.

Pada ekspirasi biasa, tekanan intra-alveolus meningkat sekitar 1mmHg

diatas tekanan atmosfer menjadi 761 mmHg, Udara kini meninggalkan paru

menuruni gradien tekanannya dari tekanan intra- alveolus yang lebih

tinggi ke tekanan atmosfer yhang lebih rendah. Aliran keluar udara berhenti

ketika tekananintra-alveolus menjadi sama dengan tekanan atmosfer dan

gradien tekanan tidak ada lagi.

Selama pernapasan tenang, ekspirasi normalnya merupakan suatu

proses pasif, karena dicapai oleh recoil elastik paru ketika otot-otot

inspirasi melemas, tanpa memerlukan kontraksi otot atau pengeluaran energi.

Sebaliknya inspirasi selalu aktif karena ditimbulkan hanya oleh kontraksi otot

inspirasi dengan menggunakan energi. Ekspirasi dapat menjadi lebih aktif

untuk mengosongkan paru secara lebih tuntas dan lebih cepat daripada yang

BLOK 18 Page 11

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

dicapai selama pernapasan tenang, misalnya sewaktu pernapasan dalam

ketika olahraga. Tekanan intra-alveolus harus lebih ditingkatkan di atas

tekanan atmosfer daripada yang dicapai oleh relaksasi biasa otot inspirasi

dan recoil elastik paru.

Untuk menghasilkan ekspirasi paksa atau aktif tersebut, otot-otot

ekspirasi harus lebih berkontraksi untuk mengurangi volume rongga thoraks

dan paru. Otot ekspirasi yang paling penting adalah (yang mungkin tidak

diduga sebelumnya) otot dinding abdomen. Sewaktu otot abdomen

berkontraksi terjadi peningkatan tekanan intra-abdomen yang menimbulkan

gaya ke atas pada diafragma, mendorongnya semakin ke atas ke dalam

rongga thoraks daripada posisi lemasnya sehingga ukuran vertikal rongga

thoraks menjadi semakin kecil.

Otot ekspirasi lain adalah otot interkostal internal, yang kontraksinya

menarik iga turun dan masuk, mendatarkan dinding dada dan semakin

mengurngi ukuran rongga thoraks; tindakan ini berlawanan dengan otot

interkostal eksternal. Sewaktu kontraksi aktif otot ekspirasi semakin

mengurangi volume rongga thoraks, volume paru juga menjadi semakin

berkurang karena paru tidak lagi harus teregang lebih banyak untuk mengisi

rongga thoraks yang lebih kecil; yaitu, paru diperbolehkan mengempis ke

volume yang lebih kecil.

Tekanan intra-alveolus lebih meningkat sewaktu udara di paru

tertampung di dalam volume yang lebih kecil. Perbedaan antara tekanan

intra-alveolus dan atmosfer kini menjadi lebih besar daripada ketika

ekspirasi pasif sehingga lebih banyak udara yang keluar dan menuruni gradien

tekanan sebelum tercapai keseimbangan. Dengan cara ini, selama

ekspirasi paksa aktif pengosongan paru menjadi lebih tuntas dibandingkan

ketika ekspirasi tenang pasif.3

3. Anamnesis

Keluhan awal mungkin disebabkan adanya gangguan fisiologis akut, seperti serangan

asma bronkial, emboli paru, pneumotoraks atau infark miokard. Serangan berkepanjangan

selama berjam-jam hingga berhari-hari lebih sering akibat eksaserbasi penyakit paru yang kronik

BLOK 18 Page 12

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

atau perkembangan proses sedikit demi sedikit seperti pada efusi pleura atau gagal jantung

kongestif.

Gejala yang menyertai a) Nyeri dada yang disertai dengan sesak kemungkinan

disebabkan oleh emboli paru, infark miokard atau penyakit pleura; b) Batuk yang disertai

dengan sesak, khususnya sputum purulen mungkin disebabkan oleh infeksi napas atau proses

radang kronik (misalnya bronkitis atau radang mukosa saluran napas lainnya); c) Demam dan

menggigil mendukung adanya suatu infeksi; d) Hemomptisis mengisyaratkan ruptur

kapiler/vaskular, misalnya karena emboli paru, tumor atau radang saluran napas. 4

4. Pemeriksaan fisik

Tanda vital. Tekanan darah, temperatur, frekuensi nadi dan frekuensi napas

menentukan tingkat keparahan penyakit. Seorang pasien sesak dengan tanda-tanda vital normal

biasanya hanya mendertia penyakit kronik atau ringan, sementara pasien yang memperlihatkan

adanya perubahan nyata pada tanda-tanda vital biasanya menderita gangguan akut yang

memerlukan evaluasi dan pengoabtan segera.

Tampilan umum. Pasien dapat memberikan isyarat atas diagnosis tersebut. Seorang

pasien yang mengantuk dengan napas yang lambat dan pendek bisa disebabkan: obat tertentu,

retensi CO2 atau gangguan sistem saraf pusat (misalnya stok, edema serebral, perdarahan

subaraknoid). Seorang pasien yang gelisah dengna napas yang cepat dan dalam bisa disebabkan

hipoksemia berat karena primer penyakit paru/saluran napas, jantung atau bisa juga serangan

cemas (anxiety attack), histerical attack.

Palpasi. a) Tertinggalnya pengembangan suatu hemitoraks yang dirasakan dengan

palpasi bagian lateral bawah rib cage paru bersangkutan menunjukkan adanya gangguan

pengembangan hemitoraks tersebut. Hal ini bisa akibat obstruksi salah satu bronkus utama,

pneumotoraks atau efusi pleura; b) Fremitus taktil. Menurunnya fremitus taktil berulang-ulang

terpalpasi pada area yang mengalami atelektasis, meningkatnya fremitus disebabkan oleh

konsolidasi parenkim pada suatu area yang mengalami inflamasi.

Perkusi.a). Hipersonor akan ditemukan pada hiperinflasi paru seperti terjadi selama

serangan asma akut, emfisema, juga pada pneumotoraks. b). Redup (dullness) pada perkusi

menunjukkan konsolidasi paru atau efusi pleura.

Auskultasi. a). Berkurangnya intensitas suara napas pada kedua bidang paru

menunjukkan adanya obstruksi saluran napas. Keadaan ini dapat terdengar pada konsolidasi,

BLOK 18 Page 13

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

efusi pleura atau pneumotoraks. b). Ronki kasar dan nyaring sesuai dengan obstruksi parsial

atau penyempitan saluran napas. c). Ronki basah halus terdengar pada parenkim paru yang

berisi cairan. Ronki bilateral disertai irama gallop sesuai dengan gagal jantung kongestif. Ronki

setempat sesuai dengan adanya konsolidasi paru di tempat itu. d). Adanya egofoni menandakan

konsolidasi. e). Pada pasien dengan sesak dan rasa sakit di dada harus dipikirkan kemungkinan

adanya friction rub. 4

3. Asma

a. Definisi

Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang

ditandai dengan meningkatnya responsivitas dari cabang trakeobronkial dari

beberapa stimulus. Hal ini secara fisiologis dimanifestasikan sebagai penyempitan

saluran udara yang meluas, yang bisa disembuhkan secara spontan atau sebagai hasil

dari terapi dan secara klinis ditandai dengan dispnea yang parah, batuk dan wheezing.

Asma adalah penyakit episodik, dengan periode eksaserbasi akut yang diselingi

periode tanpa gejala. Biasanya, serangan bertahan sebentar selama beberapa menit

sampai beberapa jam dan secara klinis pasien nampak sembuh total setelah

serangan. Tapi, ada fase dimana pasien mengalami beberapa tanda gejala

penyempitan saluran udara per harinya. Fase ini bisa terjadi secara ringan, dengan atau

tanpa disertai dengan episode serangan yang hebat, atau yang lebih serius, dengan

obstruksi hebat yang bertahan dalam beberapa hari atau minggu; kondisi ini dikenal

sebagai status asmatikus. Dalam keadaan tertentu, episode serangan akut

dapat menyebabkan kematian. 5

b. Epidemiologi

Asma adalah salah satu penyakit kronis yang paling umum di dunia dan

mempengaruhi kira-kira 300 juta orang di seluruh dunia. Prevalensi asma sudah

meningkat di negara-negara makmur sampai 30 tahun terakhir tetapi

sekarang sudah menunjukkan kestabilan, dengan perkiraan 10-12%

dewasa dan 15% anak-anak yang terkena penyakit. Di negara berkembang dimana

prevalensi asma sudah menjadi sangat rendah, terdapat peningkatan prevalensi, yang

BLOK 18 Page 14

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

dihubungkan dengan meningkatnya urbanisasi. Prevalensi dari penyakit

atopik dan penyakit alergi lain juga meningkat dalam waktu yang sama, memberi

kesan bahwa alasan terjadinya peningkatan cenderung lebih kepada penyakit

sistemik daripada yang berhubungan dengan paru-paru.

Observasi epidemiologik ini memberi kesan bahwa ada beberapa individu

tertentu dalam sebuah komunitas yang mungkin terkena asma dengan

predisposisi genetik. Kebanyakan pasien asma di negara maju adalah atopik, dengan

sensitisasi alergik dari debu rumah Dermatophagoides pteronyssinus dan allergen

lingkungan lain. 6

c. Etiologi

Asma: Faktor Provokatif

Mediator fisiologis

dan farmakologis

Agen fisikokimia Alergen

Histamin,

metakolin,

adenosin

trifosfat

Olah raga(hiperventilasi

dengan udara dingin yang

kering), Polutan

udara( Sulfur dioksida,

Nitrogen dioksida)

Infeksi virus pada saluran

napas

Ingestan(propanolol,

aspirin)

Zat kimia berberat

molekul

rendah(mis,

penisilin, isosianat,

anihidra, kromat)

Molekul organik

kompleks (mis,

serpihan

kulit/buku, hewan,

tungau debu

rumah, enzim,

debu kayu.

Atopi, atau pembentukan antibodi immunoglobulin E (IgE) sebagai respons

terhadap pajanan oleh alergen, sering terjadi pada pengidap asma dan berperan

dalam evolusi penyakit. Asma secara konvesional dibagi menjadi asma ekstrinsik dan

intrinsik, yang masing-masing bergantung pada ada tidaknya atopik yang

BLOK 18 Page 15

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

menyertai. Terdapat beberapa perbedaan khas antara kedua kelompok misalnya,

pada asma intrinsik, usia awitan yang lebih tua, tidak jelasnya sensitisasi alergi

pada pemeriksaan, dan kecenderungan peningkatan keparahan penyakit.

Namun, kedua jenis tersebut memperlihatkan kesamaan gambaran

peradangan, hiperrensponsitivitas, dan obstruksi saluran napas sehingga

pembedaan tersebut belum terbukti bermanfaat secara klinis.

Kelainan mendasar pada asma adalah peningkatan reaktivitas saluran napas

terhadap rangsangan. Seperti diringkaskan tabel diatas, terdapat banyak agen

provokatif bagi asma. Agen-agen tersebut dapat secara kasar

dikategorikan sebagai (1) mediator fisiologis atau farmakologis respons saluran

napas asmatik (2) alergen yang dapat memicu peradangan dan reaktivitas saluran

napas pada orang yang tersensitisasi, dan (3) agen atau rangsang fisikokimia eksogen

yang menyebabkan hiperreaktivitas saluran napas. Sebagian agen provokatif ini

hanya akan memicu respons pada pengidap asma (mis, olah raga, adenosin),

sementara yang lain menimbulkan respons kuat yang khas pada pengidap asma yang

dapat digunakan untuk membedakan mereka dari orang normal dalam kondisi

pemeriksaan yang terkontrol (mis., histamin, metakolin).

Pengidap asma biasanya memberikan respons dini dan lanjut terhadap

rangsangan provokatif. Pada respons asmatik awal, saluran napas menyempit

dalam waktu 10-15 menit setelah pajanan dan membaik dalam 60 menit. Hal ini

kadang- kadang diikuti oleh respons penderita asma tahap lanjut, yang muncul 4-8 jam

setelah rangsangan awal. Meskipun mekanisme yang menyebabkan kedua respons ini

berbeda, keduanya adalah bagian dari suatu proses peradangan saluran napas. 7

d. Patogenesis

Tidak ada mekanisme tunggal yang dapat menjelaskan kejadian asma pada

semua orang. Namun, terdapat kejadian-kejadian umum yang menandai proses

patologis yang menyebabkan asma. Perlu diketahui bahwa peradangan

saluran napas berperan sentral dalam evolusi asma.

Proses yang paling dini pada respons saluran napas pasien asma adalah

pengaktifan sel-sel radang lokal, terutama sel mast dan eosinofil. Hal ini dapat

terjadi melalui mekanisme spesifik yang dependen-IgE atau secara tak-langsung melalui

BLOK 18 Page 16

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

proses lain (mis., rangsang osmotik atau pajanan oleh bahan kimia iritan). Mediator-

mediator yang bekerja akut, termasuk leukotrien, prostaglandin, dan histamin,

secara tepat memicu kontraksi otot polos, hiperskresi mukus, dan vasodilatasi

dengan kebocoran endotel dan pembentukan edema lokal. Sel-sel epitel

tampaknya juga terlibat dalam proses ini, yang membebaskan leukotrien dan

prostaglandin serta sitokin-sitokin peradangan jika diaktifkan. Sebagian mediator

jadi (preformed) dan bekerja cepat ini memiliki aktivitas kemotaktik, yang merekrut

sel-sel radang lain seperti eosinofil dan neutrofil ke mukosa saluran napas.

Suatu proses penting yang menyertai proses-proses akut ini adalah perekrutan,

multiplikasi, dan pengaktifan sel-sel radang imun melalui kerja serangkaian

sitokin dan kemokin lokal. Sitokin dan kemokin ikut serta dalam rangkaian proses

yang kompleks dan berkepanjangan yang menyebabkan peradangan dan

hiperresponsitivitas saluran napas terus-menerus. Proses-proses ini mencakup

peningkatan pertumbuhan sel mast dan eosinofil, influks dan proliferasi limfosit T,

dan diferensiasi limfosit B menjadi sel plasma penghasil IgE dan IgA. Suatu komponen

penting dalam proses ini kini tampaknya adalah diferensiasi dan pengaktifan

limfosit T penolong fenotipe TH2. Limfosit TH2 ini, melalui produksi sitokinnya,

termasuk IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, IL-10, dan IL-13, mendorong pengaktifan

sel mast, eosinofil, dan sel efektor lain serta mendorong produksi IgE oleh sel B,

yang kesemuanya merupakan komponen patologis fenotipe asma.

Karena itu, melalui mediator-mediator spesifiknya, berbagai sel ini ikut serta

dalam banyak proses proinflamasi yang aktif di saluran napas pengidap asma. Di

antara berbagai proses tersebut terdapat jejas pada sel epitel dan kerusakan saluran

napas, peningkatan pajanan saraf sensorik aferen, dan karenanya, hiperresponsitivitas

otot polos yang diperantarai oleh saraf; peningkatan pengaktifan dan pelepasan

mediator eosinofil dan sel mast yang diperantarai oleh IgE, termasuk mediator

akut dan mediator kerja-lama; dan hipersekresi kelenjar submukosa disertai

peningkatan volume mukus. Secara bersamaan, pembentukan faktor pertumbuhan

seperti TGF-β, TGF-α, dan faktor pertumbuhan fibroblas (FGF) oleh sel epitel

serta makrofag dan sel radang lain, mendorong proses remodeling jaringan

dan fibrosis submukosa saluran napas. Fibrosis submukosa ini dapat menyebabkan

obstruksi tetap saluran napas yang dapat menyertai peradangan kronik pada asma. 7

BLOK 18 Page 17

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

e. Patologi

Gambaran histopatologis pada asma mencerminkan proses-proses selular yang

berperan. Mukosa saluran napas menebal, edematosa, dan disebuki oleh sel

radang, terutama limfosit, eosinofil, dan sel mast. Terdapat hipertrofi dan

kontraksi otot polos saluran napas. Sel epitel bronkus dan bronkiolus sering

mengalami kerusakan, sebagian oleh produk eosinofil seperti major basic

protein dan protein kemotaktik eosinofil, yang sitotoksik bagi epitel. Jejas dan kematian epitel

membuat sebagian lumen saluran napas terkelupas, yang memaparkan aferen

autonom dan mungkin nonkolinergik nonadrenergik yang dapat

memerantarai hiperreaktivitas saluran napas.

Terdapat hiperplasia kelenjar sekretorik dan hipersekresi mukus, dengan

temuan menonjol pada asma berat berupa pembentukan sumbat mukus di

saluran napas. Bahkan pada saluran napas pengidap asma ringan, terdapat banyak sel

radang di mukosa dan di submukosa, dan miofibroblas supepitel tampak

berproliferasi dan menghasilkan kolagen interstisium; hal ini dapat menjelaskan

komponene obstruksi saluran napas yang relatif menetap dan dijumpai pada sebagian

pengidap asma. Temuan patologis pada asma berat yang mematikan setara

dengan proses-proses patologis yang telah dijelaskan sebelumnya tetapi

mencerminkan derajat gangguan yang lebih besar. Terlihat cedera dan lenyapnya epitel

saluran napas yang lebih parah, yang sering disertai obstruksi berat dan total pada

lumen saluran napas oleh sumbat mukus. 7

f. Patofisiologi

Proses-proses selular lokal di saluran napas berpengaruh penting pada fungsi

paru. Akibat peradangan saluran napas, hiperresponsitivitas otot polos, dan

penyempitan saluran napas, resistensi saluran napas meningkat secara

bermakna. Karena itu, jika pada keadaan normal saluran napas perifer berkaliber

kecil tidak berperan penting dalam resistensi aliran udara, saluran udara halus kini

menjadi tempat peningkatan resistensi. Hal ini diperparah oleh hipersekresi mukus dan

oleh rangsang bronkokonstriktor lain. Fungsi saraf bronkus juga tampaknya berperan

dalam evolusi asma, meskipun makna klinisnya mungkin bersifat sekunder. Stimulasi

BLOK 18 Page 18

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

reseptor iritan bronkus menimbulkan batuk dan bronkokonstriksi refleks yang

diperantarai oleh eferen vagus.

g. Pemeriksaan fisik

Untuk menegakkan diagnosis asma, harus dilakukan anamnesis secara rinci,

menentukan adanya episode gejala dan obstruksi saluran napas. Pada

pemeriksaan fisis pasien asma, sering ditemukan perubahan cara bernapas, dan

terjadi perubahan bentuk anatomi toraks. Pada inspeksi dapatditemukan; napas cepat,

kesulitan bernapas, menggunakan otot napas tambahan di leher, perut dan dada.

Pada auskultasi dapat ditemukan; mengi, ekspirasi memanjang. 8

h. Pemeriksaan Penunjang

Spirometer. Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan

diagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.

Peak Flow Meter/PFM. Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru

sederhana, alat tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal

dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan

diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM).

Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM oleh karena; PFM tidak begitu

sensitif dibanding FEV. untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur

terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat

diagnostik, APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak dapat

melakukan pemeriksaan FEV1.

X-ray dada/thorax. Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak

disebabkan asma

Pemeriksaan IgE. Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya

antibodi IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan

mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan

penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara

radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada

dermographism).

BLOK 18 Page 19

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

Petanda inflamasi. Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik

sebenarnya tidak berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas.

Gejala klinis dan spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-

kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsi paru,

pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang

dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan

antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan

derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan

gambaran inflamasi, tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset. 8

i. Manifestasi Klinis

Keberagaman gejala dan tanda adalah indikasi beragamnya keparahan penyakit,

dari penyakit ringan imtermitten hingga asma yang kronik, berat, dan kadang-kadang

mematikan.

1. Batuk

Batuk terjadi akibat kombinasi penyempitan saluran napas, hipersekresi

mukus, dan hiperesponsitivitas aferen saraf yang dijumpai pada

peradangan saluran nafas. Hal ini juga dapat disebabkan oleh peradangan

non-spesifik setelah infeksi, terutama oleh virus, pada pasien asma. Akibat

penyempitan kompresif dan tingginya kecepatan aliran udara di saluran-

saluran napas sentral, batuk dapat menghasilkan gaya dorong yang cukup kuat untuk

membersihkan mukus yang tertimbun dan partikel yang tertahan di saluran

napas yang sempit.

2. Mengi (wheezing)

Kontraksi otot polos, bersama dengan hipersekresi dan retensi mukus,

menyebabkan pengurangan kaliber saluran napas dan turbulensi aliran

udara yang berkepanjangan, yang menimbulkan mengi yang dapat didengar

langsung atau dengan stetoskop. Intensitas mengi tidak berkorelasi baik

BLOK 18 Page 20

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

dengan keparahan penyempitan saluran napas; contohnya, pada

obstruksi saluran napas yang ekstrem, aliran udara dapat sedemikian

berkurang sehingga mengi mungkin sama sekali tidak terdengar.

3. Dispnea dan rasa sesak di dada

Sensasi dispnea dan rasa sesak di dada adalah akibat sejumlah

perubahan fisiologis. Upaya yang lebih kuat oleh otot untuk mengatasi

meningkatnya resistensi saluran napas dideteksi oleh reseptor

regang gelendong otot, terutama otot antariga dan dinding dada.

Hiperinflasi akibat obstruksi saluran napas menyebabkan toraks teregang.

Compliance paru menurun, dan kerja pernapasan meningkat, yang juga

dideteksi oleh saraf-saraf sensorik dinding dada dan bermanifestasi

sebagai rasa tertekan di dada dan dispnea. Seiring dengan memburuknya

obstruksi, peningkatan ketidak-sesuaian V/Q menyebabkan hipoksemia.

Peningkatan tekanan CO2 arteri dan, kemudian, munculnya hipoksemia arteri

(masing-masing atau bersama-sama sebagai rangsang sinergistik) akan

mendorong pernapasan melalui kemoreseptor perifer dan sentral. Rangdangan ini,

dalam keadaan kelelahan otot pernapasan, menyebabkan dispnea

progresif.

4. Takipnea dan takikardia

Takipnea dan takikardia mungkin tidak terjadi pada penyakit ringan

tetapi hampir selalu dijumpai pada eksaserbasi akut.

5. Pulsus paradoksus

Pulsus paradoksus adalah penurunan tekanan arteri sistolik lebih dari 10

mm Hg saat inspirasi. Hal ini tampaknya terjadi akibat hiperinflasi paru, disertai

gangguan pengisian ventrikel kiri dan peningkatan aliran balik vena ke

ventrikel kanan sewaktu inspirasi kuat pada obstruksi berat. Dengan

meningkatnya volume diastolik-akhir ventrikel kanan sewaktu inspirasi,

septum intraventrikel bergerak ke kiri, yang mengganggu pengisian dan

BLOK 18 Page 21

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

pengeluaran (output) ventrikel kiri. Konsekuensi penurunan curah jantung ini adalah

penurunan tekanan sistolik saat inspirasi, atau pulsus paradoksus.

6. Hipoksemia

Bertambahnya ketidakcocokan V/Q pada obstruksi saluran napas

menciptakan area-area dengan rasio V/Q yang rendah dan hipoksemia.

Pirau jarang terjadi pada asma.

7. Hiperkapnia dan asidosis respiratorik

Pada asma ringan sampai sedang, ventilasi tetap normal atau

berkurang, dan PCO2 arteri tetap normal atau menurun. Pada serangan

yang berat, obstruksi saluran napas menetap atau bertambah dan timbul

kelelahan otot pernapasan, disertai hipoventilasi alveolus dan

meningkatnya hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Perlu dicatat bahwa

hal ini dapat terjadi meskipun takipnea terus berlangsung, yang tidak

ekuivalen dengan hiperventilasi alveolus.

8. Hiperresponsitivitas bronkus

Uji provokasi bronkus memperlihatkan hiperresponsitivitas yang tak

lazim pada hampir semua pasien asma, termsauk mereka dengan

penyakit ringan dan hasil uji fungsi paru yang normal.

Hiperresponsitivitas bronkus didefeiniskan sebagai (1) penurunan sebesar

20% pada FEV1 sebagai respon terhadap faktor pemicu yang, pada intensitas

yang sama, menyebabkan kurang dari 5% perubahan pada orang normal;

atau (2) peningkatan sebesar 20% FEV1 sebagai repons terhadap obat

bronkodilator inhalasi. Metakolin dan histamin adalah zat-zat yang telah

digunakan dalam uji provokasi baku. Zat-zat lain juga telah digunakan untuk

mengetahui sensitivitas pajanan spesifik; contohnya adalah sulfur dioksida

dan toluen diisosianat.

j. Penatalaksanaan

BLOK 18 Page 22

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

Target pengobatan asma meliputi beberapa hal, diantaranya adalah menjaga saturasi

oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi saluran pernapasan

dengan pemberian bronkhodilator inhalasi kerja cepat (β-2 agonis dan anti kolinergik) dan

mengurangi inflamasi saluran pernapasan serta mencegah kekambuhan dengan pemberian

kortikosteroid sistemik yang lebih awal.

1. Oksigen

Karena kondisi hipoksemia dihasilkan oleh ketidakseimbangan V/Q, hal ini

biasanya dapat terkoreksi dengan pemberian oksigen 1-3L/menit dengan kanul

nasal atau masker. Meskipun demikian, penggunaan oksigen dengan aliran cepat

tidak membahayakan dan direkomendasikan pada semua pasien dengan asma akut.

Target pemberian oksigen ini adalah dapat mempertahankan SpO2 pada kisaran ≥ 92%.

2. β2-agonis

Dalam golongan ini termasuk metaproterenol (orsiprenalin), salbutamol

(albuterol), terbutalin, fenoterol, formoterol, prokaterol, salmeterol, pirbuterol,

bitolterol, isoetarin, dan ritodrin. Pada dosis kecil, kerja obat-obat ini

pada reseptor β2 jauh lebih kuat daripada kerjanya pada reseptor β1. Tetapi bila

dosisnya ditinggikan, selektivitas ini hilang. Misalnya, pada pasien asma, salbutamol

kira-kira sama kuat dengan isoproterenol sebagai bronkodilator (bila diberikan

sebagai aerosol), tetapi jauh lebih lemah dari isoproterenol sebagai stimulan

jantung. Tetapi bila dosis salbutamol ditinggikan 10 kali lipat, diperoleh efek stimulan

jantung yang menyamai efek isoproterenol.9

Melalui aktivitas β1, obat-obat ini menimbulkan relaksasi otot polos bronkus,

uterus dan pembuluh darah otot rangka. Aktivasi reseptor β1 yang menghasilkan

stimulasi jantung, oleh dosis yang sama, jauh lebih lemah. Obat-obat ini, yang

hanya menimbulkan sedikit perubahan tekanan darah, dikembangkan terutama untuk

pengobatan asma bronkial. Selektivitas obat-obat ini terhadap reseptor

β2 tidak sama untuk setiap obat, misalnya meteproterenol kurang selektif

dibandingkan dengan salbutamol.

BLOK 18 Page 23

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

Inhalasi β2-agonis kerja pendek merupakan obat pilihan untuk pengobatan asma

akut. Onset aksi obat tadi cepat dan efek sampingnya bisa ditoleransi. Pemakaian secara

inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dengan efek samping yang lebih sedikit serta

lebih efektif bila dibandingkan pemakaian secara sistemik. Penggunaan β2-agonis secara

intravena pada pasien dengan asma akut diberikan hanya jika respon terhadap

obat per-inhalasi sangat kurang atau jika pasien batuk berlebihan dan hampir

meninggal.

Pemberian obat perinhalasi secara terus-menerus diperkirakan lebih

menguntungkan bila dibandingkan dengan pemberian secara berkala.

Pemberian nebulizer secara berkesinambungan memberikan efek samping yang

lebih sedikit. Efek samping dan ketergantungan dosis dapat terjadi pada semua

cara pemberian, tetapi umumnya ditemukan pada pemakaian secara oral atau

intravena.

3. Kolinergik

Penggunaan antikolinergik berdasarkan asumsi terdapatnya peningkatan tonus

vagal saluran pernapasan pada pasien asma akut, tetapi efeknya tidak sebaik β2

agonis. Penggunaan ipratropium bromida (IB) secara inhalasi digunakan sebagai

bronkhodilator awal pada pasien asma akut. Kombinasi pemberian IB dan β2-agonis

diindikasikan sebagai terapi pertama pasien dewasa dengan eksaserbasi asma berat.

Dosis 4X semprot (80mg) tiap 10 menit dengan MDI atau 500 mg setiap

20 menit dengan nebulizer akan lebih efektif.

4. Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid secara sistemik harus diberikan pada penatalaksanaan

kecuali kalau derajat eksaserbasinya ringan. Agen ini tidak bersifat bronkodilator tetapi

secara ekstrem sangat efektif dalam menurun kan inflamasi pada saluran napas.

Pemberian hidrokortison 800 mg atau 160 mg metilprednisolon dalam 4 dosis

terbagi setiap harinya, umumnya sudah memberikan efek yang adekuat pada

BLOK 18 Page 24

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

kebanyakan pasien.

Inhalasi kortikosteroid adalah agen anti-inflamasi yang paling efektif untuk

digunakan pada terapi asma, dengan mengurangi jumlah sel inflamatorik dan

aktivasinya di saluran pernapasan. Inhalasi kortikosteroid mengurangi

eosinofil di saluran pernapasan dan sputum, dan jumlah limfosit T yang diaktifkan

dan mast sel di mukosa saluran pernapasan.

Data penelitian menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid per inhalasi akan

menurunkan lama perawatan di rumah sakit pada pasien asma akut, bila dibandingkan

dengan placebo. Penelitian lain menemukan bahwa pemberian kortikosteroid

oral yang setara dengan dosis 40-60 mg prednison atau prednisolon per hari

selama 7-14 hari, lebih efektif, murah dan aman.

5. Teofilin

Teofilin menghambat enzim fosfodiesterase (PDE) sehingga mencegah

pemecahan cAMP dan cGMP masing-masing menjadi 5’-AMP dan 5’-GMP.

Penghambatan PDE menyebabkan akumulasi cAMP dan cGMP dalam sel

sehingga menyebabkan relaksasi otot polos, termasuk otot polos bronkus.

Teofilin dan metilxantin lainnya relatif nonselektif dalam menghambat subtipe

PDE.

Teofilin merupakan suatu antagonis kompetitif pada respetor adenosin.

Adenosin dapat menyebabkan bronkokonstriksi pada pasien asma dan

memperkuat penglepasan medaitor dari sel mast yang diinduksi oleh rangsang

immunologis. Oleh karenanya penghambatan kerja adenosin juga merupakan

mekanisme kerja teofilin untuk mengatasi bronkokonstriksi pada pasien asma. 9

Beberapa studi menunjukkan bahwa teofilin juga memiliki efek antiinflamasi

dan menghambat penglepasan mediator dari sel radang. Efek anti-inflamasi

ditimbulkan antara lain karena teofilin mengaktivasi histon deasetilase dalam nukleus.

Deasetilasi histon dapat menurunkan transkripsi beberapa gen proinflamasi dan

memperkuat efek kortikosteroid. 9

Penggunaan teofilin sebagai obat monoterapi, efektivitasnya tidak sebaik obat

golongan β2-agonis. Pemberian aminophilin dikombinasi dengan β2-agonis per

inhalasi, tidak memberikan efek yang bermakna. Pemberian obat ini malah akan

BLOK 18 Page 25

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

meningkatkan efek samping seperti tremor, mual, cemas, dan aritmia. Berdasarkan

beberapa hasil penelitian, akhirnya dibuat kesepakatan dan keputusan untuk tidak

merekomendasikan pemberian teofilin secara rutin untuk pengobatan asma akut.

Penatalaksanaan Asma Bertujuan : 8

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma, agar

kualitas hidup meningkat

2. Mencegah eksaserbasi akut

3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal

mungkin

4. Mempertahankan aktivitas normal termasuk latihan

5. jasmani dan aktivitas lainnya

6. Menghindari efek samping obat

7. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara ireversibel

8. Meminimalkan kunjngan ke gawat darurat

Komunikasi yang baik dan terbuka antara dokter dan pasien adalah hal yang penting

sebagai dasar penatalaksanaan. Diharapkan agar dokter selalu bersedia mendengarkan keluhan

pasien, itu merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Komponen yang dapat diterapkan dalam

penatalaksanaan asma, yaitu mengembangkan hubungan dokter pasien, identifikasi dan

menurunkan pajanan terhadap faktor risiko, penilaian, pengobatan dan monitor asma serta

penatalaksanaan asma eksaserbasi akut. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikan

menjadi 2 golongan yaitu:

1. Penatalaksanaan Asma Akut

Serangan akut adalah keadaan darurat dan membutuhkan bantuan medis

segera, Penanganan harus cepat dan sebaiknya dilakukan di rumah sakit/gawat

darurat. Kemampuan pasien untuk mendeteksi dini perburukan asmanya adalah

penting, agar pasien dapat mengobati dirinya sendiri saat serangan di rumah

sebelum ke dokter. Dilakukan penilaian berat serangan berdasarkan riwayat

serangan, gejala, pemeriksaan fisis dan bila memungkinkan pemeriksaan faal paru,

agar dapat diberikan pengobatan yang tepat. Pada prinsipnya tidak

diperkenankan pemeriksaan faal paru dan laboratorium yang dapat

menyebabkan keter-lambatan dalam pengobatan/tindakan. 8

BLOK 18 Page 26

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

2 Penatalaksanaan Asma Kronik

Pasien asma kronik diupayakan untuk dapat memahami sistem penanganan

asma secara mandiri, sehingga dapat mengetahui kondisi kronik dan variasi

keadaan asma. Anti-inflamasi merupakan pengobatan rutin yang yang bertujuan

mengontrol penyakit serta mencegah serangan dikenal sebagai pengontrol,

Bronkodilator merupakan pengobatan saat serangan untuk mengatasi

eksaserbasi/serangan, dikenal pelega. 8

Ciri-ciri asma terkontrol: 8

1. Tanpa gejala harian atau d” 2x/minggu

2. Tanpa keterbatasan aktivitas harian

3. Tanpa gejala asma malam

4. Tanpa pengobatan pelega atau d” 2x/minggu

5. Fungsi paru normal atau hampir normal

6. Tanpa eksaserbasi

Ciri-ciri asma tidak terkontrol8

1. Asma malam (terbangun malam hari karena gejala asma)

2. Kunjungan ke gawat darurat, karena serangan akut

3. Kebutuhan obat pelega meningkat.

Pengendalian asma bertujuan: 8

1. Meningkatkan kemandirian pasien dalam upaya pencegahan asma

2. Menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang terpajan faktor risiko asma

3. Terlaksananya deteksi dini pada kelompok masyarakat berisiko asma

4. Terlaksananya penegakan diagnosis dan tatalaksana pasien asma sesuai

standar/kriteria

5. Menurunnya angka kesakitan akibat asma

6. Menurunnya angka kematian akibat asma

Untuk melaksanakan tujuan tersebut, salah satu cara dapat dilakukan dengan

Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang meliputi: 8

1. Penyuluhan bagi pasien dan keluarga tentang pencegahan dan penanggulangan asma.

2. Meningkatkan pengetahuan, motivasi dan partisipasi pasien dalam pengendalian

asma.

BLOK 18 Page 27

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

3. Untuk merubah sikap dan perilaku pasien dalam pengendalian asma.

4. Meningkatkan kemandirian pasien dalam ketrampilan penggunaan obat/alat inhalasi.

2. PPOK: Bronkitis Kronik dan Emfisema

”Penyakit paru obstruktif kronik” adalah istilah yang disadari kurang tepat dan

digunakan untuk mencirikan suatu proses yang ditandai dengan adanya bronkitis kronik dan

emfisema yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi saluran napas. Obstruksi mungkin

sebagian reversibel. Meskipun sering dianggap sebagai proses yang independen, bronkitis kronik

dan emfisema memiliki faktor etiologis yang sama dan sering dijumpai pada satu pasien. 7

a. Bronkitis Kronik

Bronkitis kronis didefinisikan sebagai riwayat klinis batuk produktif selama 3

bulan setahun untuk 2 tahun berturut-turut. Dispnea dan obstruksi saluran

napas, sering dengan elemen reversibilitas, terjadi secara intermitten atau terus menerus.

Merokok sejauh ini adalah kausa utama, meskipun iritan inhalan lain mungkin

dapat menimbulkan proses yang sama. Proses patologis yang predominan

adalah proses peradangan saluran napas, disertai penebalan mukosa dan hipersekresi

mukus sehingga terjadi obstruksi difus. 7

Pada bronkitis kronik, terdapat sejumlah kelainan patologis saluran napas,

meskipun tidak ada yang benar-benar khas untuk penyakit ini. Gambaran klinis

bronkitis kronik dapat dikaitkan dengan cedera dan penyempitan kronik saluran

napas. Gambaran patologis utama adalah peradangan saluran napas, terutama

saluran napas yang halus, dan hipertrofi kelenjar saluran napas besar, disertai

peningkatan sekresi mukus dan obstruksi saluran napas oleh mukus tersebut.

Mukosa saluran napas biasanya disebuki oleh sel radang , termasuk leukosit

polimorfonukleus dan limfosit. Peradangan mukosa dapat secara substansial

mempersempit lumen bronkus. Akibat peradangan kronik, lapisan normal epitel

kolumnar berlapis semu bersilia sering diganti oleh bercak-bercak metaplasia

skuamosa. Tanpa adanya epitel bronkus bersilia normal, fungsi pembersihan

oleh mukosilia sangat berkurang atau bahkan lenyap sama sekali. 7

b. Emfisema

BLOK 18 Page 28

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

Emfisema sebenarnya adalah sebutan patologis yang menunjukkan bahwa di

paru terjadi pembesaran abnormal menetap ruang-ruang udara di sebelah distal

bronkus terminal, disertai oleh kerusakan dinding-dindingnya tanpa fibrosis

yang nyata. Berbeda dari bronkitis kronik, defek patologis utama pada emfisema

bukan di saluran napas tetapi di dinding unit respiratorik, yaitu hilangnya

jaringan elastik menyebabkan lenyapnya tegangan recoil untuk menahan saluran

napas selama ekspirasi. Kerusakan saluran napas disertai dispnea progresif dan

obstruksi non-reversible tanpa batuk produktif yang signifikan. Selain itu,

berkurangnya luas permukaan alveolus serta jaringan kapiler untuk pertukaran gas

ikut berperan menyebabkan hipoksia dan dispnea progresif. Di antara berbagai

pola emfisema, pembedaan-pembedaan patologi dan etiologis dapat dibuat, tetapi

gambarin klinis semuanya cukup beragam. 7

Berbeda dari bronkitis kronik, emfisema adalah penyakit yang bukan terutama

mengenai saluran napas tetapi parenkim paru di sekitarnya. Konsekuensi

fisiologisnya adalah hasil dari kerusakan unit-unit respiratorik terminal dan hilangnya

jaringan kapiler alveolus serta, yang sangat penting, struktur-struktur penunjang paru,

termasuk jaringan ikat elastis. Hilangnya jaringan ikat elastis menyebabkanparu

kehilangan daya recoil elastis dan mengalami peningkatan compliance. Tanpa

recoil elastis yang normal, saluran napas yang tidak mengandung rawan tidak lagi

mendapat topangan. Saluran napas mengalami kolaps prematur saat ekspirasi,

disertai gejala obstruktif dan temuan fisiologis yang khas. 7

Gambaran patologis emfisema adalah gambaran kerusakan progresif unit-unit

respiratorik terminal atau parenkim paru di sebelah distal dari bronkiolus

terminal. Peradangan saluran napas, jika terjadi, akan minimal, meskipun dapat

terlihat hiperplasia kelenjar mukosa di saluran napas penghubung yang besar.

Interstisium unit- unit respiratorik mengandung beberapa sel radang, tetapi

temuan utama adalah hilangnya dinding alveoulus dan membesarnya ruang-ruang

udara. Kapiler alveolus juga lenyap, yang dapat menyebabkan penurunan kapasitas

difusi dan hipoksemia progresif terutama saat berolahraga. 7

BLOK 18 Page 29

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

Pembahasan

1. Skenario

Tn.A, usia 28 tahun dibawa keluarganya ke UGD RS UKRIDA karena sesak nafas sejak 12

jam sebelum masuk RS. Pasien tidak demam, batuk ada sejak 3 hari yang lalu dahak sulit keluar,

jika keluar kental berwarna putih, tidak terdapat nyeri dada. Pasien mengatakan sesaknya

memang sering timbul 2 bulanan ini, namun tidak sesesak sekarang. Sesak nafasnya biasa

muncul pada malam hari. Pasien juga mengatakan lebih mudah sesak terutama saat suasana

dingin dan berdebu. Seingat pasien dalam 1 bulan terakhir dirinya sudah 4x sesak saat dini hari.

Menurut keluarga pasien biasa sesak-sesak yang dialami sebelumnya mereda seiring waktu

dengan pasien beristirahat. Pasien sebelumnya belum pernah berobat untuk keluhan sesak

nafasnya. Riwayat merokok sejak usia 17 tahun.

2. Mind Map

BLOK 18 Page 30

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

3. Pembahasan

Dari skenario diatas, pasien datang dengan keluhan sesak napas yang dialaminya sejak

12 jam sebelum masuk rumah sakit. Pertama-tama tentu kita melakukan anamnesis terlebih

dahulu kepada pasien, dalam hal ini kita menanyakan segala hal yang berkaitan dengan

keluhannya, karena anamnesis juga memegang peranan penting dalam mendiagnosis suatu

penyakit, setelah melakukan anamnesis kita melakukan pemeriksaan fisik, dari pemeriksaan fisik

inspeksi terdapat retraksi sela iga, pada palpasi normal dan pada auskultasi terdengar suara

mengi, dan suara ekspirasi lebih panjang daripada inspirasi. Dari anamnesis, gejala yang

dikeluhkan pasien dan pemeriksaan fisik, diduga pasien terkena penyakit asma bronkial, untuk

memastikan diagnosis dari pasien, perlu dilakukan adanya pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan antara lain tes fungsi paru, foto thorax sampai yang paling

mahal yaitu melihat kadar IgE.

Pasien mengeluh sesak nafas, sesak nafas dapat terjadi karena hiperinflasi akibat

obstruksi saluran napas menyebabkan toraks teregang, sehingga compliance paru menurun dan

kerja pernapasan meningkat dan terdeteksi oleh saraf-saraf sensorik dinding dada dan

bermanifestasi sebagai rasa tertekan di dada dan dispnea.

Pasien juga mengatakan lebih mudah sesak saat keadaan dingin dan berdebu, hal ini

terjadi karena mungkin pasien memiliki alergi terhadap hal tersebut yang memicu reaksi

hipersensitivitas di dalam tubuhnya, dan bermanifestasi sebagai gangguan saluran pernapasan.

BLOK 18 Page 31

RM

Gejala Klinis

Anamnesis

PatogenesisFaktor Risiko

Penatalaksanaan dan PengobatanWD DDPemeriksaan Fisik

dan PenunjangKomplikasi

Prognosis

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

Pasien memiliki riwayat merokok, hal ini tentu saja berpengaruh terhadap penyakitnya

karena rokok sendiri memiliki zat-zat yang dapat mengiritasi saluran pernapasan sehingga zat-

zat tersebut tentu memicu reaksi pertahanan saluran nafas yang timbul dalam bentuk

peradangan saluran nafas, hipersekresi mukus, penebalan dinding saluran pernapasan,dll.

Penanganan yang bisa diberikan terhadap pasien terutama adalah edukasi terhadap

pasien sendiri mengenai penyakitnya ,terutama karena ia memiliki kebiasaan merokok, selain itu

pemberian obat-obatan seperti agonis β2, kortikosteroid inhalasi, anti kolinerik mungkin dapat

membantu meringankan gejalanya apabila kambuh.

BLOK 18 Page 32

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

Penutup

1. Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini adalah laki-laki berusia 28 tahun tersebut terkena penyakit asma bronkhial persisten ringan.

BLOK 18 Page 33

Penyakit Obstruksi Saluran Pernapasan 2013

Daftar Pustaka

1. Cameron JR, Skofronick JG, Grant RM. Fisika tubuh manusia. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto;

2006.h.157-9.

2. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2009.h.2-20.

3. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,

2011.h. 499-500, 502-3, 506-9, 517.

4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3

Ed 5. Jakarta: Interna Publishing,2009.h. 2218-222.

5. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Harrison: principle of internal medicine. Vol

2 Ed 16. Mc-Graw Hill, 2005.h.1508

6. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Harrison: principle of internal medicine. Vol

2 Ed 18. Mc-Graw Hill, 2012.h. Chapter 254: Asthma.

7. McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit. Ed 5. Jakarta: EGC, 2010. h. 253-8.

8. Rengganis I. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkhial. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit

Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008 h. 448-451.

9. Farmakologi dan terapi. Ed 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2011.h. 78-80, 254-6.

BLOK 18 Page 34