Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

33
KONSTIPASI KONSTIPASI Setia Budi S. Setia Budi S. Subdivisi Gastroenterologi BIKA FK Subdivisi Gastroenterologi BIKA FK UNHAS / UNHAS / UPF Anak RSU dr. Wahidin Sudirohusodo UPF Anak RSU dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Makassar

description

roll

Transcript of Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Page 1: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

KONSTIPASIKONSTIPASI

Setia Budi S.Setia Budi S.

Subdivisi Gastroenterologi BIKA FK UNHAS /Subdivisi Gastroenterologi BIKA FK UNHAS /UPF Anak RSU dr. Wahidin SudirohusodoUPF Anak RSU dr. Wahidin Sudirohusodo

MakassarMakassar

Page 2: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Epidemiologi

Defekasi normal, pertanda anak sehat

Tinja terlalu keras, besar, nyeri, jarang

3% kunjungan dokter anak 10-15% kunjungan ahli gastro anak 95% konstipasi fungsional Seringkali awal penyebabnya

sederhana

Page 3: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Spesifikasi kasus Konstipasi akut ringan yang

memerlu-kan penanganan yang memadai

Konstipasi yang memerlukan diagnosis etiologis dan tindakan segera

Konstipasi fungsional kronik yang memerlukan penanganan yang cermat dan memerlukan kesabaran

Page 4: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Batasan konstipasi (1) Kesulitan melakukan defekasi atau

berkurangnya frekuensi defekasi tanpa melihat apakah tinjanya keras atau tidak (Rogers, 1997)

Kesulitan defekasi yang terjadi tsb menimbulkan nyeri dan distres pada anak (Lewis & Muir, 1996)

Frekuensi defekasi lebih jarang dan tinja lebih keras dari biasanya (Abel, 2001)

Page 5: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Batasan konstipasi (2) Ketidakmampuan mengevakuasi

tinja secara sempurna Frekuensi berhajat berkurang dari

biasanya Tinja lebih keras dari biasanya Palpasi abdomen teraba skibala Dengan atau tanpa enkopresis

(Firmansyah, 1994)

Page 6: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Pola defekasi normal Pada dewasa, 3 kali/hari sampai 3

kali/minggu Bayi ASI > sering sp usia 4 bulan 1-7 kali pada bayi (93%) Usia 4 tahun 1,2 kali dan 96% sudah

sama dengan dewasa Konsistensi berbentuk (formed

stool)

Page 7: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Fisiologi defekasiFisiologi defekasi

Sensasi di rektumSensasi di rektumKontraksi diafragma dan Kontraksi diafragma dan

abdomenabdomenSfingter ani relaksasiSfingter ani relaksasi

Page 8: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Fisiologi defekasi Fisiologi defekasi (1)(1)

Regangan dinding rektumRegangan dinding rektum Refleks relaksasi SAIRefleks relaksasi SAI Kontraksi SAEKontraksi SAE TOILETTOILET Relaksasi SAE dan m. PuborektalisRelaksasi SAE dan m. Puborektalis Kontraksi diafragma, dinding abdomen Kontraksi diafragma, dinding abdomen

dan rektumdan rektum Sensor epitel: tinja cair, padat, gasSensor epitel: tinja cair, padat, gas

Page 9: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Fisiologi defekasi Fisiologi defekasi (2)(2)

Fungsi kolon: simpan dan keringkanFungsi kolon: simpan dan keringkan Makan/minum sebagai stimulus Makan/minum sebagai stimulus

defekasi (refleks gastrokolik)defekasi (refleks gastrokolik) Asupan serat sebagai Asupan serat sebagai stool bulkingstool bulking Kurang minumKurang minum Meningkatnya kehilangan cairanMeningkatnya kehilangan cairan Berkurangnya aktivitas fisikBerkurangnya aktivitas fisik Stres dan perubahan aktivitas rutinStres dan perubahan aktivitas rutin

Page 10: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Patogenesis - patofisiologiPatogenesis - patofisiologi

DietDiet Komposisi tinjaKomposisi tinja Motilitas ususMotilitas usus Obstruksi mekanisObstruksi mekanis

Page 11: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Etiologi konstipasi Neonatus dan bayi

Meconium plug Penyakit Hirscsprung Fibrosis kistik Malformasi anorektal bawaan Chronic idiopathic intestinal pseudo-

obstruction syndrome Endokrin: hipotiroid Alergi susu sapi Metabolik: diabetes insipidus, RTA Retensi tinja Perubahan diet

Page 12: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Etiologi konstipasi Todler & umur 2-4 tahun

Fisura ani Toilet refusal Alergi susu sapi Penyakit Hirschsprung segmen pendek Penyakit saraf: sentral atau muskular

dengan hipotoni Medula spinalis: meningokel, tumor,

tethered cord

Page 13: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Etiologi konstipasi Usia sekolah

Retensi tinja Ketersediaan toilet terbatas Keterbatasan kemampuan mengenali

rangsang fisiologis Preokupasi dengan kegiatan lain Tethered cord

Page 14: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Etiologi konstipasi Adolesen

Irritable bowel syndrome Jejas medula spinalis (trauma,

kecelakaan) Diet Anoreksia Kehamilan Laxative abuse

Page 15: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Etiologi konstipasi Segala usia

Efek samping obat, perubahan diet, pascaoperasi

Riwayat operasi anus-rektum Retensi tinja dan enkopresis akibat

distensi tinja kronik Perubahan aktivitas fisik, dehidrasi Hipotiroid

Page 16: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Etiologi konstipasi Alergi susu sapi

Konstipasi kronik yang sulit diatasi dengan diet tinggi serat dan laksatif

Anak kurang dari 3 tahun Eliminasi dan provokasi terbukti CMA (21 dari

27 kasus) Inflamasi (proktitis) menyebabkan nyeri pada

defekasi Inflamasi menyebabkan gangguan motilitas

Iacono et al, 1995, Farias & Motta, 2003

Page 17: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Obat penyebab konstipasi Anestesi, analgesik narkotik, opiat Antikolinergik dan simpatomimetik Antikonvulsan dan diet ketogenik Antimotilitas Antipsikotik, antidepresan Barium pada pemeriksaan radiologis Penghambat kanal kalsium (misal

verapamil) antidisritmia Mineral: Al, Ca, Pb. As, Bi Antiinflamasi non-steroid

Page 18: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Tinja keras

Fisura ani

Nyeri waktu defekasi

Witholding

Reabsorbsi

Tinja makin keras

Makin nyeri

Lingkaran setan: nyeri-witholding-skibala

Page 19: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Tinja keras & besar

Distensi tinja kronik

Ambang rangsangsensasi rektum

Kemampuan sensor

Panggilan defekasi (-)

Lingkaran setan: distensi-sensasi

Page 20: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Gejala & tanda konstipasi

Frekuensi defekasi berkurang Nyeri dan distensi abdomen Riwayat tinja besar & keras Kecepirit Posisi tubuh, menyilangkan kedua

kaki, “berdansa” Teraba skibala pada palpasi

abdomen Fisura ani, dilatasi ampula rekti

Page 21: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Pemeriksaan fisis pada konstipasi

Abdomen Inspeksi anus Colok dubur Punggung dan spina Neurologis

Page 22: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Komplikasi konstipasi Nyeri: anus atau abdomen Fisura ani Enkopresis Enuresis ISK, obstruksi ureter Prolapse rektum Ulkus soliter Sindrom stasis: bakteri tumbuhlampau,

maldigesti, fermentasi, dekonyugasi asam empedu, steatore

Page 23: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Pemeriksaan penunjang

Foto polos abdomen Pemeriksaan enema barium Biopsi hisap rektum Manometri Pemeriksaan lain

Page 24: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Tatalaksana konstipasi fungsional

Evakuasi tinja (Disimpaction) Terapi rumatan

Intervensi diet

Modifikasi prilaku

Obat

Pengamatan

Page 25: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Hirschsprung Disease

Page 26: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Harold Hirschprung (1886-1887): salah satu penyebab obstruksi usus distal pada neonatus karena kolon distal tidak mempunyai ganglion pleksus parasimpatis → sempit, statis

Kolon proksimal melebar → tegangan balik peristaltik & massa tinja tdk bisa dikeluarkan → aganglionik megakolon kongenital

Page 27: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Sekitar 1 dalam 5000 kelahiran hidup.

Di Amerika: 95% dilahirkan oleh kulit putih &

70-80% ♂.

Dapat disertai peny.bawaan lainnya

→sindrom Down 2,9% & kel. jantung 2,5%.

Page 28: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Problem utama: gangguan inervasi usus pada

segmen anal termasuk spingter internus ke

arah proksimal.

Innervasi kolon saraf intrinsik & ekstrinsik

Saraf ekstrinsik: simpatis medulla spinalis.

Saraf intrinsik saraf parasimpatis : ganglion

pleksus submukosa Meissner & ganglion

pleksus myenterik Auerbach.

Page 29: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

PENY. HIRSCPRUNG Ganglion pleksus submukosa Meissner &

ganglion pleksus myenterik auerbach (-) Atrofi jar. saraf di antara otot sirkuler & otot

longitudinal → hambatan peristaltik.

Page 30: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Nenonatus: belum mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah kelahiran.–defekasi hanya 2-3 kali dalam seminggu

distensi abdomen.

Page 31: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Perlambatan mekonium Distensi abdomen berlebihan Teraba massa tinja di dinding perut RT: spinkter normal & ampulla kosong

– Tinja yg cair yg menyemprot → enterokolitis Umur 14 hari : biopsi rektum → ganglion pleksus

sumbukosa Meissner Foto polos abdomen: obstruksi distal & dilatasi kolon

proksimal Pemeriksaan barium enema & manometri

Page 32: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Memerlukan perawatan bedah.

Swenson & Bill (1948), Duhamel (1956,1960)

& Soave (1963,1964): pembedahan definitif

untuk menghilangkan obstruksi & mencegah

enterokolitis.

Page 33: Konstipasi Dan Obstruksi Saluran Cerna Bawah (II)

Thank youThank you