Modul 4 Konstipasi

73
SISTEM GATRO ENTERO HEPATOLOGI MODUL 4 ”KONSTIPASI” Di susun oleh kelompok 4 1. Aldila (2011730120) 2. Andi Silpia (2011730122) 3. Fadhlul Hazmi (2011730131) 4. Ghisqy Arsy M (2011730136) 5. Havara Kausar A (2011730139) 6. M. Alif Zainal (2011730149) 7. Rezky Pratama (2011730159) 8. Setiani Imaningtias (2011730162) 9. Vidia Amrina Rasyada (2011730167) 10. Fitria Ferarra (2010730040) Tutor: dr. Yusnam Syarief, PAK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KESEHATAN DAN KEDOKTERAN

description

Modul Konstipasi

Transcript of Modul 4 Konstipasi

Page 1: Modul 4 Konstipasi

SISTEM GATRO ENTERO HEPATOLOGI

MODUL 4 ”KONSTIPASI”

Di susun oleh kelompok 4

1. Aldila (2011730120)2. Andi Silpia (2011730122)3. Fadhlul Hazmi (2011730131)4. Ghisqy Arsy M (2011730136)5. Havara Kausar A (2011730139)6. M. Alif Zainal (2011730149)7. Rezky Pratama (2011730159)8. Setiani Imaningtias (2011730162)9. Vidia Amrina Rasyada (2011730167)10. Fitria Ferarra (2010730040)

Tutor:

dr. Yusnam Syarief, PAK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KESEHATAN DAN KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2013-2014

Page 2: Modul 4 Konstipasi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memeberikan rahmat dan karunia-Nya pada kelompok kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan PBL modul 4 “KONSTIPASI” sistem GASTRO ENTERO HEPATOLOGI (GEH) tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga serta pengikutnya hingga akhir zaman. Amien ya robbal alamin.

Laporan ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas wajib yang dilakukan setelah selesai membahas kasus PBL. Pembuatan laporan inipun bertujuan agar kita bisa mengetahui serta memahami mekanisme serta aspek lain tentang sistem GASTRO ENTERO HEPATOLOGI (GEH)

Terimakasih kami ucapkan pada tutor kami “ dr.Yusnam “ yang telah membantu kami dalam kelancaran pembuatan laporan ini. Terimakasih juga kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam mencari informasi, mengumpulkan data dan menyelesaikan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami pada khususnya dan bagi pada pembaca pada umumnya.

Laporan kami masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangatlah kami harapkan untuk menambah kesempurnaan laporan kami.

Jakarta, 06 Oktober 2013

Kelompok 4

Page 3: Modul 4 Konstipasi

BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO

Seorang anak laki-laki 5 tahun, diantarorang tuanya ke klinik dengan keluhan utamasudah 3 hari tidak buang air besardan muntah beberapa kali.Beberapa hari terakhir anak tersebutselalu merasa mual, tidak nafsu makandan demam yang terutama dirasakanpada malam hari.Seminggu sebelumnyaanak tersebut pernah BAB dan terdapat cacingpada kotoranya. Anak tersebut kurus,terlihat lemas dan agak pucat.

KATA / KALIMAT SULIT

-

KATA / KALIMAT KUNCI

anaklaki-laki5 tahun Keluhan Utama : 3 hari tidak BAB dan muntah Merasa Mual Tidak nafsu makan Demam malam hari. Di Fesesnya terdapat cacing Keadaan Umum : kurus, lemas dan agak pucat

PERTANYAAN – PERTANYAAN

1. A. Jelaskan anatomi dan histologi saluran pencernaan!B. Jelaskan fisiologi Pasase makanan dalam saluran cerna!C. Jelaskan Mekanisme Defekasi!

2. A. Jelaskan Definisi Konstipasi dan Obstipasi B. Jelaskan mekanisme Konstipasi!C. Jelaskan etiologi dan Klasifikasi Konstipasi!

3. A. Jelaskan Mekanisme Mual dan muntah oleh parasite!B. Jelaskan apa hubungannya adanya cacing di fasesnya dengan gejala pada scenario!C. Jelaskan Kenapa anak tersebut Demam pad amalam hari!

Page 4: Modul 4 Konstipasi

4. Adakan Perbedaan respon imun antara infeksi oleh bakteri, parasite, dan Virus? Jelaskan!

5. Jelaskan langkah Diagnosis yang diperlukan untuk menentukan diagnosis pada skenario!6. Jelaskan Penyakit-penyakit apa saja yang mungkin terjadi pada anak usia 5 tahun dalam

scenario!7. A. Jelaskan Penatalaksanaan ( gizi, asupan Nutrisi, menikamentosa dan

nonmedikamentosa dan penanganan awal) pada Konstipasi !B. Jelaskan pencegahan dan epidemiologi pada konstipasi !

8. DD1 : Illeus Obstruktif ec. Ascaris lumricoides 9. DD2 : Thypoid Fever10. DD3 : Ascariasis

Page 5: Modul 4 Konstipasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

NAMA : M. Alif Zainal (2011730149)

1. A. Jelaskan anatomi dan histologi saluran pencernaan!B. Jelaskan fisiologi Pasase makanan dalam saluran cerna!C. Jelaskan Mekanisme Defekasi!

JAWABAN : Anatomi saluran cerna

Page 6: Modul 4 Konstipasi
Page 7: Modul 4 Konstipasi
Page 8: Modul 4 Konstipasi

Histologi saluran cerna

1. Epitel selapis torak dengan mikrovili2. Sel goblet (jarang)3. Vilus intestinalis4. Kriptus lieberkuhn dalam lamina propia5. Tunika muskularis6. Tunika submukosa7. Kelenjar bruner dalam tunika submukosa8. Tunika muskularis sirkularis9. Tunika muskularis longitudinalis

1. Sel goblet (mulai banyak)2. Epitel selapis torak dengan mikrovili3. Vilus intestinalis4. Kriptus lieberkuhn dalam lamina

propia5. Tunika muskularis mukosa6. Tunika submukosa7. Tunika muskularis sirkularis

Page 9: Modul 4 Konstipasi

1. Epitel selapis torak dengan mikrovili2. Sel goblet (banyak)3. Vilus intestinalis4. Kriptus lieberkuhn dalam lamina propia5. Noduli limfatisi aggregatii

1. Lumen berbentuk segitiga2. Epitel selapis torak3. Sel goblet (sangat banyak)4. Kriptus lieberkuhn5. Noduli limfatisi

Page 10: Modul 4 Konstipasi

1. Permukaan rata, vilus intestinalis tidak ada2. Epitel selapis torak dipenuhi sel goblet3. Kriptus lieberkuhn4. Lamina propia5. Tunika muskularis mukosa6. Tunika submukosa7. Tunika muskularis sirkularis8. Tunika muskularis longitudinalis

1. Epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk

2. Epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk

3. Lapisan dermis anus4. Kelenjar sebasea (holokrin) 5. Kelenjar sirkum-analis (kelenjar apokrin)

6. Muskulus sfingter ani eksternus (otot bercorak)

Proses passage makanan di saluran cernaPada sistem pencernaan manusia makanan mengalami proses pencernaan pada saat makanan berada di dalam mulut hingga proses pengeluaran sisa-sisa makanan hasil pencernaan. Berikut ini merupakan proses pencernaan makanan, diantaranya:

1. Ingesti : memasukkan makanan ke dalam tubuh melalui mulut2. Mastikasi : proses mengnyah makanan oleh gigi3. Deglutisi : proses menelan makanan di kerongkongan4. Digesti : proses pengubahan makanan menjadi molekul yang lebih sederhana yang

terjadi di lambung dengan bantuan enzim5. Defeklasi : pengeluaran sisa-sisa makanan yang sudah tidak berguna untuk tubuh

melalui anus

Usus halus merupakan saluran yang berbelok-belok dengan lebar 25 mm dan panjang 5 sampai 8 m dan terdapat lipatan yang disebut vili atau jonjot-jonjot usus. Vili ini

Page 11: Modul 4 Konstipasi

berfungsi memperluas permukaan usus halus yang berpengaruh terhadap proses penyerapan makanan.

Kolon atau disebut juga dengan usus besar yang memiliki panjang sekitar 1 m, dan terdiri dari kolon transversum, kolon descendes, dan kolon ascendens. Terdapat sekum (Usus buntu) diantara intestinum tenue (Usus halus) dan intestinum crassum (Usus besar). Pada ujung sekum terdapat tonjolan kecil disebut dengan appendiks (Umbai cacing). Dalam keadaan normal, setiap harinya, kolon menerima sekitar 500 mL kimus dari usus halus melalui katup ileosekal dengan waktu yang dibutuhkan 8-15 jam. Oleh karena itu sebagian besar pencernaan berlangsung di usus halus.

Gerakan kontraksi pada kolon disebut kontraksi haustra yang lama interval antara dua kontraksi adalah 30 menit, sedangkan usus halus berkontraksi 9-12 kali dalam semenit. Kontraksi haustra berupa gerakan maju-mundur yang menyebabkan isi kolon terpajan ke mukosa absorptif yang melibatkan pleksus intrinsik. Kontraksi lambat ini pula yang menyebabkan bakterit dapat tumbuh di usus besar.

Peningkatan nyata motilitas berupa kontraksi simultan usus besar terjadi 3 sampai 4 kali sehari. Kontraksi ini disebut gerakan massa yang mampu mendorong feses sejauh 1/3 sampai 3/4 dari panjang kolon hingga mencapai bagian distal usus besar, tempat penyimpanan feses. Refleks gastrokolon, yang diperantarai oleh gastrin dari lambung ke kolon dan oleh saraf otonom ekstrinik, terjadi ketika makanan masuk ke lambung dan akan memicu refleks defekasi. Oleh karena itu, sebagian besar prang akan merasakan keinginan untuk buang air besar setelah makan pagi. Hal ini karena refleks tersebut mendorong isi kolon untuk masuk ke rectum sehingga tersedia tempat di dalam usus untuk makanan yang baru dikonsumsi. Selanjutnya, isi usus halus akan didorong ke usus besar melalui refleks gastroileum.

Geradfkan massa mendorong isi kolon ke dalam rektum sehingga rektum meregang. Peregangan ini menimbulkan refleks defekasi yang disebabkan oleh aktivasi refleks intrinsik. Refleks intrinsik, lebih tepatnya pleksus mienterikus, menimbulkan gerakan peristaltik sepanjang kolon desendens, sigmoid, dan rectum yang memaksa feses memasuki anus dan membuat sfingter anus berelaksasi. Namun, defekasi dapat dicegah jika sfingter anus eksternus yang berupa otot rangka tetap berkontraksi yang dikontrol secara sadar. Dinding rektum yang semula meregang akan perlahan-lahan melemas dan keinginan untuk buang air besar mereda hingga akhirnya datang gerakan massa berikutnya. Gerakan peristaltis yang dipicu oleh refleks intrinsik yang bersifat lemah. Oleh karena itu, terdapat refleks parasimpatik untuk memperkuatnya. Sinyal dari rektum dilanjutkan terlebih dahulu ke korda spinalis lalu dikirim balik ke kolon, sigmoid, dan rektum melalui nervus pelvis sehingga gerakan peristaltis bersifat kuat. Sinyal defekasi yang memasuki korda spinalis menimbulkan efek lain seperti tarikan nafas yang dalam, penutupan glotis, dan kontraksi abdomen yaang mendorong feses keluar.

Pengubahan sisa makanan menjadi feses. Di dalam usus besar, tidak terjadi proses pencernaan karena ketiadaan enzim pecernaan dan penyerapan yang terjadi lebih rendah daripada usus halus akibat luas permukaan yang lebih sempit. Dalam keadaan normal,

Page 12: Modul 4 Konstipasi

kolon menyerap sebagian garam (NaCl) dan H2O. Natrium adalah zat paling aktif diserap, Cl- secara pasif menuruni gradien listrik, dan H2O berpindah melalui osmosis. Melalui penyerapan keduanya maka terbentuk feses yang padat. Sekitar 500 ml bahan masuk ke kolon, 350 ml diserap dan 150 g feses dikeluarkan. Feses ini terdiri dari 100 g H2O dan 50 g bahan padat seperti selulosa, bilirubin, bakteri, dan sejumlah kecil garam. Dengan demikian, produk sisa utama yang dieksresikan melalui feses adalah bilirubin, serta makanan yang pada dasarnya tidak dapat diserap oleh tubuh.

Daftar Pustaka Sherwood L. Fisiologi manusia: Sistem pencernaan. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2001, hlm.

582-584. Arthur GC. Gastrointestinal physology: Propulsion and mixing of food in the alimentary

tract. Philadelphia: Elsevier; 2006, hlm. 789. H. Nizamuddin, Dr., MS. Atlas histologi II. Edisi 2. Jakarta; 2001. Putz, R. & Pabst, R. Atlas anatomi manusia sobotta. Jilid 2. Edisi 22. Jakarta: EGC;

2006.

Proses pencernaan di usus halus hancur

Di kolon penyerapan air

Makin lama, makin banyak yg diserap

Di ampula rekti bayak saraf , sehingga impuls di sampaikan ke otak ingin BAB

Relaksasi di daerah rectum dan sesudah ampula

Ada rangsangan kita melakukan proses defekasi

Tekanan intrabadominal diafragma meningkat tonus opistotonus …

Relaksasi spinkter ani ada tekanan intraabdominal, feses ke bawah

Page 13: Modul 4 Konstipasi

NAMA : Fitria Ferarra (2010730040)

2. A. Jelaskan Definisi Konstipasi dan Obstipasi B. Jelaskan mekanisme Konstipasi!C. Jelaskan etiologi dan Klasifikasi Konstipasi! JAWABAN : Definisi obstipasi dan konstipasi

Obstipasi adalah bentuk konstipasi parah dimana biasanya disebabkan oleh terhalangnya pergerakan feses dalam usus (adanya obstruksi usus). Obstipasi disebabkan adanya obstruksi intestinal.

Konstipasi adalah gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi BAB, sensasi tidak puas/lampiasnya BAB, terdapat rasa sakit, perlu ekstra mengejan atau feses yang keras.

Frekuensi normal BAB adalah 3x/hari sampai 3 hari sekali. Dikatakan konstipasi jika BAB kurang dari 3x/minggu atau > 3 hari tidak BAB atau BAB perlu mengejan secara berlebihan.

Etiologi dan klasifikasi konstipasiA. Klasifikasi konstipasi

Konstipasi Gangguan Fungsi :Rectal StasisKolon Stasis

Konstipasi SimptomatikKonstipasi sebagai gejala dari penyakit akutKonstipasi kronis- Penyakit atau kelainan traktus GI - Kelainan pada pelvis yang biasanya karena- kompresi mekanis pada rektum atau kolon.- Penyakit umum di organ lain.

Page 14: Modul 4 Konstipasi

B. Etiologi konstipasi Konstipasi Primer

1. Konstipasi fungsional2. Konstipasi transit lambat3. Disfungsi anorektal

Konstipasi sekunder1.Pola hidup: Diet rendah serat, kurang minum, kebiasaan buang air besar yang buruk, kurang olahraga.2.Kelainan anatomi (struktur) : fissura ani, hemoroid, striktur, dan tumor, abses perineum, megakolon.3.Kelainan endokrin dan metabolik : hiperkalsemia, hipokalemia, hipotiroid, DM, dan kehamilan.4.Kelainan syaraf : stroke, penyakit Hirschprung, Parkinson, sclerosis multiple, lesi sumsum tulang belakang, penyakit Chagas, disotonomia familier.5.Kelainan jaringan ikat : skleroderma, amiloidosis, mixed connective-tissue disease.6.Obat : antidepresan (antidepresan siklik, inhibitor MAO), logam (besi, bismuth), anti kholinergik, opioid (kodein, morfin), antasida (aluminium, senyawa kalsium), calcium channel blockers (verapamil), OAINS (ibuprofen, diclofenac), simpatomimetik (pseudoephidrine), cholestyramine dan laksan stimulans jangka panjang.7.Gangguan psikologi (depresi).

Konstipasi fungsional = kontipasi simple atau temporer1.Konstipasi biasa : akibat menahan keinginan defekasi.2.Irritabel bowel syndrome3.Konstipasi dengan dilatasi kolon : idiopathic megacolon or megarektum4.Konstipasi tanpa dilatasi kolon : idiopathic slow transit constipation5.Obstruksi intestinal kronik.6.Rectal outlet obstruction : anismus, tukak rectal soliter, intusesepsi.7.Daerah pelvis yang lemah : descending perineum, rectocele.8.Mengejan yang kurang efektif (“ineffective straining”)

Penyebab lain1.Diabetes mellitus2.Hiperparatiroid3.Hipotiroid4.Keracunan timah (“lead poisoning”)

Page 15: Modul 4 Konstipasi

5.Neuropati6.Penyakit Parkinson7.Skleroderma8.Idiopatik 9.Transit kolon yang lambat, pseudo-obstruksi kronik.

REFERENSI :Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI : Jakarta. 2006Buku Ajar IPD jilid 1

Page 16: Modul 4 Konstipasi

NAMA : Ghisqy Arsy M (2011730136)

3. A. Jelaskan Mekanisme Mual dan muntah oleh parasite!B. Jelaskan apa hubungannya adanya cacing di fasesnya dengan gejala pada scenario!C. Jelaskan Kenapa anak tersebut Demam pad amalam hari!

JAWABAN :

A. Mual

Mual adalah pengenalan secara sadar terhadap eksitasi bawah sadar

padadaerah medula yang secara erat berhubungan dengan atau merupakan bagian

dari pusat muntah dan mual yang disebabkan oleh (1) impuls iritatif yang datang dari

traktus gastrointestinal, (2) impuls yang berasal dari otak bawah yang berhubungan

dengan motion sicness, atau (3) impuls dari korteks serebri untuk mencetuskan

muntah.

B. Muntah

Muntah merupakan suatu cara traktus gastrointestinal membersihkan dirinya

sendiri dari isinya ketika hampirn semua bagian gastrointestinal teriritasi secara luas,

sangat mengembang atau bahkan terlalu terangsang. Sinyal sensoris yang

mencetuskan muntah terutama berasal dari faring, esofagus, lambung dan bagian atas

usus halus. Impuls saraf kemudian ditranmisikan melalui serabut saraf aferen vagal

maupun saraf simpatis ke berbagai nukleus yang tersebar di batang otak yang

semuanya bersama-sama disebut pusat muntah. Dari sini, impuls-impuls motorik

yang menyebabkan muntah sesungguhnua ditransmisikan dari pusat muntah melalui

jalur saraf kranialis V. VII. IX, X, XII ke traktus gastrointestinal bagian atas, melalui

saraf vagus dan simpatis ke traktus yang lebih bawah, dan melalui saraf spinalis ke

diafragma dan otot abdomen.

Page 17: Modul 4 Konstipasi

Pada tahap awal, antiperistaltik mulai terjadi. Antiperistaltik berarti gerakan

peristaltik ke arah atas traktus pencernaan, bukannya ke arah bawah. Hal ini dapat

dimulai sampai sejau sejauh ileum di traktus intestinal. Sekali pusat muntah telah

cukup dirangsang dan timbul perilaku muntah, efek yang pertama adalah (1)

bernapas dalam, (2) naiknya tulang lidah dan laring untuk menarik sfringter esofagus

bagian atas supaya terbuka, (3) penutupan glotis untuk mencegah aliran muntah

memasuki paru, (4) pengangkatan palatum molle untuk menutup nares posterior.

Kemudian datang kontraksi diafragma yang kuat kebawah bersama dengan kontraksi

semua otot dinding abdomen, membentuk suatu tekanan intragastrik sampai ke batas

yang tinggi. Akhirnya sfingter esofagus bagian bawah berelaksasi secara lengkap

membuat pengeluaran ke atas melalui esofagus.

C. Muntah Kronis

Muntah yang kronis mengakibatkan berkurangnya asupan makanan dan

hilangnya getah lambung, bersamaan dengan hilangnya saliva yang tertelan,

minuman dan kadang-kadang sekresi usus halus. Akibatnya terjadi hipovolemia.

Pelepasan ADH yang dipicu oleh pusat muntah, mendorong retensi cairan.

Kehilangan NaCl yang berlebihan dan kehilangan H2O yang relatif kecil

menyebabkan hiponatremia yang semakin diperberat oleh meningkatnya eksresi

NACHO3 yang merupakan respon terhadap alkalosisi nonrespiratorik. Keadaan ini

akibat sel parietal lambung yang melepaskan 1 ion HCO3- untuk tiap ion H yang

disekresikan dalam lumen. Karena ion H+ akan hilang bersama muntah sehingga

tidak dapat digunakan lagi untuk menyangga HCO3- dalam duodenum, HCO3- akan

terakumulasi dalam tubuh. Alkalosis diperparah oleh hipokalemia , K+ yang hilang

melalui muntah (makanan, saliva dan getah lambung) dan urin. Hipovolemik

menyebabkan hiperaldosteronisme sehingga eksresi K+ meningkat akibat absorbsi

Na yang meningkat.

D. Demam

Ketika tubuh bereaksi adanya pirogen atau patogen. Pirogen akan

diopsonisasi (harfiah=siap  dimakan) komplemen dan difagosit leukosit darah,

Page 18: Modul 4 Konstipasi

limfosit, makrofag (sel kupffer di hati). Proses ini melepaskan sitokin,

diantaranya pirogen endogen interleukin-1α (IL-1α), IL-1β, 6, 8, dan 11, interferon

α2 dan γ, Tumor nekrosis factor TNFα (kahektin) dan TNFβ (limfotoksin),

macrophage inflammatory protein MIP1.

Sitokin ini diduga mencapai organ sirkumventrikularotak yang tidak memiliki sawar

darah otak. Sehingga terjadi demam pada organ ini atau yang berdekatan dengan area

preoptik dan organ vaskulosa lamina terminalis (OVLT) (daerah hipotalamus)

melalui pembentukan prostaglandin PGE₂.

Ketika demam meningkat (karena nilai sebenarnya menyimpang dari set level yang

tiba-tiba neningkat), pengeluaran panas akan dikurangi melalui kulit sehingga kulit

menjadi dingin (perasaan dingin), produksi panas juga meningkat karena menggigil

(termor). Keadaan ini berlangsung terus sampai nilai sebenarnya mendekati set level

normal (suhu normal). Bila demam turun, aliran darah ke kulit meningkat sehingga

orang tersebut akan merasa kepanasan dan mengeluarkan keringat yang banyak.

Pada mekanisme tubuh alamiah, demam bermanfaat sebagai proses imun. Pada

proses ini, terjadi pelepasan IL-1 yang akan mengaktifkan sel T. Suhu tinggi

(demam) juga berfungsi meningkatkan keaktifan sel T dan B terhadap organisme

patogen. Konsentrasi logam dasar di plasma (seng, tembaga, besi) yang diperlukan

untuk pertumbuhan bakteri dikurangi. Selanjutnya, sel yang rusak karena virus, juga

dimusnahkan sehinga replikasi virus dihambat. Namun konsekuensi demam secara

umum timbul segera setelah pembangkitan demam (peningkatan suhu). Perubahan

anatomis kulit dan metabolisme menimbulkan konsekuensi berupa gangguan

keseimbangan cairan tubuh, peningkatan metabolisme, juga peningkatan kadar sisa

metabolism, peningkatan frekuensi denyut jantung (8-12 menit⁻¹/˚C) dan

metabolisme energi. Hal ini menimbulkan rasa lemah, nyeri sendi dan sakit kepala,

peningkatan gelombang tidur yang lambat (berperan dalam perbaikan fungsi otak),

pada keadaan tertentu demam menimbulkan gangguan kesadaran dan persepsi

(delirium karena demam) serta kejang.

Page 19: Modul 4 Konstipasi
Page 20: Modul 4 Konstipasi

demam pada malam hari, dikarenakan di usus cacing merusak usus - terjadi iritasi mukosa dan

peradangan usus - timbul demam - demam tidak hanya di malam hari saja

kenapa bisa ada cacing dalam tinja, karena pada usus terdapat cacing yang berkembang biak dari

siklus ascaris - cacing banyak - timbul reaksi untuk mengedan - kemudian keluar cacing karna

sudah trlalu banyak di usus.

E. Cacing Dewasa

Cacing dewasa biasanya hidup diusus halus. Gejala klinis yang paling menonjol

adalah rasa tidak enak diperut, kolik akut pada daerah epigastrium, gangguan selera

makan, mencret. Ini biasanya terjadi pada saat proses peradangan pada dinding usus.

Pada anak kejadian ini bisa diikuti demam. Komplikasi yang ditakuti adalah bila cacing

dewasa menjalar ke tempat lain dan menimbulkan gejala akut. Pada keadaan infeksi yang

berat, paling ditakuti bila terjadi muntah cacing, yang akan dapat menimbulkan

komplikasi penyumbatan saluran nafas oleh cacing dewasa. Pada keadaan lain dapat

terjadi ileus oleh karena sumbatan pada usus oleh massa cacing, ataupun apendisitis

sebagai akibat masuknya cacing kedalam lumen apendiks. Bisa dijumpai penyumbatan

ampulla vateri ataupun saluran empedu dan terkadang masuk ke jaringan hati (Djuanda,

2010).

Gejala lain adalah sewaktu masa inkubasi dan pada saat cacing menjadi dewasa didalam

usus halus, yang mana hasil metabolisme cacing dapat menimbulkan fenomena

sensitisasi seperti urtikaria, asam bronchial, konjungtivitis akut, fotofobia dan terkadang

hematuria. Eosinofilia 10% atau lebih sering pada infeksi dengan Ascaris lumbricoides,

tetapi hal ini tidak menggambarkan beratnya penyakit, tetapi lebih banyak

menggambarkan proses sensitisasi dan eosinofilia ini tidak patognomonis untuk infeksi

Ascaris lumbricoide 

Diagnosis

Dari gejala klinis sering kali susah untuk menegakkan diagnosis, karena tidak ada gejala klinis

yang spesifik sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis ascariasis ditegakkan

berdasarkan menemukan telur cacing dalam tinja (melalui pemeriksaan langsung atau metode

Page 21: Modul 4 Konstipasi

konsenntrasi), larva dalam sputum, cacing dewasa keluar dari mulut, anus, atau dari hidung.

Tingkat infeksi ascariasis dapat ditentukan dengan memeriksa jumlah telur per gram tinja atau

jumlah cacing betina yang ada dalam tubuh penderita. Satu ekor cacing betina per-hari

menghasilkan lebih kurang 200.000 telur, atau 2.000-3.000 telur per-gram tinja. Jika infeksi

hanya oleh cacing jantan atau cacing yang belum dewasa sehingga tidak ditemukan telur dalam

tinja penderita, untuk diagnosis dianjurkan dilakukan pemeriksaan foto thorax.

Refrensi :

Sulaiman , H Ali. , Daldiyono . , dkk . 1997 . Gastroenterologi Hepatologi Jakarta :

Sagung Seto .

Price , Sylvia A. , Wilson , Lorraine M. 1995 . Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses

penyakit . Jakarta : EGC .

Amiruddin , Rivai., dkk . 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Ed. 3. Jakarta : Penerbit

FKUI

Levi , Daniel . 2003 . Infectious Diseases . Baltimore : Greater Baltimore Medical Center

Page 22: Modul 4 Konstipasi

NAMA : Aldila (2011730120)

4. Adakan Perbedaan respon imun antara infeksi oleh bakteri, parasite, dan Virus? Jelaskan!JAWABAN :

Penyakit infeksi merupakan salah satu sebab kematian utama di seluruh dunia. Hampir

semua pathogen mempunyai fase ekstraseluler yang dapat diserang oleh antibody. Mikroba

ekstraseluler dapat ditemukan dipermukaan sel epitel yang dapat diserang oleh IgA dan sel

inflamasi nonspesifik. Bila pathogen ada dalam rongga intrastisial, darah atau limfe, maka upaya

proteksi tubuh melibatkan makrofag dan antibody.

Jenis infeksi Mekanisme pertahanan imun utama

Bakteri Antibody, kompleks imun dan

sitotoksisitas

Mikobakteri DTH dan reaksi granulomatosa

Virus Antibodi (netralisasi), CTL dan Tdth

Protozoa DTH dan antibody

Parasit cacing Antibody (atopi, ADCC) dan reaksi

granulomatosa

Jamur DTH dan reaksi granulomatosa

a. Respon imun terhadap infeksi bakteri

A. Imunologi Bakteri Ekstraselular

Bakteri ekstraselular dapat hidup dan berkembang biak diluar sel pejamu

misalnya dalam sirkulasi, jaringan ikat dan rongga-rongga jaringan seperti lumen

saluran napas dan saluran cerna. Banyak diantaranya yang merupakan bakteri

patogenik. Penyakit yang ditimbulkan bakteri ekstraselular dapat berupa inflamasi

yang menimbulkan destruksi jaringan ditempat infeksi dengan membentuk

nanah/infeksi supuratif seperti yang terjadi pada infeksi streptokok.

1. Imunitas nonspesifik

Page 23: Modul 4 Konstipasi

Komponen utama terhadap bakteri ekstraselular adalah komplemen,

fagositosis dan respon inflamasi. Bakteri yang mengekspresikan manosa pada

permukaannya, dapat diikat lektin yang homolog dengan C1q, sehingga akan

mengaktifkan komplemen melalui jalur lektin, meningkatkan opsonisasi dan

fagositosis. Disamping itu MAC dapat menghancurkan membrane bakteri. Produk

sampingan aktivasi komplemen berperan dalam mengarahkan dan mengaktifkan

leukosit. Fagosit juga mengikat bakteri melalui berbagai reseptor permukaan lain

seprti Toll-like receptor yang semuanya meningkatkan aktivasi leukosit dan

fagositosis. Fagosit yang diaktifkan juga melepas sitokin yang menginduksi

infiltrasi leukosit ke tempat infeksi. Sitokin juga menginduksi panad dan sintesis

APP.

2. Imunitas spesifik

a. Humoral

Antibody merupakan imun protektif utama terhadap bakteri ekstraselular

yang berfungsi untuk menyingkirkan mikroba dan menetralkan toksinnya

melalui berbagai mekanisme. Th2 memproduksi sitokin yang merangsang

respons sel B, aktivasi makrofag dan inflamasi.

Komplikasi lambat respon imun humoral dapat berupa penyakit yang

ditimbulkan antibody.

b. Sitokin

Respon utama pejamu terhadap bakteri ekstraselular adalah produksi

sitokin oleh makrofag yang diaktifkan yang menimbulkan inflamasi dan syok

septic. Toksin seperti siperantigen mampu mengaktifkan banyak sel T

sehingga menimbulkan produksi sitokin dalam jumlah besar yang kelainan

klinikopatologi seperti yang terjadi pada syok septic.

B. Imunologi Bakteri Intraselular

Ciri utama bakteri intraselular adalah kemampuannya untuk hidup bahkan

berkembang biak dalam fagosit. Mikroba tersebut mendapat tempat yang tidak dapat

ditemukan oleh antibody dalam sirkulasi, sehingga untuk eliminasinya memerlukan

mekanisme imun selular.

1. Imunitas nonspesifik

Page 24: Modul 4 Konstipasi

Efektor imunitas nonspesifik utama terhadap bakteri intraselular adalah

fagosit dan sel NK. Fagosit menelan dan mencoba menghancurkan mikroba

tersebut, namun mikroba dapat resisten terhadap efek degradasi fagosit. Bakteri

intraselular dapat mengaktifkan sel NK secara direct atau melalui aktivasi

makrofag yang memproduksi IL-12, sitokin poten yang mengaktifkan sel NK. Sel

NK memproduksi IFN−γ yang kembali mengaktifkan makrofag dan

meningkatkan daya membunuh bakteri dan memakan bakteri. Jadi sel NK

memberika respon dini, dan terjadi interaksi antara sel NK dan makrofag.

2. Imunitas spesifik

Proteksi utama respon imun spesifik terhadap bakteri intraselular berupa

imunitas selular. Seperti telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya, imunitas

selular terdiri atas 2 tipe reaksi, yaitu sel CD4+ Th1 yang mengaktifkan makrofag

(DTH) yang memproduksi IFN−γ dan sel CD8+/CTL, yang memacu

pembunuhan mikroba serta lisis sel terinfeksi.

Makrofag yang diaktifkan sebagai repons terhadap mikroba intraselular

dapat pula membentul kerusakan jaringan seperti yang terjadi pada DTH terhadap

protein PPD M.tuberkulosis. Sel CD4+ dan CD8+ bekerja sama dalam pertahanan

terhadap mikroba.

b. Respon imun terhadap infeksi virus

1. Imunitas nonspesifik humoral dan selular

Prinsip mekanisme imunitas nonspesifik terhadap virus adalah mencegah infeksi.

Efektor yang berperan adalah IFN tipe 1 dan sel NK yang membunuh sel terinfeksi.

Infeksi banyak virus disertai produksi RNA yang merangsang sel terinfeksi untuk

sekresi IFN tipe 1, mungkin melalui ikatan dengan TLR. IFN tipe 1 mencegah

replikasi virus dalam sel terinfeksi dan sel sekitarnya yang menginduksi lingkungan

anti-viral, IFN−∝ dan IFN−β mencegah replikasi virus dalam sel yang terinfeksi.

Sel NK membunuh sel yang terinfeksi oleh berbagai jenis virus dan merupakan

efektor imunitas penting terhadap infeksi dini virus, sebelum respons imun spesifik

bekerja. Sel NK mengenal sel terinfeksi yang tidak mengekspresikan MHC-1. Untuk

membunuh virus, sel NK tidak memerlukan bantuan molekul MHC-I.

2. Imunitas spesifik

Page 25: Modul 4 Konstipasi

a. Humoral

Respons imun terhadap virus tergantung dari lokasi virus dalam pejamu.

Antibody merupakan efektor dalam imunitas spesifik humoral terhadap infeksi

virus. Antibody diproduksi dan hanya efektif terhadap virus dalam fase

ekstraselular. Virus dapat ditemukan ekatraselular pada awal infeksi sebelum

virus masuk ke dalam sel atau bila dilepas oleh sel terinfeksi yang dihancurkan

(khusus untuk virus sitopatik). Antibody dapat menetralkan virus, mencegah virus

menempel pada sel dan masuk ke dalam sel pejamu.

Antibody dapat berperan sebagai opsonin yang meningkatkan eleminasi

partikel virus oleh fagosit. Aktivasi komplemen juga ikut berperan dalam

meningkatkan fagositosis dan menghancurkan virus dengan envelop lipid secara

langsung. IgA yang disekresi di mukosa berperan terhadap virus yang masuk

tubuh melalui mukosa saluran napas dan cerna. Imunisasi oral terhadap virus

polio bekerja untuk menginduksi imunitas mukosa tersebut.

b. Selular

Virus yang berhasil masuk ke dalam sel, tidak lagi rentan terhadap efek

antibody. Respons imun terhadap virus intraselular terutama tergantung dari sel

CD8+/CTL yang membunuh sel terinfeksi. Fungsi fisiologik utama CTK ialah

pemantauan terhadap infeksi virus. Kebanyakan CTL yang spesifik untuk virus

mengenal antigen virus yang sudah dicerna dalam sitosol, biasanya disintesis

endogen yang berhubungan dengan MHC-I dalam setiap sel yang bernukleus.

Untuk berdiferensiasi penuh, CD8+ memerlukan sitokin yang diproduksi sel

CD4+ Th dan kostimulator yang diekspresikan pada sel jaringan dan bukan APC,

sel teronfeksi dapat dimakanoleh APC professional seperti sel dendritik yang

selanjutnya memproses antigen virus dan mempresentasikannya bersama molekul

MHC-I ke sel CD8+ naïf ke KGB. Sel yang akhir akan berproliferasi secara

massif yang kebanyakan merupakan sel spesifik untuk beberapa peptide virus. Sel

CD8+ naïf yang diaktifkan berdiferensiasi menjadi sel CTL efektor yang dapat

membunuh antivirus utama CTL adalah membunuh sel terinfeksi.

Patologi yang diinduksi virus merupakan efek direct yang menimbulkan

kematian sel pejamu dan kerusakan jaringan. Hamper semua virus tanpa envelop

Page 26: Modul 4 Konstipasi

menimbulkan infeksi akut dan kerusakan. Lisis sel terjadi selama terjadi replikasi

dan penyebaran virus ke sel sekitar. Kerusakan patologi sebetulnya sering lebih

merupakan akibat respons imun aktif terhadap antigen virus dan epitopnya pada

permukaan sel terinfeksi.

c. Respon imun terhadap infeksi jamur

1. Imunitas nonspesifik

Sawar fisik kulit dan membrane mukosa, factor kimiawi dalam serum dan sekresi

kulit berperan dalam imunitas nonspesifik. Efektor utama imunitas nonspesifik

terhadap jamur adalah neutrofil dan makrofag. Penderita dengan neutropenia sangat

rentan terhadap jamur oportunistik. Neutrofil didugs melepas bahan fungisidal seperti

ROI dan enzim lisosom serta memakan jamur untuk dibunuh intraselular. Galur

virulen seperti kriptokok neoformans menghambat produksi sitokin TNF dan IL-12

oleh makrofag dan merangsang produksi IL-10 yang menghambat aktivasi makrofag.

2. Imunitas spesifik

Imunitas nonspesifik kadang kurang efektif, tidak mampu membatasi

pertumbuhan jamur pathogen. Tidak banyak bukti bahwa antibody berperan dalam

resolusi dan control infeksi. CMI merupakan efektor imunitas spesifik utama tehadap

infeksi jamur. Histoplasma kapsulatum, parasit intraselular falkutatif hidup dalam

makrofag dan dieleminasi oleh efektor selular sama yang efektif terhadap bakteri

intraselular. CD4+ dan CD8+ bekerja sama untuk menyingkirkan bentuk

K.neoformans yang cenderung mengkolonisasi paru dan otak pada pejamu

imunokompromais.

Infeksi kandida sering berawal pada permukaan mukosa dan CMI diduga dapat

mencegah penyebarannya ke jaringan. Pada semua keadaan tersebut, respons Th1

adalah protektif sedangkan respons Th2 dapat merusak pejamu. Inflamasi granuloma

dapat menimbulkan kerusakan pejamu seperti pada infeksi histoplasma. Kadang

terjadi respons humoral yang dapat digunakan dalam diagnostic serologic, namun

efek proteksinya belum diketahui.

Page 27: Modul 4 Konstipasi

d. Respon imun terhadap infeksi parasit

A. Imunitas nonspesifik

Meskipun berbagai protozoa dan cacing mengaktifkan imunitas nonspesifik

melalui mekanisme yang berbeda, mikroba tersebut biasanya dapat tetap hidup dan

berkembang biak dalam penjamu oleh karena dapat beradaptasi dan menjadi resisten

terhadap system imun pejamu. Respon imun nonspesifik utama terhadap protozoa

adalah fagositosis, tetapi banyak parasit tersebut yang resisten terhadap efek

bakterisidal makrofag, bahkan beberapa diantaranya dapat hidup dalam makrofag.

Fagosit juga menyerang cacing dan melepas bahan mikrobisidal untuk membunuh

mikroba yang terlalu besar untuk dimakan. Beberapa cacing mengaktifkan

komplemen melalui jalur alternative, tetapi ternyata banyak parasit memiliki lapisan

permukaan tebal sehingga resisten terhadap mekanisme sitosidal neutrofil dan

makrofag. Banyak parasit ternyata mengembangkan resistensi terhadap efek lisis

komplemen.

B. Imunitas spesifik

1. Respon imun berbeda

Berbagai protozoa dan cacing berbeda dalam besar, struktur, sifat

biokimiawi, siklus hidup dan patogenitasnya. Hal itu menimbulkan respon imun

spesifik yang berbeda pula. Infeksi cacing biasanya terjadi kronik dan kematian

pejamu akan merugikan parasit sendiri. Infeksi yang kronik itu akan

menimbulkan rangsangan antigen persisten yang meningkatkan kadar

immunoglobulin dalam sirkulasi dan pembentukan komplek imun. Antigen-

antigen yang dilepas parasit diduga berfungsi sebagai mitogen poliklonal sel B

yang T independen.

2. Infeksi cacing

Respon pejamu terhadap infeksi cacing pada umumnya lebih kompleks

oleh karena pathogen lebih besar dan tidak bias ditelan oleh fagosit. Pertahanan

terhadap banyak infeksi cacing diperankan oleh aktivasi sel Th2. Cacing

merangsang subset Th2 sel CD4+ yang melepas IL-4 DAN IL-5. IL-4

merangsang produksi Ig E dan IL-5 merangsang perkembangan dan aktivasi

Page 28: Modul 4 Konstipasi

eosinofil. Ig E yang berikatan dengan permukaan cacing diikat eosinofil.

Selanjutnya eosinofil diaktifkan dan mensekresi granul enzim yang

menghancurkan parasit.

Eosinofil lebih efektif disbanding leukosit lain oleh karena eosinofil

mengandung granul yang lebih toksik dibandingkan enzim proteolitik dan ROI

yang di produksi neutrofil dan makrofag. Cacing dan ekstrak cacing dapat

merangsang produksi Ig E yang nonspesifik. Reaksi inflamasi yang

ditimbulkannya diduga dapat mencegah menempelnya cacing pada mukosa

saluran cerna.

Parasit yang masuk ke dalam lumen saluran cerna, pertama dirusak oleh Ig

G, Ig E dan juga mungkin dibantu oleh ADCC. Sitokin yang dilepas sel T yang

dipacu antigen spesifik merangsang proliferasi sel goblet dan sekresi bahan

mucus yang menyelubungi cacing yang dirusak. Hal itu memungkinkan cacing

dapat dikeluarkan dari tubuh melalui peningkatan gerakan usus yang diinduksi

mediator sel mast seperti LTD4 dan dia[[re akibat pencegahan absorbs Na yang

tergantung glukosa oleh histamine dan prostaglandin asal sel mast.

Cacing biasanya terlalu besar untuk fagositosis. Degranulasi sel

mast/basofil yang IgE depen menghasilkan produksi histamine yang

menimbulkan spasme usus tempat cacing hidup. Eosinofil menempel pada

cacing melalui IgG/IgA dan melepas protein kationik, MBP dan neurotoksin.

PMN dan makrofag menempel melalui IgA/IgG dan melepas superoksida,

oksida nitrit dan enzim yang membunuh cacing.

IgE parasit diduga banyak ahli hanya merupakan bagian dari peningkatan

massif IgE yang diinduksi IL-4 oleh sel Th2 dan eksesnya diduga untuk

memenuhi IgER pada permukaan sel mast untuk dijadikan refrakter terhadap

rangsangan antigen parasit.

3. Filariasis

Filariasis limfatik dan sumbatan saluran limfe oleh parasit menimbulkan

CMI kronis, fibrosis dan akhirnya limfedema berat. Investasi persisten parasit

kronis sering disertai pembentukan kompleks antigen parasit dan antibody

spesifik yang dapat diendapkan di dinding pembuluh darah dan glomerulus

Page 29: Modul 4 Konstipasi

ginjal yang menimbulkan vaskulitis dan nefritis. Penyakit kompleks imun dpat

terjadi pada skistosoma dan malaria. Filariasis limfatik menunjukkan gambaran

klinis dengan spectrum luas pada berbagai pejamu, mulai dari besar jumlah

parasit dengan sedikit gejala klinis sampai yang kronis dengan parasit yang

sedikit ditemukan. Sifat system imun pada individu tersebut berbeda.

Dengan munculnya microfilaria dalam darah, sitokin Th2 menjadi

dominan, disertai dengan cepat menghilangnya respon sel T dan peningkatan

mencolok dalam sintesis IgG4 spesifik parasit. Induksi toleransi sel T terhadap

parasit diduga terjadi dalam subset Th1. Pada individu yang sakit, toleransi

dipatahkan dan respon terhadap Th1 dan Th2 meningkatkan secara dramatis.

Baik respon Th1 dan Th2 terhadap antigen filarial ditemukan pada individu yang

imun terhadap infeksi ulang. Oleh karena itu kedua respon Th dianggap penting

pada proteksi pejamu dan pathogenesis filariasis.

4. Granuloma

Pada beberapa infeksi, cacing tidak dapat dihancurkan oleh system imun

dengan cara-cara yang sudah disebut di atas. Dalam hal ini badan berusaha

mengucilkan parasit dengan membentuk kapsul yang terdiri atas sel-sel

inflamasi. Reaksi tersebut merupakan respon selular terhadap penglepasan

antigen kronik setempat. Makrofag yang dikerahkan, melepas factor fibrogenik

dan merangsang pembentukan granuloma dan fibrotic. Hal tersebut terjadi atas

pengaruh sel Th1 dan defisiensi sel T akan mengurangi kemampuan tubuh untuk

membentuk granuloma dan kapsul. Pembentukan granuloma terlihat jelas

disekitar telur cacing skistosoma di hati. Fibrosis yang berat yang berhubungan

dengan CMI dapat merusak arus darah vena di hati dan menimbulkan hipertensi

portal dan sirosis.

5. Respon Th1 dan Th2 pada infeksi parasit

Respon terhadap infeksi seperti pada lesmania berhubungan dengan

respons Th1 atau Th2. Pada infeksi parasit intraselular, gambaran kedua respon

tersebut berhubungan dengan prognosis baik dan buruk. Dalam menentukan

perjalanan penyakit, peran Th1 dan Th2 pada banyak penyakit lebih kompleks.

Page 30: Modul 4 Konstipasi

NAMA : Vidia Amrina Rasyada (2011730167)

5. Jelaskan langkah Diagnosis yang diperlukan untuk menentukan diagnosis pada skenario!

JAWABAN :

I. Anamnesis1. Keluhan Utama

Ditanyakan tentang BABnya secara detail. Tentang onset, durasi, frekuensi, apakah disertai lender/darah, nyeri, dlla. Sejak kapan terjadi konstipasi /susah BAB? Berapa lama? Berulang, kasus

baru, atau sejak lama (lahir)?Untuk melihat tingkat keparahan dan stadium (akut atau kronik)

b. Kapan terakhir buang air besar?c. Berapa kali frekuensi buang air besar dalam seminggu?d. Bagaimana bentuk dan konsistensi fesesnya?e. Apakah butuh mengejan yang lebih keras pada saat BAB?f. Apakah butuh waktu yang lebih panjang pada saat BAB?g. Apakah telah disertai perdarahan? jika “iya”, darahnya keluar bersamaan

dengan feses atau tidak?h. Apakah disertai dengan lendir ?

BAB disertai lendir biasanya terjadi pada diarei. Bagaimana baunya? ( Amis, asam, busuk)j. Apakah rasa nyeri saat defekasi/BAB?

Untuk menunjukan apakah sudah terjadinya keganasank. Bagaimana bentuk dan warna fesesnya?

Pada keganasan bentuk fesesnya bulat kecil berwarna hitam (seperti feses kambing)

l. Apakah anusnya terasa nyeri? Jika “iya” seperti apa rasanya (panas, terbakar) ? terasanya pada saat apa?

2. Riwayat Penyakit Sekaranga. Adakah demam?

Untuk menghilangkan DD, karena pada konstipasi tidak terjadi demam. Demam biasanya terjadi karena adanya infeksi contohnya diare.

b. Adakah rasa kembung?c. Adakah pembesaran perut?d. Adakah keluhan pada kentutnya (frekuensi, susah/tidak) ?e. Apakah pasien mempunyai masalah?

Jika “iya” maka itu bukan merupakan suatu penyakit yang serius

Page 31: Modul 4 Konstipasi

f. Apakah pasien merasa nyeri abdomen?g. Adakah penurunan berat badan?

Untuk mengidentifikasi gejala pada keganasanh. Adakah riwayat sering lapar, haus, mengantuk, dan BAK?

Untuk mengidentifikasi gejala khas pada diabetes mellitusi. Adakah masalah berkemih (susah)?j. Apakah anus pasien terasa panas terutama saat duduk?

Untuk mengidentifikasi penyakit hemoroidk. Apakah pasien mengalami gangguan penglihatan (kabur, diplopia/juling)?

Untuk mengidentifikasi gejala diabetes mellitus yaitu retinopati dengan gejala khas berupa kaburnya penglihatan atau gejala sklerosis multipel yang disertai dengan diplopia/mata juling.

l. Apakah disertai mual?Pada hemoroid disertai juga dengan mual

m. Apakah disertai muntah?Pada obstruksi usus disertai dengan muntah

3. Riwayat Penyakit Dahulua. Apakah pernah sebelumnya terjadi gejala yang sama?

Untuk mengetahui apakah gejala konstipasi pernah diderita sebelumnya.b. Adakah riwayat kanker?

Untuk mengetahui apakah pasien pernah atau punya penyakit kanker, khususnya kanker intestinal sebelumnya. Memungkinkan diagnosis ke arah obstruksi saluran cerna bagian bawah oleh kanker.

c. Adakah riwayat diabetes?Untuk mengetahui apakah pasien pernah atau punya penyakit diabetes mellitus sebelumnya. Memungkinkan diagnosis ke arah penyakit sistemik diabetes mellitus.

d. Adakah riwayat hipotiroidisme (gangguan mental, gangguan mestruasi)?Untuk mengetahui apakah pasien punya gangguan hormonal (hormon tiroid).Karakteristiknya antara lain; adanya gangguan mental (depresi, retardasi mental), gangguan menstruasi (amenore), dan lainnya.

e. Adakah riwayat penyakit parkinson (tremor, kaku, masalah dalam berjalan)?Pada penderita penyakit parkinson, salah satu manifestasi kliniknya adalah konstipasi.

f. Adakah riwayat kecelakaan yang mengenai otak atau tulang belakang?Kecelakaan yang mencederai otak atau sumsum tulang belakang dapat mengakibatkan gangguan neurologis yang salah satunya dapat mengakibatkan konstipasi.

g. Adakah riwayat operasi abdomen?

Page 32: Modul 4 Konstipasi

Untuk mengidentifikasi gejala ileo paralitik. Salah satu komplikasi pasca bedah abdomen.

4. Riwayat Penyakit Keluargaa. Adakah riwayat keganasan usus dalam keluarga?

Untuk mengetahui riwayat familial yang kemungkinan dapat diturunkan yaitu keganasan, khususnya keganasan usus.

b. Adakah riwayat diabetes dalam keluarga?Untuk mengetahui riwayat familial yang kemungkinan dapat diturunkan yaitu diabetes mellitus

5. Riwayat Psikososiala. Bagaimana aktivitas fisik pasien (sering berolahraga atau tidak)?

Untuk mengidentifikasi apakah pasien sering atau jarang berolahraga atau aktivitas fisik yang serupa.

b. Bagaimana pola makanan yang sering dikonsumsi (rendah serat, sedikit minum)?Pola makan atau riwayat makan sangat penting diajukan karena pasien sering terlalu sedikit minum dan makan makanan yang rendah serat, hal inilah salah satu penyebab terjadinya konstipasi. Jika makanan yang sering dikonsumsi merupakan makanan yang rendah serat maka akan menimbulkan adanya defek intraluminalnya

6. Riwayat Pengobatana. Sudah pernah berobat/belum? Diberi obat apa?b. Apakah sedang mengkonsumsi obat lainnya?

Kemungkinan efek samping dari obat-obatan

II. Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik bisa ditemukan :1. Inspeksi

a. Distensi abdomen2. Auskultasi

a. Bising usus normal, berkurang, atau meningkat3. Perkusi4. Palpasi

a. Massa abdomen teraba pada palpasi abdomen kiri dan kanan bawah dan daerah suprapubis. Pada kasus berat, massa tinja kadang dapat teraba di daerah epigastrium.

Page 33: Modul 4 Konstipasi

III. Pemeriksaan Penunjang1. Rectal Toucher

a. Fisura Ani tdan Ampula Rekti yang besar dan lebarTanda penting pada konstipasi

b. Konsistensi tinja yang keras2. Kadar tiroksin dan TSH

Untuk menyingkirkan hipotiroid3. Tes serologi (antiend-omusial/ antigliadin antibody)

Untuk menyingkirkan Celiac diseasae4. Foto polos abdomen

Untuk melihat kabiler kolon dan massa tinja dalam kolon (pemeriksaan ini dilakukan bila pemeriksaan colok dubur tidak dapat dilakukan atau pada pemeriksaan colok dubur tidak teraba adanya distensi rectum oleh massa tinja)

5. Barium enemaUntuk screening penyakit Hirchsprung

6. Manometri anorektalUntuk mendiagnosis Hirschprung disease atau akalasia anal, dengan karakteristik tidak ada relaksasi sfingter ani interna pada rectum yang distensi (pemeriksaan ini juga dapat memberikan informasi sensai rectum, sfingter ani pada saat istirahat dan sewaktu defekasi, apakah normal atau anismus)

7. Biopsi rectumUntuk mendiagnosis Hirschprung disease

8. Transit Marker RadioopaqueUntuk mendiagnosis inersia kolon atau abnormalitas transit pada kolon

9. Manometer kolonUntuk menilai motilitas kolon

10. USG & MRI AbdomenUntuk mencari gpenyebab organic lain

Referensi :

Tinjauan Pustaka : Konstipasi pada Anak oleh Yusri Dianne Jurnalis, Sofni Sarmen, Yorva Sayoeti (Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas / RS. Dr. M. Djamil) Padang, Sumatera Barat, Indonesia

At A Glance : Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik oleh Jonathan Glade

Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Bates oleh Lynn S. Bickley

Page 34: Modul 4 Konstipasi

NAMA : Rezky Pratama (2011730159)

6. Jelaskan Penyakit-penyakit apa saja yang mungkin terjadi pada anak usia 5 tahun dalam scenario!JAWABAN : h

Penyakit Chron• Adalah Adalah gangguan peradangan yang terus menerus dan melibatkan semua lokasi

pada traktus dig4estivus ( traktus gastrointestinalis) dari mulut sampai ke anus. Peradangan dapat meluas dan melibatkan seluruh lapisan dinding usus dari mukosa sampai serosa, menimbulkan nyeri dan membuat usus sering memberikan reaksi pengosongan berupa diare.Epidemiologi

• Penyakit chron dapat terjadi pada semua kelompok umur terutama pada umur 20-30 tahun.perbandingan risiko laki laki dan perempuan umumnya seimbang. Data mengenai PC sangat minim, namun diperkirakan kasusnya semakin meningkat dari tahun ketahun karena erat berkaitan dengan pola hidup modern.Etiologi

Penyebab pasti belum diketahui, namun beberapa ahli menduga disebabkan oleh gangguan pertahanan tubuh atau infeksi dengan virus RNA dan alergi. Gejala klinis :

1. Sakit pada kuadran kanan bawah perut2. Diare atau konstipasi yang berulang3. Berat badan menurun4. Diare lendir darah

Irritable Bowel Syndrome Adalah salah satu penyakit gastroistestinal fungsional, dari adanya nyeri perut,distensi

dan gangguan pola defekasi tanpa gangguan organik.Etiologi

Sampai saat ini tidak ada teori yang menyebutkan bahwa IBS disebabkan oleh satu faktor saja. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya IBS antara lain gangguan motilitas,intoleransi makanan,abnormalitas sensoris,hipersensitivitas viseral,dan pasca infeksi usus

Epidemiologi

Page 35: Modul 4 Konstipasi

Belum ada penelitian statistik jumlah penderita IBS di Indonesia. Di seluruh bagian dunia, kekerapan penyakit ini diperkirakan sangat bervariasi. Di Amerika Utara dan Eropa bagian barat, survei penduduk menunjukkan bahwa penderita IBS sebesar 12-22% dari populasi umum, sementara kekerapannya di Asia Tenggara lebih jarang yaitu sekitar kurang dari 5%. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan metode survey, kriteria yang digunakan ataupun jumlah populasi yang diteliti. Gejala Klinis :

1. Diare pagi hari2. Konstipati/tinja keras3. Perut kembung4. Nyeri perut5. Berak lendir6. Demam7. Rektum terasa selalu berisi8. Perdarahan usus 9. Berat badan menurun10. Anemi

Kolitis Ulseratif adalah penyakit kronis dimana usus besar atau kolon mengalami inflamasi dan ulserasi

menghasilkan keadaan diare berdarah, nyeri perut, dan demamEtiologi

Penyebab pasti dari penyakit ini masih belum juga diketahui. Teori tentang apa penyebab kolitis ulseratif sangat banyak, tetapi tidak satupun dapat membuktikan secara pas. Penelitian-penelitian telah dilakukan dan membuktikan adanya kemungkinan lebih dari satu penyebab dan efek kumulasi dari penyebab tersebut adalah akar dari keadaan patologis. Penyebabnya meliputi herediter, faktor genetik, faktor lingkungan, atau gangguan sistem imun. Secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.

Faktor ekstrinsik1.Diet: asupan makanan cepat saji dan gula telah dihubungkan pada banyak penelitian dengan kemungkinan menderita kolitis ulseratif.2.Infeksi: beberapa peneliti menyatakan bahwa kolitis ulseratif dapat berhubungan dengan beberapa infeksi saluran cerna yang disebabkan oleh mikroorganisme E. Coli. Satu teori menjelaskan bahwa virus measles yang belum dibersihkan dari tubuh dengan tuntas dapat menyebabkan inflamasi kronik ringan dari mukosa usus.3.Obat-obatan: penelitian juga menunjukkan hubungan antara asupan oral pil kontrasepsi dan kolitis ulseratif dapat menyebabkan pasien menderita serangan apalagi jika mengkonsumsi antibiotik dan NSAIDs.

Page 36: Modul 4 Konstipasi

Hal yang terpenting adalah meskipun banyak dari orang yang memakan diet buruk atau mempunyai infeksi E. Coli belum pasti akan menderita kolitis Ulseratif sehinga dapat disimpulkan bahwa masih ada sesuatu yang membuat seseorang menjadi lebih rentan

Faktor intrinsik1.Gangguan sistem imun: beberapa ahli percaya bahwa adanya defek pada sistem imun seseorang berperan dalam terjadinya inflamasi dinding usus. Gangguan ini ada 2 jenis:a.Alergi: beberapa penelitian menunjukan bahwa kolitis ulseratif adalah bentuk respon alergi terhadap makanan atau adanya mikroorganisme di ususb.Autoimun: penelitian terbaru menunjukkan bahwa kolitis ulseatif dapat merupakan suatu bentuk penyakit autoimun dimana sistem pertahanan tubuh menyerang organ dan jaringan tubuh sendiri. Diantaranya adalah usus besar.2.Genetik: penelitian terbaru menujukkan bahwa faktor genetik dapat meningkatkan kecenderungan untuk menderita kolitis ulseratif.3.Faktor herediter: adanya anggota keluarga yang menderita kolitis ulseratif akan meningkatkan resiko anggota keluarga lain untuk menderita penyakit serupa.4.Psikosomatik: pikiran berperan penting dalam menjaga kondisi sehat atau sakit dari tubuh. Setiap stres emosional mempunyai efek yang merugikan sistem imun sehingga dapat menyebabkan penyakit kronik seperti kolitis ulseratif. Terdapat fakta bahwa banyak pasien kolitis ulseratif mengalami situasi stres berat dikehidupannya.Epidemiologi

Di Amerika Serikat, sekitar 1 miliar orang terkena colitis ulseratif. Insidennya 10.4-12 kasus per 100.000 orang per tahunnya. Rata-rata prevalensinya antara 35-100 kasus per 100.000 orang (Basson, 2011). Sementara itu, puncak kejadian penyakit tersebut adalah antara usia 15 dan 35 tahun, penyakit ini telah dilaporkan terjadi pada setiap decade kehidupan (Ariestine, 2008). Colitis ulseratif terjadi 3 kali lebih sering daripada Crohn disease. Colitis ulseratif terjadi lebih sering pada orang kulit putih daripada orang African American atau Hispanic. Colitis ulseratif juga lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki (Basson, 2011).Gejala Klinis 1. Berak darah2. Diare berat3. Anemi4. Demam5. Takikardi hilang timbul6. Konstipasi

Hemoroid Adalah merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang

berasal dari plexus hemorrhoidalis.Etiologi

Page 37: Modul 4 Konstipasi

Kehamilan/kelahiran Konstipasi (karena diet rendah serat atau sering menahan buang air besar) Mengangkat benda berat Berdiri atau duduk yng lama Faktor genetik

Epidemiologi Hemoroid merupakan penyakit daerah anus yang cukup banyak ditemukan pada praktek

dokter sehari hari. Di RSCM selama 2 tahun dari 414 kali pemeriksaan kolonoskopi didapatkan 108 (26,09%) kasus hemoroid.Gejala klinis

1. Bab sakit dan sulit2. Dubur terasa panas3. Adanya benjolan di dubur 4. Pendarahan di dubur5. Berak mukus

Page 38: Modul 4 Konstipasi

NAMA : Havara Kausar A. (2011730139)

7. A. Jelaskan Penatalaksanaan ( gizi, asupan Nutrisi, menikamentosa dan nonmedikamentosa dan penanganan awal) pada Konstipasi !B. Jelaskan pencegahan dan epidemiologi pada konstipasi !

JAWABAN :

Penatalaksanaan Konstipasi Non Farmakologis

Diet : modifikasi diet dilakukan untuk meningkatkan jumlah serat yang dikonsumsi. Serat yang merupakan bagian dari sayuran yang tak dicerna dalama usus akan meningkatkan curah feses, meretensi cairan tinja, dan meningkatkan transit tinja dalam usus. Dengan terapi serat ini maka frekuensi buang air besar meningkat dan menurunnya tekanan pada kolon dan rektum. Pasien disarankan setidaknya mengkonsumsi 10 gram serat kasar perharinya. Buah, sayur dan sereal adalah contoh bahan makanan kaya serat. Selain itu terdapat juga produk obat yang merupakan agen pembentuk serat masal seperti koloid psylium hidrofilik, metilselulosa ataupolikarbofil yang dapat menghasilkan efek sama dengan bahan makanan tinggi serat yang tersedia dalam sediaan tablet, serbuk atau kapsul.Menambah asupan serat sebanyak 10-12 gram per hari dan meningkatkan volume cairan yang diminum, serta meningkatkan aktivitas fisik/olah raga. Sumber makanan yang kaya akan serat, antara lain: sayuran, buah, dan gandum. Serat dapat menambah volume feses (karena dalam saluran pencernaan manusia ia tidak dicerna), mengurangi penyerapan air dari feses, dan membantu mempercepat feses melewati usus sehingga frekuensi defekasi/BAB meningkat.Peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia lanjut. data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan.

Olahraga : cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien,

Page 39: Modul 4 Konstipasi

akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut.Latihan usus besar; penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur tiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya. Dianjurkan waktu ini adalah 5 – 10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan refleks gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda – tanda dan rangsangan untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.

Farmakologis dan Bedaha.      LaksansSebagian besar penderita dengan konstipasi ringan biasanya tidak membutuhkan pemberian laksans. Namun bagi mereka yang telah melakukan perubahan gaya hidup, tetapi masih tetap mengalami konstipasi, pemberian laksans dan atau klisma untuk jangka waktu tertentu dapat dipertimbangkan. Pengobatan ini dapat menolong sementara untuk mengatasi konstipasi yang telah berlangsung lama akibat usus yang malas. Laksans dapat diberikan per oral, dalam bentuk cairan, tablet, bubuk.b.      Bulk forming agents/hydrophilicDigunakan untuk meningkatkan masa tinja, hingga akan merangsang terjadinya perilstatik. Bahan ini biasanya cukup aman, tetapi dapat mengganggu penyerapan obat lain. Laksans ini juga dikenal dengan nama “fiber supplements”, dan harus diminum dengan air. Beberapa contoh: Psyllium (Metamucil,Fiberall), Methylcellulose (Citrucel), Ispaghula (Mucofalk) dan Dietary brand.c.       Emollients/softeners/surfactant/wetting agentsMenurunkan tekanan permukaan tinja, membantu penyampuran bahan cairan dan lemak, sehingga dapat melunakkan tinja. Pelunak tinja (“stool softeners”) dapat melembabkan tinja, dan menghambat terjadinya dehidrasi. Laksans ini banyak dianjurkan pada penderita setelah melahirkan atau pasca bedah. Beberapa contoh: Docusate (Colace, Surfak), Mineral oil dan Polaxalko.d.      Emollient stool softeners in combination with stimulants / irritant“Emollient stool softeners” menyebabkan tinja menjadi lunak. Stimulan meningkatkan aktivitas perilstatik saluran cerna, menimbulkan kontraksi otot yang teratur (“rhythmic”). Beberapa contoh : Docusate sodium and casanthranol combination (Peri-Colace, Diocto C, SilaceC) Bisacodyl (Dulcolax), Brand names include Correctol®, Senna®, Purge®, Feen-A-Mint®, and Senokot®.e.       Osmotic laxativesMempunyai efek menahan cairan dalam usus, osmosis, atau mempengaruhi pola distribusi air dalam tinja. Laksans jenis ini mempunyai kemampuan seperi “spons”, menarik air ke dalam kolon, sehingga tinja mudah melewati usus. Hyperosmolar laxatives : Polyethylene glycol solution (Miralax) Lactulose (Cephulac, Cholac, Constilac, Duphalac, Lactulax) Sorbitol Glycerine.

Page 40: Modul 4 Konstipasi

Penderita yang sudah tergantung pada pemakaian laksans ini, sebaiknya dianjurkan untuk menghentikan obat ini secara perlahan-lahan.

Pengobatan LainPengobatan spesifik terhadap terhadap penyebab konstipasi, juga dapat dikerjakan tergantung apakah penyebabnya dapat dikoreksi atau tidak.a.      ProkinetikObat-obat prokinetik telah dicoba untuk pengobatan konstipasi, tetapi belum banyak publikasi yang menunjukkan efektivitasnya. Obat prokinetik (seperti : cisapride dan metoclopramide) merupakan agonis 5HT4 dan antagonis 5HT3. Dalam uji klinik fase III, tegaserod 12 mg/hari, menghasilkan peningkatan kelompok “Irritabel bowel syndrome” tipe konstipasi yang mencapai tujuan utama “hilangnya keluhan “ penderita. Efek sekunder yang ditemukan termasuk antara lain perbaikan dalam konstipasi, nyeri sepanjang hari, dan rasa kembung.b.      Klisma dan supositoriaBahan tertentu dapat dimasukkan ke dalam anus untuk merangsang kontraksi dengan cara menimbulkan distensi atau lewat pengaruh efek kimia, untuk melunakkan tinja. Kerusakan mukosa rektum yang berat dapat terjadi akibat ekstravasasi larutan klisma ke dalam lapisan submukosa. Beberapa cara yang dapat dipakai:1)      Klisma dengan PZ atau air biasa2)      Na-fosfat hipertonik3)      Gliserin supositori4)      Bisacodyl supositoric.       BiofeedbackPenderita dengan konstipasi kronik akibat disfungsi anorektal dapat dicoba dengan pengobatan “biofeedback” untuk mengembalikan otot yang mengendalikan gerakan usus. “Biofeedback” menggunakan sensor untuk memonitor aktivitas otot yang pada saat yang sama dapat dilihat di layar komputer sehingga fungsi tubuh dapat diikuti dengan lebih akurat.d.      OperasiTindakan bedah (subtotal colectomy dengan ileo-ractal anastomosis) hanya dicadangkan pada penderita dengan keluhan yang berat akibat kolon yang tidak berfungsi sama sekali (“colonic inertia”). Namun tindakan ini harus dipertimbangkan sungguh-sungguh, karena komplikasinya cukup banyak seperti : nyeri perut dan diare.Pada beberapa pasien konstipasi tindakan pembedahan diperlukan. Hal ini karena adanya keganasan kolon atau obstruksi saluran gastrointestinal sehingga diperlukan reseksi usus. Selain itu pembedahan juga diperlukan pada kasus konstipasi yang disebabkan oleh pheokromositoma.

Page 41: Modul 4 Konstipasi

Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Misalnya kolektomi sub total dengan anastomosis ileorektal. Prosedur ini dikerjakan pada konstipasi berat dengan masa transit yang lambat dan tidak diketahui penyebabnya serta tidak ada respons dengan  pengobatan yang diberikan. Pasa umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan pembedahan.

Epidemiologi KonstipasiKonstipasi pada anak merupakan masalah di seluruh dunia dengan prevalensi bervariasi dari 0,7% sampai 29,6%. Konstipasi terdiagnosis pada 3% anak pra sekolah dan 1%-2% pada anak sekolah yang berobat pada dokter anak. Keluhan yang berhubungan dengan defekasi ditemukan pada 25% anak yang berobat jalan pada dokter gastoenterologi anak. Diperkirakan prevalensi konstipasi pada populasi anak secara umum bervariasi antara 0,3%-8%. Pada anak, konstipasi fungsional merupakan tipe yang paling banyak ditemui, kira-kira 90%-97% dari seluruh kasus konstipasi.Semua orang dapat mengalami konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus, red) lebih lambat dan kemungkinan sebab lain. Kebanyakan terjadi jika makan kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga. Kondisi ini bertambah parah jika sudah lebih dari tiga hari berturut-turut.Kasus konstipasi umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4-30 persen pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Ternyata, wanita lebih sering mengeluh konstipasi dibanding pria dengan perbandingan 3:1 hingga 2:1. Insiden konstipasi meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke atas. Pada suatu penelitian pada orang berusia usia 65 tahun ke atas, terdapat penderita konstipasi sekitar 34 persen wanita dan pria 26 persen.Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya. Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga karena faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor idiopatik kronik.

Pencegahan KonstipasiMencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Lagi-lagi, kuncinya adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur. Jika penderita konstipasi ini mengalami kesulitan mengunyah, misalnya karena ompong, haluskan sayur atau buah tersebut dengan blender.Beberapa tips pencegahan konstipasi :

Page 42: Modul 4 Konstipasi

Hindari makanan yang halus yang dapat menyebabkan konstipasi. (Eisenberg, A.1996).

Konsumsi makanan yang berserat tinggi yang sangat bermanfaat untuk melunakkan feses sehingga memudahkan eliminasi (pengeluaran kotoran tubuh). 

Hindari terlalu sering mengkonsumsi daging .  Minum cairan minimal delapan gelas sehar (Piego, J.H. 2004)  Hindari penggunaan obat pencahar kecuali memang dianjurkan oleh dokter .  Biasakan pola buang air besar yang teratur setiap hari, misalnya setiap pagi hari.  Tunggu sampai keinginan buang air  besar muncul untuk ke toilet, jangan terburu-

buru dan jangan menunda keinginan untuk buang air besar muncul untuk ke toilet.  Penggunaan pencahar dilakukan oleh tenaga medis dengan catatan jika cara-cara

alternatif tidak berhasil.  Lakukan olah raga ringan teratur seperti berjalan (jogging).  Konsultasikan kedokter anda bila anda tetap sulit buang air besar   Istirahat yang cukup (Piego, J.H. 2004)  Berenang beberapa kali seminggu untuk membantu merangsang sistem tubuh.  Makan-makanan seimbang dengan banyak roti, gandum, buah dan sayuran. (Sherry.

2000)   Makan kulit buah seperti apel dan pear.(Hunter, H. 2005).

Page 43: Modul 4 Konstipasi

NAMA : Fadhlul Hazmi (2011730131)

8. DD1 : Illeus Obstruktif ec. Ascaris !JAWABAN :

Pemeriksaan penunjang ileus obstruktif et causa ascariasisa. Pemeriksaan Radiologi

1. Foto Polos2. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema3. CT-Scan4. USG5. MRI6. Angiografi (Mansjoer, 2000).

b. Pemeriksaan LaboratioriumLeukositosis menunjukan adanya strangulasi, pada urinalisa menunjukan dehidrasi (Schrok, 1993).Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon. Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran “step ladder dan air fluid level” terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi strangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya mukosa yang regular dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan, karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi 1. Penatalaksanaan Ileus obstruktif et causa ascariasis

a. Persiapan sebelum operasi :1. Pemasangan pipa nasogastrik2. Resusitasi cairan dan elektrolit3. Pemberian antibiotik, terutama jika terjadi strangulasi.

b. Operasic. Pasca bedah :d. Harus dicegah terjadinya gagal ginjal, karena cairan dan elektrolit, dan harus memberikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein (Schrok, 1993).

2. Komplikasi ileus obstruktif et causa ascariasisa. Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat obstruksi usus. Isi lumen merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasilhasil produksi bakteri, jaringan nekrolitik, dan darah. Usus yang mengalami strangulasi mungkin mengalami

Page 44: Modul 4 Konstipasi

perforasi dan mengeluarkan materi tersebut kedalam rongga peritoneium. Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi bakteri dapat melintasi usus yang permeable tersebut dan masuk kedalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan mengakibatkan syok septicTerapi

Dosis pada anak:• Albendazol 200 mg, pada infeksi berat dapat diberikan 2-3hari• Mebendazol 2x50 mg, selama 3 hari

Gejala klinisLarva : sindrom Loeffler larva di paru-paru batuk, demam,eosinofilia Foto thoraks: tampak infiltrat menghilang dalam 3 mingguCacing dewasa:Infeksi ringan: mual,anoreksia,diare/konstipasiInfeksi berat pada anak dapat terjadi malabsorsi memperberat keadaan malnutrisi.Efek serius bila cacing ini menggumpal dalam usus obstruksi usus (ileus)

Daur hidup ascaris lumbricoides

Telur bentuk infektif tertelan,netas di usus halus larva menembus dinding usus pembuluh darah jantung paru-paruke ddng, rongga alveolusbronchiolus bronchustracheafaring (nimbulkn rangsanganpenderita batuklarva tertelan ke osefaguske usus halus cacing dewasa

Page 45: Modul 4 Konstipasi

NAMA : Andi Silpia (2011730122)

9. DD2 : Thypoid FeverJAWABAN :

DEFINISIDemam tifoid atau typhus abdominalis adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran

EPIDEMIOLOGI Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak diperkirakan 800 /100.000 penduduk per tahun dan tersebar di mana-mana. Ditemukan hampir sepanjang tahun, tetapi terutama pada musim panas. Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak besar,umur 5- 9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 2-3 : 1.Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus menerus lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat dengan kesan anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari.Makin cepat demam tifoid dapat didiagnosis makin baik. Pengobatan dalam taraf dini akan sangat menguntungkan mengingat mekanisme kerja daya tahan tubuh masih cukup baik dan kuman masih terlokalisasi hanya di beberapa tempat saja.

PATOFISIOLOGI Penularan demam tifoid terjadi melalui mulut, kuman S.typhy masuk kedalam tubuh melalui makanan/minuman yang tercemar ke dalam lambung, ke kelenjar limfoid usus kecil kemudian masuk kedalam peredaran darah. Kuman dalam peredaran darah yang pertama berlangsung singkat, terjadi 24-72 jam setelah kuman masuk, meskipun belum menimbulkan gejala tetapi telah mencapai organ-organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang dan ginjal. Pada akhir masa inkubasi 5 – 9 hari kuman kembali masuk ke aliran darah (kedua kali) dimana terjadi pelepasan endoktoksin menyebar ke seluruh tubuh dan menimbulkan gejala demam tifoid.

Page 46: Modul 4 Konstipasi

MENIFESTASI KLINIS Masa inkubasi Salmonella typhi antara 3-21 hari, tergantung dari status kesehatan dan kekebalan tubuh penderita. Pada fase awal penyakit, penderita demam tifoid selalu menderita demam dan banyak yang melaporkan bahwa demam terasa lebih tinggi saat sore atau malam hari dibandingkan pagi harinya. Ada juga yang menyebut karakteristik demam pada penyakit ini dengan istilah ”step ladder temperature chart”, yang ditandai dengan demam yang naik bertahap tiap hari, mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama kemudian bertahan tinggi, dan selanjutnya akan turun perlahan pada minggu keempat bila tidak terdapat fokus infeksi.Gejala lain yang dapat menyertai demam tifoid adalah malaise, pusing, batuk, nyeri tenggorokan, nyeri perut, konstipasi, diare, myalgia, hingga delirium dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya lidah kotor (tampak putih di bagian tengah dan kemerahan di tepi dan ujung), hepatomegali, splenomegali, distensi abdominal, tenderness, bradikardia relatif, hingga ruam makulopapular berwarna merah muda, berdiameter 2-3 mm yang disebut dengan rose spot.

PENEGAKAN DIAGNOSIS Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan adanya penurunan kadar hemoglobin, trombositopenia, kenaikan LED, aneosinofilia, limfopenia, leukopenia, leukosit normal, hingga leukositosis. Gold standard untuk menegakkan diagnosis demam tifoid adalah pemeriksaan kultur darah (biakan empedu) untuk Salmonella typhi. Pemeriksaan kultur darah biasanya akan memberikan hasil positif pada minggu pertama penyakit. Hal ini bahkan dapat ditemukan pada 80% pasien yang tidak diobati antibiotik. Pemeriksaan lain untuk demam tifoid adalah uji serologi Widal dan deteksi antibodi IgM Salmonella typhi dalam serum. Uji serologi widal mendeteksi adanya antibodi aglutinasi terhadap antigen O yang berasal dari somatik dan antigen H yang berasal dari flagella Salmonella typhi. Diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan apabila ditemukan titer O aglutinin sekali periksa mencapai ≥ 1/200 atau terdapat kenaikan 4 kali pada titer sepasang. Apabila hasil tes widal menunjukkan hasil negatif, maka hal tersebut tidak menyingkirkan kemungkinan diagnosis demam tifoid.

PENATALAKSANAAN Hingga saat ini, kloramfenikol masih menjadi drug of choice bagi pengobatan demam tifoid di Indonesia. Dosis yang diberikan pada pasien dewasa adalah 4 x 500 mg hingga 7 hari bebas demam. Alternatif lain selain kloramfenikol, yaitu: tiamfenikol (4 x 500 mg), kotrimoksazol (2 x 2 tablet untuk 2 minggu), ampisilin atau amoksisilin (50-150 mg/kgBB selama 2 minggu), golongan sefalosporin generasi III (contoh: seftriakson 3-4

Page 47: Modul 4 Konstipasi

gram dalam dekstrosa 100 cc selama ½ jam per infus sekali sehari untuk 3-5 hari), dan golongan fluorokuinolon (contoh: ciprofloxcacin 2 x 500 mg/hari untuk 6 hari). Di Amerika Serikat, pemberian regimen ciprofloxcacin atau ceftriaxone menjadi first line bagi infeksi Salmonella typhi yang resisten terhadap kloramfenikol, ampisilin, trimethoprim-sulfamethoxazole, streptomycin, sulfonamides, atau tetrasiklin. Pada pasien anak, kloramfenikol diberikan dengan dosis 100 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 kali pemberian selama 10-14 hari. Regimen lain yang dapat diberikan pada anak, yaitu: ampisilin (200 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 kali pemberian IV), amoksisilin (100 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 kali pemberian PO), trimethoprim (10 mg/kg/hari) atau sulfametoksazol (50 mg/kg/hari) terbagi dalam 2 dosis, seftriakson 100 mg/kg/hari terbagi dalam 1 atau 2 dosis (maksimal 4 gram/hari) untuk 5-7 hari, dan sefotaksim 150-200 mg/kg/hari terbagi dalam 3-4 dosis.Pemberian steroid diindikasikan pada kasus toksik tifoid (disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa kelainan neurologis dan hasil pemeriksaan CSF dalam batas normal) atau pasien yang mengalami renjatan septik. Regimen yang dapat diberikan adalah deksamethasone dengan dosis 3x5 mg. Sedangkan pada pasien anak dapat digunakan deksametashone IV dengan dosis 3 mg/kg dalam 30 menit sebagai dosis awal yang dilanjutkan dengan 1 mg/kg tiap 6 jam hingga 48 jam. Pengobatan lainnya bersifat simtomatik.        KOMPLIKASI Salah satu komplikasi demam tifoid yang dapat terjadi pada pasien yang tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat adalah perforasi dan perdarahan usus halus. Komplikasi ini sering terjadi pada minggu ketiga yang ditandai dengan suhu tubuh yang turun mendadak, adanya tanda-tanda syok dan perforasi intestinal seperti nyeri abdomen, defance muscular, redup hepar menghilang. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah miokarditis, perdarahan usus, kebocoran usus, infeksi selaput usus, renjatan bronkopnemonia (peradangan paru), dan kelainan pada otak. PENCEGAHAN Pencegahan infeksi Salmonella typhi dapat dilakukan dengan penerapan pola hidup yang bersih dan sehat. Berbagai hal sederhana  namun efektif dapat mulai dibiasakan sejak dini oleh setiap orang untuk menjaga higientias pribadi dan lingkungan, seperti membiasakan cuci tangan dengan sabun sebelum makan atau menyentuh alat makan/minum, mengkonsumsi makanan dan minuman bergizi yang sudah dimasak matang, menyimpan makanan dengan benar agar tidak dihinggapi lalat atau terkena debu, memilih tempat makan yang bersih dan memiliki sarana air memadai, membiasakan buang air di kamar mandi, serta mengatur pembuangan sampah agar tidak mencemari lingkungan.

PROGNOSIS

Page 48: Modul 4 Konstipasi

Demam tifoid apabila tidak dideteksi dan diobati secara cepat dan tepat dapat menyebabkan komplikasi yang berujuang pada kematian.

REFERENSI

http://medicine.uii.ac.id/index.php/Artikel/Demam-Tifoid.html

http://prodia.co.id/penyakit-dan-diagnosa/demam-tifoid-penyakit-tifus

http://mila110.tripod.com/tifoid.htm

Soemarsono, Widodo D. Patogenesis, patofisiologi dan gambaran klinik demam tifoid. Simposium demam tifoid FK UI. Jakarta,1980; 11-24

Price , Sylvia A. , Wilson , Lorraine M. 1995 . Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses penyakit . Jakarta : EGC

NAMA : Setiani Imaningtias (2011730162)

Page 49: Modul 4 Konstipasi

10. DD3 : Ascariasis JAWABAN :

DefinisiwwAskariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides. Manusia merupakan hospes satu-satunya bagi cacing ini.

Distribusi GeografikParasit ini ditemukan kosmopolit. Survei yang dilakukan di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi A. lumbricoides masih cukup tinggi sekitar 60—90%. Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar rumah. Cacing hidup di lingkungan seperti tanah liat, kelembaban tinggi, dan suhu 20—30o C.

Morfologi dan Daur HidupCacing jantan berukuran lebih kecil dari cacing betina. Stadium dewasa hidup di

rongga usus kecil. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000—200.000 butir sehari; terdiri atas telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi.

Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih tiga minggu. Bentuk infektif tersebut apabila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau di saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru-paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkilous dan bronkus. Dari tarakea larva menuju faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan tersebut dan larva akan tertelan ke dalam esophagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus, larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2—3 bulan.

Patologi dan Gejala KlinisGejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan

larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru-paru. Pada orang yang rentan terjadi perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai batuk, demam, dan eosinophilia.

Pada foto toraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan tersebut disebut sebagai sindroma loeffler. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare, atau konstipasi.

Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorpsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi dan penurunan kasus kognitif pada anak sekolah dasar.

Page 50: Modul 4 Konstipasi

Efek yang serius terjadi bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi ileus obstruktif. Pada keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks, atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu tidakan operatif.

DiagnosisMenemukan telur dalam tinja. Selain itu diagnosis dapat dibuat bila cacing

dewasa keluar sendiri dari hidung atau mulut, muntah, atau melalui tinja.

PenatalaksanaanPengobatan dapat dilakukan secara masal maupun perorangan. Untuk perorangan

dapat digunakan berbagai macam obat misalnya Piperazine, Pyranthel Pamoat 10 mg/kgBB, dosis tunggal Mebendazole 500 mg atau Albendazole 400 mg. Oksantel-Pirantel Pamoat adalah obat yang digunakan untuk infeksi campuran A. lumbricoides dan T. trichiura.

Untuk pengobatan masal perlu beberapa syarat yaitu :

1. Mudah diterima masyarakat

2. Aturan pemakaian sederhana

3. Minim efek samping

4. Polivalen terhadap berbagai jenis cacing

5. Murah

Pengobatan massal dilakukan oleh pemerintah pada anak sekolah dasar dengan

pemberian mebendazole 400 mg 2 kali dalam satu tahun.

Prognosis

Pada umumnya askariasis mempunyai prognosis baik. Tanpa pengobatan,

penyakit dapat sembuh dalam waktu 1,5 tahun. Dengan pengobatan, angka

kesembuhannya 70—99%