PENJAGAAN AL-QURAN MENURUT MUFASIR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50288...i...
Transcript of PENJAGAAN AL-QURAN MENURUT MUFASIR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50288...i...
PENJAGAAN AL-QURAN MENURUT MUFASIR INDONESIA
(KAJIAN ATAS MAKNA ḤĀFIẒŪN)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh :
Nurul Hidayat
NIM. 1113034000084
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H / 2020 M
Motto
Apa yang kita beri itulah yang kita punya
i
ABSTRAK
Nurul Hidayat
Penjagaan al-Qur’an Menurut Mufasir Indonesia (Kajian Atas
Makna Ḥāfiẓūn)
Dalam skripsi ini ada satu pertanyaan besar yang ingin disampaikan
oleh penulis, yaitu siapa yang menjaga dan memelihara keotentikan al-
Qur’an dari pengurangan dan penambahan? Terdapat perbedaan
pendapat para mufasir yang ada pada desertasi Eva Nugaraha dari abad
pertama sampai abad ke 14 dalam memaknai laḥāfiẓūn, ada yang
menyatakan penjagaan al-Qur’an hanya Allah, dan ada pula yang
menyatakan penjagaan al-Qur’an melibatkan banyak pihak, sama
halnya mufasir Indonesia dalam memaknai laḥāfiẓūn terdapat
perbedaan.
Penulis menggunakan metode penelitian dengan menggunakan
metode (Library research) dan komparatif dengan pengumpulan data
pokok yang akan diteliti. Penelitian ini adalah untuk mengetahui
pandangan Mufasir Indonesia terkait penafsiran tentang penjagaan al-
Qur’an yang dipertegas pada Q.S al-Hijr/15:9. Tentu menarik
mengetahui pendapat-pendapat mereka, berkaitan dengan penjagaan al-
Qur’an, karena Indonesia mayoritas penduduk beragama Islam yang
sudah barang tentu merujuk kepada pandangan para Mufasir Indonesia.
Hasil penelitian ini adalah berkesimpulan bahwa penjagaan al-
Qur’an menurut mufasir Indonesia. Jika dilihat dari penggunaan
metodologi para mufasir, mereka yang bermetode ijmali berpandangan
bahwa penjagaan al-Qur’an itu hanya Allah semata. sehingga tidak
seorang pun yang sanggup menyelewengkan apalagi menghapusnya,
Sedangkan mereka yang bermetode tahlili berpandangan penjagaan al-
Qur’an itu Allah dan pihak-pihak lain yang ikut terlibat di dalamnya,
yaitu mereka yang menghafal dan orang yang melakukan usaha-usaha
untuk menjaga dan memelelihara al-Qur’an.
Kata kunci: Penjagaan Al-Qur’an, Pemeliharaan Al-Qur’an, Lafadz
Laḥāfiẓūn.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas keberkahan,
rahamat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis,
sehingga bisa menyelesaikan skripsi dengan judul PENJAGAAN AL-
QURAN MENURUT MUFASIR INDONESIA (KAJIAN ATAS
MAKNA ḤĀFIẒŪN) sebagai syarat untuk menyelesaikan Program
Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ushuluddin Jurusan Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini banyak hambatan serta rintangan
yang penulis hadapi, namun pada akhirnya dapat melaluinya, berkat
adanya bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara moral
maupu spiritual. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada dosen Eva
Nugraha, atas arahan dan motivasinya yang tiada henti, juga ucapan
terimakasih kepada keluarganya yang telah berkenan menyediakan
tempat untuk penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah
membalas segala kebaikan kepada beliau dan keluarganya.
Ucapan terima kasih juga kepada segenap jajaran dosen UIN
Syarif Hidayatullah:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A. Selaku
Rektor Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman, M.A. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
3. Dr. Eva Nugraha, MA. Selaku Ketua Prodi Program Ilmu Al-
Qur’an dan Tafsir (IAT).
iii
4. Dr. M. Suryadinata, M.Ag. selaku pembimbing skripsi yang
telah memberikan kontribusi bermakna dalam penyelesaian
skripsi.
5. Fahrizal Mahdi, Lc. MIRKH. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu al-
Qur’an dan Tafsir yang selalu melayani penulis dalam urusan
administrasi akademik.
6. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin yang dengan kebaikan dan
kemurahan mereka, secara sadar, telah mendorong penulis
untuk tidak surut sebelum menang dalam menggali ke dalam
dan keindahan ayat-ayat suci serta ke-uswah-an Nabi
Muhammad saw. Jazāhumullāh wanafa‘anā bi ‘ulūmihim.
Ucapan terimakasih yang teristimewa penulis sampaikan
kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda H. Bai Nurjaya dan Hj.
Nafi’ah (Alm), Allāhummaghfir lahumā warhamhumā kamā
Rabbayānā Ṣigārā. Dengan kasih sayangnya yang tiada batasnya dan
kehangatan do’anya yang tiada henti dilantunkan, sehingga penulis
telah sampai pada tahap sekarang ini. Tidak lupa pula kepada keluarga
tercinta, Ka Udin, ka Dede, teh Titi, teh neneng, teh mega dan teh iyah,
yang selalu mensuport penuh terhadap proses perkulihan penulis,
semoga mereka semua selau dalam lindungan Allah SWT. Tidak lupa
pula penulis ucapkan kepada Pendiri Pondok Pesantren Peradaban
DAAR EL-HASANAH, yaitu KH. Bakroni Latar, S.Pd.I, Lc, MM.
Semoga beliau selalu dimudahkan dalam mendidik santri-santrinya.
Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada teman-teman
seperjuangan dan teman nongkrong dan ngopi, Ilmu al-Qur’an dan
Tafsir Angkatan 2103. Khususnya kepada sahabat-sahabat terbaik, Rio
Anjasmara (belo), M. Munawwar (kempues), saukatuddin, Aep
iv
Fahruroji, Didi Maldini dan yang lainnya yang ikut andil dan
memberikan arahan dalam isi skripsi ini, Serta kepada teman angkatan
PP DAARUL FALAH, dan yang lainnya. Susah senang kita lewati
bersama, kenangan indah yang tidak pernah bisa penulis lupakan
bersama mereka, semoga kita semua bisa ambil hikmah dan
keberkahan dari proses perjalanan hidup dan perjuangan menimba ilmu
serta dapat berkumpul kembali di kemudian hari, dan semoga Allah
meridhai kita semua.
Jakarta, 28 Januari 2020
Penulis
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi hasil keputusan bersama (SKB) Mentri
Agama dan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer. 1987 dan
Nomer: 0543b/U/1987.
1. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak di lambangkan Tidak di lambangkan ا
B Be ب
T Te ت
Ṡ Es dengan titik di atas ث
J Je ج
Ḥ Ha dengan titik di bawah ح
Kh Ka dan Ha خ
D De د
Ż Zet dengan titik di atas ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy Es dan Ye ش
Ṣ Es dengan titik di bawah ص
Ḍ De dengan titik di bawah ض
Ṭ Te dengan titik di bawah ط
Ẓ Zet dengan titik di bawah ظ
vi
ʻ_ Apostrof terbaik ع
G Ge غ
F Ef ف
Q Qi ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrof ’_ ء
Y Ye ي
2. Vocal
Vokal terdiri dari dua bagian, ialah vokal tunggal dan vokal
rangkap, transliterasi vokal tunggal sebagai berikut:
Tanda Vokal Vokal Latin Keterangan
A Fathah ا
I Kasrah ا
U Ḍammah ا
Brikut ini adalah vokal rangkap berupa gabungan antara harakat
dan hurup.
vii
Tanda Vokal Vokal Latin Keterangan
Ai a dan i ـ ي
Au a dan u ـ و
3. Vokal panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang bahasa arab dilambangkan
dengan harkat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Vokal Latin Keterangan
Ā a dengan topi di atas ا
Ī i dengan topi di atas ا
Ū u dengan topi di atas ا
4. Kata Sandang
Kata sandang dilambangkan dengan huruf ال dialih aksara
menjadi ‘I’ baik di sandangkan dalam huruf syamsiyah maupun di
sandangkan dengan huruf qamariyah. Contoh: al-ẓikr bukan az-ẓikr.
5. Syaddah (Tasydīd)
Syaddah atau Tasydīd dalam sistem tulisan arab di lambangkan dengan
sebuat tanda Tasydīd ( ), dalam translit ini di lambangkan dengan
perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda Tasydīd. Contoh:
ب ن ا ين ا rabbanā : ر ق najjaīnā : ن ج al-ḥaqq : ا لح
viii
6. Cara penulisan kata
Setiap kata, baik kata kerja, kata benda, maupun huruf ditulis
secara terpisah. Berikut contohnya dengan berpedoman pada ketentuan-
ketentuan diatas:
Innā naḥnu nazzalnā al-żikra انا نحن ن حزالنحا الذ كرح
كم بحا ٱلنابيونح Yaḥkumu bihā al-nabiyyūna يح
Istuḥfiẓū ٱستحفظوا
7. Singkatan
Huruf Latin Keterangan
Swt Subḥanahu wa ta‘ālā
Saw Ṣalla Allāh ‘alaihi wa sallam
Q.S Quran Surat
M Masehi
H Hijriah
W Wafat
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................... ii
PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ................................................................................ xi
BAB I: PENDAHULUAN
A.Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Permasalahan ............................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 6
D.Manfaat Penelitian ....................................................................... 7
E. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 8
F. Metodologi Penelitian ................................................................ 13
G.Sistematika Penulisan ................................................................ 15
BAB II: GAMBARAN UMUM PENJAGAAN AL-QUR’AN DAN
KASIFIKASI AYAT
A.Pengertian dan Argumen Penjagaan Al-Qur’an ........................ 17
1. Pengertian Umum Penjagaan Al-Qur’an..............................17
2. Pemaknaan dan Argumen Para Mufasir Klasik atas
Penjagaan al-Qur’an ............................................................. 18
B. Sejarah Ringkas Penjagaan Al-Qur’an ...................................... 19
1. Penjagaan al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW .... 19
2. Penjagaan al-Qur’an pada masa Abū Bakr al-Ṣiddīq ........... 24
3. Penjagaan al-Qur’an pada masa ‘Uṡmān bin ‘Affān ............ 25
C. Klasifikasi Ayat Penjaga ............................................................ 28
1. Allah sebagai Penjaga .......................................................... 28
2. Malaikiat sebagai Penjaga .................................................... 29
3. Manusia sebagai Penjaga ..................................................... 30
BAB III: GAMBARAN UMUM TAFSIR INDONESIA DAN
KLASIFIKASI AYAT PENJAGAAN
A.Gambaran Tafsir Indonesia ........................................................ 32
1. Tafsir Qur’an Karim Karya Prof. DR. H. Mahmud Yunus .. 33
2. Al-Furqan Tafsir Qur’an karya A. Hassan ........................... 34
3. Tafsir Al-Azhar karya Prof. Dr. Hamka ............................... 35
4. Tafsir Qur’an Karya H. Zainuddin Hamidy, Fachruddin Hs37
x
5. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur karya Prof. Dr. Teungku
Muhammad Hasbi ash-Shiddiqy .......................................... 38
6. Al-Qur’an dan Tafsirnya karya Departemen Agama RI ...... 39
7. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an
karya M.Quraish Shihab ....................................................... 40
BAB IV: PENAFSIRAN AYAT PENJAGAAN AL-QUR’AN
MENURUT MUFASIR INDONESIA
A.Analisis Perbandingan Mufasir tentang Ayat Penjagaan Al-
Qur’an ............................................................................................ 42
1. Mufasir Indonesia yang menggunakan metode ijmali ......... 43
a. Argumen mufasir pada lafadz Al-Żikr ............................ 43
b. Argumen mufasir pada lafadz laḥāfiẓūn .......................... 44
2. Mufasir Indonesia yang menggunakan metode tahlili ......... 45
a. Argumen mufasir pada lafadz Al-Żikr ............................ 45
b. Argumen mufasir pada lafadz laḥāfiẓūn .......................... 45
B. Analisis Perbandingan Mufasir tentang Ayat Penjagaan Kitab
Suci ................................................................................................ 48
1. Mufasir Indonesia yang menggunakan metode ijmali ......... 49
2. Mufasir Indonesia yang menggunakan metode tahlili ......... 51
C. Korelasi Mufasir Indonesia dengan Mufasir Terdahulu ............ 52
1. Mufasir Indonesia yang Menyatakan Allah Menjaga Al-
Qur‘an ................................................................................... 52
2. Mufasir Indonesia yang Menyatakan Allah dan Pihak-Pihak
lain yang Menjaga Al-Qur‘an .............................................. 53
BAB V: PENUTUP
A.Kesimpulan ................................................................................ 55
B. Saran-Saran ................................................................................ 56
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 57
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Nama Mufasir Indonesia Berdasarkan Tahun .................... 30
Tabel 3.2 : Allah sebagai Penjaga dalam Al-Qur’an ............................ 40
Tabel 3.3 : Allah sebagai Penjaga dalam Al-Qur’an ............................ 41
Tabel 3.4 : Allah sebagai Penjaga dalam Al-Qur’an ............................ 41
Tabel 4.1 : Q.S al-Hijr/15:9 Mufasir Indonesia terbagi Dua ................ 43
Tabel 4.2 : Q.S al-Maidah/5:44 Mufasir Indonesia terbagi Dua...........50
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jaminan pemeliharaan dan penjagaan al-Qur’an dari cacat dan
cela dan dari tangan-tangan usil yang mencoba mengurangi atau
mengubahnya, sehingga tidak seorang pun yang sanggup
menyelewengkan apalagi menghapusnya.1 Sebagaimana di dalam
firman Allah QS. al-Ḥijr/15: 9.
فظونح انا نحن ن حزالنحا الذ كرح وحانا لحه لح“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan
Sesungguhnya Kami benar benar memeliharanya” (Al- Hijr
15:9).2
Ayat di atas sering kali dijadikan dalil untuk menegaskan
keterjagaan, keotentikan dan memelihara al- Qur’an dari upaya
menambahkan, mengurangi, mengubah atau menggantinya, Allah
telah menjamin selama langit dan Bumi masih terbentang.3 Ayat ini
juga sering dijadikan perdebatan oleh para mufasir terutama di
dalam memaknai “ḥāfiẓūn” yaitu pemeliharaan al-Qur’an. Seiring
berkembangnya ilmu tafsir ada perluasan makna dalam “ḥāfiẓūn”
yang tadinya hanya Allah saja yang menjaga dan memelihara al-
Qur’an sampai ada pihak lain selain Allah.
1 Lihat Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir al-Thabari, Jami’ul Bayan‘an
Ta’wil Qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), 30. 2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid V (Jakarta, tahun
2006), 355. 3 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an, Vol. 7, cet I (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 95.
2
Dalam disertasi Eva Nugraha,4 ada beberapa mufasir yang
menerangkan dan menjelaskan awal mula pembentukan sistem
“ḥāfiẓūn” atau penjagaan al-Qur’an serta perkembangan makna nya
dari abad pertama sampai abad ke 15. Awal mula dari hanya Allah
yang menjaga al-Qur’an, ini berada pada abad petama, kemudian
abad pertengahan mulailah perluasan makna “ḥāfiẓūn” yaitu
keterjagaan al-Qur’an melibatkan pihak lain selain Allah, dan
kemudian diperkuat sampai abad 14, sehingga berkesimpulan
berdasarkan perluasan makna dari mufasir abad 15 bahwa
keterjagaan al-Qur’an telah melibatkan banyak pihak.5 Temuan-
temuan Eva Nugraha, penafsiran di abad 14 adanya keterlibatan
banyak pihak, tidak semata mata Allah, kemudian apakah
mempengaruhi penafsiran di abad 15 Hijriah.
Ditemukan dalam tafsir Indonesia yakni H. Zainuddin Hamidy
dan Fachruddin Hs, dalam tafsirnya bahwa ḥāfiẓūn ialah Kami
penjagaNya, disebutkan juga bahwa Tuhan berjanji akan menjaga
kitab suci al-Qur'an ini dari perubahan sehingga al-Qur’an sampai
sekarang masih tetap dalam keasliannya, biarpun telah melalui masa
yang lebih dari tiga belas abad, satu bukti juga dari kebenaran al-
Qur'an,6 beliau yang bermetode ijmāli.
M Quraish Shihab yang menggunakan metode tahlīlī
berpandangan sebaliknya, memaknai ḥāfiẓūn ialah hanya Allah
4 Eva Nugraha, “Diseminasi, Komodifikasi dan Sakralitas Kitab Suci; Studi
Kasus Usaha Penerbitan Mushaf al-Quran di Indonesia Kontemporer” (Disertasi
S3., Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2018), (versi ujian promosi) 5 Eva Nugraha, “Diseminasi, Komodifikasi dan Sakralitas Kitab Suci,” 153. 6 Zainuddin Hamidy, Fachruddin Hs. Tafsir Qur’ān:Naskah asli Terjemah-
Keterangan, cetakan keenam (Jakarta, wijaya 1973), 364.
3
semata. Lantas bagaimana dengan mufasir Indonesia yang lainnya
yang muncul di abad 15 Hijriah dengan memaknai “ḥāfiẓūn” atau
penjagaan al-Qur’an tersebut.
Al-Qur’an sepanjang abad menurut kaum muslim merupakan
kalam Allah, sehingga dari generasi ke generasi, umat islam
melakukan usaha untuk memahami kandungan al-Qur’an dan
menerapkan kembali dalam berbagai tafsir,7 Indonesia merupakan
mayoritas muslim dan negara muslim terbesar di dunia, pastinya
mempunyai korelasi signifikan dalam kebutuhan dan memahami isi
al-Qur’an. Perkembangan penafsiran al-Qura’an di Indonesia
cendrung berbeda dengan yang terjadi di negara Arab karena
perbedaan latar belakang budaya dan bahasa.8 Masyarakat
Indonesia harus mempunyai pikiran bahwa ada gunanya
memelihara ayat-ayat al-Qur’an bagi generasi mendatang, sudah
saatnya sekarang untuk melakukan kritik teks terhadap al-Qur’an
sebagaimana telah kita lakukan terhadap kitab-kitab sebelumnya.9
oleh karena itu penulis ingin mengkaji bagaimana pandangan para
mufassir Indonesia menyikapi keterjagaan al-Quran tersebut, dan
sudah tentu merujuk pada mufasir Indonesia yang sering dijadikan
rujukan dan selalu mewarnai keilmuannya dibidang tafsir.
Pertanyaannya adalah apakah mufasir Indonesia memaknai
“ḥāfiẓūn” atau Penjagaan al-Qur’an ini disimpulkan dengan
penjagaan al-Qur’an hanya Allah semata atau ada keterlibatan dari
7 Taufiqurarahman, Kajian Tafsir Al-Qur’an. Mutawattir: Jurnal keilmuan
Tafsir hadis”: Institut Agama Islam Al-Amin Prenduan Sumenep, Vol. 2, No.1
(Madura, juni 2012), 1. 8 Taufiqurarahman, “Kajian Tafsir Al-Qur’an, 2. 9 Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al-Qur’an dalam Tafsir al-
Misbah (Jakarta: Amzah, 2015), 81.
4
pihak-pihak lain, di sini penulis perlu membahas lebih dalam
tentang penjagaan al-Qur’an.
Selain itu kajian dan pembahasan tentang mufasir Indonesia
dalam belakangan ini hanya membahas dan mengkaji pada ayat-
ayat terkait hukum, metodologi, toleransi, tawasul, Pendidikan,
persoalan rumah tangga dan yang lainya menurut mufasir
Indonesia, dan mereka tidak membahas penjagaan al-Qur’an,
sehingga menemukan adanya ruang antara bagaimana mufasir
Indonesia menafsirkan penjagaan al-Qur’an yang mayoritas lahir di
abad 14 hijriah, dan kajian tentang penjagaan al-Qur’an pun
cendrung membahas lebih kepada penjagaan al-Qur’an dari bentuk
penghafalan qur’an. Terlebih di dalam disertasi Eva Nugraha tidak
mempokuskan penelitiannya kepada permasalahan tersebut,
dikarenakan hanya untuk melengkapi kajian atas tema besar
penelitiannya saja, dan penulis pun hanya mempokuskan kepada
mufasir Indonesia yang belum dibahas terkait penjagaan al-Qur’an,
sehingga penulis beranggapan bahwa adanya penelitian penjagaan
al-Qur’an ini penting untuk dibahas lebih lanjut menurut mufasir
Indonesia secara mendalam dan terperinci.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis
menemukan beberapa masalah yang dapat diajukan bahan untuk
penelitian ialah sebagai berikut:
5
a. Beberapa mufasir di abad pertama hingga abad ke 14 H ada
nya perluasan makna dalam menafsirkan QS. al-Hijr/15:9
dalam memahami “ḥāfiẓūn” atau penjagaan dan
pemeliharaan al-Qur’an.
b. Bahwa ada perbedaan makna mufasir Indonesia yang
bermetode ijmāli dan tahlīlī dalam memaknai “ḥāfiẓūn”.
c. Mufasir Indonesia kebanyakan lahir di abad ke 14 maka
bagaimana mereka menafsirkan dan berpendapat terhadap
makna “ḥāfiẓūn” menurut mufasir indonesia
d. Mufasir Indonesia terdapat 14 mufasir di antaranya, Tarjum
Al-Mustafid: Abdul Rauf Sinkel, Tafsir Marah Labid:
Syeikh Nawawi Banten, Tafsir al-Qur’an Al-Karim:
Mahmud Yunus, Tafsir Raudhatul ‘Irfan: K.H. Ahmad
Sanusi, Tafsir Al-Furqan: A. Hasan, Tafsir Qur’an H.
zainuddin Hamidy dan Fachruddin HS, Tafsir Al-Ibriz, H.H.
Bisri Musthafa, Tafsir An-Nur: Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir
Al-Azhar: Buya Hamka, Al-Qur’an Al-Karim HB. Yassin,
Al-Qur’an dan Tafsirnya: Depag RI, Tafsir Rahmat Oemar
Bakry, Tafsir Fase, Tafsir Al-Misbah: M. Quraish Shihab.
M.A. 10
2. Pembatasan Masalah
Dengan identifikasi masalah, maka penulis membatasi
penelitian ini hanya pada mufasir Indonesia yang berbahasa
Indonesia dan dibatasi yang menafsirkan 30 surat, di antaranya
Tafsir Al-Qur’an Al-Karim karya Mahmud Yunus, Al-Furqon Tafsir
10 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Banten: Mazhab Ciputat, 2013),
xiv-xvi.
6
Al-Qur’an karya Ahmad Hasan, Tafsir Qur’an: Naskah asli-
Terjemah-Keterangan H. Zainuddin Hamidy, Fachruddin Hs. Tafsir
Nur karya Teungku Muhammad Hashbi Ash Shiddieqy, Tafsir Al
Azhar karya HAMKA, Al-Qur’an dan Tafsirnya Milik Departemen
Agama RI, Tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab menafsirkan
makna “ḥāfiẓūn” atau penjagaan al-Qur’an terkait QS. al-Hijr/15:9
3. Perumusan Masalah
Dengan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan
masalah yang menjadi fokus penelitian penulis adalah: bagaimana
mufasir Indonesia menafsirkan makna “ḥāfiẓūn” dalam QS. al-Ḥijr/
15:9 dengan proses penjagaan al-Qur’an?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas,
maka tujuan di lakukannya penelitian ini adalah:
1. Memaparkan hasil pembaca atas penafsiran mufasir
Indonesia dalam proses penjagaan al-Qur’an dalam QS. al-
Hijr/15:9.
2. Mengetahui pemahaman mufasir Indonesia terkait makna
“ḥāfiẓūn” dalam keterjagaan al-Qur’an
3. Memaparkan persamaan dan perbedaan dalam menafsirkan
QS. al-Hijr/15:9 dalam proses penjagaan al-Qur’an antara
mufasir Indonesai yang lahir di abad 15, sebagaimana Eva
nugraha menyimpulkan keterjagaan al-Qur’an.
7
D. Manfaat Penelitian
Fokus penelitian ini akan mengkaji lebih jauh pemahaman
mufasir Indonesia terhadap penjagaan al-Qur’an QS. al-Hijr/15:9.
Secara garis besar kegunaan penelitian ini adalah :
1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini untuk menambah dan melengkapi ataupun
menguatkan hasil di dalam penelitian sebelumnya yaitu Eva
Nugraha11 dan Ali Muharrom12 dalam mengkaji keterjagaan
al-Qur’an dalam QS. al-Hijr/15:9 terutama menurut mufasir
Indonesia dalam memaknai lafadz “ḥāfiẓūn”.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah sumbangan
pemikiran tantang keilmuan persoalan penjagaan al-Qur’an
dalam pemahaman mufasir Indonesia di Fakultas
Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
c. Memperluas pemahaman di bidang tafsir bagi mahasiswa
fakultas Ushuluddin
2. Secara Praktis
Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi tugas akhir
perkuliahan guna memperoleh gelar strata 1 dalam keilmuan
Fakultas Ushuluddin, khususnya program Ilmu al-Qur’an dan
Tafsir.
11 Di dalam disertasinya, Eva Nugraha menjelaskan pada system pada jual
beli mushaf al-Quran di Indunesia kontemporer, dan pada sub bab dalam
memaknai laḥāfiẓūn hanya sampai pada abad 14 lihat Eva Nugraha, “Diseminasi,
Komodifikasi dan Sakralitas Kitab Suci”. 12 Didalam skripsinya, Ali Muharrom menjelaskan konsep keterjagaan al-
Qur’an menurut al-Syaʻrāwī, lihat Ali Muharom, “Konsep Keterjagaan al-Qur’an
menurut al-Syaʻrāwī”.
8
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka menguraikan penelitian dan karya-karya tulis
lainnya yang dikerjakan atau diteliti oleh terdahulu, yang sesuai
atupun keterkaitan dengan apa yang akan diteliti oleh penulis, baik
kajian ataupun literatur tafsir yang terkait. Namun dari sisi kajian
terkait keterjagaan al-Qur’an penulis belum menemukan buku
ataupun penelitian yang membahas mufasir Indonesia dalam
menafsirkan makna penjagaan al-Qur’an. Penulis menemukan
beberapa buku ataupun penelitian terdahulu yang termasuk
berkaitan dengan pembahasan di antaranya:
Ali Muharom,13 Konsep Keterjagaan al-Qur’an menurut al-
Syaʻrāwī (kajian atas Makna “laḥāfiẓūn”), dalam penelitian ini ali
memaparkan sebuah konsep keterjagaan al-Qur’an merujuk pada
QS. al-Hijr/15:9 di dalam nya menerangkan bahwa di abad 15
masih terdapat mufasir yang memaknai “laḥāfiẓūn” atau penjagaan
al-Qur’an disimpulkan dengan hanya Allah lah yang menjaga dan
memelihara al-Qur’an hanya saja al-Syaʻrāwī mengategorikan
penghafal al-Qur’an dan yang menjaga lain nya tidak termasuk
dalam pihak yang menjaga al-Qur’an, karena pada dasarnya mereka
yang menghafal dan menjaga al-Qur’an tidak terlepas dari kehendak
Allah SWT.
13 Ali Muharom, Konsep Keterjagaan al-Qur’an menurut al-Syaʻrāwī
(kajian atas Makna laḥāfiẓūn), 60
9
Gugun Gunawan,14 Penasiran QS. al-Hijr/15:9 tentang
pemaknaan lafal Al-Żikr sebagai Al-Qur’an sebuah studi kritis di
dalamnya Gugun membahas beragam term Qur’an sehingga
ditemukan bahwa al-Qur’an yang dimaksud ialah, dengan demikian
bukan al-Qur’an yang dimaksud berupa tulisan dalam mushaf
ataupun bacaan melainkan Qur’an berupa ingatan atau hafalan
dalam hati ḥiffaz al-Qur’ān (al- żikr).
Faizah Ali Sybromalisi,15 urgensi lajnah pentashih al-Qur’an di
Indonesia, di dalamnya memaparkan urgensi mendirikan lajnah
pentashih al-Qur’an upaya pemeliharaan al-Qur’an. Walaupun pada
hakikatnya Allah SWT yang memelihara dan menjaga al-Qur’an
tapi umat muslim berkewajiban untuk terlibat di dalamnya,
sehingga pemerintah membangun lajnah pentasihan al-Qur’an
dalam upaya pemeliharaan al-Qur’an.
Sulaiman, Pemeliharaan Otentisitas al-Qur’an dan Relasinya
dengan QS. al-Ḥijr/15l:9 Perspektif Mufasir Klasik dan Modern,
menjelaskan tentang pemeliharaan autentisitas al-Qur’an sejak masa
Nabi sampai sekarang serta media pemeliharaannya. Dalam skripsi
ini juga dijelaskan tentang pendapat mufasir klasik dan modern atas
penafsiran QS. al-Hijr/15:9. Skripsi ini lebih menitik beratkan
permasalahan pada penafsiran lafal “ḥāfiẓūn” pada ayat tersebut.
Hal itu terlihat dari pembahasannya tentang pemeliharaan al-Quran
.14 Gugun Gunawan, “Penafsiran QS Al- Hijr 15:9 tentang pemaknaan lafal
Al-Żikr sebagai Al- Quran sebuah studi kritis” (Skripsi S1., Universitas Islam
Negeri Jakarta), 75. 15 Faizah Ali Sybromalisi, “urgensi lajnah pentashih al-Qur’an di
Indonesia” (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2011), 2.
10
dan media dalam memelihara al-Qur’an dari masa Nabi sampai saat
ini sehingga al-Qur’an terjaga dan terjamin keautentikkannya.
Muhamad Fajar Pramono,16 “Pola-pola pemeliharaan al-Qur’an
dalam tinjauan historis.” Dalam artikel ini, Fajar mencoba
mengungkapkan bagaimana pola-pola bentuk penjagaan Allah dari
masa ke masa Fajar menjelaskan ada tiga pola Allah SWT dalam
menjaga al-Qur’an, di antaranya kekuatan al-Qur’an sendiri
kemudian terdapat umat muslim yang menjaga al-Qur’an dan
terakhir jaminan Allah SWT sampai akhir jaman.
Anisah Indriati mengenai ragam tradisi penjagaan al Qur’an.17
Anisah menerangkan kajian kesucian al-Qur’an fenomenologi
budaya. dengan kajian living Qur’an. Kajian ini berupaya
mendalami bagaimana pesantren tersebut berinteraksi dengan al-
Quran. Sehingga nilai-nilai dasar al-Qur’an dapat diaplikasikan ke
dalan keseharian. Menurutnya ada beberapa pesantren al-Qur’an
yang memberikan kontribusi penting dalam mengembangkan
interaksi Muslim terhadap al-Qur‟an. Huffāẓ al-Qur’an Peranan
mereka dalam menciptakan ratusan atau bahkan ribuan penghafal
menjadi bukti eksistensi mereka dalam living Qur’an. Berbagai
variasi metode dan proses interaksi al-Qur’an dijalankan, sehingg
al-Qur’an menjadi sebuah entitas yang hidup di antara komunitas
Muslim, khususnya di kalangan pesantren.
16 Muhamad Fajar Pramono, “Pola-pola pemeliharaan al-Qur’an dalam
tinjauan historis” Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Agama Isy Karima (2017), 3. 17 Anisah Indriati, “Ragam Tradisi Penjagaan al-Qur’an di Pesantren: Studi
Living Quran di Pesantren Al-Munawwir Krapyak, An-Nur Ngrukem, dan Al-
Asy’ariyyah Kalibeber.” Jurnal al- Itqan, Volume 3, No. 1, (Januari – Juli 2017),
1.
11
Ahmad Kusaini,18 “Pemeliharaan kemurnian al-Qur’an” Skripsi
S1 Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya 1991, di dalamnya
dijelaskan tentang sejarah perkembangan penjagan kemurnian al-
Qur’an dari masa ke masa, dari masa Rasulullah SAW, krmudian
Abu Bakar, dan terakhir ada masa Usman sehingga al-Qur’an yang
dikaji, digunakan dan diperjualbelikan pada saat sekarang ini, terus
terjaga kemurnian dan keotentikannya sama seperti pada masa
Rasulullah SAW.
Kemudian penulis menemukan kajian ataupun buku yang
mengkaji tentang mufasir Indonesia di antanya ialah, Khamdatul
Aliyati.19 Dalam penelitian ini Aliyati membahas tentang
perbudakan pada masa Nabi SAW menurut mufasir Indonesia,
ditemukan oleh mufasir adanya relevansi dengan realita sekarang,
yang cendrung di era zaman sekarang masih ada perbudakan dengan
cara merampas hak hak orng lain ataupun individu, sehingga harus
kembali berpegang teguh pada al-Qur’an agar tidak ada lagi perjual
belian manusia, karena manusia mempunya hak hak hidup yang
normal dan di muka bumi ini tidak dibenarkan untuk memperburuk
orang lain, karena islam dari awal datang untuk menjadi islam yang
Rahmatan lil ’ālamīn.
Dan ditemukan Muhammad Abdul Rakhim.20 Di dalamnya
Rakhim membatasai Mufasir Indonesia di antaranya tafsir al-Azhar
karya Hamka, tafsir al-Mishbah karya M. Quraishy Shihab dan al-
18 Ahmad Kusaini “Pemeliharaan kemurnian al-Qur’an.” (Skripsi S1.,
Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya 1991), 1. 19 Khamdatul Aliyati, “Perbudakan Dalam Pandangan Mufasir indonesia”
(S1., UIN walisongo semarang 2015), 178. 20 Muhammad Abdul Rakhim, “Toletansi Antar Umat Beragama Dalam
Pandangan Mufasir Indonesia.” (S1., UIN walisongo semarang, 2015), 67.
12
Qur’an dan tafsirnya karya Depag RI dan mufasir Indonesia
berkesimpulan bahwa kata toleransi secara eksplisit tidak ditemukan
dalam al-Qur’an namun banyak penafsiran yang terkait dengannya,
di antaranya sikap saling menghargai dan yang lainnya, Al-qur’an
menyinggung secara nyata term-term tersebut, disimpulkan kedalam
term mufasir bahwa toleransi antar umat, suku dan bangsa itu harus
dijalankan, dan sekripi ini terdapat table yang di dalamnya berisi
tentang pendapat para tokoh mufasir beseta kesimpulannya, lebih
lengkap bias dilihat pada skripsi Rakhim 21
Kemudian penulis menemukan buku, Nashrudin Baidan.22
“Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesai.” Di dalamnya
diterangkan tentang tafsir al-Qur’an di Indonesia dari priode klasik,
priode pertengahan dan priode modern dan buku ini mengkaji
metodologi tafsir, corak dan sejarah perkembangan tafsir al-Qur’an
di Indonesia sejak dari lahir tumbuh dan berkembang sampai
sekarang yang ada di Indonesia, di dalamnya pun mufasir
mengungkapkan pemahaman pemahana tentang ayat-ayat al-Qur’an
untuk menuntun umat ke jalan yang pemikiran yang lebih tanggap
dan maju. Nabi Muhammad SAW, memerintahkan umatnya untuk
mengajari anak-anak berenang, memanah. Maka dari itu tentu dapat
memaknai perintah ini dengan suatu penafsiran yang lebih luas dan
sesuai di dalam kondisi zaman.
21 Muhammad Abdul Rakhim, “Toletansi Antar Umat Beragama Dalam
Pandangan Mufasir Indonesia.” (S1., UIN walisongo semarang 2015), 69. 22 Nashrudin Baidan. “Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesai.” (PT
Tiga Pustaka Mandiri Solo, 2003), 2.
13
F. Metodologi
Metodologi dalam sebuah karya ilmiah sangat mutlak
digunakan untuk landasan dalam melakukan penelitian, oleh
karenanya skripsi ini disusun menggunakan metodologi sebagai
berikut
1. Jenis Penelitian
Agar penelitian ini terarah dan hasil optimal, maka penulis akan
menggunakan penelitian ini yang bersifat kajian pustaka (library
research), penelitian ini mengumpulkan data informasi dan bantuan
dengan macam-macam material yang terdapat di ruang
perpustakaan, seperti: buku-buku, majalah, dokumen, catatan, dan
kisah-kisah sejarah dan lain-lain,23 karena penelitian ini
kepustakaan dan berupa tafsir al-Qur’an maka jenis penelitiannya
kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar
ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan
dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada
(Denzin dan Licoln 1987)24
2. Sumber Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini diambil dari beberapa
sumber sebagai berikut:
23 Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, cet. 9, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2007), 28. 24 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi, cet. 26
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 5.
14
a. Data primer, data yang diperoleh dari sumber dasar yaitu
tafsir al-Qur’an karya mufasir Indonesia seperti Tafsir Al
Qur’an Al Karim karya Mahmud Yunus, Al Furqon Tafsir
Al-Qur’an karya Ahmad Hasan, Tafsir Nur karya Teungku
Muhammad Hashbi Ash Shiddieqy, Tafsir Al Azhar karya
HAMKA serta Tafsir Al Misbah karya Quraish Shihab Al-
Qur’an dan Tafsirnya Milik Departemen Agama RI. Karya
karya ilmiah lain yang membahas tentang keterjagaan al-
Qur’an. Data dalam penelitian ini dibatasi pada ketujuh
kitab tafsir tersebut karena menurut penulis, kitab-kitab
tersebut dapat mewakili dari beberapa kitab tafsir yang lain
dengan pemikiran-pemikiran para mufasirnya.
b. Data sekunder, data yang diperoleh dari buku-buku sejarah,
jurnal, surat kabar atau laporan peneliti terdahulu.
3. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini adalah penelitian literature, maka metode yang
digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah telaah
dokumentasi.25 Yang mana proses pengumpulan data dilakukan
melalui dokumen-dokumen dari sumber primer dan sekunder yang
berkaitan dengan judul penelitian ini yang telah penulis sebutkan di
atas.
Setelah data terkumpul, proses selanjutnya adalah analisis data.
Penulis menganalisa dengan menggunakan Qualitative Conten
Analysis (Kajian isi dokumen secara kualitatif). Dalam penelitian
ini analisis isi data diperlukan untuk mengkategori dan
25 Suharsimi Arikunto, prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
(Rineka Cipta, Jakarta 1998), 149.
15
mengklasifikasikan terhadap ayat-ayat dan penafsiran mufassir
indonesia, sehingga dapat dipetakan satu tema tertentu yaitu
keterjagaan al-Qur’an.
Penulis juga menggunakan pendekatan deskriptif analitik, yaitu
menggambarkan data selengkap-lengkapnya dan kemudian disertai
analisis antar satu variable dengan variable yang lain, metode
perbandingan juga diterapakan guna menganalisis adanya kesamaan
atau perbedaan penafsiran antar para mufassir yang kitab tafsirnya
diteliti.
4. Teknis Penulisan
Penulisan skripsi ini berpedoman kepada surat keputusan rektor
nomer 507 tentang penulisan karya ilmiah tahun 2017, dan buku
pedoman akademik program strata 1 terbitan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2013, trfansliterasi berpedoman kepada
(SKB) dua mentri Nomer.138 tahun 1987.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudan dah mendapatkan gambaran hasil yang
meruntut sistematis, maka dalam skripsi ini penulis membaginya
menjadi lima bab, masing- masing terdiri dari uraian yang saling
keterkaitan, agar mengetahui penelitian Ini kemana arah dan
tujuannya.
Bab I merupakan pendahuluan Pada bab ini akan dikemukakan
tentang judul skripsi, latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan
16
skripsi, dan fungsi kedudukan bab ini ialah menguraikan
permasalahan yang harus penulis teliti
Bab II pada bab ini penulis akan menyambungkan latar
permasalahan pada bab I ialah mengemukakan penjelasan
keterjagaan al-Qur’an secara umum, yaitu meliputi pengertian
ḥāfiẓūn keterjagaan al-Qur’an. makna ḥāfiẓūn dalam al-Qur’an,
sejarah mepeliharaan al-Qur’an dan bentuk pemeliharaan secara
Umum
Bab III agar dapat terarah penulis memaparkan biografi singkat
mufasir Indonesia serta mengklasifikasi term penjagaan dan
pemeliharaan dalam al-Qur’an, agar meneruskan kerangka teori
pada bab sebelumnya
Bab IV adalah argumen penjagaan al-Qur’an, yang merupakan
hasil analisis penulis berdasarkan pendekatan kualitatif berupa
telaah atas makna penjagaan al-Qur‟an menurut mufasir Indonesia
bab ini meliputi pemetaan mufasir atas penafsiran yang berbeda
ataupun yang sama.
Bab V di dalam nya berisi tentang kesimpulan atas penulis teliti
dari bab IV dan untuk menjawab dari rumusan masalah yang ada di
bab I atau di dalam rumusan masalah.
17
BAB II
GAMBARAN UMUM PENJAGAAN AL-QUR’AN DAN
KLASIFIKASI AYAT PENJAGAAN
Pada bab ini penulis akan menjelaskan secara umum penjagaan al-
Qur‟an di antaranya meliputi pengertian ḥāfizūn, argumen penjagaan
al-Qur‟an, sejarah penjagaan al-Qur‟an dari masa ke masa dan
beberapa pendapat para mufasir.
A. Pengertian dan Argumen Penjagaan Al-Qur’an
1. Pengertian Umum Penjagaan Al-Qur’an
Penjagaan al-Qur‟an terdiri dari dua kata, yaitu penjagaan dan al-
Qur‟an. Penjagaan sendiri berasal dari kata jaga yang berarti berkawal
atau bertugas menjaga, yang diberi imbuhan pe-dan-an yang berarti
proses, pemeliharaan, dan pengawasan.1
Adapun definisi Al-Qur'an secara istilah yang disepakati oleh ulama
ushul fikih dan bahasa, yaitu:
الن ل ع ل ز ن م ل ا ز ج ع م ال الم الك ى ب الل ل ،ف اح ص م ال ف ب و ت ك م ال م ل س و ه ي ل ع ىر ات و الت ب ع ن ه ل و ق ن م ل ا
ه ت و ال ت ب د ب ع ت ،ال
Firman (Allah) yang merupakan mu‟jizat, yang diturunkan kepada
Nabi (Muhammad), dituliskan di dalam mushaf, diriwayatkan
secara mutawatir, dan membacanya bernilai ibadah.2
Dalam bahasa Arab, term penjagan dan pemeliharaan al-Qur‟an ini
diambil dari diksi potongan ayat al-Qur‟an “Laḥāfiẓūn” yang berasal dari
kata ḥafiẓa yaḥfaẓu ḥifẓan ḥāfiẓūn merupakan kata bahasa arab yang
1Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, “Kamus Besar Bahasa
Indonesia” Daring: jaga, dalam https://kbbi.web.id/jaga. Diakses pada 20 Oktober
2019 pukul 07.30. 2 Subhi As-Shalih, Mabahits fii Ulum Al-Qur‟an, cet. 4 (Beirut: Daar Al-Ilm
li Al-Malaayiin, 2000), 21.
18
berakar dari huruf (ha-fa-za), artinya memelihara sesuatu dan dimaknai
pula sebagai kebalikan dari lupa.3 Dengan definisi ini, penjagaan al-
Qur‟an ialah segala proses dan cara yang dilakunan untuk penjagaan
dan pemeliharaan kitab suci al-Qur‟an, dikhususkan untuk kalam allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
2. Pemaknaan dan Argumen Para Mufasir Klasik atas Penjagaan
al-Qur’an
Al-Qur‟an merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh
Allah, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara. “Innā nahnu nazzalnā
al- ẓikra wa innā lahū laḥāfiẓūn”. Sesungguhnya Kami yang
menurunkan al-Qur‟an dan Kami-lah yang memeliharanya.4 Ayat ini
merupakan jaminan pemeliharaan dari cacat dan cela, dan dari tangan-
tangan usil yang mencoba untuk mengurangi atau mengubahnya,
sehingga tidak ada seorangpun yang sanggup menyelewengkan dan
menambahkan apalagi menghapusnya. Menurut Hamka karena Allah
yang menurunkannya dan Allah pula yang akan menjaganya. Tidak ada
satu kekuatan pun yang akan sanggup menghambat.5
Demikianlah Allah menjamin keotentikan al-Qur‟an atas dasar
kemahakuasaan dan kemahatahuanNya, serta berkat upaya- upaya yang
dilakukan oleh makhluk-makhlukNya, terutama oleh manusia. Dengan
jaminan ayat di atas, setiap muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan
didengarnya sebagai al-Qur‟an tidak berbeda sedikit pun dengan apa
3 Eva Nugraha, “Diseminasi, Komodifikasi dan Sakralitas Kitab Suci; Studi
Kasus Usaha Penerbitan Mushaf al-Quran di Indonesia Kontemporer” (Disertasi S3.,
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018),
165. 4 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat (Mizan Pustaka, 2007), 21. 5 Hamka, Tafsīr al-Azhār (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), 175.
19
yang pernah dibaca Rasulullah dan yang didengar serta dibaca oleh
para sahabat Nabi SAW.6
Merujuk pada Q.S al-Ḥijr/ 15:9, ayat ini dengan tegas menyatakan
bahwa al-Qur‟an berasal dari Allah berikut dengan komitmenNya
untuk menjaga dari berbagai perubahan baik pengurangan ataupun
penambahan isinya.7
Sebagaimana penjelasan di awal, term keterjagaan ini diambil dari
kata Ḥāfiẓūn pada potongan ayat Q.S al-Hijr/ 15:9 Innā naḥnu nazzalnā
al-dhikr wa innā lahu laḥāfizūn. Pertanyaannya kemudian adalah: siapa
dan bagaimana proses penjagaan al- Qur‟an tersebut dilakukan?. Pada
bab ini penulis akan memaparkan beberapa pendapat tentang penjagaan
al-Qur‟an.
Pangkal perdebatan para ulama awal dalam menafsirkan Q.S al-
Hijr/ 15:9 ini, ada pada ḍamīr ha kata lahu. al-Tabāri mengemukakan
sejumlah pendapat yang kemudian pendapat al-Tabāri ini dipakai pula
oleh sejumlah mufasir abad ketiga dan keempat Hijriah seperti al-
Ṣan‟ānī (w. 211 H), al-Juzzāz (w. 311 H), dan Ibn Abī Ḥātim (w. 327
H) mengenai siapa yang berbeda tersebut.
Pertama, pendapat Mujahid, ḍamir ha dimaknai „indanā, (pada
kami). Kedua, riwayat Sa‟īd dan Qatādah, ḍāmir ha kembali ke al-Żikr.
Ia menyatakan kaitan antara ayat laḥāfizūn dengan ayat Lā ya‟itīhi al-
bāṭil yang merujuk ke iblīs, sehingga Iblis tidak mungkin untuk
menambahkan di dalamnya sesuatu yang batil, dan benar-benar tidak
akan bisa mengurangi apa pun karena Allah-lah yang menjaga al-
6 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat (Mizan Pustaka, 2007), 21. 7 Eva Nugraha, “Diseminasi, Komodifikasi dan Sakralitas Kitab Suci,” 163.
20
Qur‟an dari kemungkinan terjadinya peristiwa tersebut. Ketiga, Masih
pendapat Qatādah, hanya saja riwayatnya berasal dari Ma‟mar. Bahwa
Allah-lah yang menjaganya dari upaya setan untuk menambahkan
sesuatu di dalamnya secara batil, begitu pula upayanya untuk
mengurangi sesuatu darinya. Keempat, ḍāmir hu kembali pada al-Żikr
yang bermakna Żikr Muhammad (ingatan Nabi Muhammad), atas
dasar sebuah riwayat “Wainnā liMuḥammadin ḥāfiẓūna mimman
arādahu bisū‟in min a‟dāihi,” hanya saja al-Tabāri tidak menjelaskan
siapa yang mengungkapkan riwayat tersebut.8
Abū Manṣūr al-Māturīdī, mufasir pertengahan abad ke empat,
menjadi awal perkembangan pendapat bahwa yang tadinya
hanya Iblis kini siapapun memiliki potensi menjadi subyek dari
pengurangan dan penambahan pada al-Qur‟an.9 Maka dari itu, hal ini
juga berpengaruh besar pada kesimpulan siapa dan bagaimana bentuk
penjagaan al-Qur‟an selanjutnya.
Pada abad ke enam, Ibn „Atiyyah (w. 542 H) menyebutkan bahwa
“laḥāfiẓūn bi ikhtizānihi fī ṣudūr al-rijāl,” lebih lanjut Ia menyatakan:
“Ay huwa maḥfūẓun fi al-qulūb.” Jika ditarik kesimpulan, para mufasir
pada abad ini mulai memiliki pendapat baru bahwa para penghafal al-
Qur‟an dan mereka yang telah mengumpulkan al-Qur‟an adalah pihak-
pihak yang terlibat dalam penjagaan al- Qur‟an.10
begitu pula dengan
Al-Rāzī yang mulai memasukkan peran sahabat yang melakukan
jam‟al-Qur‟ān adalah bagian dari para penjaga al-Qur‟an. Kemudian
Al-Qurṭūbī juga memasukkan keberadaan mushaf „Usmān sebagai
8 Eva Nugraha, Diseminasi Komodifikasi dan Sakralitas Kitab Suci, 164.
9 Muḥammad Ibn Muḥammad Ibn Maḥmūd, Abū Manṣūr al-Māturīdī (w.333
H), Tafsīr al- Māturīdī –Ta‟wīlāt ahl al-Sunnah, Juz 6, Cet I (Bayrūt Lubnān: Dār al-
Kutub al-„Alamiah, 1426 H/2005 M), 424 10
Eva Nugraha, “Diseminasi Komodifikasi dan Sakralitas Kitab Suci”, 165.
21
bagian dari pola penjagaan. Namun di sisi lain, al-Zamakhshārī (w. 538
H) juga menambahkan istilah tabdīl dan taghyīr bersamaan dengan
ziyādah dan nuqṣān sebagai potensi yang akan lahir dari subyek yang
baru. Penjelasan mengenai penggunaan ḍamīr dalam uslūb Qur‟ani,
Menurut al- Sya‟rāwī, Allah menunjuk diriNya pada teks al-Qur‟an
dengan tiga pola.11
Pertama, dia hadir dengan ḍamīr mutakallim yang
bermakna Nahnu (bentuk jamak atau dalam istilah ilmu nahwu dikenal
sebagai mutakallim ma‟a al-ghaīr) yaitu Innā. Hanya saja dalam
pandangan al-Sya‟rāwῑ mutakallim ma‟a al-ghaīr di sini tidak bisa
dimaknai jamak ataupun “Allah dengan yang lainnya”, melainkan ia
lebih menegaskan bahwa itu untuk menunjukkan keagungan Allah.
Maka ia menyebut Nūn di sana sebagai Nūn Udzmah
B. Sejarah Ringkas Penjagaan al-Qur’an
1. Penjagaan al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW
Pada masa Nabi Muhammad SAW, penjagaan dan pemeliharaan al-
Qur‟an dilakukan dengan dua cara pertama: Dengan cara menghafal
dan meriwayatkannya depada yang lain dan kedua: dengan cara
menulis dan menghafalnya, kemudian mendokumentasikannya di
dalam kertas-kertas.
a. Penjagaan dan pemeliharaan al-Qur‟an dengan Hafalan
Untuk menghafal dan mengingat wahyu yang diturunkan
kepadanya, Allah telah memberikan petunjuk sebagaimana dalam
firmannya Q.S al-Qamar/54: 32.
مد ك ر و ل ق د ر ف ه ل م ن ل لذك ي س ر ن اال ق ر ان
11
Muḥammad Mutawalli al-Sya‟rāwī, Tafsīr al-Sya‟rāwī, Juz I, 559. Lihat
pula Ali Muharom, Konsep Keterjagaan al-Qur‟an, 43.
22
“Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk peringatan,
maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran.”12
Dengan bimbingan Allah, beliau menjadi kuat hafalannya dan
diperintahkan untuk mengajarkan al-Qur‟an kepada umatnya.
Rosulullah selama menerima al-Qur‟an tidak sekaligus tetapi
berangsur-angsur Selama kurang lebih 23 tahun. Hal ini adalah untuk
menguatkan hati Rosulullalh. Karena sebagian ayat-ayat yang
diturunkan berdasarkan kejadian dan kebutuhan.13
Begitu selesai
menerima wahyu beliau menyuruh para sahabat untuk menghafal dan
mempelajari dengan sungguh-sungguh.
Asy-syatibi mengatakan: sejak masa diturunkan hingga seterusnya,
al-Qur‟an senantiasa dihafal oleh para sahabat, mereka terus menerus
mentashihkan hafalannya, tajwid dan cara qira‟atnya. Sehingga mereka
menjadi para penghafal al-Qur‟an14
.
b. Penjagaan dan pemeliharaan al-Qur‟an dengan tulisan
Rasulullah secara rutin memanggil para penulis untuk menuliskan
wahyu yang disampaikan lewat malaikat jibril, terdeteksi tidak kurang
dari enam puluh lima orang sahabat yang bertindak sebagai penulis
wahyu.15
Rasulullah bersabda:
12
Kementerian Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Jakarta, tahun
2006) 33. 13
Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur'an, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1993), cet. Ke 4, 53. 14
Hasbi Ash-Shiddieqi, Sejarah dan Pengantar ilmu Al-Qur‟an/Tafsir
(Jakarta: penerbit Bulan Bintang, 1980), 85-89. 15
M. Musthafa Al-A‟zami, Sejarah Teks al-Qur‟an dari wahyu sampai
Kompilasi, terj. Sohirin Solihin, dkk (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 72. Adapun
sahabat yang mengumpulkan al-Qur‟an, setidaknya hanya empat sampai enam orang
saja. Di antaranya Mu‟adz bin Jabal, Zaid bin Sabit, Ubay bin Ka‟ab, Abu Ayyub al-
Ansari, Abu Zaid. Lihat pemaparan riwayat dalam Rasul Ja‟fariyan, Menolak Isu
Perubahan al-Qur‟an, terj. Abdurrahman (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1991), 23.
23
Tulislah (ucapanku Demi Tuhan) yang mana jiwaku berada dalam
genggaman-Nya, tidaklah keluar darinya (lisan Rasulullah) kecuali
kebenaran.16
Nabi Muhammad SAW memerintahkan para sahabat untuk menulis
dengan sangat hati-hati agar tidak terjadi kesalahan dan kekeliruan,
diantaranya alat tulis menulis yang digunakan adalah kulit binatang,
pelepah kurma, kepingan-kepingan tulang, kayu yang diletakkan di
punggung onta dan bebatuan.17 Penulisan wahyu yang dilakukan pada
masa Nabi saw pada dasarnya didorong oleh beberpa faktor utama
berikut:18
1. untuk membukukan hafalan Nabi saw dan para sahabatnya agar
senantiasa terjaga dan terpelihara
2. untuk mempresentasikan wahyu kepada umat agar lebih
sempurna
3. untuk menghindari hilangnya ayat al-Qur‟an dari memori
hafalan para sahabat.
Setelah proses turunnya wahyu berakhir dengan wafatnya Nabi,
maka dilanjurkan kepada Khulafā al-Rāsyidīn sesuai dengan janji Allah
yang benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya. Adapun
pengumpulan al-Qur‟an di masa Nabi ini dinamakan penghafalan
(ḥifẓan) dan pembukuan (kitābatan) pertama.19
2. Penjagaan al-Qur’an pada masa Abū Bakr al-Ṣiddīq
16
Abu Dawud As-Sijistani, Sunan Abi Dawud, Beirut: Al-Maktabat Al-
Ashriyah, vol. 3, 318. 17
Tim Forum karya Ilmiah RADEN (Refleksi Anak Muda Pesantren), Purna
Siswa 2011 MHM Lirboyo Kota Kediri, (ed). Abu Hafsin, al-Qur‟an Kita: Studi
Ilmu, Sejarah dan Tafsir Kalamullah, cet. 3 (Kediri: Lirboyo Press, 2013), 46. 18
Rosihon Anwar, Ulumul Qur‟an, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 40. 19
Mannā‟ Khalīl al-Qaṭṭān, Pengantar Studi Ilmu al-Qur‟an, terj. Aunur Rafiq
El-Mazni, cet. 6 (Jakarta: Putaka al-Kautsar, 2011), 158.
24
Setelah Rasulullah wafat, penjagaan al-Qur‟an dilanjutkan khalifah
Abu bakar, pada masa kekhalifahan nya terjadilah peperangan di
antaranya yang paling terkenal perang yamāmah pada tahun 12 H yang
melibatkan sebagian besar sahabat penghafal al-Qur‟an. Tentara Islam
yang ikut terdiri dari para sahabat yang kebanyakan hafal Al Qur'an,
mereka yang gugur dalam medan pertempuran sebanyak 70 syuhada',20
bahkan dalam suatu riwayat disebutkan sekitar 500 orang.21
Oleh karena itu Umar bin Khattab khawatir dengan para huffadz
berguguran di medan perang tersebut. Kemudian umar mengusulkan
agar pembukuan al-Qur‟an dilakukan mengingat khawatiran kepada al-
Quran jika mengandalkan hafalan semata, kebijakan umar dalan hal ini
semakin memperjelas kedudukan sebagi sahabat sekaligus penasehat
Abū Bakar.22
Dalam menanggapi usulan umar dengang ragu-ragu
akhirnya Abū Bakar menyetujui dan menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai
ketua tim kodifikasi al-Qur‟an, kemudian ditugakan untuk menulis
dalam kurun waktu satu tahun sejak selesai perang Yamāmah Zaid
lebih selektif dan hati-hati. Artinya tidak semua setoran dari para
sahabat diterima begitu saja dengan tangan terbuka, melainkan harus
disertai sumber tertulis dan saksi (setidaknya dua saksi).23
20
Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemahnya, 22. 21
Muhammad Quraish Shihab, et. al, Sejarah & Ulūm al-Qur‟an, cet. 4
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), 28. 22
Lihat: Eva Nugraha, Kebijakan „Usmān Atas Kompilasi al-Qur‟an..., 13. 23
Menurut Ibn Hajar, yang dimaksud dengan pengertian dua saksi (syāhidain),
tidak harus keduanya dalam bentuk hafalan atau keduanya dalam bentuk tulisan.
Seorang sahabat yang membawa ayat tertentu dapat diterima bila ayat yang
dibawanya didukung oleh dua hafalan atau tulisan sahabat lainnya. Demikian juga,
suatu hafalan ayat tertentu yang dibawa oleh seorang sahabat akan dapat diterima bila
dikuatkan oleh dua catatan dan atau hafalan sahabat lainnya. Adapun pemahaman ini
berbeda dengan yang diusulkan as-Sakhawi (w.643 H), yang memandang bahwa
syāhidain di sini artinya adalah catatan sahabat tertentu mengenai ayat tertentu. Ayat
tertentu yang disodorkan sahabat sudah dapat diterima jika memiliki dua saksi yang
25
Adapun pembukuan al-Qur‟an masa Abū Bakr ini disebut sebagai
pembukuan al-Qur‟an kedua setelah masa Rasulullah.24
dan sebagian
karakterisrik penulisan al-Qur‟an pada masa Abū Bakar yaitu mushaf
ini telah menghimpun semua ayat al-Qur‟an dengan cara yang sangat
teliti, ayat dan surah telah tersusun menurut susunan yang sebenarnya
seperti yang diwahyukan Allah kepada Nabi SAW.
Pada masa Umar tidak ada upaya kodifikasi al-Qur‟an sebagaimana
pada masa Abū Bakr. Pada masa ini hanya dilakukan penjagaan, karena
al-Qur‟an sudah tersebar ke berbagai wilayah. Sehingga al-Qur‟an
masa ini mengalami stagnasi, artinya tidak ada pembaruan apapun, baik
pengkodifikasian atau penggantian tulisan.
3. Penjagaan Al- Qur’an pada masa ‘Uṡmān bin ‘Affān
Di masa khaliahan Utsman bin Affan ra, pemerintahan Islam telah
sampai hingga Armenia dan Azerbaijan di sebelah timur dan Tripoli di
sebelah barat. Maka dengan itu. Ketika terjadi perang Armenia dan
Azarbaijan dengan penduduk Iraq, diantara orang yang ikut menyerbu
kedua tempat itu ialah Huzaifah bin al-Yaman. Ia melihat banyak sekali
perbedaan dalam cara-cara mereka membaca al-Qur‟an. Sebagian
bacaan itu bercampur dengan kesalahan, namun masing-masing dari
mereka mempertahankan bacaannya dan bahkan saling mengkafirkan.
Dari peristiwa inilah kemudian Abu Al-Aswad Ad-Du‟ali
berinisiatif dan memohon kepada „Uṡmān untuk menyalin kembali al-
Qur‟an, tepatnya akhir tahun ke-24 H dan awal ke-25 H dengan
menunjuk 12 orang termasuk Zaid bin Tsabit (sebagai ketua), Abdullah
menegaskan bahwa catatan tersebut memang ditulis dihadapan Nabi. Lihat al-Suyuti,
al-Itqān fi Ulum Al-Qur‟ān, jilid 1, (Bairut: Dar Al-fikr), 60. 24
Mannā‟ Khalīl al-Qaṭṭān, Pengantar Studi Ilmu al-Qur‟an, terj. Aunur Rafiq
El-Mazni, cet. 6 (Jakarta: Putaka al-Kautsar, 2011), 162.
26
bin Zubair, Said ibn al-Ash dan Abdurrahman ibn al-Harits ibn
Hisyam.25
Kodifikasi ini dilakukan sebagaimana pada masa Abu Bakar.
Akan tetapi kodifikasi al-Qur‟an pada masa „Uṡmān bukan
karena keberadaan al-Qur‟an yang masih tercecer, melainkan menyalin
mushaf dalam rangka untuk menyeragamkan bacaan. Upaya ini diawali
dengan menyalin mushaf Abu Bakar yang dijaga oleh Hafshah ke
dalam beberapa mushaf.26
Sebelum tim kodifikasi bekerja sesuai
tugasnya masing-masing, „Uṡmān memberikan pengarahan kepada tim
agar:
a. Berpedoman kepada bacaan mereka yang hafal al-Qur‟an
dengan baik dan benar.
b. Bila ada perbedaan pendapat tentang bacaan yang digunakan,
maka haruslah dituliskan menurut dialek Quraisy, sebab al-
Qur‟an diturunkan menurut dialek mereka.
Setelah penyalinan al-Qur‟an selesai dikerjakan, maka lembaran-
lembaran al-Qur‟an yang dipinjam dari Hafshah dikembalikan
kepadanya. Adapun al-Qur‟an yang telah dibukukan itu dinamai “al-
Mushaf ”. Dari penggandaan tersebut, mushaf di gandakan sebanyak 5
buah,27
4 buah diantaranya dikirim ke berbagai wilayah yakni Mekkah,
25
Lihat Al-A‟zami, Sejarah Teks al-Qur‟an...., 100. Bandingkan dengan
Mannā‟ Khalīl al-Qaṭṭān, Studi Ilmu-ilmu Qur‟an, terj. Mudzakir, cet. 16, (Bogor:
Pustaka Litera AntarNusa, 2013), hlm.193. Usman hanya menunjuk empat orang dan
ketiga diantaranya selain Zaid adalah orang Quraisy, sehingga jika terjadi perdebatan
Usman memerintahkan agar yang diperselisihkan Zaid dengan ketiga kawannya
ditulis dalam dialek Quraisy. 26
Lihat Al-Hafiz Ibn Kasir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul yang
Agung, terj. Abu Ihsan al-Asari, cet. 8, (Jakarta: Darul Haq, 2011), 453. 27
Lihat al-Suyuti, Jalal ad-Dῑn, al-Itqān fῑ Ulum al-Qurān, (Beirut: Dar al-
Fikr. Jilid I, 132. Banyak perbedaan pendapat mengenai jumlah mushaf yang
dikirimkan Usman ke berbagai daerah. Manna‟ Khalil al-Qaththan dalam bukunya
Mabahis fi Ulumil Qur‟an, 199. menuliskan: ada yang mengatakan 1) berjumlah 4
buah (masing-masing dikirimkan ke Kuffah, Basrah, Syam, dan mushaf Imam). 2) 5
buah (masing-masing adalah yang disebutkan pada poin pertama ditambah Mekkah).
27
Syam (Syiria), Basrah dan kuffah, agar ditempat-tempat tersebut disalin
pula dengan mushaf yang sama. Sementara satu buah mushaf,
ditinggalkan di Madinah untuk „Uṡmān sendiri dan yang terakhir inilah
yang disebut “Mushaf al-Imam”. Setelah itu, „Uṡmān memerintahkan
untuk mengumpulkan semua lembaran-lembaran al-Qur‟an yang ditulis
sebelum pembakuan dan mushaf- mushaf lain yang tidak sesuai untuk
dibakar. Hal ini dilakukan untuk mencegah pertikaian dikalangan umat.
Adapun masa pemberlakuan muṣḥaf „Uṡmāni di kalangan umat Islam
terjeda rentang waktu yang cukup lama, yakni hingga masa
kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan.28
Pada masa „Uṡmān kodifikasi ini dilakuan dengan sangat cermat
dan teliti dengan cara meriwayatkan secara mutawatir pada
pengambilan lafadz-lafadz mengesampingkan riwayat secara ahad. Dari
penyalinan mushaf masa „Uṡmān ini, maka kaum muslimin diseluruh
pelosok menyalinnya dengan bentuk yang sama. Sementara model dan
metode tulisan yang digunakan di dalam mushaf „Uṡmān ini kemudian
dikenal dengan sebutan “Rasm „Uṡmāni”.29
Sehubungan dengan kodifikasi al-Qur‟an yang berlangsung pada
masa Abu Bakar dan masa „Uṡmān, setidaknya terlihat beberapa
perbedaan, sebagai berikut:
Pada masa Abu Bakar kodifikasi al-Qur‟an dilakuakan atas dua
dasar, yang pertama motivasi penulisan karena adanya kekhawatiran
as-Suyuti berkata bahwa pendapat inilah yang masyhur. 3) 7 buah (masing-masing
adalah kota yang disebutkan sebelumnya ditambahkan Yaman dan Bahrain).
Sementara al-Ya‟qubi, seorang sejarawan Syi‟ah mengatakan bahwa mushaf Usman
ada sembilan eksemplar, yang tersebar ke tujuh tempat sebelumnya ditambah wilayah
Mesir dan al-Jazirah, al-A‟zami, Sejarah Teks al-Qur‟an..., 105. 28
Zaenal Arifin Madzkur, “Legalisasi Rasm Usmani dalam Penulisan al-
Qur‟an”, dalam Journal of Qur‟anic and Hadits Studies, Vol. 1, No. 2, (2012), 220. 29
Mannā‟ Khalīl al-Qaṭṭān, Mabahis Fi Ulum al-Qur‟an, (Riyad: Mansurat
al-Hasr wa al-Hadits, 1393 H/ 1973 M.), 146.
28
sirnanya al-Qur‟an dengan wafatnya beberapa sahabat penghafal al-
Qur‟an pada perang Yamamah. Yang kedua ialah Abu Bakar
melakukannya dengan mengumpulkan tulisan-tulisan al-Qur‟an yang
masih tercecer pada pelepah kurma, kulit, tulang dan daun.
Pada masa „Uṡmān bin Affan kodifikasi al-Qur‟an dilakuakan
pertama Motivasi penulisannya karena terjadinya perselisihan cara
membaca al-Qur‟an (qira‟at). Sehingga menyebabkan timbulnya sikap
saling menyalahkan. Dan kedua „Uṡmān mengumpulkan al-Qur‟an
dengan menyederhanakan tulisan mushaf pada satu dialek, yakni dialek
Quraish, dengan tujuan mulia yakni mempersatukan kaum muslimin
dalam satu mushaf.
C. Klasifikasi Ayat Penjagaan
Di dalam al-Qur‟an ditemukan 30 term penjagaan atau
pemeliharaan, yang berasal dari kata hafaza dan hāfaza. Di antaranya
Allah sebagai penjaga, malaikat sebagai penjaga dan manusia sebagai
penjaga.
1. Allah sebagai Penjaga
Tabel 3.2 : Allah sebagai Penjaga dalam Al-Qur‟an.
No Surat Subjek Predikat Objek
1
Al-Baqarah /255
Al-Hijr/17
Fushilat/12
Allah
Menjaga/
memelihara
Alam ( langit
dan bumi
2
Al-Nisā/34
Al- Ṣāfāt/7
Yūsuf/64,
Al-Anbiyā‟/82
Menjaga/
memelihara Mahluk-Mahluk
3 Al-Hijr/9 Memelihara Al-Qur‟an
29
Berdasarkan tabel di atas terdapat delapan ayat tentang Allah
sebagai penjaga dan pemelihara, tiga di antaranya terdapat dalam surat
Al-Baqarah /255, Al-Hijr/17, Fushilat/12. Ketiga surat ini secara garis
besar membahas tentang kekuasan Allah ialah langit dan bumi dan
tidak merasa berat untuk memeliharanya, dan dalam ayat ini Allah pun
menjelaskan penciptaan langit dalam dua masa dan dihiasi bintang
bintang yang cemerlang sekaligus Allah memeliharanya dengan baik-
baik dan sempurna dari setan yang ingin merusaknya. Diksi ayat ini
menunjukan sabjeknya ialah Allah dan predikatnya menjaga dan
memelihara, objeknya ialah alam ( langit dan bumi).
Dan berikutnya Penjagan dan pemeliharaan Allah kepada
makluknya terdapat empat surat di antaranya di dalam surat Al-
Nisā/34, Al- Ṣāfāt/7, Yūsuf/64, Al-Anbiyā‟/82. Pada ayat-ayat ini Allah
lah yang menjadi sabjeknya untuk memelihara dan menjaga makluknya
dari setan yang hendak merusak dan menggoda nya. Selanjutnya
terdapat 1 ayat pada surat Al-Hijr/9, yang menujukan Allah menjaga
dan memelihara al-Qur‟an tetapi di sini Allah membahasakan dirinya
sebagai kami, yang masih dijadikan perdebatan dan akan menjadi fokus
kajian penulis, terlebih kepada pandangan mufasir indonesia.
2. Malaikiat sebagai Penjaga
Dari 30 ayat yang terdapat dalam al-Qur‟an di atas terdapat ayat
yang menunjukan malaikat sebagai sabjek penjagaan.
Tabel 3.3 : Allah sebagai Penjaga dalam Al-Qur‟an.
No Surat Subjek Predikat Objek
1 Al- Anʻām/61
Al-Ra„d/11
Al-Infithār/10
Malaikat Menjaga Manusia
30
Al-Thāriq/4
Dari tabel di atas menunjukan bahwa subjek dari penjagaannya
adalah malaikat dan di jelaskan pula dalam ayat di atas yang mejadi
objek penjagaan ialah manusia, pada tabel di atas tidak hanya di artikan
sebagai penjagaan saja melainkan sebagai pengawasan terhadap
manusia.
3. Manusia sebagai Penjaga
Tabel 3.4 : Allah sebagai Penjaga dalam Al-Qur‟an.
No Surat Subjek Predikat Objek
1
Al-Ma‟arij/34
Al-Mu‟minūm/9
Al-Anʻām/92 Al-
Baqarah/238
Manusia
Memelihara Sholat
2
Al- Ma‟arij/29
Al- Ahzāb/35
Al- Mu‟minūm/5
Al- Nūr/31 Al-
Nūr/30
Memelihar/
Menjaga/
menahan
Kemaluan/
kehormatan
3
Yūsuf/65
Yūsuf/12
Yūsuf/63
Yūsuf/81
Menjaga Saudara
4 Al-Mā‟idah/89
At-Taubah/112 Menjaga Hukum Allah
(sumpah)
5 Al-Mā‟idah/44 Memelihara Kitab suci
6 Al-Mutaffifῑn/33
Al-Nisā /34 Menjaga Orang mu‟min
31
Dari tabel di atas, dapat diklasifikasi menjadi enam bagian di
antaranya: empat ayat yang menunjukan kepada pemeliharaan sholat,
dan empat ayat lagi menunjukan kepada kisah penjagaan sodara anak-
anaknya Nabi Yakub, dua ayat berikutnya menunjukan penjelasan
kepada penjagaan hukum dan sumpah Allah, satu ayat kepada
pemeliharaan kitab suci, dan dua ayat kepada orang-orang mukmin.
Keseluruhan table di atas ini subjeknya ialah manusia, dengan berbeda
beda predikat dan objeknya.
Penulis hanya berfokus pada pembahasan ayat penjagaan dan
pemeliharan (ḥāfiẓūn) kitab kitab Allah di antaranya al-Qur‟an pada
surat al-Hijr/9, dan ayat yang terkait pada pemeliharaan kitab-kitab suci
sebelumnya (istuḥfiẓū min kitābillāhi) yaitu pada surat Al-Mā‟idah/44.
32
BAB III
GAMBARAN UMUM TAFSIR INDONESIA
Dalam bab ini penulis beranggapan penting adanya, karena
pembahasan pada bab ini akan memudahkan dalam melihat identitas
pemikiran dan profil mufasir yang dijadikan objek analisis pada bab IV.
Ada dua sub bab yang penulis anggap penting dalam bab ini, yaitu
biografi singkat para mufasir indonesia dan klasifikasi ayat penjagaan.
A. Gambaran Tafsir Indonesia
Tabel 3.1 : Nama Mufasir Indonesia berdasarkan tahun.
No Nama Tafsir Mufasir Tahun Jml Jilid
1 Tafsir Qur’an Karim Prof. Dr. H.
Mahmud Yunus 1938 M 1
2 Al-Furqan Tafsir
Qur’an A. Hassan
1956/137
8 H 1
3 Tafsir Al-Azhar Prof. Dr. Hamka 1967 M 9
4
Tafsir
Qur’an:Naskah asli-
Terjemah-
Keterangan
H.Zainuddin
Hamidy,Fachrud
din Hs.
1959 M 1
5 Tafsir Al-Qur’anul
Majid An-Nur
Prof. Dr.
Teungku
Muhammad
Hasbi ash-
Shiddiqy
1971 M 4
6 Al-Qur’an dan
Tafsirnya
Milik
Departemen
Agama RI
1990 M 11
7
Tafsir Al-
Misbah:Pesan,Kesan
dan Keserasian Al-
Qur’an
M.Quraish
Shihab 2003M 15
33
1. Tafsir Qur’an Karim Karya Prof. DR. H. Mahmud Yunus
Mahmud Yunus adalah seorang tokoh Islam yang memperjuangkan
pendidikan agama di sekolah umum. Ia juga memperjuangkan berdirinya
PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri).1 Ia lahir di Batu
Sangkar Sumatra Barat, sabtu 10 Februari 1899. Ia merupakan keturunan
seorang ulama besar di sungayang. Wafat di Jakarya, 16 Januari 1983.
Dalam kehidupannya ia mempunyai guru yang sangat berpengaruh
dalam perkembangan keilmuannya yaitu HM. Umar Thaib. Melalui
karya-karya gurunya itu ia dapat menyerap semangat pembaharuan yang
ada di dalamnya. Ia merupakan ulama yang sangat produktif, dengan
menuangkan gagasannya melalui pena. Ia menulis 49 buku dalam
bahasa Indonesia dan 27 buku dalam bahasa arab.2
Tafir Qur’an Karim karangan Mahmud Yunus ini tergolong dalam
tafsir bi al-ra’yi. Sedangkan corak dalam tafsir ini, dalam buku Literatur
Tafsir indonesia, di dalamnya menjelaskan bahwa, melihat penafsirkan
dalam beberapa kosa kata yang dibilang keyword dalam ayat atau
maksud dari ayat tersebut, sehingga dengan penjabaran tersebut dapat
dipahami bahwa tafsir ini bercorak lughawi.3 Tafsir ini menggunakan
metode global yang disajikan secara global dan umum, sehingga tidak
mendetail.4
1 Badiatul Roziqin, Badiatul Muchlisin Asti, Junaidi Abdul Manaf, 101 Jejak
Tokoh Islam Indonesia. Yogyakarta: Penerbit e-Nusantara, 2009, 212. 2 Diantara karya Mahmud Yunus ialah Pokok-pokok pendidikan/pengajaran
(didaktik umum), Metodik khusus pendidikan agama, Sejarah pendidikan Islam di
Indonesia, Tafsir Al-Qur’an 30 juz, Kamus Arab-Indonesia, Al Adyan. Al Masail
Fiqhiyyah ‘ala al-Madzahib al Arba’ah, At-Tarbiyah wa at Ta’lim. Lihat lebih lanjut
Badiatul Rozikin dkk, 101 Jejak Tokoh Islam..., 214. 3 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Banten: Mazhab Ciputat, 2013), 77. 4 Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka
Insan Madani, 2008), 200.
34
Mahmud Yunus mulai menterjemahkan al-Qur’an dan diterbitkan
tiga juz dengan huruf Arab-Melayu pada tahun 1922. Meskipun saat itu
para ulama mengharamkan penerjemahan al-Qur’an tetapi ia tetap
berusaha untuk menterjemahkan al-Qur’an.5 Pada bulan ramadhan tahun
1354 H/Desember 1935, Mahmud mulai menterjemahkan al-Qur’an
serta tafsir ayat-ayat yang di anggap penting, yang kemudian dinamai
dengan tafsir al-Qur’an al-Karim. Pada waktu menterjemahkan juz 7
sampai juz 18 beliau dibantu oleh almarhum H. M. K. Bakry, pada bulan
april 1938 beliau menyelesaikan tiga puluh juz dan disebarluaskan ke
seluruh Indonesia.6
2. Al-Furqan Tafsir Qur’an karya A. Hassan
Nama lengkapnya adalah Hassan bin Ahmad, dilahirkan di
Singapura pada tahun 1887 dan wafat tanggal 10 November 1958.
Lazimnya keturunan India di Singapura nama sang ayah ditaruh di depan
namanya, jadilah nama Ahmad Hasan. beliau sering berpindah-pindah
tempat, dari sekolah melayu hingga sekolah milik Belanda. Seperti pada
anak umumnya beliaupun mempelajari al-Qur’an dan memperdalam
ajaran agama Islam. Dan juga mempelajari beberapa bahasa di antaranya
yaitu bahasa Arab, Tamil, Melayu dan Inggris.7
Beliau sudah mulai mandiri ari umur 12 tahun dengan sekolah sambil
bekerja. Dan berguru pada Ulama-ulama terkemuka pada zamannya, di
antaranya yaitu haji Ahmad dari Bukittinggi, Muhammad Tholib dari
Minto Road, Said Abdullah al-Musawi, serta Abdul Lathif yang
5 Mahmud Yunus, Tafsir Al-Qur’an al-Karim, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung,
2004), III. 6 Islah Gusmian, Khazanah Tasir Indonesia, dari hermetika hingga Ideologi
(Jakarta: Teraju, 2003). Cet. Ke-1, 58. 7 Badiatul Rozikin dkk, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia (Yogyakarta:
Penerbit e-Nusantara, 2009), 71.
35
merupakan pamannya, seorang ulama ternama dari Malaka, Singapura.
Syekh hasan dari Malabar dan seorang ulama dari India, Syekh Ibrahim.
Ahmad hasan merupakan salah satu ulama yang sangat produktif dalam
berkarya. Karyanya sangat banyak hingga mencapai 81 buah.8
Dilihat dari pengantar yang ia utarakan tafsir ini bercorak umum,
meliputi lughowi, fiqhi dan falsafi. Dan latar belakang penulisan Di
dalam kitab tafsirnya, tidak disebutkan secara khusus, kenapa beliau
menulis kitab tafsir al Furqon ini. Dalam menulis tafsir ini tidak berjalan
mulus begitu saja, namun diselingi dengan menulis kitab-kitab yang
diperlukan oleh anggota Persis. Pada tahun 1953 beliau mendapat
tawaran dari tuan Sa’ad Nabhan dari sebuah penerbit yang ingin
menerbitkan kitab tafsir dalam bahasa Indonesia lengkap 30 juz. Karena
tidak ingin menyianyiakan kesempatan akhirnya beliau menerima
tawaran tersebut.9
3. Tafsir Al-Azhar karya Prof. Dr. Hamka
Abdul Malik Karim Amrullah nama aslinya dikenal sebagai
sastrawan, ulama’ dan aktifis politik di Indonesia. Lahir di Sungai
Batang Maninjau Sumatera Barat pada tanggal 16 Februari 1908. Putra
seorang ulama Islam yaitu Dr. Haji Abdul Karim Amrullah yang biasa
dikenal sebagai Haji Rasul. Ayahnya dikenal sebagai pelopor gerakan
Islah (tajdid) di Minangkabau setelah ia kembali dari Mekah tahun 1906.
Hamka adalah seorang pembelajar yang otodidak dengan keahliannya,
beliau juga rajin membaca dan berdiskusi dengan tokoh-tokoh yang
8 Diantara karya-karyanya yaitu: Soal jawab (1931), Al-Furqon, Tafsir Al-
Qur’an (1931), Risalah Ahmadiyah (1932), Islam dan Kebangsaan (1941), An-
Nubuwwahh (1941), A.B.C Politik (1947), Al-Faraidh (1949), Al-Hidayah (1949), Is
Muhammad a Prophet (1951), Pengajaran Shalat (1966). Lihat Badiatul Rozikin dkk,
101 Jejak Tokoh Islam..., 73. 9 A. Hasan, Al-Furqon Tafsir Qur’an, Bangil, 1976, xi.
36
terkenal di Jakarya seperti H.O.S Tjokroaminoto, Raden Mas
Surjopranoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan ki Bagus
Hadikusumo sehingga ia menjadi seorang ahli pidato yang handal. 10
Banyak sekali karya yang dihasilkan oleh Hamka.11 Metode Hamka
dalam menafsirkan adalah metode tahlilī,12 bisa dilihat dari cara beliau
menafsirkan ayat demi ayat secara runtut, dari ayat 1 surat al Fatihah
hingga ayat terakhir surat an Nas. Uraian tersebut tidak lupa juga
dimasukkan penjelasan makna yang sulit, konotasi, nasakh mansukh,
kebersambungan satu ayat dengan lainnya, serta meletakkan pendapat
ulama lain juga.
Corak penulisannya adalah adabi ijtima’i, disini penafsir
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan bahasa yang indah dan mudah
untuk dimengerti, kemudian dihubungkan dengan kenyataan, keadaan
sosial dan kebudayaan yang ada.
Latar belakang penulisan tafsri al-Azhar ialah Hamka, mulai
mencoba menguraikan tafsir pada tiap pagi waktu subuh sejak akhir
1958, namun hingga Januari 1964, ia belum juga menyelesaikan
kajiannya. Kajian tafsir ini digunakan atau di uraikan dalam pengajian
rutin setiap pagi di masjidnya, masjid Al Azhar. Pada tanggal 27 januari
10 Badiatul Roziqin, Badiatul Muchlisin Asti, Junaidi Abdul Manaf, 101 Jejak
Tokoh Islam Indonesia, 188. 11 Di antaranya: Khatibul ummah 3 jilid ditulis dalam huruf arab, Si Sabariah
(1928), Pembela Islam (sejarah sayyidina Abu Bakar Shiddiq, 1929), Adat
Minangkabau dan Agama Islam (1929), Ringkasan Tarikh Umat Islam (1929),
Kepentingan melakukan Tabligh (1929), Hikmat Isra’ Mi’raj, Arkanul Islam (1932),
Laila Majnun (1932), Mati Mengandung Malu (1934), Di bawah lindungan ka’bah
(1936), Tafsir al Azhar yang ditulisnya selama dipenjara 12 Metode tahlilī ialah metode penafisran ayat-ayat al-Qur’an melalui
pendeskripsian (menguraikan) makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an
dengan mengikuti tata tertib susunan atau urutan-urutan surat-surat dan ayat-ayat al-
Qur’an yang diikuti oleh sedikit-banyaknya analisis tentang kandungan ayat itu. Ahmad
Izzan, metodologi Ilmu Tafsir (Bandung : Tafakur,2007), 103
37
1964 ia ditangkap paksa oleh polisi berpakaian preman dengan tuduhan
bekerja sama dengan Malaysia, yang itu merupakan fitnah saja. Selama
dalam penjara ia menyelesaikan tafsir 30 juznya. Dan ini adalah hanya
jalan Allah semata, karena dalam penjara ia tak lagi kemana-mana, tidak
menghadiri undangan-undangan, sehingga ia fokuskan kepada penulisan
tafsir ini, yang semula ia anggap tidak akan selesai hingga akhir
hayatnya. Setelah dipindah dalam tahanan rumah yang kedua, ia gunakan
untuk menyempurnakan penulisannya.13
4. Tafsir Qur’an Karya H. Zainuddin Hamidy, Fachruddin Hs
H. Zainuddin Hamidy lahir di Koto Nan VI Payakumbuhh pada
tanggal 8 Februari 1907/24 Dzulhijjah 1324. Wafat pada hari jum’at
tanggal 29 Maret 1997. Anak dari Abdul Hamid dan Halimah. Masa
kecilnya dihabiskan di kampung halamanya, iya tumbuh di tengah
keluarganya yang kurang relijius. Sedangkan H. Fachruddin HS lahir
pada tahun 1906. Beliau merupakan keturunan darah biru ulama, sejak
masa kecil beliau di perkenalkan oleh orang tuanya tentang ilmu agama
Islam. Keduanya merupakan ulama terkenal di masanya, di dalam ilmu
khazanah islam keduanya mampu menghasilkan dan memperluas
dengan karya-karyanya terutama di Nusantara. Salah satu kitab yang
mereka karang bersama ialah Tafsir Qur’an. dalam penulisan kitabnya
menggunakan langkah tertib mushaf dimana ditulis nomor surat, nama
surat, serta arti dari nama surat itu.
Metode penafsiran tafsir al-Qur’an ini menggunakan metode ijmāli
yaitu menafsirkan ayat secara umum atau keseluruhan dan menafsirkan
pada ayat yang dianggap penting karena beliau tdak menafsirkan semua
13 Hamka, Tafsir Al Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), 50-53.
38
ayat yang ada dalam al-Qur’an, dan manhaj atau jalan yang digunakan
ialah bi al-ra’yi atau tafsir bi al-ijtihadi. Mengenai corak tafsir yang
terdapat dalam kitab Tafsir Qur’an berupa sosial kemasyarakatan (Adabi
Ijtima’i).14
5. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur karya Prof. Dr. Teungku
Muhammad Hasbi ash-Shiddiqy
Teungku M. Hasbi Ash Shiddieqy, lahir di Lhokseumawe, Aceh
Utara, 10 Maret 1904 wafat di Jakarya pada 9 Desember 1975. Ia
merupakan pemikir Hukum Islam di Indonesia. Iya merupakan orang
yang sibuk, di sela-sela kesibukannya ia banyak menghasilkan karya
ilmiah. Warisan karya tulis beliau sangatlah banyak, menurut catatan,
buku karya beliau 73 judul dengan 142 jilid.15
Metode yang digunakan oleh Teungku M. Hashbi Ash Shiddieqy,
dibutuhkan mengetahui motivasi dan sumber yang digunakan dalam
menafsirkan tafsir An-nur ini, beliau berpedoman pada kitab-kitab tafsir
yang mu’tabar, kitab-kitab hadits yang mu’tamad, diantanranya sumber
yang digunakan: Ayat-ayat al-Qur’an, Hadits-hadits Shohih, Riwayat
para sahabat dan tabi’in, Ilmu pengetahuan dan Pendapat mufasir
terdahulu yang mu’tabar. Sehingga dapat disimpulkan metode yang
digunakan adalah metode campuran antara bil ra’yi dan bil ma’tsur.
14 Rithon Igisani, “Kajian Tafsir Mufassir di Indonesia”. Potret jurnal, vol.22,
no.1 (Januari-Juni 2018): 18-19. 15 Di antaranya 36 judul membahas tentang fiqh yaitu di antaranya adalah
Pengantar Hukum Islam, Pengantar Ilmu fiqih, Hukum-hukum fiqih Islam, Fakta dan
keagungan syariat Islam, dinamika dan Elastisitas Hukum Islam, Pokok-pokok
pegangan Imam madzhab dalam membina hukum Islam. Dalam bidang hadits ada 8
judul di antaranya yaitu sejarah dan pengantar ilmu hadits, Sejarah Perkembangan
hadits, Problematika Hadits, Mutiara Hadits, tafsir 6 judul yang terlengkap adalah
Tafsir An Nur yang lainnya yaitu Tafsir al Bayan, Sejarah dan Pengantar ilmu al-Qur’an
dan pokok-pokok ilmu al-Qur’an, dan selebihnya mengenai tema-tema umum. lihat
Badiatul Rozikin dkk, 101 Jejak Tokoh Islam..., 245-246.
39
Seperti yang beliau kemukakan bahwa beliau dalam menyusun tafsir ini
berpedoman pada kitab-kitab tafsir induk seperti kitab tafsir bil ma’tsur,
kitab-kitab tafsir bil ma’qul maupun kitab-kitab tafsir yang menyarikan
uraian tafsir induk, terutama ‘umdatut tafsir anil Hafidz Ibnu Katsir,
tafsir al manar, tafsir al Qasimy dll.16 Tafsir ini bercorak adabi ijtima’i
melihat beliau seorang pengajar dan menafsirkan ayat demi ayat dengan
ilmu pengetahuannya.
6. Al-Qur’an dan Tafsirnya karya Departemen Agama RI
Tafsir ini adalah peroyek pemerintah dalam pembangunan lima
tahun. Peroyek tersebut terlaksana atas SK Menteri Agama nomor 90
tahun 1972 yang membentuk Dewan Penyelenggara Penafsiran al-
Qur’an, kemudian disempurnakan dengan SK nomor 8 tahun 1973 dan
terakhhir nomor 30 tahun 1980. Dewan penyelenggara Penafsir al-
Qur’an terdiri dari 18, di antaranya ketua sekertaris dan anggota. Dalam
penyempurnaan atas penerbitan edisi baru Tafsir Departemen Agama,
Menteri Agama mengeluarkan keputusan Nomor 280 Tahun 2003
sebagai dasar pembentukan tim penyusunan tafsir penyempurnaan.17
Menteri Agama juga turut mendukung tim penyusunan tafsir
penyempurnaan selaku pembina, Prof. Drs. H. Asmuni Abd. Rahman,
Prof. DR. H. Kamal Muchtar, K.H. Sahal Mahfudz, K.H. Syafi’I
Hadzami (Alm.) dan Prof. K.H. Ali Yafie selaku Penasehat, juga terdapat
16 Teungku M. Hashbi Ash Shiddieqy, Tafsir al Qur’anul Majid An-Nur, jilid
1, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 1995), xiii. 17 Berikut susunan anggota tim penyusunan: Dr. H. Ahsin sakho Muhammad,
M.A. Prof.KH. Ali Mustafa Yaqub, M.A. Drs. H. Muhammad Shohib, M.A. Prof. Dr.
H. Rif‟at Syauqi Nawawi, M.A. Prof. Dr. H. Salman harun. Dr. Hj. Faizah Ali
Sibromalisi, Dr. H. Muslih Abdul Karim, Dr. H. Ali Audah, Prof. Dr. Hj. Huzaimah T.
Yanggo, M.A. Prof. Dr. H. M. Salim Umar, M.A. Anggota,Prof. Dr. H. Hamdani
Anwar, M.A. Drs. H. Sibli Sardjaja, LML Anggota Drs. H. Mazmur Sya’roni, Drs. H.
M. Syatibi AH. Dr. Hery Harjono, Dr. Muhammad Hisyam.
40
Dr. H. Said Agil Husin AL munawar, MA, Prof. Dr. H. M. Quraish
Shihab dan Prof. selaku Konsultan Ahli dan Narasumber, M.SC (Ketua
Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur’an), Drs. H. Fadhal AR Bafadhal, Prof.
Dr. Umar Anggoro Jenis, M.SC (Kepala LIPI) dan Prof. Dr. H.M. Atho
Mudzhar (Kepala badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI)
sebagai pengarah.18
Tafsir ini menggunakan pendekatan Bi al-Ma’sur dan juga Bi al-
Ra’yi karena di dalam tafsirannya dilakukan al-Qur’an dengan al-Qur’an
karena penjelasan al-Qur’an secara luas, dan menafsirkan dengan as-
sunnah. Kemudian metode yang digunakan dalam tafsir ini adalah
menggunakan metode tahlilī pertengahan. Yakni tidak sampai pada
tatanan ensiklopedis. Tafsir ini bercorak Adab al-Ijtima’i yang berusaha
mengajak pembacanya untuk melihat realitas masyarakat. Ada juga yang
menggunakan corak ilmi, yaitu pengetahuan dan teknologi. Tafsir ini
berpedoman kepada beberapa tafsir di antantanya: Tafsir al-Maraghi
karya Mustafa al-Maraghi, Tafsir Mahasinut Ta’wil karya al-Qasimi,
Tafsir Anwarut Tanzil wa asrarut Tafshil karya al-Baidlawi, Tafsir al-
Qur’anul Karim karya Ibnu Katsir,Tafsir al-Manar, Tafsir Fi zilalil
Qur’an dan Ruhul Ma’ani.19
7. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an
M.Quraish Shihab
Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab lahir di Rappang, Sulawesi
Selatan, Pada tanggal 16 Februari 1944. Ayahnya, Abdurrahman Shihab
(1905-1986) adalah seorang guru besar dalam bidang tafsir. Tafsir Al-
18 Departemen Agama RI, Al- Qur’an Al-Karim wa tafsiruhu (Al-Qur’an dan
Tafsirnya) Jilid 1, tahun 2006, xxvii. 19 Departemen Agama RI, Al- Qur’an Al-Karim wa tafsiruhu, xvi.
41
Misbah salah satu diantara karyanya dan masih bnayak karya yang
lainya.20 Dalam menafsirkan al-Qur’an, yang dimulai dari surat al-
Fatihah dan diakhiri surat Annas, beliau menggunakan metode tahlilī.
Selain menggunakan metode tahlilī beliau pun menggunakan metode
maudhu’i atau tematik , bisa dibilang beliau mengkombinasikan antara
metode tahlilī dan maudhu’i. Corak tafsir al Misbah adalah
ijtima’i/kemasyarakatan sebab uraian-uraiannya mengarah pada masalah
yang dihadapi masyarakat. Ada yang melatar belakangi pemulisan kitab
ini dan Latar belakang Penulisan Kitab ini mulai ditulis pada tanggal
Rabi’ul awal 1420 H/18 Juni 1999 M di Kairo, Mesir. Dan selesai pada
tanggal 8 Rajab 1423 H/5 September 2003 di Jakarya.21 Selain itu beliau
menerima surat yang tidak sama sekali dikenal oleh beliau isi suratnya
“kami menunggu karya ilmiah pak Quraish Shihab yang lebih serius”.
Karena surat ini juga beliau tergugah hatinya dan membulatkan tekat
untuk menulis dan menyusun tafsir al Misbah ini hingga sampai selesai
dengan Juz 30.
20 Di antaranya yaitu: Wawasan Al Qur’an, Membumikan Al Qur’an, Ushul
Fiqh, M. Quraish Shihab menjawab, 101 soal keislaman yang Patut diketahui, Mahkota
Tuntunan Ilahi, Perjalanan Menuju Keabadian Kematian, Surga dan Ayat-ayat Tahlil,
Ayat-ayat fitnah, Secercah cahaya Ilahi Hidup bersama Al-Qur’an, Menyingkap Tabir
Ilahi, Asmaul Husna Perspektif Al-Qur’an, Wawasan Al-Qur’an tentang pokok-pokok
keimanan, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Jin, Iblis, Setan dan Malaikat yang
tersembunyi dalam Al-Qur’an dan Sunnah serta Wacana Pemikiran Ulama Masa lalu
dan Masa kini, Sunnah Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?, Mu’jizat Al-
Qur’an ditinjau dari Aspek kebahasaan, Isyarat Ilmiyah dan Pemberitaan Ghaib,
Rasionalitas Al-Qur’an Studi Kritis Tafsir Al Manar, Lentera Hati, Tafsir al Amanah.
Lihat Islah Gusmian. Khazanah Tasir Indonesia, dari hermetika hingga
Ideologi (Jakarta: Teraju, 2003). Cet. Ke-1, 98-99 21 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, 759.
42
BAB IV
PENAFSIRAN AYAT PENJAGAAN AL-QUR’AN MENURUT
MUFASIR INDONESIA
Bab ini berisi uraian penafsiran atas ayat-ayat penjagaan, di dalamnya
ketujuh mufasir menafsirkan apa yang di jadikan fokus pada pembahasan
oleh penulis, di antaranya penulis akan memaparkan pendapat para
mufasir pada QS. al-Hijr/15:9 dan QS. al-Maidah/5:44 untuk dijadikan
perbandingan atas ayat penjagaan.
Maka dari itu, uraian pada bab ini adalah untuk memudahkan
penelitian, penulis akan meneliti dengan pola berikut: mufasir indonesia
akan di dipetakan menjadi dalam dua bagian diantaranya yuang
menggunakan metode ijmāli dan tahlīlī.
A. Analisis Perbandingan Mufasir tentang Ayat Penjagaan al-
Qur’an
Tabel 4.1: Q.S al-Hijr/ 15:9 mufasir indonesia terbagi dua.
Dari tabel di atas, penulis memetakan mufasir indonesia kedalam dua
bagian diantara nya mufasir yang menggunakan metode ijmāli dan
tahlīlī, agar dapat diketahui lebih mudah tentang bagaimana mufasir
indonesia menafsirkan ayat yang diteliti.
QS. al-Hijr/15:9
Ijmāli
al-Żikr
Peringatan
Peringatan/al-Qur'an
ḥāfiẓūn
Allah
Tahlilī
al-Żikr
peringatan
peringatan/al-Qur'an
ḥāfiẓūn
Allah
Allah/ yang lainya
43
1. Mufasir indonesia yang menggunakan metode ijmāli
فظونح انا نحن ن حزالنحا الذ كرح وحانا لحه لح“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti
Kami (pula) yang memeliharanya.”
a. Argumen mufasir pada lafadz Al-Żikr
Mahmud Yunus merupakan pengarang kitab tafsir al-Qur’an Karim.
Beliau menulis kitab tafsir menggunakan bahasa indonesia. Dalam
tafsirnya Mahmud Yunus mengartikan lafadz Al-Żikr sebagai peringatan
(al-Qur’an).1
Berbeda dengan Ahmad Hasan dalam tafsir al-Furqan nya beliau
hanya mengartikan lafadz Al-Żikr sebagai peringatan saja, karena
tafsirnya beliau tidak menjelaskan secara detail terkait penjabarannya,
dikarnakan pula tafsir beliau tergolong dalam tafsir ijtima’i, dan tafsir ini
juga sangat unik beliau menafsirkan ayat menggunakan footnote. Jadi
sangat wajar jika beliau hanya menjelaskan ayat-ayat tertentu.2 Selian itu
juga Ahmad Hasan adalah salah satu tohoh yang beraliran wahabiah
yang sangat bertolak belakang dengan ke enam mufasir lainya.
Kemudian tafsir yang tergolong menggunakan tafsir ijtimai ialah
Tafsir Qur’an: Naskah asli-Terjemah-Keterangan karya H. Zainuddin
Hamidy, Fachruddin Hs. Di dalam tafsirnya beliau memaknai Al-Żikr
sebagai peringatan (al-Qur’an) salama halnya dengan penafsiran
Mahmud yunus.3 Maka dapat di pahami bahwasannya mufasir yang
1 Mahmud Yunus, Tafsir al-Qur’an Karim (Jakarta: Mahmud Yunus Wa
Dzurriyyah, 2011), 369. 2 Ahmad Hasan, al-Furqān Tafsir Qur’ān (Jakarta: Pustaka Mantiq, Yayasan
Ambadar, 2006), 414.
3 H.Zainuddin Hamidy, Fachruddin Hs. Tafsir Qur’ān:Naskah asli-Terjemah-
Keterangan, cetakan keenam (Jakarta, wijaya 1973), 364.
44
menggunakan metode ijmāli dalam memaknai Al-Żikr ialah dua mufasir
memaknainya sebagai peringatan (al-Qur’an) dan satu yang
memaknainya sebagai peringatan saja.
b. Argumen mufassir pada lafadz laḥāfiẓūn
Di dalam kitab tafsir al-Qur’an Karim, lafadz laḥāfiẓūn diartikan
sebagai kami memeliharanya (al-Qur’an). Disebutkan pula dalam
tafsirnya bahwa Allah menurunkan peringatan (al-Qur’an) kepada Nabi
Muhammad den memeliharanya baik-baik. Semenjak mula-mula
turunya sampai sekarang tidak ada yang hilang atau bertambah,
meskipun satu kata atau kalimat. Begitu juga al- Qur'an ini akan tetap
terpelihara sampai hari kiamat. kemudian Mahmud Yunus menjelaskan
tentang Nabi Muhammad mensyiarkan tiap-tiap ayat kepada para
sahabat, dan memerintahkan untuk menulis ayat-ayat di atas pelepah
kurma, batu dan tulang-belulang, sampai pembukuan pada masa khalifah
Usman. al-Quran ini bisa disimpulkan dengan jalur Hafalan dan tulisan
dengan tidak ada keraguan.4
Di dalam tafsir al-Furqan Tafsir Qur’an, lafadz laḥāfiẓūn diartikan
sebagai Kamilah pemeliharaNya, Ahmad Hasan tidak menguraikan
dalam tafsirnya secara terperinci.5
Kemudian H. Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs, dalam tafsirnya
bahwa laḥāfiẓūn ialah Kami penjagaNya, disebutkan juga bahwa Tuhan
berjanji akan menjaga kitab suci al-Qur'an ini dari perubahan sehingga
al-Qur’an sampai sekarang masih tetap dalam keasliannya, biarpun telah
melalui masa yang lebih dari tiga belas abad, satu bukti juga dari
4 Mahmud Yunus, Tafsir al-Qur’an Karim (Jakarta: Mahmud Yunus Wa
Dzurriyyah, 2011), 369. 5 Ahmad Hasan, al-Furqān Tafsir Qur’ān (Jakarta: Pustaka Mantiq, Yayasan
Ambadar, 2006), 414.
45
kebenaran al-Qur'an.6 Dari sini bisa dipamahi, mufasir yang bermetode
ijmāli mengatakan pemeliharaan al-Qur’an itu hanya Allah saja.
2. Mufasir indonesia yang menggunakan metode tahlīlī
Dari uraian di atas tersisa empat mufasir yang menggunakan metode
tahlīlī diantaranta sebagai berikut:
a. Argumen mufassir pada lafadz Al-Żikr
Buya Hamka di dalam tafsirnya, mengartikan bahwa lafadz Al-Żikr
itu sebagai peringatan, hanya sebatas itu beliau mengartikannya.7
Sedangkan di dalam Tafsir Al-Quranul Majid An-Nur karya Teungku
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, sangat jelas diartikan dalam
pemahamannya bahwa Al-Żikr diartikan sebagai al-Qur’an.8 Dipertegas
oleh Al-Qur’an dan Tafsirnya Milik Departemen Agama RI, bahwa di
dalam tafsirnya sependapat dengat Hasbi Ash-Shiddieqi, bahwa Al-Żikr
dimaknai sebagai al-Qur’an.9 Kemudian pemulis menemukan yang
berbeda dalam terjemahanya, di dalam Tafsir Al-Mishbah karya M
Quraish Shihab, beliau menterjemahkan lafadz Al-Żikr sebagai Al-Żikr
pula, hanya pada dasarnya di dalam tafsir beliau akhirannya
menyebutkan Al-Żikr di artikan sebagai al-Qur’an.10
6 Zainuddin Hamidy, Fachruddin Hs. Tafsir Qur’ān:Naskah asli Terjemah-
Keterangan, cetakan keenam (Jakarta, wijaya 1973), 364. 7 Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz 14 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), 175 8 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-
Nūr, jilid 2 (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2003), 494. 9 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid V (Jakarta,
tahun 2006), 244. 10 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an, Vol. 7, cet I (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 95.
46
b. Argumen mufassir pada lafadz laḥāfiẓūn
Hamka memaknai pada lafadz laḥāfiẓūn itu ialah Kamilah yang
menjaganya, kemudian diperjelas di dalam tafsirnya bahwa beliau
menafsirkan ayat tersebut dengan “maka kalau Allah yang
menurunkannya dan Allah pula yang menjaga, tidak ada satupun yang
dapat menghambatnya”, sangat jelas di dalam tafsirannya menyatakan
bahwa penjagaan al-Quran menurut Hamka hanyalah Allah, walaupun
sudah sedemikian rupa sanggahan orang-orang kafir itu, namun
peringatan Allah, yaitu al-Qur’an yang dibawa dan di sebarkan oleh
utusan Allah mesti terus berjalan.11
Kemudian pendapat dari Tafsir Al-Quranul Majid An-Nur,
mengartikan dalam terjemahanya dengan memaknai lafadz laḥāfiẓūn
ialah Kami benar-benar memeliharanya, dalam bentuk tafsiranya
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy menafsirkan bahwa Allah
telah menurunkan al-Qur’an dan Allah pula yang memeliharanya dari
upaya menambahkan isi atau mengurangi, mengubah atau
menggantinya, ini suatu keistimiwaan al-Qur’an. Allah juga telah
menjamin untuk memeliharanya selama langit dan bumi masih
terbentang. Ada yang menarik di dalam tafsir ini, Teungku
membandingkan pemeliharaan dengan kitab-kitab sebelum nya yang
urusan pemeliharaannya diserahkan kepada pendeta.12
Lafadz laḥāfiẓūn di dalam Tafsir Departemen Agama RI, diartikan
sebagai “Kami benar-benar memeliharanya”. kemudian di dalam
tafsirnya dapat di fahami tentang sejarah pemeliharaan dan penjangaan
al-Qur’an dari masa Naba Muhammad sampai sekarang, dan di jelaskan
11 Hamka, Tafsir al-Azhar, Juzu’ 14 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), 175 12 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-
Nūr, 494.
47
bahwa menjaga kemurnian al-Qur’an itu tetap dilakukan oleh kaum
muslimin di seluruh dunia, sampai kepada generasi yang sekarang. Pada
intinya dalam menafsirkan Q.S al-Hijr/15:9 ialah Allah SWT menjamin
kemurnian dan kesucian al-Qur’an untuk selama-lamanya.13 Di pertegas
pula di dalam tafsir Departemen Agama RI ini, jamina Allah SWT
terhadap al-Qur’an itu ditegaskan lagi dalam firman Nya:
فرونح يريدونح ليطف متم نورهۦ وحلحو كحرهح ٱلكح وحههم وحٱللا وا نورح ٱللا بحف
“merekaaingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan
mulut (ucapan-ucapan) merekaa, dan Allah tetap menyempurnakan
cahaya Nya meskipun orang-orang kafir benci” (QS. Aṣ-Ṣaff/12:8).
Mengenai jaminan Allah terhadap kesucian dan kemurnian al-Qur’an
itu, menegaskan bahwa Allah sendirilah yang memeliharanya, dan akan
terbukti jika diperhatikan dan dipelajari sejarah turunnya al-Qur’an di
masa Rasulullah, zaman sahabat dan usaha kaum muslimin dalam
memeliharanya pada saat ini, serta sejarah penulisan dan bacaanya.
Dengan demikian bisa di pahami dari tafsir ini, bahwa Allah SWT
menurunkan al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw dengan perantara
jibril, untuk menjadi petunjuk bagi manusia. Dan Allah SWT menjamin
kemurnian dan kesucian al-Qur’an untuk selama-lamanya.14
Selanjutnya M Quraish Shihab di dalam tafsirnya mengartikan lafadz
laḥāfiẓūn sebagai “Kami benar-benar baginya adalah Pemelihara”. Dan
di jelaskan pula dalam tafsirnya, Kami menurunkan Al-Żikr yakni al-
Qur’an, dan sesungguhnya Kami juga bersama semua kaum muslimin
benar-benar baginya (al-Qur’an) adalah yang akan menjadi para
Pemelihara otentitas dan kekekalanya. Dan bentuk jamak yang
13 Departemen Agama RI, Al-Qur’ān dan Tafsirnya, 247-250. 14 Departemen Agama RI, Al-Qur’ān dan Tafsirnya, 251.
48
Q.S al-Maidah/ 5:44
Ijmāli
Istuḥāfiẓū
menghafaltelah
Diamanatkan
disuruh menjaga
Tahlilī
Istuḥāfiẓū
telah Diamanatk
an
Diperintahkan memelihara
digunakan ayat ini yang menunjuk Allah SWT, baik pada kata naḥnu
nazzalnā atau Kami menurunkan maupun dalam hal pemeliharaan al-
Qur’an, mengisyaratkan adanya keterlibatan selain Allah SWT. Yakni
malaikat Jibril as. Dalam menurunkannya dan kaum muslimin dalam
pemeliharaannya. Diantaranya M Quraish Shihab mengatakan, kaum
muslimin ikut memelihara otentitas al-Qur’an dengan banyak cara. Baik
dengan menghafalnya, menulis dan membukukannya, merekaamnya
dalam berbagai alatseperti piringan hitam, kaset, CD dan yang lainya.
Tetapi apa yang dilakukan umat muslim itu, tidak terlepas dari taufik dan
bantuan Allah SWT. guna pemeliharaan kitab suci umat islam itu. Dalam
tafsirnya juga, beliau menjelaskan bahwa para ulama menggarisbawahi
perbedaan antara al-Qur’an dan kitab suci yang lalu dari segi
pemeliharaan otentitasnya. Yang ditugaskan memelihara kitab suci yang
lalu adalah para penganutnya (saja).15
B. Analisis Perbandingan Mufasir tentang Ayat Penjagaan Kitab
Suci
Tabel 4.2 : Q.S al-Maidah/5:44 mufasir indonesia terbagi dua.
15 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, 95-97.
49
Tabel di atas, sama halnya dengan penulis membedakan mufasir
indonesia dari metodologi penafsirannya, ialah di bagi kedalam dua
bagian ijmāli dan tahlīlī.
1. Mufasir indonesia yang menggunakan metode ijmāli
كم بحا ٱلنابيونح ٱلاذينح أحسلحموا للاذينح هحادوا وح ٱلرابانيونح إنا أحنزحلنحا ٱلت اورحىةح فيهحا هدى وحنور يح
شحوا ٱلنااسح وحٱخشحون وحلح وحٱلححبحار بحا ٱستحفظوا من كتحب ٱللا وحكحانوا عحلحي اءح فحلح تح ه شهحدحوا ب فرونح ايحت ثححن ح تحشتح فحأولحئكح هم ٱلكح كم بحا أحنزحلح ٱللا
وحمحن لا يح ا قحليل
“Sungguh, Kami yang menurunkan Kitab Taurat; di dalamnya (ada)
petunjuk dan cahaya. Yang dengan Kitab itu para nabi yang berserah
diri kepada Allah memberi putusan atas perkara orang Yahudi,
demikian juga para ulama dan pendeta-pendeta merekaa, sebab
merekaa diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan merekaa
menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada
manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu jual
ayat-ayat-Ku dengan harga murah. Barangsiapa tidak memutuskan
dengan apa yang diturunkan Allah, maka merekaa itulah orang-
orang kafir” (Al-Ma'idah/5:44).16
Tafsir Qur'an Karim karya Mahmud Yunus menafsirkan ayat di atas
dengan, “Allah menurunkan Taurat kepada Nabi Musa. Di dalamnya ada
petunjuk dan i'tiqad/keimanan dan hukum-hukum yang berhubungan
dengan amal perbuatan, serta nur (cahaya) yang menerangi merekaa
kejalan bahagia di dunia dan akhirat. Nabi-nabi dan ulama merekaa
menghukum menurut perintah Allah itu. Barangsiapa yang tidak
menghukum menurut yang diturunkan Allah, maka merekaa itu orang
kafir, sebab keluar dari i'tiqad yang telah di tetapkan dalam taurat.” 17
Mahmud Yunus mengartikan lafadz istuḥfiẓū ialah dengan “mereka
menghafal kitab Allah.” Aritanya merekaa diperintahkan untuk
16 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, 444. 17 Mahmud Yunus, Tafsir al-Qur’an Karim, 156.
50
menghafal kitab-kitabNya, berbeda dengan penjabaran yang
dikemukakan oleh Mahmud Yunus di dalam Q.S al-Hijr/15:9.
Kemudian dalam tafsir al-Furqan karya A. Hasan, beliau penafsirkan
ayat tersebut dengan “kami telah menurunkan kitab taurat yang di dalam
nya terdapat petunjuk dan penerangan yang dijadikan dasar oleh para
nabi, orang alim, dan pendeta Bani Israil unuk menghukum kaum Yahudi
dengan amanat dari kitab Allah yang diembankan kepada merekaa,
sementara kaum Yahudi menyaksikan kebenaran kitab itu. oleh karena
itu, hendaklah kalian takut kepadaKu dan janganlah kalian takut kepada
manusia, janganlah kalian melupakan ayat-ayatKu karena hendak
mendapat sedikit harta dunia. barang siapa yang tidak berhukum dengan
apa yang diturunkan oleh Allah. maka merekaa adalah orang-orang kafir.
Dapat dipahami bahwa dalam penjagaan kitab Allah (taurat), para
pendeta-pendeta dari Bani Israil merekaa diembankan dan diamanatkan
untuk kitab tersebut, berbeda pula dengan mendapatnya A. Hasan dalam
menafsirkan penjagaan al-Qur’an.18
Tafsir Qur’an karya H.Zainuddin Hamidy, Fachruddin Hs.
Menafsirkan ayat di atas dengan, “Sesungguhnya telah Kami telah
menurunkan Taurat, di dalamnya berisi pimpinan kebenaran dan cahaya
yang terang, dengan itulah nabi-nabi yang patuh (kepada tuhan)
memutuskan perkara untuk orang-orang Yahudi, juga orang-orang yang
tahu dalam ilmu ketuhanan dan pendeta-pendeta, di sebabkan merekaa
disuruh menjaga sebagian dari kitab tuhan, dan merekaa menjadi saksi
(keterangan) baginya, sebab itu janganlah kamu takut kepada manusia
tetapi takutlah kepadaKu. dan janganlah kamu ambil keuntungan yang
sedikit ganti dengan keterangan-keteranganKu. barangan siapa yang
18 Ahmad Hasan, al-Furqān Tafsir Qur’ān, 189.
51
tidak menghukum menurut apa yang diturunkan Tuhan, itulah orang-
orang kafir. H.Zainuddin Hamidy, Fachruddin Hs. Mengartikan pula
lafadz istuḥfiẓū sebagai merekaa disuruh menjaga kitab-kitab Allah.
Maka jelas keterangan penjagaan al-Qur’an dengan kitab-kitab
sebelumnya berbeda.19
2. Mufasir Indonesia yang Menggunakan Metode Tahlīlī
Di dalam Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka, beliau mengartikan
lafadz istuḥfiẓū dengan diamanatkan merekaa dengan kitab Allah.
Merekaa di sini ialah pendeta-pendeta dan orang alim, dalam hal ini
kitab-kitab yang di turunkan sebelum al-Qur’an, Allah
mengamanatkannya kepada merekaa untuk memelihara.20
Hasbi Ash-Shiddieqy di dalam kitabnya Tafsir Al-Quranul Majid An-
Nur mengartikan lafadz istuḥfiẓū ialah merekaa diperintahkan
memelihara, yakni dijelaskan pula dalam tafsirnya, demikian kedudukan
taurat yang diturunkan Allah untuk membebaskan Bani Israil dari
penyembahan berhala dari kesesatan, sudah jelas bahwa taurat
merupakan kitab hukum dan syariat bagi merekaa.21
Di dalam kitab Al-Qur’an dan Tafsirnya Milik Departemen Agama
RI, mengartikan lafadz istuḥfiẓū ialah diperintahkan memelihara,
maksudnya Allah memerintahkan kepada para ulama dan pendeta-
pendeta untuk memelihara kitab Allah (taurat) di dalamnya petunjuk dan
cahaya. Di jelaskan pula dalam tafsirnya, bahwa Pada ayat ini
diterangkan bahwa Taurat diwahyukan sebagai petunjuk bagi Bani Israil,
tetapi sebagian hukumnya merekaa tinggalkan. Maka dapat di pahami
19 H.Zainuddin Hamidy, Fachruddin Hs. Tafsir Qur’ān, 158. 20 Hamka, Tafsir al-Azhar, 255-257. 21 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-
Nūr, 591-592.
52
penjagaan dan pemeliharaan taurat berbeda dengan penjagaan al-Quran.
Dalam tafsirnya pun di jelaskan bahwa orang-orang Yahudi yang
menyembunyikan hukum rajam terhadap orang berzina yang bersuami
atau beristri dan menggantinya dengan hukuman dera dan
menghitamkan mukanya, lalu diarak berkeliling supaya disaksikan oleh
masyarakat, dan lain-lainnya, berarti merekaa melakukan
penyelewengan hukum. Ketahuilah bahwa merekaa itu adalah orang-
orang yang ingkar, artinya merekaa ingkar terhadap apa yang di tetapkan
dalam taurat.22
M Quraish Shihab mengartikan lafadz istuḥfiẓū sebagai di
perintahkan memelihara, yakni memelihata kitab Allah (taurat) dan
merekaa menjadi saksi-saksi terhadapnya. Dikatakan pula bahwa
merekaa diperintahkan oleh Allah secara langsung kepada Nabi dan
melalui para nabi kepada umatnya agar memelihara kitab Allah, yakni
menegakkan hukum-hukum dan melaksanakan petunjuk-petunjuk yang
dikandungnya.23
C. Korelasi Mufasir Indonesia dengan Mufasir Terdahulu
Bagian ini penulis akan mengkorelasikan mufasir indonesia dengan
mufasir terdahulu berdasarkan mufasir yang terdapat pada Disertasi Eva
Nugraha.
1. Mufasir Indonesia yang Menyatakan Allah Menjaga Al-Qur‘an
Mufasir Indonesia yang menyatakan dalam tafsirnya bahwa hanya
Allah-lah yang menjaga al-Qur’an, ialah Mufasir yang tergolong dalam
mufasir yang menggunakan metode ijmāli. Diantanya, Mahmud Yunus,
A. Hasan, H.Zainuddin Hamidy, Fachruddin Hs. Merekaa menyatakan
22 Departemen Agama RI, Al-Qur’ān dan Tafsirnya, 444-447. 23 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh, 97-98.
53
bahwa lafad Al-Żikr sebagai peringatan dan al-Quran, dan merekaa
menafsirkan lafadz laḥāfiẓūn sebagai hanya Allah-lah yang menjaga al-
Qur’an. Bila mengaitkan dengan apa yang penulis temukan, itu hampir
sama dengan apa yang di ucapkan oleh mufasir pada abad pertama
sampai ke tiga di dalam disertasi Eva Nugraha, ialah Al-Ṭabārī.
Kemudian dilanjutkan oleh mufasir lainya, baik dari ke tiga maupun ke
empat Hijriah. Seperti al- Ṣan‘ānī (w.211 H), al-Juzzāz (w.311 H) dan
Ibn Abī Ḥātim (w. 327 H). Merekaa menyatakan bawa ḍamir ha,
dimaknai ‘indanā (pada kami), kemudian pendapat mujtahin, ḍamir ha
kembali ke Al-Żikr. Dengan bersandar pada riwayat Sa‘īd dan Qatādah,
ia menyatakan bahwa ada kaitan antara ayat laḥafizūn dengan ayat Lā
ya,itīh al-bāṭil yang merujuk ke iblis. Kemudian Allah menurunkannya
dan menjaganya. Di mana tidak mungkin Iblis untuk menambahkan di
dalamnya sesuatu yang batil, dan benar benar tidak bisa ia mengurangi
apa pun. Karena Allah-lah yang menjaga al-Qur’an.24
2. Mufasir Indonesia yang Menyatakan Allah dan Pihak-Pihak
lain yang Menjaga Al-Qur‘an
Mufasir Indonesia yang menyatakan bahwa penjagan dan
pemeliharaan al-Qur’an itu adalah Allah dan pihak yang lainnya. itu
cendrung kepada mufasir yang mengunakan metode tahlilī. Di satu sisi
mufasir yang menggunakan metode tahlilī itu mayorintas menafsirkan
makna Al-Żikr itu sama halnya dengan para mufasir yang menggunakan
metode ijmāli, ialah sebagai peringatan dan al-Quran. Tetapi mufasir
yang menggunakan metode tahlilī memaknai lafadz laḥafizūn itu relatif,
24 Eva Nugraha, “Diseminasi, Komodifikasi dan Sakralitas Kitab Suci; Studi
Kasus Usaha Penerbitan Mushaf al-Quran di Indonesia Kontemporer” (Disertasi S3.,
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018),
(versi ujian promosi), 164.
54
ada yang memaknainya hanya Allah-lah yang menjaga al-Qur’an ada
pula yang memaknainya Allah dan pihak-pihak lain yang ikut serta
dalam penjagaan dan pemeliharaan al-Qur’an. Contohnya Hasby Ash-
Shiddieqi di dalam tafsirnya bahwa kita tetap memperoleh orang yang
memelihara al-Qur’an dan melindunginya. Begitupun di dalam tafsir al-
Misbah dan kemenag bawa banyak pihak-pihat lain yang ikut menjaga.25
Maka dari itu bila mengaitkan dengan apa yang penulis temukan, itu
hampir sama dengan apa yang di ucapkan oleh para mufasir di abad
pertengahan ke empat sampai abad empat belas pada disertasi Eva
Nugaraha. Misalnya al-Māturīdī menambahkan bawa yang menjadi
subjek dari pengurangan dan penambahan pada al-Qur’an tidak terfokus
pada iblis tapi siapapun. Selepas itu, pemahaman para mufasir, pada
siapa dan bagaimana bentuk penjagaan tersebut dilakukan, mengalami
perkembangan yang signifikan. Hingga keterlibatan kaum muslimin baik
secara hafalan maupun upaya-upaya merekaa dalam meresepsi al-Qur’an
(jam’ al-Qur’an), menjadi aktor yang terlibat dalam tindakan penjagaan.
Kemudian para mufasir di abad ke enam memasukan pemahaman bahwa
yang terlibat dalam penjagaan al-Qur’an adalah para penghafal dan
merekaa yang telah mengumpulkan al-Quran. Seperti halnya ‘Atiyyah
(w. 542 H), al-Zamakhsyārī (w. 538). Sampai kepada abad 14 H, terjadi
perluasan makna. Contohnya H. Rashīd Riḍa (w. 134 H), al-Marāghī (w.
1371). 26
25 Di katakan dalam tafsir nya ada pihak-pihak lain yang menjaganya, bentuk
usaha menjaga kemurnian al-Qur’an menghafal, menulis, membukukan merekaam,
membuat Lajnah pentasihan mushaf al-Quran, Naskh al-Qur’an, Tilawatil Qur’an,
sekolah hafal al-Qur’an, pendidikan al-Qur’an dan perguruan tinggi al-Qur’an. 26 Eva Nugraha, Diseminasi, Komodifikasi dan Sakralitas Kitab Suci, 164-
165.
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian penulis pada bab-bab sebelumnya, maka penafsiran
mufasir indonesia atas Q.S al-Hijr/15:9 terkait dengan penjagaan dan
pemeliharaan al-Qur’an adalah sebagai berikut:
Mufasir Indonesia yang menggunakan metode ijmali, mereka
menafsirkannya dengan global tidak terperinci. yaitu Mahmud Yunus, A.
Hasan dan H. Zainuddin Hamidy, Fachruddin Hs, dalam menafsirkan Q.S
al-Hijr/15:9 mereka berpendapat bahwa pemeliharaan dan penjagaan al-
Qur’an ialah hanya Allah SWT. dari upaya pengurangan dan perubahan.
Tidak melibatkan pihak-pihak yang ikut serta di dalam penjagaan dan
pemeliharaan. sehingga tidak seorang pun yang sanggup menyelewengkan
apalagi menghapusnya, dan itu pula janji Allah sampai hari kiamat.
Berbeda dengan Mufasir Indonesia yang menggunakan metode tahlili,
mereka menafsirkan al-Qur’an dengan terperinci, ada tiga mufasir yaitu
Hamka, Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Departemen Agama
RI, M Quraish Shihab, dalam menafsirkan Q.S al-Hijr/15:9, mereka
berpendapat bahwa pemeliharaan dan penjagaan al-Qur’an, itu bisa
dikatakan hanya Allah-lah yang menjaga al-Qur’an kemudian Allah dan
pihak-pihak yang lain. Di antaranya orang yang menghafal dan kaum
muslimin di dalam usaha-usahanya untuk menjaga al-Qur’an.
56
B. Saran-saran
Dari paparan dan penelitian yang dilakukan oleh penulis di atas,
penulis menyadari penelitian ini jauh dari kata sempurna, masih banyak
kekurangan dan kesalahan dari penulisan maupun kevalidan data.
Penulis berharap kepada para pecinta dan pengkaji al-Qur’an, untuk
melakukan penelitian lebih lanjut terkait tema yang diangkat. Atau
meneruskan penjagaan kitab suci yang lainnya sehingga dapat
memperkaya dan menambah ilmu bagi pembaca.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga bermanfaat
untuk kita semua.
57
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Artikel Jurnal
Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir al-Thabari, Jami’ul Bayan‘an Ta’wil
Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr, 1988.
Al-A’zami, M. Musthafa. Sejarah Teks al-Qur’an dari wahyu sampai
Kompilasi, terj. Sohirin Solihin, dkk. Jakarta: Gema Insani
Press, 2005.
_______, Muhammad Mustafa. Sejarah Teks al-Qur’an dari wahyu
sampai kompilasi. jakarta: Gema Insani Press, 2005.
Amir, Mafri. Literatur Tafsir Indonesia Banten: Mazhab Ciputat, 2013.
Anwar, Rosihon. Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Arikunto, Suharsimi.“Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,”
Rineka Cipta, Jakarta 1998,
Baidan, Nashrudin. “Perkembangan Tafsir Al-Qur’an di Indonesai.”
PT Tiga Pustaka Mandiri Solo, 2003.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, CV Penerbit
Jumanatul ‘Ali-Art (J-Art), Bandung, 2004.
Fajar Pramono, Muhamad. “Pola-pola pemeliharaan al-Qur’an dalam
tinjauan historis.” Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Agama Isy
Karima, (2017).
Ghofur, Saiful Amin. Profil Para Mufasir al-Qur’an. Yogyakarta:
Pustaka Insan Madani, 2008.
Hafsin, Abu. al-Qur’an Kita: Studi Ilmu, Sejarah dan Tafsir
Kalamullah, cet. 3, Kediri: Lirboyo Press, (2013).
Hamidy, H. Zainuddin. Hs, Fachruddin. Tafsir Qur’an: Naskah asli-
Terjemah-Keterangan. cetakan keenam, Jakarta wijaya, 1973.
Hamka. Tafsir Al Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.
Hasan, Ahmad. al-Furqan Tafsir Qur’an. Jakarta: Pustaka Mantiq,
Yayasan Ambadar, 2006.
58
Hasbi Ash-Shiddieqi, Teungku M. Sejarah dan Pengantar ilmu Al-
Qur’an/Tafsir Jakarta: penerbit Bulan Bintang, 1980.
_______, Ash-Shiddieqi, Teungku M. Tafsir al Qur’anul Majid An-
Nūr, jilid 1. Jakarta: Cakrawala Publishing, 1995.
Ibn Kasir, Al-Hafiz. Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul yang
Agung, terj. Abu Ihsan al-Asari, cet. 8. Jakarta: Darul Haq, 2011
Igisani, Rithon. “Kajian Tafsir Mufassir di Indonesia”. Potret jurnal,
vol.22, no.1, Januari-Juni 2018.
Indriati, Anisah. “Ragam Tradisi Penjagaan al-Qur’an di Pesantren.”
Studi Living Qur’an di Pesantren Al-Munawwir Krapyak, An-
Nur Ngrukem, dan Al-Asy’ariyyah Kalibeber. Jurnal al- Itqan
Volume 3, No. 1. (Januari – Juli 2017).
Gusmian. Islah, Khazanah Tasir Indonesia, dari hermetika hingga
Ideologi. Cet. Ke-1. Jakarta: Teraju, 2003.
Lexy J, Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi. cet. 26,
5. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.
Madzkur, Zaenal Arifin. “Legalisasi Rasm Usmani dalam Penulisan
al-Qur’an”. dalam Journal of Qur’anic and Hadits Studies, Vol.
1, No. 2, 2012.
Mannā’ Khalīl al-Qaṭṭān, Mabahis Fi Ulum al-Qur’an. Riyad:
Mansurat al-Hasr wa al-Hadits, 1393 H/ 1973 M.
_______, Khalīl al-Qaṭṭān, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aunur
Rafiq El-Mazni, cet. 6. Jakarta: Putaka al-Kautsar, 2011.
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta:
Bumi Aksara, 2007.
Rasul Ja’fariyan, Menolak Isu Perubahan al-Qur’an, terj.
Abdurrahman. Jakarta: Pustaka Hidayah, 1991.
Roziqin, Badiatul. Asti, Badiatul Muchlisin. Manaf, Junaidi Abdul. 101
Jejak Tokoh Islam Indonesia. Yogyakarta: Penerbit e-
Nusantara, 2009.
59
Shihab. M. Quraish, et. al, Sejarah & Ulūm al-Qur’an, cet. 4 (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2008).
_______, M. Quraish, Tafsir Al-Misbāh, Pesan, Kesan dan Keserasian
al Qur-an vol.15, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
As-Shalih, Subhi. Mabaahits fii Uluum Al-Qur’an, cet. 4 Beirut: Daar
Al-Ilm li Al-Malaayiin, 2000.
As-Sijistani, Abu Dawud. Sunan Abi Dawud, Beirut: Al-Maktabat Al-
Ashriyah, T.Th, vol. 3.
Sybromalisi, Faizah Ali. “urgensi lajnah pentashih al-Qur’an di
Indonesia”. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2011.
Al-Suyuti, Jalal ad-Din. al-Itqan fi Ulum al-Quran. Beirut: Dar al-Fikr.
Jilid I, t.t.
Al-Sya’rāwī, Muḥammad Mutawalli. Tafsīr al-Sya‘rāwī. Kairo: Akhbār
al-Yaūm Idārah al-Kutub wa al-Maktabāt, 1991.
Taufiqurarahman. “Kajian Tafsir Al-Qur’an. Mutawattir: Jurnal
keilmuan Tafsir hadis.” Institut Agama Islam Al-Amin
Prenduan Sumenep, Madura Vol.2, No.1, juni 2012.
Yunus, Mahmud. Tafsir Al-Qur’an al-Karim, Jakarta: PT. Hidakarya
Agung, 2004.
Desertasi, Tesis dan Skripsi
Abdul Rakhim, Muhammad. “Toletansi Antar Umat Beragama Dalam
Pandangan Mufasir Indonesia.” S1., UIN walisongo semarang
2015.
Ali, Muharom. “Konsep Keterjagaan al-Qur’an menurut al-Sya’rāwī
kajian atas Makna “ḥāfiẓūn”. Sekeripsi S1., Serjana Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.
Gunawan, Gugun. “Penafsiran Q.S Al-Hijr/15:9 tentang pemaknaan
lafal Al-Zikr sebagai Al- Quran sebuah studi kritis” Skeripsi S1
Serjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2018.
60
Khamdatul. Aliyati. “Perbudakan Dalam Pandangan Mufasir
Indonesia.” S1., UIN walisongo semarang 2015.
Kusairi, Ahmad. “Pemeliharaan kemurnian al-Qur’an.” Skripsi S1
Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1991.
Nugraha, Eva. “Diseminasi, Komodifikasi dan Sakralitas Kitab Suci;
Studi Kasus Usaha Penerbitan Mushaf al-Quran di Indonesia
Kontemporer,” Disertasi S3 Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.
Rakhim, Muhammad Abdul. “Toletansi Antar Umat Beragama Dalam
Pandangan Mufasir Indonesia.” S1 UIN walisongo semarang
2015.
https://kbbi.web.id/jaga.