PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGANALISIS UNSUR · PDF fileCerpen mengandung unsur-unsur yang...
Transcript of PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGANALISIS UNSUR · PDF fileCerpen mengandung unsur-unsur yang...
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGANALISIS UNSUR INTRINSIK
CERPEN DENGAN METODE DISKUSI SISWA KELAS VIII SMP
NEGERI 02 PANGKAH KECAMATAN PANGKAH KABUPATEN
TEGAL TAHUN PELAJARAN 2010/2011
SKRIPSI
DERAJAT MUJIONO
NPM 06410098
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
IKIP PGRI SEMARANG
2011
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGANALISIS UNSUR INTRINSIK
CERPEN DENGAN METODE DISKUSI SISWA KELAS VIII SMP
NEGERI 02 PANGKAH KECAMATAN PANGKAH KABUPATEN
TEGAL TAHUN PELAJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Pendidikan Bahasa Dan Seni IKIP PGRI
Semarang Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Guna Memperoleh
Derajat Sarjana Pendidikan
DERAJAT MUJIONO
NPM 06410098
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
IKIP PGRI SEMARANG
2011
SKRIPSI
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGANALISIS UNSUR
INTRINSIKCERPEN DENGAN METODE DISKUSI SISWA KELAS VIII
SMP NEGERI 02 PANGKAH KECAMATAN PANGKAH KABUPATEN
TEGAL TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Yang disusun dan diajukan oleh
Drajat Mujiono
NPM 06410098
Telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan
di hadapan Dewan Penguji
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dra. Ngatmini, M.Pd. Dra. Asrofah, M.Pd.
NIP 196407121991122001 NPP 936601104
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
IKIP PGRI SEMARANG
2011
SKRIPSI
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGANALISIS UNSUR
INTRINSICERPEN DENGAN METODE DISKUSI SISWA KELAS VIII
SMP NEGERI 02 PANGKAH KECAMATAN PANGKAH KABUPATEN
TEGAL TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Yang disusun dan diajukan oleh
Derajat Mujiono
NPM 06410098
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal Pebruari 2011
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Ketua, Sekretaris,
Dra. Sri Suciati, M.Hum. Drs. Harjito. M.Hum.NIP 196503161990032002 NPP 936501103
Dewan Penguji
1. Dra. Ngatmini, M.Pd. ( ...………………………. )NIP 196407121991122001
2. Dra. Asrofah, M.Pd. (………………………… )NPP 936601104
3. Drs. Suyoto, M.Pd. (………………………… )NIP. 196403021991121001
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
IKIP PGRI SEMARANG
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Raihlah impian ketika kita masih melihat cahaya dan waktu akan
menuntun meraih keberhasilan.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada:
1. Ayah dan ibu tercinta yang senantiasa
tiada henti memanjatkan doa serta kasih
sayang kepada penulis;
2. Kakak dan adik tercinta, maaf jika aku
belum menjadi yang terbaik;
3. Almamaterku IKIP PGRI Semarang
yang telah mengantarkan langkahku
hingga saat ini.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Sang Maha Pencipta yang telah melimpahkan nikmat dan
hidayah-Nya kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi yang berjudul
“Kesantunan Tuturan Pengamen di Bus Jurusan Tegal-Purwokerto”. Dukungan
keluarga dan handai taulan sangat berarti dalam menumbuhkan semangat yang
terkadang redup. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan kepada
penulis, mereka adalah sebagai berikut.
1. Muhdi, S.H., M.Hum., rektor IKIP PGRI Semarang yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi;
2. Dra. Sri Suciati M.Hum., dekan Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP
PGRI Semarang yang telah memberikan izin penelitian;
3. Drs. Harjito, M.Hum., ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
IKIP PGRI Semarang yang telah menyetujui judul skripsi ini;
4. Dra. Ngatmini, M.Pd. pembimbing I yang telah membimbing hingga
terselesainya skripsi ini serta yang telah membuka cakrawala mimpi kepada
penulis;
5. Dra. Asrofah, M.Pd., pembimbing II yang telah memberikan arahan kepada
penulis;
6. Bapak dan ibu dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang
telah memberikan ilmu dan pengalaman selama perkuliahan;
7. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
angkatan 2006 kelas C;
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Yang
Maha Kuasa memberikan yang terbaik kepada kita semua dikehidupan
sekarang dan yang akan datang.
Penulis sadar bahwa kesempurnaan hanyalah milik Yang Maha Sempurna,
tetapi usaha maksimal telah penulis lakukan dalam penyelesaian skripsi ini. Kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
skripsi ini. Penulis berharap, skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Semarang, 8 Maret 2011
Derajat Mujiono
ABSTRAK
Derajat Mujiono “Peningkatan Kemampuan Menganalisis Unsur IntrinsikCerpen dengan Metode Diskusi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 02 PangkahKecamatan Pangkah Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran 2010/2011”. Skripsi.Semarang: Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP PGRI Semarang, Februari2011.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pembelajarandengan metode diskusi meningkatkan kemampuan menganalisis unsur intrinsikcerpen pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 02 Pangkah Kabupaten Tegal TahunPelajaran 2010 / 2011? dan bagaimanakah perubahan perilaku siswa setelahmenggunakan metode diskusi pada siswa ?
Tujuan penelitian ini yaitu untuk meningkatkan kemampuan siswamenganalisis unsur intrinsik cerpen dengan metode diskusi siswa kelas VIII SMPNegeri 02 Pangkah Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran 2010 /2011dan untuk mengetahui format pembelajaran menganalisis unsur intrinsikcerpen dengan metode diskusi siswa kelas VIII SMP Negeri 02 PangkahKecamatan Pangkah Kabupaten Tegal.
Subyek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII A SMPNegeri 02 Pangkah Kabupaten Tegal yang berjumlah 42 siswa. Rancangan dalampenelitian ini adalah dengan memberikan perilaku dan tindakan kepada subyekpenelitian tentang metode diskusi dalam meningkatkan kemampuan menganalisisunsur intrinsik cerpen melalui kegiatan pembelajaran. Teknik pengumpulan datayang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan tes kemampuanmenganalisis unsur intrisik cerpen. Teknik analisis data dalam penelitian iniadalah deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan diperoleh bahwa pembelajaran denganmetode diskusi dapat meningkatkan kemampuan menanalisis unsur intrinsikcerpen pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 02 Pangkah Kabupaten TegalTahun Pelajaran 2010 / 2011. hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan hasiltes menganalisis unsur intrinsik cerpen, yaitu hasil tes prasiklus sebesar 33,3%atau 14 siswa yang mampu menganalisis unsur - unsur intrinsik cerpen , hal ini(kategori kurang dari target ), sedangkan hasil tes siklus I mengalami perubahansebesar 54,76% atau 23 siswa yang mampu menganalisis unsur intrinsik cerpen(kategori cukup) atau mengalami peningkatan sebesar 21,4% atau 9 siswa yangmampu mengnalisis unsur intrinsik. Sedangkan pada siklus II terjadi peningkatansebesar 92.85% atau 32 siswa yang mampu menganalisis unsur intrinsik cerpen(kategori baik) atau mengalami peningkatan sebesar 59% atau 25 siswa yangmampu menganalisis unsur intrinsik.
Bentuk peningkatan tersebut terlihat dari siswa mampu mmenentukantema , siswa mampu menentukan alur , latar , tokoh yang ada dalam cerita denganperwatakannya serta siswa bisa menentukan sudutpandang .
Bentuk perubahan perilaku dilakukan dengan cara memberikan materi,latihan-latihan menganalisis cerpen, mengerjakan soal-soal pemahaman danpelaksanaan pembelajaran yang menekankan pendekatan individual kepada siswauntuk memotivasi minat belajar, melatih siswa untuk menemukan informasi
khusus pada unsur yang terkandung didalam cerpen, dengan demikian dalamberdiskusi siswa lebih aktif, siswa lebih berni dalam menjajakan pendapatnyaserta pengelolaan kelas yang baik membuat suasana menjadi tenang bagi siswauntuk belajar.
Pencapaian hasil di atas menunjukkan bahwa penerapan metode diskusidalam menganalisis unsur intrinsik cerpen dapat digunakan sebagai salah satuupaya untuk memberikan efek positif dalam meningkatkan kemampuanmenganalisis.
Sarankan kepada guru dalam pembelajaran menganalisis unsur intrinsikcerpen dengan metode diskusi ini perlu dilakukan secara berkesinambungan,saling berhubungan dan berulang-ulang agar dicapai hasil yang di inginkan.
DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR.......................................................................................... i
SAMPUL DALAM...................................................................................... ii
PERSETUJUAN .......................................................................................... iii
PENGESAHAN ........................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................... viii
DAFTAR ISI................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah............................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian....................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian..................................................................... 5
E. Penegasan Istilah ....................................................................... 6
F. Sistematika Penulisan................................................................ 8
BAB II LANDASAN TEORI ...................................................................... 9
A. Hakekat Sastra........................................................................... 9
B. Apresiasi Sastra ......................................................................... 11
C. Cerpen ....................................................................................... 11
1. Unsur Intrinsik Cerpen…………………………………….. 13
D. Metode Diskusi ......................................................................... 29
1. Pengertian Metode Diskusi………………………………… 29
2. Peranan Guru dalam Metode Diskusi ....................... …….. 31
3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Diskusi……………….. 33
E. AdaptasI .................................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN............................................................... 35
A. Tempat Penelitian...................................................................... 35
B. Subjek Penelitian………………………………………………. 36
C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data…………………….. 36
D. Desain Penelitian………………………………………………. 39
E. Teknik Analisa Data…………………………………………… 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................. 46
A. Hasil Tes .................................................................................. 46
B. Format Pembelajaran ……………………………. ................. 54
C. Pembahasan Hasil Penelitian………………………………….. 56
BAB V PENUTUP...................................................................................... 55
A. Simpulan………………………………………………………. 62
B. Saran…………………………………………………………. 63
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada zaman modern seperti sekarang ini, kedudukan sastra semakin penting.
Sastra diapresiasi masyarakat untuk memperhalus budi pekerti, memperkaya
spritual, dan hiburan. Karena begitu bermanfaatnya, sastra perlu diajarkan di
sekolah-sekolah.
Pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup materi bahasa dan
materi sastra. Pengajaran bahasa Indonesia bertujuan melatih keterampilan
berbahasa pada siswa. Siswa dilatih berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
Indonesia untuk berbagai keperluan. Keterampilan-keterampilan berbahasa itu di
antaranya menyimak (mendengarkan), berbicara, membaca, dan menulis.
Pengajaran sastra bertujuan untuk meningkatkan apresiasi sastra siswa.
Apresiasi berhubungan dengan menyenangi dan menghargai karya sastra.
Pengajaran karya sastra harus terintegrasi dengan pengajaran bahasa. Pengajaran
sastra juga untuk mengembangkan kemampuan berbahasa siswa. Melalui karya
sastra kemampuan berbahasa siswa dalam aspek membaca, berbicara, menulis,
atau bahkan menyimak (mendengarkan) dikembangkan.
Salah satu bentuk karya sastra yang mudah ditemukan adalah cerpen, selain
cerpen. Cerpen dapat ditemukan hampir di setiap Minggu di surat kabar, majalah,
dan tabloid. Hal ini mengindikasikan bahwa cerpen sudah menjadi konsumsi
2
masyarakat meskipun cerpen di media-media itu masih sebatas selingan atau
selipan.
Cerpen adalah salah satu bentuk karya sastra prosa. Cerpen adalah cerita
disajikan dalam bentuk lebih pendek dibandingkan dengan karya sastra prosa
yang lain, seperti novel atau novelet. Yang membedakan lagi dengan cerita prosa
yang lain, cerpen disajikan dalam bentuk yang pendek. Permasalahan yang
diangkat tidak kompleks. Pelaku-pelakunya lebih sedikit (Baribin, 1985:16).
Karena bentuknya yang pendek itu, cerpen lebih potensial diajarkan kepada
siswa untuk melatih daya apresiasi siswa dibandingkan dengan mengajarkan
novel. Selain cerpen mudah untuk mendapatkannya, cerpen dapat dibaca siswa
dalam waktu yang relatif pendek. Dengan demikian, dengan sekali membaca
cerpen itu dapat dipahami untuk diapresiasi.
Cerpen memuat permasalahan tunggal. Meskipun permasalahannya tunggal,
cerpen tidak kalah menariknya dengan novel yang permasalahannya lebih luas.
Cerpen mengandung unsur-unsur yang terdapat dalam novel. Dengan ringkas
dapat dikatakan untuk pengajaran karya sastra prosa, cerpen lebih praktis dan
efektif untuk dihadirkan di dalam kelas.
Dengan pembelajaran apresiasi cerpen, siswa dapat menemukan sisi
kehidupan manusia. Siswa dapat mengambil nilai-nilai positif yang disampaikan
melalui cerita itu. Siswa dapat menemukan arti kehidupan, permasalahan-
permasalahan di sekitarnya dengan bijaksana. Selain itu, dalam kegiatan
mengapresiasi cerpen itu siswa mendapatkan hiburan dan pengalaman hidup.
3
Pembelajaran sastra yang baik harus sesuai dengan hakikat sastra dan sesuai
dengan tuntutan sistem sekolah. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat memiliki
pengalaman sastra, yaitu pengalaman mengapresiasi karya sastra dan
pengalaman berekspresi melalui karya sastra.
Menurut Susatya (1989:12), apresiasi sastra merupakan kegiatan mengakrabi
karya sastra dengan sungguh-sungguh, sehingga dalam diri kita timbul dan
tumbuh pengertian, minat, penghargaan serta timbul kepekaan yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Dalam hubungannya dengan sastra dan peristiwa
sastra, kata apresiasi mengandung pengertian memahami, menikmati dan
menghargai atau menilai. Dalam hubungannya dengan kegiatan membaca karya
sastra, jelas bahwa pembaca tidak akan dapat menikmati karya itu sebelum
memahami dan merasakan apa yang terkandung dalam karya sastra itu. Demikian
pula halnya dengan penghargaan dan penilaian. Seorang pembaca tidak akan
dapat menghargai atau memberi penilaian terhadap mutu suatu karya sastra tanpa
memahami atau menikmatinya lebih dahulu.
Di dalam cerpen terdapat unsur-unsur yang membangunnya di antaranya
unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik meliputi tema, tokoh,
penokohan, alur, setting, sudut pandang pengarang, dan amanat. Unsur ekstrinsik
pembangun cerpen adalah budaya, pengarang, adat istiadat, dan sebagainya.
Untuk memahami sebuah cerpen, perlu dibacanya dan ditemukan unsur-unsur
yang membangunnya. Unsur-unsur itu terdapat di dalam sebuah cerpen. Dengan
kata lain, untuk memahami sebuah cerpen, perlu mengetahui unsur-unsur intrinsik
yang ada di dalam cerpen.
4
Siswa kelas VIII SMP N 2 Pangkah Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal
tahun pelajaran 2009/2010 mengalami kesulitan didalam memahami unsur-unsur
intrinsik sebuah cerpen. Hal itu teridentifikasi dalam menjawab soal-soal tentang
isi sebuah cerpen, misalnya: dalam menentukan latar, alur, karakter tokoh, sudut
pandang pengarang, amanat, dan gaya bahasa. Dalam menentukan tokoh cerpen,
siswa telah mampu dengan baik.
Selama ini pembelajaran menganalisis unsur intrinsik cerpen dilakukan
dengan cara membaca cerpen lalu siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan cerpen itu. Siswa menganalisis cerpen setelah diterangkan
secara teoretis unsur-unsur intrinsik oleh guru. Setelah dihadapkan pada sebuah
cerpen, siswa mengalami kesulitan untuk menganalisis unsur intrinsik yang ada
dalam cerpen yang dibacanya. Untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
menganalisis unsur intrinsik perlu diberdayakan kemampuan siswa itu dengan
metode diskusi. Siswa secara berkelompok untuk berdiskusi guna menganalisis
unsur intrinsik. Bersama siswa lain, siswa membentuk kelompok untuk berdiskusi
guna menemukan unsur intrinsik sebuah cerpen.
Oleh karena itu, skripsi ini diberi judul “Peningkatan kemampuan
menganalisis unsur intrinsik cerpen dengan metode diskusi siswa kelas VIII SMP
N 2 Pangkah Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal tahun pelajaran 2009/2010.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut.
5
1. Bagai manakah dengan metode diskusi dapat meningkatkan
kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen siswa kelas VIII SMP
N 2 Pangkah Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal tahun pelajaran
2009/2010?
2. Bagaimanakah perubahan perilaku siswa setelah menggunakan metode
diskusi?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan, tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
1. Peningkatan kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen dengan metode
diskusi siswa kelas VIII SMP N 2 Pangkah Kecamatan Pangkah Kabupaten
Tegal tahun pelajaran 2009/2010.
2. Format pembelajaran menganalisis unsur intrinsik cerpen dengan metode
diskusi siswa kelas VIII SMP N 2 Pangkah Kecamatan Pangkah Kabupaten
Tegal tahun pelajaran 2009/2010.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan pengembangan salah satu teori untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam menganalisis unsur intrinsik cerpen
6
dengan metode diskusi sehingga dapat dipakai sebagai referensi dalam
penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak berikut.
a. Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi
guru untuk.
1. Mengembangkan model pembelajaran yang inovatif guna
mengatasi kekurangmampuan siswa dalam menganalisis unsur
intrinsik cerpen,
2. Jika dengan metode diskusi dapat meningkatkan kemampuan siswa
dalam menganalisis unsur intrinsik cerpen diharapkan dapat
dijadikan alternatif dalam mengatasi permasalahan yang sama.
b. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi siswa untuk
meningkatkan kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen.
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi sekolah dalam
mengembangkan budaya melakukan penelitian tindakan kelas setiap
kali guru menghadapi permasalahan pembelajaran.
7
E. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi salah pemahaman dalam membaca skripsi ini perlu dijelas-
kan beberapa istilah yang terdapat dalam judul. Istilah yang perlu dijelaskan
adalah:
1. Cerpen adalah salah satu bentuk karya sastra prosa. Cerpen adalah cerita
yang disajikan secara relatif pendek sehingga dengan sekali membaca
cerita itu dapat diselesaikan. Cerpen memuat permasalahan tunggal,
tokoh cerita yang relatif sedikit, dan setting yang terbatas (Surana,
1983:27).
2. Unsur intrinsik cerpen adalah unsur yang membangun sebuah cerpen yang
terdapat di dalam cerpen itu. Jadi, dengan membaca dan menganalisis
cerpen, unsur-unsur intrinsik itu dapat ditemukan, di antaranya tema,
tokoh, penokohan, alur, setting, sudut pandang, dan amanat cerpen
(Baribin, 1985:52).
3. Metode diskusi adalah cara penyampaian bahan pelajaran dimana guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan pendapat,
membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan
masalah (Sofa, 2008:1).
8
F. Sistematika Penulisan
Secara garis besar skripsi ini ditulis dengan sistematika sebagai berikut.
Bab I pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan judul, dan sistematika
penulisan.
Bab II landasan teori yang membahas tentang hakikat sastra, apresiasi sastra,
cerpen, metode diskusi, dan adaptasi teori.
Bab III metode penelitian yang membahas tentang rancangan penelitian,
setting penelitian, subjek penelitian, teknik dan instrumen penelitian, desain
penelitian, dan teknik analisis data.
Bab IV hasil penelitian dan pembahasan berisi hasil analisis data penelitian
dan pembahasan hasil penelitian.
Bab V penutup yang berisi simpulan dan saran.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hakikat Sastra
Karya sastra diciptakan pengarang unruk menyampaikan gagasan dan ditulis
dalam bentuk yang indah. Karya sastra itu dipublikasikan agar dapat dinikmati
pembacanya. Sastra adalah seni bahasa. Sastra adalah ungkapan spontan dari
perasaan yang mendalam (Sumardjo, 1986:2). Lebih lanjut dijelaskannya, sastra
adalah eskpresi pikiran dalam bahasa. Yang dimaksud pikiran di sini adalah
pandangan, ide-ide, perasaan, pemikiran, dan semua kegiatan mental manusia
(Sumardjo, 1986:2). Unsur bahasa yang menimbulkan keindahan, sedangkan unsur
pikiran mengandung pendidikan. Unsur-unsur itu saling berkaitan. Unsur pikiran
disampaikan dengan bahasa yang indah. Keindahan bahasa itu dimanfaatkan untuk
menghibur. Pikiran-pikiran disampaikan oleh pengarang untuk menyampaikan ide-
ide, pikiran-pikirannya, pandangan, dan perasaannya kepada pembaca. Hal ini sesuai
dengan pendapat Wellek (dalam Sumardi, 1999:22). Sastra berfungsi sebagai hiburan
dan pendidikan (dulce et utile). Keindahan-keindahan bahasa dan cerita berfungsi
sebagai hiburan (dulce). Dimensi pendidikan (utile) berupa gagasan, ide, pikiran, dan
perasaan pengarang.
Pendapat lain mengatakan bahwa sastra adalah semua buku yang memuat
perasaan kemanusiaan yang mendalam dan kebenaran moral dengan sentuhan
kesucian, keluasan pandangan, dan bentuk yang mempesona (Sumardjo, 1988:2-3).
9
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra
mengandung dua unsur yaitu isi, ekspresi, bentuk, dan bahasa. Unsur isi sastra yang
berupa kepercayaan, perasaan, pengalaman, ide-ide, semangat, keyakinan dan
kepercayaan, dan lain-lain. Unsur kedua adalah unsur ekspresi atau ungkapan.
Ekspresi adalah upaya mengeluarkan sesuatu dalam diri manusia. Perasaan, pikiran,
pendapat, keyakinan, dan pengalaman yang hebat dari pengarang dapat diekspresikan
keluar sehingga diketahui orang lain. Untuk mengeluarkan ekspresi diperlukan
bentuk-bentuk ekspresi. Ada ungkapan dalam bentuk gerak, warna, wujud, suara dan
bunyi, dan lain-lain. Unsur yang terakhir adalah bahasa. ciri khas pengungkapan
bentuk dalam sastra adalah bahasa. bahasa adalah alat utama untuk mewujudkan
ungkapan pribadi dalam suatu bentuk yang indah.
Pendapat di atas hampir sama dengan pendapat Aminuddin (2000:66) bahwa
karya fiksi mengandung unsur-unsur meliputi (1) pengarang atau narator, (2) isi
penciptaan, (3) media penyampai isi berupa bahasa, dan (4) unsur-unsur intrinsik
yang membangun karya fiksi itu sendiri. Aminuddin memasukkan unsur pengarang
dan unsur intrinsik dalam prosa fiksi sementara Sumardjo tidak memasukkan unsur
pengarang. Unsur intrinsik masuk di dalam bentuk. Sementara ekspresi dan bahasa
dipisahkan. Aminuddin menyatukan ekspresi dan bahasa dalam satu unsur yaitu
bahasa.
B. Apresiasi Sastra
Menurut Aminuddin (2000:34), apresiasi berasal dari bahasa Latin apreciatio
yang berarti ‘mengindahkan’ atau menghargai’. Menurut Gove (dalam Aminuddin,
10
2000:34) apresiasi mengandung makna (1) pengenalan melalui perasaan atau
kepekaan batin dan (2) pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan
yang diungkapkan pengarang. Squire dan Taba (dalam Aminuddin, 2000:34)
menyimpulkan bahwa proses apresiasi melibatkan tiga unsur inti, yaitu (1) aspek
kognitif, (2) aspek emotif, dan (3) aspek evaluatif.
Aspek kognitif berkaitan dengan keterlibatan intelek pembaca dalam memahami
unsur-unsur kesusastraan yang bersifat objektif, baik unsur intrinsik maupun unsur
ekstrinsik. Aspek emotif berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi pembaca dalam
upaya menghayati unsur-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca. Aspek
evaluatif berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap baik-buruk,
indah-tidak indah, sesuai-tidak sesuai serta sejumlah ragam penilaian lain yang
secara personal dimiliki oleh pembaca.
C. Cerpen
Cerpen merupakan bagian dari prosa. Prosa berasal dari bahasa Inggris disebut
prose : language is not verse form (poetry). Artinya, prosa bukan dalam bentuk baris-
baris seperti puisi (Hornby dalam Zulfahnur, 1997:22). Prosa mempunyai ciri ditulis
dalam bentuk cerita atau narasi yang bebas bentuknya.
Menurut Slamet Muljana (dalam Zulfahnur, 1997:22), prosa berasal dari bahasa
Latin oratio provorsa yang artinya ucapan langsung, bahasa percakapan, sehingga
berarti bahasa bebas, bercerita, ucapan langsung. Berdasarkan pengertian itu, prosa
merupakan bahasa percakapan atau lisan, lalu meninggalkan asasnya sebagai bahasa
tulisan.
11
Menurut Zulfahnur (1997:23), prosa adalah karangan bebas yang mengekspre-
sikan pengalaman batin pengarang mengenai masalah kehidupan dalam bentuk dan
isi yang harmonis yang menimbulkan kesan estetik. Yang dimaksud bentuk adalah
alat yang dipakai pengarang untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya seperti
bahasa dan gaya bahasa yang menimbulkan kesan estetik. Bentuk disebut juga teknik
sastra. Isi adalah segala yang hendak diungkapkan pengarang berupa pemikiran, ide-
ide, cita-cita, tafsiran peristiwa-peristiwa kehidupan.
Menurut Zulfahnur (1997:23 – 24), prosa dibagi atas prosa nonsastra dan prosa
sastra. Prosa nonsastra di dalamnya terdapat karangan ilmiah, ilmiah populer, dan
feature (cerita-cerita). Prosa sastra dibedakan menjadi dua yaitu prosa fiksi dan
prosda nonfiksi. Prosa fiksi di antaranya mencakup dongeng, hikayat, roman, novel
dan novelet, kisah dan luisan, cerita pendek (cerpen), dan prosa lirik. Prosa nonfiksi
termasuk studi, biografi dan autobiografi, sejarah, dan babat.
Cerita pendek atau cerpen adalah hasil karya sastra yang menceritakan suatu
(sejemput) kejadian kehidupan pelakunya. Cerita pendek dapat dibaca dalam waktu
yang lebih singkat daripada novel. Akhir cerita suatu cerpen tidak usah mengubah
nasib pelakunya. Dalam cerpen, pengarang tidak melukiskan seluruh masa kehidupan
pelakunya. Yang dipilih hanya sebagian saja, yang benar-benar mempunyai arti
untuk ditampilkan (Surana, 1983:27). Pengertian lain tentang cerpen dikemukakan
Susatya (1989:36) yang menyatakan bahwa cerita pendek merupakan cerita rekaan
atau cerita imajinatif yang pendek, yang sering kita dapati dalam majalah-majalah
atau surat kabar. Jumlah kata dalam cerpen kurang dari sepuluh ribu kata. Biasanya
cerpen itu dapat diselesaikan membacanya di dalam waktu yang lebih singkat
12
daripada novel. Kalau dalam novel krisis (pergolakan) jiwa pelaku mengakibatkan
perubahan nasib pelakunya, maka dalam cerpen krisis tersebut tak perlu mesti
menyebabkan perubahan nasib pelakunya. Sumardjo (1986:36-37) melengkapi kedua
pengertian di atas dengan menyatakan bahwa cerita pendek adalah cerita yang
pendek bersifat rekaan, bersifat naratif, atau penceritaan. Cerpen merupakan cerita
atau narasi (bukan analisis argumentatif) yang fiktif (tidak benar-benar telah terjadi),
tetapi dapat terjadi di mana saja dan kapan saja serta relatif pendek.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa cerpen adalah hasil karya
sastra yang menceritakan sebagian hidup pelakunya yang bersifat imajinatif dan
naratif serta relatif pendek.
Cerpen yang baik memberi dua manfaat. Pertama, cerita memberi hiburan
(dulce). Kedua, cerita dapat memberi pengetahuan atau pendidikan (utile).
1. Unsur Intrinsik Cerpen
Unsur cerita terdiri atas unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik. Unsur
ekstrinsik adalah unsur diluar karya sastra tetapi ikut mempengaruhi
munculnya karya sastra itu. Unsur ekstrinsik meliputi kehidupan, falsafah,
cita-cita, ide-ide, budaya, dan adat istiadat yang menopang kisahan cerita.
Unsur instrinsik adalah unsur yang ada di dalam karya sastra yang langsung
membangun sebuah karya sastra itu. unsur intrinsik dapat ditemukan di dalam
naskah cerita.
Yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah unsur instrinsik karya sastra
utamanya cerpen.
13
a. Pengertian Unsur Intrinsik
Sebuah karya sastra dapat terwujud karena disusun oleh dua unsure
yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Kedua unsur tersebut membentuk
kebulatan yang utuh. Yang dibahas dalam hal ini adalah unsur intrinsik.
Yang dimaksud dengan unsur intrinsik adalah unsur yang membangun fiksi
dari dalam, artinya yang benar-benar ada di dalam karya tersebut (Baribin,
1985:52). Pendapat lain yang sama dengan pengertian tersebut adalah
pendapat Zulfahnur (1998:25) menyatakan bahwa pengertian unsur intrinsik
ialah unsur dalam dari sebuah fiksi. Unsur intrinsik ini terdiri atas tema, alur,
perwatakan, sudut pandang, latar, dan gaya bahasa.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa unsur intrinsik adalah
unsur yang terdapat dalam karya sastra yang terdiri atas tema, tokoh cerita,
penokohan, alur, setting, sudut pandang, dan amanat. Keutuhan atau
kelengkapan sebuah cerpen dapat dilihat dalam unsur-unsur yang
membangunnya.
Salah satu unsur pembangun cerpen adalah unsur intrinsik. Unsur
intrisik cerpen adalah unsur-unsur pembangun cerpen yang berasal dari
dalam cerpen itu sendiri. Unsur pembangun itu terdiri atas tema, tokoh
cerita, penokohan, alur, setting, sudut pandang, dan amanat (Baribin,
1985:52). Senada dengan pengertian tersebut, Sukada (1987:43) berpendapat
bahwa yang dimaksud dengan unsur intrinsik cerpen ialah unsur-unsur
mengenai cerpen itu sendiri, tanpa kaitannya dengan data di luar cipta sastra
tersebut.
14
Pada dasarnya unsur intrinsik cerpen adalah unsur-unsur yang
membangun cerpen dari dalam.
Ada lima macam unsur intrinsik cerpen, yaitu: (1) perwatakan atau
penokohan, (2) tema, (3) alur atau plot, (4) latar dan gaya bahasa, dan (5)
pusat pengisahan (Baribin, 1985:52). Menurut Zulfahnur (1998:25) bahwa
unsur intrinsik cerpen terdiri atas tema, alur atau plot, perwatakan atau
penokohan, sudut pandang, latar atau setting, dan gaya bahasa. Kedua
pendapat itu sama dalam menentukan unsur intrinsik cerpen. Menurut
Zulfahnur (1998:26) bahwa selain tema cerita mempunyai amanat
pengarangnya. Amanat diartikan sebagai pesan, gagasan, ajaran moral, dan
nilai-nilai kemanusiaan lain.
Pendapat di atas sebenarnya sama. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
macam-macam unsur intrisik cerpen adalah tema, tokoh, penokohan, alur,
setting, sudut pandang, dan amanat.
1) Tema
Menurut Scharbach (dalam Aminuddin, 2000:91), tema berasal
dari bahasa Latin yang berarti ‘tempat meletakkan suatu perangkat’.
Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita
sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam
memaparkan karya fiksi yang diciptakannya.
Scharbach (dalam Aminuddin, 2000:91) mendefinisikan tema is
not synonimous with moral or message … theme does relate to
meaning and purpose, in the sense. Tema tidak sama dengan moral
15
atau pesan. Tema menghubungkan antara makna dengan tujuan
penciptaan pengarangnya.
Kata tema seringkali disamakan dengan pengertian topik, padahal
kedua istilah itu mengandung pengertian yang berbeda. Tema
merupakan suatu gagasan sentral, sesuatu yang hendak diperjuangkan
dalam suatu tulisan atau karya fiksi. Topik adalah pokok pembicaraan.
Yang menjadi unsur gagasan sentral, yang kita sebut tema tadi adalah
topik atau pokok pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai oleh
pengarang dengan topiknya tadi. Dalam pengertian tema itu tercakup
persoalan dan tujuan atau amanat pengarang kepada pembaca
(Baribin, 1985: 59-60). Gagasan sentral dalam karya fiksi sebenarnya
merupakan gagasan yang mendasari karya fiksi, termasuk cerpen.
Susatya (1989:37) memperkuat pendapat tersebut dengan menyatakan
bahwa tema adalah ide atau gagasan yang menjadi dasar penciptaan
suatu cerita. Tema merupakan pokok pembicaraan dalam suatu cerita.
Sebuah cerita sebenarnya membeberkan suatu ide, cita-cita, gagasan,
atau pendirian. Tema merupakan jiwa dari suatu cerita. Dengan kata
lain, tema ialah latar belakang sebuah cerita yang biasanya dinyatakan
secara tersirat. Pengarang sendiri tidak menyebut-nyebut apa yang
menjadi latar belakang atau tema ceritanya, tetapi hal itu dapat kita
diketahui setelah membaca cerpen secara keseluruhan, secara utuh.
Sejalan dengan pendapat tersebut Sumardjo (1986:56)
mengemukakan bahwa tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang
16
dalam menulis ceritanya bukan sekedar mau bercerita, tetapi mau
mengatakan sesuatu pada pembacanya. Sesuatu yang mau
dikatakannya itu bisa suatu masalah kehidupan ini. Kejadian dan
perbuatan tokoh cerita, semuanya didasari oleh ide pengarang
tersebut. Tema tidak perlu selalu berwujud moral atau ajaran moral.
Tema bisa hanya berwujud pengamatan pengarang terhadap
kehidupan. Kesimpulannya, hanya bahan mentah pengamatannya saja.
Pengarang bisa saja hanya mengemukakan suatu masalah kehidupan
dan problem tersebut tak perlu dia pecahkan. Pemecahannya terserah
pada masing-masing pembaca. Menurut beberapa pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa tema adalah gagasan atau ide sentral
(pokok) yang menjadi dasar penciptaan cerita. Jadi tema cerpen
adalah gagasan atau ide sentral yang mendasari karya sastra yang
berupa cerpen.
2) Tokoh
Tokoh adalah pelaku cerita. Menurut Panuti Sudjiman (dalam
Zulfahnur, 1998:29), tokoh adalah individu rekaan berujud manusia
atau binatang yang mengalami peristiwa atau lakuan dalam cerita.
Tokoh cerita dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh
sampingan atau disebut tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh
utama adalah tokoh yang menjadi titik sentral perhatian dalam cerita.
Tokoh ini berperan menonjol dalam cerita. Tokoh utama mengalami
masalah dari awal cerita sampai akhir cerita. Tokoh sampingan adalah
17
tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita, tetapi
kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama.
Tokoh utama dibedakan menjadi tokoh protagonis dan tokoh
antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang memegang peranan
utama dan menjadi pusat sorotan di dalam intsnsitas keterlibatannya
di dalam cerita. Tokoh protagonis mempunyai watak baik dan terpuji.
Sebaliknya, tokoh antagonis adalah tokoh yang mempunyai watak
jahat dan salah. Tokoh protagonis dan tokoh antagonis saling
bertentangan dalam sebuah cerita. Pertentangan itu yang membuat
cerita itu menarik.
Selain tokoh protagonis dan tokoh antagonis, dalam sebuah cerita
kadang ditemukan tokoh tritagonis. Tokoh tritagonis adalah tokoh
yang menengahi perselisihan antara tokoh protagonis dan antagonis.
Tokoh tritagonis tidak wajib hadir dalam sebuah cerita.
3) Penokohan atau Perwatakan
Dalam cerita pendek perwatakan atau penokohan ini merupakan
hal yang kehadirannya amat penting, bahkan menentukan. Penokohan
adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Tokoh-
tokoh itu rekaan pengarang, maka tokoh-tokoh perlu digambarkan dan
hanya pengaranglah yang ‘mengenal’ mereka. Tokoh-tokoh dalam
cerita perlu digambarkan ciri-ciri lahir dan sifat serta sikap batinnya
agar wataknya juga dikenal oleh pembaca (Sudjiman, 1990: 23).
Menurut Zulfahnur (1997: 28-29) menambahkan bahwa dalam cerita
18
fiksi perwatakan erat kaitannya dengan alur, sebab sebuah alur yang
meyakinkan terletak pada gambaran watak-watak yang mengambil
bagian di dalamnya, disamping perwatakan dicipta sesuai dengan alur
tersebut. Peristiwa-peristiwa cerita yang didukung pelukisan watak-
watak tokoh dalam suatu rangkaian alur itu menceritakan manusia
dengan berbagai persoalan, tantangan, dan lain-lain dalam kehidup-
annya. Cerita ini dapat ditelusuri dan diikuti pekembangannya lewat
perwatakan tokoh-tokoh cerita atau penokohan.
Dalam cerita fiksi, termasuk cerpen, dikenal beberapa cara
penokohan. Baribin (1985:55-57) menyatakan pendapatnya bahwa
dalam perwatakan ada dua macam cara memperkenalkan tokoh dan
perwatakan tokoh dalam fiksi, yakni:
a) Cara analitik (disebut cara singkap)
Cara analitik adalah cara pengarang memaparkan tentang
watak atau karakter tokoh dengan langsung. Pengarang
menyebutkan bahwa tokoh tersebut keras hati, keras kepala,
penyayang, dan sebagainya.
b) Cara dramatik (disebut pula cara lukis)
Cara dramatik adalah cara pengarang menggambarkan watak
tokoh secara tidak langsung, tetapi disampaikan melalui
(1) pilihan nama tokoh (misalnya nama semacam Sarinem
untuk babu; Mince untuk gadis yang agak genit, Bonar
untuk nama tokoh yang garang dan gesit, dan seterusnya);
19
(2) melalui penggambaran fisik atau postur tubuh, cara
berpakaian, tingkah laku terhadap tokoh-tokoh lain,
lingkungannya, dan sebagainya; dan
(3) melalui dialog, misalnya baik dialog tokoh yang
bersangkutan dalam interaksinya dengan tokoh-tokoh lain.
Dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah penyajian watak
tokoh dan penciptaan citra tokoh dalam cerita yang berupa penyajian
sifat, sikap dan tingkah laku tokoh baik secara analitik maupun
dramatik.
4) Alur atau Plot
Menurut Aminuddin (2000:83) alur adalah rangkaian cerita yang
dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu
cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.
Alur atau plot adalah struktur atau rangkaian kejadian dalam cerita
yang disusun secara logis. Dalam pengertian ini alur merupakan suatu
jalur tempat lewatnya rentetan peristiwa yang tidak putus-putus. Oleh
sebab itu, suatu kejadian dalam suatu cerita menjadi sebab atau akibat
kejadian yang lain. Kejadian atau peristiwa-peristiwa itu tidak hanya
berupa perilaku yang tampak, seperti pembicaraan atau gerak-gerik,
tetapi juga menyangkut perubahan cara berpikir, sikap, kepribadian,
dan sebagainya.
Alur merupakan tulang punggung suatu cerita yang menuntun kita
memahami keseluruhan cerita dengan segala sebab-akibat
20
didalamnya. Bila ada bagian yang terlepas dari pengamatan tentu kita
tidak dapat memahami kecuali kemunculan peristiwa atau kejadian
yang lain (Baribin, 1985: 61-62).
Pengertian senada diberikan Zulfahnur (1997:26) dengan
menyatakan bahwa alur merupakan rangkaian peristiwa dalam cerita
yang disusun secara logis dan kausalitas. Lebih jauh tentang
pengertian dan tahapan-tahapan alur, (Susatya, 1989:73) menyata-kan
bahwa alur atau plot ialah susunan peristiwa yang telah membentuk
sebuah cerita. Alur ini amat penting dan seakan-akan merupakan
kerangka. Pada umumnya alur terjadi dari beberapa tahap. Secara
sederhana, tahap-tahap itu disusun sebagai berikut.
Alur cerita rekaan terdiri atas beberapa bagian berikut.
a) Alur buka yaitu situasi mulai terbentang sebagai suatu kondisi
permulaan yang akan dilanjutkan dengan kondisi berikutnya.
b) Alur tengah, kondisi mencapai titik puncak sebagai klimaks
peristiwa.
c) Alur tutup, yaitu kondisi memuncak sebelumnya mulai
menampakkan pemecahan atau penyelesaian.
Karena alur merupakan rangkaian peristiwa dalam cerita, Foster
(dalam Zulfahnur, 1997:27) menyatakan bahwa peristiwa itu
mempunyai hubungan kausal (sebab akibat), a plot is a narative of
events the emhasis falling on causality. Rangkaian peristiwa-peristiwa
cerita yang disusun secara logis kausalitas dinamakan alur atau plot.
21
Berdasarkan aspek tokohnya alur dibedakan menjadi
a) alur erat
Alur erat terdapat pada cerita yang memiliki pelaku lebih
sedikit sehingga hubungan antarpelaku erat. Tiap-tiap rincian,
tiap-tiap tokoh, lakuan, dan peristiwanya merupakan bagian
yang vital dan integral dari satu pola alur yang telah dirancang
baik-baik, selaras, dan seimbang.
b) alur longgar
Hubungan tokoh-tokoh longgar karena banyak pelaku. Selain
itu hubungan peristiwa-peristiwa longgar, seolah-olah
peristiwa itu berdiri sendiri-sendiri sebagai tidak nampak itu
struktur alur.
Berdasarkan fungsinya, alur dibedakan menjadi alur utama dan
alur bawahan.
a) alur utama
Alur yang berisi cerita pokok, dibentuk oleh peristiwa
pokok/utama.
b) alur bawahan (subplot)
Kejadian-kejadian kecil menunjang peristiwa-peristiwa
pokok, sehingga cerita tambahan berfungsi sebagai ilustrasi
alur utama. Rangkaian peristiwa-peristiwa cerita yang logis
disusun dalam suatu struktur alur oleh pengarangnya.
22
Penggunaan alur dalam sebuah cerita dapat dibedakan menjadi
alur lurus, alur sorot balik (flashback), dan alur campuran.
a) Alur lurus
Alur lurus disebut juga alur linier atau alur maju. Alur lurus
adalah alu yang berjalan secara urutan dari awal cerita sampai
akhir cerita. Cerita mulai dari paparan, rangsangan, gawatan,
tikaian, rumitan, klimaks, leraian, dan selesaian. Peristiwa
dalam cerita berjalan sesuai dengankronologis cerita.
b) Alur sorot balik atau flashback
Alur sorot balik adalah alur yang dipakai dalam cerita dengan
diawali cerita, kemudian cerita berbalik ke masa lampau.
Seluruh isi cerita sebenarnya kilas balik peristiwa masa lalu.
Contoh cerita Keluarga Permana.
c) Alur campuran
Alur campuran adalah campuran antara alur lurus dan alur
sorot balik. Cerita diawali dengan alur lurus. cerita berjalan
secara kronologis. Di tengah cerita terjadi penceritaan masa
lampau, kemudian cerita dilanjutkan lurus.
Pola alur umumnya hampir sama dalam struktur alurnya sebagai
berikut: paparan (eksposisi), rangsangan (penampilan masalah),
gawatan, tikaian, rumitan, klimaks, leraian, dan selesaian.
23
Bagian-bagian alur dapat diringkas menjadi lima bagian, yaitu:
a) Tahap Perkenalan atau eksposisi
Tahap ini juga disebut pemaparan atau pendahuluan, yakni
bagian cerita berupa lukisan waktu atau tempat, agar pembaca
mengetahui di mana dan kapan cerita itu terjadi.
b) Penampilan Masalah
Bagian ini menceritakan persoalan yang dihadapi oleh pelaku
cerita. Dalam bagian ini mulai terasa adanya konflik.
c) Puncak Ketegangan
Tahap ini menggambarkan masalah dalam cerita sangat
gawat atau telah mencapai puncaknya (klimaks).
d) Ketegangan Menurun
Tahap ini menceritakan masalah telah berangsur-angsur dapat
diatasi dan kekhawatiran mulai hilang.
e) Penyelesaian
Bagian ini sering disebut peleraian, yakni masalah telah dapat
diatasi oleh para pelaku. Pengarang memberikan pemecahan
dari semua peristiwa yang telah terjadi dalam cerita atau
bagian-bagian sebelumnya.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
alur merupakan rangkaian kejadian atau peristiwa dalam cerita secara
logis dan kasualitas. Sebuah kejadian menjadi sebab suatu kejadian
yang lain. Alur memiliki lima tahapan, yaitu perkenalan atau
24
pengantar, penampilan masalah, puncak ketegangan, ketegangan
menurun, dan penyelesaian. Cara penyusunan alur di dalam cerita
dinamakan pengaluran. Apabila cerita disusun berurutan, mulai dari
kejadian awal lalu diteruskan dengan kejadian-kejadian berikutnya
hingga akhir, maka cerita yang demikian disebut alur sorot balik
(flashback). Apabila cerita itu menggunakan alur secara bergantian,
artinya sebagian mengguna-kan alur lurus dan sebagian lagi
menggunakan alur sorot balik. Cerita yang mengungkapkan kembali
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi sebelumnya, cerita itu beralur
campuran (Ahmad dalam Sudjiman, 1992:3; Suharianto, 1982: 29).
Berkaitan dengan hal itu, alur dalam karya sastra pada umumnya
terbentuk bagian-bagian yang lengkap, maksudnya cerita disusun
berawal dari permulaan terus diikuti peristiwa-peristiwa berikutnya
lalu ditutup dengan akhir cerita. Dengan demikian alur itu dapat
diartikan, jalinan peristiwa secara berurutan dalam sebuah cerita
dengan memper-hatikan sebab akibat sehingga cerita itu merupakan
kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Alur berbeda dengan jalan cerita,
alur memperhatikan hubungan sebab akibat dalam rangkaian
peristiwa, sedangkan jalan cerita hanya sekedar mempersoalkan
lanjutan peristiwa demi peristiwa.
5) Latar
Unsur intrinsik lain yang paling penting dalam karya sastra adalah
latar atau setting karena setiap gerak tokoh-tokoh cerita menimbulkan
25
peristiwa-peristiwa di dalam cerita, berlangsung dalam suatu tempat,
ruang dan waktu tertentu. Yang dimaksud dengan latar atau landas
tumpu (setting) cerita adalah tempat peristiwa dalam cerita terjadi.
Menurut Aminuddin (2000:67) setting bukan hanya berfungsi
sebagai latar yang bersifat fisikal untuk membuat suatu cerita menjadi
logis. Ia juga memiliki fungsi psikologis sehingga setting pun mampu
menuansakan makna tertentu serta mampu menciptakan suasana
tertentu yang menggerakkan emosi, aspek kejiwaaan pembacanya.
Menurut Aminuddin (2000:68), setting dibagi menjadi dua
macam, yaitu setting fisikal dan setting pesikologis. Tempat atau
ruang yang dapat diamati, seperti di kampus, di kafetaria. Termasuk di
dalam unsur latar atau landas tumpu ini adalah waktu, hari, tahun,
musim, atau periode sejarah, misalnya di zaman perang kemerdekaan,
di saat upacara sekaten (Baribin, 1985:63-64). Setting-setting yang
disebutkan itu termasuk setting fisikal. Setting psikologis dapat
berupa suasana maupun sikap serta jalan pikiran suatu lingkungan
masyarakat.
Perbedaan setting fisikal dan setting psikologis adalah (1) setting
yang bersifat fisikal berhubungan dengan tempat, misalnya kota
Jakarta, daerah pedesaan, pasar, sawah, dan sebagainya, serta benda-
benda dalam lingkungan tertentu yang tidak menuansakan makna apa-
apa, sedangkan setting psikologis adalah setting berupa lingkungan
atau benda dalam lingkungan tertentu yang mampu menuansakan
26
suatu makna serta mampu mengajak emosi pembaca, (2) setting
fisikal hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat fisik, sedangkan
setting psikologis dapat berupa suasana, sikap, serta jalan pikiran
suatu lingkungan masyarakat tertentu, (3) untuk memahami setting
fisikal, pembaca cukup melihat dari apa yang tersurat, sedangkan
pemahaman terhadap setting yang bersifat psikologis membutuhkan
adanya penghayatan dan penafsiran, dan (4) terdapat saling pengaruh
dan ketumpangtindikan antara setting fisikal dengan setting
psikologis.
Sebuah cerpen memang harus terjadi di suatu tempat dan dalam
suatu waktu, harus ada tempat dan ruang kejadian. Setting bisa berarti
banyak yaitu tempat tertentu, daerah tertentu, waktu t ertentu, tetapi
hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, situasi lingkungan atau
zamannya dan sebagainya (Sumardjo, 1986:76).
Secara sederhana dapat dikatakan setting cerita terdiri atas setting
waktu dan seting tempat. Setting waktu adalah waktu terjadinya
peristiwa dalam cerita. Setting tempat adalah tempat terjadinya suatu
peristiwa dalam cerita.
6) Sudut pandang (point of view)
Di dalam karya fiksi para pembaca dapat menikmati berbagai
cerita yang berbeda dengan tokoh-tokoh cerita yang berbeda pula.
Ada novel atau cerita pendek yang menggunakan tokoh “aku” atau
“saya” dan novel atau cerpen yang lain menampilkan tokoh dengan
27
memakai nama orang atau orang ketiga. Hal ini terjadi karena dalam
menuturkan kisahnya itu pengarang menduduki posisi atau tempat
tersendiri di dalam cerita. Kadang-kadang melibatkan diri di dalam
cerita dan pada cerita yang lain ia berada di luar cerita sebagai
pengamat. Jadi, pengarang sebagai pencerita membawakan kisahnya
itu dari sudut pandangan sendiri. Sudut pandang dapat diartikan
sebagai tempat pengarang di dalam mengisahkan ceritanya.
(Zulfahnur, 1997:35-36).
Menurut Zulfahnur (1997:36), sudut pandang atau pusat
pengisahan diartikan sebagai tempat pengarang di dalam ceritanya
atau dari mana peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam ceritanya itu
dilihat.
Aminuddin (2000:90) menyebut sudut pandang dengan istilah titik
pandang. Sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para
pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Menurutnya, sudut pandang
dibedakan menjadi (1) narator omniscient, (2) narator observer, (4)
narator observer omniscient, dan (4) narator the third person
omniscient.
Narator omniscient adalah narator atau pengisah yang juga
berfungsi sebagai pelaku cerita. Karena pelaku adalah pengarang,
maka akhirnya pengisah juga merupakan penutur yang serba tahu
tentang apa yang ada dalam benak pelaku utama.
28
Narator observer adalah pengisah yang hanya berfungsi sebagai
pengamat terhadap pemunculan para pelaku serta hanya tahu sebatas
perilaku lahiriah para pelaku.
Narator observer omniscient adalah pengisah yang berfungsi
sebagai pengamat dan pelaku dalam cerita. Cerita dengan sudut
pandang ini, pengarang isebagai pelau sampingan.
Narator the third person omniscient adalah pengisah yang
berfungsi sebagai orang ketiga. Pengarang tidak terlibat sebagai
pelaku dalam cerita, tetapi ia serba tahu.
7) Amanat
Menurut Zulfahnur (1997:26), amanat adalah pesan berupa ide,
gagasan, ajaran moral, dan nilai-nilai kemanusiaan yang ingin
disampaikan/dikemukakan pengarang lewat cerita. Amanat cerita
dapat disampaikan secara implisit dan eksplisit. Amanat disampaikan
secara implisit misalnya disiratkan dalam tingkah laku tokoh-tokoh
cerita. Eksplisit artinya bila dalam tengah atau akhir cerita pengarang
menyampaikan pesan-pesan, saran-saran, nasihat, pemikiran, dan
sebagainya.
Dengan penjelasan itu, amanat sebuah cerita dapat ditemukan oleh
pembaca dengan membaca cerita secara intens. Amanat merupakan
penilaian sang pembaca. Amanat yang ditemukan pembaca
kemungkinan bervariasi. Meski demikian, amanat cerita itu
mempunyai dasar yang kuat yaitu disarikan dari cerita itu sendiri.
29
Amanat cerita yang ditemukan oleh seorang pembaca kemungkinan
berbeda dengan temuan pembaca yang lain. Ini bergantung pada
pengalaman pembacanya. Oleh karena itu, di dalam sebuah cerita
kadang ditemukan banyak amanat.
D. Metode Diskusi (Buzz Group)
1. Pengertian Metode Diskusi (Buzz Group)
Penerapan metode diskusi (buzz group) kelas yang besar dibagi ke dalam
beberapa kelompok kecil 4 atau 5 orang. Tempat duduk diatur sedemikian rupa
sehingga siswa saling berhadapan untuk memudahkan pertukaran pendapat.
Diskusi ini dapat diadakan di tengah-tengah atau akhir (Sofa, 2008: 1).
Metode diskusi adalah cara penyampaian bahan pelajaran yang memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan
atau menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah (Sofa, 2008: 1). Dalam
kehidupan modern ini banyak sekali masalah yang dihadapi oleh manusia;
sedemikian kompleksnya masalah tersebut, sehingga tidak mungkin hanya
dipecahkan dengan satu jawaban saja, tetapi harus menggunakan segala
pengetahuan yang kita miliki untuk mencari pemecahan yang terbaik. Ada
kemungkinan terdapat lebih dari satu jawaban yang benar sehingga kita harus
menemukan jawaban yang paling tepat diantara sekian banyak jawaban tersebut.
Kecakapan untuk rnemecahkan masalah tersebut dapat dipelajari. Untuk
itu siswa harus dilatih sejak kecil. Persoalan yang kompleks sering kita jumpai
dalam kehidupan bermasyarakat karenanya dibutuhkan pemecahan atas dasar
30
kerjasama. Dalarn hal ini diskusi merupakan jalan yang banyak membeni
kemungkinan pemecahan terbaik. Selain memberi kesempatan untuk
mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, juga dalam kehidupan
yang demokratis, kita diajak untuk hidup bermusyawarah, mencari keputusan
keputusan atas dasar persetujuan bersama. Bagi anak-anak, latihan untuk peranan
kepemimpinan serta peranan peserta dalam kehidupan di masyarakat.
Metode diskusi tidak sekadar perdebatan antar murid atau perdebatan
antara guru dan murid. Juga diskusi tidak hanya terdiri dari mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan menerima jawabannya. Diskusi ialah usaha seluruh
kelas untuk mencapai pengertian di suatu bidang, memperoleh pemecahan bagi
sesuatu masalah, menjelaskan sebuah ide, atau menentukan tindakan yang akan
diambil.
Para murid akan segera merasa apakah guru mengajukan diskusi yang
sejati atau hanya memberi kesempatan beberapa orang murid mengemukakan
pendapat mereka sebelum ia sendiri memberi jawaban yang menentukan. Agar
diskusi bisa produktif harus ada suasana keramahan dan keterbukaan. Diskusi
yang bermanfaat didasarkan atas rasa saling menghormati pendapat setiap orang
yang hadir. Pemimpin diskusi dengan ikhlas mengajak yang lain untuk ikut serta
dalam suatu usaha bersama.
Metode tanya-jawab dengan diskusi saling mencakup tetapi berbeda. Ada
pertanyaan yang mengandung unsur diskusi, tetapi ada yang tidak. Dengan
diskusi guru berusaha mengajak siswa untuk memecahkan masalah. Untuk
pemecahan suatu masalah diperlukan pendapat-pendapat berdasarkan
31
pengetahuan yang ada, dengan sendirinya kemungkinan terdapat banyak jawaban
yang benar.
Pertanyaan-pertanyaan yang baik untuk metode diskusi: (a) menguji
kemungkinan jawaban yang dapat dipertahankan lebih dari sebuah, (b) tidak
menanyakan “manakah jawaban yang benar” tetapi lebih menekankan kepada
“mempertimbangkan dan membandingkan”, dan (c) menarik minat siswa dan
sesuai dengan taraf kemampuannya.
2. Peranan Guru dalam Metode Diskusi
Peranan guru yang memimpin suatu diskusi lebih sukar daripada bila
dipakai cara mengajar yang lain. Cara ini meminta persiapan yang seksama dan
bimbingan yang cakap. Guru harus mempunyai latar belakang pengalaman dan
simpanan pengetahuan agar dia bisa memimpin sebuah diskusi secara kreatif.
Meskipun pertanyaan atau masalah yang akan dibicarakan mungkin
diajukan oleh seorang murid atau diketengahkan oleh guru, diskusi itu akan
lebih menarik apabila membicarakan suatu masalah nyata yang berkaitan dengan
kebutuhan kelas. Pentinglah bahwa masalah itu dikemukakan sedemikian rupa
sehingga semua orang bisa mengerti sifat dan maknanya.
Selama diskusi pemimpin akan memakai pertanyaan dan komentar untuk
memusatkan perhatian pada pokok persoalannya dan dengan demikian
meneruskan diskusi tersebut. Kadang-kadang, guru perlu mengulangi dan
meringkaskan apa yang telah dibicarakan atau yang disimpulkan. Gurulah yang
akan menentukan suasana sepanjang diskusi itu. Ia harus bisa merasa kapan ia
32
harus membatasi mereka yang terlalu banyak bicara atau mendorong mereka
yang ragu-ragu untuk ambil bagian.
Guru juga harus memberitahukan di mana murid menemukan bahan dan
keterangan yang perlu. Dalam hal diskusi teologia atau alkitabiah, disarankan
bagian-bagian Alkitab yang berkaitan atau sumber-sumber keterangan lain. Ini
tidak berarti bahwa guru yang harus menjawab semua pertanyaan. Sebaliknya,
guru akan membantu para peserta menemukan jawaban-jawabannya.
Banyak diskusi yang berakhir dengan keputusan mengenai tindakan yang
harus diambil. Seorang penulis menyarankan langkah-langkah berikut untuk
memakai metode diskusi dengan baik:
a. Pengertian yang seksama akan masalahnya.
b. Cara-cara yang mungkin dilaksanakan untuk memecahkan masalah
tersebut.
c. Keputusan mengenai suatu tindakan tertentu.
d. Menetapkan sarana guna melaksanakan keputusan.
e. Melaksanakan keputusan.
f. Mengevaluasi hasil-hasil.
Metode diskusi akan berhasil apabila dipakai untuk orang dewasa dan juga
kaum muda. Namun demikian, mengadakan diskusi dengan anak-anak
merupakan pengalaman yang menyenangkan juga. Seringkali para guru menjadi
terheran-heran mendengar pertanyaan-pertanyaan atau pendapat-pendapat yang
dikemukakan anak-anak itu.
33
Pimpinan diskusi dapat dipegang oleh guru sendiri, tetapi dapat juga
diserahkan kepada siswa bila guru ingin memberi kesempatan kepada siswa
untuk belajar memimpin. Kecakapan memirnpin diskusi memang harus dilatih,
bila kita menginginkan keberhasilan suatu diskusi. Seseorang yang belum
berpengalaman dalam suatu diskusi dapat kebingungan, apabila terjadi
pembicaraan yang jauh menyimpang dari pokok persoalan. (Roestiyah,
1998:145-147). Dapat pula terjadi, seseorang yang senang berbicara akan
menguasai seluruh pembicaraan sehingga tidak memberi kesempatan kepada
yang lain untuk mengemukakan pendapat. Demikian pula bila diantara para
peserta diskusi saling bertentangan pendapat, bagi pemimpin yang belum
terampil, tidak dapat mencarikan jalan tengah sehingga diskusi berakhir tanpa
adanya kesimpulan yang jelas. Bila siswa belum pernah mengenal tata cara
diskusi, mereka akan berbicara secara serempak atau spontan menanggapi bila
ada suatu pendapat yang menarik, juga sering beberapa siswa belum memahami
persoalan, sehingga memberikan komentar yang menyimpang dan
berkepanjangan. Akibatnya suasana jadi menjemukan dan tidak dapat dilihat
kemajuan-kemajuan yang telah dicapai.
3. Kelebihan dan Kelemahan Metode Diskusi
Kelebihan penggunaan metode diskusi sebagai berikut.
a. Siswa belajar bermusyawarah
b. Siswa mendapat kesempatan untuk menguji tingkat pengetabuan
masing-masing.
c. Belajar menghargai pendapat orang lain.
34
d. Mengembangkan cara berpikir dan sikap ilmiah.
Kekurangan/kelemahan penggunaan metode diskusi adalah
a. Pendapat serta pertanyaan siswa dapat menyimpang dari pokok
persoalan.
b. Kesulitan dalam menyimpulkan sering menyebabkan tidak ada
penyelesaian.
c. Membutuhkan waktu cukup banyak.
d. guru tidak bisa membedakan sejauh mana siswa yang telah memahami
atau belum memahami materi yang diberikan (Roestiyah, 1998:145-
147).
4. Adaptasi Teori
Guru bukanlah salah satu penentu keberhasilan dalam proses
pembelajaran. Maksudnya, dalam proses pembelajaran, aktivitas mengajar guru
yang lebih besar bukan menjadi penentu utama keberhasilan pembelajaran.
Keberhasilan pembelajar-an juga ditentukan oleh siswa. Semakin besar siswa
beraktivitas dalam belajar akan semakin besar pula hasil yang diperoleh. Dengan
semakin banyak beraktivitas dalam belajar, siswa akan mempunyai pengalaman
belajar. Pengalaman belajar ini akan menghasilkan kesan yang mendalam
sehingga diperoleh hasil belajar yang baik.
Agar siswa mempunyai pengalaman belajar, dalam pendekatan kontekstual
terdapat komponen masyarakat belajar yang dapat diterapkan dalam bentuk
metode diskusi. Dengan berdiskusi, siswa akan memperoleh kesempatan untuk
35
belajar bersama siswa lain. Dalam kelompok diskusi, siswa berdiskusi dan
beraktivitas belajar. Dengan berdiskusi, siswa berkesempatan bertukar pikiran
dengan siswa lain sesuai dengan pengalaman yang dimilikinya.
Dalam menganalisis unsur intrinsik, siswa akan mampu menganalisisnya
dengan cermat jika dilakukan bersama dengan berdiskusi secara intensif.
Dengan berdiskusi, siswa berkesempatan belajar bersama siswa lain. Siswa
memperoleh informasi dari siswa lain dan memecahkan masalah bersama siswa
lain.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (Classroom
Action Research) (Arikunto, 2006: 2). Penelitian tindakan kelas merupakan suatu
pengkajian terhadap permasalahan praktis yang bersifat situasional dan
kontekstual dengan menentukan tindakan yang tepat untuk mengetahui
permasalahan yang ada. Penelitian tindakan kelas sebagai suatu bentuk kajian
yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas,
memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya itu,
serta memperbaiki kondisi di mana praktek-praktek pembelajaran tersebut
dilakukan.
A. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 02 Pangkah Kecamatan Pangkah
Kabupaten Tegal tahun pelajaran 2010/2011. Penelitian tindakan kelas ini
dilakukan adalah pada siswa kelas VIII A. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Januari 2011. Kegiatan penelitian ini direncanakan dilakukan dalam tiga siklus.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII A SMP Negeri 02 Pangkah
Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal tahun pelajaran 2010/2011. Subjek
36
penelitian ini adalah siswa kelas VIII A karena siswa kurang mampu menganalisis
unsur intrinsik cerpen. Permasalahan tersebut dialami oleh siswa kelas VIII A
SMP Negeri 02 Pangkah Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal tahun pelajaran
2010/2011.
C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah aktivitas belajar dan
kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen. Data ini diperoleh dengan
menggunakan teknik wawancara, observasi, dan ditunjang dengan hasil belajar
yang diperoleh siswa setelah dilakukan post tes.
1. Bentuk Instrumen
Instrumen penelitian ini berbentuk tes dan nontes.
a. Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan
untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat
yang dimiliki individu atau kelompok (Arikunto, 1998: 139). Instrumen tes berupa
tes tertulis objektif berbentuk isian singkat. Tes ini digunakan untuk mengukur
kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen.
Tes yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
peningkatan motivasi belajar anak dengan melihat hasil belajar yang diperoleh
siswa. Kriteria unsur-unsur intrinsik cerpen yang dinilai adalah tema, alur atau
plot, perwatakan atau penokohan, sudut pandang, latar atau setting, dan gaya
37
bahasa. Penilaian dilakukan dengan menggunakan rentang skor 5 - 10. Adapun
ketentuannya sebagai berikut.
1) Penguasaan tema cerpen, yaitu penguasaan hal-hal yang berhubungan dengan
tema, misalnya menentukan macam-macam tema tersirat dan tersurat, tema
tradisional, dan tema modern.
2) Penguasaan alur atau plot cerpen, yaitu penguasaan hal-hal yang
berhubungan dengan alur atau plot, misalnya menentukan jenis-jenis alur,
dan tahapan-tahapan alur.
3) Penguasaan perwatakan atau penokohan, yaitu penguasaan hal-hal yang
berhubungan dengan perwatakan atau penokohan, misalnya menentukan
perwatakan langsung dan tidak langsung.
4) Penguasaan sudut pandang, yaitu penguasaan hal-hal yang berhubungan
dengan sudut pandang, misalnya menentukan sudut pandang orang pertama
atau ketiga.
5) Penguasaan latar atau setting, yaitu penguasaan hal-hal yang berhubungan
dengan latar atau setting, misalnya menentukan tempat atau waktu terjadinya
peristiwa dalam cerita.
38
KISI-KISI SOAL TES UJI COBA
no Indikator Deskriptor Skor
1. Tema -Siswa dapat menentukan tema tetapi masih
melenceng dari tema yang sudah ditentukan.
-Siswa dapat menentukan tema tetapi masih sedikit
melenceng dari tema yang sudah ditentukan..
-Siswa dapat menentkan tema dengan benar .
10
15
20
2. Alur atau
Plot
-Siswa dapat menentukan alur tetapi masih
melenceng dari alur yang sudah ditentukan.
-Siswa dapat menentukan alur tetapi masih sedikit
melenceng dari alur yang sudah ditentukan.
-Siswa dapat menentukan alur dengan benar.
10
15
20
3. Tokoh
Penokohjan
--Siswa dapat menentukan tokoh-penokohan tetapi
masih melenceng dari tokoh-penokohan yang sudah
ditentukan.
-Siswa dapat menentukan tokoh-penokohan tetapi
masih sedikit melenceng dari tokoh-penokohan
yang sudah ditentukan.
-Siswa dapat menentukan tokoh-penokohan dengan
benar.
10
15
20
4. Sudut
pandang
--Siswa dapat menentukan sudut pandang tetapi
masih melenceng dari sudut pandang yang sudah
ditentukan.
-Siswa dapat menentukan sudut pandang tetapi
masih sedikit melenceng dari sudut pandang yang
sudah ditentukan.
-Siswa dapat menentukan sudat pandang dengan
benar
10
15
20
5. Latar atau
Setting
--Siswa dapat menentukan latar atau setting tetapi
masih melenceng dari latar atau setting yang sudah
10
39
ditentukan.
-Siswa dapat menentukan latar atau setting tetapi
masih sedikit melenceng dari Latar atau Setting
yang sudah ditentukan.
-Siswa dapat menentukan latar atau setting dengan
benar
15
20
Pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia dianggap berhasil bila anak
menguasi 60% materi yang diajarkan. Pembelajaran dianggap tuntas bila 85%
siswa menguasai materi.
b. Nontes
Instrumen nontes berbentuk pedoman observasi, pedoman wawancara, dan
jurnal.
1) Pedoman Observasi
Pedoman observasi merupakan pedoman yang memuat aspek-aspek yang
akan diobservasi (Arikunto, 1998: 146). Penelitian ini menggunakan instrumen
pedoman observasi. Dalam pengambilan data aspek-aspek yang diobservasi
adalah
(a) sikap positif siswa ketika proses belajar mengajar mata pelajaran Bahasa
Indonesia, dan
(b) sikap negatif siswa ketika proses belajar mengajar mata pelajaran Bahasa
Indonesia.
40
D. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan tiga proses tindakan, yaitu (1) proses
tindakan prasiklus, (2) proses tindakan siklus I, dan (3) proses tindakan siklus II.
Adapun rincian proses tindakan tersebut seperti di bawah ini.
1. Prasiklus
Pada prasiklus belum diberlakukan metode diskusi. Prasiklus digunakan
untuk mengidentifikasi kemampuan dasar siswa. Pembelajaran pada prasiklus
dilakukan dengan memberi tugas pada siswa membaca cerpen lalu menjawab
pertanyaan yang berkaitan dengan cerpen yang dibaca.
2. Siklus I
a. Perencanaan
Dalam siklus I peneliti mempersiapkan proses pembelajaran dengan
langkah-langkah berikut.
1) Menyusun satuan pelajaran yang sesuai dengan paradigma penelitian
tindakan kelas.
2) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran.
3) Menyusun pedoman pengamatan dan jurnal.
4) Menyusun rancangan evaluasi program.
b. Tindakan
Tindakan ini dilakukan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Pada
saat berlangsung proses belajar mengajar, secara berkelompok siswa membaca
teks cerpen yang telah dibagikan oleh guru. Setiap kelompok terdiri atas 4-5
siswa. Setelah siswa membaca dan memahami isi cerpen secara keseluruhan,
41
langkah pertama, siswa ditugasi menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen. Guru
menginformasikan aspek-aspek yang dinilai. Langkah kedua dengan
menggunakan metode diskusi. Secara berkelompok siswa mendiskusikan unsur-
unsur intrinsik cerpen yang dibacanya. Dengan metode diskusi, siswa dapat
bekerja sama, menyampaikan pendapat, dan memecahkan masalah bersama.
Setelah berdiskusi diharapkan pengalaman belajar siswa dalam satu kelompok
sama sehingga siswa satu dengan yang lain mampu memahami dan menganalisis
unsur-unsur intrinsik cerpen.
c. Pengamatan
Pengamatan ini dilakukan secara rinci atas semua tindakan. Pengamatan
ini dilakukan dengan pencatatan yang memungkinkan peneliti mempunyai temuan
tindakan. Aspek-aspek yang diamati, siswa memiliki kemampuan yang rendah
menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen. Siswa merasa kebingungan dalam
menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen disebabkan siswa mengalami kesulitan
dalam menentukan tema, alur atau plot, perwatakan atau penokohan, sudut
pandang, latar atau setting dan gaya bahasa. Dengan diterapkannya metode
diskusi, guru ingin mengetahui seberapa besar peningkatan kemampuan siswa
dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen.
d. Evaluasi atau Refleksi
Tahap evaluasi atau refleksi tindakan ini dilakukan untuk mengetahui
perubahan-perubahan yang terjadi dan bagaimana cara memperbaikinya.
Berdasarkan hasil evaluasi itu dilakukan refleksi yang mencakup
1) pengungkapan hasil pengamatan oleh peneliti;
42
2) pengungkapan tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh siswa selama
proses belajar mengajar; dan
3) pengungkapan tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh guru selama
mengajar.
3. Siklus II
Setelah siklus I dilakukan oleh siswa, kemudian langkah berikutnya yaitu
memperbaiki rencana dan tindakan yang telah dilakukan siswa. Langkah-langkah
kegiatan pada siklus II pada dasarnya sama dengan siklus I. Perbedaannya terletak
pada sasaran kegiatan untuk melakukan perbaikan tindakan pada siklus
sebelumnya. Adapun langkah-langkah siklus II sebagai berikut.
a. Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi hal-hal sebagai berikut.
1) Menyusun perbaikan satuan pelajaran yang sesuai dengan paradigma
penelitian kelas.
2) Menyusun perbaikan rencana pelaksanaan pembelajaran.
3) Menyusun perbaikan pedoman pengamatan, dan jurnal.
4) Menyusun perbaikan rancangan evaluasi program.
b. Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini ialah perbaikan kegiatan yang
dilakukan pada siklus I. Siswa memiliki kemampuan yang rendah dalam
menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen dan siswa merasa kebingungan dalam
menentukan tema, alur atau plot, perwatakan atau penokohan, sudut pandang,
latar atau setting, dan gaya bahasa. Untuk itu siswa diberi kesempatan membaca
43
ulang cerpen dan meningkatkan peran sertanya dalam berdiskusi. Dengan
memahami isi keseluruhan cerpen dan memperhatikan baik-baik tokoh ceritanya,
di mana peristiwa itu terjadi dan sebagainya, siswa dengan mudah dapat
menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen. Siswa perlu dipacu untuk bersaing
dengan temannya agar memiliki kemampuan yang tinggi dalam menganalisis
unsur intrinsik cerpen.
c. Pengamatan
Pengamatan ini diikuti dengan pencatatan kemungkinan peneliti mempunyai
penemuan suatu tindakan. Adapun hal-hal yang diamati pada siklus II, siswa yang
semula merasa kebingungan dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen,
karena dengan metode diskusi, siswa dapat memahami isi cerpen secara
keseluruhan berdasarkan pemahamannya dan informasi dari teman lain.
d. Evaluasi Refleksi
Pada tahap evaluasi atau refleksi yang merupakan tindakan akhir ini,
dilakukan untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi dan bagaimana
cara memperbaikinya. Berdasarkan hasil evaluasi itu dilakukan refleksi yang
mencakup
1) pengungkapan hasil pengamatan oleh peneliti;
2) pengungkapan tindakan-tindakan yang telah dilakukan siswa selama proses
belajar mengajar; dan
3) pengungkapan tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh guru selama
mengajar.
44
E. Teknik Analisis Data
Analisis data penelitian dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
1. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif adalah analisis data yang digambarkan dengan kata-kata
atau kalimat dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan
(Arikunto, 1998: 245). Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan dan
menafsirkan data yang diperoleh melalui intrumen nontes.
2. Analisis Kuantitatif
Dalam prasiklus, siklus I, dan siklus II dilaksanakan tindakan kelas. Dari
pelaksanaan tindakan tersebut dapat diperoleh data. Data diolah melalui langkah-
langkah
a. membuat rekapitulasi nilai kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen;
b. menghitung rata-rata nilai; dan
c. menghitung persentase nilai.
Penghitungan persentase nilai digunakan untuk mengetahui kualitas hasil
belajar siswa sebagai cerminan peningkatan kemampuan menganalisis unsur
intrinsik cerpen.
Rumus yang dipakai untuk menghitung persentase nilai adalah
R
NP = x 100%
SM
Keterangan:NP : Nilai dalam persenR : Skor yang diperoleh siswaSM : Skor maksimal (Depdiknas, 2003: 14)
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Untuk mendeskripsikan hasil kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen
siswa kelas VIII A SMP Negri 02 Pangkah , Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal ,
terlebih dahulu disajikan rekapitulasi hasil analisis unsur intrinsik cerpen siswa kelas
VIII A SMP Negri 02 Pangkah Kabupeten Tegal pada prasiklus, siklus I, dan siklus
II sebagai berikut.
1. Hasil Tes
a. Prasiklus
Skor keseluruhan penguasaan analisis unsur intrinsik cerpen pada prasiklus
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. Skor Penguasaan Analisis Unsur-unsur Intrinsik Cerpen (Prasiklus)
No Skor Frekuensi Persentase1. 50 10 23,82. 55 3 7,143. 60 8 19,044. 65 7 16,665. 70 3 7,146. 75 5 11,97. 80 3 7,148. 85 1 2,389. 90 0 010. 95 0 011. 100 2 4,76
Siswa yang mendapat skor 50 dari 42 siswa sebanyak 10 siswa, Siswa yang
memperoleh skor 55 dari 42 siswa sebanyak 3 siswa, Siswa yang memperoleh skor
60 dari 42 siswa sebanyak 8 siswa, Siswa yang memperoleh skor 65 dari 42 siswa
47
sebanyak 7 siswa, Siswa yang memperoleh skor 70 dari 42 siswa sebsnysk 3 siswa,
Siswa yang memperolah skor 75 dari 42 siswa sebanyak 5 siswa, Siswa yang
memperoleh skor 80 dari 42 siswa sebanyak 3 siswa, Siswa yang memperoleh skor
85 dari 42 sisa sebanyak 1 siswa, sedangkan siswa yang mendapat skor 90 dan 95
tidak ada, Siswa yang memperoleh skor 100 dari 42 siswa sebanyak 2 siswa.
Dalam penelitian ini ada 5 aspek yang di analisis siswa setiap aspek yang
sudah benar memenui ketentuan diberi skor 20 , sedangkan apabila siswa
menganalisis 1 aspek sudah benar tetapi masih sedikit melenceng dari ketentuan di
beri skor 15, dan apabila siswa menganalisis 1 aspek tetapi masih melenceng dari
ketentuan di beri skor 10.
Dari hasil pra siklus ada 6 dari 42 siswa sudah menguasai sudut pandang,
Siswa sudah menguasai latar atau setting ada 8 siswa, Siswa yang sudah menguasai
tokoh-penokohan ada 12 siswa, Siswa yang menguasai alur ada 9 dan siswa yang
sudah menguasai tema ada 18 siswa.
b. Siklus I
Skor keseluruhan kemampuan siswa dalam menganalisis unsur-unsur
intrinsik cerpen yang diperoleh dari hasil penelitian pada siklus I sebagai berikut/
48
Tabel 3. Skor Keseluruhan Penguasaan Analisis Unsur-unsur Intrinsik Cerpen( siklus I )
No Skor Frekuensi Persentase1. 50 2 4,82. 55 1 2,43. 60 11 26,24. 65 5 11,95. 70 7 16,76. 75 4 9,57. 80 6 14,38. 85 1 2,49. 90 3 7,110. 95 0 011. 100 2 4,76
Siswa yang mendapat skor terendah 50 dari 42 siswa sebanyak 2 siswa,
Siswa yang memperoleh skor 55 dari 42 siswa sebanyak 1 siswa, Siswa yang
memperoleh skor 60 dari 42 siswa sebanyak 11 siswa, Siswa yang memperoleh skor
65 dari 42 siswa sebanyak 5 siswa, Siswa yang memperoleh skor 70 dari 42 siswa
sebsnysk 7 siswa, Siswa yang memperolah skor 75 dari 42 siswa sebanyak 4 siswa,
Siswa yang memperoleh skor 80 dari 42 siswa sebanyak 6 siswa, Siswa yang
memperoleh skor 85 dari 42 sisa sebanyak 1 siswa, sedangkan siswa yang mendapat
skor 90 ada 3 siswa dari 42 siswa, Siswa mendapat skor 95 tidak ada, Siswa yang
memperoleh skor 100 dari 42 siswa sebanyak 2 siswa.
Dalam penelitian ini ada 5 aspek yang di analisis siswa setiap aspek yang
sudah benar memenui ketentuan diberi skor 20 , sedangkan apabila siswa
menganalisis 1 aspek sudah benar tetapi masih sedikit melenceng dari ketentuan di
beri skor 15, dan apabila siswa menganalisis 1 aspek tetapi masih melenceng dari
ketentuan di beri skor 10.
49
Dari hasil siklus I ada 8 dari 42 siswa sudah menguasai sudut pandang,
Siswa sudah menguasai latar atau setting ada 8 siswa, Siswa yang sudah menguasai
tokoh-penokohan ada 14 siswa, Siswa yang menguasai alur ada 16 siswa dan siswa
yang sudah menguasai tema ada 32 siswa.
c. Siklus II
Skor keseluruhan kemampuan siswa dalam menganalisis unsur intrinsik
cerpen yang diperoleh pada siklus II sebagai berikut.
Tabel 4. Skor Keseluruhan Penguasaan Analisis Unsur-unsur IntrinsikCerpen (siklus II)
No Skor Frekuensi Persentase1. 50 0 02. 55 0 03. 60 2 4,74. 65 0 05. 70 8 19,046. 75 9 21,427. 80 7 16,68. 85 6 14,289. 90 8 19,0410. 95 0 011. 100 2 4,7
. Siswa yang mendapat skor terendah 50 dari 42 siswa sebanyak 0 siswa,
Siswa yang memperoleh skor 55 dari 42 siswa sebanyak 0 siswa, Siswa yang
memperoleh skor 60 dari 42 siswa sebanyak 2 siswa, Siswa yang memperoleh skor
65 dari 42 siswa sebanyak 0 siswa, Siswa yang memperoleh skor 70 dari 42 siswa
sebsnysk 8 siswa, Siswa yang memperolah skor 75 dari 42 siswa sebanyak 9 siswa,
Siswa yang memperoleh skor 80 dari 42 siswa sebanyak 7 siswa, Siswa yang
memperoleh skor 85 dari 42 sisa sebanyak 6 siswa, sedangkan siswa yang mendapat
50
skor 90 ada 8 siswa dari 42 siswa, Siswa mendapat skor 95 tidak ada, Siswa yang
memperoleh skor 100 dari 42 siswa sebanyak 2 siswa.
Dalam penelitian ini ada 5 aspek yang di analisis siswa setiap aspek yang
sudah benar memenui ketentuan diberi skor 20 , sedangkan apabila siswa
menganalisis 1 aspek sudah benar tetapi masih sedikit melenceng dari ketentuan di
beri skor 15, dan apabila siswa menganalisis 1 aspek tetapi masih melenceng dari
ketentuan di beri skor 10.
Dari hasil siklus II ada 10 dari 42 siswa sudah menguasai sudut pandang,
Siswa sudah menguasai latar atau setting ada 14 siswa, Siswa yang sudah menguasai
tokoh-penokohan ada 22 siswa, Siswa yang menguasai alur ada 29 siswa dan siswa
yang sudah menguasai tema ada 38 siswa
2. Hasil non Tes
Yang diuraikan dalam hasil non tes adalah hasil penelitian pada prasiklus,
siklus I dan siklus II. .
a. Prasiklus
Berdasarkan hasil observasi menunjukkan bahwa 6 atau 14,3% dari 42
siswa mempunyai kemampuan yang baik dalam menganalisis unsur-unsur
intrinsik cerpen. Siswa mampu membaca cerpen dengan baik, sehingga mampu
memahami isinya. Dengan pemahaman isi cerpen yang baik, siswa dapat
menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen yang meliputi tema, sudut pandang,
alur, perwatakan, dan setting tanpa mengalami kesulitan. Sebanyak 23 siswa
atau 54,7% memiliki kemampuan sedang dalam menganalisis unsur-unsur
51
intrinsik cerpen. Siswa setelah membaca cerpen mampu memahami isinya tetapi
kurang cermat dalam mengana-lisis unsur-unsur intrinsiknya, sehingga hasilnya
kurang memuaskan.
Siswa yang kurang mampu dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen
sebanyak 13 Siswa atau 30,95% dari 42 siswa, setelah membaca cerpen tidak
memahami isi cerpen. Siswa kurang mempersiapkan diri dan tampak
kebingungan, sehingga siswa tidak mampu menganalisis unsur-unsur intrinsik
cerpen dan hasilnya tidak memuaskan.
1) Jurnal
Peneliti membuat jurnal yang isinya tentang kemampuan pema-
haman siswa dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen. Peneliti
mengadakan penilaian terhadap kemampuan siswa sampai di mana kemampuan
dan pemahaman siswa dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen. Siswa
yang mempunyai kemampuan baik dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik
cerpen sebanyak 6 siswa. Siswa mampu membaca dan memahami isi cerpen.
Siswa yang penguasaan membaca dan pemahamannya sedang berjumlah 23
siswa, sedangkan siswa yang kurang kemampuannya dalam membaca dan
memahami isi cerpen sebanyak 13 orang.
Dari jurnal siswa dapat diketahui bahwa siswa yang berminat tinggi dalam
pembelajaran cerpen memperoleh nilai yang baik. Siswa yang memiliki minat
tinggi sebanyak 6 siswa. Siswa yang berminat sedang dalam pembelajaran
cerpen mencapai 23 siswa, sedangkan 13 siswa berminat rendah dalam
pembelajaran cerpen.
52
Kebiasaan membaca cerpen siswa juga mempengaruhi kemampu-an siswa
dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen. Siswa yang biasa membaca
cerpen mencapai 23 siswa dan 13 siswa tidak biasa membaca cerpen. Siswa
yang memiliki kebiasaan membaca cerpen memiliki nilai baik, sedang yang
tidak biasa memperoleh nilai rendah.
a. Siklus I
Pada silklus I siswa kelas VIII A SMP Negeri 02 Pangkah , Kecamatan
Pangkah Kabupaten Tegal menunjukan bahwa dari hasil non tes terbukti 12
siswa atau 28,6% dari 42 siswa mempunyai kemampuan yang baik dalam
menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen. Siswa mampu membaca cerpen
dengan baik, sehingga mampu memahami isinya. Dengan pemahaman yang baik
siswa dapat menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen yang meliputi tema, sudut
pandang, alur, tokoh-penokohan, dan setting tanpa mengalami kesulitan.
Siswa yang memiliki kemampuan sedang dalam menganalisis unsur-unsur
intrinsik cerpen sebanyak 27 siswa atau 64,3% dari 42 siswa setelah membaca
cerpen mampu memahami isinya tetapi kurang cermat dalam menganalisis
unsur-unsur intrinsik cerpen, sehingga hasilnya kurang memuaskan.
Hasil observasi menunjukkan 3 siswa atau 7,14% mempunyai kemampuan
yang kurang dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen. Hal tersebut
tampak pada kurangnya pemahaman siswa terhadap isi cerpen. Selain itu, siswa
kelihatan kurang mempersiapkan diri dengan baik, sehingga siswa kebingungan.
Akhirnya, siswa tidak mampu menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen dan
hasilnya jelek.
53
1) Jurnal
Setelah proses belajar mengajar peneliti membuat jurnal yang isinya
tentang kemampuan pemahaman siswa dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik
cerpen. Peneliti mengadakan penilaian terhadap kemampuan siswa, sampai di
mana kemampuan dan pemahaman siswa dalam menganalisis unsur-unsur
intrinsik cerpen.
Siswa yang mempunyai kemampuan baik dalam menganalisis unsur-unsur
cerpen sebanyak 12 siswa. Siswa mampu membaca dan memahami isi cerpen.
Siswa yang penguasaan membaca dan pemahamannya sedang berjumlah 27
siswa, sedangkan siswa yang kurang kemampuannya dalam membaca dan
memahami isi cerpen sebanyak 3 siswa. Unsur intrinsik yang dianalisis adalah
tema, alur atau plot, perwatakan atau penokohan, sudut pandang, latar atau
setting, dan gaya bahasa. Dengan mengetahui hasil yang diperoleh siswa
ternyata rendahnya kemampuan siswa dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik
cerpen perlu ditingkatkan.
Dengan metode diskusi, siswa berkesempatan belajar bersama dengan
siswa lain, bertukar pikiran, bertukar pemahaman, dan akhirnya diperoleh satu
simpulan. Melalui diskusi pemahaman siswa lebih meningkat. Hanya saja pada
tindakan siklus I, pelaksanaan diskusi masih dikuasai oleh siswa yang pandai.
Siswa yang pandai cenderung berani menyampaikan pendapatnya. Siswa yang
berkemampuan rendah kurang berani menyampaikan pendapat. Mereka hanya
mendengarkan masukan, pendapat, dan temuan siswa yang pandai. Mereka
kurang berani berinisiatif menyampaikan pendapatnya. Meskipun demikian,
54
penerapan metode diskusi pada siklus I telah menunjukkan peningkatan.
Peningkatan itu belum memenuhi target yang diharapkan.
b. Siklus II
Pada siklus II hasil non tes menunjukkan bahwa 23 siswa atau 54,7% dari
42 siswa mempunyai kemampuan yang baik dalam menganalisis unsur-unsur
intrinsik cerpen. Siswa mampu membaca cerpen dengan baik, sehingga mampu
memahami isinya. Dengan pemahaman isi cerpen yang baik, siswa dapat
menganalisis dan menentukan unsur intrinsik cerpen yang meliputi tema, sudut
pandang, gaya bahasa, alur, perwatakan, dan setting tanpa mengalami kesulitan
yang berarti.
Dari hasil observasi terbukti bahwa 19 siswa atau 45,23% mempunyai
kemampuan sedang dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen. Siswa
kurang memahami isinya tetapi kurang cermat dalam menganalisis unsur-unsur
intrinsik cerpen.
Siswa yang kurang mampu dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen
tidak ada.
1) Jurnal
Jurnal dibuat peneliti yang isinya tentang kemampuan pemahaman siswa
dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen. Peneliti mengadakan penilaian
terhadap kemampuan siswa. Siswa yang aktif mengemukakan pendapat atau
menyanggah pendapat teman dalam berdiskusi mampu menganalisis unsur-unsur
intrinsik cerpen sebanyak 10 siswa. Siswa yang aktif mendengarkan proses
diskusi dan sekali-kali menyampaikan pendapatnya berjumlah 19 siswa.
55
b. Format Pembelajaran Menganalisis Unsur-unsur Intrinsik Cerpen dengan
Metode Diskusi
Pembelajaran menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen merupakan masalahi
masalah utama dalam penelitian ini. Siswa VIII A SMP Negeri 02 Pangkah
Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal mengalami kesulitan dalam menganalisis
unsur intrinsik cerpen: tema, alur, perwatakan, sudut pandang, latar atau setting, dan
gaya bahasa.
Pembelajaran sebelum dilakukan tindakan, siswa diterangkan unsur-unsur
intrinsik cerpen. Siswa diberi sebuah cerpen untuk dibaca. Selanjutnya, siswa
bersama guru menganalisis unsur-unsur intrinsiknya. Pada hasil tes prasiklus,
kemampuan siswa dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen sebanyak 31%
siswa menguasai keenam unsur intrinsik.
Untuk meningkatkan kemampuan menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen
dilakukan tindakan dengan metode diskusi. Pembelajaran pada siklus I diawali
dengan apersepsi tentang cerpen dan unsur-unsur intrinsiknya. Siswa dibagi ke dalam
7 kelompok. Setiap kelompok terdiri atas 6 siswa. Siswa diberi teks cerpen.
Pada kegiatan inti, siswa secara bersama-sama menganalisis unsur intrinsik
cerpen yang dibacanya dalam kelompoknya dengan berdiskusi. Guru mengamati
aktivitas siswa selama berdiskusi. Setelah ditemukan unsur-unsur intrinsiknya,
perwakilan kelompok melaporkan hasil analisisnya di depan kelas. Kelompok lain
menanggapi. Selanjutnya, siswa diberi cerpen lain untuk dianalisis secara individu.
Berdasarkan hasil tes ini, kemampuan siswa meningkat tetapi belum mencapai target
yang ditentukan. Pada kegiatan akhir dilakukan refleksi tentang pembelajaran.
56
Berdasarkan hasil kolaborasi dengan guru bahasa Indonesia lainnya,
kekurangberhasilan penggunaan metode diskusi dalam pembelajaran menganalisis
unsur-unsur intrinsik cerpen adalah dikuasainya proses diskusi oleh siswa-siswa yang
pandai. Siswa yang kurang pandai tidak berani mengemukakan pendapatnya. Oleh
karena itu, pada siklus II peran guru sebagai fasilitator pembelajaran perlu
ditingkatkan untuk memotivasi anak-anak yang kurang pandai agar aktif dalam
berdiskusi.
Pembelajaran pada siklus II diawali dengan apersepsi tentang pengalaman
belajar menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen yang lalu. Guru memotivasi siswa
yang kurang pandai agar aktif berdiskusi. Siswa dikelompokkan menjadi 8
kelompok. Guru membagikan teks cerpen yang baru.
Pada pembelajaran inti, siswa mendiskusikan unsur intrinsik yang terdapat
dalam cerpen yang dibacanya. Guru mengamati aktivitas siswa dalam berdiskusi.
Guru memotivasi siswa agar aktif berdiskusi. Guru memberi saran kepada siswa
yang pandai agar memberi kesempatan berbicara pada siswa yang kurang pandai.
Dengan keaktifan siswa berdiskusi, siswa yang kurang pandai dapat menerima
masukan dari siswa yang pandai sehingga pengalaman belajar dalam menganalisis
unsur intrinsik cerpen diperoleh siswa secara merata. Selanjutnya, siswa diberi tes.
Hasil tes pada siklus II ternyata kemampuan siswa dalam menganalisis unsur
intrinsik cerpen meningkat. Pada akhir pembelajaran dilakukan refleksi.
57
c. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Tes
Hasil prasiklus yang diperoleh siswa dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik
cerpen masih kurang. Pada prasiklus belum dilaksanakan pemakaian metode diskusi.
Target yang ingin dicapai 75% atau sebanyak 31 siswa memperoleh skor cukup.
Akan tetapi, pada kenyataannya hanya 14 siswa yang dapat mencapai target.
Kegagalan tersebut tampak pada jumlah siswa yang memperoleh nilai K sebanyak
28 orang.
Pada siklus I kemampuan siswa dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen
mengalami peningkatan apabila dibanding dengan hasil prasiklus. Kegagalan pada
siklus I tersebut tampak pada siswa yang memperoleh skor K ada 19 siswa. Pada
siklus I sudah dilaksanakan pemakaian metode diskusi, namun hasilnya belum
optimal. Pelaksanaan diskusi dikuasai oleh anak yang pandai. Mereka merasa yakin
bahwa pendapatnya benar. Anak yang kurang pandai kurang aktif berdiskusi. Untuk
mengoptimalkan penggunaan metode diskusi dalam pembelajaran menganalisis
unsur-unsur intrinsic cerpen, guru perlu memotivasi siswa yang kurang aktif untuk
aktif mengemukakan pendapat. Sementara anak yang pandai diberi pengertian untuk
memberi kesempatan berbicara pada teman satu kelompok.
Pada siklus II penerapan metode diskusi dengan penambahan frekuensi latihan
untuk mengoptimalkan kemampuan siswa dalam menganalisis unsur intrinsik cerpen.
Ternyata kemampuan siswa mengalami peningkatan. Hal itu dibuktikan dengan
perolehan skor cukup sebanyak 29siswa. Siswa yang mencapai skor kurang sebanyak
58
3 siswa dan 10 siswa mencapai skor baik. Pada siklus II diperoleh skor K sebanyak
3 siswa.
Siswa yang mendapat skor kurang pada umumnya dipengaruhi kurangnya
pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap cerpen. Faktor lain adalah kurang-
nya persiapan mental yang matang dalam pembelajaran analisis unsur intrinsik
cerpen, akibatnya siswa merasa kebingungan. Siswa tidak mampu menganalisis
unsur intrinsik cerpen dengan baik, tidak mengerti, atau merasa jenuh.
Untuk mengetahui hal-hal tersebut sebaiknya guru tidak boleh masa bodoh
dengan kenyataan yang ada. Siswa perlu dipacu untuk bersaing dengan temannya
dan siswa diberi motivasi, sehingga siswa memiliki kemampuan yang meningkat
dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen.
Siswa yang mempunyai kemampuan kurang dalam menganalisis unsur intrinsik
cerpen menganggap bahwa sudut pandang atau setting paling mudah dikuasai.
Unsur-unsur lainnya, yaitu perwatakan, alur, gaya, tema, sangat sulit karena
membutuhkan penafsiran, pengetahuan, dan pemahaman yang tinggi.
Untuk mengetahui kesulitan tersebut guru harus memberikan penjelasan yang
komprehensif terhadap cerpen yang dianalisis. Dengan penjelasan tersebut
diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kegiatan analisis cerpen
berikutnya. Melalui metode diskusi dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen,
sehingga kemampuan siswa merata. Siswa yang pandai dengan keberaniannya
menyampaikan pendapatnya tentang unsur-unsur intrinsik cerpen yang
didiskusikannya. Siswa yang kurang pandai mendapatkan penjelasan dari temannya
yang lain. Bahkan pendapat siswa yang kurang pandai dapat melengkapi pendapat
59
kelompok itu. Dengan demikian, setelah proses berdiskusi, seluruh siswa dalam satu
kelompok itu mempunyai pengalaman belajar yang sama dalam menganalisis unsur
intrinsik sebuah cerpen.
Dari uraian di atas terbukti bahwa metode diskusi dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen.
2. Hasil Non Tes
Pada prasiklus siswa yang mempunyai kemampuan baik dalam
menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen sebanyak 6 siswa. Siswa mampu
membaca dan memahami isi cerpen. Siswa yang penguasaan membaca dan
pemahamannya sedang berjumlah 23 siswa, sedangkan siswa yang kurang
kemampuannya dalam membaca dan memahami isi cerpen sebanyak 13 orang.
Pada siklus I, terjadi peningkatan bahwa dengan metode diskusi terbukti terjadi
peningkatan kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen, yaitu 12 siswa siswa
mampu menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen, 27 siswa setelah membaca cerpen
mampu memahami isinya tetapi kurang cermat dalam menganalisis unsur-unsur
intrinsik cerpen, dan 3 siswa mempunyai kemampuan yang kurang dalam
menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen.
Dengan metode diskusi, pada siklus II terjadi aktivitas belajar siswa sehingga
terjadi peningkatan kemampuan menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen, sebanyak
23 mempunyai kemampuan yang baik, sebanyak 19 siswa mempunyai kemampuan
sedang, dan disini siswa yang kurang bisa menganalisis unsur intrinsik sudah tidak
ada
60
a.Jurnal
Dengan metode diskusi, pada siklus I siswa berkesempatan belajar bersama
dengan siswa lain, bertukar pikiran, bertukar pemahaman, dan akhirnya diperoleh
satu simpulan. Melalui diskusi pemahaman siswa lebih meningkat. Hanya saja pada
tindakan siklus I, pelaksanaan diskusi masih dikuasai oleh siswa yang pandai. Siswa
yang pandai cenderung berani menyampaikan pendapatnya. Siswa yang
berkemampuan rendah kurang berani menyampaikan pendapat.
Pada siklus II, dari jurnal siswa dapat diketahui bahwa siswa yang berminat
tinggi dalam pembelajaran cerpen memperoleh nilai yang baik. Kebiasaan membaca
cerpen siswa juga mempengaruhi kemampuan siswa dalam menganalisis unsur-unsur
intrinsik cerpen.
62
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini
dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Pada siswa SMP NEGRI 02 PANGKAH . Kecamatan Pangkah Kabupaten
Tegal .pada kelas 8A terjadi peningkatan belajar dalam menganalisis unsur –
unsur intriksik cerpen . Bentuk peningkatan tersebut terlihat dari siswa
mampu menentukan tema pada bacaan cerpan, siswa mampu menentukan
alur, serta siswa mampu menentukan latar, serta siswa mampu menentukan
tokoh yang ada dalam cerita dengan perwatakannya serta siswa mampu
menentukan sudut pandang. Peningkatan tersebut terbukti dari hasil pada
prasiklus sebesar 14,28% atau 6 siswa yang mampu menganalisis unsur
intrinsik. Terjadi peningkatan Pada siklus I sebesar 28,57% atau 12 siswa
yang sudah mampu menganalisis unsur intrinsik cerpen. Sedangkan pada
siklus II terjadi peningkatan sebesar 54,76% atau 23 siswa yang sudah
mampu menganalisis unsur intrinsik cerpen. Semakin meningkatnya jumlah
siswa yang mampu menganalisis unsur intrinsik cerpen berarti semakin
bearkurangnya jumlah siswa yang kurang mampu menganalisis unsur
intrinsik cerpen. Dari hasil tersebut terlihat peningkatan yang memuaskan.
2. Bentuk peningkatan perilaku siswa setelah menggunakan metode diskusi
dapat terlihat dengan cara melakukan pembelajaran yang yang baik yaitu
63
dengan memberikan materi, melakukan latihan-latihan menganalisis cerpen,
mengerjakan soal-soal pemahaman serta pembelajaran yang menekankan
pendekatan individual kepada siswa untuk memovasi minat belajar, melatih
siswauntuk menentukan informasi kusus yang terkandung didalam cerpen,
dengan demikian siswa lebih aktif dalam pembelajaran, dan pengelolaan
kelas yang baik membuat suasana menjadi tenang bagi siswa untuk belajar.
Pencapaian hasil diatas menunjukan bahwa penerapan metode diskusi dalam
menganalisis unsur intrinsik cerpen dapat digunakan sebagai salah satu
upaya untuk memberikan efek positif dalam meningkatkan kemampuan
menganalisis unsur intrinsik cerpen.
B. Saran
Beberapa saran yang dapat disampaikan demi keberhasilan pembelajaran
analisis unsur intrinsik cerpen dengan metode diskusi adalah sebagai berikut.
1. Guru pandai-pandai memilih cerpen yang akan diajarkan karena tidak semua
cerpen, misalnya cerpen absurd, dapat diberikan pada siswa kelas VIII.
2. Dalam menerapkan metode diskusi guru memperhatikan prinsip-prinsip yang
ada, karena metode diskusi dapat menimbulkan kejenuhan atau kebosanan
siswa.
3. Guru senantiasa memberikan motivasi, baik berupa motivasi verbal maupun
nonverbal agar siswa aktif berdiskusi. Tanpa hal tersebut penerapan metode
diskusi akan membuahkan hasil yang kurang optimal.
64
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru.
-------. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Baribin, Raminah. 1985. Kritik dan Penelitian Sastra. Semarang: IKIP SemarangPress.
BSNP. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran BahasaIndonesia. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning[CTL]. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
------- 2006. Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif. Jakarta: DirektoratJenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Gani, Rizanur. 1998. Pengajaran Sastra Indonesia: Respon dan Analisis. Jakarta:Depdikbud.
Haryati, Nas. “Pengembangan Kemampuan Bersastra”, Makalah Disampaikandalam Bimbingan Teknis Guru SMP/MTs Mata Pelajaran Bahasa Se-JawaTengah Tahun 2005, Tidak diterbitkan.
Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah MadaUniversity Press.
Sofa. 2002. “Bagaimana Menggunakan Metode Diskusi?” http://pepak.sabda.org.(diakses tanggal 7 Agustus 2008).
Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta :Pustaka Jaya.
Suharianto, S. 1982. Dasar-Dasar Teori Sastra. Surakarta: Widya Duta.
Sumardi. 1999. “Bagaimana Mengembangkan Fiksi yang Baik?” dalam BuletinPusat Perbukuan, Edisi November Nomor 05/1999. Departemen PendidikanNasional.
Sumardjo, Jakob. 1986. Apresiasi Sastra. Jakarta: Gramedia.
Zulfahnur, Z.F., Sayuti Kurnia, dan Zuniar Z. Adji. 1996. Teori Sastra. Jakarta:Depdikbud.