Penilaian Risiko Pipa Onshore Akibat Cacat Korosi : Studi...

5
1 AbstrakDewasa ini perkembangan dunia industri dan transportasi sangat pesat. Hal ini memicu permintaan terhadap bahan bakar minyak semakin tinggi, tanpa adanya penemuan sumur minyak baru maka setiap tahun produksi minyak bumi mengalami penurunan. Dampaknya diperlukan energi alternatif yaitu gas alam, karena energi ini lebih murah dan bersih sehingga permintaan terhadap gas alam meningkat. Hal ini yang mendorong perusahaan di bidang energi meningkatkan fasilitas produksi, tentunya ini diperlukan kajian kajian sebagai antisipasi terhadap risiko yang terjadi. Jalur pipa gas onshore PT PHE WMO melewati daerah padat penduduk dan terletak pada daerah pesisir sehingga memerlukan kajian risiko yang terjadi akibat internal corrosion dan external corrosion. Penilaian risiko ini mengacu pada standar API RBI 581. Untuk mendapatkan risk matrix sesuai standar API 581, langkah pertama adalah mencari frekuensi dari kerusakan pipa akibat korosi dimana diperlukan perhitungan laju korosi yang terjadi berdasarkan data survei lapangan pada pipa. Setelah didapatkan frekuensi maka akan dihitung akibat dari konsekuensi yang terjadi yaitu berupa luas area yang terkena dampak kebocoran pipa gas. Dari frekuensi dan konsekuensi yang didapat maka akan dimasukkan dalam risk matrix untuk mengetahui apakah risiko dapat diterima atau tidak, jika tidak maka akan dilakukan tindakan mitigasi untuk mengurangi resiko yang terjadi pada jalur pipa gas milik PT PHE-WMO, sampai resiko dapat diterima. Kata KunciAPI RBI 581, external corrosion, intenal corrosion, Kajian risiko, pipa gas onshore, risk matrix. I. PENDAHULUAN T. Pertamina Hulu Energi – West Madura Offshore (PHE WMO) sebagai salah satu BP-Migas production sharing contractor memiliki jaringan pipa minyak yang dioperasikan dan lapangan gas di Madura Offshore. 17 pipa (5 pipa onshore dan 12 pipa lepas pantai), 134 km panjang (pipa 3 km daratan dan lepas pantai 131 km pipa). Permasalahan yang ada sekarang adanya pipa Pertamina yang sekarang melintasi jalur pelayaran di Tanjung Perak. Hal ini sangat membahayakan dan bisa menimbulkan kerugian besar jika pipa kudeco mengalami kegagalan atau kebocoran. Selain pipa offshore yang mengancam keselamatan pelayaran, pipa Pertamina bagian segmen onshore juga mengandung risiko dikarenakan sistem jaringan pipa diatas tanah milik Pertamina melewati daerah perkantoran dan penduduk Risk Assesment adalah metode yang sitematis untuk menentukan apakah suatu kegiatan mempunyai risiko dapat diterima atau tidak. Risk Assesment didefinisikan sebagai seluruh rangkaian proses identifikasi kerusakan dan estimasi risiko seperti likelihood, exposure, konsekuensi, dan safety level assesment.[1] Gambar 1. Jalur Pipa Gas PT PHE-WMO Proses penilaian terhadap risiko dilakukan untuk mengidentifikasi seluruh kemungkinan buruk yang mungkin dapat membahayakan kesehatan manusia, lingkungan, proses produksi, maupun peralatan karena aktivitas manusia dan teknologi. Langkah awal dari risk assesment adalah identifikasi bahaya dan dampak dari bahaya tersebut. Siapa saja dan apa saja yang akan terkena dampak dari bahaya tersebut. Langkah berikutnya adalah menentukan frekuensi kejadian atau kemungkinan terjadinya bahaya tersebut. Seberapa sering kejadian tersebut dapat terjadi, karena risiko adalah kombinasi dari consequence dan probability. Langkah terakhir yaitu melakukan risk evaluation. Risk = (event likelihood of failure) x (event consequence) (1) A. Risk Assessment Tujuan dari pipeline risk assesment adalah untuk mengevaluasi dampak dari kerusakan pipeline kepada masyarakat dan untuk mengidentifikasi cara mengatasi risiko yang lebih efektif [2]. Ada beberapa hal yang perlu dipahami sebelum mempelajari lebih jauh mengenai risk assesment : Penilaian Risiko Pipa Onshore Akibat Cacat Korosi : Studi Kasus Jalur Pipa Gas PT. PHE- WMO Yohan Syah Tiyasa , A.A.B. Dinariyana D.P dan Ketut Buda Artana Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected] P

Transcript of Penilaian Risiko Pipa Onshore Akibat Cacat Korosi : Studi...

Page 1: Penilaian Risiko Pipa Onshore Akibat Cacat Korosi : Studi …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-22432-Paper-3096937.pdf · sumur minyak baru maka setiap tahun produksi minyak

1

Abstrak— Dewasa ini perkembangan dunia industri dan

transportasi sangat pesat. Hal ini memicu permintaan terhadap bahan bakar minyak semakin tinggi, tanpa adanya penemuan sumur minyak baru maka setiap tahun produksi minyak bumi mengalami penurunan. Dampaknya diperlukan energi alternatif yaitu gas alam, karena energi ini lebih murah dan bersih sehingga permintaan terhadap gas alam meningkat. Hal ini yang mendorong perusahaan di bidang energi meningkatkan fasilitas produksi, tentunya ini diperlukan kajian kajian sebagai antisipasi terhadap risiko yang terjadi. Jalur pipa gas onshore PT PHE WMO melewati daerah padat penduduk dan terletak pada daerah pesisir sehingga memerlukan kajian risiko yang terjadi akibat internal corrosion dan external corrosion. Penilaian risiko ini mengacu pada standar API RBI 581. Untuk mendapatkan risk matrix sesuai standar API 581, langkah pertama adalah mencari frekuensi dari kerusakan pipa akibat korosi dimana diperlukan perhitungan laju korosi yang terjadi berdasarkan data survei lapangan pada pipa. Setelah didapatkan frekuensi maka akan dihitung akibat dari konsekuensi yang terjadi yaitu berupa luas area yang terkena dampak kebocoran pipa gas. Dari frekuensi dan konsekuensi yang didapat maka akan dimasukkan dalam risk matrix untuk mengetahui apakah risiko dapat diterima atau tidak, jika tidak maka akan dilakukan tindakan mitigasi untuk mengurangi resiko yang terjadi pada jalur pipa gas milik PT PHE-WMO, sampai resiko dapat diterima.

Kata Kunci— API RBI 581, external corrosion, intenal corrosion, Kajian risiko, pipa gas onshore, risk matrix.

I. PENDAHULUAN T. Pertamina Hulu Energi – West Madura Offshore (PHE WMO) sebagai salah satu BP-Migas production sharing contractor memiliki jaringan pipa minyak yang

dioperasikan dan lapangan gas di Madura Offshore. 17 pipa (5 pipa onshore dan 12 pipa lepas pantai), 134 km panjang (pipa 3 km daratan dan lepas pantai 131 km pipa). Permasalahan yang ada sekarang adanya pipa Pertamina yang sekarang melintasi jalur pelayaran di Tanjung Perak. Hal ini sangat membahayakan dan bisa menimbulkan kerugian besar jika pipa kudeco mengalami kegagalan atau kebocoran. Selain pipa offshore yang mengancam keselamatan pelayaran, pipa Pertamina bagian segmen onshore juga mengandung risiko

dikarenakan sistem jaringan pipa diatas tanah milik Pertamina melewati daerah perkantoran dan penduduk Risk Assesment adalah metode yang sitematis untuk menentukan apakah suatu kegiatan mempunyai risiko dapat diterima atau tidak. Risk Assesment didefinisikan sebagai seluruh rangkaian proses identifikasi kerusakan dan estimasi risiko seperti likelihood, exposure, konsekuensi, dan safety level assesment.[1]

Gambar 1. Jalur Pipa Gas PT PHE-WMO

Proses penilaian terhadap risiko dilakukan untuk mengidentifikasi seluruh kemungkinan buruk yang mungkin dapat membahayakan kesehatan manusia, lingkungan, proses produksi, maupun peralatan karena aktivitas manusia dan teknologi. Langkah awal dari risk assesment adalah identifikasi bahaya dan dampak dari bahaya tersebut. Siapa saja dan apa saja yang akan terkena dampak dari bahaya tersebut. Langkah berikutnya adalah menentukan frekuensi kejadian atau kemungkinan terjadinya bahaya tersebut. Seberapa sering kejadian tersebut dapat terjadi, karena risiko adalah kombinasi dari consequence dan probability. Langkah terakhir yaitu melakukan risk evaluation. Risk = (event likelihood of failure) x (event consequence) (1)

A. Risk Assessment Tujuan dari pipeline risk assesment adalah untuk

mengevaluasi dampak dari kerusakan pipeline kepada masyarakat dan untuk mengidentifikasi cara mengatasi risiko yang lebih efektif [2]. Ada beberapa hal yang perlu dipahami sebelum mempelajari lebih jauh mengenai risk assesment :

Penilaian Risiko Pipa Onshore Akibat Cacat Korosi : Studi Kasus Jalur Pipa Gas PT. PHE-

WMO Yohan Syah Tiyasa , A.A.B. Dinariyana D.P dan Ketut Buda Artana

Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected]

P

Page 2: Penilaian Risiko Pipa Onshore Akibat Cacat Korosi : Studi …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-22432-Paper-3096937.pdf · sumur minyak baru maka setiap tahun produksi minyak

2

1. Hazard/Threats, yaitu kondisi-kondisi yang ada dan mungkin menjadi potensi kejadian yang tidak diinginkan.

2. Control, yaitu tindakan/langkah yang diberikan untuk mencegah hazard dari penyebab kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.

3. Event, yaitu kejadian yang dihubungkan akibat. Ada beberapa tipe dari kemungkinan hasil dari kejadian awal yang mungkin pada range dalam tingkat kerusakan dari biasa sampai serius tergantung pada kondisi-kondisi yang dahulu dan penambahan kejadian-kejadian.

4. Risk, yaitu terdiri dari dua elemen, frekuensi dan konsekuensi. Risk dapat diartikan sebagai produkdari frekuensi dengan kejadian yang diantisipasi untuk terjadi dan konsekuensi dari hasil kejadian.

RBI adalah metode untuk menggunakan risiko sebagai dasar untuk memprioritaskan dan mengelola program inspeksi. RBI metodologi memungkinkan pengoptimalan sumber daya inspeksi dan pemeliharaan pada daerah yang mempunyai risiko tinggi [3]. RBI merupakan pengoptimalan kombinasi dari metode inspeksi peralatan, cakupan inspeksi dan frekuensi. Tujuan dilakukan risk based inspection adalah :

a. Mengidentifikasi area yang memiliki risiko tinggi b. Mengestimasi besarnya risiko yang ada pada setiap

peralatan saat operasi c. Memperioritaskan peralatan berdasarkan pengukuran

besarnya risiko d. Merancang program inspeksi yang tepat e. Secara sistematis memanajemen risiko dari setiap

peralatan yang gagal

𝑃𝑃𝑃𝑃(𝑡𝑡) = 𝑔𝑔𝑃𝑃𝑃𝑃(𝑡𝑡).𝐷𝐷𝑃𝑃(𝑡𝑡).𝐹𝐹𝑀𝑀𝑀𝑀 (2) Pf(t) : Probality of failure gff : generic failure frequency Df(t) : demage factor FMS : Management system factor

Persamaan 2 diatas merupakan persamaan dari RBI tentang probabilitas kegagalan. Dimana gff merupakan merupakan data yang telah ada sebelumnya dari tentang frekuensi terjadinya kegagalan dalam suatu sistem. Fms merupakan nilai yang berpengaruh pada manajemen sistem suatu plant, karena manajemen sistem yang diterapakan pada lapangan akan sangat berpengaruh pada operasi dan tentunya ini akan menjadi dampak langsung ke besarnya risiko. Df sendiri diterjemahkan sebagai mekanisme terjadinya kerusakan seperti contohnya general corrosion dan cracking.

Konsekuensi dapat dinyatakan sebagai jumlah orang yang terkena dampak (cedera atau terbunuh), properti yang mengalami kerusakan, banyaknya tumpahan, wilayah yang terkena dampak, biaya yang dikeluarkan. [4]

Konsekuensi merupakan bagian yang terpenting dari proses risk assessment disamping frekuensi. Dalam melakukan penilaian atau perkiraan frekuensi bisa dengan cara melakukan perhitungan analisis matematis (kuantitatif) maupun analisis kualitatif. Namun analisis kuantitatif menghasilkan hasil yang lebih dipercaya jika dibandingkan analisis kualitatif. Sebelum

melakukan perhitungan perkiraan konsekuensi, harus tersedia terlebih dahulu data-data mengenai objek yang akan dihitung konsekuensinya serta data-data dari objek penyebab risikonya.

Pada umumnya terdapat sedikit sekali risiko terhadap kerusakan jalur pipa yang berasal dari faktor eksternal pipa, seperti gangguan dari masyarakat yang bisa mengakibatkan kerusakan pada jalur pipa gas. Ini dikarenakan jalur pipa gas terkubur di dalam tanah dan telah diadakan mitigasi berupa penanda jalur pipa gas. Namun ancaman ini akan menjadi tinggi apabila terjadinya internal defect pada pipa tersebut sehingga akan mengalami kerusakan dan akhirnya terjadi kebocoran dan gas hidrokarbon terlepas.

Kebocoran pipa atau pelepasan gas hidrokarbon tersebut akan memicu terjadinya konsekuensi yaitu explosion, gas dispersion dan jet fire. Konsekuensi yang muncul bervariasi tergantung dari beberapa parameter.

Dalam paper ini akan dibatasi pada, penipisan pipa (thinning) yang dipengaruhi oleh internal corrosion dan external corrosion akibat kondisi tanah dan lingkungan. Untuk internal corrosion factor yang berpengaruh adalah komposisi dari gas yang didistribusikan, menurut data komposisi gas, hal ini bisa dipengaruhi oleh CO2 yang terkandung. Factor lainnya yang mempengaruhi laju korosi adalah tekanan kerja, laju aliran gas dan temperature kerja dari pipa gas [5]. Secara umum laju korosi dan evaluasi sisa umur pipa dapat tergambar pada gambar 2.

Gambar 2. Metode perhitungan laju korosi secara umum

Perhitungan laju korosi akan menggunakan acuan API 570 piping inspection code pada Chapter 7 jika diketahui data sebelumnya dari pembacaan UT thikness pipa, atau pembacaan catodik protection, namun jika tidak ada data yang dapat menunjang maka perhitungan laju korosi akan mengacu pada API 581 annex 2B [6]. sesuai dengan Persamaan (3),(4) maka perhitungan laju korosi persamaannya adalah :

𝐶𝐶𝐶𝐶 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝑔𝑔 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 = 𝑡𝑡 𝑖𝑖𝐿𝐿𝑖𝑖𝑡𝑡𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 − 𝑡𝑡 𝑖𝑖𝑎𝑎𝑡𝑡𝑎𝑎𝑖𝑖𝑖𝑖

𝑡𝑡𝑖𝑖𝑇𝑇𝑇𝑇 (𝑦𝑦𝑇𝑇𝑖𝑖𝑇𝑇𝑦𝑦 )𝑏𝑏𝑇𝑇𝑡𝑡𝑏𝑏𝑇𝑇𝑇𝑇𝐿𝐿 _𝑡𝑡𝑖𝑖𝐿𝐿𝑖𝑖𝑡𝑡𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 _𝑖𝑖𝐿𝐿𝑎𝑎 _𝑡𝑡𝑖𝑖𝑎𝑎𝑡𝑡𝑎𝑎𝑖𝑖𝑖𝑖 (3)

𝐶𝐶𝐶𝐶 𝑀𝑀ℎ𝐿𝐿𝑇𝑇𝑡𝑡 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 = 𝑡𝑡 𝑝𝑝𝑇𝑇𝑇𝑇𝑝𝑝𝑖𝑖𝐿𝐿𝑎𝑎𝑦𝑦 − 𝑡𝑡 𝑖𝑖𝑎𝑎𝑡𝑡𝑎𝑎𝑖𝑖𝑖𝑖𝑡𝑡𝑖𝑖𝑇𝑇𝑇𝑇 (𝑦𝑦𝑇𝑇𝑖𝑖𝑇𝑇𝑦𝑦 )𝑏𝑏𝑇𝑇𝑡𝑡𝑏𝑏𝑇𝑇𝑇𝑇𝐿𝐿 _𝑡𝑡𝑝𝑝𝑇𝑇𝑇𝑇𝑝𝑝𝑖𝑖𝐿𝐿𝑎𝑎𝑦𝑦 _𝑖𝑖𝐿𝐿𝑎𝑎 _𝑡𝑡𝑖𝑖𝑎𝑎𝑡𝑡𝑎𝑎𝑖𝑖𝑖𝑖

(4) Dimana : t initial : adalah ketebalan pipa dalam inci atau millimeter

yang diukur pada tempat yang sama pada saat tactual diukur pada saat instalasi.

t previous: adalah ketebalan pipa dalam inci atu millimeter yang diukur pada tempat yang sama pada saat t actual diukur selama satu atau lebih dari inspeksi inspeksi sebelumnya.

Page 3: Penilaian Risiko Pipa Onshore Akibat Cacat Korosi : Studi …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-22432-Paper-3096937.pdf · sumur minyak baru maka setiap tahun produksi minyak

3

Setelah diketahui CR (Corrosion Rate) maka akan

dihitung evaluasi sisa umur pipa yang secara umum dirumuskan, pada Persamaan (5) 𝐶𝐶𝑇𝑇𝑇𝑇𝑖𝑖𝑖𝑖𝐿𝐿𝑖𝑖𝐿𝐿𝑔𝑔 𝐿𝐿𝑖𝑖𝑃𝑃𝑇𝑇 (𝑦𝑦𝑇𝑇𝑖𝑖𝑇𝑇𝑦𝑦) = 𝑡𝑡 𝑖𝑖𝑎𝑎𝑡𝑡𝑎𝑎𝑖𝑖𝑖𝑖 −𝑡𝑡 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑟𝑟𝑎𝑎𝑖𝑖𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎

𝑎𝑎𝐿𝐿𝑇𝑇𝑇𝑇𝐿𝐿𝑦𝑦𝑖𝑖𝐿𝐿𝐿𝐿 _𝑇𝑇𝑖𝑖𝑡𝑡𝑇𝑇 (5)

t actual : adalah tebal pipa saat dilakukan pengukuran t required : adalah tebal pipa yang didesain sebelum adanya

korosi dan pemberian toleransi pada proses fabrifikasi.

Dari hasil perhitungan remaining life pipa gas maka akan diketahui sisa umur pipa dan daerah mana saja yang perlu diganti atau diberi perhatian khusus. Karena dari ketebalan pipa akan sangat berpengaruh pada skenario kegagalan, semakin berkurang ketebalan pipa karena korosi, maka peluang terjadi kegagalan akan semakin besar karena konstruksi pipa menjadi rapuh [7]

B. Risk Matrix Risiko dalam RBI dibagi menjadi 4, yaitu high,medium

high dan low, dari tingkatan risiko itu akan muncul keputusan perlu tidaknya suatu risiko itu dilakukan tindakan mitigasi untuk mengurangi tingkat risiko yang terjadi [8]. Pengkategorian dari semua parameter dan risiko membuat zona-zona keterterimaan risiko dan. Untuk mengubah batas-batas toleransi risiko ada dua metode yang dapat diterapkan, yang pertama adalah melakukan rezoning ulang sel-sel dalam risk matrix, yang ke dua adalah mendefinisikan atau menjelaskan ulang frekuensi dan konsekuensi sesuai dengan kategorinya masing-masing. Dari tabel 1 berdasarkan kategorinya maka risiko diberi tindakan mitigasi.

Gambar 3. Risk matrix API 581 RBI

Didalam risk matrix, probability dbagi menjadi lima kategori yang bertingkat untuk menunjukkan kondisi kerusakan pipa terparah. Semakin besar kerusakan yang terjadi dan semakin kurang efektifnya inspeksi maka nilai skor dari probability akan besar. Sedangkan untuk consequence dibagi menjadi lima kategori dimana lebih menitik beratkan pada luasan area yang terkena dampak dari kegagalan suatu sistem yang dilakukan kajian risiko. Semakin luas area yang

terkena dampak maka semakin tinggi pula konsekuensinya. Parahnya konsekuensi yang terjadi tergantung dari kondisi kerja dan lingkungan dari pipa itu sendiri.

Tabel 1.

Batas-batas kategori risk matrix PROBABILITY CATEGORY CONSEQUENCE CATEGORY

Category Range Category Range (m2 )

1 Df-total ≤ 2 A CA ≤ 9.29

2 2 < Df-total ≤ 20 B 9.29 < CA ≤ 92.9

3 20 < Df-total ≤ 100 C 92.9 < CA ≤ 279

4 100 < Df-total ≤ 1000 D 279 CA ≤ 929

5 Df-tota l> 1000 E CA > 929

Dari empat pembagian kategori maka masing masing

kategori memiliki arti dalam menentukan tindakan selanjutnya yang perlu diambil. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa risiko yang memerlukan tindakan mitigasi secepatnya adalah kategori high dan kategori medium high. Hal ini terjadi karena risiko yang tinggi berpotensi menimbulkan korban jiwa dan material yang besar. Diharapkan setelah diberi tindakan mitigasi maka risiko dapat turun menjadi kategori yang dapat diterima dimana dalam kondisi nyata tidak terjadi kecelakaan yang dapat menimbulkan korban jiwa maupun materi. Mitigasi yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengurangi nilai dari frekuensi atau nilai dari analisa konsekuensi yang terjadi, bisa juga dilakukan ke dua duanya sekaligus.

Tabel 2.

Kategori risiko RISK CATEGORIES MITIGATION

High High risk, manage risk utilizing prevention and/or mitigation with highest priority. Promote issue to appropriate management level with commensurate risk assessment detail

Medium High Medium High. Manage risk utilizing prevention and/or mitigation with priority. Promote issue to appropriate management level with commensurate risk assessment detail

Medium Medium Risk with Control Verified. No mitigation required where can verified as functional. ALARP should be evaluated as necessary.

Low Low Risk. No mitigation required

II. ANALISA DAN PEMBAHASAN

Frekuensi dari kemungkinan sebuah peristiwa yang tidak diinginkan terjadi dinyatakan sebagai kejadian persatuan waktu dan biasanya pertahun. Frekuensi harus ditentukan dari data historis jika sebagian besar peristiwa terjadi di masa lalu. pada Gambar 4 dijelaskan event tree [9] proses korosi yang terjadi pada pipa dari hasil perhitungan laju korosi maka akan didapatkan CR sebesar 0.0175 mm/tahun dimana nantinya akan menjadi faktor utama dalam menentukan besarnya damage factor.

Page 4: Penilaian Risiko Pipa Onshore Akibat Cacat Korosi : Studi …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-22432-Paper-3096937.pdf · sumur minyak baru maka setiap tahun produksi minyak

4

Gambar 4. Event tree korosi yang terjadi pada pipa

Penilaian risiko seringkali fokus pada peristiwa dengan

konsekuensi yang lebih besar dan frekuensi rendah. Dalam kasus tersebut frekuensi event dihitung menggunakan model penilaian risiko.Dari hasil perhitungan yang dilakukan berdasarkan data yang diperoleh maka akan didapatkan hasil damage factor seperti pada Gambar 5

Gambar 5.Hasil risk matrix

Setelah didapatkan analisa frekuensi dari kebocoran pipa akibat korosi maka langkah selanjutnya melakukan analisa konsekuensi akibat gas yang bocor, dalam pengerjaan paper ini akan digunakan analisa konsekuensi level 1, karena fluida yang akan dianalisa hanya satu, yaitu gas alam, sehingga tidak perlu menggunakan analisa konsekuensi level 2.Analisa konsekuensi level 1 dapat ditulis persamaan sesuai dengan API 581 bab 4.2.2

𝐶𝐶𝐶𝐶 = 𝑖𝑖.𝑋𝑋𝑏𝑏 (6) Sesuai dengan persaman diatas adalah persamaan untuk

menghitung konsekuensi gas yang bocor dan seberapa luas area yang terkena dampak, a dan b merupakan variabel. Sedangkan X merupakan release rate dari gas.

𝐶𝐶𝐶𝐶𝑃𝑃𝑖𝑖𝑖𝑖𝑇𝑇 = �∑ 𝑔𝑔𝑃𝑃𝑃𝑃𝐿𝐿 .𝐶𝐶𝐶𝐶𝐿𝐿𝑃𝑃𝑖𝑖𝑖𝑖𝑇𝑇4

𝐿𝐿=1𝑔𝑔𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑡𝑡𝐿𝐿𝑡𝑡𝑖𝑖𝑖𝑖

� (7)

Sehingga didapatkan area yang terkena dampak dari ledakan gas ataupun radiasi panas akibat api yang dipancarkan adalah.

𝑔𝑔𝑃𝑃𝑃𝑃𝑡𝑡𝐿𝐿𝑡𝑡𝑖𝑖𝑖𝑖 = ∑ 𝑔𝑔𝑃𝑃𝑃𝑃𝐿𝐿 4𝐿𝐿=1 (8)

Maka akan dihasilkan area dalam 97.3 meter persegi yang

terkena dampak dari kejadian yang terjadi, nilai nya adalah sesuai dengan Gambar 5 dimana juga dapat dilakukan analisa keterterimaan risiko pada risk matrix API 581. Dimana risiko dalam kategori medium high memerlukan tindakan mitigasi untuk mengurangi risiko yang terjadi. Dalam hal ini risiko menjadi besar karena konsekuensi yang terjadi cukup luas untuk area yang terkena dampak. Ditambah perawatan yang kurang menyebabkan frekuensi kebocoran pada jalur pipa tersebut menjadi lebih parah. Solusi dari mitigasi tersebut adalah dengan cara meningkatkan intensitas perawatan serta proteksi terhadap korosi yang terjadi pada jalur pipa. Juga perlu dilakukan sosialisasi terhadap warga sekitar area jalur pipa agar menjadi waspada dan cepat tangggap jika terjadi kebocoran atau terjadi hal yang tidak sewajarnya.

Setelah dilakukan proses analisa risk matrix, maka langkah selanjutnya adalah melakukan tindakan mitigasi, hal

Page 5: Penilaian Risiko Pipa Onshore Akibat Cacat Korosi : Studi …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-22432-Paper-3096937.pdf · sumur minyak baru maka setiap tahun produksi minyak

5

ini diperlukan karena hasil analisa risk matrix mendapatkan kategori risiko yang mungkin terjadi adalah kategori medium high. Kategori medium high perlu diturunkan menjadi kategori medium. Dimana kategori medium sendiri merupakan daerah ALARP. Sesuai dengan API 581 maka ada dua langkah yang bisa diambil untuk menurunkan skor damage factor, yaitu dengan melakukan tindakan menambahkan jadwal inspeksi pertahun sesuai dengan tabel 5.11 API 581 dan dapat juga dengan meningkatkan kategori keefektifan inspeksi sesuai dengan tabel 5.7 API 581 tentang buried component. Dari hasil mitigasi yang dilakukan maka didapatkan skor Pof turun dari 150 menjadi 60 dengan cara menambahkan inspeksi pada pipa dilakukan 2 kali per tahun. Dengan turunnya nilai damage factor maka risiko yang terjadi turun menjadi kategori 3C yang merupakan kategori medium.

Gambar 6. Risk matrix setelah dilakukan mitigasi Adapaun mitigasi yang perlu ditambahkan antara lain

adalah : - Melakukan penambahan perlindungan pada pipa terhadap

korosi, diantaranya pemasangan CP yang bisa dimonitoring secara online. Dan melakukan penambahan inhibitor pada fluida

- Memberikan tanda peringatan sepanjang jalur pipa, sehingga warga sekitar tahu bahwa hal hal apa saja yang tidak boleh dilakukan di sekitar pipa gas.

- Melakukan jadwal patroli seminggu sekali sepanjang jalur pipa gas untuk mengontrol keadaan pipa gas.

- Melakukan sosialisasi dan pemasangan alarm sekitar jalur pipa gas. Agar jika terjadi kebocoran, warga sekitar cepat tanggap dalam evakuasi.

- Memberikan pelatihan pada petugas operator pipa di ORF tentang prosedur keamanan jika pipa terjadi kebocoran dan prosedur evakuasi yang dilakukan pada area ORF.

III. KESIMPULAN

1. Dari perhitungan yang dilakukan pada jalur pipa yang

terkubur dalam tanah, didapatakan bahwa pipa memiiliki laju korosi sebesar 0.01765 mm/tahun. Hal ini masih dikategorikan aman karena laju korosi yang terhitung jauh berada di bawah 1 mm/tahun. Hal ini disebabkan sudah berjalan dengan baik chemical inhibitor yang dimasukkan dalam properties fluida, sehingga internal corrosion dapat ditekan. Serta impressed cathodic protection yang

dipasang berhasil menghalau laju korosi pada eksternal pipa.

2. Hasil dari kajian risiko didapatkan skor untuk damage factor thinning adalah 150 dan area konsekuensi yang terimbas adalah 97.3 m2 , konsekuensi yang terjadi memiliki area yang besar dikarenakan tekanan kerja pipa yang digunakan adalah 750 psi. Sehingga menjadikan area yang terimbas menjadi besar dan masuk kategori konsekuensi D. Sedangkan untuk damage factor bernilai besar karena masih rendahnya jadwal inspeksi yang dilakukan dan peralatan yang digunakan masih standar.

3. Pada risk matrix API 581 didapatkan hasil dari kajian risiko masuk kategori 4C yaitu medium-high sehingga perlu dilakukan tindakan mitigasi untuk menurunkan risiko yang terjadi. Tindakan mitigasi yang diperlukan adalah dengan cara menurunkan skor damage factor. Ada 2 cara untuk menurunkan damage factor yaitu dengan cara penambahan jadwal inspeksi dan penambahan tingkat keefektifan inspeksi. Pada kasus ini dipilih penambahan jadwal inspeksi dari 1 menjadi 2. Sehingga skor damage factor turun dari 150 ke 60 menjadi kategori medium.

UCAPAN TERIMAKASIH

Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada para dosen pembimbing yang telah membantu penyelesaian pekerjaaan ini dan tidak lupa terimakasih kepada segenap keluarga yang telah mendukung dengan tidak mengenal lelah. Serta ucapan terimakasih kepada PT PHE-WMO yang telah menyediakan data untuk penilitian ini. Dan tidak lupa juga kepada seluruh pihak yang telah ikut andil dalam pekerjaan ini baik secara langsung maupuun tidak langsung.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Muhlbauer,WK.2004. Pipeline Risk Management Manual, 3 rd edition, Elsevier Inc

[2] Adnyana ,GTB.2012.Penilaian Risiko Sosial dan Individu Jalur Pipa Gas Studi Kasus : PT. Pertamina Hulu energy-West Madura Offshore Risiko Akibat kebocoran Pipa Gas, Skripsi, Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, ITS , Surabaya

[3] Putri,RS.2011.Penilaian Risiko Pada Pipa Gas 8” Akibat Adanya Perubahan Tekanan Dengan Metode Societal Risk Assessment, Skripsi, Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, ITS, Surabaya

[4] Pratama,RH.2010.Risk Assessment Tanker LNG Dalam Studi Kasus Suplai LNG Dari Ladang tangguh ke Teluk Benoa Bali, Skripsi, Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, ITS, Surabaya

[5] Abes,AJ., Salinas, JJ. & Rogers, JT.1985. Risk assessment methodology for pipeline systems, Structural Safety 2, hal. 225-237

[6] Rekayasa Solverindo.2009. Pipeline Risk Assessment Kodeco Energi CO.,LTD., Final Report

[7] Teixeira,AP.,Soares,CG.,Netto,TA. & Estefen,SF.2008. Reliability of pipelines with Corrosion defects,International Journal of Pressure Vessel and Piping 85, hal. 228-237

[8] American Petroleum Institute (API).2008.Recomended Practice 581,2 nd edition, Risk Based Inspection technology

[9] American Society of Mechanical Engineers(ASME).2003. Gas transmission & distribution piping system. ASME B31.8