PENILAIAN PRAKTEK GMP DAN SSOP DI KATERING ...repository.ub.ac.id/4048/1/Faridhatul Chasanah...

65
PENILAIAN PRAKTEK GMP DAN SSOP DI KATERING APEL MALANG SKRIPSI Diusulkan oleh: Faridhatul Chasanah Fauziah Nur NIM. 135100307111023 TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Transcript of PENILAIAN PRAKTEK GMP DAN SSOP DI KATERING ...repository.ub.ac.id/4048/1/Faridhatul Chasanah...

  • PENILAIAN PRAKTEK GMP DAN SSOP DI KATERING APEL

    MALANG

    SKRIPSI

    Diusulkan oleh:

    Faridhatul Chasanah Fauziah Nur

    NIM. 135100307111023

    TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • 1

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Keracunan makanan adalah suatu penyakit yang disebabkan mengonsumsi makanan yang berbahaya atau terkontaminasi. Kejadian keracunan makanan yang dilaporkan ke Ditjen PPM dan PL sampai dengan tahun 2000 menunjukan angka yang fluktuatif dan tidak terpola, namun terlihat kejadian keracunan makanan selalu ada setiap tahun. Kejatian makanan yang terbanyak penyebabnya dari makanan yang berasal dari masakan dapur rumah tangga, masakan catering, dan penjual makanan kaki lima (Suprapti, 2002). Kebanyakan penyebab terjadinya kasus keracunan makanan disebabkan oleh mikroba seperti bakteri, virus dan parasit. Sumber makanan yang menjadi penyebab kasus keracunan makanan sekitar 65 persen berasal dari perusahaan katering, Makanan industri kecil sekitar 19 persen dan makan yang disiapkan rumah tangga sebesar 16 persen (Santoso,2009).

    Kasus keracunan dan beberapa penyakit berbahaya akibat konsumsi makanan tidak layak membuat kepercayaan konsumen menurun. Oleh karena itu, perlu adanya keamanan pangan untuk produk olahan pangan agar dapat meningkatkan kualitas produk olahan pangan dalam pencegahan kemungkinan terjadinya kontaminasi selama proses pengolahan produk pangan yang dapat membahayakan kesehatan konsumen.Salah satu cara untuk menjaga keamanan pangan dengan menerapkan sistem higienis.

    Higienis adalah semua kondisi dan tindakan yang dibutuhkan untuk memastikan dan menjamin dihasilkannya produk yang aman pada setiap tahapan pada rantai proses (Fitrani, 2011).Penerapan sistem higienis tidak hanya terbatas pada industri pangan modern tetapi juga dapat diterapkan dalam pengelolaan makanan untuk pasien di rumah sakit, katering atau jasa boga, makanan untuk hotel dan restaurant, bahkan dalam pembuatan jajanan makanan. Penerapan sistem higienisini sangat penting karena makin berkembangnya jaman semakin banyak orang yang tidak mempunyai waktu luang

  • 2

    untuk menyiapkan makanan sendiri untuk dikonsumsi. Dengan demikian mereka tergantung pada pelayanan jasa boga yang menyediakan makanan, diantaranya adalah katering.

    Salah satu katering yang sering dipesan oleh masyarakat malang dalam suatu acara atau hajad yaitu katering Apel. Oleh karena itu, higienis sangat penting untuk diterapkan dalam menjaga keamanan pangan (food safety) bagi konsumen. Diharapkan pihak Katering Apel Malang dapat menerapkan sistem higienis secara berkelanjutan agar tercapai food safetybagi konsumen serta meningkatkan pamor, menimbulkan image tersendiri bagi customer untuk menghadapi persaingan di masa datang. Sebelumnya harus melakukan program prasyarat higienis yaitu GMP dan SSOP agar penerapan sistem higienis dapat berjalan dengan baik. Dilakukan observasi terhadap program GoodManufacturing Practices(GMP) dan Standard SanitationOperation Procedure(SSOP) sebagai aspek penilaian standart dan praktek penerapan higienis pada Katering Apel Malang.

    Pelaksanaan sanitasi sebuah produksi dalam menjamin produk bermutu baik dan layak dikonsumsi dapat menggunakan metode Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP).GMP merupakan pedoman cara berproduksi pangan yang bertujuan supaya produsen pangan memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk pangan bermutu dan aman dikonsumsi sesuai tuntutan konsumen (Anggraini, 2014). SSOP adalah prosedur atau data yang digunakan oleh unit pengolahan untuk membantu mencapai tujuan atau sasaran keseluruhan yang diharapkan GMP dalam memproduksi makanan yang bermutu tinggi, aman dan tertib (Soetanto, 2001).

    Berdasar penelitian yang dilakukan oleh Kusumadewi (2017) evaluasi penerapan gmp dan ssop pada prosespengolahan daging kambing disalamah catering aqiqah terhadap kesesuaian aplikasi GMP kisaran 0%-81,9% dengan nilai tingkat keparahan penerapan GMP 173 memiliki tingkat keparahan dalam kategori sedang sehingga penerapannya telah memenuhi standar Menteri Kesehatan RI Nomor

  • 3

    23/MENKES/SK/1978 tentang pedoman Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB). Hasil evaluasi aplikasi SSOP nilai tingkat keparahan penerapan SSOP 57 memiliki tingkat keparahan kategori berat. Penanganan yang tidak tepat pada saat penerimaan bahan baku masih kurang menerapkan sistem sanitasi dan hygiene sehingga didapatkan hasil cemaran mikroba lebih dari batas maksimum SNI karkas kambing atau domba. Maka dengan mengutip skripsi yang sudah ada sebelumnya tentang GMP dan SSOP di katering terdapat kekurangan pada bagian higienis di pengolahan dengan begitu diperlukannya pengamatan tentang pelaksanaan higenis di katering Apel Malang dalam penerapan GMP dan SSOP. 1.2 Rumusan Masalah

    Untuk mengetahui secara pasti analisis implementasi GMP dan SSOP, evaluasi penerapan GMP dan SSOP, kesesuaian dengan standar GMP dan SSOP, serta evaluasi perbaikan di katering Apel Malang.

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mengukur implementasi GMP dan SSOP pada proses

    pengolahan di katering Apel Malang. b. Evaluasi dan penerapan syarat dasar standar keamanan

    pangan yaitu GMP dan SSOP pada proses produksi di katering Apel Malang.

    1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah :

    a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dapat menjadi masukan bagi perusahaan untuk mempertahankan dan meningkatkan higienis dalam proses pengolahan di katering Apel Malang. Sehingga mencegah terjadinya komplain dari konsumen.

    b. Dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi peneliti lainnya serta menjadi suatu acuan landasan berpikir dalam menganalisa serta menerapkan kebersihan diri karyawan.

  • 4

    c. Bagi penulis pribadi, penelitian ini menambah pengetahuan dalam menjaga kebersihan diri terutama jika penulis memasuki dunia kerja.

  • 5

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Studi Keamanan Pangan

    Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan, dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat (Saparinto, 2006).

    Sistem Pengawasan Pangan mempunyai aspek permasalahan dengan dimensi yang sangat luas dan kompleks. Pengawasan tidak dapat dilakukan hanya pada produk akhir yang ada di masyarakat, tetapi harus dilakukan sejak awal proses, mulai bahan baku, proses produksi, produk setengah jadi, produk jadi sampai produk tersebut beredar di masyarakat dalam lingkup yang luas. Sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produk yang dihasilkannya. Untuk itu produsen harus memiliki pengawasan internal atau manajemen pengawasan mutu yang dapat mengontrol dan mendeteksi mutu produknya sejak awal proses sampai produk tersebut beredar di masyarakat. Dalam konteks ini industri pangan dipandang penting untuk menerapkan Good Manufacturing Practice (GMP) atau Cara-cara Produksi yang Baik. Dengan menerapkan GMP, maka setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal sehingga dapat dicegah kemungkinan kerugian yang lebih besar (Suratmono,2009). 2.2Good Manufacturing Practice (GMP)

    GMP (Good Manufacturing Practices) merupakan suatu pedoman bagi industri pangan, bagaimana cara berproduksi pangan yang baik. GMP merupakan prasyarat utama sebelum suatu industri pangan dapat memperoleh sertifikat sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Agar sistem

  • 6

    HACCP dapat berfungsi dengan baik dan efektif, perlu diawali dengan pemenuhan program Pre-requisite (persyaratan dasar), yang berfungsi melandasi kondisi lingkungan dan pelaksanaan tugas serta kegiatan lain dalam industri pangan. Peran GMP dalam menjaga keamanan pangan selaras dengan Prerequisite penerapan HACCP (Winarno dan Surono, 2002).GMP adalah salah satu penerapan aktivitas pengendalian mutu yang dapat menghasilkan produk-produk yang berkualitas dan mengurangi resiko food safety problems, dapat dilakukan kegiatan-kegiatan pengendalian yang baik,seperti memperhatikan hygiene karyawan, training, cleaning, dan sanitasi yang efektif. Prinsip dasar dari GMP adalah bahwa mutu dibangun di dalam produk, dan tidak hanya diuji pada produk akhir saja. Itu artinya, penjaminan mutu terhadap produk tidak semata-mata untuk mendapatkan spesifikasi akhir yang diinginkan, tapi penjaminan mutu dilakukan dengan cara membuat produk dengan prosedur tertentu dalam masing-masing kondisi yang sama, kapanpun produk dibuat. Banyak hal yang dikendalikan dalam GMP, meliputi: pengendalian mutu dari fasilitas dan sistemnya, bahan baku, keseluruhan tahap produksi, pengujian produk, pelabelan, pemisahan, penyimpanan (Hermansyah, 2013).

    Good Manufacturing Practices(GMP) merupakan pedoman cara berproduksi pangan yang bertujuan supaya produsen pangan memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk pangan yang bermutu dan aman dikonsumsi sesuai dengan tuntutan konsumen. GMP wajib diterapkan oleh industri yang menghasilkan produk pangan sebagai upaya preventif agar pangan yang siap dikonsumsi tersebut bersifat aman, layak, dan berkualitas (Anggraini dan Ririh, 2014).Prinsip dari GMP adalah untuk dapat mengendalikan kondisi sanitasi dan higienis selama pelaksanaan proses produksi. Secara umum, bagian yang ditelusuri terkait dengan kondisi sanitasi lingkungan sekitar, kondisi sarana dan prasarana, sanitasi pekerja yang berhubungan langsung dengan produk dan hal-hal yang berkaitan dengan terjaminnya produk aman dikonsumsi (Suhartono, 2008).

  • 7

    Menurut (LPMPRI, 2010) menyatakan bahwa pada GMP atau Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) pada Industri olahan terdapat 14 aspek yang perlu dikaji dan biasanya juga dikatakan sebagai ruang lingkup pedoman GMP. Aspek-aspek tersebutdijadikan sebagai standar penilaian dengan langkah membandingkan standar terhadap keadaan sebenarnya dan dengan langkah pembobotan. Ruang lingkup pedoman GMP atau CPPB-Industri Olahan ini meliputi persyaratan yang diterapkan dalam indsutri pengolahan pangan yaitu sebagai berikut :

    1. Lokasi dan Lingkungan Produksi 2. Bangunan dan Fasilitas 3. Peralatan Produksi 4. Fasilitas dan Program Sanitasi 5. Pengawasan Proses 6. Produk Akhir 7. Label dan Keterangan Produk 8. Higiene Karyawan 9. Pengemasan 10. Penyimpanan 11. Pengangkutan 12. Bahan 13. Pencatatan dan dokumentasi 14. Pelaksaan Pedoman

    2.3 Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP)

    Secara umum perbedaan antara GMP dan SSOP (Standard Sanitation Operating Prosedure) adalah : GMP secara luas terfokus dan pada aspek operasi pelaksanaan tugas dalam pabriknya sendiri serta operasi personel. Sedang SSOP merupakan prosedur yang digunakan oleh industri untuk membantu mencapai tujuan atau sasaran keseluruhan yang diharapkan GMP dalam memproduksi pangan yang bermutu tinggi aman dan tertib (Winarno dan Surono, 2002).

    Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP) merupakan metode yang ditulis untuk menentukan praktek atau langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi kebersihan umum. Selain itu, implementasi SSOP bertujuan untuk

  • 8

    mencegah pangan dari kemungkinan kontaminasi karena berbagai aspek, seperti kontaminasi di lingkungan makanan diolah. Pelatihan tentang SSOP harus sudah diterapkan kepada karyawan baru semenjak hari pertama bekerja. SSOP harus menjadi sebuahkebudayaan dalam sebuah perusahaan, terutama bidang pangan.Sistem manajemen yang baik untuk keamanan pangan harus menyertakan beberapa program prasyarat atau syarat dasar untuk sistem keseluruhan yang efektif. Ini dapat dikatakan sebagai langkah awal untuk menjamin kemanan pangan sebelum memulai produksi dan mendistribusikan makanan (Khanson, 2010).

    Lockis dkk (2011) terkait dengan pengaplikasian prosedur standar sanitasi pada 20 sekolah umum di Brasil.Berdasarkan penelitian yang ada, maka diperoleh hasil sebagai berikut. Rata-rata persentase ketidaksesuaian di sekolah yang disesuaikan dengan kunci proses pelaksanaan SSOP yaitu, 66% tidak memadai, 65% tidak memadai pengelolaan sampah, 44% mengenai dokumentasi, dan 35% pasokan air dan sanitasi. Awal perkiraan biaya untuk pelaksanaan SSOP AS $ 24.438 dan investasi bulanan 1,55% untuk penyediaan setiap kebutuhan nantinya. Hal ini akan mengakibatkan AS $ 0,015 peningkatan pada masing-masing biaya makan selama penggantian investasi dalam waktu satu tahun pada sekolah. Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa pelaksanaan SSOP masih layak secara ekonomi dan akan dipertimbangkan teknisan kedepannya disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan kunci syarat dalam pelaksanaan SSOP . 2.4 Higienitas Higienis sanitasi makanan dan minuman adalah upaya untuk mengendalikan faktor tempat, peralatan, orang dan makanan yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan keracunan makanan (Depkes RI, 2004).

    Higienitas sangat penting dalam hal persiapan makanan. Tanpa mencuci tangan dan alat dapur, penyakit bisa dengan mudah menyebar. Di beberapa tempat sekalipun, hal krusial ini

  • 9

    tidak selalu diketahui dan sayangnya dianggap enteng. Karena kontaminasi silang adalah penyebab utama keracunan makanan dan dapat mentransfer bakteri dari satu makanan ke makanan lain, sangat penting untuk menyadari bagaimana penyebarannya sehingga diperlukannya pemahaman tentang personal hygiene (Yadimci, 2015).

    Higienis perorangan yaitu suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untukkesejahteraan fisik dan psikis (Purnawijayanti, 2001). Hygiene perorangan dapat dilihat dari cara seseorang makan, mandi, mengenakan pakaian sehari-hari, serta kebersihan badan meliputi rambut, kuku, badan, telinga, gigi, dan sebagainya.

    Persyaratan higiene perilaku penjamah makanan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2011 meliputi, antara lain : a. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan

    dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh b. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan

    dengan : sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok garpu dan sejenisnya.

    c. Setiap tenaga pengolah makanan pada saat bekerja harus memakai celemek dan penutup rambut.

    d. Setiap tenaga penjamah makanan pada saat bekerja harus berperilaku : 1. Tidak makan atau mengunyah makanan kecil/permen. 2. Tidak memakai perhiasan (cincin). 3. Tidak bercakap cakap. 4. Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah

    keluar dari kamar kecil. 5. tidak memanjangkan kuku. 6. Selalu memakai pakaian bersih.

    2.5 Katering

    Katering adalah kegiatan usaha yang menyediakan makan dan pelayanan. Pengelolaan bisnis catering melibatkan banyak aspek, baik itu yang berbasis bisnis rumahan atau bisnis berskala besar/korporasi. Pada umumnya, catering yang

  • 10

    merupakan bisnis rumahan cenderung dikelola dengan pengalaman yang terbatas, polis asuransi yang lebih kecil dan kurangnya pengetahuan tentang sanitasi yang layak. Kompetisi bisnis catering yang merupakan rumahan biasanya milik perorangan, dan terkadang menjadi pesaing yang lebih diuntungkan dibandingkan dengan catering yang sudah berlisensi, karena catering rumahan tidak dikenai biaya yang sama, memiliki biaya yang rendah, dan dapat menetapkan harga yang lebih rendah ( Rohmalia dan Djajalaksana, 2013).

    Menurut Permenkes Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011, Jasa boga atau catering adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan pengolahan makanan yang disajikan diluar tempat usaha atas dasar pesanan. Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan usaha jasa boga adalah meliputi usaha jualan makanan jadi (siap konsumsi) yang terselenggara melalui pesanan pesanan untuk perayaan, pesta,seminar,rapat, paket perjalanan haji, angkutan umum dan sejenisnya. Biasanya makanan jadi yang dipesan diantara ke tempat pesta, seminar, rapat dan sejenisnya berikut pramusaji yang akan melayani tamu-tamu/ peserta seminar atau rapat pada saat pesta/ seminar berlangsung.

    Menurut Permenkes Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011, higiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, tempat, orang dan perengkapannya (peralatan) yang dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan atau keracunan makanan, tujuan higiene sanitasi makanan di jasa boga atau katering adalah tersedianya makanan yang berkualitas, baik dan aman bagi pemesan jas katering (konsumen) agar terhindar dari resiko gagguan kesehatan atau keracunan makanan, selain itu juga untuk terwujutnya perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan makanan di institusi. 2.6 Penerapan GMP & SSOP Bersadarkan penelitian yang dilakukan oleh Putri Kusumadewi (2017) yang berjudul evaluasi penerapan gmp dan ssop pada prosespengolahan daging kambing disalamah catering aqiqah menyimpulkan bahwa penilaian

  • 11

    terhadap kesesuaian aplikasi GMP memperoleh kisaran 0%-81.9%dengan nilai tingkat keparahan penerapan GMP 173 yang berarti memiliki tingkatkeparahan dalam kategori sedang sehingga penerapannya telah memenuhi standar Menteri Kesehatan RI Nomor 23/MENKES/SK/1978 tentang pedoman Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB). Penilaian hasil evaluasi aplikasi SSOPmemiliki nilai tingkat keparahan penerapan SSOP 57 yang berarti memilikitingkat keparahan kategori berat. Penanganan yang tidak tepat pada saatpenerimaan bahan baku masih kurang menerapkan sistem sanitasi dan hygienesehingga didapatkan hasil cemaran mikroba lebih dari batas maksimum SNIkarkas kambing atau domba.

    Budi Yuwono dkk (2012) terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan cara produksi yang baik dan standar prosedur operasi sanitasi pada industri pengolahan fillet ikan. Tujuan kajian ini adalah untuk menemukan semua faktor yang mempengaruhi kelangsungan proses penerapan GMP dan SSOP fillet ikan dan untuk melihat kondisi terbaru dari penerapan GMP dan SSOP di pabrik pengolahan fillet yang tidak melanjutkan. Pengolahan dan analisis data menggunakan metode deskripsi dan analisis pra-syarat. Responden penelitian ini adalah 26 pabrik pengolahan ikan fillet di Jawa yang terbagi atas 15 pabrik pengolahan ikan fillet yang tidak melanjutkan penerapan GMP dan SSOP (BM) dan 11 pabrik pengolahan fillet ikan yang masih melanjutkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelangsungan penerapan GMP dan SSOP di pabrik pengolahan fillet ikan yang tidak melanjutkan aplikasi (BM) dapat dibagi menjadi faktor internal yaitu kurangnya pendidikan (73%), dan kurangnya pengalaman (100%), faktor-faktor eksternal yaitu kurangnya kebijakan pemerintah dalam sosialisasi (66,66%), kurangnya air portabel (87%) dan pasokan es (67%), kurangnya sistem rantai dingin fasilitas (74%), kurangnya kebijakan pemerintah dalam pelatihan (60%), pemantauan (80%), kurangnya penegakan rendah (86%), tidak ada kebutuhan pasar (100%), dan karakteristik faktor inovasi yang ada keuntungan relatif dalam melaksanakan GMP dan

  • 12

    SSOP (86,67%), tidak kompatibilitas (80%), kompleksitas GMP dan SSOP (73,33%).

    Ach Triharjono dkk (2013) terkait dengan pengevaluasian dalam pelaksanaan sanitasi pada industri keripik amplang. Penelitian ini melakukan analisa penerapan SSOP pada studi kasus proses pembuatan kerupuk amplang yang berasal dari ikan tenggiri. Penelitian ini dilakukan di UD Sarina Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan SSOP pada industri dan melakukan evaluasi agar SSOP dapat dilaksanakan. Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan bersifat deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan survei secara langsung dan menganalisis secara langsung terhadap 8 kunci utama dalam proses penerapan SSOP. Evaluasi yang dilakukan yaitu secara deskriptif, yaitu membandingkan kejadian yang ada dan prosedur yang seharusnya dilakukan (standar yang ada). Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh bahwa UD Sarina penerapan SSOP belum terlaksana dengan baik karena masih ada 3 tahapan kunci yang belum terlaksana dengan baik, yaitu pencegahan kontaminasi silang, pengawasan kondisi kesehatan personil dan menghilangkan hama dari unit pengolahan.

  • 13

    BAB III METODE PENELITIAN

    3.1 Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilaksanakan padabulan Mei sampaiJuni 2017 di Apel CateringMalang Perum Sengkaling Indah 1 No. 72 Malang. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan saat perusahaan sedang melakukan proses produksi. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Komputasi dan Analisis Sistem Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang. 3.2 Batasan Masalah Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini memiliki batasan masalah dalam pembahasannya sebagai berikut :

    1. Lokasi penelitian dibatasi di Apel Catering Malang, yang berada di wilayah Malang yakni Perum Sengkaling Indah No. 72, Malang.

    2. Analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif untuk mengidentifikasi penerapan GMP dan SSOP dalam penerapan higienis pada produksi makanan di Apel Catering Malang.

    3.3 Metode Penelitian

    Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data melaui wawancara maupun observasi langsung. Dimana peneliti memberikan penilaian pada kuisoner GMP dan SSOP yang telah di buat, dan dilakukan wawancara kepada pihak penanggung jawab produksi untuk mendapatkan nilai yang telah disepakati secara subjektif. Sampel penelitian ini adalah penilaian standar dan praktek penerepanhigienis di Apel katering Malang dengan metode skoring. Macam sample yang digunakan dalam skoring diantaranya, penilaian pada aspek lokasi dan lingkungan produksi, bangunan dan fasilitas, fasilitas dan program sanitasi, pengawasan proses, produk akhir, label dan keterangan produk, higiene karyawan, pengemasan, penyimpanan, pengangkutan, bahan, pencatatan dan dokumentasi, pelaksaan pedoman. Keamanan air, kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan, pencegahan

  • 14

    kontaminasi silang, fasilitas sanitasi, perlindungan bahan pangan dari bahan cemaran, pelabelan penggunaan bahan toksin dan penyimpanan yang tepat, kontrol kesehatan pegawai, pencegahan hama.

    Variabel yang diteliti adalah praktik GMP dan SSOP meliputi lokasi dan lingkungan produksi,bangunan dan fasilitas, fasilitas dan program sanitasi, pengawasan proses, produk akhir, label dan keterangan produk, higiene karyawan, pengemasan, penyimpanan, pengangkutan, bahan, pencatatan dan dokumentasi, pelaksaan pedoman. Keamanan air, kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan, pencegahan kontaminasi silang, fasilitas sanitasi, perlindungan bahan pangan dari bahan cemaran, pelabelan penggunaan bahan toksin dan penyimpanan yang tepat, kontrol kesehatan pegawai, pencegahan hama.

  • 15

    3.4 Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaanpenelitiaan ini dapat dilihat pada Gambar 3.1

    Gambar 3.1 Diagram Alir Prosedur Penelitian

  • 16

    3.4.1. Survei Awal Survei pertama kali mengunjungi dapur Apel Catering Malang untuk mengetahui gambaran umum perusahaan dan informasi higienisdi perusahaan tersebut. 3.4.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah Identifikasi dan perumusan masalah adalah tahapan untuk mengetahui masalah di cateringApel Malang. Berdasar identifikasi dan perumusan masalah diketahui bahwa catering Apel Malang telah memiliki sertifikat layak hyginitas untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut dalam penerapan sertifikat tersebut di dengan melihat GMP dan SSOP yang ada apakah sudah dijalankan sesuai ketentuan yang terdapat pada sertifikat layak hygen dalam proses pengolahan di catering Apel Malang. 3.4.3. Pengambilan Data Pengambilan data dengan beberapa metode penelitian sebagai berikut: 1. Wawancara

    Wawancara dilakukan dengan mengumpulkan berbagai informasi yang ada mengenai gambaran umum catering Apel Malang, proses produksi, dan deskripsi produk, melaui pimpinan pada catering Apel Malang.

    2. Observasi Observasi dilakukan dengan cara mengadakan

    pengamatan secara langsung ke dapur cateringApel Malang untuk mendapatkan data tentang keadaan nyata secara spesifik sehingga data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan. Data mengenai asal bahan, bahan-bahan yang digunakan, proses memasak, cara penyajian, kebersihan, dan penyimpanan bahan.

    3. Dokumentasi Dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan

    data pelengkap dan foto untuk menunjang penulisan laporan dengan melakukan pencarian data yang terkait. Dokumentasi merupakan bukti nyata (foto) dan pendukung penelitian. Dokumentasi tersebut berupa foto bahan yang digunakan,

  • 17

    kondisi dapur, penyajian masakan, dan tahapan proses produksi.

    Pengambilan data dilakukan dalam penelitian sebagai berikut : 1. Aspek Ruang Lingkup GMP

    Proses pembuatan makanan sesuai prosedur akan menghasilkan makanan yang aman dan higienis. Pada aspek ini menerapkan prinsip Good Manufacturing Practices (GMP) bertujuan untuk mencegah dan mengendalikan keberadaan bahaya dalam bahan pangan sehingga aman untuk dikonsumsi. Metode ini menggunakan pembobotan pada tiap ruang lingkup GMP yang dapat dilihat pada Tabel 3.1, setiap ruang lingkup GMP dinilai dengan skala penilaian 0-4 yang dapat dilihat pada Tabel 3.2.Hasil dari penilaian ini menggunakan skala persentase dari 0-100% yang dapat dilihat pada Tabel 3.3. Pemberian penilaian 7 atau 10 berdasarkan tingkat kepentingan GMP sesuai dengan CPPOB. Penilaian dimasukkan pada tabel perhitungan audit GMP yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 3.1. Bobot nilai ruang lingkup Good Manufacturing Practices (GMP) Sumber: Dimodifikasi dari CPPOB (2017)

  • 18

    Tabel 3.2. Skala penilaian audit Good Manufacturing Practices (GMP)

    Sumber: Dimodifikasi dari CPPOB (2017) Tabel 3.3. Skala persentase audit Good Manufacturing Practices (GMP) Sumber: Dimodifikasi dari CPPOB (2017)

    2. Aspek Ruang Lingkup SSOP

    Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP) merupakan metode yang ditulis untuk menentukan praktek atau langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi kebersihan umum. Selain itu, implementasi SSOP bertujuan untuk mencegah pangan dari kemungkinan kontaminasi karena berbagai aspek, seperti kontaminasi di lingkungan makanan diolah. Metode ini menggunakan pembobotan tiap ruang lingkup SSOP pada Tabel 3.4, setiap ruang lingkup SSOP dinilai dengan skala penilaian 0-4 yang dapat dilihat pada Tabel 3.5. Hasil dari penilaian ini menggunakan skala presentase dari 0-100% yang dapat dilihat pada Tabel 3.6. Pemberian penilaian 10 atau 15 berdasarkan tingkat kepentingan GMP sesuai dengan KBPOM. Penilaian dimasukan pada tabel perhitungan audit SSOP yang dapat di lihat pada Lampiran2.

  • 19

    Tabel 3.4. Bobot nilai ruang lingkup Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP) Sumber: Dimodifikasi dari KBPOM (2017) Tabel 3.5. Skala penilaian audit Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP) Sumber: Dimodifikasi dari KBPOM (2017) Tabel 3.6. Skala persentase audit Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP) Sumber: Dimodifikasi dari KBPOM (2017)

  • 20

  • 21

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Gambaran Umum Perusahaan Apel katering merupakan jasa penyedia layanan katering dan wedding service dengan pengalaman lebih dari 10 tahun, apel katering didirikan pada tahun 1998 oleh ibu Hj. Djoko di sengkaling indah 1 kavling 30 kecamatan Dau Kabupaten Malang. Apel katering mengawali usahanya dibidang kuliner dengan mendirikan rumah makan tradisional khas jawa maupun fastfood di Malang, dengan pengalaman dan kemampuan yang dimiliki apel katering mendirikan sebuah perusahaan katering yang melayani berbagai macam acara besar mapun kecil seperti acara pernikahan, acara instalasi pendidikan dan pemerintahan, kemiliteran, perbankan, dan lain lain di wilayah Malang dan sekitarnya. Apel katering memiliki beberapa tenaga kerja yaitu tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tidak langsung. Tenaga kerja tidak langsung pada apel katering merupakan karyawan yang bekerja dibagian pemasaran dan pembelanjaan. Tenaga kerja langsung pada apel katering adalah karyawan yang berada di bagian produksi seperti dapur, delivery, waiterss, dan dishwasher. Untuk tabel jumlah karyawan pada apek katering dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Jumlah Karyawan Apel Katering Sumber : Apel Katering (2017)

  • 22

    Terlihat pada Tabel 4.1 Karyawan tetap Apel Katering sebanyak 15 orang. Sedangkan karyawan panggilan sebanyak +/- 73 orang. Dimana jumlah tersebut bisa berubah sesuai dengan kebutuhan Apel Katering. Mayoritas tenaga kerja pada Apel Katering merupakan tenaga kerja panggilan yang hanya dipekerjakan pada saat tertentu sesuai dengan jumlah yang di butuhkan. Untuk memakssimalkan produksi dibutuhkan ruang produksi yang cukup luas agar pekerja dapat lebih leluasa dalam melakukan aliran produksi. Pola aliran produksi pada Apel Katering dapat di lihat pada Gambar 4.1

    Gambar 4.1Pola aliran produksi pada Apel Katering

    Pada Gambar 4.1 Apel Katering memusatkan kegiatan produksi pada satu ruang luas tanpa adanya sekat. Pintu yang digunakan untuk masuk dan keluarnya bahan mentah dan produk jadi hanya satu pintu utama. Hal tersebut diterapkan untuk mempermudah kordinasi dan mempersingkat waktu perpindahan bahan. Pola aliran di Apel Katering yaitu pola aliran odd angel yang rumit dan tidak beraturan. Odd angel merupakan pola aliran yang memiliki lintasan pendek dan cocok digunakan untuk ruang lingkup yang kecil (Handoko, 2013). Penataan dapur penting untuk mengakomodasi semua kegiatan yang akan dilakukan. Tata letak dapur harus memenuhi dua persyaratan, yaitu mengakomodasi pekerjaan

  • 23

    pengolahan makanan secara efektif dan efisien dan menghindari terjadinya kontaminasi silang produk makanan dari bahan mentah, peralatan kotor dan limbah pengolahan (Hasan 2016). Pada Apel Katering ruang produksi (dapur) tata letaknya tidak beraturan dan hal tersebut perlu dilakukan perbaikan, karena dengan layout yang tidak beraturan tersebut dapat memudahkan terjadi kontaminasi silang. 4.2 Deskripsi Produk Produk yang dihasilkan Apel Katering sangat bervariasi dari segi makanan maupun minuman. Produk tersebut dibedakan menjadi dua yaitu menu utama (maen course) dan menu penutup (dessert). Menu utama pada Apel Katering berbahan dasar daging dan sayuran, sedangkan menu penutup terdiri dari minuman dingin/hangat, kue basah, makanan ringan, dan pudding. Pembagian menu pada Apel Katering dapat dilihat pada Tabel 4.2.

  • 24

    Tabel 4.2 Menu Apel Katering Sumber : Apel Katering (2017)

  • 25

    Pada Tabel 4.2 dapat dilihat menu pada Apel Katering terbagi menjadi menu gebyar pesta, menu kotak, menu tradisional, dan menu pilihan. Pada beberapa menu yang di sajikan dibedakan berdasarkan menu utama (maen course) dan menu penutup (dessert). Main course adalah makanan utama atau makanan pokok yang disajikan dalam porsi besar dan biasanya disajikan dengan side dish dan dressing. Maincourse biasanya berbahan dasar hewan seperti ayam, daging sapi, daging kambing, dan sea food. Berat dari main course antara 200 gr – 250 gr. Main course biasanya dihidangkan dengan hidangan pendamping sayuran dan sumber karbohidrat, selain itu juga disajikan dengan saus yang cocok untuk hidangan tersebut. (Kokom, 2006). 4.3 Proses Produksi Proses produksi adalah subsistem agroindustri yang berfungsi untuk menghasilkan output primer dengan kapasitas produksi bedasarkan skala usaha yang ditetapkan (Tinaprilla,2007). Secara garis besar proses produksi Apel Katering meliputi persiapan, pemasakan, pengemasan, dan pengiriman. diagram alir pelaksanaan produksi Apel Katering dapat dilihat pada Gambar 4.3.

  • 26

    Gambar 4.3 Diagram Alir Proses Produksi di Apel Katering

  • 27

    Berikut adalah uraian proses produksi Apel Katering : 1. Membuat dokumen pemesanan

    Dokumen pemesanan digunakan sebagai acuan pembelanjaan yang dilakuakan oleh bagian pembelanjaan agar tidak mengalami kekeliruan saat melakukan pembelian bahan. Pembutan dokumen pemesanan dilakukan oleh bagian pembelanjaan yang berisi profil konsumen (nama, alamat, nomer telepon), jenis pemesanan menu beserta macam bahan dan jumlah bahan, waktu pengiriman, serta kode warna sebagai penanda setiap pesanan yang berbeda.

    2. Bahan datang Pada saat bahan datang akan dilakukan penimbangan sesuai dengan yang tertera pada dokumen pemesanan.

    3. Penimbangan bahan Penimbangan bahan dilakukan untuk menimbang bahan sesuai dengan yang dibutuhkan.

    4. Labelling setelah penimbangan akan dilakukan pelabelan dan kode warna sesuai dengan dokumen untuk mempermudah proses selanjutnya.

    5. Proses Pengolahan Kemudian bahan akan melalui proses pengupasan dan pemotongan, bahan yang harus dipotong harus disesuaikan dengan dokumen, karena bahan yang sama cara pemotonganya tidak selalu sama tergantung pada jenis pesanan. Selain itu pada bahan sayur akan dikemas dan disimpan pada almari es selama maksimal 2 hari sebelum sayuran memasuki tahap pemasakan. Sayuran yang akan dimasak dan telah didinginkan sebelumnya di cuci terlebih dahulu agar menghilangkan kotoran, proses pendinginan dilakukan terlebih dahulu agar sayuran tidak membusuk dan menjadi kebiruan. Pada bahan daging, ayam, ikan, dan seafood dilakukan pencucian dengan merendam daging pada larutan cuka dan air untuk menghilangkan bau amis, lalu dibilas dengan air yang mengalir lalu dilakukan pemotongandan diolah setengah jadi sesuai dengan kebutuhan.

  • 28

    6. Cooking Pada tahap pemasakan bahan yang diolah pada hari sebelumnya akan dimasak oleh koki sesuai dengan kode bahan. Proses pemasakan dilakukan satu persatu untuk setiap pesanan walaupun jenis makanannya sama.

    7. Pengemasan Tahap pengemasan pada nasi kotak akan dikemas pada kotak nasi, untuk pesta makanan dikemas pada wadah plastik dan panci dengan ditutupi oleh plastik wrap agar tidak tumpah saat proses pengiriman.

    8. Pengiriman Pada tahap akhir Apel katering melakukan pengiriman sesuai dengan waktu yang di sepakati oleh pemesan. Makanan yang akan dikirim dipastikan tertutup rapat agar tidak tumpah / rusak selama proses pengiriman.

    Berikut merupakan salah satu proses produksi pembuatan Chicken Barbeque dapat dilihat pada Gambar 4.3.1

    Gambar 4.3.1 Diagram alir produksi Chicken Barbeque

  • 29

    4.4 Penerapan Aspek GMP Penerapan higenitas Apel Katering dianalisis

    menggunakan prinsip Good Manufacturing Practices (GMP). Penelitian membuat daftar penilaian menggunakan metode scoring terkait dengan GMP dan memberikan bobot nilai tiap ruang lingkup GMP, skala penilaian rata-rata ruang lingkup GMP, dan skala presentase ruang lingkup GMP.Tabel pemenuhan hasil penilaian audit Good Manufacturing Practices yang dapat dilihat pada Gambar 4.4.

    Gambar 4.4. Pemenuhan hasil penilaian audit Good Manufacturing Practices (GMP)

    Uraian Hasil penilaian audit GMP dilihat pada Lampiran 1.

    Uraian hasil audit GMP adalah sebagai berikut : Penerapan GMP Apel Katering sudah terpenuhi. Pada beberapa bagian perlu dilakukan perbaikan, fasilitas program sanitasi salah satunya harus ditambahkan pemisahan antara sampah organic dan anorganik pada sarana pengolahan limbah. Penambahan kamar mandi/wc untuk karyawan. A. Lokasi dan Lingkungan Produksi Lokasi produksi adalah suatu tempat diamana perusahan melakukan aktivitasnya. Keunggulan bersaing dapat diciptakan dengan suatu jalan,yaitu dengan penentuan lokasi yang strategis, yang dapatmembentuk pelayanan yang efisien dan cepat bagi pelanggan,maupun untuk mendapatkan pelayanan dari supplier yang efisien dan tepat.

  • 30

    Lokasi dan Lingkungan poduksi pada Apel Katering dapat dilihat pada Tabel 4.4.1. Tabel 4.4.1 Lokasi dan Lingkungan Produksi pada Apel Katering

    Lokasi produksi Apel Katering jauh dari polusi dan tidak

    berada pada daerah yang mudah tergenang air/banjir karena berada di daerah dataran tinggi. Tempat produksi jauh dari lokasi pembuangan sampah dan penumpukan barang bekas. Lokasi produksi Apel Katering berada di dalam perumahan dan jauh dari pemukiman yang kumuh. Sistem pembuangan sampah pada Apel Katering dilakukan secara berkala dan sudah sesuai

  • 31

    dengan standar GMP. Sistem saluran pembuangan air selalu berjalan lancar untuk mencegah terjadinya genangan air yang dapat mengundang hama. Menurut BPOM (2003) Untuk menetapkan lokasi IRT perlu dipertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran potensial dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang diproduksinya. Hasil pengamatan yang dilakukan dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai rata rata dari lokasi dan lingkungan produksi sebesar 3,56 yang artinya terpenuhi, persentase bobot pada hasil penelitian sebesar 89%. Hasil tersebut menunjukan skala penilaian 80-89,9% yaitu Baik. Maka lingkungan produksi pada Apel Katering sudah memenuhi kriteria.

    B. Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas suatu pabrik pada katering merupakan suatu fasilitas dilakukannya kelancaran kegiatan proses produksi. Salah satu bagian yang digunakan memiliki ruang khusus yang berisikan perlengkapan untuk memperlancar jalannya proses produksi. Uraian bangunan dan fasilitas pada Apel Katering dapat dilihat pada Tabel 4.4.2.

  • 32

    Tabel 4.4.2 Bangunan dan Fasilitas Pada Apel Katering Pengamatan yang dilakukan pada desain tata letak dan

    fasilitas kantor induk dan ruang produksi sudah terpenuhi. Kontruksi bangunan pada kantor induk dan ruang produksi seperti dinding dan ruang pemisah telah ada pada kantor induk. Pada ruang produksi tidak terdapat dinding pemisah hanya satu ruangan yang luas. Atap dan langit-langit, pintu dan jendela pada kantor induk dan ruang produksi dalam kondisi yang baik. Lantai pada kantor induk dan ruang produksi berupa keramik. Penerangan pada kantor induk dan ruang produksi memiliki penerangan yang cukup terpenuhi. Fasilitas karyawan seperti musola telah tersedia. Tidak terdapat ruang istirahat bagi pekerja jadi perlu dilakukan penambahan ruang istirahat untuk

  • 33

    pekerja. Terdapat tempat parkir kendaraan pekerja namun perlu dilakukan perluasan karena tempat parkir terlalu sempit. Menurut BPOM (2003) Bangunan dan fasilitas IRT dapat menjamin bahwa pangan selama dalam proses produksi tidak tercemar oleh bahaya fisik,biologis dan kimia serta mudah dibersihkan dan disanitasi.Bangunan merupakan bagian utama dari persyaratan fisik penyelenggaraan makanan di mana salah satu bagiannya adalah dapur. Dapur merupakan suatu ruangan atau tempat khusus yang memiliki perlengkapan dan peralatan untuk mengolah makanan sehingga perlu diperhatikan kelaikan fisik dan kebersihannya (Sawong, 2016). Hasil penilaian pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai rata-rata pada bangunan dan fasilitas pada Apel Katering sebesar 3,24 yang artinya terpenuhi. Dari hasil penilaian tersebut didapatkan persentase bobot sebesar 85,25%. Pada hasil tersebut menunjukan skala penilain 80-89,9% yaitu baik. Maka bangunan dan fasilitas pada Apel Katering memiliki kriteria baik. C. Peralatan Produksi Perlatan produksi adalah suatu alat yang digunakan pada saat proses produksi berlangsung. Berfungsi sebagai alat bantu untuk menjdikan suatu prodak hasil yang berkualitas. Peralatan produksi pada Apel Katering dapat dilihat pada Tabel 4.4.3. Tabel 4.4.3 Peralatan Produksi Apel Katering

    Pengamatan yang dilakukan pada peralatan produksi tata letak dan peralatan di Apel Katering telah tertata rapi. Mesin dan peralatan menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja, memenuhi syarat teknis, tidak mudah rusak, terkelupas atau

  • 34

    korosif, tahan lama dan mudah di bersihkan dan tidak mencemari produk yang diolah. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) (2003), mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan harus dibuat memenuhi standar baik teknik, mutu dan higiene, seperti bersifat tidak toksik, tahan karat, kuat, tidak menyerap air, tidak mengelupas, mudah dipelihara, dibersihkan dan disanitasi. Hasil penilaian pengamatan yang dilakukan dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai rata-rata peralatan produksi Apel Katering sebesar 3,5 yang artinya terpenuhi. Dari hasil penilaian didapartan persentase bobot sebesar 87,50%. Pada hasil tersebut menunjukan skala penilaian 80-89,9% yaitu baik. Maka peralatan produksi pada Apel Katering memiliki kriteria baik. D. Fasilitas dan Program Sanitasi fasilitas sanitasi sangat diperlukan untuk menjaga ke higienitasan suatu produk. Dengan adanya fasilitas sanitasi juga dapat meningkatkan kualitas produk hasil pangan olahan yang akan di pasarkan. Fasilitas program sanitasi Apel Katering dapat dilihat pad Tabel 4.4.4.

  • 35

    Tabel 4.4.4 Fasilitas Program Sanitasi Apel Katering

    Pengamatan yang dilakukan pada fasilitas dan program

    sanitasi air yang digunakan langsung dari mata air yang terjamin kebersihannya. Saluran-saluran air atau selokan di kantor induk maupun ruang produksi sudah tersedia. Tidak terdapat pengolahan limbah hasil proses produksi namun sisa-sisa produksi langsung dibuang ke tempat sampah. Fasilitas pencucian / pembersihan pada kantor induk, ruang produksi, maupun mesin dan peralatan sudah sangat terpenuhi. Fasilitas higiene karyawan seperti kamar mandi dan wc sebaiknya ditambah karena karyawan yang ada di area produksi lebih dari 3 orang dan hanya ada satu kamar mandi jadi diperlukan penambahan sebanyak 2 kamarmandi untuk jumlah karyawan sebanyak 15 orang. Wastafel atau tempat mencuci tangan telah tersedia. Fasilitas sanitasi yang digunakan harus memenuhi syarat mutu yang berlaku, seperti memiliki sarana air bersih

  • 36

    yang mencukupi, saluran yang berbeda untuk proses sanitasi dan produksi, air yang digunakan untuk proses produksi sesuai dengan syarat mutu air minum dan dilakukan pengecekan berkala terhadap fasilitas sanitasi. Fasilitas higiene karyawan harus disediakan untuk menjamin kebersihan karyawan dan menghindari pencemaran terhadap makan seperti tempat mencuci tangan, tempat ganti pakaian, dan toilet atau jamban (Menteri Perindustrian, 2010). Hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai rata-rata fasilitas dan program sanitasi Apel Katering sebesar 2,92 yang artinya perlu dilakukan perbaikan. Dari hasil penilaian didapartan persentase bobot sebesar 73%. Pada hasil tersebut menunjukan skala penilaian 70-79,9% yaitu memuaskan. Maka fasilitas dan program pada Apel Katering memiliki kriteria memuaskan. E. Pengawasan Proses Pengawasan proses adalah suatu pengawasan yang dilakukan oleh seorang pemilik/ penanggung jawab untuk mengetahui apakah jalannya proses produksi tersebut telah berjalan sesuai prosedur yang berlaku di perusahaan tersebut. Pengawasan proses Apel Katering dapat dilihat pada Tabel 4.4.5. Tabel 4.4.5 Pengawasan Proses Apel Katering

    Pengamatan yang dilakukan pada pengawasan proses

    Apel Katering secara umum, setiap jenis produk, setiap satuan pengolahan, waktu dan suhu proses telah terpenuhi. Pengawasan pada bahan teratur dicek, pengawasan terhadap kontaminasi produk maupun bahan gelas sangat diperhatikan.

  • 37

    Serta pengawasan khusus juga dilakukan pengawasan seperti setiap pekerjaan yang bersentuhan langsung dengan bahan wajib memakai sarung tangan. Menurut BPOM (2012) pengawasan proses bertujuan untuk menjaga Keamanan Pangan dalam kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan fisik yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.Hasil penilaian pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai rata-rata pengawasan proses Apel Katering sebesar 3,38 yang artinya terpenuhi. Dari hasil penilaian didapartan persentase bobot sebesar 84,50%. Pada hasil tersebut menunjukan skala penilaian 80-89,9% yaitu baik. Maka pengawasan proses pada Apel Katering memiliki kriteria yang baik. F. Produk Akhir Produk akhir merupakan suatu produk yang siap dipasarkan dengan ketentuan produk tersebut sesuai dengan standar mutu yang berlaku dan aman bagi konsumen. Produk akhir pada Apel Katering dapat dilihat pads Tabel 4.4.6 Tabel 4.4.6 Produk Akhir Apel Katering

    Hasil pengamatan yang telah dilakukan produk akhir

    Apel Katering telah sesuai dengan otoritas kompeten yang tidak membahayakan kesehatan konsumen. Sesuai dengan standar mutu yang berlaku, dan dilakukannya pemantauan dan pemeriksaan produk akhir sebelum di kirimkan ke konsumen agar kualitas produk tetep baik. Menurut BPOM (2003) produk akhir harus diberi tanda dan menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dan sistem First Expired First Out (FEFO), yaitu bahan yang lebih dahulu masuk dan / atau memilki tanggal

  • 38

    kedaluwarsa lebih awal harus digunakan terlebih dahulu dan produk akhir yang lebih dahulu diproduksi harus digunakan / diedarkan terlebih dahulu. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai rata-rata produk akhir Apel Katering sebesar 3,67 yang artinya terpenuhi. Dari hasil penilaian didapartan persentase bobot sebesar 91,75%. Pada hasil tersebut menunjukan skala penilaian 90-94,9% yaitu sangat baik. Maka produk akhir pada Apel Katering memiliki kriteria yang sangat baik. G. Label dan Keterangan Produk Label dan keterangan produk digunakan untuk memudahkan dalam memisahkan suatu produk berdasarkan pesanan, bahan, pengolahan, dan penyimpanannya. Label dan keterangan produk Apel Katering dapet dilihat pada Tabel 4.4.7. Tabel 4.4.7 Label dan Keterangan Produk Apel Katering

    Pengamatan pada label dan keterangan produk telah

    memenuhi ketentuan, kemasan diberi label dengan jelas agar memudahkan dalam membedakan jenis produk. Label pangan harus jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen memilih, menyimpan, mengolah dan mengkonsumsi pangan. Kode produksi pangan diperlukan untuk penarikan produk, jika diperlukan. Label pangan sangatlah penting karena menjadi sarana informasi dari produsen ke konsumen mengenai produk yang akan dijual. Sehingga konsumen benar-benar mengetahui bahan apa saja yang digunakan dalam membuat suatu produk (Chen, 2016).Hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 1.

  • 39

    Nilai rata-rata label dan keterangan produk Apel Katering sebesar 3,67 yang artinya terpenuhi. Dari hasil penilaian didapartan persentase bobot sebesar 91,75%. Pada hasil tersebut menunjukan skala penilaian 90-94,9% yaitu sangat baik. Maka label dan keterangan produk pada Apel Katering memiliki kriteria yang sangat baik. H. Higiene Karyawan higienitas karyawan sangatlah penting bagi suatu prerusahaan pangan, karena dengan adanya higienitas karyawan akan membantu dalam kehigienitasan dan keaman produk hasil olahannya. Higien karyawan Apel Malang dapat dilihat pada Tabel 4.4.8. Tabel 4.4.8 Higiene Karyawan Apel Katering

    Hasil pengamatan higiene karyawan Apel Katering telah

    terpenuhi. Pekerja yang berkontak langsung dengan bahan selalu menggunakan sarung tangan tetapi ada beberapa penanganan yang tidak memperbolehkan memakai sarung tangan seperti pada produk fillet dengan alasan pernah terjadi kesalahan sarung tangan terpotong dan masuk pada produk yang menyebabkan penurunan kualitas produk dan kepuasan konsumen. Pekerja tidak memakai masker pada saat proses produksi berlangsung. Terdapat pakaian khusus (seragam) pada bagian produksi berupa daster di Apel Katering. Pada bagian produksi disediakan sandal khusus yang digunakan selama proses produksi berlangsung serta penutup kepala. Pekerja sebelum melakukan proses produksi mencuci tangan

  • 40

    terlebih dahulu dan tidak ada pekerja yang merokok. Pekerja diperbolehkan makan dan minum selama tidak adanya proses produksi berlangsung. Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan.Untuk mencegah terjadinya kontaminasi perlunya pengawasan higienitas sanitasi pada seseorang yang kontak langsung dengan bahan baku misalnya melakukan sanitasi diri seperti mencuci tangan dan menggunakan alat alat yang telah di sanitasi dalam melakukan proses produksi (Baluka, 2015) . Hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai rata-rata higiene karyawan Apel Katering sebesar 3 yang artinya terpenuhi. Dari hasil penilaian didapartan persentase bobot sebesar 75%. Pada hasil tersebut menunjukan skala penilaian 70-79,9% yaitu memuaskan. Maka higiene karyawan pada Apel Katering memiliki kriteria memuaskan. I. Pengemasan Pengemasan merupakan salah satu bagian terpenting dalam suatu proses produksi. fungsi dari pengemasan sendiri adalah melindungi bahan dari kontaminasi / cemaran yang ada di lingkungan sekitar. Pengemasan Apel Katering dapat dilihat pada Tabel 4.4.9 Tabel 4.4.9 Pengemasan Apel Katering

    Penelitian pada pengemasan pada Apel Katering dilakukan pada tempat yang steril dan bebas kontaminasi. Kemasan yang digunakan ada beberapa jenis tergantung pemesanan seperti kardus, mika, dan wadah baskom serta alumunium jika diacara seperti resepsi di gedung. Kemasan

  • 41

    kardus terdapat label halal. Menurut Menteri Perindustrian (2010), penggunaan bahan pengemas yang sesuai dan memenuhi persyaratan akan mempertahankan mutu dan melindungi produk terhadap pengaruh dari mutu seperti sinar matahari, panas, kelembaban, kotoran benturan, dan lain-lain. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai rata-rata pengemasan Apel Katering sebesar 3,67 yang artinya terpenuhi. Dari hasil penilaian didapartan persentase bobot sebesar 91,75%. Pada hasil tersebut menunjukan skala penilaian 90-94,9% yaitu sangat baik. Maka pengemasan pada Apel Katering memiliki kriteria yang sangat baik. J. Penyimpanan Penyimpanan suatu produk pangan dikatakan baik jika berada pada ruangan yang steril. Penyimpanan juga berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan produk hasil agar tidak mudah rusak salah satunya dengan pengaturan suhu. Penyimpanan Apel Katering dapat dilihat pada Tabel 4.4.10 Tabel 4.4.10 Penyimpanan Apel Katering

    Penelitian yang dilakukan di tempat penyimpanan

    produk yang ada di Apel Katering berada ditempat yang steril dan tidak mudah untuk terkontaminsasi jauh dari lantai ataupun dinding. Apel Katering jarang menyimpan produk setengah jadi kecuali jika jam pengambilan pemesanan dilakukan pagi hari sekitar jam 7.00 maka produk akan dibuat pada malam hari dan di simpan pada tempat yang tertutup rapat agar tidak terkontaminasi. Untuk bahan lainnya ada yang di simpat pada almari es untuk menjaga ketahanan bahan baku mentah. Sebelum produk jadi disimpan atau akan di antar ke konsumen

  • 42

    akan diangin angin / didinginkan terlebih dahulu agar tidak mudah basi. Menurut Menteri Perindustrian (2010), Penyimpanan bahan yang digunakan dalam proses produksi dan produk akhir harus dilakukan dengan baik agar tidak mengakibatkan penurunan mutu dan keamanan pangan. Makanan tidak tahan lama adalah makanan yang mudah membusuk dan membutuhkan metode khusus untuk mencegah pembusukannya, misalnya daging, ikan, daging unggas, telur, yogurt, susu dan produk susu, dan sayur- sayuran. Berbagai makanan tersebut disimpan dengan suhu rendah untuk memperlambat pembusukan makanan atau proses enzimatik yang disebabkan oleh mikroorganisme. Biasanya, penyimpanan tersebut dilakukan di dalam kulkas dengan pengaturan suhu 5˚C atau lebih rendah, dan suhu makanan di dalam & freezer sebesar 16˚C. Peletakan makanan di dalam kulkas pun harus diperhatikan, bahan makanan mentah diletakan di bagian paling bawah, sedangkan makanan yang telah dimasak berada di bagian paling atas. Jangan memasukkan kembali makanan yang telah dikeluarkan dari freezer dan sebaiknya memberikan label nama makanan dan tanggal mulai penyimpanan (Hadiyanto, 2012). Hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai rata-rata penyimpanan produk Apel Katering sebesar 3,75 yang artinya terpenuhi. Dari hasil penilaian didapartan persentase bobot sebesar 93,75%. Pada hasil tersebut menunjukan skala penilaian 90-94,9% yaitu sangat baik. Maka penyimpanan pada Apel Katering memiliki kriteria yang sangat baik. K. Pengangkutan Pengangkutan merupakan proses dimana suatu produk akan diedarkan. Untuk menghindari kesalahan dalam pengangkutan perlunya dilakukan pengawasan agar kualitas produk tetap baik saat sampai di tangan konsumen. Pengangkutan Apel Katering dapat dilihat pada Tabel 4.4.11

  • 43

    Tabel 4.4.11 Pengangkutan Apel Katering Penelitian yang dilakukan pada pengangkutan produk

    Apel Katering sangat diperhatikan agar produk tetap memiliki kualitas yang baik setelah diterima oleh konsumen. Wadah dan alat yang digunakan untuk mengangkut / membungkus produk berbahan yang tidak dapat mencemari produk pangan didalamnya, mencegah kontaminasi serta mudah di bersihkan. Pengangkutan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka memindahkan pangan dari satu tempat ke tempat lain dengan cara atau sarana angkutan apapun dalam rangka produksi, peredaran dan/atau perdagangan pangan dengan kondisi peralatan angkut yang aman. Mobil boxnya sebaiknya tertutup sesuai dengan Permenkes No. 715/Menkes/SK/ V/2003 yang menyebutkan bahwa alat atau tempat angkut makanan harus tertutup sempurna, dibuat dari bahan kedap air, permukaan halus dan mudah dibersihkan( soeprapto, 2009). Hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai rata-rata pengangkutan produk Apel Katering sebesar 3,5 yang artinya terpenuhi. Dari hasil penilaian didapartan persentase bobot sebesar 87,50%. Pada hasil tersebut menunjukan skala penilaian 80-89,9% yaitu baik. Maka pengangkutan produk pada Apel Katering memiliki kriteria yang baik.

  • 44

    L. Bahan Bahan baku merupakan suatu bahan yang digunakan untuk membuat suatu produk. Dengan adanya bahan baku diharapkan dapat menadikan suatu produk yang memiliki kualitas yang baik. Bahan baku Apel Katering dapat dilihat pada Tabel 4.4.12 Tabel 4.4.12 Bahan Baku Apel Katering Penelitian yang dilakukan pada bahan yang terdapat pada proses produksi Apel Katering berasal dari bahan bahan yang aman dan baru agar tidak merugikan atau membahayakan kesehatan dan memenuhi standar mutu yang telah ada. Penggunaan BTP juga sesuai standar yang telah berlaku. Bahan yang digunakan kebanyakan berupa bahan alami. Dan bahan baku air juga berasal dari sumber maa air yang bersih dan bebas pencemaran lingkungan. Menurut BPOM (2003) Bahan dan produk akhir harus disimpan terpisah dalam ruangan yang bersih, sesuai dengan suhu penyimpanan, bebas hama, penerangannya cukup. Bahan baku tidak boleh menyentuh lantai, menempel ke dinding maupun langit-langit. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai rata-rata bahan yang digunakan Apel Katering sebesar 3,6 yang artinya terpenuhi. Dari hasil penilaian didapartan persentase bobot sebesar 90%. Pada hasil tersebut menunjukan skala penilaian 90-94,9% yaitu sangat baik. Maka bahan yang digunakan pada Apel Katering memiliki kriteria yang sangat baik.

  • 45

    M. Pencatatan dan dokumentasi Pencatatan dan dokumentasi dilakukan untuk mengetahui jalannya alur produksi dan distribusi yang dilakukan. Untuk mengetahui kapan barang itu dikeluarkan dan yang mana yang harus didahulukan. Pencatatan dan dokumentasi Apel Katering dapat dilihat pada Tabel 4.4.13 Tabel 4.4.13 Pencatatan dan Dokumentasi Apel Katering

    Penelitian yang telah dilakukan pada pencatatan dan dokumentasi di Apel Katering selalu melakukan pencataan bahan baku yang masuk dan kapan bahan tersebut di produksi. Dilakukan inspeksi, pembersihan, sanitasi pada bahan baku yang tidak langsung di proses agar bahan baku tersebut tetap baik digunakan saat dilakukannya proses produksi. Pada bagian pembelian juga melakukan pencatatan mengenai pemesanan dan bahan baku yang harus dibeli serta memastikan bahan bahan tersebut tidak disimpan terlalu lama dan melebihi masa simpan produk. Menurut BPOM (2003) Pencatatan dan dokumentasi yang baik diperlukan untuk memudahkan penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai rata-rata pencatatan dan dokumentasi yang pada Apel Katering sebesar 4 yang artinya sangat terpenuhi. Dari hasil penilaian didapartan persentase bobot sebesar 100%. Pada hasil tersebut menunjukan skala penilaian 95-100% yaitu luar biasa. Maka pencatatan dan dokumentasi pada Apel Katering memiliki kriteria yang sangat luar biasa.

  • 46

    N. Pelaksaan Pedoman Pelaksanaan pedoman berfungsi sebagai alat ukur dimana jika dilaksanakan pedoman yang telah ada maka selama proses produksi berjalan akan lancar dan tidak ada kendala. Pelaksanaan pedoman Apel Katering dapat dilihat pada Tabel 4.4.14 Tabel 4.4.14 Pelaksanaan Pedoman Apel Katering

    Penelitian pada pelaksaan pedoman di Apel Katering

    sudah sangat terpenuhi. Penanggung jawab / pemilik serta karyawan sudah pernah mengikuti penyuluhan tentang cara produksi pangan yang baik untuk industri olahan pangan. Adanya sertifikat layak higiene pada Apel Katering. Pekerja yang ada di bagian produksi telah memiliki sertifikat sebagai penjamah. Jika ada pelajar yang magang di Apel katering penanggung jawab / pemilik mengajarkan tatacara dalam melakukan produksi pangan olahan yang baik dan benar. Menurut BPOM (2003) Seorang penanggung jawab diperlukan untuk mengawasi seluruh tahap proses produksi serta pengendaliannya untuk menjamin dihasilkannya produk pangan yang bermutu dan amanHasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai rata-rata pelaksanaan pedoman pada Apel Katering sebesar 4 yang artinya sangat terpenuhi. Dari hasil penilaian didapartan persentase bobot sebesar 100%. Pada hasil tersebut menunjukan skala penilaian 95-100% yaitu luar biasa. Maka pelaksanaan pedoman pada Apel Katering memiliki kriteria yang sangat luar biasa.

    Hasil penilaian dari tiap ruang lingkup Good Manufacturing Practices (GMP), persentase bobot total yang didapat adalah 88,62%. Hasil tersebut menunjukkan skala

  • 47

    penilaian 80-89,9% yaitu baik. Hal ini menunjukan bahwa Apel Katering sudah menerapkan prinsip Good Manufacturing Practices (GMP) dengan baik, namun ada yang perlu ditingkatkan dan diperbaiki lagi pada ruang lingkup fasilitas dan progam sanitasi karena tidak adanya pengolahan limbah hasil prduksi, pemisahan antara sampah organik dan anorganik serta kurangnya jumlah kamar mandi karyawan, namun secara keseluruhan sudah baik dan memenuhi standar GMP yang berlaku pada katering. 4.5 Penerapan Aspek SSOP

    Penerapan higenitas Apel Katering dianalisis menggunakan prinsip Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP). Penelitian membuat daftar penilaian menggunakan metode scoring terkait dengan SSOP dan memberikan bobot nilai tiap ruang lingkup SSOP, skala penilaian rata-rata ruang lingkup SSOP, skala presentase ruang lingkup SSOP. Tabel pemenuhan hasil penilaian audit Good Manufacturing Practices yang dapat dilihat pada Gambar 4.5.

    Gambar 4.5.Pemenuhan hasil penilaian audit Sanitation

    Standard Operation Procedure (SSOP) Hasil penilaian audit SSOP dilihat pada Lampiran 1.

    Uraian hasil audit SSOP adalah sebagai berikut : Penerapan SSOP Apel Katering sudah terpenuhi jiika

    dilihat pada hasil persentase keseluruhan penilaian yautu sebesar 84,18%. Ada bagian yang perlu diperbaiki yaitu pada fasilitas sanitasi karena kurangnya fasilitas ganti pakaian untuk

  • 48

    karyawan, jadi diperlukan penambahan fasilitas ganti pakaian untuk meningkatkan penilaian pada bagian fasilitas sanitasi. 1. Keamanan Air Kemanan air pada suatu perusahaan pangan sangatlah penting karena air merupakan bahan utama yang sering digunakan selama proses produksi. Untuk mendapatkan suatu produk yang aman makan sumber air pun harus jelas dan aman. Keamanan air pada Apel Katering dapat dilihat pada Tabel 4.5.1 Tabel 4.5.1 Keamanan Air Apel Katering

    Keamanan air pada Apel katering sudah terpenuhi.

    Penggunaan air dibedakan berdasarkan fungsinya. Air yang digunakan berasal dari sumbermata air yang bebas dari cemaran lingkungan dan terjamin kebersihannya. Menurut Mentri Kesehaan (2002) Air bersih untuk keperluan industri dapat diperoleh dari Perusahaan Air Minum (PAM), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sumber air tanah atau sumber lain yang telah diolah sehingga memenuhi persyaratan kesehatan. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Nilai rata-rata keamanan air pada Apel Katering sebesar 4 yang artinya sangat terpenuhi. Dari hasil penilaian didapartan persentase bobot sebesar 100% Pada hasil tersebut menunjukan skala penilaian 95-100% yaitu luar biasa. Maka keamanan air pada Apel Katering memiliki kriteria luar biasa baik. 2. Kebersihan Permukaan Yang Kontak Dengan Bahan Kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan sangat lah pentik untuk menjaga ke higienitasan suatu produk olahan pangan. Kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan Apel Katering dapat dilihat pada Tabel 4.5.2

  • 49

    Tabel 4.5.2 Kebersihan Permukaan Yang Kontak Dengan Bahan Apel Katering

    Kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pada Apel katering sudah sangat terpenuhi. Peralatan yang digunakan selalu dalam keadaan bersih. Peralatan bebas dari karat, jamuk, minyak/oli, cat, atau kotoran sisa proses produksi sebelumnya karena langsung dicuci setelah melakukan proses produksi. Peralatan produksi sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan atau dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan dan dipelihara serta memudahkan pemantauan dan pengendalian hama. untuk mencegah terjadinya pencemaran / kontamaninasi setiap alat yang digunakan selama proses produksi wajib dilakukan pencucian menggunakan air panas dan di keringkan serta di letakkan pada tempat yang steril (Trafialek, 2011). Berdasar hasil pengamatan yang dilakukan penilaian dapat dilihat pada Lampiran 2. Nilai rata-rata kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pada Apel Katering sebesar 4 yang artinya sangat terpenuhi. Dari hasil penilaian didapartan persentase bobot sebesar 100%. Pada hasil tersebut menunjukan skala penilaian 95-100% yaitu luar biasa. Maka kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pada Apel Katering memiliki kriteria yang sangat luar biasa. 3. Pencegahan Kontaminasi Silang Pencegahan kontaminasi silang dalam suatu proses produksi dapat dilakukan dengan mematuhi peraturan yang ada misalnya dengan memakainya seragam kerja dan alat pelindung diri agar tidak terjadi kontaminasi silang antara pekerja dengan bahan. Pencegahan kontaminasi silang Apel Katering dapat dilihat pada Tabel 4.5.3

  • 50

    Tabel 4.5.3 Pencegahan Kontaminasi Silang Apel Katering Pencegahan kontaminasi silang pada apel katering sudah terpenuhi. Pekerja yang berada di ruang proses produksi menggunakan perlengkapan proses produksi seperti sarung tangan, celemek, sandal khusus ruang produksi dan penutup kepala. Pekerja sebelum melakukan proses produksi membersihkan tangan dan kaki terlebih dahulu. Kontaminasi silang adalah kontaminasi dari satu bahan pangan olahan ke bahan pangan olahan lainnya melalui kontak langsung atau melalui pekerja pengolahan, kontak permukaan atau melalui air dan udara. Cara pencegahan dengan cara menggunakan pakaian khusus untuk ruang produksi agar terbebas dari kontaminasi dari luar ruang produksi. Perlunya memakai sarung tangan, memakai seragam, jaring rambut sebelum menyentuh produk pangan untuk mencegah kontaminasi silang (Osailli, 2017). Hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Nilai rata-rata pencegahan kontaminasi silang pada Apel Katering sebesar 3,5 yang artinya terpenuhi. Dari hasil penilaian didapartan persentase bobot sebesar 87,50%. Pada hasil tersebut menunjukan skala penilaian 80-89,9% yaitu baik. Maka pencegahan kontaminasi silang pada Apel Katering memiliki kriteria baik. 4. Fasilitas Sanitasi Fasilitas sanitasi dipergunakan sebagai alat sanitasi diri maupun alat yang digunakan selama proses produksi berlangsung. Fasilitas sanitasi Apel Katering dapat dilihat pada Tabel 4.5.4

  • 51

    Tabel 4.5.4 Fasilitas Sanitasi Apel Katering

    Fasilitas sanitasi pada Apel katering ruangan untuk ganti pakaian kurang memadai dengan jumlah karyawan. Tersedianya fasilitas foot bath dan saranya pencucian, pengeringan tangan, dan tempat pembuangan berpenutup. Sarana pencucian dilakukan dengan menggunakan air mengalir dan adanya lap untuk mengeringkan air sisa cuci tangan. Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan.Perlengkapan sanitasi termasuk sarung tangan dan masker wajib digunakan sekali pakai. Antisepsis dari tangan karyawan dilakukan dengan prosedur yang telah ditetapkan yaitu setiap sebelum melakukan proses produksi (Santana, 2009) . Hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Nilai rata-rata fasilitas sanitasi pada Apel Katering sebesar 2,67 yang artinya perlu dilakukan perbaikan. Dari hasil penilaian didapartan persentase bobot sebesar 66,75%. Pada hasil tersebut menunjukan skala penilaian 50-69,9% yaitu bersyarat . Maka fasilitas sanitasi pada Apel Katering memiliki kriteria bersyarat. 5. Perlindungan Bahan Pangan dari Bahan Cemaran Perlindungan bahan pangan dari bahan cemaran dilakukan agar kualitas bahan tetap bagus dan aman. Cara perlindungannya dengan cara peisahan tempat penyimpanan khusus untuk bahan pengemas atau alat-alat produksi.

  • 52

    Perlindungan bahan pangan dari bahan cemaran Apel Katering dapat dilihat pada Tabel 4.5.5. Tabel 4.5.5 Bahan Pangan dari Bahan Cemaran Apel Katering Penelitian yang dilakukan pada Apel Katering memiliki tempat penyimpanan khusus bahan pengemas / alat produksi yang tidak dicampur atau dijadikan satu dalam menyimpan barang tersebut. Kemasan dan bahan bahan lain di pisahkan dari bahan sanitasi. Menurut BPOM (2012) Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama seperti serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung, atau mikroba dan ada sirkulasi udara. Tempat penyimpanan khusus harus tersedia untuk menyimpan bahan-bahan bukan untuk pangan seperti bahan pencuci, pelumas, dan oli. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Nilai rata-rata perlindungan bahan pangan dari bahan cemaran pada Apel Katering sebesar 4 yang artinya sangat terpenuhi. Dari hasil penilaian didapartan persentase bobot sebesar 100%. Pada hasil tersebut menunjukan skala penilaian 95-100% yaitu luar biasa. Maka perlindungan bahan pangan dari bahan cemaran pada Apel Katering memiliki kriteria yang sangat luar biasa. 6. Pelabelan, Penggunaan Bahan Toksin dan Penyimpanan yang Tepat Pelabelan berfungsi untuk memisahkan bahan berbahaya dengan bahan lain dan digunakan sebagai penanda agar tidak terjadi kesalahan pemakaian. Pelabelan, penggunaan bahan toksin dan penyimpanan yang tepat Apel Katering dapat dilihat pada Tabel 4.5.6.

  • 53

    Tabel 4.5.6 Pelabelan, Penggunaan Bahan Toksin dan Penyimpanan yang Tepat Apel Katering Bahan-bahan berbahaya pada Apel Katering diletakan terpisah di suatu almari dan diberi label berupa nama bahan. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi kesalahan penggunaan bahan. Menurut BPOM(2003) Label pangan harus jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen memilih, menyimpan, mengolah dan mengkonsumsi pangan. Kode produksi pangan diperlukan untuk penarikan produk, jika diperlukan. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Nilai rata-rata Pelabelan, Penggunaan Bahan Toksin dan Penyimpanan yang Tepat pada Apel Katering sebesar 3 yang artinya terpenuhi. Dari hasil penilaian didapartan persentase bobot sebesar 75%. Pada hasil tersebut menunjukan skala penilaian 70-79,9% yaitu memuaskan. Maka pelabelan, penggunaan bahan toksin dan penyimpanan yang tepat pada apel katering memiliki kriteria memuaskan. 7. Kontrol Kesehatan Pegawai Kontrol pegawai dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan pegawai. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi silang pada produk jika pegawai sedang sakit serta menjamin keamanan produk olahan pangan. Kontrol kesehatan Pegawai Apel Katering dapat dilihat pada Tabel 4.5.7 Tabel 4.5.7 Kontrol Kesehatan Pegawai Apel Katering

  • 54

    Kontrol Kesehatan Pegawai di Apel Katering sudah baik. Hal tersebut dikarenakan pengecekan dilakukan secara rutin untuk mengetahui kondisi karyawan. Apel katering memiliki cacatan riwayat kesehatan karyawan sebelum karyawan itu di terima kerja. Menurut BPOM (2003) Kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa pekerja yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Nilai rata-rata Kontrol Kesehatan Pegawai pada Apel Katering sebesar 3 yang artinya terpenuhi. Dari hasil penilaian didapatan persentase bobot sebesar 75% Pada hasil tersebut menunjukan skala penilaian 70-79,9% yaitu memuaskan. Maka Kontrol Kesehatan Pegawai pada Apel Katering memiliki kriteria memuaskan. 8. Pencegahan Hama Pencegahan hama dilakukan agar hama tidak ada selama proses produksi berlangsung, karena hama dapat menimbulkan berbagai makan penyakit bahkan kontaminasi pada produk hasil olahan pangan. Pencegahan hama Apel Katering dapat dilihat pada Tabel 4.5.8 Tabel 4.5.8 Pencegahan Hama Apel Katering Pencegahan hama di Apel Katering sudah sangat baik. Karena pada ruang produksi sudah terdapat filter udara. Pembersihan ruang produksi dilakukan secara berkala untuk menghindari adanya hama yang berdatangan dan menimbulkan kontaminasi pada produk hasil. Menurut BPOM (2003) Lubang-lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama harus

  • 55

    selalu dalam keadaan tertutup. Hewan peliharaan seperti anjing, kucing, dan ayam tidak boleh berkeliaran di pekarangan IRT apalagi di ruang produksi. Bahan pangan tidak boleh tercecer karena dapat mengundang masuknya hama. IRT seharusnya memeriksa lingkungannya dari kemungkinan timbulnya sarang hama. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Nilai rata-rata pencegahan hama pada Apel Katering sebesar 3 yang artinya terpenuhi. Dari hasil penilaian didapartan persentase bobot sebesar 75%. Pada hasil tersebut menunjukan skala penilaian 70-79,9% yaitu memuaskan. Maka pencegahan hama pada Apel Katering memiliki kriteria memuaskan.

    Hasil penilaian dari tiap ruang lingkup Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP), persentase bobot total yang didapat adalah 84,18%. Hasil tersebut menunjukkan skala penilaian 80-89,9% yaitu terpenuhi. Hal ini menunjukan bahwa Apel Katering sudah menerapkan prinsip Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP) dengan baik, namun ada yang perlu ditingkatkan dan diperbaiki lagi pada fasilitas sanitasi karena persentase bobotnya hanya sebesar 66,75%.

    4.6 Usulan Perbaikan Penerapan GMP & SSOP Penilaian pembobotan GMP dan SSOP pada Apel Katering dapat dilihat pada Tabel 4.6 Tabel 4.6 Penilaian Pembobotan GMP dan SSOP

  • 56

    Usulan perbaikan untuk Apel Katering pada penerapan GMP dan SSOP di lokasi kantor induk dan ruang produksi ada beberapa yang harus di perbaiki dan ditambahkan untuk meningkatkan kualitas produk hasil dari Apel katering. Poin-poin yang perlu dilakukan perbaikan diantaranya pada ruang lingkup fasilitas program sanitasi dan higiene karyawan, karena pada limbah dari hasil produksi tidak ada proses daur ulang dan tidak adanya pembedaan antara sampah organik dengan sampah anorganik. Untuk higiene karyawan sebenarnya sudah baik namun perlu dilakukan perbaikan pada poin pemakaian maskerkarena tidak adanya masker yang digunakan pada proses produksi hal tersebut merupakan salah satu dampak yang bisa menimbulkan kontaminasi, namun secara keseluruhan untuk higene terdapat pakaian khusus ruang produksi berupa daster, penutup kepala, sarung tangan dan celemek dari pihak katering yang digunakan agar tetap higiene selama proses. Jadi perlunya perbaikan yaitu penambahan masker di bagian proses produksi. Poin SSOP yang harus diperbaiki diantaranya pada fasilitas sanitasi. Fasilitas sanitasi ini diperlukan penambahan ruangan ganti untuk pegawai. Secara keseluruan penerapan GMP dan SSOP pada Apel Katering telah sesuai dengan peraturan GMP untuk katering menurut CPPOB dan KBPOM.

  • 57

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 KESIMPULAN Simpulan penelitian di Apel Katering megenai kesesuaian penerapan GMP pada kantor induk dan ruang produksi memiliki nilai rata-rata presentase sebesar 88,62%. Hasil tersebut menunjukkan skala penilaian 80-89,9% yaitu baik. Hal ini menunjukan bahwa Apel Katering sudah menerapkan prinsipGood Manufacturing Practices (GMP) sesuai dengan yang berlaku. Namun ada beberapa hal yang perlu diperbaiki pada ruang lingkup fasilitas dan progam sanitasi, khususnya pada poin sarana pengolahan limba dimana Apel Katering tidak memisahkan sampah organik maupun anorganik serta tidak adanya pengolahan limbah sisa produksi. Secara keseluruan kesesuaian penerapan GMP di Apel Katering Malang sudah sesuai dengan GMP pada katering menurut CPPOB. Pada kesesuaian SSOP di Apel katering telah sesuai karena memiliki hasil rata-rata persentase >80% yaitu sebesar 84,18%. Hasil tersebut menunjukkan skala penilaian 80-89,9% yaitu terpenuhi. Hal ini menunjukan bahwa Apel Katering sudah menerapkan prinsip Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP) dengan baik. Namun ada yang perlu diperbaiki dan di evaluasi lagi pada fasilitas sanitasi karena persentase bobotnya

  • 58

  • 59

    DAFTAR PUSTAKA Anggraini, T. dan Ririh, Y. 2014. Penerapan Good

    Manufactoring Practices pada Industri Rumah Tangga Kerupuk Teripang di Sukolilo Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan 7(2): 148-158.

    Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2003. SK Menteri

    Kesehatan Nomor 23/Menkes/SK/I/1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta.

    Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2003). Keputusan

    Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor : Hk. 00.05.5.1639 Tahun 2003 Tentang Tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga (Cppb-Irt). Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta.

    Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Peraturan

    Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012 Tentang Tentang Cara Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta.

    Baluka, S.A. Hygiene Practices And Food Contamination In

    Managed Food Service Facilities In Uganda. African Journal of Food Science 9(1) : 31-42

    Chen, H.J.2016.The application of traffic

    light food labelling in a worksite canteen intervention in Taiwan.Jurnal Public Healt Vol.150 : 17-25

    Depkes RI, 2004. Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan dan

    Minuman. Kursus Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman. Direktorat Penyehatan air dan Sanitasi PPM & PL. Jakarta

    http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0033350617301427http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0033350617301427http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0033350617301427

  • 60

    Fitrani M. Kajian Keterkaitan Sistem Pelaksanaan Program

    Higiene Dalam Mereduksi Resiko Bahaya Histamin Pada Proses Produksi Tuna Loin Beku. Diakses pada tanggal 02 Maret 2017. Didapat dari http://repository.ipb.ac.id

    Hadiyanto, D. A. S. 2012. Teknologi Dan Metode

    Penyimpanan Makanan Sebagai Upaya Memperpanjang Shelf&Life. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 2(2) : 52-59

    Handoko, A. 2013. Perancangan Tata Letak Fasilitas

    Produksi Pada UD Aheng Sugar Donut’s di Tarakan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya 2(2) : 12-13

    Hasan, L.D. 2016. Hygiene Sanitasi Dapur Dan Penjamah

    Makanan Pada Hotel Di Kota Parepare Provinsi Sulawesi Selatan . Jurnal Kepariwisataan 10(1) : 14-29

    Hermansyah, M., dkk. 2013. Hazard Analysis Critical Control

    Point (HACCP) Produksi Maltosa dengan Pendekatan Good Manufacturing Practices (GMP). Jurnal Jemis 1(1): 14-15

    Hermawan, A. 2005. Penelitian Bisnis Paradigma Kuantitatif.

    Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta. KBPOM. 2011. RI Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 tahun 2011.

    Tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik, yakni untuk mengetahui kondisi sanitasi dan higiene perusahaan.Diakses 04 Agustus 2017. Didapakan dari www.hukor.depkes.go.id

    http://repository.ipb.ac.id/http://www.hukor.depkes.go.id/

  • 61

    Kementerian Perindustrian. 2010. Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (Good Manufacturing Practices). Diakses29Juli 2017 http://regulasi.kemenperin.go.id/site/download_peraturan/709Purnawijayanti, Hiasinta A. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Kanisius . Yogyakarta

    Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Peraturan

    Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011. Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Diakses pada tanggal 22 Januari 2017. Didapakan dari www.hukor.depkes.go.id

    Khanson, Q. 2010. An Introduction to HACCP. Luludotcom.

    United Kingdom. Kokom, K. (2006). Pengolahan Hidangan Kontinental.

    Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. Kusumadewi, P.2017. Evaluasi Penerapan Gmp Dan Ssop

    Pada ProsesPengolahan Daging Kambing DiSalamah Catering Aqiqah. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

    Lockis, V, dkk. 2011. Prerequisite Programs at Schools:

    Diagnosis and Economic Evaluation. Jurnal Foodborne Pathogens and Disease 8(2): 213-219

    LPMPRI, 2010. Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (GOOD MANUFACTURING PRACTICES). Peraturan Menteri Perindustrian RI. Nomor : 75/ M-IND / PER / 7 / 2010.

    Mentri Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Persyaratan

    Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN

    http://www.hukor.depkes.go.id/

  • 62

    REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1405/MENKES/SK/XI/2002

    Osaili, T.M. et al. 2017. Food safety knowledge among food

    service staff in hospitals in Jordan. Journal Food Control 78(2017) : 279-285

    Rohmalia, P.A dan Djajalaksana, Y.M. 2013. Pengelolaan

    Bisnis Catering dengan Memanfaatkan Sistem Informasi Berbasis Web (Studi Kasus pada Anggun Catering). Jurnal Sistem Informasi8(2) : 181-201. Universitas Kristen Maranatha. Bandung

    Saparinto, C., dan Diana, H. 2006. Bahan Tambahan Pangan.

    Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

    Supratini. 2002. Kasus Keracunan Makanan dan Penyebabnya Di Indonesia 1995-2000. Jurnal Ekologi Kesehatan 3(1) : 127-135

    Santana, N.G.et al. 2009. Microbiological Quality And Safety Of Meals Served To Children And Adoption Of Good Manufacturing Practices In Public School Catering In Brazil. Jurnal Food Control 20(2009) : 255-261

    Santoso, U. 2009. Kasus Keracunan Makanan Dari Katering. Diakses pada tanggal 09 Mei 2017. Didapatkan dari news.detik.com

    Sawong, K.S.A. 2016. Penerapan Higiene Sanitasi Jasa Boga

    Pada Katering Golongan A2 Dan Golongan A3 Di Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah.Jurnal Media Gizi Indonesia 11(1) : 1-10

    Soeprapto, F. 2009. Penilaian GMP dan SSOP pada Bagian

    Pengolahan Makanan di Katering X Surabaya dengan Metode Skoring sebagai Prasyarat Penerapan

  • 63

    HACCP. The Indonesia Journal of Public Health 6(1) : 30-37

    Soetanto, E.,N. 2001. Membuat Patilo dan Kerupuk Ketela.

    Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

    Suhartono., Ahmad,S., dan Budi, S. 2008. Penerapan Prinsip-Prinsip Mutu dan Keamanan Pangan Tempe di Kabupaten Lampung Barat. Jurnal Gizi dan Pangan 3(3):244-249

    Suratmono. 2009. Keamanan Pangan Produk Olahan

    Berbasis Produk Ternak. Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Ternak. Diakses pada tanggal 11 mei 2017. Didapat dari peternekan.litbang.pertanian.go.id

    Tasmin, Z. A. 2017. Analisis Aspek Kesejahteraan Hewan,

    Kehalalan, Keamanan, dan Kelestarian Lingkungan Pada Pembuatan Kopi Luwak ( Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara XII ). Fakultas Teknologi Pertanian UB. Malang.

    Tinaprilla, N. 2007. Sistem Produksi. Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.

    Trafialek, J. 2011. Implementation of Safety Assurance

    System in Food Production in Poland.Jurnal of Food Quality and Fuctuonality 61(2) : 115-124

    Triharjono, A. 2013. Evaluasi Prosedur Standar Sanitasi Kerupuk Amplang di UD Sarina. Jurnal Agrointek 7(2):76-79

    Winarno, F.G., dan Surono, (2002), GMP Cara Pengolahan Pangan Yang Baik. M-Brio Press. Bogor

    Yardimci, H. 2015. Hygiene Knowledge of Food Staff in

    Catering Industry: A Sample From Turkey.

  • 64

    Yuwono, B, dkk. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Cara Produksi yang Baik dan Standar Prosedur Operasi Sanitasi Pengolahan Fillet Ikan di Jawa. Jurnal Manajemen IKM 1(1):10-12

    BAGIAN DEPAN.pdfBAB I.pdfBAB II.pdfBAB III.pdfBAB IV.pdfBAB V.pdfDAFTAR PUSTAKA.pdf