Pengukuran Nilai BOD Pada

23
pengukuran nilai BOD pada air KEBUTUHAN OKSIGEN BIOKIMIAWI (BOD) I. MAKSUD DAN TUJUAN a. Maksud Metode pengukuran ini dimaksudkan mengukur Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (KOB/BOD) dalam air. b. Tujuan Tujuan metode pengukuran ini adalah untuk memperoleh kadar KOB/BOD dalam air. II. PERALATAN DAN BAHAN a. Peralatan Peralatan yang digunakan terdiri atas: 1) Lemari pengeram KOB dengan kisaran suhu -10 hingga 50ºC dan stabilkan pada suhu 20ºC pada saat pengukuran; 2) Botol KOB 300 mL; 3) Aerator; 4) Gelas ukur 1000 mL; 5) Gelas piala 2000 mL; 6) Peralatan untuk pengukuran oksigen terlarut sesuai dengan SNI 06-6989.14.2004 b. Bahan Bahan kimia yang berkualitas p.a dan bahan lain yang digunakan pengukuran ini terdiri atas: 1) Larutan pengencer; 2) Larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N;

Transcript of Pengukuran Nilai BOD Pada

Page 1: Pengukuran Nilai BOD Pada

pengukuran nilai BOD pada air

KEBUTUHAN OKSIGEN BIOKIMIAWI (BOD)

I. MAKSUD DAN TUJUAN

a.       Maksud

Metode pengukuran ini dimaksudkan mengukur Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (KOB/BOD) dalam

air.

b.      Tujuan

Tujuan metode pengukuran ini adalah untuk memperoleh kadar KOB/BOD dalam air.

 

II. PERALATAN DAN BAHAN

a. Peralatan

Peralatan yang digunakan terdiri atas:

1)   Lemari pengeram KOB dengan kisaran suhu -10 hingga 50ºC dan stabilkan pada suhu 20ºC

pada saat pengukuran;

2)   Botol KOB 300 mL;

3)   Aerator;

4)   Gelas ukur 1000 mL;

5)   Gelas piala 2000 mL;

6)   Peralatan untuk pengukuran oksigen terlarut sesuai dengan SNI 06-6989.14.2004

b. Bahan

Bahan kimia yang berkualitas p.a dan bahan lain yang digunakan pengukuran ini terdiri atas:

1)      Larutan pengencer;

2)      Larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N;

3)      Larutan asam sulfat (H2SO4) 0,1 N;

Page 2: Pengukuran Nilai BOD Pada

4)      Larutan natrium sulfit (Na2SO3) 0,025 N.

 

III. DASAR TEORI

Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh

organisme pada saat pemecahan bahan organik. Pada kondisi aerobic, pemecahan bahan organik

diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan

energinya diperoleh dari proses oksidasi (PESCOD,1973). Parameter BOD, secara umum banyak

dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air buangan. Sehingga makin banyak bahan

organik dalam air, makin besar BOD nya sedangkan DO akan makin rendah. Air yang bersih

adalah yang BOD nya kurang dari 1 mg/l atau 1 ppm, jika BOD nya di atas 4 ppm, air dikatakan

tercemar. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu

ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut

pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama organisme tersebut

menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama

dengan kondisi yang ada di alam. Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas

dari udara luar untuk rnencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi

air buangan/sampel tersebut juga harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu, Hal ini

untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting

diperhatikan mengingat kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar ± 9 ppm pada

suhu 20°C. Penguraian bahan organik secara biologis di alam, melibatkan bermacam-macam

organisme dan menyangkut reaksi oksidasi dengan hasil akhir karbon dioksida (CO2) dan air

(H2O). Pemeriksaan BOD tersebut dianggap sebagai suatu prosedur oksidasi dimana organisme

hidup bertindak sebagai medium untuk menguraikan bahan organik menjadi CO2 dan H2O. Reaksi

oksidasi selama pemeriksaan BOD merupakan hasil dari aktifitas biologis dengan kecepatan

reaksi yang berlangsung sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi dan suhu. Karenanya selama

pemeriksaan BOD, suhu harus diusahakan konstan pada 20°C yang merupakan suhu yang umum

di alam. Secara teoritis, waktu yang diperlukan untuk proses oksidasi yang sempurna sehingga

bahan organik terurai menjadi CO2 dan H2O adalah tidak terbatas. Dalam prakteknya

dilaboratoriurn, biasanya berlangsung selama 5 hari dengan anggapan bahwa selama waktu itu

persentase reaksi cukup besar dari total BOD. Nilai BOD 5 hari merupakan bagian dari total BOD

dan nilai BOD 5 hari merupakan 70 – 80% dari nilai BOD total (SAWYER & MC CARTY, 1978).

Penentuan waktu inkubasi adalah 5 hari, dapat mengurangi kemungkinan hasil oksidasi ammonia

(NH3) yang cukup tinggi. Sebagaimana diketahui bahwa, ammonia sebagai hasil sampingan ini

Page 3: Pengukuran Nilai BOD Pada

dapat dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat, sehingga dapat mempengaruhi hasil penentuan BOD.

Reaksi kimia yang dapat terjadi adalah :

 

2NH3 + 3O2 2NO2 - + 2H+ + 2H2O

2NO2 + O2 2 NO3-

 

Oksidasi nitrogen anorganik ini memerlukan oksigen terlarut, sehingga perlu diperhitungkan.

Dalam praktek untuk penentuan BOD yang berdasarkan pada pemeriksaan oksigen terlarut (DO),

biasanya dilakukan secara langsung atau dengan cara pengenceran. Prosedur secara umum

adalah menyesuaikan sampel pada suhu 20°C dan mengalirkan oksigen atau udara kedalam air

untuk memperbesar kadar oksigen terlarut dan mengurangi gas yang terlarut, sehingga sampel

mendekati kejenuhan oksigen terlarut. Dengan cara pengenceran pengukuran BOD didasarkan

atas kecepatan degradasi biokimia bahan organik yang berbanding langsung dengan banyaknya

zat yang tidak teroksidasi pada saat tertentu. Kecepatan dimana oksigen yang digunakan dalam

pengenceran sampel berbanding lurus dengan persentase sampel yang ada dalam pengenceran

dengan anggaapan faktor lainnya adalah konstan. Sebagai contoh adalah 10 % pengenceran

akan menggunakan sepersepuluh dari kecepatan penggunaan sampel 100% (SAWYER & MC

CARTY, 1978). Dalam hal dilakukan pengenceran, kualitas aimya perlu diperhatikan dan secara

umum yang dipakai aquades yang telah mengalami demineralisasi. Untuk analisis air laut,

pengencer yang digunakan adalah standard sea water (SSW). Derajat keasaman (pH) air

pengencer biasanya berkisar antara 6,5 – 8,5 dan untuk menjaga agar pH-nya konstan bisa

digunakan larutan penyangga (buffer) fosfat. Untuk menentukan BOD, terlebih dahulu diukur DO

nya (DO 0 hari), sementara sampel yang lainnya diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20°C,

selanjutnya setelah 5 hari diukur DO nya (DO 5 hari). Kadar BOD ditentukan dengan rumus :

 

5 X [ kadar { DO(0 hari) - DO (5 hari) }] ppm

 

Selama penentuan oksigen terlarut, baik untuk DO maupun BOD, diusahakan seminimal mungkin

larutan sampai yang akan diperiksa tidak berkontak dengan udara bebas. Khusus untuk

Page 4: Pengukuran Nilai BOD Pada

penentuan BOD, sebaiknya digunakan botol sampel BOD dengan volume 250 ml dan semua

isinya dititrasi secara langsung. Perhitungan kadar DO nya :

DO,ml/L = B/B -2 x 5,6 x 10 x N x V

 

Dimana :

B = volume botol sampel BOD = 250 ml

B – 2 = volume air dalam botol sampel setelah ditambah 1 ml MnCl2 dan 1 ml NaOH-KI.

5,6 = konstanta yang sama dengan ml oksigen ~ 1 mgrek tiosulfat

10 = volume K2Cr2O7 0,01 N yang ditambahkan

N = normalitas tiosulfat

V = volume tiosulfat yang dibutuhkan untuk titrasi.

Berikut ini adalah tabel nilai DO dan BOD untuk tingkat pencemaran perairan

 

 

 

 

 

 

Tabel 1. Tingkat pencemaran

perairan berdasarkan nilai DO dan BOD

Sumber : WIROSARJONO (1974)

Berdasarkan PP no 82 tahun 2001 pasal 8 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, klasifikasi dan

kriteria mutu air ditetapkan menjadi 4 kelas yaitu:

Kelas 1 : yaitu air yang dapat digunakan untuk bahan baku air minum atau peruntukan lainnya

mempersyaratkan mutu air yang sama

Tingkat

pencemaran

Parameter

DO (ppm) BOD

Rendah >5 0 – 10

Sedang 0 – 5 10 – 20

Tinggi 0 25

Page 5: Pengukuran Nilai BOD Pada

Kelas 2 : air yang dapat digunakan untuk prasarana/ sarana rekreasi air, budidaya ikan air

tawar, peternakan, dan pertanian

Kelas 3 : air yang dapat digunakan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan dan pertanian

Kelas 4 : air yang dapat digunakan untuk mengairi pertanaman/ pertanian

Beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas air diantaranya adalah :

  - DO (Dissolved Oxygen)

  - BOD (Biochemical Oxygen Demand)

  - COD (Chemical Oxygen Demad), dan

  - Jumlah total Zat terlarut

IV. PERSIAPAN DAN PENGUKURAN

a. Persiapan Contoh/sampel

1)      Sample yang bersifat asam atau basa harus dinetralkan sampai pada pH 7,0 ± 0,1 dengan

menggunakan asam atau basa.

2)      Sampel yang diduga mengandung sisa klor aktip (yang dapat menghalangi proses

mikrobiologi) harus ditentukan konsentrasi klor aktipnya. Per mol klor aktip yang dikandung

sampel, dibutuhkan satu mol zat pereaksi seperti Na2SO3

3)      Sampel yang diduga mengandung zat beracun.

4)      Sampel yang mengandung oksigen melebihi kejenuhannya (terlalu jenuh), misalnya lenih

dari 9 mg O2 / l pada 20ºC, perlu diturunkan kadar oksigennya dengan cara pengocokan. Keadaan

tersebut dapat terjadi pada sampel yang ditumbuhi ganggang.

5)      Pengenceran sampel:

Oleh karena jumlah oksegen dalam botol terbatas, maksimum 9 mg/L tersedia, dan sebaiknya

oksigen terlarut pada masa akhir masa inkubasi antara 3-6 mg O2/L, maka sampel perlu

diencerkan.

b. Cara Pengukuran

Page 6: Pengukuran Nilai BOD Pada

Pengukuran kadar KOB/BOD dengan tahapan sebagai berikut:

a.    Mengambil sampel air sebanyak 500 mL diencerkan di beaker glass dengan air suling yang

sudah diaerasi selama 2 jam sehihingga volumenya menjadi 2000 mL.

b.   Membagi sample menjadi 6 botol winkler dan botol winkler diberi nama. Misalnya BOD hari ke

0, BOD hari ke 1 dan seterusnya sampai hari ke 5.

c.    Menambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml alkali iodide azida ke dalam botol winkler BOD hari ke 0,

sementara itu ke 5 botol winkler lainnya dimasukkan ke dalam inkubator.

d.   Menutup botol winkler BOD hari ke 0 dan menghomogenkan hingga terbentuk gumpalan

yang sempurna.

e.    Membiarkan gumpalan mengendap 5 menit sampai 10 menit.

f.    Menambahkan 5 ml H2SO4 pekat, menutup dan menghomogenkan hingga endapan larut

sempurna.

g.   Mengambil 50 ml sampel dengan pipet dan memasukkannya ke dalam Erlenmeyer 150 ml

h.   Meneteskan indikator amilum/ kanji berwarna biru kemudian menitrasi sampel dengan

Na2SO3 sampai warna biru tepat hilang dan mencatan volume Na2SO3 yang terpakai.

i.     Botol winkler selanjutnya diukur nilai DO nya seperti tahapan d-h.

 

V. PENGOLAHAN DATA

Data yang didapat dari praktikum ini adalah volume natrium thiosulfat dari hari ke 0 sampai hari ke

5 disajikan dalam table berikut :

hari

ke

volume

Na2SO3

0 0.4 mL

1 0.3 mL

2 0.25 mL

Page 7: Pengukuran Nilai BOD Pada

3 0.2 mL

4 0.3 mL

5 0.15 mL

 

 

 

V1N1 = V2N2

N1 =

 

 

 

 

 

 

= 6,44 gr/mL

 

Untuk nilai DO1 sampai DO4 dapat dilihat pada table dibawah dan dihitung menggunakan rumus

yang sama dengan DO0

DO T v c ln c

0 1 0.4 6.44 1.863

1 2 0.3 4.83 1.575

2 3 0.25 4.03 1.394

Page 8: Pengukuran Nilai BOD Pada

3 4 0.2 3.22 1.169

4 5 0.3 4.83 1.575

5 6 0.21 3.39 1.221

7 8 0.15 2.42 0.884

 

Dari tabel perhitungan diatas maka didapat grafik seperti dibawah ini

 

 

Perhitungan DO5

 

 

 

 

 

 

Maka, nilai k = 0,0982 dan ln c0 = 1,8098

 

 

 

 

 

 

Page 9: Pengukuran Nilai BOD Pada

 

 

 

 

VI. Analisa

a.       Analisa Praktikum

Praktikum ini bertujuan untuk mengukur kebutuhan oksigen biokimiawi dari suatu sampel air.

Sebelum memulai praktikum, praktikan diharuskan untuk mempersiapkan alat. Alat yang

digunakan harus benar-benar bersih dan tidak terdapat sisa-sisa zat lain.

Langkah selanjutnya praktikan mengambil 500 mL air sample dan memasukkan sampel ke dalam

beaker glass kemudian sampel dicampurkan dengan 1500 mL air suling yang telah diaerasi

selama 2 jam dan dihomogenkan agar air sampel dan air suling yang sudah diaerasi bercampur

sempurna. Setelah itu, sample dalam beaker glass dibagi ke dalam 6 winkler yang diisi sampai

penuh. Hal ini bertujuan agar tidak ada udara yang masuk ke dalam tabung winkler yang

nantinya akan mempengaruhi besarnya DO dalam air. 6 botol winkler yang sudah diisi dengan

sample diberi label bertuliskan BOD hari ke 0 sampai BOD hari ke 5.

Sampel pada botol winkler BOD hari ke 0 dihitung nilai DO nya dan 5 botol winkler lain

dimasukkan ke dalam inkubator yang suhunya dijaga sebesar 20ºC. Pada botol winkler hari ke 0

dimasukkan 1ml MnSO4 dan 1 ml alkali iodida azida langsung ditutup agar oksigen dalam botol

winkler tidak terpengaruh oleh udara luar dan dihomogenkan. Setelah itu, larutan sampel

ditunggu sampai gumpalan dalam sampel mengendap sempurna dalam waktu 5 – 10 menit.

Penambahan iodide azida akan menhasilkan endapan coklat yang berarti bahwa oksigen dalam

sample telah terikat sehingga dapat diukur besarnya. Oksigen yang terdapat didalam larutan

sampel akan mengoksidasi MnSO4 yang ditambahkan ke dalam larutan, sehingga di dalam

larutan akan terjadi endapan MnO2. Setelah itu dimasukkan 1 mL H2SO4 dan dihomogenkan

sampai semua gumpalan dalam botol winkler menghilang. Penambahan asam sulfat ke dalam

larutan sampel dan kalium iodide akan membebaskan iodine yang ekuivalen dengan oksigen

terlarut di dalam larutan sampel. Iodine yang dibebaskan akan dianalisa dengan titrasi iodometris

yaitu dengan larutan standar thiosulfat.

Langkah selanjutnya mengambil 50 mL sampel  dan dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer

dan ditambahkan beberapa tetes indikator amilum sampai sample berwarna biru. Warna biru ini

Page 10: Pengukuran Nilai BOD Pada

menunjukkan bahwa di dalam sampel terdapat oksigen terlarut. Setelah itu, sample dititrasi

menggunakan natruim thiosulfat Na2SO3 sampai warna biru tepat hilang dan kemudian praktikan

mencatat volume thiosulfat yang digunakan. Volume thiosulfat yang digunakan dalam titrasi

inilah yang dianggap sebagai volume oksigen terlarut dalam sampel tersebut.

Pada hari-hari selanjutnya yaitu hari ke 1 sampai hari ke 5, botol winkler dikeluarkan dari dalam

inkubator dan praktikan mengukur nilai DO dari botol ini. Tahapan kerja yang dilakukan sama

halnya dengan yang dilakukan pada botol winkler hari ke 0. Kemudian praktikan mencatat

volume thiosulfat yang digunakan pada saat titrasi untuk mendapatkan nilai BOD dari sampel ini.

Reaksi pada percobaan pengukuran BOD ini tidak berbeda dengan yang terjadi pada percobaan

DO. Sehinggan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

(1)   MnSO4 +   2KOH                            Mn(OH)2 +   K2SO4

(2)   Mn(OH)2 +   ½  O2 MnO2 +   H2O

(3)   MnO2 + KI +   2 H2O                              Mn(OH)2 +   I2 +   2KOH

(4)   I2            + 2S2O32- S4O6

- +   2I-

 

b.      Analisa hasil

Volume titrasi larutan thiosulfat yang didapat dari hari ke 0 sampai hari ke 5 dapat dilihat dari table

berikut ini

hari

ke

volume

Na2SO3

0 0.4 mL

1 0.3 mL

2 0.25 mL

3 0.2 mL

4 0.3 mL

Page 11: Pengukuran Nilai BOD Pada

7 0.15 mL

 

Setelah dari perhitungan maka didapat nilai BOD dengan menggunakan rumus

 

Dan didapat besarnya nilai BOD sebesar 3.05 gr/mL

Menurut tabel tingkat pencemaran perairan berdasarkan nilai DO dan BOD, air sampel yang

memiliki nilai BOD sebesar 3.05 gr/mL ini dapat dikategorikan sebagai air dengan tingkat

pencemaran yang rendah. Mungkin pada tempat dimana sampel ini diambil belum banyak

pencemaran yang terjadi sehingga nilai BOD pun berkisar antara 0-10 gr/Ml.

Dalam grafik yang disajukan dalam perhitungan, seharusnya nilai DO makin lama makin kecil dan

ketika perhitungan nilai DO pada hari ke 5 nilai oksigen terlarutnya sudah tetap. Hal ini

disebabkan oleh aktifitas bakteri yang yang menurun setiap harinya dan berhenti pada hari ke 5

 

c.       Analisa kesalahan

Dalam praktikum ini kesalahan yang mungkin terjadi antara lain:

Kesalahan dalam mengambil volume sampel, kurang teliti dalam membaca volume dari larutan yang akan dimasukkan ke dalam sampel dan juga kuranh teliti dalam membaca volume thiosulfat yang digunakan dalam titrasi.

Kesalahan praktikan dalam melakukan titrasi thiosulfat sehingga volume yang tercatat bisa berlebih dari yang seharusnya.

 

 

VII. KESIMPULAN

Untuk menghitung besarnya nilai BOD dari suatu sampel air dilakukan dengan mengitung besarnya nilai DO dari hari ke 0 sampai hari ke 5. Kemudian mengurangi nilai DO hari ke 0 denagn nilai DO hari ke 5

Besar nilai BOD yang didapat dari pengukuran sampel ini sebesar 3.05 gr/mL.

Menurut tabel tingkat pencemaran perairan berdasarkan nilai DO dan BOD, air sampel yang memiliki nilai BOD sebesar 3.05 gr/mL ini dapat dikategorikan sebagai air dengan tingkat pencemaran yang rendah.

VIII. REFERENSI

Page 12: Pengukuran Nilai BOD Pada

www.wikipedia.org diunduh pada tanggal 6 April 2010

www.lipi.com diunduh pada tanggal 6 April 2010

Page 13: Pengukuran Nilai BOD Pada

http://go.microsoft.com/fwlink/?LinkId=30857&clcid=0x409

pengukuran nilai cod

Standar Nasional Indonesia (SNI) ini merupakan revisi dari SNI 06-6989.2-2004, Air dan air limbah – Bagian

2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secaraspektrofotometri. SNI ini

menggunakan referensi dari metode standar internasional yaitu Standard Methods for the Examinatioan of

Water and Wastewater, 21st Edition, editor L.S Clesceri, A.E. Greenberg, A.D. Eaton, APHA, AWWA and

WEF, Washington DC, 2005, Methods 5220 D (Closed Reflux, Colorimetric Methods).

 

SNI ini telah melalui uji coba di laboratorium pengujian dalam rangka validasi dan verifikasi metode serta

dikonsensuskan oleh Subpanitia Teknis 13-03-S1, Kualitas Air dari Panitia Teknis 13-03,Kualitas

Lingkungan dan Manajemen Lingkungan dengan para pihak terkait.

 

Metode ini digunakan untuk pengujian kebutuhan oksigen kimiawi (COD) dalam air dan air limbahdengan

reduksi Cr2O72- secara spektrofotometri pada kisaran nilai COD 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L

pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 600 nm dan nilai COD lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L

pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 420 nm.Metode ini digunakan untuk contoh uji dengan kadar

klorida kurang dari 2000 mg/L.

Istilah dan definisi

blind sample, larutan dengan kadar analit tertentu yang diperlukan seperti contoh uji

Chemical Oxygen Demand (COD), jumlah oksidan Cr2O72- yang bereaksi dengan contoh uji dan

dinyatakan sebagai mg O2 untuk tiap 1000 mL contoh uji

kurva kalibrasi, kurva yang menyatakan hubungan kadar larutan kerja dengan hasil pembacaan

absorbansi yang merupakan garis lurus

larutan blanko atau air suling bebas organik, air suling yang tidak mengandung senyawa organik

atau mengandung senyawa organik dengan kadar lebih rendah dari batas deteksi atau perlakuannya

sama dengan contoh uji

Page 14: Pengukuran Nilai BOD Pada

larutan induk, larutan baku kimia yang dibuat dengan kadar tinggi dan akan digunakan untuk

membuat larutan baku dengan kadar yang lebih rendah

larutan baku, larutan induk yang diencerkan dengan air suling bebas organik, sampai kadar tertentu

larutan kerja, larutan baku yang diencerkan dengan air suling bebas organik, digunakan untuk

membuat kurva kalibrasi

spike matrix, contoh uji yang diperkaya dengan larutan baku dengan kadar tertentu

Cara uji

Prinsip : Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji dioksidasi oleh Cr2O72-dalam

refluks tertutup menghasilkan Cr3+. Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2

mg/L) diukur secara spektrofotometri sinar tampak. Cr2O72- kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 420

nm dan Cr3+ kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 600 nm.

Untuk nilai COD 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L kenaikan Cr3+ ditentukan pada panjang gelombang 600

nm. Pada contoh uji dengan nilai COD yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran terlebih dahulu sebelum

pengujian. Untuk nilai COD lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L penurunan konsentrasi Cr2O72- ditentukan

pada panjang gelombang 420 nm.

Bahan. Sebaiknya larutan ini dipersiapkan setiap 1 minggu

1. air bebas organik;

2. digestion solution pada kisaran konsentrasi tinggi.Tambahkan 10,216 g K2Cr2O7 yang telah dikeringkan

pada suhu 150 °C selama 2 jam ke dalam 500 mL air suling. Tambahkan 167 mLH2SO4 pekat dan 33,3 g

HgSO4. Larutkan dan dinginkan pada suhu ruang dan encerkan sampai 1000 mL.

3. digestion solution pada kisaran konsentrasi rendah. Tambahkan 1,022 g K2Cr2O7 yang telah dikeringkan

pada suhu 150 °C selama 2 jam kedalam 500 mL air suling. Tambahkan 167 mLH2SO4 pekat dan 33,3 g

HgSO4. Larutkan, dan dinginkan pada suhu ruang dan encerkan sampai 1000 mL.

4. larutan pereaksi asam sulfat

5. Larutkan 10,12 g serbuk atau kristal Ag2SO4 ke dalam 1000 mL H2SO4 pekat. Aduk hingga

larut. CATATAN Proses pelarutan Ag2SO4 dalam asam sulfat dibutuhkan waktu pengadukan selama

2 (dua) hari, sehingga digunakan magnetic stirer untuk mempercepat melarutnya pereaksi.

Page 15: Pengukuran Nilai BOD Pada

6. asam sulfamat (NH2SO3H). Digunakan jika ada gangguan nitrit. Tambahkan 10 mg asam sulfamat

untuk setiap mg NO2-N yang ada dalam contoh uji.

7. larutan baku Kalium Hidrogen Ftalat (HOOCC6H4COOK, KHP) ? COD 500 mg O2/L Gerus

perlahan KHP, lalu keringkan sampai berat konstan pada suhu 110 °C. Larutkan 425 mg KHP ke

dalam air bebas organik dan tepatkan sampai 1000 mL. Larutan ini stabil bila disimpan dalam kondisi

dingin pada temperatur 4 °C ± 2 °C dan dapat digunakan sampai 1 minggu selama tidak ada

pertumbuhan mikroba CATATAN Larutan baku Kalium Hidrogen Ftalat digunakan sebagai

pengendalian mutu kinerja pengukuran.

8. Bila nilai COD contoh uji lebih besar dari 500 mg/L, maka dibuat larutan baku KHP yang mempunyai

nilai COD 1000 mg O2/L.

9. Larutan baku KHP dapat menggunakan larutan siap pakai.

 

Peralatan

1. spektrofotometer sinar tampak (400 nm sampai dengan 700 nm);

2. kuvet;

3. digestion vessel, lebih baik gunakan kultur tabung borosilikat dengan ukuran 16 mm x 100 mm; 20

mm x 150 mm atau 25 mm x 150 mm bertutup ulir. Atau alternatif lain, gunakan ampul borosilikat

dengan kapasitas 10 mL (diameter 19 mm sampai dengan 20 mm);

4. pemanas dengan lubang-lubang penyangga tabung (heating block); CATATAN Jangan menggunakan

oven.

5. buret;

6. labu ukur 50,0 mL; 100,0 mL; 250,0 mL; 500,0 mL dan 1000,0 mL;

7. pipet volumetrik 5,0 mL; 10,0 mL; 15,0 mL; 20,0 mL dan 25,0 mL;

8. gelas piala;

9. magnetic stirrer; dan

Page 16: Pengukuran Nilai BOD Pada

10. timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg.

Persiapan dan pengawetan contoh uji

Persiapan contoh uji

a. homogenkan contoh uji; CATATAN Contoh uji dihaluskan dengan blender bila mengandung padatan

tersuspensi.

b. cuci digestion vessel dan tutupnya dengan H2SO4 20 % sebelum digunakan;

Pengawetan contoh uji

Bila contoh uji tidak dapat segera diuji, maka contoh uji

diawetkan dengan menambahkan H2SO4 pekat sampai pH lebih kecil dari 2 dan disimpan dalam pendingin

pada temperatur 4 °C ± 2 °C dengan waktu simpan maksimum yang direkomendasikan 7 hari.

Pembuatan larutan kerja

Buat deret larutan kerja dari larutan induk KHP dengan 1 (satu) blanko dan minimal 3 kadar yang berbeda

secara proporsional yang berada pada rentang pengukuran.

Prosedur

proses digestion

a. pipet volume contoh uji atau larutan kerja, tambahkan digestion solution dan tambahkan larutan pereaksi

asam sulfat yang memadai ke dalam tabung atau ampul, seperti yang dinyatakan dalam tabel berikut:

Tabel 1 – Contoh uji dan larutan pereaksi untuk bermacam-macam digestion vessel

Digestion VesselContohuji (mL)

Digestionsolution (mL)

Larutanpereaksi asamsulfat (mL)

Total volume(mL)

Tabung kultur

16 x 100 mm 2,50 1,50 3,5 7,5

20 x 150 mm 5,00 3,00 7,0 15,0

25 x 150 mm 10,00 6,00 14,0 30,0

Page 17: Pengukuran Nilai BOD Pada

Standar Ampul:

10 mL 2,50 1,50 3,5 7,5

b. tutup tabung dan kocok perlahan sampai homogen;

c. letakkan tabung pada pemanas yang telah dipanaskan pada suhu 150 °C, lakukan refluks selama 2

jam. CATATAN Selalu gunakan pelindung wajah dan sarung tangan untuk melindungi dari panas dan

kemungkinan menyebabkan ledakan tinggi pada suhu 150 °C.

Pembuatan kurva kalibrasi

Kurva kalibrasi dibuat dengan tahapan sebagai berikut:

1. hidupkan alat dan optimalkan alat uji spektrofotometer sesuai petunjuk penggunaan alat untuk

pengujian COD. Atur panjang gelombangnya pada 600 nm atau 420 nm;

2. ukur serapan masing-masing larutan kerja kemudian catat dan plotkan terhadap kadar COD;

3. buat kurva kalibrasi dari data pada butir 3.7.1 .b) di atas dan tentukan persamaan garis lurusnya;

4. jika koefisien korelasi regreasi linier (r) < 0,995, periksa kondisi alat dan ulangi langkah pada butir

3.7.1 a) sampai dengan c) hingga diperoleh nilai koefisien r ? 0,995.

Pengukuran contoh uji

Untuk contoh uji COD 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L

1. dinginkan perlahan-lahan contoh yang sudah direfluks sampai suhu ruang untuk mencegah

terbentuknya endapan. Jika perlu, saat pendinginan sesekali tutup contoh dibuka untuk mencegah

adanya tekanan gas;

2. biarkan suspensi mengendap dan pastikan bagian yang akan diukur benar-benar jernih;

3. ukur serapan contoh uji pada panjang gelombang yang telah ditentukan (600 nm);

4. hitung kadar COD berdasarkan persamaan linier kurva kalibrasi;

5. lakukan anal isa duplo.

Page 18: Pengukuran Nilai BOD Pada

Untuk contoh uji COD lebih kecil dari atau sama dengan 90 mg/L

a) dinginkan perlahan-lahan contoh yang sudah direfluks sampai suhu ruang untuk mencegah terbentuknya

endapan. Jika perlu, saat pendinginan sesekali tutup contoh dibuka untuk mencegah adanya tekanan gas;

b) biarkan suspensi mengendap dan pastikan bagian yang akan diukur benar-benar jernih;

c) gunakan pereaksi air sebagai larutan referensi;

d) ukur serapannya contoh uji pada panjang gelombang yang telah ditentukan (420 nm);

e) hitung kadar COD berdasarkan persamaan linier kurva kalibrasi;

f) lakukan analisa duplo.

CATATAN Apabila kadar contoh uji berada di atas kisaran pengukuran, lakukan pengenceran.

Perhitungan

Nilai COD sebagai mg O2/L:

Kadar COD (mg O2/L) = C x f

Keterangan:

C adalah nilai COD contoh uji, dinyatakan dalam miligram per liter (mg/L); f adalah faktor pengenceran.

- Masukkan hasil pembacaan serapan contoh uji ke dalam regresi linier yang diperoleh dari kurva kalibrasi.

- Nilai COD adalah hasil pembacaan kadar contoh uji dari kurva kalibrasi.

Pengendalian mutu

1. Gunakan bahan kimia pro analisa (pa).

2. Gunakan alat gelas bebas kontaminasi.

3. Gunakan alat ukur yang terkalibrasi.

Page 19: Pengukuran Nilai BOD Pada

4. Gunakan air suling bebas organik untuk pembuatan blanko dan larutan kerja.

5. Dikerjakan oleh analis yang kompeten.

6. Lakukan analisis dalam jangka waktu yang tidak melampaui waktu simpan maksim

um 7 hari.

7. Perhitungan koefisien korelasi regresi linier (r) lebih besar atau sama dengan 0,995 dengan intersepsi

lebih kecil atau sama dengan batas deteksi.

8. Lakukan analisis blanko dengan frekuensi 5 % sampai dengan 10 % per batch (satu seri pengukuran)

atau minimal 1 kali untuk jumlah contoh uji kurang dari 10 sebagai kontrol kontaminasi.

9. Lakukan analisis duplo dengan frekuensi 5 % sampai dengan 10 % per satu seri pengukuran atau

minimal 1 kali untuk jumlah contoh uji kurang dari 10 sebagai kontrol ketelitian analisis. Jika

Perbedaan Persen Relatif (Relative Percent Difference/RPD) lebih besar atau sama dengan 10 %,

maka dilakukan pengukuran ketiga untuk mendapatkan RPD kurang dari 10 %.

10. Lakukan kontrol akurasi dengan larutan baku KHP dengan frekuensi 5 % sampai dengan 10 %

per batch atau minimal 1 kali untuk 1 batch. Kisaran persen temu balik adalah 85 % sampai dengan

115 %.

11. Persen temu balik (% recovery, % R):

Keterangan:

A adalah hasil pengukuran larutan baku KHP, dinyatakan dalam milligram per liter (mg/L);

B adalah kadar larutan baku KHP hasil penimbangan (target value), dinyatakan dalam milligram per liter

(mg/L).

 

Presisi dan bias

Standar ini telah melalui uji banding metode dengan peserta 7 laboratorium pada kadar 194 mg COD/L tanpa

klorida dengan tingkat presisi (%RSD) 4,3 % dan akurasi (bias metode) 2,4 %, sedangkan pada kadar 48,6 mg

COD/L tanpa klorida dengan peserta 8 laboratorium menghasilkan tingkat presisi (%RSD) 7,79 % dan akurasi

(bias metode) 8,43 %.

Page 20: Pengukuran Nilai BOD Pada

Rekomendasi

a) Lakukan analisis blind sample.

b) Buat control chart untuk akurasi dan presisi analisis.

Pelaporan

Catat pada buku kerja hal-hal sebagai berikut.

1. Parameter yang dianalisis.

2. Nama analis.

3. Tanggal analisis.

4. Rekaman hasil pengukuran duplo, triplo dan seterusnya.

5. Rekaman kurva kalibrasi.

6. Nomor contoh uji.

7. Tanggal penerimaan contoh uji.

8. Batas deteksi.

9. Rekaman hasil perhitungan.

10. Hasil pengukuran persen temu balik.

11. Kadar kebutuhan oksigen kimiawi (COD) dalam contoh uji.