Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

29
Majalah Media Perencana Perkumpulan Perencana Pembangunan Indonesia Volume 1 No. 1 Oktober 2020 33 Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk Menghadapi Pandemi Covid-19 Rahmad Rahim 1 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Provinsi Riau. Abstrak Salah satu strategi dalam upaya percepatan pemulihan ekonomi dan jaminan jejaring sosial terkait covid19 adalah memastikan konsistensi antara perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah, melalui penguatan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). RKPD harus dibahas bersama-sama sejak awal oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, agar RKPD dapat digunakan secara langsung sebagai pedoman penyusunan anggaran. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemprov Riau dalam menjaga konsistensi perencanaan dan penganggaran pembangunan, baik dari sumber daya manusia, organisasi, dan hierarki antara dokumen perencanaan. Namun sampai sekarang masih terjadi inkonsistensi antara perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah, terutama disebabkan oleh regulasi dan kelembagaan yang terkait dengan dinamika mekanisme dan sistem perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah. Untuk meningkatkan konsistensi perencanaan dan penganggaran daerah, dibutuhkan strategi dan kebijakan untuk merumuskan mekanisme perencanaan dan penganggaran yang ada, agar dapat lebih efektif dan efisien, baik dari segi regulasi maupun kelembagaan. Melalui penelahaan dengan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity dan Threat), maka kebijakan prioritas yang harus dilaksanakan dalam upaya perbaikan perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah di Provinsi Riau diantaranya adalah: (1) menerbitkan perda tentang petunjuk pelaksanaan dan indikator teknis sistem dan mekanisme perencanaan dan penganggaran pembangunan tahunan daerah; dan (2) melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan DPRD dalam pembahasan anggaran tahunan. Adapun prioritas kebijakan jangka menengah yang direkomendasikan adalah: (1) mengusulkan kepada Pemerintah Pusat, untuk merevisi peraturan tentang perencanaan dan penganggaran yang tidak harmonis, menjadi Omnibus Law dan (2) Menerbitkan peraturan daerah tentang sistem dan mekanisme perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah, berdasarkan Omnibus Law. Kata Kunci: Covid19, Konsistensi, Perencanaan, Penganggaran, Omnibus Law, Perda, Kepala Daerah regulasi, nota kesepahaman. 1 Rahmad Rahim adalah Perencana Ahli Madya di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Provinsi Riau.

Transcript of Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Page 1: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Majalah Media Perencana Perkumpulan Perencana Pembangunan Indonesia Volume 1 No. 1 Oktober 2020

33

Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk

Menghadapi Pandemi Covid-19

Rahmad Rahim1

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang)

Provinsi Riau.

Abstrak

Salah satu strategi dalam upaya percepatan pemulihan ekonomi dan jaminan jejaring sosial terkait

covid19 adalah memastikan konsistensi antara perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah,

melalui penguatan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). RKPD harus dibahas bersama-sama sejak

awal oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, agar RKPD dapat digunakan secara langsung sebagai

pedoman penyusunan anggaran. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemprov Riau dalam menjaga

konsistensi perencanaan dan penganggaran pembangunan, baik dari sumber daya manusia, organisasi,

dan hierarki antara dokumen perencanaan. Namun sampai sekarang masih terjadi inkonsistensi antara

perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah, terutama disebabkan oleh regulasi dan

kelembagaan yang terkait dengan dinamika mekanisme dan sistem perencanaan dan penganggaran

pembangunan daerah. Untuk meningkatkan konsistensi perencanaan dan penganggaran daerah,

dibutuhkan strategi dan kebijakan untuk merumuskan mekanisme perencanaan dan penganggaran

yang ada, agar dapat lebih efektif dan efisien, baik dari segi regulasi maupun kelembagaan. Melalui

penelahaan dengan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity dan Threat), maka kebijakan

prioritas yang harus dilaksanakan dalam upaya perbaikan perencanaan dan penganggaran

pembangunan daerah di Provinsi Riau diantaranya adalah: (1) menerbitkan perda tentang petunjuk

pelaksanaan dan indikator teknis sistem dan mekanisme perencanaan dan penganggaran

pembangunan tahunan daerah; dan (2) melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan

DPRD dalam pembahasan anggaran tahunan. Adapun prioritas kebijakan jangka menengah yang

direkomendasikan adalah: (1) mengusulkan kepada Pemerintah Pusat, untuk merevisi peraturan

tentang perencanaan dan penganggaran yang tidak harmonis, menjadi Omnibus Law dan (2)

Menerbitkan peraturan daerah tentang sistem dan mekanisme perencanaan dan penganggaran

pembangunan daerah, berdasarkan Omnibus Law.

Kata Kunci: Covid19, Konsistensi, Perencanaan, Penganggaran, Omnibus Law, Perda, Kepala Daerah

regulasi, nota kesepahaman.

1 Rahmad Rahim adalah Perencana Ahli Madya di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Provinsi Riau.

Page 2: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

34

I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Perkembangan korban akibat Corona Virus Disease 2019 (Covid19) di Indonesia

makin hari makin bertambah. Di Provinsi Riau sendiri mengutip data corona.riau.go.id pada

tanggal 22 September 2020 pukul 17:07:07 WIB dari 82.140 Spesimen, terdapat total

Suspek sebesar 27.910 orang, Isolasi Mandiri sebanyak 9.737 orang dan yang selesai Isolasi

sebanyak 17.907 orang. Untuk Pasien yang diiolasi di Rumah Sakit sebanyak 194 orang dan

Meninggal Dunia sebanyak 72 Orang. Pasien yang terkonfirmasi Covid19, total sebanyak

5.448 orang, Isolasi Mandiri sebanyak 2.300 orang dan sembuh sebanyak 2.193 orang.

Untuk Pasien yang dirawat di Rumah Sakit sebanyak 849 orang dan Meninggal Dunia

sebanyak 106 orang. Angka-angka menempatkan Provinsi Riau di Peringkat 5 besar yang

terpapar Covid19 di Indonesia.

Mencermati perkembangan Covid19 yang begitu massive ini, maka Pemerintah telah

menginstruksikan kepada seluruh Kementerian/Lembaga di Tingkat Pusat dan Pemerintah

Daerah untuk menggeser/mengalihkan anggaran belanja pemerintah untuk penanganan

pandemi Covid19, sesuai Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing

Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan

Penanganan Covid19 merupakan kebijakan cepat Pemerintah yang harus diapresiasi. Ada

5 hal yang diinstruksikan Presiden, yaitu: (1) mengutamakan penggunaan alokasi anggaran

yang telah ada untuk kegiatan-kegiatan yang mempercepat penanganan (Refocussing

kegiatan dan realokasi anggaran), dengan mengacu pada protokol penanganan Covid19 di

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan rencana operasional percepatan

penanganan Covid19 yang ditetapkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid19;

(2) mempercepat refocussing kegiatan dan realokasi anggaran melalui mekanisme revisi

anggaran dan segera mengajukan usulan revisi anggaran kepada Menteri Keuangan sesuai

dengan kewenangannnya; (3) mempercepat pelaksanaan pengadaan barang dan jasa untuk

mendukung percepatan penanganan Covid19; (4) melakukan pengadaan barang dan jasa

dalam rangka percepatan penanganan Covid19 dengan melibatkan Lembaga Kebijakan

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

dan (5) melakukan pengadaan barang dan jasa alat kesehatan dan alat kedokteran untuk

penanganan Covid19, dengan memperhatikan barang dan jasa sesuai dengan standar yang

ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Menindaklanjuti Inpres ini, Pemerintah Provinsi

Riau, telah dilakukan pergeseran anggaran sebesar Rp. 118 Milyar lebih yang berasal dari

beberapa kegiatan di Perangkat Daerah yang tidak prioritas serta sebagian berasal dari

Biaya Tak Terduga.

Pertanyaan yang muncul adalah sampai kapan Covid19 ini akan berakhir? Bagaimana

perumusan kebijakan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) di Provinsi Riau dalam

menghadapi Covid19 ini, terutama dalam menjaga konsistensi antara Perencanaan dan

Penganggaran pembangunan daerah ke depan. Konsistensi ini merupakan suatu

Page 3: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

35

keniscayaan yang harus dilaksanakan agar perencanaan penanggulangan Covid19 benar-

benar tepat sasaran, dan pembangunan di sektor lain tetap dapat berlangsung secara

efektif dan efisien dalam menjaga kestabilan makro di Provinsi Riau.

1.2. Perumusan Masalah

Serangan Covid19 ke seluruh sendi-sendi kehidupan telah memaksa para perencana

pembangunan di Republik ini, baik pusat maupun daerah, berfikir ekstra keras untuk

mendisain program pembangunan yang extraordinary. Target Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di tahun 2020 dan seterusnya, tidak lagi bisa

dipertahankan. Oleh sebab itu, Pemerintah Provinsi Riau telah telah melakukan revisi

terhadap Tema Pembangunan di Tahun 2021, dari Memantapkan Pengembangan Industri,

Pertanian, Pariwisata yang Mendorong Perdagangan dan Jasa untuk Meningkatkan Daya

Saing Ekonomi menjadi Mempercepat Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Sosial. Menurut

hemat kami, tema ini akan berkesinambungan untuk tahun-tahun berikutnya, sepanjang

belum ditemukan vaksin Covid19. Percepatan pemulihan ekonomi dan reformasi sosial sulit

untuk dicapai apabila tidak terjadi konsistensi perencanaan dan penganggaran. Perencanaan

yang tidak sinergi dengan penganggaran untuk penanggulangan Covid19, bahkan dapat

mengakibatkan instabilitas antara “REM” dan “GAS” di tengah Pandemi ini.

Berdasarkan pengalaman empirik, ketidakkonsistenan perencanaan dan penganggaran

pembangunan di Provinsi Riau disebabkan oleh dinamika sistem dan mekanisme

perencanaan dan penganggaran. Dinamika dimaksud disebabkan oleh beberapa hal

sebagai berikut:

(1) adanya kebijakan yang sifatnya mendesak dan prioritas dari Pemerintah Pusat;

(2) adanya bencana alam dan kondisi pandemik;

(3) adanya perubahan SK Menteri Keuangan tentang perubahan pendapatan daerah;

(4) tunda-salur Dana Transfer dari Pemerintah Pusat dan

(5) Regulasi dan Kelembagaan yang mengatur dinamika sistem serta mekanisme

pembahasan perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah.

Dari hasil in-depth interview dengan Pimpinan DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah

Daerah (TAPD), faktor (1) sampai dengan (4) memiliki pengaruh yang tidak siginifikan

terhadap tidak konsistensinya perencanaan dan penganggaran, karena kebijakan dari

Pemerintah Pusat tersebut pada umumnya diterbitkan sebelum penetapan RKPD. Pengaruh

yang sangat signifikan terhadap ketidakonsistenan perencanaan dan penganggaran justru

disebabkan oleh faktor ke (5). Faktor regulasi dan kelembagaan dan inilah yang akan menjadi

topik pembahasan dalam Policy Paper ini.

Page 4: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

36

1.3. Tujuan

Paper ini bertujuan:

1. Mengevaluasi proses penyusunan dokumen perencanaan dan dokumen

penganggaran daerah melalui tinjauan regulasi dan kelembagaan.

2. Merumuskan mekanisme perencanaan dan penganggaran yang efektif dalam

upaya meningkatkan konsistensi perencaanaan dan penganggaran daerah,

terutama untuk penanganan Covid19.

1.4. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran logis dalam Paper ini adalah melihat permasalahan tidak

konsistennya perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah melalui regulasi yang

mengaturnya, yaitu: (1) Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Daerah; (2) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah; (3) Undang-Undang No.: 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; (4) Permendagri

No. 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian Dan Evaluasi

Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah Dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah, serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Proses

analisa dilakukan terhadap Kelembagaan (Tim Anggaran Pemerintah Daerah, DPRD dan

Organisasi Pemerintah Daerah) yang melakukan pembahasan dan mengesahkan

perencanaan dan panganggaran pembangunan daerah.

Tahap selanjutnya dilakukan analisa regulasi melalui metoda kajian teoritik dan analisa

deskriptif untuk melihat konsistensi Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan

Daerah dan membandingkannya dengan mekanisme yang ada saat ini. Output yang

dihasilkan adalah perkuatan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai Dokumen

Perencanaan dan sekaligus Dokumen Penganggaran yang akan dijadikan acuan dalam

Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Alur fikir tersebut dapat

dilihat pada Gambar 1.

1.5. Metodologi

1.5.1. Pengumpulan Data dan Informasi

1. Data Sekunder, yang diperoleh dari Bappedalitbang Provinsi Riau, BPKAD Provinsi

Riau dan Website

2. Data Primer, yang diperoleh dari Diskusi dengan Pimpinan DPRD, Sekretaris Daerah

Provinsi Riau dan Sekretaris Bappedalitbang Provinsi Riau

Page 5: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

37

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

1.5.2. Kuantitatif

Analisis deskriptif yang menunjukkan data-data perubahan kegiatan dan alokasi

anggaran serta implikasinya kepada pencapaian target yang tercantum di dalam evaluasi

RKPD.

1.5.3. Kualitatif

1. Melalui identifikasi faktor-faktor penyebab Inkonsistensi perencanaan dan

penganggaran

2. Melalui pemilihan faktor-faktor yang dianggap belum dapat diselesaikan sehingga

masih mempengaruhi konsistensi perencanaan dan penganggaran,

3. Melakukan pemetaan stakeholders yang mempunyai pengaruh dan kepentingan

dalam proses perencanaan dan penganggaran

4. Analisis SWOT digunakan untuk menunjukkan kekuatan dan kelemahan proses

internal saat ini dan tantangan dan hambatan dari luar untuk mendapatkan suatu

Strategi melakukan perubahan, sehingga tercipta konsistensi antara perencanaan

dan penganggaran daerah.

II. Tinjauan Umum Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Daerah

2.1. Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan

pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang,

jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan

masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Perencanaan Pembangunan dapat dilihat dari

pendekatan Politik, Teknokratik, Partisipatif, Top-Down dan Bottom-Up. Sedangkan

berdasarkan rentang waktu, perencanaan pembangunan terdiri dari perencanaan jangka

panjang (25 Tahun), menengah (5 Tahun) dan jangka pendek (1 Tahun)1. Adapun definisi

anggaran (budget) menurut Mardiasmo

1 UU No. 25 Tahun 2004 tentang SPPN

Page 6: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

38

(2009) dalam Osrinda (2016) adalah pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak

dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran financial, sedangkan

penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran2.

Penganggaran yang berpedoman pada perencanaan dan penyusunan program dilandasi

pemikiran tentang kinerja terhadap pelaksanaan pembangunan. Setiap rupiah yang

dikeluarkan Pemerintah tentu harus disusun berdasarkan pada perencanaan kebutuhan dan

tujuan yang jelas. Oleh sebab itu mengintegrasikan perencanaan dengan penganggaran

menjadi suatu keniscayaan, dan penting untuk memastikan setiap biaya yang dikeluarkan

oleh negara memiliki dasar dan perhitungan yang baik. Mengintegrasikan perencanaan dan

penganggaran telah dimulai di Amerika Serikat pada tahun 19973. Akan tetapi yang menjadi

permasalahan adalah manakala perencanaan dan penganggaran dalam tatanan konsep

telah sedemikian terintegrasi, apakah telah didukung oleh regulasi, kelembagaan dan

mekanisme perencanaan dan penganggaran yang juga terintegrasi, khususnya dalam

perencanaan dan pengganggaran pembangunan daerah di Indonesia?

Dixon (2009) dalam Andi Arwin (2019)5 mengungkapkan perencanaan dan penganggaran

pada cita pembangunan. Penyusunan rencana perlu memperhatikan kapasitas fiskal

(anggaran) sehingga4

pemerintah daerah sebagian besar tidak sinkron dan terpisah. Prioritas perencanaan

pemerintah daerah ditetapkan pada kebutuhan dasar, tanpa mengacu pada biaya yang harus

diprogramkan untuk memenuhi kebutuhan anggaran tahunan. Perencanaan dan

penganggaran merupakan rangkaian kegiatan dalam satu kesatuan yang tidak bisa

dipisahkan dalam rangka mencapai cita- cita pembangunan. Penyusunan rencana perlu

memperhatikan kapasitas fiskal (anggaran) sehingga dalam penerapannya, konsekuensi atas

sinergitas, integrasi dan sinkronisasi perencanaan dan penganggaran perlu diperhatikan.

Selanjutnya Indrawan (2011) dan Sjafrizal (2014) dalam Burin (2015) mengungkapkan bahwa

implikasi dari keberhasilan pembangunan daerah tak bisa dilepaskan dari optimalisasi aspek

perencanaan dan penganggaran.

2.2. Peta Permasalahan Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan

Deddy S. Bratakusumah (2019) mengungkapkan bahwa Permasalahan Perencanaan dan

Pengganggaran Pembangunan Pusat dan Daerah di Indonesia menghadapi 3 permasalahan,

yaitu: (1) ketidaksesuaian; (2) kurang harmonis dan (3) saling bersilangan, bahkan

bertentangan. Hal ini merujuk kepada sistem perencanaan dan penganggaran sebagaimana

dapat dilihat pada Gambar 2. Menurut Deddy S. Bratakusumah (2019), Setidaknya ada 5

Regulasi yang mengatur jalannnya perencanaan dan penganggraan pembangunan di

2 Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 3 No. 3, Januari-Maret 2016 ISSN: 2338-4603 (print); 2355-8520 (online) 3 (Khan, A & Hildred., 2002), The Government Performance Act & Results Act 4 191 e Jurnal Katalogis, Volume 4 Nomor 6, Juni 2016 hlm 190-201

Page 7: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

39

Indonesia saat ini, yaitu: (1) UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional; (2) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; (3) UU No. 23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; (4) Undang-Undang No.: 7 Tahun 2017 tentang

Pemilihan Umum (Pemilu); (5) UU No.: 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 dan Perda RPJP di Daerah.

Gambar 2 Sistem Perencanaan dan Pembangunan Pusat dan Daerah

Sumber: Deddy S Bratakusumah (2019)

Selanjutnya menurut Deddy S, Bratakusumah (2019), Perencanaan dan Penganggaran

Pembangunan akan konsisten dan harmonis manakala berbagai peraturan perundang-

undangan yang mengaturnya memiliki azas dan substansi pengaturan yang konsisten dan

harmonis pula. Kenyataannya, baik sistem maupun substansi regulasi yang ada saat ini

pengaturannya tidak kompatibel bahkan tidak konsisten dan tidak harmonis.

Menurut Marbyanto dalam S. Abbdullah (2008), pengeloalaan keuangan daerah sering

menghadapi masalah ketika perencanaan dan penganggaran tidak dilakukan dengan baik.

Berdasarkan pengalaman empiris, beberapa permasalahan tidak konsistennya perencanaan

(RKPD) dan penganggaran (APBD), disebabkan antara lain:

(1) Intervensi hak budget DPRD terlalu kuat dimana anggota DPRD sering mengusulkan

kegiatan- kegiatan yang menyimpang jauh dari usulan masyarakat yang dihasilkan

dalam Musrenbang. Intervensi hak budget ini juga seringkali mengakibatkan

pembahasan RAPBD memakan waktu panjang untuk negosiasi antara eksekutif dan

legislatif.

(2) Proses Perencanaan kegiatan yang terpisah dari penganggaran, karena

ketidakjelasan informasi besaran anggaran pada saat rangkaian pelaksanaan

Musrenbang RKPD.

Selanjutnya Edy dalam S. Abdullah (2008) menyebutkan, ketidakonsistenan perencanaan

dan penganggaran pembangunan juga dapat disebabkan antara lain:

Page 8: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

40

(1) Jadwal reses DPRD dengan proses Musrenbang yang tidak match;

(2) Breakdown RPJPD ke RPJMD dan RPJMD ke RKPD seringkali tidak match;

(3) Ada kecenderungan dokumen RPJP ataupun RPJM/Renstra SKPD seringkali tidak

dijadikan acuan secara serius dalam menyusun RKPD/Renja SKPD;

(4) Kualitas RPJPD, RPJM Daerah dan Renstra SKPD seringkali belum optimal;

(5) Koordinasi antar SKPD untuk proses perencanaan masih lemah sehingga kegiatan

yang dibangun jarang yang sinergis bahkan tidak jarang muncul egosektoral.

Sementara itu, Hendra (2015) menyebutkan ketidakkonsistenan perencanaan dan

penganggaran merupakan permasalahan klasik dalam penyusunan APBD setiap tahunnya.

Proses Perencanaan seringkali hanya bersifat formalitas belaka. Forum Musrenbang yang

semestinya bisa mengakomodasi kepentingan masyarakat (termasuk berbagai kepentingan

politik) kurang mendapat perhatian, karena sebagian besar Anggota DPRD lebih tertarik

pada tahap pembahasan penganggaran. Mudah dipahami, sebab pada tahap penganggaran-

lah perhitungan biaya (uang) mulai terbahas. Akibatnya rencana kegiatan yang telah dibuat

mesti dibahas ulang di tahap penganggaran yang seringkali bertele-tele karena lahirnya

transaksi politik.

2.3. Perbedaan Sistem dan Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran Pusat dan Daerah

Di dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang SPPN Pasal (3) dinyatakan bahwa

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan

pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang,

jangka menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara

dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Di dalam kenyataannya, masih terdapat

perbedaan mendasar antara Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan di

Tingkat Nasional dan Daerah. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Pada lingkup

Pemerintah Pusat, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang merupakan penjabaran dari RPJM

Nasional, dibahas dalam rangkaian pelaksanaan Musyarawah Perencanaan Pembangunan

Nasional (Musrenbangnas) dan ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres), menjadi

pedoman/diacu oleh Kementerian/Lembaga untuk membuat Rencana Kerja (Renja) dan

selanjutnya dijadikan pedoman dalam penyusunan dan pengantar Nota Keuangan RAPBN ke

DPR RI. Artinya, dokumen perencanaan (RKP) adalah satu-satunya pedoman untuk

menyusun dokumen penganggaran (APBN). Hal ini sudah sesuai dengan amanah Undang-

Undang No. 25 Tahun 2004 tentang SPPN Pasal (2) Ayat 4 Butir (c) dinyatakan bahwa “Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi

antara perencanaan dan penganggaran”.

Page 9: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

41

Gambar 3 Perbedaan Sistem dan Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran Pusat dan

Daerah

Sumber: Diolah dari UU No. 25/2004 dan UU No. 23 Tahun 2014

Bagaimana halnya dengan lingkup Pemerintah Daerah? Mencermati Gambar 3, dokumen

perencanaan RKPD yang sudah dibahas dan disepakati dalam Musyawarah Perencanaan

Pembangunan Daerah (Musrenbangda) oleh seluruh stakeholders (Pemerintah Provinsi,

Pemerintah Kabupaten/Kota, Perguruan Tinggi, Lembaga Adat, Civil Society Organisation,

Tokoh

Masyarakat bahkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), dan sudah ditetapkan dalam

Peraturan Kepala Daerah, tidak secara langsung dijadikan pedomaan dalam penyusunan

dokumen anggaran (APBD). Dalam penyusunan dokumen anggaraan APBD, Pemerintah

Daerah mempedomani 4 regulasi yaitu:

(1) Undang- Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

(2) Undang-Undang No.25 Tahun 2004 tentang SPPN;

(3) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

(4) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan,

Pengendalian Dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan

Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, serta Tata Cara Perubahan

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah.

Berbagai regulasi dan juga fakta empiris tentang mekanisme pembahasan dokumen

anggaran di lingkup Pemerintah Daerah inilah yang seringkali mengaburkan peran RKPD yang

seharusnya dijadikan pedoman dalam penyusunan dokumen anggaran. Hal ini juga yang

menjadi embrio tidak adanya konsistensi antara perencanaan penganggaran pembangunan

di daerah. Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa APBD sebagai dokumen anggaran

berpedoman pada Berita Acara Nota Kesepakatan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan

Page 10: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

42

Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS), yang ditandatangani Kepala Daerah dan Unsur

Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), bukan RKPD.

2.4. Faktor Penyebab Ketidakkonsistenan Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan

Daerah

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, ketidakkonsistenan antara perencanaan dan

penganggaran pembangunan di Provinsi Riau disebabkan berbagai persoalan, baik dari

faktor internal Pemerintah Daerah maupun faktor eksternal seperti regulasi dan mekanisme

pembahasan perencanaan dan penganggaran di DPRD Provinsi Riau. Berbagai masalah

internal dan eksternal secara bertahap sudah dapat diselesaikan oleh antara lain: sinergi

hierarki dokumen perencanaan; peningkatan kapasitas sumberdaya manusia; sinkronisasi

jadwal reses DRPD dan pelaksanaan Musrenbang; serta intervensi Informasi Teknologi (IT)

dalam mekanisme perencanaan dan penganggaran pembangunan. Namun demikian,

konsistensi perencanaan dan penganggaran pembangunan belum dapat diwujudkan di

Provinsi Riau sepenuhnya. Hal ini ditenggarai disebabkan oleh regulasi dan kelembagaan

yang mengatur dinamika sistem serta mekanisme pembahasan perencanaan dan

penganggaran pembangunan daerah.

Selanjutnya untuk mengamati lebih jauh ketidakkonsitenan perencanaan dan

penganggaran daerah, dapat dijelaskan melalui Gambar 4. Berdasarkan Undang-Undang No.

23 Tahun 2014 dan Permendagri No. 86 Tahun 2017, Pemerintah Daerah membuat

Rancangan KUA dan PPAS yang berpedoman pada RKPD, dan disampaikan ke DPRD untuk

dibahas bersama. Pemerintah Daerah diwakili oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)

dan DRPD diwakili oleh Badan Anggaran (Banggar) DPRD. Rancangan Kebijakan Umum APBD

(KUA) memuat kerangka ekonomi makro, asumsi dasar penyusunan RAPBD serta

kebijakan pendapatan, belanja dan pembiayaan, sedangkan Prioritas dan Plafon Anggaran

Sementara (PPAS) memuat rencana pendapatan dan penerimaan pembiayaan daerah,

prioritas belanja daerah, palfon anggaran sementara berdasarkan urusan pemerintahan dan

program/kegiatan serta rencana pembiayaan daerah.

Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 menyebutkan Pemerintah Daerah

menyampaikan Kebijakan Umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana

Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-

lambatnya pertengahan Juni tahun berjalan dan pada Ayat (3) disebutkan bahwa

berdasarkan Kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah

bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas Prioritas dan Plafon Anggaran

Sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah. Selanjutnya

dalam Pasal 20 Ayat (3) disebutkan “DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan

perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah

tentang APBD.

Page 11: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

43

Dengan demikian, DPRD dapat melakukan perubahan Program/Kegiatan dan pagu

anggaran setelah penetapan RKPD. Sesuai dengan Tata Tertib DPRD Provinsi Riau, Banggar

DPRD selanjutnya meminta bantuan Komisi-Komisi DPRD untuk membahas Rancangan KUA-

PPAS tersebut bersama Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) di lingkup Pemerintah Provinsi

Riau. Mengingat kewenangan yang dijamin oleh regulasi, maka Komisi-Komisi di DPRD

bersama OPD melakukan pergeseran/perubahan/bahkan dropping kegiatan-kegiatan dan

anggaran yang sebelumnya sudah tercantum di dalam Rancangan KUA dan PPAS dan itu

berarti juga merubah RKPD. Pada saat yang sama, atas persetujuan Komisi-Komisi di DPRD,

OPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau juga mengajukan usulan penambahan Kegiatan

Program/Kegiatan terhadap Rancangan KUA dan PPAS. Penambahan Program/Kegiatan ini

biasanya disebabkan usulan tersebut tidak dapat terakomodir dalam Musrenbang RKPD,

akibat tidak adanya usulan tersebut di dalam Dokumen Rencana Strategis (Renstra) OPD

yang bersangkutan.

Gambar 4 Dikotomi Perencanaan dan Penganggaran di Daerah

Pergeseran/perubahan/bahkan dropping kegiatan dan anggaran dalam Rancangan KUA

dan PPAS yang dilakukan oleh Komisi-Komisi DPRD dan OPD/SKPD selanjutnya diaporkan ke

Banggar DPRD, dan Banggar DPRD -dengan kekuatan politik anggaran yang dimilikinya-,

meminta kepada TAPD untuk menindaklanjutinya, yang kemudian dituangkan dalam Nota

Kesepakatan KUA dan PPAS yang ditandatangani oleh Kepala Daerah dan Unsur Pimpinan

DPRD. Nota Kesepakatan KUA dan PPAS ini dijadikan pedoman dalam penyampaian Nota

Keuangan oleh Pemerintah Daerah ke DPRD hingga penyusunan dan pengesahan APBD oleh

Page 12: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

44

DPRD. Perbedaan antara Nota Kesepakatan KUA dan PPAS dengan RKPD tentunya akan

berakibat tidak konsistennya antara Perencanaan dan Anggaran.

Sebagaimana terlihat pada Gambar 4, akumulasi ketidakkonsistenan RKPD dan APBD ini

berdampak pula kepada tidak tercapainya target pembangunan yang telah ditetapkan dalam

Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Untuk mengantipasi “kegagalan” tersebut, Pemerintah Daerah akhirnya melakukan 2 hal,

yaitu:

(1) menyesuaikan kembali RKPD dengan Nota Kesepakatan KUA dan PPAS (Pasal 343,

UU No. 23 Tahun 2014); serta

(2) melalukan revisi terhadap Perda RPJMD (midterm Review) dengan tujuan

“menyesuaikan” target pembangunan jangka menengah dengan realisasi yang dapat

dicapai. Apabila hal ini terjadi berlarut-larut dan jika terjadi di banyak daerah di

Indonesia, maka dampak yang akan ditimbulkan adalah Visi dan Misi Jangka

Menengah Daerah, sebagai bagian dari Visi dan Misi Jangka Menengah Nasional

akan sulit untuk dicapai, dan pada gilirannya akan bermuara kepada

ketidaktercapaian Visi dan Misi Jangka Panjang Daerah dan Nasional.

2.5. Dampak Ketidakonsistenan Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan di

Provinsi Riau

Untuk melihat sejauh mana dampak ketidakkonsistenan perubahan RKPD sebagai

dokumen perencaaan dan APBD sebagai dokumen anggaran, dapat dilihat dari hasil Evaluasi

Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) yang setiap tahun rutin dilalukan Pemerintah Daerah.

Pada tulisan ini akan ditampilkan contoh Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD)

Provinsi Riau Tahun 2018, yang dilaksanakan pada medio Tahun 2019. EKPD dilakukan

dengan mempedomani Permendagri No. 86 Tahun 2017 dengan indikator sebagaimana

dapat dilihat pada Tabel 1.

Pemerintah Provinsi Riau pada tahun 2018 telah menetapkan 9 prioritas beserta 24

indikator pembangunannya dalam RKPD tahun 2018 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel

2. Berdasarkan Evaluasi terhadap 24 indikator kinerja pembangunan tersebut diperoleh

kesimpulan:

1. Dalam perencanaannya, porsi anggaran belanja langsung yang terbesar merupakan

belanja langsung untuk Urusan Wajib Pelayanan Dasar yaitu sebesar Rp.3,344

Trilliun atau 73,46 % dari total belanja langsung. Sisanya sebesar 26,54% dibagi ke

tiga bagian urusan umum lainnya dengan porsi Urusan Penunjang, Pendukung dan

Pengawasan sebesar 12,82%, Urusan Wajib Non Pelayanan Dasar sebesar 8,82%

dan yang paling kecil adalah porsi Urusan Pilihan sebesar 4,9%.

2. Dilihat dari realisasi anggaran, capaian realisasi anggaran terbesar adalah pada

Urusan Penunjang, Pendukung dan Pengawasan sebesar 80,93% atau termasuk

Page 13: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

45

kategori Tinggi, sedangkan Urusan Wajib Pelayanan Dasar dan Urusan Wajib Non

Pelayanan dasar termasuk kategori Sedang yaitu sebesar 74.03% dan 68,40%.

Urusan Pilihan tercatat sebagai urusan dengan persentase realisasi anggaran paling

kecil sebesar 39,72% yang termasuk kategori sangat rendah.

Tabel 1 Indikator Kinerja Pembangunan Daerah

N

o

Interval Nilai Realisasi Kinerja

Kriteria Penilaian Realisasi Kinerja

1

91% ≤

100%

Sangat

Tinggi

2

76% ≤

90%

T

i

n

g

g

i

3

66% ≤

75%

Se

da

ng

4

51% ≤

65%

Re

nd

ah

5

5

0

%

Sangat

Rendah Sumber: Permendagri No 86 Tahun 2017

3. Capaian target indikator-indikator prioritas pembangunan tahun 2018 relatif masih

belum memadai dan perlu ditingkatkan. Untuk capaian realisasi target indikator

prioritas pembangunan tahun 2018, dari 24 target indikator yang ditetapkan, hanya

8 indikator yang telah mencapai target sedangkan 16 indikator prioritas belum

tercapai targetnya. Beberapa kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam program-

program prioritas tidak relevan atau tidak sesuai dengan upaya pencapaian target

indikator yang ditetapkan.

Kesimpulan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) ini menunjukan bahwa untuk

target indikator pembangunan mustahil dapat dicapai apabila perencanaan dan

penganggaran disusun secara terpisah.

Tabel 2 Indikator Kinerja Prioritas Pembanguan Provinsi Riau Tahun 2018

No. Prioritas Pembangunan Indikator Kinerja Prioritas Pembangunan

1 Menguatkan dan memantapkan pembangunan jaringan infrastruktur

Persentase rumah tangga yang mendapatkan pelayanan air minum [%]

Panjang jalan dalam kondisi baik [Km]

Rasio Elektrifikasi [%]

2 Meningkatkan SDM yang berkualitas Angka rata-rata lama sekolah (tahun)

Angka harapan lama sekolah (tahun)

3 Meningkatkan derajat kesehatan dan gizi mayarakat

Angka harapan hidup (tahun)

4 Tingkat kemiskinan (%)

Page 14: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

46

Meningkatkan Akses terhadap determinan kemiskinan

Gini Rasio

Tingkat pengangguran terbuka (%)

5 Meningkatkan dan memantapakan kualitas pelayanan dan tata kelola pemerintahan

Opini BPK

Nilai akuntabilitas

Skor LPPD

Nilai keterbukaan informasi (Poin)

Nilai Reformasi Birokrasi (%)

6 Meningkatkan penerapan nilai budaya melayu dan agama

Jumlah Karya Cipta Seni Budaya Melayu yang dihasilkan (HAKI Karya Seni) (Buah)

Jumlah Sekolah yang menerapkan Kurikulum Muatan Lokal berbasis Budaya

Persentase penyelesaian konflik antar umat beragama (%)

7 Meningkatkan perekonomian yang berdaya saing

Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (%)

Nilai Tukar Petani (NTP) (%)

8 Meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan pengelolaan pariwisata serta meningkatkan pengelolaan wilayah pesisir dan laut

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (Poin)

Jumlah kunjungan wisatawan asing (Jiwa)

9 Menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif

Nilai investasi PMDN (milyar rupiah)

Nilai investasi PMA (juta USD)

Pertumbuhan ekonomi (%)

III. Analisis

3.1. Disharmonisasi Regulasi

Pemerintah Daerah sering dihadapi pada kondisi ambigu dalam melaksanakan amanah

regulasi perencanaan dan penganggaran pembangunan akibat disharmonisasi regulasi.

Beberapa contoh ambigu yang dihadapi antara lain:

a. Di dalam Undang-Undang (UU) No. 25 tentang SPPN Pasal (19) disebutkan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ditetapkan dengan

Peraturan Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Kepala Daerah

dilantik. Sedangkan menurut Undang-Undang (UU) No. 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah Pasal (264) disebutkan RPJMD ditetapkan dengan

Peraturan Daerah paling lama 6 (enam) bulan setelah kepala daerah terpilih

dilantik.

Page 15: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

47

b. Di dalam Undang-Undang (UU) No. 25 tentang SPPN Pasal 25 Ayat (2)

RKPD menjadi pedoman penyusunan RAPBD. Sedangkan di dalam UU No. 23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 310 ayat (1) Kepala daerah

menyusun KUA dan PPAS berdasarkan RKPD selanjutnya diajukan kepada

DPRD untuk dibahas bersama, dan dalam Ayat (2) KUA serta PPAS yang telah

disepakati Kepala Daerah bersama DPRD menjadi pedoman Perangkat Daerah

dalam menyusun rencana kerja dan anggaran satuan kerja Perangkat Daerah,

kemudian di ayat (3) Rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat

Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada pejabat

pengelola keuangan Daerah (BPKAD) sebagai bahan penyusunan rancangan

Perda tentang APBD tahun berikutnya.

c. Di dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 18 ayat: (1)

Pemerintah Daerah menyampaikan Kebijakan Umum APBD (KUA) tahun

anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah

(RKPD), sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-

lambatnya pertengahan Juni tahun berjalan; (2) DPRD membahas Kebijakan

Umum APBD (KUA) yang diajukan oleh Pemerintah Daerah dalam pembicaraan

pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya dan ayat (3) Berdasarkan

Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah

Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas Prioritas dan

Plafon Anggaran Sementara (PPAS) untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan

Kerja Perangkat Daerah. Dalam regulasi ini, PPAS diserahkan oleh Pemerintah

Daerah ke DPRD, setelah KUA disepakati oleh Kepala Daerah dan DPRD.

Mengingat kekuatan dan kepentingan politik yang dimiliki oleh DPRD serta

didukung oleh regulasi Undang-Undang Pemerintahan Daerah dan Undang-

Undang Keuangan Negara, maka dapat dipastikan bahwa dinamika

pembahasan perencanaan dan penganggaran di DPRD mengakibatkan

pergeseran /perubahan/bahkan dropping kegiatan-kegiatan dan anggaran

yang ada di RKPD. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab Ketidakkonsistenan

antara perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah.

d. Di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 86 Tahun 2017 Pasal 177

disebutkan bahwa Program dan kegiatan dalam KUA dan PPAS dan R-APBD

harus konsisten dengan program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam

dokumen perencanaan pembangunan Daerah. Hal ini sangat tidak mungkin

terjadi mengingat dinamika sistem perencanaan dan penganggaran

pembangunan sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Selanjutnya pada Pasal

245 ayat (1) disebutkan bahwa Kepala BAPPEDA Provinsi melaksanakan

pengendalian dan evaluasi pelaksanaan RKPD Provinsi dan di ayat (2) Dalam hal

evaluasi dari hasil pemantauan dan supervisi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 244 ayat (4), ditemukan adanya ketidaksesuaian/penyimpangan, Kepala

BAPPEDA melakukan perbaikan/ penyempurnaan. Berdasarkan hal ini,

Page 16: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

48

kemudian Bappeda “merubah” Peraturan Kepala Daerah tentang RKPD yang

disesuaikan dengan KUA dan PPAS hasil kesepakatan Kepala Daerah dengan

DPRD. Terjadi proses terbalik, Perencanaan yang mengikuti Penganggaran. Hal

ini tentunya tidak lazim dalam Planning, Programing, Budgeting System (PPBS)

dan mengaburkan peran dokumen perencanaan.

3.2. Kelembagaan

Mekanisme pembahasan perencanaan dan penganggaran di DPRD diatur dalam Tata

Tertib (Tatib) DPRD yang dirancang oleh Badan Musyawarah (Banmus). Tatib ini mengatur

tata kelola pembahasan Rancangan KUA, PPAS dan APBD tidak hanya dilakukan oleh Tim

Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Banggar DPRD saja. Banggar DPRD melimpahkan

kewenangannya kepada Komisi-Komisi di DPRD bersama SKPD/OPD untuk melakukan

pendalaman pembahasan secara teknis bersama SKPD/OPD. Di dalam pembahasan ini,

berdasarkan pengalaman empirik, terjadi pergeseran/perubahan/bahkan dropping

kegiatan- kegiatan dan anggaran yang ada di RKPD (Rancangan KUA dan PPAS), baik itu yang

dilakukan oleh Komisi-Komisi di DPRD maupun oleh SKPD/OPD. Suatu kejanggalan yang

dilakukan, baik oleh DPRD maupun SKPD/OPD, mengingat mekanisme pembahasan usulan

Program/Kegiatan sudah dilakukan pada saat rangkaian Musrenbang RKPD. Hasil

pembahasan KUA dan PPAS ini dituangkan dalam Berita Acara Nota Kesepakatan Kebijakan

Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas

Plafon Anggaran Sementara (PPAS), yang ditandatangani Kepala Daerah dan Unsur

Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD, yang menjadi pedoman penyusunan

APBD. Padahal di sisi lain, Kepala Daerah telah menandatangani Peraturan Kepala Daerah

tentang RKPD, yang tentunya memiliki dasar hukum yang lebih tinggi jika dibandingkan

dengan sebuah Nota Kesepakatan. Hal ini juga yang menjadi salah satu akar permasalahan

tidak konsistennya antara perencanaan dan penganggaran.

3.3. Proses Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)

Menurut Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang SPPN Pasal 1 Ayat (9),

Rencana Pembangunan Tahunan Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja

Pemerintah Daerah (RKPD), adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu)

tahun. Pada Pasal 5 Ayat (3) disebutkan RKPD merupakan penjabaran dari RPJM Daerah

dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas

pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung

oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 23 Tahun 2014 Pasal 263 Ayat (4) RKPD merupakan

penjabaran dari RPJMD yang memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas

pembangunan Daerah, serta rencana kerja dan pendanaan untuk jangka waktu 1 (satu)

tahun yang disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah dan program

Page 17: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

49

strategis nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Sedangkan pada Pasal 264 Ayat

(2) disebutkan RKPD ditetapkan dalam Peraturan Kepala Daerah.

Selanjutnya pada Pasal 25 Ayat (2) UU No. 25 Tahun 2004 disebutkan bahwa RKPD

menjadi pedoman penyusunan RAPBD, sedangkan di dalam UU No. 23 Tahun 2014 Pasal

265 ayat (3) disebutkan bahwa RKPD menjadi pedoman kepala daerah dalam menyusun

KUA serta PPAS. Pada Pasal 27 Ayat (2) UU No. 25 Tahun 2004 dijelaskan bahwa tata cara

penyusunan RPJP Daerah, RPJM Daerah, Renstra-SKPD, RKPD, Renja-SKPD dan pelaksanaan

Musrenbang Daerah diatur dengan Peraturan Daerah (Perda), sedangkan menurut UU No.

23 Tahun 2014 Pasal 277 disebutkan tata cara perencanaan, pengendalian dan evaluasi

pembangunan daerah, tata cara evaluasi rancangan Perda tentang RPJPD dan RPJMD, serta

tata cara perubahan RPJPD, RPJMD, dan RKPD diatur dengan Peraturan Menteri Dalam

Negeri.

Tahapan penyusunan RKPD mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 86

Tahun 2017 Pasal (16) yaitu: (a) persiapan penyusunan; (b) penyusunan rancangan awal; (c)

penyusunan rancangan; (d) pelaksanaan Musrenbang; (e) perumusan rancangan akhir; dan

(f) penetapan Peraturan Kepala Daerah.

3.3.1. Rancangan Awal RKPD

Berdasarkan Permendagri No. 86 Tahun 2017 Pasal (74) dijelaskan Penyusunan

Rancangan Awal RKPD dimulai pada Minggu Pertama bulan Desember 2 (dua) tahun

sebelum tahun rencana, dan berpedoman pada RPJMD Provinsi, RKP, program strategis

nasional, dan pedoman penyusunan RKPD yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri

(Pasal 75 dan Pasal 76). Pada Pasal 77 disebutkan bahwa Rancangan Awal RKPD pada

umumnya memuat: (a) analisis gambaran umum kondisi Daerah; (b) analisis rancangan

kerangka ekonomi Daerah; (c) analisis kapasitas riil keuangan Daerah; (d) penelaahan

rancangan awal Renja Perangkat Daerah; (e) perumusan permasalahan pembangunan

Daerah; (f) penelaahan terhadap sasaran RPJMD; (g) penelaahan terhadap arah kebijakan

RPJMD; (h) penelaahan terhadap kebijakan pemerintah pada RKP dan program strategis

nasional; (i) penelaahan pokok-pokok pikiran DPRD; (j) perumusan prioritas pembangunan

Daerah; dan (k) perumusan rencana kerja program dan pendanaan. Hal yang menarik di

dalam Permendagri No. 86 Tahun 2017 ini adalah sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal

78 Ayat (2) bahwa Dalam penyusunan rancangan awal RKPD, DPRD memberikan saran dan

pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD berdasarkan hasil reses/penjaringan aspirasi

masyarakat sebagai bahan perumusan kegiatan, lokasi kegiatan dan kelompok sasaran yang

selaras dengan pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dalam Peraturan

Daerah tentang RPJMD. Ini menunjukan bahwa usulan Program/Kegiatan dari DPRD sudah

dilaksanakan dari awal, pada penyusunan Rancangan Awal RKPD yang disampaikan secara

tertulis, -hasil dari Rapat Paripurna DPRD- kepada Kepala Bappeda (Pasal 78, Ayat (3)).

Page 18: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

50

3.3.2. Rancangan RKPD

Permendagri No. 86 Tahun 2017 Pasal (85) menjelaskan bahwa Penyusunan Rancangan

RKPD adalah proses penyempurnaan Rancangan Awal RKPD berdasarkan Rancangan Awal

Renja seluruh Perangkat Daerah Provinsi yang telah diverifikasi dan hasil penelaahan

terhadap Rancangan Awal RKP dan Program Strategis Nasional. Selanjutnya BAPPEDA

mengajukan rancangan RKPD provinsi sebagaimana dimaksud kepada Kepala Daerah

melalui Sekretaris Daerah dalam rangka memperoleh persetujuan terhadap: (1) Rancangan

RKPD; dan (2) Pelaksanaan Musrenbang RKPD.

3.3.3. Musrenbang RKPD

Pada Pasal (91) Permendagri No. 86 Tahun 2017 dijelaskan bahwa Penyusunan

Rancangan RKPD adalah proses Musrenbang RKPD dilaksanakan dalam rangka

pembahasan Rancangan RKPD, yang dihadiri oleh para pemangku kepentingan.

Selanjutnya pada Pasal (93) Permendagri No. 86 Tahun 2017 dinyatakan Hasil

Musrenbang RKPD dirumuskan dalam Berita Acara Kesepakatan dan ditandatangani oleh

setiap unsur yang mewakili pemangku kepentingan yang hadir Musrenbang RKPD,

termasuk DPRD, dan menghasilkan produk Rancangan Akhir RKPD.

RKPD merupakan dokumen perencanaan yang sangat strategis, sebagaimana yang

dinyatakan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 pasal 266 ayat (2) yaitu ”Apabila

Kepala Daerah tidak menetapkan Perkada tentang RKPD maka Kepala Daerah dikenai sanksi

administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan selama 3 (tiga) bulan”. Hal ini semakin memperkuat posisi dokumen

perencanaan RKPD jika ditinjau dari proses perencanaan dan penganggaran, baik dari

pendekatan Teknokratik, Bottom Up, Top Down bahkan politik dan anggaran. RKPD

seharusnya dapat dijadikan pedoman langsung dalam penyusunan dokumen anggaran

(Nota Keuangan) dari Pemerintah Provinsi Riau ke DPRD Riau (UU No. 25 Tahun 2004, Pasal

25 Ayat (2)). Namun pada kenyataannya, dalam penyusunan dokumen anggaran (APBD),

terdapat regulasi yang menyebabkan ada tahapan lain yang harus dilakukan Pemerintah

Daerah, sebelum menyampaikan Nota Keuangan tentang RAPBD setiap tahunnya.

3.3.4. Rancangan Akhir RKPD

Menurut Pasal (100) Permendagri No. 86 Tahun 2017 dijelaskan bahwa (1) Perumusan

rancangan akhir RKPD Provinsi merupakan proses penyempurnaan rancangan RKPD

Provinsi menjadi Rancangan Akhir RKPD Provinsi berdasarkan Berita Acara Kesepakatan

Hasil Musrenbang RKPD Provinsi. Selanjutnya pada Pasal (101) dijelaskan bahwa

Rancangan akhir RKPD sebagaimana disampaikan kepada Sekretaris Daerah untuk

dibahas oleh seluruh kepala Perangkat Daerah, yang bertujuan untuk memastikan program

Page 19: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

51

dan kegiatan Perangkat Daerah telah diakomodir dalam Rancangan Akhir RKPD.

Pembahasan sebagaimana dimaksud dilaksanakan paling lambat 1 (satu) minggu setelah

pelaksanaan Musrenbang RKPD dan diselesaikan paling lambat pada akhir bulan Mei.

Kemudian pada pasal 102 disebutkan bahwa Rancangan akhir RKPD yang telah dibahas

dijadikan sebagai bahan penyusunan Rancangan Perkada tentang RKPD.

3.4. Proses Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon

Anggaran Sementara (PPAS)

Kebijakan Umum APBD (KUA) adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang

pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1

(satu) tahun. Sedangkan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) adalah program

prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada Perangkat Daerah

untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran

Satuan Kerja Perangkat Daerah.

Pada Pasal 343 ayat (2) Permendagri No. 86 Tahun 2018 disebutkan bahwa dalam hal

terjadi penambahan kegiatan baru pada KUA dan PPAS yang tidak terdapat dalam RKPD,

perlu disusun berita acara kesepakatan Kepala Daerah dengan ketua DPRD. Selanjutnya

pada ayat (3) dijelaskan Penambahan kegiatan baru tersebut akibat terdapat kebijakan

Nasional atau Provinsi, keadaan darurat, keadaan luar biasa, dan perintah dari peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi setelah RKPD ditetapkan. Kebijakan Provinsi inilah

yang melegalisasi DPRD untuk membuat Tatib Pembahasan KUA, PPAS dan RAPBD yang

tidak lagi memperhatikan secara sungguh-sungguh Perkada RKPD. Adapun peraturan

perundang-undang yang lebih tinggi dimaksud antara lain adalah UU No.17 Tahun 2003,

Pasal 20 Ayat (3) yaitu DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah

penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, yang

berarti usulan yang diajukan tersebut juga tidak tercantum di RKPD.

3.5. Peta Stakeholders

Analisis kebijakan dalam upaya peningkatan konsistensi perencanaan dan

penganggaran pembangunan di Provinsi Riau dilakukan terhadap: (1) Regulasi dan (2)

Kelembagaan, yang mencakup kebijakan jangka pendek dan jangka menengah. Peta

Stakeholders diperlukan untuk melihat peran dan pengaruh masing-masing stakeholders

yang memiliki pengaruh terhadap konsistensi Perencanaan dan Penganggaran di Provinsi

Riau sebagaimana terlihat pada Gambar 5. Dari Gambar 5 terlihat bahwa untuk menjaga

konsistensi perencanaan dan penganggaran, stakeholders yang memiliki kepentingan dan

pengaruh yang tinggi adalah Pemerintah Provinsi Riau, DPRD Riau dan juga Bappenas.

Bappenas harus menjadi leading tidak hanya untuk mengatur perencanaan pembangunan

di Pemerintah Pusat, namun juga Pemerintah Daerah. Undang-Undang SPPN harus menjadi

Page 20: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

52

rujukan oleh Pemerintah Daerah. Di sisi lain, Kemendagri, Kementerian Keuangan dan

Perguruan Tinggi cukup tinggi pengaruhnya dalam merumuskan dan menjembatani produk

hukum terkait konsistensi perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah,

meskipun kepentingan mereka tidak signifikan di perencanaan pembangunan.

Gambar 5 Peta Stakeholders

Kelompok lain yang memiliki kepentingan tinggi adalah Dunia Usaha, yang memiliki

kepentingan cukup tinggi tentang kepastian berusaha dan juga penyaluran dana Corporate

Social Responsibility. Terciptanya konsistensi perencanaan dan penganggaran dibutuhkan

oleh Dunia Usaha terhadap Business Plan mereka. Adapun media massa berperan dalam

membentuk opini untuk mengakselerasi terwujudnya konsistensi perencanaan dan

penganggaran. Tokoh masyarakat dan Civil Society Organization (CSO) walaupun hampir

tidak memiliki kepentingan dan pengaruh, namun mereka dapat berperan sebagai pemberi

informasi kepada seluruh stakeholders.

3.5.1. Analisis SWOT

Untuk meningkatkan konsistensi perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah

di Provinsi Riau ke depan, tentu dibutuhkan strategi yang tepat, melalui environmental

scanning dengan analisa SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Threats). Variabel

Internal (S dan W) dan Variable Eksternal (O dan T) diidentifikasi dalam upaya menemukan

kekuatan dan kelemahan serta peluang dan tantangan Pemerintah Provinsi Riau dalam

upaya meningkatkan konsistensi perencanaan dan pembangunan daerah. Identifikasi

variabel internal dan eksternal ini dapat dilihat pada Tabel 3, diinventarisir atas dasar

pengalaman empirik dan wawancara dengan pimpinan DPRD, Sekretaris Daerah Provinsi

Riau dan Bappedalitbang Provinsi Riau. Variabel-variabel ini memiliki tingkat pengaruh dan

bobot yang berbeda-beda terhadap sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan

daerah.

Page 21: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

53

Tabel 3 Variabel SWOT

ST

RE

N

GT

HS

WE

AKN

ESSE

S

1 Tersedianya Kualitas SDM Perencana 1

Kekuatan Nilai Tawar TAPD dengan Banggar

DPRD rendah

(Kepentingan Politik)

2 Tersedianya Berita Acara Kesepakatan Musrenbang RKPD

3 Penggunaan Aplikasi Sistem Informasi

Perencanaan dan

Penganggaran

2 Pembahasan Perencanaan tidak

sekalligus dengan pembahasan

penganggaran 4

Sinergi Dokumen Perencanaan Jangka Panjang

dan

Jangka Menengah Daerah

3 Tidak adanya Perda/Pergub yang mengatur

pembahasan sistem perencanaan dam

penganggaran

5

Tersedianya Peraturan Kepala Daerah tentang

RKPD

4

Tidak ada Sanksi tegas bagi OPD yang

menyampaikan usulan Program/Kegiatan

ke DPRD pasca penetapan Perkada RKPD

6

Adanya kewenangan Kepala Daerah dalam

mengusulkan dan menetapkan Regulasi 5 Tidak tersedianya Analisis Standar Biaya

pada saat penyusunan RKPD.

OPPOR

TUNITI

ES

T

R

E

A

T

H

S

1 Amanat sinkronisasi perencanaan dengan

penganggaran

(UU 25/2004 & UU No. 23/2014)

1

Kewenangan DPRD dalam proses penganggaran

(Undang- Undang No. 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara

Pasal 18 dan 20)

2 Telah di tetapkannya Perda RTRW Riau 2018-

2037 (Perda

No. 10 /2018)

2

Pentingnya peran KUA & PPAS namun

sekaligus menjadi mediasi tidak sinkronnya

perencanaan dengan penganggaran

(Permendagri No. 86/2017, Pasal-Pasal

3 Tersedianya RPJPD Riau 2005-2025 (Perda

12/2017) dan

RPJMD Riau 2019-2024 (Perda 3/2019)

4

Program dan kegiatan dalam KUA dan PPAS dan

R-APBD harus konsisten dengan program dan

kegiatan yang telah ditetapkan dalam dokumen

perencanaan pembangunan

3 Kekuatan Politik Anggaran DPRD

4 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang

Tunda Salur

Dana Transfer ke Daerah 5 Adanya Evaluasi Kemendagri tentang APBD

Provinsi Riau 5 Kebijakan Pemerintah Pusat setelah Penetapan

Perkada

RKPD

6

Tersedianya Undang Undang tentang Omnibus

Law 6 Tata Tertib Pembahasan APBD di DPRD

Selanjutnya, berdasarkan indentifikasi variabel pada Tabel 3, Masing-masing variabel

dinilai berdasarkan Tingkat Urgensi (TU), yang diperoleh dari hasil diskusi dengan Pimpinan

DPRD, Sekretaris Daerah dan Kepala Bappedalitbang. TU untuk setiap variabel dinilai dengan

Skala Likert (1) - (5) sebagaimana terlihat pada Tabel 4. Untuk setiap varibel diberi Bobot

Faktor (BF) dalam persentase, sehingga apabila TU dikalikan dengan BF akan didapat Nilai

TU tertimbang kuantitatif, untuk setiap variabel

Tabel 4 Skala Likert

5 Sangat Penting

4 Penting

3 Biasa

2 Tidak Penting

1 Sangat Tidak Penting

Strength (Kekuatan) adalah faktor-faktor yang dimiliki organisasi (Pemerintah Provinsi

Riau) yang secara relatif unggul, yang diungkapkan dan bisa dikontrol. Tujuan pengungkapan

ini adalah untuk memberikan penghargaan terhadap segala hal-hal positif yang dimiliki, yang

pasti akan selalu dimiliki. Kekuatan inilah yang akan terus dikembangkan demi kemajuan

organisasi maupun individu di masa depan. Adapun analisa variabel Kekuatan adalah

sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Page 22: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

54

Tabel 5 Strengths (Kekuatan)

No Variabel TU BF TU x BF

1 2 3 4 5

1 Tersedianya Kualitas SDM Perencana 3 5 15

2 Tersedianya Berita Acara Kesepakatan Musrenbang RKPD 4 8 32

3 Penggunaan Aplikasi Sistem Informasi Perencanaan dan Penganggaran

2 7 14

4 Sinergi Dokumen Perencanaan Jangka

Panjang dan Jangka Menengah Daerah 1 3 3

5 Tersedianya Peraturan Kepala Daerah

tentang RKPD 4 32 128

6

Adanya kewenangan Kepala Daerah

dalam mengusulkan dan menetapkan

regulasi

5 45 225

Jumlah 100 417

Dari Tabel 5 Kekuatan dapat dilihat bahwa variabel S6 memiliki TU x BF tertinggi (225).

Sedangkan variabel S4 memiliki TU x BF terendah, yaitu (3). Jumlah total skor untuk

Kekuatan adalah 417. Weakness (Kelemahan) adalah keterbatasan atau kekurangan dalam

sumber, skill, dan faktor-faktor lain yang secara serius menghambat performan organisasi

(Pemerintah Provinsi Riau). Kelemahan ini harus dapat diminimalisasi untuk mencapai tujuan

organisasi. Adapun analisa variabel Kelemahan adalah sebagaimana dapat dilihat pada

Tabel 6. Dari Tabel 6 Kelemahan dapat dilihat bahwa variabel W3 memiliki TU x BF tertinggi

(225). Sedangkan variabel W5 memiliki TU x BF terendah, yaitu (5). Jumlah total skor untuk

Kelemahan adalah 410.

Tabel 6 Weaknesses (Kelemahan)

No

Variabel

TU

BF

TU x BF

1 2 3 4 5

1 Kekuatan Nilai Tawar TAPD dengan Banggar DPRD rendah

(Kepentingan Politik)

2

5

10

Page 23: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

55

2

Pembahasan Perencanaan tidak sekalligus dengan pembahasan penganggaran

3 10

30

3 Tidak adanya Perda/Pergub yang mengatur pembahasan sistem perencanaan dam penganggaran

5 45

225

4

Tidak ada Sanksi tegas bagi OPD yang menyampaikan usulan

Program/Kegiatan ke DPRD pasca penetapan Perkada RKPD

4 35

140

5 Tidak tersedianya Analisis Standar Biaya pada saat penyusunan RKPD

1 5 5

Jumlah

100

410

Opportunity (Peluang) adalah kesempatan atau peluang yang terdapat pada lingkungan

eksternal organisasi (Pemerintah Provinsi Riau). Peluang ini harus dapat dimanfaatkan

secara optimal oleh organisasi untuk mendukung tujudan organisasi. Adapun analisa

variabel Kesempatan/Peluang adalah sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Opportunities (Peluang)

No

Variabel

TU

BF

TU x BF

1 2 3 4 5

1 Amanat sinkronisasi perencanaan dengan penganggaran (UU 25/2004 & UU No. 23/2014)

5

40

200

2

Telah di tetapkannya Perda RTRW Ria 2018-2037 (Perda No. 10 /2018)

1

6

6

3

Tersedianya RPJPD Riau 2005-2025 (Perda 12/2017) dan RPJMD Riau 2019-2024 (Perda 3/2019)

2

4

8

Page 24: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

56

4

Program dan kegiatan dalam KUA dan PPAS dan R-APBD harus konsisten dengan program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan pembangunan Daerah (Amanat Permendagri 86/2017, Pasal 177)

3

10

30

5 Adanya Evaluasi Kemendagri tentang APBD Provinsi Riau 3 15 45

6 Tersedianya Undang Undang tentang Omnibus Law

4 25 100

Jumlah

100 394

Dari Tabel 7 Peluang dapat dilihat bahwa variabel O1 memiliki TU x BF tertinggi (200).

Sedangkan variabel O2 memiliki TU x BF terendah, yaitu (6). Jumlah total skor untuk Peluang

adalah 394. Threat (Ancaman) adalah situasi dominan yang tidak menguntungkan organisasi

dalam rangka pencapaian tujuan. Untuk mencapai tujuan organisasi, ancaman ini harus

dapat diatasi atau paling tidak dikurangi. Adapun analisa variabel ancaman adalah

sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 8. Dari Tabel 8 Ancaman dapat dilihat bahwa variabel

T1 memiliki TU x BF tertinggi (150). Sedangkan variabel T4 memiliki TU x BF terendah, yaitu

(3). Jumlah total skor untuk Ancaman adalah 391.

3.5.2 Strategi Berdasarkan Hasil SWOT

Berdasarkan skor pada masing-masing variabel sebagaimana tercantum pada Tabel 3–

Tabel 8, maka ditentukan strategi sebagai berikut:

1. Strategi S-O : memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan

memanfaatkan peluang.

2. Strategi S-T : memanfaatkan seluruh kekuatan untuk menghadapi ancaman.

3. Strategi WO : memanfaatkan peluang dengan meminimalkan kelemahan.

4. Strategi WT : Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.

Tabel 8 Threats (Ancaman)

No Variabel TU BF TU x BF

1 2 3 4 5

1 Kewenangan DPRD dalam proses penganggaran (Undang-Undang No.

17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 18 dan 20)

5 30 150

2 Pentingnya peran KUA & PPAS namun sekaligus menjadi mediasi tidak sinkronnya perencanaan dengan penganggaran (Permendagri No. 86/2017, Pasal-Pasal KUA dan PPAS)

3 14 42

3 Kekuatan Politik Anggaran DPRD 4 20 80

Page 25: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

57

4 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Tunda Salur Dana Transfer ke Daerah

1 3 3

5 Kebijakan Pemerintah Pusat setelah Penetapan Perkada RKPD

2 8 16

6 Tatib Pembahasan APBD di DPRD

4 25 100

Jumlah 100 391

Beberapa alternatif strategi yang dapat dilaksanakan dalam upaya peningkatan

konsistensi perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah di Provinsi Riau dapat

dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Alternatif Strategi Kebijakan

Internal

Eksternal

STRENGTH WEAKNESS

OPPORTUNITY Mengusulkan revisi regulasi ke Pemerintah Pusat, dalam upaya meningkatkan sinkronisasi perencanaan dan penganggaran

1 Melaksanakan amanat regulasi secara konsisten dalam rangka sinkronisasi perencanaan dan penganggaran

Menerbitkan regulasi tentang Juklak dan 2 Juknis Sistem dan Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran Daerah

2 Membuat Standar Analisis Belanja

Melakukan MoU dengan DPRD tentang Tata 3 Tertib Pembahasan APBD

THREAT 1 Mengusulkan revisi regulasi ke Pemerintah Pusat dan menerbitkan regulasi daerah dalam upaya meningkatkan sinkronisasi perencanaan dan penganggaran

1 Menerbitkan regulasi yang mengatur Sistem Perencanaan dan Penganggaran

2 Melaksanakan Kesepakatan Musrenbang RKPD secara konsistan

2 Membuat Standar Analisis Belanja

3 Mengoptimalkan integrasi aplikasi e- planning dan e-bugetting

3 Melakukan Lobby-Lobby Politik

Selanjutnya untuk menentukan strategi yang tepat dan efektif untuk dilaksanakan, maka

dihitung nilai skor tertinggi untuk masing-masing strategi. Berdasarkan Tabel 10, strategi

terpilih adalah strategi S-O dengan nilai Skor 811.

Tabel 10 Penentuan Strategi Terpilih

Internal

Eksternal STRENGTH WEAKNESS

OPPORTUNITY 417 + 394 = 811 410 + 394= 804

Page 26: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

58

THREAT 417 + 391 = 808 410 + 391 = 801

Berdasarkan Tabel 9 dan Tabel 10, terdapat 3 alternatif strategi terpilih S-O yang

ditempuh dalam upaya meningkatkan konsistensi perencanaan dan penganggaran

pembangunan di Provinsi Riau yaitu:

1. Mengusulkan revisi regulasi ke Pemerintah Pusat dalam upaya meningkatkan

sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah.

2. Menerbitkan regulasi tentang petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis Sistem

dan Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran Daerah.

3. Melakukan MoU dengan DPRD tentang Tata Tertib Pembahasan APBD.

Selanjutnya dari 3 alternatif strategi tersebut, ditentukan Prioritas Kebijakan dalam

upaya meningkatkan konsistensi perencanaan dan penganggaran sebagai berikut:

1. Gubernur Riau mengusulkan kepada Pemerintah Pusat, untuk merevisi regulasi

terkait perencanaan dan penganggaran pembangunan yang belum harmonis ke

dalam RUU Omnibus Law, dalam upaya melaksanakan amanah sinkronisasi

perencanaan dengan penganggaran sebagaimana diatur dalam UU 17 Tahun 2003,

UU No.:25 Tahun 2004 dan UU No: 23 Tahun 2014 dan Permendagri No.: 86 Tahun

2017. Selanjutnya Pemerintah Provinsi Riau menerbitkan Peraturan Daerah tentang

Sistem dan Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Tahunan

Daerah, berdasarkan Undang-Undang Omnibus Law.

2. Menerbitkan Peraturan Kepala Daerah tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk

Teknis sistem dan mekanisme perencanaan dan penganggaran pembangunan

tahunan daerah.

3. Melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan DPRD tentang Tata

Tertib Pembahasan APBD.

IV. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan

4.1. Kesimpulan

1. Dalam upaya peningkatan konsistensi perencanaan dan penganggaran

pembangunan di Provinsi Riau pada khususnya dan Daerah

Provinsi/Kabupaten/Kota seluruh Indonesia pada umumnya, maka mekanisme

pembahasan perencanaan dan penganggaran pembangunan perlu dilaksanakan

secara bersama-sama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, mulai dari penyusunan

Rancangan Awal RKPD hingga proses penandatanganan MoU KUA-PPAS dan Berita

Acara Musrenbang RKPD, secara bertanggung jawab dan dengan penuh rasa

memiliki (sense of belonging).

Page 27: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

59

2. Apabila Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Daerah sinkron

dengan regulasi yang mengatur Sistem Adminitrasi Pemerintahan Daerah, maka

konsistensi perencanaan dan penganggaran akan semakin meningkat; dan pada

gilirannya refocusing APBD untuk penanganan Covid19 serta Program/Kegiatan

lain dapat dilaksanakan tepat sasaran, sesuai indikator yang telah ditetapkan di

dalam RKPD.

3. Dengan konsistennya perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah, maka

akan ada jaminan untuk melakukan strategi penyusunan Program/Kegiatan

penanganan Covid19 antara lain: (1) Agile Program, merancang program/kegiatan

prioritas yang saling mendukung sasaran pemulihan ekonomi dan reformasi sosial.

Program/Kegiatan yang tidak mendukung sebaiknya di drop. (2) Adeptness

Program, merancang Program/Kegiatan yang mampu menyerap tenaga kerja

(padat karya) dan menggunakan bahan-bahan lokal. (3) Strategic Program,

merancang Program/Kegiatan dengan konsep money follows economy dan social

recovery program. (4) Drive to Excecute Program, merancang Program/Kegiatan

baru, yang bebas dari nilai-nilai Business as Usual (BAU), yang langsung

memberikan solusi terhadap krisis pangan, krisis pengangguran dan krisis

Kesehatan akibat Covid 19.

4.2. Rekomendasi Kebijakan

4.2.1. Rekomendasi Kebijakan Jangka Menengah

1. Mengusulkan kepada Pemerintah Pusat untuk mereformasi mekanisme

perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah, melalui perubahan

beberapa pasal yang terkait dengan RKPD, KUA dan PPAS yang terdapat di dalam

Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 dan

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 86 Tahun 2017. Perubahan tersebut diusulkan

ke dalam pasal-pasal khusus terkait Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan

Daerah pada RUU Omnibus Law. Substansi dari revisi regulasi tersebut mengatur

antara lain:

(a) Pembahasan KUA dan PPAS dilaksanakan setelah penyusunan Rancangan

Awal RKPD, yang dilaksanakan bersamaan dengan proses penyusunan

Rancangan RKPD.

(b) Penandatanganan Nota Kesepakatan KUA dan PPAS oleh Kepala Daerah dan

Pimpinan DPRD dilaksanakan bersamaan dengan Penandatanganan Berita

Acara Kesepakatan Musrenbang RKPD.

(c) RKPD dijadikan pedoman dalam penyusunan RAPBD. Hal ini sesuai dengan

amanah Undang-Undang No.: 25 Tahun 2004 Pasal (25) yang menyatakan

bahwa RKPD menjadi pedoman penyusunan RAPBD.

Page 28: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

60

2. Menerbitkan Peraturan Daerah tentang Sistem dan Mekanisme Perencanaan dan

Penganggaran Pembangunan Tahunan Daerah, berdasarkan Undang-Undang

Omnibus Law.

4.2.2. Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek

1. Mengusulkan kepada Bappenas untuk merevisi Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun

2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan

Nasional menjadi Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran

Pembangunan Pusat dan Daerah.

2. Menerbitkan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tentang Petunjuk Pelaksanaan

dan Petunjuk Teknis Sistem dan Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran

Pembangunan Tahunan Daerah.

3. Melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan DPRD tentang Tata

Tertib Pembahasan APBD.

Referensi

Pemerintah Republik Indonesia, 2003, Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara

Pemerintah Republik Indonesia, 2004, Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional

Pemerintah Republik Indonesia, 2014, Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah

Kementerian Dalam Negeri RI, 2017, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 86 Tahun 2017

tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata

Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, serta Tata Cara

Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah.

Pemerintah Provinsi Riau, 2014, Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 7 Tahun 2014

tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau

Tahun 2014-2019

Pemerintah Provinsi Riau, 2017, Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 12 Tahun 2017

tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah No.: 9 Tahun 2009 Tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Riau Tahun 2005 - 2025

Pemerintah Provinsi Riau, 2017, Peraturan Kepala Daerah No.: 31 Tahun 2017 tentang RKPD

Provinsi Riau Tahun 2018.

Page 29: Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...

Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020

61

Pemerintah Provinsi Riau, 2018, Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2018

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau Tahun 2018 – 2038

Abdullah, Syukriy, 2017, Peta Permasalahan Dalam Proses Perencanaan dan Penganggaran

di Daerah, Syukriy.wordpress.com

Arwin Andi, 2019, Analisis Konsistensi Perencanaan Dan Penganggaran Pada Pemerintah

Provinsi Sulawesi Tengah, 191 e Jurnal Katalogis, Volume 4 Nomor 6, Juni 2016 hlm 190-

201.

Basri, Faisal, 2020, “Agenda Kebijakan Publik Nasional”, Materi Pelatihan Fungsional

Penjenjangan Perencana Utama Angkatan XIII, LPEM FEB-UI, 7 Mei 2020

Bratakusumuah, Deddy S., 2019, Strategi Peningkatan Konsistensi Perencanaan

Pembangunan Pusat Daerah, Konferensi Nasional Pejabat Fungsional Perencana Tahun

2019.

Burin, Ferdinandus Diri, Analisis Konsistensi Perencanaan Dan Penganggaran Daerah,

Ekonomika- Bisnis, Vol. 6 No. 2 Bulan Juli Tahun 2015 Hal 177-188 p-ISSN: 2088-6845

e-ISSN: 2442-8604

Greenhouse, S. M. (1966), The Planning-Programming-Budgeting System: Rationale,

Language, and Idea-Relationships. Public Administration Review, 26(4), 271–277.

Khoirunurrofik, 2020, "Agenda Kebijakan Publik Daerah”, Materi Pelatihan Fungsional

Penjenjangan Perencana Utama Angkatan XIII, LPEM FEB-UI, 4 Mei 2020

Osrinda, Namira dan Delis, Arman, 2016, “Analisis Konsistensi Perencanaan dan

Penganggaran serta Implikasinya terhadap Capaian Target Kinerja pada Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Merangin”, Jurnal Perspektif

Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 3 No. 3, Januari-Maret 2016 ISSN: 2338-

4603 (print); 2355-8520 (online)

www.suara.com, “Apa itu Omnibus Law”, 22 Februari 2020