PENGRAJIN SAMPAH: MAESTRO WAYANG GOLEK: Di Desa … filepengembangan program Tata Kelola Destinasi...

1
A NDA mungkin tidak lagi antusias ketika mendengar Pantai Pangandaran. Pa- sir putihnya yang terkenal sejak zaman Belanda memang makin terlibas oleh kios-kios pedagang. Saat musim liburan tiba, sampah berceceran dan bahkan menumpuk sehingga pantai di pesisir Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, ini makin tidak nyaman. Namun, kini pantai yang terletak sekitar 90 km di selatan Kota Ciamis itu masuk des- tinasi wisata pilihan Kemen- terian Kebudayaan dan Pari- wisata (Kemenbudpar). Bahkan Pangandaran menginspirasi pengembangan program Tata Kelola Destinasi Pariwisata (DMO) di daerah lain. Bagaimana itu terjadi? Ini terkait program rehabilitasi pascatsunami sejak 2007. Pro- gram yang merupakan kerja sama Indonesia Ecotourism Network (Indecon) dan World Tourism Organization (WTO) bukan sekadar memulihkan pariwisata, melainkan juga sebuah konsep berkelanjutan. “Berkelanjutan itu pilarnya ada tiga, secara ekonomi un- tung, lingkungannya terjaga, dan masyarakat setempatnya terlibat,” ujar Ary S Suhandi, Direktur Indecon saat ditemui di Pangandaran, Selasa (15/3). Ary mengatakan ketiga- nya harus beriringan karena suksesnya saling terkait. Tanpa merasa diuntungkan, masyarakat tidak akan mau menjaga lingkungan. Meskipun program masih dalam tahap awal, konsep keberlanjutan itu mulai terasa. Bungkus minuman seduh dari kios-kios kini dikumpulkan untuk diolah menjadi kerajinan oleh kelompok wanita perajin setempat, Campernik. “Kami titipkan ini ke restoran- restoran yang ada di sini dan turis bule suka sekali,” ujar Ika Sartika, dari Campernik. Wanita berusia 27 tahun itu mengatakan usaha pengelolaan sampah yang dimulai akhir 2009 itu telah berhasil menjadi sumber penghasilan tambahan bagi 100 wanita di enam desa di Kecamatan Pangandaran itu. Pedagang di sekitar pantai kini juga sudah tergerak untuk pembersihan pantai seminggu sekali. Di kawasan Taman Wisata Alam (TWA), kesadaran tertib membuat pedagang tidak perlu diusir-usir, untuk tidak berjualan di area dalam. Tak hanya pantai Pangandaran kini juga bukan hanya tentang pantai. Sejak ta- hun lalu, komunitas lokal mem- buat produk wisata menjelajah desa-desa di sekitar pantai. Salah satunya adalah tur kelima desa yang ditawarkan komunitas Kangkareng. Sesuai dengan konsep ekoturisme tur itu dilakoni dengan mengayuh sepeda. “Kami memang berusaha mengurangi pemakaian ken- daraan bermotor, supaya hemat energi dan tidak membuat po- lusi,” kata Budi Nugroho, salah satu pendiri Kangkareng yang jadi pemandu pada hari itu. Persinggahan pertama tur sejauh 5 km itu adalah di rumah perajin kerupuk Lempit, yakni kerupuk khas dengan bahan campuran udang. Setelah melewati daerah persawahan dan kebun ke- lapa, peserta kemudian diajak mampir ke rumah pembuat gula jawa. Bukan hanya tur industri, Budi juga mengajak bernos- talgia ke masa lampau dengan memperlihatkan rel dan stasiun tua yang berdiri sejak 1912. Tur diakhiri dengan kunjungan ke perajin wayang golek. Dana tidak sedikit Ary optimistis keuntungan ekonomi dan ekologi dari kon- sep ekoturisme di Pangandaran bisa lebih besar. Ini, menurut- nya, berdasar dari yang sudah terjadi di kawasan wisata Gu- nung Rinjani, Lombok. “Patroli sampah di sana berhasil menjaga lingkungan bersih, lalu secara ekonomi pemasukan pariwisata dari Desa Sembalun dan Senaru pada 2010 sudah sampai 730 juta,” jelas Ary. Di sisi lain, konsep ekotur- isme di Pangandaran belum menyentuh energi terbarukan. “Memang baru tahun ini akan didorong soal penggu- naan energi baru, tapi sebe- narnya yang terpenting adalah mengubah mindset (pola pikir) baru setelah itu infrastruktur,” tambahnya. Besarnya investasi juga di- akui yang membuat perubahan infrastruktur ini menjadi pro- gram lanjutan. Sejauh ini, jelas Ary, untuk program-program sosialisasi dan dukungan un- tuk produk wisata komunitas lokal di Pangandaran, dibutuh- kan dana sekitar Rp1 miliar/ tahun. Dana itu datang dari pemerintah pusat dan provinsi. Kemenbudpar juga menggelar Cipta Award untuk memoti- vasi pariwisata berwawasan lingkungan. Parameternya nyatanya tidak jauh dengan konsep WTO. “Untuk aspek lingkungan, yang diperhatikan misalnya kontribusi dalam pelestarian sumber daya alam, kontribusi dalam peningkatan kapasitas dan pendapatan masyarakat lokal, dan apa upaya pengelola dalam meningkatkan kesa- daran wisatawan untuk men- jaga lingkungan,” jelas Direktur Jenderal Pengembangan Desti- nasi Kemenbudpar Firmansyah Rahim saat ditemui Media Indo- nesia di Jakarta, Kamis (10/3). Pada Cipta Award 2010, Ke- menbudpar meloloskan 15 nalis, salah satunya Pangan- daran. Kawasan wisata Rinjani menjadi salah satu penerima penghargaan selain juga Ta- man Nasional Tanjung Puting, Tanah Lot, dan Taman Laut Iboh. (Din/M-5) miweekend@ mediaindonesia.com G REEN CONCERN 8 Tidak sekadar menikmati tempat hijau, turis juga diajak menjaga alam. Masyarakat lokal pun kecipratan untung. BINTANG KRISANTI FOTO-FOTO: MI/SUMARYANTO Wisata yang Merangkul Alam BEBAS EMISI: Sejak konsep ekoturisme diterapkan produk wisata yang ditawarkan di Pangandaran makin berkembang sekaligus berusaha merangkul alam, salah satunya dengan tur bebas emisi dengan sepeda . Konsep ekoturisme juga tidak hanya menguntungkan alam tapi juga perekonomian. Berkelanjutan itu pilarnya ada tiga, secara ekonomi untung, lingkungannya terjaga, dan masyarakat setempatnya terlibat.” Ary S Suhandi Direktur Indecon TURISME yang berwawasan lingkungan nyatanya bukan hanya dilakukan Indecon dan pemerintah. Isu lingkungan yang populer beberapa tahun ini telah pula menggerakkan perorangan, institusi, maupun perusahaan, termasuk perusa- haan media. Green Radio, stasiun radio yang peduli pada masalah- masalah lingkungan juga memiliki program ekoturisme. Sejak pertengahan 2008, radio yang berkantor di Utan Kayu, Jakarta Timur, itu bekerja sama dengan Taman Nasional Gu- nung Gede Pangrango (TN GGP) merehabilitasi areal TN yang beralih fungsi menjadi kebun-kebun sayur. Dengan donasi Rp108 ribu, pendengar Green Radio dapat menanam satu pohon, yang kemudian diberi nama sesuai nama adopter, di daerah Sa- rongge, Cianjur, tersebut. Biaya tersebut selain un- tuk membeli bibit pohon dari petani juga untuk masa tiga tahun pemeliharaan. Usaha pembibitan oleh petani ini juga merupakan langkah alternatif mata pencaharian agar mereka tidak menjadikan hutan seba- gai areal kebun. Sejauh ini Green Radio sudah berhasil menggalang 13.206 po- hon di lahan sekitar 15 hektare. Nia Dinata dan Teten Masduki termasuk dalam sahabat Green Radio yang ikut menghijaukan lahan bekas areal Perhutani tersebut. “Dari kegiatan adopsi pohon ini kemudian kami sediakan tempat untuk menginap. Jadi ekoturisme, tapi bukan berat ke prot, hanya sebagai pen- dukung program rehabilitasi,” jelas Santoso, Direktur Green Radio. Santoso menjamin bahwa turisme di TN ini tidak malah berefek negatif bagi alam. Turisme minim emisi karena memang akses menuju areal tidak memungkinkan ken- daraan bermotor. Bangunan yang didirikan juga dipertah- ankan sederhana. Santoso menjelaskan jumlah rumah panggung hanya be- berapa buah dan pengunjung lebih didorong untuk meng- gunakan kemah. Meski tidak menggunakan standar World Tourism Organization (WTO), Green Radio selalu menekankan keterlibatan masyarakat lokal. Pemandu di kawasan ini merupakan petani yang se- mula menggarap lahan di area itu. “Selain karena memang mereka yang tahu medan juga menjadi sumber penghasilan. Kalau mereka tidak merasakan manfaat ekonomi, mereka tidak akan ikut menjaga,” tandasnya. (Big/M-1) Sekaligus Adopsi Pohon PENGRAJIN SAMPAH: Di Pangandaran juga sudah berdiri kelompok perajin, Campernik, yang mengolah sampah menjadi aksesori cantik. MAESTRO WAYANG GOLEK: Di Desa Sukaresik, Pangandaran, wisatawan bisa belajar membuat wayang golek. Turis asing ikut berguru kepada Agus Gunawan. PENGUSAHA KERUPUK: Persinggahan lainnya adalah usaha kerupuk Lempit. Anda bisa ikut mencicipi gurihnya kerupuk berbahan udang ini. DOK GREEN RADIO Tips Green! Memanen hujan tidak mesti dengan teknologi canggih. Lubang biopori sudah cukup berguna untuk membantu penyerapan air ke tanah. MEMANFAATKAN AIR HUJAN T IGA hari lagi masyarakat dunia akan merayakan Hari Air. Dalam kondisi sumber daya alam yang kini makin langka, perayaan memang lebih sering diartikan sebagai keprihatinan. Itu pula yang terjadi di Indonesia. Namun, hari peringatan itu tentunya tidak hanya dilewati dengan renungan, tapi juga usaha untuk mengatasi permasalahan air bersih. Usaha inilah yang sudah dilakukan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Bekerja sama dengan Coca Cola, Atma Jaya membuat program Water for School yang diwujudkan dengan teknologi pengelolaan air hujan untuk beberapa sekolah di Jakarta. Di sekolah seperti di SDN Pluit 01, SDN Sukaringin 01, dan SDN Pantai Harapan Jaya 01, air hujan di antaranya dimanfaatkan untuk cuci tangan murid. Dengan begitu, budaya hidup bersih dan sehat di sekolah tidak terhalang dengan masalah kelangkaan air bersih. Pemanfaatan air hujan untuk kebutuhan cuci sebenarnya sudah dilakukan beberapa institusi lain. Namun, secara luas teknologi belum diminati. Padahal, dengan angka curah hujan yang tinggi, Indonesia sudah sepantasnya melirik sumber daya alam ini untuk mengatasi masalah air bersih. Memang di beberapa wilayah kandungan asam mungkin menyebabkan kualitas air hujan kurang baik. Namun dengan teknologi yang ada, permasalahan ini mestinya dapat diatasi. (Big/M-1) MINGGU, 20 MARET 2011

Transcript of PENGRAJIN SAMPAH: MAESTRO WAYANG GOLEK: Di Desa … filepengembangan program Tata Kelola Destinasi...

Page 1: PENGRAJIN SAMPAH: MAESTRO WAYANG GOLEK: Di Desa … filepengembangan program Tata Kelola Destinasi Pariwisata ... peserta kemudian diajak mampir ke rumah pembuat gula jawa. Bukan hanya

ANDA mungkin tidak lagi antusias ketika mendengar Pantai Pangandaran. Pa-

sir putihnya yang terkenal sejak zaman Belanda memang makin terlibas oleh kios-kios pedagang.

Saat musim liburan tiba, sampah berceceran dan bahkan menumpuk sehingga pantai di pesisir Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, ini makin tidak nyaman.

Namun, kini pantai yang terletak sekitar 90 km di selatan Kota Ciamis itu masuk des-tinasi wisata pilihan Kemen-terian Kebudayaan dan Pari-wisata (Kemenbudpar). Bahkan Pangandaran menginspirasi pengembangan program Tata Kelola Destinasi Pariwisata (DMO) di daerah lain.

Bagaimana itu terjadi? Ini terkait program rehabilitasi pascatsunami sejak 2007. Pro-gram yang merupakan kerja sama Indonesia Ecotourism Network (Indecon) dan World Tourism Organization (WTO) bukan sekadar memulihkan pariwisata, melainkan juga sebuah konsep berkelanjutan.

“Berkelanjutan itu pilarnya ada tiga, secara ekonomi un-tung, lingkungannya terjaga, dan masyarakat setempatnya terlibat,” ujar Ary S Suhandi, Direktur Indecon saat ditemui di Pangandaran, Selasa (15/3).

Ary mengatakan ketiga-nya harus beriringan ka rena suksesnya saling terkait . Tanpa merasa diuntungkan, masyarakat tidak akan mau menjaga lingkungan.

Meskipun program masih dalam tahap awal, konsep keberlanjutan itu mulai terasa. Bungkus minuman seduh dari kios-kios kini dikumpulkan untuk diolah menjadi kerajinan oleh kelompok wanita perajin setempat, Campernik.

“Kami titipkan ini ke restoran-

restoran yang ada di sini dan turis bule suka sekali,” ujar Ika Sartika, dari Campernik.

Wanita berusia 27 tahun itu mengatakan usaha pengelolaan sampah yang dimulai akhir 2009 itu telah berhasil menjadi sumber penghasilan tambahan bagi 100 wanita di enam desa di Kecamatan Pangandaran itu.

Pedagang di sekitar pantai kini juga sudah tergerak untuk pembersihan pantai seminggu sekali. Di kawasan Taman Wisata Alam (TWA), kesadaran tertib membuat pedagang tidak perlu diusir-usir, untuk tidak berjualan di area dalam.

Tak hanya pantaiPangandaran kini juga bukan

hanya tentang pantai. Sejak ta-hun lalu, komunitas lokal mem-buat produk wisata menjelajah desa-desa di sekitar pantai.

Salah satunya adalah tur kelima desa yang ditawarkan komunitas Kangkareng. Sesuai dengan konsep ekoturisme tur itu dilakoni dengan mengayuh sepeda.

“Kami memang berusaha mengurangi pemakaian ken-daraan bermotor, supaya hemat

energi dan tidak membuat po-lusi,” kata Budi Nugroho, salah satu pendiri Kangkareng yang jadi pemandu pada hari itu.

Persinggahan pertama tur sejauh 5 km itu adalah di rumah perajin kerupuk Lempit, yakni kerupuk khas dengan bahan campuran udang.

Setelah melewati daerah persawahan dan kebun ke-lapa, peserta kemudian diajak mampir ke rumah pembuat gula jawa.

Bukan hanya tur industri, Budi juga mengajak bernos-talgia ke masa lampau dengan memperlihatkan rel dan stasiun tua yang berdiri sejak 1912. Tur diakhiri dengan kunjungan ke perajin wayang golek.

Dana tidak sedikitAry optimistis keuntungan

ekonomi dan ekologi dari kon-sep ekoturisme di Pangandaran bisa lebih besar. Ini, menurut-nya, berdasar dari yang sudah terjadi di kawasan wisata Gu-nung Rinjani, Lombok.

“Patroli sampah di sana berhasil menjaga lingkungan bersih, lalu secara ekonomi pemasukan pariwisata dari Desa Sembalun dan Senaru pada 2010 sudah sampai 730 juta,” jelas Ary.

Di sisi lain, konsep ekotur-isme di Pangandaran belum menyentuh energi terbarukan.

“Memang baru tahun ini akan didorong soal penggu-naan energi baru, tapi sebe-narnya yang terpenting adalah mengubah mindset (pola pikir) baru setelah itu infrastruktur,” tambahnya.

Besarnya investasi juga di-akui yang membuat perubahan infrastruktur ini menjadi pro-gram lanjutan. Sejauh ini, jelas Ary, untuk program-program sosialisasi dan dukungan un-tuk produk wisata komunitas lokal di Pangandaran, dibutuh-kan dana sekitar Rp1 miliar/

tahun. Dana itu datang dari pemerintah pusat dan provinsi.Kemenbudpar juga menggelar Cipta Award untuk memoti-vasi pariwisata berwawasan lingkungan. Parameternya nyatanya tidak jauh dengan konsep WTO.

“Untuk aspek lingkungan, yang diperhatikan misalnya kontribusi dalam pelestarian sumber daya alam, kontribusi dalam peningkatan kapasitas dan pendapatan masyarakat lokal, dan apa upaya pengelola dalam meningkatkan kesa-daran wisatawan untuk men-jaga lingkungan,” jelas Direktur Jenderal Pengembangan Desti-nasi Kemenbudpar Firmansyah Rahim saat ditemui Media Indo-nesia di Jakarta, Kamis (10/3).

Pada Cipta Award 2010, Ke-menbudpar meloloskan 15 fi nalis, salah satunya Pangan-daran. Kawasan wisata Rinjani menjadi salah satu penerima penghargaan selain juga Ta-man Nasional Tanjung Puting, Tanah Lot, dan Taman Laut Iboh. (Din/M-5)

[email protected]

GREEN CONCERN8

Tidak sekadar menikmati tempat hijau, turis juga diajak menjaga alam. Masyarakat lokal pun kecipratan untung.

BINTANG KRISANTI

FOTO-FOTO: MI/SUMARYANTO

Wisata yang Merangkul Alam

BEBAS EMISI: Sejak konsep ekoturisme diterapkan produk wisata yang ditawarkan di Pangandaran makin berkembang sekaligus berusaha merangkul alam, salah satunya dengan tur bebas emisi dengan sepeda . Konsep ekoturisme juga tidak hanya menguntungkan alam tapi juga perekonomian.

Berkelanjutan itu pilarnya ada tiga,

secara ekonomi untung, lingkungannya terjaga, dan masyarakat setempatnya terlibat.”

Ary S SuhandiDirektur Indecon

TURISME yang berwawasan lingkungan nyatanya bukan hanya dilakukan Indecon dan pemerintah. Isu lingkungan yang populer beberapa tahun ini telah pula menggerakkan perorangan, institusi, maupun perusahaan, termasuk perusa-haan media.

Green Radio, stasiun radio yang peduli pada masalah-masalah lingkungan juga memiliki program ekoturisme. Sejak pertengahan 2008, radio yang berkantor di Utan Kayu, Jakarta Timur, itu bekerja sama dengan Taman Nasional Gu-nung Gede Pangrango (TN GGP) merehabilitasi areal TN yang beralih fungsi menjadi kebun-kebun sayur.

Dengan donasi Rp108 ribu, pendengar Green Radio dapat menanam satu pohon, yang kemudian diberi nama sesuai nama adopter, di daerah Sa-rongge, Cianjur, tersebut.

Biaya tersebut selain un-tuk membeli bibit pohon dari petani juga untuk masa tiga tahun pemeliharaan. Usaha pembibitan oleh petani ini juga merupakan langkah alternatif mata pencaharian agar mereka tidak menjadikan hutan seba-gai areal kebun.

Sejauh ini Green Radio sudah berhasil menggalang 13.206 po-hon di lahan sekitar 15 hektare. Nia Dinata dan Teten Masduki

termasuk dalam sahabat Green Radio yang ikut menghijaukan lahan bekas areal Perhutani tersebut.

“Dari kegiatan adopsi pohon ini kemudian kami sediakan tempat untuk menginap. Jadi ekoturisme, tapi bukan berat ke profi t, hanya sebagai pen-dukung program rehabilitasi,” jelas Santoso, Direktur Green Radio.

Santoso menjamin bahwa turisme di TN ini tidak malah berefek negatif bagi alam.

Turisme minim emisi karena memang akses menuju areal tidak memungkinkan ken-daraan bermotor. Bangunan yang didirikan juga dipertah-ankan sederhana.

Santoso menjelaskan jumlah rumah panggung hanya be-berapa buah dan pengunjung lebih didorong untuk meng-gunakan kemah. Meski tidak menggunakan standar World Tourism Organization (WTO), Green Radio selalu menekankan keterlibatan masyarakat lokal.

Pemandu di kawasan ini merupakan petani yang se-mula menggarap lahan di area itu. “Selain karena memang mereka yang tahu medan juga menjadi sumber penghasilan. Kalau mereka tidak merasakan manfaat ekonomi, mereka tidak akan ikut menjaga,” tandasnya.(Big/M-1)

Sekaligus Adopsi Pohon

PENGRAJIN SAMPAH: Di Pangandaran juga sudah berdiri kelompok perajin, Campernik, yang mengolah sampah menjadi aksesori cantik.

MAESTRO WAYANG GOLEK: Di Desa Sukaresik, Pangandaran, wisatawan bisa belajar membuat wayang golek. Turis asing ikut berguru kepada Agus Gunawan.

PENGUSAHA KERUPUK: Persinggahan lainnya adalah usaha kerupuk Lempit. Anda bisa ikut mencicipi gurihnya kerupuk berbahan udang ini.

DOK GREEN RADIO

TipsGreen!

Memanen hujan tidak mesti dengan teknologi canggih. Lubang biopori sudah cukup berguna untuk membantu penyerapan air ke tanah.

MEMANFAATKAN AIR HUJAN

TIGA hari lagi masyarakat dunia akan merayakan Hari Air. Dalam kondisi

sumber daya alam yang kini makin langka, perayaan memang lebih sering diartikan sebagai keprihatinan.

Itu pula yang terjadi di Indonesia. Namun, hari peringatan itu tentunya tidak hanya dilewati dengan renungan, tapi juga usaha untuk mengatasi permasalahan air bersih.

Usaha inilah yang sudah dilakukan Universitas Katolik

Indonesia Atma Jaya. Bekerja sama dengan Coca Cola, Atma Jaya membuat program Water for School yang diwujudkan dengan teknologi pengelolaan air hujan untuk beberapa sekolah di Jakarta.

Di sekolah seperti di SDN Pluit 01, SDN Sukaringin 01, dan SDN Pantai Harapan Jaya 01, air hujan di antaranya dimanfaatkan untuk cuci tangan murid.

Dengan begitu, budaya hidup bersih dan sehat di sekolah tidak terhalang dengan masalah kelangkaan air bersih. Pemanfaatan air hujan untuk

kebutuhan cuci sebenarnya sudah dilakukan beberapa institusi lain.

Namun, secara luas teknologi belum diminati. Padahal, dengan angka curah hujan yang tinggi, Indonesia sudah sepantasnya melirik sumber daya alam ini untuk mengatasi masalah air bersih.

Memang di beberapa wilayah kandungan asam mungkin menyebabkan kualitas air hujan kurang baik. Namun dengan teknologi yang ada, permasalahan ini mestinya dapat diatasi. (Big/M-1)

MINGGU, 20 MARET 2011