PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi...

73
PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI ALTERNATIF PANGAN DARURAT SKRIPSI MELIA CHRISTIAN F24070123 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Transcript of PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi...

Page 1: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI

ALTERNATIF PANGAN DARURAT

SKRIPSI

MELIA CHRISTIAN

F24070123

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Page 2: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

PROCESSING OF BANANA BARS WITH INULIN AS EMERGENCY FOOD

Melia Christian, Ratih Dewanti-Hariyadi, Elvira Syamsir, and Rohmah Luthfiyanti

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology,

Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java,

Indonesia

Phone +62 857 24032076, E-mail: [email protected]

ABSTRACT

There have been many disasters happened in Indonesia and as a consequence, many families

had to stay in temporary camps. One of the problems related to this situation is providing an

adequate, convenient, and nutritious foods for the refugees to maintain their health status in good

condition especially for the first few days until the stable food come. According to Zoumas et al

(2002), emergency food product must contain10-15% protein, 35-45% fat, and 40 to 50 percent

carbohydrate. One of the examples of an emergency food product is a snack bar. The objective of this

study was to obtain the best formulation, baking temperature and time to produce banana bars

acceptable by sensory evaluation and contained energy that meet emergency food requirements. This

research consisted of three steps. First step was to produce banana and tempe flour as the primary

ingredients of the banana bars, second step was to obtain the best formulation and baking parameters

to produce acceptable bars based on sensory evaluation, and the third step was reformulation to adjust the macronutrient content of the banana bars and physico-chemical analysis of the products.

The first step of the research resulted in banana and tempe flour similar to those obtained by other

researchers. The second step produced formula II containing 28.57% banana and tempe flour,

42.86% glutinous rice flour and margarine, 57.14% sugar, 5.71% inulin, and 22.86% water and

baking parameters of 100oC for 20 minutes followed by baking at 140oC for 40 minutes. Using the

formula and baking parameters above, banana bars was analyzed for proxymate analysis, however,

the results indicated that the macronutrient of protein did not meet the requirement of emergency food

product. Therefore, a reformulation was conducted to produce desired product in step three. In the

third step, four formulations containing banana flour, tempeh flour and inulin were evaluated for

proxymate analysis, physical, microbiological and sensory evaluation Because of the reformulation,

baking temperature and time was also adjusted. Based on the result of this research, the best baking

parameters was 100oC for 20 minutes and then raised to 130oC for 40 minutes. Based on the overall attribute of sensory evaluation, formula A and D was not significantly different and both of them were

the most preferred product by panelists. The formulation resulted in products containing energy of

111.72 calories and 110.60 calories. Macronutrient content of formula A didn’t meet the requirement

of emergency food product, but macronutrient content of formula D meet the requirement of

emergency food product. So, formula D was evaluated in other evaluation. Evaluation of banana bars

made with formula D suggested that the water activity was 0.308 in 30.3oC. Texture analysis of the

banana bar showed that product had peak force of (+) 1921.3 g force; 0.870 mm that showed the

value of hardness. The banana bar produced was crunchy, crispy, and did not form crumb. The colour

of the product was golden brown and analysis of the product showed L value of 47.75%, a value of

+9.68, b value of +24.43 and oHue value of 68.38. The microbiological result shows that all of the

formulation has a Total Plate Count of < 2.5 x 102 col/gr and Total Mold of < 1.5 x 101 col/gr which were lower than that required for cookies 1 x 106col/gr for Total Plate Count and 1 x 102col/gr for

Total Mold.

Keywords : emergency food, snack bars, banana, tempeh, inulin

Page 3: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

MELIA CHRISTIAN. F24070123. Pengolahan Banana Bars dengan Inulin sebagai Alternatif

Pangan Darurat. Di bawah bimbingan Ratih Dewanti-Hariyadi, Elvira Syamsir, dan Rohmah

Luthfiyanti. 2011

RINGKASAN

Banyaknya bencana yang timbul di wilayah Indonesia telah menelan banyak korban jiwa dan

menyebabkan banyak warga harus tinggal di tempat pengungsian yang minim akan ketersediaan air

bersih dan kesulitan untuk memperoleh sumber bahan bakar untuk membuat makanan. Oleh karena

itu, diperlukan bantuan makanan yang dapat langsung dikonsumsi yang berupa pangan darurat.

Pangan darurat (EFP) merupakan pangan yang dirancang khusus untuk dikonsumsi pada situasi

yang tidak normal seperti banjir, longsor, gempa bumi, musim kelaparan, kebakaran, peperangan dan

kejadian lain yang mengakibatkan manusia tidak dapat hidup secara normal. Pangan darurat dapat

dikonsumsi selama 15 hari sampai bantuan pangan datang. Untuk memenuhi kebutuhan kalori

manusia per harinya, EFP harus memiliki kandungan kalori 2100 kkal/hari dengan persentasi kalori

protein sebesar 10-15%, lemak 35-45%, dan karbohidrat 40-50%.

Pangan darurat untuk korban bencana harus memiliki bentuk yang dapat langsung dikonsumsi

(ready to eat). Pangan darurat dapat dibuat dalam berbagai bentuk seperti kue satu, kue sagu, dodol,

nasi dalam kaleng, bars, biskuit ataupun cookies. Pangan darurat dapat dibuat dari bahan baku lokal

seperti tepung pisang, tepung tempe, tepung ketan, dan sebagainya sehingga produk dengan bahan

lokal ini dapat dikembangkan dan diproduksi oleh daerah. Bentuk pangan darurat yang berupa bars ini

dipilih dengan pertimbangan kemudahan konsumsinya. Tepung tempe berfungsi sebagai sumber

protein sedangkan tepung ketan berfungsi sebagai sumber karbohidrat.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan formulasi, suhu dan waktu

pemanggangan yang tepat agar dihasilkan karakteristik (fisik, kimia, dan mikrobiologi) bars yang

dapat diterima dengan kandungan energi yang mampu memenuhi persyaratan pangan darurat. Untuk

memenuhi tujuan tersebut maka dibuatlah pangan darurat berbentuk bars. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah tahap pembuatan tepung

pisang dan tepung tempe sebagai bahan baku banana bars. Tahap kedua adalah optimasi proses

pemanggangan yang meliputi pencarian formulasi, suhu, dan waktu pemanggangan yang terbaik.

Tahap ketiga adalah tahap reformulasi dan analisis proksimat, fisik, kimia, dan mikrobiologi.

Tahap pertama dilakukan pembuatan tepung pisang dan tepung tempe dengan metode kering

yang kemudian hasil analisis proksimatnya dibandingkan dengan penelitian terdahulu milik Hermanto

(1991) dan Mardiah (1994) sebagai acuan. Berdasarkan hasil analisis proksimat kadar air, abu, lemak,

protein, dan karbohidrat dari tepung pisang dan tepung tempe telah mendekati hasil penelitian acuan.

Pada tahap kedua dilakukan formulasi bars dengan penentuan suhu dan waktu pemanggangan

agar dapat menghasilkan formula dengan karakteristik sensori yang dapat diterima. Formula awal

yang digunakan didasarkan pada modifikasi dari penelitian Ferawati (2009) yang kemudian dianalisis

organoleptik dan dipilih satu formula terbaik yang kemudian dimodifikasi agar kandungan

makronutriennya dapat memenuhi persyaratan pangan darurat. Modifikasi formula ini kemudian

digunakan dalam penentuan optimasi proses pemanggangan. Berdasarkan hasil uji organoleptik

diperoleh satu formula yang disukai yaitu formula II dengan suhu awal pemanggangan 100oC selama

20 menit kemudian dinaikkan menjadi 140oC selama 40 menit.

Tahap terakhir dari penelitian ini adalah tahap reformulasi dimana keempat formula yang

digunakan dalam penentuan suhu dan lama waktu pemanggangan diuji secara fisik, kimia,

Page 4: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

mikrobiologi, dan organoleptik. Tahap reformulasi dilakukan karena kandungan makronutrien protein

pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada

bahan penyumbang makronutriennya. Tahap ini menggunakan empat formula yang dibedakan pada

kandungan tepung tempe, tepung ketan, dan inulin. Empat formula ini kemudian ditentukan suhu dan

lama waktu pemanggangannya. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh suhu dan lama waktu

pemanggangan terbaik adalah suhu 100oC selama 20 menit kemudian dinaikkan menjadi 130oC

selama 40 menit.

Pada keempat banana bars hasil reformulsi dianalisis proksimat agar dapat dihitung

kandungan energi dan makronutriennya telah memenuhi persyaratan pangan darurat, analisis fisik,

dan analisis mikrobiologi. Kemudian keempat formula ini dilakukan pengujian organoleptik terhadap

atribut rasa, tektur, aroma, warna, dan overall. Formula terbaik dipilih berdasarkan hasil uji

organoleptik terhadap atribut overall dan kandungan nilai sumbangan makronutriennya terhadap

persyaratan pangan darurat. Berdasarkan hasil uji organoleptik, formula Adan formula D memiliki

skor 6 (suka) sedangkan B dan C memiliki skor 5 (agak disukai). Formula A tanpa inulin memiliki

kandungan energi sebesar 111.72 kkal namun kandungan makronutrien proteinnya belum sesuai

dengan persyaratan pangan darurat yaitu 8.59% sedangkan persyaratan pangan darurat adalah 10-

15%. Formula B memiliki nilai energi sebesar 110.94 kkal dengan kandungan makronutrien yang

telah memenuhi persyaratan pangan darurat (lemak 35-45%, protein 10-15%, dan karbohidrat 40-

50%), namun formula ini tidak mengandung inulin. Formula C dengan inulin memiliki nilai energi

sebesar 111.68 kkal namun kandungan makronutrien proteinnya belum memenuhi persyaratan pangan

darurat. Formula D dengan inulin memiliki kandungan energi sebesar 110.60 kkal dengan kandungan

makronutrein yang memenuhi persyaratan pangan darurat. Bila dilihat dari nilai energi dan

pemenuhan kebutuhan makronutrien yang dimiliki setiap formula maka formula yang dapat dipilih

untuk dikembangkan sebagai alternatif pangan darurat adalah formula B dan D. Formula B merupakan

formula yang sama dengan formula D, namun formula B tidak mengandung inulin. Formula B dapat

dipilih sebagai formula terbaik bila ingin meminimalkan biaya produksi karena tidak menggunakan

inulin. Namun, dalam rangka mengembangkan inulin sebagai sumber serat dan prebiotik maka

formula terbaik yang dipilih adalah formula D.

Formula D dengan rasa enak, aroma yang menyerupai cookies dengan ada sedikit aroma tempe

tersebut disarankan untuk dikembangkan pada skala yang lebih besar. Analisis fisik berupa aw

memberikan nilai sebesar 0.308 pada suhu 30.3oC. Analisis tekstur memberikan nilai peak force (+)

sebesar 1921.3 g force; 0.870 mm dengan tekstur yang renyah, garing, dan tidak beremah. Analisis

warna memberikan nilai L sebesar 47.75%, a sebesar +9.68, b sebesar +24.43 dan oHue sebesar 68.38

dengan warna yang dilihat adalah coklat keemasan. Hasil analisis mikrobiologi Formula D

memberikan nilai TPC sebesar TPC < 2.5 x 102 kol/gr dan hasil Total Kapang-Khamir < 1.5 x 10

1

kol/gr. Jumlah TPC maksimum yang dapat dimiliki oleh produk cookies adalah 1 x 106 kol/gr dan

Total Kapang sebesar 1 x 102 kol/gr. Dengan demikian, produk banana bars dapat dikonsumsi karena

memiliki kandungan mikroba tidak melebihi batas yang ditetapkan. Kadar inulin yang dimiliki

formula D sebesar 9.18 g/100 g.

Page 5: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN

SEBAGAI ALTERNATIF PANGAN DARURAT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

MELIA CHRISTIAN

F24070123

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Page 6: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

Judul Skripsi : Pengolahan Banana Bars dengan Inulin sebagai Alternatif Pangan

Darurat

Nama : Melia Christian

NIM : F24070123

Menyetujui,

Bogor, 14 Oktober 2011

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc Elvira Syamsir, STP, MSi

NIP 19620920 198603 2 002 NIP 19690809 199512 2 001

Pembimbing III

Rohmah Luthfiyanti, STP

NIP. 19780702 200502 2 001

Mengetahui:

Plt. Ketua Departemen ITP

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si

NIP. 19610802 198703 2 002

Tanggal sidang : 19 September 2011

Page 7: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengolahan

Banana Bars dengan Inulin sebagai Alternatif Pangan Darurat adalah hasil karya sendiri

dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan B2PTTG LIPI Subang, dan belum diajukan

dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

Yang membuat pernyataan

Melia Christian

F 24070123

Page 8: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

© Hak cipta milik Melia Christian, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,

fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

Page 9: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Cirebon, 31 Mei 1989. Penulis adalah anak pertama dari

dua bersaudara pasangan Christian dan Lusiana. Penulis menempuh

pendidikan Sekolah dasar di SD Santa Maria Cirebon pada tahun 1995-2001,

pendidikan Menengah Pertama di SMP Santa Maria Cirebon pada tahun

2001-2004, dan pendidikan Menengah Atas di SMA Santa Maria I Cirebon

pada tahun 2004-2007. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada

tahun 2007 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama di perkuliahan penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan seperti Journalistic Fair (JF),

Gebyar Nusantara (Genus), National Student Paper Competition (NSPC), Indonesia Food Expo

(IFOODEX), Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan (LCTIP) serta kegiatan organisasi KEMAKI IPB.

Penulis juga pernah bekerja sebagai asisten praktikum fisika (FMIPA), penyiar radio Agri FM, dan

sebagai pengajar kalkulus FORCES.

Page 10: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Yang Maha Kuasa atas karunia-Nya sehingga skripsi ini

berhasil diselesaikan. Dengan terselesaikannya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis

ingin menyampaikan penghargaan dan terma kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Mama Lusiana dan papa Christian serta adikku tersayang Deny Christian yang telah memberikan

nasihat, semangat serta dorongan motivasi yang sangat membantu penulis menyelesaikan tugas

akhir ini.

2. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc. dan Elvira Syamsir, STp, MSi selaku dosen pembimbing

akademik yang telah memberikan bimbingan dan saran selama penulisan skripsi ini, ilmu

pengetahuan, pandangan-pandangan, serta nasihat-nasihat yang dapat membuka wawasan penulis

serta memotivasi penulis untuk terus bersemangat mengerjakan dan memberikan hasil yang

terbaik.

3. Rohmah Luthfiyanti, STP selaku pembimbing lapang yang selalu memberi semangat dan petunjuk

untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

4. B2PTTG LIPI Subang yang telah memberikan topik dan bantuan dana untuk menyelesaikan

skripsi ini.

5. Laboran-laboran di ITP, khususnya Pak Gatot, Bu Antin, Bu Rubiyah, Pak Wahid, Pak Yahya

yang telah membantu penulis menggunakan alat-alat untuk penelitian. Teknisi-teknisi di

SEAFAST CENTRE khususnya Pak Jun dan Pak Nur yang telah membantu penulis menggunakan

dan menjaga bahan-bahan yang ditinggalkan di lab.

6. Ii, iwat, sai, uu, kodut, dan cici Yuli yang telah memberikan dorongan moril maupun materiil

kepada penulis.

7. Teman senasib seperjuangan Ni Putu Ayu Lestari yang sangat berjasa bagi penulis dan Iman

Indrajaya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.

8. Sahabat terbaik yang tak terlupakan Nita Yuliani, Theodora Meiliana, Marvin Lucky, Reggie

Surya, Eliana Susilo, Michael Devega, Yohana Maria Leoni, Irsyad, dan Kenny Muliawan yang

telah membantu penulis dalam memberikan masukan dan mengerjakan skripsi ini.

9. Teman-teman ITP 44: tante Mei, Bertha, Tece yang telah memberikan tumpangan, Andrew,

Khafid, Mba Mus, Ricky S, Dhina, Sisca, Indri, Romulo, Kurnia, Yesicca, Budel, Anya, Ale,

Irwan, Agy, Leo, Lisa, Marki, Amel, Tiara dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu

per satu serta teman-teman ITP 45 dan ITP 46 yang telah membantu penulis.

10. Pihak yang belum disebutkan namanya semoga kebaikannya dapat dibalas oleh Tuhan Yang Maha

Kuasa.

Semoga informasi pada skripsi ini dapat digunakan oleh pihak lain dalam pengembangan

ilmu pengetahuan. Terima kasih.

Bogor, 14 Oktober 2011

Melia Christian

Page 11: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................................................. iv

DAFTAR TABEL ......................................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................................. viii

I. PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG ....................................................................................................... 1

B. TUJUAN PENELITIAN .................................................................................................... 2

C. MANFAAT ....................................................................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................... 3

A. PANGAN DARURAT ...................................................................................................... 3

B. PRODUK PANGAN DARURAT KOMERSIAL .............................................................. 4

1. SNACK BARS ............................................................................................................... 4

2. MEAL READY TO EAT ................................................................................................ 4

3. CAMPING POUCH PRODUCT ................................................................................... 5

4. LONG SHELF LIFE FOOD PRODUCT ....................................................................... 5

C. PENELITIAN TENTANG PANGAN DARURAT DI INDONESIA .................................. 6

D. INGRIDIEN PANGAN ..................................................................................................... 9

1. TEPUNG PISANG ....................................................................................................... 9

2. TEPUNG TEMPE ........................................................................................................ 10

3. TEPUNG BERAS KETAN PUTIH .............................................................................. 10

4. INULIN ....................................................................................................................... 11

E. PROSES PEMANGGANGAN DAN MUTU BANANA BARS............................................... 13

III. METODE PENELITIAN ......................................................................................................... 15

A. BAHAN DAN ALAT ........................................................................................................ 15

B. METODE PENELITIAN ................................................................................................... 15

1. PENGOLAHAN BAHAN BAKU ............................................................................... 16

1.1. PEMBUATAN TEPUNG PISANG ..................................................................... 16

1.2. PEMBUATAN TEPUNG TEMPE ....................................................................... 17

2. OPTIMASI PROSES PENGOLAHAN BANANA BARS .............................................. 18

3. REFORMULASI BANANA BARS ............................................................................... 20

C. METODE ANALISIS ....................................................................................................... 21

1. KADAR AIR .............................................................................................................. 21

2. KADAR ABU ............................................................................................................ 21

3. KADAR PROTEIN .................................................................................................... 22

4. KADAR LEMAK ....................................................................................................... 22

5. KADAR KARBOHIDRAT ......................................................................................... 22

6. KADAR SERAT KASAR .......................................................................................... 22

7. UJI KADAR INULIN ................................................................................................. 23

8. PENGUKURAN AKTIVITAS AIR ............................................................................ 23

9. ANALISIS TEKSTUR ............................................................................................... 24

10. ANALISIS WARNA .................................................................................................. 24

11. UJI ORGANOLEPTIK ............................................................................................... 24

12. UJI MIKROBIOLOGI ................................................................................................ 25

Page 12: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................................. 26

A. PENGOLAHAN BAHAN BAKU ..................................................................................... 26

1. PEMBUATAN TEPUNG PISANG............................................................................. 26

2. PEMBUATAN TEPUNG TEMPE .............................................................................. 27

B. OPTIMASI PROSES PENGOLAHAN BANANA BARS ..................................................... 28

C. REFORMULASI BANANA BARS ...................................................................................... 33

D. ANALISIS PROKSIMAT, FISIK, DAN MIKROBIOLOGI ............................................... 34

E. UJI ORGANOLEPTIK ...................................................................................................... 37

F. PEMILIHAN FORMJULA TERBAIK .............................................................................. 38

G. PERBANDINGAN PERKIRAAN NILAI ENERGI DENGAN NILAI ENERGI AKTUAL 39

V. SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................................................... 41

A. SIMPULAN ..................................................................................................................... 41

B. SARAN ........................................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 42

LAMPIRAN .................................................................................................................................. 48

Page 13: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Syarat Mutu Cookies berdasarkan Standar Nasional Indonesia .......................................... 7

Tabel 2. Komposisi dan nilai energi untuk pangan darurat .............................................................. 8

Tabel 3. Komposisi dan nilai energi snack bars............................................................................... 9

Tabel 4. Kandungan inulin dalam beberapa bahan makanan ............................................................ 12

Tabel 5. Perkiraan kandungan gizi dan energi dari bahan penyusun EFP ......................................... 19

Tabel 6. Formula Banana bars ....................................................................................................... 19

Tabel 7. Suhu dan waktu pemanggangan dengan oven baking Getra .............................................. 19

Tabel 8. Suhu dan waktu pemanggangan dengan oven baking Mermet ............................................ 20

Tabel 9. Reformulasi formula II ..................................................................................................... 21

Tabel 10. Pengaturan Texture Analyzer pada pengukuran bars ........................................................ 24

Tabel 11. Hasil analisis proksimat tepung pisang ............................................................................ 26

Tabel 12. Hasil analisis proksimat tepung tempe............................................................................. 27

Tabel 13. Formula Banana bars ..................................................................................................... 30

Tabel 14. Reformulasi Formula II .................................................................................................. 32

Tabel 15. Hasil Analisis Proksimat Banana bars ............................................................................ 34

Tabel 16. Karakteristik banana bars ............................................................................................... 37

Tabel 17. Perbandingan nilai energi perkiraan dan hasil analisis proksimat ..................................... 40

Page 14: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur kimia inulin ..................................................................................................... 12

Gambar 2. Diagram alir penelitian.................................................................................................. 15

Gambar 3. Pisang nangka yang dibuat tepung ................................................................................. 16

Gambar 4. Diagram alir pembuatan tepung pisang .......................................................................... 17

Gambar 5. Tempe yang mengalami fermentasi satu hari ................................................................. 17

Gambar 6. Diagram alir pembuatan tepung tempe .......................................................................... 18

Gambar 7. Diagram alir pembuatan banana bars formula awal ....................................................... 18

Gambar 8. Diagram alir pembuatan banana bars dengan inulin ...................................................... 20

Gambar 9. Banana bars yang mengalami case hardening ............................................................... 29

Gambar 10. Histogram uji rating hedonik terhadap atribut rasa ....................................................... 30

Gambar 11. Ketidaseragaman warna banana bars .......................................................................... 31

Gambar 12. Histogram Uji Rating Hedonik 1 ................................................................................. 32

Gambar 13. Banana bars perlakuan 1, 2, 3, dan 4 ........................................................................... 32

Gambar 14. Banana bars hasil reformulasi ..................................................................................... 34

Gambar 15. Histogram Uji Rating Hedonik 2 ................................................................................. 38

Page 15: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Formula Awal Banana Bars ....................................................................................... 49

Lampiran 2a. Perkiraan energi Formula A hasil reformulasi ............................................................ 50

Lampiran 2b. Perkiraan energi Formula B hasil reformulasi ............................................................ 51

Lampiran 2c. Perkiraan energi Formula C hasil reformulasi ............................................................ 52

Lampiran 2d. Perkiraan energi Formula D hasil reformulasi ........................................................... 53

Lampiran 3a. Perhitungan Energi Formula A (per bar) ................................................................... 54

Lampiran 3b. Perhitungan energi Formula B (per bar) .................................................................... 54

Lampiran 3c. Perhitungan Energi Formula C (per bar) ................................................................... 54

Lampiran 3d. Perhitungan Energi Formula D (per bar) ................................................................... 54

Lampiran 4. Kuisioner uji rating hedonik 1..................................................................................... 55

Lampiran 5. Kuisioner uji rating hedonik 2..................................................................................... 56

Lampiran 6a. Hasil uji rating hedonik rasa...................................................................................... 57

Lampiran 6b. Hasil uji rating hedonik rasa ..................................................................................... 57

Lampiran 6c. Hasil uji rating hedonik rasa ..................................................................................... 57

Lampiran 6d. Hasil uji rating hedonik warna .................................................................................. 58

Lampiran 6e Hasil uji rating hedonik overall .................................................................................. 58

Page 16: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bencana alam yang terjadi di Indonesia telah menelan banyak korban jiwa dalam waktu

singkat dan sebagian dari mereka harus tinggal di tempat pengungsian. Salah satu bencana alam

yang pernah terjadi di Indonesia adalah bencana Gunung Merapi. Jumlah pengungsi di Jawa

Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencapai 278403 jiwa (Anonim, 2011). Tempat

pengungsian yang ada di Indonesia umumnya masih minim akan ketersediaan air bersih dan bahan

bakar untuk memasak. Oleh karena itu, diperlukan bantuan pangan yang dapat langsung

dikonsumsi dan tidak memerlukan pengolahan namun dapat memenuhi kebutuhan gizi per harinya

(2100 kkal). Pemberian bantuan pangan berupa mi instan, bubur instan, ataupun beras kurang

efektif karena memerlukan pengolahan sebelum dikonsumsi. Kandungan gizinya pun hanya

terbatas pada karbohidrat saja, sedangkan untuk pertumbuhan manusia, khususnya anak-anak

memerlukan zat gizi lain seperti lemak, protein, vitamin, dan mineral.

Jenis pangan yang dibutuhkan oleh para korban bencana alam seharusnya yang bersifat ready

to eat (siap santap) sehingga memudahkan para korban untuk mengonsumsinya. Selain itu,

memiliki kandungan karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral yang mencukupi kebutuhan

gizinya sehingga bukan hanya mengenyangkan tetapi juga menyehatkan dan nilai kalorinya sesuai

seperti kebutuhan manusia normal sehari-harinya. Pangan yang diberikan diharapkan bukan hanya

dapat mengganjal perut, tetapi juga dapat berfungsi sebagai pengganti sarapan dan makan yang

mampu memberikan energi dalam jumlah yang cukup. Salah satu alternatif pangan yang dapat

diberikan pada para pengungsi adalah pangan darurat.

Pangan darurat (Emergency Food Product, EFP) merupakan pangan yang dalam keadaan

darurat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan konsumsi harian energi dan gizi manusia sebesar

2100 kkal yang terjadi bila dalam keadaan darurat (IOM, 1995b). Keadaan darurat yang

dimaksudkan adalah banjir, longsor, gempa bumi, musim kelaparan, kebakaran, peperangan, dan

kejadian lain yang mengakibatkan manusia tidak dapat hidup secara normal (USAID, 2001b).

Pemberian pangan darurat bertujuan untuk mengurangi timbulnya penyakit atau kematian diantara

pengungsi dengan menyediakan pangan bernutrisi yang sesuai dengan asupan harian selama lima

belas (15) hari, terhitung mulai terjadinya pengungsian. Pangan darurat harus mampu memenuhi

kebutuhan kalori sehari (2100 kkal) yang dapat disumbangkan oleh protein sebesar 10- 15%, 35-

45% lemak, dan 40-50% karbohidrat dari total kalori (Zoumas, et al., 2002).

Salah satu contoh produk pangan darurat yang memiliki umur simpan yang cukup lama

adalah food bars. Food bars merupakan salah satu produk pangan olahan kering berbentuk batang

yang memilliki nilai aw rendah yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba sehingga memiliki

umur simpan yang cukup panjang. Cara pembuatannya pun mudah dan dapat diaplikasikan pada

Usaha Kecil Menengah (UKM). Selain itu, produk food bars dapat memenuhi kebutuhan energi

per hari sebesar 2100 kkal dengan sumbangan makronutrien yang dirancang untuk memenuhi

standar pangan darurat yaitu protein sebesar 10-15%, lemak sebesar 35-45%, dan karbohidrat 40-

50% (Zoumas et al., 2002). Food bars memiliki bentuk batang yang memudahkan dalam

pengemasan dan penghematan tempat sehingga proses pendistribusian menjadi lebih efisien.

Produk food bars dapat dibuat dari berbagai macam bahan baku. Food bars yang dibuat pada

penelitian ini adalah banana bars. Banana bars ini dapat dibuat di berbagai daerah penghasil

pisang di Indonesia seperti daerah Subang yang banyak menghasilkan pisang nangka. Tepung

pisang nangka dijadikan sebagai salah satu bahan baku utama banana bars. Pengolahan pisang

nangka menjadi tepung bertujuan untuk meningkatkan daya simpan sebelum diolah lebih lanjut.

Page 17: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

2

Selain itu, tepung pisang nangka memiliki aroma yang cukup kuat, harganya cukup murah, dan

memiliki banyak kandungan gizi.

Sumber protein yang digunakan pada banana bars adalah tepung tempe yang memiliki nilai

protein dan daya cerna yang lebih tinggi dibandingkan tepung kedelai. Selain itu, tepung tempe

tidak menimbulkan pengaruh negatif seperti lactose intolerance yang dapat ditimbulkan bila

penderitanya mengonsumsi susu sebagai sumber protein. Tempe juga merupakan bahan baku yang

murah, mudah diperoleh, dan mudah dibuat menjadi tepung tempe. Sumber karbohidrat pada

banana bars adalah tepung ketan yang berfungsi sebagai pengganti terigu. Inulin yang

ditambahkan pada produk banana bars dapat memperbaiki kondisi sistem pencernaan para

pengungsi karena berfungsi sebagai prebiotik. Inulin yang digunakan pada banana bars

merupakan inulin komersial yang berfungsi sebagai bahan pengental, memperbaiki tekstur,

memperkaya kandungan serat, dan berperan sebagai prebiotik (Franck dan Leenher, 2005).

B. TUJUAN PENELITIAN

1. Mendapatkan formulasi dan proses pemanggangan (suhu dan waktu) pembuatan pangan darurat

berbentuk bar dari bahan dasar tepung pisang, tepung ketan, tepung tempe, dan inulin yang

dapat memenuhi kebutuhan 2100 kkal/hari dengan sifat fisikokimia, mikrobiologis, dan sifat

sensori yang dapat diterima.

2. Mengevaluasi karakteristik (fisik, kimia, mikrobiologi, dan sensori) produk food bars yang

dihasilkan dengan metode pengolahan yang tepat.

C. MANFAAT

Manfaat dari penelitian ini adalah dihasilkannya EFP berbahan baku lokal dengan inulin yang

menghasilkan kalori yang cukup (2100 kkal/hari) dan memenuhi persyaratan mutu dan keamanan

pangan serta dapat digunakan sebagai camilan bergizi.

Page 18: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

3

II.TINJAUAN PUSTAKA

A. PANGAN DARURAT

Pangan darurat merupakan pangan khusus yang dikonsumsi pada saat darurat untuk

memenuhi kebutuhan konsumsi harian manusia (2100 kkal) (Zoumas et al., 2002). Tujuan utama

dari pangan darurat ialah mengurangi timbulnya penyakit atau jumlah kematian diantara para

pengungsi dengan menyediakan pangan bergizi lengkap sebagai sumber energi satu-satunya

selama lima belas (15) hari. Waktu tersebut dihitung mulai dari pengungsian terjadi. Agar dapat

disebut sebagai pangan darurat, maka pangan tersebut harus memenuhi karakteristik pangan

darurat yaitu aman dikonsumsi dengan warna, bau, aroma, tekstur dan penampakan yang dapat

diterima, memiliki nutrisi yang cukup, dapat diterima, mudah dipindahkan, dan mudah digunakan.

Selain itu, terdapat beberapa faktor pendukung kelima karakteristik tersebut, yaitu stabilitas

mikroba, ketahanan nutrisi dan stabilitas kimia, flavor dan pewarna, komposisi, uji penerimaan

prototipe produk, pengemasan, konfigurasi produk, dan metode produksi.

Pangan darurat sangat diperlukan untuk membantu para pengungsi saat terjadi bencana alam.

Pangan darurat diharapkan dapat disimpan sebagai stok sehingga saat bencana alam terjadi dapat

langsung digunakan. Pemberian produk pangan darurat dilakukan bersama-sama dengan

pemberian air minum untuk menurunkan tekanan osmotik pangan berkalori tinggi ini. Pemberian

produk ini bermanfaat untuk mempertahankan kehidupan sampai isolasi daerah dapat dibuka atau

ketika kehidupan normal telah berlangsung.

Pangan darurat dapat dikelompokkan dalam dua bagian yaitu produk pangan yang dirancang

untuk kondisi dimana air bersih dan bahan bakar untuk memasak masih tersedia, dan produk

pangan yang dirancang untuk menghadapi situasi dimana air bersih tidak tersedia dan tidak bisa

memasa. Pangan darurat juga diharapkan dapat dikonsumsi oleh berbagai kalangan usia (bayi

berusia 0-12 bulan tidak termasuk di dalamnya). Di Indonesia saat ini sudah banyak berkembang

pangan darurat untuk kepentingan tentara di lapangan namun belum banyak dikembangkan

pangan darurat untuk korban bencana alam. Bahan baku pangan darurat yang akan dikembangkan

untuk korban bencana alam dapat berasal dari bahan baku lokal yang dapat meminimalkan biaya

produksi.

Pangan darurat harus memenuhi kebutuhan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh (2100 kkal)

dari berbagai komponen makronutrien penyumbang energi dengan kadar air yang rendah. Jumlah

lemak yang direkomendasikan oleh Zoumas, et al (2002) adalah 35-45% dari total kalori yang

dibutuhkan atau sekitar 9-12 gram per 50 gram. Bila jumlah lemak lebih dari 45% total energi

maka produk akan menjadi kurang stabil.

Makronutrien lainnya selain lemak adalah protein. Protein dalam pangan darurat adalah 10-

15% dari total energi atau sekitar 7.9 gram per 50 gram. Jumlah ini direkomendasikan untuk

menghindari timbulnya gangguan pada ginjal dan rasa haus yang berlebihan (Zoumas et al, 2002).

Sumber utama karbohidrat ialah pati yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan spesifik

untuk rasa, palatabilitas, stabilitas dan fungsi metabolik. Karbohidrat memberikan sumbangan

energi sebesar 40-50% dari total 700 kkal atau 23-35 gram per 50 gram. Karbohidrat merupakan

salah satu sumber utama energi pada produk pangan darurat di samping lemak, memberikan rasa

manis, menghasilkan sifat-sifat fisik yang diinginkan pada produk dan juga berperan penting

dalam penyerapan natrium untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit tubuh. Sumbangan

energi lemak, protein, dan karbohidrat ini diperoleh dari nilai energi masing-masing makronutrien

terhadap total energi per bar dikalikan 100 persen.

Page 19: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

4

Komposisi bahan yang akan digunakan harus mengandung nilai nutrisi tertentu. Pangan

darurat akan didistribusikan pada berbagai etnis dan kultur. Oleh karena itu, alkohol maupun

produk hewan selain susu sebaiknya tidak digunakan. Penggunaan bahan makanan yang dikenal

dapat menimbulkan alergi, sebaiknya dihindari. Menurut Zoumas, et al., (2002) ada beberapa

bahan yang direkomendasikan sebagai sumber gizi:

a. Sumber karbohidrat: tepung terigu, jagung, oats, tepung beras

b. Sumber protein: produk-produk kacang seperti konsentrat atau isolat protein; susu bubuk

seperti kasein dan turunannya; campuran antara bahan dasar serealia dan protein harus

memiliki skor asam amino ≥ 1.0

c. Sumber lemak: hidrogenasi parsial dari kacang kedelai, minyak kanola, minyak bunga

matahari

d. Gula: glukosa, high fructose corn syrup, maltodekstrin

e. Vitamin dan mineral juga dapat ditambahkan untuk meningkatkan profil produk

B. PRODUK PANGAN DARURAT KOMERSIAL

Pangan darurat telah berkembang di berbagai negara. Pangan darurat memiliki beberapa

bentuk diantaranya Snack Bars, Meal Ready To Eat, Camping Pouch Product, Long Shelf Life

Food Supply. Produk pangan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai produk pangan darurat

adalah bars. Produk ini lebih dipilih daripada bentuk pangan lain seperti pangan kalengan ataupun

pangan semi basah disebabkan oleh ketahanannya saat didistribusikan. Pangan dalam bentuk bars

(batang) memiliki tingkat keawetan yang lebih tinggi dibandingkan bentuk lainnya, tahan

mengalami guncangan ataupun lemparan karena tekturnya yang kokoh, tidak mudah hancur, dan

tidak rapuh.

1. Snack bars

Merupakan cookies yang difomulasi secara khusus sehingga tidak menyebabkan rasa haus

dan memiliki kandungan protein tinggi, berbentuk batang yang biasa dikonsumsi di sela-sela

waktu makan. Menurut Ryland (2010), snack bars dapat memenuhi permintaan konsumen akan

gizi, kenyamanan, dan rasa yang dapat memenuhi rasa lapar dalam waktu singkat sampai makanan

utama berikutnya disantap. Ada tiga jenis snack bars. Jenis pertama merupakan cereal bars atau

sarapan dengan sereal sebagai bahan utama dan bahan seperti kacang atau buah-buahan, dengan

madu, atau karamel sebagai binder. Contohnya adalah granola bars, yang biasanya dikonsumsi

saat sarapan. Jenis kedua adalah chocolate bars contohnya permen atau coklat yang berbentuk

batang. Produk chocolate bars komersial adalah ”Snickers” dan ”Mars”. Jenis ketiga adalah

energy bars yang biasanya mengandung sekitar 200-300 kalori per bar. Jenis ini biasanya dimakan

oleh pengendara sepeda motor, pelari, dan atlet. Energy bars mengandung kalori seimbang,

karbohidrat, protein, dan lemak. Menurut Aigster (2011), bars dengan nutrisi yang seimbang

kalori, lemak, karbohidrat, dan protein, vitamin dan mineralnya sedang dicari untuk

dikembangkan. Setiap bar mengandung vitamin dan mineral dalam jumlah berlebih. Produk ini

memilki umur simpan sekitar lima tahun dan dapat disimpan pada kisaran temperatur yang

ekstrem (-54.2oC sampai dengan 134oC).

2. Meals Ready to Eat (MRE)

Produk jenis ini merupakan salah satu bentuk makanan untuk keperluan militer. Awalnya

produk ini dikembangkan untuk program luar angkasa dan kemudian berkembang menjadi

makanan militer dan sekarang digunakan oleh petualang padang gurun. MRE bisa dibuat dengan

Page 20: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

5

mengombinasikan beberapa jenis pangan untuk memenuhi kriteria menu lengkap, dikemas dalam

satu wadah yang ringan, sehingga mudah didistribusikan terutama dalam kondisi tempur. MRE

dikemas dalam kemasan khusus yang tertutup rapat dan tidak terekspos udara seperti retort pouch.

Menurut Hariyadi (2008), sebagai ransum tempur, MRE harus dikembangkan untuk memberikan

dukungan gizi bagi seorang tentara untuk melakukan tugas tempur dengan baik; dimana kondisi

logistik pangan normal tidak mungkin dilakukan. Oleh karena itu, ransum MRE, selain harus aman

dan bergizi, juga harus memenuhi beberapa kriteria logistik yang cukup berat. Kriteria MRE itu

antara lain:

Awet. MRE dipersyaratkan mempunyai umur simpan yang lama. The US Army

mensyaratkan umur simpan minimum 3 tahun pada suhu penyimpanan 27oC dan

minimum 6 bulan pada suhu 37oC.

Kuat. MRE harus dikemas dengan kuat, mampu bertahan dan tidak rusak jika dijatuhkan

menggunakan parasut dari pesawat dengan ketinggian 400 meter. Atau, mampu bertahan

untuk dijatuhkan atau dilemparkan dengan parasut dari helikopter dengan ketinggian

sekitar 30 meter. Kemasan juga harus kuat mendapatkan perlakuan kasar dan kondisi

logistik, penyimpanan dan distribusi yang tidak ideal bahkan kondisi lingkungan ekstrim.

Kemasan juga harus tahan terhadap ancaman binatang yang mungkin terdapat pada

lingkungan darurat.

Bermutu. MRE yang diproduksi harus aman, bergizi dan mempunyai kualitas

organoleptik, terutama citarasa yang bisa diterima. Persyaratan tentang kualitas

organoleptik ini menjadi lebih penting untuk pengembangan ransum darurat untuk

keperluan kemanusiaan (sering disebut dengan istilah Humanitarian Daily Rations,

HDR). Hal ini disebabkan karena kondisi bencana tentunya memberikan efek depresi

yang lebih bagi kelompok sipil daripada kelompok militer yang terlatih. Kondisi depresi

sering mengakibatkan menurunnya atau bahkan hilangnya selera makan. Karena itulah

pengembangan ransum darurat harus memperhatikan kebiasaan dan selera makan korban

bencana. Sesuai dengan tujuannya, maka HDR disusun untuk memberikan jaminan

pemenuhan keperluan gizi minimum bagi korban bencana untuk bisa tetap bertahan pada

kondisi darurat. MREs dapat berbentuk pangan lengkap yang mengandung daging, sayur

atau buah, kacang, kraker berprotein tinggi, dan lain-lain.

3. Camping Pouch Products

Produk ini dikemas dalam kemasan alumunium foil dan memiliki umur simpan sekitar dua

tahun pada suhu ruang. Pangan ini merupakan pangan hasil freeze drying dan setiap kemasan

disemprot dengan nitrogen untuk mencegah deteriorasi dan memperpanjang umur simpan. Produk

ini memiliki kandungan energi yang cukup dengan persentase makronutrien didominasi oleh

lemak (40-50%). Pangan ini membutuhkan tambahan air panas atau air dingin untuk dapat

dikonsumsi (Winarno, 2004).

4. Long Shelf Life Food Supply

Produk ini juga merupakan hasil freeze drying yang dikemas di dalam double-enameled can,

disemprot dengan nitrogen sehingga memiliki umur simpan yang sangat tinggi yaitu 10-15 tahun

atau lebih. Jenis dari produk ini ada 2 yaitu Ready reserves dan Alpine aire. Perbedaan kedua jenis

produk ini adalah komposisi penyusunnya. Untuk kandungan energinya, kedua jenis dari produk

ini memiliki kandungan yang sama per kemasannya.

Page 21: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

6

C. PENELITIAN TENTANG PANGAN DARURAT DI INDONESIA

Saat ini produk pangan darurat belum banyak dikembangkan di Indonesia. Bantuan pangan

yang diberikan untuk korban bencana alam biasanya berupa beras dan mi instan. Hal ini tidak

membantu para pengungsi yang sedang mengalami kesulitan untuk memperoleh air bersih,

peralatan memasak, dan bahan bakar. Mereka mengharapkan produk pangan yang dapat langsung

dikonsumsi.

Pada tahun 2009 pernah dibuat formulasi pangan darurat menggunakan bahan baku lokal

bernama ImunoYoi oleh Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek Serpong),

Tangerang. Pangan darurat ini menjadi sumber karbohidrat dan protein bagi korban bencana alam.

Kelebihan lainnya, makanan darurat ini mengandung zat aktif yang berfungsi untuk meningkatkan

kekebalan tubuh, misalnya supaya terhindar dari diare, influenza, dan gangguan kesehatan lainnya.

ImunoYoi masih dibuat dalam skala percobaan dan diproduksi dengan berat 100 gram dengan

kebutuhan energi sekitar 500 kilokalori (kkal). Nilai gizinya meliputi karbohidrat 56%, lemak

21%, protein 13%, dan mineral 3%. Setiap orang dewasa diperkirakan memiliki kebutuhan 2100

kkal sehingga setiap hari cukup mengonsumsi empat kemasan ImunoYoi. Untuk

mengonsumsinya, tidak perlu memasak. Harga produksi ImunoYoi per 100 gram dalam kemasan

siap didistribusikan berkisar Rp 4000,00. Bahan makanan ini dikemas dalam kemasan tertutup dan

bisa tahan sampai enam bulan. Namun, makanan ini belum dikembangkan oleh pemerintah untuk

diproduksi massal.

Produk pangan darurat bukan hanya dapat dibuat oleh pemerintah pusat, melainkan

pemerintah daerah pun dapat membuatnya. Oleh karena itu, produk pangan yang berbasis bahan

baku lokal akan lebih mudah dibuat karena bahan bakunya mudah diperoleh. Produk pangan

darurat hendaknya memiliki umur simpan yang panjang agar dapat disimpan sebagai stok pada

suhu ruang sehingga dapat digunakan bila tiba-tiba terjadi bencana alam. Selain itu, produk

pangan darurat sebaiknya dibuat dalam bentuk olahan kering dan produk pangan kalengan.

Namun, untuk mempermudah proses pendistribusian maka produk olahan kering lebih berpotensi

untuk dikembangkan.

Salah satu bentuk pangan darurat olahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan adalah

snack bars jenis energy bars. Snack bars merupakan cookies yang difomulasi secara khusus

sehingga tidak menyebabkan rasa haus dan memiliki kandungan protein tinggi, berbentuk batang

yang biasa dikonsumsi di sela-sela waktu makan. Energy bars memiliki kandungan makronutrien

protein, lemak, dan karbohidrat yang tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan energi harian

(2100 kkal) yaitu sebesar 10-15% berasal dari protein, 35-45% dari lemak, dan 40-50% dari

karbohidrat. Energy bars merupakan suplemen diet yang sering dikonsumsi oleh atlet dan orang

dengan aktivitas fisik yang tinggi untuk menjaga kecukupan energinya. Selain itu, bars memiliki

bentuk batang yang mudah dibuat, mudah dikemas, mudah didistribusikan karena memiliki tekstur

yang kokoh, serta dapat menghemat tempat penyimpanan dibandingkan bentuk bulat ataupun

silinder. Formula bars seperti formula cookies. Kandungan protein pada cookies (SNI, 1992)

maksimum 6% sedangkan kandungan protein pada bars menurut Zoumas et al (2002) adalah 10-

15%. Bars memiliki kandungan makronutrien protein, karbohidrat, dan lemak yang seimbang dan

dapat memenuhi kebutuhan energi sehari. Menurut SNI 01-2973-1992, cookies merupakan salah

satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah, dan bila

dipanaskan penampang potongannya bertekstur kurang padat.

Di Indonesia belum ada standar khusus yang mengatur tentang pangan darurat berbentuk

bars. Oleh karena itu, standar pangan darurat mengacu pada Zoumas et al (2002) yaitu sumbangan

lemak sebesar 35-45%, protein 10-15%, dan karbohidrat 40-50% dengan nilai energi yang

Page 22: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

7

memenuhi kebutuhan energi harian sebesar 2100 kkal sedangkan pengujian mikrobiologi

didasarkan pada Standar Nasional Indonesia tentang cookies yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat Mutu Cookies berdasarkan Standar Nasional Indonesia

Parameter Satuan Syarat mutu

Keadaan (bau, warna, rasa, tekstur) Normal

Kadar air % b/b Maksimum 5

Protein % b/b Maksimum 6

Kadar abu % b/b Maksimal 2

Bahan tambahan pangan

Pewarna dan pemanis buatan

Yang tidak diizinkan tidak boleh ada Cemaran logam

Tembaga (Cu)

Timbal (Pb)

Seng (Zn)

Raksa (Hg)

mg/kg

Maksimum 10

Maksimum 1.0

Maksimum 40.0

Maksimum 0.05

Cemaran mikroba

Angka lempeng total

Coliform

E.coli

Kapang

Koloni/g

APM/g

APM/g

Koloni/g

Maksimum 1.0 x 106

Maksimum 20

< 3.0

Maksimum 1.0 x 102

Sumber: Badan Standardisasi Nasional (1993)

Pangan darurat dalam bentuk food bars memiliki beberapa kelebihan diantaranya memiliki

nilai aw yang rendah sehingga memiliki umur simpan yang lama dibandingkan produk semi basah

yang memiliki nilai aw lebih tinggi. Di samping kelebihan yang dimiliki, produk food bars yang

memiliki tekstur kering ini dapat menyebabkan rasa haus bila dikonsumsi tanpa pemberian air

minum. Selain itu, produk food bars ini mudah menyerap uap air yang ada di udara akibatnya

produk menjadi lembab dan tidak renyah lagi. Oleh karena itu, kemasan produk food bars perlu

diperhatikan secara khusus sehingga kualitas produknya tetap terjaga dan memiliki umur simpan

yang lama.

Produk pangan darurat yang pernah dibuat oleh IPB (Institut Pertanian Bogor) antara lain

banana bars berbahan baku puree pisang, tepung terigu, dan tepung singkong yang dilakukan oleh

Ferawati (2009), cookies berbahan baku utama tepung kacang hijau yang dibuat oleh Sitanggang

(2008), pangan darurat dodol berbahan baku tepung beras ketan, tepung kacang hijau, isolat

protein, dan susu full cream yang dibuat oleh Sitanggang (2009), dan pangan darurat kaleng

berbahan baku utama nasi dan ayam bumbu yang dibuat oleh Valentina (2009) yang ditunjukkan

pada Tabel 2.

Page 23: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

8

Tabel 2. Komposisi dan nilai energi pangan darurat yang pernah dikembangkan di skala laboratorium

Penelitian Ferawati (2009)* Sitanggang (2008)* Sitanggang (2009) Valentina (2009)

Bahan baku Tepung kedelai 48.78%

Pisang 73.17%

Terigu 6.1%

Tepung singkong 6.1%

Gula halus 39.02%

Margarin 24.39%

Air 2%

Tepung kacang hijau 81.48%

Minyak kelapa 9.26%

Margarin 12.96%

Susu bubuk full cream 18.52%

Gula pasir 37.03%

Air 2%

Susu full cream 5.43%

Ketan 21.74%

Kacang hijau 16.30%

Gula merah 10.87%

Gula pasir 13.04%

Margarin 5.43%

Isolat protein 10.87%

Garam 1.09%

FORMULASI NASI

Beras 36.87%

Santan kara 6.16%

Kaldu balok 1.47%

Garam 0.18%

Air 55.31%

FORMULASI AYAM BUMBU

Daging ayam 41.07%

Santan kara 32.86%

Minyak goreng 8.21% Bawang merah 3.09%

Bawang putih 0.79%

Kemiri 0.55%

Ketumbar 0.03%

Gula pasir 10.95%

Garam 1.37%

Sumbangan makronutrien**

Lemak (%) 36.92 17.46 48.16 49.63

Protein (%) 14.15 17.05 11.28 11.26

Karbohidrat (%) 48.94 30.43 40.56 39.11

Nilai energi per produk 203.85kkal/50 gram 227.57kkal/450 gram 531.99 kkal/100 gram 639.42 kkal/200 gram

* dihitung berdasarkan jumlah tepung-tepungan

** dihitung terhadap 700 kkal

Page 24: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

9

Penelitian tentang snack bars pernah dilakukan oleh Chandra (2010) berbahan baku tepung

sorgum, tepung maizena, dan tepung ampas tahu, penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2010)

berbahan baku tepung jewawut dan tepung ampas tahu, serta penelitian Stephanie (2010) dengan

bahan baku tepung jewawut dan serum (whey) tahu yang dapat digunakan sebagai pembanding

pada penelitian ini. Komposisi dan nilai energi yang dimiliki penelitian pembanding tersebut

disajikan pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Komposisi dan Nilai Energi Snack Bars

Penelitian Chandra (2010) Wijaya (2010)* Stephanie (2010)

Bahan baku Sorgum 31.73%

Maizena 10.58%

Ampas tahu 5.77%

Selai nanas 26.92%

Telur 11.54%

Susu bubuk 7.69%

Minyak goreng 5.77%

Tepung jewawut 9.28%

Tepung ampas tahu 18.34%

Tepung hunkue 19.34%

Tepung gula 8.84%

Susu skim 8.84%

Pala 6.63%

Minyak goreng 14.36%

Air 14.36%

Tepung jewawut 24.03%

Kelapa parut kering 24.03%

Gula 8.65%

Garam 0.02%

Susu full cream 4.81%

Whey tahu 19.23%

Selai nenas 19.23%

Sumbangan

makronutrien**

Lemak (%) 9.08 15 12

Protein (%) 6.98 6 6

Karbohidrat (%) 8.89 7 7.5

Nilai energi per produk 167.08 kkal/41.6 gram 180 kkal/41 gram 85.65 kkal/20 gram

* dihitung berdasarkan jumlah tepung-tepungan

** dihitung terhadap 700 kkal

D. INGRIDIEN PANGAN

Ada banyak bahan baku mentah yang harus diolah terlebih dahulu agar dapat menjadi pangan

siap konsumsi. Bahan baku dalam bentuk tepung-tepungan merupakan bahan baku mentah yang

biasanya sering digunakan sebagai ingridien utama dalam pengolahan menjadi pangan siap santap.

1. TEPUNG PISANG

Tepung adalah produk olahan pangan setengah jadi yang dapat dikonsumsi langsung,

tetapi harus diolah menjadi produk pangan siap santap. Pisang yang dibuat menjadi tepung

dimaksudkan untuk memudahkan aplikasinya dalam pembuatan banana bars. Menurut Chong

et al., (2008) apabila dibuat dalam bentuk tepung, pisang akan menjadi bahan pangan sumber

karbohidrat yang lebih mudah diolah menjadi berbagai macam produk pangan. Selain itu,

pisang dalam bentuk tepung memudahkan dalam hal penyimpanan karena memiliki daya

simpan yang lebih lama akibat kadar airnya yang kecil.

Tepung pisang adalah bentuk olahan pisang yang dapat memperpanjang umur simpan dan

memberikan nilai tambah pada pisang (Kajuna, 1997). Beberapa olahan pisang yang sering

dikonsumsi diantaranya adalah dalam bentuk minuman, buah kaleng, kripik pisang, bars,

brandy, dan lain-lain (Joffre, 2001).

Penggunaan tepung pisang sebagai tepung komposit (campuran) dalam pembuatan

berbagai produk telah dilakukan, diantaranya digunakan dalam pembuatan roti, mi dan cookies

(Mepba et al., 2007). Pisang yang baik untuk pembuatan tepung pisang adalah pisang yang

dipanen pada saat mencapai tingkat ketuaan ¾ penuh atau kira-kira berumur 80 hari setelah

berbunga. Hal ini disebabkan pada kondisi tersebut pembentukan pati telah mencapai

maksimum, dan sebagian besar tannin telah terurai menjadi senyawa ester aromatik dan fenol

sehingga dihasilkan rasa asam dan manis yang seimbang. Jika pisang yang digunakan terlalu

matang maka rendemen tepung yang dihasilkan sedikit dan juga selama pengeringan akan

terbentuk cairan. Hal ini karena pati telah terhidrolisis menjadi gula-gula sederhana sehingga

Page 25: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

10

kandungan patinya menurun. Jika pisang yang digunakan terlalu muda akan menghasilkan

tepung pisang yang mempunyai rasa sedikit pahit dan sepat karena kandungan tannin yang

cukup tinggi sementara kandungan patinya masih terlalu rendah. (Crowther, 1979).

Pembuatan tepung pisang diawali dengan dilepaskannya pisang dari sisirnya, dicuci dan

dikukus selama 10-15 menit. Pengukusan ini akan mempermudah pengupasan, mengurangi

atau menghilangkan getah, dan memperbaiki warna tepung yang dihasilkan. Pisang kemudian

dikupas, diiris melintang dengan ketebalan 0.25- 0.75 cm dan dijemur atau dikeringkan dengan

alat pengering. Pengering buatan dapat menggunakan suhu 60-75oC selama 6-8 jam. Sistem

kerja mesin oven pengering ini adalah mengeringkan produk pada suhu yang dikehendaki

(suhu bisa diatur secara konstan) (Syafriyudin, 2009). Tanda pisang yang telah kering adalah

jika pisang mudah dipatahkan.

2. TEPUNG TEMPE

Menurut Karta (1990) tempe dapat digunakan sebagai bahan penyusun makanan (food

ingredient) dalam bentuk tepung tempe, untuk memperkaya nilai gizi makanan, seperti protein

dan serat. Dari hasil pengujian yang dilakukan Bakara (1996) terhadap mutu protein secara in

vivo dapat disimpulkan bahwa nilai gizi protein tepung tempe hampir sama dengan kasein.

Nilai Net Protein Ratio (NPR), Daya Cerna (DC), Nilai Biologis (NB), dan Net Protein

Utilization (NPU) kasein berturut-turut 5.5, 96%, 94, dan 91 sedangkan tepung tempe berturut-

turut adalah 4.3, 87%, 85, dan 74.

Tempe segar yang baru jadi, dapat disimpan satu sampai dua hari pada suhu ruang tanpa

banyak mengalami pengurangan sifat mutunya. Setelah dua hari, tempe akan mengalami proses

pembusukan dan tidak dapat lagi dikonsumsi oleh manusia (Winarno, 1985). Untuk mengatasi

hal itu menurut Ismariarsi (1982) tempe dapat diawetkan dengan cara pengeringan dalam

bentuk tepung tempe. Menurut Harnani (2009), penepungan tempe diawali dengan pengirisan

tempe menjadi lembaran-lembaran tipis (ketebalan ± 5 mm), blansir dengan uap, pengeringan

dengan oven, penggilingan dan pengayakan dengan disc mill.

3. TEPUNG BERAS KETAN PUTIH

Tepung beras ketan dapat terbuat dari beras ketan hitam atau putih yang dihaluskan.

Beras ketan (Oryza sativa var. glutinosa atau Oryza glutinosa; disebut juga sticky rice, sweet

rice dan waxy rice) merupakan jenis beras Asia yang berbulir pendek dan memiliki sifat

lengket (sticky) ketika dimasak. Beras ketan memiliki kadar amilopektin yang sangat tinggi dan

kadar amilosanya berkisar antara 1-2% dari kadar pati seluruhnya (Koswara, 2006).

Tepung beras ketan cenderung lebih rapuh, memiliki butir-butir yang cukup besar, dan

berwarna putih opak, sedangkan beras memiliki tekstur yang keras dan lebih transparan (Grist,

1975). Tepung beras ketan dibedakan dari tepung beras berdasarkan kandungan amilosa dan

amilopektin. Komponen utama dalam tepung beras ketan adalah amilopektin sedangkan kadar

amilosanya hanya 0.8% sampai 1.3% dari kadar keseluruhan pati (Hubeis, 1985).

Beras ketan tidak mengandung amilosa (seluruh pati mengandung amilopektin) yang

jika dimasak bersifat amat lengket, lunak, basah, mengkilap padat, kurang menyerap air dan

kurang mengembang (Wildman, 2000). Tepung ketan sifatnya lengket seperti beras ketan.

Tepung ketan dibuat dari beras ketan yang ditumbuk atau digiling sampai halus dan

dikeringkan sehingga dapat tahan lama. Kandungan utama beras adalah pati (starch) 80%

dan protein 7%. Pati pada beras terdiri atas amilosa dan amilopektin. Kadar amilosa dalam

beras sangat erat hubungannya dengan tekstur nasi. Selain beras ketan, beras digolongkan

Page 26: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

11

menjadi kadar amilosa tinggi (25-30 %), sedang (20-29 %) dan rendah (10-20 %). Kandungan

amilosa mempunyai nilai kolerasi negatif terhadap nilai taste panel dengan kelekatan

(cohesivenesses), kelunakan (tenderness), warna, kilap, nasi. Kadar kolerasi positif dengan

jumlah penyerapan air dan pengembangan volume nasi sebelum pemasakan.

Tepung beras ketan berfungsi sebagai sumber pati yang memiliki tingkat kestabilan cukup

tinggi. Penggunaan tepung beras ketan tidak mengurangi sineresis pada olahan yang

dibekukan, disimpan, dan kemudian dicairkan esnya (Hariyadi, 2006). Tepung beras ketan

sering digunakan sebagai bahan pengental untuk saus, gravies, dan pudding (Bao dan

Bergman, 2004). Tepung beras ketan banyak digunakan untuk makanan yang mengandung

banyak gula, yang umumnya diinginkan tekstur yang kenyal tapi lenting dan tidak lekat. Sifat

lekat tersebut dapat dikurangi dengan penambahan minyak atau bahan yang mengandung

minyak. Penganan tradisional Indonesia yang banyak menggunakan tepung beras ketan sebagai

bahan bakunya antara lain kue mendut, kue mangkok, kue cucur, dan lupis (Koswara, 2006).

4. INULIN

Inulin merupakan homopolimer fruktan yang diisolasi pertama kali dari tanaman Inula

helenium. Inulin dapat diperoleh dari bawang merah, bawang daun, bawang putih, asparagus,

pisang, gandum, barley (Tungland, 2002). Inulin juga ditemukan pada chicory, dandelion,

artichoke (Roberfroid, 2005). Satu rantai inulin dibentuk oleh sekitar 30 unit fruktosa atau

dengan kata lain memiliki derajat polimerisasi (DP) sebesar 30 atau lebih.

Inulin mempunyai banyak kegunaan terutama dalam bidang pangan dan kesehatan. Pada

dasarnya, penggunaan inulin dalam bidang pangan adalah karena sifat-sifat teknologis dan

fisiologisnya. Sifat-sifat teknologisnya yaitu sebagai pengganti gula dan lemak. Kedua

substansi ini merupakan bagian yang penting dalam bidang pangan yang mana penggunaannya

akan mempengaruhi struktur, rasa di mulut, kalori, dan memberikan rasa manis. Karena

kemampuannya mengikat air dan mempunyai rasa dan warna yang netral, maka inulin

mempunyai sifat memodifikasi tekstur yang unik, karena itulah inulin digunakan sebagai

pengganti gula dan lemak dalam berbagai produk pangan. Dengan menggunakan sejumlah

kecil inulin, rasa dan tekstur produk dapat ditingkatkan. Inulin meningkatkan flavor buah-

buahan, menghasilkan tekstur dan mouthfeel (rasa di mulut) yang baik bagi produk pangan

rendah gula dan lemak (Roberfroid, 2005).

Sifat fisiologisnya yaitu inulin tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan sehingga

mencapai usus besar tanpa mengalami perubahan kimiawi. Di dalam usus besar, inulin

terfermentasi oleh koloni mikroflora dan menghasilkan berbagai produk metabolit akhir. Hal

ini membuat inulin digolongkan sebagai serat makanan (Nondigestible oligosakarida/NDO)

yang memberikan beberapa sifat fisiologis dan menghasilkan keuntungan yang unik bagi

kesehatan tubuh. Sifat fisiologis inulin ini banyak dimanfaatkan dalam bidang medis dan

farmasi. Antara lain mengurangi resiko kanker usus besar (Tungland, 2002) dan menormalkan

kadar gula darah bagi penderita diabetes (Franck dan De Leenher, 2004). Pada kondisi normal

inulin dari chicory dapat terdispersi dalam air, namun ada kecenderungan menggumpal selama

hidrasi karena sifatnya yang higroskopis. Inulin chicory mempunyai daya ikat air (water

binding capacity) sekitar 1:1.5 (Tungland, 2002).Struktur kimia inulin dapat dilihat pada

Gambar 1.

Page 27: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

12

Gambar 1. Struktur kimia inulin

Inulin tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan seperti α-amilase ataupun enzim

penghidrolisis lainnya, yaitu sukrase, maltase, dan isomaltase baik pada pH rendah maupun

tinggi (Oku et al., 1984). Inulin dapat sampai di usus dengan utuh sehingga dapat difermentasi

probiotik. Kandungan inulin dalam beberapa bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 4. Kandungan inulin dalam beberapa bahan makanan

Sumber Inulin (g/100 g)

Kisaran Rata-rata

Bawang merah (Allium cepa)

Mentah

Mentah-kering

Dimasak

1,1-7,5

4,7-31,9

0,8-5,3

4,3

18,3

3,0

Jerusalem artichoke (umbi)-(Heliacnthus tuberosus) 16,0-20,0 18,0 Chicory (akar)-(Chicorium intybus) 35,7-47,6 41,6

Asparagus (akar/umbi)-(Asparagus officinalis)

Mentah

Kering

2,0-3,0

1,4-2,0

2,5

1,7

Bawang daun (Allium ampeloprasum)

Mentah

3,0-10,0

6,5

Bawang putih (Allium sativum)

Mentah

Kering

9,0-16,0

20,3-36,1

12,5

28,2

Globe artichoke (daun/jantung)-(Cynara scolymus) 2,0-6,8 4,4

Pisang (buah)-(Musa cavendishii L.) Mentah

Mentah-kering

Dikalengkan

0,3-0,7

0,9-2,0

0,1-0,3

0,5

1,4

0,2

Gandum (Triticum sp)

Mentah

Tepung-dipanggang

Tepung-direbus

1,0-4,0

1,0-3,0

0,2-0,6

2,5

2,4

0,4

Rye (cereal)-(Secale cereale)

Dipanggang

0,5-0,9

0,7

Barsley (cereal)-(Hordeum vulgare)

Mentah Dimasak

0,5-1,0 0,1-0,2

0,8 0,2

Dandelion (daun)-(Taraxacum officinale)

Mentah

Dimasak

12,0-`15,0

8,1-10,1

13,5

9,1

*Tungland (2002)

Inulin telah ditambahkan ke dalam berbagai produk seperti produk susu dan turunannya,

selai, roti, dan produk panggangan, sereal sarapan, bahkan dalam bentuk tablet suplemen dengan

tujuan untuk memperkaya kandungan serat serta berperan sebagai prebiotik (Franck dan Leenher,

2005). Inulin merupakan homopolimer furanosidik, yang berarti inulin merupakan polimer yang

Page 28: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

13

tersusun atas monomer yang sama. Monomer penyusun inulin adalah fruktosa yang berbentuk

cincin bersegi lima atau furanosa (Sinnott, 2007). Berbagai hasil penelitian menyebutkan bahwa

inulin dan oligofruktosa meningkatkan penyerapan mineral seperti kalsium, magnesium dan besi

oleh tubuh. Kenaikan yang signifikan dihasilkan dengan mengonsumsi inulin sebanyak 15 gram

per hari. Suatu penelitian (EKM, 2011) yang telah dipublikasikan dalam jurnal Nutrition Research

2006 melaporkan bahwa tikus yang mendapat suplementasi inulin dan oligofruktosa mengalami

peningkatan absorpsi kalsium sebesar 40% yang mengakibatkan kekuatan tulangnya menjadi lebih

besar. Selain memiliki efek menguntungkan sebagai prebiotik dan meningkatkan penyerapan

mineral, inulin juga berperan dalam meningkatkan tekstur makanan. Biasanya inulin dari umbi

chicory dapat larut dalam air dengan cepat (60g/L pada 10oC, 330g/L pada 90oC) dan agak

higroskopis. Inulin membantu mengikat air, mengentalkan dan meningkatkan mouthfeel dalam

berbagai produk makanan, dan sudah digunakan secara komerisal misalnya pada industri roti,

dressing, pasta, dan seafood (International Partnering Event on Health and Food, 2003).

E. PROSES PENGOLAHAN DAN MUTU BANANA BARS

Proses pemanggangan snack bars sama dengan proses pemanggangan cookies. Tahapan

pembuatan cookies meliputi pembentukan krim, pembentukan adonan, pencetakan,

pemanggangan, pendinginan, dan pengemasan. Agar semua bahan tercampur merata dalam adonan

maka mentega dibuat krim terlebih dahulu bersama gula, telur, dan susu skim (creaming method).

Menurut Matz dan Matz (1978), pencampuran dan pengadukan dengan metode krim baik untuk

cookies yang dicetak karena menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten

yang berlebihan. Krim dicampur hingga homogen dengan tepung dan bahan lainnya, setelah

homogen, adonan dicetak. Tahap akhir pembuatan cookies adalah pemanggangan. Suhu

pemanggangan bergantung pada jenis cookies yang dibuat. Pada umumnya, pemanggangan

dilakukan pada suhu kurang lebih 170°C selama 15−20 menit (Suarni, 2009).

Ketika adonan dimasukkan, suhu oven tidak boleh terlalu panas, sebab bagian luar akan

terlalu cepat matang sehingga menghambat pemanggangan dan mengakibatkan permukaan cookies

menjadi retak. Setelah pengembangan, diperlukan penanganan selama pendinginannya. Jika

cookies terlalu cepat didinginkan bisa terjadi keretakan. Keretakan internal biasanya tidak segera

terlihat, tetapi karena kerusakan selama pengemasan dan pendistribusiannya (Almond, 1989).

Pendinginan di suhu ruang bertujuan untuk mengeluarkan uap panas akibat proses pemanggangan.

Bila cookies tidak didinginkan dan langsung dikemas, maka uap panas tidak dapat keluar dan akan

terserap kembali sehingga kadar airnya akan meningkat dan menjadi tidak awet untuk disimpan

lama. Menurut Muchtadi (2008), produk bakery yang telah dipanggang perlu didinginkan

(dibiarkan) sampai mencapai suhu kamar untuk memudahkan penanganan/pengemasan,

mengempukkan tekstur dan memudahkan pengirisan.

Kriteria uji fisik (bau, rasa, warna, dan tekstur) cookies harus normal, artinya bau khas kue

kering sesuai dengan bahan kue yang digunakan, rasa enak, warna sesuai dengan zat pewarna yang

ditambahkan, dan tekstur renyah, tidak mudah hancur, tetapi tidak keras. Secara umum, keadaan

fisik kue kering tersebut sesuai aslinya (Jurnal Litbang Pertanian, 28(2), 2009). Selain itu,

memiliki nilai gizi yang memenuhi standar mutu cookies (Tabel 2) yang ditetapkan oleh Standar

Nasional Indonesia.

Pengukuran cookies dapat dilakukan secara subjektif, yaitu dengan uji sensori menggunakan

panelis dan uji objektif dengan menggunakan alat. Terdapat korelasi antar uji objektif dan uji

sensori. Salah satu alat yang biasa digunakan untuk mengukur tekstur cookies adalah General

Foods Texturometer dan Intron Universal Testing Machine. Parameter yang terukur adalah

Page 29: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

14

keteguhan, kerapuhan, kekuatan ikatan antara partikel sejenis (cohesiveness), dan kekuatan ikatan

antara partikel yang tidak sejenis (adhesiveness). Cookies tidak memiliki sifat adhesiveness tetapi

memiliki sifat cohesiveness yang sangat kecil (Faridi, 1994).

Kadar protein (gluten) dan kemampuan mengikat air berpengaruh pada kekerasan cookies

(Gaines et al,. 1992). Jumlah tepung mempengaruhi kekerasan cookies karena sifat hidrofiliknya

yang dapat mengikat air. Makin tinggi kadar protein, makin tinggi kekerasan cookies. Menurut

Burt dan Fearn (1983), selama pemanggangan panas berpenetrasi dengan cepat pada bagian bawah

dan atas cookies, menyebabkan hilangnya gas pengembang dan air pada bagian tersebut. Penetrasi

panas ke bagian dalam cookies lebih lambat, memungkinkan terbentuknya lebih banyak rongga

udara. Makin lama air tertahan, memungkinkan makin banyak pati tergelatinisasi pada bagian

tengah cookies. Jumlah rongga udara yang terbentuk dan gelatinisasi pati dipengaruhi oleh

kecepatan perpindahan panas ke dalam cookies dan kecepatan hilangnya air. Makin banyak panas

yang masuk, makin banyak rongga udara yang terbentuk dan lebih banyak pati yang

tergelatinisasi. Hal ini akan mempengaruhi struktur remah pada cookies.

Formula cookies terdiri atas gula dan lemak yang tinggi, tetapi kadar airnya rendah. Jumlah

gula dan lemak yang besar mengakibatkan penyebaran cookies selama pemanggangan. Perubahan

bentuk ini dipengaruhi oleh sifat reologi adonan. Sifat reologi adonan tergantung dari jenis

formula, yaitu tergantung jumlah tepung, shortening, dan gula yang dipakai (Faridi, 1994).

Selama pemanasan terjadi penyerapan air oleh pati yang menyebabkan pembengkakan pati

serta peningkatan viskositas. Viskositas akan meningkat terus sampai granula pati pecah karena

jumlah air yang diserap telah mencapai kapasitas maksimum. Pada titik ini viskositas sistem akan

turun kembali. Faktor-faktor yang mempengaruhi gelatinisasi pati adalah keberadaan protein dan

lemak (Pomeranz, 1991).

Page 30: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

15

III.METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan produk adalah pisang nangka yang dibeli di

Wisma Rosa daerah Babakan Tengah Bogor dengan tingkat kematangan ¾ matang yang dilihat

dari sudut-sudut buah yang masih ada sedikit, tempe dengan fermentasi satu hari yang dibeli dari

pengrajin tempe di daerah Perumahan IPB Sindang Barang II, tepung beras ketan Rose Brand,

margarin Simas, gula halus cap Pohon Kenari, air, dan inulin komersial. Bahan-bahan yang

digunakan dalam analisis kimia antara lain K2SO4, HgO, H2SO4, H3BO3, NaOH-Na2S2O3, NaOh,

HCl, NaCl, heksan, petroleum eter, zat anti buih, asbes, alkohol 95%, indikator metilen red-

metilen blue.

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan produk adalah loyang, pin disc mill Goudsche,

oven pengering H-Orth Gmbh, oven baking Mermet, oven baking Mah-Yih MD, pisau, panci,

ember, sendok, codet, pisau, cetakan, gilingan, plastik, kemasan, gelas ukur, pipet, timbangan,

oven baking, plastik, dan kemasan metalized plastic. Alat-alat yang digunakan dalam analisis

adalah Texture Analyzer XT2i, Chromameter Minolta CR 300 (minolta Camera, Co. Japan

82281029), inkubator 30oC dan 37oC, oven, tanur, cawan porselin, cawan alumunium, desikator,

neraca analitik, kapas, alat ekstraksi soxhlet, labu Kjeldahl, alat destilasi, alat titrasi, kertas saring,

corong pemisah, erlenmeyer, tabung reaksi dan penyangga, cawan petri, pipet tetes, pipet mohr,

bunsen dan spiritus, dan alat-alat gelas lainnya.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu 1) pengolahan bahan baku 2) optimasi proses

pengolahan banana bars dan 3) reformulasi banana bars. Diagram alir penelitian selengkapnya

dapat dilihat pada Gambar 2.

REFORMULASI BANANA BARS

Empat formula

Analisis proksimat, fisik, dan mikrobiologi

Uji organoleptik

Formula terbaik

Uji kadar inulin

PENGOLAHAN BAHAN BAKU

Pembuatan tepung pisang analisis proksimat

Pembuatan tepung tempe analisis proksimat

OPTIMASI PROSES PENGOLAHAN BANANA BARS

9 formula awal uji organoleptik

Modifikasi formula awal

Optimasi suhu dan waktu pemanggangan terbaik

Uji organoleptik

Analisis proksimat

Gambar 2. Diagram alir penelitian

Page 31: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

16

Formula banana bars yang digunakan pada tahap pengembangan formulasi awal didasarkan

pada penelitian Ferawati (2009) tentang banana bars. Formula ini diuji secara organoleptik untuk

menentukan satu formula terbaik yang digunakan pada tahap optimasi proses pemanggangan. Agar

dapat memenuhi persyaratan pangan darurat, maka formula terbaik ini akan dimodifikasi

komposisinya dan dilakukan penghitungan kandungan energi dan makronutriennya menggunakan

bantuan program Microsoft Excel seperti yang dilakukan oleh Sitanggang (2008) dan Ferawati

(2009). Formula hasil modifikasi ini dipanggang pada suhu dan waktu pemanggangan yang akan

dibahas pada sub bab berikutnya. Formula dengan perlakuan suhu dan waktu pemanggangan

tersebut diuji secara organoleptik dan satu formula terbaik akan dilakukan analisis proksimat untuk

mengetahui kandungan energinya.

Formula terbaik hasil analisis proksimat tersebut ternyata belum memenuhi persyaratan

pangan darurat (sumbangan protein < 10-15%) sehingga perlu dilakukan reformulasi agar dapat

memenuhi persyaratan pangan darurat. Pada tahap reformulasi banana bars dibuat empat formula,

dua diantaranya tidak ditambahkan inulin. Produk dari empat formula dianalisis proksimat untuk

mengetahui apakah banana bars telah memenuhi keseimbangan komponen makro sesuai dengan

persyaratan pangan darurat, kemudian diuji secara organoleptik, fisik, dan mikrobiologi. Formula

terbaik yang dapat dikembangkan, dipilih berdasarkan hasil uji proksimat, organoleptik, fisik, dan

mikrobiologi yang dapat diterima konsumen.

1. PENGOLAHAN BAHAN BAKU

1.1. PEMBUATAN TEPUNG PISANG

Pisang yang dipilih untuk dibuat tepung adalah pisang nangka yang cukup tua namun

belum matang. Hal ini dapat dilihat dari tingkat ketuaan pisang dalam satu tandan yaitu

adanya 1 atau dua buah pisang yang telah masak. Pisang yang telah masak ditandai dengan

daging buah yang lunak dan warna kulitnya yang berwarna hijau muda (Gambar 3).

Gambar 3. Pisang nangka yang dibuat tepung

Pembuatan tepung pisang didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Hermawan

(1982) dengan modifikasi tidak dilakukannya perendaman pisang dalam larutan natrium

bisulfit. Diagram alir pembuatan tepung pisang dapat dilihat pada Gambar 4.

Pisang nangka dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran dan getah yang

menempel pada kulit, kemudian pisang diblansir dengan uap panas bersuhu 100oC selama 5-

10 menit dengan tujuan untuk menginaktivasi enzim polifenolase pada pisang yang dapat

menyebabkan pencoklatan. Pisang kemudian diiris tipis untuk mempermudah proses

pengeringan. Kemudian pisang dikeringkan dengan oven pengering bersuhu 60oC selama 5-6

jam. Pisang yang telah kering kemudian digiling dengan menggunakan pin disc mill agar

Page 32: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

17

diperoleh bentuk tepung. Proses pengayakan tepung telah dilakukan di dalam alat pin disc

mill. Pada alat ini terdapat ayakan berukuran 60 mesh sehingga pisang yang digiling langsung

mengalami proses pengayakan. Tepung pisang yang dihasilkan kemudian dianalisis

proksimat agar diketahui kandungan makronutriennya sehingga dapat digunakan untuk

perkiraan penghitungan nilai energi banana bars.

Pisang nangka

Cuci

Blansir kering (menggunakan uap panas) suhu 80-90oC selama 5-10 menit

Pengupasan

Pengirisan

Pengeringan dengan oven pengering (5-6 jam, 60oC)

Penggilingan dan pengayakan dengan pin disc mill

Tepung pisang

Gambar 4. Diagram alir pembuatan tepung pisang (Hermawan, 1982)

1.2. PEMBUATAN TEPUNG TEMPE

Tempe yang digunakan pada penelitian ini adalah tempe yang telah mengalami fermentasi

penuh pada hari pertama (Gambar 5). Pembuatan tepung tempe dilakukan berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Inayati (1991). Proses pembuatan tepung tempe secara umum

dapat dilihat pada Gambar 6. Tempe yang telah dipotong-potong kemudian diblansir dengan

uap panas bersuhu 100oC selama 5-10 menit. Tujuan blansir pada proses ini adalah untuk

menginaktifkan kapang yang memfermentasi tempe sehingga dapat mengurangi rasa pahit

pada tepung tempe yang dihasilkan. Selain itu, blansir dapat mempercepat proses

pengeringan tempe.

Gambar 5. Tempe yang mengalami fermentasi satu hari

Pengeringan tempe dilakukan dengan oven pengering yang menghasilkan udara panas

yang digerakkan oleh blower sehingga mengefektifkan pindah panas yang terjadi dari udara

panas kepada bahan yang dikeringkan. Tempe yang telah kering kemudian digiling

menggunakan pin disc mill yang di dalamnya telah terdapat ayakan berukuran 60 mesh.

Page 33: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

18

Tepung tempe yang telah jadi kemudian dilakukan analisis proksimat agar diketahui

kandungan makronutriennya dan dapat digunakan untuk perkiraan penghitungan produk

banana bars.

Tempe segar

Pemotongan 4 x 2 cm

Blansir kering (menggunakan uap panas) selama 5-10 menit

Pengeringan dengan oven pengering (4 jam, 60oC)

Penggilingan dengan pin disc mill

Tepung tempe

Gambar 6. Diagram alir pembuatan tepung tempe (Inayati, 1991)

2. OPTIMASI PROSES PEMANGGANGAN BANANA BARS

Formula banana bars (Lampiran 1) yang dibuat pada tahap ini modifikasi dari metode

Ferawati (2009) berfungsi sebagai formulasi dasar untuk menentukan formula mana yang akan

dikembangkan untuk tahap pencarian suhu dan lama waktu pemanggangan. Penentuan formula

terbaik ini didasarkan pada uji organoleptik rating hedonik terhadap atribut rasa. Sembilan

formula ini belum ditambahkan inulin ke dalamnya. Proses pembuatan banana bars secara

lengkap dapat dilihat pada Gambar 7. Pembuatan krim dilakukan secara terpisah dari bahan

tepung-tepungan. Mentega dan gula halus dicampurkan bersama hingga terbentuk krim,

kemudian bahan tepung-tepungan yang telah dicampur sebelumnya dimasukkan ke dalam krim

untuk membentuk adonan banana bars. Adonan kemudian dicetak dengan menggunakan

cetakan berdimensi 10 cm x 3.3 cm x 0.5 cm. Banana bars yang telah dicetak kemudian

dipanggang dengan oven baking Mah-Yih MD yang menggunakan sistem gas-listrik (electric

gas) yang bersifat natural convection.

Tepung pisang, tepung ketan, tepung tempe, garam Margarin, gula halus

Penambahan air

Pencampuran

Pencetakan

Pemanggangan dalam oven suhu 100oC selama 40 menit

kemudian 120oC selama 20 menit

Banana bars

Gambar 7. Diagram alir pembuatan banana bars formula awal (Ferawati, 2009)

Page 34: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

19

Formula terpilih didasarkan pada uji organoleptik kemudian dimodifikasi menjadi dua

formula (Tabel 6) dengan komposisi yang memenuhi persyaratan pangan darurat.

Penghitungan perkiraan kandungan energi yang memenuhi persyaratan pangan darurat

dilakukan berdasarkan hasil analisis proksimat, informasi nilai gizi pada label kemasan, dan

Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Kalori dihitung berdasarkan jumlah makronutrien

(protein, lemak, dan karbohidrat) yang terdapat di dalam bahan pangan dikalikan dengan nilai

kalori masing-masing makronutrien. Untuk protein memiliki kalori sebesar 4 kkal/gram, lemak

9 kkal/gram dan karbohidrat sebesar 4 kkal/gram (Prawiranegara, 1991). Kandungan energi

pangan darurat adalah 2100 kkal per hari atau setara dengan 700 kkal per takaran saji dengan

sumbangan makronutrien lemak sebesar 35-45%, karbohidrat sebesar 40-50%, dan sumbangan

protein sebesar 10-15% dari total 700 kkal. Metode penghitungan ini dapat dilihat pada

Lampiran 2a, 2b, 2c, dan 2d yang digunakan juga pada tahap reformulasi. Kandungan kalori

(energi) dari seluruh bahan penyusun yang digunakan dalam formulasi EFP dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5. Perkiraan kandungan gizi dan energi dari bahan penyusun EFP

Komposisi Kalori/100 gr

(kkal)

Makronutrien Air

Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g)

Tepung pisangc 377.25 4.51 0.85 87.89 4.41

Tepung tempec 523.46 50.08 29.86 13.60 4.46

Tepung ketana 362 6.7 0.7 79.4 12

Margarinb 733 0.6 81.00 0.4 15.5

Gula halusa 376 0 0 94.0 5.4

Sumber: a DKBM (Prawiranegara, 1991); b Jumlah sesuai pada label di kemasan; c Hasil

analisis proksimat

Dua formula pada Tabel 6 juga digunakan pada optimasi proses pemanganggangan.

Kombinasi suhu dan waktu pemanggangan yang diamatai ditunjukkan pada Tabel 7 dan 8.

Banana bars yang diterima adalah banana bars dengan tekstur yang renyah dan kering, rasa

yang dapat diterima, dan warna coklat keemasan.

Tabel 6. Formula Banana bars

Bahan Formula I (gram) Formula II (gram)

Tepung pisang 15 10

Tepung tempe 10 10

Tepung ketan 15 15

Margarin 15 15

Gula halus 20 20

Inulin 2 2

Air (ml) 15 8

Total 92 80

Tabel 7. Suhu dan waktu pemanggangan dengan oven baking Getra

Perlakuan Suhu atas Suhu bawah Waktu pemanggangan

1 160oC 140oC 25 menit

2 140oC 160oC 25 menit

Page 35: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

20

Tabel 8. Suhu dan waktu pemanggangan dengan oven baking Mermet

Perlakuan Suhu dan waktu pemanggangan

Awal Akhir

1 100oC selama 20 menit 120oC selama 40 menit

2 100oC selama 20 menit 140oC selama 40 menit

Inulin pada kedua formula ini dicampurkan ke dalam bahan tepung-tepungan. Inulin

berfungsi untuk memperkaya kandungan serat dan berperan sebagai prebiotik. Menurut

Tungland (2002), penyerapan mineral oleh tubuh dapat ditingkatkan dengan mengonsumsi

inulin sebanyak 15 gram per hari. Oleh karena itu, untuk satu takaran saji diperlukan sekitar 5

gram inulin. Kedua formula tersebut telah ditambahkan inulin ke dalamnya dengan jumlah

tetap yaitu 2 gram per adonan (± 80 gram) atau sekitar 2.5% dari total adonan. Tahapan proses

pembuatan banana bars ditunjukkan pada Gambar 8. Formulasi banana bars yang dibuat pada

tahap ini kemudian akan diuji secara organoleptik terhadap atribut overall dan satu formula

terbaik dilakukan analisis proksimat.

Tepung pisang, tepung ketan, tepung tempe, inulin Margarin, gula halus

Penambahan air

Pencampuran

Pencetakan

Pemanggangan dalam oven baking dengan suhu awal 100oC

selama 20 menit dan suhu akhir 130oC selama 40 menit

Banana bars

Gambar 8. Diagram alir pembuatan banana bars dengan inulin (Ferawati, 2009)

3. Reformulasi banana bars

Reformulasi banana bars dilakukan karena formula terbaik pada tahap optimasi proses

pemanggangan belum memenuhi persyaratan pangan darurat yaitu lemak 35-45%, protein 10-

15%, dan karbohidrat 40-50% terhadap 700 kkal. Sumbangan protein yang dimiliki formula

terbaik tersebut belum masuk dalam kisaran persyaratan pangan darurat bagi protein (< 10-

15%). Formula terbaik tersebut kemudian dimodifikasi dan dihasilkan empat formula dengan

dua diantaranya tidak menggunakan inulin. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh

inulin terhadap karakteristik tekstur yang dihasilkan pada banana bars. Empat reformulasi

tersebut ditunjukkan pada Tabel 9.

Page 36: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

21

Tabel 9. Reformulasi Formula II

Bahan (g) Formula A Formula B Formula C Formula D

Tepung pisang 10 10 10 10

Tepung tempe 15 20 15 20

Tepung ketan 10 5 10 5

Margarin 15 15 15 15

Gula halus 20 20 20 20

Inulin 0 0 2 2

Air (ml) 8 8 8 8

Total 78 78 80 80

Keempat formula tersebut kemudian dilakukan analisis proksimat, analisis fisik, analisis

mikrobiologi, uji organoleptik, dan uji kadar inulin. Analisis proksimat meliputi analisis kadar

air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar serat kasar. Uji

organoleptik dilakukan terhadap atribut warna, aroma, rasa, tekstur, dan overall menggunakan

uji rating hedonik. Analisis fisik yang dilakukan meliputi analisis aw, analisis tekstur, dan

analisis warna. Uji mikrobiologi meliputi analisis total mikroba dan total kapang khamir.

Pemilihan formula terbaik didasarkan pada formula terbaik hasil uji organoleptik atribut overall

yang mengandung inulin dan memenuhi persyaratan pangan darurat. Formula terbaik yang

mengandung inulin kemudian diuji kadar inulin.

C. METODE ANALISIS

1. Kadar Air (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 1-2 gram ditimbang pada sebuah wadah kering yang telah diketahui

bobotnya. Sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 3 jam. Sampel

didinginkan dalam desikator dan ditimbang, pekerjaan tersebut diulangi hingga tercapai bobot

yang konstan.

Kadar air =

Keterangan: A= bobot wadah + sampel sebelum dikeringkan (g)

B= bobot wadah + sampel setelah dikeringkan (g)

C = bobot sampel awal (g)

2. Kadar Abu (AOAC, 1995)

Sampel seberat 2-3 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah

dikeringkan dan diketahui bobotnya. Sampel dalam cawan diarangkan pada pemanas dan

diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550oC sampai pengabuan sempurna. Sampel

didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang hingga bobot konstan.

Kadar abu (%) =

Keterangan: A = bobot cawan + sampel kering (g)

B = bobot cawan kosong kering (g)

C = bobot sampel awal (g)

Page 37: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

22

3. Kadar Protein (AOAC, 1995)

Sampel seberat 100-250 mg ditimbang dan dipindahkan ke dalam labu Kjehdahl 30 ml,

kemudian ditambahkan 1.9 gram K2SO4, 40 mg HgO, dan 3.8 ml H2SO4. Sampel dididihkan

selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Sampel didinginkan dan ditambahkan sejumlah

kecil air secara perlahan-lahan, kemudian didinginkan kembali. Isi labu dipindahkan ke dalam

alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air akuades. Air pembilas dipindahkan ke

dalam alat destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH-5% Na2S2O3.

Erlenmeyer 250 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator merah

metilenn-biru metilen diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam

di bawah larutan H3BO3. Destilasi dilakukan sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam

erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-

abu. Penetapan blanko juga dilakukan untuk mengurangi bias dalam pengukuran.

Cara perhitungan kadar protein:

Kadar N (%) =

Kadar protein (%) = %N x faktor konversi (6.25)

4. Kadar Lemak (AOAC, 1995)

Labu lemak yang digunakan dikeringkan di dalam oven, kemudian didinginkan di dalam

desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 gram sampel dibungkus dengan kertas saring dan ditutup

dengan kapas bebas lemak kertas saring yang berisi sampel dimasukkan ke dalam tabung

ekstraksi Soxhlet, kemudian kondensor dipasang di bagian atas, dan labu lemak di bagian

bawah. Pelarut heksana dituang secukupnya ke dalam labu lemak.

Sampel direfluks selama 5 jam. Pelarut yang digunakan didestilasi dan ditampung.

Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven dengan suhu

105oC hingga bobot konstan. Labu lemak selanjutnya didinginkan dalam desikator dan

kemudian ditimbang beserta dengan lemak di dalamnya.

Kadar lemak (%) =

5. Kadar Karbohidrat (AOAC, 1995)

Kadar karbohidrat sampel dihitung dengan cara 100% kandungan gizi sampel dikurangi

dengan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Nilainya ditentukan dengan

menggunakan rumus berikut:

Kadar karbohidrat = 100% - (%kadar air + %kadar abu + %kadar lemak + %kadar protein)

6. Kadar Serat Kasar (Apriyantono et al, 1989)

Contoh ditimbang sebanyak 2 gram lalu dihaluskan. Contoh yang telah halus diekstrak

lemaknya menggunakan pelarut Petroleum Eter (PE). Sampel bebas lemak dipindahkan secara

kuantitatif ke dalam Erlenmeyer 600 ml. Tambahkan 0.5 gram asbes yang telah dipijarkan dan

2 tetes anti buih. Setelah itu, tambahkan ke dalam erlenmeyer 200 ml larutan H2SO4 mendidih.

Letakkan erlenmeyer pada pendingin balik. Didihkan contoh di dalam erlenmeyer selama 30

menit dengan sesekali digoyang setelah selesai saring suspensi dengan menggunakan kertas

Page 38: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

23

saring. Cuci residu yang tertinggal dengan air mendidih, pencucian dilakukan sampai air

cucian tidak bersifat asam lagi. Pindahkan residu secara kuantitatif dengan menggunakan

spatula. Cuci kembali sisa residu yang tertinggal pada kertas saring dengan menggunakan

NaOH mendidih sampai semua residu masuk semua ke dalam erlenmeyer. Didihkan kembali

contoh dengan pendingin balik selama 30 menit dengan sesekali digoyangkan. Saring kembali

contoh dengan kertas saring yang diketahui beratnya sambil dicuci dengan K2SO4 10%. Cuci

residu di kertas saring dengan menggunakan air mendidih kemudian dengan alkohol 95%.

Keringkan kertas saring di dalam oven dengan suhu 110oC sampai berat konstan (1-2 jam).

Setelah itu, sampel didinginkan dan dimasukkan ke dalam desikator, lalu sampel ditimbang.

Cara perhitungannya adalah sebagai berikut :

Kadar serat kasar (gr/100gr contoh) =

Keterangan: W1= berat residu dan kertas saring yang dikeringkan (g)

W2= berat kertas saring (g)

W = berat sampel yang dianalisis (g)

7. Uji Kadar Inulin metode HPLC (AOAC, 1995)

Kadar inulin diukur dengan menggunakan metode HPLC. Metode ini meliputi pembuatan

larutan standar, ekstraksi sampel dan hidrolisis sampel. Sampel yang telah diekstraksi dan

dihidrolisis dihitung konsentrasi inulin dengan membandingkannya dengan kurva larutan

standar.

Larutan standar dibuat dengan menimbang fruktosa sebagai standar sebanyak 2 mg.

Fruktosa dimasukkan dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan dengan menggunakan akuades

lalu dikocok hingga homogen. Larutan tersebut dijadikan larutan induk 1000 ppm, kemudian

buat deret konsentrasi 5 ppm, 25 ppm, 50 ppm dengan masing-masing ditambah internal

standar konsentrasi 50 ppm. Saring dengan filter dan masukkan ke dalam vial untuk

disuntikkan pada HPLC.

Proses ekstraksi sampel dilakukan dengan cara menghomogenkan sampel yang kemudian

dimasukkan ke dalam gelas piala. Tambahkan air panas sebanyak 40 ml dan tambahkan KOH

0.05 N atau HCL 0.05 N hingga pH sekitar 6.5-8. Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke

dalam labu takar 100 ml, dipanaskan 85°C, dan diaduk. Larutan tersebut didinginkan dan

kemudian dipindahkan ke dalam gelas piala untuk diaduk kuat. Setelah itu encerkan hingga

mengandung 1% fruktan.

Langkah berikutnya adalah hidrolisis sampel hasil ekstraksi dengan menggunakan enzim

inulinase. Mula-mula diambil 15 g sampel (A), kemudian ditambah 15 g buffer asetat hingga

memiliki pH 4.5. Ditambahkan amiloglukosidase sebanyak 35 mg dan diinkubasi selama 30

menit pada suhu 60°C, lalu ditimbang (B). Sebanyak 10 g sampel ditimbang dan ditambah

enzim inulinase. Sampel tersebut diinkubasi kembali pada suhu 60°C selama 30 menit. Biarkan

dingin, lalu ditimbang (C). Hasil ekstraksi A, B, dan C masing-masing diencerkan,

ditambahkan internal standar (glukoheptosa) 20 ppm, disaring, lalu diinjeksikan pada HPLC.

8. Pengukuran Aktivitas Air

Aktivitas air akan menentukan tekanan di dalam kemasan. Aktivitas air dari sampel

diukur dengan menggunakan aw meter yang telah dikalibrasi dengan garam NaCl dengan nilai

kelembabannya (RH) adalah 75%. Sampel dimasukkan ke dalam chamber pada aw meter dan

Page 39: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

24

ditutup rapat. Pembacaan nilai aw dilakukan pada saat angka tidak berubah. Hal ini ditunjukkan

oleh tulisan atau indikator pada aw meter yaitu complete test.

9. Analisis Tekstur

Analisis tekstur dilakukan terhadap kekerasan bars yang dihasilkan dengan menggunakan

Texture Analyzer XT2i yang dinyatakan dalam satuan gf (gram force). Alat ini dilengkapi

dengan sistem komputerisasi sehingga harus diatur sesuai dengan kebutuhan dan jenis produk

yang diuji. Sebelum dilakukan pengukuran contoh, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi probe.

Bars yang diukur kekerasannya diletakkan di bawah probe dan “Quick Run Test” ditekan.

Probe yang digunakan adalah P/2 (probe silinder), jarak probe yang dikalibrasi sesuai dengan

tinggi bars yaitu 4 mm dari bars. Setelah pengukuran selesai, nilai kekerasan bars dapat dilihat

pada layar komputer. Pengaturan texture analyzer pada pengukuran bars dapat dilihat pada

Tabel 10.

Tabel 10. Pengaturan Texture Analyzer pada pengukuran bars

Test mode option Measure force in compression Return to start

Parameters Pre test speed 2.0 mm/s

Test speed 0.5 mm/s

Post test speed 10.0 mm/s

Distance 4 mm/s Trigger Type Auto

Force 5 g

Force Grams

Distance Milimeters

10. Analisis warna (Metode Hunter)

Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter Minolta CR 300

(minolta Camera, Co. Japan 82281029) untuk formula terbaik. Sebelum digunakan alat ini

dikalibrasi dengan standar warna putih. Sampel diletakkan pada tempat yang tersedia, setelah

menekan tombol start diperoleh nilai L, a, dan b. Ketiga parameter tersebut merupakan ciri

notasi warna Hunter.

Notasi L berkisar antara 0 (hitam) hingga ± 100 (putih). Notasi a menyatakan warna

kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna

merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna

kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna

kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna biru. Selanjutnya dari nilai a dan b

dapat dihitung oHue dengan rumus

oHue = tan-1 (b/a)

jika hasil yang diperoleh:

18o-54o = Red (R)

54o-90o = Yellow red (YR)

90o-126o = Yellow

126o-162o = Yellow green (YG)

162o-198o = Green (G)

198o-234o = Blue green (BG)

234o-270o = Blue (B)

270o-306o = Blue purple (BP)

306o-342o = Purple (P)

342o-18o = Red purple (RP)

Page 40: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

25

11. Uji Organoleptik (Meillgard, 1999)

Uji organoleptik yang digunakan adalah uji rating hedonik untuk menentukan apakah

masing-masing produk berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Panelis yang digunakan

adalah panelis semi terlatih sebanyak 70 orang untuk kedua uji di atas. Analisis data dilakukan

menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) dengan uji lanjut Duncan. Skala yang

digunakan dalam uji ini adalah skala kategori 7 poin dengan deskripsi sebagai berikut:

1 = sangat tidak suka

2 = tidak suka

3 = agak tidak suka

4 = netral

5 = agak suka

6 = suka

7 = sangat suka

12. Uji Mikrobiologi (Total Plate Count dan Total Kapang-khamir) (Fardiaz, 1989)

Total mikroba dihitung dengan metode hitungan cawan pada media Plate Count Agar,

sedangkan untuk total kapang-khamir digunakan media APDA (Acidified Potato Dextrose

Agar). Sepuluh gram contoh dilarutkan dalam larutan garam fisiologis 0.85% sebanyak 90 ml.

dari larutan ini diencerkan kembali sampai tingkat pengenceran yang dikehendaki. Dari setiap

pengenceran diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri, dan diberi 15 ml PCA/APDA

cair (duplo). Selanjutnya cawan diputar membentuk angka delapan dan dibiarkan membeku.

Inkubasi dilakukan pada suhu 37oC selama 2 hari untuk TPC dan inkubasi pada 30oC selama 3-

5 hari untuk total kapang-khamir.

Page 41: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

26

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENGOLAHAN BAHAN BAKU

1. PEMBUATAN TEPUNG PISANG

Tujuan dari penepungan pisang ini adalah untuk meningkatkan umur simpan pisang dan

memberikan karakteristik banana bars yang sama bila menggunakan bahan baku dengan

karakteristik yang sama. Komposisi kimia tepung pisang ini mirip dengan yang dilaporkan oleh

Hermanto (1991) yang ditunjukkan pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil analisis proksimat tepung pisang

Komposisi Kandungan %

(basis kering)

Kandungan %

(basis kering)*

Kadar air %** 4.41 3.00

Kadar abu 2.45 3.30

Kadar protein 4.72 4.54

Kadar lemak 0.89 0.82

Kadar karbohidrat (by difference) 91.94 91.34

* Hermanto (1991)

** dinyatakan dalam basis basah

Warna tepung pisang yang dihasilkan pada penelitian ini adalah putih kekuningan dengan

nilai derajat putih sebesar 44.1%. Nilai derajat putih ini dipengaruhi oleh suhu pengeringan.

Pengeringan menggunakan oven pengering dengan suhu 60oC menghasilkan karamelisasi dan

reaksi Maillard yang tidak terlalu tinggi. Karamelisasi dan reaksi Maillard menyebabkan

terjadinya warna coklat pada tepung pisang. Semakin banyak terjadi karamelisasi dan reaksi

Maillard pada proses pengeringan maka semakin coklat warna tepung pisang. Selain pengaruh

suhu, bentuk bahan yang dikeringkan juga mempengaruhi derajat putih tepung pisang.

Potongan pisang yang berbentuk chips memiliki luas permukaan bahan yang kontak dengan

permukaan pengering lebih kecil dibandingkan potongan berbentuk lonjong (Budi, 1995)

sehingga karamelisasi dan reaksi Maillard lebih kecil terjadi dan warna tepung pisang yang

dihasilkan mempunyai derajat putih yang besar.

Menurut Hermawan (1982) ada dua proses pembuatan tepung pisang, yaitu proses basah

dan proses kering. Pembuatan secara basah dilakukan dengan cara: pisang yang telah

berbentuk bubur atau pasta dikeringkan dengan alat pengering drum drier atau spray drier.

Pembuatan secara kering yaitu setelah dikupas, pisang diiris tipis. Hasil irisan tersebut

dikeringkan dengan menggunakan alat pengering ataupun sinar matahari. Proses pengeringan

tergantung pada suhu yang digunakan pada mesin pengering. Pengeringan dengan mesin

pengering lebih terkontrol karena irisan pisang diletakkan di ruang tertutup sehingga

kontaminasi mikroba dan debu dapat dikurangi. Selain itu, suhu pengeringan juga dapat diatur

sesuai keinginan. Masalah utama yang sering timbul saat pembuatan tepung pisang menurut

Hermawan (1982) adalah timbulnya warna coklat pada tepung yang dihasilkan. Maka dari itu,

diperlukan perlakuan yang dapat mengurangi atau mencegah terjadinya pencoklatan tersebut.

Cara yang dapat dilakukan untuk mencegah pencoklatan adalah blansir.

Penggilingan pisang dilakukan dengan menggunakan alat penggiling pin disc mill yang di

dalamnya terdapat ayakan berukuran 60 mesh. Tepung pisang yang dihasilkan siap digunakan

sebagai bahan pembuat banana bars. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah

makronutrien dan kandungan kalori tepung pisang. Kandungan karbohidrat yang dimiliki

Page 42: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

27

tepung pisang (91.94 %bk) lebih tinggi dibandingkan kandungan protein (4.72 %bk) dan

lemaknya (0.89 %bk). Hal ini disebabkan oleh tingginya pati yang ada dalam tepung pisang

(Crowther, 1979). Menurut Wills et al., (1981) karbohidrat pisang terdiri dari pati, gula-gula

sederhana (glukosa, fruktosa, dan sukrosa), pektin, lignin, selulosa, dan hemiselulosa.

2. PEMBUATAN TEPUNG TEMPE

Beberapa keuntungan yang diperoleh dari pengeringan tempe, antara lain adalah

berkurangnya volume dan berat bahan sehingga memudahkan dalam pengangkutan dan

penyimpanannya (Winarno, 1985). Tempe yang digunakan dalam pembuatan tepung tempe

adalah tempe yang telah difermentasi selama satu hari dengan tujuan untuk mengurangi rasa

pahit yang ditimbulkan oleh kapang. Hasil analisis proksimat tepung tempe ditunjukkan pada

Tabel 12.

Tabel 12. Hasil analisis proksimat tepung tempe

Komposisi Kandungan %

(basis kering)

Kandungan %

(basis kering)*

Kadar air %** 4.46 8.70

Kadar abu 2.09 2.52

Kadar protein 52.42 52.57

Kadar lemak 31.23 27.14 Kadar karbohidrat (by difference) 14,23 14.79

*Mardiah (1994)

** dinyatakan dalam basis basah

Kadar air hasil analisis proksimat maupun penelitian Mardiah (1994) berada di bawah

ketentuan kadar air maksimal yang ditetapkan SNI untuk tepung-tepungan yaitu 15% (bb).

Selain itu, menurut Winarno (1997) batas kadar air minimum dimana mikroba masih dapat

tumbuh adalah 14-15% (bb). Hal ini menunjukkan bahwa tepung tempe memiliki kualitas yang

baik karena kadar airnya berada di bawah ketentuan kadar air maksimal SNI dan mencapai

kadar air yang aman (dari mikroba) yaitu kurang dari 15% (bb).

Adanya perbedaan pada kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar

karbohidrat antara tepung tempe dari penelitian ini dengan penelitian Mardiah (1994) dapat

disebabkan oleh perbedaan jenis tempe yang digunakan, varietas kedelai untuk membuat

tempe, jenis kapang dan ragi yang digunakan, serta metode analisis yang digunakan.

Dwidjoseputro dan Wolf (1970) mengamati adanya perbedaan jenis-jenis kapang yang tumbuh

pada tempe yang berasal dari daerah-daerah yang berbeda. Jenis kapang yang digunakan pada

penelitian ini adalah kapang jenis R. Oligosporus sedangkan kapang yang digunakan pada

penelitian Mardiah (1994) adalah kapang R. oligosporus, R. Oryzae, dan R. Arrhizus.

Demikian halnya dengan karakteristik ragi yang digunakan. Ragi murni yang digunakan akan

menghasilkan karakteristik tepung tempe yang berbeda dengan ragi campuran.

Tempe yang akan diolah menjadi tepung tempe terlebih dahulu dilakukan beberapa

perlakuan pendahuluan sebelum dikeringkan, seperti pemotongan dan blansir. Pemotongan

tempe dimaksudkan untuk menambah luas permukaan sehingga mempercepat penguapan air.

Selain itu, menurut Soegiharto (1995), reduksi ukuran tempe sebelum proses blansir dilakukan

untuk memperluas permukaan sehingga kapang yang masih hidup di dekat atau pada

permukaan tempe lebih mudah dimatikan.

Blansir pada proses pembekuan dan pengeringan, dilakukan untuk menghentikan aktivitas

enzim-enzim yang merusak mutu produk olahan yang dihasilkan. Menurut Sumarsono (1983),

Page 43: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

28

blansir merupakan cara terbaik untuk mematikan kapang Rhizopus. Selain itu, blansir mampu

mengurangi rasa pahit yang ditimbulkan akibat fermentasi kapang. Menurut Rohani (1999)

perlakuan blansir pada tempe bertujuan untuk mematikan pertumbuhan kapang sehingga

fermentasinya akan terhenti. Menurut Fardiaz et al., (1980) blansir adalah pemanasan

pendahuluan yang bertujuan untuk menginaktifkan enzim-enzim di dalam bahan pangan.

Menurut Syamsir (2011), proses blansir yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan

air panas (70 – 100oC) atau dengan steam (uap panas). Blansir pada penelitian ini dilakukan

menggunakan uap panas pada suhu 100oC selama 10 menit. Blansir dengan uap lebih baik

dibandingkan dengan air panas, karena dengan uap kehilangan garam dan vitamin dapat

dicegah. Menurut Muchtadi et al., (1989) blansir dalam air panas dapat melarutkan dan

merusak nilai-nilai gizi bahan, menyebabkan tekstur menjadi lunak, serta mengurangi flavor

dan warna bahan. Selain itu proses blansir dapat mempercepat laju pengeringan dan produk

lebih bersih (Shurtleff W et al, 1980).

Tempe kemudian dikeringkan menggunakan oven pengering bersuhu 60oC selama sekitar

empat jam. Oven pengering berfungsi sebagai pengering, menghasilkan udara panas yang

digerakkan oleh blower sehingga mengefektifkan pindah panas yang terjadi dari udara panas

kepada bahan yang dikeringkan (Sitanggang, 2008).Setelah tempe kering dan berbunyi “kres”

saat diremas, kemudian tempe didinginkan beberapa menit di suhu ruang untuk kemudian

digiling menggunakan alat pin disc mill. Penggilingan dimaksudkan untuk memperkecil ukuran

tempe dalam pembuatan tepung. Di dalam pin disc mill terdapat ayakan berukuran 60 mesh

sehingga tepung yang keluar akan memiliki tingkat kehalusan yang seragam dan bersih dari

kotoran pengganggu.

B. OPTIMASI PROSES PEMANGGANGAN BANANA BARS

Formulasi pangan darurat yang dibuat harus mengandung kalori sebesar 233 kkal per bar-nya

(1 bars = 50 gram) (Zoumas et al., 2002). Dengan pertimbangan berat per bar-nya, kemudahan

untuk dikonsumsi, dibuat dan dikreasikan serta suhu dan waktu pemanggangan yang lebih efisien

maka banana bars yang dibuat memiliki berat sekitar 22-24 gram per bar. Kandungan energi per

bar-nya sekitar 110 kkal sehingga untuk satu takaran saji disarankan 6-7 bars untuk memenuhi

energi sebesar 700 kkal.

Formulasi EFP dihitung menggunakan prinsip kesetimbangan massa dengan bantuan

program Microsoft Excel. Hasil penghitungan perkiraan kalori dengan bantuan Microsoft Excel ini

tidak jauh berbeda dengan hasil analisis proksimat. Pendekatan penghitungan ini telah digunakan

dalam pembuatan pangan darurat cookies (Sitanggang, 2008) dan pembuatan pangan darurat

banana bars penelitian Ferawati (2009) tentang banana bars. Penentuan formulasi awal EFP yang

ditunjukkan pada Lampiran 1 didasarkan pada penelitian Ferawati (2009) tentang banana bars.

Dalam rangka mengembangkan potensi bahan lokal yang ada di daerah Subang, maka

banana bars yang dibuat menggunakan bahan baku utama tepung pisang. Selain itu, sebagai

sumber protein digunakan tepung tempe dan sebagai sumber karbohidrat digunakan tepung ketan.

Inulin yang ditambahkan ke dalam banana bars berfungsi sebagai sumber serat dan prebiotik.

Pada proses pembuatan banana bars, margarin dan gula halus dicampurkan secara terpisah

dari bahan tepung-tepungan. Prinsip ini mengikuti metode pembuatan krim two stage method.

Pada metode ini pembuatan krim dilakukan dengan mencampur lemak, gula, emulsifying agent

dan komponen minor lainnya selain pengembang menjadi satu (Matz and Matz, 1978). Proses

pembuatan krim dengan metode ini akan memberikan hasil yang kompak pada krim. Sumber

pemanis yang digunakan adalah gula halus dengan tujuan agar proses pencampuran lebih merata

Page 44: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

29

dibandingkan menggunakan gula pasir. Gula juga berfungsi sebagai bahan pengawet makanan

(Gautara dan Wijandi, 1981). Gula merupakan senyawa kimia yang tergolong kelompok

karbohidrat, mempunyai rasa manis dan larut dalam air. Selain itu, gula bersifat humektan yaitu

senyawa kimia yang bersifat higroskopis dan mampu menurunkan aw dalam bahan pangan juga

bersifat antimikroba, memperbaiki tekstur, cita rasa dan dapat meningkatkan nilai kalori (Haliza,

1992).

Pada tahap ini dibuat sembilan formula yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Sembilan

formula ini dibuat untuk mencari komposisi yang dapat menghasilkan banana bars yang disukai

oleh panelis. Kesembilan formula ini dibedakan pada jumlah tepung pisang, tepung tempe, dan

tepung ketan yang digunakan yaitu berkisar antara 29.41-41.18% basis tepung-tepungan.

Kesembilan formula ini dipanggang dengan suhu yang digunakan pada penelitian Ferawati (2009)

tentang banana bars yaitu 100oC selama 40 menit kemudian dinaikkan menjadi 120oC selama 20

menit. Suhu rendah (100oC) yang digunakan pada awal pemanggangan bertujuan untuk

mengeluarkan air yang ada pada bars dan dilanjutkan dengan suhu tinggi (120oC) yang berfungsi

untuk mengeluarkan air lanjutan dan mematangkan produk.

Kesembilan formula banana bars tersebut mengalami case hardening (Gambar 9) yaitu

bagian permukaan produk sudah matang kecoklatan namun bagian dalam produk masih belum

matang sempurna. Hal ini disebabkan oleh adanya amilopektin pada tepung ketan yang mengikat

air lebih kuat dibandingkan amilosa pada tepung perigu yang digunakan sebagai bahan baku

banana bars dalam penelitian Ferawati (2009). Menurut Muchtadi (2008), perubahan akibat

pemanggangan dipengaruhi oleh kondisi proses (suhu dan lama) serta jenis bahan yang

dipanggang (komposisi kimia). Suhu oven baking yang berfluktuasi dapat mempengaruhi tingkat

kematangan banana bars. Warna yang dihasilkan adalah kuning muda pada bagian tengah dan

coklat tua pada bagian luar. Tekstur yang dihasilkan adalah rapuh pada bagian tengah dan keras

pada bagian luar. Tekstur rapuh pada bagian tengah disebabkan oleh belum matangnya banana

bars akibat terikatnya air pada amilopektin. Selain itu, terdapat butiran tepung pisang pada

kesembilan formula banana bars. Hal ini disebabkan oleh besarnya ukuran ayakan yang

digunakan untuk menyaring tepung pisang yaitu 60 mesh. Semakin besar ukuran mesh yang

digunakan untuk menyaring maka semakin kecil ukuran granula tepung yang dihasilkan. Case

hardening yang terjadi pada banana bars dapat diatasi dengan mencari suhu dan lama waktu

pemanggangan yang tepat sehingga dapat menghasilkan karakteristik banana bars yang dapat

diterima.

Gambar 9. Banana bars yang mengalami case hardening

Penentuan formula yang akan digunakan pada tahap optimasi proses pemanggangan dipilih

dengan menggunakan uji organoleptik rating hedonik terhadap atribut rasa. Hasil uji rating

hedonik tersebut ditunjukkan pada Gambar 10. Kuisioner uji rating hedonik atribut rasa dapat

dilihat pada Lampiran 4. Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa formula F7 memiliki skor tertinggi

diantara kedelapan formula lainnya yaitu 5.51 (agak disukai). Formula F7 dengan komposisi

tepung pisang, tepung tempe, dan tepung ketan sekitar 29.41-41.18% dari total adonan yang sama

akan digunakan pada optimasi proses pemanggangan. Namun, diperlukan beberapa modifikasi,

Page 45: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

30

diantaranya tidak lagi digunakan garam pada banana bars, ditambahkan inulin, dan dilakukan

perkiraan penghitungan nilai energi yang terkandung dalam setiap bars.

Gambar 10. Histogram uji rating hedonik terhadap atribut rasa

Garam tidak lagi digunakan pada tahap optimasi proses pemanggangan karena garam

memberikan rasa asin yang berlebihan pada banana bars. Rasa asin yang ditimbulkan pada

banana bars selain disumbangkan oleh garam, juga disumbangkan oleh margarin. Margarin

merupakan emulsi air di dalam lemak yang terdiri 85 persen lemak dan air sekitar 15 persen serta

kedalaman emulsi ini ditambahkan zat-zat tambahan makanan seperti pengemulsi lesitin, pemberi

cita rasa, aroma, garam, zat warna, vitamin, dan lain-lain (Dini, 2007). Rasa asin yang ditimbulkan

dari margarin telah cukup memberikan rasa asin pada produk. Selain itu, margarin dapat

menggantikan fungsi garam dalam memberikan kelembaban pada produk.

Inulin yang ditambahkan pada banana bars merupakan inulin komersial. Inulin membantu

mengikat air, meningkatkan mouthfeel dalam berbagai produk makanan, juga berperan dalam

meningkatkan tekstur makanan (International Partnering Event on Health and Food, 2003).

Modifikasi formula F7 menghasilkan dua formula yang ditunjukkan pada Tabel 13.

Tabel 13. Formula Banana bars

Bahan Formula I Formula II

Gram %* Gram %*

Tepung pisang 15 37.5 10 28.57

Tepung tempe 10 25 10 28.57 Tepung ketan 15 37.5 15 42.86

Margarin 15 37.5 15 42.86

Gula halus 20 50 20 57.14

Inulin 2 5 2 5.71

Air (ml) 15 37.5 8 22.86

Total 92 80

*dihitung berdasarkan bahan berbentuk tepung-tepungan

Setiap formula pada Tabel 19 menghasilkan banana bars sebanyak 2-3 buah dengan berat

per bar-nya sekitar 22 gram. Berdasarkan penghitungan perkiraan nilai kalori, energi yang

dihasilkan per bar sekitar 122-128 kkal sehingga dibutuhkan 5-6 bars per takaran saji agar dapat

memenuhi kebutuhan energi sebesar 700 kkal.

Kedua formula ini dibedakan oleh jumlah tepung pisang yang ditambahkan dengan tujuan

untuk mengetahui pengaruh tepung pisang terhadap karakteristik rasa dan aroma tepung pisang

yang dihasilkan. Jumlah tepung pisang yang ditambahkan pada formula II lebih banyak daripada

formula I sehingga air yang ditambahkan pada formula II lebih banyak dibandingkan formula I.

Menurut Chandra (2010), semakin tinggi kandungan pati maka pati akan cenderung menyerap air

3.24 3.48 3.67

3.05 2.85

4.28

5.51 5.28

3.67

2.5

3.5

4.5

5.5

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9

Rata

-rata

sk

or h

ed

on

ik

terh

ad

ap

atr

ibu

t rasa

Formula

Page 46: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

31

lebih banyak. Air yang ditambahkan ke dalam adonan berfungsi sebagai katalis di dalam adonan,

karena hampir keseluruhan air yang terdapat dalam adonan akan dikeluarkan selama proses

pemanggangan (Manley,2001).

Kedua formula ini dipanggang dengan dua perlakuan suhu. Perlakuan pertama dipanggang

menggunakan suhu atas 160oC dan suhu bawah 140oC selama 25 menit dan perlakuan kedua

dipanggang dengan suhu bawah 160oC dan suhu atas 140oC selama 25 menit dengan

menggunakan oven baking Getra yang memiliki sumber panas berupa gas. Oven ini memiliki suhu

pemanggangan atas dan bawah yang dapat diatur sesuai keinginan. Namun, suhu oven ini kurang

stabil sehingga sulit untuk dikontrol. Banana bars yang dihasilkan dari kedua perlakuan tersebut

memiliki warna yang tidak seragam antara sisi yang satu dengan sisis yang lain (Gambar 11). Sisi

yang lebih gosong merupakan sisi yang dipanggang dengan suhu pemanggangan yang lebih tinggi

yaitu 160oC sedangkan sisi yang dipanggang dengan suhu yang lebih rendah memiliki warna

kuning pucat. Menurut Sitanggang (2008), ketika adonan dimasukkan, suhu oven tidak boleh

terlalu panas, sebab bagian luar akan terlalu cepat matang sehingga menghambat pemanggangan.

Tekstur yang dihasilkan pada kedua perlakuan pemanggangan tersebut pun tidak seragam

yaitu adanya sisi yang lebih keras pada sisi yang gosong sedangkan sisi yang dipanggang dengan

suhu yang lebih rendah teksturnya lebih rapuh dan mudah hancur. Makin banyak panas yang

masuk, makin banyak rongga udara yang terbentuk dan lebih banyak pati yang tergelatinisasi. Hal

ini akan mempengaruhi struktur remah pada cookies.

Banana bars dengan kedua perlakuan pemanggangan tersebut memiliki rasa yang tidak

seragam akibat tingkat kematangan yang tidak sama. Selain itu, terdapat rasa berpasir pada kedua

perlakuan banana bars tersebut. Hal ini disebabkan oleh tepung pisang yang digunakan memiliki

butiran tepung yang cukup besar.

Gambar 11. Ketidaseragaman warna banana bars

Oleh karena itu, pada optimasi proses pemanggangan berikutnya kembali digunakan oven

baking dengan satu suhu pemanggangan agar diperoleh suhu pemanggangan yang lebih stabil.

Oven panggang yang digunakan adalah oven baking Mermet dengan sumber panas yang berasal

dari listrik yang dibantu blower untuk menyebarkan panasnya ke semua sisi oven. Suhu yang

dihasilkan pun lebih stabil dibandingkan oven baking Mah-Yih MD dan oven baking Getra yang

digunakan sebelumnya. Pemanggangan dengan oven baking Mermet ini lebih baik karena lebih

mudah mengontrol suhu dan diperoleh tingkat kematangan banana bars yang diinginkan.

Dengan menggunakan formula yang telah ditunjukkan pada Tabel 19, banana bars

dipanggang dengan suhu akhir pemanggangan 120oC dan 140oC sehinga dihasilkan empat

perlakuan yaitu:

1 = Formula I - 100oC selama 20 menit kemudian 120oC selama 40 menit

2 = Formula I - 100oC selama 20 menit kemudian 140oC selama 40 menit

3 = Formula II - 100oC selama 20 menit kemudian 120oC selama 40 menit

4 = Formula II - 100oC selama 20 menit kemudian 140oC selama 40 menit

Page 47: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

32

Keempat formula banana bars tersebut diuji secara organoleptik dengan menggunakan uji

rating hedonik terhadap atribut overall. Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa secara overall

perlakuan yang disukai adalah perlakuan 4 (Formula II dengan suhu pemanggangan 100oC selama

20 menit kemudian dinaikkan menjadi 140oC selama 40 menit) dengan nilai skor 5.01 (agak

disukai).

Gambar 12. Histogram Uji Rating Hedonik 1

Formula banana bars perlakuan 1 dan 3 memiliki warna yang sama, namun memiliki warna

yang berbeda dengan perlakuan 2-4. Hal ini diperjelas dengan gambar banana bars pada Gambar

13.

1 2 3 4

Gambar 13. Banana bars perlakuan 1, 2, 3, dan 4

Dapat dilihat bahwa formula banana bars yang dipanggang pada perlakuan 1 dan 3 (suhu

100oC selama 40 menit kemudian dinaikkan menjadi 120oC selama 20 menit) memiliki warna

kuning pucat, tekstur yang rapuh (mudah hancur bila disentuh) dan berpasir, serta ada rasa tempe.

Perbedaan jumlah tepung pisang yang ditambahkan pada kedua formula tersebut tidak

mempengaruhi penerimaan (kesukaan) panelis terhadap karakteristik rasa, tekstur ataupun warna

banana bars.

Banana bars dengan perlakuan 2 dan 4 (suhu 100oC selama 20 menit kemudian dinaikkan

menjadi 140oC selama 40 menit) memiliki warna coklat keemasan seperti cookies yang

dipanggang, tekstur yang dihasilkan memiliki tingkat kekerasan yang mudah digigit dan tidak

mudah hancur. Rasa yang dihasilkan pun cukup enak, tidak berpasir dan tidak pahit.

Perlakuan terbaik hasil uji organoleptik (perlakuan 4) dilakukan analisis proksimat agar dapat

dihitung kandungan energinya. Hasil analisis proksimat formula II memiliki nilai kadar air 1.73%

(bb), kadar abu 1.30% (bb), kadar lemak 22.05% (bb), kadar protein 8.1% (bb), dan kadar

karbohidrat 66.82% (bb). Berdasarkan hasil analisis proksimat tersebut dapat diketahui sumbangan

makronutrien banana bars adalah sebesar 39.84% lemak, 6.51% protein, dan 53.65% karbohidrat,

sedangkan sumbangan lemak, protein, dan karbohidrat untuk pangan darurat berturut-turut adalah

35-45%, 10-15%, dan 40-50% (Zoumas, et al., 2002). Dapat dilihat bahwa sumbangan protein

0.00

2.00

4.00

6.00

1 2 3 4

4.29 4.73 4.80 5.01

Rata

-ra

ta s

ko

r h

ed

on

ik

Perlakuan

Page 48: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

33

banana bars (6.51%) belum memenuhi persyaratan pangan darurat (10-15%) sehingga perlu

dilakukan reformulasi agar diperoleh kandungan makronutrien yang sesuai bagi pangan darurat.

C. REFORMULASI BANANA BARS

Reformulasi banana bars bertujuan untuk mencari formula banana bars kandungan

makronutrien yang sesuai dengan persyaratan pangan darurat (protein 10-15%, lemak 35-45%, dan

karbohidrat 40-50%), dan energi yang mampu memenuhi kebutuhan energi harian (2100 kkal)

dengan karakteristik (rasa, warna, tekstur, aroma, dan overall) yang dapat diterima, serta

mengetahui pengaruh inulin yang ditambahkan pada karakteristik banana bars yang dihasilkan.

Reformulasi banana bars dilakukan terhadap perlakuan empat yaitu Formula II dengan suhu

pemanggangan 100oC selama 20 menit kemudian 140oC selama 40 menit. Reformulasi banana

bars ditunjukkan pada Tabel 14.

Keempat formula tersebut telah dihitung perkiraan kandungan kalorinya dengan lebih baik

sehingga diharapkan hasil analisis proksimat yang akan dilakukan tidak jauh berbeda dari

perhitungan tersebut. Hasil perhitungan perkiraan kalori keempat formula ini dapat dilihat pada

Lampiran 2a, 2b, 2c, dan 2d dimana kandungan makronutrien dan energinya telah memenuhi

persyaratan pangan darurat.

Tabel 14. Reformulasi Formula II

Bahan Formula A (%) Formula B (%) Formula C (%) Formula D (%)

Tepung pisang 12.82 12.82 12.5 12.5

Tepung tempe 19.23 25.64 18.75 25

Tepung ketan 12.82 6.41 12.5 6.25

Margarin 19.23 19.23 18.75 18.75

Gula halus 25.64 25.64 25 25 Inulin 0 0 2.5 2.5

Air (ml) 10.23 (22.86)* 10.23(22.86)* 10(22.86)* 10 (22.86)*

*dihitung berdasarkan jumlah bahan berbentuk tepung-tepungan

Keempat formula tersebut dipanggang dengan suhu yang sama seperti pada perlakuan empat

yaitu suhu 100oC selama 20 menit kemudian 140oC selama 40 menit. Namun, banana bars yang

dihasilkan memiliki warna coklat tua akibat gosong, teksturnya sangat renyah, rasa pahit akibat

produk yang gosong. Warna gelap yang muncul pada banana bars disebabkan oleh adanya reaksi

Maillard. Reaksi Maillard merupakan reaksi antara gula-gula pereduksi dengan grup amino dari

asam-asam amino atau protein (Muchtadi et al., 1992). Menurut Manley (2001), ada tiga

perubahan yang terjadi selama proses pemanggangan, yaitu 1) peningkatan ketebalan sebagai

akibat dari pengembangan struktur internal adonan; 2) perubahan warna pada permukaan produk

(misalnya: reddish brown colouration) karena adanya reaksi Maillard; dan 3) pengeluaran uap air.

Oleh karena itu, perlu dicari suhu pemanggangan yang dapat menghasilkan karakteristik warna,

rasa, tekstur, aroma, dan overall yang dapat diterima. Selanjutnya banana bars dipanggang dengan

suhu akhir pemanggangan yang lebih rendah yaitu 130oC selama 40 menit. Penggunaan suhu ini

dipilih karena diduga suhu akhir pemanggangan 140oC terlalu tinggi bagi komposisi bahan seperti

keempat reformulasi yang ditunjukkan pada Tabel 20. Penggunaan suhu yang lebih rendah

(130oC) dibandingkan suhu standar pemanggangan cookies (170-180oC) (Faridi, 1994) bertujuan

untuk mencegah kegosongan produk pada bagian permukaan.

Banana bars yang dihasilkan memiliki rasa, warna, dan tekstur yang dapat diterima sehingga

suhu pemanggangan awal 100oC selama 20 menit dan suhu akhir pemanggangan 130oC selama 40

menit merupakan suhu optimum yang dapat menghasilkan karakteristik banana bars yang dapat

Page 49: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

34

diterima (Gambar 14). Keempat formula tersebut dilakukan analisis proksimat, analisis fisik,

mikrobiologi, pengujian organoleptik, dan satu formula terbaik yang mengandung inulin diuji

kadar inulinnya.

Gambar 14. Banana bars hasil reformulasi

D. ANALISIS PROKSIMAT, FISIK, DAN MIKROBIOLOGI

Analisis proksimat meliputi kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, kadar serat

kasar, dan kadar karbohidrat (by difference) yang dilakukan pada keempat formula. Hasil analisis

proksimat (Tabel 15) ini digunakan sebagai dasar untuk melakukan penghitungan energi masing-

masing formula.

Tabel 15. Hasil Analisis Proksimat Banana bars

Analisis Formula A

%(bk)

Formula B

%(bk)

Formula C

%(bk)

Formula D

%(bk)

Kadar air %* 1.77 1.73 1.79 1.76

Kadar lemak 24.39 23.65 24.46 23.43 Kadar protein 11.10 12.88 10.65 13.08

Kadar abu 1.25 1.27 1.34 1.35

Kadar karbohidrat 63.26 62.20 63.54 62.13

Kadar serat kasar 2.09 2.06 2.21 2.22

*dihitung dalam basis basah

Formula dari setiap EFP diasumsikan memiliki kadar air produk akhir maksimal 3% untuk

menjaga aw produk akhir produk EFP tidak melebihi 0.6 (Zoumas, et al., 2002). Bila aktivitas air

(aw) yang dikandung produk melebihi 0.6 maka mikroba terutama kapang menjadi lebih mudah

tumbuh dan hal ini dapat menurunkan mutu produk banana bars karena produk menjadi kapangan.

Formula A, B, C, dan D memiliki nilai aw antara 0.277–0.308 pada suhu 30.3-30.8oC. Dengan

demikian, keempat formula tersebut telah berhasil untuk mendapatkan nilai aw yang optimum.

Tujuan pembatasan nilai aw untuk meminimalisir proses deteriorasi produk yang diakibatkan oleh

mikroorganisme dan reaksi kimia sehingga mendapatkan umur simpan yang lama (± 2 tahun).

Menurut Hariyadi, et al (2006) produk kering (aw < 0.6) akan memiliki umur simpan yang lama

dibandingkan dengan pangan semi basah IMF (aw = 0.5-0.85) karena penghambatan metabolisme

mikroba. Bila aw produk terlalu rendah maka produk akan semakin kering dan menimbulkan rasa

haus bila dikonsumsi.

Kadar air yang dimiliki formula A sebesar 1.77% (bb), formula B memiliki kadar air sebesar

1.73% (bb), formula C memiliki kadar air sebesar1.79% (bb) dan formula D sebesar 1.76% (bb).

Kadar air keempat formula tersebut berada di bawah kadar air maksimal produk EFP sehingga

keempat formula tersebut telah memenuhi persyaratan pangan darurat.

Kadar lemak pada keempat formula nilainya tidak jauh berbeda yaitu sekitar 23.43-24.46%

(bk). Belum ada standar khusus yang mengatur tentang kandungan lemak produk bars sebagai

pangan darurat. Demikian pula SNI yang belum memberikan syarat khusus kandungan lemak bagi

produk cookies. Lemak merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam makanan karena

dapat menyebabkan perubahan sifat pada makanan tersebut. Perubahannya bahkan dapat terjadi ke

arah yang tidak diinginkan seperti ketengikan. Lemak dapat menghambat proses gelatinisasi

Page 50: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

35

dengan cara sebagian lemak akan diserap oleh permukaan granula, sehingga terbentuk lapisan

lemak yang bersifat hidrofobik di sekeliling granula pati. Hal ini akan menyebabkan kekentalan

dan kelekatan pati berkurang akibat jumlah air berkurang untuk terjadinya pengembangan granula

pati (Marissa, 2010). Kandungan lemak yang terdapat dalam banana bars berasal dari lemak

margarin.

Kadar protein yang dimiliki formula B 12.88% (bk) dan D 13.08% (bk) lebih besar

dibandingkan formula A 11.10 % (bk) dan C 10.65 % (bk). Hal ini disebabkan lebih banyaknya

tepung tempe yang digunakan pada formula B dan D. Tepung tempe menyumbangkan lebih

banyak protein dibanding bahan-bahan lain yang digunakan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 21

yang menunjukkan tepung tempe menyumbang protein sebesar 50.08% (bb). Menurut Karta

(1990) tempe dapat digunakan sebagai bahan penyusun makanan (food ingredient) dalam bentuk

tepung tempe, untuk memperkaya nilai gizi makanan, seperti protein dan serat.

Kadar abu menunjukkan besarnya kandungan mineral dalam bars dan berhubungan erat

dengan kemurnian serta kebersihan suatu bahan. Mineral merupakan zat anorganik dalam bahan

yang tidak terbakar selama proses pembakaran di dalam tanur. Menurut Sudarmadji et al.,(1989),

abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Semakin tinggi kadar abu

dalam cookies maka proses pembuatan cookies tersebut diduga kurang bersih sehingga persyaratan

kadar abu sangat penting untuk mengetahui tingkat kebersihan atau kemurnian suatu bahan. Kadar

abu sangat dipengaruhi oleh jenis bahan yang dianalisis. Hasil analisis proksimat kadar abu

keempat formula berkisar antara 1.25-1.35% (bk). Nilai kadar abu ini berasal dari tepung pisang

dan tepung tempe yang digunakan sebagai bahan baku.

Kadar karbohidrat by difference yang dimiliki keempat formula bars berkisar antara 62.13-

63.54 % (bk). Kadar karbohidrat by difference yang dimiliki oleh produk komersial fruit soy bars

adalah 39-43%, sedangkan produk snack bar berbasis tepung sorgum, tepung maizena, dan tepung

ampas tahu pada penelitian Chandra (2010) berkisar 71.25-78.09%. Kandungan karbohidrat

berasal dari bahan baku yang digunakan. Perbedaan bahan baku dapat menyebabkan perbedaan

jumlah kadar karbohidrat. Dalam hal ini kadar karbohidrat pada banana bars berasal dari bahan

baku tepung ketan, tepung pisang, dan gula halus yang memberikan sumbangan karbohidrat yang

cukup tinggi.

Serat kasar merupakan fraksi dari karbohidrat yang sukar dicerna, termasuk di dalamnya

adalah selulosa lignin dan sebagian dari pentosa (Scott et al., 2008). Kadar serat kasar yang

dimiliki keempat formula tidak berbeda jauh (2.06-2.22 % bk). Hal ini menunjukkan pengaruh

inulin yang ditambahkan pada Formula C dan D tidak memberikan hasil yang signifikan bila

dibandingkan dengan Formula A dan B (tanpa inulin). Hal ini menunjukkan bahwa inulin yang

ditambahkan ke dalam produk tidak berpengaruh signifikan.

Kandungan energi aktual hasil analisis proksimat ini akan digunakan untuk menghitung

sumbangan makronutrien banana bars terhadap persyaratan pangan darurat. Pada Lampiran 3a,

3b, 3c, dan 3d dapat dilihat hasil analisis proksimat, persentase nilai energi per bars dan

sumbangan makronutrien (lemak, protein, dan karbohidrat) banana bars dalam 700 kkal. Nilai

sumbangan makronutrien protein Formula A (8.59%) dan B (8.24%) belum memenuhi persyaratan

pangan darurat (<10-15%) sedangkan kandungan lemak dan karbohidratnya sudah memenuhi

persyaratan yaitu berada dalam kisaran 35-45% untuk lemak dan 40-50% untuk karbohidrat.

Formula B dan D seluruh kandungan makronutriennya telah masuk dalam kisaran pangan darurat

yaitu sumbangan protein sebesar 10- 15%, 35-45% lemak, dan 40-50% karbohidrat dari total

kalori (Zoumas, et al., 2002). Formula A dan C dengan jumlah tepung tempe yang lebih sedikit

dibanding formula B dan D memiliki nilai energi yang lebih besar dibandingkan formula B dan D.

Page 51: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

36

Namun, sumbangan makronutrien protein formula A dan C belum memenuhi persyaratan pangan

darurat. Tabel 16 menunjukkan hasil analisis proksimat, analisis fisik dan mikrobiologi keempat

formula.

Analisis tekstur terhadap tingkat kekerasan banana bars pada Formula A dan B memberikan

nilai peak force (+) sebesar 1833.4 g force; 0.702 mm dan 1812 g force; 0.697 mm sedangkan

formula C dan D 2301.3 g force; 0.870 mm dan 2225.3 g force; 0.802 mm. Semakin besar nilai g

force maka semakin keras pula tekstur dari bars. Bars formula C dan D (2301.3 g force dan 2225.3

g force) memiliki tekstur yang lebih keras dibandingkan bars formula A dan B (1833.4 g force dan

1812 g force). Hal ini dapat disebabkan adanya penambahan inulin pada formula C dan D.

Meskipun demikian, tingkat kekerasan banana bars keempat formula baik tanpa ataupun dengan

inulin masih dapat diterima secara organoleptik dengan tekstur garing, renyah, dan tidak beremah.

Analisis warna yang dilakukan pada banana bars dimaksudkan untuk melihat warna produk

secara objektif karena pengujian warna secara subjektif dapat menghasilkan data yang sangat

beragam. Pengujian warna banana bars dilakukan dengan menggunakan instrumen chromameter

dengan metode Hunter. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan sampel uji (Marissa, 2010).

Semakin mendekati nilai angka 100 maka sampel uji memiliki warna yang sangat cerah (putih).

Keempat formula banana bars berwarna gelap dengan nilai L 47.60-51.06.

Nilai a menunjukkan derajat kemerahan atau kehijauan (Marissa, 2010). Nilai a keempat

formula berada pada kisaran +8.35 sampai +9.68 yang bernilai positif menandakan bahwa keempat

formula banana bars tersebut cenderung berwarna merah daripada hijau. Nilai hasil pengujian

yang cukup jauh dari nilai 100 menunjukkan bahwa warna merah pada banana bars tidak pekat.

Nilai b menunjukkan kecenderungan sampel uji berwarna kuning atau biru. Nilai b banana bars

keempat formula adalah +24.06 sampai +24.81 menunjukkan bahwa banana bars memiliki warna

kuning, namun warna kuning tersebut tidak terlalu pekat. Pengujian warna ini pun menghasilkan

nilai oHue yang berkisar antara 68.38-71.07. Nilai pengujian oHue dapat digunakan untuk

mengetahui karakteristik warna suatu produk pangan. oHue keempat formula banana bars ini

tergolong dalam kisaran warna 54-90. Berdasarkan kisaran warna oHue ini, maka keempat formula

banana bars tersebut tergolong berwarna kuning merah (yellow-red). Hasil tersebut menunjukkan

bahwa warna yang dominan pada bars adalah warna kuning dan merah. Hal ini cukup sesuai

dengan penampakan warna yang dilihat mata yaitu coklat keemasan. Banana bars dengan warna

kuning keemasan ini cukup disukai dan dapat diterima oleh panelis.

Saat ini belum ada alat yang dapat mengukur secara objektif karakteristik rasa dan aroma

sehingga rasa dan aroma banana bars diamati secara subjektif dengan menggunakan uji

organoleptik. Keempat formula banana bars memiliki rasa yang enak dan aroma yang menyerupai

cookies dengan sedikit aroma tempe.

Analisis mikrobiologis meliputi Total Plate Count (TPC) dan Total Kapang-Khamir

dilakukan pada keempat formula. Mutu mikrobiologi pangan darurat penting diperhatikan karena

jumlah mikroba yang terdapat pada sampel dapat mempengaruhi umur simpan dan keamanan

produk pangan. Banana bars yang berkapang dapat mengurangi umur simpannya dan tidak dapat

dikonsumsi lagi. Hasil perhitungan keempat formula memberikan nilai TPC < 2.5 x 102 kol/gr

dan hasil Total Kapang-Khamir < 1.5 x 101 kol/gr. Menurut Badan Standardisasi Nasional (1993)

jumlah TPC maksimum yang dapat dimiliki oleh produk cookies adalah 1 x 106 kol/gr dan Total

Kapang sebesar 1 x 102 kol/gr. Dengan demikian, keempat produk banana bars dapat dikonsumsi

karena memiliki kandungan mikroba tidak melebihi batas yang ditetapkan.

Page 52: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

37

Tabel 16. Karakteristik banana bars

Parameter Formula A Formula B Formula C Formula D

Analisis proksimat % (bb)

- Kadar air 1.77 1.73 1.79 1.76

- Kadar abu 1.23 1.25 1.32 1.33

- Kadar lemak 23.96 23.24 24.02 23.02

- Kadar protein 10.90 12.66 10.46 12.85

- Kadar karbohidrat 62.14 61.12 62.40 61.04

- Kadar serat kasar 2.09 2.06 2.21 2.22

Energi (kkal) 111.72 110.94 111.68 110.60

Makronutrien* Lemak = 42.46%

Protein = 8.59%

Karbohidrat = 48.95%

Lemak = 41.48%

Protein = 10.04%

Karbohidrat = 48.48%

Lemak = 42.17%

Protein = 8.24%

Karbohidrat = 49.17%

Lemak = 41.21%

Protein = 10.22%

Karbohidrat = 48.57%

Aw 0.301 pada 30.4oC 0.303 pada 30.6

oC 0.277 pada 30.7

oC 0.308 pada 30.3

oC

Kadar inulin Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan 9.18 g/100g

Uji mikrobiologi

- Total Mikroba

- Total kapang khamir

< 2.5 x 102 kol/gr

< 1.5 x 101 kol/gr

Uji organoleptik

- Rasa Enak, agak manis Enak Enak, agak manis Enak

- Tekstur 1833.4 gr; 0.702 mm 1812.6 gr; 0.697 mm 2301.3 gr; 0.870 mm 2225.3 gr; 0.802 mm

Renyah, garing, tidak

beremah

Renyah, garing, tidak

beremah

Renyah, garing, tidak

beremah

Renyah, garing, tidak

beremah

- Aroma Aroma cookies, ada

aroma tempe

Aroma cookies, ada

aroma tempe

Aroma cookies, ada

aroma tempe

Aroma cookies, ada

aroma tempe

- Warna L = 51.06

a = +8.35

b = +24.06 oHue = 70.86

L = 50.12

a = +8.51

b = +24.81 oHue = 71.07

L = 47.60

a = +9.01

b = +24.31 oHue = 69.66

L = 47.75

a = +9.68

b = +24.43 oHue = 68.38

Coklat keemasan Coklat keemasan Coklat keemasan Coklat keemasan

- Overall Disukai Agak disukai Agak disukai Disukai

*dihitung terhadap sumbangan energi 700 kkal

E. UJI ORGANOLEPTIK

Menurut Meillgard, et al., (1999) ada beberapa uji sensori yaitu uji beda (discrimination test),

uji deskripsi (descrptive test) dan uji afektif (affective test). Uji rating hedonik merupakan bagian

dari uji afektif. Uji rating hedonik digunakan untuk menilai respon penerimaan (tingkat kesukaan)

dari berbagai formulasi produk banana bars. Uji rating ini dilakukan dengan skala kategori dari 1

(sangat tidak suka) sampai 7 (sangat suka). Pengujian ini dilakukan oleh 70 orang panelis tidak

terlatih untuk menentukan nilai kesukaan terhadap atribut warna, aroma, rasa, tekstur, dan overall.

Kuisioner pengujian dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil uji rating hedonik diolah dengan

menggunakan one way ANOVA dan dilanjutkan dengan Uji Duncan untuk mengetahui tingkat

kesukaan panelis. Hasil uji rating hedonik ditunjukkan Gambar 15.

Page 53: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

38

Gambar 15. Histogram Uji Rating Hedonik 2

Bila dilihat dari atribut rasa keempat banana bars memiliki skor 6 (suka). Secara statsitik

tidak ada perbedaan penerimaan panelis terhadap rasa. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tepung

tempe yang lebih banyak pada formula D tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap

atribut rasa banana bars.

Pada atribut tekstur, keempat formula banana bars yang renyah, garing, dan tidak beremah

disukai oleh panelis dengan skor 6 (suka). Tekstur garing yang dihasilkan dapat disebabkan oleh

suhu pemanggangan yang cukup tinggi. Pada taraf signifikansi 5%, tekstur dari keempat sampel

memiliki tingkat penerimaan yang sama.

Atribut aroma banana bars memiliki skor kesukaan 5 (agak disukai). Hal ini dapat

disebabkan adanya aroma tempe yang tercium pada banana bars. Pada taraf signifikansi 5%,

aroma dari keempat sampel tidak memiliki perbedaan penerimaan panelis terhadap aroma.

Warna yang dihasilkan oleh keempat formula banana bars memiliki skor kesukaan 5 (agak

suka) dengan warna coklat keemasan. Secara statistik tidak ada perbedaan penerimaan panelis

terhadap warna banana bars yang dihasilkan. Demikian pula halnya dengan atribut overall yang

memiliki tingkat penerimaan yang sama pada taraf signifikansi 5% dengan skor kesukaan 5 dan 6

(agak disukai dan disukai).

F. PEMILIHAN FORMULA TERBAIK

Penentuan formula terbaik didasarkan pada parameter uji organoleptik dan kecukupan

sumbangan energi bagi pangan darurat. Penilaian uji organoleptik disenangi karena dapat

dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadang-kadang penilaian ini dapat memberikan hasil

yang lebih teliti. Hasil uji organoleptik terhadap atribut rasa, warna, aroma, tekstur, dan overall

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari setiap formula. Jadi semua

formula mempunyai tingkat kesukaan yang sama berdasarkan uji organoleptik.

Berdasarkan hasil uji organoleptik, keempat formula A, B, C, dan D sama-sama disukai dan

dapat diterima oleh panelis. Formula A dan C merupakan formula yang sama dan dibedakan oleh

adanya penambahan inulin, sedangkan formula B dan D merupakan formula yang sama dan

dibedakan oleh adanya penambahan inulin. Formula A dan B yang tidak menggunakan inulin

merupakan formula yang berbeda, sedangkan formula C dan D merupakan formula berbeda yang

menggunakan inulin sebagai sumber serat dan prebiotik.

Analisis proksimat memberikan hasil bahwa formula A (tanpa inulin) memiliki nilai

sumbangan makronutrien protein yang belum memenuhi persyaratan sumbangan protein bagi

pangan darurat (<10-15%) yaitu 8.59%. Demikian pula halnya dengan formula C (dengan inulin)

5.00

5.50

6.00

Rasa Tekstur Aroma Warna Overall

6.19 6.21

5.90

5.79

6.00

6.03 6.01

5.57

5.70

5.94

6.04 6.00

5.63 5.70

5.73

6.17 6.07

5.66 5.63

6.04

Rata

-rata

sk

or h

ed

on

ik

Parameter

A

B

C

D

Page 54: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

39

yang merupakan formula yang sama dengan A memberikan nilai sumbangan protein sebesar

8.24%. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah tepung tempe yang merupakan sumber

protein produk.

Formula B dan D telah memenuhi persyaratan pangan darurat yaitu nilai sumbangan

proteinnya telah memenuhi 10-15%, lemak 40-50%, dan karbohidrat 35-45%. Formula B memiliki

nilai energi sebesar 110.94 kkal/bar sedangkan formula D memiliki nilai energi sebesar 110.60

kkal/bar. Kedua formula ini dapat digunakan sebagai alternatif pangan darurat. Namun, bila ingin

meningkatkan kadar serat dan prebiotik maka formula D dapat digunakan sebagai alternatif

pangan darurat. Pada penelitian ini ingin dikembangkan fungsi inulin di dalam produk sehingga

formula terpilih yang dapat digunakan sebagai alternatif pangan darurat adalah formula D. Namun,

bila ingin menghemat biaya produksi maka formula B (tanpa inulin) dapat menjadi alternatif

pangan darurat dengan kandungan energi yang telah memenuhi persyaratan pangan darurat.

Pengujian kadar inulin dilakukan pada formula D memberikan hasil kadar inulin sebesar 9.18

g/100 g sedangkan kadar inulin yang terkandung di dalam adonan adalah 9.75 g/100g. Nilai

tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan besarnya penambahan inulin di dalam formula

yang hanya sebesar 2.78 g/100 g. Nilai ini kurang akurat dikarenakan metode pengukuran HPLC

yang digunakan adalah mengukur fruktosa secara keseluruhan sehingga fruktosa yang terukur

adalah fruktosa yang terdapat dalam inulin komersial, inulin yang ada dalam pisang, maupun

fruktosa yang dikandung pisang.

Banana bars yang perlu dikonsumsi untuk satu takaran saji adalah sekitar 6-7 bars dengan

tujuan untuk memenuhi kebutuhan 700 kkal. Hal ini didasarkan pada kebutuhan energi harian

manusia sebesar 2100 kkal yang diasumsikan makan tiga kali sehari sehingga untuk satu takaran

saji harus memenuhi energi sebesar 700 kkal. Formula D dengan berat 22 gram memiliki nilai

energi sebesar 110.60 kkal disarankan untuk mengonsumsinya sebanyak 6-7 bars untuk satu

takaran saji dapat memenuhi kebutuhan 700 kkal. Dengan kata lain, harus mengonsumsi sebanyak

2-3 bars/ 22 gram agar dapat memenuhi kebutuhan 233 kkal/ 50 gram produk sekali makan.

Produk banana bars ini selain dapat digunakan sebagai alternatif pangan darurat juga dapat

digunakan sebagai camilan bergizi yang dikonsumsi di sela-sela waktu makan.

G. PERBANDINGAN PERKIRAAN PERHITUNGAN ENERGI DENGAN

NILAI ENERGI AKTUAL

Perbandingan perkiraan perhitungan dengan analisis proksimat keempat formula memiliki

nilai yang tidak berbeda jauh. Pada formula terpilih yang mengandung inulin yaitu formula D,

menunjukkan bahwa kandungan makronutrien pada produk tidak sama persis seperti perhitungan

pada perancangan. Pada perancangan, lemak dalam produk diharapkan memberikan sumbangan

kalori sebesar 47.57%, namun hasil proksimat jumlah lemak dalam produk ialah 41.21%. Hasil

proksimat lebih rendah 6.36% dibandingkan perancangan formula. Hasil proksimat menunjukkan

jumlah protein yang terdapat pada produk ialah 13.08% (berat kering) dengan sumbangan kalori

sebesar 10.22% dari total kalori. Jika dibandingkan sumbangan kalori yang diberikan protein pada

perancangan dengan hasil proksimat, maka hasil proksimat lebih kecil 2.43%. berbeda dengan

hasil proksimat lemak dan protein yang memiliki nilai lebih rendah dibandingkan dengan

perancangan, hasil proksimat makronutrien karbohidrat memiliki nilai yang lebih tinggi

dibandingkan perancangan. Pada perancangan jumlah karbohidrat yang diharapkan adalah 54.10%

(berat kering) dengan sumbangan kalori sebesar 39.80%. Hasil proksimat menunjukkan besarnya

karbohidrat yang terdapat pada produk ialah 48.57%. Perbedaan jumlah makronutrien pada

perancangan dengan hasil proksimat menunjukkan bahwa nilai-nilai yang tertera pada DKBM dan

Page 55: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

40

kemasan tidak selalu memberikan nilai yang sesuai dengan kondisi bahan pangan yang digunakan

yang sesungguhnya. Makronutrien yang terkandung pada bahan pangan, dipengaruhi banyak

faktor misalnya varietas, umur waktu pemanenan, penyimpanan sebelum pengolahan, tata cara

pengolahan. Hal ini dapat mempengaruhi nilai nutrisi yang terkandung pada bahan baku. Nilai

yang tertera pada DKBM merupakan nilai rata-rata yang dapat dijadikan acuan sementara dalam

merancang produk pangan, namun tidak selalu menggambarkan nilai yang sebenarnya dari bahan

baku yang digunakan.

Perbandingan nilai energi hasil perkiraan penghitungan dan nilai kalori aktual hasil analisis

proksimat dapat dilihat pada Tabel 17 yang menunjukkan bahwa perkiraan penghitungan nilai

kalori dan hasil analisis proksimat memiliki nilai yang tidak berbeda jauh. Perkiraan penghitungan

nilai kalori ini dilakukan karena pada awalnya belum diketahui berapa kandungan air, protein,

lemak, abu, dan karbohidrat pada produk akhir sehingga diperlukan adanya penghitungan yang

nilainya mendekati nilai produk akhir. Perkiraan penghitungan nilai kalori ini dilakukan dengan

pendekatan nilai makronutrien dari bahan-bahan yang digunakan pada banana bars.

Tabel 17. Perbandingan nilai energi perkiraan dan hasil analisis proksimat

Formula Perkiraan (Kalori) (kkal) Hasil proksimat (kkal)

Formula A 113.16 111.72

Formula B 115.38 110.94

Formula C 109.74 111.68 Formula D 111.92 110.60

Namun demikian, perbedaan yang diberikan pada perancangan dan hasil analisis proksimat

tidak berbeda terlalu jauh sehingga perancangan ini dapat digunakan untuk menghitung nilai

energi yang dimiliki suatu produk sebelum produk tersebut dibuat. Hal ini dapat meminimalisasi

biaya yang dikeluarkan untuk melakukan analisis proksimat produk jadi.

Page 56: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

41

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Formulasi EFP dapat dilakukan dengan prinsip kesetimbangan massa menggunakan program

Microsoft Excel. Dalam formulasi, yang perlu diperhatikan adalah jumlah makronutrien bahan,

kadar air awal serta kadar air akhir produk. Ada empat formula yang dilakukan analisis proksimat,

fisik, dan mikrobiologi serta uji organoleptik. Dua formula diantaranya terdiri dari tepung pisang

sebesar 12.82% dan inulin 0% sedangkan dua formula lainnya memiliki jumlah tepung pisang

sebesar 12.5% dan inulin sebesar 2.5%. Suhu dan waktu pemanggangan terbaik untuk pembuatan

pangan darurat banana bars adalah 100oC selama 20 menit dan suhu akhir pemanggangan sebesar

130oC selama 40 menit.

Bila ditinjau dari hasil analisis fisik dan mikrobiologi, keempat formula tidak memberikan

hasil yang berbeda jauh. Demikian pula halnya dengan hasil uji organoleptik yang menunjukkan

bahwa keempat formula tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%.

Formula A yaitu formul tanpa inulin memberikan nilai kandungan energi sebesar 111.72 kkal

sedangkan formula D memberikan nilai kandungan energi 110.60 kkal. Formula A belum

memenuhi persyaratan pangan darurat yaitu sumbangan proteinnya sebesar 8.59% sedangkan

formula D telah memenuhi persyaratan sumbangan makronutrien tersebut. Selain itu, untuk

meningkatkan kadar serat dalam bahan pangan, maka dipilih formula D yang mengandung inulin.

Kadar inulin yang dikandung formula D sebesar 9.18 g/100g.

Formula terpilih adalah formula D dengan karakteristik kimia berupa kadar air sebesar 1.77%

(b/b), kadar abu 1.23% (b/b), kadar lemak 23.96% (b/b), kadar protein 10.90% (b/b), kadar

karbohidrat 62.14% (b/b), dan kadar serat kasar 2.09% (b/b). Formula D memberikan hasil analisis

fisik berupa aw sebesar 0.308 pada suhu 30.3oC. Analisis tekstur memberikan nilai peak force (+)

sebesar 1921.3 g force; 0.870 mm dengan karakteristik yang garing, renyah, dan tidak beremah.

Warna yang dihasilkan adalah kuning keemasan dengan nilai L 47.75%, a +9.68, b +24.43 dan oHue 68.38. Hasil analisis mikrobiologi Formula D memberikan nilai TPC sebesar < 2.5 x 102

kol/gr dan hasil Total Kapang-Khamir < 1.5 x 101 kol/gr. Jumlah TPC maksimum yang dapat

dimiliki oleh produk cookies adalah 1 x 106 kol/gr dan Total Kapang sebesar 1 x 102 kol/gr.

Dengan demikian, produk banana bars dapat dikonsumsi karena memiliki kandungan mikroba

tidak melebihi batas yang ditetapkan. Formula B pun dapat digunakan sebagai alternatif pangan

darurat dengan biaya produksi yang relatif lebih rendah karena tidak menggunakan inulin.

B. Saran

i. Perlunya oven baking dengan suhu yang lebih stabil agar proses pemanggangan dapat

dikontrol.

ii. Ukuran dimensi cetakan dapat diperbesar sehingga dapat mengurangi jumlah konsumsi

banana bars per hari

Page 57: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

42

VI.DAFTAR PUSTAKA

Aigster A, Susan ED, Frank DC, William EB. 2011. Physicochemical properties and sensory

attributes of resistant starch-supplemented granola bars and cereals. Food Science and Technology

44 (2011) 2159-2165.

Almond N. 1989. Biscuit, Cookies and Crackers: The Biscuit Making Process. Elswevier Applied

Science, London.

Anonim. 2010. Pengungsi Korban Letusan Gunung Merapi Membangun Lumbung Pangan

http://akuindonesiana.wordpress.com/2010/11/16 [24 Januari 2011]

[AOAC] Association of Official of Analytical Chemist. 1995. Official Methods of The Association of

Official Chemist. AOAC Inc, Virginia.

Badan Standardisasi Nasional. 1993. SNI 01-2973-1992, Syarat Mutu Kue Kering (cookies). Badan

Standardisasi Nasional, Jakarta.

Bakara HMM. 1996. Karakteristik Fisik dan Kandungan Isoflavon Cookies dengan Substitusi Tepung

Tempe. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bao J dan Bergman. 2004. The Functionality of Rice Starch. Di dalam Ann-Charlotte Eliasson (eds).

Starch in Food. CRC Press, Cambridge.

Budi Santoso H. 1995. Tepung Pisang. Kanisius, Yogyakarta.

Burt DJ dan Fearn T. 1983. A Quantitative study of Biscuit Manufacture. Starch 35:351-354.

Chandra F. 2010. Formulasi Snack Bar Tingi Serat Berbasis Tepung Sorgum (Sorghum Bicolor L),

Tepung Maizena, dan Tepung Ampas Tahu. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Chong LC dan Azizah NA. 2008. Influence of Partial Substition of Wheat Flour with Banana (Musa

paradisa var. Awak) Flour on the Physico-Chemical and Sensory Characteristics of Doughnuts.

Crowther PC. 1979. The Processing of Banana Products for Food Use.Tropical Product Institute,

London.

Dini. 2007. Margarin/mentega apakah aman dikonsumsi.

http://kelompokdiskusi.multiply.com/journal/item/925/MARGARINEMENTEGA_APAKAH_A

MAN_DI_KONSUMSI [18 Agustus 2011].

Dwidjoseputro D dan Wolf FT. 1970. Microbiological Studies of Indonesian fermented Foodstuff.

Mycopathol, Mycol. Appl. 41: 211.

Page 58: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

43

EKM. 2011. Inulin Meningkatkan Kesehatan Tulang Pada Anak Dan Remaja, [Online]. Abstract from

Nutrition Research. http://www.kal.upenn/articles, Nutrition Research. [17 Agustus 2011].

Fardiaz D, Srikandi F, FG Winarno. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta.

Fardiaz S. 1989. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan. Penerbit IPB, Bogor.

Faridi H. 1994. The Science of Cookie and Cracker Production. Great Britanian, Chapman and Hall,

London.

Ferawati. 2009. Formulasi dan pembuatan banana bars berbahan dasar tepung kedelai, terigu,

singkong, dan pisang sebagai alternatif pangan darurat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Franck A. dan L. D. Leenher. 2005. Inulin dalam Polysaccharides and Polyamides in the Food

Industry Volume 1. Steinbuchel, A. dan S. K. Rhee (eds.). Wiley VCH, Weinheim.

Gaines C. S. 1992. Objective assessment of cookie and cracker tecture. Di dalam: H. Faridi (ed). The

Science of Cookie and Cracker Production. Chapman and Hall, New York.

Gautara dan Wijandi S. 1981. Dasar Pengolahan Gula 1. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Grist DH. 1975. Rice. Longman. London.

Haliza. 1992. Rancangan Proses Pembuatan Dodol Kweni (Mangifera odorata G). Skripsi. Fakultas

Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hariyadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Hariyadi P. 2008. Teknologi Retort Pouch dari Ransum Tempur sampai Ransum Darurat.

http://www.foodreview.biz/preview.php?view2&id=55780 [15 Agustus 2011]

Harnani S. 2009. Pengaruh Fermentasi Terhadap Sifat Fisiko-Kimia dan Aktivitas Antioksidan

Kacang Komak. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hermawan. 1982. Mempelajari Pengaruh “Blanching”, Sufurisasi dan Lama Penyimpanan terhadap

Mutu Tepung Pisang Tanduk. Fatemeta, IPB, Bogor.

Hermanto. 1991. Studi Rendemen dan Karakterisasi Tepung Pisang Nangka, Siam, dan Oli. Skripsi.

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hubeis AVS. 1985. Pengembangan Metode Uji Kepulenan. Dipublikaskan. No. 13/penel/P4T. Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Page 59: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

44

Inayati I. 1991. Biskuit Berprotein Tinggi dari Campuran Tepung Terigu, Singkong, dan Tempe

Kedelai. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

International Partnering Event on Health and Food. 2003. Alimentary Fiber Solubility.

http://irc.cordis.lu/bent/catalog.cfm?status=2&whattodisp=profiledetails&eventidz=1046&pr_id

=1747[23 Maret 211].

IOM (Institute of Medicine). 1995b. Estimated Mean per Capita Energy Requirements for Planning

Energy Food Aid Rations. National Academy Press, Washington, DC

Ismariarsi. 1982. Mempelajari Karakteristik Cookies yang Dibuat Berdasarkan Formula Tepung

Terigu, dan Maizena. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Joffre M and Robertson A. 2001. The potential contribution of increased vegetable and fruit

consumption to health gain in the European Union. Public Health Nutrition, 4, 893e901.

Kajuna STA, Bilanski WK, Mittal GS. 1997. Textural changes of bananas and plantain pulp during

ripening. Journal of the Science of Food and Agriculture, 75, 244e250.

Karta SK. 1990. The market prospective for tempeh in the year 2000. ASA technical bulletin vol HN

13.

Koswara S. 2006. e-Book pangan lebih akrab dengan kue basah.

http://www.ebookpangan.com/ARTIKEL/LEBIH%20AKRAB%20DENGAN%20KUE%29BAS

AH.pdf. [31 November 2010]

Manley D. 2001. Biscuit, Cracker, Cookie Recipes for The Industry. Woodhead Ltd. And CRC Press

LLC, USA.

Mardiah. 1994. Mempelajari Sifat Fungsional dan Nilai Gizi Tepung Tempe serta Pengembangan

Produk Olahannya sebagai Makanan Tambahan Bagi Anak. Skripsi. Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanina Bogor, Bogor.

Marissa D. 2010. Formulasi Cookies Jagung dan Pendugaan Umur Simpan Produk dengan

Pendekatan Kadar Air Kritis. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Matz SA dan Matz TD. 1978. Cookies and Crackers Technology. The AVI Publishing Co., Inc.,

Texas.

Meillgard M, Civille, Gail Vance, Carr, Thomas B. 1999. Sensory Evaluation Techniques. CRC Press

LLC, USA.

Mepba HD, Eboh L dan Nwaojigwa SU. 2007. Chemical composition, functional and baking

properties of wheat-plantain composite flours. African Journal of Food and Agriculture Nutrition

and Development. Volume 7 no. 1.

Page 60: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

45

Muchtadi TR. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan, PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Muchtadi D, Nurheni SP, Made A. 1992. Metode Kimia Biokimia dan Biologi dalam Evaluasi Gizi

Pangan. PAU, IPB. Bogor.

Muchtadi T. 2008. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fateta. IPB, Bogor.

NRC (National Research Council). 1989. Recommended Dietary Allowances. 10th ed. National

Academy Press, Washington, DC.

Oku T, T. Tokunaga, dan N. Hosoya. 1984. Nondigestibility of a New Sweetener, “Neosugar”. Rat. J.

Nutr. 114: 1474-1481

PKBT IPB. 2005. Laporan akhir rusnas pengembangan buah-buahan Unggulan Indonesia. IPB,

Bogor.

Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Foods (2nd ed). Academic Press, Inc., New York.

Prawiranegara. 1991. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Jenderal Departemen Kesehatan

RI. Penerbit Bhratara, Jakarta.

Roberfroid MB. 2005. Concepts in functional foods: the case of inulin and oligofructose. J. of

Nutrition 129: 1398-1401.

Rohani E. 1999. Pengaruh Jenis Kedelai dan Jenis Laru terhadap Perubahan Sifat Fisiko Kimia

Keripik Tempe. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ryland D., Vaisey-Genser. M., Arntfield, SD., and Malcolmson, LJ. 2010. Development of a

Nutritious Acceptable Snack Bars Using Micronized Flaked Lentils. Food Research International

43: 642-649.

Scott KP, Duncan SH, and Flint HJ. 2008. Dietary fibre and the microbiota. Journal of British

Nutrition Foundation 33: 2010-211.

Shurtleff W dan Aoyagi A. 1980. The Book of Tempeh. Harper and Row Publisher, New York.

Sinnot M. L. 2007. Carbohydrate Chemistry and Biochemistry: Structure and Metabolism. RSC

Publishing, UK.

Sitanggang AB. 2008. Pembuatan Prototipe Cookies dari Berbagai Bahan sebagai Produk Alternatif

Pangan Darurat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sitanggang PDL. 2009. Pengembangan Pangan Darurat Berbentuk Pangan Semi Basah. Skripsi.

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 61: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

46

Soegiharto I. S. 1995. Mempelajari Pembuatan Cookies dengan Substitusi Tepung Tempe. Skripsi.

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Stephanie. 2010. Aplikasi Penggunaan Tepung Jewawut (Pennisetum Glaucum) dan Serum (Whey)

Tahu dalam Memberikan Nilai Tambah terhadap Produk Snack Bar. Skripsi. Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suarni. 2009. Prospek pemanfaatan tepung jagung untuk kue kering (cookies). Jurnal Litbang

Pertanian, 28(2): 67.

Sudarmadji S, Haryono B dan Suhardi, 1989. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan. Liberty,

Yogyakarta.

Sulaeman A, F. Anwar, Rimbawan dan SA Marliyati. 1995. Metode Analisis Komposisi Zat Gizi

Makanan. Fakultas Pertaninan, Institut Pertanina Bogor, Bogor.

Sumarsono. 1983. Aspek-aspek Penggunaan Tepung Tempe. Fateta UGM. Yogyakarta. Di dalam

Murdefi, Y. 1992. Sifat Fungsional dan Nilai Gizi Tepung Tempe serta Pemanfaatanya dalam

Pembuatan Biskuit untuk anak Balita. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Syafriyudin DPP. 2009. Oven pengering kerupuk berbasis mikrokontroler atmega 8535 Menggunakan

pemanas pada industri rumah tangga. Jurnal Teknologi, 77 Volume 2 Nomor 1 , Juni 2009, 70-

79 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains & Teknologi AKPRIND

Yogyakarta.

Syamsir, E. 2008. Pengembangan Pangan Darurat. http://ilmupangan.blogspot.com [17 Maret 2011]

Syamsir E. 2011. Mengenal Blansir. http://ilmupangan.blogspot.com/2011/01/mengenal-blansir.html

[17 Agustus 2011].

Tungland BC and Meyer. 2002. Nondigestible oligo-and polysaccharides (dietary fiber): Their

physiology and role in human health and food. Comprehensive reviews in Food Scie and Food

Safety 3(2002):73-91.

USAID. 2001b. USAID Humanitarian Response. Online. Available at

www.usaid.gov/hum_response/.Accessed [23 November 2010]

Valentina S. 2009. Pembuatan produk Pengalengan Berbasis Beras sebagai Alternatif Pangan Darurat.

Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wijaya EN. 2010. Pemanfaatan Tepung Jewawut (Pennisetum glaucum) dan Tepun Ampas Tahu

dalam Formulasi Snack Bar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Page 62: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

47

Wildman REC and D.M. Modeiros. 2000. Carbohydrates. Dalam Advanced Human Nutrition. CRC

Press, Boca Raton, New York. p. 66−97.

Wills R H., Lee TH., Graham, McGlasson WB., Hale EG. 1981. Postharvest an introduction to the

physiology and handling of fruits and vegetables. The AVI Publishing Co. Inc., Westpot, Conn.

Winarno F.G. 1985. Tempe Peningkatan mutu dan statusnya di masyarakat. Di dalam Hermana dan

Karyadi (eds.). Simposium Pemanfaatan Tempe dalam Peningkatan Upaya Kesehatan dan Gizi.

Puslitbang Gizi, Balitbang Kes., Depkes RI., Bogor.

Winarno F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta.

Winarno F. G. 2004. Kemanan Pangan. PT Embrio Biotekindo, Bogor.

Zoumas B. L., L. E. Armstrong., J. R Backstrand., W. L. Chenoweth., P. Chinachoti., B. P. Klein., H.

W. Lane., K. S. Marsh., M. Tolvanen. 2002. High-Energy, Nutrient-Dense Emergency Relief

Product. Food and Nutrition Board: Institute of Medicine. National Academy Press, Washington,

DC.

Page 63: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

48

LAMPIRAN

Page 64: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

49

Lampiran 1. Formula Awal Banana Bars

Bahan F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9

Gram %* Gram %* Gram %* Gram %* Gram %* Gram %* Gram %* Gram %* Gram %*

Tepung pisang 10 29.41 10 29.41 10 29.41 12 33.33 12 33.33 12 33.33 14 36.84 14 36.84 14 36.84

Tepung tempe 10 29.41 12 35.29 14 41.18 14 38.89 12 33.33 10 27.78 10 26.32 12 31.58 14 36.84

Tepung ketan 14 41.18 12 35.29 10 29.41 10 27.78 12 33.33 14 38.89 14 36.84 12 31.58 10 26.32

Gula halus 20 58.82 20 58.82 20 58.82 20 55.56 20 55.56 20 55.56 20 52.63 20 52.63 20 52.63

Margarin 12 35.29 12 35.29 12 35.29 12 33.33 12 33.33 12 33.33 12 31.58 12 31.58 12 31.58 Garam 2 5.88 2 5.88 2 5.88 2 5.56 2 5.56 2 5.56 2 5.26 2 5.26 2 5.26

Air (ml) 12 35.29 12 35.29 14 41.18 12 33.33 12 33.33 14 38.89 12 31.58 12 31.58 12 31.58

Jumlah 80 80 82 82 82 84 84 84 84

*dihitung berdasarkan jumlah tepung-tepungan

Page 65: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

50

Lampiran 2a. Perkiraan energi Formula A hasil reformulasi

Bahan (g) Jumlah (g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Air (g) Tepung pisang 10 0.451 0.085 8.789 0.441

kadar air awal (%) 14.092

Tepung tempe 15 7.512 4.479 2.04 0.669

asumsi air di dalam produk 1.131416

Tepung ketan 10 0.67 0.07 7.94 1.2

air yang menguap 12.58358

Gula halus 20 0 0 18.8 1.08

Margarin 15 0.09 12.15 0.06 2.325

Air (ml) 8 0 0 0 8

Inulin 0 0 0 0 0

Total adonan 78 8.723 16.784 37.629 13.715

Massa produk akhir 65.41642

Jumlah bar 2.973473

Jumlah makronutrien per 50 g 8.723 16.784 37.629

Kilokalori

34.892 151.056 150.516

Total kalori 336.464 atau 113.1552 per bar

% makro terhadap total energi 10.3702 44.89514 44.73465

Page 66: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

51

Lampiran 2b. Perkiraan energi Formula B hasil reformulasi

Bahan (g) Jumlah (g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Air (g) Tepung pisang 10 0.451 0.085 8.789 0.441

kadar air awal (%) 14.092

Tepung tempe 20 10.016 5.972 2.72 0.892

asumsi air di dalam produk 1.138051

Tepung ketan 5 0.335 0.035 3.97 0.6

air yang menguap 12.19995

Gula halus 20 0 0 18.8 1.08

Margarin 15 0.09 12.15 0.06 2.325

Air (ml) 8 0 0 0 8

Inulin 0 0 0 0 0

Total adonan 78 10.892 18.242 34.339 13.338

Massa produk akhir 65.80005

Jumlah bar 2.990911

Jumlah makronutrien per 50 g 10.892 18.242 34.339

Kilokalori

43.568 164.178 137.356

Total kalori 345.102 atau 115.38 per bar

% makro terhadap total energi 12.62467 47.57376 39.80157

Page 67: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

52

Lampiran 2c. Perkiraan energi Formula C hasil reformulasi

Bahan (g) Jumlah (g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Air (g) Tepung pisang 10 0.451 0.085 8.789 0.441

kadar air awal (%) 14.092

Tepung tempe 15 7.512 4.479 2.04 0.669

asumsi air di dalam produk 1.166616

Tepung ketan 10 0.67 0.07 7.94 1.2

air yang menguap 12.54838

Gula halus 20 0 0 18.8 1.08

Margarin 15 0.09 12.15 0.06 2.325

Air (ml) 8 0 0 0 8

Inulin 2 0 0 0 0

Total adonan 80 8.723 16.784 37.629 13.715

Massa produk akhir 67.45162

Jumlah bar 3.065983

Jumlah makronutrien per 50 g 8.723 16.784 37.629

Kilokalori

34.892 151.056 150.516

Total kalori 336.464 atau 109.74 per bar

% makro terhadap total energi 10.3702 44.89514 44.73465

Page 68: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

53

Lampiran 2d. Perkiraan energi Formula D hasil reformulasi

Bahan (g)

Jumlah

(g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Air (g)

Tepung pisang 10 0.451 0.085 8.789 0.441

kadar air awal (%) 14.092

Tepung tempe 20 10.016 5.972 2.72 0.892

asumsi air di dalam produk 1.173251

Tepung ketan 5 0.335 0.035 3.97 0.6

air yang menguap 12.16475

Gula halus 20 0 0 18.8 1.08

Margarin 15 0.09 12.15 0.06 2.325

Air (ml) 8 0 0 0 8

Inulin 2 0 0 0 0

Total adonan 80 10.892 18.242 34.339 13.338

Massa produk akhir 67.83525

Jumlah bar 3.083421

Jumlah makronutrien per 50 g 10.892 18.242 34.339

Kilokalori

43.568 164.178 137.356

Total kalori 345.102 atau 111.92 per bar

% makro terhadap total energi 12.62467 47.57376 39.80157

Page 69: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

54

Lampiran 3a. Perhitungan Energi Formula A (per bar)

Analisis proksimat Nilai % (bb) Nilai energi (kkal) Sumbangan terhadap 700 kkal (%)

Kadar air 1.77 - -

Kadar abu 1.23 - -

Kadar lemak 23.96 47.44 42.46

Kadar protein 10.90 9.59 8.59

Kadar karbohidrat 62.14 54.68 48.95

Total energi - 111.72 -

Lampiran 3b. Perhitungan Energi Formula B (per bar)

Analisis proksimat Nilai % (bb) Nilai energi (kkal) Sumbangan terhadap 700 kkal (%)

Kadar air 1.73 - -

Kadar abu 1.25 - -

Kadar lemak 23.24 46.02 41.48

Kadar protein 12.66 11.14 10.04 Kadar karbohidrat 61.12 53.78 48.48

Total energi - 110.94 -

Lampiran 3c. Perhitungan Energi Formula C (per bar)

Analisis proksimat Nilai % (bb) Nilai energi (kkal) Sumbangan terhadap 700 kkal (%)

Kadar air 1.79 - -

Kadar abu 1.32 - -

Kadar lemak 24.02 47.56 42.17

Kadar protein 10.46 9.20 8.24

Kadar karbohidrat 62.40 54.91 49.17

Total energi - 111.68 -

Lampiran 3d. Perhitungan Energi Formula D (per bar)

Analisis proksimat Nilai % (bb) Nilai energi (kkal) Sumbangan terhadap 700 kkal (%)

Kadar air 1.76 - -

Kadar abu 1.33 - - Kadar lemak 23.02 45.58 41.21

Kadar protein 12.85 11.31 10.22

Kadar karbohidrat 61.04 53.72 48.57

Total energi - 110.60 -

Page 70: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

55

Lampiran 4. Kuisioner uji rating hedonik formulasi awal

UJI RATING HEDONIK

Nama : Tanggal:

No HP:

Sampel: Bars

Instruksi :

1. Cicipilah sampel satu per satu dari kiri ke kanan sesuai atribut yang diujikan.

2. Berikan penilaian Anda terhadap rasa sampel dengan menuliskan angka

1 = sangat tidak suka 4 = netral 7 = sangat suka

2 = tidak suka 5 = agak suka

3 = agak tidak suka 6 = suka

3. Netralkan indera pengecap Anda dengan air putih setiap selesai mencicipi satu sampel.

4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel. 5. Setelah selesai berikan komentar Anda dalam ruang yang disediakan.

Kode

Skor

Komentar:........................................................................................................................................................

....................................................................................................................................................................

.....................................................................................................................

Page 71: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

56

Lampiran 5. Kuisioner uji rating hedonik reformulasi

UJI RATING HEDONIK

Nama : Tanggal:

No HP:

Sampel: Bars

Instruksi :

1. Cicipilah sampel satu per satu dari kiri ke kanan sesuai atribut yang diujikan.

2. Berikan penilaian Anda terhadap tekstur, aroma, rasa, dan overall sampel dengan menuliskan

angka

1 = sangat tidak suka 4 = netral 7 = sangat suka

2 = tidak suka 5 = agak suka

3 = agak tidak suka 6 = suka

3. Netralkan indera pengecap Anda dengan air putih setiap selesai mencicipi satu sampel.

4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel. 5. Setelah selesai berikan komentar Anda dalam ruang yang disediakan.

Kode Rasa Warna Aroma Tektur

Overall

Komentar:........................................................................................................................................................

....................................................................................................................................................................

.....................................................................................................................

Page 72: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

57

Lampiran 6a. Hasil uji rating hedonik rasa

ANOVA

Test of Between-Subjects Effects

Rasa

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1.443 3 .481 .775 .509

Within Groups 171.343 276 .621

Total 172.786 279

Lampiran 6b. Hasil uji rating hedonik tekstur

ANOVA

Test of Between-Subjects Effects

Tekstur

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 2.011 3 .670 .793 .499

Within Groups 233.414 276 .846

Total 235.425 279

Lampiran 6c. Hasil uji rating hedonik aroma

ANOVA

Test of Between-Subjects Effects

Aroma

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 4.411 3 1.470 1.382 .248

Within Groups 293.557 276 1.064

Total 297.968 279

Page 73: PENGOLAHAN BANANA BARS DENGAN INULIN SEBAGAI … · 2018-12-08 · pada formula II belum memenuhi persyaratan pangan darurat sehingga diperlukan modifikasi pada bahan penyumbang makronutriennya.

58

Lampiran 6d. Hasil uji rating hedonik warna

ANOVA

Test of Between-Subjects Effects

Warna

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .868 3 .289 .357 .784

Within Groups 223.529 276 .810

Total 224.396 279

Lampiran 6e. Hasil uji rating hedonik overall

ANOVA

Test of Between-Subjects Effects

Overall

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 4.086 3 1.362 1.312 .271

Within Groups 286.486 276 1.038

Total 290.571 279