PENGOBATAN lepra

download PENGOBATAN lepra

of 8

Transcript of PENGOBATAN lepra

PENGOBATAN

Tujuan Membunuh kuman kusta, sehingga: 1. Memutuskan mata rantai penularan 2. Menyembuhkan penyakit penderita 3. Mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan

Regimen Pengobatan MDT MDT atau Multidrug Therapy adalah kombinasi dua atau lebih obat anti kusta, yang salah satunya harus terdiri atas Rifampisin sebagai antikusta yang sifatnya bakterisid kuat dengan obat antikusta lain yang bisa bersifat bakteriostatik. Kelompok orang yang membutuhkan MDT : 1. Kasus baru : mereka dengan tanda kusta yang belum pernah mendapat pengobatan MDT 2. Ulangan : a. Relaps (kambuh) diobati dengan regimen pengobatan baik PB ataupun MB b. Masuk kembali setelah default adalah penderita yang datang kembali setelah dinyatakan default (baik PB ataupun MB) c. Pindahan (Pidah Masuk) : harus dilengkapi dengan surat rujukan berisi catatan pengobatan yang telah diterima hingga saat tersebut. Kasus ini hanya membutuhkan sisa pengobatan yang belum lengkap d. Ganti tipe, penderita dengan perubahan klasifikasi Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai WHO : 1. Pauci Baciler (PB) Dewasa Pengobatan bulanan : hari pertama (dosis yang diminum di depan petugas) 2 kapsul Rifampisin @300 mg (600 mg) 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg Pengobatan harian : hari ke 2-28 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg 1 blister untuk 1 bulan Lama pengobatan : 6 blister diminum selama 6-9 bulan 2. Multi Basiler (MB) Dewasa Pengobatan bulanan : hari pertama (dosis yang diminum di depan petugas) 2 kapsul Rifampisin @300 mg (600 mg) 3 tablet Lampren @100 mg (300 mg) 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg Pengobatan harian : hari ke 2-28 1 tablet Lamprene 50 mg 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg

1 blister untuk 1 bulan Lama pengobatan : 12 blister diminum selama 12-18 bulan 3. Dosis MDT menurut umur Bagi dewasa dan anak usia 10-14 tahun tersedia paket dalam bentuk blister Dosis anak disesuaikan dengan berat badan Rifampisin : 10 mg/kg BB DDS : 2 mg/kg BB Clofazimin : 1 mg/kg BB Pedoman praktis dosis MDT bagi penderita kusta Tipe PB Jenis obat Rifampisin DDS 15 tahun 600 mg/bln 100 mg/hari 100 mg/hari Keterangan Minum di depan petugas Minum di depan petugas Minum di rumah

Tipe MB Jenis obat 15 tahun 600 mg/bln 100 mg/hari 100 mg/hari 300 mg/hari 50 mg/hari Keterangan Minum di depan petugas Minum di depan petugas Minum di rumah Minum di depan petugas Minum di rumah

Obat-obatan penunjang (vitamin/roboransia) 1. Sulfat ferrosus Obat tambahan untuk penderita kusta yang anemia berat 2. Vitamin A Obat ini digunakan untuk penyehatan kulit yang bersisik (ichtyosis) 3. Neurotropik Penderita dengan keadaan khusus 1. Kehamilan : regimen MDT aman untuk ibu hamil dan anaknya 2. Tuberkulosis : bila seorang anak menderita tuberculosis (TB) dan kusta, maka pengobatan anti tuberculosis dan MDT dapat diberikan bersamaan, dengan dosis Rifampisin sesuai dosis untuk tuberculosis Untuk penderita TB yang menderita kusta tipe PB pengobatan kustanya cukup ditambahkan dengan DDS 100 mg karena Rifampisin sudah diperoleh dari obat TB. Lama pengobatan tetap sesuai dengan jangka waktu pengobatan PB. Untuk penderita TB yang menderita kusta tipe MB pengobatan kusta cukup dengan DDS dan Lampren karena Rifampisin sudah diperoleh dari obat TB. Lama pengobatan tetap disesuaikan dengan jangka waktu pengobatan MB. Catatan : Jika pengobatan TB sudah selesai maka pengobatan kusta kembali sesuai blister MDT. 3. Untuk penderita PB yang alergi terhadap DDS, DDS diganti dengan Lampren dengan dosis dan jangka waktu pengobatan sama.

4. Untuk penderita MB yang alergi terhadap DDS, pengobatan hanya dengan dua macam obat saja (Rifampisin dan Lampren) sesuai dosis dan jangka waktu pengobatan MB.

Efek Samping Ringan : Air seni berwarna merah o Obat : Rifampisin o Penanganan : menenangkan penderita dengan penjelasan yang benar Perubahan warna kulit menjadi coklat o Obat : Clofazimin o Penanganan : konseling Masalah gastro intestinal o Obat : semua obat (3 obat dalam MDT) o Obat diminum bersama dengan makanan (atau setelah makan) Anemia o Obat : Dapson o Penanganan : berikan tablet Fe dan asam folat Serius : Ruam kulit yang gatal o Obat : Dapson o Penanganan : hentikan Dapson, rujuk Alergi, Urtikaria o Obat : Dapson atau Rifampisin o Penanganan : hentikan keduanya, Rujuk Ikterus o Obat : Rifampisin o Penanganan : hentikan Rifampisin, Rujuk Shock, purpura, gagal ginjal o Obat : Rifampisin o Penanganan : hentikan Rifampisin, Rujuk

Monitoring dan evaluasi pengobatan 1. Setiap petugas harus memonitor tanggal pengambilan obat 2. Apabila penderita terlambat mengambil obat, maka harus dilakukan pelacakan dalam waktu paling lama 1 bulan 3. RFT dapat dinyatakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium. Setelah RFT penderita dikeluarkan dari form monitoring penderita. 4. Masa pengamatan : pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif. a. Tipe PB selama 2 tahun b. Tipe MB selama 5 tahun tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium 5. Penderita PB yang telah mendapat pengobatan 6 dosis (blister) dalam waktu 6-9 bulan dinyatakan RFT, tanpa harus pemeriksaan laboratorium 6. Penderita MB yang telah mendapat pengobatan MDT 12 dosis (blister) dalam waktu 12-18 bulan dinyatakan RFT, tanpa harus pemeriksaan laboratorium. 7. Defaulter Jika seorang penderita PB tidak mengambil/minum obatnya lebih dari 3 bulan, maka dinyatakan sebagai default(er) PB

Jika seorang penderita MB tidak mengambil/minum obatnya lebih dari 6 bulan, maka dinyatakan sebagai default(er) MB. Tindakan : 1. Dikeluarkan dari monitoring dan register 2. Bila kemudian datang lagi, maka harus dilakukan pemeriksaan klinis ulang dengan teliti, bila: a. Ditemukan tanda-tanda klinis yang aktif Kemerahan/peninggian dari lesi lama di kulit Adanya lesi baru Adanya pembesaran saraf yang baru Maka penderita mendapat pengobatan MDT ulang sesuai klasifikasi. b. Tidak ada tanda-tanda aktif maka penderita tidak perlu diobati lagi. Ada kalanya jika penderita yang setelah dinyatakan default kemudian diobati kembali tetap belum memahami tujuan pengobatan sehingga ia berhenti atau tidak lagi mengambil obatnya sampai lebih dari 3 bulan maka dinyatakan default kedua. Namun untuk default kedua tidak dikeluarkan dari register dan hanya dilanjutkan pengobatan yang tersisa hingga lengkap. Untuk penderita dengan kebiasaan default diperlukan tindakan dan penanganan khusus. Tindakan dalam program nasional bagi penderita default yang kemudian kembali lagi: Jika Default pertama kali Tindakan Periksa fisik Hasil Masih ada tanda aktif Pengobatan Obati kembali dari awal dengan regimen sesuai dengan hasil pemeriksaan Tidak perlu diobati lagi Teruskan sisa pengobatan sampai leengkap Sesuai hasil rujukan Dalam registermonitoring Masukkan dalam monitoring pengobatan kolom Ulangan sebagai Masuk Kembali

Bila tidak ada tanda aktif Default kedua kali Penderita lebih dari 2 kali default (habitual defaulter) Rujuk untuk menentukan pengobatan Jika rujukan tidak memungkinkan Perlu pengobatan Tidak perlu pengobatan

Teruskan monitoring pengobatan hingga lengkap Sesuai hasil rujukan

Konseling dan lengkapi sisa pengobatan terakhir yang kurang

Teruskan monitoring pengobatan hingga lengkap

8. Relaps/Kambuh Penderita dinyatakan relaps bila setelah dinyatakan RFT timbul lesi baru pada kulit maka untuk menyatakan relaps harus dikonfirmasikan ke dokter kusta yang memiliki kemampuan klinis dalam mendiagnosisrelaps. Untuk relaps MB, jika ternyata pada pemeriksaan ulang BTA setelah RFT terjadi peningkatan Index Bakteriologi 2 (atau lebih) dibanding dengan saat diagnosis maka penderita dinyatakan Relaps. Rujukan dalam kasus relaps memungkinkan karena kasus relaps bukan termasuk kedaruratan. Bila hasil relaps telah dikonfirmasikan, maka penderita diobati MDT sesuai hasil pemeriksaan pada saat itu

Catatan: Untuk mereka yang pernah mendapat pengobatan Dapson monoterapi (sebelum diperkenalkannya MDT) namun kemudian muncul kembali dengan tanda kusta aktif yang membutuhkan MDT, maka penderita tersebut dimasukkan dalam kategori Relaps. 9. Indikasi pengeluaran penderita dari register adalah RFT, meninggal, pindah, salah diagnosis, ganti klasifikasi, default 10. Pada keadaan-keadaan khusus (misalnya akses yang sulit ke pelayanan kesehatan) dapat diberikan sekaligus beberapa blister disertai dengan pesan penyuluhan lengkap mengenai efek samping dan indikasi untuk kembali ke palayanan kesehatan.

Pencegahan dan Tata Laksana Cacat

Cacat kusta terjadi akibat gangguan fungsi syaraf pada mata, tangan, atau kaki. Semakin panjang waktu penundaan pengobatan saat pertama kali ditemukan tanda dini hingga dimulainya pengobatan, makin besar resiko timbulnya kecacatan akibat terjadinya kerusakan saraf yang progresif. Penting disadari bahwa kerusakan saraf juga dapat terjadi selama pengobatan, bahkan setelah RFT, resiko ini menurun bertahap setelah 3 tahun berikutnya. Kasus-kasus MB yang pada saat didetekasi sudah mengalami gangguan fungsi saraf akan berpeluang lebih besar mengalami kerusakan saraf dibanding penderita lain, oleh karena itu harus dimonitor lebih seksama. Pada reaksi kusta terjadi proses inflamasi akut yang menyebabkan kerusakan saraf (neuritis). Kerusakan saraf yang terjadi kurang dari 6 bulan, bila diobati prednison dengan tepat, tidak akan terjadi kerusakan saraf yang permanen (fungsi saraf masih reversibel).

Reaksi Kusta Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan suatu reaqksi kekebalan (cellulair respons) atau reaksi antigen-antibodi (humoral respons) dengan akibat merugikan penderita, terutama jika mengenai saraf tepi karena menyebabkan gangguan fungsi (cacat). Reaksi kusta dapat terjadi sebelum pengobatan tetapi terutama terjadi selama atau setelah pengobatan. Gambaran klinisnya sangat khas berupa merah, panas, bengkak, nyeri, dan dapat disertai gangguan fungsi saraf. Namun tidak semua gejala reaksi serupa. Penyebab pasti terjadinya rekasi masih belum jelas. Diperkirakan bahwa sejumlah faktor pencetus memegang peranan penting: Penderita dalam kondisi stress fisik, karena: o Kehamilan, setelah melahirkan (masa nifas) o Sesudah mendapatkan imunisasi o Penyakit-penyakit infeksi penyerta, misalnya malaria, cacingan, karies gigi o Anemia

o Kurang Gizi o Kelelahan Penderita dalam kondisi stress mental, karena: o Malu o Takut Lain-lain seperti pemakaian obat-obatan yang meningkatkan kekebalan tubuh

Untuk mengurangi faktor resiko dan mengantisipasi jangan sampai terjadi reaksi, maka setiap penderita kusta sebaiknya diberikan obat cacing dan vitamin dosis tinggi serta dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap kondisi penderita, misalnya pemeriksaan gigi, dll. Ditinjau dari proses terjadinya, reaksi kusta dibagi menjadi 2 tipe, reaksi tipe 1 atau reaksi reversal, dan reaksi tipe 2 atau erythema nodosum leprosum (ENL) 1. Reaksi Tipe 1 Reaksi ini lebih banyak terjadi pada penderita-penderita yang berada di spektrum Borderline (borderline lepromatous, borderline-borderline, dan borderline tuberculoid). Borderline merupakan tipe yang tidak stabil. Reaksi ini terutama terjadi selama pengobatan dan terjadi karena peningkatan hebat respon imun seluler secara tiba-tiba, mengakibatkan terjadinya respon radang pada daerah kulit dan saraf yang terkena penyakit ini. Dari sudut pandang pembasmian bakteri, respon upgrading mungkin bisa menguntungkan. Tetapi, inflamasi pada jaringan syaraf bisa mengakibatkan kerusakan dan kecacatan yang timbulnya dalam hitungan hari, jika tidak ditangani dengan adekuat. Gejala-gejala reaksi tipe I ini dapat dilihat berupa perubahan pada kulit, maupun syaraf dalam bentuk peradangan. Kulit merah, bengkak, nyeri, dan panas. Pada syaraf, manifestasi yang terjadi berupa nyeri atau gangguan fungsi syaraf. Kadang-kadang dapat terjadi gangguan keadaan umum penderita (konstitusi), seperti demam, dll. Reaksi kusta tipe I dapat dibedakan atas reaksi ringan dan reaksi berat dengan pemeriksaan POD. 2. Reaksi Tipe 2 Terjadi pada penderita tipe MB dan merupakan reaksi humoral karena tingginya respon imun humoral pada penderita borderline lepromatous dan lepromatous lepromatous, dimana tubuh membentuk antibodi karena salah satu protein M. leprae tersebut bersifat antigenik. Banyaknya antibodi yang terbentuk disebabkan oleh banyaknya antigen (protein kuman). Antigen yang ada akan bereaksi dengan antibodi dan akan mengaktifkan sistem komplemen membentuk kompleks imun : Antigen + Antibodi Komplemen. Kompleks imun tersebut akan menimbulkan respon inflamasi dan akan terdegradasi dalam beberapa hari. Oleh karena reaksi yang terjadi (pada kulit) nampak sebagai kumpulan nodul merah, maka disebut sebagai ENL (Erythema Nodosum Leprosum) dengan konsistensi lunak dan nyeri. Kompleks imun tersebut umumnya terjadi ekstravaskuler, juga beredar dalam sirkulasi darah sehingga dapat mengendap ke berbagai organ, terutama pada lokasi dimana M. leprae berada dalam konsentrasi tinggi yaitu pada kulit, saraf, limfonodus, dan testis. Umumntya

menghilang dalam 10 hari atau lebih, dan bekasnya kadang menimbulkan hiperpigmentasi. Perjalanan reaksi dapat berlangsung selama 3 minggu atau lebih. Perbedaan reaksi tipe 1 dan 2 No 1 Gejala/Tanda Keadaan umum Reaksi tipe 2 Ringan sampai berat disertai kelemahan umum dan demam tinggi. Timbul nodul kemerahan, lunak dan nyeri tekan. Biasanya pada lengan dan tungkai. Nodul dapat pecah (ulserasi) Sering terjadi, umumnya Dapat terjadi berupa nyeri tekan saraf dan/atau gangguan fungsi saraf organ Hampir tidak ada Terjadi pada mata, kelenjar getah bening, sendi, ginjal, testis, dll. Biasanya segera setelah Biasanya setelah mendapatkan pengobatan pengobatan yang lama, umumnya lebih dari 6 bulan. Dapat terjadi pada kusta tipe Hanya pada kusta tipe MB PB maupun MB Reaksi tipe 1 Umumnya baik, demam ringan (subfebris) atau tanpa demam Bercak kulit lama menjadi meradang (merah) dapat timbul bercak baru

2

Peradangan di kulit

3

Saraf

4

Peradangan lain

pada

5

Waktu timbulnya

6

Tipe kusta

Perbedaan reaksi ringan dan berat pada reaksi tipe 1 dan 2 No 1 Gejala/Tanda Reaksi tipe 1 Ringan Kulit Bercak : merah, tebal, panas, nyeri Reaksi tipe 2 Ringan Berat Nodul : merah, Nodul : merah, panas, panas, nyeri nyeri yang bertambah parah sampai pecah

2

Saraf Tepi

3 4

Keadaan Umum Gangguan Pada Organ Lain

Berat Bercak : merah, tebal, panas, nyeri yang bertambah parah sampai pecah Nyeri pada Nyeri pada perabaan (-) perabaan (-) Gangguan Gangguan fungsi fungsi (-) (+) Demam (-) Demam -

Nyeri pada perabaan (-) Gangguan fungsi (-) Demam -

Nyeri pada perabaan (+) Gangguan fungsi (+) Demam + Terjadi peradangan pada: Mata: Iridocyclitis Testis: Epididimoorchitis Ginjal: Nephritis Kelenjar Limfe : Limfadenitis

Gangguan pada tulang, hidung, dan tenggorokan