Penggunaan Kanabis Pada 139 Penderita Nyeri Kepala Klaster

8
Penggunaan kanabis pada 139 penderita nyeri kepala klaster Elizabeth Leroux, Irina Taifas, Dominique Valade, Anne Donnet, Miguel Chagnon and Anne Ducros Abstrak Tujuan: Sebuah laporan kasus yang menyajikan efikasi kanabis sebagai pengobatan serangan nyeri kepala klaster (Cluster Headache/CH). Tujuan penelitian ialah mempelajari frekuensi penggunaan kanabis pada pasien CH dan efek yang ditimbulkannya pada pemakaian tiap tiap serangan. Metode: Sebanyak 139 pasien dengan CH datang ke pusatnyeri kepala di Perancis untuk mengisi kuesioner. Hasil: Sebanyak 63 dari 139 pasien (45.3%) memiliki riwayat penggunaan kanabis. Sebagai perbandingan dengan mereka yang tidak menggunakannya, pengguna kanabis memiliki karakteristik usia yang lebih muda (p<0.001), laki laki (p=0.002) dan merokok (p<0.001). Diantara 27 pasien (19.4 % ) dari total kohort telah mencoba kanabis untuk mengobati CH, 25.9% pasien melaporkan adanya efikasi, 51.8% melaporkan variabilitas atau efek yng tidak dapat dipastikam dan 22.3% melaporkan efek negatif. Kesimpulan:Frekuensi penggunaan kanabis sangatlah tinggi pada pasien CH, namun efikasi tatalaksananya pada tiap tiap serangan masihlah terbatas. Hanya sekitar kurang dari sepertiga pasien melaporkan berkurangnya nyeri inhalasi yang dilakukan pada tiap serangan.Kanabis sebaiknya tidaklah direkomendasikan untuk CH, apabila trial terkontrol menggunakan kanabinoid selektif menunjukkan keuntungan terapeutik yang lebih menjanjikan. Kata kunci: Nyeri kepala klaster, kanabis, tembakau, merokok, gaya hidup. Pendahuluan Nyeri kepala klaster (Cluster Headache/CH) ialah kondisi nyeri kepala primer yang dikarakteristikan oleh serangan nyeri kepala unilateral yang diikuti gejala otonom dan kegelisahan. Tatalaksana

description

neu

Transcript of Penggunaan Kanabis Pada 139 Penderita Nyeri Kepala Klaster

Page 1: Penggunaan Kanabis Pada 139 Penderita Nyeri Kepala Klaster

Penggunaan kanabis pada 139 penderita nyeri kepala klaster

Elizabeth Leroux, Irina Taifas, Dominique Valade, Anne Donnet, Miguel Chagnon and Anne Ducros

Abstrak

Tujuan: Sebuah laporan kasus yang menyajikan efikasi kanabis sebagai pengobatan serangan nyeri kepala klaster (Cluster Headache/CH). Tujuan penelitian ialah mempelajari frekuensi penggunaan kanabis pada pasien CH dan efek yang ditimbulkannya pada pemakaian tiap tiap serangan.

Metode: Sebanyak 139 pasien dengan CH datang ke pusatnyeri kepala di Perancis untuk mengisi kuesioner.

Hasil: Sebanyak 63 dari 139 pasien (45.3%) memiliki riwayat penggunaan kanabis. Sebagai perbandingan dengan mereka yang tidak menggunakannya, pengguna kanabis memiliki karakteristik usia yang lebih muda (p<0.001), laki laki (p=0.002) dan merokok (p<0.001). Diantara 27 pasien (19.4 % ) dari total kohort telah mencoba kanabis untuk mengobati CH, 25.9% pasien melaporkan adanya efikasi, 51.8% melaporkan variabilitas atau efek yng tidak dapat dipastikam dan 22.3% melaporkan efek negatif.

Kesimpulan:Frekuensi penggunaan kanabis sangatlah tinggi pada pasien CH, namun efikasi tatalaksananya pada tiap tiap serangan masihlah terbatas. Hanya sekitar kurang dari sepertiga pasien melaporkan berkurangnya nyeri inhalasi yang dilakukan pada tiap serangan.Kanabis sebaiknya tidaklah direkomendasikan untuk CH, apabila trial terkontrol menggunakan kanabinoid selektif menunjukkan keuntungan terapeutik yang lebih menjanjikan.

Kata kunci: Nyeri kepala klaster, kanabis, tembakau, merokok, gaya hidup.

PendahuluanNyeri kepala klaster (Cluster Headache/CH) ialah kondisi nyeri kepala primer yang dikarakteristikan oleh serangan nyeri kepala unilateral yang diikuti gejala otonom dan kegelisahan. Tatalaksana akut kondisi ini meliputi penggunaan sumatriptan subkutan dan terapi oksigen bertekanan normal. Mariyuana,yang diekstraksi dari tanaman cannabis sativa,merupakan golongan obat rekreasional yang digunakan secara ilegal di Perancis dalam 2 bentuk utama: resin maupun produk daun, yang digunakan secara inhalasi. Zat aktif utama pada kanabis ialah delta-9-tetrahydrocannabinol (THC),yang merupakan agonis reseptor kanabinoid CB1 dan CB2 non selektif,namun selain itu juga didapati kandungan kanabinoid lainnya seperti cannabidiol. Berlanjut dari publikasi sebuah laporan kasus mengenai efikasi kanabis dan dronabinol sebagai tatalaksana serangan CH pada pasien yang refrakter terhadap terapi konvensional,para peneliti memutuskan menginvestigasi frekuensi penggunaan zat ini secara reguler pada penderita CH dan efeknya terhadap serangan CH yang dilaporkan oleh pasien.

MetodeDimulai dari bulan Juli hingga Oktober 2009, semua pasien yang didiagnosa CH dihadirkan pada 2 pusat penelitian utama,yaitu Pusat Darurat Nyeri Kepala(Emergency Headache Centre) di RS Lariboisiere di Paris dan Departemen Neurologi RS La Timone di Marseille, kemudian diminta

Page 2: Penggunaan Kanabis Pada 139 Penderita Nyeri Kepala Klaster

mengisi kuesioner anonim. Semua partisipan dijelaskan bahwa informasi yang dikumpulkan akan digunakan untuk kepentingan riset dan akan dirahasiakan,juga partisipan diminta memberikan persetujuan untuk mengisi form yang ada. Diagnosis dan subtipe CH (episodik dan kronik) dikonfirmasi berdasarkan kriteria International Classification of Headache Disorders edisi kedua (ICHD-II). Dicatat juga penggunaan terapi akut dan profilaksis yang biasanya didapat pasien. Pertanyaan mengenai substansi lainnya direproduksi pada Tabel 1. Pasien ditanya mengenai kebiasaan mereka terkait penggunaan tembakau dan kanabis. Untuk penggunaan kanabis, para peneliti mendokumentasikan jenis penggunaan dalam 2 jenis,yaitu penggunaan lama (berhenti lebih dari 6 bulan yang lalu) dan penggunaan akhir akhir ini (selama 6 bulan terakhir). Pasien dengan pengalaman menggunakan kanabis ditanya apakah penggunaan ditujukan spesifik untuk mengobati serangan CH,dan jika ya,efek apa yang mereka rasakan. Pasien yang merokok ditanya apakah mereka cenderung menghindari tembakau dan kanabis selama periode aktif atau eksaserbasi CH,dan apakah penggunaan kanabis dapat memicu serangan CH.

Analisis statistik

Deskripsi kohort dilakukan dengan rerata dan tingkat kepercayaan 95%. Perbandingan antara pengguna kanabis dan yang tidak menggunakan dilakukan dengan Student T test. Analisis dilakukan oleh layanan konsultasi statistik Universitas Montreal menggunakan spss versi 15 dan level signifikan 0.05.

HasilKarakteristik klinik

Selama periode penelitian,139 pasien (116 diantaranya laki laki (Male/M) dan 23 perempuan (Female/F)dengan rasio seks 5.0) menyetujui pengisian kuesioner(Tabel 2). Sebanyak 134 pasien direkrut di Paris dan 35 pasien di Marseille. Terdapat 93 kasus episodik(66.9%) dan 42 kasus kronis(30.2%). Subtipe dari CH tidak dapat didefinisikan pada 4 orang pasien (2.9%) yang menderita CH kurang dari 1 tahun. Terapi akut umumnya ialah sumatriptan subkutan pada 77% pasien,oksigen inhalasi pada 5.7% dan terapi non spesifik lainnya sebanyak 17.3%. Terapi profilaksis umumnya ialah verapamil sebanyak 53% pasien,verapamil dan injeksi steroid suboksipital (Suboccipital Steroid Injection/SSI) pada 13% pasien, kombinasi obat lainnya termasuk litium,topiramat,steroid,amitriptilin, gabapentin, indoramine atau lamotrigin sebanyak 8% pasien dan hanya SSI saja sebanyak 3%. Pasien lainnya (23%) tidak memiliki profilaksis yang spesifik.

Penggunaan kanabis dan profil pengguna

Secara umum, sebanyak 63 pasien (59 M/4F) melaporkan riwayat penggunaan kanabis (45.3%, 95% CI 37%-54%) dan 45 pasien (32%,95% CI 25%-40%) menggunakan kanabis selama 6 bulan terakhir. Sebanyak 103 pasien merupakan perokok tembakau aktif (74.1% 95% CI 67%-82%). Sebanyak 3 orang pasien tidak menjawab riwayat penggunaan kanabis(Tabel 2).Pengguna kanabis umumnya berusia lebih muda (36.2 vs 44 tahun,p< 0.001, 95% CI dengan perbedaan 4.1 sampai dengan 11.4) dan lebih umum terjadi pada laki laki (93.6% vs 74%, p= 0.002, 95% CI dengan perbedaan -32% hingga -7.3%) ataupun perokok tembakau aktif (92% vs 59%, p< 0.001, 95% CI dengan perbedaan -47% hingga 19%) jika dibandingkan dengan kelompok yang tidak menggunakannya (Tabel 3). Ditemukan ada tren yang non-signifikan untuk hubungan antara

Page 3: Penggunaan Kanabis Pada 139 Penderita Nyeri Kepala Klaster

penggunaan kanabis dan CH kronik (37% vs 24%, p=0.11, 95% CI untuk perbedaan -26% hingga 3%)

Efek kanabis pada serangan CH

Sebanyak total 27 dari 139 pasien (19.4%) melaporkan penggunaan kanabis untuk terapi akut serangan nyeri kepala klaster(Tabel.2). Diantara 27 pasien ini, sebanyak 25 orang menjelaskan bahwa dirinya merupakan pengguna kanabis,sementara 2 orang lainnya bukanlah pengguna kanabis rutin,namun menggunakannya pada satu kesempatan saat serangan nyeri kepala klaster. Sebanyak 7 pasien telah mencoba kanabis sebagai terapi CH fase akut hanya sebanyak sekali-dua kali dimana sebanyak 20 pasien melaporkan penggunaan 3 kali atau lebih. Tanggal penggunaan terakhir terlacak pada lebih dari 5 tahun pada 9 orang pasien, 1 hingga 5 tahun pada 4 orang pasien. Satu orang pasien tidak menjelaskan secara spesifik kapan masa percobaan kanabis. Kanabis dinilai sangat efisien oleh 1 orang pasien,efisien-lebih dari 50 % oleh 6 oranh pasien, bervariasi atau tidak begitu jelas,oleh 14 orang pasien dan tidak efisien atau malah memperberat nyeri kepala pada 6 orang pasien (Gambar.1)

Selama periode aktif dari CH episodik ataupun selama eksaserbasi dari CH kronis, 46% dari 103 perokok tembakau cenderung menghindari tembakau,sementara 50% lainnya tidak menghindari dan 4% sisanya tidak menjawab. Sebanyak 43% dari 63 orang pengguna kanabis cenderung menghindarinya,sementara 38% lainnya tidak menghindarinya dan 19% sisanya tidak menjawab. Sebagai tambahannya, 25.3% dari 63 orang pengguna kanabis berpendapat bahwa kanabis dapat memprovokasi serangan CH, sementara 57.2% tidak berpendapat demikian dan 17.5% lainnya tidak menjawab. Sebanyak 3 orang pasien melaporkan secara spontan bahwa kanabis berguna terhadap CH dengan cara menyediakan relaksasi dan ketenangan,dan tidaklah memberikan efek langsung terhadap nyeri yang dirasakan. Sebanyak 4 pasien menuliskan bahwa kanabis dapat membantu dan dapat pula memprovokasi serangan CH.

Diskusi

Penelitian bisentrik ini menunjukkan untuk pertama kalinya tingginya prevalensi penggunaan kanabis pada pasien penderita nyeri kepala klaster tipe episodik dan kronik, dengan angka 45.3 % pernah menggunakan dan 32.5% penggunaan akhir akhir ini. Hasil ini menunjukkan tngkat pemakaian yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan populasi umumnya, walaupun kanabis ialah golongan obat rekreasional yang paling sering digunakan di Perancis, dengan prevalensi 7% pada tahun belakangan ini diantara kelompok usia 18 hingga 64 tahun menurut sebuah survey yang dilakukan pada tahun 2005. Pada penelitan multisenter lainnya yang juga dilakukan di Perancis, Donnet dkk melaporkan bahwa 26% dari 113 pasien dengan CH kronis menggunakan kanabis secara reguler, yang sejalan dengan angka 32% yang didapat oleh penelitian ini. Sebuah penelitian baru baru ini dari Amerika Serikat menjelaskan prevalensi yang lebih rendah tentang pemakaia kanabis (10.2%) pada kohort yang dilakukan pada 49 pasien CH. Gambaran yang lebih rendah ini dapat dijelaskan dengan perbedaan metodologi yang digunakan, pelaporan penggunaan dibawah angka yang sebenarnya, perbedaan budaya dan rerata usia yang lebih tinggi (47.8 vs 36.2 tahun) pada pasien dari penelitian di Amerika jika dibandingkan dengan penelitian di Perancis. Para peneliti juga menemukan bahwa penggunaan kanabis pada pasien CH berhubungan dengan usia yang lebih muda, jenis kelamin laki laki dan perokok tembakau, hampir sama dengan apa yang diamati pada populasi dewasa masyarakat Perancis. Bagaimanapun juga, rasio jenis kelamin laki laki-perempuan

Page 4: Penggunaan Kanabis Pada 139 Penderita Nyeri Kepala Klaster

pada pengguna kanabis tampaknya lebih tinggi pada pasien CH jika dibandingkan dengan populasi umum masyarakat perancis (15 vs 2.4)

Penelitian sebelumnya telah menjelaskan, bahwa selain jenis kelamin, penderita CH ialah perook berat. Survey kami mengkonfirmasi tingginya prevalensi perokok tembakau pada pasien penderita CH dengan perbandingan 74.1% berbanding 29% pada kelompok usia 18 hingga 64 tahun pada populasi umum masyarakat Perancis. Hubungan atara penggunaan tembakau dan CH masih merupakan bahan perdebatan. Merokok dapat menjadi konsekuensi dari nyeri yang diderita. Alternatifnya, beberapa orang penulis menyatakan tembakau dapat memainkan peranan penting pada pemunculan CH, dikarenakan penggunaannya umumnya mempercepat onset timbulnya CH. Rozen mengatakan paparan dini terhadap tembakau merupakan faktor resiko untuk terjadinya CH. Hubungan antara penggunaan kanabis dan CH juga menimbulkan pertanyaan yang sama. Para peneliti tidak mencatat onset usia timbulnya CH, mulai merokok dan menggunakan kanabis, sehingga mereka tidak dapat menyediakan sekuens temporal dari panel ini. Hipotesis lainnya ialah mekanisme molekuler yang mendasariterjadinya CH juga meningkatkan sukseptibilitas untuk perilaku adiktif seperti penggunaan tembakau dan kanabis. Beberapa penelitian lainnya telah mendeskripsikan kepribadian spesifik terkait pasien CH, namun sejauh yang diketahui oleh para peneliti, tidak ada penelitian yang pernah menggunakan kuesioner kepribadian adiktif. Walaupun peranan sistem dopaminergik sebagai kunci dari mekanisme adiksi belum sepenuhnya dipahami hubungannya degan patofisiologi CH, peningkatan jumlah dopamin pada platelet dilaporkan pada beberapa orang pasien dan beberapa kasus merespon pemberian dopamin agonis.

Aktivitas sistem kanabis endogen memiliki pengaruh pada fungsi sistem kardiovaskular, nosiseptif, fungsi kognitif, nafsu makan dan pengaturan suhu tubuh, memori, ansietas, perilaku motorik dan mood. Kanabinoid sintetik telah dicobakan untuk beberapa penyakit berbeda dan penggunaanya kini disetujui di Amerika Utara sebagai terapi spastisitas terkait Multipel Sklerosis, muntah yang diinduksi kemoterapi dan tatalaksana nyeri kanker yang intraktabel. Pada sebuah studi mengenai epilepsi, sebanyak 21% dari 36 pengguna mengatakan kanabis memiliki efikasi yang prominen terhadap kondisi yang mereka alami. Tambahannya, beberapa pasien juga menggunakan kanabis untuk nyeri kepala dan migrain.

Penelitian ini menyediakan beberapa data baru yang menarik terkait efek kanabis pada serangan CH. Berkebalikan dengan apa yang para peneliti harapkan, pasien dengan CH umumnya menyatakan efek kanabis ialah ‘biasa saja, bervariasi dan tidak dapat diprediksi’. Kanabis bahkan dilaporkan sebagai agen yang memicu atau memperberat nyeri CH pada sebagian proporsi pasien yang signifikan, yang membuat mereka mengurangi penggunaannya selama periode aktif CH.

Efek kanabis yang tidak dapat diprediksi pada serangan CH dapat dijelaskan baik dengan perbedaan kadar THC antar pengguna dan antar penggunaan, maupun dengan perbedaan kerja THC yang bergantung pada faktor lain pada pengguna. Telah ditemukan lebih dari 100 jenis kanabinoid pada sediaan yang berbeda, masing masing dengan profil farmakologi yang spesifik. Sebagai contohnya, THC ialah substansi yang bersifat ansiogenik, dimana kanabidiol lebih bersifat ansiolitik dan kedua substansi ini memiliki efek yang berbeda pada studi Magnetic Resonance Imaging fungsional (fMRI). Tumbuhan dapat juga mengandung zat lain seperti stimulan. Pada teorinya, kanabis dapat saja memperberat efek nyeri pada serangan CH baik melalui aktivitas arteri serebral dan dural, pelepasan substansi peradangan seperti calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan vasoactive intestinal

Page 5: Penggunaan Kanabis Pada 139 Penderita Nyeri Kepala Klaster

peptide (VIP), ataupun melalui sistem modulasi nyeri. Kanabinoid utamanya menyebabkan vasodilatasi arteri serebral. Tampaknya efek vasodilator tidak memiliki efek dalam terapi serangan CH, namun hal ini menjelaskan mengapa kanabis dapat memicu ataupun memperberat serangan CH pada beberapa orang pasien. Menurut beberapa eksperimen pada hewan coban efek kanabinoid pada nyeri bersifat multifokal, melibatkan saraf aferen perifer, area modulasi brainstem dan matriks nyeri di area kortikal. Kanabinoid telah dibuktikan memiliki pengaruh yang lebih pada nyeri tonik dan allodinia dibandingkan dengan nyeri akut, yang dapat menjelaskan keterbatasan efeknya pada serangan CH. Mengenai apakah kanabis memiliki efek profilaktik pada CH, merupakan sebuah pertanyaan yang belum terjawab. Penelitian ini ditujukan untuk mempelajari efek dari kanabis pada serangan CH akut dan bukan efek dari pemakaian reguler kanabis dan hubungannya dengan durasi CH ataupun frekuensi serangannya.

Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan. Diantaranya ialah penelitian ini bukanlah penelitian case control(kasus-kelola) dan ini bukanlah suatu penelitian yang cukup sulit dikerjakan. Dilatarbelakangi kondisi lapangan penelitian yang merupakan instalasi Gawat Darurat, masih memungkinkan beberapa pasien CH tidak diminta mengisi kuesioner dan kami tidaklah menghitung jumlah pasien yang menolak mengisi kuesioner, namun jumlah ini diestimasikan cukup rendah. Selanjutnya, penelitian ini tidak mengevaluasi komorbiditas psikiatrik yang mungkin terjadi. Beberapa studi epidemiologi yang telah dilakukan pada populasi umum telah membuktikan adanya hubungan antara merokok tembakau ataupun dependensi nikotin dengan kejadian depresi. Studi selanjutnya di masa yang akan datang pada sejumlah besar kohort pasien CH diharapkan dapat mengases penggunaan substansi tertentun skor adiksi, depresi, ansietas dan hubungan yang terdapat diantara faktor faktor tersebut.

Kesimpulan

Dari pengamatan para peneliti, mereka menyimpulkan bahwa riwayat penggunaan substansi tertentu mestilah dipertimbangkan ketika merawat pasien dengan CH. Penggunaan kanabis sangatlah sering dijumpai, terutama pada laki laki usia dewasa muda dimana penggunaannya memiliki implikasi medis dan hukum. Alasan tingginya prevalensi penggunaan kanabis pada pasien CH belumlah dapat dipastikan. Para peneliti menyarankan pasien CH untuk berhent menggunakan kanabis dan menggunakan medikasi yang adekuat untuk mengobati gangguan tidur dan gejala ansietas. Berkebalikan dengan penggunaanya yang luas pada pasien CH, kanabis tampaknya memiliki efikasi terbatas apabila digunakan untuk mengobati serangan nyeri kepala CH dan dapat memperberat nyeri pada beberapa orang pasien. Potensi terapi pada beberapa jenis kanabinoid tidaklah disingkirkan pada hasil ini, namun mempertimbangkan masalah legalitas mengenai kanabis, percobaan komponen struktural dengan dosis agonis selektif kanabinoid sintetis terkontrol yang adekuat mestilah cara utama yang harus dipertimbangkan untuk investigasi selanjutnya di masa yang akan datang.

Implikasi Klinis

- Prevalensi penggunaan kanabis tampaknya lebih tinggi pada pasien CH jika dibandingkan dengan populasi umum.

- Ketika digunakan selama serangan CH, kanabis memiliki efek yang tidak dapat diprediksi pada separuh pasien, memiliki efek yang yang biasa saja pada seperempat pasien dan memperberat serangan pada seperempat pasien lainnya. Kanabis juga dapat memicu terjadinya serangan CH.

- Kanabis mestinya tidaklah dipertimbangkan sebagai opsi terapeutik untuk serangan CH- Pasien dengan CH mestilah diskrining untuk pemakaian kanabis dan disarankan untuk

berhenti menggunakannya