PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT...

90
PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 106/PUU-XIII/2015) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: PUTRA NUR FIKRI NIM: 11150480000070 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2019 M

Transcript of PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT...

Page 1: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

(STUDI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

NOMOR 106/PUU-XIII/2015)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

PUTRA NUR FIKRI

NIM: 11150480000070

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H/2019 M

Page 2: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

i

PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

(STUDI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

NOMOR 106/PUU-XIII/2015)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

PUTRA NUR FIKRI

NIM: 11150480000070

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H/2019 M

Page 3: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative
Page 4: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative
Page 5: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative
Page 6: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

v

ABSTRAK

Putra Nur Fikri. NIM 11150480000070. PENGUNAAN DANA ASPIRASI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH

KONSTITUSI NOMOR 106/PUU-XIII/2015). Program Studi Ilmu Hukum,

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 1441 H/2019. Ix + 76 Halaman + 5 Halaman Daftar Pustaka.

Studi ini bertujuan untuk menganalisis hak dari anggota DPR di dalam

Pasal 80 Huruf J Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 yaitu memperjuangkan

dan mengusulkan dana program pembangunan daerah pemilihan atau dana

aspirasi dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 106/PUU-XIII/2015 terkait

dana aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat. Latar belakang penelitian ini adalah

Pasal 80 Huruf J Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 telah dilakukan Judicial

Review terhadap Mahkamah Konstitusi RI. Pemohon dalam hal ini mewakili

masyarakat di Papua, yang mana merasa dirugikan hak-hak konstitusionalnya

karena akan berdampak pada pengelolaan keuangan negara yang tidak adil dan

hanya menguntungkan rakyat di wilayah yang daerah pilihnya memiliki jumlah

kursi Dewan Perwakilan Rakyat terbanyak. Namun, permohonan yang diajukan

terhadap pasal 80 huruf j tersebut ditolak oleh Mahkamah Konstitusi dengan

putusan nomor 106/PUU-XIII/2015.

Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan teknik

pengumpulan data Library Research (Studi Kepustakaan) yang mengkaji berbagi

dokumen terkait objek penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sumber data primer (Undang-Undang dan Putusan MK) dan sumber data

sekunder (buku-buku referensi).

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengunaan dana aspirasi yang

terdapat di dalam Pasal 80 Huruf J Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tidak

mencerminkan asas keadilan rakyat, karena dalam pengalokasian dana aspirasi

tersebut tidak adil karena pengalokasian dana aspirasi tersebut berdasarkan daerah

pemilihan yang jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat dalam suatu daerah tidak

sama, hal tersebut dapat berpotensi dalam ketidakadilan pembangunan.

Problematika yang muncul dari dana aspirasi yaitu munculnya wadah baru untuk

praktik korupsi, terbenturnya peran pemerintah sebagai lembaga eksekutif dan

semakin besarnya dana APBN. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor

106/PUU-XII/2015 terdapat inkonsistensi terkait lembaga mana yang dapat

menerima aspirasi untuk daerah pemilihan.

Kata Kunci: Dana Aspirasi, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Konstitusi

Dosen Pembimbing : Dr. Masyrofah, S.Ag., M.Si.

Mufidah, SH.I., M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1979 sampai Tahun 2018

Page 7: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirabbil’alamin, Segala puji dan syukur peneliti panjatkan

ke hadirat Allah S.W.T, karena berkat rahmat, nikmat serta karunia dari Allah

SWT peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGGUNAAN

DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (STUDI PUTUSAN

MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 106/PUU-XIII/2015)”. Sholawat serta

salam peneliti panjatkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu’Alayhi wa Sallam,

yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang

benderang ini.

Didalam proses awal hingga penyelesaian skripsi ini, peneliti

mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan

bantuan moril maupun materil, semangat, motivasi, nasehat serta do’a, kepada

yang terhormat :

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharie, S.H.,M.H.,M.A. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H.,M.H. Ketua Program Studi Ilmu

Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum,

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Masyrofah, S.Ag., M.Si. dan Mufidah, SH.I., M.H. Pembimbing Skripsi

yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing peneliti dengan

penuh kesabaran, ketelitian, dan tidak henti-hentinya memberikan masukan,

saran, maupun kritik serta motivasi yang membangun demi kebaikan serta

terselesaikannya skripsi ini.

Page 8: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

vii

5. Kepada kepala urusan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, dan kepada pimpinan Perpustakaan Pusat Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas

untuk mengadakan studi kepustakaan, dan memberi data guna menyelesaikan

skripsi peneliti ini.

6. Kepada semua pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan

skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga kebaikan kalian

semua dibalas oleh Allah SWT.

Peneliti menyadari ketidaksempurnaan di dalam skripsi ini, maka dari itu

kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan dalam penyempurnaan

skripsi ini. Semoga skripsi ini mampu memberikan manfaat dalam khazanah

pengetahuan bagi para pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, September 2019

Peneliti,

Putra Nur Fikri

Page 9: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ........................... iii

LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iv

ABSTRAK ...................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah .................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 7

D. Metode Penelitian ..................................................................... 8

E. Sistematika Penulisan ............................................................... 11

BAB II DPR SEBAGAI LEMBAGA LEGISLATIF ............................ 13

A. Kerangka Konseptual ............................................................... 13

A. Dana Aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat ........................... 13

B. Daerah Pemilihan Pemilu Legislatif .................................... 16

B. Kerangka Teori ......................................................................... 19

A. Teori Pemisahan Kekuasaan ................................................ 19

B. Teori Checks and Balances .................................................. 22

C. Teori Perwakilan .................................................................. 24

C. Dewan Perwakilan Rakyat ....................................................... 26

D. Studi (Review) Kajian Terdahulu ............................................. 35

BAB III KAJIAN FUNGSI DANA ASPIRASI DALAM PUTUSAN

MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 106/PUU-XIII/2015 38

A. Deskripsi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 106/PUU-

XIII/2015 .................................................................................. 38

1. Kewenangan Mahkamah Kontitusi ...................................... 38

2. Kedudukan Hukum (Legal Standing) .................................. 39

3. Pokok Permohonan .............................................................. 41

4. Amar Putusan ....................................................................... 44

B. Kedudukan Dana Aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat ............ 44

C. Mekanisme atau Tata Cara Pengusulan Dana Aspirasi Dewan

Perwakilan Rakyat .................................................................... 47

Page 10: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

ix

BAB IV PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN

RAKYAT...................................................................................... 52

A. Alokasi Dana Aspirasi Berdasarkan Asas Keadilan ................. 52

B. Pertimbangan Hukum Hakim Mahkamah Konstitusi Nomor

106/PUU-XIII/2015 .................................................................. 65

BAB V PENUTUP .................................................................................... 75

A. Kesimpulan ............................................................................... 75

B. Rekomendasi ............................................................................ 76

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 77

Page 11: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pasal 1 Ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.

Konsekuensi logis dari hal tersebut yaitu segala sesuatu harus berdasarkan

hukum. Ciri utama dari negara hukum adalah adanya pembatasan kekuasaan

dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. Persoalan tentang pembatasan

kekuasaan (Limitation of Power) berkaitan erat dengan pemisahan kekuasaan

(Separation of Power) dan pembagian kekuasaan (Distribution of Power).1

Perbedaan pemisahan kekuasaan (Separation of Power) dan pembagian

kekuasaan (Distribution of Power) dapat dibedakan penggunaan istilah

pemisahan dan pembagian kekuasaan itu dalam dua konteks yang berbeda,

yaitu konteks hubungan kekuasaan yang bersifat horizontal dan vertical.

Konteks vertical, pemisahan kekuasaan atau pembagian kekuasaan

dimaksudkan untuk membedakan antara kekuasaan pemerintahan atasan dan

kekuasaan pemerintahan bawahan, yaitu dalam hubungan antara

pemerintahan federal dan negara bagian dalam negara federal (federal state).

Perspektif vertical dan horizontal juga dapat dipakai untuk

membedakan antara pembagaian kekuasaan (Distribution of Power) yang

dianut di Indonesia sebelum perubahan UUD 1945, yaitu bahwa kedaulatan

atau kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat dan diwujudkan oleh Majelis

Permusyarawatan Rakyat sebagai lembaga tertinggi negara. Sistem yang

dianut di dalam UUD 1945 sebelum perubahan merupakan pembagian

kekuasaan (Distribution of Power) dalam konteks pengertian yang besifat

vertikal.2 Sedangkan sekarang, setelah perubahan keempat UUD 1945 sistem

yang dianut adalah pemisahan kekuasaan (Separation of Power) berdasarkan

prinsip Checks and Balances.

1 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: PT. RajaGarafindo

Persada, 2009) h. 284. 2 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,… h. 289.

Page 12: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

2

Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan

legislative dan kekuasaan yudikatif dikenal dengan triaspolitica, yang dapat

diartikan sebagai tiga pusat atau poros kekuasaan negara.3 Di Indonesia

pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut

fungsi dari lembaga-lembaga tertentu yakni eksekutif, legislatif dan

yudikatif.4 Ketiga kelembagaan negara itulah yang menjadi penyelenggara

pemerintahan negara yang derajatnya sama dan saling mengimbangi antara

satu dengan lainnya sesuai dengan teori Checks and Balances System.

Masalah yang sering timbul antara penyelenggara pemerintahan yakni sering

terbenturnya tugas dan kewenangannya. Dalam hal ini, berbicara mengenai

kewenangan tentu saja membahas mengenai dua unsur yang selalu

berhubungan, yaitu organ dan fungsi.5 Tugas dan kewenangan lembaga

negara adalah suatu gabungan untuk mengimplementasikan suatu fungsi

lembaga negara tersebut. Jika suatu lembaga negara tidak memahami

fungsinya, maka akan muncul masalah tentang bagaimana memahami

kebijakannya.

Dalam hal ini, akan membahas mengenai tugas dan kewenangan Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR). Secara garis besar, DPR mempunyai tiga tugas

dan kewenangan pokok sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014

tentang Majelis Permusyarawatan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Tugas dan

kewenangan yang dimiliki oleh DPR yaitu pertama, fungsi legislasi

membentuk undang-undang dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) bersama Presiden. Kedua, fungsi anggaran untuk

membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan

terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh

3 Moh Mahfud MD, Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (Jakarta: PT. Renika

Cipta, 2001) h. 73-74. 4 Rika Marlina, “Pembagian Kekuasaan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Di

Indonesia”, Jurnal Daulat Hukum, Vol. 1 N0. 1, Maret 2018, h. 176. 5 Jimly Ashiddiqe, Perkembangan dan Konsolidasi Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2010) h. 84.

Page 13: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

3

Presiden. Ketiga, fungsi pengawasan yang dilaksanakan melalui pengawasan

atas pelaksanaan undang-undang dan APBN.6

Selain mempunyai fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan, DPR

juga mempunyai tiga hak menurut Pasal 79 Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2014 yaitu pertama hak interpelasi, hak intepelasi adalah hak Dewan

Perwakilan Rakyat untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai

kebijakan yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kedua adalah hak angket, hak

angket adalah hak Dewan Perwakilan Rakyat untuk melakukan penyelidikan

kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan

berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Dan yang

ketiga adalah hak menyatakan pendapat, hak menyatakan pendapat adalah

hak DPR untuk menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah, tindak

lanjut pelaksanaan hak intepelasi dan hak angket, dan dugaan bahwa Presiden

dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum.7

Dalam pasal 76 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 yang mengatur

tentang keanggotaan DPR, anggota DPR berjumlah 560 (lima ratus enam

puluh) orang. Masing-masing anggota Dewan Perwakilan Rakyat tersebut

memiliki hak sebagai anggota DPR sesuai di dalam pasal 80, yang

menyatakan anggota DPR berhak:

a. Mengajukan usul rancangan undang-undang.

b. Mengajukan pertanyaan.

c. Menyampaikan usul dan pendapat.

d. Memilih dan dipilih.

e. Membela diri.

f. Imunitas.

g. Protokoler.

6 Yusril Izha Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Gema Insani Press,

1996) h. 135. 7 Asmawi, ”Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Perundang-Undangan Pemerintah

Daerah dan Lembaga Legislatif Daerah”, Jurnal Cita Hukum, Vol. 2 No. 1, Juni 2014, h. 10.

Page 14: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

4

h. Keuangan dan administratif.

i. Pengawasan.

j. Mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah

pemilihan, dan

k. Melakukan sosialisasi undang-undang.

Dana Program Pengembangan Daerah Pemilihan (P2DP) atau yang

dikenal dengan dana aspirasi DPR menjadi salah satu perbincangan di publik

dan bahkan menjadi sebuah polemik. Polemik atau masalah tersebut terletak

pada kewenangan anggota DPR yang memperoleh dana aspirasi yang

dianggap tidak sejalan dengan fungsi anggaran atau hak budget DPR, masalah

yang menjadi perbincangan di publik ini mencakup pada besarnya dana yang

dapat dianggarkan, dana tersebut dapat berpotensi korupsi, dan sebaran

anggaran yang tidak merata setiap daerahnya dan dapat menimbulkan politik

yang tidak sehat dalam bentuk patronase politik.8

Dana aspirasi DPR diatur dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat

Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pengusulan Program Pembangunan

Daerah Pemilihan. Dalam Peraturan tersebut, dana aspirasi dapat diusulkan

oleh perorangan anggota DPR maupun diusulkan secara bersama yang

diintegrasikan ke dalam program nasional dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara. Dan adapun aturan mengenai usulan tersebut dapat berasal

dari inisiatif sendiri, pemerintah daerah, atau aspirasi masyarakat di daerah

pemilihan. Setiap anggota DPR hanya mengusulkan dana aspirasi dari daerah

pemilihannya.

Pasal 80 Huruf J Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 telah

dilakukan Judicial Review terhadap Mahkamah Konstitusi RI. Pemohon

dalam hal ini mewakili masyarakat di Papua, yang mana merasa dirugikan

hak-hak konstitusionalnya karena akan berdampak pada pengelolaan

keuangan negara yang tidak adil dan hanya menguntungkan rakyat di wilayah

8 Mei Susanto, “Kedudukan Dana Aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat dalam Ketatanegaraan

Indonesia”, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum Faculty Of Law Universitas Islam Indonesia, Vol. 24

no. 2, April 2017, h. 256.

Page 15: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

5

yang daerah pilihnya memiliki jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat

terbanyak. Namun, permohonan yang diajukan terhadap pasal 80 huruf j

tersebut ditolak oleh Mahkamah Konstitusi dengan putusan nomor 106/PUU-

XIII/2015.

Pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor

106/PUU-XIII/2015 inkonsisten dalam menentukan lembaga mana yang

harus memperjuangkan suara untuk daerah pemilihan. Pasal 80 Huruf J dapat

berpotensi memperluas ketimpangan dalam pembangunan, karena besaran

dana aspirasi di setiap provinsi bergantung kepada berapa banyak anggota

DPR. Dampak dari dana aspirasi ini adalah memperluas kesenjangan

pembangunan antar wilayah yang semakin timpang. Sebagai contoh pulau

Jawa dengan jumlah kursi terbanyak yakni 306 kursi, sedangkan di daerah

lain seperti Papua hanya mendapatkan jatah 13 kursi saja. Tentu disini

sangatlah menimbulkan perbedaan yang sangat signifikan, sedangkan rencana

pembangunan nasional tengah memprioritaskan pembangunan di luar pulau

Jawa.

Dana aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat ini juga dapat berpotensi

penyalahgunaan atau korupsi dana aspirasi. Akibat dari tidak jelasnya

pengalokasiannya dana tersebut dikhawatirkan menjadi sumber baru dari

korupsi. Korupsi dana aspirasi tersebut dapat dicontohkan dari proyek fiktif

yang dilakukan oleh anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, baik

berbentuk pembangunan ataupun penyelenggaraan kegiatan. Dana yang besar

yakni berjumlah 20 Miliar perkursi tentunya dapat dijadikan salah satu modus

korupsi melalui APBN.

Selain itu, Majelis Hakim menyatakan DPR mempunyai tanggung

jawab politik terhadap daerah pemilihannya, namun di dalam pendapat

lainnya Majelis Hakim menyakan bahwa DPR merupakan political

representative atau perwakilan seluruh masyarakat Indonesia yang hakikatnya

harus memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat selain daerah pemilihannya.

Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Nomor 106/PUU-

XIII/2015 yang inkonsisten dan problematika dalam penggunaan dana

Page 16: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

6

aspirasi tersebut di atas menarik untuk dikaji lebih mendalam. Berdasarkan

hal tersebut yang telah dikemukakan dalam latar belakang di atas, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian hukum dalam bentuk skripsi dengan judul

“PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN

RAKYAT (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR

106/PUU-XIII/2015)”

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah,

a. Penyaluran dana aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat

memegang teguh asas keadilan terhadap daerah pemilihan.

b. Praktik dana aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat dapat berpotensi

sebagai lahan korupsi baru.

c. Pengalokasian dana aspirasi berpotensi adanya ketidakadilan dalam

pembangunan.

d. Tidak adanya mekanisme yang jelas dalam penyerapan aspirasi.

e. Tidak tepat sasaran dana aspirasi berdasarkan daerah pemilihan.

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan permasalahan yang telah

peneliti uraikan, maka peneliti membatasi kajian ini hanya berdasarkan

Putusan Mahkamah Konstitusi 106/PUU-XIII/2015, terkait dana aspirasi

Dewan Perwakilan Rakyat RI.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan

pembatasan masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, maka peneliti

merumuskan masalah yaitu: Problematika yang muncul dari penggunaan

dana aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat RI. Perumusan masalah

dipertegas dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana hakikat alokasi dana aspirasi berdasarkan asas keadilan

rakyat?

Page 17: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

7

b. Bagaimana pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi terhadap

praktik dana aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat dalam putusan Nomor

106/PUU-XIII/2015?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hak anggota Dewan

Perwakilan Rakyat dalam Pasal 80 huruf J Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyarawatan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan:

a. Untuk mengetahui hakikat pengalokasian dana aspirasi berdasarkan

asas keadilan rakyat.

b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi terhadap

praktik dana aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat dalam Putusan Nomor

106/PUU-XIII/2015.

2. Manfaat Penelitian

Selain tujuan yang ingin dicapai, tentunya peneliti berharap hasil

penelitian ini juga dapat memberi manfaat teoritis dan praktis, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

1) Memberikan ilmu pengetahuan bagi perkembangan keilmuan

hukum, khususnya pada ranah Hukum Kelembagaan Negara

(Hukum Tata Negara)

2) Untuk lebih memperkaya pemikiran ilmu pengetahuan penulis baik

di bidang hukum maupun di bidang ketatanegaraan.

3) Menjadi sumber referensi baik bagi mahasiswa, akademisi dan

peneliti yang berniat melakukan penelitian hukum pada ranah hukum

kelembagaan negara, khususnya tentang praktik dana aspirasi Dewan

Perwakilan Rakyat.

b. Manfaat Praktis

1) Memberikan suatu pengetahuan agar di dalam penggunaan dasa

aspirasi DPR harus menjunjung asas keadilan rakyat.

Page 18: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

8

2) Memberikan suatu pengetahuan tentang perlu atau tidaknya dana

aspirasi Dewan Perwakilan rakyat.

3) Agar penelitian ini menjadi perhatian dan dapat digunakan bagi

semua pihak khususnya dalam lingkungan Hukum Tata Negara.

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penulis dalam melakukan proses penelitian ini menggunakan metode

pendekatan normatif-yuridis, maka pendekatan yang digunakan adalah

Pendekatan Perundang-Undangan (statutory approach)9 dan Pendekatan

Kasus (case approach)10

. Pendekatan perundang-undangan (statutory

approach), diterapkan guna memahami penggunaan dana aspirasi ditinjau

dari Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 dan Peraturan DPR Nomor 4

tahun 2015. Pendekatan kasus (case approach) diterapkan dalam

mengamati kasus mengenai Judicial Review Pasal 80 Huruf J Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2014 agar dapat diketahui bagaimana

pertimbangan hakim pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

106/PUU-XIII/2015 terkait dana aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) .

2. Jenis Penelitian

Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yang menekankan

pada aspek pemahaman suatu norma hukum yang terdapat di dalam

perundang-undangan serta norma-norma yang hidup dan berkembang di

masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian hukum (penelitian

yuridis) yang memiliki suatu metode yang berbeda dengan penelitian yang

lainnya. Metode penelitian hukum merupakan suatu cara yang sistematis

dalam melakukan sebuah penelitian.11

Penelitian hukum normatif adalah

penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan

9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2008) h. 136. 10

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,…h. 158. 11

Abdulkadir Muhamad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

2004) h. 57.

Page 19: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

9

sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas,

norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan,

perjanjian, serta doktrin (ajaran).12

Penelitian hukum normatif mencakup

penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika

hukum, penelitian terhadap sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum,

dan penelitian perbandingan hukum.

Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doctrinal

(doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik

yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book), maupun

hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is

decided by the judge through judicial process). Penelitian hukum normatif

dalam penelitian ini didasarkan data sekunder dan menekankan pada

langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.13

3. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer (primary

data), data sekunder (secondary data), data tersier.

a. Sumber Data Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan pustaka yang merupakan

bahan hukum utama yang belum pernah di olah oleh orang lain14

yang terdiri dari:

1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Peraturan

Pembentukan Perundang-Undangan.

3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis

Permusyarawatan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

12

Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum. (Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010) h. 3. 13

J. Supranto, Metode Hukum dan Statistik, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003) h.

3. 14

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, Universitas Indonesia Press,

2007) h. 12.

Page 20: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

10

Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah.

4) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 4 Tahun 2015

5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang

Mahkamah Konstitusi.

6) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan

Negara, dan

7) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 106/PUU-XIII/2015.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa duplikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi hukum meliputi

buku-buku hukum, jurnal hukum, skripsi-skripsi terdahulu, pendapat-

pendapat para ahli, dan pakar hukum tata negara.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberikan

informasi lebih lanjut mengenai bahan-bahan hukum primer dan hukum

sekunder, yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus hukum,

majalah, blog, koran dan lainnya.

4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu

studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan mencari referensi

untuk mendukung materi penelitian ini melalui berbagai literatur seperti

buku, bahan ajar perkuliahan, artikel, jurnal, skripsi, tesis dan Peraturan

Perundang-Undangan di berbagai perpustakaan umum dan universitas.

5. Analisis Data

Sesuai dengan jenis penelitian bahwa penelitian ini termasuk jenis

penelitian, maka data peneliti diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan

atau penelaahan terhadap berbagai literature atau bahan pustaka yang

berkaitan dengan masalah atau materi penelitian yang sering disebut bahan

hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan

non-hukum yang diuraikan, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang

Page 21: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

11

lebih sistematis untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.

Selanjutnya setelah bahan hukum diolah, dilakukan analisis terhadap

bahan hukum tersebut yang diakhirnya akan diketahui bagaimana

penggunaan dana aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat.

6. Teknik Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan pada penelitian ini dilakukan dengan pola

piker deduktif, yaitu dengan menarik kesimpulan khusus dari pernyataan-

pernyataan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang

dihadapi.

7. Teknik Penulisan

Teknik penyusunan dan penulisan skripsi ini berpedoman pada buku

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan pada tahun 2017.

E. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun sesuai dengan buku Pedoman Penulisan Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta Tahun 2017, yang terbagi dalam lima bab. Pada setiap bab terdiri dari

sub bab yang digunakan untuk memperjelas ruang lingkup dan inti

permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab

serta inti permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : Bab ini merupakan pendahuluan, yang berisi latar belakang,

pembatasan masalah dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metode penelitian dan rancangan sistematika

penelitian.

BAB II : Bab ini akan diuraikan dua pokok pembahasan yang mendukung

penulisan skripsi ini, diantaranya pembahasan terkait kerangka

konseptual dan kerangka teoritis yang menggambarkan secara

rinci konsep yang menjadi acuan dalam penulisan ini, yang

kemudian diuraikan ke dalam beberapa sub bab. Selanjutnya akan

dijelaskan terkait review studi terdahulu, agar tidak ada

Page 22: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

12

persamaan terhadap materi muatan dan pembahasan dalam skripsi

ini dengan apa yang ditulis oleh pihak lain.

BAB III : Pada bab ini akan menguraikan tentang data penelitian berupa

deskripsi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 106/PUU-

XIII/2015, dalam hal ini penulis juga membahas mengenai

landasan yuridis tentang hak anggota DPR yaitu hak mengusulkan

dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan

atau dana aspirasi dan tata acara pengusulan dana aspirasi.

BAB IV : Bab ini akan menguraikan tentang hakikat pengalokasian dana

aspirasi DPR berdasarkan asas keadilan rakyat dan analisis

pertimbangan hakim dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

106/PUU-XIII/2015,

BAB V : Bab ini merupakan penutup yang berisikan tentang kesimpulan

dan rekomendasi. Bab ini merupakan bab terakhir dari sistematika

penulisan skripsi yang pada akhirnya penelitian ini menarik

beberapa kesimpulan dari penelitian untuk menjawab rumusan

masalah serta memberikan saran-saran yang dianggap perlu.

Page 23: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

13

BAB II

DPR SEBAGAI LEMBAGA LEGISLATIF

A. Kerangka Konseptual

1. Dana Aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat

Dana Program Pembangunan Daerah Pemilihan atau yang dikenal

dengan Dana Aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat muncul pertama kali pada

tahun 2010 yang dipelopori oleh Fraksi Golkar dengan mengusulkan

anggara sebesar Rp. 15.000.000.000,00 (15 Miliar Rupiah) yang ditetapkan

untuk setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang akan diambil dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011. Alasan Fraksi

Golkar mengusulkan anggaran dana tersebut untuk mempercepat program

pembangunan di daerah pemilihan, namun usulan tersebut ditolak oleh

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, karena dengan adanya anggaran dana

tersebut menyamakan kewenangan antara eksekutif dan legislative.1 Selain

menolak usulan tersebut, Presiden Sulilo Bambang Yudhoyono memberikan

saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk menjalankan tugas utamanya

menjadi pengawas pemerintah, bukan ikut membuat program.2

Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan

DPRD, tidak terdapat dasar hukum tentang dana aspirasi DPR. Undang-

Undang No. 17 Tahun 2014 (pengganti UU No, 27 Tahun 2009), terdapat

dasar hukum yang menegaskan keberadaan dana aspirasi DPR yang tertera

dalam Pasal 80 huruf J yang menyatakan “Anggota DPR berhak

mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah

pemilihan”. Atas dasar tersebut, dibentuklah Peraturan Dewan Perwakilan

Rakyat Nomor 4 Tahun 2015 tahun 2015 tentang Tata Cara Pengusulan

Program Pembangunan Daerah Pemilihan. Peraturan DPR tersebut, dana

aspirasi dapat diusulkan oleh perorangan anggota DPR dan diusulkan

1 Direktorat Jendral Anggaran Kementrian Keuangan, “Dana Aspirasi Dewan Perwakilan

Rakyat Indonesia”, Jurnal DIrektorat Jendral Kementrian Keuangan, 2015, h. 5. 2 “Cerita SBY Tolak Dana Aspirasi DPR”, https://news.detik.com/berita/2950741/cerita-

sby-tolak-dana-aspirasi-dpr-karena-dimarahi-rakyat-5-tahun-lalu, Diakses pada 17 Juni 2019.

Page 24: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

14

secara bersama yang diintegrasikan ke dalam program pembangunan

nasional dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Adapun usulan

tersebut dapat berasal dari inisiatif sendiri, pemerintah daerah atau aspirasi

masyarakat di daerah pemilihan.

Program dana aspirasi yang telah diatur dalam Peraturan Dewan

Perwakilan Rakyat Nomor 4 Tahun 2015 harus memenuhi kriteria, sebagai

berikut:

a. Kegiatan fisik.

b. Pembangunan, Rehabilitasi dan Perbaikan Sarana dan Prasarana

c. Hasil pelaksanaan program yang berkaitan langsung dengan

pelayanan terhadap masyarakat

d. Penganggaran melalui dana alokasi khusus program pembangunan

daerah pemilihan

Secara lebih jelas program dana aspirasi dapat berupa pembangunan,

perbaikan dan peningkatan terhadap:

a. Implementasi hasil riset dan teknologi terapan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat

b. Penyediaan air bersih

c. Sanitasi

d. Tempat ibadah serta sara dan prasarana keagamaan

e. Kantor desa

f. Sarana olahraga dan sarana kesenian

g. Perpustakaan atau taman bacaan umum

h. Panti sosial

i. Penyediaan sarana internet dan penyediaan penerangan jalan

umum, pembangunan jalan atau jembatan dan pemakaman umum

j. Puskesmas, pondok bersalin desa dan ambulan

k. Sarana dan prasarana pendidikan dan pesantren

l. Sarana dan prasarana pertanian/perikanan, pengadaan bibit dan

ternak.

Page 25: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

15

Dana Aspirasi anggota Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia ini

sangat mirip dengan “Pork Barrel Budget” di Amerika Serikat. Pork Barrel

adalah suatu istilah kata negatif yang dipakai untuk mengkritik praktek

budgeting pemerintah pusat Amerika Serikat untuk proyek-proyek di distrik

anggota kongres (setara DPR) yang terpilih. Dana Pork Barrel digunakan

oleh politisi congress untuk membayar balik konstituennya dalam bentuk

bantuan dana untuk proyek-proyek di daerah pemilihannya. Pengertian

mengenai “membayar balik” yaitu membalas dukungan politik yang

didapatkannya sebelum terpilih, baik digunakan dalam bentuk suara pemilih

(vote) ataupun kontribusi dalam kampanye politiknya. Anggota kongres

atau politisi menggunakan uang negara untuk kepentingan politiknya dan

tidak semata-mata untuk kepentingan rakyat yang diwakilinya.3 Pork Barrel

juga dapat diartikan sebagai praktek yang lazim dalam politik di Amerika

Serikat, namun dikecam oleh publik. Pork Barrel Politic atau politik

gentong babi dan Constituency Development Fund (CDF) atau dana

pembangunan konstituen merupakan istilah yang memiliki sejarah dan latar

belakang yang berbeda, namun memiliki kesamaan. Pork Barrel Politic

lahir dari sistem politik Amerika Serikat yang mengacu pada pengeluaran

dana yang diusahakan oleh para politisi untuk konstituennya sebagai

imbalan atas dukungan politik.4 Mempunyai tujuan agar mereka dapat

terpilih kembali dalam pemilihan umum berikutnya, sementara CDF itu

lahir dari praktik yang terjadi di India dan Kenya, sehingga banyak negara

yang kemudian mencoba mengadopsi sistem CDF tersebut. CDF sendiri

merupakan suatu desentralisasi anggaran dana yang berasal dari pusat ke

daerah berbasis konstituen (daerah pemilihan) untuk proyek-proyek

pembangunan sesuai kebutuhan, seperti pembangunan fasilitas sekolah,

3 Teddy Lesmana, “Politik Pork Barrel dan Kemiskinan”, Penelitian Ekonomi LIPI dan

Forecast Indonesia Scholar di University of Maryland at College Park Amerika Serikat, Juni 2010. 4 Thomas D. Lancaster, “Electoral Structures and Pork Barrel Politics”, International

Political Science Review, Vol. 7 No. 1, Januari 1986, h. 67.

Page 26: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

16

fasilitas kesehatan, dan sistem pasokan air.5 Dengan demikian, anggota

parlemen memiliki peranan yang penting dalam mengawasi penggunaan

anggara CDF karena berkaitan dengan daerah pemilihannya. Praktik Pork

Barrel yang terkenal di Amerika Serikat ini kemudian diadopsi oleh

beberapa negara, salah satunya Filipina. Praktik tersebut sudah diterapkan di

negara Filipina sejak 1930. Setiap tahunnya, pemerintah Filipina

menganggarkan 70 juta peso atau sekitar US$ 1.5 juta per anggota kongres

(DPR) dan senator mendapat jatah 200 juta peso atau sekitar 5 juta per

orang untuk pembangunan di daerah masing-masing. Praktik Pork Barrel

ini juga diterapkan di negara-negara lainnya, seperti Denmark, Swedia,

Norwegia yang dikenal dengan “electron pork”, dimana para politisi

mengumbar janji-jani sebelum pemilihan berlangsung. Negara Finlandia,

Rumania, Polandia, Meksiko dan Brasil juga menerapkan praktik Pork

Barrel dengan penyebutan yang berbeda-beda.

2. Daerah Pemilihan Pemilu Legislatif

Daerah Pemilihan atau yang dikenal dengan dapil adalah istilah umum

dalam pemilihan umum (pemilu) di Indonesia, dapil adalah suatu batas

wilayah atau jumlah penduduk yang menjadi dasar penentuan jumlah kursi

yang diperebutkan dan menjadi dasar penentuan jumlah suara untuk

menentukan calon terpilih. Lingkup daerah pemilihan (dapil) dapat

ditentukan berdasarkan wilayah administrasi (nasional, provinsi atau

kabupaten/kota), jumlah penduduk dan kombinasi faktor wilayah dengan

jumlah penduduk. Besaran daerah pemilihan merujuk pada jumlah kursi

untuk setiap daerah pemilihan, yaitu satu kursi atau berwakil-tunggal

(single-member constituency) atau lebih dari satu kursi atau berwakil-

banyak (multi-member constituencies). Daerah pemilihan berfungsi untuk

membatasi jumlah anggota legislative yang berasal dari daerah pemilihan

tersebut, sehingga pemilih dapat mengenal siapa sosok calon anggota

legislatif dari daerah pemilihannya dan berhubungan dengan calon anggota

5 Machiko Tsubura, “The Politics of Constituency Development Funds (CDFs) in

Comparative Perspective”, Jurnal Annual Meeting of the American Political Science Association,

2013, h. 1.

Page 27: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

17

legislatif secara lebih baik. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang

Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD mengatur secara tegas

tentang alokasi kursi dan daerah pemilihan. Berikut ini adalah pembagian

atau alokasi kursi dan derah pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat pada

Pemilu Legislatif Tahun 2014-2019:

No Provinsi Jumlah Kursi

1. Aceh 13

2. Sumatera Utara 30

3. Sumatera Barat 14

4. Sumatera Selatan 17

5. Riau 11

6. Kepulauan Riau 3

7. Jambi 7

8. Bangka Belitung 3

9. Bengkulu 4

10. Lampung 18

11. DKI Jakarta 21

12. Jawa Barat 91

13. Banten 22

14. Jawa Tengah 77

15. D.I Yogyakarta 8

16. Jawa Timur 87

17. Bali 9

18. NTB 10

19. NTT 13

20. Kalimantan Barat 10

21. Kalimantan Tengah 6

22. Kalimantan Selatan 11

23. Kalimantan Timur 8

Page 28: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

18

24. Sulawesi Utara 6

25. Gorontalo 3

26. Sulawesi Tengah 6

27. Sulawesi Selatan 24

28. Sulawesi Tenggara 6

29. Sulawesi Barat 3

30. Maluku 4

31. Maluku Utara 3

32. Papua 10

33. Papua Barat 3

Total Kursi 560

Sumber: Wikipedia.org

Jika melihat pada kolom tabel di atas tentang pembagian atau alokasi

kursi dan daerah pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat dalam pemilu

legislatif periode tahun 2014-2019, Provinsi Jawa mendapatkan alokasi dan

derah pemilihan terbesar dibandingankan Provinsi lainnya dengan jumlah

alokasi kursi dan daerah pemilihan sebanyak 255 kursi, kemudian provinsi

Sumatera mendapatkan alokasi dan daerah pemilihan DPR dengan peringkat

kedua terbesar setalah Provinsi Jawa dengan alokasi dan derah pemilihan 61

kursi. Provinsi Sulawesi mendapatkan alokasi kursi dan daerah pemilihan

sebanyak 39 kursi dan Provinsi Kalimantan sebanyak 35 kursi. DKI Jakarta

mendapatkan 21 kursi dan Banten mendapatkan 22 kursi. Provinsi Papua

dan Papua Barat merupakan provinsi yang mendapatkan jumlah alokasi dan

daerah pemilihan terendah dibandingkan provinsi-provinsi besar lainnya

seperti Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan DKI Jakarta yang hanya

mendapatkan alokasi sebanyak 13 kursi saja. Provinsi Lampung

mendapatkan jumlah kursi yang juga lebih besar dibandingkan jumlah kursi

yang didapatkan Provinsi Papua dan Papua Barat yakni sebanyak 18 kursi.

Pembagian alokasi dan daerah pemilihan pada pemilihan umum legislatif

(DPR) Provinsi Jawa merupakan provinsi yang tersebar dengan 255 kursi.

Page 29: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

19

B. Kerangka Teori

1. Teori Pemisahan Kekuasaan

Pemisahan kekuasaan merupakan suatu ide yang menghendaki organ,

fungsi dan personal lembaga negara menjadi terpisah antara satu dengan

yang lainnya. Lembaga negara masing-masing menjalankan secara mandiri

tugas dan kewenangannya sesuai dengan ketentuan hukum.6 Konsep Trias

Politica, berasal dari bahasan Yunani yaitu Politik Tiga Serangkai. Menurut

Montesquieu, ajaran Trias Politica yaitu pemerintahan negara dibagi

menjadi 3 (tiga) jenis kekuasaan yang tidak dapat dipegang oleh satu tangan

saja, melainkan harus masing-masing kekuasaan itu terpisah. Jenis

pembagian pemerintahan negara yaitu jenis kekuasaan Legislatif, Eksekutif

dan Yudikatif.7

a. Kekuasaan Legislatif

Kekuasaan Legislatif adalah kekuasaan yang memiliki hak untuk

membuat undang-undang, kekuasaan dalam membuat undang-

undang harus terletak dalam suatu badan khusus. Jika penyusunan

undang-undang tidak diletakkan pada suatu badan khusus, maka

akan mungkin tiap golongan atau tiap orang membuat undang-

undang untuk kepentingan sendiri atau golongan. Perundang-

undangan harus berdasarkan kedaulatan rakyat, makan badan

perwakilan rakyat yang harus dianggap sebagai badan yang

mempunyai kekuasaan tertinggi untuk menyusun undang-undang.

Kekuasaan legislatif merupakan kekuasaan negara yang terpenting

dalam susunan kenegaraan karena undang-undang adalah sebagai

pedoman hidup bagi bermasyarakat dan bernegara. Sebagai badan

pembentuk Undang-Undang, maka legislative hanya berhak untuk

membentuk atau menyusun Undang-Undang dan tidak dapat

menjalankannya. Menjalankan suatu Undang-Undang itu dapat

6 Yusa DJuyandi, Pengantar Ilmu Politik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2017) h. 129.

7 Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, (Bandung:

Mandar Maju, 1995) h. 78-79.

Page 30: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

20

dijalankan oleh suatu badan lainnya, yaitu kekuasaan yang dapat

melaksanakan Undang-Undang adalah kekuasaan Eksekutif.

b. Kekuasaan Eksekutif

Kekuasaan Eksekutif adalah kekuasaan yang mempunyai

kewenangan untuk melaksanakan Undang-Undang, kekuasaan

eksekutif ini dipegang oleh Kepala Negara. Kepala Negara tentu

tidak dapat dengan sendirinya melaksanakan segala Undang-

Undang. Oleh karena itu, kekuasaan eksekutif yang dipegang oleh

kepala negara juga dilimpahkan (didelegasikan) kepada pejabat-

pejabat pemerintah/negara yang bersama-sama merupakan suatu

badan pelaksana Undang-Undang (Badan Eksekutif). Badan inilah

yang berkewajiban menjalankan kekuasaan Eksekutif.

c. Kekuasaan Yudikatif

Kekuasaan Yudikatif adalah kekuasaan yang mempunyai

kewajiban untuk mempertahankan Undang-Undang dan berhak

memberikan pengawasan atau peradilan kepada rakyat. Badan

Yudikatif adalah suatu badan yang mempunyai kekuasaan dalam

memutus sebuah perkara, menjatuhkan hukuman terhadap setiap

pelanggaran terhadap Undang-Undang. Badan Yudikatif

diselenggarakan oleh hakim yang diangkat oleh kepala negara

(Eksekutif), tetapi mereka mempunyai kedudukan yang istimewa

dan mempunyai hak tersendiri, karena kepala negara yang

mengangkat suatu badan yudikatif atau hakim tidak dapat

memerintah badan yudikatif itu sendiri, bahkan hakim adalah

badan yang mempunyai suatu hak untuk menghukum kepala

negara, jika kepala negara melanggar Undang-Undang.

Lembaga negara atau lembaga pemerintah dalam sistem pemerintahan

Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun

1945 dan berdasarkan teori Trias Politica membagi kekuasaan negara

menjadi 3 (tiga) yaitu Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Kekuasaan

Page 31: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

21

Legislatif di Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar Tahun 1945 yaitu

terdiri dari Majelis Permusyarawatan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kekuasaan Eksekutif

di Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar Tahun 1945 yaitu Presiden.

Kekuasaan Yudikatif di Indonesia berdasarkan Pasal 24 Ayat (2) Undang-

undang Dasar Tahun 1945 adalah Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah

Konstitusi (MK). Untuk mempermudah pemahaman, maka penulis sajikan

dalam sebuah bagan sebagai berikut:

Pada dasarnya, tujuan dari adanya pemisahan atau pembagian

kekuasaan yaitu untuk mencegah penumpukan kekuasaan di satu tangan

akan menimbulkan penyelenggaraan pemerintahan yang tidak sehat atau

sewenang-wenang untuk kepentingan suatu badan ataupun individu.

Menerapkan teori Trias Politica perlu adanya suasana Checks and Balances

agar di dalam hubungan antar lembaga negara itu terpadat saling menguji

kerena masing-masing lembaga tidak boleh melampaui batas kekuasaan

yang sudah ditentukan atau masing-masing lembaga tidak mau dicampuri

UUD 1945

MPR DPR DPD MA PRESIDEN MK

LEGISLATIF EKSEKUTIF YUDIKATIF

TRIAS POLITICA

(Montesquieu)

Page 32: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

22

kekuasaannya sehingga antar lembaga itu terdapat suatau perimbangan

kekuasaan.8 Pengakuan kekuasaan yang diberikan kepada badan negara atau

pemerintahan oleh pembuat Undang-undang Dasar atau Undang-Undang

dipandang sebagai keseimbangan atau balances. Kewajiban penerima

kekuasaan untuk bertanggung jawab kepada pemberi kekuasaan dipandang

sebagai checks. Pemberi kekuasaan dan penerima kekuasaan terdapat

hubungan, yaitu suatu hubungan pengawasan badan pemberi kekuasaan

terhadap penerima kekuasaan.9

2. Teori Checks and Balances

Kata “Checks” dalam checks and balances mempunyai arti suatu

pengontrolan yang satu dengan yang lainnya, agar suatu pemegang

kekuasaan tidak berbuat diluar batas kewenangannya. Kata “Balances”

mempunyai arti suatu keseimbangan kekuasaan antara pemegang kekuasaan

tidak cenderung terlalu kuat sehingga dapat menimbulkan tirani. Istilah

checks and balances berdasarkan kamus hukum Black’s Law Dictionary

mempunyai arti sebagai “arrangement of governmental powers whereby

powers of one governmental branch check or balance those of other

brances” yang dapat disimpulkan bahwa checks and balances merupakan

suatu teori yang saling mengimbangi dan mengawasi antar cabang

kekuasaan dan mempunyai tujuan untuk menghindari adanya konsentrasi

kekuasaan pada satu cabang kekuasaan tertentu. Teori tersebut pertama

muncul dalam sistem ketatanegaraan Amerika Serikat, sistem

ketatanegaraan tersebut mempunyai arti yaitu menyelaraskan antara teori

pemisahan kekuasaan dan teori checks and balences. Kekuasaan dibagi atas

tiga kekuasaan yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif yang mana masing-

masing kekuasaan dipegang oleh lembaga yang berbeda tanpa adanya kerja

sama antara satu dengan lainnya dan terdapat keseimbangan kekuasaan dan

mekanisme saling control. Teori checks and balances ini tidak dapat

8 Romi Librayanto, Trias Politica Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (Makassar:

Pusat Kajian Politik, Demokrasi dan Perubahan Sosial, 2008) h. 28. 9 Suwoto Mulyosudarmo, Peralihan Kekuasaan (Kajian Teoritis dan Yuridis terhadap

Pidato Nawaksara), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997) h. 30.

Page 33: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

23

dipisahkan dari masalah pembagian kekuasaan, sebagaimana ditulis oleh

Robert Weissberg “A principle related to separation of powers is the

doctrine of chekcs and balances. Whereas separation of powers devides

governmental power among different official, checks and balances gives

each official some power over the other”.10

Kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi, bahkan dikontrol dengan

sebaik-baiknya, sehingga penyalahgunaan kekuasaan negara ataupun

pribadi-pribadi yang sedang menjabat sebagai perjabat dalam lembaga-

lembaga negara dapat dicegah dan ditanggulangi.11

Mekanisme checks and

balances dalam suatu demokrasi merupakan hal yang wajar, karena

mempunyai tujuan untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan oleh

seseorang ataupun sebuah intansi, atau juga untuk menghindari terpusatnya

kekuasaan pada seseorang atau intansi. Penerapan teori checks and balances

ini, antara lembaga negara yang satu dengan yang lainnya akan saling

mengontrol atau mengawasi.12

Teori checks and balances dapat diterapkan

melalaui cara-cara, sebagai berikut:

a. Pemberian kewenangan untuk melakukan tindakan kepada lebih

satu lembaga, misalnya kewenangan pembuatan undang-undang

diberikan pemerintah dan parlemen.

b. Pemberian kewenangan pengangkatan pejabat tertentu kepada lebih

dari satu lembaga, misalnya eksekutif dan legislatif

c. Upaya hukum impeachment lembaga yang satu terhadap lembaga

lainnya.

d. Pengawasan langsung dari satu lembaga terhadap lembaga lainnya,

seperti eksekutif diawasi oleh legislatif.

10

Robert Weissberg. Understanding American Government, (New York: Holt Reinhart and

Winston, 1979) h. 35. 11

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,

2010) h. 61. 12

Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, (Yogyakarta, Pustaka

Pelajar, 2006) h. 89.

Page 34: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

24

e. Pemberian kewenangan kepada pengadilan sebagai lembaga

pemutusan perkara sengketa kewenangan antara lembaga eksekutif

dan legislatif.13

3. Teori Perwakilan

Alfred de Grazia dalam tulisannya menyatakan bahwa perwakilan

adalah hubungan antara dua pihak, yaitu wakil dengan terwakil dimana

wakil memegang kewenangan untuk melakukan segala sesuatu tindakan

yang berkenaan dengan aturan yang dibuat dengan terwakil.14

Melaksanakan kewenangan, rakyat yakin bahwa segela kehendak dan

kepentingannya akan diperhatikan di dalam pelaksanaan kekuasaan negara.

Cara melaksanakan kekuasaan negara yaitu selalu mengingat kehendak dan

keinginan rakyat. Setiap tindakan dalam melaksanakan kekuasaan negara

tidak bertentangan dengan kehendak rakyat dan kepentingan rakyat, dalam

artian menjalankan kekuasaan negara harus memenuhi segala keinginan

rakyat.15

Teori perwakilan yang dikemukakan oleh Goerge Jellinek adalah teori

mandat.16

Teori Perwakilan yang dikemukakan oleh Goerge Jellinek muncul

di Prancis sebelum revolusi dan dipelopori oleh Rosseau. Teorinya, Goerge

Jellinek menyatakan bahwa wakil dianggap duduk di lembaga perwakilan

karena mendapat mandat dari rakyat sehingga disebut mandataris. Pertama

kali lahir teori mandat ini disebut sebagai berikut:

a. Mandat Imperatif

Mandat Imperatif adalah suatu mandat yang diberikan kepada

wakil untuk bertindak dan bertugas di lembaga perwakilan sesuai

dengan instruksi yang diberikan oleh wakilnya. Wakil tidak dapat

bertindak melampaui mandat yang diberikan dengan konsekuensi

jika hal itu dilakukan oleh wakil, maka hal tersebut tidak berada

13

Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern, (Bandung, Refika Aditama, 2009) h. 124. 14

Arbi Sanit, Perwakilan Politik di Indonesia, (Jakarta: CV. Rajawali, cet. Ke-1, 1985) h.

1. 15

C.S.T Kansil dan Christine S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia 2,

(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003) h. 44. 16

Abu Daud Busroh, Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010) h. 69.

Page 35: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

25

pada hubungan yang benar antara wakil dan orang yang

memberikan perwakilannya.

b. Mandat Bebas

Teori mandat bebas ini dipelopori oleh Abbe Sieyes di Prancis dan

Black Stone di Inggris. Teori mandat bebas adalah suatu mandat

yang diberikan kepada wakil untuk bertindak tanpa tergantung

dengan instruksi wakilnya. Menurut teori mandate bebas ini, wakil

adalah orang-orang yang terpercaya dan terpilih serta memiliki

kesadaran hukum masyarakat yang diwakilinya, sehingga wakil

dapat bertindak atas nama yang diwakilinya atau atas nama

masyarakat.

c. Mandat Representatif

Teori mandate representative adalah suatu mandat yang diberikan

kepada wakil untuk bergabung dalam suatu lembaga perwakilan

(parlemen). Rakyat memilih dan memberikan mandate pada

lembaga perwakilan (parlemen), sehingga wakil sebagai individu

yang tidak memiliki tanggung jawab dengan yang diwakilinya.

Lembaga perwakilan (parlemen) inilah yang akan bertanggung

jawab terhadap masyarakat.

Gambaran dari teori-teori ini adalah suatu negara mempunyai berbagai

organ yang harus bekerja sesuai dengan fungsi masing-masing. Salah satu

organ yang dimaksud yaitu lembaga perwakilan yang keberadaannya

bersifat formalistik. Formalistik disini memiliki arti yaitu orang-orang yang

berada di dalam organ itu berada dalam kapasitas umum, yang tidak

dideskripsikan bagaimana hubungan antara wakil dan orang-orang yang

diwakili, apakah keterwakilannya sesuai atau tidak dengan substansi yang

diingkan oleh yang memberikan kewenangan. Kekuasaan yang ada pada

seorang wakil dan kemudian bergabung pada suatu organ atau lembaga

perwakilan bertumpu pada kewenangan yang diberikan oleh orang-orang

yang memberikan kedudukan. Artinya yaitu keterwakilan seseorang pada

lembaga perwakilan harus senantiasa mewakili kehendak atau aspirasi dari

Page 36: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

26

yang diwakili. Kensekuensinya yaitu jika tidak dapat bertindak sesuai

dengan aspirasi orang-orang yang memberikan perwakilan, berarti

keterwakilannya harus diakhiri.

Menurut John Stuart Mill, satu-satunya pemerintahan yang

sepenuhnya dapat memenuhi tuntutan suatu kondisi sosial adalah seluruh

warga dapat berpartisipasi dalam fungsi publik yang terkecil. Namun, dalam

sebuah masyarakat yang tidak dapat berpartisipasi secara pribadi dalam

segala hal selain hanya pada beberapa bagian urusan public yang sangat

kecil, tipe ideal untuk suatu pemerintahan yaitu teori perwakilan.17

C. Dewan Perwakilan Rakyat

Sejarah terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat secara garis besar dapat

dibagi menjadi tiga periode, yaitu:

1. Volksraad

2. Masa perjuangan kemerdekaan

3. Komite Nasional Indonesia Pusat

Pada masa penjajahan Belanda, terdapat lembaga semacam parlemen

bentukan penjajah Belanda yaitu Volksraad yang ditetapkan pada tanggal 16

Desember 1916, serta diumumkan dalam Staatsbalat Hindia No. 144 tahun

1916 dan berlaku pada tangga; 1 agustus 1917. Volksraad tidak mempunyai

hak yang sama dengan parlemen, karena Volksraad tidak mempunyai hak

angket dan hak menentukan anggaran belanja negara, bagi kaum nasionalis

seperti M. H. Thamrin menggunakan Volksraad untuk mencapai cita-cita

Indonesia merdeka melalui jalan parlemen.18

Volksraad mulai tidak diakui lagi

setelah pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda mengakhiri masa penjajahannya di

Indonesia dan bangsa Indonesia memasuki masa perjuangan kemerdekaan.

Sejarah DPR RI dimulai pada tanggal 29 Agustus 1945 sejak terbentuknya

Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), di Gedung Kesenian, Pasar Baru,

Jakarta. Tanggal 29 Agustus tersebut dijadikan sebagai tanggal dan hari lahir

17

Efriza, Ilmu Politik, (Bandung: Afabeta, 2013) h. 112. 18

Markus Gunawan, Buku Pintar Calon Anggota & Anggota Legislatif (DPR, DPRD & DPD),

(Jakarta, Transmedia Pustaka, 2008) h. 68-69.

Page 37: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

27

DPR RI.19

Dewan Perwakilan rakyat Republik Indonesia adalah lembaga

negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga

perwakilan. Berdasarkan Pasal 20 A Ayat (1) Dewan Perwakilan Rakyat

memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Legislasi

adalah fungsi untuk membentuk Undang-Undang baik Undang-Undang untuk

melaksanakan ketentuan Pasal Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945, maupun Undang-Undang yang dibentuk

atas perintah Undang-Undang.

Kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat membentuk Undang-Undang

dijelaskan dalam Pasal 20 Undang-undang Dasar 1945 setelah adanya

perubahan Undang-undang Dasar 1945 tentang kekuasaan dalam membentuk

Undang-Undang, berarti mengembalikan fungsi DPR RI dalam membentuk

Undang-Undang yang sebelumnya merupakan kekuasaan Presiden.20

Proses

pembentukan Undang-Undang dijelaskan di dalam Pasal 20 Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:

a. Setiap rancangan Undang-Undang dibahas oleh Dewan Perwakilan

Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama

b. Jika rancangan Undang-Undang itu tidak mendapatkan persetujuan

bersama, rancangan Undang-Undang itu tidak boleh diajukan lagi

dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu

c. Presiden mengesahkan rancangan Undang-Undang yang telah

disetujui bersama untuk menjadi Undang-Undang

d. Dalam hal rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama

tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalm waktu tiga puluh hari

semenjak rancangan Undang-Undang itu disetujui, rancangan

Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib

diundangkan

19

“Sejarah Terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia”,

http://www.dpr.go.id/tentang/hak-dpr, Diakses pada 3 Juli 2019. 20

Abu Thamrin, Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, (Jakarta: Lembaga Peneliti Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010) h. 122.

Page 38: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

28

Dewan Perwakilan Rakyat agar dapat menjalankan peran dan fungsinya

dengan baik, harus memiliki wewenang dan tugas tertentu agar dapat

menjalankan amanah sebagai wakil rakyat, serta menjalin hubungan dengan

cabang kekuasaan lainnya berdasarkan teori checks and balances. Lembaga

negara seperti DPR tidak memiliki tugas dan wewenang yang seimbang dengan

kekuasaan lainnya, akan menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan karena

hukum dan kebijakan tidak dibuat demi kepentingan rakyat.21

Maka dari itu,

wewenang dan tugas Dewan Perwakilan Rakyat telah diatur sebagaimana di

dalam Pasal 71 dan 72 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis

Permusyarawatan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Wewenang Dewan Perwakilan

Rakyat berdasarkan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 adalah

1) Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk

mendapat persetujuan bersama

2) Memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap

peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang yang diajukan oleh

Presiden untuk menjadi Undang-Undang

3) Membahas rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh Presiden

atau DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan

daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,

serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan

mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara

DPR dan Presiden

4) Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan Undang-Undang

tentang APBN dan rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan

pajak, pendidikan dan agama

21

F. X. Soekarno, Badan Legislasi DPR RI, (Jakarta: Badan Legislasi DPR RI, 2009) h. 1.

Page 39: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

29

5) Membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan

DPD dan memberikan persetujuan atas rancangan Undang-Undang

tentang APBN yang diajukan Presiden

6) Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan

oleh DPD atas pelaksanaan Undang-undang mengenai otonomi

daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,

hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan

sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan

dan agama

7) Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang

dan membuat perdamaian dengan negara lain

8) Memberikan persetujuan atas perjanjian internasional tertentu yang

menimbulkan akibat yang lusa dan mendasar bagi kehidupan rakyat

yang terkait dengan beban keuangan negara dan /atau mengharuskan

perubahan atau pembentukan Undang-Undang

9) Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti

dan abolisi

10) Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat

duta besar dan menerima penempatan duta besar negara lain

11) Memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD

12) Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan

pemberhentian anggota Komisi Yudisial

13) Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi

Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden, dan

14) Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada

Presiden untuk diresmikan dengan keputusan Presiden

Tugas Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan Pasal 72 Undang-Undang

Nomor 17 tahun 2014 adalah

a) Menyusun, membahas, menetapkan dan menyebarluaskan program

legislasi nasional

Page 40: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

30

b) Menyusun, membahas dan menyebarluaskan rancangan Undang-

undang

c) Menerima rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh DPD

berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,

pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan

sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta berkaitan

dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah

d) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang,

APBN dan kebijakan pemerintah

e) Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan

dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK

f) Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan asset negara

yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan dan terhadap perjanjian yang berakibat luas dan

mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan

negara

g) Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi

masyarakat, dan

h) Melaksanakan tugas lain yang diatur dalam Undang-Undang

Untuk menjalankan wewenang dan tugasnya, Dewan Perwakilan Rakyat

mempunyai hak-hak yang dimiliki DPR RI dan hak sebagai anggota DPR RI

yang telah diatur sebagaimana di dalam Pasal 79 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 2017 tentang Majelis Permusyarawatan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah yang menyatakan bahwa, DPR mempunyai hak: Interpelasi, angket,

dan menyatakan pendapat.

Hak interpelasi telah dijelaskan dan diatur di dalam Pasal 79 Ayat (2)

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyarawatan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dn Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah yang menyatakan bahwa:

Page 41: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

31

”Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) Huruf A adalah

hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai

kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas

pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”

Hak interpelasi yaitu hak mengajukan keterangan atau pertanyaan secara

resmi kepada Presiden. Hak interpelasi ini biasanya dilakukan bila terjadi suatu

peristiwa penting atau menjadi isu nasional oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Proses dari hak interpelasi dinyatakan selesai setelah adanya jawaban Presiden

dan jawaban tersebut telah memenuhi pertanyaan DPR RI.22

Hak angket telah dijelaskan dan diatur di dalam Pasal 79 Ayat (3)

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyarawatan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah yang menyatakan bahwa:

“Hak angket sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) Huruf B adalah hak

DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu Undang-

undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal

penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan”

Hak angket berbeda dengan hak intepelasi, hak angket lebih kuat dan

tinggi derajatnya jika dibandingkan dengan hak interpelasi karena mengingat

dampak hak ini dapat berkembang kearah proses pemakzulan Presiden dan

Wakil Presiden. Proses tersebut dalam ketatanegaraan DPR RI terjadi ketika

pemberhentian Presiden Abdurrahman Wahid dalam masa jabatannya. Oleh

karena itu, persyaratan dan mekanisme penggunaan hak angket jauh lebih berat

jika dibandingkan dengan persyaratan dan pelaksanaan hak-hak DPR 23

Hak menyatakan pendapat telah dijelaskan dan diatur di dalam Pasal 79

Ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis

22

Patrialis Akbar, Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2013) h. 62. 23

Patrialis Akbar, Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945,…

Page 42: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

32

Permusyarawatan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah dn Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menyatakan bahwa:

“Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) Huruf

C adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas kebijakan

pemerintah mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau

dunia internasional, tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak

angket, dan dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan

pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,

penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela

dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat

sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden”

Hak menyatakan pendapat merupakan hak yang mendekati dengan

pemakzulan Presiden atau untuk memberhentikan Presiden dari jabatannya.

Sedangkan hak interpelasi dan hal angket tidak berkaitan langsung dengan

pemberhentian kepada Presiden, akan tetapi dapat ditingkatkan kepada hak

menyatakan pendapat. Hak menyatakan pendapat juga dinyatakan secara tegas

dalam Pasal 24C Ayat (2) Undang-undang Dasar Tahun 1945 tentang

kewajiban Mahkamah Konstitusi untuk memberikan putusan atas pendapat

Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden

dan/atau Wakil Presdien menurut Undang-undang Dasar.24

Selanjutnya di bagian keenam tentang DPR dalam pasal 80 dan 81

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tercantum hak dan kewajiban anggota

DPR. Anggota DPR berhak:

(1) Mengajukan usul rancangan Undang-Undang

(2) Menyampaikan usul dan pendapat

(3) Memilih dan dipilih

(4) Membela diri

(5) Imunitas

(6) Keuangan dan administrative

(7) Pengawasan

24

Patrialis Akbar, Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945,…

Page 43: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

33

(8) Mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah

pemilihan

(9) Melakukan sosialisasi Undang-Undang

Dan kewajiban anggota DPR adalah

(a) Memegang teguh dan mengamalkan pancasila

(b) Melaksanakan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 dan menaati ketentuan peraturan perundang-undangan

(c) Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan

Negara Kesatuan Republik Indonesia

(d) Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,

kelompok dan golongan

(e) Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat

(f) Menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan rakyat

(g) Menaati tata tertib dan kode etik

(h) Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain

(i) Menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan

kerja secara berkala

(j) Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat

(k) Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada

konstituen di daerah pemilihannya

Dengan adanya wewenang dan tugas Dewan Perwakilan Rakyat, serta

adanya hak-hak baik sebagai anggota maupun sebagai lembaga negara dan juga

kewajiban anggota Dewan Perwakilan Rakyat, maka Dewan Perwakilan

Rakyat di era reformasi merupakan legislatif heavy yang berarti DPR

merupakan kekuasaan lembaga negara yang menonjol dibandingkan dengan

kekuasaan lembaga negara lainnya,karena adanya pergeseran kekuasaan di era

reformasi.25

Menurut Jimly Ashiddiqie kekuasaan legislatif adalah cabang kekuasaan

yang pertama-tama mencerminkan kedaulatan rakyat, maka dari itu Dewan

25

Abu Thamrin, Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara,… h. 127.

Page 44: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

34

Perwakilan Rakyat yang merupakan kekuasaan legislatif dan juga sebagai

wakil rakyat haruslah membela kepentingan rakyat yang dapat memberikan

kesejahteraan bagi rakyat.26

Untuk menjadi tujuan terealisasinya tugas,

wewenang dan tujuan dari penyelenggara negara, maka dalam setiap tugas dan

wewenangnya Dewan Perwakilan Rakyat haruslah berjuang demi rakyat yang

telah diartikan bahwa perlengkapan negara yang mempunyai tugas dan

wewenang tertentu dalam suatu negara.27

Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana telah disebutkan tentang tugas

dan wewenangnya dalam rangka membatai kekuasaan agar tidak bertindak

sewenang-wenang, rakyat kemudian memilih perwakilannya untuk duduk

dalam pemerintahan.28

Dalam rangka menjalankan peran DPR tersebut, DPR

memiliki fungsi yang sebagaimana telah diatur di dalam Pasal 20A Ayat (1)

Undang-undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 69 Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Mejelis Permusyarawatan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah yaitu:

1. Fungsi Legislasi adalah fungsi yang dimiliki oleh DPR untuk

membentuk Undang-Undang yang dibahas bersama dengan Presiden

untuk mendapatkan persetujuan bersama.29

Dan dijelaskan di dalam

Pasal 70 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 yang

menyatakan “Fungsi legislasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69

Ayat (1) huruf a dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku

pemegang kekuasan membentuk Undang-Undang”.

2. Fungsi Anggaran adalah fungsi yang dimiliki oleh DPR yang

merupakan bentuk perbuatan hukum yang dilakukan DPR RI Bersama

Presiden untuk menyusun dan menetapkan APBN dengan

26

Jilmy Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2013) h. 299. 27

H.A.S. Natabaya, Menajaga Denyut Konstitusi, Refleksi Satu Tahun Mahkamah Konstitusi,

(Jakarta: Konstitusi Press, 2004) h. 60. 28

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Dian Rakyat, 1998) h. 28. 29

Jilmy Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,… h. 299.

Page 45: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

35

memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).30

Dan dijelaskan di dalam Pasal 70 Ayat (2) Undang-Undang Nomor

17 Tahun 2014 yang menyatakan “Fungsi anggaran sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 69 Ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk

membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan

persetujuan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang APBN yang

diajukan oleh Presiden”

3. Fungsi Pengawasan adalah fungsi yang dimiliki oleh DPR untuk

melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia tahun 1945, Undang-Undang dan

peraturan pelaksananya.31

Dijelaskan di dalam Pasal 70 Ayat (3)

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 yang menyatakan “Fungsi

pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 Ayat (1) huruf c

dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang

dan APBN.

D. Studi (Review) Kajian Terdahulu

1. Skripsi Muhammad Zulfajrin, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2017 yang berjudul “Implikasi

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XI/2013 Terhadap

Kebijakan Dana Aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat”.32

Skripsi ini

menganalisa mengenai bagaimana implikasi putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 35/PUU-XI/2013 terhadap kebijakan mengenai dana aspirasi Dewan

Perwakilan Rakyat. Persamaan penelitian ini dengan skripsi yang disusun

oleh Muhammad Zulfajrin yaitu terletak pada analisis mengenai hak

anggota DPR yaitu dana aspirasi. Perbedaan penelitian ini dengan skripsi

yang disusun oleh Muhammad Zulfajrin terletak pada implikasi putusan

Mahkamah Konstitusi. Skripsi Muhammad Zulfajrin lebih fokus terhadap

30

Arthika Hendro Nazthalico jabocus, “Fungsi DPR dalam Melaksanakan Fungsi Pengawasan

di Bidang Tertentu terhadap Bank Indonesia”, Lex Administratum, Vol . 1 No. 1, 2013. 31

Jilmy Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,… 32

Muhammad Zulfajrin, “Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XI/2013 Terhadap kebijakan Dana Aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat” (Repository UIN Yogyakarta: Skripsi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017).

Page 46: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

36

kebijakan dana aspirasi berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

35/PUU-XI/2013, sedangkan penulis lebih terfokus pada eksistensi praktik

dana aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat dan analisis putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 106/PUU-XIII/2015.

2. Skripsi Ari Yusfizal, Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Darussalam

Banda Aceh 2017 yang berjudul “Tinjauan Hukum Terhadap

Penggunaan Dana Aspirasi Oleh Anggota Legislatif (Suatu Penelitian Di

Dewan Perwakilan Rakyat Aceh)”33

Skripsi ini menganalisa mengenai

bagaimana tinjauan hukum dana aspirasi oleh anggota legislatif di Aceh,

serta efektivitas dan efisiensi penggunaan dana aspirasi oleh anggota DPR

Aceh. Persamaan penelitian ini dengan skripsi yang disusun oleh Ari

Yusfizal adalah tentang penggunaan dana aspirasi oleh anggota legislatif.

Perbedaan penelitian ini dengan skripsi yang disusun oleh Ari Yusfizal

adalah perbedaan pada analisa dana aspirasi. Skripsi Ari Yusfizal membahas

mengenai tinjauan hukum terhadap penggunaan dana aspirasi oleh anggota

legislatif di Aceh, sedangan penulis dalam hal ini lebih terfokus pada

eksistensi praktik dana aspirasi DPR dan menganalisa putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 106/PUU-XIII/2015.

3. Buku yang berjudul "Hak Budget Parlemen Di Indonesia”34

yang ditulis

oleh Mei Susanto. Buku ini membahas mengenai fungsi anggaran DPR RI

yang didalamnya terkandung hak budget parlemen, sebuah hak bagi wakil

rakyat untuk menentukan APBN sesuai yang dikehendaki oleh rakyat

sendiri. Persamaan dengan penelitian ini adalah membahas mengenai

RAPBN. Perbedaan dengan penelitian ini adalah dimana peneliti membahas

mengenai dana aspirasi yang diajukan oleh anggota DPR RI di dalam

RAPBN.

33

Ari Yusfizal, “Tinjauan Hukum Terhadap Penggunaan Dana Aspirasi Oleh Anggota Legislatif (Suatu Penelitian Di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh” (Repository Universitas Syiah Kuala Darussalam Aceh, Skripsi Universitas Syiah Kuala Darussalam Aceh, 2017).

34 Mei Susanto, Hak Budget Parlemen DI Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013).

Page 47: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

37

4. Jurnal hukum yang berjudul “Dana Aspirasi DPR RI Dalam Perspektif

Perencanaan Pembangunan Nasional35

” ditulis oleh Koko Enang. Jurnal

ini membahas tentang analisis dana aspirasi DPR RI dalam penerapan

sistem perencanaan pembangunan nasional berdasarkan Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2004. Persamaan dengan penelitian ini adalah membahas

mengenai dasa aspirasi DPR RI. Perbedaan dengan penelitian ini adalah

dimana peneliti membahas mengenai eksistensi dari praktik dana aspirasi

DPR RI dan menganalisa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 106/PUU-

XIII/2015.

35

Koko Enang, “Dana Aspirasi DPR RI Dalam Perspektif Perencanaan Pembangunan Nasional”, Jurnal Sosiohumaniora, Vol. 13 No. 2, 2011.

Page 48: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

38

BAB III

KAJIAN FUNGSI DANA ASPIRASI DALAM PUTUSAN MAHKAMAH

KONSTITUSI NOMOR 106/PUU-XIII/2015

A. Deskripsi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 106/PUU-XIII/2015

Hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk

mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan

yang diatur di dalam Pasal 80 Huruf J Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014

tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diajukan Judicial

Review terhadap Mahkamah Konstitusi. Pemohon dalam hal ini mewakili

masyarakat di Papua, yang mana merasa dirugikan hak-hak konstitusionalnya

karena akan berdampak pada pengelolaan keuangan negara yang tidak adil dan

hanya menguntungkan rakyat di wilayah yang daerah pilihnya memiliki jumlah

kursi Dewan Perwakilan Rakyat terbanyak. Pemohon mengajukan permohonan

bertanggal 7 Agustus 2014 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah

Konstitusi dan dicatat dalam buku registrasi perkara dengan nomor 106/PUU-

XIII/2015 pada tanggal 27 Agustus 2015, yang diperbaiki dengan perbaikan

permohonan bertanggal 21 September 2015.

1. Kewenangan Mahkamah Konstitusi

Pasal 24 Ayat (2) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan,

“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan

peradilan yang dibawahnya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Pasal

24C Ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan, “Mahkamah

Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang

putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-

undang Dasar 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar, memutus

pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang Pemilu”

Page 49: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

39

Berdasarkan ketentuan di atas, maka Mahkamah Konstitusi mempunyai

hak atau kewenangannya untuk melakukan pengujian Undang-Undang

terhadap UUD 1945 yang juga didasarkan pada Pasal 10 Ayat (1) Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi yang

menyatakan, “Mahkamah konstitusi berwenang mengadili pada tingkat

pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-

undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945

Mahkamah Konstitusi dibentuk sebagai lembaga pengawal konstitusi

(the guardian of constitution). Apabila terdapat undang-undang yang berisi

atau terbentuk bertentangan dengan konstitusi (inkonstitusional), maka

Mahkamah Konstitusi dapat mengadilinya dengan menyatakan tidak

mengikat secara hukum. Sebagai pengawal konstitusi, MK juga berwenang

memberikan penafsiran terhadap sebuah ketentuan pasal-pasal di dalam

undang-undang agar berkesesuaian dengan nilai-nilai konstitusi. Tafsir MK

terhadap konstitusionalitas tersebut merupakan satu-satunya yang memiliki

kekuatan hukum, sehingga pasal-paal yang memiliki makna ambigu, tidak

jelas, dan/atau multi tafsir dapat pula dimintakan penafsirannya kepada

Mahkamah Konstitusi.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka Mahkamah

Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan a quo.

Pemohon memohon Mahkamah Kosntitusi melakukan pengujian Pasal 80

Huruf J Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Majelis

permusyarawatan Rakyat, Dewan Perwakilan rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

2. Kedudukan Hukum (Legal Standing)

Pasal 51 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang

Mahkamah Konstitusi, menyatakan para pemohon adalah pihak yang

menganggap hak dan/atau kewenangan kontitusionalnya dirugikan oleh

berlakunya undang-undang, yaitu:

a. Perorangan warga negara Indonesia

Page 50: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

40

b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang

c. Badan hukum publik atau privat

d. Lembaga negara

Penjelasan Pasal 51 Ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi

menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “Hak Kontitusional” adalah hak-

hak yang diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Hak konstitusional sebagaimana terkandung dalam Undang-

undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 salah satunya adalah

hak atas anggaran yang dimana anggaran dan pendapatan belanja negara

sebagai wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan setiap tahun

dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung

jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berdasarkan ketentuan di atas, maka terdapat dua syarat yang harus

dipenuhi untuk menguji apakah Pemohon memiliki legal standing dalam

permohonan pengujian Undang-Undang. Syarat yang pertama adalah

kualifikasi bertindak sebagai pemohon adalah adanya kerugian pemohon

atas terbitnya undang-undang tersebut. Apabila permohonan yang

bersangkutan dapat dipulihkan kembali dengan dibatalkannya undang-

undang yang dimaksud, peryataan tersebut berkaitan dengan persyaratan

hak konstitusional Pemohon, seperti terdapat dalam Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 dan 010/PUU-III/2005 yaitu:

1) Adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945

2) Bahwa hak kontitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah

dirugikan oleh suatu undang-undang yang diuji

3) Bahwa kerugian yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau

setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat

dipastikan terjadi

Page 51: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

41

4) Adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya undang-

undang yang dimohonkan untuk diuji

5) Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka

kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak akan terjadi

lagi

Pemohon adalah perorangan Warga Negara Indonesia sebagaimana

dibuktikan dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk, yang juga menjabat

sebagai Anggota DPRD Kabupaten Mappi. Keberadaan Pasal 80 Huruf J

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Majelis Permusyarawatan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah akan mengakibatkan kerugian konstitusional

bagi Pemohon sebagai warga negara Indonesia yang tinggal di Pulau Papua,

kerugian yang mana bersifat potensial dan menurut penalaran yang akan

dipastikan akan terjadi.

3. Pokok Permohonan

Pasal 80 Huruf J Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang

Majelis Permusyawaratan Perwakilan, dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyatakan

Anggota DPR berhak: “mengusulkan dan memperjuangkan program

pembangunan daerah pemilihan”. Pasal 80 Huruf J tersebut telah melanggar

hak-hak konstitusional Pemohon karena akan berdampak pada pengelolaan

keuangan negara yang tidak adil dan hanya menguntungkan rakyat di

wilayah yang dapilnya memiliki kursi terbanyak.

Para pemohon menyatakan bahwa daerah pemilihan (dapil) pada

dasarnya hanyalah tools untuk memudahkan dan/atau menyederhanakan

sistem pemilu. Tujuan utama adanya daerah pemilihan agar kursi Dewan

Perwakilan Rakyat RI dapat tersebar secara proposional ke seluruh daerah,

mengingat populasi dari penduduk Indonesia yang tidak merata. Dengan

pembentukan dapil maka pembagian kursi ke masing-masing dapil akan

lebih adil dengan ketentuan yang diatur di dalam Pasal 21 Ayat (2) Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2012 yang menyatakan setiap daerah pemilihan

Page 52: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

42

paling sedikit 3 (tiga) kursi. Berdasarkan tujuan utama daerah pemilihan,

maka dapil tidak dapat digunakan sebagai alat untuk melaksanakan program

pembangunan karena pendekatan dapil adalah pendekatan mengenai jumlah

kursi, sehingga besar kecilnya anggaran untuk program pembangunan

nantinya akan berdasarkan pada jumlah kursi. Akibatnya hanya rakyat yang

tinggal di wilayah dengan jumlah kursi terbanyak yang akan mendapatkan

anggaran yang paling besar untuk program pembangunan. Tentu saja hal ini

tidak adil bagi pemohon yang tinggal di Provinsi Papua dan Provinsi Papua

Barat karena jumlah kursi di dua Provinsi tersebut sebanyak 13 (tiga belas)

kursi.

Risalah resmi rapat paripurna DPR pada tanggal 23 Juni 2015 dimana

DPR telah menyetujui program pembangunan daerah pemilihan untuk

diusulkan di dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

2016 sebesar Rp. 20.000.000.000,- (dua puluh miliar rupiah) untuk setiap

kursi. Berdasarkan hal tersebut, dapat dipastikan alokasi anggaran untuk

program pembangunan daerah pemilihan akan menumpuk di Pulau Jawa

saja. Sebab mayoritas kursi DPR tersebar di Pulau Jawa yaitu 55% dari 560

kursi, padahal hampir semua daerah tertinggal, terisolir dan terbelakang

yang membutuhkan percepatan dalam pembangunan berada di luar Jawa,

khususnya daerah Pemohon yang tinggal di Provinsi Papua dan provinsi

Papua Barat.

Pemohon berpendapat apabila program pembangunan menggunakan

pendekatan daerah pemilihan akan berpotensi merugikan hak-hak

konstitusional Pemohon karena pendekatan daerah pemilihan membawa

konsekuensi pada alokasi anggaran yang hanya didasarkan pada jumlah

kursi. Pemohon adalah warga negara yang lahir dan tinggal di pulau Papua

yang jumlah kursinya sangat tidak sebanding dengan jumlah kursi di pulau

Jawa. Oleh karena itu, pengaturan mengenai program pembangunan daerah

pemilihan di Pasal 80 Huruf J Undang-Undang a quo harus dinyatakan

bertentangan dengan Pasal 23 Ayat (1) Undang-undang Dasar 1945, karena

Page 53: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

43

anggaran tidak dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,

melainkan untuk sebagian rakyat khususnya di pulau Jawa saja.

Pemberian hak kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk

mengusulkan program pembangunan daerah pemilihan harus dinyatakan

sebatas bagi-bagi anggaran sesame anggota Dewan Perwakilan Rakyat

terpilih, seperti praktik Pork Barrel di Kongress Amerika Serikat. Dana

Pork Barrel digunakan anggota kongres terpilih untuk “membayar balik’

konstituennya dalam bentuk dana untuk proyek-proyek di distrik.

Membayar balik dalam pengertian yaitu membalas dukungan politik yang

didapatkannya sebelum Ia terpilih, Praktik ini berpotensi terjadinya suap

oleh pemerintah daerah kepada anggota DPR karena tidak menutup

kemungkinan setiap anggota DPR akan meminta kompensasi kepada

pemerintah daerah karena dianggap telah berjasa mengusulkan program

pembangunan daerah pemilihan yang diminta dan dititipkan oleh

pemerintah daerah kepada anggota DPR terpilih.

Selanjutnya pemohon berpendapat jika dalil yang sampaikan dapat

dibuktikan dari Rancangan Peraturan DPR tentang Tata Cara Pengusulan

Program Pembangunan Daerah Pemilihan, setiap anggota DPR berhak

mendaftarkan usulan program secara tertulis kepada Sekretaris Jendral

melalui Sekretaris Fraksi. Sekretaris Jendral DPR kemudian

mengiventariskan anggota yang mendaftar untuk mengajukan usulan

program dalam rapat paripurna. Di dalam rapat paripurna akan menetapkan

usulan program sebagi usulan program pembangunan daerah pemilihan

anggota DPR RI. Pimpinan DPR kemudian menyampaikan usulan program

tersebut kepada Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Usulan

yang disampaikan oleh setiap anggota DPR tersebut tentu sangat sulit

dikontrol sehingga berpotensi suap dari pemerintah daerah kepada anggota

DPR karena tidak menutup kemungkinan adanya praktik “meminta imbalan

jasa”.

Page 54: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

44

PETITUM

Berdasarkan apa yang diuraikan di atas, Pemohon memohon kepada Majelis

Hakim Mahkamah untuk memutuskan sebagai berikut:

PRIMAIR

a) Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya

b) Menyatakan Pasal 80 Huruf J Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014

Tentang Majelis Permusyawaratan Perwakilan, dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah bertentangan dengan Pasal 23 Ayat (1) Undang-undang dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945

c) Menyatakan Pasal 80 Huruf J Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014

Tentang Majelis Permusyawaratan Perwakilan, dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

d) Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara republik

Indonesia sebagaimana mestinya.

SUBSIDAIR

Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-

adilnya (ex aequo et bono)

4. Amar Putusan

Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi mengadili dan menyatakan

menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya, pada hari Senin, 28

Juli 2016, pukul 10.33 WIB, oleh sembilan Hakim Konstitusi, yaitu Arief

Hidayat, Anwar Usman, Manahan M.P Sitompul, Narua Farida Indrati,

Aswabto, I Dewa Gede Palguna, Patrialis Akbar dan Wahiduddin Adams.

B. Kedudukan Dana Aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat

Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah dipilih

melalui pemilihan umum, susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan

Undang-Undang, dan Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali

dalam setahun. Berdasarkan Pasal 67 dan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 17

Page 55: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

45

Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyarawatan Rakyat, Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

menyatakan bahwa DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan

umum yang dipilih melalui pemilihan umum dan DPR merupakan lembaga

perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara.

Dana aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat tidak dijelaskan secara eskplisit

di dalam perundang-undangan, namun di dalam Pasal 80 huruf J Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyarawatan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah dikenal dengan Dana Program Pembangunan Daerah

Pemilihan, yang merupakan hak dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Hak

tersebut dijelaskan sebagimana dimaksud dalam Pasal 80 yaitu anggota DPR

berhak:

1. Mengajukan usul rancangan Undang-Undang

2. Menyampaikan usul dan pendapat

3. Memilih dan dipilih

4. Membela diri

5. Imunitas

6. Keuangan dan administratif

7. Pengawasan

8. Mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah

pemilihan

9. Melakukan sosialisasi Undang-Undang

Di dalam Pasal 80 Huruf J menyatakan anggota DPR berhak:

“Mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah

pemilihan”. Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP)

merupakan sebuah amanat Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 sebagai

upaya untuk mendekatkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dengan

masyarakat. Program itu sesuai dengan usulan atau program yang disampikan

Page 56: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

46

oleh masyarakat di daerah pemilihan (Dapil) masing-masing anggota Dewan

Perwakilan Rakyat.1

Program Pembangunan Daerah Pemilihan disinkronisasi oleh Badan

Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, yang sebagaimana dimaksud di dalam

Pasal 110 huruf D dan E Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang

Majelis Permusyarawatan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Badan Anggaran

DPR bertugas:

a. Melakukan sinkronisasi hasil pembahasan di komisi dan alat

kelengkapan DPR lainnya mengenai rencana kerja dan anggaran

kementerian/lembaga

b. Melakukan sinkronisasi terhadap usulan program pembangunan

daerah pemilihan yang diusulkan komisi.

Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan atau yang lebih dikenal

dengan Dana Aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat diatur lebih lanjut di dalam

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara

Pengusulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan. Pengertian program

pembangunan daerah pemilihan berdasarkan Peraturan DPR Nomor 4 Tahun

2015 adalah program yang diusulkan oleh anggota DPR dalam rangka

memperjuangkan aspirasi rakyat di daerah pemilihan yang diwakilinya untuk

mewujudkan tujuan nasional. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan DPR Nomor 4

Tahun 2015 mengatur sebagaimana program pembangunan daerah pemilihan

harus memuat asas-asas sebagai berikut:

1) Asas kemanfaatan

2) Asas keadilan

3) Asas transparansi

4) Asas akuntabilitas.

1 “Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan Amanat UU MD3”,

http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/10535, diakses pada 13 Juli 2017

Page 57: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

47

Berdasarkan uraian di atas, kedudukan dana aspirasi Dewan Perwakilan

Rakyat diatur di dalam Pasal 80 huruf J Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2014 tentang Majelis Permusyarawatan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 4 tahun 2015 tentang Tata Cara

Pengusulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan.

C. Mekanisme atau Tata Cara Pengusulan Dana Aspirasi Dewan Perwakilan

Rakyat

Mekanisme atau tata cara pengusulan program pembangunan daerah

pemilihan atau dana aspirasi diatur di dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7,

Pasal 8 dan Pasal 9 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 4 Tahun 2015.

Peraturan DPR tersebut menguraikan secara rinci mekanisme atau tata cara

pengusulan program pembangunan daerah pemilihan, yang dimaksud dalam

Pasal 4:

1. Dalam melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat

(1), anggota menyusun usulan program secara tertulis yang

ditandatangani oleh anggota yang bersangkutan

2. Dalam hal program diusulkan anggota secara bersama-sama

sebagaimana dimaksud dalam Pasal Ayat (2), setiap anggota

memberitahukan program tersebut kepada pimpinan fraksi masing-

masing

3. Usulan program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat (1) dan

Ayat (2) disampaikan kepada pimpinan DPR melalui pimpinan fraksi

4. Pimpinan DPR menginventarisasi usulan program sebagaimana

dimaksud Pasal Ayat (3)

5. Fraksi menyampaikan usulan program sebagimana dimaksud pada

Ayat (3) dalam rapat paripurna yang mengagendakan usulan program

6. Usulan program ditetapkan dalam rapat paripurna sebagaimana

dimaksud pada Ayat (5)

Pasal 5 Peraturan DPR Nomor 4 tahun 2015 merupakan penjelasan

usulan program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) dan Ayat (2)

Page 58: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

48

paling sedikit memuat memuat informasi tentang, “nama, nomor anggota,

daerah pemilihan, komisi, tanda tangan pengusul dan fraksi pengusul, nama

program yang diusulkan, latar belakang atau dasar pertimbangan usulan

program, nama provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan kelurahan atau desa”.

Pasal 6 berbunyi, “anggota mendaftarkan usulan program sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) dan Ayat (2) paling lambat 1 (satu) hari

sebelum rapat paripurna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (5)

dilaksanakan”. Pasal 7 Ayat (1) berbunyi, “rapat paripurna sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 6 dilaksanakan paling lambat akhir bulan Maret pada

setiap tahun sidang”. Pasal 7 Ayat (2) berbunyi, “untuk pengusulan program

tahun 2016, rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilaksanakan

paling lambat tahun 2015”. Pasal 8 berbunyi, “pimpinan DPR mengundang

pemerintah untuk menghadiri rapat paripurna penyampaian usulan program

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7”. Pasal 9 Ayat (1) berbunyi, “pimpinan

DPR menyampaikan usulan program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

Ayat (6) kepada Presiden”. Pasal 9 Ayat (2) berbunyi. “pimpinan DPR

menyapaikan usulan program sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) kepada

Presiden paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak rapat paripurna

sebagimana dimaksud dalam Pasal 7”.

Selanjutnya di dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 4

Tahun 2015, memuat aturan tentang bagaimana pembahasan usulan program

pembangunan daerah pemilihan yang tertera di dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6,

Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9. Pembahasan usulan program diatur pada Pasal 12,

Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16 dan Pasal 17. Pasal 12 Peraturan DPR

Nomor 4 Tahun 2015 berbunyi:

a. Badan anggaran melakukan pembahasan usulan program sebagaimana

diatur dalam Pasal 4 Ayat (6) bersama pemerintah

b. Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) merupakan

bagian dari keputusan rapat badan anggaran bersama pemerintah

mengenai pembicaraan pendahuluan dan rencana kerja pemerintah

dalam rangka penyusunan rancangan APBN

Page 59: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

49

c. Hasil keputusan rapat badan anggaran bersama pemerintah

sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) disampaikan kepada anggota

yang mengusulkan

Pasal 13 berbunyi:

1) Badan anggaran membahas hasil keputusan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 12 Ayat (2) bersama pemerintah dalam pembahasan

Rancangan Undang-Undang tentang APBN

2) Dalam pembahasan hasil keputusan sebagaimana dimaksud pada Ayat

(1). Badan anggaran memastikan kembali usulan program telah

diakomodasi dalam Rancangan Undang-Undang tentang APBN

Pasal 14 berbunyi:

a) Badan anggaran menyampaikan hasil pembahasan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 13 Ayat (2) kepada tim yang dibentuk oleh

pimpinan DPR

b) Tim sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) terdiri atas 1 (satu) orang

pimpinan DPR dan 30 (tiga puluh) anggota secara proporsional

menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi

c) Masa kerja tim sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berlaku sesuai

dengan masa keanggotaan DPR

Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 mempunyai 2 (dua) tugas

yang diatur di dalam Pasal 15 yaitu mengkoordinasikan usulan program

pembangunan yang diajukan anggota dengan mempertimbangkan

keproporsionalan dan keadilan dengan jumlah penduduk dan luas wilayah, dan

mengawasi dan memastikan pengajuan hak mengusulkan dan memperjuangkan

program berjalan sesuai dengan usulan anggota yang mewakili daerah

pemilihannya dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16 berbunyi:

(1) Anggota yang mengusulkan program memberitahukan perkembangan

pembahasan usulan program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12

dan Pasal 13 kepada konstituen di daerah pemilihannya

Page 60: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

50

(2) Anggota yang mengusulkan program sebagaimana dimaksud pada

Ayat (1) dapat berkoordinasi dengan pemerintah daerah

kabupaten/kota untuk memastikan bahwa usulan program

dilaksanakan

Pasal 17 berbunyi, “anggota dapat meminta laporan pelaksanaan program

kepada pemerintah daerah kabupaten/kota yang memperoleh dana alokasi

khusus program pembangunan daerah pemilihan”

Tata cara pengusulan dana aspirasi oleh anggota Dewan Perwakilan

rakyat dapat dilakukan secara perorangan maupun secara bersama-sama yang

berasal dari inisiatif sendiri, pemerintah daerah atau aspirasi masyarakat di

daerah pemilihan. Dalam pengusulan, anggota menyusun usulan program

secara tertulis yang ditandatangani oleh anggota. Kemudian setiap anggota

memberitahukan program tersebut kepada pimpinan fraksi dan pimpinan fraksi

menyampaikan usulan tersebut kepada pimpinan DPR. Pimpinan DPR

mengundang pemerintah untuk menghadiri rapat paripurna penyampaian

usulan program.

Dalam pembahasan usulan program, badan anggaran DPR melakukan

pembahasan usulan tersebut bersama pemerintah. Hasil pembahasan tersebut

merupakan bagian dar keputusan rapat badan anggran DPR bersama

pemerintah mengenai pembicaraan pendahuluan dan rencana kerja pemerintah

dalam rangka penyusunan rancangan APBN, hasil keputusan bersama

disampaikan kepada anggota yang mengusulkan. Apabila usulan program

diterima atas hasil keputusan bersama badan anggaran DPR dan pemerintah,

badan anggaran memastikan kembali usulan program telah diakomodasi dalam

Rancangan Undang-Undang tentang APBN dan menyampaikan kepada tim

yang dibentuk oleh pimpinan DPR. Anggota DPR yang mengusulkan program

memberitahukan perkembangan pembahasan kepada konstituen di daerah

pemilihannya dan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah kabupaten/kota

untuk memastikan bahwa usulan program dilaksanakan, anggota juga dapat

meminta laporan pelaksanaan program kepada Pemerintah daerah

Page 61: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

51

kabupaten/kota yang memperoleh dana alokasi khusus program pembangunan

daerah pemilihan.

Page 62: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

52

BAB IV

PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

A. Alokasi Dana Aspirasi Berdasarkan Asas Keadilan

Dana aspirasi adalah merupakan hak dari anggota DPR untuk

mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan

sebagaimana diatur di dalam Pasal 80 Huruf J Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyarawatan Rakyat, Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Dana Aapirasi muncul pertama kali pada tahun 2010 yang dipelopori oleh

Fraksi Golkar dengan Mengusulkan anggaran sebesar Rp. 15 Miliar untuk

setiap anggota DPR yang akan diambil dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) 2011. Usulan tersebut ditolak oleh Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono karena dengan adanya anggaran dana tersebut

menyamakan kewenangan antara eksekutif dan legislatif.1

Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan

DPRD, tidak terdapat dasar hukum tentang dana aspirasi DPR. Namun, dalam

Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 (pengganti UU No, 27 Tahun 2009),

terdapat dasar hukum yang menegaskan keberadaan dana aspirasi DPR yang

tertera dalam Pasal 80 huruf J yang menyatakan “Anggota DPR berhak

mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah

pemilihan”. Atas dasar tersebut, dibentuklah Peraturan Dewan Perwakilan

Rakyat No. 4 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pengusulan Program

Pembangunan Daerah Pemilihan. Peraturan DPR tersebut, dana aspirasi dapat

diusulkan oleh perorangan anggota DPR dan diusulkan secara bersama yang

diintegrasikan ke dalam program pembangunan nasional dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara. Adapun usulan tersebut dapat berasal dari

inisiatif sendiri, pemerintah daerah atau aspirasi masyarakat di daerah

1 Direktorat Jendral Anggaran Kementrian Keuangan, “Dana Aspirasi Dewan Perwakilan

Rakyat Indonesia”, Jurnal DIrektorat Jendral Kementrian Keuangan, 2015, h. 5.

Page 63: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

53

pemilihan. Pada tahun 2015 DPR kembali mengusulkan dana aspirasi untuk

RAPBN 2016 sebesar Rp. 20 Miliar untuk setiap anggota DPR, sehingga total

anggaran dana aspirasi yang harus disediakan sekitar Rp 11,2 Triliun untuk

560 anggota DPR. Hal tersebut kemudian ditolak oleh Presiden Joko Widodo,

melalui Menteri Perencanaan Pembangunan Nasioal Andrinof Chaniago

mengatakan konsep dana aspirasi dapat bertabrakan dengan visi misi

Presiden.2

Dana aspirasi DPR memiliki dasar hukum dalam Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2017 maupun Peraturan DPR, namun kedua peraturan

tersebut tidak dapat dilaksanakan karena penolakan dari Presiden. Penolakan

dari Presiden menunjukkan pembentukan dasar hukum dana aspirasi

belumlah matang dan melibatkan seluruh pihak. Akibatnya penolakan yang

banyak dilakukan oleh publik maupun Presiden secara langsung, menjadi

bukti pembentukan dana aspirasi tidak melalui proses yang benar dan

partisipasif.

Menurut peneliti, jika dana aspirasi tetap berlaku di dalam Pasal 80

Huruf J Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis

Permusyarawatan Perwakilan. Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentu saja menimbulkan

banyak masalah atau problematika dalam penggunaannya, problematika yang

dapat muncul dari dana aspirasi yaitu tidak adanya asas keadilan rakyat dalam

pengalokasian dana dalam pembangunan dan berpotensi menjadi praktik

korupsi.

Ketidakadilan dalam pembangunan dapat terjadi dalam pengalokasian

dana aspirasi karena keterwakilan anggota DPR tidak dapat terlepas dengan

daerah pemilihannya dan dana aspirasi ini akan melekat pada setiap anggota

DPR. Artinya, besaran dana aspirasi di setiap provinsi bergantung pada

berapa banyak anggota DPR yang berasal dari daerah pemilihan dalam

2 Jokowi Tak Setuju Dana Aspirasi DPR RP 11 T”,

http://www.cnnindonesia.com/politik/20150624162656-32-62133/jokowi-tak-setuju-dana-aspirasi-

dpr-rp-11-triliun/. Diakses 5 Agustus 2019.

Page 64: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

54

provinsi tersebut. Kita ketahui bersama, anggota DPR mengusulkan dana

sebesar Rp. 20 Miliar peranggota DPR. Total dari jumlah anggota DPR

sebanyak 560 anggota, dana aspirasi yang akan masuk di dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara ini sebanyak Rp. 11,2 Triliun. Dana tersebut

sangatlah banyak untuk program pembangunan di desa-desa yang masih

kurang akan pembangunannya, namun apakah pengalokasiannya dapat

menjamin keadilan, kesejahteraan dan mencakup daerah-daerah yang

merupakan daerah terpencil yang menjadi tujuan dari pembangunan

nasional.3

Keadilan dalam pengalokasian dana inilah yang perlu diperhatikan

dalam penggunaan dana aspirasi, karena dana aspirasi ini melekat pada DPR

untuk daerah pemilihannya. Pengalokasian kursi DPR kepada setiap provinsi

tidak dilakukan berdasarkan prinsip kesetaraan keterwakilan (equal

representation) dan besaran daerah pemilihan bukan single-member

constituency (satu kursi untuk setiap Dapil), melainkan multi-member

constituency (satu dapil untuk beberapa kursi). Satu dapil untuk beberapa

kursi inilah yang menjadi sorotan tentang dana aspirasi yang akan

mempertajam kesenjangan dalam pembangunan. Undang-Undang Nomor 7

Tahun 2017 menetapkan daerah jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota

DPR paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 10 (sepuluh) kursi

disetiap provinsi kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota.

Pemilu legislatif tahun 2014-2019 pembagian kursi untuk daerah

pemilihan, Provinsi Jawa mendapatkan alokasi kursi terbesar dibandingkan

dengan Provinsi lainnya dengan jumlah alokasi kursi sebanyak 255 kursi.

Provinsi Sumatera mendapatkan alokasi kursi DPR sebanyak 61 kursi.

Provinsi Sulawesi mendapatkan alokasi kursi dan daerah pemilihan sebanyak

39 kursi dan Provinsi Kalimantan sebanyak 35 kursi. Ibu kota DKI Jakarta

mendapatkan 21 kursi dan Banten mendapatkan 22 kursi. Provinsi Papua dan

Papua Barat merupakan provinsi yang mendapatkan jumlah alokasi dan

3 Koko Enang, “Dana Aspirasi DPR RI Dalam Perspektif Perencanaan Pembangunan

Nasional”, Vol. 13 No. 2, Juli 2011, h. 129.

Page 65: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

55

daerah pemilihan terendah dibandingkan provinsi-provinsi besar lainnya

seperti Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Ibu Kota DKI Jakarta yang

hanya mendapatkan alokasi sebanyak 13 kursi saja. Provinsi Lampung

mendapatkan jumlah kursi yang juga lebih besar dibandingkan jumlah kursi

yang didapatkan Provinsi Papua dan Papua Barat yakni sebanyak 18 kursi.4

Berdasarkan uraian tersebut, jika dana aspirasi dialokasikan

berdasarkan jumlah kursi di daerah pemilihan, Provinsi Jawa akan

mendapatkan dana aspirasi paling besar dibandingkan provinsi lainnya yaitu

sebesar Rp. 5.100.000.000.000 (lima triliun seratus miliar rupiah). Provinsi

Sumatera mendapatkan dana aspirasi sebesar Rp. 1.220.000.000.000 (satu

triliun dua puluh dua miliar rupiah). Provinsi Sulawesi mendapatkan dana

aspirasi sebesar Rp. 780.000.000.000 (tujuh ratus delapan puluh miliar

rupiah). Provinsi Kalimantan mendapatkan dana aspirasi sebesar Rp.

700.000.000.000 (tujuga ratus miliar rupiah). DKI Jakarta mendapatkan dana

aspirasi sebesar Rp. 420.000.000.000 (empat ratus dua puluh miliar rupiah).

Provinsi Banten mendapatkan dana aspirasi sebesar Rp. 440.000.000.000

(empat ratus empat puluh miliar rupiah). Lampung mendapatkan dana

aspirasi sebesar Rp. 360.000.000.000 (tiga ratus enam puluh miliar rupiah)

Dan Provinsi Papua dan Papua Barat mendapatkan dana aspirasi sebesar Rp.

260.000.000.000 (dua ratus enam puluh miliar).

Menurut peneliti, potensi terjadinya ketimpangan atau ketidakadilan

pembangunan secara jelas dilihat dalam kalkulasi anggaran dana aspirasi

yang akan dialokasikan berdasarkan daerah pemilihan. Provinsi Jawa

merupakan provinsi yang sudah baik dalam hal pembangunan terlihat

menonjol karena mayoritas kursi DPR tersebar di pulau Jawa yaitu 55% dari

560 anggota DPR. Padahal hampir semua daerah tertinggal, terisolir dan

terbelakang yang membutuhkan pencapaian pembangunan justru provinsi-

provinsi yang berada diluar pulau Jawa, seperti Provinsi Papua dan Papua

Barat. Sedangkan di Provinsi Papua hanya mendapatkan jatah 10 kursi dan

4 “Pemilihan Umum Legislatif Indonesia 2014”,

https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_legislatif_Indonesia_2014. Diakses pada 5 Agustus

2019.

Page 66: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

56

Provinsi Papua Barat mendapatkan jatah 3 kursi, dan total anggaran dana

sebesar 260 Miliar. Hal tersebut berbanding terbalik dengan daerah yang

sudah berkembang jauh yaitu pulau Jawa yang mendapatkan dana aspirasi

sebesar 5,1 Triliun. Tentu saja dengan perbedaan yang jauh antara dana

anggaran aspirasi Provinsi Jawa dan Provinsi Papua merupakan sebuah

bentuk ketidakadilan dalam sistem pembangunan. Ketidakadilan tersebut

tentu saja mencederai konsep negara hukum yang dianut oleh Indonesia,

karena konsep negara hukum menurut Aristoteles adalah negara yang berdiri

diatas hukum yang menjamin keadilan kepada warganya.5 Menurut United

Development Program (UNDP), prinsip-prinsip Good Gavernance untuk

melaksanakan praktik tata pemerintahan yang baik terdapat prinsip kesetaraan

(Equality) yang artinya setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama

untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.6 Hal ini tidak sesuai dengan

tujuan sistem perencanaan pembangunan nasional yang menjamin keadilan

sebagaimana diatur di dalam Pasal 2 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 25

Nomor 2004.

Menurut pendapat peneliti, dana aspirasi selain berpotensi terjadi

ketimpangan dalam pembangunan, juga berpotensi disalahgunakan oleh

oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk penyalahgunaan dana

atau korupsi. Mekanisme penyaluran aspirasi di dalam dana aspirasi tidak

diatur dengan jelas di dalam Pasal 80 Huruf J Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2014 dan Peraturan DPR Nomor 4 Tahun 2015, hal ini tentu saja

mudah disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

DPR merupakan lembaga pemerintahan yang sering melakukan tindak

pidana korupsi. Tindak korupsi yang dilakukan anggota DPR berbagai

macam, seperti pengadaan barang dan jasa, penyuapan dan penyalahgunaan

anggaran. Jenis perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan DPR

merupakan jenis perkara yang paling sering terjadi. Data yang peneliti

5 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta:

Sinar Bakti, 1998) h. 153. 6 Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penelenggaraan Pemerintahan Daerah, (Bandung:

Fokusmedia, 2003) h. 33.

Page 67: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

57

peroleh dari tahun 2004 sampai 2019 menyatakan tindak pidana korupsi jenis

perkara penyuapan terdapat 613 kasus, pengadaan barang dan jasa 199 kasus

dan penyalahgunaan anggaran 48 kasus.7

Berdasarkan hal tersebut, peneliti berpandangan jika dana aspirasi

merupakan suatu hal yang sangat rawan untuk menjadi lahan baru untuk para

anggota DPR melakukan praktik korupsi. Hal tersebut karena, tidak diaturnya

mekanisme penyerapan aspirasi di dalam penggunaan dana aspirasi rentan

untuk anggota untuk melakukan penyalahgunaan anggaran, penyuapan dan

juga pengadaan barang dan jasa. Penyalahgunaan anggaran yang

dikhawatirkan karena di dalam dana aspirasi anggota DPR mengusulkan dana

yang sangat besar yaitu sebesar Rp. 20 Miliar peranggota. Dana yang besar

tersebut, anggota DPR dapat melakukan proyek fiktif, baik berbentuk

pembangunan, penyelenggaraan kegiatan ataupun pengadaan fiktif barang

dan jasa. Mekanisme yang tidak jelas penyuapan dalam penggunaan dan

aspirasi dapat terjadi, seperti penyuapan yang akan dilakukan oleh segelintir

masyarakat kepada anggota DPR yang bertujuan agar proposal program

pembangunan daerah pemilihan dapat terealisasi di dalam rapat paripurna.

Hasil survey Transparency Internasional Indonesia8 (TII menyatakan

bahwasanya DPR merupakan lembaga negara yang dianggap sebagai

lembaga negara terkorup berdasarkan pandangan masyarakat Indonesia dari

1000 responden yang tersebar luas di 31 provinsi. Sekretaris Jendral

Transparency Internasional Indonesia (TII) Dadang Trisasongko mengatakan,

masyarakat Indonesia mempersepsikan lembaga DPR sebagai lembaga

terkorup, setidaknya dalam tiga tahun terakhir. Hal ini dikarenakan,

pemberitaan kasus-kasus korupsi yang melibatkan anggota-anggota DPR

tersebar luas di media-media.

7 “TPK berdasarkan jenis perkara”, https://www.kpk.go.id/id/statistik/penindakan/tpk-

berdasarkan-jenis-perkara. Diakses pada 7 Agustus 2019. 8 “DPR lembaga terkorup berdasarkan survey persepsi masyarakat 2017”,

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58be9c4bba2ba/dpr-terkorup-dalam-survei-persepsi-

masyarakat-2017/. Diakses pada 7 Agustus 2019.

Page 68: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

58

Peneliti berpandangan jika dana aspirasi berpotensi memunculkan

wadah baru bagi anggota DPR untuk melakukan praktik korupsi karena

survey yang dilakukan oleh TII tersebut merupakan fakta yang terjadi saat ini.

Ditambah dengan adanya hak anggota DPR dalam praktik dana aspirasi yang

mempunyai dasar hukum di dalam Pasal 80 Huruf J, peneliti berpandangan

bahwasanya DPR sebagai lembaga legislative yang mempunyai fungsi

legislasi telah menyalahgunakan kewenangannya dalam membuat undang-

undang yakni praktik dana korupsi. Pihak yang mempunyai kekuasan dapat

memaksakan kehendaknya atau kemaunnya untuk dilaksanakan oleh pihak

lain, Lord Acton menyatakan “Power Tends To Corrupt, Absolute Power

Corrupt Absolutely” yang artinya kekuasaan cenderung untuk disalahgunakan

dan kekuasaan yang absolut penyalahgunaannya pun bersifat absolut juga.9

DPR sebagai lembaga terkorup semakin diperkuat dengan kasus-kasus

yang melibatkan anggotanya, yakni dalam kasus menyalahgunakan

wewenang untuk memastikan usulan anggaran proyek penerapan KTP

elektronik yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto, dalam kasus tersebut

Setya Novanto merugikan uang negara sebesar Rp. 2,3 Triliun. Korupsi yang

melibatkan wakil ketua komisi vii DPR Zulkarnaen Djabar yang terlibat

korupsi pengadaan Al-quran di Kementerian Agama. Penyuapan yang

melibatkan wakil ketua DPR Taufik Kurniawan diduga menerima suap

sebesar Rp 3,65 Miliar dari Bupati Kebumen Jawa Tengah yang berkaitan

dengan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik pada APBN-P 2016.

Menurut pandangan peneliti, dana aspirasi dalam program

pembangunan sangatlah berpotensi dijadikan sarana politik untuk anggota

dewan karena dalam dana aspirasi ini dianggarkan dana yang sangat besar,

ditambah dengan rekam jejak anggota DPR yang mengelola dana aspirasi.

Menjalankan praktik dana aspirasi yang berbentuk Dana Program Percepatan

Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPPID), DPR melakukan tindak pidana

korupsi pembahasan anggaran 2011 yang melibatkan Badan Anggaran DPR

9 Ermasjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK Edisi Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika,

2010) h. 1.

Page 69: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

59

dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan yaitu Wa Ode Nurhayati diduga

menerima dana sebesar Rp. 6 Miliar sebagai syarat Badan Anggaran DPR

merealisasikan proyek senilai Rp. 40 Miliar di 3 Kabupaten di Aceh, yakni

Aceh Besar, Bener Meriah dan Pidie Jaya.10

Berdasarkan uraian diatas, peneliti berpendapat seharusnya dana

aspirasi ini dinyatakan di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

106/PUU-VIII/2015 bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 dan

tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Banyak sekali potensi munculnya

problematika dalam penggunaannya, salah satunya adalah dijadikan

tunggangan bagi anggota DPR untuk melakukan praktik korupsi. Menurut

peneliti, korupsi adalah suatu tindakan yang sangat luar biasa merugikan bagi

negara dan masyarakat yang senantiasa dilakukan oleh orang-orang yang

mempunyai kedudukan penting di dalam pemerintahan11

, sejalan dengan

pendapat Romli Atma Sasmita yang menyatakan korupsi merupakan

kejahatan yang sangat luar biasa (extra ordinary crime). Korupsi telah

menjadi sebuah ancaman bagi bangsa Indonesia dan harus dilawan sebagai

sesuatu yang mendesak.12

Jika melihat kebelakang ditahun 2013, Mahkamah Konstitusi di dalam

putusannya Nomor 35/PUU-XI/2013 melarang Dewan Perwakilan Rakyat

untuk lebih jauh membahas satuan 3 (tiga) dalam Rancangan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara.13

Berarti dalam pembahasan RAPBN, DPR

tidak dapat membahas dokumen anggaran yang memuat deskripsi (gambaran)

program dan rincian alokasi pagu anggaran. Putusan Mahkamah Konstitusi

menyatakan bahwa Pasal 15 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003

Tentang Keuangan Negara dan Pasal Pasal 157 Ayat (1) Huruf C dan Pasal

10

“Kronologi Awal Kasus Hingga Wa Ode Ditahan”,

https://www.tribunnews.com/nasional/2012/01/27/kronologi-awal-kasus-hingga-wa-ode-

ditahan?page. Diakses pada 7 Agustus 2019. 11

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 2007) h. 102. 12

Romli Atma Sasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, (Bandung: PT. Eresco, 2004)

h. 48. 13

“MK Pangkas Kewenangan Badan Anggaran DPR”, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt537eb7aa3b3cf/mk-pangkas-kewenangan-badan-anggaran-dpr/. Diakses 5 Agustus 2019.

Page 70: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

60

159 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Majelis

Permusyarawatan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan dengan Undang-

undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Pasal 15

Ayat (5), Pasal 157 Ayat (1) Huruf C dan Pasal 159 Ayat (5) Mahkamah

menghilangkan frasa “Kegiatan dan Jenis Belanja”, yang berarti hilangnya

kewenangan DPR untuk membahas lebih rinci sampai satuan 3 (kegiatan dan

jenis belanja) dalam RAPBN.

Lantas mengapa dana aspirasi Pasal 80 Huruf J Undang-Undang Nomor

17 Tahun 2014 yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi ditolak oleh Majelis

Hakim. Padahal di dalam Pasal 80 Huruf J tersebut, mengembalikan

kewenangan DPR dalam membahas satuan 3 (kegiatan dan jenis belanja) di

dalam RAPBN. Peraturan DPR Nomor 4 Tahun 2015 secara jelas membahas

mengenai kegiatan atau program yang akan dibangun di dalam program

pembangunan daerah pemilihan, hal itu diatur secara jelas di Peraturan DPR

Nomor 4 Tahun 2015 di dalam bab ketiga mengenai kreteria program dan

juga anggota DPR mengusulkan dana sebesar Rp. 20 Milyar peranggota.

Menurut peneliti, dana aspirasi DPR seharusnya dinyatakan bertentangan

dengan Undang-undang Dasar dan tidak memiliki kekuatan hukum yang

mengikat oleh Mahkamah Konstitusi dan tidak dapat berlaku karena sesuai

putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XI/2013 yang menyatakan

DPR tidak dapat membahas RAPBN dengan rincian sampai kegiatan dan

jenis belanja.

Problematika yang akan muncul selain ketimpangan dan ketidakadilan

dalam pembangunan dan wadah praktik korupsi, dana aspirasi berdampak

pada tergerusnya peran pemerintah sebagai lembaga eksekutif. Berdasarkan

Undang-undang Dasar 1945 Indonesia adalah negara hukum, konsekuensi

logis dari hal tersebut tidak boleh ada suatu tindakan apapun dalam sebuah

negara yang keluar dari koridor hukum. Ciri utama negara hukum adalah

adanya pembagian kekuasaan. Menurut Montesqiueu dalam sistem

pemerintahan, ketiga jenis kekuasaan harus terpisah, baik mengenai fungsi

Page 71: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

61

(tugas) maupun alat perlengkapannya. Kekuasaan Legislatif, kekuasaan yang

dilaksanakan oleh suatu badan perwakilan rakyat. Kekuasaan Eksekutif,

kekuasaan yang dilaksanakan oleh pemerintahan. Kekuasaan Yudikatif,

kekuasaan yang dilaksanakan oleh badan peradilan.14

Penerapan pembagian

kekuasaan di Indonesia yaitu peran eksekutif dipegang oleh

Pemerintah/Presiden, legislative dipegang oleh DPR dan Yudikatif dipegang

oleh MA dan MK.

Menurut pandangan peneliti, di dalam praktik dana aspirasi yang diatur

dalam Pasal 80 Huruf J Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang

Majelis Permusyarawatan Perwakilan, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak sesuai

dengan ciri Indonesia sebagai negara hukum yaitu adanya pembagian

kekuasaan eksekutif, legislative dan yudikatif. Dana aspirasi ini bertentangan

dengan Pasal 12 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2003 Tentang Keuangan Negara. Pasal 12 berbunyi:

Pasal 12 Ayat (1) ”APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan

pemerintah negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara”.

Pasal 12 Ayat (2) “Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud

dalam Ayat (1) berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah dalam rangka

mewujudkan tercapainya tujuan bernegara”

Pasal 12 tersebut menyatakan bahwasanya APBN disusun sesuai

dengan kebutuh penyelenggaraan pemerintah dan berpedoman kepada

rencana kerja pemerintah. Namun di dalam dana aspirasi ini DPR lah yang

menyelenggarakan dan sekaligus membuat pedoman mengenai kriteria

program pembangunan. Berdasarkan hal tersebut peneliti berpandangan jika p

dana aspirasi bertentangan dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2003 dan hal tersebut juga merupakan adanya ketidak harmonisasinya

perundang-undangan yang ada saat ini, menurut Rudolf Stammler “A Just

Law aims at harmonizing individual purposes with that of society” Prinsip-

14

Fitra Arsil, Teori Sistem Pemerintahan Pergeseran Konsep dan Saling Kontribusi Antar

SIstem Pemerintahan Di Berbagai Negara, (Depok: PT. Raja Grafindo, 2017) h. 7.

Page 72: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

62

pinsip hukum yang adil mencakup harmonisasi antara maksud dan

kepentingan perorangan & kepentingan umum.15

Indonesia adalah negara

hukum, perlu adanya harmonisasi berbagai perundang-undangan, sehingga

sistem perencanaan yang dilakukan oleh anggota DPR dalam penggunaan

dana aspirasi ini tidak bertabrakan dengan pengelolaan yang dilakukan

pemerintah atau menggerus peran pemerintah sebagai lembaga eksekutif.

Banyak kalangan berada dalam posisi kontra untuk dana aspirasi DPR,

karena salah satu masalah yang timbul yaitu tergerusnya peran eksekutif

pemerintah. Namun, DPR berdalih jika dana aspirasi tersebut tidak

membenturkan peran DPR sebagai legislatif dengan eksekutif, karena dana

aspirasi tersebut tidak diambil alih oleh DPR, DPR hanya sebagai perantara

untuk menyerap aspirasi pembangunan yang nanti akan diserahkan kepada

pemerintah. Namun, peneliti berpandangan jika dana aspirasi ini bertujuan

sebagai penyerapan aspirasi masyarakat mengenai pembangunan merupakan

suatu hal yang salah, karena di dalam penyerapan aspirasi mengenai

pembangunan nasional telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 25

Tahun 2004 yaitu melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan

(Musrenbang). Musrenbang adalah sebuah forum dimana masyarakat dapat

menyampaikan aspirasi mereka dalam proses pembangunan yang akan

dilaksanakan dalam rangka menyusun rencana pembangunan nasional dan

rencana pembangunan daerah. Seharusnya jika DPR berdalih sebagai

penyerapan aspirasi, kenapa tidak melalui proses yang tepat berdasarkan

Undang-Undang yaitu melalui musrenbang.

Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan

nasional disusun terpadu oleh Kementerian/Lembaga dan perencanaan

pembangunan oleh Pemerintah Daerah. Perencanaan pembangunan nasional

menghasilkan rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan

jangka menengah dan rencana pembangunan tahunan. Selanjutnya

15

Kusnu Goesnia Dhie, Harmonisasi dalam Perspektif Perundang-Undangan, (Surabaya, Lex Spesialis Malalah, 2006) h. 59.

Page 73: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

63

perencanaan tersebut akan dibahas melalui Musyawarah Perencanaan

Pembangunan yang berjenjang dari desa, kecamatan, kabupaten/kota,

provinsi dan nasional. Pasal 11 dan Pasal 16 Ayat (2) Undang-Undang 25

Tahun 2004 menjelaskan di dalam penyelenggaraan musrenbang diikuti

unsur-unsur penyelenggara negara dan mengikutsertakan masyarakat.

Menurut pandangan peneliti dengan adanya aturan jelas mengenai

musrenbang yang penyelenggaraannya diikuti oleh penyelenggara negara,

seharusnya DPR disini harus mengambil perannya dengan efektif dalam

penyerapan aspirasi di dalam musrenbang mengenai pembangunan daerah

pemilihannya.

Atas dasar itulah peneliti berpandangan jika pengunaan dana aspirasi

dipertahankan dapat menggerus peran pemerintah sebagai lembaga eksekutif.

Pemisahan kekuasaan seharusnya juga berjalan sesuai dengan Check and

Balances, karena dengan adanya Checks and Balances membuat

penyelenggraan kekuasaan saling control antar cabang kekuasaan untuk

menghindari adanya kesewenang-wenangan antar lembaga kekuasaan.16

Selaras dengan pendapat Jimly Asshiddiqie adanya sistem Checks and

Balances mengakibatkan kekuasaan negara dapat diatur bahkan dikontrol

dengan sebaik-baiknya sehingga penyalahgunaan kekuasaan dalam lembaga

negara dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya.17

Menurut pandangan peneliti, problematika dari penggunaan dana aspirasi

selain mengakibatkan ketimpangan pembangun, berpotensi adanya praktik

korupsi dan tergerusnya peran eksekutif pemerintah, yaitu semakin besarnya

anggaran di dalam APBN. Karena dana aspirasi nantinya akan masuk

kedalam APBN, sehingga anggaran yang diperlukan semakin besar. Kita

ketahui, DPR mengusulkan dana sebesar Rp. 20 Miliar peranggota yang

dijumlahkan sampai 11,2 Triliun untuk semua anggota DPR.

16

Indra Rahmatullah, “Rejuvinasi Sistem Checks and Balances dalam sistem ketatanegaraan

di Indonesia”, Jurnal Cita Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Vol. 1 No. 2, September 2017, h. 15. 17

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta, Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2006) h. 74.

Page 74: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

64

Dan di dalam APBN juga sudah diatur mengenai anggaran yang akan

didapatkan oleh daerah sebagai penerimaan daerah. Anggaran tersebut dapat

dikatakan dengan dana perimbangan dan transfer ke daerah dan dana desa.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dana

perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan kepada daerah untuk menjadi kebutuhan daerah dalam rangka

pelaksanaan desentralisasi. Daerah mendapatkan dana transfer kedaerah yang

juga diatur di dalam APBN. Dana perimbangan terdiri atas Dana Bagi Hasil

(DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Dana perimbangan ini bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber

pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi

kesenjangan pendanaan pemerintahan antar daerah.

Menurut peneliti hal itulah yang menjadi dasar mengapa penggunaan

dana aspirasi akan membuat anggaran yang dikeluarkan dalam APBN

semakin besar. APBN transfer ke daerah dan dana desa dari tahun ketahun

mengalami kenaikan dalam jumlah anggarannya. Di APBN 2015 transfer

anggaran dan dana desa mengeluarkan anggaran sebesar Rp. 623,1 Triliun.

Kemudian ditahun berikutnya pada APBN 2016 kenaikan anggaran tersebut

mencapai 14% yaitu sebesar Rp. 710,3 Triliun. Pada APBN 2017 kembali

mengalami kenaikan 6,4% yaitu sebesar Rp. 755,9 Triliun. Pada APBN 2018

naik 1,4% yaitu sebesar Rp. 766,2 Triliun, dan pada APBN 2019 anggaran

untuk transfer ke daerah dan dana desa naik 8,3% yaitu Rp. 826,8 Triliun.

Melihat perkembangan anggaran APBN dari tahun 2015 sampai 2019

selalu mengalami peningkatan dengan jumlah yang sudah sangat besar yaitu

mencapai angka Rp. 826,8 Triliun di APBN 2019. Selain itu di APBN juga

sudah terdapat anggaran yang membahas mengenai infrastruktur yang

mengalami kenaikan dari tahun 2015 – 2019, di APBN 2019 anggaran

infrastruktur sebesar Rp. 415,0 Triliun. Atas dasar itulah peneliti

berpandangan jika dana aspirasi akan membuat anggaran yang ada di dalam

APBN semakin besar.

Page 75: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

65

B. Pertimbangan Hakim Hakim Mahkamah Konstitusi Nomor 106/PUU-

XIII/2015

Pemohon adalah 6 (enam) orang yang berasal dari Provinsi Papua yang

merasa dirugikan konstitusionalnya oleh ketentuan Pasal 80 Huruf J Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyarawatan

Perwakilan, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal yang diajukan oleh pemohon

memuat tentang hak yang dimiliki oleh anggota DPR untuk mengusulkan dan

memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan. Menurut para

pemohon, Pasal 80 Huruf J tersebut telah melanggar hak-hak

konstitusionalnya karena akan berdampak pada pengelolaan keuangan negara

yang tidak adil dan hanya menguntungkan rakyat di wilayah yang daerah

pemilihannya (dapil) memiliki jumlah kursi DPR terbanyak.

Mekanisme comstitutional control digerakkan oleh adanya permohonan

dari pemohon yang memiliki legal standing untuk memberikan

kepentingannya yang dianggap dirugikan oleh berlakunya suatu undang-

undang. Berangkat dari kewenangan konstitusional satu lembaga negara yang

dilanggar atau dilampaui oleh lembaga negara lainnya.18

Permohonan

pengujian konstitusionalitas dari pemohonan tentang Pasal 80 Huruf J

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyarawatan

Perwakilan, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Pasal 23 Ayat (1) Undang-Undang

Dasar 1945 karena hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang berhak

mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan.

Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memeriksa dengan seksama

permohonan para pemohon, bukti-bukti surat/tulisan dan kesimpulan tertulis

para pemohon sebagaimana yang termuat pada bagian duduk perkara pada

putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 106/PUU-XIII/2015.

18

Maruar Sihaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Edisi 2, (Jakarta:

sinar Grafika, 2012) h. 60.

Page 76: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

66

Hakim Mahkamah Konstitusi di dalam pertimbangan hukum

berpendapat, pertama bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan

lembaga negara yang memegang kekuasaan legislative sebagaimana

tercantum di dalam Pasal 20 Ayat (1) UUD 1945 yaitu “Dewan Perwakilan

Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang’. Adapun fungsi

DPR diatur dalam Pasal 20A UUD 1945 yaitu fungsi legislasi, fungsi

anggaran dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi mempertegas kedudukan

DPR sebagai lembaga legislatif yang menjalankan kekuasaan membentuk

Undang-Undang. Fungsi anggaran mempertegas kedudukan DPR untuk

membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN)

dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang

ditujukan bagi kesejahteraan rakyat. Fungsi pengawasan terhadap kebijakan

dan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan oleh pemerintah.

Menurut pertimbangan majelis hakim yang menyatakan fungsi

anggaran DPR merupakan suatu penegasan kedudukan DPR dalam

membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan

menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Menurut peneliti,

dana aspirasi disini bukan merupakan suatu penegasan mengenai fungsi

anggaran DPR, karena jika mempertegas kedudukan DPR dalam fungsi

anggaran terdapat program pembangunan berbentuk dana yang dibahas

melalui RAPBN dan APBN, seperti dana transfer daerah atau dana

perimbangan yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

Tentang Perimbangan Keuangan Negara Antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintahan Daerah. Dana perimbangan tersebut seharusnya yang dapat

mempertegas kedudukan fungsi anggaran DPR karena dana perimbangan

ditetapkan di dalam APBN dan peran DPR sebagai fungsi anggaran

seharusnya lebih efektif lagi karena didalam pengusulan yang didalamnya

terdapat aspirasi di daerah pemilihannya dan mempunyai tujuan untuk

memberikan kepastian pendanaan bagi daerah yang bersumber dari pusat.19

19

Yuswanto, Hukum Desentralisasi Keuangan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2012) h. 171.

Page 77: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

67

Selanjutnya majelis hakim berpendapat mengenai fungsi pengawasan

DPR dalam melakukan pengawasan terhadap kebijakan dan pelaksanaan

pemerintahan dan pembangunan oleh pemerintah. Menurut peneliti, dengan

adanya hak anggota DPR untuk mengusulkan dan memperjuangkan program

pembangunan daerah pemilihan atau yang dikenal dengan dana aspirasi dapat

menghilangkan dan melemahkan fungsi pengawasan DPR, karena di dalam

dana aspirasi DPR ikut memperjuangkan dana tersebut yang seharusnya

berdasarkan fungsi pengawasan DPR, anggota DPR berperan untuk

mengawasi kebijakan dan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan oleh

pemerintah. Menurut Jimly Asshiddqie dalam bukunya, kewenangan DPR

dalam melakukan pengawasan yaitu pengawasan terhadap pelaksanaan

kebijakan, pengawasan terhadap kinerja pemerintahan dan pengawasan

terhadap penganggaran dan belanja negara.20

Praktik dana aspirasi, DPR

terlibat langsung sebagai pelaksana kebijakan dan penganggaran belanja

negara. Lantas bagaimana fungsi pengawasan DPR dapat berjalan dengan

optimal jika pengawasan yang dilakukan berbenturan dengan objek yang

diawasinya, seperti dana aspirasi.

Kedua, Majelis Hakim berpendapat DPR sebagai salah satu lembaga

perwakilan selain DPD, dalam mekanisme pengisian anggota DPR dipilih

seluruhnya melalui pemilihan umum melalui partai politik yaitu berdasarkan

sistem perwakilan perorangan (people representative). Karena itu jumlah

anggota DPR dari setiap daerah adalah proporsional sesuai jumlah

penduduknya. Secara konseptual keterwakilan anggota DPR dalam lembaga

menitikberatkan untuk menyuarakan kepentingan nasional dengan tidak

mengabaikan daerah yang diwakilinya, sedangkan untuk memberikan tempat

bagi wakil daerah-daerah dalam lembaga perwakilan tingkat nasional untuk

mengakomodir dan memperjuangkan kepentingan daerahnya terdapat DPD

sebagai lembaga perwakilan untuk mengakomodirnya. Dengan demikian

sistem perwakilan DPD adalah bersifat regional representative, sehingga

20 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi,

(Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007) h. 163.

Page 78: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

68

pada hakikatnya keterwakilan dari anggota DPD adalah merupakan wakil

daerah di tingkat nasional. Sistem perwakilan rakyat di Indonesia

keanggotaan DPR adalah representasi seluruh rakyat Indonesia secara

proporsional melalui partai politik (political representative), sedangkan DPD

sebagai representasi dari daerah di seluruh wilayah Indonesia (regional

representative) yang jumlah anggotanya sama banyaknya untuk setiap

provinsi. Untuk itulah lembaga perwakilan tidak saja dapat melambangkan

semua kekuatan sosial politik masyarakat, tapi juga mampu menyalurkan

aspirasi masyarakat dan menerjemahkannya menjadi kebijakan-kebijakan

yang berpihak kepada masyarakat.

Perwakilan merupakan sifat yang hakiki dari sistem demokrasi modern.

Di dalam badan perwakilan itulah wakil-wakil rakyat diorganisir untuk

mengambil peran dalam merepresentasikan kedaulatan rakyat. Untuk itulah

DPR sebagai lembaga perwakilan memiliki tugas untuk menyerap aspirasi

masyarakat. Anggota DPR yang dipilih oleh pemilih di suatu daerah

pemilihan memiliki kedekatan dan tanggung jawab politik terhadap

pemilihnya di daerah pemilihannya. Melalui kedekatan politik, anggota DPR

telah mengetahui dan memahami permasalahan dan kebutuhan di daerah

pemilihannya, sedangkan tanggung jawab politik anggota DPR memiliki

keterikatan dan hubungan baik langsung maupun tidak langsung kepada

pemilih yang telah memilihnya di daerah pemilihannya.

Jika melihat pendapat hakim yang menyatakan “Secara konseptual

keterwakilan anggota DPR dalam lembaga menitikberatkan untuk

menyuarakan kepentingan nasional dengan tidak mengabaikan daerah yang

diwakilinya, sedangkan untuk memberikan tempat bagi wakil daerah-daerah

dalam lembaga perwakilan tingkat nasional untuk mengakomodir dan

memperjuangkan kepentingan daerahnya, terdapat DPD sebagai lembaga

perwakilan untuk mengakomodirnya. Dengan demikian sistem perwakilan

DPD bersifat regional representative, sehingga pada hakikatnya keterwakilan

dari anggota DPD adalah wakil daerah tingkat nasional”. Menurut penulis,

pendapat majelis hakim tersebut tidak sesuai dengan Pasal 80 Huruf J

Page 79: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

69

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyarawatan,

Dewan Perwakilan Rakyat yang berbunyi “mengusulkan dan

memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihannya”. Dewan

Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. DPR sebagai

lembaga perwakilan memiliki kedekatan dan tanggung jawab politik terhadap

daerah pemilihannya, sesuai dengan pendapat majelis hakim yang

menyatakan “Untuk itulah DPR sebagai lembaga perwakilan memiliki tugas

untuk menyerap aspirasi masyarakat. Anggota DPR yang dipilih oleh pemilih

di suatu daerah pemilihan memiliki kedekatan dan tanggung jawab politik

terhadap pemilihnya di daerah pemilihannya. Melalui kedekatan politik,

anggota DPR telah mengetahui dan memahami permasalahan dan kebutuhan

di daerah pemilihannya, sedangkan tanggung jawab politik anggota DPR

memiliki keterikatan dan hubungan baik langsung maupun tidak langsung

kepada pemilih yang telah memilihnya di daerah pemilihannya”.

Menurut peneliti Majelis Hakim tidak konsisten atau inkonsistensi

dalam menentukan lembaga mana yang harus memperjuangkan suara untuk

daerah pemilihan. Majelis Hakim mengutarakan juga bahwa terdapat lembaga

DPD yang pada hakikatnya dapat memperjuangkan aspirasi daerah pemilihan,

tetapi DPD tidak memiliki fungsi yang sama seperti DPR, seperti sifat

keterwakilan DPD dalam membentuk Undang-Undang. DPD dapat hanya

dapat mengajukan rancangan Undang-Undang yang diserahkan kepada DPR,

yang mana nantinya DPR yang menetapkan Undang-Undang tersebut. DPR

dan DPD dalam Proses penyusunan APBN diatur di dalam Pasal 174

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa DPR

menerima dan menindaklanjuti pertimbangan tertulis mengenai rancangan

undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan

dengan pajak, pendidikan dan agama yang disampaikan oleh DPD sebelum

memasuki tahap pembahasan antara DPR dan Presiden.21

Pasal 265 Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2014 menyatakan salah satu alat kelengkapan DPD

21

Mei Susanto, “Hak Budget DPR dalam Pengelolaan Keuangan Negara”, Jurnal Rechts

Vinding, Vol. 5 No. 2, Agustus 2016, h. 194.

Page 80: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

70

adalah adanya panitia kerja yang bertugas melakukan pembahasan dan

penyusunan pertimbangan DPD mengenai rancangan undang-undang APBN,

pertimbangan secara tertulis diberikan kepada DPR. Pasal 71 Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2014 menyatakan bahwa DPR berwenang untuk

memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN.

Menurut peneliti berdasarkan uraian tersebut bahwasanya kedudukan DPD

dalam penyusunan Undang-Undang APBN relatif terbatas dibandingkan

dengan DPR dan kedudukan DPD sebagai perwakilan daerah tidak dapat

berkontribusi aktif dalam penyusunan APBN termasuk di dalam proses

pengalokasian dana aspirasi.

Dana pembangunan ini DPR meminta anggaran senilai 20M perkursi

dan apabila dijumlahkan seluruh anggota DPR anggaran dana aspirasi

mencapai 11,2 triliun rupiah. Inilah yang menjadi akar permasalahan,

ditambah lagi ketika Majelis Hakim berpendapat bahwasanya anggota DPR

tak bisa terlepas dari tanggung jawab moril atas dapil yang telah

mengusungnya, menurut peneliti disinilah kedudukan DPR sebagai political

representative sudah pasti terciderai karena DPR sebagai political

representative yang berarti keterwakilan dari seluruh rakyat Indonesia, hal ini

sesuai dengan teori mandate representatif yang dikemukakan oleh Goorge

Jellinek yaitu suatu mandate yang diberikan kepada wakil untuk bergabung

dalam suatu lembaga perwakilan (parlemen). Rakyat memilih dan

memberikan mandate pada lembaga perwakilan (parlemen), sehingga wakil

sebagai individu yang tidak memiliki tanggung jawab dengan yang

diwakilinya. Lembaga perwakilan (parlemen) inilah yang akan bertanggung

jawab terhadap masyarakat.22

Majelis Hakim berpendapat bahwa DPR mempunyai tanggung jawab

politik terhadap daerah pemilihannya, namun di dalam pendapat lainnya

Majelis Hakim juga berpendapat bahwa DPR merupakan political

representative atau perwakilan seluruh masyarakat Indonesia yang hakikatnya

22

Abu Daud Busroh, Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010) h. 69.

Page 81: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

71

harus memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat selain daerah pemilihannya.

Menurut peneliti, dari dua pendapat Majelis Hakim tersebut bahwasanya

Majelis Hakim secara tidak langsung memaparkan kesenjangan antara Das

Sein & Das Sollen yang sejatinya dalam impelementasinya justru menggerus

sifat pembangunan desentralisasi atau merata yang sedang kita gunakan saat

ini.23

Ketiga, menurut pemohon, saat ini belum ada aturan jelas mengenai

mekanisme penyerapan aspirasi dalam hubungan antara anggota lembaga

perwakilan dengan konstituen yang diwakilinya, namun menurut Mahkamah

hubungan demikian tidak dapat dikatakan inkonstitusional. Ada konstruksi

politik bawah melalui pemilu hubungan antara pemilih dengan calon anggota

DPR yang dipilih digambarkan sebagai kontrak politik yang langsung

ataupun tidak langsung mengikat pemilih dengan anggota DPR yang

dipilihnya. Benturan antara kepentingan daerah pemilihan dengan

kepentingan nasional seharusnya tidak pernah ada, karena daerah pemilihan

di seluruh Indonesia adalah bagian dari kepentingan nasional itu sendiri.

Menurut Mahkamah, bahwa anggota DPR mempunyai kewajiban untuk

memperjuangkan kepentingan rakyat di daerah pemilihannya, namun hal itu

tidaklah berarti bahwa anggota DPR hanya semata-mata memperjuangkan

kepentingan di daerah pemilihannya saja karena hakikat anggota DPR adalah

mewakili rakyat Indonesia secara keseluruhan.

Peneliti disini setuju dengan pendapat yang dinyatakan oleh pemohon

yaitu belum ada aturan jelas mengenai mekanisme penyerapan aspirasi dalam

hubungan anggota lembaga perwakilan dengan konstituen yang diwakilinya.

Karena di dalam Peraturan DPR Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Tata Cara

Pengusulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan. Peraturan DPR

tersebut hanya menjelaskan mengenai tata cara pengusulan program dan

pembahasan program pembangunan, dan tidak adanya penjelasan bagaimana

mekanisme penyerapan aspirasi di daerah pemilihan. Seharusnya Majelis

23

Effendi Bachtiar. Pembangunan Daerah Otonomi Berkeadilan, (Yogyakarta: Kurnia Kalam

Semesta, 2002) h. 2.

Page 82: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

72

Hakim lebih berpandangan luas dalam memperhatikan dasar hukum praktik

dana aspirasi ini, karena sama sekali tidak diatur mengenai mekanismenya.

Menurut pandangan peneliti hal tersebut akan menimbulkan suatu

kesewenang-wenangan yang akan dilakukan oleh anggota DPR dalam

menyerap aspirasi, menurut Albert Venn Dicey, salah satu unsur yang

terdapat dalam rule of law adalah supremasi hukum serta tidak adanya

kesewenang-wenangan tanpa aturan yang jelas.24

Keempat, Majelis Hakim berpendapat terkait dengan dana aspirasi yang

menjadi akar permasalahan dalam permohonan a quo, menurut Mahkamah

adalah permasalahan implementasi dari norma Pasal 80 Huruf J UU 17/2014,

yang bukan merupakan permasalahan konstitusional yang menjadi

kewenangan Mahkamah untuk mengadilinya. Implementasi dari hak

mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan

seharusnya memikirkan pula keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, dan

jangan sampai mempertajam kesenjangan pembangunan daerah, karena

alokasi kursi DPR kepada setiap provinsi tidak dilakukan berdasarkan prinsip

kesetaraan keterwakilan (equal representation) dan besaran daerah pemilihan

bukan single-member constituency (satu kursi untuk setiap Dapil), melainkan

multi-member constituency (satu Dapil untuk beberapa kursi). Pertimbangan-

pertimbangan demikian seharusnya menjadi kebijakan pembuat Undang-

Undang demi mewujudkan tujuan nasional yang diamanatkan UUD 1945.

Menurut peneliti pendapat Majelis yang menyatakan menolak perkara

dengan dalih hanya kesalahan dalam implementasi dan tidak memperhatikan

secara yuridis Pasal 80 Huruf J Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014

Tentang Majelis Permusyarawatan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat yang telah berlaku

dan berpotensi menimbulkan kerugian di daerah timur seperti Papua dan

Papua Barat dan tidak menutup kemungkinan juga terjadi di daerah-daerah

lainnya. Berangkat dari pemikiran Roscoe Pond yaitu Law as Tool Of Social

24 Sudikno Merto Kusomo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2007)

h. 28.

Page 83: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

73

Engineering atau hukum sebagai alat rekayasa sosial25

, menurut peneliti

seharusnya Majelis Hakim mencabut Pasal 80 Huruf J Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2014 karena anggota DPR telah melakukan kesalahan atas

adanya landasan yuridis tersebut dan nantinya angota DPR akan berhenti

dalam melakukan kesalahan atas hilangnya landasan yuridis. Dan itulah

merupakan dasar upaya untuk tidak mempertajam kesenjangan dalam

pembangunan dan menjunjung tinggi pemerataan pembangunan yang

desentralistik karena menurut Prof. Yusril Ihza Mahendra yaitu ketika

membenarkan sistem yang sentralistik, maka kita akan membunuh sistem

yang lebih parsitipatif.

Seharusnya dalam hal ini Majelis Hakim tidak berpandangan sempit,

alasan penolakan Majelis Hakim membuat ragu untuk menentukan manakah

yang sebenarnya sebagai lembaga perwakilan pusat ke daerah sebagai

penyerap aspirasi untuk program pembangunan. Menurut peneliti, banyak

cara untuk mengajukan permohonan dana dari pusat ke daerah, salah satunya

adalah dana desa yang telah ditetapkan APBN Tahun 2019 sebesar Rp. 70

Triliun. Rincian dana desa di dalam APBN dialokasikan kesetiap daerah

kabupaten/kota secara merata dan berkeadilan berdasarkan alokasi dasar,

alokasi afirmatif dan alokasi formula. Pengalokasian dana desa tersebut

sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK.07/2017

Tentang Tata Cara Pengalokasian Dana Desa Setiap Kabupaten/Kota dan

Perhitungan Rincian Dana Desa Setiap Desa. Seharusnya dengan adanya dana

desa, tidak perlu lagi menciptakan dana desa yang baru yaitu dana aspirasi di

dalam Pasal 80 Huruf J Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, DPR dapat

menyerap aspirasi masyarakat secara maksimal dengan memperjuangkan

dana desa di dalam RAPBN.

25

Munir Fuadi, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, (Jakarta: Kencana Prennamdeia Group, 2013) h. 248.

Page 84: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

75

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan bab-bab terdahulu dan untuk mengakhiri

pembahasan dalam skripsi ini, peneliti memberikan kesimpulan sebagai

berikut:

1. Pengalokasian dana aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat tidak mencerminkan

asas keadilan rakyat dalam pengalokasian dana, di dalam dana aspirasi dapat

menimbulkan ketidakadilan dalam pembangunan karena pengalokasian dana

tersebut berdasarkan daerah pemilihan yang jumlah kursi dapil dalam

pemilu legislatif tidak sama. Dana aspirasi dialokasikan berdasarkan jumlah

kursi di daerah pemilihan, Provinsi Jawa akan mendapatkan dana aspirasi

paling besar dibandingkan provinsi lainnya yaitu sebesar Rp.

5.100.000.000.000 (lima triliun seratus miliar rupiah). Provinsi Sumatera

mendapatkan dana aspirasi sebesar Rp. 1.220.000.000.000 (satu triliun dua

puluh dua miliar rupiah). Provinsi Sulawesi mendapatkan dana aspirasi

sebesar Rp. 780.000.000.000 (tujuh ratus delapan puluh miliar rupiah).

Provinsi Kalimantan mendapatkan dana aspirasi sebesar Rp.

700.000.000.000 (tujuga ratus miliar rupiah). DKI Jakarta mendapatkan

dana aspirasi sebesar Rp. 420.000.000.000 (empat ratus dua puluh miliar

rupiah). Provinsi Banten mendapatkan dana aspirasi sebesar Rp.

440.000.000.000 (empat ratus empat puluh miliar rupiah). Lampung

mendapatkan dana aspirasi sebesar Rp. 360.000.000.000 (tiga ratus enam

puluh miliar rupiah) Dan Provinsi Papua dan Papua Barat mendapatkan

dana aspirasi sebesar Rp. 260.000.000.000 (dua ratus enam puluh miliar).

2. Pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor

106/PUU-XIII/2015 terdapat inkonsistensi. Majelis Hakim inkonsisten

dalam menentukan lembaga mana yang harus memperjuangkan suara untuk

daerah pemilihan. Ketika Mejelis Hakim mengutarakan juga bahwa terdapat

lembaga DPD yang pada hakikatnya dapat memperjuangan aspirasi daerah

Page 85: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

76

pemilihan, tetapi DPD tidak memiliki fungsi yang sama seperti DPR. DPR

dan DPD dalam proses penyusunan APBN diatur di dalam Pasal 174

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa DPR

menerima dan menindaklanjuti pertimbangan tertulis mengenai rancangan

undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang

berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama yang disampaikan oleh DPD

sebelum memasuki tahap pembahasan antara DPR dan Presiden.

B. Rekomendasi

Dari hasil penelitian, maka peneliti memberikan rekomendasi sebagai berikut:

1. Hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat di dalam Pasal 80 Huruf J Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2014 yaitu mengusulkan dan memperjuangkan

program pembangunan daerah pemilihan, sebaiknya dinyatakan

bertentangan dengan Undang-Undang 1945 dan dinyatakan tidak memiliki

kekuatan hukum mengikat karena di dalam penggunaan dana aspirasi masih

banyak problematika dan masih belum jelasnya mekanisme penyerapan

aspirasi yang mudah untuk disalah gunakan oleh anggota DPR.

2. Dewan Perwakilan Rakyat baiknya dapat mengefektifkan program-program

penyerapan aspirasi di dalam pembangunan yang sesuai berasaskan

Perundang-Undangan yaitu melalui Musyawarah Perencanaan

Pembangunan yang telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Page 86: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

77

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Ahmadi, Fahmi Muhammad dan Aripin, Jaenal, Metode Penelitian Hukum.

Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010

Akbar, Patrialis, Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945,

Jakarta: Sinar Grafika, 2013

Aripin, Jaenal, Peradilan Agama dalam Bikai Reformasi Hukum di Indonesia,

Jakarta: Prenada. 2012

Arsil, Fitra, Teori Sistem Pemerintahan Pergeseran Konsep dan Saling Kontribusi

Antar SIstem Pemerintahan Di Berbagai Negara, Depok: PT. Raja

Grafindo, 2017

Ashiddiqe, Jimly, Perkembangan dan Konsolidasi Negara Pasca Reformasi,

Jakarta: Sinar Grafika, 2010

_____., Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2010

_____., Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: PT. RajaGarafindo Persada,

2009

_____., Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta:

Buana Ilmu, 2007

Atma Sasmita, Romli, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Bandung: PT.

Eresco, 2004

Azhary, Tahir, Negara Hukum Indonesia, Jakarta: UI-Press, 1995

Bachtiar. Effendi, Pembangunan Daerah Otonomi Berkeadilan, Yogyakarta:

Kurnia Kalam Semesta, 2002

Budiarjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

1997

Daman, Rozikin, Hukum Tata Negara, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993

Daud Busroh, Abu, Ilmu Politik, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010

Page 87: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

78

Djaja, Ermasjah, Memberantas Korupsi Bersama KPK Edisi Kedua, Jakarta: Sinar

Grafika, 2010

Djiwantono, Soedjati, Setengah Abad Negara Pancasila, Jakarta: Centre For

Strategic and Internasional Studies (CSIS), 1955

DJuyandi, Yusa, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta: Rajawali Pers, 2017

Efriza, Ilmu Politik, Bandung: Afabeta, 2013

Fuadi, Munir, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, Jakarta:

Kencana Prennamdeia Group, 2013

_____, Teori Negara Hukum Modern, Bandung, Refika Aditama, 2009

Gaffar, Afan, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta, Pustaka

Pelajar, 2006

Goesnia Dhie, Kusnu, Harmonisasi dalam Perspektif Perundang-Undangan,

Surabaya, Lex Spesialis Malalah, 2006

Gunawan, Markus, Buku Pintar Calon Anggota & Anggota Legislatif (DPR,

DPRD & DPD), Jakarta, Transmedia Pustaka, 2008

HR, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2006.

Huda, Ni’matul, Negara Hukum, Demokrasi dan Judicial Review, Yogyakarta:

UII Press, 2005

Izha Mahendra, Yusril, Dinamika Tata Negara Indonesia, Jakarta: Gema Insani

Press, 1996

Johan Nasution, Bahder, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bandung:

Mandar Maju, 2013

Kansil, C.S.T dan Kansil, Christine S.T, Hukum Tata Negara Republik Indonesia

2, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003

Kusnardi, Moh dan Ibrahim, Harmaily, Pengantar Hukum Tata Negara

Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI,

1983

Kusnardi, Moh, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Sinar Bakti. 1987

Librayanto, Romi, Trias Politica Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia,

Makassar: Pusat Kajian Politik, Demokrasi dan Perubahan Sosial, 2008

Page 88: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

79

Manan, Bagir, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara,

Bandung: Mandar Maju, 1995

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2008

MD, Moh Mahfud, Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta: PT.

Renika Cipta, 2001

Merto Kusomo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta:

Liberti, 2007

Muhamad, Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2004

Mulyosudarmo, Suwoto, Peralihan Kekuasaan (Kajian Teoritis dan Yuridis

terhadap Pidato Nawaksara), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997

Natabaya, H. A. S, Menajaga Denyut Konstitusi, Refleksi Satu Tahun Mahkamah

Konstitusi, Jakarta: Konstitusi Press, 2004

Sanit, Arbi, Perwakilan Politik di Indonesia, Jakarta: CV. Rajawali, cet. Ke-1,

1985

Sihaan, Maruar, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Edisi 2,

Jakarta: sinar Grafika, 2012

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia

Press, 2007

Soekarno, F. X, Badan Legislasi DPR RI, Jakarta: Badan Legislasi DPR RI, 2009

Sri. M, Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung:

Alumni, 1992

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 2007

Supranto, J, Metode Hukum dan Statistik, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2003

Thamrin, Abu dan Ihya, Nur Habibi, Hukum Tata Negara, Jakarta: Lembaga

Peneliti Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010

Wasistiono, Sadu, Kapita Selekta Penelenggaraan Pemerintahan Daerah,

Bandung: Fokusmedia, 2003

Page 89: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

80

Weissberg, Robert, Understanding American Government, New York: Holt

Reinhart and Winston, 1979

Yuswanto, Hukum Desentralisasi Keuangan, Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2012

B. JURNAL

Asmawi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Perundang-Undangan

Pemerintah Daerah dan Lembaga Legislatif Daerah, Jurnal Cita Hukum,

Vol. 2 No. 1, Juni 2014

D. Lancaster, Thomas Electoral Structures and Pork Barrel Politics, International

Political Science Review, Vol. 7 No. 1, Januari 1986

Direktorat Jendral Anggaran Kementrian Keuangan, Dana Aspirasi Dewan

Perwakilan Rakyat Indonesia, Jurnal DIrektorat Jendral Kementrian

Keuangan, 2015

Enang, Koko, Dana Aspirasi DPR RI Dalam Perspektif Perencanaan

Pembangunan Nasional, Vol. 13 No. 2, Juli 2011. H. 129

Hendro Nazthalico Jabocus, Arthika Fungsi DPR dalam Melaksanakan Fungsi

Pengawasan di Bidang Tertentu terhadap Bank Indonesia, Lex

Administratum, Vol . 1 No. 1, 2013

Lesmana, Teddy, Politik Pork Barrel dan Kemiskinan, Penelitian Ekonomi LIPI

dan Forecast Indonesia Scholar di University of Maryland at College Park

Amerika Serikat, Juni 2010

Marlina, Rina, Pembagian Kekuasaan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Di

Indonesia, Jurnal Daulat Hukum, Vol. 1 N0. 1, Maret 2018

Rahmatullah, Indra, Rejuvinasi Sistem Checks and Balances dalam sistem

ketatanegaraan di Indonesia, Jurnal Cita Hukum Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Vol. 1 No. 2, September 2017

Susanto, Mei Kedudukan Dana Aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat dalam

Ketatanegaraan Indonesia, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum Faculty Of Law

Universitas Islam Indonesia, Vol. 24 no. 2, April 2017

Susanto, Mei, Hak Budget DPR dalam Pengelolaan Keuangan Negara, Jurnal

RechtsVinding, Vol. 5 No. 2, Agustus 2016, h. 194

Termorshuizen, Marjanne, The Consept Rule Of Law, Jurnal Jentera Hukum, Edisi

3 Tahun II, 2004

Page 90: PENGGUNAAN DANA ASPIRASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Pembagian kekuasaan-kekuasaan antara kekuasan eksekutif, kekuasaan legislative

81

Tsubura, Machiko, The Politics of Constituency Development Funds (CDFs) in

Comparative Perspective, Jurnal Annual Meeting of the American Political

Science Association,

C. INTERNET

https://news.detik.com/berita/2950741/cerita-sby-tolak-dana-aspirasi-dpr-karena-

dimarahi-rakyat-5-tahun-lalu. Cerita SBY Tolak Dana Aspirasi DPR

http://www.dpr.go.id/tentang/hak-dpr, Sejarah Terbentuknya Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia

http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/10535, Usulan Program Pembangunan

Daerah Pemilihan Amanat UU MD3

http://www.cnnindonesia.com/politik/20150624162656-32-62133/jokowi-tak-

setuju-dana-aspirasi-dpr-rp-11-triliun/. Jokowi Tak Setuju Dana Aspirasi DPR RP

11 T

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt537eb7aa3b3cf/mk-pangkas-

kewenangan-badan-anggaran-dpr/. MK Pangkas Kewenangan Badan Anggaran

DPR

https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_legislatif_Indonesia_2014.

Pemilihan Umum Legislatif Indonesia 2014

https://www.kpk.go.id/id/statistik/penindakan/tpk-berdasarkan-jenis-perkara. TPK

berdasarkan jenis perkara

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58be9c4bba2ba/dpr-terkorup-dalam-

survei-persepsi-masyarakat-2017/. DPR lembaga terkorup berdasarkan survey

persepsi masyarakat 2017

https://www.tribunnews.com/nasional/2012/01/27/kronologi-awal-kasus-hingga-

wa-ode-ditahan?page. Kronologi Awal Kasus Hingga Wa Ode Ditahan