Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53...

163

Transcript of Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53...

Page 1: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara
Page 2: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

i

Ilmu NegaraSebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Page 3: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

ii

Page 4: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

iii

Ilmu NegaraSebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Muhammad Junaidi

Setara Press2016

Page 5: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

iv

Ilmu NegaraSebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Copyright© April, 2016

Pertama kali diterbitkan di Indonesia dalam Bahasa Indonesia oleh Setara Press. HakCipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak baiksebagian ataupun keseluruhan isi buku dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.

Ukuran: 15,5cm X 23cm ; Hal: xii ; 150

Penulis:MUHAMMAD JUNAIDI

ISBN: 978-602-1642-80-1

Cover: Dino Sanggrha Irnanda; Lay Out: Nur Saadah

Penerbit:Setara PressKelompok Intrans PublishingWismaKalimetroJl. Joyosuko Metro 42 Malang, JatimTelp. 0341-573650 Fax. 0341-588010Email : [email protected][email protected]

Anggota IKAPI

Distributor:Cita Intrans Selaras

Page 6: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

v

Pengantar Ahli . . .BismillahirrahmanirrahimSalah satu hal yang tidak bisa dilewatkan dalam membahas ilmu

hukum adalah pembahasan tentang negara. Hubungan atas kajianilmu negara sebagai bagian kajian penting ilmu hukum tentunyatidak bisa dilepaskan dari permasalahan pokok bahwa konsep dasardalam pembentukan hukum tidak terlepas berbagai macam faktoryang ada dalam sebuah Negara, utamanya berkaitan dengan arah dancara pandang negara dalam menjalankan fungsinya.

Berangkat dari itu semua, pembahasan ilmu negara bagi maha-siswa fakultas hukum menjadi sangat penting sekali utamanya ber-kaitan dengan peran dan fungsi negara dalam menjalankan ketertibanmelalui instrumen hukum. Buku yang berjudul Ilmu Negara: SebuahKonstruksi Ideal Negara Hukum, secara utuh telah menggambarkangagasan penulis yang secara cermat ditulis secara mengalir dan apaadanya dalam kaitannya pembahasan negara dan hukum.

Pembahasan yang dilakukan oleh penulis dalam buku ini meng-alir dengan komunikatif dan cukup meyakinkan yang sangat jarangditemukan dalam buku-buku lain. Karena itu, inisiatif saudara Junaidiini sangat perlu diapresiasi dan dijadikan bahan bacaan yang bergunabagi para mahasiswa, dosen, dan masyarakat luas

Page 7: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

vi

Saya berharap banyak, buku teks yang sedang anda baca iniakan menjadi upaya dari pemenuhan kebutuhan para mahasiswamaupun masyarakat umum yang saat ini sangat membutuhkanbacaan-bacaan ilmiah berkaitan erat dengan pembahasan hukum.Adakalanya memang pemenuhan kebutuhan tersebut dimulaidengan dorongan-dorongan dari kami, bagi penulis muda sepertisaudara Muhammad Junaidi untuk terus berkarya.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan selamat atas terbitnyabuku yang berjudul Ilmu Negara Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum.Semoga dapat menjadi rujukan bagi para mahasiswa dan masyarakatumum, serta motivasi bagi penulis-penulis lain untuk selalu berkarya.

Jakarta, 9 Nopember 2015

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie., SHGuru besar Hukum Tata Negara/Ketua DKPP RI

Page 8: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

vii

Pengantar Penulis . . .

Negara merupakan simbol kekuatan suatu komunitas kelompokmasyarakat yang telah mengukuhkan untuk bersatu, memiliki artiyang sangat satrategis dalam perannya menyejahterakan masyara-kat. Tidak mustahil peran dari negara yang dalam hal ini diarahkanpada sebuah tindakan dari pemerintah acapkali dimintai pertang-gungjawaban atas semua tindakan yang dibuatnya.

Mulai dari terbentuknya sebuah negara, adanya kemurnian ajaranuntuk berorientasi pada sebuah pandangan yang jauh ke depanyaitu paham kesejahteraan harus ditanamkan sedemikian rupa. Adanyapandangan jauh ke depan tersebut bukan berarti mengesampingkankepentingan saat ini, akan tetapi jauh kedepan berarti keyakinan akansuatu bentuk prospek yang lebih baik dari masa-masa sebelumnya.

Persoalan yang kemudian mengemuka dalam negara adalahihwal praktik eksistensi dari sebuah legitimasi. Ketentuan formalitasdalam pembentukan negara tidak selalu menghadirkan bentuk negarayang dapat dikatakan layak dalam proses pendiriannya. Namun untukmasa saat ini adanya legitimasi yang kuat menjadi bentuk lain darisebuah kekuatan negara yang dapat dikatakan ideal.

Page 9: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

viii

Adanya legitimasi yang kuat bukan terlahir dari proses secaraalamiah. Legitimasi yang kuat tentunya sangat ditentukan padasebuah indikator kemampuan sebuah negara mendesain sedemikianrupa bentuk negara dengan sistem yang berkarakter negara hukum.Buku ini sengaja lebih menekankan pengetahuan mahasiswa tentangnegara hukum yang bukan hanya menitikberatkan pada standar for-mal lahirnya negara yaitu melalui syarat wilayah, rakyat, pemerin-tahan dan pengakuan dari negara lain, akan tetapi upaya memahamiposisi dan peran strategis dari sebuah legitimasi yang ditopang pene-gakan keadilan dan kepastian hukum sebagai indikator negara ideal.

Hal lain yang akan cukup menarik dibahas dalam buku ini adalahupaya menjabarkan kehadiran negara sebagai bentuk dari prosespanjang. Kehadiran negara bukan sekedar nampak dari adanyaupaya seremonial deklarasi, akan tetapi lebih dilihat pada sebuahproses panjang yang nantinya akan menentukan watak dan karak-teristik negara dalam menjalankan bentuknya.

Akhir kata, semoga buku yang anda pegang ini dapat bermanfaatdan dapat menguatkan pemahaman tentang posisi negara sebenar-nya dan bentuk ideal dari sebuah negara yang menjadi cita-citamasyarakat. Terima kasih sebesar-besarnya bagi para pihak-pihak yangtelah memberikan kontribusi atas terbitnya buku ini semoga amalbaik anda dapat memberikan yang terbaik bagi generasi saat ini danlebih utama lagi generasi pada masa yang akan datang.

Penulis

Page 10: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

ix

Pengantar Penerbit . . .

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 amandemen ke-4 secara tegas menya-takan bahwa, “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Ketetapanpasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indone-sia adalah negara yang berdiri di atas landasan hukum, di mana hukumdiposisikan sebagai aturan main tunggal dalam menjalani kehidupandan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam konsep negarahukum, kekuasaan negara berdasar pada hukum. Supremasi hukum(supremacy of law) dalam hal ini harus mencakup tiga formulasi besaryakni, keadilan, kemanfaatan dan kepastian. Sehingga adanya supre-masi hukum itu semakin mempertegas bahwa standing position darihukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegaraialah menjadi pengontrol, pengendali dan pemandu kehidupan ma-syarakat, dengan tujuan agar terwujud tatanan kehidupan berbangsa,bernegara yang terselimuti dengan rasa aman, tertib, berkeadilan,dan ditambah dengan adanya jaminan kepastian hukum serta per-lindungan terhadap hak mendasar dari segenap warga negara. Ber-kenaan dengan konflik-konflik yang terjadi di negeri misalnya, hukumhendaknya mengambil peran sebagai penyelesai konflik yang terjadi

Page 11: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

x

antara subjek hukum, dengan memandang semua warga negara dimata hukum adalah sama kedudukannya.

Konsepsi ideal inilah yang ada dalam negara kita Indonesia. Namun,bagaimana realita yang ada kini? Konsepsi prihal negara hukumdengan seperangkat tujuan mulia untuk kesejahteraan rakyat seringkali harus gugur di atas tangan segelintir orang (kuasa plutokrasi)yang mengangkangi hukum kita dengan seenaknya. Keadilan serupadengan pasar yakni bisa dijualbelikan dengan polesan sedikit polatawar menawar harga atas kepentingan penguasa. Asas kemanfaatankian hari kian berubah yakni yang beruang lah yang bisa meman-faatkan hukum, sementara yang miskin marginal jelas asing nasib-nya. Ihwal kepastian hukum juga sama saja, hukum bisa dipastikanmemihak golongan kaya raya, jutawan lagi hartawan, yang jikagolongan mereka perlu ratusan hektar tanah dibebaskan tanpa riskan,dan bisa saja puluhan rumah digusur untuk digantikan dengan gedunghunian kelas berpunya. Sementara rakyat miskin-lemahnya dipaksapasrah dengan ilusi kepastian.

Untuk menepis kuasa plutokrasi di tengah negara demokrasisaat ini, perlu kiranya segenap warga negara dari berbagai elemenmemahami sejauhmana peran negara memberikan perlindungandan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara tanpamemandang apa kedudukannya dan apa warna kulitnya.

Untuk itu buku ini hadir di hadapan pembaca, guna memberi-kan pencerahan kembali tekait hadirnya negara beserta apa saja yangmenjadi landasannya. Agar pemahaman mengenai negara yangberdasarkan hukum kembali kepada marwah kemuliaannya. Hukumdalam negara kembali berdiri sesuai mandat supremasinya yaknidengan kembali menggali pemahaman radikal dan mendasar tentangnegara dengan konstruksi ideal negara hukum.

Penerbit

Page 12: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

xi

Daftar Isi

Pengantar Ahli __ vPengantar Penulis __ viiPengantar Penerbit __ ixDaftar isi __ xi

Bagian 1: Pendahuluan __ 1A. Pengertian negara dan ilmu negara __ 1B. Ruang lingkup kajian ilmu negara __ 6C. Analisa logis, kritis dan radikal dalam memahami negara __ 8

Bagian 2: Hakikat Negara dan Penyimpangannya __ 11A. Teori fungsi negara __ 11B. Hakikat lahirnya negara __ 18C. Penyimpangan negara __ 22

Bagian 3: Unsur-unsur Terbentuknya Negara __ 25A. Sejarah Kuno Pembentukan Negara __ 25B. Sejarah klasik pembentukan negara __ 30C. Sejarah modern pembentukan negara __ 34D. Karakter dan faktor kuat pembentukan Negara __ 40

Bagian 4: Tipe-tipe Negara __ 44A. Teori tipe-tipe negara __ 44B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51C. Tipologi Negara hukum __ 53

Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61A. Teori kekuasaan dalam Negara __ 61B. Legitimasi kekuasaan dalam negara __ 71C. Pergeseran kekuasaan dalam negara __ 73

Bagian 6: Kekuasaan Hukum dalam Negara __ 79A. Teori Kekuasaan Hukum __ 79B. Pengukuhan kekuasaan dalam Negara __ 86

Page 13: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

xii

Bagian 7: Konstitusi Negara __ 93A. Pengertian Konstitusi negara __ 93B. Sumber-sumber Konstitusi negara __ 100

Bagian 8: Kedaulatan Negara __ 112A. Pengertian kedaulatan __ 112B. Pentingnya kedaulatan sebuah negara __ 116C. Doktrin atas kedaulatan negara __ 118

Bagian 9: Supremasi Hukum dalam Negara __ 120A. Doktrin supremasi hukum dalam negara __ 120B. Karakteristik Supremasi hukum dalam negara __ 124C. Elemen-elemen penggerak supremasi hukum dalam negara __ 129

Bagian 10: Hubungan Antarnegara __ 133A. Doktrin hubungan antar negara __ 133B. Teori hubungan antar negara __ 136

Bagian 11: Doktrin Kedudukan Rakyat dalam Negara __ 139A. Teori kedudukan rakyat __ 139B. Kekuasaan rakyat atas negara __ 142

Glosarium __ 145Index __ 147Daftar Pustaka __ 148Riwayah Hidup Penulis __ 150

Page 14: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

1

Ilmu Negara

PENDAHULUANBAG

IAN

SAT

U

A. Pengertian Negara dan Ilmu NegaraKetergantuan manusia dalam menjalani hidup antara satu dengan

yang lain, telah memberikan peluang terjadinya interaksi yang secaraalamiah membentuk komunitas di suatu wilayah. Baik wilayah ter-sebut hanya berupa daratan maupun wilayah tersebut juga meli-puti daratan dan lautan.

Komunitas yang diuraikan di atas kemudian menjadi landasandasar dari terbentuknya sebuah Negara. Oleh karenanya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 amandemenke 4 (Empat) secara tegas dalam dalam Bab I Bentuk dan KedaulatanPasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa Negara Indonesia ialah Negarakesatuan yang berbentuk Republik. Karakteristik yang ada dalamNegara kesatuan merupakan bentuk lain yang dicoba untukmemberikan kesatuan bagi sebuah Negara yang dulunya memangbelum terbentuk sebuah Negara, kemudian akibat interaksi secarailmiah yang melahirkan struktur kekuatan yang diikat melaluisebuah ikatan sistem kesatuan sebuah negara.

Zaman Yunani kuno dan Romawi tidak mengenal peristilahanNegara atau State. Hal ini menurut Kansil (2OO4), karena di Yunani,ukuran wilayahnya yang kecil dan lebih menekankan kepada

Page 15: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

2

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

pemilikan hak dan bukan pada keunggulan dalam ketaatan. Begitupula di Romawi yang merupakan a closed corporation dan penduduk-nya memelihara budak-budak (mengenal perbudakan). Di Romawilebih dikenali istilah civitas atau res publica, kemudian disebut impe-rium dan beberapa istilah lainnya yang berbeda dengan state (MansyurSemma, 2008;3).

Secara teknis pengertian Negara memiliki perbedaan yang signi-fikan di setiap masanya. Ambillah contoh ketika Aristoteles yanghidup tahun sebelum Masehi memberikan pengertian Negara dalambuku Politica dengan perumusan yang masih mengikat pengertianNegara hanya sebatas wilayah yang kecil yang sekarang disebut polis(Moh Kusnardi dan Bintan R. Saragih, 1994; 47). Pandangan dariAristoteles tersebut berangkat dari bentuk Negara yang ketika itumasih bersifat hasil dari hubungan antarwarga masyarakat.

Berbeda dengan abad ke tujuh belas yang melahirkan tiga sarjanaterkemuka yang kemudian mendefinisikan negara sebagai badanatau organisasi hasil dari perjanjian masyarakat. Definisi Negara yangdiartikan sebagai badan hasil dari perjanjian masyarakat dikemu-kakan oleh Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704) danRousseau (1712-1778) (Moh Kusnardi dan Bintan R. Saragih,1994;51). Definisi Negara menurut Thomas Hobbes, John Locke danRousseau tersebut merupakan gambaran bahwa terbentuknya Negarapada masanya terlahir akibat sebuah perjanjian masyarakat akibatdari keadaan alamiah (statue of nature) yang kemudian perjanjiantersebut memiliki kekuatan hukum dalam perjanjiannya.

Keadaan ilmiah inilah menurut Hobbes yang mendorong setiapindividu berusaha untuk mencari hasrat “kebahagiaan” sehinggamau tidak mau individu akan masuk dalam konflik dan ketika tidakadanya pemimpin atau penguasa, konflik ini pun akan meluas. Lockemenyatakan keadaan alamiah diatur oleh hukum moral yang dapatditegakkan oleh individu. Ia menambahi dengan anggapan bahwapada awalnya tidak terjadi kelangkaan justru keadaan yang melim-pah. Sedangkan Rousseau setuju dengan Locke bahwa Hobbes keliruketika beranggapan bahwa kondisi alamiah terjadi akibat kelang-kaan barang, namun ia juga menolak gagasan moral memiliki perandalam kondisi alamiah. Ia menyatakan rasa sayang dan empati ala-miah akan mencegah terjadinya konflik, yang juga bermaksud bahwa

Page 16: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

3

Ilmu Negara

kita tidak bisa mendiskripsikan bagaimana “manusia alamiah” ber-perilaku hanya mengacu pada pengelihatan kita terhadap manusiaberadab (Jonathan Wolff, 2013;51-52).

Jika kita bandingkan pengertian Negara di atas antara pemikiranAristoteles dengan tiga sarjana terkemuka, akan tampak bahwa ka-rakter dan sistem Negara yang terbangun dari kedua definisi tersebutberbeda karena kondisi dan bentuk negara secara nyata pada masapemikir pun masing-masing berbeda. Sehingga, di sinilah dapat di-simpulkan bahwa definisi negara bisa disesuaikan dengan kondisiyang ada pada masanya.

Beberapa pengertian negara secara umum lainnya yang dapatpenulis uraikan disini adalah sebagai berikut:1. Roger H. Soltau

“Negara adalah alat agency atau wewenang/authority yang meng-atur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama.

2. Harold J. Laski“Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karenamemunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secarasah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupa-kan bagian dari masyarakat itu. Masyarakat adalah suatu kelom-pok manusia yang hidup dan bekerja sama untuk mencapai ter-kabulnya keinginan-keinginan mereka bersama. Masyarakatmerupakan negara kalau cara hidup yang harus ditaati baik olehindividu maupun oleh asosiasi-asosiasi ditentukan oleh suatuwewenang yang bersifat memaksa dan mengikat” (The state is asociety which is in integrated by possesing a coercive authority legallysupreme over any individual or group which is part of the society. Asociety is a group of human beings living together and working togetherfor the satisfaction of their mutual wants. Such a society is a state whenthe way of life to which both individuals and associations must conformis defined by a coercive authority binding upon them all).

3. Miriam Budiardjo“Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperin-tah (governed) oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntutdan warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dan

Page 17: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

4

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

kekuasaan yang sah” (Moh Kusnardi dan Bintan R Saragih,1994;55-57).

4. Menurut Prof SumantriNegara adalah suatu organisasi kekuasaan oleh karenanya dalamsetiap organisai yang bernama negara selalu kita jumpai adanyaorgan atau alat perlengkapan yang memunyai kemampuan untukmemaksakan kehendaknya kepada siapapun juga yang bertempattinggal di dalam wilayah kekuasaannya (Inu Kencana Syafiie,1994;16).

5. Menurut Prof KranenburgNegara adalah suatu sistem dan tugas-tugas umum dan organisasi-organisasi yang diatur, dalam usaha negara untuk mencapaitujuannya, yang juga menjadi tujuan rakyat masyarakat yangdiliputi, maka harus ada pemerintah yang berdaulat (InuKencana Syafiie, 1994;16).

6. Menurut Prof HoogerwerfNegara adalah suatu kelompok yang terorganisasi, yaitu suatukelompok yang memunyai tujuan-tujuan yang sedikit banyakdipertimbangkan, pembagian tugas dan perpaduan kekuatan-kekuatan. Anggota-anggota kelompok ini para warga negara,bermukim di suatu daerah tertentu, negara memiliki di daerahini kekuasaan tertinggi yang diakui kedaulatannya. Ia menen-tukan bila perlu dengan jalan paksa dan kekerasan, batas-bataskekuasaan dan orang-orang dan kelompok dalam masyarakatdi daerah ini. Hal ini tidak menghilangkan kenyataan bahwakekuasaan negara pun memunyai batas-batas, umpamanya dise-babkan kekuasaan dan badan internasional dan supra nasional.Kekuasaan negara diakui oleh warga negara dan warga negaralain, dengan kata lain kekuasaan tertinggi disahkan wewenangtertinggi. Maka ada suatu pimpinan yang diakui oleh negara,yaitu pemerintahan (Inu Kencana Syafiie, 1994;16).

Peristilahan kelahiran negara sendiri diterjemahkan dari kata-kata asing Staat (bahasa Belanda dan Jerman); State (bahasa Inggris);Etat (bahasa Prancis) yang memiliki makna dan definisi yang berbedadi tiap negara. Konon, peristilahan tersebut, berasal dan kata LoStato yang mula-mula digunakan dalam abad ke-15 di Eropa Barat.

Page 18: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

5

Ilmu Negara

Istilah Lo Stato berasal dari bahasa Italia yang pada awalnya, digu-nakan untuk menyebutkan pihak yang diperintah (dependent).Anggapan umum yang diterima bahwa kata staat, state ataupun etat,dialihkan dan kata bahasa latin status atau statum. Secara etimologiskata status dalam bahasa Latin klasik adalah suatu istilah yang abstrakyang menunjukkan keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yangmemiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap (Mansyur Semma, 2008;2-3).

Lahirnya negara, seperti halnya yang terjadi pada era kemerde-kaan Indonesia. Definisi negara tidak bisa hanya didefinisikan padasebuah ikatan perjanjian oleh masyarakat. Definisi negara pada erakemerdekaan membutuhkan bukan hanya perjanjian, akan tetapijuga pengakuan negara lain kejelasan dalam wilayah negara, adanyapenduduk dan legitimasi pemerintahan. Di sini jelas sekali bahwa ber-kenaan dengan definisi negara memang seharusnya setiap masa ter-dapat penyesuaian dengan kebutuhan sesuai kondisi dan kebutuhan.

Model dan bentuk pengertian negara yang demikian kemudianmelahirkan adanya definisi Negara yang akan berubah-ubah setiapmasa. Perubahan tersebut nantinya juga dapat terjadi pada masayang akan datang. Pada masa yang akan datang, pengertian Negara tidakhanya yang penulis definisikan yaitu suatu wilayah dengan pendu-duk yang memiliki kesamaan paham untuk membentuk pemerin-tahan dengan didukung pengakuan dari negara lain, akan tetapibisa juga ditambah lagi dengan adanya istilah pengakuan dari lembagainternasional (seperti contohnya Perserikatan Bangsa-Bangsa).

Praktik inilah yang telah terjadi di Palestina. Kebutuhan untukmendapatkan pengakuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadikewajiban yang harus (wajib) dimiliki dan menjadi penting adanyakarena dengan pengakuan Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebutNegara menjadi benar-benar dianggap ada dan penindasan yangdilakukan oleh Negara lain menjadi tidak dibenarkan.

Definisi Negara yang pada prinsipnya bersifat dinamis bertolakbelakang dengan pengertian ilmu Negara yang bersifat statis. IlmuNegara lebih cenderung di artikan sebagai ilmu pengetahuan yangmenyelidiki asas-asas pokok, pengertian-pengertian pokok danmasalah-masalah yang berhubungan dengan negara.

Disini yang perlu digaris bawahi dalam pengertian ilmu negaraadalah pada posisi pengertian ilmu pengetahuan sebagai landasan

Page 19: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

6

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

dari ilmu Negara. Pengertian ilmu Negara adalah hasil pemikiranmanusia yang obyektif yang disusun secara sistematis. Suatu penge-tahuan semata-mata belum merupakan suatu ilmiah oleh karenasyarat pertama yaitu syarat obyektif, oleh karena ilmu pengetahuanmengejar kebenaran yang diterima umum. Syarat kedua adalah sya-rat sistematis oleh karena hubungan antar pengertian yang diper-olehnya tidak boleh bercerai-berai melainkan satu kesatuan yangerat (Moh Kusnardi dan Bintan R. Saragih, 1985;7).

Pengaruh dari perubahan definisi negara tidak akan berpeng-aruh terhadap pengertian dari ilmu Negara karena sifat dari ilmudalam kajian Negara bersifat obyektif dan sistematis. Sifat obyektifdan sistematis tersebut menjadikan ilmu negara memiliki definisiyang tidak dapat berubah-ubah dan selalu dapat menyesuaikandengan kondisi.

B. Ruang lingkup kajian ilmu NegaraBerbicara dengan ruang lingkup ilmu negara, tentunya perlu

ditempatkan pada bab awal untuk mempertegas posisi dan kedu-dukan fungsi dari kajian ilmu negara. Negara sebagai bagian yangtidak terpisahkan dari lahirnya sistem yang ada dalam masyarakatini nantinya akan menjadi tolak ukur keberhasilan negara tersebut,yang mana negara tersebut memiliki misi untuk keberlangsunganmasyarakatnya.

Di antara hal-hal pokok yang akan dibahas atau menjadi objekkajian dalam ilmu Negara sebagai berikut:1. Mengenai asal mula negara2. Mengenai hakikat negara3. Mengenai bentuk Negara (Soehino, 1996;7-8).

Mengenai asal mula negara berarti bukan asal mula, atau ter-bentuknya suatu negara yang kongkret seperti Negara Indonesia,Negara Jepang, Negara Inggris yang dimaksud. Tetapi ialah asal mulaatau terbentuknya atau terjadinya sesuatu yang dinamakan negara,negara dalam pengertian yang umum, abstrak dan universal tadi.Dengan inilah kita nantinya hanya membayangkan bagaimananegara tersebut ada (Soehino, 1996;7).

Page 20: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

7

Ilmu Negara

Kehadiran negara sebagai bentuk kekuasaan yang terstrukturdan sistematis dalam mengusung suatu bentuk idea atau gagasantentunya tidak bisa ada secara tiba-tiba. Latar belakang yang secarahistoris menjadi bentuk lain dari kajian terpenting dalam negaranantinya bagaimana mengarahkan variabel-variabel dalam negaratersebut untuk mewujudkan missi dan visi yang telah ada.

Di sini peran dan perhatian dalam membahas asal mula negaramenjadi sangat penting, mengingat “asal mula” berarti kita dapatmengetahui beberapa manfaat sekaligus:a. Manfaat mengetahui proses sejarah suatu negara dibentuk;b. Manfaat mengetahui bagaimana bangunan ideologi sebuah

negara terbentuk;c. Manfaat mengetahui kekuatan sebuah negara nantinya ketika

terjadi konflik dapat menyelesaikan dengan mudah;d. Manfaat sistem pertahanan yang ada dalam sebuah negara; dan

yang terakhir adalahe. Manfaat untuk memastikan landasan dasar dalam meletakkan

sistem pemerintahan yang nantinya digunakan sebagai bentuklain dari suatu pola bernegara.

Kesemua manfaat tersebut tentunya mengarah pada kajian ter-kait dengan asal mula negara tersebut dan akan membantu kita dalammengetahui bagaimana negara nantinya dalam menjaga eksisten-sinya tanpa harus mengikuti secara langsung keberadaan negara padamasa yang akan datang. Asal mula suatu negara dalam hal ini akanmenjadi bagian yang tidak terpisahkan sebagai pola memprediksikankondisi negara.

Dalam hal hakikat negara akan lebih mudah kita memahaminegara, akan lebih mudah kita memahami alasan berdirinya sebuahnegara sebagai sebuah atau suatu sistem. Pada masa Yunani kunodan Romawi, negara terbentuk tidak bersifat alamiah tanpa adanyakeadaan yang melatarbelakanginya. Baik keadaan yang dimaksudadalah cara pandang suatu komunitas masyarakat atau cara pandangyang dalam hal ini disebut sebagai sebuah ideologi.

Seperti halnya yang terjadi dan menjadi latar belakang/hakikatberdirinya Negara Indonesia. Indonesia menjadi negara tidak terlepasdari cara pandang dan ideologi masyarakatnya yang melihat adanya

Page 21: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

8

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

kemerdekaan merupakan langkah yang lebih tepat dibandingkandengan penjajahan yang terjadi baik dilakukan oleh Belanda mau-pun Jepang. Adanya penjajahan inilah yang dianggap tidak mampumenyejahterakan masyarakat pribumi ketika itu, sehingga kemerde-kaan merupakan jalan satu-satunya untuk mewujudkan sistempemerintahan yang lebih mengakomodasi kepentingan masyarakat.

Sehingga, di sinilah kita bisa menarik benang merahnya bahwahakikat Negara Indonesia didirikan tidak terlepas pada sebuah upayauntuk memacu menjadi sebuah negara kesejahteraan (Welfare State).Negara kesejahteraan tersebut tertuang dalam ketentuan pembukaanUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yangdi antaranya menyatakan:

Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu PemerintahNegara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesiadan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukankesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa danikut melaksanakan ketertiban dunia.

Inti kesejahteraan umum adalah perwujudan yang diinginkandalam setiap pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia tahun 1945. Baik tentang pendidikan, kebebasan berpen-dapat dan lain-lain sebagainya merupakan bagian dari upaya me-maksimalkan adanya kesejahteraan umum.

Berkaitan dengan manfaat kajian hakikat Negara, penulismerangkum beberapa manfaat yang dapat ditemukan dalammempelajari negara dari sudut pandang hakikat sebagai berikut:1. Manfaat memahami latar belakang sebuah negara terbentuk;2. Menfaat ide pokok atau gagasan terbentuknya suatu negara;3. Manfaat memahami cara pandang dalam negara yang dijadikan

dasar pembentukannya;4. Manfaat memahami sejarah sebuah negara sebagai bahan

evaluasi untuk memajukan negara;5. Manfaat memahami apakah sudut pandang hukum atau

kekuasaan yang dijadikan sarana memajukan rakyat.

C. Analisa Logis, Kritis dan Radikal dalam Memahami NegaraIlmu negara sebagai sebuah kajian dalam ilmu hukum memiliki

peranan yang strategis dalam memahami hukum secara utuh.

Page 22: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

9

Ilmu Negara

Berangkat dari pemahaman ilmu negara, kita dapat melakukan peng-ujian atas kewenangan sebuah negara dalam menunjukkan eksis-tensinya. Oleh karena itu sifat analisa dalam memahami kajian dalamilmu negara tidak hanya bersifat logis, akan tetapi juga kritis danbahkan bisa jadi diperbolehkan secara radikal.

Dalam analisa secara logis seseorang dapat menggunakannyasebagai upaya untuk mengukur kekuatan sebuah argumentasi yangmerupakan hasil dari sebuah konklusi apakah benar-benar dikata-kan layak sebagai bentuk kajian yang bersifat komprehensif dalammemahami teori sebuah negara. Analisa logis di sini tentunya sangatpenting karena setiap model atau bentuk sebuah konsep yang ber-kaitan dengan negara seringkali untuk mengukurnya harus sesuaidengan keadaaan sosiologis yang ada. Keadaan sosiologis yang adadalam hal ini juga dapat diartikan didasarkan pada sebuah fakta-fakta empirik yang terjadi di lapangan.

Terdapat beberapa catatan dalam memahami sifat logis. Di sinikemudian klasifikasi sebuah analisa secara logis dapat dimanfaatkansecara baik apabila di antaranya memiliki indikator sebagai berikut:1. Adanya bukti atas argumentasi dengan menunjukkan bukti yang

nyata. Baik itu dalam bentuk perilaku, benda maupun dalam bentuklain yang sekiranya dapat dikatakan abstrak atau kongkret yangnantinya dapat dikatakan menjadi dasar dibenarkannya sebuahargumentasi;

2. Adanya nilai-nilai historis yang karenanya ditemukan hubunganantar satu masalah dengan masalah yang lainnya sehingga be-rangkat dari itu semua akan terjalinnya kesinambungan dan ataupenguatan sebuah teori berkaitan dengan masalah ilmu negara.

3. Adanya landasan dasar dari argumentasi, yang landasan ter-sebut dapat dijadikan batu pijakan sebuah argumentasi. Landa-san dasar dari sebuah argumentasi ini berdasarkan pada sebuahteori tentang negara yang tentunya teori tersebut sudah teruji.

Uraian atas analisa bersifat logis dalam memahami ilmu negaradi atas sangat berbeda dengan sifat berfikir secara kritis. Salah satutitik tekan dalam berfikir kritis adalah adanya sifat untuk mengeta-hui secara mendalam dari adanya argumentasi atau gagasan ber-kaitan dengan ilmu negara. Berfikir kritis acapkali dilakukan mene-

Page 23: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

10

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

mukan daya dukung kebenaran melalui pertanyaan-pertanyaanyang bersifat menguji. Dalam hal ini kemudian dapat dipertegaskembali bahwa kedalaman pertanyaan menjadi indikator sifat kritisyang dilakukan. Baik itu teori, konsep ataupun opini kesemuanyamembutuhkan analisa secara kritis.

Sedangkan berfikir radikal adalah melalui proses pengujiansecara serampangan atas semua hal yang dilihat dan semua hal yangdijadikan argumentasi dalam memahami ilmu negara. Acapkalidalam berfikir radikal ini kita tidak dapat mengontrol analisa kita,akan tetapi belum tentu sebuah analisa secara radikal (tidak bisaterkontrol) kemudian dapat dikatakan tidak bisa menemukan jawa-ban yang berkualitas. Tentunya hal ini jika merujuk pada sebuahpraktik analisa pada ilmu negara, yang mana sifat sebuah analisayang radikal kadangkala dibutuhkan, guna mencari sebuah pema-haman yang sulit.

Baik analisa secara logis, kritis maupun radikal di atas tentunyasedikit banyak akan membantu kita dalam memahami kajian ilmunegara yang kadangkala membutuhkan kedalaman dalam mene-mukan jawaban-jawaban yang bersifat rasional dan pasti. Selainitu, dalam bentuk analisa tersebut juga dapat digunakan sebagaialat untuk menguji sebuah argumentasi baik berbentuk konsep yangmembutuhkan pengujian atau berbentuk teori yang tentunya jugamembutuhkan pengujian atas eksistensi daripada teorinya.

Page 24: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

11

Ilmu Negara

A. Teori Fungsi NegaraNegara sebagai bagian dari institusi yang terbesar memiliki fungsi

yang besar pula dalam mewujudkan tatanan sistem yang dibangun-nya agar berjalan maksimal. Dalam hal ini kemudian, secara umumadanya tujuan negara merupakan landasan dasar terbentuknya negara.Baik maupun buruk, tentunya tujuan negara tersebut menjadikandasar negara itu ada dan terbentuk.

Teori tentang negara di antaranya dikembangkan oleh Wirjono,yang mendefinisikan negara dalam tiga cara yang saling mengikatdan baginya juga menjadi tujuan dan keberadaan negara. Ia menya-takan, “Negara adalah sebuah masyarakat besar tertentu, negaraadalah sebuah wilayah tertentu dan negara adalah sebuah peme-rintahan”. Wirjono menandaskan tentang tiga tujuan keberadaansuatu negara. Dalam hal ini, ia tidak mengatakan bahwa negara itusecara jelas memiliki seperangkat tujuan yang melandasi keberadaan-nya. Namun, bahwa dalam berdirinya suatu negara, selalu adatujuan tertentu yang dikejar atau coba untuk dicapai oleh negaratersebut (Mansyur Semma, 2008;15).

Lebih lanjut dalam bukunya Politica, Aristoteles mengatakanbahwa negara itu merupakan suatu persekutuan yang memunyai

HAKIKAT NEGARA DANPENYIMPANGANNYABA

GIA

N D

UA

Page 25: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

12

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

tujuan tertentu. Cara berpikir yang bersifat analitis dalam bukunyaEthica dilanjutkan dalam bukunya Politica untuk dapat menerangkanasal mula dan perkembangan negara. Menurut Aristoteles negaraterjadi karena penggabungan keluarga-keluarga menjadi suatu ke-lompok yang lebih besar, kelompok itu bergabung lagi hingga men-jadi desa. Dan desa bergabung lagi, demikian seterusnya hingga timbulnegara, yang sifatnya masih merupakan suatu kota atau polis. Desayang sesuai dengan kodratnya adalah desa yang bersifat genealogis,yaitu desa yang berdasarkan keturunan. Dengan demikian menurutAristoteles adanya negara itu sudah menurut atau berdasarkan kodrat.Manusia sebagai anggota keluarga menurut kodratnya tidak dapatdipisahkan dan negara. Sebab manusia itu adalah suatu makhluksosial atau Zoonpoliticon, maka dan itu tidak dapat dipisahkan danmasyarakat atau negara. Pada dasarnya manusia itu sendiri meru-pakan binatang atau dewa, ia menjadi baik karena pergaulannya didalam masyarakat, atau di dalam negara, sebab dasar negara adalahkeadilan. Kemudian dan padanya timbul kebutuhan yang bersifatkebendaan untuk dapat mencapai kebahagiaan. Bahwasannya Aris-toteles memandang kesusilaan itu sebagai bagian daripada kehidu-pan negara, adalah karena ia beranggapan bahwa negara itu hanyadapat mencapai kebahagiaan yang sempurna di dalam dan karenapersekutuan negara. Yang dimaksudkan disini adalah hanya keba-hagiaan keduniawian saja, kebahagiaan akhirat tidak disinggung-singgung. Sedangkan kebahagiaan seseorang sangat tergantung padakebahagiaan Negara (Soehino, 1996;24-25).

Dalam pandangan Aristoteles ini kita mencoba diyakinkan padasebuah proses di mana kondisi masyarakatlah yang menjadi tolakukur dari tujuan berlangsungnya negara. Masyarakat menjadi faktorterbentuknya negara sekaligus masyarakatpun menjadi keberlakuandari fungsi-fungsi yang terdapat dalam negara.

Keberadaan negara, seperti organisasi pada umumnya di manaorganisasi tersebut didirikan untuk memudahkan anggotanya (rakyat)dalam mencapai tujuan bersama atau Cita citanya. Negara merupa-kan sebuah organisasi yang memunyai tujuan tertentu. Sebagaiorganisasi kekuasaan, maka ketentuan mengenai tujuan dan citanegara menjadi sangat penting, karena pada hakikatnya tujuan dancita negara adalah untuk menentukan bagaimana cara mengatur

Page 26: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

13

Ilmu Negara

dan menyusun negara yang bersangkutan, termasuk menyusunprogram-program yang ditujukan kepada masyarakatnya. Susunanitu diperlukan guna memberikan arah yang jelas terhadap sebuahcita-cita yang akan dituju oleh masyarakat yang berada dalam negaratersebut. Tidak mudah menyamakan pandangan masyarakat, karenadi dalam masyarakat terdiri banyak golongan agama, ras, etnis dansuku. Namun itu konsekuensi yang harus dijalankan demi tercip-tanya keinginan bersama (Muhtar Said, 2013;120).

Keberlakuan fungsi dalam negara dapat dilihat dari 2 (dua) aspekkekuasaan. Klasifikasi negara sesuai dengan fungsi kekuasaan yangdiberlakukan tersebut sebagai berikut:1. Negara di mana semua fungsi atau kekuasaan negara itu dipu-

satkan pada satu organ. Negara yang demikian ini adalah negarayang melaksanakan sistem absolut. Kemudian organnya itu sen-diri bagaimanakah sifatnya, maksudnya organ negara itu, yaituorgan negara yang tertinggi, dipegang atau dilaksanakan olehbeberapa orang. Hal ini terdapat tiga kemungkinan, yaitu:a. Organ itu dapat bersifat tunggal, artinya organ yang tertinggi,

serta kekuasaan negara yang tertinggi di dalam negara itu,hanya dipegang atau dilaksanakan oleh satu orang tunggal.Negara ini disebut monarki.

b. Organ itu dapat bersifat beberapa orang, artinya organ yangtertinggi, serta kekuasaan negara yang tertinggi di dalam negaraitu, dipegang dan atau dilaksanakan oleh beberapa orang.Negara itu disebut aristokrasi atau oligarki.

c. Organ itu dapat bersifat jamak, artinya organ itu pada prinsip-nya dipegang atau dilaksanakan oleh seluruh rakyat. Negaraini disebut demokrasi.Dengan demikian, maka kalau sistemnya itu, yaitu sistemabsolutisme digabungkan atau dikombinasikan dengan sifatdaripada organnya, akan kita dapatkan:1) Monarki absolut. Yaitu negara di mana fungsi-fungsi atau

kekuasaan negara itu dipusatkan pada satu organ, sedang-kan organnya itu sendiri hanya dipegang oleh satu orangtunggal saja.

Page 27: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

14

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

2) Aristokrasi atau oligarki absolut. Yaitu negara di manafungsi-fungsi atau kekuasaan negara itu dipusatkan padasatu organ, sedangkan organnya itu sendiri dipegang olehbeberapa orang.

3) Demokrasi absolut. Yaitu negara di mana fungsi-fungsiatau kekuasaan negara itu dipusatkan pada satu organ,sedangkan organnya itu sendiri pada prinsipnya dipegangoleh seluruh rakyat. Negara ini juga disebut demokrasi murni

2. Negara di mana fungsi-fungsi atau kekuasaan-kekuasaan negaraitu dipisah-pisahkan, pemisahan kekuasaan ini biasanya yangdianut adalah ajaran daripada Montesquieu, kemudian masing-masing kekuasaan itu diserahkan atau didistribusikan kepadabeberapa organ. Sedangkan dalam hal ini yang penting atau yangmenentukan adalah bagaimanakah sifat hubungan organ-organitu satu sama lain. Khususnya sifat hubungan antara organ perun-dang-undangan dengan organ pelaksanaan yaitu pemerintah.(sifat hubungan antara badan legislatif dengan badan eksekutif)Oleh karena tergantung daripada inilah sifat atau sistem peme-rintahannya, sedangkan sistem dari pada pemerintahan inilahyang selanjutnya akan menentukan bentuk daripada negaranya.Dimaksudkan dengan sifat daripada hubungan antara organ-organ tersebut ialah, apakah organ-organ tersebut satu sama laindapat saling memengaruhi ataukah tidak. Berdasarkan hal-haltersebut di atas negara yang melaksanakan sistem pemisahankekuasaan ini dapat diklasifikasikan menjadi:a. Negara yang melaksanakan sistem pemisahan kekuasaan secara

tegas, atau secara sempurna. Artinya masing-masing organtersebut tidak dapat saling memengaruhi, khususnya antarabadan legislatif dengan badan eksekutif. Sebagai contoh misal-nya Amerika Serikat, disini kekuasaan perundang-undanganada pada kongres, sedangkan kekuasaan pelaksanaan ataupemerintahan ada pada Presiden, dan di dalam konstitusinyadinyatakan dengan tegas pemisahan antara kedua kekuasaantersebut, yang satu sama lain tidak dapat memengaruhi. negaraini disebut negara dengan sistem pemerintahan Presidensil.

b. Negara yang melaksanakan sistem pemisahan kekuasaan,dan masing-masing organ pemegang kekuasaan tersebut,

Page 28: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

15

Ilmu Negara

khususnya antara badan legislatif dengan badan eksekutif,dapat saling memengaruhi, atau saling berhubungan. Sifathubungan antara kedua badan atau organ ini adalah bersifatpolitis, maksudnya kalau kebijaksanaan badan yang satu tidakmendapatkan persetujuan dan badan yang lain, badan ter-sebut dapat dibubarkan. Negara ini disebut negara dengansistem Parlementer.

c. Negara yang melaksanakan sistem pemisahan kekuasaan,tetapi pada prinsipnya badan eksekutif itu hanya bersifat seba-gai badan pelaksanaan atau badan pekerja saja dan pada apayang telah diputuskan oleh badan legislatif. Dan disertai denganpengawasan atau kontrol secara langsung dan rakyat, yaitudengan sistem referendum. Negara ini disebut negara dengansistem referendum(Soehino, 1996;188-190).

Sebagaimana dijelaskan di atas, fungsi atau tujuan yang ada dalamsebuah negara menjadi penentu dari terbentunya negara. Baik dalambentuk Monarki absolut, Aristokrasi atau oligarki absolut maupunDemokrasi absolut, negara dituntut untuk memerankan fungsinyasebagaimana ideologi yang dianutnya dalam menjalankan karakteryang dimiliki sejak pembawaannya. Oleh karena itulah dalammenjalankan fungsi negara, kecenderungan memperkuat kekuasaanmelalui jalur kekuatan militer menjadi suatu jalan satu-satunya yangtercepat. Kekuatan militer disini dapat kita lihat dari beberapa negarayang dikatakan negara kuat sejak masa perang dunia berakhir, meng-haruskan mereka memperkuat kekuatan militernya demi eksistensisebutan negara besar di mata negara-negara lain. Diantara negarayang dimaksud adalah Amerika Serikat, Tiongkok (Cina), Rusia, KoreaSelatan dan negara-negara lainnya.

Menurut Shang dengan karakteristik inilah yang kemudiandianalogikan sebagai tujuan adanya negara adalah untuk memben-tuk kekuasaan. Untuk pembentukan kekuasaan ini ia mengatakanada perbedaan tajam mengenai hubungan antara negara denganrakyat. Perbedaan ini diartikan sebagai perlawanan/kebalikan satuterhadap yang lainnya. Shang Yang mengatakan kalau orang inginmembuat negara kuat dan berkuasa, maka ia harus membuat rakyat-nya lemah lagi miskin dan sebaliknya, jika orang hendak membuatrakyatnya kuat dan makmur ia harus menjadikan negaranya lemah.

Page 29: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

16

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

“A weak people means a strong state and a strong means a weak peopletherefore a country, wich has the right way, in concerned with weakening thepeople” (Moh Kusnardi dan Bintan R Saragih, 1994;73).

Untuk membuat negara kuat dan senantiasa kuat, satu satunyajalan ialah tentaranya yang kuat, sederhana dan sanggup meng-hadapi segala bahaya. Menurut Yang, kebudayaan adalah melemah-kan rakyat karena kebudayaan itu rakyat tidak berani berperanglebih-lebih karena ilmu pengatahuan rakyat tidak berani mati. Olehkarena itu untuk menjadikan negara kuat, rakyat dibuat lemah.Nampak ajaran dan Shang Yang ini kontradiktif yang menganggaphal-hal seperti kebudayaan, moral, ilmu pengetahuan di mana ke-semuanya itu sangat berharga sekali bagi manusia dianggap sebagaipenyakit-penyakit yang merugikan rakyat (Moh Kusnardi dan BintanR Saragih, 1994;74).

Berkaitan dengan yang dikatakan oleh Shang Yang ini kemu-dian kita dapat mengindikasikan bahwa fungsi negara dapat dijalan-kan dengan baik apabila memang kekuatan militer dalam mendukungkekuasaan dapat dijalankan dengan baik. Terbukti sekali praktikdalam bentuk Monarki absolut, Aristokrasi atau oligarki absolut mau-pun Demokrasi absolut memang semuanya membutuhkan kekuatankekuatan militer untuk menjadikan berjalannya fungsi negara.

Di pihak lain, fungsi dan tujuan dan keberadaan negara itusendiri tak lepas dan tiga proposisi yang ditandaskan oleh Wirjono,yaitu adanya masyarakat tertentu, wilayah tertentu, dan pemerin-tahan berwibawa yang menjalankan roda aturan pada masyarakatyang bermukim di dalam negara. Masyarakat tertentu ini terdiriatas individu manusia, yang masing-masing berkepentingan untukmendapatkan kehidupan yang tenteram dan berbahagia, dengancukup sandang dan pangan, tempat yang layak, dan terhindar darigangguan, baik dalam maupun dari luar negara itu. Namun,Wirjono melanjutkan bahwa bila keadaan masyarakat sudah sepertiitu, maka negara tidak diharapkan lain lagi, dan dapat disimpulkanbahwa tujuan adanya negara adalah tercapainya keadaan masyara-kat yang amat baik ini (Mansyur Semma, 2008;15-16).

Lebih lanjut jika kita merujuk pada aspek hukum, maka yangperlu dipahami adalah adanya fungsi yang dijalankan oleh hukumdi dalam masyarakat yang tidak lain merupakan eksistensi kebera-

Page 30: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

17

Ilmu Negara

daan negara. Fungsi yang dapat dijalankan oleh hukum di dalammasyarakat dipertegas dengan dua hal yaitu; pertama sebagai saranakontrol sosial dan kedua sebagai sarana untuk melakukan “socialengineering”. Sebagai sarana kontrol sosial maka hukum bertugasuntuk menjaga agar masyarakat tetap dapat berada di dalam pola-pola tingkah laku yang telah diterima olehnya. Di dalam peranan-nya yang demikian ini hukum hanya mempertahankan saja apa yangtelah menjadi sesuatu yang tetap dan diterima di dalam masyarakatatau hukum sebagai penjaga status quo. Tetapi di luar itu hukummasih dapat menjalankan fungsinya yang lain, yaitu dengan tujuanuntuk mengadakan perubahan-perubahan di dalam masyarakat.Perundang-undangan dapat dilihat sebagai suatu aktifitas yangbersifat formal juridis. Dalam pandangan ini maka ia dilihat sebagaisuatu aktifitas untuk merumuskan secara tertib, menurut proseduryang telah ditentukan, apa yang menjadi kehendak masyarakat.Dengan demikian maka ukuran-ukuran yang dipakai untuk menilaipekerjaan lembaga perundang-undangan adalah bersifat normatif,yaitu apakah ia berkesesuaian dengan norma-norma hukum yangmengatur tentang kegiatanya. Tetapi ia dapat pula didekati dan sudutsosiologi, yang terutama melihat kedudukan dan peranan yangdiberikan oleh masyarakat kepada lembaga tersebut. Dengan demi-kian, maka akan diamati hubungan timbal balik antara lembaga danaktivitas perundang-undangan dengan masyarakat di mana ia berada(Sadjipto Rahardjo, 1980;117).

Secara keseluruhan, apa yang menjadi pembahasan dalam ilmunegara tentunya akan berpijak pada masalah atau faktor efektifitaskelembagaan negara dalam menjalankan fungsinya. Melaluipemahaman ilmu negara tentunya kita dapat menguji efektifitasamanat yang telah menjadi pijakan utama dalam mendirikan bangsakita semisal yaitu yang tertuang dalam pembukaan Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, apakah efektif atautidak. Amanat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia tahun 1945 yang dimaksud sebagai berikut:

Page 31: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

18

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

UNDANG-UNDANG DASARNEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PEMBUKAAN(Preambule)

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsadan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan,karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Danperjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailahkepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantar-kan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan NegaraIndonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan di-dorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaanyang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemer-dekaannya.

Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu PemerintahNegara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia danseluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejah-teraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksa-nakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaianabadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebang-saan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar NegaraIndonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara RepublikIndonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada:Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmatkebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta denganmewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

B. Hakikat Lahirnya NegaraPlato telah menulis dalam bukunya Politeia tentang corak negara

yang sebaiknya atau bentuk negara yang ideal. Perlu diterangkanbahwa Ilmu Negara pada zaman Plato merupakan cakupan danseluruh kehidupan yang meliputi Polis (negara kota). Karena itu IlmuNegara diajarkan sebagai Civics/Staatsburgerlijke opvoeding yang masihmerupakan sosial moral dan differensiasi ilmu pengetahuan pada

Page 32: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

19

Ilmu Negara

waktu itu belum ada. Dalam bukunya itu segala soal yang berhu-bungan dengan negara kota atau polis dicakup sekaligus dan tidakditerangkan apa yang dimaksud dengan negara itu dan ia hanyamenggambarkan negara-negara dalam bentuk ideal. Dalam uraian-nya selanjutnya ia menyamakan negara dengan manusia yang me-munyai tiga kemampuan jiwa yaitu:1. Kehendak2. Akal pikiran3. Perasaan (Moh Kusnardi dan Bintan R Saragih, 1994;16).

Sesuai dengan tiga kemampuan jiwa yang ada pada manusiatersebut, maka di dalam negara juga terdapat tiga golongan masya-rakat yang memunyai kemampuannya masing-masing. Golonganyang pertama disebut golongan yang memerintah, yang merupakanotaknya di dalam negara dengan mempergunakan akal pikirannya.Orang-orang yang mampu memerintah adalah orang yang memunyaikemampuan, dalam hal ini seorang raja yang berfilsafat tinggi. Go-longan kedua adalah golongan ksatria/prajurit dan bertugas men-jaga keamanan negara jika diserang dari luar atau kalau keadaan didalam negara mengalami kekacauan. Mereka hidup di dalam asrama-asrama dan menunggu perintah dan negara untuk tugas tersebutdi atas. Golongan ini dapat disamakan dengan kemauan dan hasratmanusia. Golongan ketiga adalah golongan rakyat biasa yang disa-makan dengan perasaan manusia. Golongan ini termasuk golonganpetani dan pedagang, yang menghasilkan makanan untuk seluruhpenduduk. Pada saat itu orang menganggap bahwa golongan initermasuk golongan yang terendah dalam masyarakat (Moh Kusnardidan Bintan R Saragih, 1994;17).

Gagasan Plato di atas bukan ingin menyamakan antara negara danmanusia, akan tetapi ingin mengadopsi keberadaan manusia dalamtatanan sistem negara yang sangat memengaruhi. Keberadaan ke-hendak manusia adalah menjadi keharusan dihadirkan oleh negara,keberadaan akal pikiran manusia adalah menjadi keharusan diha-dirkan oleh negara dan keberadaan perasaan manusia adalah men-jadi keharusan dihadirkan oleh negara.

Gagasan Plato di atas kemudian diterjemahkan oleh Aristoteles.Seperti juga Plato, Aristoteles pun beranggapan bahwa negara itu

Page 33: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

20

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

dimaksudkan untuk kepentingan warga negaranya, supaya merekaitu dapat hidup baik dan bahagia. Jadi menurut Aristoteles negaraitu merupakan suatu kesatuan, yang tujuannya untuk mencapaikebaikan yang tertinggi, yaitu kesempurnaan dari manusia sebagaianggota daripada negara. Dengan demikian Aristoteles telah menjadiseorang realistis, sedangkan kalau Plato adalah seorang idealistis.Hal yang demikian ini akan dapat kita pahami, bila kita melihat, danmemperhatikan keadaan, yaitu bahwa Plato menciptakan filsafatnyaitu dalam keadaan alam demokrasi, di mana orang selalu mencarijalan untuk mencapai keadilan. Sedangkan kalau Aristoteles mencip-takan filsafatnya itu dalam keadaan alam kerajaan dunia, di manarakyat yang dulunya merdeka itu dikuasai oleh seorang penguasaasing yang memerintah dengan kekuasaan tak terbatas. Jadi dengandemikian seandainya unsur etis yang harus merupakan dasar untukpikiran yang universalitas tentang negara dan hukum itu dijadikanbagian daripada Ilmu Negara, maka hal itu harus pula dijadikan ukuranbagi perbuatan-perbuatan juga bagi pemerintah (penguasa). Halini kiranya akan tidak mungkin, karena akan dilarang oleh penguasadan kerajaan yang absolut itu, lebih-lebih jika kekuasaan pemerin-tahan yang ada itu merupakan kekusaan asing. Maka dan situ sis-tematik buku Aristoteles adalah sangat berlainan dengan sistematikbuku Plato (Soehino, 1996: 24).

Kranenburg juga memiliki pendapat yang serupa dengan Platodan Aristoteles. Mengenai pendapatnya tentang negara, Kranenburgmengatakan bahwa negara itu pada hakikatnya adalah suatuorganisasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok manusiayang disebut bangsa. Jadi menurut Kranenburg terlebih dahulu harusada sekelompok manusia yang memunyai kesadaran untuk mendiri-kan suatu organisasi, dengan tujuan untuk memelihara kepentingandan kelompok tersebut. Maka di sini yang primer, artinya yang ter-penting dan yang terlebih dahulu harus ada, itu adalah kelompokmanusianya. Sedangkan negara itu adalah sekunder, artinya adanyaitu menyusul kemudian. Dan adanya itu hanya dapat kalau berda-sarkan atas suatu kelompok manusia yang disebut bangsa (Soehino,1996;142).

Gagasan inilah yang kemudian banyak dianut oleh pemerintahsekarang dengan melahirkan konsep negara kesajahteraan yang pada

Page 34: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

21

Ilmu Negara

intinya menginginkan sebuah arah yang jelas atas terbentuknyanegara dari sebuah keberpihakan untuk menyejahterakan manusia.Pengingkaran atas keberpihakan oleh negara kepada manusia ter-sebut akan menghasilkan adanya kekuasaan tak terbatas. Berangkatdari sinilah tata kelola organisasi sangat penting dalam mewujud-kan sebuah cita-cita bernegara.

Rockman (1989) mengajukan setidaknya tiga konsepsi tentangtugas dan peranan dari negara, yakni;1. Suatu sistem pembuatan kebijaksanaan yang otoritatif yang

biasa juga disebut dengan decision making state.2. Pemberi barang kolektif dan distribusi atau sering disebut dengan

production state.3. Penyimpan, pencipta dan perantara kepentingan masyarakat

atau disebut dengan intermediary state (Mansyur Semma, 2008; 117).

Keberadaan negara, seperti organisasi pada umumnya dimanaorganisasi tersebut didirikan untuk memudahkan anggotanya (rakyat)dalam mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Negara merupa-kan sebuah organisasi yang memunyai tujuan tertentu. Sebagaiorganisasi kekuasaan, maka ketentuan mengenai tujuan dan cita-cita negara menjadi sangat penting, karena pada hakikatnya tujuandan cita negara adalah untuk menentukan bagaimana cara mengaturdan menyusun negara yang bersangkutan, termasuk menyusunprogram-program yang ditujukan kepada masyarakatnya. Susunanitu diperlukan guna memberikan arah yang jelas terhadap sebuahcita-cita yang akan dituju oleh masyarakat yang berada dalam negaratersebut. Tidak mudah menyamakan pandangan masyarakat, karenadi dalam masyarakat terdiri banyak golongan agama, ras, etnis dansuku. Namun itu konsekuensi yang harus dijalankan demi tercip-tanya keinginan bersama (Muhtar Said, 2013; 120).

Penyamaan persepsi dalam setiap warga negara inilah yang ke-mudian diatur di dalam hukum sebuah negara. Hakikat negara hu-kum inilah yang kemudian di analisa oleh Plato sebagai bentuk yangmaksimal dari negara. Bentuk negara yang maksimal dapat dicapaiyaitu disebut sebagai negara hukum. Dalam negara hukum semuaorang tunduk kepada hukum termasuk juga penguasa atau raja yangkadang-kadang dapat juga bertindak sewenang-wenang (MohKusnardi dan Bintan R Saragih, 1994; 17).

Page 35: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

22

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Sistem negara yang diatur dengan hukum jelas akan bermuarapada terwujudnya sebuah negara yang memang benar-benar mampumengilustrasikan sebuah tujuan yang ingin diharapkan secara jelasdalam negara. Diantara tanda terwujudnya negara yang memihakbagi terwujudnya kesejahteraan individu yang didukung oleh sistemhukum sebagai berikut;1. Adanya kekuasaan yang hadir dan dijalankan berdasarkan pe-

rintah hukum.2. Adanya sistem ideologi negara yang diarahkan pada konsep

negara hukum, bukan kekuasaan.3. Adanya kelahiran hukum yang didasarkan pada kehendak

masyarakat.

Indikator di atas akan menjadi acuan akan hakikat negara. Disinikemudian dapat dinyatakan bahwa prinsip negara hukum melahir-kan idiom yang khas bahwa bangsa yang beradab adalah bangsayang menjalani fungsi hukumnya secara merdeka dan bermartabat.Merdeka dan bermartabat berarti dalam penegakan hukumnyawajib berpihak pada keadilan, yaitu keadilan untuk semua. Sebab,apabila penegakan hukum dapat mengaplikasikan nilai keadilan,tentulah penerapan fungsi hukum tersebut dilakukan dengan caraberfikir secara filosofis (Muhammad Erwin, 2013; 132).

C. Penyimpangan Hakikat NegaraIlustrasi atas hakikat dan fungsi negara di atas telah mendorong

kita untuk memahami negara baik dari unsur logis maupun alamiah-nya terbentuknya negara. Seraya tidak ingin membenarkan pemikiranPlato secara keseluruhan, menurut Plato, puncak daripada bentuknegara itu adalah Aristokrasi; ini adalah bentuk negara di manapemerintahannya dipegang oleh para cerdik pandai dan yang dalammenjalankan pemerintahannya itu berpedoman pada keadilan. Disinilah para budiman itu memerintah sesuai dengan pikiran keadilan.Segala sesuatu ditujukan untuk kepentingan bersama, agar keadilandapat merata (Soehino, 1996; 18).

Namun, perlu diberikan garis bawah bahwa dalam sistem Aris-tokrasi, keberlangsungan suatu negara ditentukan oleh sebuahsubjek kekuasaan yang menjalankan sistem bernegara. Kekuasaandisini memiliki berbagai macam arti dan ciri khas sesuai denganpegangannya.

Page 36: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

23

Ilmu Negara

Oleh ahli sosiologi, kekuasaan biasanya diartikan sebagal suatukemampuan untuk memaksakan kehendaknya kepada orang lain.Dengan demikian, dalam konsep tentang kekuasaan itu, dominasidari seseorang terhadap atau atas orang lain, merupakan ciri yangutama. Suatu masyarakat yang tatanannya semata-mata didasarkanpada hubungan kekuasaan yang demikian itu menampilkan suatuorganisasi yang didasarkan pada: struktur kekuasaan. Kekuasaansering disebut-sebut sebagai sumber kekuatan yang menggerakkandinamika masyarakat. Hal ini disebabkan oleh karena kekuasaanmerupakan sesuatu yang selalu dikejar-kejar orang, baik padaperingkat individu maupun sosial. Pada peringkat individu ia berupadorongan untuk menguasai harta, benda, mendapatkan kekuasaandan sebagainya. Keberhasilan dan usaha tersebut sepenuhnya ter-gantung dari diri dan kemampuan individu bersangkutan. Padapeningkat sosial, berupa perjuangan kelompok-kelompok, kelas-kelasdalam masyarakat untuk mendapatkan kekuasaan, sehingga menim-bulkan pelapisan-pelapisan dan dengan demikian struktur kekuasaandalam masyarakat (Sadjipto Rahardjo, 1982; 160-161).

Negara sebagai alat kekuasaan untuk menindas dan menguasaigolongan yang lain akan lenyap dan berubah menjadi masyarakatyang tidak bernegara dan tidak berkelas. Disini Ajaran yang palingterkenal adalah ajaran Marx yang disebut sosialisme ilmiah yaitu suatusosialisme yang telah memperoleh penilaian sebagai ilmu pengeta-huan karena ajarannya mengandung kebenaran bagi kaum komunis.Pendapat Marx selanjutnya “adalah suatu keharusan dari perkem-bangan sejarah bahwa masyarakat akan menuju sosialisme yangdipimpin oleh diktator proletar” (Moh Kusnardi dan Bintan R Saragih,1994; 22-23).

Berangkat dari sinilah kemudian dapat disimpulkan bahwapenyimpangan dari hakikat negara terjadi akibat adanya peng-gunaan kekuasaan yang tidak proporsional. Tan Malaka memunyaiperbedaan dengan Michel Foucault terkait dengan kekuasaan dalamsuatu organisasi, terutama orgarnisasi dalam bentuk negara. JikaFoucault mengartikan kekuasaan ada dimana-mana bukan miliksang pemimpin organisasi namun Tan Malaka memunyai pendapatlain terkait dengan kekuasaan di dalam organisasi adalah absolut.Perbedaan pandangan tersebut terjadi, karena padangan Foucault

Page 37: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

24

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

itu pandangan yang masuk dalam filsafat kontemporer yang berbedamasa dengan massa Tan Malaka yang penuh dengan gerakan-gera-kan dalam membentuk suatu pergerakan yang identik dengan penerapanprogram-program secara otoriter, karena kondisi yang masih labil.Jika kondisi suatu wilayah yang masih labil maka dibutuhkan sikapotoriter yang bisa menstabilkan keadaan (Muhtar Said, 2013; 119).

Di sini kemudian, prinsip yang terjadi dalam sebuah negara dapatdisimpulkan bahwa hukum membutuhkan kekuasaan, tetapi Ia jugatidak bisa membiarkan kekuasaan itu untuk menunggangi hukum.Dengan pengutaraan seperti itu kita melihat dengan jelas persoalanyang kita hadapi sekarang, yaitu, hubungan antara hukum dan ke-kuasaan (Sadjipto Rahardjo, 1982; 160).

Jika kedua hubungan antara hukum dan kekuasaan dijadikansarana yang tepat untuk menjembatani tercapainya keinginan, wal-hasil kebutuhan rakyat untuk senantiasa terjamin oleh sebuah sistemyang dihadirkan dalam sebuah negara juga akan terealisasi denganmudah. Penyimpangan hakikat negara tentunya akan menjadikantidak terjaminnya kesejahteraan masyarakat, sedangkan kekuasaanakan berlaku menjadi sebuah simbol yang diwujudkan selalu menangdan selalu kuat dalam sebuah negara melebihi kepentingan rakyat.

Page 38: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

25

Ilmu Negara

A. Sejarah Kuno Pembentukan NegaraTidak ada suatu kepastian tentang kapan terbentuknya negara.

Akan tetapi secara umum terbentuknya negara tidak bisa terlepasdari masa-masa yang terjadi pada saat Yunani Kuno memiliki erakejayaanya dimana terbentuknya polis-polis yang menjadi cikal bakalmulainya sejarah pemikiran tentang negara dan hukum dari bangsaYunani kuno. Disini kemudian dapat dikatakan bahwa bangsa Yunanikuno dianggap memiliki peradaban yang modern di bandingkanera sebelumnya.

Setelah Raja Pericles wafat pada tahun 429 SM di Athena, lalumulailah berkuasa radikalisme, demokrasi menjadi masalah bagibanyak orang, dan meminta pemecahan dengan segera. Dari itu, makatimbullah jaman filsuf-filsuf Yunani yang besar. Banyak pemuda-pemuda minta ketegasan dan pimpinan, oleh karena mereka sebentarlagi akan mengambil bagian dalam pemerintahan negara, banyakorang yang hendak memenuhi keinginan itu semata-mata untukkepentingan ini sendiri saja. Kemudian datanglah mereka –para sofis–menawarkan jasa mereka, siap sedia menguraikan hal-hal yangdidengar asal saja mereka diberi imbalan jasa yang layak. Negeriasal mereka kebanyakan adalah Asia-kecil, yaitu daerah perbatasan

UNSUR-UNSURTERBENTUKNYA NEGARA

BAG

IAN

TIG

A

Page 39: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

26

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

dan peradaban Timur dan Yunani. Nama mereka, ialah kaum Sofis,tetapi sayang mereka kemudian akan mendapatkan nama yang buruk,karena cara berpikir mereka (Soehino, 1996; 13).

Ibarat kata mutiara dari Raden Ajeng Kartini yaitu habis gelapterbitlah terang, hal itulah yang juga terungkap pada masa-masa yunaniketika muncul kelahiran negara. Kehadiran negara pada masa yunanikuno tidak bisa terlepas dari bagaimana pembentukan negara sebagaibagian dari era kegelapan yang sebelumnya terjadi.

Keadaan itu, menurut sejarah kenegaraan, terjadi mula-mulapada bangsa Yunani kuno dalam abad ke V SM yaitu di Athena. Jadibangsa Yunani kuno-lah yang pertama-tama memulai mengadakanpemikiran tentang negara dan hukum, adanya kebebasan berpikirdan mengeluarkan pendapat secara kritis dan jujur dimulai padabangsa Yunani kuno. Kalau demikian apakah kiranya yang menye-babkan adanya keadaan demikian itu?. Banyak faktor-faktor yangmemengaruhinya, yaitu:1. Adanya sifat agama yang tidak mengenal ajaran Tuhan yang

ditetapkan sebagai kaidah (kanon).2. Keadaan geografi negara tersebut yang menjuruskan kepada

perdagangan dan perantauan sehingga bangsa Yunani sempatbertemu dan bertukar pikiran dengan bangsa-bangsa lain.

3. Bentuk negaranya, yaitu Republik-Demokrasi, sehingga rakyatmemerintah sedikit dengan tanggung-jawab sendiri.

4. Kesadaran bangsa Yunani sebagai suatu kesatuan.5. Semuanya itu (nomor 1 sampai dengan 4) menjadikan orang-

orang bangsa Yunani sebagai orang-orang ahli pemikir danbernegara (Soehino, 1996; 12-13).

Berangkat dari sinilah kemudian dapat dijelaskan dan dapatpula disimpulkan bahwa adanya negara dapat kita mulai pada masaYunani Kuno dimana sistem negara sudah terbentuk yang ditandaiadanya pola pikir yang ada dalam masyarakat. Pola pikir inilah yangkemudian pada masa-masa selanjutnya negara dapat dikatakan ter-bentuk sedikit demi sedikit disebut dengan era baru peradaban negara.

Pada masa yunani kuno, bentuk negara Yunani kuno masihmerupakan suatu Polis. Terjadinya itu mula-mula hanya merupakan

Page 40: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

27

Ilmu Negara

benteng di sebuah bukit, yang makin lama makin diperkuat. Kemu-dian orang-orang lain yang juga ingin hidup dengan aman, ikutmenggabungkan diri bertempat tinggal di sekeliling benteng itu,minta perlindungan keamanan, maka dengan demikian benteng itudapat semakin meluas. Kelompok inilah yang kemudian dinamakanPolis. Jadi negara pada waktu itu tidaklah lebih daripada suatu kotasaja. Organisasi yang mengatur hubungan antara orang-orang yangada di dalam Polis itu, tidak hanya mempersoalkan organisasinyasaja, tetapi juga tentang kepribadian orang-orang di sekitarnya. Makadalam keadaan yang demikian ini sebetulnya tidak ada kepribadiandaripada orang-orang yang ada di dalam Polis itu, karena di dalamsegala hal selalu dicampuri organisasi yang mengatur Polis. Oleh karenaitu Polis dianggap identik dengan masyarakat, dan masyarakat dianggapidentik dengan negara (organisasi) yang masih berbentuk Polis itu(Soehino, 1996; 15).

Keberadaan Polis tersebut tentunya sangat memengaruhi ter-jalinnya komunikasi yang intens dalam masyarakat pada masa Yunanitersebut. Dalam komunikasi yang intens tersebut bersifat teraturkarena konsep keteraturan yang dimaksud mengingat adanya inter-vensi organisasi besar yang mencampurinya secara aktif.

Karakter intervensi organisasi inilah yang kemudian menjadipemikiran dari pakar ilmu negara yang diantaranya menegaskanbahwa, suatu negara harus memiliki pemerintah (organisasi), baikseorang atau beberapa orang yang mewakili warganya sebagai badanpolitik serta hukum di negaranya, dan pertahanan wilayah negara-nya. Pemerintah dengan kedaulatan yang dimilikinya merupakanpenjamin stabilitas internal dalam negaranya, disamping juga untukpenjamin kemampuan untuk memenuhi kewajibannya dalam per-gaulan internasional. Pemerintah, inilah yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam rangka mencapai kepentingan nasional negaranya,baik itu di dalam negaranya dalam rangka mempertahankan integritasnegaranya, maupun di luar negaranya melaksanakan politik luarnegeri untuk suatu tujuan tertentu (Muhtar Said, 2013; 102-103).

Keteraturan organisasi dalam negara tersebut yang kemudianjuga melahirkan adanya gagasan Aristoteles yang mendeskripsikanperadaban negara secara komplit. Aristoteles melihat negara lebihriil. Dalam menyiapkan bukunya yang berjudul Politica, ia meng-

Page 41: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

28

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

adakan penyelidikan terlebih dahulu terhadap 158 konstitusi-kon-stitusi yang berlaku dalam polis-polis di Yunani. Suatu bukti bahwaia telah meninggalkan cara bekerja dan gurunya (Plato) yaitu mem-pergunakan metode deduktif dan metode empiris. Dalam bukunya iatelah membedakan 3 bentuk negara yang sempurna itu, tugas negaraadalah menyelenggarakan kepentingan umum, akan tetapi kenya-taan yang ada ialah bentuk kemerosotan karena penyelewenganpihak penguasa (Moh Kusnardi dan Bintan R Saragih, 1994; 17).

Tabel 1.3Bentuk Negara dan Kemerosotannya

Pada jaman Yunani kuno dan Romawi kuno, lahir teori klasikyang dipelopori oleh ahli-ahli pemikir besar negara dan hukumantara lain Plato, Aristoteles, Polybius yang membagi bentuk negara/pemerintah menjadi tiga dengan bentuk perubahannya sebagalberikut:a. Menurut Plato, monarki berubah menjadi Tirani. Aristokrasi

berubah menjadi Oligarki. Demokrasi berubah menjadi anarki;b. Menurut Aristoteles, monarki berubah menjadi Tirani. Aristokrasi

berubah menjadi Oligarki. Republik Konstitusionil berubahmenjadi Demokrasi;

c. Menurut Polybius, monarki berubah menjadi Tirani. Aristokrasiberubah menjadi Oligarki. Demokrasi berubah menjadi Oklokrasi(kepentingan kelompok) (S. Haryono DKK, 2000; 2-3).

Dibandingkan dengan model terbentuknya negara pada erayunani dan romawi, keberadaan dan kelahiran negara tidak bisadigeneralisir sama dengan wilayah-wilayah lain semisal pada zamanera lahirnya negara Islam. Negara dapat pula lahir karena kebera-daan seorang manusia yang memiliki kemuliaan yang lebih tinggidan manusia lainnya dalam masyarakat. Kemuliaan yang dimaksudoleh Ibn Khaldun, tidak terbatas pada sifat kenabian atau kebaikanmurni seorang manusia. Pemimpin negara dapat saja muncul, karena

Page 42: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

29

Ilmu Negara

ia memiliki kekuasaan dan kekuatan yang berlebih untuk mengen-dalikan yang lain. Kemuliaan dapat saja merujuk pada keberanian,keikhlasan, garis keturunan yang suci, kekuatan, dan lain-lain yangdapat menjadikan seseorang memiliki kedudukan dan tempat yanglebih tinggi dari warganegara lainnya. Kerasulan Muhammad SAWyang membawanya membentuk negara Islam di tanah Arab, di satusisi adalah karena kemuliaan yang dimilikinya. Di sisi lain, hal yangterdapat pada pendirian Muawiyah dan keturunannya, DinastiAbbassiyah atau kerajaan Turki-Utsmani juga tidak berbeda darikonsep itu. Namun, ia menolak adanya pandangan umum yang dianutoleh banyak pemikir politik muslim pada masa itu, dengan meletak-kan unsur agama sebagai pilar bagi lahirnya negara. Dalam hal iniIbn Khaldun menolak menghubungkan asal mula kelahiran negaradengan syari’ah yang diperintahkan Allah melalui salah seorang manusia(Mansyur Semma, 2008; 5).

Adanya model bentuk yang berbeda tajam antara negara Islamdengan model negara barat memunculkan pandangan baru yangdisebut pandangan Theokrasi. Pandangan Theokrasi dapat dijumpaidiabad pertengahan pandangan seperti ini diadopsi dan dapat dilihatpada pemikiran Santo Agustinus (354-430M) yang mengemukakanadanya dua macam Negara, yang pertama disebut dengan Negara Allah(Civitas Dei) dan lebih sering disebutnya sebagai negara surgawi. Kedua,negara sekuler (Civitas Terrena) dan lebih sering disebutnya sebagainegara diaboli. Allah yang memiliki kebesaran dan kemuliaan dalampenciptaan, telah menciptakan negara Allah yang pada hakikatnyameliputi seluruh ciptaannya. Negara surgawi itu telah diciptakansebelum penciptaan manusia. Bahkan sesungguhnya, Negara surgawiitu telah lebih dulu ada sebelum alam semesta mewujud. NegaraAllah adalah terang, yang diciptakan Allah tatkala ia menciptakanMalaikat dalam terang itu sendiri. Namun, beberapa Malaikat itu me-ninggalkan terang dan oleh kebodohan mereka sendiri, lalu memilihkegelapan serta meninggalkan hidup yang penuh dengan yang abadi.Benih-benih terbentuknya negara sekuler, mulai tersemai sejak penyele-wengan para malaikat, yaitu ketika beberapa malaikat itu mening-galkan terang dan memilih kegelapan. Negara duniawi itu mema-nifestasikan dirinya ketika manusia yang pertama jatuh ke dalamdosa. Rasa cinta-diri manusia, menjadi dasar pertama yang diperlu-kan bagi hadirnya negara sekuler(Mansyur Semma, 2008;6-7).

Page 43: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

30

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

B. Sejarah Klasik Pembentukan NegaraPada pembentukan negara yaitu fase ke-dua yang penulis dapat

klasifikasikan pada era klasik, maka terbentuknya negara tidak lainberkat adanya indikator kesadaran masyarakat atas pembentukan suatukomunitas. Dalam wujud yang nyata atas argumentasi keberadaannegara pada era klasik maka kita dapat merujuk dari pendapat Marx.

Marx tidak membenarkan pendapat Hegel yang melihat hubungannegara dan sudut alam cita-cita, tetapi ia melihat hubungan masya-rakat sebagai suatu kenyataan. Sebagai dasar untuk menentukannegara menurut pendapat Marx adalah negara kelas. Ajarannyatentang Ilmu Negara terdapat dalam bukunya yang berjudul DasKommunistische Manifest pada tahun 1848. Menurut Marx negara akantetap ada sebagai suatu organisasi akibat dari suatu penjelmaan dansejarah dan sebagai hasil dari kehidupan manusia itu sendiri jikakemajuan-kemajuan dalam proses produksi dan pembagian kerjaterdapat dan selama hak milik memegang peranan yang penting.Sejak itu negara disebut sebagai negara kelas, dan juga berlaku baginegara proletar jika negara borjuis diganti oleh negara proletar ter-sebut, setelah kaum proletar merebut kekuasaan dan kaum kapitalis.Tetapi negara ini lama-kelamaan akan hilang dengan ditiadakannyahak milik terhadap alat-alat produksi yang sebelumnya ada padatangan suatu kelas ekonomi di dalam masyarakat (Moh Kusnardidan Bintan R Saragih, 1994; 22).

Negara menjadi alat kekuasaan untuk menindas dan menguasaigolongan yang lain akan lenyap dan berubah menjadi masyarakatyang tidak bernegara dan tidak berkelas. Ajaran Marx disebut sosia-lisme ilmiah yaitu suatu sosialisme yang telah mendapatkan penilaiansebagai ilmu pengetahuan karena ajarannya ter sebut terdapat nilaikebenaran bagi kaum komunis. Pendapat Marx berikutnya “adalahsuatu keharusan dari perkembangan sejarah bahwa masyarakat akanmenuju sosialisme yang dipimpin oleh diktator proletar” (Moh Kusnardidan Bintan R Saragih, 1994; 22-23).

Dari pandangan tersebut di atas dapat dinyatakan pada era klasiksangat berbeda dengan era di mana kebutuhan masyarakat belumtertata. Kebutuhan negara dalam era klasik didasarkan pada kebutu-han fundamental yaitu kehidupan yang bersifat pasti. Namun bentukkesadaran yang dimaksud dalam hal ini belum terbentuk sesuai dengan

Page 44: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

31

Ilmu Negara

struktur yang ideal. Munculnya golongan atau kelas-kelas menjadi-kan kelompok yang memiliki kepentingan secara struktural mampumemainkan peran yang signifikan dalam upaya pembentukan negara.

Secara umum, ide dasar dalam model dan bentuk negara padaposisi zaman klasik sesuai dengan pemikiran Plato. Dalam pandanganPlato, sebelum Plato mengemukakan ajarannya tentang bentuk-bentuk negara, didahului dengan mengemukakan suatu pertanyaan.Ilmu Negara itu pertama-tama harus mengemukakan suatu soalyang bersifat kesusilaan, keadilan agar manusia dapat mencapai ke-bahagiaan. Dan satu soal yang diajukan oleh plato ialah: dapatkahorang jahat itu berbahagia? karena meskipun di mana-mana telahdiajarkan tentang kesusilaan, kebajikan, keadilan, toh tentu masihada orang yang tidak mau melaksanakannya, yang meskipun demi-kian, orang-orang jahat itu sendiri dapat juga menganjurkan kepadaorang-orang lain untuk berbuat baik. Ingat saja akan kata pepatah;sapu itu kotor, tetapi dapat juga untuk membersihkan (Soehino,1996; 17-18).

Berangkat dari pemikiran Plato yang demikian, sedikit banyakdisimpulkan, pada era klasik terdapat kecenderungan bahwa eranegara sudah tidak hanya berorientasi pada kekuasaan pihak-pihaktertentu, melainkan kecenderungannya adalah terwujudnya keba-hagiaan. Lebih jauh terhadap pemecahan soal yang diajukan Platoitu dapat dicari dan diketemukan uraiannya mengenai bentuk-bentuknegara. Menurut Plato ada lima macam bentuk negara yang sesuaidengan sifat-sifat tertentu daripada jiwa manusia. Bentuk daripadasesuatu negara itu tidak dapat hidup (bertahan) kekal, oleh karenasifat-sifat jiwa manusia, yang merupakan dasar-dasar kehidupanyang prinsipil, yang dijalankan sejauh mungkin itu merubah keadaanmereka menjadi buruk, dan akhirnya memusnahkan mereka sendiri(Soehino, 1996; 18). Sifat dari jiwa manusia yang dimaksud dalamhal ini adalah adanya kehendak, akal pikiran dan perasaan.

Dalam ajarannya Plato juga mengadakan penggolongan orang-orang yang ada di dalam negara itu atas tiga golongan. ini berhu-bungan dengan pendapatnya mengenai asal mula negara, yaitubahwa negara terjadi karena adanya kebutuhan dan keinginan manusiayang beraneka macam yang tidak mungkin dipenuhi tanpa orangitu mengadakan kerjasama. Dan sini lalu ditarik persamaannya antara

Page 45: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

32

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

sifat-sifat negara dengan sifat-sifat manusia, yang menghasilkan tigamacam sifat, yaitu:1. Sifat kepandaian (pikiran),2. Sifat keberanian, dan3. Sifat akan adanya kebutuhan yang beraneka macam (Soehino,

1996;21).

Tiga sifat inilah yang menghasilkan atau mengakibatkan timbul-nya tiga golongan orang-orang di dalam negara khayalan Plato, yaitu:1. Golongan penguasa. Golongan penguasa ini adalah golongan

yang memerintah, yang mana golongan ini hendaknya terdiridari orang-orang yang pandai, ahli-ahli pikir dan ahli-ahli filsafat

2. Golongan tentara. Golongan tentara ini adalah golongan yangmenjaga keselamatan negara, yang harus mendapatkan didikankhusus untuk menjalankan tugasnya itu.

3. Golongan pengusaha atau pekerja. Golongan pengusaha ataupekerja ini adalah golongan yang berniat memenuhi kebutuhan-kebutuhan benda atau material daripada orang-orang yang hidupdi dalam Negara (Soehino, 1996; 21).

Menurut Plato, dalam memahami puncak daripada bentuk negaraitu adalah Aristokrasi; ini adalah bentuk negara di mana pemerin-tahannya dipegang oleh para cendekia lagi pandai (Guardian) yangsebelumya telah melewati seleksi khusus serta penggemblengan agardalam menjalankan pemerintahannya itu berpedoman pada keadilan.Disinilah para budiman itu memerintah sesuai dengan pikirankeadilan. Segala sesuatu ditujukan untuk kepentingan bersama,agar keadilan dapat merata (Soehino, 1996; 18). Upaya dari plato untukmengkonstruksikan sebuah negara keadilan ini tentunya tetap padamasa era klasik disalahartikan dengan adanya penguasaan oleh kelas-kelas tertentu dalam sebuah negara yang mereka menjalankan kegiatanpenguasaan-penguasaan tersebut sesuai dengan topeng keadilan.

Dalam hal ini, apabila pemerintahan Aristokrasi itu tidak lagidijalankan untuk kepentingan umum, dan tidak lagi berpedomanpada keadilan, karena keburukan telah melanda mereka dan mer-ubah keadaan, terjadilah perubahan dan Aristokrasi menjadi Timokrasi.Di dalam Timokrasi ini segala tindakan daripada penguasa hanya

Page 46: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

33

Ilmu Negara

dilaksanakan dan ditujukan untuk kepentingan si penguasa itusendiri. Kekayaan dan pendapatan negara digunakan untuk kepen-tingan mereka sendiri, menjadi milik sendiri, oleh karena itu kemu-dian kekuasaan negara jatuh dan dipegang oleh kaum hartawan,dan ini menimbulkan milik pribadi atau milik partikelir. Sehingga didalam masyarakat yang mendapat penghormatan hanya merekayang kaya-kaya saja. Akhirnya malahan diadakan undang-undangyang menentukan bahwa yang dapat atau berhak memegang peme-rintahan itu hanyalah orang-orang yang kaya saja. Sifat jiwa orang-orang yang memegang pemerintahan ini memengaruhi sifat peme-rintahannya, dan dengan berubahnya sifat pemerintahannya itumengakibatkan berubahnya bentuk negara dari Timokrasi menjadiOligarki (Soehino, 1996; 19). Perubahan tersebut tentunya diwarnaidengan berbagai macam penyebab baik itu oleh perilaku penguasasendiri, rakyat maupun respon atas adanya kekuasaan.

Dalam pemerintahan Oligarki ini maka orang-orang yang meme-gang pemerintahan, yaitu orang-orang yang kaya-kaya tadi, memunyaihasrat atau kecenderungan ingin lebih kaya lagi. Keadaan ini me-nimbulkan kemelaratan umum, oleh karena itu lalu sebagian besardaripada anggota masyarakat terdiri daripada orang-orang miskin.Sedangkan tekanan dari pihak penguasa semakin bertambah berat,maka setelah rakyat, yang sebagian besar terdiri daripada orang-orangmiskin, itu menyadari keadaannya, kemudian bersatulah merekauntuk melakukan pemberontakan dan perlawanan kepada para har-tawan yang memegang pemerintahan (Soehino, 1996; 19). Pada masaoligarki, maka kecenderungan kekuasaan dikonsepsikan bentuk modelkekuasaan sebagai keinginan memperkaya kelompok kekuasaan sajayang hal ini memungkinkan terjadinya kekuasaan yang bersifat tirani.

Demikianlah Plato menggambarkan seorang Tiran, yang tidaksatupun dan perasaan hatinya itu disembunyikan. Dan ini kiranyadimaksudkan untuk menjelaskan jalan dialektikanya yang menun-jukkan bahwa Tirani-lah yang merupakan negara terjelek, sedang-kan yang terbaik adalah Aristokrasi (Soehino, 1996; 21).

Dalam kondisi yang bersifat Tirani tersebut terkadang memun-culkan adanya pro-kontra arah pembentukan negara yang dalamistilah komputer restart dengan ditandai pemerintahan negara pindahke tangan rakyat. Setelah pemerintahan negara pindah ke tangan

Page 47: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

34

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

rakyat, maka tentunya yang diperhatikan adalah kepentingan-ke-pentingan rakyat, kepentingan umum. Negara di mana pemerin-tahannya itu dipegang oleh rakyat dan kepentingan umumlah yangdiutamakan, dinamakan Demokrasi. Dalam pemerintahan Demokrasiini prinsip yang diutamakan adalah kemerdekaan dan kebebasan(Soehino, 1996; 19).

C. Sejarah Modern Pembentukan NegaraPada era modern pembentukan negara sangatlah dinamis, tidak

hanya terbentuk pada paksaan dari pembuat organisasi atau secaraalamiah, pembentukan negara pada era modern diwarnai darikondisi kecenderungan demokrasi yang cukup mengemuka danmenjadi indikator adanya proses keberpihakan pada kebebasan. Halinilah yang menjadi sebutan bahwa kecenderungan pembentukannegara modern dengan didukung kata kunci yaitu demokrasi.

Baik secara pembentukan negara maupun model perubahannegara pada zaman modern dilakukan secara demokratis. Dalampandangan yang lebih terbuka, C.F. Strong semisal menyatakanuntuk membagi empat kategori cara perubahan konstitusi sebagaiindikator negara demokratis dalam dunia modern, yaitu (1) melaluiparlemen, (2) referendum, (3) konvensi atau lembaga khusus, dan(4) persetujuan negara bagian. Keempat lembaga yang berwenangmelakukan perubahan ini tidak seluruhnya diikuti oleh negara-negara di dunia. Beberapa negara menggunakan gabungan di antarakeempat cara tersebut. Sebagai contoh, berikut ini akan dibahasbeberapa konstitusi Negara (Taufiqurrahman Syahuri, 2004; 74).Ketentuan atas model perubahan tersebut mengisyaratkan adanyasistem yang bersifat demokratis menjadi tanggapan atas syarat mutlakyang harus ada dalam negara modern.

Perlu menjadi catatan kemudian adalah meskipun suatu bentuknegara bersifat demokratis, akan tetapi kekuasaan negara dalammenjalankan sistem negara tetap menjadi prasyarat mutlak yangharus tetap ada. Negara tetap memunyai monopoli kekuasaan fisikkata Von Eering, yang artinya negara sebagai salah satu organisasi dalammasyarakat dibedakan dengan organisasi-organisasi lainnya karenaia memiliki hak istimewa dalam mempergunakan kekuatan jasma-niahnya, misalnya:

Page 48: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

35

Ilmu Negara

1. Negara bisa memaksakan warga negaranya untuk tunduk kepadaperaturannya, jika perlu dengan sanksi hukuman mati.

2. Negara bisa memerintahkan warga negaranya untuk meng-angkat senjata untuk membela tanah airnya, sekalipun beradadi luar negeri.

3. Negara berhak menentukan mata uang yang berlaku dan berhakpula untuk memungut pajak (Moh Kusnardi dan Bintan R saragih,1994; 118).

Meskipun kekuasaan tersebut dijalankan, akan tetapi semangathak-hak demokrasi harus tetap ada ketika kekuasaan negara menja-lankan eksistensinya. Dalam praktik negara memiliki kekuasaan yangdemikian, hal tersebut dapat dicirikan bahwa negara menjalankankekuasaan politik, bukan kekuasaan penguasaan.

Dalam pandangan Miriam Budiardjo, kekuasaan politik diarti-kan sebagai kemampuan untuk memengaruhi kebijaksanaan umum(pemeritah) baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya, sesuaidengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan sendiri. Misal, dalamsistem pemerintahan (sistem politik) yang berlaku di Indonesia sebagaisuatu konvensi ketatanegaraan bahwa Presiden/Mandataris MPRmenyiapkan bahan-bahan untuk ketetapan-ketetapan MPR men-datang, Kalau bahan-bahan tersebut sebagai rancangan ketetapanMPR kemudian oleh MPR dijadikan ketetapannya, maka Presiden/Mandataris MPR telah memengaruhi kebijaksanaan umum (kebijak-sanaan atau ketetapan MPR) baik terbentuknya ketetapan-ketetapanMPR tersebut maupun akibat-akibatnya, dan tentu sesuai dengankeinginan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan(Moh Kusnardi dan Bintan R saragih, 1994; 118).

Dalam hal ini yang perlu menjadi catatan adalah kekuasaanpolitik meskipun memiliki daya paksa tetap harus mengedepankanaspek kepentingan negara atau masyarakat. Paham yang menguta-makan kepentingan negara atau masyarakat itu disebut collectivisme.Pendapat Aristoteles mengenai susunan dan hakikat negara ataumasyarakat adalah bahwa negara itu merupakan suatu kesatuan, suatuorganisme yaitu suatu keutuhan yang memunyai dasar-dasar hidupsendiri. Dengan demikian negara itu selalu mengalami timbul, ber-kembang, pasang, surut dan kadang-kadang mati; sama halnya dengankeadaan manusia, binatang atau tumbuh-tumbuhan (Soehino, 1996; 25).

Page 49: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

36

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Dalam membicarakan prinsip negara modern kemudian ke-kuasaan politik dijalankan oleh penguasa. Penguasa yang dimak-sudkan bukan sebagai penguasa murni selayaknya yang ada padaera negara klasik atau negara pada zaman kuno. Penguasa yangdimaksudkan dalam hal ini adalah pemerintah yang sah, yang men-jalankan public policy, bahkan berhak memaksa (seperti memungutpajak), mengajak kepada kebaikan (seperti Menteri KesejahteraanRakyat), serta mencegah keburukan (seperti adanya Penuntut Umumdan Polisi). Secara selayang pandang perlu kita lihat mengapa negaraitu muncul. Bukankah negara itu abstrak, kita tidak pernah melihatnegara Inggris, Perancis, dan Indonesia, yang kita lihat hanyalahbenderanya, orangnya, lambangnya, atau mendengar bahasa na-sionalnya, lagu kebangsaannya, serta merasakan ideologinya. Sejakzaman dahulu kala manusia dalam melawan bahaya dan bencana,mempertahankan hidup, mencari makan serta melanjutkanketurunan, tidak dapat seorang diri. Manusia ingin hidup berke-lompok dan bermasyarakat (sosial), dorongan nalurinya yang meng-hendaki demikian. Teori tentang asal mula negara dibuat berdasar-kan telaah atas peristiwa sejarah suatu negara, kemudian diambil garisbesarnya secara induktif (Inu Kencana Syafiie, 1994; 17).

Prinsip lain yang juga utama dalam kekuasaan negara dijalan-kan oleh pemerintahan adalah ditandai dengan adanya kedaulatan.Negara yang tidak memunyai kedaulatan tidak mungkin bisamengelola rumah tangganya dengan menggunakan konsep yangdirancang sendiri, pasti akan ada ikut campur dan luar, karena didalam pemerintah yang mereka bentuk ternyata masih ada tangan-tangan dari luar yang berhak untuk ikut campur dalam urusan rumahtangga di dalam negara yang tidak memunyai kedaulatan tersebut(Muhtar Said, 2013; 103).

Dalam negara modern kemudian, yang menjadi potensi per-tentangan adalah adanya kekuasaan yang tetap ingin melegitimasiwilayah kewenangannya tanpa ada batasan. Hal inilah yang kemu-dian menjadi sebuah situasi konflik yang utama terjadi oleh karenakekuasaan dalam bentuknya yang paling murni tidak bisa menerimapembatasan-pembatasan. Sebaliknya, justru hukum itu bekerja dengancara memberikan patokan-patokan tingkah laku dan karena itumemberikan pembatasan-pembatasan (Sadjipto Rahardjo, 1982; 160).

Page 50: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

37

Ilmu Negara

Sistem yang telah diuraikan di atas, juga pernah ada dalammasa negara Romawi yang mengalami perubahan dari Kerajaanmenjadi demokrasi, hanya saja dalam keadaan darurat, misalnyadalam keadaan bahaya, peperangan, kekuasaan negara dipusatkanpada satu orang yang dinamakan diktator. Diktator ini memunyaikekuasaan yang sangat besar dan bersifat mutlak, tetapi hanya untuksementara waktu saja, dengan maksud supaya segala keputusandan tindakan dapat diambil dan dilaksanakan dengan cepat. Tetapinanti setelah keadaan menjadi normal kembali, pemerintahannyaitu kembali mempergunakan sistem demokrasi (Soehino, 1996; 34).

Dalam hal membahas masalah negara pada masa era moderndalam pembentukannya kemudian adalah posisi negara dijalankandengan proses demokrasi yang utuh dan penegakan hukum yangdijalankan secara layak. Adanya demokrasi dan penegakan hukumyang baik akan menandai sebuah negara menjalankan negaranyadengan mengacu pada kepentingan rakyat seutuhnya.

Berkaitan dengan istilah demokrasi secara ideal dalam sebuahnegara, Henry B. Mayo dalam teorinya menyatakan bahwa demokrasididasari oleh nilai-nilai yang positif dan mengandung unsur-unsurmoral universal, yang tercermin dalam:1. Penyelesaian perselisihan dengan damai dan melembaga,2. Menjamin terselenggarakannya perubahan secara damai dalam

suatu masyarakat yang sedang berubah3. Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur,4. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum,5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman

dalam masyarakat, yang tercermin dalam keanekaragamanpendapat, kepentingan serta tingkah laku, dan

6. Menjamin tegaknya keadilan (J.J. Von SCHMID, 1979; 40).

Di samping itu, untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi diatas dibutuhkan lembaga-lembaga politik, yang oleh Robert A. Dahldalam bukunya On Democracy disebutkan ada enam lembaga, yaitu:1. para pejabat yang dipilih;2. pemilihan umum yang bebas, adil dan berkala;3. kebebasan berpendapat;

Page 51: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

38

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

4. sumber informasi alternatif;5. otonomi asosiasi6. hak kewarganegaraan yang inklusif (J.J. Von SCHMID, 1979; 39).

Terhadap hal yang berkaitan dengan hukum, sangat berbedaketika menampilkan dalam bentuk konstruksi demokrasi. Jika sebuahDemokrasi dalam negara hanya ditandai dengan beberapa alat ukurteori, namun tidak dengan paradigma negara hukum yang harusditandai dengan kenyataan. Karena tidak selamanya teori hukumdapat menjadi alat penyimpulan dari sebuah kondisi negara dikata-kan menggunakan konsep modern.

Prinsip hukum tersebut yang berbeda dengan demokrasi sepertihalnya yang terjadi pada negara Amerika Serikat. Dicey menjelaskansistem hukum di beberapa Negara bagian Amerika Serikat yang bersifatdiskriminatif terhadap golongan kulit hitam, atas dasar dukunganpendapat umum dari golongan itu sendiri. Dikatakannya bahwasistem hukum demikian dapat terjadi karena ulah golongan negrosendiri juga. Dengan ulah ini dimaksudkan tersebarnya pendapatdikalangan golongan ini akan anggapan, bahwa kulit putih itu me-mang serba lebih dari pada mereka; mereka berpendapat, bahwa dalambenturan antar golongan mereka dengan orang kulit putih, padaakhirnya tokoh yang disebut belakangan ini akan menang. Justrupendapat yang demikian itu sendiri yang menjadikan orang kulit putihmenyusun sistem hukum yang diskriminatif tersebut (SadjiptoRahardjo, 1982; 176). Berkaitan yang dikatakan oleh Dicey tersebuttidak bisa kemudian digeneralisir bahwa Amerika bukan negara hukum.

Untuk lebih jauh memahami atas negara hukum tersebut, kitaperlu merujuk konsep yang pada tahun 1970 Gunnar Myradl me-nerbitkan bukunya yang berjudul the Challenge Of world poverty (Myradl).Bab yang ketujuh dari buku tersebut berjudul: The Soft State. Babtersebut dimulai dengan kalimat semua Negara berkembang sekali-pun dengan kadar yang berlainan, adalah Negara yang lembek.Istilah yang dipakai oleh weber ini dimaksudkan untuk mencakupsemua bentuk ketidakdisiplinan sosial yang manisfestasinya adalahcacat dalam perundang-undangan dan terutama dalam hal menjalan-kan dan menegakkan hukum, suatu ketidakpatuhan yang menye-bar dengan luasnya dikalangan pegawai negeri pada semua tingka-

Page 52: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

39

Ilmu Negara

tan terhadap peraturan yang ditunjukkan kepada mereka, dan seringmereka itu bertabrakan dengan orang-orang atau kelompok-kelom-pok berkuasa, yang justru mereka atur…. ( Sadjipto Rahardjo, 1982;196-197).

Penelitian Myrdal, setidaknya demikian ia katakan, terutamadipusatkan kepada Negara-negara di Asia Selatan. Salah satu aspekyang menarik untuk dikutip disini adalah analisanya mengenai faktoryang berdiri dibelakang kelembekan suatu Negara atau ketidakdisip-linan sosial yang meluas itu yaitu; perundang-undangan yang terburu-buru (sweeping legislation). Perundang-undangan yang demikiandimaksudkan untuk memoderenisasi masyarakat dengan segera,berhadapan dengan keadaan masyarakat yang umumnya diwarisi,yaitu otoritarianisme, paternalisme, partikularisme dan banyak ke-tidakaturan lainnya (Sadjipto Rahardjo, 1982; 197).

Keadaan yang ideal dalam negara modern berkaitan denganhukum adalah pada aspek sejauh mana keadilan diciptakan. Fullermengajukan satu pendapat untuk mengukur apakah kita pada suatusaat dapat berbicara mengenai adanya suatu sistem hukum. Ukurantersebut diletakannya pada delapan asas yang dinamakannya prin-ciples of legality, yaitu:1. Suatu sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan.

Yang dimaksud di sini adalah, bahwa ia tidak boleh mengandungsekedar keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc.

2. Peraturan-peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan.3. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut, oleh karena apabila

yang demikian itu tidak ditolak, maka peraturan itu tidak bisadipakai untuk menjadi pedoman tingkah laku. Membolehkanpengaturan secara berlaku surut berarti merusak integritas per-aturan yang ditujukan untuk berlaku bagi waktu yang akan datang.

4. Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang bisadimengerti.

5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-pperaturan yangbertentangan satu sama lain.

6. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yangmelebihi apa yang dapat dilakukan.

Page 53: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

40

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering merubah-rubah peratu-ran sehingga menyebabkan seorang akan kehilangan orientasi.

8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan denganpelaksanaannya sehari-hari (Sadjipto Rahardjo, 1982; 92).

Fuller sendiri mengatakan, bahwa kedelapan azas yang di-ajukannya itu sebetulnya lebih dan sekedar persyaratan bagi adanyasuatu sistem hukum, melainkan memberikan pengkualifikasianterhadap sistem hukum sebagai sistem hukum yang mengandungsuatu moralitas tertentu. Kegagalan untuk menciptakan sistem yangdemikian itu tidak hanya melahirkan sistem hukum yang jelek,melainkan sesuatu yang tidak bisa disebut sebagai sistem hukumsama sekali (Sadjipto Rahardjo, 1982; 93).

D. Karakter dan Faktor Kuat Pembentukan NegaraSebagaimana diketahui bahwa di sepanjang sejarah

ketatanegaraan, terdapat beberapa tahap perkembangan dan tipenegara, yaitu sebagai berikut:1. Tipe Negara Timur Purba2. Tipe Negara Yunani Kuno3. Tipe Negara Romawi4. Tipe Negara Abad Pertengahan5. Tipe Negara Modern (Munir Fuady, 2009; 30).

Tipe Negara Timur Purba bersifat teokratis, dengan menem-patkan raja sebagai wakil Tuhan di bumi. Karena itu, tipe negaraseperti ini cenderung absolut dan despotisme, dengan kekuasaanyang berada dalam satu tangan, yaitu berada pada raja itu sendiri.Namun demikian, bagaimana realitas dan tipe negara seperti I, sangattergantung bagaimana tingkat kebijaksanaan dan tingkat kezalimandan raja itu sendiri. Tetapi dalam negara tipe Yunani Kuno, sudahberbeda dengan tipe negara-negara sebelumnya. Orang-orang Yunanisudah mulai berpikir tentang negara. Tipe negara Yunani terdiridan negara-negara kecil, yang berupa negara kota (polis, city state),seperti negara kota Athena, negara kota Sparta, dan lain-lain, denganmenerapkan sistem demokrasi langsung. Dalam tipe negara Romawi,awal-awalnya masih menggunakan sistem negara kota seperti diYunani, tetapi kemudian mereka lebih kembangkan menjadi negara

Page 54: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

41

Ilmu Negara

yang lebih besar, dimana kekuasaan kaisar masih bersifat absolut,tetapi diyakini bahwa kekuasaan tersebut berasal dan rakyat. Meski-pun sudah lebih berkembang, tetapi perkembangan sistem hukumketatanegaraan di Romawi tidak secepat perkembangan sistem hukumperdata dan pidananya (Munir Fuady, 2009; 30).

Kemudian, tipe negara abad pertengahan lebih menekankankepada kekuasaan yang berdasarkan keperdataan, tetapi masih bersifatfeodalisme, dengan dominasi dan pengaruh agama besar gereja.Sementara bagi Negara-negara Timur Tengah dan sebagian negaraTimur Jauh, sistem ketatanegaraannya sama sekali berbeda, di manapemerintah dijalankan dengan sistem kekhalifahan yang berdasarkanajaran Islam. Selanjutnya, dalam sistem negara modern, dijalankandengan pada prinsipnya menerapkan ajaran-ajaran dan John Locke,Thomas Hobbes, Rousseau, Montesqiueu, dan lain-lain, di mana negarayang bersangkutan sudah mulai menerapkan dan mengembang-kan sistem negara demokrasi, dengan pembatasan terhadap kekuasaankepala negara melalui sistem distribusi kekuasaan dengan pengakuandan perlindungan terhadap hak-hak rakyat. Inggris yang palingawal mempraktikkan sistem negara demokrasi modern, dengan sistempemerintahan berdasarkan kepada Magna Charta (tahun 1215), Ha-beas Corpus Act (tahun 1679), Bill of Rights (tahun 1688), dan lain-lain.Kemudian, negara Amerika Serikat muncul dibarisan terdepan yangsecara revolusioner dan komprehensif menciptakan sistem negaramodern, yang dimulai dengan terciptanya Virginia Bill of Rights (tahun1776) kemudian disusul dengan Konstitusi negara Amerika Serikat(tahun 1778). Konstitusi negara Amerika Serikat kemudian dicontohdan menjadi model dan konstitusi bagi sebagian besar negara-negaramodern di dunia ini termasuk negara-negara besar di Eropa, sepertiKonstitusi Perancis (tahun 1791), konstitusi Belanda (tahun 1814),Konstitusi Belgia (tahun 1831), Konstitusi Austria (tahun 186l), Kon-stitusi Swiss (tahun 1874), dan lain-lain (Munir Fuady, 2009; 30-31).

Terhadap pemikiran di atas, dalam pemikiran yang bersifat umum,maka istilah negara menjadi agak rumit jika pembentukannya harusdidasarkan pada sejarah pembentukan beberapa negara saja. Kajianmempelajari pembentukan negara harus dilakukan secara menye-luruh dengan berbagai aspek yang ada dalam ilmu negara.

Page 55: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

42

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Dalam mempelajari faktor-faktor yang kuat dalam pembentukannegara, disini terdapat beberapa pandangan terkait hal tersebut.Pandangan pertama menyatakan bahwa keberadaan manusia adalahwarga dalam masyarakat dan dalam sifat perseorangannya ia inginmendahulukan kepentingannya sendiri sebagai tujuan utama.Kemudian individu-individu itu berbentuk masyarakat yang belumteratur karena belum ada suatu badan yang mengatur kedua unsurtersebut yang kemudian dinamakan negara sebagai perwujudannya.Karena negara merupakan perwujudan dan cita-cita manusia yangmutlak maka negara adalah satu-satunya badan dalam masyarakatyang paling sempurna dan harus dijunjung tinggi. Ajaran Hegel meng-undang ajaran yang mutlak dan disebut sebagai absolut idealisme. Akibatdari ajaran ini timbullah anggapan bahwa negara harus didewakandan menyebabkan adanya paham tentang kedaulatan negara yaitumenganggap bahwa semua kuasaan bersumber pada Negara (MohKusnardi dan Bintan R Saragih, 1994; 21).

Doktrin utama terhadap pembentukan negara yang pertamatersebut di atas seakan menegaskan bahwa pembentukan negara tidakterlepas dari adanya cita-cita. Cita-cita yang dimaksud dalam hal iniadalah cita-cita yang dimiliki masyarakat dalam membentuk suatunegara dengan tujuan kesejahteraan, kebaikan dan bentuk tujuanlain yang mendekatkan pada upaya mewujudkan tatanan masyarakatyang sempurna.

Pandangan yang kedua adalah dari pendapat Marx. Sebagai-mana diungkapkan bahwa Marx tidak membenarkan pendapatHegel yang melihat hubungan negara dan sudut alam cita-cita tetapiia melihat hubungan masyarakat sebagai suatu kenyataan. Sebagaidasar untuk menentukan negara menurut pendapat Marx adalahnegara kelas. Ajarannya tentang Ilmu Negara terdapat dalam buku-nya yang berjudul Das Komunistische Manifest pada tahun 1848. Me-nurut Marx negara akan tetap ada sebagai suatu organisasi akibatdan suatu penjelmaan dan sejarah dan sebagai hasil dan kehidupanmanusia itu sendiri jika kemajuan-kemajuan dalam proses produksidan pembagian kerja terdapat dan selama hak milik memegang pera-nan yang penting. Sejak itu negara disebut sebagai negara kelas danjuga berlaku bagi negara proletar jika negara borjuis diganti olehnegara proletar tersebut, setelah kaum proletar merebut kekuasaan

Page 56: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

43

Ilmu Negara

dan kaum kapitalis. Tetapi negara ini lama-kelamaan akan hilangdengan ditiadakannya hak milik terhadap alat-alat produksi yangsebelumnya ada pada tangan suatu kelas ekonomi di dalam masya-rakat (Moh Kusnardi dan Bintan R Saragih, 1994; 22).

Pada point pemikiran Marx tersebut di atas, dapat ditafsirkanbahwa keberadaan negara tidak lain terjadi karena adanya indikatorhubungan antara masyarakat. Semakin terstruktur pola hubunganantara masyarakat dengan baik, maka akan semakin baik pula arahdari negara dalam menjalankan fungsinya.

Kedua pandangan atas faktor-faktor kuat pembentukan negarayang telah di uraikan di atas hanya sebatas menegaskan bahwa terben-tuknya negara. Namun ketika negara dijalankan maka disini kemudiantergantung bagaimana kekuasaan atau pemerintahan menjalankankekuasaannya secara baik melalui aturan hukum. Hukum kemudiandapat dikatakan sebagai faktor utama penggerak setelah adanya pem-bentukan negara.

Oleh karena hukum adalah suatu produk hubungan-hubungandan perimbangan-perimbangan kemasyarakatan maka di dalam prosespenciptaanan perkembangannya ia ditentukan oleh sejumlah aspekhubungan-hubungan dan perimbangan-perimbangan tersebut.Sebagaimana telah diperlihatkan di atas nampaknya mustahil untukmenentukan dengan suatu kepastian hubungan sebab akibat antarasetiap aspek tersebut dan, perkembangan hukum itu sendiri, satu danlain karena sejumlah besar faktor kemasyarakatan ini bekerja secarabersamaan, terkadang berbarengan menjurus ke arah yang sama,tetapi sering pula mengarahkan pengaruhnya ke jurusan yang berla-wanan. Jadi dengan demikian sulit sekali, kalau tak mau disebut,mustahil untuk menelusuri dan menetapkan sumbangsih yang tepatsetiap unsur yang berperan dalam perkembangan hukum ini. Namun,betapa pun juga tidak tertutup kemungkinan untuk membedakanbeberapa faktor, yang benar-benar berperan dalam penciptaan-per-kembangan hukum. Faktor-faktor tersebut tampil ke permukaan dalamberanekaragam sifat dan bentuk. Dengan demikian kita perlu mem-batasi diri untuk mengulas beberapa di antara mereka yang nam-paknya termasuk yang paling penting, yakni faktor-faktor politik,ekonomis, religi-ideologis dan kultur budaya (Emiritus Jhon Gillisendan Emiritus Frits Gorle, 2005; 91).

Page 57: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

44

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

A. Teori Tipe-tipe NegaraPembahasan mengenai tipe-tipe negara dalam buku ilmu negara

ini dirasa sangat penting mengingat kajian negara pasti akan menelaahsecara mendalam atas bagaimana model negara dalam masa kemasa.Adanya model tersebut yang kemudian melatarbelakangi timbul danlahirnya tipe-tipe negara. Baik tipe negara pada era modern maupunera Yunani kuno, maupun prediksi atas munculnya negara denganmodel baru pada masa yang akan datang.

Sebelum Plato mengemukakan ajarannya tentang bentuk-bentuknegara, didahului dengan mengemukakan suatu pertanyaan. IlmuNegara itu pertama-tama harus mengemukakan suatu soal yangbersifat kesusilaan, keadilan agar manusia dapat mencapai kebaha-giaan. Dan satu soal yang diajukan oleh Plato ialah: dapatkah orangjahat itu berbahagia? karena meskipun dimana-mana telah diajarkantentang kesusilaan, kebajikan, keadilan toh tentu masih ada orangyang tidak mau melaksanakannya. Yang meskipun demikian, orang-orang jahat itu sendiri dapat juga menganjurkan kepada orang-oranglain untuk berbuat baik. Ingat saja akan kata pepatah; sapu itu kotor,tetapi dapat juga untuk membersihkan (Soehino, 1996; 17-18).

TIPE-TIPE NEGARABAG

IAN

EM

PAT

Page 58: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

45

Ilmu Negara

Adanya kondisi dalam negara yang demikian, merupakan suatubentuk ilmiah yang tetap ada pada zaman kapanpun. Oleh karenanyadinamika dan tipe-tipe negara yang berbentuk demikian melahirkanberbagai macam perbedaan negara baik dalam bentuk perbedaan waktuataupun zaman.

Di dalam ajaran Rousseau membicarakan tentang tipe-tipe negarayang dititikberatkan pada siapakah pemegang kekuasaan negaraitu, atau kekuasaan pemerintah itu dan terdiri dari beberapa orang.Dari kriteria itu maka menurut Rousseau bentuk-bentuk negara adalah:1. Apabila kekuasaan negara atau kekuasaan pemerintahan itu ada

pada seorang raja sebagai wakil daripada rakyat, maka ini adalahmonarki;

2. Apabila kekuasaan negara atau kekuasaan pemerintahan itu adapada tangan dua orang atau mungkin lebih, dan mereka itu baiksifatnya, maka ini adalah aristokrasi;

3. Apabila kekuasaan negara atau kekuasaan pemerintahan itu adapada rakyat yang juga baik sifat-sifatnya, maka ini adalah demokrasi(Soehino, 1996; 125).

Dalam tipe negara kekuasaan monarki, disini belum tentu diana-logikan semua kekuasaan yang bertipe monarki itu buruk, tentunyahal tersebut bergantung pada bagaimana kompetensi seorang rajadalam menjalankan sebuah kekuasaan secara arif dan bijaksana. Disinitidak dapat disimpulkan bahwa semua tipe tersebut tergantung padaindividu-individu pemegang kendali kekuasaan yang menjalankan-nya. Dan disini apa yang dijalankan oleh pemegang kendali kekuasaanmerupakan hukum yang berlaku dalam sebuah negara.

Cicero pernah mengatakan “ubi societas ibi ius”, di mana adamasyarakat di situ ada hukum. Masyarakat sendiri terdiri atas individuyang membentuk suatu komunitas sosial, baik secara sengaja atau-pun terjadi secara alamiah. Secara sengaja maksudnya bahwa komu-nitas itu terbentuk karena adanya alasan senasib atau sependeritaan(Muhammad Erwin, 2013; 236).

Hukum yang diperankan untuk kepentingan masyarakat adalahhukum yang berfungsi untuk menertibkan. Jikalau nantinya hukumtersebut digunakan untuk melegitimasi kepentingan penguasa, ten-tunya hal tersebut menjadi persoalan lain. Istilah menertibkan inilah

Page 59: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

46

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

yang kemudian diambil oleh Pound dengan menggunakan istilah“engineering”. Tujuan social engineering adalah untuk membangunsuatu struktur masyarakat sedemikian rupa, sehingga secara mak-simum dicapai kepuasan akan kebutuhan-kebutuhan, dengan semini-mum mungkin benturan dan pemborosan. Untuk menggarap lebihlanjut pendapatnya itu, Pound mengembangkan suatu daftar kepen-tingan-kepentingan yang dilindungi oleh hukum, yang dibaginyadalam tiga golongan, yaitu kepentingan-kepentingan umum, sosialdan perorangan. Ke dalam kepentingan umum termasuk:1) kepentingan terhadap negara sebagal suatu badan yuridis;2) kepentingan terhadap negara sebagai penjaga dan kepentingan

social (Sadjipto Rahardjo, 1982; 266).

Dalam hal ini yang dimaksud dengan kepentingan peroranganterdiri dari:a) pribadi (fisik, kebebasan kemauan, kehormatan, privacy dan

kepercayaan serta pendapat;b) hubungan-hubungan domestik (orang tua, anak, suami-isteri);c) kepentingan substansial (milik, kontrak dan berusaha, keuntungan,

pekerjaan, hubungan dengan orang lain (Sadjipto Rahardjo,1982; 267).

Dalam hal ini yang dimaksud dengan kepentingan sosial meliputi:1) keamanan umum;2) keamanan dan institusi-institusi sosial;3) moral umum;4) pengamanan sumber-sumber daya sosial;5) kemajuan sosial dan6) kehidupan individu (pernyataan diri kesempatan kondisi kehi-

dupan (Sadjipto Rahardjo, 1982; 267).

Dalam pandangan yang terbuka, menurut Immanuel Kant negaraitu adalah suatu keharusan adanya, karena negara harus menjaminterlaksananya kepentingan umum di dalam keadaan hukum. Arti-nya negara harus menjamin setiap warganegara bebas di dalam ling-kungan hukum. Jadi bebas bukanlah berarti dapat berbuat semau-maunya, atau sewenang-wenang. Tetapi segala perbuatannya itu

Page 60: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

47

Ilmu Negara

meskipun bebas harus sesuai dengan, atau menurut apa yang telahdiatur dalam undang-undang, jadi harus menurut kemauan rakyat,karena undang-undang itu adalah merupakan penjelmaan daripadakemauan umum (Soehino, 1996; 126-127).

Hal tersebut tentunya menjadi sebuah bahan pertimbangan yangideal dari bentuk kekuasaan negara. Negara yang baik tentunyamemiliki pandangan ideologis yang terarah atas hukum yang jelas.Hal itulah yang sebenarnya yang dimaui oleh Immanuel Kant, baiknegara bertipe monarki, aristokrasi maupun demokrasi harus memilikiperan untuk menjalankan perekayasa masyarakat secara baik dantidak otoriter.

Sedangkan menurut Karl Marx sendiri menyatakan bahwa negaraitu adalah merupakan penjelmaan daripada pertentangan-perten-tangan kekuatan ekonomi. Negara dipergunakan sebagat alat danmereka yang kuat untuk menindas golongan-golongan yang lemahekonominya. Yang dimaksud dengan orang yang kuat atau golonganyang kuat di sini, adalah mereka yang memiliki alat-alat produksi.Negara menurut Marx akan lenyap dengan sendirinya kalau di dalammasyarakat itu sudah tidak terdapat lagi perbedaan-perbedaan kelasdan pertentangan-pertentangan ekonomi (Soehino, 1996; 133).

Hadirnya kekuasaan negara yang dalam pandangan Marxtersebut merupakan tidak lain terlahir karena adanya keadaan iniyang menyebabkan tidak lain adalah: bahwa manusia dalam keadaanin abstracto itu telah memiliki sifat-sifat tertentu, yaitu:1. Competitio, Competition, persaingan. ini berarti bahwa manusia

itu Selalu berlomba untuk mengatasi manusia yang lain, karenaadanya rasa takut bahwa dia tidak akan mendapatkan pujian.Dalam hal bersaing ini mereka dapat mempergunakan cara apapun.ini menimbulkan sifat yang kedua, yaitu,

2. Defentio, defend, mempertahankan atau membela diri. Ini berartibahwa manusia itu tidak suka dikuasai atau diatasi oleh orang lain.Karena manusia itu selalu memunyai keinginan untuk menguasaimanusia yang lain, maka sifat membela diri ini merupakan jami-nan bagi keselamatannya.

3. Gloria. ini adalah sifat keinginan dihormati, disegani dan dipuji(Soehino, 1996; 99).

Page 61: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

48

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Berkaitan dengan adanya sifat-sifat dari manusia yang sangatmemengaruhi pembentukan negara, maka negara pada akhirnyamembentuk sebuah karakteristik manusia yang kemudian terjelmadalam bentuk negara. Plato juga mengadakan penggolongan orang-orang yang ada di dalam negara itu atas tiga golongan. Ini berhu-bungan dengan pendapatnya mengenai asal mula negara, yaitu bahwanegara terjadi karena adanya kebutuhan dan keinginan manusiayang beraneka macam yang tidak mungkin dipenuhi tanpa orangitu mengadakan kerjasama. Dari sini lalu ditarik persamaannya antarasifat-sifat negara dengan sifat-sifat manusia, yang menghasilkan tigamacam sifat, yaitu:1) Sifat kepandaian (pikiran),2) Sifat keberanian,3) dan Sifat akan adanya kebutuhan yang beraneka macam (Soehino,

1996; 21).

Tiga sifat inilah yang menghasilkan atau mengakibatkan timbul-nya tiga golongan orang-orang di dalam negara khayalan Plato, yaitu:1. Golongan penguasa. ini adalah golongan yang memerintah, yang

mana golongan ini hendaknya terdiri dan orang-orang yangpandai, ahli-ahli pikir dan ahli-ahli filsafat;

2. Golongan tentara. ini adalah golongan yang menjaga keselama-tan negara, yang harus mendapatkan didikan khusus untukmenjalankan tugasnya itu;

3. Golongan pengusaha, atau pekerja. ini adalah golongan yang ber-tugas memenuhi kebutuhan-kebutuhan benda atau materialdaripada orang-orang yang hidup di dalam Negara (Soehino,1996; 21).

Disini dapat dikatakan jika tipe negara hanya mendudukkankarakteristiknya pada manusia, maka akan memunculkan sebuahkarakter negara yang memiliki kekuasaan yang absolut. Kekuasaandalam negara yang bersifat absolut dapat berjalan dengan baik ter-gantung pada karakter yang memimpinnya. Namun disini dapatdijelaskan untuk memenuhi karakteristik negara yang baik, kecen-derungan untuk menggunakan rujukan pada seorang pemimpin,akan tetapi rujukan utamanya adalah adanya kedaulatan dari rakyat.

Page 62: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

49

Ilmu Negara

Negara yang baik adalah mencerminkan kedaulatan rakyat,karena kehendak individu harus tunduk dengan kehendak umum(volonte generale). Kehendak umum yang dimaksud oleh Rousseuausesungguhnya adalah kehendak nilai-nilai yang ada dimasyarakatpada umumnya, karena dalam tradisi Rousseau negara kedaulatanrakyat berfungsi untuk melestarikan keadaan asli manusia itusendiri. Namun dalam politik kontemporer saat ini makna kehendakumum diplesetkan menjadi mayoritas dan minoritas sehingga legis-latif dalam membuat aturan perundang-undangan selalu menggu-nakan voting, voting dianggap sebagai jalan termudah untuk menye-lesaikan suatu permasalahan. Dalam politik hukum, voting meru-pakan cara termudah dalam mengusung kepentingan golongan-golongan tertentu yang menduduki kursi perwakilan rakyat, karenadengan voting bukan ilmu pengetahuan yang digunakan tetapi ke-pandaian lobi merayu, jadi sangat disayangkan kebijakan-kebijakanyang muncul saat ini adalah hasil lobi-lobi politik bukan dilahirkanlewat ideologi (Muhtar Said, 2013; 139).

Oleh karenanya hukum harus dilahirkan dari sebuah modelanalogi pemakaian kekuasaan yang benar. Ketulusan dan keikhla-san dalam menjalankan inisiatif kekuasaan dalam sebuah negaraakan menghadirkan gagasan untuk mengatur negara secara cerdasdan memang benar-benar berorientasi untuk kepentingan masya-rakat yang sesungguhnya.

Namun jika terjadi adanya model kepentingan kekuasaan, makadalam rangka menyeimbangkan konflik kepentingan dalam masya-rakat tersebut maka hukum negara harus berhakikat kepada keadilandan kekuatan moral. Sebab tanpa adanya keadilan dan moralitasmaka hukum akan kehilangan supremasi dan ciri independennya.Sebaliknya ide keadilan dan moralitas akan penghargaan terhadapkemanusiaan hanya akan memiliki nilai dan manfaat jika terwujuddalam hukum formal dan hukum materiil serta diterapkan dalamkehidupan bermasyarakat (Muhammad Erwin, 2013; 238).

Hukum yang dijalankan nantinya oleh kekuasaan harus mampumenerjemahkan ciri-cirinya yang bersifat sakral dan punya dayaikat yang kuat. Dalam kekuasaan, adanya nilai sakral hukum danmemiliki sifat yang mengikat kuat merupakan bentuk ideal yangdijalankan oleh baik kekuasaan yang bertipe monarki, aristokrasimaupun demokrasi.

Page 63: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

50

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Keadaan yang ideal sebetulnya adalah manakala interpretasitersebut tidak diperlukan atau sangat kecil peranannya. Ia bisa ter-capai apabila perundang-undangan itu bisa dituangkan dalam bentukyang jelas. Mengenai ukuran kejelasan ini Montesquieu mengajukanpersyaratan sebagai berikut:1. Gaya penuturannya hendaknya padat dan sederhana. Ini meng-

andung arti, bahwa pengutaraan dengan menggunakan ungkapan-ungkapan kebesaran (grandiose) dan retorik hanyalah kesia-siaandan menyesatkan. Istilah-istilah yang dipilih hendaknya sejauhmungkin bersifat mutlak dan tidak nisbi, sehingga dengan demi-kian membuka sedikit kemungkinan bagi perbedaan pendapatindividual.

2. Peraturan-peraturan hendaknya membatasi dirinya pada hal-hal yang nyata dan aktual dengan menghindari hal-hal yangbersifat metaforis dan hipotesis.

3. Peraturan-peraturan hendaknya jangan terlampau tinggi, olehkarena ia ditujukan untuk orang-orang dengan kecerdasan tengah-tengah saja; peraturan itu bukan latihan dalam penggunaan logika,melainkan hanya penalaran sederhana yang bisa dilakukan olehorang-orang biasa.

4. Janganlah masalah pokoknya dikacaukan dengan kekecualian,pembatasan atau modifikasi, kecuali dalam hal-hal yang sangatdiperlukan.

5. Peraturan tidak boleh mengandung argumentasi; adalah ber-bahaya untuk memberikan alasan terperinci bagi suatu peraturanoleh karena yang demikian itu hanya akan membuka pintu untukpertentangan pendapat.

6. Akhirnya, di atas semuanya, ia harus dipertimbangkan denganpenuh kematangan dan memunyai kegunaan praktis dan janganhendaknya ia mengguncangkan hal-hal yang elementer dalampenalaran dan keadilan serta la nature des choses. Peraturan-peraturanyang lemah, yang tidak perlu dan tidak adil akan menyebabkanorang tidak menghormati perundang-undangan dan menghan-curkan otoritas Negara (Sadjipto Rahardjo, 1982; 125-126).

Page 64: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

51

Ilmu Negara

B. Tipologi Negara kekuasaanWeber dalam bukunya Politics as a vocation (1918), memberikan

definisi negara yang paling sering digunakan dalam teori-teori politikmasa kini. Mengikuti Weber, “Setiap negara merupakan wujud hasilpenggunaan kekerasan.” Sebuah institusi penjaga gerbang nilai-nilai tujuan negara bagi Weber, mutlak dibutuhkan bagi eksistensisebuah negara. Konsep negara tidak akan mewujud, bahkan suatukeadaan yang disebut anarki akan timbul bilamana tidak ada institusitersebut, yang pada masa kini dapat dikenali dalam kata pemerintahdan militer. Maka, negara adalah satu komunitas manusia yang denganjayanya mendapat legitimasi penggunaan kekerasan dalam satu ka-wasan (Mansyur Semma, 2008; 11).

Tipologi negara kekuasaan disini yang acapkali kita sebut denganistilah machstaat. Negara kekuasaan atau machstaat selalu dikonstruk-sikan sebagai negara yang terbentuk dan dalam proses menjalakannegara didasarkan hanya pada faktor penegakan masyarakat. Tujuankesejahteraan hanya bersifat nisbi sehingga mengakibatkan tujuandari adanya negara selalu bukan untuk kepentingan rakyat, akan tetapihanya untuk kepentingan penguasa belaka.

Tipe negara hukum sebenarnya merupakan bentuk penging-karan dari adanya bentuk negara yang sejatinya mewujudkan ke-pentingan individu. Dalam sebuah negara bertipe kekuasaan, faktorpenguasa memiliki peranan yang dominan dibandingkan adanyaperwujudan cita-cita yang sepantasnya perlu dikembangkan.

Jellinek melihat negara sebagai sebuah organisasi kekuasaandan sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu.Pandangan Jellinek ini dapat disebut sebagai kelanjutan dan teorinaturalis, yang memandang individu dalam negara sebagai pemberihak dan legitimasi kepada negara untuk mengatur individu. Pandanganserupa dapat dijumpai pula dalam pemikiran Hegel, yang meman-dang negara sebagai organisasi kesusilaan yang muncul sebagaisintesis dan kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal,Kranenburg yang menandaskan negara sebagai suatu organisasiyang timbul karena kehendak dan suatu golongan atau bangsanya,ataupun Roger F. Soltau yang memandang negara sebagai alat atauwewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersamaatas nama masyarakat (Mansyur Semma, 2008; 9-10).

Page 65: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

52

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Faktor absolutisme kekuasaan inilah yang kemudian banyakmenjadi kritikan besar dari berbagai kalangan dalam mengkonstruk-sikan sebuah pola yang ada dalam sebuah negara. Kontruksi mun-culnya kekuasaan yang dominan dan sewenang wenang dalamnegara kekuasaan diantaranya diawali dengan gagasan yang lebihmelihat pada kebutuhan para pemegang kekuasaan untuk bertahandan tidak melihat pada apa kepentingan masyarakat. Gagasan sepertiini dapat dilihat pada pemikiran Machiavelli. Pemikir yang satu inimemandang masyarakat terdiri dan manusia yang pada hakikatnyajelek, barangkali dengan menitikberatkan pada egosentrisme yanghanya mementingkan diri sendiri tanpa menghiraukan kepentinganorang lain. Dalam pendapat Machiavelli ini suatu pemerintahan haruslahbersikap keras, kejam dan mempergunakan cara apa saja untuk mem-pertahankan diri kalau perlu dengan penipuan dan pengingkaranjanji-janji terhadap rakyat (Mansyur Semma, 2008; 30).

Konsep Machiavelli tersebut menegaskan bahwa adanya cita-cita dan perpaduan masyarakat tidak lagi menjadi faktor utama ter-integrasinya tujuan bernegara. Tujuan bernegara hanya sekedar untukmemuaskan nafsu dari para penguasa belaka dan hal tersebut tidakada hubungannya dengan impian dan keinginan rakyat.

Kelak, konsep ini yang banyak mengilhami orang seperti Hitlerataupun Mussollini dalam menjalankan roda pemerintahan negarauntuk menggagas bentuk ideal tatanan kenegaraan Jerman danItalia. Bagi Hitler misalnya, satu bangsa telah ditakdirkan berkuasaatas bangsa lainnya. Penjajahan dan praktik penguasaan kepadanegara lain adalah mutlak dilakukan untuk menciptakan masyarakatyang benar-benar bersih dan manusia-manusia yang tak cerdas.Rasa unggul yang dikabarkan akan menjadi penguasa di bumi, hanyadimiliki oleh bangsa Arya, ras asli bangsa Jerman yang sudah men-diami Jerman sejak lama. Untuk menciptakan kondisi ini kata Hitler,maka orang-orang bodoh, gila, sakit-sakitan, tua renta, miskin, dantak berdaya harus dimusnahkan. Dengan mengaplikasikan gagasandan pendapat Machiavelli tentang pemerintahan, Hitler ataupunMussolini menjalankan roda pemerintahan dengan sikap keras, kejamdan mempergunakan cara apa saja untuk membangun dan memper-tahankan rezim kediktatoran mereka, kalau perlu dengan penipuandan pengingkaran janji-janji terhadap rakyat seperti kata Machiavelli(Mansyur Semma, 2008; 30-31).

Page 66: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

53

Ilmu Negara

Dalam sejarah Hitler, wujud negara sudah tidak lagi menjadibentuk negara yang memiliki definisi kecintaan dengan masyarakat.Hal yang lebih ditonjolkan adalah upaya kekuasaan yang sebenar-benarnya untuk mendoktrinasi kekuasaan atau kepentingannya yangdimiliki secara utuh yang hal tersebut selalu diiringi dengan paksaan-paksaan yang kejam.

Seorang pemikir lainnya yang berpendapat hampir serupadengan Machiavelli datang dari Shang Yang, ia seorang Menterikerajaan Cina dimasa 200 atau 300 tahun sebelum Masehi. MenteriCina ini menganggap bahwa kekuasaan rakyat itu harus terus diper-lemah. Dalam arti, bahwa rakyat harus tidak memunyai kebudayaanyang tinggi. Kalau Machiavelli menganggap rakyat pada umumnyajahat, yang ini menganjurkan agar rakyat sengaja dan tegas dibuatjahat, jadi lebih konsekuen dari gagasan Machiavelli (Mansyur Semma,2008; 31).

Doktrin negara kekuasaan yang disampaikan tersebut tentunyamenjadi tipe negara kekuasaan yang ada sampai saat ini yang hanyamelihat pada faktor kekuasaan belaka dengan melakukan penging-karan terhadap materi-materi pokok terhadap kekuasaan yang ideal-nya diarahkan untuk kepentingan rakyat.

Gagasan-gagasan seperti yang diungkapkan Machiavelli danMenteri Yang ini amat bertentangan dengan pemahaman dalam ke-budayaan para pujangga Jawa. Sebuah ungkapan terkenal dan se-orang pujangga Jawa yang dapat dilihat pada setiap pementasan wayangkulit mengungkapkan bahwa; “Negara panjang hapunjung pasir-wakirloh jinawi, gemah ripah karto-raharjo” (Mansyur Semma, 2008; 31).

C. Tipologi Negara hukumSecara singkat sebelum lahirnya negara, diawali oleh perkum-

pulan-perkumpulan yang akhirnya dapat membuka jalan menujusuku-suku, desa-desa, kota-kota bertembok, perkebunan, kerajaan,kekaisaran dan bagian-bagiannya, dan yang paling baru adalah negara.Dalam pengertian awal sebuah negara, telah terdapat pemahamanbahwa individu tidak bertindak sendiri, tetapi berhubungan dengankelompok-kelompok social (Mansyur Semma, 2008; 2). Hubunganinilah yang kemudian memimpikan adanya kemandirian dan kemajuan.

Page 67: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

54

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Sebagaimana pandangan Aristoteles dan Ibn Khaldun jugamenganggap keberadaan Negara sebagai fitrah dan kesempurnaanmanusia. Pembicaraan tentang politik, kekuasaan, dan negara adalahkhas bagi makhluk bernama manusia bagi Ibn Khaldun, manusiaadalah mahkluk yang tidak pernah bisa berdiri sendiri. Dua segiyang tidak dapat dipenuhi secara sendiri oleh manusia, berhubungandengan pemenuhan kebutuhan pokok dan pertahanan diri. Dengandua kekuatan inti yang dimiliki oleh manusia, yakni pikiran dantangannya, manusia berupaya segenap tenaga untuk memenuhikedua segi tersebut. Aspek pemenuhan kebutuhan diri dan pertaha-nan dan segala bentuk gangguan, diupayakan manusia melalui prosesinteraksi dan sosialisasi dengan sesamanya. Dan proses sosialisasidan interaksi yang dilakukan oleh manusia inilah yang menimbuh-kan keberadaan masyarakat, suku bangsa, bahkan Negara (MansyurSemma, 2008; 3-4).

Apa yang disampaikan oleh Aristoteles dan Ibn Khaldun meru-pakan bentuk lain dari kesempurnaan negara yang bersifat idealdan dicita-citakan. Terbentuknya masyarakat yang bersinergi membuathubungan-hubungan yang kemudian membentuk suatu pola negarasebagaimana disebutkan dalam bab sebelumnya juga mengarah-kan pada upaya yang bersifat sinergi pada bentuk negara yang se-utuhnya yaitu kesejahteraan bagi masyarakatnya.

Negara bagi Marx bukanlah sebuah gagasan. Negara adalahsatu kenyataan yang mewujud dalam segala peralatannya, peralatanrepresif bagi negara penindas, peralatan demokrasi bagi negara rakyatpekerja. Bagi Marx, berbicara tentang negara adalah sama denganberbicara tentang aparatur negara dan kekuasaan politik yang berdiridibelakangnya. Dengan tegas Marx menyatakan bahwa, “Kelas pekerjatidak dapat begitu saja mengambil alih mesin kenegaraan yang sudahjadi itu, dan menggunakannya untuk kepentingannya sendiri (MansyurSemma, 2008; 10).

Berangkat dari pemikiran Marx tersebut, maka upaya mengkon-struksikan negara secara alamiah adalah dalam bentuk lain denganmenekankan adanya penegasan sifat hukum dalam menjalankanaktifitas negara. Prinsip negara hukum inilah yang kemudian dapatmendekatkan negara nantinya sesuai dengan fitrah dan kesempur-naan menyuplik apa yang disebutkan oleh Aristoteles dan Ibn Khaldun.

Page 68: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

55

Ilmu Negara

Konsep negara hukum (rule of law) sebenarnya baru dikenal dandipraktikkan secara meluas sejak zaman modern ini meskipun benih-benih negara hukum sebenarnya sudah lama ada. Akan tetapi menu-rut sebagian ahli, misalnya menurut Muhammad Yamin, di Indonesiakonsep negara hukum sudah dikenal sejak abad ke-5 Masehi, di NagaraTarum (kemudian dikenal Tarumanegara) di bawah pemerintahanPrabu Purnawarman. Kemudian diikuti oleh Negara Kutai di bawahpemerintahan Raja Mulawarman, Melayu Minangkabau sampaiabad ke-14 Masehi yang diperintah juga di bawah sistem kerajaan,selanjutnya Kerajaan Sriwijaya di Palembang yang memerintahdalam kurun waktu yang cukup lama, dan Keprabuan Singasari danMajapahit sampai abad ke-16 Masehi. Semua negara/kerajaan tersebutmenerapkan konsep negara hukum dengan konstitusinya yangtidak tertulis, yang berdasarkan pada kebiasaan semata-mata (MunirFuady, 2009; 30-31).

Dalam hal ini tidak bisa kemudian adanya negara hukum lantaskita definisikan sebagai bentuk negara yang memiliki legislatif,eksekutif dan yudikatif yang jelas seperti halnya indonesia saat ini.Prinsip negara hukum tentunya menyesuaikan dengan tipologi negarapada zamannya masing-masing, akan tetapi hal yang terjadi kemu-dian adalah dapat dikatakan negara hukum atau tidak tergantungpada kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara dijalankan apakahberdasarkan hukum atau tidak.

Perlu ditegaskan kemudian juga bahwa yang dimaksudkan dengannegara hukum adalah suatu sistem kenegaraan yang diatur berda-sarkan hukum yang berlaku, yang berkeadilan yang tersusun dalamsuatu konstitusi, di mana semua orang dalam negara tersebut, baikyang diperintah maupun yang memerintah, harus tunduk pada hukumyang sama, sehingga setiap orang yang sama diperlakukan sama dansetiap orang berbeda diperlakukan berbeda dengan dasar pembedaanyang rasional, tanpa memandang perbedaan warna kulit, ras, gender,agama, daerah dan kepercayaan, dan kewenangan pemerintah diba-tasi berdasarkan suatu prinsip distribusi kekuasaan, sehingga peme-rintah tidak bertindak sewenang-wenang dan tidak melanggar hak-hak rakyat karenanya kepada rakyat diberikan peran sesuai kemam-puan dan peranannya secara demokratis (Munir Fuady, 2009; 3).

Page 69: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

56

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Pandangan bahwa hukum dapat menjadi suatu sarana peruba-han dan rekayasa (masyarakat), cocok dengan cita-cita (ideal) kon-sepsi negara kesejahteraan (verzorgingsstaat) abad duapuluh. Pan-dangan itu telah menghasilkan sejumlah besar aturan, kadang-kadangperundang-undangan yang sangat terinci, kadang-kadang hanyaberupa undang-undang pokok (raamwetgeving). Asas-asas hukum baruyang berkaitan dengan antara lain perlindungan bagi pihak yangsecara ekonomi lemah, seperti asas solidaritas, asas kemampuan finansial(draagkrachtbeginsel) dan asas persaudaraan materiil (materielegelijkheidsbeginsel), berkaitan dengan perundang-undangan yang lebihmodern dan negara kesejahteraan. Dalam masyarakat demokratikyang pluriform (beragam) dewasa ini ternyata berbagai pola kaidahdari negara yang membatasi diri (onthoudingsstaat) dan abad sembilan-belas dan negara kesejahteraan (verzorgingsstaat) abad duapuluh ber-dampingan memunyai makna, terutama juga karena sekarang iniorang juga ingin meletakkan batas-batas pada negara kesejahteraantersebut yang juga memunyai arti penting. Lebih jauh, peningkatanpengaruh dan hukum internasional, dan perundang-undangan supra-nasional dan peradilan internasional adalah sangat penting. Namunbertumbuhnya kaidah-kaidah hukum yang saling berlawanan danasas-asas hukum fundamental yang saling berlawanan mempersulitpenyelesaian sengketa-sengketa konkret dan dengan itu penemuanhukum. Hakim dipaksa untuk melakukan pilihan-pilihan. Perundang-undangan yang melimpah, saling bertentangan atau tidak jelas berartibahwa hakim harus menguasai perangkat instrumentarium yangluas untuk dapat menangani masalah-masalah penemuan hukum. Bagiperadilan, perubahan cara pandang ini tidak hanya menyebabkansuatu perenungan ulang terhadap penemuan hukum, melainkanjuga perenungan ulang terhadap tugas dan fungsi dari hakim (J.APointer, diterjemahkan oleh Arief Sidharta, 2008; 115-116).

Implikasi dari penerapan konsep rule of law dalam suatu negaraakan mengarahkan para penyelenggara negara ke dalam pengakuanprinsip-prinsip dan otoritas-otoritas sebagai berikut:1. Pelaksanaan konsep rule of law Iebih menghendaki adanya suasana

penghormatan kepada “hukum dan ketertiban” (law and order)ketimbang suasana anarki, peperangan, kerusuhan, dan percek-cokan. Karena itu, dalam melindungi hak-hak dan kemerdekaan

Page 70: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

57

Ilmu Negara

dan rakyat, pemerintah tidak boleh juga membiarkan adanyakekacauan.

2. Pelaksanaan kewenangan oleh penyelenggara negara haruslahselalu sesuai dengan hukum yang berlaku. Jika ada disputes (per-selisihan), badan yudikatiflah yang harus memutuskannya.Dalam hal ini, jika ada hak rakyat yang dilanggar oleh peme-rintah, karena alasan apapun, harus ada dua proses bagi rakyattersebut untuk meminta ikut campur tangan pengadilan untukmemutuskannya secara adil. Bahkan jika pemerintah bersalah,harus dapat menyediakan ganti rugi kepada rakyat (meskipunada hak imunitas dan pihak eksekutif), atau diterapkan sanksi-sanksi lainnya, termasuk sanksi politik, misalnya dalam bentukimpeachment jika pelanggaran yang dilakukan itu serius

3. Badan-badan politik (terutama parlemen) menentukan rincianmekanisme rule of law, baik yang bersifat substantif, maupun secaraprosedural, sehingga karenanya, prinsip rule of law tidak menjaditerlalu subjektif dan serba tidak pasti (Munir Fuady, 2009; 7-8).

Kesimpulan final yang lengkap tentang apa yang dipikir dandiungkapkan orang tentang negara dan hukum sejak Plato hinggakini pada masalah-masalah nyata abad kesembilanbelas, diberikanoleh Friedrich Julius Stahl dalam bukunya “Die Philosophie des Rechtsnach geschichtlicher Ansicht” (1829-1838) ( J.J. Von SCHMID, 1979; 117).

Buku itu memang sangat besar artinya. Tetapi sebelum memper-hatikan dan dekat buku yang sangat luas isinya itu, lebih dahulu kitapelajari beberapa aliran pemikiran lain yang berkenaan dengan undang-undang dasar. Pada garis besarnya, ide bahwa negara merupakansuatu keseluruhan yang terdiri dan sejumlah lembaga yang bekerjasama dengan harmonis tanpa mengesampingkan tugas masing-masingsuatu hasil final yang kongkret dan pertentangan hebat antara tradisidan akal budi juga memberikan suatu gambaran negara yang samasekali baru, diihat dengan kaca mata filsafat. Dan sudut historis, ideitu timbul dan ajaran tentang pembagian kekuasaan yang diungkap-kan Montesquieu (J.J. Von SCHMID, 1979; 117). Pembagian kekuasaanyang dimaksud dalam hal ini yang kemudian dalam Undang-UndangDasar 1945 kita karena tidak sesuai dengan jiwa ruh Pancasila yangkemudian dirubah menjadi istilah pemisahan kekuasaan yaitu ke-kuasaan eksekutif, legislataif dan yudikatif.

Page 71: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

58

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Pada tahun 1796 Fichte menerbitkan karangan yang berjudul“Grundlage des/Naturrechts (Dasar Hukum alam), dalam tahun 1798“Sistem ilmu Kesusilaan”, dan dalam tahun 1813 “Staatslehre” (IlmuNegara). Ketika ternyata bahwa pemerintah dengan kekuasaan absolutsama sekali tak dapat diganti oleh kekuasaan rakyat, maka Fichtemulai meminta beberapa hak kepada pemerintah Jerman. Ia meng-hendaki kebebasan berpikir, dengan mula-mula menyesuaikan diridengan Rousseau. Kemudian ia mendesak agar diadakan perubahantata-negara. Pada hematnya tiap warga negara sendiri dapat kembalike-keadaan alam dengan memutuskan perjanjian dengan negara.Ia juga membela hak-hak asasi manusia yang tak bisa dipindahkandan tetap sifatnya. Gereja dan negara, keduanya dikuasai oleh kaidahhukum alam, tetapi masing-masing memunyai tugas yang berbeda.Seperti Thomasius, dengan tegas Fichte membedakan hukum dengannorma kesusilaan. Kesadaran hukum pun sedikit berbeda dengankesadaran kesusilaan. Tampaknya disinilah terdapat pertentangandengan ide Aliran Historis. Sebab menurut Aliran Historis, hukumdan kesusilaan terjalin satu sama lain karena keduanya hasil karyarohani manusia. Kesadaran hukum menurut Fichte adalah suatuyang sama sekali lain. Kesadaran itu adalah citra filsafat rasionaldan abstrak dalam hukum alam (J.J. Von SCHMID, 1979; 76).

Oleh karenanya disini dapat ditegaskan bahwa domain hukummemiliki peranan yang bersifat sentral dalam mewujudkan tatanannegara yang ideal. John Locke juga mengajarkan negara hukum.Melalui ajaran John Locke tentang negara dan hukum untuk per-kembangan selanjutnya menjadi jembatan antara pemikiran tentangnegara dan hukum abad 17 dan abad 18. Yang perlu mendapatkanperhatian istimewa dari ajaran John Locke ialah pendapatnya mengenaihak-hak alamiah manusia yang tidak dapat diserahkan kepada ma-syarakat dengan melalui atau jalan atau perjanjian. Buku karangan-nya yang terkenal ialah two treatises on civil government. Pokok ajaran-nya adalah:1. Bahwa kekuasaan penguasa bukan berasal dari tuhan;2. Bahwa kekuasaan didasarkan atas hukum alam;3. Bahwa penguasa tidak mungkin bersifat mutlak;4. Behwa manusia dalam alamiah atau alam bebas sudah memunyai

hak-hak dasar (azasi) (S. Haryono DKK, 2000; 47-48).

Page 72: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

59

Ilmu Negara

Teori-teori modern mengenai negara dan hukum pada dewasaini lebih cenderung untuk membagi bentuk negara itu menjadi duayaitu Negara Kesatuan (Unitarisme) dan Negara Serikat (Federasi).Pembagian menjadi dua bentuk tersebut apabila dilihat dan segisusunannya.1. Negara Kesatuan. Negara kesatuan adalah negara yang tidak

tersusun daripada beberapa negara, akan tetapi negara itu sifatnyatunggal, yang artinya hanya ada satu Negara. tidak ada negaradi dalam negara. Jadi negara kesatuan mewujudkan kebulatantunggal, mewujudkan kesatuan, unity. Di dalam negara kesatuanhanya ada satu negara dengan hanya satu pemerintahan, satukepala negara, satu badan legislatif bagi seluruh daerah negara.Negara kesatuan adalah negara tunggal. yang mono sentris (ber-pusat satu) sedang negara federal adalah negara berganda yangpolysentris (berpusat banyak). Dalam negara kesatuan hanya adasatu (S. Haryono DKK, 2000; 58). Dalam Negara kesatuan masihada tempat bagi inisiatif dan peranan daerah yang menentukannasibnya sendiri dan kepribadiannya sendiri, tetapi semua inilebih dikoordinasikan dengan keseluruhan daerah negara.Negara kesatuan, dapat pula berbentuk:a. Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi di mana segala

sesuatu dalam negara itu langsung diatur dan diurus olehPemerintah Pusat, Sedangkan daerah-daerah tinggal melak-sanakannya.

b. Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, di mana kepadadaerah diberikan kesempatan dan kekuasaan, untuk mengurusrumah tangganya sendiri (otonomi daerah) yang dinamakanswatantra (S. Haryono DKK, 2000; 59).

2. Negara Serikat (Federasi). Negara Serikat atau negara federalatau federasi, adalah negara yang merupakan gabungan danbeberapa negara yang berdiri sendiri, masing-masing denganperlengkapannya yang cukup, dengan kepala negara sendiri,dengan pemerintahan sendiri, dan dengan badan-badan legislatifdan yudikatif sendiri. Di dalam negara federasi terdapat dua macampemerintahan, yaitu:a. Pemerintah federasi (Pemerintah Pusat) adalah pemerintahan

gabungan dan negara negara bagian, atau pemerintahanikatannya yang merupakan pemerintahan pusat.

Page 73: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

60

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

b. Pemerintahan negara bagian. Jadi Negara-negara yang semulaberdiri, di dalam negara federasi tersebut bergabung menjadisatu ikatan dengan tujuan atau maksud untuk mengadakankerjasama antara negara tersebut demi kepentingan merekabersama, dan di samping itu masih ada kebebasan hak-hakkenegaraan daripada Negara-negara bagian itu sendiri (S.Haryono DKK, 2000; 59-60).

Page 74: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

61

Ilmu Negara

A. Teori Kekuasaan dalam NegaraHampir serupa dengan moral perfection, Locke (1632-1704) juga

menganggap negara sebagai representasi kehendak masyarakat secarakeseluruhan. Locke berpendapat bahwa eksistensi kekuasaan dankedaulatan raja atau negara tercipta, justru dan hasil pemberian ataupelimpahan kekuasaan dan kedaulatan yang diamanatkan olehmasyarakat. Negara menurut Locke, diciptakan oleh masyarakat dengantujuan untuk membela dan melindungi hak-hak para warganya danbukan sebaliknya, yaitu mengganggu dan meniadakan hak-hak parawarganya atau menuntut kewajiban-kewajiban kepada para warga-nya. Negara adalah sebuah institusi yang netral dan berbagai kepen-tingan dalam masyarakat yang bermacam-macam dan berbeda-beda,serta netral bagi kepentingan dirinya sendiri (Mansyur Semma, 2008; 19).

Disinilah peran kekuasaan yang berfungsi untuk mengatur di-butuhkan. Kekuasaan bukan hanya sebagai sebuah instrument ataualat saja yang hanya berfungsi menguasai akan tetapi harus bisa mela-kukan perubahan masyarakatnya. Kekuasaan inilah yang kemudiandidefinisikan sebagai pemerintah.

Tan Malaka memunyai perbedaan dengan Foucault terkait dengankekuasan dalam suatu organisasi, terutama organisasi dalam bentuk

KEKUASAAN DANLEGITIMASI KEKUASAAN

BAG

IAN

LIM

A

Page 75: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

62

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

negara. Jika Foucault mengartikan kekuasaan ada dimana-manabukan milik sang peimimpin organisasi namun Tan Malaka memunyaipendapat lain terkait dengan kekuasaan di dalam organisasi adalahabsolut. Perbedaan pandangan tersebut terjadi, karena padanganFoucault itu pandangan yang masuk dalam filsafat kontemporeryang berbeda “masa” dengan “massa” Tan Malaka, yang penuh dengangerakan-gerakan dalam membentuk suatu pergerakan yang identikdengan penerapan program-program secara otoriter, karena kondisiyang masih labil. Jika kondisi suatu wilayah yang masih labil makadibutuhkan sikap otoriter yang bisa menstabilkan keadaan (Muhtarsaid, 2013; 119).

Konsep berfikir Tan Malaka terkait dengan sistem negara yangada dalam bayangannya adalah memposisikan negara memunyaikekuasaan penuh yang bisa mengontrol sampai lapisan bawah. Ke-kuasaan itu harus dipunyai agar semua kebijakan yang dilakukanoleh pemimpin di negara tersebut sampai menyentuh akar rumputdan dilaksanakan, kebijakan yang dimaksud tentunya kebijakan yangmengarah pada pembangunan masyarakat agar menjadi lebih baik(Muhtar said, 2013; 120).

Hal yang disampaikan oleh Tan Malaka tersebut tentunya berbedadengan yang disampaikan dengan Shang Yang. Tujuan negara menurutShang Yang ialah membentuk kekuasaan. Untuk pembentukan ke-kuasaan ini ia mengadakan perbedaan tajam antara negara denganrakyat. Perbedaan ini diartikan sebagai perlawanan/kebalikan satuterhadap yang lainnya. Shang Yang mengatakan kalau orang inginmembuat negara kuat dan berkuasa, maka ia harus membuat rakyat-nya lemah dan iniskin dan sebaliknya, jika orang hendak membuatrakyatnya kuat dan makmur ia harus menjadikan negaranya lemah.“Aweak people means a strong state and a strong means a weak peopletherefore a country, wich has the right way, if concerned with weakening thepeople” ( Moh Kusnardi dan Bintan R saragih, 1994; 73).

Hal yang perlu dipertegas adalah posisi kekuasaan sebenarnyaadalah menjadi instrument untuk mendukung sistem politik untukdapat terealisasi dengan baik. Mengenai sistim politik sebagai suatukeseluruhan, kita dapat menyetujui bahwa sistim itu hanyalah alat.Tetapi di samping alat, ia mengandung banyak hal yang lain pula.Seperti dalam bidang penelitian ilmiah, dalam ekonoini pasaran-

Page 76: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

63

Ilmu Negara

bebas, atau dalam pengadilan yang adil dan tidak meinihak, sistimdemokrasi mengandung nilai-nilai moril (dan mungkin jugamengandung nilai metafisika). Disini perlu dipisahkan masing-masingnilai itu dan kelompok nilai yang ada pada suatu sistim demokrasiyang benar-benar berjalan, agar kita dapat mengukur daya-tariknya.1. Nilai pertama adalah menyelesaikan pertikaian-pertikaian secara

damai dan sukarela (Deliberative Model). Kehidupan dalam setiapmasyarakat selalu mengandung pertikaian yang tidak habis-habisnya dalam soal kepentingan dan pendapat, baik disem-bunyikan atau dikemukakan secara terbuka. Kalau ada orang yangmeragukan hal ini, cobalah melihat ke sekeliling atau bacalahbuku sejarah. Demokrasi adalah satu-satunya sistim yang meng-akui sahnya ekspresi politis dan pertikaian-pertikaian semacamitu dan mengatur penyelesaiannya secara damai melalui perun-dingan politik, sebagai alternatif dan penyelesaian berdasarkankekerasan atau dekrit. Setiap teori politik ada yang memberikancara penyelesaian dengan jalan damai ini di dalam kerangka sistimpolitik, dan ada pula yang mengharapkan suatu cara mukjizatuntuk menegakkan ketertiban umum, suatu kekuasaan dan luarsistim yang sedang bertikai itu, sebagaimana halnya Hobbes meng-harapkan raja dan Leviathan memerintah, sebagaimana Boling-broke melihat kepada raja Patriotnya, atau Plato melihat kepadapara pengawalnya, atau orang Jerman melihat kepada Fuhrer-nya, dan sebagaimana Marx pada satu dua kesempatan berbicaramengenai negara yang berdiri “di atas masyarakat” (Editor MiriamBudihardjo, 1977; 165).

2. Nilai kedua adalah yang menjainin terjadinya perobahan secaradamai dalam suatu masyarakat yang selalu berobah. Hal ini amaterat hubungannya dengan nilai pertama, sehingga dapat dianggapsebagai penerapan nilai itu terhadap situasi-situasi khusus duniamodern. Nilai ini lebih besar pengaruhnya sekarang dibanding-kan dengan masa-masa dahulu yang lebih statis, dengan artisekarang ini nilai itu lebih dapat diterima, karena kita telah mene-rima perubahan teknologis yang cepat itu sebagai suatu hal yangnormal, malah sebagai suatu yang tidak, dapat dielakkan. Besokkita akan sampai ke bintang. (Dalam mengemukakan bahwateknologi itu adalah suatu variable, suatu faktor yang berubah,

Page 77: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

64

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

yang menimbulkan perubahan-perubahan sosial dan politik, walau-pun tidak seluruhnya menentukan luas dan arahnya, kita tidakperlu melengahkan faktor-faktor lain yang juga menentukan.,seperti perubahan penduduk, atau mekanisme lain, seperti fungsipengusaha) (Editor Miriam Budihardjo, 1977; 167).

3. Nilai ketiga adalah pergantian penguasa dengan teratur (Ag-nostic Model). Demokrasi tidak hanya mengendalikan perten-tangan dan perobahan sosial, tetapi sekaligus juga menyelesaikansuatu masalah politik yang jauh lebih lama, yaitu mencari peng-ganti yang sah dan penguasa yang sedang berkuasa dengan caradamai. Hobbes umpamanya menganggap bahwa masalah per-gantian penguasa itu adalah kesulitan pokok yang dihadapi olehsistim kerajaan. Demokrasi sudah pasti merupakan suatu jawabanterhadap masalah yang tidak ada satu sistim lain pun yang dapatmemberikan jawaban secara memuaskan dalam suasana peinikiranmodern: bagaimana mencari dan mengganti penguasa dengandamai dan absah. Cara menunjuk diri-sendiri mewariskan kepadaanak-cucu, memilih seorang dan dan oleh kalangan elite danmenggulingkan kekuasaan melalui kudeta sekarang ini tidakdapat lagi diterima sebagai suatu hal yang wajar dalam pembuk-tian kefalsafahannya, di samping kesukaran-kesukaran praktisyang terdapat dalam cara-cara itu, yaitu kesukaran yang telahdibuktikan oleh banyak pengalaman dalam sejarah (Editor MiriamBudihardjo, 1977; 169).

4. Nilai keempat adalah penggunaan paksaan sesedikit mungkin.Nilai keempat ini dapat dikemukakan dengan menunjuk kepadakerasnya jenis paksaan yang terdapat dalam sistim demokrasi(Sekali lagi, masalah kedalaman perasaan dalam politik timbulpula, walaupun kita tidak perlu sampai mencoba mengukur jumlahpaksaan Thermometer politik selalu bekerja, walaupun kita tidaktahu apa yang diukurnya). Bukan halnya karena telah menjadidefinisi bahwa sejumlah besar orang selalu menyetujui putusantentang kebijaksanan-kebijaksanaan politik, sehingga akibatnyaada sejumlah kecil orang yang dipaksa. Inilah argumentasi yangpaling lemah, yang banyak tergantung kepada adanya kebebasanpolitik dan cara bagaimana putusan politik itu diambil. Adalahberguna sekali untuk memunyai lubang keselamatan, karena

Page 78: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

65

Ilmu Negara

dengan begitu kita dapat menyalurkan tenaga yang terkumpuldan membantu perdebatan dan permainan politik, walaupunpada akhirnya kalah dalam pemungutan suara. Kita boleh mena-makannya catharsis (pemurnian), yaitu membuang perasaan per-musuhan yang terpendam, perasaan bersalah dan sebagainya.Suatu golongan ininoritas yang diperlukan dengan tidak adilbiasanya merasa lain, yaitu merasa kurang terpaksa, kalau persa-maan politik itu diakui dan kalau golongan itu hanya disuruhpatuh secara bersyarat kepada putusan politik yang mungkintelah dikritiknya dan yang mungkin diharapkanya dapat dirobahdengan persuasi atau dengan pengaruh politik. (Tetapi, ini tentusaja tidak selalu memuaskan golongan ininoritas “permanen” yangdibicarakan di Appendix Bab Delapan). Inilah inti kebenaranpembicaraan Rousseau tentang Kemauan Umum; kita bolehsetuju dengan absahnya undang-undang yang tidak selalu kitasukai. Itulah sikap kebanyakan kita pada waktu mematuhi undang-undang atau kebijaksanaan politik lain yang tidak kita setujui,karena dalam suatu kebijaksanaan politik atau lainnya, semua kitaadalah golongan ininoritas (Editor Miriam Budihardjo, 1977; 171).

5. Nilai kelima adalah nilai keanekaragaman. Argumentasinya disini pada permulaannya tergantung kepada pertanyaan apakahadanya keaneka-ragaman kepercayaan dan tindakan dan adanyapilihan yang lebih banyak itu baik atau tidak. Banyak orang yangmempersoalkan nilai ini, karena keanekaragaman itu dapat me-nimbulkan kebaikan dan dapat pula menimbulkan keburukan,dan pilihan bebas mengandung arti bahwa kita dapat juga memilihyang buruk. Ruskin berpendapat bahwa kebebasan memilih itumenghancurkan kehidupan dan kekuatan, karena itu demokrasiitu sendiri adalah destruktif. Kebebasan manusia itu mengan-dung kemungkinan destruktif dan juga kreatif. Tetapi bukankahsekurang-kurangnya kelihatan sepintas lalu bahwa keanekara-gaman itu adalah baik, sebagaimana kebebasan itu sendiri adalahbaik (Editor Miriam Budihardjo, 1977; 172).

6. Nilai keenam adalah menegakkan keadilan. Keadilan ini telahdihargai tinggi oleh para ahli filsafat politik sebagai suatu nilaiyang harus ditegakkan dalam banyak masyarakat. Menegakkankeadilan sering dianggap sebagai inti moralitas politik, dan mem-

Page 79: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

66

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

pertahankan demokrasi atas dasar ini tentu berbunyi Demokrasiadalah sistim terbaik untuk menegakkan keadilan. Ada beberapahal yang berhubungan dengan ini (Editor Miriam Budihardjo,1977; 176).

Dalam hal ini kemudian dapat ditegaskan bahwa apa yang dija-lankan oleh kekuasaan dalam menjalankan politik sebenarnya men-jadi penegasan bahwa kekuasaan membawa nilai-nilai yang kemu-dian harus diperankan dalam kehidupan bernegara. Dalam menja-lankan nilai-nilai tersebut, idealnya tidak mungkin negara memain-kan peran untuk melegalisasi sistem kekuasaan yang menindas.

Dalam keadaan darurat kekuasaan yang ideal adalah dijalankanmelalui hukum dasar. Kekuasaan perundang-undangan dan kehaki-man dipegang dan dilaksanakan oleh seorang proletar, dan yang didalam menjalankan tugasnya itu ia harus menyesuaikan perundang-undangan dengan kebutuhan. Kebutuhan baru di dalam masyara-kat yang terus berkembang ke arah kemajuan. Sehingga dengandemikian dapat menimbulkan yurisprudensi yang tetap, dan kepas-tian hukum bagi para warga negaranya (Soehino, 1996; 34).

Mengenai pendapatnya tentang hukum, Cicero mengatakanbahwa hukum yang baik adalah hukum yang didasarkan atas ratioyang murni tadi, dan oleh karena itu hukum positif harus berdasar-kan atas dalil-dalil atau azas-azas hukum alam kodrat (ratio yang murni),jika tidak demikian maka hukum positif tersebut tidak memunyaikekuatan mengikat. Bagi Cicero hukum adalah satu-satunya ikatandalam negara. Sedangkan keadilan itu hanya dapat dicari melaluiuntuk keperluan keadilan itu sendiri tanpa dicampur pamrih tertentu.Akan tetapi hukum alam dengan kesusilaan atau moral yang berda-sarkan alam kodrat itu tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain(Soehino, 1996; 42).

Lebih jauh ditegaskan dalam peinikiran Dicey bahwa sebutanlainnya untuk negara hukum yang berdasarkan kedaulatan hukumadalah “rule of law” menurut paham Dicey unsur dari rule of law adalah:1. Equality before the law, artinya setiap manusia memunyai kedu-

dukan hukum yang sama dan mendapatkan perlakuan yang sama.2. Supremacy of law, artinya kekuasaan tertinggi terletak pada hukum.3. Hak-hak asasi manusia tidak bersumber pada undang-undang

dasar(Moh Kusnardi dan Bintan R saragih, 1994;93).

Page 80: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

67

Ilmu Negara

Disini kemudian Dicey secara kebetulan menyinggung dengantegas tentang prinsip negara hukum yang dijalankan secara sahmelalui kekuasaan. Apa yang disampaikan di atas, merupakanpengaruh daripada ajaran John Locke yang berpendapat bahwapemerintah harus melindungi hak-hak asasi rakyat, dan karena ituhak-hak asasi itu dicantumkan dalam undang-undang dasar (MohKusnardi dan Bintan R saragih, 1994; 93).

Kolaborasi antara hukum dan kekuasaan bahkan ditegaskanoleh Mac Iver dengan merumuskan kekuasaan sebagai “the cap ac-tivity to control the behavior of others either directly by fiat of indirectly by themanipulation of available means”, yang artinya “kemampuan untukmengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsungdengan memberi perintah, maupun secara tidak langsung denganmempergunakan segala alat dan cara yang tersedia. Menurut Kantuntuk dapat disebut sebagai Negara Hukum harus memiliki duaunsur pokok yaitu:1. Adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.2. Adanya peimisahan kekuasaan dalam negara.

Pada prinsipnya kehadiran tipe Negara Hukum yang pertamayang hanya bertindak memisah kalau terjadi perselisihan di antarawarga negaranya dalam menyelenggarakan kepentingannya yangdisebut sebagai: “Negara Jaga Malam” atau “Nachtw achter Staff’atau “Negara Polisi” atau “L’etat gendarme”. Dalam perkembanganselanjutnya Negara Hukum sebagai paham atau falsafah liberalberubah ke negara Hukum yang menyelenggarakan kesejahte-raan rakyat. Untuk menjamin agar jangan sampai terjadi tinda-kan sewenang-wenang dari Negara penguasa dalam menyeleng-garakan kesejahteraan rakyat, maka menurut Stahl dua unsurpokok di atas ditambah dua unsur pokok lagi yaitu:

3. Setiap tindakan Negara harus berdasarkan Undang-undang yangdibuat terlebih dahulu. Negara baru dapat bertindak menye-lenggarakan kepentingan rakyat kalau sudah ada Undang-undang untuk tindakan tersebut. Perkembangan selanjutnyahal ini tidak mungkin, berhubung untuk membuat suatu per-aturan undang-undang adalah membutuhkan proses yang lamadan seringkali bawah Undang-undang ketinggalan dan kebutu-

Page 81: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

68

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

han masyarakat, maka sering Pemerintah mengambil kebijak-sanaan sendiri dengan membuat peraturan Pemerintah tersebutke bawah. Sepintas lalu kita melihat pelanggaran prinsip NegaraHukum karena yang membuat peraturan itu bukan badan legis-latif, tetapi eksekutif. Tetapi hal ini dapat dinetralkan misalnyadengan memberikan hak menguji peraturan-peraturan tersebut,kepada Mahkamah Agung dan kalau bertentangan hendaknyadicabut kembali. Kemudian kalau terdapat perselisihan antarapenguasa dan rakyat, maka dibuat unsur keempat yaitu:

4. Peradilan Adininistrasi untuk menyelesaikan perselisihan ter-sebut. Peradilan ini harus memenuhi dua persyaratan yaitu:a. Tidak meimihak atau berat sebelah walaupun pemerintah

yang menjadi salah satu pihak.b. Orang-orangnya atau petugas-petugasnya haruslah terdiri

dari ahli-ahli dalam bidang tersebut (Moh Kusnardi danBintan R saragih, 1994; 132-133).

Teori kekuasaan yang telah penulis uraikan di atas tentunyatelah menegaskan secara ideal bahwa kekuasaan ada sebagai bentukinstrument untuk menjalankan negara sebagai pranata hukum dasar-nya. Hukum disini kemudian bukan hanya sebagai sebatas alat ke-kuasaan untuk menyejahterakan masyarakat. Lebih dari pada itu,hukum juga berarti sebagai alat atau sarana untuk membatasi ke-kuasaan dan mengarahkan fungsi dari pada negara sesuai tujuannya.

Oleh karenaitulah semua konstitusi dapat dipastikan selalumenjadikan kekuasaan sebagai pusat perhatian, karena kekuasaanitu sendiri pada intinya memang perlu diatur dan dibatasi sebagai-mana mestinya. Constitutions menurut Ivo D. Duchacek, “identify thesources, purposes, uses and restraints of public power” (mengidentifikasikansumber, tujuan penggunaan-penggunaan dan pembatasan-pemba-tasan kekuasaan umum). Karena itu, pembatasan kekuasaan padaumumnya dianggap merupakan corak umum materi konstitusi.Oleh sebab itu pula, konstitusionalisme, seperti dikemukakan olehFriedrich, didefinisikan sebagai “an institutionalised system of effective,regularised restraints upon governmental action” (suatu sistem yangterlembagakan, menyangkut pembatasan yang efektif dan teraturterhadap tindakan-tindakan pemerintahan). Dalam pengertian

Page 82: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

69

Ilmu Negara

demikian, persoalan yang dianggap terpenting dalam setiap kon-stitusi adalah pengaturan mengenai pengawasan atau pembatasanterhadap kekuasaan pemerintahan (Jimly Asshiddiqie, 2006; 21).

Namun tetap dalam hal ini adanya negara kekuasaan yang absolutjuga menjadi ciri negara yang bertentangan dengan negara hukumyang dikonsepsikan lebih cenderung adanya pengawasan yang baik.Dengan mempergunakan kriteria tersebut, maka negara dapatdiklasifikasikan sebagai berikut:

Negara di mana semua fungsi atau kekuasaan negara itu dipu-satkan pada satu organ. Negara yang demikian ini adalah negara yangmelaksanakan sistem absolut. Kemudian organnya itu sendiri bagai-manakah sifatnya, maksudnya organ negara itu, yaitu organ negarayang tertinggi, dipegang atau dilaksanakan oleh beberapa orang. iniada tiga kemungkinan, yaitu:a. Organ itu dapat bersifat tunggal, artinya organ yang tertinggi,

serta kekuasaan negara yang tertinggi di dalam negara itu, hanyadipegang atau dilaksanakan oleh satu orang “tunggal”. Negaraini disebut monarki.

b. Organ itu dapat bersifat beberapa orang, artinya organ yangtertinggi, serta kekuasaan negara yang tertinggi di dalam negaraitu, dipegang dan atau dilaksanakan oleh beberapa orang. Negaraitu disebut aristokrasi atau oligarki.

c. Organ itu dapat bersifat jamak, artinya organ itu pada prinsip-nya dipegang atau dilaksanakan oleh seluruh rakyat. Negaraini disebut demokrasi.

Dengan demikian, maka kalau sistemnya itu, yaitu sistem abso-lutisme digabungkan atau dikombinasikan dengan sifat daripadaorgannya, akan kita dapatkan:1. Monarki absolut. Yaitu negara di mana fungsi-fungsi atau kekua-

saan negara itu dipusatkan pada satu organ, sedangkan organ-nya itu sendiri hanya dipegang oleh satu orang tunggal saja.

2. Aristokrasi atau oligarki absolut. Yaitu negara di mana fungsi-fungsi atau kekuasaan negara itu dipusatkan pada satu organ,sedangkan organnya itu sendiri dipegang oleh beberapa orang.

3. Demokrasi absolut. Yaitu negara di mana fungsi-fungsi atau ke-kuasaan negara itu dipusatkan pada satu organ, sedangkan organ-

Page 83: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

70

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

nya itu sendiri pada prinsipnya dipegang oleh seluruh rakyat.Negara ini juga disebut demokrasi murni.

Negara di mana fungsi-fungsi atau kekuasaan-kekuasaan negaraitu dipisah-pisahkan, peimisahan kekuasaan ini biasanya yangdianut adalah ajaran daripada Montesquieu, kemudian masing-masingkekuasaan itu diserahkan atau didistribusikan kepada beberapa organ.Sedangkan dalam hal ini yang penting atau yang menentukan ada-lah bagaimanakah sifat hubungan organ-organ itu satu sama lain.Khususnya sifat hubungan antara organ perundang-undangan denganorgan pelaksanaan yaitu pemerintah (sifat hubungan antara badanlegislatif dengan badan eksekutif) Oleh karena tergantung daripadainilah sifat atau sistem pemerintahannya, sedangkan sistem daripadapemerintahan inilah yang selanjutnya akan menentukan bentukdaripada negaranya. Dimaksudkan dengan sifat daripada hubunganantara organ-organ tersebut ialah, apakah organ-organ tersebut satusama lain dapat saling memengaruhi ataukah tidak. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas negara yang melaksanakan sistem peimisahankekuasaan ini dapat diklasifikasikan menjadi:a. Negara yang melaksanakan sistem peimisahan kekuasaan secara

tegas, atau secara sempurna. Artinya masing-masing organ tersebuttidak dapat saling memengaruhi, khususnya antara badan legis-latif dengan badan eksekutif. Sebagai contoh misalnya AmerikaSerikat, disini kekuasaan perundang-undangan ada pada kongres,sedangkan kekuasaan pelaksanaan atau pemerintahan ada padaPresiden, dan di dalam konstitusinya dinyatakan dengan tegasantara kedua kekuasaan tersebut, yang satu sama lain tidak dapatmemengaruhi. negara ini disebut negara dengan sistem pemerin-tahan Presidensil.

b. Negara yang melaksanakan sistem pemisahan kekuasaan, danmasing-masing organ pemegang kekuasaan tersebut, khususnyaantara badan legislatif dengan badan eksekutif, dapat salingmemengaruhi, atau saling berhubungan. Sifat hubungan antarakedua badan atau organ ini adalah bersifat politis, maksudnya kalaukebijaksanaan badan yang satu tidak mendapatkan persetujuandan badan yang lain, badan tersebut dapat dibubarkan. Negaraini disebut negara dengan sistem Parlementer.

Page 84: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

71

Ilmu Negara

c. Negara yang melaksanakan sistem pemisahan kekuasaan, tetapipada prinsipnya badan eksekutif itu hanya bersifat sebagai badanpelaksanaan atau badan pekerja saja dan pada apa yang telahdiputuskan oleh badan legislatif. Dan disertai dengan pengawa-san atau kontrol secara langsung dan rakyat, yaitu dengan sistemreferendum. Negara ini disebut negara dengan sistem referen-dum (Soehino, 1996; 188-190).

B. Legitimasi Kekuasaan dalam NegaraDalam pandangan Dicey yang kemudian dicuplik oleh Hayek

menjelaskan bahwa dalam negara kapitalis perangkat aturan hukumdigunakan sebagai dasar untuk melakukan prediksi, bagaimanapenguasa akan menggunakan kekuasaan koersifnya di dalam keadaan-keadaan tertentu, dan direncanakannya urusan-urusan individu se-seorang berdasarkan pengetahuannya. Untuk melancarkan kegiatan-nya (kapitalisme) hukum dijadikan sebuah alat untuk merencanakansesuatu dan memprediksi suatu kegiatan dan langkah-langkah anti-sipasi apabila kegiatan tersebut tidak sesuai yang diharapkanya.Maksudnya yaitu ketika akan mengeksploitasi suatu sumber dayaalam maka dibutuhkan sebuah legitimasi yuridis untuk melaksa-nakan kegiatan tersebut dan apabila ada warga yang menghalangikegiatan tersebut, maka aturan yuridisnya itu dicantumkan sanksi,jadi apabila ada orang yang tidak setuju dengan kegiatan tersebutakan diberikan sanksi karena membangkang (tidak patuh pada aturanperundang-undangan) (Muhtar said, 2013; 148-149).

Legitimasi disini dapat dikatakan penting dan mengemuka uta-manya dalam negara demokrasi. Ada pertautan makna yang uta-manya termuat dalam sistem sebuah negara modern yang mewajibkanadanya legitimasi kekuasaan dalam menjalankan negara secara utuh.

Legitimasi pada prinsipnya sebagai kekuatan penguasa yangditerima oleh rakyatnya dalam ajaran legitimasi ini pemberi legitimasidisebut sebagai pemberi dan disebut juga sebagai penerima atas man-faat legitimasi yang diberikan kepada penguasa. Jadi kepentingan rakyatdalam teori legitimasi kekuasaan ini ditempatkan di atas segala-galanya.

Seperti juga Plato, Aristoteles-pun beranggapan bahwa negaraitu dimaksudkan untuk kepentingan warga negaranya, supaya merekaitu dapat hidup baik dan bahagia. Jadi menurut Aristoteles negara

Page 85: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

72

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

itu merupakan suatu kesatuan, yang tujuannya untuk mencapaikebaikan tertinggi, yaitu kesempurnaan diri manusia sebagai anggotadaripada negara. Dengan demikian Aristoteles telah menjadi seorangrealistis, sedangkan kalau Plato adalah seorang idealistis. Hal yangdemikian ini akan dapat kita pahami, bila kita melihat, dan mem-perhatikan keadaan, yaitu bahwa Plato menciptakan filsafatnya itudalam keadaan alam demokrasi, dimana orang selalu mencari jalanuntuk mencapai keadilan. Sedangkan kalau Aristoteles menciptakanfilsafatnya itu dalam keadaan alam kerajaan dunia, di mana rakyatyang dulunya merdeka itu dikuasai oleh seorang penguasa asing yangmemerintah dengan kekuasaan tak terbatas. Jadi dengan demikianseandainya unsur etis yang harus merupakan dasar untuk pikiranyang universalitas tentang negara dan hukum itu dijadikan bagiandaripada Ilmu Negara, maka hal itu harus pula dijadikan ukuranbagi perbuatan-perbuatan juga bagi pemerintah (penguasa). Halini kiranya akan tidak mungkin, karena akan dilarang oleh penguasadan kerajaan yang absolut itu, lebih-lebih jika kekuasaan pemerin-tahan yang ada itu merupakan kekusaan asing (Soehino, 1996; 24).

Hal di atas tidak jauh berbeda dengan apa yang dikatakan olehCicero. Cicero juga menegaskan adanya “one common master and rulerof men, namely God, who is the author of this law, it sinterpreter, and tis sponsor”.Tuhan, bagi Cicero, tak ubahnya bagaikan Tuan dan Penguasa semuamanusia, serta merupakan Pengarang atau Penulis, Penafsir dan Spon-sor Hukum. Oleh karena itu, Cicero sangat mengutamakan perananhukum dalam pemahamannya tentang persamaan antar umat ma-nusia. Baginya, konsepsi tentang manusia tidak bisa dipandang hanyasebagai political animal atau insan politik, melainkan lebih utamaadalah kedudukannya sebagai legal animal atau insan hukum. Selainitu, beberapa kesimpulan dapat ditarik dan pengalaman sejarah kon-stitusionalisme Romawi kuno ini adalah: Pertama, untuk memahamikonsepsi yang sebenarnya tentang the spirit of our constitutional ante-cedents dalam sejarah, ilmu hukum haruslah dipandang penting atausekurang-kurangnya sama pentingnya dibandingkan dengansekedar perbincangan mengenai materi hukum. Kedua, ilmu pengeta-huan hukum yang dibedakan dan hukum sangat bercorak Romawisesuai asal mula pertumbuhannya. Ketiga, pusat perhatian dan prinsippokok yang dikembangkan dalam ilmu hukum Romawi bukanlah

Page 86: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

73

Ilmu Negara

the absolutisme of a prince sebagaimana sering dibayangkan oleh banyakahli, tetapi justru terletak pada doktrin kerakyatan, yaitu bahwarakyat merupakan sumber dari semua legitimasi kewenangan politikdalam satu negara. Dengan demikian, rakyatlah dalam perkembanganpemikiran Romawi yang dianggap sebagai sumber yang hakiki danhukum serta sistem kekuasaan (Jimly Asshiddiqie, 2006; 15).

Adanya rakyat yang memiliki kekuasaan penuh terhadap sebuahnegara inilah yang kemudian menjadikan apapun yang dilakukanoleh sebuah kekuasaan tentunya harus mencirikan kekuasaan rakyatitu sendiri. Oleh karena itu, bentuk kekuasaan rakyat sering disebutsebagai kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara, secara filosofisdengan kekuasaan tersebut di dukung melalui aturan hukum yangmenegaskannya.

Dalam tradisi negara di dunia, upaya pemberian legitimasi secarakhusus dilakukan melalui proses pemilihan umum. Dalam konseppemilu, semakin baik sistem pemilu, maka semakin baik pula kekuasaanakan dijalankan untuk kepentingan masyarakat. Begitu juga seba-liknya, ketika proses pemberian legitimasi melalui Pemilu dijalankansecara buruk, maka kekuasaan yang telah diberikan legitimasi akanmemainkan peran secara buruk pula.

C. Pergeseran Kekuasaan dalam NegaraHal yang difokuskan di bahasa dalam tema pokok pergeseran

kekuasaan dalam negara adalah ketika kekuasaan dijalankan tidaksesuai mestinya. Hal ini memungkinkan terjadi pada negara mana-pun di dunia ini.

Semisal saja pada sebuah sistem kekuasaan absolutisme di bawahpemerintahan Henri IV yang telah berlangsung lama, dan tahun 1589-1610, maka telah berakar kuat pada sistem ketatanegaraan Perancis.Maka sudah barang tentu perubahan-perubahan yang penting dalamhubungan kekuasaan dirumuskan dan dibenarkan dalam bentuk yuridissecara ilmiah. Hal inilah yang dilakukan oleh Jean Bodin dalambuku karangannya Les Six Livres de la Republique. Yang diterbitkan padatahun 1576. Jadinya ajaran Jean Bodin itu sebetulnya hanyalah mem-beri dasar-dasar yuridis terhadap kekuasaannya absolut di bawahpemerintahan Henri IV tadi (Soehino, 1996; 78).

Page 87: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

74

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Bahkan sebuah teori menyatakan kekuasaan di atas segala-gala-nya. Seperti halnya dengan yang disampaikan oleh Niccolo Machiavelli,Jean Bodin juga menyatakan bahwa tujuan negara itu adalah ke-kuasaan. Definisinya tentang negara adalah sebagai berikut: Negaraadalah keseluruhan dan keluarga-keluarga dengan segala miliknya,yang dipimpin oleh akal dan seorang penguasa yang berdaulat. Jadiseperti Aristoteles, Jean Bodin berpendapat bahwa keluarga itu adalahasal atau dasar daripada negara, baik menurut logika maupun menu-rut sejarah. Kekuasaan negara mengharuskan membatasi kebebasanbertindak menurut alam. Dalam keluarga itu ada paterfamilisasi sebagaikepala keluarga ia melakukan pembatasan-pembatasan dalam keluarga.Dasar masyarakat adalah naluri, sedang dasar negara adalah kekuasaan-nya. Pada mulanya hanya ada satu keluarga, kemudian keluarga-keluarga lainnya bergabung dan merupakan suatu kesatuan, oleh karenadengan demikian itu mereka secara bersama-Sama dapat memper-tahankan diri dengan baik. Dan dalam keadaan itu pula kebebasanalam lenyap. Sampai di sini pendapatnya sama dengan Aristoteles(Soehino, 1996; 78).

Terjadinya pergeseran peran kekuasaan dalam negara acapkalidirespon melalui berbagai macam bentuk yang diantaranya adalahdengan upaya penurunan secara paksa atas kekuasaan. Semisal negaraindonesia sendiri mengalami berbagai impeachment terhadap presiden-nya, baik impeachment langsung, seperti yang dialami oleh presidenAbdurrahman Wahid, maupun impeachment tidak langsung, sepertiyang dialami oleh presiden-presiden lainnya, sebagaimana terjadisebagai berikut:1. Impeachment terhadap Presiden Soekarno (tahun 1966), dengan

pemaksaan pemberian pidato pertanggung jawaban di dalammasa jabatannya, yang kemudian pidato pertanggung jawaban-nya yang berjudul Nawaksara ditolak oleh Majelis Permusyawa-ratan Rakyat Sementara, yang diketuai oleh Jenderal Abdul HarisNasution. Dalam hal ini terjadi impeachment oleh Majelis Permusya-waratan Rakyat.

2. Impeachment terhadap Presiden Soeharto (tahun 1998) di manarakyat dan organisasi massa mengepung gedung Majelis Per-musyawaratan Rakyat berhari-hari untuk meminta PresidenSoeharto mundur dan jabatannya, diikuti oleh permintaan

Page 88: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

75

Ilmu Negara

pengunduran diri dan presiden yang diminta oleh ketua MajelisPermusyawaratan Rakyat (Harmoko dan peletakan jabatansekaligus oleh sebagian besar menteri-menterinya, dan akhirnyaPresiden Soeharto meletakkan jabatannya yang dikenal denganistilah Lengser keprabon. Selanjutnya, jabatan presiden diserahkankepada Wakil Presiden B.J. Habbie untuk menjadi presiden. Dalamhal ini terjadi proses impeachment oleh rakyat.

3. Impeachment terhadap Presiden Habibie (tahun 2000), di manaatas desakan masyarakat melalui media massa dan gerakan rakyatmemaksakan Presiden Habibie untuk mempercepat pelaksanaanpemilihan umum untuk memilih wakil-wakil rakyat, yang kemu-dian memilih presiden yang baru, dan dalam pemilihan presidenoleh Majelis Permusyawaratan Rakyat yang baru, memilihAbdurrahman Wahid sebagai presiden yang baru tersebut. Dalamhal ini terjadi impeachment oleh media massa.

4. Impeachment terhadap Presiden Abdurrahman Wahid (tahun2002), yang dalam hal ini merupakan impeachment yang sebenar-benarnya (impeachment secara langsung), di mana Majelis Per-musyawaratan Rakyat memberhentikan Presiden AbdurrahmanWahid di tengah-tengah masa jabatannya karena dianggap beliaubanyak melakukan dan bersikap yang tidak pantas sebagai presiden(Munir Fuady, 2009; 157-158).

Bentuk adanya sejarah penurunan kekuasaan yang terjadi diIndonesia sendiri merupakan wujud dari keinginan menjadikan negaratetap pada koridor kekuasaan rakyat bukan kekuasaan penguasa.Oleh karena itu dalam memahami pergeseran tujuan kekuasaan perludilakukan upaya untuk meluruskannya. Disini kemudian dapat di-katakan bahwa terdapat beberapa teknik untuk mengurangi pemu-satan kekuasaan, yang idenya muncul dan sejarah perjalanan suatubangsa. Perancis berangkat dan revolusi tahun 1789 sewaktu berhasilmeruntuhkan kekaisaran Louis. Rusia sewaktu meruntuhkan keti-ranian Tsar dan lain-lain. Namun demikian demokrasi liberal dandemokrasi komunis berbeda, walaupun merasa sama-sama demokrasi.Berikut ini ada beberapa model pembagian kekuasaan (praja) (InuKencana Syafiie, 1994; 125).

Pendapat-pendapat tersebut dapat digolongkan serta diberi istilahsebagai berikut:

Page 89: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

76

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

1. Eka Praja adalah apabila kekuasaan dipegang oleh suatu badan.Bentuk ini sudah tentu diktaktor (authokrasi,) karena tidak adabalance (tandingan) dalam era pemerintahannya. Jadi yang ada pihakeksekutif saja, dan bisa muncul pada suatu kerajaan absolut ataupemerintahan fasisme.

2. Dwi Praja adalah apabila kekuasaan dipegang oleh dua badan.Bentuk ini oleh Frank J. Goodnow dikategorikan sebagai lembagaadiministratif (unsur penyelenggara pemerintahan) dan lembagapolitik (unsur pengatur undang-undang).

3. Tri Praja adalah apabila kekuasaan dipegang oleh tiga badan.Bentuk ini diusulkan oleh para pakar yang menginginkan demokrasi.yaitu dengan pemisahan atas lembaga eksekutif, legislatif, danyudikatif. Tokohnya Montesquieu dan Jhon Locke, serta yangagak identik Gabriel Almond.

4. Catur Praja adalah apabila kekuasaan dipegang oleh empat badan.Bentuk ini baik apabila benar-benar dijalankan dengan konse-kuen, bila tidak akan tampak kemubaziran, Van Vallenhoven pernahmengategorikan bentuk ini menjadi regeling, bestuur, politie, danrechtsspraak

5. Panca Praja adalah apabila kekuasaan dipegang oleh lima badan.Bentuk ini sekarang dianut oleh Indonesia karena walaupun dalamhitungan tampak enam badan yaitu konsultatif, eksekutif, legis-latif, yudikatif, insfektif, dan konstitutif namun dalam kenya-taannya konstitutif (MPR) anggota-anggotanya terdiri dan anggotalegislatif bahkan ketuanya sampai saat ini dipegang oleh satuorang (Inu Kencana Syafiie, 1994; 125-126).

Sebagai catatan lain dalam upaya membatasi kekuasaan, makausaha yang pertama ditujukan untuk melemahkan atau membatasikekuasaan penguasa adalah dengan secara langsung. Di dalam usahaini ada tiga macam cara yang umum dipergunakan, yaitu:a. Pemilihan para penguasa

Pada waktu kita mempelajari atau membicarakan sistem peme-rintahan demokrasi, kita telah mengetahui bahwa pemilihan parapenguasa oleh. rakyat yang akan diperintah, itu merupakan salahsatu cara yang paling mudah dan praktis untuk melaksanakandan mencapai maksud daripada prinsip pembatasan kekuasaan

Page 90: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

77

Ilmu Negara

penguasa. Tetapi yang demikian ini harus disertai syarat-syaratbahwa pemilihan itu harus betul-betul bebas dan adil. Kalaumemang betul-betul demikian halnya ini akan memaksa parapenguasa untuk memberikan pertanggung-jawaban kepada rakyat.Dan pertanggungan-jawab itu bukanlah sekedar pertanggungan-jawab yang tidak ada sanksinya apa-apa, melainkan pengertianpertanggunganjawab di sini adalah pertanggungan jawab politis,dengan sanksi yang bersifat politis juga, dan sanksi ini yangpaling berat ialah: apabila kebijaksanaan penguasa itu tidak dapatditerima oleh rakyat, maka penguasa akan kehilangan kekuasaan-nya, dan ini berarti jatuhnya kekuasaan mereka. Tetapi apabilapenguasa itu mulai menyadari bahwa kekuasaan mereka itusebenarnya mereka peroleh dari rakyat, dan mulai saat itu pulamenyegani rakyat, maka ini adalah merupakan titik pangkaldaripada kebijaksanaan penguasa.Meskipun pemilihan ini sebenarnya tidak dapat terlepas dankelemahan-kelemahan, ini tergantung daripada sistem pemilihandan sikap rakyat terhadap penguasa, namun pemilihan tetapmerupakan suatu cara yang paling tepat dan tegas untuk mem-batasi kekuasaan penguasa.

b. Pembagian kekuasaanIni juga dikemukakan oleh Maurice Duverger sebagai salah satucara yang baik untuk membatasi atau melemahkan kekuasaanpenguasa, dengan maksud untuk mencegah agar para penguasaitu jangan sampai menyalahgunakan kekuasaannya atau ber-tindak sewenang-wenang dengan melebarkan cengkraman tota-liternya atas rakyat. Dalam hal ini Maurice Duverger telah mem-peringatkan pula akan ajaran Montesquieu yang sangat termashyur,kemasyhurannya ini disebabkan oleh karena ketegasan daripadaajaran tersebut, yaitu: kekuasaan membatasi kekuasaan. Dipe-ringatkan pula oleh beliau bahwa pembagian kekuasaan, hen-daknya dipahami dalam pengertiannya yang luas, maksudnyatidak saja dalam arti pemisahan kekuasaan menurut tipe Triaspolitika klasik, yaitu bahwa kekuasaan negara itu dibagi dalamatau menjadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif, yangmeskipun sudah barang tentu pengertian yang terakhir itu adakebaikannya yaitu, terutama sifat kebebasan kekuasaan pengadi-

Page 91: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

78

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

lan dalam hubungannya dengan kedua kekuasaan yang lain,ini misalnya, dan terutama di negara-negara Anglo saxon, se-hingga para warga negara terjamin betul terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh penguasa.

c. Kontrol yuridiksionalKontrol yuridiksional dimaksudkan ialah adanya peraturan-peraturan hukum yang menentukan hak-hak atau kekuasaan-kekuasaan tersebut, dan yang semuanya pelaksanaannya di-awasi dan dilindungi oleh organ-organ pengadilan dari lembaga-lembaga lainnya dengan tujuan membatasi kekuasaan penguasa,melainkan juga terjadi pemberian kekuasaan kepada lembagapengadilan untuk mengontrol, mengatur serta mengendalikanlembaga-lembaga politik dan lembaga-lembaga adiministrasi(Soehino, 1996; 267-269).

Page 92: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

79

Ilmu Negara

A. Teori Kekuasaan Hukum dalam NegaraTerdapat beberapa tolak ukur dalam melihat dan menilai aturan

hukum secara objektif. Kadangkala hukum dikatakan represif karenaadanya pola yang nampak dari ketidak percayaan masyarakat sendiridalam menilai keberlakukan hukum. Di pihak lain aturan hukumyang bersifat represif bukan berarti hukum memang represif, namunrepresifnya penegakan hukum merupakan reaksi dari penegakanhukum sendiri yang mengalami kebuntuan dalam pemberlakukannya.

Dalam menjalankan karakter hukum represif, negara tidakdapat dikatakan salah asalkan negara dapat memenuhi beberapa unsurdalam pembentukan simbol-simbol keberlakukan kekuatan represif-nya. Diantara simbol-simbol tersebut adalah sebagai berikut:1. Adanya tujuan yang jelas dalam pemberlakuan sifat dan sikap

represif.2. Adanya kemampuan untuk membuat tindakan represif tersebut

dapat dikendalikan dalam berjalannya.3. Adanya komitment yang jelas dalam pemberlakuannya.4. Pola represif yang dijalankan merupakan sudah dianggap sebagai

alternatif terakhir untuk dijalankan.

KEKUASAAN HUKUMDALAM NEGARA

BAG

IAN

EN

AM

Page 93: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

80

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

5. Adanya upaya memprioritaskan kepentingan masyarakat dalampembentukan dan pembentukan pola represif sebagai bagian darireaksi dari peraturan hukum yang telah buntu.

Dalam kaidah ini negara menjadikan faktor tujuan yang bersifatindependent dalam pembentukan tindakan. Intervensi dari tujuanyang menyimpang harus dikesampingkan dalam pembentukan kebi-jakan yang diambil. Disinilah yang merupakan bagian dari bentukkeberlakukan hukum yang akan membutuhkan sifat pendorong.Hukum membutuhkan suatu kekuatan pendorong. Ia membutuh-kan kekuasaan. Kekuasaan ini memberikan kekuatan kepadanya untukmenjalankan fungsi hukum, seperti misalnya sebagai kekuatan peng-integrasi atau pengkoordinasi proses-proses dalam masyarakat. Kitabisa mengatakan, bahwa hukum tanpa kekuasaan akan tinggal sebagaikeinginan-keinginan atau ide-ide belaka (Sadjipto Rahardjo, 1982; 160).

Sehingga disini dapat dikatakan adanya hukum dalam sebuahnegara dikatakan harus memiliki daya paksa. Baik itu bersifat represifmaupun daya paksa yang bersifat lemah. Pada tahun 1970, GunnarMyrdal menerbitkan bukunya yang berjudul “The Challenge of WorldPoverty” (Myrdal 1971). Bab yang ketujuh dalam buku tersebut ber-judul: The ‘Soft State’. Bab tersebut dimulai dengan kalimat, “Semuanegara berkembang sekalipun dengan kadar yang berlainan, adalah“negara-negara yang lembek”. Istilah yang dipakai oleh Weber inidimaksud untuk mencakup semua bentuk ketidakdilsiplinan sosialyang manifestasinya adalah: cacat dalam perundang-undangan danterutama dalam hal menjalankan dan menegakkan hukum, suatuketidakpatuhan yang menyebar dengan luasnya dikalangan pegawainegeri pada semua tingkatan terhadap peraturan yang ditujukan kepadamereka, dan sering mereka ini bertabrakan dengan orang-orang ataukelompok-kelompok yang berkuasa, yang justru harus mereka atur...”(Sadjipto Rahardjo, 1982; 171).

Dalam pandangan tersebut terdapat indikasi bahwa sebuah negarayang bersifat lembek akan menerima konsekuensi sebagai berikut:1. Tidak majunya negara dalam menjalankan prinsip-prinsip yang

berorientasi pada kemajuan;2. Kedaulatan dapat sewaktu-waktu tidak dapat tercapai dan negara

disini dapat dikatakan negara lemah;

Page 94: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

81

Ilmu Negara

3. Akan adanya ketidakstabilitan dalam menjalankan pertahanandan keamanan;

4. Negara kurang mampu merepresentasikan bentuk lain dari istilahdari kuasa dan menguasai negara;

5. Tidak akan terjalinnya komunikasi yang baik antara warga negaradengan penguasa;

6. Stabilitas ekonomi kurang terkendali.

Sehingga disinilah kemudian dapat dikatakan sifat dan dayapaksa dalam sebuah negara merupakan sebuah karakter wajib yangdimiliki. Hal ini sesuai dengan kesimpulan pemikiran dari GunnarMyrdal. Penelitian Myrdal, setidak-tidaknya demikian ia katakan,terutama dipusatkan kepada negara-negara di Asia Selatan. Salah satuaspek yang menarik untuk dikutip di sini adalah analisanya mengenaifaktor yang berdiri di belakang kelembekan suatu negara atau ketidak-disiplinan sosial yang meluas itu, yaitu: “perundang-undang yang terburu-buru” (sweeping legislation). Perundang-undangan yang demikian inidimaksudkan untuk memodernisasikan masyarakat dengan segera,berhadapan dengan keadaan masyarakat yang umumnya diwarisi,yaitu otoritarianisme paternalisme, partikularisme dan banyak ketidak-teraturan lainnya (Sadjipto Rahardjo, 1982; 171).

Oleh karena itu di Indonesia dalam hal ini sudah sangat tepatsekali jika dibentuklah beberapa asas tentang pembentukan peratu-ran perundang-undangan yang diantaranya kejelasan tujuan, ke-lembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, kesesuaian antarajenis, hierarki, dan materi muatan, dapat dilaksanakan, Kedayagunaandan kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan keterbukaan. Penjabaranatas asas-asas tersebut sebagai berikut:a. Yang dimaksud dengan “asas kejelasan tujuan” adalah bahwa

setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus me-munyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai;

b. Yang dimaksud dengan “asas kelembagaan atau pejabat pem-bentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pem-bentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Per-aturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau bataldemi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabatyang tidak berwenang;

Page 95: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

82

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

c. Yang dimaksud dengan “asas kesesuaian antara jenis, hierarki,dan materi muatan” adalah bahwa dalam Pembentukan Per-aturan Perundang-undangan harus benarbenar memperhatikanmateri muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarkiPeraturan Perundang-undangan;

d. Yang dimaksud dengan “asas dapat dilaksanakan” adalah bahwasetiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mem-perhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan ter-sebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, mau-pun yuridis;

e. Yang dimaksud dengan “asas kedayagunaan dan kehasilgunaan”adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuatkarena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalammengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

f. Yang dimaksud dengan “asas kejelasan rumusan” adalah bahwasetiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persya-ratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, siste-matika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelasdan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagaimacam interpretasi dalam pelaksanaannya;

g. Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah bahwa dalamPembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dariperencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau pene-tapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengandemikian, seluruh lapisan masyarakat memunyai kesempatanyang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pem-bentukan Peraturan Perundang-undangan (Penjelasan Undang-Undang No 12 Tahun 2011).

Asas tersebut di atas akan menuntun pada tindakan penging-karan oleh negara atas prinsip non represif akan tetapi bentuk rep-resif tersebut merupakan bagian dari pola yang harus dihadirkankarena adanya suatu bentuk formal keberadaan negara dalam menja-lankan fungsinya. Larangan eigenrichting adalah aturan primer, dimana diasumsikan bahwa proses saling memengaruhi berbagai kekuatankemasyarakat yang berlangsung langgeng, jika kita tidak menghen-daki kesemuanya ini bermuara dalam suatu kekacauan umum, maka

Page 96: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

83

Ilmu Negara

demi kepentingan semua pihak yang bersangkutan itu sendiri perlumenyatakan proses ini di dalam batasan-batasan aturan danperaturan tertentu. Hal ini merupakan dasar ketentuan-kentuan yangbukan semata-mata diarahkan pada persamaan tujuan yang dicapaioleh anggota masyarakat, tetapi pada upaya menciptakan dan mem-pertahankan persyaratan yang mau tidak mau harus dipenuhi ter-lebih dahulu yakni adanya suatu tertib hukum yang betul-betulterpelihara dengan jalan menerima suatu “rule of recognition” disamping pembentukan badan-badan pengadilan tercipta peluanguntuk mengetahui aturan-aturan mana saja yang oleh penguasadiakui memiliki kekuatan mengikat, maupun menyelesaikan ber-bagai materi perselisihan yang berkaitan dengan, aturan-aturan ini,oleh wakil-wakil penguasa (Emiritus Jhon Gillisen dan Emiritus FritsGorle, 2005; 31).

Adanya suatu tertib hukum tentunya berdasarkan pada acuansumber-sumber Hukum yang bersifat legal dan sah. Diantarasumber-sumber hukum yang dimaksud sebagai berikut:a. Undang-undang

Lambat laun undang-undang menjadi sumber hukum yang ter-penting. Sedikit demi sedikit hal ini menggantikan kebiasaan. Raja,yang membuat undang-undang, kendatipun sendiri yang mem-buat undang-undang, akan tetapi raja harus pula menghormatikebiasaan-kebiasaan negara dan bangsa. Oleh sebab itu ia hanyasedikit sekali membuat undang-undang dalam bidang hukumperdata dan bahkan hukum pidana sekalipun. Dengan demikiankebanyakan undang-undang hanya menyangkut hukum tatanegara dan hukum tata usaha negara.

b. KebiasaanUntuk hukum perdata nampaknya kebiasaan tetap merupakansumber hukum terpenting. Sehingga demikian mulai tampak adaperubahan mengenai sifat-sifatnya. Para Raja memerintahkanpencetakan kebiasaan-kebiasaan tersebut, yang sekali mengalamipendokumentasian, pada hakikatnya tidak lagi merupakankebiasaan-kebiasaan murni dan dalam realita menjadi undang-undang yang berasal dan kebiasaan-kebiasaan hukum. Sang Rajatetap mempertahankan hak untuk mengubah dan menafsirkan

Page 97: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

84

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

kebiasaan-kebiasaan dicatat tersebut. Dengan begitu hukumkebiasaan tidak bisa lagi menyesuaikan diri dengan perkembangankemasyarakatan dan oleh karena itu keretakan antara kebiasaanyang dicatat dan hukum-hukum yang hidup semakin hari semakinbesar. Dengan ditulis dan dicatatnya kebiasaan pada abad-abadXVII dan VIII maka dalam bidang hukum perdata nampaknyaterjadilah kekakuan. Hanya ajaran hukum dan beberapa pem-baharuan melalui undang-undangan memberi peluang bagi hukumperdata untuk megadaptasikan diri pada evolusi sosial dan politik.Pada akhir abad XVIII Lenyaplah seluruh hukum kebiasaan, akantetapi pada hakikatnya sebagian besar hal ini telah dicakupperundang-undangan.

c. Hukum RomawiProses romanisasi hukum di benua Eropa terus berlangsung didalam zaman-zaman Modern tersebut, di wilayah-wilayah Jermandan di negeri Belanda hal ini sedikit banyak telah diresepsi secaraformal sebagai hukum pelengkap. Di Perancis hal itu berlakusebagai ratio scripta (hasil pemikiran atau akal ditulis).Di bawah pengaruh Renaisans dan Humanisme, maka studi danpendidikan hukum Romawi mengalami perubahan-perubahanbesar pada abad XVI. Mazhab komentator kuno harus menyedia-kan tempat bagi metode humanis, sehingga studi-studi hukummenjadi lebih ilmiah lagi. Pusat kajian Hukum Romawi padaabad XVI beralih dari Italia ke Perancis, dalam abad XVII keBelanda Utara dan di abad XVIII ke Jerman, di mana hal itu men-capai titik kulminasinya dengan Pandektenwissenschaft dalam abadXIX. Oleh karena di zaman modern semakin banyak hakim-hakim mendapatkan pendidikan yuridis di universitas-univer-sitas atau pendidikan tinggi, maka di dalam praktik sehari-harimereka lebih banyak menerapkan asas-asas yang diturunkan danhukum romawi.

d. Hukum KanonikHukum Kanonik ini pada abad XVI berakhir peranannya sebagaisumber hukum bagi kaum awam, hal ini sebagai akibat ReformasiGereja sebagian besar Eropa Barat telah melepaskan diri dari Roma.Bahkan negara-negara Katolik untuk urusan-urusan pendetaberangsur-angsur menarik dari yurisdiksi pengadilan-pengadilan

Page 98: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

85

Ilmu Negara

gereja untuk tunduk pada kewenangan perundang-perun-dangan kerajaan dan pengadilan-pengadilan umum. Di Perancishal ini telah berlangsung sejak abad XVI, sedangkan di Belgiabaru pada tahun 1784.

e. Ajaran HukumAjaran hukum menduduki tempat penting di dalam perkem-bangan hukum sejak abad XVI. Ia tidak hanya membatasi diripada penelaahan hukum Romawi dan hukum Kanonik, tetapijuga hukum pribumi setiap negara. Undang-undang dan Kebiasaan-kebiasaannya, mulai dijadikan subjek secara ilmiah. Dengandemikian terjadilah proses “Pengilmiahan” dan hukum ini sendiri,yang dipelajari secara ilmiah sehubungan dengan pelaksanaan-nya. Setiap tahun ratusan (hukum) ditulis dan dicetak. Banyakkarya-karya ditulis dalam bahasa Latin, yang pada saat itu meru-pakan bahasa ilmu pengetahuan dan yang merupakan kontribusipenting bagi proses penyebaran secara internasional. Pada abadXVII, Mazhab Hukum Alam mengalami masa pemekarannya,antara lain oleh Grotius. Walau bagaimanapun juga, hal ini telahmenjurus ke arah globalisasi dan kesatuan hukum.

f. PeradilanDengan adanya Hierarkisasi pengadilan-pengadilan dan perkem-bangan institusi pemohonan banding terhadap putusan-putusanmajelis-majelis kehakiman yang lebih rendah, maka peradilanselama Zaman-zaman Modern ini lama-kelamaan menjadi sumberhukum yang berdiri sendiri. Lazimnya hakim-hakim merasaterikat pada putusan hakim-hakim sebelum mereka atau putusanpengadilan-pengadilan yang lebih tinggi. Peradilan inidisebarluaskan melalui kumpulan-kumpulan putusan-putusandan Arestarest. Di Perancis “Arrets de Reglement” Parlemen-parlemenmemunyai kekuatan mengikat, seolah-olah mereka adalah Undang-undang (Emiritus Jhon Gillisen dan Emiritus Frits Gorle, 2005;242-245).

Dalam mewujudkan sumber hukum yang memiliki kekuatankeberlakuan, maka konsep negara hukum acapkali beriringan dengansistem demokrasi akan tetapi disini sifat beriringan tersebut tidaklahmutlak. Konsep negara hukum dalam sejarah sudah lebih dahulu

Page 99: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

86

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

berkembang dibandingkan dengan konsep negara demokrasi, tetapidalam perkembangannya saat ini, antara negara hukum dengannegara demokrasi merupakan kembarsiam yang tidak mungkin dipi-sahkan. Tidak ada negara hukum tanpa unsur demokrasi. Demikianjuga sebaliknya, bahwa tidak mungkin ada negara demokrasi yangtidak menerapkan prinsip-prinsip negara hukum. Bentuk negarahukum demokrasi itu sendiri tetap merupakan bentuk negara yangpaling ideal dibandingkan dengan alternatif-alternatif lainnya, sepertibentuk negara aristokrasi, teokrasi, oligarki, dan sebagainya. Perlujuga dicatat bahwa konsep negara demokrasi dalam sejarah sebe-narnya sudah cukup lama dikembangkan. Dalam bukunya Politea,ahli pikir Yunani, yaitu Plato telah membagi negara ke dalam bebe-rapa bentuk, salah satu di antaranya adalah negara demokrasi, disamping bentuk-bentuk negara Iainnya, yaitu:1. Aristokrasi, yakni negara yang diperintah oleh sekelompok orang

yang tergolong cerdik pandai, tetapi yang memerintah baik ber-dasarkan kepada keadilan maupun untuk kepentingan kelom-poknya sendiri (kata ‘‘aristoi” berarti “cerdik pandai”).

2. Oligarki, yakni negara yang diperintah oleh hanya sedikit orangyang lebih mementingkan kepentingan diri mereka sendiri (kata“oligos” berarti “sedikit”).

3. Timokrasi, yakni negara yang diperintah oleh orang-orang kaya.4. Tirani, yaitu negara yang diperintah oleh seorang tiran yang penuh

dengan kesewenang-wenangan (Munir Fuady, 2009; 15-16).

B. Pengukuhan Kekuasaan Hukum dalam NegaraMenurut Fichte, negara bukan hanya memiliki tujuan yang

negatif tetapi juga tujuan yang positif, yakni menciptakan dan me-melihara ketertiban, ketenteraman dan keamanan. Dalam tahun 1800Ia menerbitkan sebuah buku tentang negara dagang yang tertutup,di mana ia membela kebebasan negara dalam bidang ekonomi, Demi-kian pula masalah-masalah sosial dikemukakannya. Dalam bukuini terdapat gagasan-gagasan yang selama revolusi Perancis, artinyapada masa Konvensi, dikenal sebagai ide komunis. Dalam idenyatersebut pemerintah diharapkan menentukan keadaan ekonomi pen-duduknya. Dalam sistem gerak dinamika negara ini penduduk tidakmemunyai hak apa-apa. Dalam tahun 1848 Perancis ingin mewujud-

Page 100: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

87

Ilmu Negara

kan sistem ini, dimana negara tidak dianggap sebagai sejumlah indi-vidu, melainkan sebagai kesatuan yang mengatasinya (J.J. Von SCHMID,1979; 77-78).

Adanya pemahaman yang demikian tersebut merupakanpengingkaran atas keberadaan negara. Negara harus dikonsepsikansifat-sifat positif meskipun terdapat model rekayasa negara yang tidakideal ketika dijalankan. Oleh karenanya prinsip dijalankannya negaraharus didasarkan pada pola pemikiran dengan melihat pada aspekupaya kesejahteraan dari adanya persamaan cita-cita dan kesepaha-man untuk membuat suatu kelompok.

Hugo Grotius mentapsirkan negara itu sebagai “suatu perse-kutuan yang sempurna daripada orang-orang yang merdeka untukmemperoleh perlindungan hukum”. Pendapat Bluntschli lain lagiyang mengartikan negara sebagai “diri rakyat yang disusun dalamsuatu organisasi politik di suatu daerah tertentu”. Kemudian HansKelsen merumuskan negara itu sebagai suatu susunan pergaulan hidupbersama dengan tata paksa (S. Haryono DKK, 2000; 29).

Namun yang dimaksud tata paksa disini bukan berarti terdapat-nya sebuah model dimana pemaksaan-pemaksaan terjadi secara sis-tematis dan tidak terstruktur. Hal ini yang perlu dikritisi dari konsepberfikir Djengis Khan. Djengis Khan pernah bertanya kepada salahsatu seorang panglimanya: “Apa menurut pendapatmu sebesar-besarkenikmatan dalam kehidupan?”. Jawab panglima, “berburu hewanTuanku, di waktu rumput tengah menghijau dengan berkuda yangcepat dan gagah perkasa, dan dengan burung elang dilengan” KataDjengis Khan, tidak. “Sebesar-besar nikmat hidup ialah menakluk-kan lawan kita, menghalau mereka sebagai lawan ternak, sambilmendengarkan ratap tangis keluarga dan kekasihnya, merampas segalaharta miliknya dan merampas putri-putrinya yang tercantik”. CiriSebaliknya Shan Yang seorang pujangga klasik China mengemuka-kan bahwa satu-satunya tujuan bagi raja ialah membuat negara kuatdan kuasa, dan ini hanya mungkin tercapai apabila negara memilikijumlah tentara yang besar dan kuat. Ia mengatakan bahwa rakyatyang makmur dan pintar serta berbudi tidak mungkin dapat disuruhberkelahi. Oleh karena itu bila menginginkan negara kuat dan ber-kuasa rakyat tidak boleh kuat (S. Haryono DKK, 2000; 35).

Page 101: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

88

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Pada pemikiran lain juga terdapat kesamaan seperti halnya yangdibuat oleh Djengis Khan yaitu yang terdapat pada pemikiran Marxdan Lenin. Pada pokok persoalan tersebut Marx dan Lenin telahmenjungkirbalikkan hal ikhwal yang menyangkut hukum dannegara; jauh dan semata-mata ciptaan negara, hukum itu sendirilebih merupakan dasar pengertian “negara”. Yang disebut terakhirini tak lain melainkan sebuah fiksi hukum yang di bawah pengaruhRenaissance dan humanisme pada abad XVI diuraikan lebih lanjut olehantara lain Jean Bodin, untuk mensekulerisasi dan merasionalisasipolitik penguasa dan dengan jalan demikian memberikan kepadanyakekekalan dan legitimitas. Hal ini dilakukan sedemikian rupa sehinggadi dalamnya dipakai pengertian-pengertian yang dipinjam dan hukumRomawi dapat ditegakkan karena aspek-aspek tertentu pengertiannegara telah ada di zaman dahulu. Walaupun demikian, pengertiannegara seperti yang abad XIX diobservasi oleh Marx dan Engels sertatanpa banyak alasan telah lebih digeneralisasi oleh mereka bahkantipe-tipe negara yang dewasa ini kita kenal, gejala-gejala historis yangrelatif baru, di mana banyak sekali bentuk penyelenggaraan kekuasaandi masa lalu tidak memperlihatkan persamaan, kendati pun untukmudahnya kami menyebutnya juga “negara-negara” anakhronistisatau yang tidak lagi cocok dengan keadaan. Oleh karena itu adalahlebih baik di dalam mempelajari kebiasaan hukum, kita berpegangpada ungkapan yang lebih umum ialah “penguasa umum” ( EmiritusJhon Gillisen dan Emiritus Frits Gorle, 2005; 26).

Berdasarkan istilah penguasa umum tersebut dengan kata lain,dengan kekuasaannya perundang-undangan harus memiliki ke-dudukan yang merdeka dan pemerintahan negara. Bila tidak niscayawujud dan fungsinya diceraiberikan. Dengan demikian ia akan kehi-langan arti dan nilainya sebagai peraturan umum. Tetapi kedudukanseperti itu dalam pandangan yuridis justru tidak diberikan pada undang-undang, kecuali bila yang diakui berdaulat adalah undang-undang.Tetapi dalam negara hukum kedudukan undang-undang semacamitu diterapkan. Hanya dan undang-undanglah tiap orang memper-oleh kekuasaan, termasuk kepala negaranya. Dalam negara hukumini tidak ada pula kehendak untuk berkuasa atau kehendak negara yangberdaulat, di samping undang-undang (J.J. Von SCHMID, 1979; 171).

Page 102: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

89

Ilmu Negara

Seorang pejabat hukum dalam arti yang sebenarnya yang memilikikekuasaan untuk dijalankan adalah seorang petugas negara yangsenantiasa menanamkan keluhuran budi kepada rakyatnya sedemi-kian rupa sehingga hukum dan gedung-gedung pengadilan dapatdianggap sebagai kelebihan yang tidak diperlukan. Peranan seorangpenengah sebagai orang-orang yang mendatangkan kedamaian lebihdihargai daripada seorang hakim yang memutuskan siapa yangdapat dipersalahkan. Oleh karena itu, demikianhalnya, di dalam sejarahKorea belum pernah dikenal adanya seorang legislator yang besaratau hakim yang bersejarah (Sadjipto Rahardjo, 1980; 90).

Prinsip dasar kemudian yang harus ditegaskan adalah pengu-kuhan kekuasaan hukum dalam negara ditandai dengan adanyakonstitusi sebagai hukum dasar atau hukum tertinggi pada sebuahnegara. Sejatinya perlu memang untuk menegaskan karakter yangbaik negara hukum melalui tegas dan tegaknya konstitusi.

Usaha negara untuk mencapai tujuan masyarakat negara, dalamkonstitusi telah ditentukan adanya bermacam-macam lembaga negara.Supaya tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan, kedudukan sertatugas dan wewenang masing-masing lembaga negara juga ditentu-kan. Hal ini berarti adanya pembatasan kekuasaan terhadap setiaplembaga politik. Pembatasan terhadap lembaga-lembaga tersebutmeliputi dua hal:1. Pembatasan kekuasaan yang meliputi isi kekuasaannya,2. Pembatasan kekuasaan yang berkenaan dengan waktu dijalan-

kannya kekuasaan tersebut (Dahlan Thaib DKK, 2008; 23).

Lebih lanjut berkaitan dengan konstitusi, Wheare mengungkap-kan panjang lebar mengenai macam-macam konstitusi dilengkapidengan beberapa contoh konstitusi di beberapa negara, namun padaintinya sebagai berikut:a. Pertama, yang dimaksud konstitusi tertulis ialah suatu konsti-

tusi (UUD) yang dituangkan dalam sebuah dokumen atau, be-berapa dokumen formal. Sedangkan konstitusi yang bukandalam bentuk tertulis ialah suatu konstitusi yang tidak dituang-kan dalam suatu dokumen formal. Seperti konstitusi yang ber-laku di Inggris, Israel, dan New Zaeland.

Page 103: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

90

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

b. Kedua, James Bryce dalam bukunya Studies in History and Juris-prudence memilah konstitusi fleksibel dan konstitusi rijid secaraluas. Hemat penulis pembagian konstitusi atau Undang-UndangDasar secara fleksibel dan detail ini karena didasarkan atas kri-teria atau berkaitan dengan “cara dan prosedur perubahannya”.Jika suatu konstitusi itu mudah dalam mengubahnya, maka iadigolongkan pada konstitusi yang fleksibel. Sebaliknya jika sulitcara dan prosedur perubahannya, maka ia termasuk jenis kon-stitusi yang detail. Dalam konteks ini UUD 1945 dalam realitanyatermasuk konstitusi yang detail.

c. Ketiga, yang dimaksud dengan konstitusi derajat tinggi ialahsuatu konstitusi yang memunyai kedudukan tertinggi dalamnegara. Di samping itu jika dilihat dan segi bentuknya, konsti-tusi ini berada di atas peraturan perundang-undangan yang lain.Demikian juga syarat untuk mengubahnya lebih berat dibanding-kan dengan yang lain. Sementara konstitusi tidak derajat tinggiialah suatu konstitusi yang tidak memunyai kedudukan sertaderajat seperti konstitusi derajat tinggi. Persyaratan yang diper-lukan untuk mengubah konstitusi jenis ini sama dengan persya-ratan yang dipakai untuk mengubah peraturan-peraturan yanglain, umpamanya undang-undang.

d. Klasifikasi keempat berkaitan erat dengan bentuk suatu negara.Artinya, jika bentuk suatu negara itu serikat, maka akan dida-patkan sistem pembagian kekuasaan antara pemerintah negaraserikat dengan pemerintah negara bagian. Pembagian kekuasaantersebut diatur dalam konstitusi atau undang-undang dasarnya.Dalam negara kesatuan pembagian kekuasaan tersebut tidakdijumpai, karena seluruh kekuasaannya tersentralkan di peme-rintah pusat, walaupun dikenal juga sistem desentralisasi. Halini juga diatur dalam konstitusi kesatuannya.

e. Terakhir, klasifikasi konstitusi sistem pemerintahan presidensialdan sistem pemerintahan parlementer. C. E. Strong dalam buku-nya, Modern Political Constitution, mengemukakan bahwa di negara-negara dunia ini ada dua macam sistem pemerintahan. Pertamasistem pemerintahan presidensial yang memunyai ciri-ciri pokok:1. Di samping memunyai kekuasaan “nominal” sebagai Kepala

Negara, presiden juga berkedudukan sebagai Kepala Pemerin-tahan (yang belakang ini lebih dominan).

Page 104: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

91

Ilmu Negara

2. Presiden tidak dipilih oleh pemegang kekuasaan legislatif,akan tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilihseperti Amerika Serikat.

3. Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif. Pre-siden tidak dapat membubarkan pemegang kekuasaan legis-latif dan tidak dapat memerintahkan diadakan pemilihan (DahlanThaib DKK, 2008; 25-28).

Menurut Sri Soemantri dalam disertasinya, tidak ada satu negarapun di dunia sekarang ini yang tidak memunyai konstitusi atauUndang-Undang Dasar. Negara dan konstitusi merupakan dualembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.Pernyataan yang senada bahkan sedikit lebih radikal bahwa tanpakonstitusi negara tidak mungkin ada. Embrio (asal-usul) konstitusidalam suatu negara pada dasarnya sudah bisa diketahui dan sejarahdan pertumbuhan konstitusi. Embrio konstitusi sebagai hukum dasar(‘droit constitutional) dan negara-negara dibelahan dunia ini dapatdigali dari dua sudut pandang yaitu dan sudut bentuk negara dandan sudut pembentuk konstitusinya(Dahlan Thaib DKK, 2008;53).

Salah seorang pembela utama pemikiran kodifikasi adalah ahlifilsafat utilitaristis Inggris Jeremy Bentham (1748-1832). Utilitarismeini berbasiskan pemikiran bahwa suatu perilaku adalah baik bila-mana hal itu ditinjau dari sudut pandang ikhtiar untuk memperjuangkankebahagiaan yang terbesar bagi jumlah (orang) terbesar. Untuk itudiperlukan kaidah hukum, yang dapat diwujudkan melalui kodi-fikasi (Emiritus Jhon Gillisen dan Emiritus Frits Gorle, 2005; 280).

Oleh karena adanya penekanan atas pentingnya konstitusi maka,sejak sebelum abad XVIII di negara-negara tertentu telah diadakanupaya-upaya untuk memajukan bidang-bidang hukum tertentu.Mengadakan peleburan sumber-sumber hukum yang ada menjadisatu kesatuan kitab undang-undang modern pertama baru munculpada bagian ke abad XVIII (Codex Maximilianus Bavariaus Civilis) diBavaria tahun 13 dan di Prusia (Allgemeines Landrecht fur die Preus-sischen Staaten tr’ 1794). Yang disebut terakhir ini memang disusundengan bahasa jelas, akan tetapi kitab undang-undang ini terlaluluas jangkauannya bahkan sangat panjang lebar serta mengandungtidak kurang dari 19.208 pasal dan ditandai serta diwarnai olehkasuistik yang berlebihan. Tambahan pula kitab ini adalah undang-

Page 105: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

92

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

undang Ancien Regime, akan tetapi raja Tergok penguasa moderatyang menjalankan pemerintahan dengan sewenang-wenang, danyang telah dipengaruhi oleh ahli-ahli filsafat yang beraliran paham-paham era pencerahan, berhasrat untuk mengintrodusir reformasi-reformasi, akan tetapi ia belum meninggalkan kekuasaan absolut-nya. sedangkan masyarakat tetap terbagi dalam kelas-kelas denganhak-hak dan kewajiban yang tidak sama (Emiritus Jhon Gillisen danEmiritus Frits Gorle, 2005; 280).

Page 106: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

93

Ilmu Negara

A. Pengertian Konstitusi NegaraHukum dalam sebuah negara memiliki peranan yang sangat

penting dalam menjamin terwujudnya negara yang sesuai dengancita-cita dan tujuan pembentukannya. Hal tersebut menjadikan sebuahkonsep negara ketika mendudukkan makna cita-cita negara denganmengambil posisi bagaimana implementasi hukum dijalankandengan baik.

Cicero sendiri dalam pemikirannya pernah mengatakan, “ubisocietas ibi ius”, di mana ada masyarakat di situ ada hukum. Masyara-kat dalam sebuah negara adalah terdiri atas individu yang memben-tuk suatu komunitas sosial, baik secara sengaja ataupun terjadi secaraalamiah. Secara sengaja maksudnya bahwa komunitas itu terbentukkarena adanya alasan senasib atau sependeritaan (Muhammad Erwin,2013; 236).

Masyarakat dengan sistem sosial yang tertentu akan membe-rikan pedoman-pedoman kepada para anggotanya tentang bagaimanahendaknya hubungan-hubungan antar mereka itu dilaksanakan.Pedoman-pedoman itu dapat berupa larangan maupun keharusan.Apabila hal ini dihubungkan dengan tujuan untuk memperoleh sum-berdaya, maka pedoman itu memberi tahu tentang bagaimana masing-

KONSTITUSI NEGARABAG

IAN

TU

JUH

Page 107: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

94

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

masing anggota masyarakat itu berbuat dalam hubungannya satusama lain, dalam rangka mengejar sumber-sumber daya tersebut.Suatu pasal undang-undang misalnya, bisa mengutamakan bahwauntuk mendapatkan suatu barang yang diinginkan orang harusmelakukan perbuatan jual-beli, artinya si pembeli harus bersediauntuk membayar harga yang ditentukan. Disini, jalan masuk untukmemperoleh sumber daya itu dilakukan dengan sarana uang, yangberarti, mereka yang tidak memiliki uang sejumlah yang ditentukanoleh harga itu, tidak akan mendapatkan barang tersebut. Secara konsep-sional kita akan menemukan pernyataan tentang pembagian sumber-sumber daya dalam masyarakat itu dalam perundang-undanganyang bersifat dasar, misalnya yang mengatakan, bahwa di suatu negara,kehidupan perekonomian didasarkan pada azas kebebasan berusaha,sedang negara lain didasarkan pada azas kekeluargaan/kebersamaan(Sadjipto Rahardjo, 1982; 47-48).

Dalam hal penegakannya, norma hukum mendapat dukungandan kekuatan negara. Penguasa negara yang sah wajib menjaminkeberlakuan norma hukum itu, baik terhadap individu maupunmasyarakat keseluruhannya. Hukum tanpa dukungan kekuasaanhanya akan menjadi kata-kata mati. Sekalipun demikian, kekuatanini pun tidak boleh sewenang-wenang tanpa batas. Hukum pula yangmembatasi penerapan kekuasaan negara itu (Muhammad Erwin,2013; 119).

Disini kemudian, dapat didefinisikan bahwa di dalam negaraterdapat perundang-undangan, yaitu sekumpulan peraturan yangberlaku umum. Nilai peraturan itu terletak dalam sifat umumnya,yaitu berlaku pada tiap warga-negara, tanpa memandang bulu. Dengandemikian tindakan sewenang-wenang pejabat pemerintah terhadaprakyat menjadi tidak mungkin berkat undang-undang itu. Demikianmisalnya surat pribadi dan pejabat pemerintah yang tertutup denganmeterai dalam masa pemerintahan lama di Perancis, yang berisi kepu-tusan pengadilan terhadap seseorang, sekarang diganti dengan peratu-ran umum yang ditentukan dengan undang-undang mengenai syaratpenahanan dan pengadilan seseorang (J.J. Von SCHMID, 1979; 170).

Sebuah pranata hukum yang jelas dalam sebuah negara sangatmenentukan kualitas negara itu sendiri dalam menjalankan aktifitas-nya. Semakian baik hukum dalam mengatur negara, maka semakin

Page 108: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

95

Ilmu Negara

baik pula negara dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya.Begitupun sebaliknya.

Di Perancis muncul sebuah buku yang berjudul Du ContractSocial karya J.J. Rousseau. Dalam buku ini Rousseau mengatakan“manusia itu lahir bebas dan sederajat dalam hak-haknya”, sedang-kan hukum merupakan ekspresi dan kehendak umum (rakyat). TesisRousseau ini sangat menjiwai De Declaration des Droit de I’Honime et duCitoyen, karena deklarasi inilah yang mengilhami pembentukan Kon-stitusi Perancis (1791) khususnya yang menyangkut hak-hak asasimanusia. Pada masa inilah awal dan konkretisasi konstitusi dalamarti tertulis (modern) seperti yang ada di Amerika (Dahlan ThaibDKK, 2008; 4-5).

Konstitusi di rasa sangat penting sebagai bentuk eksistensi arahdari suatu negara dalam menjalankan aktifitasnya. Konstitusi tentu-nya bukan hanya sebuah aturan yang ditujukan untuk masyarakatatau rakyat, akan tetapi secara khusus konstitusi juga mengaturtentang pembatasan kekuasaan dan juga hubungan antara rakyatdan kekuasaan.

C.F Strong berpendapat sebagai berikut: Constitution is a collec-tion of principles according to which the power of the goverment, the rights ofthe governed, and the relations between the two are adjusted. Artinya, kon-stitusi juga dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan asas-asas yangmenyelenggarakan:1. Kekuasaan pemerintahan (dalam arti luas).2. Hak-hak dari yang diperintah.3. Hubungan antara pemerintah dan yang diperintah (menyangkut

di dalamnya masalah hak asasi manusia) (Dahlan Thaib DKK,2008; 12).

Sri Soemantri menilai bahwa pengertian tentang konstitusi yangdiberikan oleh C.E Strong lebih luas dari pendapat-pendapat pemikirlain diantaranya James Bryce. Walaupun dalam pengertian yangdikemukakan James Bryce itu merupakan konstitusi dalam kerangkamasyarakat politik (negara) yang diatur oleh hukum. Akan tetapidalam konstitusi itu hanya terdapat pengaturan mengenai alat-alatkelengkapan negara yang dilengkapi dengan fungsi dan hak-haknya.Dalam batasan Strong, apa yang dikemukakan James Bryce itu

Page 109: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

96

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

termasuk dalam kekuasaan pemerintahan semata, sedangkanmenurut pendapat Strong, konstitusi tidak hanya mengatur tentanghak-hak yang diperintah atau hak-hak warga Negara (Dahlan ThaibDKK, 2008; 12).

Istilah konstitusi menurut Wirjono Prodjodikoro berasal dankata kerja “cons tituer” dalam bahasa Perancis, yang berarti “mem-bentuk”; jadi konstitusi berarti pembentukan. Dalam hal ini yangdibentuk adalah suatu negara, maka konstitusi mengandung per-mulaan dan segala macam peraturan pokok mengenai sendi-sendipertama untuk menegakkan bangunan besar yang bernama negara.Istilah konstitusi sebenarnya tidak dipergunakan untuk menunjukkepada satu pengertian saja. Dalam praktik, istilah konstitusi seringdigunakan dalam beberapa pengertian. Di Indonesia, selain dikenalistilah konstitusi juga dikenal istilah Undang-Undang Dasar. Demi-kian juga di Belanda, di samping dikenal istilah “groundwet” (Undang-Undang Dasar), dikenal pula istilah “constitutie” (TaufiqurrahmanSyahuri, 2004; 29-30).

K.C. Wheare mengartikan konstitusi sebagai: “Keseluruhan sistemketatanegaraan dan suatu negara berupa kumpulan peraturan-per-aturan yang membentuk, mengatur atau memerintah dalam peme-rintahan suatu negara”. Peraturan disini merupakan gabungan antaraketentuan-ketentuan yang memiliki sifat hukum (legal) dan yangtidak memiliki sifat hukum (non-legal) (Dahlan Thaib DKK, 2008; 13).

Kedua ahli Hukum Tata Negara Belanda di atas mengatakan,bahwa selain sebagai dokumen nasional, konstitusi juga sebagai alatuntuk membentuk sistem politik dan sistem hukum negaranya sendiri.Itulah sebabnya, menurut A.A.H. Struycken, Undang-Undang Dasar(grondwet) sebagai konstitusi tertulis merupakan sebuah dokumenformal yang berisi:1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau.2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik

waktu sekarang maupun untuk masa yang akan datang.4. Suatu keinginan, dengan mana perkembangan kehidupan ketata-

negaraan bangsa hendak dipimpin (Dahlan Thaib DKK, 2008; 15).

Page 110: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

97

Ilmu Negara

Carl J. Friedrich dalam bukunya berjudul “Constitutional Govern-ment and Democracy: Theory and Practice in Europe and America (1967)”berpendapat: Konstitusionalisme adalah gagasan bahwa pemerintahmerupakan suatu kumpulan aktivitas yang diselenggarakan atasnama rakyat, tetapi yang tunduk kepada beberapa pembatasan yangdimaksud untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan yang diper-lukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yangmendapat tugas untuk memerintah. Pembatasan yang dimaksudtermaksuk dalam konstitusi. Jadi, konstitusi memiliki fungsi untukmengorganisir kekuasaan agar tidak dapat digunakan secara paksadan sewenang-wenang. Konstitusi dalam pengertian ini juga biasa-nya memuat nilai-nilai yang terdapat dalam prinsip klasik pemisa-han kekuasaan, seperti yang diformulasikan oleh Montesquieu dalamL’Espirit des Lois (1748) (Taufiqurrahman Syahuri, 2004; 37).

Dalam sejarahnya di dunia Barat, konstitusi dimaksudkan untukmenentukan batas wewenang penguasa, menjamin hak rakyat danmengatur jalannya pemerintahan. Dengan kebangkitan pahamkebangsaan sebagai kekuatan pemersatu, serta dengan kelahirandemokrasi sebagai paham politik yang progresif dan militan, kon-stitusi menjamin alat rakyat untuk konsolidasi kedudukan hukumdan politik, untuk mengatur kehidupan bersama dan untuk mencapaicita-citanya dalam bentuk negara. Berhubungan dengan itu, kon-stitusi di zaman modern tidak hanya memuat aturan-aturan hukum,tetapi juga merumuskan atau menyimpulkan prinsip-prinsip hukum,haluan negara, dan patokan kebijaksanaan, yang kesemuanya mengikatpenguasa (Dahlan Thaib DKK, 2008; 18).

Konstitusi di samping bersifat yuridis juga memiliki makna sosio-logis dan politis. Pandangan ini sejalan dengan pendapat HermanHeller, seorang sarjana Jerman, dalam bukunya berjudul “Staatlehre”,membagi pengertian konstitusi ke dalam tiga pengertian:1. Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat

sebagai suatu kenyataan (die politische verfassung als gesellschaftlichewirklichkeit) dan ia belum “merupakan konstitusi dalam arti ho-kum”, atau dengan perkataan lain, konstitusi itu masih meru-pakan pengertian sosiologis atau politis;

2. Baru setelah orang mencari unsur-unsur hukumnya dan konstitusiyang hidup dalam masyarakat itu untuk dijadikan sebagai suatu

Page 111: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

98

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

kesatuan kaidah hukum, maka ia menjadi konstitusi dalam artiyuridis (die verselbastand igte rechtverfassung);

3. Kemudian orang mulai menulisnya dalam suatu naskah sebagaiundang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara(die geschriebene verfassung) (Taufiqurrahman Syahuri, 2004; 31-32).

Konstitusi yang kokoh bagi sebuah constitutional state yangmampu menjamin demokrasi yang berkelanjutan juga harus meru-pakan konstitusi yang legitimate, dalam arti proses pembuatannyaHAM secara demokratis, diterima dan didukung sepenuhnya olehseuruh komponen masyarakat dan berbagai aliran dan faham,aspirasi dan kepentingan. Haysom mengemukakan adanya empatcara proses pembuatan konstitusi yang demokratis, yaitu:1. by a democratically constituted assembly;2. by a democratically elected parliament;3. by popular referendum; dan4. by popularly supported contitutional commission (Abdul Mukthie

Fadjar, 2006; 6).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konstitusimemiliki makna yang sangat penting dalam sebuah negara. Kon-stitusi bukan hanya pelengkap negara, akan tetapi pada sistem negaramodern konstitusi merupakan prasarat mutlat terbentuknya negarakarena ia akan menjadi hukum dasar bagi negara untuk dijalankan.

Bahkan dalam negara-negara yang mendasarkan dirinya atasdemokrasi konstitusional, Undang-Undang Dasar memunyai fungsiyang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupasehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian diharapkan hak-hak warga negara akanlebih terlindungi. Gagasan ini dinamakan konstitusionalisme(Dahlan Thaib DKK, 2008; 19).

Gagasan konstitusionalisme mengandung arti bahwa penguasaperlu dibatasi kekuasaannya dan karena itu kekuasaannya harusdiperinci secara tegas. Pada tahun 1215, Raja John dan Inggris dipaksaoleh beberapa bangsawan untuk mengakui beberapa hak mereka,yang kemudian dicantumkan dalam Magna Charta. Dalam Charter ofEnglish Liberties ini, Raja John menjamin bahwa pemungutan pajak

Page 112: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

99

Ilmu Negara

tidak akan dilakukan tanpa persetujuan dan yang bersangkutan, danbahwa tidak akan diadakan penangkapan tanpa peradilan. Meskipunbelum sempurna, Magna Charta di dunia Barat dipandang sebagaipermulaan dan gagasan konstitusionalisme serta pengakuan terhadapkebebasan dan kemerdekaan rakyat (Dahlan Thaib DKK, 2008; 20).

Moh. Mahfud M.D. menyatakan bahwa konstitusionalisme me-rupakan salah satu gagasan pemikiran politik ketatanegaraan ten-tang bagaimana cara membatasi kekuasaan pemerintah melalui pem-buatan konstitusi, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.Di atas konstitusi inilah bisa ditentukan batas-batas kekuasaan pe-merintah dan jaminan atas hak-hak politik rakyat sehingga kekuasaanpemerintah diimbangi oleh kekuasaan parlemen dan lembaga-lembaga hukum. Berbeda halnya dengan A. Mukthie Fajar yangmengartikan konstitusionalisme sebagai sebuah paham meliputiprinsip kedaulatan rakyat, negara hukum, pembatasan kekuasaan,perlindungan dan jaminan hak asasi manusia, dan pluralisme. Secarateoritis, terdapat sejumlah motif yang dapat dipandang sebagai dasarperlunya konstitusi. Salah satu yang sangat menonjol adalah ke-inginan untuk menjamin hak-hak asasi rakyat dan mengendalikankekuasaan negara. Motif sesungguhnya bertolak dan pemahamanbahwa negara, seperti dikatakan oleh Weber merupakan “lembaga”yang berhasil memiliki monopoli hukum untuk menggunakan me-maksakan kekuasaanya pada pihak lain di suatu daerah tertentu(Jazim Hamidi dan Malik, 2009;14-15).

Oleh sebab itu, konstitusionalisme di zaman sekarang dianggapsebagai suatu konsep yang niscaya bagi setiap negara modern. Sepertidikemukakan oleh C.J. Friedrich “constitutionalism is an institutional-ized system of effective, regularized restraints upon govenrmental action”.Basis, pokoknya adalah kesepakatan umum atau persetujuan (consen-sus) di antara mayoritas warga negara mengenai bentuk bangunanyang diidealkan berkenaan dengan negara yang akan dijalankan olehpara pihak yang memunyai wewenang. Organisasi negara itu diper-lukan oleh warga masyarakat politik agar kepentingan mereka bersamadapat dilindungi atau dipromosikan melalui pembentukan dan peng-gunaan mekanisme yang disebut negara. Kata kuncinya adalah kon-sensus atau ‘general agreement’. Dalam hal ini dianggap jika kesepaka-tan umum itu runtuh atau tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya,

Page 113: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

100

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

maka runtuh atau tidak ada lagi suatu harmonisasi legitimasi kekua-saan negara yang bersangkutan, maka dengan hal tersebut di atastidak menutup kemungkinan besar terjadinya suatu perang saudara(civil war) atau revolusi akan hadir untuk menjemputnya (Jazim Hamididan Malik, 2009; 16-17).

Disini juga dapat disimpulkan bahwa dasar yang paling tepatdan kokoh bagi sebuah negara demokrasi adalah sebuah negarakonstitusional (constitutional state) yang bersandar kepada sebuahpaham konstitusi yang kokoh pula. Konstitusi yang kokoh hanyalahkonstitusi yang jelas faham konstitusinya atau konstitusiona-lismenya, yaitu yang mengatur secara rinci batas-batas kewenangandan kekuasaan lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif secaraseimbang dan saling mengawasi (checks and balances), serta mem-berikan jaminan yang cukup luas dalam arti penghormatan (to re-spect), perlindungan (to protect), dan pemenuhan (to fulfill) hak warganegara dan hak asasi manusia (HAM). Atau dengan kata lain, kon-stitusionalisme adalah faham mengenai pembatasan kekuasaan danjaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi. Nino dalam pandangan-nya mengemukakan bahwa “constitutionalism means something likedlimited government”, meskipun dalam perkembangannya mengalamipengkonsepsian yang bervariasi, dan yang paling sederhana sampaiyang paling kompleks, seperti dikaitkan dengan gagasan rule of law,separation of powers, recognizes individual rights, judicial review, pengisianpejabat publik, pemilihan umum, dan sebagainya (Abdul MukthieFadjar, 2006; 34-35).

Kesimpulan lain yang dapat ditegaskan pula adalah bahwanegara konstitusional adalah suatu negara yang melindungi danmenjamin terselenggaranya hak-hak asasi manusia dan hak-hak sipillainnya serta membatasi kekuasaan pemerintahannya secara ber-imbang antara kepentingan penyelenggara negara dan warga nega-ranya. Pembatasan yang dimaksud tertuang di dalam suatu konstitusi.Jadi, bukan semata-mata karena negara yang dimaksud telah me-miliki konstitusi (Taufiqurrahman Syahuri, 2004; 39).

B. Sumber-sumber Konstitusi NegaraCatatan historis timbulnya negara konstitusional, sebenarnya

merupakan proses sejarah yang panjang dan selalu menarik untuk

Page 114: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

101

Ilmu Negara

dikaji. Konstitusi sebagai suatu kerangka kehidupan poritik telahdisusun melalui dan oleh hukum, yaitu sejak zaman sejarah Yunani,di mana mereka telah mengenal beberapa kumpulan hukum (sema-cam kitab hukum). Pada masa kejayaannya (antara tahun 624-404 S.M.)Athena pernah memunyai tidak kurang dan 11 konstitusi. KoleksiAristoteles sendiri berhasil terkumpul sebanyak 158 buah konstitusidan berbagai Negara (Dahlan Thaib DKK, 2008; 2).

Clifford Geertz di dalam tulisannya tentang sentimen primordialdi negara-negara baru mengatakan bahwa negara-negara kebangsaan(nation state) yang baru biasanya dihadapkan pada dilema antaraintegrasi dan demokrasi. Dikatakan dilema karena negara kebangsaanmembutuhkan keduanya (demokrasi dan integrasi) sekaligus, padahalwatak keduanya bertentangan. Demokrasi berwatak membuka kerankebebasan aspirasi semua pihak dapat tersalurkan, sedangkan integrasiberwatak ingin membelenggu agar persatuan dan kesatuan kokoh.Demokrasi mutlak dibutuhkan karena negara kebangsaan dibangundan berbagai ikatan primordial yang semua aspirasinya harus di-agregasi secara demokratis, sedangkan integrasi mutlak pula dibu-tuhkan karena tanpa integrasi negara bisa hancur. Tegasnya dilemaitu muncul karena jika demokrasi dibuka maka integrasi bisa ter-ancam karena ketegangàn antar ikatan primordial. tetapi jika integ-rasi harus ditegakkan maka demokrasi relatif harus dikorbankankarena harus ada sentralisasi dan penguatan negara. Geertz men-contohkan, India terpaksa pecah ketika kelompok primordial Islammendirikan negara Pakistan, India juga sering terjadi perang antarakelompok masyarakat karena berdasar perbedaan bahasa, di Indone-sia muncul gerakan kedaerahan dan etnis. Dengan demikian, negarakebangsaan dituntut untuk mengelola dengan baik dan hati-hatiagar demokrasi dan integrasi bisa berjalan tanpa saling meniadakan.Tesis Geertz ini menjadi sangat penting karena Indonesia dibentuksebagai negara kebangsaan (nation state) yang bertekad untuk bersatu(integrasi) di atas dasar kerakyatan (demokrasi) yang merupakantuntutan yang tak dapat dielakkan (Mahfud MD, 2010;34-35).

Upaya inilah yang kemudian dapat dijalankan dengan baik jikakonstitusi diberikan peran yang signifikan dalam membangun negara.Konstitusi sendiri dapat menjadi sarana yang tepat apabila isi materikonstitusi mampu mengadaptasi nilai-nilai yang ada dalam masya-rakat secara utuh.

Page 115: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

102

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Masyarakat dengan model tanpa konflik atau masyarakat dengankesepakatan nilai-nilai adalah masyarakat dengan tingkat perkem-bangan yang sederhana. Di Indonesia keadaannya dapat dihubung-kan dengan masyarakat-masyarakat yang menjadi pendukung HukumAdat dalam pengertiannya yang tradisional. Tingkat perkembanganyang masih sederhana itu antara lain nampak dalam bentuk pem-bagian kerja (division of labor) yang masih belum kompleks. Sebalik-nya masyarakat dengan landasan konflik nilai-nilai adalah suatumasyarakat dengan tingkat perkembangan yang lebih maju yangtelah mengalami pembagian kerja secara lebih lanjut. Keadaan inimemungkinkan terjadinya pembentukan kelompok-kelompokterbatas di dalam masyarakat yang menghidupkan kesadaran kelom-pok dengan nilai-nilainya sendiri. Dengan demikian maka kesepa-katan nilai-nilai di dalam masyarakat tidak mudah terjadi. Sebagaikelanjutannya, maka dalam pembentukan hukum (konstitusi) masalahpilihan nilai-nilai tak dapat dihindarkan. Menurut Chambliss adabeberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada pembentukan hukumyang demikian itu, yaitu:1. Pembentukan hukum akan dilihat sebagai suatu proses adu

kekuatan, di mana negara merupakan senjata di tangan lapisanyang berkuasa.

2. Sekalipun terdapat pertentangan nilai-nilai di dalam masyarakat,namun negara tetap dapat berdiri sebagai badan yang tidak me-mihak (value neutral), di dalam mana nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan yang bertentangan dapat diselesaikan tanpa meng-ganggu kehidupan masyarakat (Sadjipto Rahardjo, 1980; 50).

Pada posisi ini konflik bukan berarti sebuah pentuk perten-tangan yang harus ditakutkan. Konflik tentunya akan bermuarapada proses penyamaan persepsi terkait model konstitusi yang idealyang sejatinya perlu diterapkan dengan baik dalam sebuah negara.

Di dalam pembentukan hukum, di mana di situ dijumpai per-tentangan nilai-nilai serta kepentingan-kepentingan, maka Schuytmenunjukkan, bahwa ada dua kemungkinan yang dapat timbul,masing-masing adalah:1. Sebagai sarana untuk mencairkan pertentangan (conflictopl ossing);2. Sebagai tindakan yang memperkuat terjadinya pertentangan

lebih lanjut (conflictiersterkiflg) ( Sadjipto Rahardjo, 1980; 50).

Page 116: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

103

Ilmu Negara

Nilai inilah yang kemudian secara representatif membentukadanya norma. Norma yang terdapat dalam konstitusi merupakannorma dasar. Berdasarkan pendapat Hans Nawiasky maka pengertiannorma dasar (grundnorm) ini dapat digolongkan ke dalam pengertiantingkat pertama, yakni staatsfundamentalnorm (norma fundamentalnegara). Norma ini merupakan norma hukum tertinggi yang meru-pakan dasar bagi pembentukan norma hukum dasar (staatsgrundgesetz),seperti konstitusi atau Undang-Undang Dasar suatu negara. Olehkarena kedudukan konstitusi sebagai aturan dasar suatu negara, beradadi bawah grundnorm atau staatsfundamentalnorm, maka pada saatpertama kali konstitusi dibentuk, ia harus mengikuti dan menye-suaikan diri dengan norma fundamental negara. Sedangkan mengenaiteknik dan prosedur pembentukan konstitusi itu sendiri dilakukanapa adanya sesuai dengan situasi negara pada saat itu, karena ke-absahan dan legitimasi suatu konstitusi yang pertama kali dibentukdalam suatu negara tidak tergantung kepada teknik dan prosedur pem-bentukan konstitusi sebagaimana lazimnya, akan tetapi sangat ter-gantung kepada berhasil tidaknya suatu “revolusi gronwet” yang terjadipada negara yang bersangkutan (Taufiqurrahman Syahuri, 2004; 41).

Hans Kelsen dalam teori hirarki norma (stufenbau theory) ber-pendapat, bahwa norma hukum itu berjenjang dalam suatu tatasusunan hierarki. Suatu norma yang lebih rendah berlaku dan ber-sumber atas dasar norma yang lebih tinggi, dan norma yang lebihtinggi itu berlaku dan bersumber kepada norma yang lebih tinggilagi. Demikian seterusnya, sampai pada suatu norma yang tidakdapat ditelusuri, yang bersifat hipotetis dan fiktif, yaitu yang dikenaldengan istilah grundnorm (norma dasar). Norma dasar sebagai normatertinggi itu dibentuk langsung oleh masyarakat dan menjadi sumberbagi norma-norma yang lebih rendah, oleh karena itu norma dasaritu disebut presupposed atau ditetapkan terlebih dahulu. Struktursistem norma yang berlapis atau berjenjang itu oleh Hans Nawiaskykemudian dikualifikasikan menjadi empat tingkat norma hukum,yang secara berutan terdiri sebagai berikut ini.1. Tingkat pertama: staatsfundamentalnorm, atau staatsgrundnorm,

yaitu norma fundamental negara, norma pertama, atau norma dasar.2. Tingkat kedua: staatsgrundgesetz, yaitu norma hukum dasar negara,

aturan pokok negara, atau konstitusi.

Page 117: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

104

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

3. Tingkat ketiga: formell gesetz atau gesetzesrechts, yaitu norma hukumtertulis, undang-undang, atau norma hukum kongkret.

4. Tingkat keempat: verordnung dan autonomesatzung, aturan pelak-sana dan aturan otonom (Taufiqurrahman Syahuri, 2004; 39-40).

Hal yang menjadi ideal sesungguhnya adalah konsensus yangmenjamin tegaknya konstitusionalisme, di zaman modern padaumumnya dipahami bersandar pada tiga elemen kesepakatan (con-sensus), yaitu:1. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general

goals of society or general acceptance of the same philosophy of government).2. Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerin-

tahan atau penyelenggaraan negara (the basis of government).3. Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-

prosedur ketatanegaraan (the form of institutions and procedures)(Jimly Asshiddiqie, 2006; 25-26).

Keseluruhan kesepakatan di atas, pada intinya menyangkutprinsip pengaturan dan pembatasan kekuasaan. Pada pokoknya,prinsip konstitusionalisme modern sebenarnya memang menyang-kut prinsip pembatasan kekuasaan atau yang lazim disebut sebagaiprinsip limited government. Karena itu, menurut William G. Andrews,“Under constit utionalism, two types of limitations impinge on government.Power proscribe and procedures prescribed”. Kekuasaan melarang danprosedur ditentukan. Konstitusionalisme mengatur dua hubunganyang saling berkaitan satu sama lain, yaitu: Pertama, hubunganantara pemerintahan dengan warga negara dan Kedua, hubunganantara lembaga pemerintahan yang sama dengan lembaga pemerin-tahan yang lain. Karena itu, biasanya, isi konstitusi dimaksudkanuntuk mengatur mengenai tiga hal penting, yaitu:a. Menentukan pembatasan kekuasaan organ-organ negara,b. Mengatur hubungan antara lembaga-lembaga negara yang satu

dengan yang lain, danc. Mengatur hubungan kekuasaan antara lembaga-lembaga negara

dengan warga Negara (Jimly Asshiddiqie, 2006; 28-29).

Secara umum, konstitusi dan negara merupakan dua lembagayang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Bahkan

Page 118: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

105

Ilmu Negara

setelah abad pertengahan dapat dikatakan, tanpa konstitusi negaratidak mungkin terbentuk. Setiap negara memiliki konstitusi, tetapitidak setiap negara memunyai undang-undang dasar. Inggris tidakpunya undang-undang dasar, namun bukan berarti Inggris tidakmemiliki konstitusi. Konstitusi Inggris terdiri atas berbagai prinsipdan aturan dasar yang timbul dan berkembang selama berabad-abadsejarah bangsa dan negerinya (konvensi konstitusi). Aturan dasartersebut antara lain tersebar dalam Magna Charta (1215), Bill of Rights(1689), dan Parliament Act (1911). Konstitusi lahir sebagai suatu tun-tutan dan harapan masyarakatnya untuk mencapai suatu keadilan.Dengan didirikannya negara dan konstitusi, masyarakat menye-rahkan hak-hak tertentu kepada penyelenggara negara. Namun,tiap anggota masyarakat dalam negara tetap mempertahankan hak-haknya sebagai pribadi. Negara dan konstitusi didirikan untuk men-jamin hak asasi itu. Hak-hak itu menjadi titik tolak pembentukan negaradan konstitusi. Carl Schmitt dalam bukunya yang berjudul Verfas-sungslehre, membagi konstitusi dalam empat pengertian. Pengertianpertama terdiri atas empat sub pengertian, dan pengertian keduaterdiri atas dua sub pengertian, sehingga seluruhnya berjumlahdelapan arti, yang secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut:1. Pertama konstitusi dalam artian absolut. Pengertian ini men-

cakup empat pengertian yaitu: (1) konstitusi sebagai kesatuanorganisasi negara (2) konstitusi sebagai bentuk negara, baikdemokrasi ataupun monarki (3) konstitusi sebagai faktor integrasidan (4) konstitusi sebagai norma dasar hukum negara.

2. Kedua konstitusi dalam artian relatif. Maksudnya sebagaikonstitusi yang dihubungkan dengan kepentingan suatu golongantertentu. Dalam pengertian ini mencakup dua hal: (1) konstitusisebagai tuntunan golongan borjuis liberal agar hak-hak dijamintidak dilanggar oleh penguasa; dan (2) konstitusi dalam artiformil atau konstitusi tertulis.

3. Ketiga, konstitusi dalam arti positif, yang mengandung penger-tian sebagai keputusan politik yang tertinggi tentang sifat danbentuk suatu kesatuan politik yang disepakati oleh suatu negara.

4. Keempat, konstitusi dalam arti ideal. Disebut demikian karenaia merupakan idaman atau cita-cita (golongan borjuis liberal)agar pihak penguasa tidak berbuat sewenang-wenang terhadaprakyat (Taufiqurrahman Syahuri, 2004; 33-35).

Page 119: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

106

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Hal yang nampaknya lebih tegas lagi adalah ketika Konstitusidapat berfungsi sebagai pengganti raja dalam kaitannya denganfungsi-fungsi yang bersifat seremonial dan fungsi pemersatu bangsaseperti yang biasanya dikaitkan dengan fungsi kepala negara. Karenaitu, selain ketiga fungsi tersebut di atas, fungsi konstitusi dapatpula ditambah dengan fungsi-fungsi lain yaitu sebagai kepala negarasimbolik dan sebagai kitab suci simbolik dan suatu agama civil atausyari’at negara (civil religion). Dalam fungsinya sebagai kepala negarasimbolik, konstitusi berfungsi sebagai: (i) sebagai simbol persatuan(symbol of unity), (ii) lambang identitas dan keagungan nasional suatubangsa (majesty of the nation), dan atau (iii) puncak atau pusat kekhid-matan upacara (center of ceremony). Tetapi, dalam fungsinya sebagaidokumen kitab suci simbolik (symbolic civil religion), Konstitusi ber-fungsi (a) sebagai dokumen pengendali (tool of political, social, andeconomic control), dan (b) sebagai dokumen perekayasaan dan bahkanpembaruan ke arah masa depan (tool of political, social and econom icengineering and reform) (Jimly Asshiddiqie, 2006; 30).

Istilah kepala negara simbolik dipakai sejalan dengan pengertianthe Rule of Law yang menegaskan bahwa yang sesungguhnya me-mimpin dalam suatu negara bukanlah orang, melainkan hukum itusendiri. Dengan demikian, kepala negara yang sesungguhnya adalahkonstitusi, bukan pribadi manusia yang kebetulan menduduki jaba-tan sebagai kepala negara. Lagipula, pembedaan istilah kepala negaradan kepala pemerintahan itu sendiri sudah seharusnya dipahami sebagaisesuatu yang hanya relevan dalam lingkungan sistem pemerintahanparlementer dengan latar belakang sejarah kerajaan (monarki).Dalam monarki konstitusional yang menganut sistem parlementer,jelas dipisahkan antara Raja atau Ratu sebagai kepala negara danPerdana Menteri sebagai kepala pemerintahan. Dalam sistem re-publik seperti di Amerika Serikat, kedudukan Raja itulah yang di-gantikan oleh konstitusi. Karena sistem republik, apalagi yang meng-anut sistem pemerintahan presidensil seperti di Indonesia, tidak perludikembangkan adanya pengertian mengenai kedudukan kepalanegara, karena fungsi kepala negara itu sendiri secara simbolik ter-lembagakan dalam Undang-Undang Dasar sebagai naskah kon-stitusi yang bersifat tertulis (Jimly Asshiddiqie, 2006; 31).

Page 120: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

107

Ilmu Negara

Uraian di atas menjadi bentuk lain dari sumber konstitusi yangmerupakan berasal dari instrumen nilai-nilai yang berkembang dimasyarakat. Nilai-nilai tersebut terjalin melalui dengan adanya konflik,pertentangan antar masyarakat dan lain sebagainya yang padaakhirnya memunculkan sebuah kesepakatan dari masyarakat untukmembuat norma yang tepat dan dijadikan sumber hukum. Hukumyang dimaksud kemudian dalam hal ini adalah konstitusi.

Tafsir atas kedudukan dan sumber konstitusi di atas seperti hal-nya ada dalam makna yang terkandung di dalam Pancasila. Dalamkedudunnya yang seperti itu dan dalam kaitan dengan politikpembangunan hukum maka Pancasila yang dimaksudkan sebagaidasar pencapaian tujuan negara yang melahirkan kaidah-kaidahpenuntun hukum, yaitu:1. Pertama, hukum yang dibuat di Indonesia haruslah bertujuan

membangun dan menjamin integrasi negara dan bangsa Indo-nesia baik secara teritori maupun secara ideologi. Hukum diIndonesia tidak boleh memuat isi yang berpotensi (menyebab-kan) terjadinya disintegrasi wilayah maupun ideologi karenahal itu bertentangan dengan tujuan melindungi segenap bangsadan seluruh tumpah darah Indonesia yang terikat dalam persatuan.

2. Kedua, hukum yang dibuat di Indonesia haruslah didasarkanpada Demokrasi dan Nomokrasi sekaligus. Demokrasi yangmenjadi dasar politik (kerakyatan) menghendaki pembuatan hu-kum berdasar kesepakatan rakyat atau wakil-wakilnya yang di-pilih secara sah baik melalui kesepakatan aklamasi maupun ber-dasar suara terbanyak jika mufakat bulat tak dapat dicapai sedang-kan nomokrasi sebagai prinsip negara hukum menghendaki agarhukum-hukum di Indonesia dibuat berdasar substansi hukumyang secara filosofis sesuai dengan rechtside Pancasila serta denganprosedur yang benar. Dengan demikian, hukum di Indonesiatak dapat dibuat berdasar “menang-menangan” jumlah pendu-kung semata tetapi juga harus mengalir filosofi Pancasila danprosedur yang benar.

3. Ketiga, hukum yang dibuat di Indonesia harus ditujukan untukmembangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Danpenuntun yang demikian maka tidak dibenarkan muncul hukum-hukum yang mendorong atau membiarkan terjadinya pertentangan

Page 121: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

108

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

sosial-ekonomi karena eksploitasi oleh yang kuat terhadap lemahtanpa perlindungan negara. Hukum-hukum di Indonesia harusmampu menjaga agar yang lemah tidak dibiarkan menghadapisendiri pihak yang kuat yang sudah pasti akan dimenangkanoleh yang kuat. Oleh sebab itu, hukum di Indonesia harus mampumemberi proteksi khusus kelompok yang lemah agar mampumempersempit jurang sosial-ekonomi yang mungkin timbulkarena eksploitasi oleh yang kuat terhadap yang lemah. Hukumyang berkeadilan dengan demikian, adalah hukum yang dimak-sudkan untuk mempersempit jurang antara yang kuat dan yanglemah atau antara yang miskin dan yang kaya.

4. Keempat, hukum yang dibuat di Indonesia haruslah didasarkanpada toleransi beragama yang berkeadaban yakni hukum yangtidak mengistimewakan atau mendiskriminasi kelompok ter-tentu berdasar mayoritas atau minoritas pemeluk agama. Indo-nesia bukan negara agama (yang mendasarkan pada satu agamatertentu) dan bukan negara sekuler (yang tak perduli atau hampaspirit keagamaan). Indonesia sebagai Negara Pancasila adalahsebuah religious nation state, negara kebangsaan yang religius yangmemberi perlindungan kuat terhadap setiap warganya untukmemeluk dan melaksanakan ajaran agamanya masing-masingtanpa boleh saling mengganggu, apalagi mengarah pada disin-tegrasi. Di dalam konsepsi yang demikian maka hukum negaratidak dapat mewajibkan berlakunya hukum agama, tetapi negaraharus memfasilitasi, melindungi, dan menjadi alternati keama-nannya jika warganya akan melaksanakan ajaran agama karenakeyakinan dan kesadarannya sendiri. Jadi untuk hukum agamanegara bukan mewajibkan pemberlakuannya menjadi hukumformal yang eksklusif melainkan memfasilitasi, melindungi, danmenjamin keamanan bagi yang ingin beribadah dengan penuhtoleransi. Penegakan penuntun yang demikian sangat pentingditekankan karena masalah agama adalah masalah yang palinghak asasi sehingga tak seorang pun boleh memaksa atau dipaksauntuk memeluk atau tidak memeluk agama tertentu. Pelaksanaanajaran agama, dengan demikian, harus dilaksanakan dengan penuhtoleransi dan berkeadaban (Mahfud MD, 2010; 52-54).

Page 122: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

109

Ilmu Negara

Hal yang perlu ditegaskan di atas, merupakan konstitusi kitayang terdapat dalam pancasila sesuai dengan tujuan bernegara. Haltersebut tidak jauh beda dengan apa yang disampaikan oleh Aristoteles.Menurut Aristoteles, klasifikasi konstitusi tergantung pada (i) theend spursued by states, and (ii) the kind of authority exercised by their government.Tujuan tertinggi dan negara adalah a good life, dan hal ini merupakankepentingan bersama seluruh warga masyarakat. Karena itu, Aris-toteles membedakan antara right constitution dan wrong constitutiondengan ukuran kepentingan bersama itu. Jika konstitusi diarahkanuntuk tujuan mewujudkan kepentingan bersama, maka konstitusiitu disebutnya konstitusi yang benar, tetapi jika sebaliknya makakonstitusi itu adalah konstitusi yang salah (Jimly Asshiddiqie, 2006; 7).

Apa yang ada dalam konstitusi pancasila juga tidak jauh bedakonstitusi yang terdapat dalam piagam Madinah. Jika di telaahmuatan materi Konstitusi Madinah secara mendalam, kita akan men-dapat gambaran tentang karakteristik masyarakat (ummah) dan negaraIslam pada masa-masa awal kelahiran dan perkembangannya:1. Masyarakat pendukung piagam ini adalah masyarakat majemuk

yang terdiri atas berbagai suku dan agama. Konstitusi Madinahsecara tegas mengakui eksistensi suku bangsa dan agama danmemelihara unsur solidaritasnya. Konstitusi Madinah meng-gariskan kesetiaan kepada masyar akat yang lebih luas lebihpenting daripada kesetiaan yang sempit kepada suku, denganmengalihkan perhatian sukus-suku itu pada pembangunannegara, yang warga negaranya bebas dan merdeka dan pengaruhdan kekuasaan manusia lainnya (Pasal 1). Adapun tali persatuan-nya adalah politik dalam rangka mencapai cita-cita bersama (Pasal17, 23, dan 42). Bandingkan dengan Pasal 1 Ayat (1) UUD 1945dan Alinea IV Pembukaan UUD 1945 “cita-cita nasional adalahmewujudkan masyarakat yang adil dan makmur”.

2. Semua warga negara memunyai kedudukan yang sama, wajibsaling menghormati dan wajib kerja sama antara sesama mereka,serta tidak seorang pun yang diperlakukan secara buruk (Pasal12, 16). Bahkan orang yang lemah di antara mereka harus dilin-dungi dan dibantu (Pasal 11). Bandingkan dengan UUD 1945Pasal 27 Ayat (1) “semua warga negara memunyai kedudukanyang sama di dalam hukum dan pemerintahan. Dan Pasal 34

Page 123: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

110

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

UUD 1945 menegaskan “fakir miskin dan anak terlantar di-pelihara oleh negara”.

3. Negara mengakui, melindungi, dan menjamin kebebasan menja-lankan ibadah dan agama baik bagi orang-orang muslim mau-pun non muslim (Pasal 25-33). Bandingkan dengan Pasal 29Ayat (2) UUD 1945 “negara menjamin kemerdekaan tiap-tiappenduduk untuk memeluk agamanya masing-masing danberibadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

4. Setiap warga negara memunyai kedudukan yang sama di depanhukum (Pasal 34, 40). Bandingkan dengan Pasal 27 UUD 1945“setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hokum.

5. Hukum adat (kelaziman mereka pada masa lalu), dengan ber-pedoman pada kebenaran dan keadilan, tetap diberlakukan(Pasal 2, 10, dan 21). Bandingkan dengan UUD 1945 Pasal 18tentang pemerintahan daerah “...dengan memandang dan meng-ingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara,dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”.Dan Pasal 32 UUD 1945 “pemerintah memajukan kebudayaannasional Indonesia”. Penjelasan Pasal 32 UUD 1945 “kebudayaanlama dan asli yang terdapat di daerah-daerah di seluruh Indo-nesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa”.

6. Semua warga negara memunyai hak dan kewajiban yang samaterhadap negara. Mereka berkewajiban membela dan memper-tahankan negara dengan harta, jiwa mereka dan mengusir setiapagresor yang mengganggu stabilitas negara (pasal 24, 36, 37, 38).Bandingkan dengan UUD 1945 Pasal 30 Ayat (1) “tiap-tiap warganegara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”.

7. Sistem pemerintahan adalah desentralisasi, dengan Madinahsebagai pusatnya (Pasal 39). Bandingkan dengan UUD 1945 Pasal 18“pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil denganbentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang” (Dahlan Thaib DKK, 2008; 41-43).

Dari apa yang dikemukakan di atas sebagai kajian terhadapbeberapa pasal diantaranya 47 pasal Konstitusi Madinah terlihatbeberapa gambaran tentang prinsip-prinsip negara modern padamasa awal kelahirannya dengan nabi sebagai kepala negara, yang

Page 124: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

111

Ilmu Negara

warganya terdiri dan berbagai macam aliran, golongan, keturunan,budaya, maupun agama yang dianutnya (Dahlan Thaib DKK, 2008; 43).

Maka idealnya memang konstitusi sebagai hukum dasar yangberisi norma-noma fundamental atau penting dengan prosedur pem-bentukan (perubahan) istimewa, berbeda dengan pembentukan (per-ubahan) undang-undang biasa serta agar berwibawa dan stabil dile-takkan dalam suatu naskah (Taufiqurrahman Syahuri, 2004; 25).Sudah selayaknya konstitusi harus diletakkan sebagai instrumentterpenting pembentukan negara secara utuh, agar nantinya negaramampu memerankan peran pentingnya sesuai semestinya yaitutujuan yang telah dicita-citakan rakyatnya.

Page 125: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

112

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

A. Pengertian Kedaulatan NegaraTantangan terhadap suatu negara merupakan hal yang mutlak

dan dapat terjadi sampai kapanpun. Oleh karena itu upaya untukmenekankan sebuah nilai kedaulatan di dalam negara merupakanhal yang wajib dilaksanakan. Hal ini tidak terlepas seperti halnyanegara Indonesia.

Banyak orang beranggapan jika negara itu sudah tidak diserangsecara militer dan mendapat pengakuan dan negara lain sudahdibilang sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Pemikiranyang seperti itu sangat dangkal dan Tan Malaka tidak menyukai gayaberpikir yang pragmatis seperti itu, karena Tan Malaka merupakansosok yang selalu menggali permasalahan sampai substansi perma-salahan tersebut ditemukan. Artinya walaupun secara proseduralnegara tersebut sudah tidak dijajah dan memunyai pemerintahannyasendiri belum bisa dikatakan sebagai negara yang berdaulat ketikamasih ada negara-negara asing yang masih diberikan kesempatan untukmencampuri urusan dalam negeri salah satunya dalam hal pereko-nomian. Sebab untuk menjadi negara yang berdaulat secara mutlakitu menurut Tan Malaka adalah negara yang bisa mengatur pereko-nomiannya secara teratur sehingga bisa memenuhi keperluan masya-

KEDAULATAN NEGARA

BAG

IAN

DEL

APA

N

Page 126: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

113

Ilmu Negara

rakat yang memang dalam kekurang. Dengan dijalankannya per-ekonomian yang teratur tersebut diharapkan bisa menjadi keko-kohan Republik Indonesia Merdeka (Muhtar said, 2013; 109-110).

Secara umum dapat dikatakan bahwa Indonesia akan selalumenjadi sasaran intervensi dan subversi asing karena:1. Secara geopolitik Indonesia menduduki Sea Lanes of Communica-

tion (SLOC) atau alur pelayaran vital di antara Samudra Pasifikdan Samudra Hindia sehingga harus dibuat pro Barat atauakomodatif terhadap kepentingaan Barat. Indonesia memilikiempat dan tujuh selat strategis di dunia sehingga memiliki bar-gaining power yang kuat dalam pengendalian lalu lintas laut yangmelewati SLOC.

2. Indonesia dipandang sebagai negara muslim terbesar di duniayang moderat sehingga bisa dipergunakan untuk mengatasi ke-cemasan dunia Barat atas perkembangan Islam yang belakanganini semakin dahsyat. Dunia Barat ingin menjadikan Indonesiasebagai negara yang tetap moderat, namun juga bisa terpengaruhberbagai bentuk intervensi yang dilakukan oleh Barat.

3. Indonesia menguasai separuh dan seluruh wilayah Asia Teng-gara yang karena power position-nya di kawasan ini menjadi penjuruASEAN. Dengan posisi yang kuat seperti ini maka memangIndonesia berarti memegang ASEAN. ini dapat dipergunakanuntuk membendung pengaruh Cina di ASEAN yang oleh Baratdipersepsikan sebagai ancaman bagi masa depan mereka (MahfudMD, 2010; 44-45).

Suatu negara harus memiliki pemerintah, baik seorang ataubeberapa orang yang mewakili warganya sebagai badan politik sertahukum dinegaranya, dan pertahanan wilayah negaranya. Peme-rintah dengan kedaulatan yang dimiliknya merupakan penjaminstabilitas internal dalam negaranya, disamping juga untuk penjaminkemampuan untuk memenuhi kewajibannya dalam pergaulan inter-nasional. Pemerintal, inilah yang mengeluarkan kebijakan-kebijakandalam rangka mencapai kepentingan nasional negaranya, baik itudi dalam negaranya, dalam rangka mempertahankan integritas nega-ranya, maupun di luar negaranya melaksanakan politik luar negeriuntuk suatu tujuan tertentu (Muhtar said, 2013; 102-103).

Page 127: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

114

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Kedaulatan bagi negara Indonesia untuk menjaga eksistensinyasangatlah penting sekali tentunya. Pada sisi lain, eksistensi suatu“negara “yang diisyaratkan oleh A.G. Pringgodigdo ada kalau me-menuhi empat unsur: 1. Memenuhi unsur pemerintahan yang ber-daulat, 2. Wilayah tertentu, 3. Rakyat yang hidup teratur sebagai suatubangsa (nation), dan 4. Pengakuan dan negara-negara lain. Dari ke-empat unsur untuk berdirinya suatu negara ini belumlah cukupmenjamin terlaksananya fungsi kenegaraan suatu bangsa kalaubelum ada hukum dasar yang mengaturnya. Hukum dasar yangdimaksud adalah sebuah Konstitusi atau Undang-Undang Dasar(Dahlan Thaib DKK, 2008; 58). Dalam hal ini Undang-Undang Dasarsebagai penegas adanya kedaulatan dalam sebuah negara.

Apa yang menjadi dasar A.G. Pringgodigdo dalam melihat ke-daulatan sebagai prasarat utama negara karena melihat adanya ke-inginan kebebasan masyarakat dalam pembentukan negara. Bahkanbagi negara-negara fasis sebelum Perang Dunia II tujuan negara ialahmemperoleh kebebasan dan kejayaan yang sebesar-besarnya. Sepertihalnya dalam uraian kita dimuka tentang arti negara, maka negarafasis itu merupakan bangunan yang tertinggi di dalam masyarakat.Bukan bangsa yang membentuk negara, melainkan negara yangmembentuk bangsa Italia. Bangsa Italia merupakan satu kesatuanmoral, politik, ekonomi yang bersatu dalam negara. Negara merupa-kan pusat dan segala kegiatan-kegiatan orang Italia dengan suatudisiplin yang kuat sehingga individu-individu itu tidak memunyaigerak yang bebas seperti halnya dengan paham Liberalisme. Tujuanuntuk mengembangkan individu-individu ke arah cita-cita yang lebihtinggi tidak ada, melainkan hanya merupakan bagian bangsa Italiayang bagi diri sendiri tidak berarti (Moh Kusnardi dan Bintan Rsaragih, 1994; 77).

Dalam hal ini dapat ditegaskan bahwa secara tidak langsungnegara yang baik adalah mencerminkan kedaulatan rakyat, karenakehendak individu harus tunduk dengan kehendak umum (volontegenerale). Kehendak umum yang dimaksud oleh Rousseau sesung-guhnya adalah kehendak nilai-nilai yang ada dimasyarakat padaumumnya, karena dalam tradisi Rousseau negara kedaulatan rakyatberfungsi untuk melestarikan keadaan asli manusia itu sendiri.Namun dalam politik kontemporer saat ini makna kehendak umum

Page 128: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

115

Ilmu Negara

diplesetkan menjadi mayoritas dan minoritas sehingga legislatifdalam membuat aturan perundang-undangan selalu menggunakanvoting, voting dianggap sebagai jalan termudah untuk menyelesaiakansuatu permasalahan. Dalam politik hukum voting merupakan caratermudah dalam mengusung kepentingan golongan-golongantertentu yang menduduki kursi perwakilan rakyat, karena denganvoting bukan ilmu pengetahuan yang digunakan tetapi kepandai lobimerayu, jadi sangat disayangkan kebijakan-kebijakan yang munculsaat ini adalah hasil lobi-lobi politik bukan dilahirkan lewat ideology(Muhtar said, 2013; 139).

Dalam membahas Pengertian kedaulatan, sejarah pemikirantentang negara dan hukum belum pernah mendapatkan kesatuanpendapat. Dalam arti bahwa masing-masing sarjana memberikanperumusan pengertian kedaulatan menurut pendapatnya sendiri-sendiri. Juga apakah pengertian kedaulatan itu sama dengan penger-tian sovereigniteit. Kalau menurut Jean Bodin tadi kedaulatan ituadalah kekuasaan tertinggi untuk membuat hukum di dalam suatunegara, yang sifatnya:1. Tunggal. ini berarti bahwa hanya negaralah yang memiliki. Jadi

di dalam negara itu tidak ada kekuasaan lainnya lagi yang berhakmenentukan atau membuat undang-undang, atau hukum.

2. Asli. ini berarti bahwa kekuasaan itu tidak berasal dan kekuasaanlain. Jadi tidak diturunkan atau diberikan oleh kekuasaan lain. Jadiinisialnya propinsi atau kotapraja itu tidak memunyai kedaula-tan, karena kekuasaan yang ada padanya itu tidak sah, sebabdiperoleh dari pusat.

3. Abadi. ini berarti bahwa yang memunyai kekuasaan tertinggi ataukedaulatan itu adalah negara, yang menurut pendapat Jean Bodinnegara itu adanya abadi.

4. Tidak dapat dibagi-bagi. ini berarti bahwa kedaulatan itu tidakdapat diserahkan kepada orang atau badan lain, baik sebagianmaupun seluruhnya (Soehino, 1996; 79).

Dalam ajaran yang terdahulu kita tahu bahwa ajaran organismetidak lagi menempatkan kedaulatan pada raja (Bodin) seperti duluatau pada rakyat (Rousseau), melainkan menjadikan kedaulatan ituabstrak kedudukannya dalam seluruh organisme negara, yang me-

Page 129: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

116

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

rupakan sekumpulan lembaga yang bekerja sama secara harmonis.Dalam perkembangan lebih lanjut orang akan membicarakan ke-daulatan negara dan terutama di Jerman teori ini akan berkembangseluas-luasnya, justru berhubung dengan masalah sifat kesatuan(J.J. Von SCHMID, 1979; 124).

Terhadap ide baru yang lebih abstrak Maurenbrecher membelakadaulatan individual raja-raja negara bagian Jerman. Anehnyaadalah bahwa meskipun ia membela kedaulatan pribadi raja, iamenganut ide organisme itu seluruhnya. Hanya dalam sikaplah iaterpaksa menentang ide itu, sebagai konsekwensi dan pembelaannyaterhadap kedaulatan raja. Dalam perkembangan teori ia merupakansuatu mata rantai yang menarik. Ringkasan pemikiran tentang negaradan hukum yang luar biasa dan masa lampau yang menjadi tonggakbersandarnya prinsip dan perkembangan sekarang dilukiskan olehFriedrich Julius Stahl dalam bukunya: “Filsafat Hukum” (Rechtsphi-losophie, 1829-1838) (J.J. Von SCHMID, 1979; 124).

Konsepsi Jean Bodin tentang pengertian kedaulatan seperti yangtelah penulis kemukakan, sebetulnya memunyai suatu kelemahan,yang meskipun ini telah disadari oleh Jean Bodin sendiri, ialahbahwa ia tidak memisahkan antara pengertian negara dengan peme-rintah. Hal ini merupakan kelemahan dan teorinya, sebab itu berartibahwa kedaulatan negara sama dengan kedaulatan pemerintahnya.Karena pemerintah itu tidak abadi, maka ini berarti bertentangan denganunsur abadi dan kedaulatan di dalam teorinya (Soehino, 1996; 79).

B. Pentingnya Kedaulatan Sebuah NegaraKonflik yang terjadi antar negara memang terkait erat dengan

batas wilayah, karena mainstream orang tentang syarat berdirinyanegara adalah adanya wilayah. Seperti yang diajarkan oleh Kranen-burg dan Krabe, bisa disebut sebagai negara jika memenuhi unsuryang terdiri dan wilayah (teritory), rakyat (people) dan kekuasaan(authority). Lambat laun teori tersebut mendapat pembaharuan danberbagai kalangan intelektual, karena tiga unsur tersebut belumbisa dikatakan cukup suatu wilayah bisa disebut sebagai negara,harus ada tujuan yang dicapai oleh negara tersebut. Seperti yangtertulis dalam bukunya Viktor Situmorang, bahwasanya sebuah negarabisa dikatakan eksis apabila memenuhi syarat terkait dengan (1)

Page 130: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

117

Ilmu Negara

adanya wilayah, (2) adanya rakyat, bahwa di dalam wilayah tersebutterdapat masyarakat yang memunyai cita-cita untuk selalu bersatu,(3) adanya pemerintahan yaitu pemerintah yang berdaulat atas daerahdan rakyatnya, (4) adanya pengakuan Negara dari Negara lainnyadan (5) adanya tujuan Negara (Muhtar said, 2013; 115-116).

Secara karakteristik unsur kedaulatan sebenarnya lebih di-anggap penting ketimbang wilayah. Hal tersebut mengingat kele-mahan negara diukur bukan pada kekuatan militer atau sistem peme-rintahannya, akan tetapi lebih pada kemampuan menjaga wilayahyang merupakan bentuk lain dari upayanya menjaga kedaulatan.

Negara yang tidak memunyai kedaulatan tidak mungkin bisamengelola rumah tangganya dengan menggunakan konsep yangdirancang sendiri, pasti akan ada ikut campur dari luar, karena di dalampemerinatah yang mereka bentuk, ternyata masih ada tangan-tangandari luar yang berhak untuk ikut campur dalam urusan rumah tanggadi dalam negara yang tidak memunyai kedaulatan tersebut (Muhtarsaid, 2013; 103).

Kelemahan dengan tidak adanya kedaulatan tentunya dapatdianggap berdampak sistemik bagi suatu negara. Berbagai negaradi dunia ini bisa hancur diakibatkan karena upayanya menjaga ke-daulatan yang lemah. Seperti saja Unisoviet, beberapa negara di timurtengah dan negara-negara lain termasuk Indonesia ketika menjagakeutuhan Timur Leste yang dapat kita lihat di belahan dunia ini.

Disini dapat disimpulkan bahwa Kedaulatan juga merupakansimbol kehormatan negara, jika ada negara yang kedaulatannyaterciderai oleh negara lain maka bisa saja akan menimbulkan pepe-rangan yang berpotensi banyaknya nyawa yang hilang. Pentingnyakedaulatan bagi negara maka banyak negara yang rela mengalo-kasikan kas negara untuk membeli atau memproduksi peralatan tem-purnya serta memperbanyak anggota militer. Cara seperti itu ditem-puh sebagai langkah persiapan jika suatu saat akan ada negara yangmenjajah. Memperbanyak kekuatan persenjataan dan anggota militermerupakan langkah strategi guna mempertahankan kedaulatan suatuNegara, langkah ini banyak ditiru oleh Negara-negara yang mengakusayang terhadap rakyatnya seperti Amerika dan Negara kekuasaanseperti Korea Utara (Muhtar said, 2013; 112-113).

Page 131: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

118

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Asumsi yang harus dibangun tentunya apabila negara tidakmemunyai kedaulatan yang absolut maka negeri tersebut bukanlahsuatu negeri yang independen, ia merupakan negeri boneka yang hanyabisa pasrah ketika dibuat mainan oleh negara lain atau kekuatan yangmenguasai negara tersebut, ketika hidup masyarakat tergantungpada negara yang menguasi wilayahnya ini menyebabkan masya-rakat tidak tentram karena mereka bekerja bukan untuk memberikansumbangan energi kepada tanah kelahirannya namun kerja merekatemyata untuk memperkaya negara lain. Hal ini tentunya jelas men-jadi tekanan psikologis terhadap masyarakat yang dalam kehidupansehari-harinya selalu dibayangi dengan tekanan-tekanan yang selalumenghantui disetiap helai nafas hidupnya. Apabila ada wilayah yangdimana wilayah tersebut belum mendapatkan gelar kedaulatan yangartinya bisa mengurus rumah tangganya sendiri maka wilayah ter-sebut belum bisa disebut sebagai negara, karena tidak bisa membe-rikan rasa aman dan nyaman terhadap warganya (Muhtar said,2013; 103-104).C. Doktrik atas Kedaulatan Negara

Adanya doktrin atas pemegang keadulatan tertinggi dalam sebuahnegara acapkali bisa berubah-ubah. Seperti halnya di Inggris, kaumbangsawanlah yang mendapat kemenangan dan sebagai puncakkemenangannya ditandai dengan pecahnya The Glorious Revolution(1688). Kemenangan kaum bangsawan dalam revolusi istana ini telahmenyebabkan berakhirnya absolutisme di Inggris, serta munculnyaparlemen sebagai pemegang kedaulatan. Pada akhirnya, 12 negarakoloni Inggris mengeluarkan Declarations of Independence dan mene-tapkan konstitusi-konstitusinya sebagai dasar negara yang ber-daulat yaitu tepatnya pada tahun 1776. Deklarasi ini merupakan bentukkonkretisasi dan berbagai teori perjanjian. Perjalanan sejarah beri-kutnya, pada tahun 1789 meletus revolusi dalam Monarki Absolu-tisme di Perancis yang ditandai dengan ketegangan-ketegangan dimasyarakat dan terganggunya stabilitas keamanan negara. Sampaipada akhirnya, 20 Juni 1789 Estats Generaux memproklamirkan dirinyasebagai Constituante, walaupun baru pada tanggal 14 September 1791konstitusi pertama di Eropa diterima oleh Louis XVI. Sejak itu, seba-gian besar Negara-negara di dunia, baik monarki maupun republik,negara kesatuan maupun federal, sama-sama mendasarkan atas suatukonstitusi (Dahlan Thaib DKK, 2008; 4).

Page 132: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

119

Ilmu Negara

Kedudukan parlemen dalam sebuah negara acapkali dianggapsebagai simbol kedaulatan tertinggi. Pada posisi lain, terdapat pulapandangan yang berbeda yaitu dengan menegaskan kekuatan ke-daulatan dalam sebuah negara. Dalam hal ini diantaranya yangdisampaikan oleh Shang Yang.

Menurut pandangan Shang Yang untuk membuat negara kuatdan sentausa, satu-satunya jalan ialah tentaranya yang kuat, seder-hana dan sanggup menghadapi segala bahaya. Menurutnya, kebu-dayaan adalah melemahkan rakyat karena kebudayaan itu rakyattidak berani berperang lebih-lebih karena ilmu pengetahuan rakyattidak berani mati. Oleh karena itu untuk menjadikan negara kuat,rakyat dibuat lemah. Nampak ajaran dan Shang Yang ini kontradiktifyang menganggap hal-hal seperti kebudayaan, moral, ilmu penge-tahuan di mana kesemuanya itu sangat berharga sekali bagi manusiadianggap sebagai penyakit-penyakit yang merugikan rakyat (MohKusnardi dan Bintan R saragih, 1994; 74).

Menurut ajaran Kant tentang tujuan negara adalah membentukdan mempertahankan hukum. Atau juga disebut sebagai tujuan dannegara hukum. Yang hendak menjamin kedudukan hukum danindividu-individu di dalam masyarakat. Jaminan itu juga meliputikebebasan daripada warga negaranya yang berarti tidak boleh adapaksaan daripada pihak penguasa agar warga negaranya tundukpada undang-undang yang belum disetujuinya. Selain itu juga berartibahwa setiap warga negara memunyai kedudukan hukum sama dantidak boleh diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak penguasa(Moh Kusnardi dan Bintan R saragih, 1994; 76).

Pandangan yang berbeda di atas tentunya mencitrakan kondisimasing-masing setiap masanya. Semisal dalam proses pembentukannegara, negara tidak hanya dituntut untuk membentuk kekuasaanakan tetapi menghargai hak-hak demokrasi warga negara. Hal ter-sebut tentunya akan memengaruhi kualitas yang diterapkan dalamsebuah negara.

Page 133: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

120

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

A. Doktrin Supremasi Hukum dalam NegaraBangsa yang beradab adalah bangsa yang menjalani fungsi hu-

kumnya secara merdeka dan bermartabat. Merdeka dan bermartabatberarti dalam penegakan hukumnya wajib berpihak pada keadilan,yaitu keadilan untuk semua. Sebab, apabila penegakan hukum dapatmengaplikasikan nilai keadilan, tentulah penerapan fungsi hukumtersebut dilakukan dengan cara berfikir secara filosofis (MuhammadErwin, 2013; 132).

Tentang bagaimana seharusnya wajah sistem hukum dalamsuatu negara hukum, ahli hukum terkenal yaitu Lon Fuller dalambukunya The Morality of Law, menyebutkan sebagai berikut:1. Hukum harus dituruti oleh semua orang, termasuk oleh penguasa

negara.2. Hukum harus dipublikasikan.3. Hukum harus berlaku ke depan, bukan untuk berlaku surut.4. Kaidah hukum harus ditulis secara jelas, sehingga dapat dike-

tahui dan diterapkan secara benar.5. Hukum harus menghindari dari kontradiksi-kontradiksi.6. Hukum jangan mewajibkan sesuatu yang tidak mungkin dipenuhi.

SUPREMASI HUKUMDALAM NEGARABA

GIA

N S

EMBI

LAN

Page 134: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

121

Ilmu Negara

7. Hukum harus bersifat konstan sehingga ada kepastian hukum.Tetapi hukum harus juga diubah jika situasi politik dan sosialtelah berubah.

8. Tindakan para aparat pemerintah dan penegak hukum haruslahkonsisten dengan hukum yang berlaku (Munir Fuady, 2009; 9).

Adanya doktrin hukum yang demikian akan menjadi daya tekankewenangan negara dalam mengarahkan rakyatnya sesuai dengancita-cita berdirinya negara. Oleh karena itu apa yang disampaikanoleh Lon Fuller di atas tidak jauh beda dengan fungsi hukum dalamsebuah negara yaitu alat perekayasa masyarakat seperti halnya yangdisampaikan oleh Muchtar Kusumaatmadja.

Sebenarnya jika dikaji secara multidisipliner, maka konsepsupremasi hukum yang tercermin dalam adagium hukum sebagaipanglima menabrak berbagal teori dan ilmu lain. Tabrakan pertamaadalah akibat “ego sektoral” dari masing-masing. Dalam hal ini, masing-masing beranggapan, dengan berbagai teori pembenarnya, merekamengatakan bahwa bidang mereka masing-masinglah yang palingpenting dibandingkan bidang-bidang lainnya. Tentu saja para ahlihukum menganggap sektor hukum sebagai panglima. Tetapi para ahliekonomi juga mengaggap sektor ekonomi yang menjadi panglima,karena kemajuan suatu bangsa secara riil diukur seberapa besarincome negara ataupun income per kapita dari rakyat dalam negarayang bersangkutan. Seperti juga ahli ilmu politik yang menganggapbahwa dalam suatu negara, sektor politiklah yang menjadi pangli-manya, karena politik berarti kekuasaan, yang diperoleh dan rakyatbanyak melalui pemilihan-pemilihan umum, sehingga layak untukdimenangkan (Munir Fuady, 2009; 202-203).

Kalau begitu, siapa yang sebenarnya yang harus menjadi pang-lima, apakah sektor hukum, politik, ekonomi, atau sektor-sektor lain-nya. Jawabannya tentu berdasarkan kepada basis negara yang ber-sangkutan. Bagi suatu negara hukum, tentu sektor hukum harusmenjadi panglima, sehingga dalam negara yang bersangkutan tidakterjadi pelanggaran hukum, pelanggaran hak asasi manusia, korupsi,atau kesewenang-wenangan dari penguasa. Bagi suatu negara yangsangat berorientasi kepada politik dan kekuasaan, tentu sektor poli-tiklah yang menjadi panglima, sehingga politik dan pemerintahanakan menjadi kuat dan stabil. Sedangkan bagi negara yang berorien-

Page 135: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

122

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

tasi kepada ekonomi, maka sektor ekonomilah yang menjadi pang-lima, sehingga negara akan berkembang perekonomiannya, rakyat-nya menjadi makmur dengan income yang tinggi. Seorang sosiologTalcott Parson telah mencoba menoropong keadaan saling tarik me-narik dari berbagai sektor tersebut secara sosiologi, dengan mela-kukan pendekatan yang fungsional dan struktural, melalui teorinyayang disebut dengan teori “sibernetika”. Teori sibernetika ini meng-ajarkan bahwa dalam suatu sistem masyarakat terdapat berbagai subsistemnya, yaitu:1. Sub sistem ekonomi.2. Sub sistem politik.3. Sub sistem sosial.4. Sub sistem budaya (Munir Fuady, 2009; 203).

Keempat subsistem tersebut memunyai pola dalam memengaruhiorientasi sebuah negara dalam membangun. Hal ini bisa saja terjadiasalkan arah dari pada negara konsisten dengan apa yang dilakukanoleh penguasanya.

Masing-masing sub sistem tersebut memiliki energi dan salingtarik menarik satu sama lain. Tetapi di antara masing-masing sub sistemtersebut tidak memiliki kekuatan tarikan yang sama, satu sama lainsaling memengaruhi, bahkan saling berbenturan. Benturan-bentu-ran antarkekuatan dari masing-masing sub sistem tersebut menim-bulkan energi, dimana muatan energi yang paling kuat ada pada subsistem ekonomi, sehingga sub sistem ekonomi ini yang menarik danmemengaruhi paling kuat terhadap sub sistem lainnya. Berturut-turut kekuatannya cenderung melemah setelah sub sistem ekonomiadalah sub sistem politik, sub sistem sosial dan sub sistem budaya.Menurut Parsons, sektor hukum berada dalam sub sistem budaya,sehingga daya energinya sangat lemah dan karenanya daya tariknyakecil sekali. Sektor hukum dalam sub sistem budaya memunyai fungsiutama untuk melakukan integrasi diantara proses-proses yang ber-langsung dalam masyarakat sehingga tercapai suatu ketertiban. Karenakedudukan sektor hukum dalam sub sistem budaya, sehingga dayatarik menariknya menjadi sangat lemah, maka menurut teori siber-netika ini mustahil sektor hukum dapat menjadi panglima (MunirFuady, 2009; 203-204).

Page 136: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

123

Ilmu Negara

Teori sibernetika dari Talcolt Parsons tersebut benar jika dilihatdan segi ilmu kemasyarakatan melalui pendekatan struktural danfungsionalnya. Sebagian lain dalam ilmu sosiologi, teori Parsonstersebut hanya merupakan pendeskripsian fakta-fakta saja. Artinyahanya mengungkapkan apa adanya (das sein), bukan apa yang seha-rusnya (das sollen). Tetapi pendekatan yang sebenarnya yang harusdilakukan adalah suatu pendekatan dan berbagai segi dan berbagaisektor ilmu pengetahuan, sehingga dapat menghasilkan output yangvalid dan multidimensi. Karena, dalam kenyatannya, sebenarnyasemua sektor tersebut menjadi penting dan harus berfungsi denganbaik karena satu sama lain saling berkorelasi positif dan saling dorongmendorong ke arah kemajuan suatu bangsa, sehingga semua sektorseyogyanya harus menjadi panglima. Inisialnya, korelasi positifantara sektor ekonomi dengan sektor hukum, yang dalam hal inibagaimana suatu perekonomian suatu negara bisa maju jika hukumtidak ditegakkan sehingga yang terjadi justru tindakan korupsi dansewenang-wenang dari para penyelenggara negara. Sebaliknya,bagaimana suatu hukum bisa ditegakkan jika sektor ekonomi tidakdikembangkan, yang berakibat masyarakatnya menjadi miskin, tanpapenghasilan yang layak, dan banyak pengangguran, sehingga banyakkejahatan, dan juga tentunya akan banyak korupsi dan para penye-lenggara negara, sebagai akibat dan tidak cukupnya penghasilanmasyarakat bahkan tidak cukup untuk sekedar bertahan hidup seka-lipun (Munir Fuady, 2009; 204).

Berangkat dan berdasarkan asumsi di atas, maka dapat diketahui,betapa penting supremasi hukum yang dalam hal ini berhubungandengan masalah pengaturan tentang jalan masuk ke dalam pengua-saan dan penataan sumber-sumber daya dalam masyarakat. Apabiladi sini dikatakan, bahwa hukum mengatur jalan masuk yang demikianitu, hal ini tidak lain berarti hukum melakukan pembagian sumber-sumber daya itu. Apabila hukum melakukan pembagian yang demi-kian itu maka apakah yang menjadi ukurannya? Beberapa hal yangdipersoalkan dalam pembagian sedemikian itu adalah:1. Kepada siapakah sumber-sumber daya itu diberikan/ dibagikan?2. Seberapa besarkah bagian yang diberikan kepada masing-masing

penerima?

Page 137: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

124

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

3. Apakah syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memperolehbagian itu? (Sadjipto Rahardjo, 1982; 48)

Jika ketentuan tersebut telah terjawab, maka sudah semestinyahukum harus mampu memainkan peran yang sesungguh-sung-guhnya sebagai upaya mewujudkan ketertiban dan keadilan bagimasyarakat. Jika dalam supremasi hukum dijalankan maka sudahpasti negara tidak dapat dipandang sebelah mata dalam mewujudkansebuah sistem kenegaraan yang ideal.

B. Karakteristik Supremasi Hukum dalam NegaraDalam sistem Monarki Raja memerintah dengan tangan besi,

sehingga segala ucapan yang keluar dan mulut raja menjadi hukumyang harus ditegakan. Hal ini memberikan rasa tidak aman bagimasyarakat, karena bisa saja perkataan raja dikeluarkan denganmenggunakan dasar emosi sehingga pandangannya bersifat tidakobjektif. Bahkan hukum yang dikeluarkannya itu bukan hasil mu-syawarah bersama tetapi lebih cenderung keluar dan sudut pandangsubjektif raja itu sendiri atau hembusan-hembusan fitnah yang dikeluarkan oleh penasihat (pembisik) raja. Jadi jika “pembisik” rajatidak menyukai salah satu orang ia akan menggunakan kedekatan-nya dengan sang raja untuk menyisihkan orang tersebut, kejadianseperti ini pernah di alami oleh Ibnu Rusdy, di mana ia pernah men-jadi pujaan sang raja, namun setelah raja berganti maka pensehatnyaberganti, karena pensehat raja saat itu tidak suka dengan pemikiranIbnu Rusdy maka ia melakukan bisikan untuk menyingkirkan IbnuRusdy. Kasus Ibnu Rusdy dapat dijadikan sebagai salah satu contohkelemahan sistem monarki pada waktu itu. Akan tetapi sistem peme-rintah yang menganut sistem monarki lambat laun sudah banyakmengalami perubahan, salah satunya monarki konstitusional, di-mana dalam sistem ini mengakui adanya raja sebagai kepala negaradan monarki konstitusional sudah mengadopsi konsep Trias Politika,berarti raja hanya dijadikan simbol cabang dari eksekutif. Raja me-munyai peranan dalam adat atau tradisional sedangkan yang men-jalankan pemerintahan adalah Perdana Mentri. Sedangkan yangdibenci oleh Montesqueiu adalah monarki yang sifatnya absolut sepertikerajaan Perancis zaman dahulu (Muhtar Said, 2013; 131-133).

Page 138: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

125

Ilmu Negara

Dilihat dari segi tertentu, pengertian negara hukum (rechtstaat)dimaksudkan sebagai lawan dan pengertian negara kekuasaan(machtstaat), di mana negara hukum cenderung bersifat demokratis,sedangkan negara kekuasaan cenderung memakai tangan besi/totaliter. Konsep negara kekuasaan sendiri dapat dibeda-bedakansebagai berikut:1. Negara Pluralis.2. Negara Marxis.3. Negara Organis.4. Negara Korporatis (Munir Fuady, 2009; 29).

Dengan konsep negara pluralis, negara menjadi tidak mandiri,cenderung liberal, dan cenderung hanya menjadi wasit dan berbagaikelompok yang memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Dalamhal ini negara cenderung pasif, dan kebijaksanaan negara dibuatdan dijalankan dengan partisipasi rakyat secara maksimal. Sedang-kan dengan konsep negara Marxis, negara tidak mandiri dan jugatidak demokratis. Segala kebijaksanaan dibuat dan diambil tidak olehrakyat, melainkan oleh kelas yang berkuasa dengan terlebih dahulumemperhatikan kepentingannya sendiri. Selanjutnya, konsep negaraOrganis, negara organis tersebut lebih mandiri tetapi cenderungotoriter dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat. Dalam halini suatu kebijaksanaan dalam negara dibuat dan dijalankan semata-mata untuk kepentingan negara itu sendiri. Konsep negara korpo-ratis, negara bersifat mandiri, terdapat unsur demokrasi dalam artiyang terbatas dan bersifat perintah dari atasan (top-down). Meskipunbegitu, kebijaksanaan negara dalam hal ini dijalankan dengan ber-konsultasi dengan wakil-wakil rakyat, di mana wakil-wakil rakyatini bersifat hubungan fungsional saja, seperti wakil buruh, wakil petani,nelayan, pegawai negeri, wakil pengusaha, wakil para profesional,dan sebagainya (Munir Fuady, 2009; 19-30).

Kekuasaan penguasa yang dominan tentunya menjadi indikatorsupremasi hukum tidak bisa dijalankan sesuai yang seharusnya.Maka sudah seharusnya supremasi hukum dalam sebuah negaratidak lagi menundukkan kekuasaan pada posisi yang utama dalammenjalakan negara secara utuh.

Page 139: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

126

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Menurut pendapat Thomas Aquinas undang-undang atauhukum itu merupakan kesimpulan daripada rasio manusia dan yangberbentuk kemauan. Maka, sesuai dengan pendapat Cicero, undang-undang itu merupakan pokok pangkal dari pikirannya, dan yangmerupakan perintah dan rasio untuk kepentingan umum. CaraThomas Aquinas memberikan ajarannya tentang keadilan dan hukum,memperlihatkan bahwa ia telah mempersatukan ajaran-ajaran:Aristoteles, Stoa, Romawi, dengan ajaran Augustinus tentang dasarkekuasaan yang bersifat teokratis. Hanya saja sekarang dikatakanolehnya bahwa sumber tertinggi daripada hukum adalah terletakpada kepribadian Tuhan (Soehino, 1996; 62).

Kalau Aristoteles membedakan hukum alam dan hukum positif,maka Thomas Aquinas mengadakan perbedaan hukum dalam empatgolongan yaitu:1. Hukum abadi atau lex aeterna, ini adalah hukum dan keseluru-

hannya yang berakar dalam jiwa Tuhan.2. Hukum Alam. Manusia adalah sebagai makhluk yang berpikir,

maka ia merupakan bagian daripadanya. Hal ini adalah meru-pakan hukum alam.

3. Hukum positif ini adalah pelaksanaan daripada hukum alam olehmanusia, yang disesuaikan dengan syarat-syarat khusus yangdiperlukan untuk mengatur soal-soal keduniawian di dalam negara.

4. Hukum Tuhan ini adalah hukum yang mengisi kekurangan-kekurangan daripada pikiran manusia dan memimpin manusiadengan wahyunya ke arah kesucian untuk hidup di alam baka danini dengan cara yang tidak mungkin salah. Wahyu-wahyu inilah yangakhirnya terhimpun dalam kitab-kitab suci (Soehino, 1996; 62).

Pandangan Thomas Aquinas tersebut di atas telah menjadi jawa-ban atas upaya mendudukkan hukum sebagai suatu hal yang multi-disipliner dan tidak terbatas ruang dan waktu. Adanya hukum yangbaik tentunya akan dapat mengarahkan manusia pada masa yangterbaik karena hukum ada sebagai perwujudan merealisasikan kepen-tingan masyarakat.

Dalam negara demokrasi, supremasi hukum tidak ditampilkanmelalui penegakan hukum. Upaya menawarkan bentuk lain yaitumenawarkan nilai-nilai hukum lebih ditampilkan dalam konsep

Page 140: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

127

Ilmu Negara

demokrasi yang tentunya hal tersebut tidak jauh beda dengan se-mangat dalam negara hukum.

Dalam teori Henry B. Mayo, demokrasi sendiri didasari oleh nilai-nilai yang positif dan mengandung unsur-unsur moral universal,yang tercermin dari beberapa aspek:1. Penyelesaian perselisihan dengan damai dan melembaga.2. Menjamin terselenggarakannya perubahan secara damai dalam

suatu masyarakat yang sedang berubah.3. Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur.4. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum.5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam

masyarakat, yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat,kepentingan serta tingkah laku, dan

6. Menjamin tegaknya keadilan (Taufiqurrahman Syahuri, 2004; 23).

Untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi di atas dibutuhkanlembaga-lembaga politik, yang oleh Robert A Dahl dalam bukunyaOn Democracy disebutkan ada enam lembaga, yaitu:1. para pejabat yang dipilih;2. pemilihan umum yang bebas, adil dan berkala;3. kebebasan berpendapat;4. sumber informasi alternatif;5. otonomi asosiasional;6. hak kewarganegaraan yang inklusif (Taufiqurrahman Syahuri,

2004; 23).

Disini jelas dan perlu menjadi catatan bahwa supremasi hukumdalam suatu negara tidak hanya dipersepsikan negara yang memilikiaturan hukum yang bersifat keras dan kaku. Melalui pilihan konsepdemokrasi yang telah diuraikan di atas juga termasuk menjadi bagianpilihan dari supremasi hukum dalam sebuah negara yang sesung-guhnya bermadzhab pada keadilan.

Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh RoscoePound. Roscoe Pound berpendapat bahwa hukum itu berfungsi untukmenjamin keterpaduan sosial dan perubahan tertib sosial dengancara menyeimbangkan konflik kepentingan yang meliputi:

Page 141: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

128

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

1. kepentingan-kepentingan individual (kepentingan-kepentinganprivat dan warga negara selaku perseorangan;

2. kepentingan-kepentingan sosial (yang timbul dan kondisi-kondisiumum kehidupan sosial;

3. kepentingan-kepentingan publik (khususnya kepentingankepentingan Negara) (Muhammad Erwin, 2013; 237-238).

Dalam rangka menyeimbangkan konflik kepentingan dalammasyarakat tersebut maka hukum negara harus berhakikat kepadakeadilan dan kekuatan moral. Sebab tanpa adanya keadilan danmoralitas maka hukum akan kehilangan supremasi dan ciri inde-pendennya. Sebaliknya ide keadilan dan moralitas akan penghargaanterhadap kemanusiaan hanya akan memiliki nilai dan manfaat jikaterwujud dalam hukum formal dan hukum materiil serta diterapkandalam kehidupan bermasyarakat (Muhammad Erwin, 2013; 238).

Dipihak lain yang perlu menjadi fokus pada supremasi hukumadalah isi muatan hukum itu sendiri. Hal ini tentunya dibutuhkanintepretasi hukum secara baik dan bijak. Keadaan yang ideal sebe-tulnya adalah manakala interpretasi tersebut tidak diperlukan atausangat kecil peranannya. Ia bisa tercapai apabila perundang-undanganitu bisa dituangkan dalam bentuk yang jelas. Mengenai ukurankejelasan ini Montesquieu mengajukan persyaratan sebagai berikut:1. Gaya penuturannya hendaknya padat dan sederhana. ini meng-

andung arti, bahwa pengutaraan dengan menggunakan ungkapan-ungkapan kebesaran dan retorik hanyalah mubasir dan menye-satkan. Istilah-istilah yang dipilih hendaknya sejauh mungkinbersifat mutlak dan tidak nisbi, sehingga dengan demikian mem-buka sedikit kemungkinan bagi perbedaan pendapat individual.

2. Peraturan-peraturan hendaknya membatasi dirinya pada hal-halyang nyata dan aktual dengan menghindari hal-hal yang ber-sifat metaforis dan hipotesis.

3. Peraturan-peraturan hendaknya jangan terlampau tinggi, olehkarena ia ditujukan untuk orang-orang dengan kecerdasan tengah-tengah saja; peraturan itu bukan latihan dalam penggunaanlogika, melainkan hanya penalaran sederhana yang bisa dilakukanoleh orang-orang biasa.

Page 142: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

129

Ilmu Negara

4. Janganlah masalah pokoknya dikacaukan dengan kekecualian,pembatasan atau modifikasi, kecuali dalam hal-hal yang sangatdiperlukan.

5. Peraturan tidak boleh mengandung argumentasi; adalah ber-bahaya untuk memberikan alasan terperinci bagi suatu peraturanoleh karena yang demikian itu hanya akan membuka pintu untukpertentangan pendapat.

6. Akhirnya, di atas semuanya, ia harus dipertimbangkan denganpenuh kematangan dan memunyai kegunaan praktis dan janganhendaknya ia mengguncangkan hal-hal yang elementer dalampenalaran dan keadilan serta Ia nature des choses. Peraturan-per-aturan yang lemah, yang tidak perlu dan tidak adil akan menye-babkan orang tidak menghormati perundang-undangan dan meng-hancurkan otoritas Negara (Sadjipto Rahardjo, 1982; 125-126).

C. Elemen-Elemen Penggerak Supremasi Hukum dalam NegaraSupremasi hukum tentunya tidak terlepas pada masalah sejauh

mana aparatur penegak hukum menjalankan fungsinya denganbaik. Bahkan dapat dikatakan hukum yang baik sekalipun jika tidakdiiringi dengan aparat penegak hukum yang baik maka tidak akanada manfaatnya bagi sebuah negara.

Satjipto Rahardjo mengutip ucapan Taverne, “Berikan pada sayajaksa dan hakim yang baik, maka dengan peraturan yang buruksekalipun saya bisa membuat putusan yang baik”. Mengutamakanperilaku (manusia) daripada peraturan perundang-undangansebagai titik tolak paradigma penegakan hukum, akan membawa kitauntuk memahami hukum sebagai proses dan proyek kemanusiaan(Mahmud Kusuma, 2009; 74).

Pandangan Prof Satjipto Rahardjo tersebut kemudian dipertegasoleh Achmad Ali jika menengok pada kondisi hukum Indonesia denganberpendapat bahwa kondisi sistem hukum nasional Indonesia sangatmenyedihkan dan mengalami keterpurukkan yang luar biasa. Keter-purukan tersebut tidak akan berhasil diperbaiki apabila sosok-sosokthe dirty broom (sapu kotor) masih menduduki jabatan diberbagaiinstitusi hukum (Achmad Ali, 2001; 10-11). Tentunya yang terjadiapabila banyak penyimpangan negara hukum tidak akan mampumelahirkan kaidah keadilan secara nyata.

Page 143: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

130

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manu-sia yang umumnya diakui di semua tempat di dunia ini. Apabilakeadilan itu kemudian dikukuhkan ke dalam institusi yang nama-nya hukum, maka, seperti telah diuraikan di muka, institusi hukumitu harus mampu untuk menjadi saluran agar keadilan itu dapatdiselenggarakan secara seksama dalam masyarakat. Beberapa ciriyang umumnya melekat pada institusi sebagai perlengkapan masya-rakat yang demikian itu adalah:1. Stabilitas.2. Merupakan pemberian kerangka social terhadap kebutuhan-

kebutuhan dalam masyarakat.3. Sehubungan dengan institusi sebagai penggerak secara sosial

terhadap kebutuhan manusia itu maka institusi menampilkanwujudnya dalam bentuk norma-norma.

4. Jalinan antar institusi (Sadjipto Rahardjo, 1982;150-152).

Untuk menjalankan pekerjaan seperti itu, hukum membu-tuhkan suatu kekuatan pendorong. Ia membutuhkan kekuasaan.Kekuasaan ini memberikan kekuatan kepadanya untuk menjalankanfungsi hukum, seperti misalnya sebagai kekuatan pengintegrasi ataupengkoordinasi proses-proses dalam masyarakat. Kita bisa meng-atakan, bahwa hukum tanpa kekuasaan akan tinggal sebagai keinginan-keinginan atau ide-ide belaka (Sadjipto Rahardjo, 1982; 160).

Secara keseluruhan karakteristik adanya penegak hukum se-bagai penggerak supremasi hukum maka dapat dihubungkan denganadanya badan legislatif (dilaksanakan oleh parlemen), eksekutif (di-laksanakan oleh kepala negara), dan yudikatif (dilaksanakan olehbadan pengadilan), maka teori umum ketatanegaraan menyatakanbahwa pihak legislatif memunyai tugas utama untuk membuat undang-undang, pihak eksekutif bertugas untuk menjalankan undang-undang,dan pihak yudikatif bertugas untuk mengadili pelanggar undang-undang. Namun demikian, teori umum ini banyak pengecualiannya,antara lain dalam bentuk-bentuk sebagal berikut:1. Ada cabang kekuasaan negara yang menjalankan kewenangan-

nya yang tergolong ke dalam bidang yang seharusnya termasukke dalam kewenangan bidang kekuasaan negara yang lain. Misal-nya kekuasaan kepala negara untuk memberikan grasi, amnesti,

Page 144: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

131

Ilmu Negara

abolisi, dan rehabilitasi kepada rakyatnya, yang sebenarnyasudah termasuk ke dalam kewenangan badan pengadilan.

2. Ada cabang kekuasaan negara yang menjalankan kewenangan-nya secara bersama-sama dengan badan penyelenggara negarayang lain. Misalnya, diberbagai negara, kekuasaan pembuatanundang-undang dimiliki secara bersama-sama antara parlemendengan pemerintah (eksekutif). Atau undang-undang yang harusditandatangani oleh presiden ataupun bahkan presiden atau kepalanegara memiliki kewenangan untuk memveto undang-undangyang dibuat oleh parlemen (Munir Fuady, 2009; 115).

Penggunaan hukum oleh kekuasaan tentunya tidak boleh dija-lankan secara serampangan. Terdapat hal ikhwal yang harus ditaatidalam menjalankan ketentuan-ketentuan yang idealnya perlu ditaatioleh para penegak hukum. Dalam hal penemuan hukum Pertama-tama ihwalnya selalu berkenaan dengan aturan-aturan hukum yangmemuat perumusan-perumusan yang sangat umum untuk sejumlahkejadian yang pada dasarnya tidak terbatas. Formulasi-formulasiitu tidak selalu ditujukan pada kejadian-kejadian spesifik yang didalam praktiknya dapat terjadi. Yang kedua adalah fakta-fakta seba-gaimana yang dihadapkan kepada hakim oleh salah satu pihak dalamsengketa yang bersangkutan. Fakta-fakta tersebut misalnya dapatdibantah oleh pihak yang lain. Karena itu ihwalnya adalah pentinguntuk menelusuri apakah fakta-fakta itu dalam kenyataan memangtelah terjadi: fakta-fakta harus ditetapkan. Fakta-fakta tersebut tidakhanya harus ditetapkan atau dibuktikan, fakta-fakta tersebut jugaharus diseleksi dan dinilai dalam konteks aturan-aturan hukum yangmungkin dapat diterapkan, sebelum orang dapat berbicara tentangpenerapan hukum. Sebuah masalah yang terkait padanya yangdapat terjadi adalah bahwa terdapat lebih dan satu aturan yang dapatditerapkan pada sebuah kejadian konkret, bahwa tidak terdapatsatupun aturan yang dapat diterapkan, atau bahwa sebuah aturantidak jelas. Pertanyaan timbul bagaimana hakim dapat mencapai(menghasilkan) sebuah putusan. Pada telaah lebih jauh tampak bahwapenemuan hukum adalah suatu kegiatan yang majemuk. Ia ber-kenaan dengan hal memperoleh pengetahuan tentang fakta dan hukum,hal menetapkan dan menilai fakta-fakta, penafsiran aturan aturanhukum, hal menelusuri dan menimbang-nimbang kepentingan-

Page 145: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

132

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

kepentingan dan nilai-nilai, dan berkenaan dengan ikhtiar mencapaisebuah putusan hukum yang akseptabel atau yang adil (J.A Pointer,diterjemahkan oleh Arief Sidharta, 2008; 3).

Bahkan ajaran “stare decisis” mewajibkan hakim Inggris untukmengikuti putusan-putusannya yang terdahulu dan putusan-putu-san dan peradilan tingkat yang lebih tinggi. Namun, ajaran ini padaparuh kedua abad duapuluh sudah tidak lagi begitu ketat mengikat(sudah cukup melunak). Hakim Inggris dan instansi tertinggi sudahsejak tahun 1966 tidak lagi menganggap dirinya terikat secara mutlakpada putusan-putusan yang telah dikeluarkannya di masa lalu. Se-kalipun begitu, berbeda dari praktik Belanda, instansi kehakiman(lembaga peradilan) lainnya di lnggris secara formal terikat padaputusan-putusannya terdahulu dan pada putusan-putusan lainyang dikeluarkan instansi setingkat ataupun yang lebih tinggi. Tidakkeseluruhan putusan terdahulu itu yang mengikat, melainkan hanya(bagian) pertimbangan-pertimbangan yang menjadi landasan utamaatau titik pijak bagi putusan yang dihasilkan, yang disebut “ratiodecidendi”. Pertimbangan-pertimbangan tersebutlah yang membe-rikan “law quality” pada presiden. Pertimbangan-pertimbanganselebihnya yang sedang diberikan secara berlimpah dinamakan “obiterdicta”. Jika suatu presiden memiliki “law quality” (kualitas sebagaihukum), maka hakim wajib mengikutinya. Kasus-kasus yang serupaharus dinilai dan diadili atas dasar preseden. Preseden memperolehkarakter dan sebuah kaidah yang berlaku umum. Penyelesaian seng-keta aktual diderivasi (diturunkan) dan kaidah umum ini yang di-konstruksi berdasarkan putusan terdahulu, yakni preseden. Hanyajika fakta dan kasus baru yang dihadapkan kepadanya menunjukanperbedaan gamblang (mencolok), hakim tidak perlu mengikuti presidentersebut. Dalam hal demikian, maka akan dikatakan bahwa hakimmelakukan pembedaan atau penyimpangan (distinguishes) (J.A Pointer,diterjemahkan oleh Arief Sidharta, 2008; 114-115).

Page 146: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

133

Ilmu Negara

A. Doktrin Hubungan AntarnegaraKedaulatan berada pada masing-masing negara, tetapi kekuasaan-

nya dibatasi oleh persekutuan. Persekutuan dengan demikian hanyamemiliki sebagian dari kedaulatan Negara-negara itu, yang diberi-kan dalam perjanjian persekutuan. Mengenai masalah-masalah lainyang tidak dibicarakan dan ditentukan dalam perjanjian perseku-tuan itu tetap merupakan wilayah kedaulatan tiap negara dan merekabebas merdeka dalam hal-hal itu. Oleh sebab itu badan yang besar ituagak lemah dan terpecah. Lagi pula kekuasaan ini sebagian besardijalankan oleh Austria yang besar kekuatannya (J.J. Von SCHMID,1979; 165).

Dalam pandangan yang bersifat terbuka mengetengahkan isudalam bukunya Politica, Aristoteles mengatakan bahwa negara itumerupakan suatu persekutuan yang memunyai tujuan tertentu.Cara berpikir yang bersifat analystis dalam bukunya Ethica dilan-jutkan dalam bukunya Politica untuk dapat menerangkan asal muladan perkembangan negara. Menurut Aristoteles negara terjadi karenapenggabungan keluarga-keluarga menjadi suatu kelompok yanglebih besar, kelompok itu bergabung lagi hingga menjadi desa. Dandesa ini bergabung lagi, demikian seterusnya hingga timbul negara,

HUBUNGAN ANTARNEGARA

BAG

IAN

SEP

ULU

H

Page 147: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

134

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

yang sifatnya masih merupakan suatu kota atau polis. Desa yangsesuai dengan kodratnya adalah desa yang bersifat genealogis, yaitudesa yang berdasarkan keturunan. Dengan demikian menurut Aris-toteles adanya negara itu sudah menurut atau berdasarkan kodrat.Manusia sebagai anggota keluarga menurut kodratnya tidak dapatdipisahkan dari negara. Sebab manusia itu adalah suatu makhluksosial atau zoonpoliticon, maka dan itu tidak dapat dipisahkan darimasyarakat atau negara. Pada dasarnya manusia itu sendiri meru-pakan binatang atau dewa, ia menjadi baik karena pergaulannya didalam masyarakat, atau di dalam negara, sebab dasar negara adalahkeadilan. Kemudian dari padanya timbul kebutuhan yang bersifatkebendaan untuk dapat mencapai kebahagiaan. Bahwasanya Aris-toteles memandang kesusilaan itu sebagai bagian daripada kehidu-pan negara, adalah karena ia beranggapan bahwa negara itu hanyadapat mencapai kebahagiaan yang sempurna di dalam dan karenapersekutuan negara. Yang dimaksudkan di sini adalah hanya keba-hagiaan keduniawian saja, kebahagiaan akhirat tidak disinggung-singgung. Sedangkan kebahagiaan seseorang sangat tergantung padakebahagiaan Negara (Soehino, 1996; 24-25).

Dalam hal ini dapat kita pertegas bahwa negara meskipun sudahmenjadi suatu bentuk komunitas, akan tetapi tetap harus mampumengadopsi prinsip sebuah komunitas yang diwajibkan untuk selalumembuka diri. Upaya membuka diri inilah yang kemudian menjadiprinsip wajib yang harus ada dalam setiap negara untuk selalu ber-hubungan dengan negara lain.

Bahkan secara filofis sebenarnya hubungan negara itu sangatlahpenting sebagai upaya mewujudkan kekuatan konstitusi setiap negaramelalui hubungan dengan negara lain. Harus diingat bahwa tidakada di dunia ini konstitusi yang sempurna dan dapat disetujui seluruhisinya oleh semua orang. Di dalam negara demokrasi perbedaan dankontroversi adalah keniscayaan, sekurang-kurangnya hampir dapatdipastikan pandangan yang berbeda; namun memang dari perbe-daanaan pandangan itulah demokrasi menjadi penyaring untukresultante melalui prosedur hukum yang sah. Jika resultante sudahdicapai melalui prosedur hukum yang sah maka semua pihak harusmenerima, tunduk padanya, dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.Jika ada gagasan lain yang lebih tepat haruslah diperjuangkan melalui

Page 148: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

135

Ilmu Negara

pembuatan baru dengan prosedur yang konstitusional pula, namunsebelum gagasan resultante baru diterima maka yang secara sah ha-ruslah ditaati dengan segala konsekuensinya konstitusional yangseperti ini sangat penting kalau kita betul mau membangun “NegaraHukum dan Demokrasi (Mahfud MD, 2010; 115-116).

Adanya hubungan negara ini tentunya tidak bertentangan denganhukum pada setiap negara. Hal tersebut mengingat setiap negaramengakomodir keadilan dalam prinsip perikehidupan negara. Terlebihdalam norma yang dipatutkan bagi berlakunya sejuta peraturan yangdiundang-undangkan, wilayah kehidupan negara yang dibatasi danterbatas akan teritorial suatu negara, satu dengan lainnya. Namun,senyatanya keadilan jugalah yang dipenggal untuk menjadi peng-galan yang dijadikan ide perang yang terbungkus dalam norma.Keadilan negara (X) vs keadilan negara (Y), dapatkah terpungkiri?,Yang aneh senyatanya, manusia juga yang merakit senjata untukmembunuh manusia, dan setiap organisasi terlebih negara, apakahsaat ini tidak ada yang tidak memiliki wakil pimpinan yang bergelarpanglima untuk mempertahankan keamanannya? Bertahan dan amandan siapa dan untuk siapa? Apakah manusia sudah tidak lagi patutuntuk dilihat tampak sebagai manusia, yang acap kali dijadikantersangka Pengacau keamanan (Muhammad Erwin, 2013; 237).

Namun, dalam pandangan yang lebih umum sebuah hubunganantara negara akan sedikit berbeda atau termodifikasi apabila terdapatkepentingan yang buruk diantaranya kapitalisme. Kapitalisme dapatmerekayasa sebuah sistem negara dengan membuat lembaga-lem-baga negara yang hanya bisa dimasuki oleh kaum-kaum pemodal,legislatif, yudikatif maupun eksekutif merupakan lembaga-lembaganegara yang hanya bisa dimasuki oleh kaum pemodal. Tidak perluragu lagi untuk menyebut sistem pemilu dan pileg untuk memiliheksekutif dan legislatif adalah cara-cara kaum pemodal untuk me-nancapkan kuku tajamnya itu. Orang yang mengikuti pemilu mau-pun pileg membutuhkan biaya banyak dari disinilah menjadi pintumasuk kaum pemodal, walaupun mereka tidak andil secara langsungtetapi mereka menguraikan kekuatan modalnya untuk berpartisipasidengan cara menyumbangkan sebagian uangnya untuk kegiatanpemilu/pileg. Hal itu juga berlaku dalam ranah yudikatif maupunaparat penegak hukum. Sudah tidak menjadi rahasia umum lagi

Page 149: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

136

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

ketika ada perekrutan aparat bisa dipastikan akan ada sistem jualbeli yang mengalirkan uang kekantong-kantong oknum yang ber-sangkutan. Sehingga tidak heran lagi ketika para pejabat banyakyang tersandung kasus korupsi, mereka korupsi karena ingin mengem-balikan modal yang dikeluarkannya itu. Sudut pandang mereka bukanlagi kearah pengabdian masyarakat melainkan sudah menyelewenguntuk keuntungan individu masing-masing, dan inilah ciri kapita-lisme. Maka jangan ragu pula untuk menyebut sistem Indonesia saatini adalah sistem kapitalis dan kita berlabel Indonesia adalah negarakapitalis (Muhtar said, 2013; 149).

Hubungan antara negara tentunya harus didasarkan padaupaya saling memperkuat bukan mencoba untuk memasukkan doktrinatas negara lain yang bermuara pada bentuk merusak tatanan sistemantar negara. Jika kemudian tradisi ini terjadi terus menerus, makaakan dimungkinkan potensi hubungan menghasilkan sesuatu yangideal bagi cita-cita rakyat masing-masing negara, akan tetapi bahkanakan menjadi benturan fisik atau yang lebih halus lagi seperti yangsering terjadi adalah adanya perang dingin antar negara.

B. Teori Hubungan AntarnegaraSecara alamiah posisi manusia memiliki kaitan dan ketergan-

tungan dengan manusia lainnya. Hal tersebut tidak terkecuali padaposisi hubungan antar negara. Dalam teori Manusia, manusia itudemikian pendapat Thomas Aquinas yang dalam hal ini pengaruhAristoteles terasa sekali, menurut kodratnya adalah makhluk sosial,makhluk kemasyarakatan, oleh karena itu ia harus hidup bersama-sama dengan orang lain dalam suatu masyarakat, untuk mencapaitujuan yang sesungguhnya. Untuk itu diperlukan penggunaan akal,pikirannya, yang telah diberikan kepadanya oleh kodrat alam. Sebabakalnya itu memungkinkan baginya mengetahui apa yang bergunadan apa yang merugikan. Dan prinsip umum ini ia dapat memper-oleh pengetahuan tentang hal-hal yang khusus. Tidak setiap orangdapat memiliki pengetahuan itu, pengetahuan itu hanya dapat diper-olehnya dalam hidup bermasyarakat, maka dari itu hidup bermasya-rakat merupakan suatu keharusan (Soehino, 1996; 58).

Oleh karena prinsip adanya hubungan antar bangsa dan ataunegara dapat dipastikan ada dalam dunia ini. Jika dikemukakan polahubungan maka terdapat suatu bentuk teori hubungan negara yang

Page 150: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

137

Ilmu Negara

terjalin berdasarkan masyarakat atau kehidupan sosial yang sesung-guhnya merupakan himpunan dari berbagai macam hubungan antarapara anggotanya. Hubungan-hubungan inilah yang pada akhirnyamembentuk kehidupan sosial itu. Dengan demikian dapat dikatakan,bahwa kehidupan sosial itu merupakan jalinan dan deri berbagaihubungan yang dilakukan antara para anggota masyarakat satu samalain. Hubungan-hubungan ini berkisar pada kepentingan-kepentingan.Kepentingan-kepentingan ditujukan kepada sasaran-sasaran danyang paling kasar, seperti benda-benda ekonomi, sampai kepada yangpaling halus. Dalam hal perkawinan, misalnya, sulit bagi kita untukmengatakan, bahwa di situ terlibat sasaran yang bersifat kebendaanekonomi. Namun bagaimana pun, tentunya kedua pasangan ituhanya akan berhubungan satu sama lain apabila disitu ada suatukepentingan (Sadjipto Rahardjo, 1982; 79-80).

Pada prinsip lain, pola hubungan yang dibangun sebenarnyapada posisi dalam mewujudkan kedudukan negara dalam melakukanperubahan. Disini mencuplik apa yang disampaikan oleh Pounddengan menggunakan istilah “engineering”. Tujuan social engineeringadalah untuk membangun suatu struktur masyarakat sedemikianrupa, sehingga secara maksimum dicapai kepuasan akan kebutuhan-kebutuhan, dengan seminimum mungkin benturan dan pemborosan.Untuk menggarap lebih lanjut pendapatnya itu, Pound mengem-bangkan suatu daftar kepentingan-kepentingan yang dilindungioleh hukum, yang dibaginya dalam tiga golongan, yaitu kepentingan-kepentingan umum, sosial dan perorangan. Dalam kepentinganumum termasuk:1) kepentingan terhadap negara sebagal suatu badan yuridis;2) kepentingan terhadap negara sebagai penjaga dari kepentingan

social (Sadjipto Rahardjo, 1982; 266-267).

Pada tahap lain kepentingan umum berbeda dengan kepen-tingan perorangan. Kepentingan perorangan terdiri dan:a) pribadi (fisik, kebebasan kemauan, kehormatan, privacy dan

kepercayaan serta pendapat).b) hubungan-hubungan domestik (orang tua, anak, suami-isteri).c) kepentingan substansial (milik, kontrak dan berusaha, keuntungan,

pekerjaan, hubungan dengan orang lain) (Sadjipto Rahardjo,1982; 266-267).

Page 151: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

138

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Sedangkan pada posisi kepentingan sosial misi yang dibawameliputi sebagai berikut:1) Keamanan umum;2) Keamanan dan institusi-institusi sosial;3) Moral umum;4) Pengamanan sumber-sumber daya sosial5) Kemajuan sosial dan6) Kehidupan individu (pernyataan diri kesempatan kondisi kehi-

dupan (Sadjipto Rahardjo, 1982; 266-267).

Sebenarnya apa yang dibangun dalam pola hubungan antaranegara tidak terlepas dari nilai kepentingan-kepentingan umum, sosialdan perorangan. Tentunya dapat ditegaskan dalam hal ini semakintegas bentuk jalinan hubungan tersebut dijaga dengan baik, makasemakin banyak pula manfaat dari hubungan yang dilakukan olehantar negara.

Page 152: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

139

Ilmu Negara

A. Teori Kedudukan RakyatSemenjak Immanuel Kant mengemukakan tentang pengertian

rakyat, studi tentang ini menjadi amat terkenal. Sebab kemudiansemua ahli pikir tentang negara dan hukum selalu berpendapat bahwarakyat yang memegang kekuasaan tertinggi pada suatu negara adalahsangat tepat. Misal ajaran selanjutnya yaitu ajaran sarjana padaabad XIX tersebut antara lain dalah Friedrich Juliau Sthal seorangahli pikir negara dan hukum yang terpengaruh oleh sosiolog yangmengatakan bahwa adanya negara dalam dan perkembangan suatukeluarga secara patriarki, yang menempati suatu daerah tertentu.Mereka tergabung oleh karena mereka merasa satu nasib, satu kebu-tuhan, dan satu perangai, setelah mereka melewati beberapa fasekemanusian mereka menjadi bangsa dan selanjutnya bangsa ter-sebutlah yang membentuk suatu negara. Aliran dan Friederich JuliusStahl ini adalah dinamakan aliran “Theokratis Sosiologis”. Sebabdisamping ia mengakui perkembangan negara secara sosiologis,masih menempatkan juga pendapat adanya Tuhan yang juga ber-peranan membentuk adanya negara. Yaitu bahwa adanya negaratersebut karena kehendak Tuhan (hohere Pugung atau Gottes Fugung)(S. Haryono DKK, 2000; 24).

DOKTRIN KEDUDUKAN RAKYATDALAM NEGARABA

GIA

N S

EBEL

AS

Page 153: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

140

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Berangkat dari asumsi tersebut maka sudah semestinya dapatdikatakan bahwa posisi rakyat memiliki peran penting bahkan utamadalam sebuah negara. Bukan hanya itu, rakyat bahkan adalah pihakyang diutamakan dalam sebuah negara sehingga baik buruknya sebuahnegara dapat diukur dari bagaimana fokus negara dalam menyejah-terakan rakyatnya.

Ajaran Friederich Julius Stahl ini sama juga dengan pendapatdan sarjana Amerika yang bernama Mac Iver, yang juga mengatakanbahwa adanya negara tersebut karena adanya perkembangan danfamili atau keluarga. Di dalam keluarga itulah adanya institusi-institusiyang selalu dianut yang merupakan kebiasaan-kebiasaan. Kepalakeluarga dinamakan dengan Pater Families. Pater Families yang besardinamakan dengan Clan. Kepala dan Clan tersebut dinamakan denganPrimus Inter Pares. Demikian semenjak adanya teori dari ImmanuelKant maka ajaran hukum alami menjadi diragukan dengan adanyaaliran Historisme, kemudian berkembang menjadi aliran sosialisme(S. Haryono DKK, 2000; 24-25).

Kecenderungan memahami adanya rakyat dalam sebuah negaraselama ini memang memposisikan rakyat sebatas sebagai bentuk komu-nitas yang mendukung kekuasaan. Hal inilah yang kemudian dibantah oleh pemikir hukum diantaranya adalah Prof Djip dengan mene-gaskan bahwa hukum harus mengikuti manusia, bukan sebaliknya.

Oleh karena itulah menurut Franz Magnis-Suseno, norma hukummerupakan himpunan norma kelakuan manusia dalam masyarakatyang dapat dituntut pelaksanaannya dan pelanggarannya ditindakdengan pasti oleh penguasa yang sah. Hukum hanya dapat menjadikoperatif dalam komunikasi dengan manusia lain. Hukum mengenaikelakuan dalam masyarakat mengungkapkan bahwa hukum meng-andaikan adanya orang lain. Yang menjadi objek atau isi sebuah normahukum bukanlah suatu sikap batin, melainkan secara hakiki mengenaitindakan (Muhammad Erwin, 2013; 118).

Menurut Immanuel Kant negara itu adalah suatu keharusanadanya, karena negara harus menjamin terlaksananya kepentinganumum di dalam keadaan hukum. Artinya negara harus menjaminsetiap warga-negara bebas di dalam lingkungan hukum. Jadi bebasbukanlah berarti dapat berbuat semau-maunya, atau sewenang-wenang.Tetapi segala perbuatannya itu meskipun bebas harus sesuai dengan,

Page 154: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

141

Ilmu Negara

atau menurut apa yang telah diatur dalam undang-undang, jadi harusmenurut kemauan rakyat, karena undang-undang itu adalah meru-pakan penjelmaan daripada kemauan umum (Soehino, 1996; 126-127).

Pada posisi yang lebih ekstrem kedudukan rakyat dalam sebuahnegara memiliki hak tertinggi semisal dalam pandangan Fichte.Fichte menghendaki pelaksanaan undang-undang diawasi oleh suatubadan pengawas. Bila badan ini tidak berfungsi, maka pemberon-takan rakyat diperbolehkan. Sebab rakyat adalah kekuasaan yangsebenarnya dan yang tertinggi (J.J. Von SCHMID, 1979; 77).

Kekuasaan rakyat menjadi nyata seperti halnya yang terjadidalam era kekuasaan negara Perancis. Di Perancis muncul reaksi atasperlakuan sewenang-wenang dari raja-raja absolut, maka timbullahrevolusi Perancis pada tahun 1789. Pengaruh positif dari adanyatujuan revolusi tersebut, pada ahun 1789 telah diproklamirkan suatupernyataan tentang hak-hak dan kemerdekaan rakyat yang terkenalsebagai declaration des droits de l’homme et du citoyen. Dengan sendirinyamenunjukkan adanya pembatasan atas kekuasaan raja (DahlanThaib DKK, 2008; 21).

Disini dapat disimpulkan bahwa era dengan adanya kekuasaanraja itu turun, maka digantikan dengan era dimana kekuasaan rakyatsebagai penggantinya. Pengingkaran yang terjadi seperti halnya diJerman, situasi negara dinilainya belum masak untuk mengikutser-takan rakyat secara aktif dalam menentukan jalannya urusan kene-garaan. Tetapi ia menyadari bahwa pengikutsertaan ini dapat terlak-sana di Inggris. Barangkali di Jerman ada kemungkinan bahwa ke-sanggupan rakyat untuk ikut serta itu akan tumbuh, namun secaraberangsur-angsur. Oleh sebab itu kecenderungan untuk secepatmungkin mewujudkan pengikutsertaan itu, misalnya dalam hakgolongan-golongan untuk bersama raja menentukan anggaranbelanja negara, oleh Stahl dianggap berbahaya. Kecenderungan itudapat digunakan sebagai alat pemaksa untuk memperoleh kekuasaanyang semakin besar demi kepentingan pribadi (J.J. Von SCHMID,1979; 126).

Perbedaan utamanya dengan teori-teori dan gambaran negarayang terdahulu adalah, bahwa kekuasaan dalam negara selalu di-kembangkan hanya dari satu pusat. Pokok ini merupakan suatu premisbagi pemikiran fiosofis rasional, dan mana akan ditarik yaitu kesim-

Page 155: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

142

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

pulan logis dalam perkembangan ide mengenai negara yang lebihlanjut. Dalam ide yang realistis kedaulatan dianggap sebagaikewibawaan dan kekuasaan tertinggi dalam negara, entah pada raja,entah pada rakyat(J.J. Von SCHMID, 1979;117-118). Oleh karena ituyang ideal dalam pandangan umum, bahwa kekuasaan tertinggiada pada kekuasaan rakyat.

B. Kekuasaan Rakyat Atas NegaraJean Jacques Rousseau (1712-1778) telah mengembangkan

dalam”Contrat Social” (1762) dalil-dalil terpenting yang memengaruhihukum dan negara selama Revolusi Amerika dan Perancis juga didalam abad XIX bahkan sebagian abad XX. Manusia yang padahakikatnya adalah makhluk sosial dengan hak yang tak terbatasterpaksa harus hidup di dalam persekutuan seperti halnya Locke,Rousseau pun menyatakan adanya suatu persetujuan kemasyara-katan sebagai dasar untuk setiap kelompok sosial-politik, suatu per-setujuan yang menetapkan bahwa semua orang yang bergabungdengan persekutuan harus melepaskan hak-hak individual merekauntuk kepentingan persekutuan, artinya negara, sepanjang hal itudiperlukan untuk mempertahankan hak-hak tersebut (Emiritus JhonGillisen dan Emiritus Frits Gorle, 2005; 120).

Adanya prinsip yang disampaikan oleh Jean Jacques Rousseautersebut menegaskan bahwa posisi rakyat dalam negara bukan hanyasebatas kekuasaan dan prasyarat kelengakapan administrasi dalampembentukan negara. Rakyat merupakan simbol ditetapkannya suatubentuk negara yang berdiri dengan tujuan dan cita-cita tertentu.Disini bahkan dapat dikatakan kekuasaan negara seutuhnya adalahberada pada tangan rakyat, karena rakyatlah yang membangun negara.

Beberapa catatan atas negara menyatakan bahwa negara ter-bangun karena rasa solidaritas yang terbangun dari warganegara.Awal terbentuknya negara mengharuskan adanya bentuk solida-ritas ini, yakni individu-individu dalam kelompok kesukuan, berse-pakat untuk bersama-sama membaurkan diri dalam kekuasaan yanglebih luas bernama negara. Namun, ketika kekuasaan negara telahtegak dan berdiri dengan segala instrumennya, solidaritas warga-negara yang awalnya berperan sebagai tenaga penggerak, tidak lagiterlampau perlu, karena negara telah mampu mengambil alih semua

Page 156: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

143

Ilmu Negara

peran tersebut. Negara dalam hal ini terus mengalami proses evolusidan menjadi Semakin mantap dengan instrumen-instrumennya(Mansyur Semma, 2008; 4).

Semakin kuat penjagaan dan sikap solidaritas dalam negara,maka semakin kuat pula eksistensi negara dalam menjalankan ke-giatan-kegiatannya. Begitu pula sebaliknya, jika dalam menjalankansolidaritas masyarakatnya sangat minim, maka negara dapat dipas-tikan akan mudah mengalami disintegrasi (perpecahan).

Dalam ajarannya itu Hobbes membedakan dua macam statusmanusia yaitu status naturalis kedudukan manusia ketika belum adanegara dan status civilis kedudukan manusia setelah ada negarasebagai warga negara. Dalam status naturalis (negara masih belumterbentuk), masyarakatnya masih kacau karena tidak ada badan atauorganisasi yang disebut negara yang menjaga menjamin tata tertib.Dalam keadaan ini perselisihan mudah timbul karena sifat manusiadalam keadaan tidak tertib itu merupakan serigala bagi yang lain(Homo Homini Lupus), kalau keadaan ini dibiarkan terus-menerus akantimbul perang semesta (Bellum Omnium Contra Omnes). Dalam ke-adaan semacam ini yang berlaku adalah hukum kepalan (vuisl recht)artinya siapa yang kuat dia yang menang dan berkuasa, karena setiaporang itu hidup menurut hukumnya sendiri-sendiri. Jadi syarat yangpenting menurut Hobbes menjadi seorang Raja adalah orang yangkuat fisiknya, yang melebihi lainnya agar dapat mengatasi segalakekacauan yang timbul dalam masyarakat. Leviathan artinya singa,dan singa itu merupakan binatang yang paling kuat di antara hewanlainnya dimana syarat seperti ini harus dimiliki oleh seorang RajaJhons II menurut Hobbes yang kuatlah (fisik) yang harus meme-rintah yang berkuasa di dalam suatu Negara (Moh Kusnardi danBintan R saragih, 1994;65).

Tentunya kekuasaan penguasa yang dominan dalam suatunegara akan menghasilkan bentuk produk yang tidak sesuai dan idealbagi terciptanya negara yang sejahtera. Penegasan terhadap ke-kuasaan rakyat disini bahkan konstitusi juga harus memuat adanyaposisi rakyat sebagai posisi yang sentral dan dominan dalam pemben-tukan maupun perubahan konstitusi. Hal tersebut seperti halnyaCarl J. Friedrich dalam mengartikan konstitusi.

Page 157: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

144

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Menurut Carl J. Friedrich dalam bukunya “Constitutional Gov-ernment and Democracy”, konstitusionalisme adalah “gagasan bahwapemerintah merupakan suatu kumpulan kegiatan yang diseleng-garakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi yang dikenakan beberapapembatasan yang diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaanyang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan olehmereka yang mendapat tugas untuk memerintah”. Cara pembatasanyang dianggap paling efektif ialah dengan jalan membagi kekuasaan.Lebih lanjut Friedrich mengatakan bahwa dengan jalan membagikekuasaan, konstitusionalisme menyelenggarakan suatu sistempembatasan yang efektif atas tindakan-tindakan pemerintah. Pem-batasan-pembatasan ini tercermin dalam Undang-undang Dasar ataukonstitusi (Jazim Hamidi dan Malik, 2009;13).

Page 158: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

145

Ilmu Negara

GLOSARIUM

Aristokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana kekuasaan beradadi tangan kelompok kecil, yang mendapat keistimewaan,atau kelas yang berkuasa.

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatunegara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaanwarganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerin-tah negara tersebut.

Despotie adalah bentuk pemerintahan dengan satu penguasa, baikindividual maupun oligarki, yang berkuasa dengan ke-kuatan politik absolut.

Federal adalah beberapa negara bagian membentuk kesatuan dansetiap negara bagian memiliki kebebasan dl mengurus per-soalan di dl negerinya.

Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan.Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk

memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuaidengan keinginan dari pelaku.

Konstitusionalisme adalah suatu sistem yang terlembagakan, me-nyangkut pembatasan yang efektif dan teratur terhadaptindakan-tindakan pemerintahan.

Legitimasi adalah penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadaphak moral pemimpin untuk memerintah, membuat, danmelaksanakan keputusan politik.

Monarki merupakan sejenis pemerintahan yang dipimpin olehseorang penguasa monarki. Monarki atau sistem pemerin-tahan kerajaan adalah sistem tertua di dunia.

Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaan-nya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanyadiatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut.

Negara Kesatuan adalah negara berdaulat yang diselenggarakansebagai satu kesatuan tunggal, di mana pemerintah pusat

Page 159: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

146

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

adalah yang tertinggi dan satuan-satuan subnasionalnyahanya menjalankan kekuasaan-kekuasaan yang dipilih olehpemerintah pusat untuk didelegasikan.

Oklokrasi merupakan bentuk pemerintahan di mana kekuasaanberada di tangan sekelompok orang dengan tujuan hanya untukkepentingan kelompok itu sendiri tanpa memperdulikankepentingan orang banyak. Oklokrasi berasal dari kata okhlosyang berarti kelompok orang, dan kratein atau kratos yangberarti kekuasaan atau kekuatan.

Oligarki adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknyasecara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masya-rakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer.

Plutokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan yang menda-sarkan suatu kekuasaan atas dasar kekayaan yang merekamiliki. Mengambil kata dari bahasa Yunani, Ploutos yang berartikekayaan dan Kratos yang berarti kekuasaan.

Politeia berasal dari kata “polis”, yang lebih kurang dapat diterje-mahkan dengan kata “kota”, atau lebih tepatnya “negara-kota”.Untuk mencerminkan makna ini, banyak bahasa menerje-mahkan Politeia sebagai Negara (bahasa Inggris: The State),termasuk bahasa Belanda (De staat) dan bahasa Jerman (DerStaat). Konsep politeia dalam bahas Yunani kuno dianggapsebagai suatu cara hidup.

Republik adalah bentuk pemerintahan yang berkedaulatan rakyatdan dikepalai oleh seorang presiden.

Tirani adalah kekuasaan yang digunakan sewenang-wenang.Teokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana prinsip-prinsip Ketu-

hanan memegang peran utama.

Page 160: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

147

Ilmu Negara

Index

Aabolisi 131Bbargaining power 113Eego sektoral 121NNegara Korporatis 125Negara Marxis 125Negara Pluralis 125Nomokrasi 107Ppiagam Madinah 109Rratio decidendi 132rechtside 107resultante 134, 135SSea Lanes of Communication 113TTrias Politika 137Uuniversalitas 20, 72Vvolonte generale 49, 114voting 49, 115ZZoonpoliticon 12

Page 161: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

148

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Daftar Pustaka

Ali, Achmad. 2001. Keterpurukan Hukum di Indonesia (Penyebab danSolusinya). Jakarta: Penerbit Ghalia.

Asshiddiqie, Jimly. 2006. Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia.diterbitkan oleh Sekertaris Jendral dan Kepaniteraan mahkamahKonstitusi Republik Indonesia

Budihardjo, Miriam. 1977. Masalah Kenegaraan. Jakarta: Gramedia.Emiritus Jhon Gillisen dan Emiritus Frits Gorle. 2005. Sejarah Hukum

Suatu Pengantar. Jakarta: Refika Aditama.Erwin, Muhammad. 2013. Filsafat Hukum Refleksi Kritis Terhadap

Hukum. Jakarta: Cetakan Ke 3. Rajawali.Fuady, Munir. 2009. Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat). Bandung:

Refika Aditama.Haryono DKK, S. 2000. Buku Pegangan Mata Kuliah “Ilmu Negara”.

Surakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RepublikIndonesia. Universitas Sebelas Maret.

Jazim Hamidi dan Malik. 2009. Hukum Perbandingan Konstitusi.Prestasi Pustaka Publiser

Kusuma, Mahmud. 2009. Menyelami Semangat Hukum Progresif; TerapiParadigmatik Atas Lemahnya Penegakan Hukum Indonesia.Yogyakarta: Antony Lib bekerjasama LSHP

Mahfud MD, Moh. 2010. Konstitusi dan Hukum Dalam Kontroversi Isu.Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Moh Kusnardi dan Bintan R Saragih. 1994. Ilmu Negara. Jakarta:Gaya Media Pratama.

Mukthie Fadjar, Abdul. 2006. Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi.Jakarta: Konstitusi Press.

Pointer, J.A. diterjemahkan oleh Arief Sidharta. 2008. PenemuanHukum (Judul Asli Rechtvinding). Bandung: Jendela Mas Pusaka-Anggota Ikapi

Rahardjo, Sadjipto. 1980. Hukum dan Masyarakat. Bandung: Angkasa.---------. 1982. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni.

Page 162: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

149

Ilmu Negara

Said, Muhtar. 2013. Politik Hukum Tan Malaka. Semarang: Thafa Media.SCHMID, J.J. Von. 1979. Pemikiran Tentang Negara Dan Hukum Abad

Kesembilanbelas (judul asli het denken over staat en recht in de negentiendeeeuw). Jakarta: Pembangunan dan Erlangga Kramat.

Semma, Mansyur. 2008. Negara dan Korupsi. Jakarta: Yayasan Obor.Soehino. 1996. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty.Syafiie, Inu Kencana. 1994. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta:

Rineka Cipta.Syahuri, Taufiqurrahman. 2004. Hukum Konstitusi Proses Dan Prosedur

Perubahan UUD Di Indonesia 1945 Serta Perbandingan DenganKonstitusi Negara Lain Di Dunia. Bogor: Ghalia Indonesia.

Thaib, Dahlan DKK. 2008. Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Wolff, Jonathan. 2013. Pengantar Filsafat Politik. Bandung: Nusa Media.

Page 163: Ilmu Negara · 2019. 1. 9. · B. Tipologi Negara kekuasaan __ 51 C. Tipologi Negara hukum __ 53 Bagian 5: Kekuasaan dan Legitimasi Kekuasaan __ 61 A. Teori kekuasaan dalam Negara

150

Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum

Riwayat Hidup Penulis

MUHAMMAD JUNAIDITerlahir di Pati 6 September 1985. adalah

dosen tetap pada Fakultas Hukum Univer-sitas Semarang (USM) dengan bidang ke-ilmuan Hukum Tata Negara. Selain itu jugasebagai dosen terbang di beberapa Univer-sitas di Jawa Tengah. Latar belakang Pendi-dikan Strata Satu (S1) Sekolah Tinggi AgamaIslam Negeri (STAIN) Kudus Program StudiSyariah Ahwal Assyahsiyah dengan gelarSarjana Hukum Islam, Strata Dua (S2) di

Universitas Muria Kudus (UMK) Program Studi Ilmu Hukum,Sedangkan S3 (Strata Tiga) pada Universitas Islam Sultan Agung(UNISULLA) Semarang Program Studi Ilmu Hukum KonsentrasiHukum Tata Negara.

Buku ilmu negara yang saat ini anda pegang merupakan salahsatu buku yang telah penulis selesaikan selain buku-buku lainnyayang siap diterbitkan diantaranya Hukum Tata Negara, HukumKonstitusi, Teori Perancangan Hukum dan Metodologi PenelitianHukum. Selain aktivitas sebagai Dosen, penulis juga aktif mengikutikegiatan ilmiah baik sebagai pemakalah, maupun narasumber.Diantaranya sebagai narasumber seminar dan dialog publik dengantema “Menumbuhkan Kesadaran Masyarakat sebagai Pelopor Stabilitasdan Keamanan Menuju Sukses Pemilu 2014 sebagai Sukses DemokrasiRakyat”, diselenggarakan oleh Direktorat Jendral Kesbangpol Kemen-terian Dalam Negeri Republik Indonesia Jakarta.

Beberapa tulisan di media massa yang telah terpublikasi dianta-ranya adalah “pilkada tanpa konstitusi” diterbitkan dalam wacanaNasional Suara Merdeka 9 November 2015.