BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan...

45
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Konsep dan Batasan Konsep 1. Upaya a. Pengertian Upaya Menurut Tim Penyusun Departemen Pendidikan Nasional (2008:1787), “upaya adalah usaha, akal atau ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dan sebagainya”. Selanjutnya menurut Tim Penyusun Departemen Pendidikan Nasional (2008: 1787), “mengupayakan adalah mengusahakan, mengikhtiarkan, melakukan sesuatu untuk mencari akal (jalan keluar) dan sebagainya”. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa upaya adalah suatu usaha yang dilakukan dengan maksud tertentu agar semua permasalahan yang ada dapat terselesaikan dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Upaya di sini dimaksudkan sebagai usaha dari PDI Perjuangan untuk memenuhi kuota 30% calon legislatif perempuan melalui berbagai kegiatan-kegiatan khususnya dalam merekrut calon legislatif perempuan pada pemilu legislatif tahun 2014 di PDI Perjuangan Kota Surakarta. 2. Partai Politik a. Pengertian Partai Politik Salah satu sarana untuk ikut berpartispasi dalam politik adalah dengan dibuatnya partai politik. Secara etimologis kata partai berasal dari bahasa Latin yaitu partire yag berarti membagi atau memilah atau juga bisa disejajarkan dengan kata benda “part” dalam bahsa Inggris yang berarti bagian. Apabila “part” dikembangkan menjadi kata kerja berubah jadi “to participate”, yang berarti turut ambil bagian. dari penelusuran etimologis tersebut, partai memiliki makna “memilah” dan “turut ambil bagian “. Dengan pengertian tersebut, partai bisa dipahami sebagai “bagian dari masyarakat yang turut ambil bagian dalam kegiatan bertujuan.” (Damsar, 2012:245). Sedangkan politik sendiri dipahami sebagai :

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Konsep dan Batasan Konsep

1. Upaya

a. Pengertian Upaya

Menurut Tim Penyusun Departemen Pendidikan Nasional (2008:1787),

“upaya adalah usaha, akal atau ikhtiar untuk mencapai suatu maksud,

memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dan sebagainya”.

Selanjutnya menurut Tim Penyusun Departemen Pendidikan Nasional

(2008: 1787), “mengupayakan adalah mengusahakan, mengikhtiarkan,

melakukan sesuatu untuk mencari akal (jalan keluar) dan sebagainya”.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa upaya adalah suatu

usaha yang dilakukan dengan maksud tertentu agar semua permasalahan

yang ada dapat terselesaikan dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang

diharapkan. Upaya di sini dimaksudkan sebagai usaha dari PDI Perjuangan

untuk memenuhi kuota 30% calon legislatif perempuan melalui berbagai

kegiatan-kegiatan khususnya dalam merekrut calon legislatif perempuan

pada pemilu legislatif tahun 2014 di PDI Perjuangan Kota Surakarta.

2. Partai Politik

a. Pengertian Partai Politik

Salah satu sarana untuk ikut berpartispasi dalam politik adalah dengan

dibuatnya partai politik. Secara etimologis kata partai berasal dari bahasa

Latin yaitu partire yag berarti membagi atau memilah atau juga bisa

disejajarkan dengan kata benda “part” dalam bahsa Inggris yang berarti

bagian. Apabila “part” dikembangkan menjadi kata kerja berubah jadi “to

participate”, yang berarti turut ambil bagian. dari penelusuran etimologis

tersebut, partai memiliki makna “memilah” dan “turut ambil bagian “.

Dengan pengertian tersebut, partai bisa dipahami sebagai “bagian dari

masyarakat yang turut ambil bagian dalam kegiatan bertujuan.” (Damsar,

2012:245). Sedangkan politik sendiri dipahami sebagai :

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

15

“kekuasaan (power), kewenangan (authority), kehidupan publik

(public life), pemerintahan (government), negara (state), konflik dan

resolusi konflik (conflict and conflict resolution), kebijakan (policy),

pengambilan keputusan (decisionmaking), dan pembagian

(distribution) atau alokasi (allocation) ( Damsar, 2012: 11-12).”

Jika digabungkan , maka partai politik dapat diartikan sebagai bagian

dari masyarakat yang turut ambil bagian dalam kegiatan yang bertujuan

kekuasaan (power), kewenangan (authority), kehidupan publik (public

life), pemerintahan (government), negara (state), konflik dan resolusi

konflik (conflict and conflict resolution), kebijakan (policy), pengambilan

keputusan (decisionmaking), dan pembagian (distribution) atau alokasi

(allocation).

Definisi partai politik menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 2002

yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang No.2 Tahun 1999

adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara

Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehedak dan

cita-cita untuk memperjuangkan kepentigan anggota, masyarakat, bangsa,

dan negara melalui pemilihan umum. Meriam Budiardjo dalam Damsar

(2012: 246) mengartikan partai politik sebagai suatu kelompok

terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai

serta cita-cita yang sama dan yang mempunyai tujuan untuk memperoleh

kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, melaksanakan kebijakan

mereka. Sedangkan menurut Neuman dalam Damsar (2007:221)

mengatakan bahwa partai politik adalah organisasi aktivitas-aktivitas

politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta

merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan

atau golongan lain yang mempunyai pandangan berbeda.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa partai

politik adalah sebuah kelompok yang terorganisir yang ditandai dengan

adanya visi, misi, tujuan, platform, dan program dan agenda serta

mengikuti pemilihan umum untuk meraih kekuasaan atau jabatan legislatif

dan eksekutif.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

16

b. Fungsi Partai Politik

Setiap lembaga pastilah mempunyai fungsinya masing-masing

termasuk juga partai politik. Akan tetapi, fungsi partai poitik berbeda satu

dengan yang lainnya khususnya dalam hal pengejawantahannya jika sudah

dikaitkan dengan sistem politik yang dianut oleh suatu negara.

Berdasarkan pengamatan berbagai ahli, partai politik memiliki fungsi

sebagai berikut (Damsar, 2012:247-257):

1) Sebagai Wahana Representasi Politik

Partai politik dibentuk dengan bertujuan untuk mempresentasikan

kepentingan politik kepada lembaga perwakilan rakyat (legislatif) dan

lembaga pemegang kekuasaan pemerintah (eksekutif) seperti presiden,

gubernur, bupati, atau wali kota. Kepentingan politik setiap partai

berbeda dan akan mempresentasikan kepentingan yang berbeda pula

seperti kepentingan agama, ideologi, kelompok, daerah, dan suku

bangsa.

2) Sebagai Sarana Komunikasi Politik

Komunikasi politik diartikan sebagai proses pengalihan pesan (berupa

data, informasi, atau citra), yang mengandung suatu maksud atau arti,

dari pengirim yang melibatkan proses pemaknaan terhadap kekuasaan

(power), kewenangan (authority), kehidupan publik (public life),

pemerintahan (government), negara (state), konflik dan resolusi

konflik (conflict and conflict resolution), kebijakan (policy),

pengambilan keputusan (decisionmaking), dan pembagian

(distribution) atau alokasi (allocation). Di sini, partai politik

mengomunikasikan politik secara berkelanjutan. Jika tidak, maka akan

menyebabkan suatu keadaan hampa (vacuum) informasi politik.

Sehingga, setiap partai selalu memanfaatkan berbagai momen agar

tidak terjadi kehampaan informasi politik pada masyarakat.

Komunikasi politik dilakukan secara holistik berarti politik yang

dikomunikasikan tidak sepotong-sepotong, parsial, atau sektoral.

Dalam konteks itu, komunikator politik yang andal sehingga dapat

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

17

menerjemahkan apa yang diinginkan atau dimaksud oleh suatu partai

secara utuh. Komunikasi politik memang dikonstruksi secara parsial

karena komunikasi politik holistik memerlukan konsistensi dan

harmonisasi yang tinggi antara visi, misi, tujuan, dan platform partai

dengan program dan kegiatan partai serta perilaku individual anggota

partai. Selain hal tersebut, biayanya cukup tinggi. Adapun komunikasi

parsial yang dibangun jika efektif dilakukan akan memberi dampak

yang tidak sedikit, terutama berhubungan dengan pencitraan terhadap

partai. Biaya yang dikeluarkan untuk itu relatif tidak besar

dibandingkan dengan komunikasi holistik. Oleh sebab itu, bisa

dipahami kenapa partai membangun citra melalui ketokohan

individual, sehingga visi, misi, tujuan, dan platform partai tidak perlu

diharmonisasikan dengan program dan kegiatan partai serta tindakan

anggota partai yang sedang menempati posisi di legislatif dan

eksekutif.

3) Sebagai Sarana Sosialisasi Politik

Sosialisasi politik diartikan sebagai suatu transmisi pengetahuan,

sikap, niali, norma, dan perilaku esensial dalam kaitannya dengan

politik agar mampu berpartisipasi efektif dalam kehidupan politik.

Kebanyakan partai politik di Indonesia belum bisa menjalankan fungsi

ini dengan baik. Kebanyakan partai berbasis pada massa yang

mengambang, di mana massa diperlukan hanya pada saat pemilihan

legislatif saja. Setelah itu, massa dibiarkan memahami politik sendiri.

Sosialisasi politik merupaka kegiatan yang berbiaya tinggi, karena

untuk melaksanakan pengumpulan massa, menarik massa untuk

berkumpul, dan membujuk massa untuk betah menerima nilai dan

pandangan partai harus mengeluarkan ang yang tidak sedikit. Alhasil,

masyarakat menganggap partai politik itu sama saja dengan

perusahaan yaitu sama-sama memiliki tujuan “membeli dengan harga

sangat murah, tapi menjual dengan harga yang sangat tinggi”. Oleh

karena itulah partai dipandang sebagai perusahaan pembeli “suara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

18

rakyat” dengan semurah mungkin dan menjaul “suara partai” melalui

anggota dewannya kepada siapa yang membutuhkan seperti para

individual yang ingin menduduki jabatan publik. Dengan memahami

cara berpikir masyarakat seperti itu, maka bisa dipahami mengapa

partai politik tidak melakukan sosialisasi politik. Sebab massa

menganggap semua partai sama yang berbeda adalah jumlah uang

yang diterima pada saat kampanye atau menjelang hari pemilihan.

4) Sebagai Sarana Partisipasi Politik

Partisipasi politik diartikan sebagai kegiatan turut ambil bagian, ikut

serta atau bereperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan

dengan kekuasaan (power), kewenangan (authority), kehidupan publik

(public life), pemerintahan (government), negara (state), konflik dan

resolusi konflik (conflict and conflict resolution), kebijakan (policy),

pengambilan keputusan (decisionmaking), dan pembagian

(distribution) atau alokasi (allocation). Sebagai sarana partisipsi

politik, partai politik seharusnya menciptakan suatu mekanisme di

mana kebijakan dan pengambilan keputusan para anggota legislatif

dari partainya yang mengikutsertakan aspirasi, keinginan, dan harapan

para konstituen, simpatisan, dan kader partai. Dengan demikian, semua

kebijakan dan pengambilan keputusan partai berbasis aspirasi dan

suara rakyat.

5) Sebagai Sarana Perekrutan Politik

Perekrutan politik merupakan suatu proses melakukan pemilihan,

pengangkatan, dan penetapan sehingga seseorang atau kelompok orang

untuk jabatan politik dan pemerintahan. Di Indonesia, proses

perekrutan politik dilakukan oleh kebanyakan partai hanya pada saat

menjelang pemilihan umum. Setelah direkrut pada jabatan politik

tertentu, tidak ada jaminan loyalitas terhadap partai yang merekrut.

Seseorang bisa saja menjadi “kutu loncat politik” di mana seseorang

dapat saja berpindah atau meloncat partai dari satu partai ke partai

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

19

lainnya. Ini adalah salah satu cermin bagaimana tidak ada etika dalam

dunia perpolitikan di Indonesia.

6) Sebagai Sarana Persuasi dan Represi Politik

Persuasi politik diartikan sebagai proses mempengaruhi orang lain

sehingga melakukan, melaksanakan atau mengubah sesuatu seperti

yang diharapkan oleh pemberi pesan (pengirim/sumber). Fungsi

persuasi ini dilakukan secara intens ketika musim pemilu tengah

berlangsung. Partai politik melakukan kampanye pemilihan umum

bertujuan agar penerima pesan (konstituen, simpatisan, anggota)

melakukan, melaksanakan atau mengubah sesuatu yang dengan

keinginan atau kehendak partai politik. Sedangkan represi politik

merupakan suatu proses tekanan terhadap orang lain sehingga

melakukan, melaksanakan atau mengubah sesuatu sperti yang

diharapkan oleh pelaku pembuat tekanan (partai politik). Pada persuasi

politik bisanya digunakan media massa sehingga lebih berkesan

positif.

7) Sebagai Sarana Mobilisasi Politik

Mobilisasi politik merupakan proses pengarahan massa dalam proses-

proses politik. Apabila pengarahan massa tersebut ditujukan untuk

melakukan, melaksanakan atau mengubah sesuatu seperti yang

diharapkan oleh partai politik, maka seperti ini bisa dimasukkan ke

dalam represi politik. Adapun pengerahan massa dilakukan untuk

menghadiri kegiatan transmisi pengetahuan, sikap, nilai, norma politik

dari suatu partai maka mobilisasi politik dapat dimasukkan dalam

kategori partisipasi atau komunikasi politik.

8) Sebagai Sarana Mobilitas Sosial

Mobilitas sosial merupakan suatu proses gerakan naik turun individu

atau kelompok dalam suatu perjenjangan sosial (hierarki sosial).

Keikutsertaan seseorang dalam partai politik dapat menyebabkan

terjadinya dua mobilitas sosial sekaligus yaitu naik dan turun.

Seseorang yang ikut mnjadi pengurus partai sehingga melalui

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

20

pemilihan umum dapat menjadi anggota legislatif telah mengalami

mobilitas sosial menaik. Namun, jika pada saat itu orang tersebut ikut

dalam arus penyalahgunaan uang negara, maka ketika hal tersebut

diketahui dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan masuk penjara

maka mobilitasnya menurun.

9) Sebagai Kendaraan Politik

Kendaraan politik menunjuk pada suatu proses di mana seseorang

melakukan suatu perjalanan politik, ingin bersaing untuk mendapatkan

jabatan politik tertentu seperti presiden, gubernur, wali kota dan lain-

lain. Kendaraan tersebut brupa partai politik yang memeiliki

representasinya di lembaga legislatif. Di Indonesia, ada dua macam

kendaraan politik yang dipakai yaitu kendaraan pribadi dan kendaraan

sewa. Kendaraan pribadi merupakan partai politik yang hanya bisa

digunakan oleh kader partai itu sendiri. Sedangkan kendaraan sewa

adalah partai politik yang bisa digunakan oleh siapapun sebagai

penyewa. Semakin tinggi penawaran yang dibuat, maka semakin besar

seseorang memperoleh kendaraan tersebut.

10) Sebagai Bunker Politik

Banker politik merupakan suatu tempat perlindungan terhadap terpaan

atau konsekuensi politik sebagai politisi atau pejabat publik. Banyak

politisi yang bermasalah dengan hukum akhirnya menyeberang ke

partai agar dapat diselamatkan dari hukuman dan dapat bersembunyi

dengan aman.

11) Sebagai Agen Resolusi Konflik

Dalam suatu negara pasti memiliki sebuah potensi konflik di mana

masyarakat yang memiliki banyak perbedaan-perbedaan saling

bertemu dan akan menyebabkan terjadinya benturan atau konflik.

Partai sebagai agen resolusi konflik membantu mengatasi atau

sekurang-kurangnya dapat diatur sedemikian rupa sehingga akibat

negatif dari konflik tersebut dapat ditekan seminimal mungkin. Partai

politik akan menumbuhkan pengertian di antara mereka yang

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

21

berkonflik serta meyakinkan pendukungnya. Untuk mengendalikan

konflik yang semakin besar maka partai politik akan berdialog dengan

pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai

aspirasi dan kepentingan pihak-pihak yang berkonflik dan membawa

permasalahan ke dalam musyawarah DPR/DPRD untuk mendapatkan

penyelesaian berupa keputusan konflik.

c. Tipologi Partai Politik

Untuk mengetahui bagaimana tipe dan partai politik itu, maka kita

dapat mengetahuinya dari sudut tipologi yang telah dibuat. Ada tiga

tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan orientasi, komposisi

dan fungsi, basis sosial dan tujuan (Gatra dan Dzulkiah, 2007:229-230).

i. Dari sisi asas dan orientasi

a) Partai politik pragmatis adalah suatu partai yang program dan

kegiatannya tidak terikat kaku pada suatu ideologi tertentu.

b) Partai politik doktriner adalah suatu partai yang memiliki sejumlah

program dan kegiatan yang nyata sebagai penjabaran ideologi.

c) Partai kepentingan adalah suatu partai yang dibentuk dan dikelola

atas dasar kepentingan tertentu, seperti petani, etnis, buruh, dan

lain-lain.

ii. Dari sisi komposisi dan fungsinya

a) Partai massa adalah partai yang mengandalakan kekutan pada

keunggulan jumlah anggota dengan cara memobilisasi massa.

b) Partai kader adalah partai yang mengandalkan kualitas anggota,

kedekatan organisasi, dan disiplin anggota sebagai sumber

kekuatan utama.

iii. Dari sisi basis soail dan tujuannya

a) Partai politik yang beranggotakan lapisan-lapisan sosial dalam

masyarakat seperti kelas bawah , menengah, dan atas.

b) Partai politik yang anggotanya berasal dari kalangan kelompok

kepentingan seperti petani, buruh, dan lain-lain.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

22

c) Partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari pemeluk

agama tertentu seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, atau Budha.

d) Partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari budaya tertentu

sperti suku bangsa, bahasa, dan daerah tertentu.

3. Partai Demokrasi Indonesaia Perjuangan (PDIP)

a. Sejarah PDI Perjuangan

PDI Perjuangan sebagai salah satu bentuk atau wujud nyata dari partai

politik mempunyai sejarah yang panjang dalam sitem perpolitikan di

Indonesia. PDI Perjuangan merupakan partai politik yang secara langsung

memiliki tali kesejarahan dengan partai politik masa orde lama. PDI

Perjuangan sebenarnya kelanjutan dari Partai Demokrasi Indonesia yang

berdiri pada tanggal 10 Januari 1973. Partai Demokrasi Indonesia itu lahir

dari hasil fusi 5 (lima) partai politik, yaitu:

1) Partai Nasional Indonesia (PNI) PNI didirikan Bung Karno tanggal 4

Juli 1927 di Bandung. Dengan mengusung nilai-nilai dan semangat

nasionalisme, PNI kemudian berkembang pesat dalam waktu singkat.

Karena dianggap berbahaya oleh penguasa kolonial, tanggal 29

Desember 1929 semua kantor dan rumah pimpinan PNI digeledah.

Bung Karno, Maskun, Supriadinata dan Gatot Mangkupraja

ditangkap.

2) Partai Kristen Indonesia (Parkindo) Parkindo adalah partai yang

didirikan karena ada maklumat pada waktu itu, ia baru berdiri tahun

1945 tepatnya pada tanggal 18 November 1945 yang diketuai Ds

Probowinoto. Parkindo merupakan penggabungan dari partai-partai

Kristen lokal seperti PARKI (Partai Kristen Indonesia) di Sumut,

PKN (Partai Kristen Nasional) di Jakarta dan PPM (Partai Politik

Masehi) di Pematang Siantar.

3) Partai Katolik Partai Katolik lahir kembali pada tanggal 12

Desember 1945 dengan nama PKRI (Partai Katolik Republik

Indonesia) merupakan kelanjutan dari atau sempalan dari Katolik

Jawi, yang dulunya bergabung dengan partai Katolik.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

23

4) Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) IPKI atau Ikatan

Pendukung Kemerdekaan Indonesia adalah partai yang didirikan

terutama oleh tentara. IPKI sejak lahirnya mencanangkan Pancasila,

semangat proklamasi dan UUD 1945 sebagai cirinya.

5) Murba didirikan pada tanggal 7 November 1948 setelah Tan Malaka

keluar dari penjara. Murba adalah gabungan Partai Rakyat, Partai

Rakyat Jelata dan Partai Indonesia Buruh Merdeka ( Divaro dan

Yugha E, 2014:102).

Musyawarah nasional adalah bentuk pertemuan besar PDI yang

pertama pasca fusi. Setelah mendapat restu Presiden Soeharto tanggal 18

Juni 1973 dan Wakil Presiden Sri Sultan Hamengku Buwono IX tanggal

19 Juni 1973, DPP PDI melaksanakan Musyawarah Nasional (Munas).

Kongres I PDI berlangsung dari tanggal 12 -13 April 1976. Pelaksanaan

Kongres I ini sempat mengalami penundaan akibat adanya konflik

internal. Pada Kongres I ini intervensi pemerintah sangat kuat, pemerintah

memplot Sanusi Hardjadinata agar terpilih. Dan hasilnya Sanusi

Hardjadinata terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum DPP PDI.

Susunan DPP hasil Kongres I yang susunan personalianya sudah

disempurnakan atas kesepakatan antara Mh Isnaeni dan Sunawar.

Kepengurusan tersebut karena adanya konflik diantara pengurus DPP,

maka pada tanggal 16 Januari 1978, susunan DPP PDI hasil penyelesaian

politik bersama Bakin ( Divaro dan Yugha E, 2014:102-103).

Kongres II dilaksanakan pada tahun 1981 di Jakarta, meskipun ada

penolakan dari "Kelompok Empat" (Usep, Abdul Madjid, Walandauw dan

Zakaria Ra'ib) yang mengajukan keberatan atas penyelenggaraan Kongres

II kepada pemerintah. Namun Kongres II PDI tetap berlangsung pada

tanggal 13-17 Januari 1981 mengambil tema "Dengan Menggalang

Persatuan dan Kesatuan Dalam Rangka Memantapkan Fusi, Meningkatkan

Peranan dan Partisipasi PDI Untuk Mensukseskan Pembangunan". Di

dalam Kongres II ini campur tangan pemerintah semakin kuat. Meskipun

ada keberatan terhadap pelaksanaan Kongres tersebut, Di dalam Kongres

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

24

II PDI menghasilkan kesepakatan- kesepakatan diantara partai-partai

pendukung PDI yang berkonflik. Kongres II PDI akhirnya menyepakati

bahwa fusi telah tuntas. Pasca Kongres II PDI konflik internal masih

terjadi yaitu perselisihan antara Hardjanto dengan Sunawar. Kelompok

Hardjanto mendesak diselenggarakannya Kongres Luar Biasa sedangkan

Kubu Sunawar hanya menghendaki Munas. Kubu Sunawar menginginkan

Kongres III PDI diselenggarakan setelah pemilu 1987, sementara kubu

Hardjanto menginginkan sebelum Pemilu (Divaro dan Yugha E,

2014:103).

Akhirnya Kongres III PDI diselenggarakan sebelum Pemilu yaitu pada

tanggal 15-18 April 1986 di Wisma Haji Pondok Gede, Jakarta. Kongres

III dapat diselenggarakan karena Sunawar Soekawati meninggal dunia. Di

dalam Kongres ini semaki menegaskan kuatnya ketergantungan PDI pada

Pemerintah. Kongres III PDI gagal dan menyerahkan penyusunan

pengurus kepada Pemerintah. Pada waktu itu yang berperan adalah

Mendagri Soepardjo Rustam, Pangab Jenderal Benny Moerdani dan

Menteri Muda Sekretaris Kabinet Moerdiono. Konflik internal terus

berlanjut sampai dengan dilaksanakannya (Divaro dan Yugha E,

2014:103) .

Kongres IV PDI di Medan. Kongres IV PDI diselenggarakan tanggal

21-25 Juli 1993 di Aula Hotel Tiara, Medan, Sumatera Utara dengan

peserta sekitar 800 orang. Dalam Kongres tersebut muncul beberapa nama

calon Ketua Umum yang akan bersaing dengan Soerjadi, yakni Aberson

Marle Sihaloho, Budi Hardjono, Soetardjo Soerjogoeritno dan Tarto

Sudiro, kemudian muncul nama Ismunandar yang merupakan Wakil Ketua

DPD DKI Jakarta. Budi Hardjono saat itu disebut-sebut sebagai kandidat

kuat yang didukung Pemerintah. Tarto Sudiro maju sebagai calon Ketua

Umum didukung penuh oleh Megawati Soekarnoputri. Saat itu posisi

Megawati belum bisa tampil mengingat situasi dan kondisi politik masih

belum memungkinkan.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

25

Dalam rapat formatur yang dipimpin Latief Pudjosakti Ketua DPD

PDI jatim pada tanggal 25-27 Agustus 1993 akhirnya diputuskan susunan

resmi caretaker DPP PDI . Setelah gagalnya Kongres IV PDI yang

berlangsung di Medan, muncul nama Megawati Soekarnoputri yang

diusung oleh warga PDI untuk tampil menjadi Ketua Umum. Megawati

Soekarnoputri dianggap mampu menjadi tokoh pemersatu PDI. Dukungan

tersebut muncul dari DPC berbagai daerah yang datang ke kediamannya

pada tanggal 11 September 1993 sebanyak lebih dari 100 orang yang

berasal dari 70 DPC. Mereka meminta Megawati tampil menjadi kandidat

Ketua Umum DPP PDI melalui Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar

pada tanggal 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya

(Divaro dan Yugha E, 2014:100-102).

Dukungan terhadap Megawati semakin kuat dan semakin melejit

dalam bursa calon Ketua Umum DPP PDI. Muncul kekhawatiran

Pemerintah dengan fenomena tersebut. Pemerintah tidak ingin Megawati

tampil dan untuk menghadang laju Megawati ke dalam bursa pencalonan

Ketua Umum, dalam acara Rapimda PDI Sumatera Utara tanggal 19

Oktober 1993 yang diadakan dalam rangka persiapan KLB muncul

larangan mendukung pencalonan Megawati. Kendati penghadangan oleh

Pemerintah terhadap Megawati untuk tidak maju sebagai kandidat Ketua

Umum sangat kuat, keinginan sebagian besar peserta KLB untuk

menjadikan Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDI tidak dapat

dihalangi hingga akhirnya Megawati dinyatakan sebagai Ketua Umum

DPP PDI periode 1993-1998 secara de facto.

Untuk menyelesaikan konflik PDI, beberapa hari setelah KLB, Mendagri

bertemu Megawati, DPD-DPD dan juga caretaker untuk

menyelenggarakan Munas dalam rangka membentuk formatur dan

menyusun kepengurusan DPP PDI (Divaro dan Yugha E, 2014:100-102).

Akhirnya Musyawarah Nasional (Munas) dilaksanakan tanggal 22-23

Desember 1993 di Jakarta dan secara de jure Megawati Soekarnoputri

dikukuhkan sebagai Ketua Umum DPP PDI. Dalam Munas ini dihasilkan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

26

kepengurusan DPP PDI periode 1993-1998. Berakhirnya Munas ternyata

tidak mengakhiri konflik internal PDI. Di samping itu kelompok Soerjadi

sangat gencar melakukan penggalangan ke daerah-daerah dengan tujuan

untuk mendapatkan dukungan menggelar Kongres. Dari 28 pengurus DPP

PDI, 16 orang anggota DPP PDI berhasil dirangkulnya untuk menggelar

Kongres (Divaro dan Yugha E, 2014:100-102).

Ketua Umum DPP PDI, Megawati Soekarnoputri menolak tegas

diselenggarakannya "Kongres", kemudian pada tanggal 5 Juni 1996, empat

orang deklaratir fusi PDI yakni Mh Isnaeni, Sabam Sirait, Abdul Madjid

dan Beng Mang Reng Say mengadakan jumpa pers menolak Kongres.

kawat berduri setinggi dua meter. Di samping itu di persimpangan jalan

dilakukan pemeriksaan Kartu Tanda Penduduk terhadap orang-orang yang

melintas Warga PDI yang tetap setia mendukung Megawati demonstrasi

secara besar-besaran pada tanggal 20 Juni 1996 memprotes Kongres

rekayasa yang diselenggarakan oleh kelompok Fatimah Achmad,

demontrsi itu berakhir bentrok dengan aparat dan saat ini dikenal dengan

"Peristiwa Gambir Berdarah" (Divaro dan Yugha E, 2014:100-102).

Meskipun masa pendukung Megawati yang menolak keras Kongres

Medan, namun pemerintah tetap mengakui hasil Kongres tersebut.

Pemerintah mengakui secara formal keberadaan DPP PDI hasil Kongres

Medan dan menyatakan PDI hasil Kongres Medan sebagai peserta Pemilu

tahun 1997. Masa pendukung Megawati mengadakan "Mimbar

Demokrasi" dihalaman Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro hingga pada

tanggal 27 Juli 1996, kantor DPP PDI diserbu oleh ratusan orang berkaos

merah yang bermaksud mengambil alih kantor DPP PDI.

Pasca peristiwa 27 Juli, Megawati beserta jajaran pengurusnya masih tetap

eksis walaupun dengan berpindah-pindah kantor dan aktivitas yang

dilakukan dibawah pantauan pemerintah (Divaro dan Yugha E, 2014:100-

102).

Pada Pemilu 1997 Megawati melalui Pesan Hariannya menyatakan

bahwa PDI dibawah pimpinannya tidak ikut kampanye atas nama PDI.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

27

Pemilu 1997 diikuti oleh PDI di bawah kepemimpinan Soerjadi dan hasil

Pemilu menunjukan kuatnya dukungan warga PDI kepada Megawati

karena hasil pemilu merosot tajam dan hanya berhasil meraih 11 kursi

DPR (Divaro dan Yugha E, 2014:100-102). Tahun 1998 membawa angin

segar bagi PDI dibawah kepemimpinan Megawati. Pasca Lengsernya

Soeharto, dukungan terhadap PDI dibawah kepemimpinan Megawati

semakin kuat, sorotan kepada PDI bukan hanya dari dalam negeri tetapi

juga dari luar negeri. Pada tanggal 8-10 Oktober 1998, PDI dibawah

kepemimpinan Megawati (Divaro dan Yugha E, 2014:103).

Kongres V PDI berlangsung di Denpasar, Bali. Kongres ini

berlangsung secara demokratis dan dihadiri oleh para duta besar negara

sahabat. Kongres ini disebut dengan "Kongres Rakyat". Di dalam Kongres

V PDI, Megawati Soekarnoputri terpilih kembali menjadi Ketua Umum

DPP PDI periode 1998-2003 secara aklamasi. Agar dapat mengikuti

Pemilu tahun 1999, Megawati mengubah nama PDI menjadi PDI

Perjuangan pada tanggal 1 Februari 1999 yang disahkan oleh Notaris

Rakhmat Syamsul Rizal, kemudian dideklarasikan pada tanggal 14

Februari 1999 di Istoran Senayan Jakarta. Dalam perjalananya kemudian,

Megawati terpilih sebagai Wakil Presiden mendampingi KH Abdurahman

Wahid yang terpilih didalam Sidang Paripurna MPR sebagai Presiden

Republik Indonesia (Divaro dan Yugha E, 2014:103-106).

Untuk pertama kalinya setelah berganti nama dari PDI menjadi PDI

Perjuangan, pengurus DPP PDI Perjuangan memutuskan melaksanakan

Kongres I PDI Perjuangan meskipun masa bakti kepengurusan DPP

sebelumnya baru selesai tahun 2003. Salah satu alasan diselenggarakannya

kongres ini adalah untuk memantapkan konsolidasi organisasi. Kongres I

PDI Perjuangan diselenggarakan pada tanggal 27 Maret - 1 April 2000 di

Hotel Patra Jasa Semarang-Jawa Tengah. Kongres I PDI Perjuangan

akhirnya menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP

PDI Perjuangan periode 2000-2005 secara aklamasi tanpa pemilihan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

28

karena 241 dari 243 DPC mengusulkan nama Megawati sebagai Ketua

Umum DPP PDI Perjuangan (Divaro dan Yugha E, 2014:106-108).

Kongres II PDI Perjuangan diselenggarakan pada tanggal 28 -31 Maret

2005 di Hotel Grand Bali Beach, Denpasar Bali, tempat dimana Kongres

V PDI diselenggarakan pada tahun 1998. Kongres ini selesai 2 hari lebih

cepat dari yang dijadwalkan yaitu 28 Maret - 2 April 2005. Kongres II PDI

Perjuangan akhirnya berakhir pada tanggal 31 Maret 2005 setelah

Megawati dikukuhkan sebagai Ketua Umum terpilih karena seluruh

peserta dalam pemandangan umumnya mengusulkan Megawati menjadi

Ketua Umum DPP PDI Perjuangan periode 2005-2010 (Divaro dan Yugha

E, 2014:106-108).

b. Identitas PDI Perjuangan

1) Visi PDI Perjuangan

Mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945

sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Membangun masyarakat

Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang demokratis,

adil, dan makmur.

2) Misi PDI Perjuangan

a) Menghimpun dan membangun kekuatan politik rakyat.

b) Mempertimbangkan kepentingan rakyat di bidang ekonomi,

sosial, dan budaya secara demokratis.

c) Berjuang mendapatkan kekuasaan politik secara konstitusional

guna mewujudkan pemerintahan yang melindungi segenap

bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan

ketertiban duni. (Divaro dan Yugha E, 2014:110-111).

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

29

3) Lambang PDI Perjuangan

Gambar 2.1 Lambang PDI Perjuangan

Lambang PDI Perjuangan berupa gambar banteng hitam

bermoncong putih dengan latar merah di dalam lingkaran bergaris

hitam dan putih. Gambar tersebut mempunyai arti khusus, yaitu:

Banteng dengan tanduk yang kekar melambangkan kekuatan rakyat

dan selalu memperjuangkan kepentingan rakyat.

Lingkaran melambangkan tekad yang bulat dan perjuangan yang

terus-menerus tanpa terputus.

Selain gambar, warna yang terdapat dalam gambar tersebut juga

mempunyai arti khusus, yaitu:

Warna dasar merah melambangkan berani mengambil resiko dalam

memperjuangkan keadilan dan kebenaran untuk rakyat.

Mata merah dengan pandangan tajam melambangkan selalu

waspada terhadap ancman dalam berjuang.

Moncong putih melambangkan dapat dipercaya dan berkomitmen

dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran (Divaro dan

Yugha E, 2014:111-112).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

30

d. Struktur Kepengurusan DPP (Dewan Pimpinan Pusat) PDI

Perjuangan (2015-2020)

Dalam menjalankan tugasnya sebagai partai politik yang mengawal

aspirasi masyarakat, PDI Perjuangan mempunyai struktur organisasi yang

lengkap. Berikut stuktur organisasi DPP Pusat PDI Perjuangan:

1) Ketua Umum : Megawati Soekarnoputri

2) Ketua Bidang Kehormatan Partai : Komarudin Watubun

3) Ketua Bidang Pemenangan Pemilu : Bambang Dwi Hartono

4) Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi : Idam Samawi

5) Ketua Bidang Keanggotaan dan Organisasi : Djarot Syaiful

Hidayat

6) Ketua Bidang Politik dan Keamanan : Puan Maharani

7) Ketua Bidang Hukum HAM dan Perundang-undangan : Trimedya

Panjaitan

8) Ketua Bidang Perekonomian : Hendrawan Pratikno

9) Ketua Bidang Kehutanan dan Lingkungan : Muhammad Prakosa

10) Ketua Bidang Kemaritiman : Rohmin Dahuri

11) Ketua Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan : Andreas

Hugo Pareira

12) Ketua Bidang Sosial dan Penanggulangan Bencana : Ribka

Tjiptaning

13) Ketua Bidang Buruh Tani dan Nelaya : Mindo Sianipar

14) Ketua Bidang Kesehatan dan Anak : Sri Rahayu

15) Ketua Bidang Pendidikan dan Kebudayaan : I Made Urip

16) Ketua Bidang Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah

(UMKM) : Nusirwan Sujono

17) Ketua Bidang Pariwisata : Sarwo Budi Wiranti Sukamdani

18) Ketua Bidang Pemuda dan Olahraga : Sukur Nababan

19) Ketua Bidang Keagamaan dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa : Hamka Haq

20) Ketua Bidang Ekonomi Kreatif : Prananda Prabowo

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

31

21) Sekretaris Jenderal : Hasto Kristiyanto

22) Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Internal : Utut Adianto

23) Wakil Sekretaris Jenderal Bidang-Bidang Program Kerakyatan :

Erico Sotarduga

24) Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Program Pemerintahan : Ahmad

Basarah

25) Bendahara Umum : Olly Dondokambey

26) Wakil Bendum Bidang Internal : Rudiyanto Chen

27) Wakil Bendum Bidang Program : Yuliari Peter Batubara

4. Rekruitmen Politik

a. Pengertian Rekruitmen Politik

Ketika seorang individu ikut berpartisipasi secara aktif dalam bidang

politik maka kemungkinan besar ia akan menduduki jabatan-jabatan di

pemerintahan baik jabatan administrasi maupun publik. Jabatan-jabatan

tersebut berada dalam tingkatan yang paling rendah seperti staf perkantoran

emerintah sampai pada tingkat yang paling tinggi seperti presiden. Proses

politik yang biasanya mengantarkan untuk menuju jabatan-jabatan tersebut

dalah rekruitmen politik (Gatara dan Dzulkiah, 2007: 109). Sedangkan

menurut Miriam Budiardjo (2004:164) mendefinisikan bahwa:

“rekruitmen politik sebagai seleksi kepemimpinan (selection of

leadership) , mencari dan mengajak orang-orang yang berbakat untuk t

urun aktif dalam kegiatan politik. Dari sini, rekruitmen politik

merupakan fungsi dari partai politik yaitu rangkaian perluasan dari

partisipasi politik. “

Ramlan Surbakti (1992:188) juga mengemukakan dalam bukunya

“Memahami Ilmu Politik” bahwa rekrutmen politik adalah seleksi dan

pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok

orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem sistem politik

pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya. Fungsi ini semakin

besar posisinya manakala partai politik itu merupakan partai politik

tunggal seperti dalam sistem politik totaliter, atau mana kala partai politik

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

32

ini merupakan partai mayoritas dalam badan perwakilan rakyat sehingga

berwenang membentuk pemerintahan dalam sistem politik demokrasi.

Fungsi rekruitmen merupakan kelanjutan dari fungsi mencari dan

mempertahankan kekuasaan. Selain itu, fungsi rekrutmen politik sangat

penting bagi kelangsungan sistem politik sebab tanpa elit yang mampu

melaksanakan peranannya, kelangsungan hidup sistem politik akan

terancam.

Proses rekruitmen ini bersifat sangat terbatas. Oleh sebab itu,

rekruitmen politik sering dikenal sebagai proses politis daripada proses

populis. Hal ini tentunya berbeda dengan sosialisasi politik ataupun

partisipasi politik yang cenderung berproses luas dan populis. Ada dua

alasan mengapa proses rekruitmen politik menjadi sangat populis, yaitu:

i. Proses penentuan siapa orang-orang yang akan menjalankan kekuasaan

politik biasanya dilakukan oleh sekelompok orang yang telah

menduduki jabtan kekuasaan sebelumnya, meskipun kadang kala

proses akhirnya dilakukan melalui pemilu.

ii. Proporsi orang-orang untuk direkrut cenderung berasal dari kelompok

minoritas alam masyarakat atas keseluruhan penduduk bahkan dari

kelas yang sama. Kelompok minoritas ini adalah orang-orang yang

aktif pada tingkatan tertinggi dalam partisipasi politik. Dari sinilah,

dapat dilihat bahwa rekruitmen politik dikatakan sebagai proses elit

atau elitis.

Dari semua pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa intinya

rekruitmen politik adalah sebuah proses penempatan individu-individu

pada suatu jabatan politik atau jabatan administratif melalui berbagai

seleksi yang dilakukan oleh pihak partai selaku pihak yang paling

bertanggung jawab dalam proses rekruitmen ini. Proses seleksi bisa

dilakukan secara formal seperti pemilihan maupun secara informal yaitu

melalui penunjukan. Dari pengertian ini, ada beberapa sifat proses

rekruitmen politik , yaitu (Gatara dan Dzulkiah, 2007:116) :

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

33

i. Top-down. Arinya rekruitmen politik yang berasal dari atas orang-

orang yang sedang menjabat. Sifat ini misalnya adalah pengangkatan

pribadi dan seleksi pengangkatan.

ii. Bottou-up. Artinya proses rekruitmen politik berasal dari masyarakat

bawah seperti proses mendaftarkan diri dari individu-individu untuk

menduduki suatu jabatan.

iii. Bersifat campuran. Artinya, proses seleksi tahap pertama dilaksanakan

di tingkat atas kemudian proses selanjutnya diserahkan ke masyarakat

bawah. Dan begitu pula sebaliknya, proses seleksi pertama

dilaksanakan di tingkat bawah, kemudian diserahkan kepada keputusan

tingkatan paling atas.

b. Bentuk dan Pola Rekruitmen Politik

Sistem politik di Indonesia pada umumnya berusaha memisahkan

antara jabatan politik dan jabatan birokratis dengan melembagakan satu

doktrin netralitas politik bagi para individu administrator. Di Indonesia

misalnya pegawai-pegawai sipil direkrut oleh Badan Kepegawaian

Naional (BKN) melalui lembaga birokratis yang tersebar di departemen-

departemen dan pemerintah daerah. (Gatara dan Dzulkiah, 2007:116). Ada

beberapa bentuk-bentuk pola rekruitmen politik, antara lain (Gatara dan

Dzulkiah, 2007:117-119) :

i. Seleksi pemilihan melalui ujian dan latihan. Pola ini dianggap paling

penting bagi perekrutan politik. Pola ini bisa ditujukan bagi partai

politik bertipe partake kader, yang menjadikan kaderisasi sebagai

prioritas utama dalam programnya guna mencapai tujuan memperoleh

dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan. Biasanya pola

ini dilaksanakan di semua negara dalam pengadaan jabatan-jabatan

birokratis administratif dan pegawai negeri sipil . Latihan dan ujian ini

merupakan langkah pengangkatan pegawai kemudian untuk perekrutan

ke jenjang tingkatan yang lebih tinggi lazimnya melalui pelatihan-

pelatihan seperti prajabatan ataupun kursus singkatan kepemimpinan.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

34

ii. Penyortiran atau pengundian. Pola ini merupakan pola tertua dalam

sistem perekrutan politik. Pola ini dilakukan dalam rangka

memperkokoh kedudukan pemimpin politik.

iii. Relasi atau giliran. Pola ini sebenarnya hampir sama dengan pola

penyortiran yakni untuk mengamankan dominasi kelompok yang

sedang berkuasa dari ancaman dominasi kelompok individu tertentu.

iv. Pola perebutan kekuasaan dengan jalan menggunakan atau

mengancamkan kekerasan. Ppenggulingan dengan kekerasan ini

biasanya berlangsung melalui revolusi, intervensi militer, pembunuhan

atau kerusuhan rakyat bisa dijadikan sarana untuk mengaktifkan

perubahan radikal pada personal di tingkat lebih tinggi dalam

partisipasi politiknya. Namun, akibat langsung dari pola ini adalah

pergantian para pemegang jabatan politik.

v. Patronage. Patronage merupakan sistem yang dianggap tetap penting

di banyak negara berkembang. Sistem ini bisa dikatakan lebih bersifat

negatif daripada positifnya. Hal ini dikarenakan pola ini penuh dengan

penyuapan dan korupsi yang rumit.

vi. Koopsi. Koopsi merupakan pemilihan anggota-anggota baru. Koopsi

melihat harus ada pemulihan seseorang ke dalam suatu badan oleh

anggota-anggota yang ada.

c. Mekanisme Rekruitmen Politik

Menurut Fadillah Putra, (2003:209) dalam bukunya “Partai Politik

dan Kebijakan Publik” terdapat beberapa mekanisme rekruitmen politik

antara lain:

i. Rekrutmen terbuka

Dalam rekrutmen ini syarat dan prosedur untuk menampilkan

seseorang tokoh dapat diketahui secara luas. Dalam hal ini partai politik

berfungsi sebagai alat bagi elit politik yang berkualitas untuk mendapatkan

dukungan masyarakat. Cara ini memberikan kesempatan bagi rakyat untuk

melihat dan menilai kemampuan elit politiknya. Dengan demikian cara ini

sangat kompetitif. Jika dihubungkan dengan paham demokrasi, maka cara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

35

ini juga berfungsi sebagai sarana rakyat mengontrol legitimasi politik para

elit. Adapun manfaat yang diharapkan dari rekrutmen terbuka adalah:

1. Mekanismenya demokratis.

2. Tingkat kompetisi politiknya sangat tinggi dan masyarakat akan

mampu memilih pemimpin yang benar-benar mereka kehendaki.

3. Tingkat akuntabilitas pemimpin tinggi.

4. Melahirkan sejumlah pemimpin yang demokratis dan mempunyai

nilai integritas pribadi yang tinggi.

ii. Rekrutmen tertutup

Dalam rekrutmen tertutup, syarat dan prosedur pencalonan tidak dapat

secara bebas diketahui umum. Partai berkedudukan sebagai promotor elit

yang berasal dari dalam tubuh partai itu sendiri. Cara ini menutup

kemungkinan bagi anggota masyarakat untuk melihat dan menilai

kemampuan elit yang ditampilkan. Dengan demikian cara ini kurang

kompetitif. Hal ini menyebabkan demokrasi berfungsi sebagai sarana elit

memperbaharui legitimasinya.

Jadi, mekanisme rekrutmen politik yang dilakukan partai politik terdiri

dari dua sistem yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Sistem terbuka

akan memungkinkan lahirnya calon-calon legislatif yang betul-betul

demokratis dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Hal ini

dikarenakan oleh proses pengangkatan calon tersebut dilakukan secara

terbuka. Sedangkan sistem tertutup merupakan kebalikan dari sistem

terbuka, dimana para pemilih tidak mengenal seseorang calon legislatif,

karena sistem pengangkatan calon legislatif tersebut dilakukan secara

tertutup. Hal ini memungkinkan timbulnya calon legislatif yang tidak

kompetitif, berhubung proses pengangkatan tidak diketahui oleh umum.

5. Sistem Kuota

Affirmative action adalah sebuah tindakan khusus yang merupakan

semacam pemaksaan untuk pemerataan dalam suatu kelompok yang

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

36

mengalami diskriminasi. Ada beberapa definsi untuk istilah ini, yang sebagian

besar mengandung pengertian yang terkait pada masalah diskriminasi ras,

sesuai dengan sejarahnya, yang berasal dari Amerika Serikat, yang pernah

mengalami masalah diskriminasi ras. Lincoln ( 1980 ) mengatakan:

“Affirmative action is an instrument of justice, “a copmpensation by white

America” for past discrimination against Blacks”.

Clayton & Crosby ( 1992 ) juga menyebutkan:

“Affirmative action mandates a consideration of race, athnicity, and gender.

Remedial measures may be court ordered, in response to finding of previous

discrimination, they may be required by law, as they are for federal

contractors and subcontractors; or they may be voluntarily adopted.”

Salah satu kebijakan afirrmatif yang dilakukan pemerintah untuk

meningkatkan keterwakilan perempuan di bidang legislated adalah dengan

membuat sistem kuota. Sistem kuota 30 % caleg perempuan merupakan suatu

intervensi yang telah dilakukan di Indonesia, yang merupakan kebijakan kuota

bagi perempuan agar bisa masuk ke dalam jajaran politik melalui calon

legislatif. Dengan sistem kuota 30% ini menyatakan bahwa partai harus

mengikutsertakan minimal 30% perempuan dari 100% jumlah caleg yang akan

dicalonkan sebagai calon legislatif pada pemilu. Misalnya dari sepuluh caleg

yang dicalonkan maka partai politik harus mengikutsertakan minimal tiga

caleg perempuan.

6. Calon Legislatif (Caleg) Perempuan

a. Pengertian Calon Legislatif (Caleg) Perempuan

Calon legilatif (caleg) perempuan adalah seorang perempuan yang

berdasarkan pertimbangan, aspirasi, kemampuan atau adanya dukungan

masyarakat, dan dinyatakan telah memenuhi syarat oleh peraturan

diajukan partai untuk menjadi anggota legislatif (DPR/DPRD) dengan

mengikuti pemilihan umum yang sebelumnya ditetapkan KPU sebagai

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

37

caleg tetap. Calon legislatif nantinya akan bertindak untuk mewakili

partainya dalam lembaga legislatif yang di pilih secara langsung oleh

rakyat melalui pemilihan umum. Untuk mengukur calon anggota legislatif

dapat dilihat dari apakah sudah menjalani proses rekruitmen caleg. Caleg

itu bisa perempuan atau laki-laki.

B. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, peneliti mengkaji beberapa hasil

penelitian yang relevan antara lain sebagai berikut :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Mike Elisbeth F. Panjaitan di Jurnal Politik

MudaVolume 4 No 2 tahun 2015 yang berjudul “Upaya Partai Politik Dalam

Memenuhi Affirmative Action Calon Legislatif Pada Pemilihan Legislatif 2014

Di Kota Surabaya”.

Latar belakang penelitian ini adalah berdasarkan pada pemlihan legislatif

2014 di Kota Surabaya, jumlah caleg laki-laki sebanyak 379 orang (65,34%) dan

caleg perempuan sebanyak 201 orang (34,66%). Data tersebut menunjukkan

adanya peningkatan keterwakilan perempuan jika dibandingkan dengan pemilihan

legislatif sebelumnya dan peningkatan ini merupakan bentuk peran partai politik

dalam memenuhi peraturan-peraturan pemilihan. Jatah 50 kursi pada pileg 2014 di

Kota Surabaya menjadi kesempatan untuk setiap partai politik mengirimkan

nama-nama caleg yang mampu bersaing dengan caleg-caleg dari partai lainnya.

Jumlah caleg perempuan pada pemilihan legislatif sebelumnya sebanyak 15 orang

yang mana pada pemilihan legislatif 2014 bertambah menjadi 17 orang dengan

persentase sebanyak 34.

Terlampauinya jumlah 30% keterwakilan perempuan harusnya mampu

meloloskan calon-calon perempuan pada pileg 2014 di Kota Surabaya, salah

satunya yaitu dengan bantuan partai politik dalam menjalankan peran dan fungsi

partai. Apabila partai politik menjalankan peran dan fungsi partai secara maksimal

maka akan menghasilkan calon-calon perempuan yang berkualitas. Partai politik

sebagai kereta yang membawa para caleg baik caleg laki-laki maupun perempuan

harus lebih fokus dalam mempersiapkan perwakilan masing-masing partai dengan

kualitas sebagai prioritas.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

38

Dari sinilah peneliti akan mengetahui bagaimana upaya partai politik (Partai

Golongan Karya, Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Hati

Nurani Rakyat) dal dalam pemenuhan Affirmative Action pada pemilihan legislatif

2014 di Kota Surabaya dan apa saja hambatan yang dihadapi partai politik dalam

menjalankan fungsi partai. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori

pelembagaan partai politik. Menurut Randal Vicky dan Lars Svasand (2002),

teori pelembagaan partai politik adalah proses pemantapan partai politik dengan

memantapkan organisasi maupun individu-individu di dalam partai untuk

menciptakan partai politik yang mampu menjalankan fungsinya dengan pemolaan

perilaku atau sikap atau budaya. Pelembagaan perilaku yang dimaksudkan adalah

pelembagaan perilaku yang berkaitan dengan bagaimana peran partai politik

(secara internal) dapat mempertahankan keberadaan partai untuk menjalankan

fungsi dan peran partai dengan kelembagaan yang memadai dan terstruktur.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif-

deskriptif, dalam Denzin (2011) penelitian dilakukan untuk mengukur kedalaman

fenomena yang terjadi dan metodepenelitian yang digunakan untuk meneliti

kondisi objek yang alamiah, (lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti

merupakan instrumen kunci. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa ada

pemilihan legislatif 2014 di Surabaya, partai politik yaitu Partai Golkar, Partai

Demokrat, PKB dan Hanura menjalankan perannya untuk menghadapi hambatan-

hambatan partai politik dalam meningkatkan keterwakilan perempuan, yaitu

hambatan institusional, keterbatasan sumber daya manusia (SDM), budaya

patriarki dan keterbatasan finansial. Partai Demokrat melakukan penyesuaian

dengan memberikan kesempatan kepada kader-kader perempuan untuk terlibat

dalam kepengurusan sehingga peran perempuan semakin meningkat yang

kemudian perempuan memenuhi kuota 30% sesuai peraturan. PKB dengan basis

keagamaan lebih sulit menyesuaikan untuk melibatkan perempuan dalam kegiatan

politik karena partai dengan tradisi keagamaan yang kuat sehingga menganut

nilai-nilai politik bahwa laki-laki merupakan sosok pemimpin yang paling layak.

Partai Golkar, Partai Demokrat, PKB dan Partai Hanura membutuhkan upaya

yang lebih dalam proses rekruitmen.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

39

Upaya yang dilakukan partai politik dapat dilihat dari proses rekruitmen

politik, pembekalan caleg, penempatan dapil yang tepat dan mencegah pencurian

suara. Untuk proses rekruitmen, partai Golkar hanya melibatkan internal saja dan

belum melibatkan instansi lain untuk ikut berperan. Proses rekruimen dilakukan

oleh tim seleksi yang disebut dengan tim pileg dan berasal dari partai Golkar

sendiri. Untuk menjadi tim seleksi sudah ditentukan di struktur, tim seleksi

terpilih bukan karena jabatannya sebagai ketua atau wakil ketua yang sekian

banyak. Caleg yang datang ke Partai Demokrat harus mempunyai niat dari dalam

diri untuk mengabdi dan bekerja di partai, dapat dilihat dari keseriusan caleg

mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh partai sehingga partai dapat

mempercayai bahwa caleg-caleg tersebut mempunyai komitmen dan loyalitas

tinggi sehingga caleg yang hanya mengandalkan faktor finansial saja tidak akan

disambut baik oleh partai. Partai Golkar, Partai Demokrat, PKB dan Partai Hanura

telah menjalankan fungsi dan peran partai pada pemilihan legislatif 2014 di

Surabaya namun masih banyak kekurangan partai baik dari internal maupun

eksternal partai.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti

adalah tema yang sama yaitu mengenai bagaimana peran partai dalam

meningkatkan partisipasi perempuan di bidang politik. Perbedaan penelitian ini

dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah penelitian ini lebih

menitikberatkan peran partai dalam memenuhi Affirmative Acation sedangkan

penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah lebih menitikberatkan pada peran

partai dalam proses rekrutimen caleg perempuan dalam upaya meningkatkan

kuota 30% perempuan di bidang legislatif. Selain itu teori dan metode penelitian

yang digunakan juga berbeda. Penelitian yang akan dilakukan menggunakan teori

struktural fungsional Talcott Parsons dan metode penelitian yang akan digunakan

adalah studi kasus.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ghea Clarisa Tuasuun di Jurnal Politik Muda

Volume 4 No 1 Tahun 2015 yang berjudul “Kandidasi Perempuan Caleg Di

Kota Surabaya Dalam Pemilihan Legislatif 2014”.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

40

Latar belakang penelitian ini adalah berdasarkan pada pemilihan legislatif

tahun 2014 di mana banyaknya nama-nama perempuan yang berlaga dalam

kontestasi politik ini, namun hal tersebut tetap tidak terlepas dari berbagai

konflik di dalamnya, mengingat dalam proses kandidasi tersebut setiap perempuan

berangkat dari latar belakang dan motif yang berbeda-beda. Tetapi hal tersebut

merupakan angin segar bagi kaum perempuan yang mulai berani unjuk kebolehan

di panggung politik. Salah satu hal yang terlihat cukup fenomenal dalam pemilu

legislatif tahun 2014 ini adalah meningkatnya perempuan caleg di berbagai

daerah. Dewasa ini, keterlibatan perempuan dalam dunia politik diakui mulai

menunjukan dinamika yang baik. Salah satu bukti nyatanya adalah peningkatan

jumlah keterwakilan perempuan di kursi perwakilan rakyat adalah di DPRD Kota

Surabaya.

Proses kandidasi menjadi penting untuk melihat apakah mereka yang lolos

sebagai caleg sudah benar benar qualified sebagai wakil rakyat. Persaingan dari

masing-masing perempuan caleg tentu sangatlah sengit, mengingat dalam

pemilihan legislatif kali ini berlaku pasar bebas, tidak lagi bergantung pada tata

urutan penomoran calon. Perempuan caleg tidak hanya bersaing dengan caleg di

luar partai, tetapi juga persaingan tersebut berlaku di dalam internal partai

nantinya, oleh sebab itu partai politik sebagai kendaraan awal harus benar-benar

mempertimbangkan siapa saja kandidat yang layak dan pantas mewakili

partainya. Bagi partai politik yang sebelumnya telah aktif melakukan kaderisasi

dalam berbagai organisasi sayap partai yang mereka miliki, tentu hal ini bukanlah

menjadi hal yang sulit karena rekam jejak masing-masing kader jelas telah

dimiliki. Pada pemilu 2014 ini, perempuan caleg benar-benar berhadapan dengan

mekanisme pasar bebas, artinya kepopuleran yang dimiliki perempuan caleg

tentunya juga menjadi pertimbangan. Bagi partai politik yang tidak siap dengan

sistem dan kader perempuan yang berkompeten akhirnya berdampak pada

rekrutmen asal-asalan khususnya bagi perempuan.

Dari sinilah penelitan ini bertujuan untuk melihat apa motivasi perempuan

caleg untuk menjadi kandidat suatu partai politik dan juga untuk memahami

proses kandidasi caleg perempuan dalam pemilihan legislatif 2014 di DPRD Kota

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

41

Surabaya. Teori yang digunakan adalah teori kandidasi dari Matland. Teori ini

cukup relevan untuk mengkaji fenomena kandidasi dalam pileg 2014 khususnya

di Kota Surabaya. Tahap kandidasi yang dilakukan diawal dengan pola rekrutmen

oleh partai menjadi hal yang penting sebelum akhirnya nanti perempuan kandidat

tersebut ditetapkan untuk maju sebagai calon legislatif. Pola proses kandidasi

dibagi menjadi 3 tahapan oleh Matland ( Matland, 2005: 1-5). Tahap pertama

adalah seleksi diri (Ambition Resources) yaitu sejauh mana perempuan

berkeinginan untuk mengikatkan diri pada sistem politik dan mendapat pengakuan

akan eksistensi diri dalam jabatan publik sehingga dirinya layak (eligibles).

Kedua, seleksi partai yakni cara perempuan mampu menembus tim seleksi

(gatekeepers) yang mayoritas adalah kaum pria sehingga akhirnya perempuan

tersebut dikandidatkan. Tahapan yang terakhir adalah pemilihan, basis dukungan

yang dimiliki perempuan caleg nyatanya juga menjadi pertimbangan penting

dalam tahap kandidasi ini.

Metode penelitian adalah kualitatif-deskriptif digunakan dalam penelitian ini

untuk mendeskripsikan proses kandidasi perempuan caleg di Kota Surabaya

beserta apa yang menggambarkan apa yang menjadi motivasi perempuan tersebut

hingga memutuskan untuk running for office. Hasil penelitian ini menyimpulkan

bahwa keputusan perempuan caleg di Kota Surabaya untuk running for office

dalam pileg 2014 rupanya paling besar didasari oleh ambisi personal mereka

masing-masing. Ambisi itu tidak muncul semata-mata tanpa didukung dengan

kualitas dan potensi yang baik dari dalam diri mereka yang memang sudah mapan

dalam karier mereka sebelum terjun dalam dunia politik. Rasa percaya diri itu

muncul dalam diri perempuan caleg di Kota Surabaya, karena dalam

kesehariannya mereka juga sudah berinteraksi dengan publik. Motivasi ideologis

dan dukungan eksternal dari berbagai pihak walaupun bukan menjadi motivator

utama, tetapi hal itu memiliki pengaruh dalam majunya perempuan caleg di

pemilihan legislatif 2014.

Berangkat dari teori Matland maka dapat disimpulkan bahwa proses

kandidasi perempuan caleg di Surabaya melewati tiga tahap yaitu seleksi diri,

seleksi partai, dan pemilihan. Para perempuan caleg yang berani melibatkan diri

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

42

dalam ruang politik, mampu mengekspresikan semangat politik yang lugas.

Ambisi dan kapasitas yang dimiliki oleh masing-masing perempuan caleg

akhirnya mampu membuat mereka memutuskan untuk running for office. Dalam

tahap kandidasi ini patut diacungi jempol bagi perempuan caleg karena mampu

menembus petinggi partai politik yang didominasi oleh laki-laki. Kemampuan dan

berbagai modal termasuk kedekatan dengan petinggi-petinggi parpol di dalamnya,

tidak luput dimanfaatkan oleh masing-masing perempuan caleg dalam proses

lobying politik.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti

adalah tema yang sama yaitu mengenai partisipasi perempuan di bidang politik

khususnya bidang legislatif. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan

dilakukan peneliti adalah pada tujuan penelitian di mana penelitian yang akan

dilakukan peneliti lebih bertujuan untuk menggambarkan peran partai dalam

proses rekruitmen caleg perempuan. Selain itu, teori dan metode yang digunakan

juga berbeda. Penelitian yang akan dilakukan peneliti menggunakan teori

struktural fungsional Talcott Parsons dan metode studi kasus.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Fitri Rahmadania di Jurnal Politik Muda

Volume 3 No 1 Tahun 2014 yang berjudul “Rekrutmen Calon Legislatif Pada

Pemilu 2014 (Studi Kasus Mengenai Rekrutmen Politik PPP di Dapil I dan V

di Kabupaten Sampang, Jawa Timur)”.

Latar belakang penelitian ini adalah dari ketiga partai politik (PPP, PDI, dan

Golkar) yang sudah eksis sejak Orde Baru, PPP dalam perhitungan nasional

mengalami penurunan suara hingga mencapai 5%. Sementara PDI dan Golkar

walaupun juga sama-sama mengalami penurunan tetapi masih memperoleh suara

di atas 10%. Penurunan suara PPP diatas menunjukkan bahwa konstruksi ideologi

Islam yang diusung PPP tidak menjadi jaminan untuk menarik massa pemilih

Islam. Dalam perhitungan suara PPP di tingkat nasional, Provinsi Jawa Timur

merupakan salah satu penyumbang suara nasional yang tergolong penyumbang

suara rendah dibandingkan dengan Jawa barat dan Jawa tengah. Perolehan suara

PPP pada sistem multi partai tersebut berbanding terbalik ketika masa Orde Baru.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

43

Pada masa Orde Baru perolehan suara PPP itu kuat, karena PPP merupakan yang

direkomendasikan kyai-kyai.

Di Kabupaten Sampang memiliki tokoh PPP nasional sosok kyai yang

digadang-gadang dan pernah menjadi nominasi tokoh terkenal urutan 10 besar di

Asia yaitu K.H. Alawi. Keadaannya berbanding terbalik pada saat sistem multi

partai disebabkan para kyai-kyai dukungannya terpecah untuk diberikan kepada

partai-partai yang baru seperti PKB dan PKS. Dengan adanya multi partai ini,

maka setiap partai akan saling bersaing untuk mendapatkan perolehan suara

terbanyak di dalam pemilihan umum dengan berbagai cara. Salah satunya dengan

menarik minat para pemilih melalui para calon legislatif yang maju di dalam

pemilihan umum.

Pada pemilu 2014 PPP memiliki strategi untuk mengangkat perolehan suara

dengan menggunakan salah satunya yaitu rekrutmen politik calon legislatif

Kabupaten Sampang dengan menggunakan dua faktor yaitu formalitas dan

informalitas. Pada dasarnya, bakal calon legislatif yang telah memenuhi kriteria

dan terpilih secara formal merupakan hasil keputusan yang sah yang ada di dalam

sebuah partai politik. Tetapi, dalam pembuatan keputusan mengenai calon

legislatif yang akan maju di dalam pemilihan umum terkadang tidak terlepas dari

pengaruh faktor informal, seperti adanya pengaruh kyai yang ada di Sampang.

Fenomena seperti ini terjadi di suatu daerah yang masih kental dan berpegang

teguh dengan agama. Perilaku pemilih masih kental dengan budaya

keagamaannya dan sangat santun pada kyai. Oleh karena itu peran kyai sangat

besar dalam perolehan suara di Sampang karena kyai memiliki wewenang dan

kekuasaan tersendiri serta dihormati oleh masyarakat. Selain peranan kyai

pertimbangan informalitas lainnya dengan menggunakan kekuatan kekerabatan,

jaringan, blater (tokoh bajingan), dan sumber daya keuangan.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori rekruitmen politik.

Rekrutmen politik merupakan seleksi dan pemilihan atau seleksi dan

pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah

peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya.

Studi rekrutmen berada di titik temu antara penelitian partisipasi politik masa,

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

44

pemilu, dan perilaku pemilihan elit politik, anggota legislatif, organisasi partai,

dan lobbyist, juga baru-baru ini dengan adanya globalisasi timbulnya masalah

gender dan etnis menjadi permasalahan dalam rekrutmen. Untuk memahami

rekrutmen studi ini berusaha untuk menghubungkan dua elemen dari prespektif

ini.

Studi elit politik berhubungan dengan komposisi sosial dalam parlemen. Jika

studi organisasi partai berfokus pada bagaimana prosesnya dan bagaimana proses

seleksi itu menunjukkan distribusi kekuatan dalam suatu partai. Partai memiliki

fungsi menghubungkan masyarakat dengan pemerintah, fungsi ini dijalankan

dengan mempersiapkan agenda-agenda legislatif yang diperuntukan kepada

pemerintah dan merekrut kandidat-kandidat legislatif. Dalam memilih kandidat

selectorate menentukan target perolehan kursi dan jabatan yang diperoleh di

dalam parlemen itu sendiri dan akhirnya menyaring kandidat-kandidat yang

masuk kriteria pada penetuan calon anggota legislatif. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini

disimpulkan bahwa PPP Sampang melakukan rekrutmen politik terhadap calon

legislatif Kabupaten Sampang dengan menggunakan proses formalitas dan

mengutamakan adanya kader partai tersebut.

Prosedur formalitas ini dilakukan dengan menggunakan aturan-aturan partai

dan aturan Komisi Pemilihan Umum. Seperti adanya pendaftaran, pengumpulan

data-data administrasi keterangan pendidikan, keterangan kependudukan,

keterangan surat berperilaku baik dan keterangan yang lain. Jalur informal politik

juga menjadi sebuah pertimbangan yang cukup penting karena secara

sosiokultural perkembangan politik yang ada di Sampang memiliki pengauh besar

terhadap peranan kyai yang hingga saat ini masih diyakini oleh masyarakat

Sampang. Pengaruh ketokohan kyai yang kuat mengakibatkan pertimbangan

informalitas politik memberikan daftar calon tetap pada dapil V yang didalamnya

memiliki calon-calon yang masih berhubungan dengan keluarga kyai, disisi lain

kecamatan yang terdapat pada dapil V terdapat pondok pesantren yang cukup

banyak. banyak calon anggota legislatif Partai PPP Dapil V berkompetisi untuk

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

45

merebutkan mendapatkan dukungan dari kyai hal ini di karenakan wilayah Dapil

V terdapat pondok pesantren cukup banyak dari pada Dapil lainnya.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti

adalah sama-sama menitikberatkan pada proses rekruitmen calon legislatif yang

dilakukan oleh partai politik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang

akan dilakukan oleh peneliti adalah pada teori dan metode penelitian yang

digunakan. Teori yang digunakan oleh peneliti adalah teori struktural fungsional

Talcott Parsons dan teori struktural fungsional Robert K. Merton serta metode

penelitian yang akan digunakan adalah studi kasus.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Amanda Bullough, K. Galen Kroeck William

Newburry, Sumit K. Kundu dan Kevin B. Lowe di Journal of The Leadership

Quarterly No 23 (2012) yang berjudul “Women's political leadership

participation around the world: An institutional analysis”.

Latar belakang penelitian ini adalah masih rendahnya tingkat partisipasi

perempuan di berbagai bidang baik itu sosial, ekonomi terutama di bidang politik.

Kepemimpinan politik perempuan masih dianggap sebelah mata oleh berbagai

lembaga baik itu lembaga sosial, ekonomi, maupun politik. Kepemimpinan politik

perempuan yang masih rendah ini disebabkan oleh banyak hal di antaranya faktor

sosial budaya, lembaga, masyarakat dan lain-lain. Penelitian ini dilakukan di 8

lembaga yang berbeda di 181 negara dan bertujuan untuk mengetahui lebih jelas

bagaimana kekuatan dari sebuah lembaga (enam pengaruh lembaga) dalam

mempengaruhi tingkat partisipasi perempuan dalam kepemimpinannya di dalam

sebuah pemerintahan.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kelembagaan. Teori ini

mengatakan bahwa kesempatan untuk meningkatkan pertumbuhan sosial dan

pembangunan disediakan oleh keterampilan bersama dan pengetahuan bukan

berdasarkan pada struktur kelembagaan (North, 1990). Tema utama dari teori

institusional adalah bahwa aturan, persyaratan, dan norma-norma yang mengatur

lingkungan, dan pada gilirannya memberikan dukungan dan legitimasi (Scott,

1987). Hal ini menyebabkan kekuatan institusional yang menyebabkan organisasi

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

46

dan orang-orang untuk bertindak dan menjadi lebih mirip, sesuai dengan norma-

norma, Dalam upaya pada peningkatan legitimasi dan kelangsungan hidup,

konsep disebut sebagai isomorfisma.

Organisasi diberikan akses yang lebih besar ke sumber daya dan dapat

memperkuat kapasitas mereka untuk bertahan hidup ketika mereka sesuai dengan

aturan andrequirements didirikan pada institusi di mana mereka beroperasi

(Kostova & Zaheer, 1999; Oliver, 1991). Aktor berfungsi dalam lembaga-lembaga

sesuai dengan harapan normatif, nilai-nilai sosial (Maret & Olsen, 1984, 1996),

aturan, dan insentif, dan mempertimbangkan prioritas mereka sendiri sekaligus

beroperasi dalam parameter lembaga (Peters, 2000). Lembaga mendapatkan

legitimasi ketika praktek-praktek sosial menjadi diterima dan secara keseluruhan

diharapkan sebagai perilaku yang jelas (Lucas, 2003; Montgomery & Oliver,

1996).

Dalam mengamati kepemimpinan politik perempuan dan dalam posisi yang

berpengaruh, perilaku tersebut akan menjadi skema yang diterima dalam

masyarakat. Legitimasi dicapai ketika keberhasilan pemimpin perempuan diakui

oleh satu kelompok, yang pada gilirannya mempengaruhi kelompok lain, dan

sebagainya (Lucas, 2003). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode kuantitatif dengan metode analisis regresi linier.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk meningkatkan partisipasi

kepemimpinan politik perempuan, kita perlu mengevaluasi beberapa hal berikut

antara lain peraturan perdagangan, korupsi, kesenjangan gender dalam

pemberdayaan politik, pendidikan politik, kelayakan ekonomi dari suatu negara,

akses ke kekuasaan, dan politik bebas dom, variabel budaya seperti orientasi

kinerja, kolektivisme, serta batas kekuasaan. Persamaan penelitian ini dengan

penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah tema yang sama yaitu mengenai

partisipasi perempuan di bidang politik. Perbedaan penelitian ini dengan

penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah fokus penelitian di mana fokus

penelitian peneliti adalah lebih kepada upaya partai politik dalam memenuhi kuota

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

47

caleg perempuan. Teori dan metode yang digunakan juga berbeda di mana teori

yang akan dilakukan peneliti adalah teori struktural fungsional Talcott Parsons

dan metode yang akan digunakan adalah studi kasus.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Láyla Cleonice Silva dos Santos di Journal of

Procedia - Social and Behavioral Sciences No 161 ( 2014) yang berjudul

“The Women’s Parliament Production Legislative of Almir Gabriel’s

Government (1995-2002)”.

Latar belakang penelitian ini adalah melihat banyaknya para perempuan yang

sudah berpartisipasi di bidang politik dan mulai menduduki kursi-kursi legislatif.

Pada zaman dahulu, para perempuan di dunia masih dianggap rendah dan tidak

bisa terjun ke ranah-ranah publik terutama di ranah politik. Para perempuan Mesir

kuno misalnya semua kegiatannya harus di bawah kontrol laki-laki. Para

perempuan harus fokus untuk membesarkan anak-anaknya untuk memastikan

kelanjutan keturunan keluarga mereka. Di India, perempuan mempunyai peran

yang suci yaitu untuk memelihara keluarga dan sebagai salah satu jalan

penghubung antara manusia dengan dewa.

Di Timur Tengah, perempuan lagi-lagi hanya berkutat pada ranah domestik

saja seperti mengurus rumah tangga, membesarkan dan merawat anaknya serta

harus taat pada suami. Sama seperti halnya di negara lain, perempuan-perempuan

di Brazil juga harus fokus pada ranah-ranah domestik saja. Namun sejak terjadi

revolusi di Brazil, perempuan-perempuan di sana mulai menunjukkan hak-haknya

sebagai warga negara yang boleh berpartisipasi dalam segala hal termasuk dalam

bidang politik. Ada berbagai kebijakan yang dikeluarkan sejalan dengan

meningkatnya partisipasi perempuan di bidang politik. Teori yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teori partisipasi politik perempuan termasuk Fanny

Tabak dan Heleieth Saffioti. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

berupa pendekatan narasi argumentatif.

Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa kemajuan partisipasi perempuan dalam

politik dihasilkan dari proses perjuangan perempuan di mana saat ini merupakan

representasi dalam kebijakan formal, terutama dalam legislatif. Hal ini karena

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

48

perempuan sepanjang sejarah memang benar-benar memperjuangkan hak-

haknyadengan memasukkan berbagai kebijakan dalam masyarakat sampai

dimasukkan dalam proses demokrasi.Hal itu perlu bahwa partisipasi perempuan

dalam politik formal yang diakui hukum yang didapatkan oleh gerakan gerakan

ini adalah untuk diakui dan disahkan dalam undang-undang. Setelah beberapa

dekade perjuangan mereka dalam masyarakat dan upaya pemberdayaan

perempuan sebagai anggota legislatif, pembentuk opini dan pemikir yang

merupakan prestasi besar adalah bukti bahwa demokrasi telah memasukkan

perempuan dalam peran norma-norma sosial yang ada.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti

adalah mempunyai tema yang sama yaitu partisipasi perempuan di bidang politik.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti terletak

pada fokus penelitian di mana penelitian yang akan dilakukan peneliti lebih

berfokus pada peran parpol dalam rekruitmen caleg perempuan. Teori dan metode

yang digunakan juga berbeda. Penelitian yang akan dilakukan peneliti

menggunakan teori struktural fungsional Talcott Parsons dan metode yang

digunakan adalah studi kasus.

C. Landasan Teori

1. Struktural Fungsional Talcott Parsons

Pada mulanya Parsons menggunakan tindakan sosial sebagai konsep yang

penting dalam teori sosiologi, namun pada akhirnya studi intelektual Parsons

mulai bergeser dari tekanan atas tindakan sosial ke struktur dan fungsi

masyarakat. Konseptualisasi struktur dibuat dalam kaitannya dengan sistem

yang saling mempengaruhi dan bagian-bagian yang tidak otonom (Parsons

dalam Poloma, 2003:171). Parsons menganggap bahwa sistem sosial sebagai

satu dari tiga cara di mana tindakan sosial bisa terorganisisr dengan baik.

Masyarakat di sini di pandang sebagai sebuah sistem sosial yang dilihat secara

menyeluruh. Jika sistem sosial dilihat sebagai suatu sistem yang parsial, maka

masyarakat itu dapat berupa setiap jumlah dari sekian banyak sistem yang

kecil-kecil seperti sistem pemerintahan, lembaga-lembaga agama, lembaga-

lembaga politik, dan lain-lain.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

49

Tindakan sosial dalam kerangka Parsons berupa asumsi dasar mengenai

Fungsionalisme Struktural, yaitu bahwa masyarakat menjadi suatu kesatuan

atas dasar kesepakatan dari para anggotanya terhadap nilai-nilai tertentu yang

mampu mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut

dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam

suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat adalah merupakan

kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan saling

memiliki ketergantungan. Teori struktural fungsional mengansumsikan bahwa

masyarakat merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai bagian atau

subsistem yang saling berhubungan. Bagian-bagian tersebut berfungsi dalam

segala kegiatan yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari sistem.

Dari sini, kita dapat menghubungkan individu dengan dua sistem sosial

dan menganalisisnya melalui konsep status dan peran (Parsons dalam Poloma,

2003:171). Status adalah kedudukan dalam sistem sosial, seperti polisi, ibu,

menteri, ayah. Sedangkan peranan adalah perilaku yang diharapkan atau

perilaku normatif yang melekat pada status yang dimiliki seseorang atau

kelompok. Dengan kata lain, dalam sebuah sistem sosial individu atau

kelompok menduduki suatu tempat (status) dan bertindak (peranan) sesuai

dengan norma-norma atau aturan yang dibuat oleh sistem.

Menurut Parsons, sosiologi itu tidak berdiri sendiri tetapi sangat berkaitan

dengan ilmu-ilmu perilaku termasuk ilmu ekonomi dan politik serta biologi,

antropologi, dan psikologi. Parsons setuju terhadap kesatuan ilmu-ilmu

perilaku di mana keseluruhan studinya adalah tentang ssistem yang hidup

(living system). Parsons terus menganalisis pemikirannya tentang sistem yang

hidup dan menyatakan bahwa “konsep fungsi merupakan inti untuk

memahami semua sistem yang hidup”. Parsons berusaha melihat persamaan

antara masyarakat dan organism hidup. Parsons menunjukkan:

“(1) bahwa suatu sistem itu hidup dalam dan berekasi terhadap

lingkungan, dan (2) sistem itu berusaha mempertahankan kelangsungan

pola organisasi serta fungsi-fungsi yang keduanya berbeda dari

lingkungan dan bisa stabil daripada lingkungannya (Parsons dalam

Poloma, 2003:179).”

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

50

Dari sini dapat dinyatakan bahwa ada dua dimensi dalam analisis sistem

yang hidup tersebut. Pertama adanya saling keterkaitan antara tiap-tiap bagian

yang juga merupakan sistem. Kedua, keterkaitan tersebut mencakup

pertukaran antara sistem dengan lingkungannya. Ciri –ciri umum yang ada

dalam seluruh sistem yang hidup dalam sebuah sistem yang hidup adalah

prasyarat atau functional imperative . Terdapat fungsi-fungsi tertentu yang

harus dipenuhi oleh suatu sistem yang hidup demi kelangsungan hidupnya.

Dua pokok penting yang termasuk dalam kebutuhan fungsional yaitu yang

berhubungan dengan kebutuhan sistem internal atau kebutuhan sistem ketika

berhubungan dengan lingkungannya (sumbu internal-eksternal) dan yang

berhubungan dengan pencapaian sasaran atau tujuan serta sarana yang

diperoleh ntuk mencapai tujuan tersebut (sumbu instrumental-consummatory).

Ada empat empat fungsi penting untuk semua sistem tindakan yang

terkenal dengan skema AGIL Suatu fungsi (function) adalah kumpulan

kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan tertentu/kebutuhan

sistem. Dengan menngunakan defenisi ini, Parsons yakin bahwa ada empat

fungsi penting diperlukan semua sistem. Parsons mengatakan bahwa empat

fungsi ini harus ada dan tertanam kuat dalam suatu sistem yang hidup baik itu

pada tingkat organisasi maupun tingkat perkembangan evolusioner. Secara

bersama-sama keempat imperative fungsional ini dikenal sebagai skema

AGIL. Agar tetap bertahan, suatu sistem harus memilki empat fungsi ini

yaitu:

1). Adaptation (adaptasi) merupakan sebuah sistem harus menanggulangi

situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan

lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya.

Sistem harus mampu menjamin apa yang dibutuhkan lingkungannya dan

mendistribusikan sumber-sumber tersebut ke dalam seluruh sistem.

2.) Goal Attainment (pencapaian tujuan) merupakan sebuah sistem harus

mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

51

3). Integration (integrasi) merupakan sebuah sistem harus mengatur antar

hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus

mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya.

4). Latency (Latensi atau pemeliharaan pola) merupakan sebuah sistem

harus memperlengkapi, baik motivasi individual maupun pola-pola

cultural yang menciptakan dan menopang motivasi.

2. Struktural Fungsional Robert King Merton

Karya-karya awal Merton pada awalnya sangat dipengaruhi oleh Weber

seperti yang terlihat dalam disertasinya yang menganalisis bagaimana

perkembangan ilmu pada abad ke-17 di dataran Inggris. Model analisis

fungsional Merton adalah hasil dari perkembangan pengetahuannya tentang

ahli-ahli teori klasik seperti Max Weber, Emile Durkheim, dan William

I,Thomas. Pada awalnya, analisis fungsional Merton dimulai dengan

menunjukkan beberapa postulat yang dianggap masih tidak jelas yang terdapat

dalam teori fungsionalisme. Merton kemudian mulai menyempurnakan

postulat-postulat tersebut.

Sebagaimana sudah kita ketahui, Merton memperkenalkan konsep

disfungsi maupun fungsi positif. Beberapa perilaku sosial jelas bersifat

disfungsional. Merton menganjurkan agar elemen-elemen kultural seharusnya

dipertimbangkan menurut kriteria keseimbangan konsekuensi-konsekuensi

fungsional ( net balance of functional consequences) yang menimbang fungsi

positif terhadap fungsi negatif. Postulat ketiga adalah postulat

indispensability. Merton menyatakan bahwa “ dalam setiap tipe peradaban,

setiap kebiasaan, ide, obyek materil, dan kepercayaan memenuhi beberapa

fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang harus dijalankan, dan

merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan sistem

sebagai keseluruhan ( Poloma, 2003: 35-37).

Analisis struktural fungsional Merton memusatkan perhatiannya pada

kelompok, oragansasi, masyarakat, dan kultur. Merton menyatakan bahwa

setiap objek yang dijadikan sasaran analisis struktural artinya terpola dan

berulang fungsional tentu mencerminkan hal yang standar (artinya terpola dan

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

52

berulang) ( Merton dalam Ritzer dan Goodman, 2007: 137). Fungsionalisme

struktural awal lebih terpusat hanya pada fungsi satu struktur sosial atau satu

institusi sosial tertentu. Perhatian analisis struktur fungsional Merton lebih

dipusatkan pada suatu fungsi sosial.

Menurut Merton, fungsi didefinisikan sebagai “konsekuensi-konsekuensi

yang dapat diamati yang menimbulkan adaptasi atau penyesuaian dari sistem

tertentu (Merton dalam Ritzer dan Goodman, 2007:139). Tetapi di sini jelas

akan terjadi bias ketika orang hanya memusatkan perhatiannya pada adaptasi

atau penyesuaian diri saja, karena adaptasi pasti selalu mempunyai akibat

positif saja. Padahal satu faktor sosial dapat mempunyai akibat negatif

terhadap fakta sosial lainnya.

Dari sinilah akhirnya Merton mengembangkan gagasannya tentang

disfungsi yang artinya struktur atau institusi dapat pula menimbulkan akibat

negatif terhadap suatu sistem sosial. Untuk mengetahui apakah fungsi positif

lebih banyak daripada disfungsi maka Merton juga mengembangkan konsep

“keseimbangan bersih” (net balance). Konsep ini menyatakan bahwa baik

fungsi positif tidak akan pernah diketahui mana yang lebih banyak

dikarenakan masalah yang kompleks dan banyaknya penilaian subjektif yang

melandasinya sehingga tidak mudah dihitung dan ditimbang.

Untuk mengatasi ini, Merton menambahkan gagasan bahwa harus ada

tingkatan analisis fungsional. Di sini, analisis dapat dilakukan terhadap

sebuah organisasi, institusi atau kelompok. Merton juga memperkenalkan

konsep fungsi nyata (manifest) dan fungsi tersembunyi (laten) . Fungsi nyata

berarti adalah fungsi yang diharapkan sedangkan fungsi tersembunyi adalah

fungsi yang tidak diharapkan.

Pemikiran ini dapat dihubungkan dengan konsep Merton yang lain yaitu

akibat yang tak diharapkan (unanticipated concequences) . Sebuah tindakan

mempunyai akibat baik yang diharapkan maupun yang tak diharapkan.

Merton menjelaskan bahwa akibat yang tidak diharapkan tidaklah sama

dengan fungsi yang tersembunyi. Di sini fungsi tersembunyi adalah satu jenis

dari akibat yang tak diharapkan, satu jenis yang fungsional untuk sistem

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

53

tertentu. Merton berpendapat bahwa tak semua struktur diperlukan untuk

berfungsinya suatu sistem sosial.

D. Kerangka Pemikiran

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran

PDI Perjuangan

Fungsi Rekruitmen Politik

Upaya PDI Perjuangan

Struktural Fungsional

Parsons

1. Adaptation

2. Goal Attainment

3. Integration

4. Latency

Struktural Fungsional

Merton

1. Fungsi nyata

2. Fungsi

tersembunyi

1.Meningkatnya jumlah caleg perempuan di DPRD

2. Meningkatnya kualitas anggota legislatif perempuan

1. Koordinasi di tiap

tingkat kepengurusan

2. Kaderisasi

3. Sosialisasi

4. Mengembangkan

karir politik

5. Merekrut caleg

perempuan yang

berkualitas

6. Pendampingan

caleg

Proses Rekruitmen Caleg UU No 2 tahun 2011dan

UU No 8 tahun 2012

tentang Kuota 30% peremp

Kuota 30% terpenuhi

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

54

Berdasarkan UU No. 2 tahun 2011 dan UU No. 8 Tahun 2012 mengenai

pengikutsertaan 30 persen perempuan dalam pencalonan anggota DPR/D maka

setiap partai harus mengikutsertakan perempuan dalam proses pemilhan.

Berdasarkan hasil pemilihan legislatif tahun 2014 di Kota Surakarta menghasilkan

45 caleg terpilih yang terdiri dari 37 caleg laki-laki (82%) dan 9 caleg perempuan

(18%) . Hasil ini tentunya tidak sesuai dengan yang diharapkan di mana

seharusnya kuota perempuan yang berada di legislatif adalah sebesar 30%.

Sedangkan, PDI Perjuangan selaku partai pemenang pemilu yang tentunya jumlah

kursi di DPRD jauh lebih banyak dibandingkan partai-partai yang lain dijadikan

bahan pertimbangan bagi peneliti untuk meneliti lebih jauh tentang bagaimana

proses rekruitmen caleg perempuan di PDI Perjuangan. Dari 24 kursi yang

berhasil diduduki, hanya terdapat lima saja caleg perempuan yang lolos ke kursi

dewan dan laki-laki sebanyak 19 orang. Dan hasil ini juga tidak sesuai dengan

ketetapan kuota 30% untuk perempuan. PDI Perjuangan sebagai partai politik

pemenang pemilu 2014 tentulah mengetahui dan seharusnya menjalankan

ketetapan kuota 30% tersebut.

PDI Perjuangan sebagai salah satu partai politik di Indonesia mempunyai

status sebagai lembaga politik yang tentunya mempunyai fungsi-fungsi yang

harus dijalankan. Salah satu fungsi parpol yaitu sebagai sarana perekrutan politik.

Rekruitmen politik di sini berarti adalah merupakan suatu proses melakukan

pemilihan, pengangkatan, dan penetapan sehingga seseorang atau kelompok orang

untuk jabatan politik dan pemerintahan.

Sesuai dengan teori struktural fungsional Talcott Parsons yang

menyatakan bahwa dalam sistem yang hidup harus ada empat prasayarat

fungsional yaitu Adaptation (A), Goal attainment (G), Integration (I),dan Latency

(L). Sistem di sini adalah partai politik. Masyarakat Indonesia dipandang sebagai

sebuah sistem yang menyeluruh dan jika dipandang sebagai secara parsial maka

partai politik merupakan sebuah sistem sosial. Partai politik sebagai sebuah sistem

mengorganisir semua tindakan sosial yang dilakukan oleh individu-individu yang

ada di dalamnya. Seperti telah dijelaskan di atas, Parsons melihat sistem sosial

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

55

sebagai sebuah interaksi dengan menggunakan status dan peran sebagai unit dasar

dari sistem. PDI Perjuangan sebagai salah satu partai politik di Indonesia

mempunyai status sebagai lembaga politik yang tentunya mempunyai fungsi-

fungsi yang harus dijalankan. Salah satu fungsi parpol yaitu sebagai sarana

perekrutan politik. Rekruitmen politik di sini berarti adalah merupakan suatu

proses melakukan pemilihan, pengangkatan, dan penetapan sehingga seseorang

atau kelompok orang untuk jabatan politik dan pemerintahan. Peran partai sebagai

tempat untuk melakukan rekruitmen tentunya sangatlah penting. Dari sini akan

terlihat bagaimana upaya-upaya PDI Perjuangan dalam memenuhi kuota 30%

caleg perempuan. Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh partai antara lain

melalui proses pengkoordinasiaan setiap tingkat kepengurusan untuk merekrut

sebanyak mungkin caleg perempuan, kaderisasi, sosialisasi, merekrut caleg

perempuan yang berkualitas, dan regenerasi.

Peran yang diharapkan di sini berupa perilaku dan usaha-usaha dari partai

politik untuk melakukan rekruitmen caleg perempuan agar ketetapan kuota 30%

dapat terpenuhi. Peran di sini juga bersifat timbal balik dalam arti pengharapan

yang sifatnya timbal balik pula. Jadi status sebagai “lembaga politik” mengandung

peran normatif (sebagai rekruitmen politik), tetapi ini bukan merupakan peran

yang satu-satunya yang dimiliki partai politik. Peran sebagai partai politik bersifat

timbal balik dalam arti mencakup saling ketergantungan dengan peran caleg

perempuan untuk ikut serta dalam proses rekruitmen yang diadakan partai.

Dengan perannya sebagai lembaga yang berwenang dalam rekruitmen maka

nantinya akan terlihat bagaimana upaya-upaya PDI Perjuangan dalam memenuhi

kuota 30% caleg perempuan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Adaptation menunjuk pada kemampuan sistem menjamin apa yang

dibutuhkannya dari lingkungan serta mendistribusikannya kepada sumber-sumber

ke dalam seluruh sistem. Di sini pemerintah melakukan adaptasi melalui

penetapan. UU No. 2 tahun 2011 dan UU No. 8 Tahun 2012 tentang

pengikutsertaan 30 persen perempuan dalam pencalonan anggota DPR/D.

Adaptasi dari partai politik (PDIP) adalah dengan mengeluarkan SK proses

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

56

rekruitmen serta menjamin dan memastikan bahwa ada perempuan yang akan

menjadi caleg dan menjamin bahwa caleg perempuan yang akan direkrut sesuai

dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan sehingga kualitas caleg perempuan

tersebut juga mumpuni. Partai harus membuat peraturan yang jelas mengenai

rekruitmen caleg perempuan sesuai dengan yang diamanatkan undang-undang.

Bagi caleg perempuan juga harus mempersiapkan dirinya dengan baik untuk

terpilih sebagai salah satu caleg serta dapat lolos sebagai salah satu anggota di

DPRD. Persiapan tersebut bisa berupa meningkatkan pendidikannya, kemauan

yang kuat untuk terjun ke dunia politik, kesehatan baik fisik maupun rohani, dan

lain-lain.

Goal attainment adalah pemenuhan tujuan sistem dan penetapan prioritas

di antara tujuan-tujuan tersebut. Dalam rangka pemenuhan tujuan yaitu untuk

memenuhi kuota 30 % perempuan maka partai politik melakukan berbagai cara

dan salah satunya adalah meningkatkan upaya-upaya dalam proses rekruitmen

caleg perempuan. Selain untuk pemenuhan kuota, merekrut caleg perempuan juga

bertujuan untuk menguatkan kedudukan partai dalam pemerintahan. Dalam proses

rekruitmen haruslah benar-benar mempertimbangkan keadilan dan kesetaraan

gender . PDI Perjuangan tidak boleh sekedar “ambil” saja hanya untuk

pemenuhan kuota 30% yang ditetapkan oleh pemerintah. Syarat-syarat harus jelas

dan sesuai dengan UU guna mendapatkan caleg perempuan yang benar-benar

berkualitas.

Integration adalah di mana sebuah sistem harus mengatur antar hubungan

bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antar

hubungan ketiga fungsi penting lainnya. Pemerintah dengan mengeluarkan UU

No. 2 Tahun 2011 dan UU No. 8 Tahun 2012 tentang 30 persen perempuan

dalam pencalonan anggota DPR/D berupaya untuk mengatur hubungan antara

partai politik dan para caleg perempuan. Di sini partai harus mengatur berbagai

komponen yang terkait dengan proses rekruitmen baik itu ketua, sekretris,

pengurus maupun caleg perempuan. Semua kepengurusan mulai dari tingkat DPP

Pusat sampai tingkat anak ranting dikoordinasikan dalam proses perekrutan caleg

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

57

perempuan. Latency adalah sebuah sistem harus melengkapi, baik motivasi

individual maupun pola-pola cultural yang menciptakan dan menopang motivasi.

Di sini partai politik harus memberikan motivasi dan dorongan bagi para pengurus

dan caleg perempuan untuk melaksanakan proses rekruitmen yang adil dan jujur.

Melalui berbagai kaderisasi dan sosialisasi yang dilakukan oleh partai diharapkan

sebuah sistem akan terpelihara pola-polanya sehngga akan memberikan motivasi

dan dorongan bagi setiap pengurus, anggota, dan caleg perempuan. Jika para

perempuan tidak mau untuk maju menjadi caleg , maka partai seharusnya juga

memberikan motivasi agar perempuan berani maju sebagai caleg. Partai harus

meyakinkan bahwa kedudukan caleg perempuan di bidang legislatif sangatlah

penting untuk memenuhi kebutuhan partai sekaligus kebutuhan para perempuan

itu sendiri.

Sedangkan Robert K. Merton menyatakan bahwa fungsi didefinisikan

sebagai “konsekuensi-konsekuensi yang dapat diamati yang menimbulkan

adaptasi atau penyesuaian dari sistem tertentu”. Merton menyatakan bahwa suatu

sistem sosial bisa mempunyai fungsi yang positif ataupun disfungsi bagi suatu

sistem sosial yang lain. Namun kita tidak dapat melihat mana yang lebih banyak

antara funsgi yang positif atau disfungsi karena kompleksnya suatu masalah yang

terjadi. Kemudian Merton juga menyatakan bahwa dalam suatu organisasi akan

ditemukan suatu fungsi yang nyata(manifest) dan fungsi tersembunyi (laten).

Fungsi nyata adalah fungsi yang diharapkan sedangkan fugsi tersembunyi adalah

fungsi yang tidak diharapkan.

PDI Perjuangan sebagai suatu sistem sosial yang berstatus sebagai

lembaga politik mempunyai fungsi-fungsi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah

dan di antara fungsi tersebut adalah fungsinya sebagai sarana perekrutan politik.

Sebagai sarana perekrutan politik, PDI Perjuangan mulai melakukan adaptasi atau

penyesuaian diri untuk melakukan proses perekrutan bagi caleg yang akan duduk

di DPRD. PDI Perjuangan membuat aturan-aturan yang mendukung proses

rekruitmen sehingga proses rekruitmen dapat berjalan sesuai dengan yang

diharapkan. Adanya penyesuian yang dilakukan oleh PDIP pada akhirnya akan

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. · ... dan pembagian (distribution) atau alokasi ... kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, ... tipologi yang dibedakan berdasarkan pada asas dan

58

berakibat positif pada proses rekruitmen di mana proses rekruitmen akan berjalan

dengan baik dan caleg perempuan yang direkrut juga mempunyai kualitas yang

baik pula.

Namun, penyesuaian ini dapat pula menyebabkan suatu disfungsi di mana

jumlah caleg perempuan yang direkrut dan lolos sebagai anggota DPRD tidak

sesuai dengan kuota 30% caleg perempuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Fungsi nyata (manifes) dari partai yaitu dapat menjalankan fungsi rekruitmennya

dengan baik sehingga kuota 30% caleg perempuan dapat terpenuhi. Dengan

menjalankan proses rekruitmen ini maka partai akan berupaya semaksimal

mungkin untuk memenuhi kuota 30% caleg perempuan. Berbagai upaya yang

dilakukan diharapkan dapat meningkatkan kuota tersebut.Namun, fungsi

tersembunyi (laten) dari partai juga bisa terjadi di mana partai seolah hanya asal

“ambil” para caleg perempuan agar kuota 30 % dapat terpenuhi.

Dari penjelasan di atas, peneliti akan mengetahui lebih jauh bagaimana

upaya-upaya yang dilakukan PDI Perjuangan selaku gatekeeper dalam proses

rekruitmen caleg perempuan untuk memenuhi kuota 30% caleg perempuan sesuai

dengan ketetapan UU. Dalam melakasanakan berbagai upaya pemenuhan tersebut

PDI Perjuangan juga pasti mengalami beberapa hambatan. Hambatan-hambatan

tersebut harus dapat diminimalisir untuk tetap memenuhi kuota 30% caleg

perempuan. Partai politik di sini diharapkan dapat memberikan jaminan bahwa

mereka bisa memenuhi ketentuan UU No. 2 Tahun 2011 dan UU No. 8 Tahun

2012 tentang 30% perempuan dalam pencalonan anggota DPR/D. Berbagai hal

pun dilakukan terutama dalam proses rekruitmen caleg perempuan guna

pemenuhan kuota 30% tersebut. Dengan berbagai upaya partai politik yang

optimal maka diharapkan jumlah perempuan yang akan lolos sebagai anggota

DPRD dapat meningkat, para celeg perempuan juga dapat mandiri dan dapat

meningkatkan kualitasnya sehingga dapat mengoptimalkan dirinya sebagai wakil

rakyat.