PENGGUNAAN ASPEK BAHASA DALAM TEKA-TEKI …

16
, Vol. 27, No. 1, Juni 2015 49 ISSN 0854-3283 PENGGUNAAN ASPEK BAHASA DALAM TEKA-TEKI TRADISIONAL ETNIK KAILI THE USE OF LANGUAGE’S ASPECT IN TRADITIONAL RIDDLE OF KAILI ETHNIC Nursyamsi Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah Jalan Untad I, Bumi Roviga, Tondo, Palu 94118, Sulawesi Tengah, Indonesia Telepon (0451) 4705498, Faksimile (0451) 421843 Pos-el: [email protected] Naskah diterima 17 April 2015: direvisi; 25 Mei 2015; disetujui; 29 Mei 2015 Abstrak Teka-teki tradisional merupakan salah satu bentuk tradisi lisan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah penggunaan aspek bahasa dalam teka-teki tradisional etnis Kaili. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan aspek bahasa dalam teka-teki tradisional etnik Kaili. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Dalam pengumpulan data digunakan metode simak dengan teknik sadap dan simak libat cakap. Teknik rekam dan teknik catat juga digunakan dalam penelitian ini. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa teka-teki tradisional etnis Kaili menggunakan kata tanya nuapa ‘apa’ yang terletak pada awal dan tengah kalimat pertanyaan (topik) dan kata tanya nuapa hai ‘apakah itu’ pada kalimat berikutnya setelah kalimat pertanyaan. Aspek makna yang terkandung dalam teka- teki tradisional etnis Kaili bersifat harfiah dan metaforis. Kata kunci: aspek bahasa, teka-teki tradisional, etnis Kaili Abstract The traditional riddle is one of many forms of oral tradition. The issue raised in this research is the use of language aspect in the traditional riddle of Kaili ethnic. This research aims to describe the use of language aspect in the traditional riddle of Kaili ethnic. The characteristic of this research is qualitative descriptive. In collecting data, it is used refer method with tapping and involved conversation technique. Record and note technic are also used in this research. The result shows that the traditional riddle of Kaili etnhic uses the question words ‘nuapa’ (what) which is placed in the beginning and in the middle of the question sentence (topic) and the question words ‘nuapa hai’ (what is that) in the following sentence after the question sentence. The meaning aspects in the traditional riddle of Kaili ethnic are literal and metaphorical. Keywords: aspects of language, the traditional riddle, Kaili ethic PENDAHULUAN Sulawesi Tengah sangat kaya akan tinggalan budaya masa lampau, terutama kebudayaan nonfisik, seperti bahasa rakyat, ungkapan tradisional, prosa rakyat, dan nyayian rakyat. Kekayaan khazanah tradisi lisan daerah tersebut disebabkan oleh banyaknya etnik dan bahasa yang digunakan di daerah ini.

Transcript of PENGGUNAAN ASPEK BAHASA DALAM TEKA-TEKI …

Page 1: PENGGUNAAN ASPEK BAHASA DALAM TEKA-TEKI …

, Vol. 27, No. 1, Juni 2015 49ISSN 0854-3283

PENGGUNAAN ASPEK BAHASA DALAM TEKA-TEKI TRADISIONAL ETNIK KAILI

THE USE OF LANGUAGE’S ASPECT IN TRADITIONAL RIDDLE OF KAILI ETHNIC

Nursyamsi Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah

Jalan Untad I, Bumi Roviga, Tondo, Palu 94118, Sulawesi Tengah, IndonesiaTelepon (0451) 4705498, Faksimile (0451) 421843

Pos-el: [email protected]

Naskah diterima 17 April 2015: direvisi; 25 Mei 2015; disetujui; 29 Mei 2015

AbstrakTeka-teki tradisional merupakan salah satu bentuk tradisi lisan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah penggunaan aspek bahasa dalam teka-teki tradisional etnis Kaili. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan aspek bahasa dalam teka-teki tradisional etnik Kaili. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Dalam pengumpulan data digunakan metode simak dengan teknik sadap dan simak libat cakap. Teknik rekam dan teknik catat juga digunakan dalam penelitian ini. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa teka-teki tradisional etnis Kaili menggunakan kata tanya nuapa ‘apa’ yang terletak pada awal dan tengah kalimat pertanyaan (topik) dan kata tanya nuapa hai ‘apakah itu’ pada kalimat berikutnya setelah kalimat pertanyaan. Aspek makna yang terkandung dalam teka-teki tradisional etnis Kaili bersifat harfiah dan metaforis.

Kata kunci: aspek bahasa, teka-teki tradisional, etnis Kaili

AbstractThe traditional riddle is one of many forms of oral tradition. The issue raised in this research is the use of language aspect in the traditional riddle of Kaili ethnic. This research aims to describe the use of language aspect in the traditional riddle of Kaili ethnic. The characteristic of this research is qualitative descriptive. In collecting data, it is used refer method with tapping and involved conversation technique. Record and note technic are also used in this research. The result shows that the traditional riddle of Kaili etnhic uses the question words ‘nuapa’ (what) which is placed in the beginning and in the middle of the question sentence (topic) and the question words ‘nuapa hai’ (what is that) in the following sentence after the question sentence. The meaning aspects in the traditional riddle of Kaili ethnic are literal and metaphorical.

Keywords: aspects of language, the traditional riddle, Kaili ethic

PENDAHULUANSulawesi Tengah sangat kaya akan

tinggalan budaya masa lampau, terutama kebudayaan nonfisik, seperti bahasa rakyat,

ungkapan tradisional, prosa rakyat, dan nyayian rakyat. Kekayaan khazanah tradisi lisan daerah tersebut disebabkan oleh banyaknya etnik dan bahasa yang digunakan di daerah ini.

Page 2: PENGGUNAAN ASPEK BAHASA DALAM TEKA-TEKI …

50 , Vol. 27, No. 1, Juni 2015

Penggunaan Aspek Bahasa dalam Teka-Teki Tradisional Etnis Kaili (Nursyamsi)

ISSN 0854-3283

Halaman 49 — 64

Etnis Kaili merupakan salah satu etnik yang ada di Sulawesi Tengah yang memiliki kekayaan budaya yang berlimpah. Salah satu kekayaan budaya tersebut adalah tradisi lisan. Tradisi lisan disampaikan secara lisan, turun-temurun dari generasi ke generasi. Tradisi lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang penyebarannya pada umumnya melalui tutur kata atau lisan. Karena disampaikan secara lisan, salah satu bagian dari kebudayaan ini dinamai tradisi lisan (oral tradition).

Menurut Danandjaya (2002:5) tradisi lisan hanya mencakup cerita rakyat, teka-teki, peribahasa, dan nyayian rakyat, sedangkan folklor mencakup lebih dari itu, seperti tarian rakyat dan arsitektur rakyat. Tradisi lisan dapat berbentuk sastra lisan prosa, puisi, dan drama. Sastra lisan prosa dapat berbentuk legenda, mite, dan dongeng. Sastra lisan puisi dapat berupa syair, mantera, pertanyaan tradisional, peribahasa, dan nyanyian rakyat. Menurutnya tradisi lisan merupakan bagian dari folklor karena istilah tradisi lisan memiliki arti yang terlalu sempit, sedangkan folklor memiliki arti yang lebih luas.

Folklor memiliki fungsi yang sangat penting bagi masyarakat pendukungnya.Tradisi lisan yang merupakan bagian dari folklor melukiskan kondisi fakta mental tradisi masyarakat yang mendukungnya, simbol identitas bersama masyarakatnya sehingga menjadi simbol solidaritas dari masyarakatnya dan menjadi alat legitimasi bagi keberadaan suatu kolektif, baik sebuah marga, masyarakat, maupun suku bangsa. Oleh karena itu, segala yang termasuk dalam tradisi lisan memiliki fungsi yang penting sehingga perlu dilestarikan keberadaannya.

Tradisi lisan dimiliki oleh setiap etnik di Indonesia, salah satunya adalah etnis Kaili. Etnis Kaili merupakan salah satu etnik yang ada di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah. Persebaran etnis Kaili cukup luas yang meliputi sebagian besar wilayah daerah

Sulawesi Tengah. Etnis Kaili terdapat di Kota Palu, yakni di Kecamatan Palu Barat, Palu Timur, Palu Utara, Palu Selatan, Tawaeli; di Kabupaten Donggala terdapat di Kecamatan Banawa, Sirenja, Dampelas, Sojol, Tinombo, dan Balaesang; di Kabupaten Sigi terdapat di Kecamatan Dolo, Marawola, Biromaru, dan Kulawi; di Kabupaten Parigi-Moutong terdapat di Kecamatan Parigi, Moutong, Tomini, dan Ampubabo; di Kabupaten Poso terdapat di Kecamatan Poso Kota dan Poso Pesisir; di Kabupaten Tojo Una-Una terdapat di Kecamatan Tojo, Ampana Tete, Ampana Kota, dan Una-Una; di Kabupaten Luwuk terdapat di Kecamatan Luwuk dan Pagimana; di Kabupaten Banggai Kepulauan terdapat di Kecamatan Tinangkung dan Lo Bangkurung; di Kabupaten Buol terdapat di Kecamatan Baolan dan Peleleh (Wumbu, 1986:18).Etnis Kaili menggunakan bahasa Kaili dalam berkomunikasi. Bahasa Kaili yang cukup luas penyebarannya itu memiliki sepuluh dialek berdasarkan perhitungan dialektrometri (Pusat Bahasa, 2008:79--80).

Etnis Kaili memiliki khazanah tradisi lisan yang sangat beragam. Keberagaman tradisi lisan itu disebabkan oleh kekayaan dialeknya. Setiap dialek diyakini memiliki kekhasan dalam tradisi lisan, tetapi mereka menyebutkan semua itu sebagai khazanah tradisi lisan Kaili. Kekayaan khazanah tradisi lisan itu sudah seharusnya ditangani secara serius melalui kegiatan inventarisasi, pelindungan, dan pengkajian, kemudian hasilnya disosialisasikan khususnya kepada generasi muda. Dengan demikian, upaya itu diharapkan dapat membuka kesadaran dan menumbuhkan kebanggaan masyarakat terhadap warisan nenek moyangnya.

Salah satu tradisi lisan Kaili yang perlu dilestarikan keberadaannya adalah teka-teki tradisional. Mengingat begitu luasnya ruang lingkup kebudayaan yang dimiliki etnik Kaili, pada kesempatan ini hanya teka-teki saja yang

Page 3: PENGGUNAAN ASPEK BAHASA DALAM TEKA-TEKI …

, Vol. 27, No. 1, Juni 2015 51

(Nursyamsi) The Use of Language’s Aspect in Traditional Riddle of Kaili Ethnic

ISSN 0854-3283

Halaman 49 — 64

dibahas dalam penelitian ini. Salah satu bentuk tradisi lisan ini masih tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat etnis Kaili. Penelitian tentang teka-teki tradisional ini penting dilakukan mengingat selama ini penelitian terhadap sastra daerah, khususnya tradisi lisan, kurang mendapat perhatian dan kurang diminati oleh peneliti bila dibandingkan dengan penelitian terhadap sastra modern. Di satu sisi, tradisi lisan sebagai warisan budaya suatu bangsa sangat penting untuk ditangani secara serius. Nilai-nilai positif yang terkandung dalam tradisi lisan dapat dijadikan bahan pembentukan karakter bangsa yang bersumber pada warisan tradisi.

Teka-teki sebagai bagian dari tradisi lisan sangat digemari oleh warga masyarakat dan biasanya didengarkan bersama-sama karena mengandung gagasan, pikiran, ajaran, dan harapan masyarakat. Suasana kebersamaan yang dihasilkan dari tradisi lisan tersebut berdampak positif pada menguatnya ikatan batin di antara anggota masyarakat. Dalam konteks ini, bisa dilihat bahwa tradisi lisan juga memiliki fungsi sosial, disamping fungsi individual. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa memudarnya tradisi lisan di masyarakat merupakan salah satu indikasi telah memudarnya ikatan sosial di antara mereka dan sebaliknya, semakin lestari tradisi lisan tersebut semakin kuat ikatan sosial di antara masyarakat pendukungnya.

Teka-teki tradisional sebagai salah satu bentuk karya sastra meskipun tidak banyak berhubungan dengan bahasa tulis, tetap menggunakan bahasa sebagai wahana atau media utama untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Bahasa dalam karya sastra dapat disamakan dengan cat air dalam seni lukis (Nurgiantoro, 2005:272; Pradopo, 2007:121). Menurutnya bahasa merupakan saran pengungkapan sastra. Oleh karena itu, pengkajian terhadap teka-teki tradisional tidak hanya dilihat dari aspek bentuk, makna, dan fungsinya, tetapi pengkajian dari penggunaan

aspek bahasanya juga perlu dilakukan.Sehubungan dengan itu, masalah pokok

yang perlu dibahas dalam penelitian ini adalah penggunaan aspek bahasa (ditinjau dari stilistika) yang digunakan dalam teka-teki tradisional etnik Kaili. Sesuai dengan masalah yang dikemukakan tersebut maka tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan aspek bahasa dari aspek stilistika yang digunakan dalam teka-teki tradisional etnik Kaili. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk penelitian-penelitian lanjutan untuk menambah atau menyempurnakan informasi tentang tradisi lisan Kaili secara umum dan teka-teki tradisional etnik Kaili secara khusus.

Penelitian mengenai tradisi lisan Kaili, seperti prosa rakyat, puisi rakyat, serta peribahasa dan ungkapan pernah dilakukan oleh para pakar sastra dan pakar budaya. Akan tetapi, sepanjang pengamatan penulis belum ada penelitian yang mengkaji tentang penggunaan aspek bahasa dalam teka-teki khususnya teka-teki tradisional etnis Kaili. Penulis pernah mengkaji tentang teka-teki tradisional Kaili dari aspek bentuk, makna, dan fungsi. Kajian tersebut dimuat dalam buku berjudul Pelindungan Tradisi Lisan Etnik Kaili. Kajian tersebut tidak mengkaji dari aspek stilistikanya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis mengkaji teka-teki tradisional Kaili dari aspek stilistikanya.

Berkaitan dengan objek penelitian kali ini, ada beberapa penelitian (telah dicetak dalam bentuk buku) yang berkaitan dengan tradisi lisan etnik tertentu, di antaranya (1) Pelindungan Tradisi Lisan Etnik Kaili yang ditulis oleh Nitayadnya, I Wayan dkk., (2)Tradisi Lisan Kulawi dari Sulawesi Tengah juga oleh Nitayadnya, I Wayan dkk. Kedua penelitian tersebut membahas mengenai bentuk, makna, dan fungsi tradisi lisan dari masing-masing etnik,tetapi tidak membahas mengenai penggunaan bahasanya dari aspek stilistikanya.

Page 4: PENGGUNAAN ASPEK BAHASA DALAM TEKA-TEKI …

52 , Vol. 27, No. 1, Juni 2015

Penggunaan Aspek Bahasa dalam Teka-Teki Tradisional Etnis Kaili (Nursyamsi)

ISSN 0854-3283

Halaman 49 — 64

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya (Ratna, 2009:3). Menurutnya, gaya atau yang dikenal secara umum stil (style) adalah cara-cara yang khas sebagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu sehingga tujuan yang dimaksud dapat dicapai secara maksimal.

Berbagai cara atau gaya dapat digunakan dalam mengungkapkan sesuatu dalam sebuah karya khusus karya sastra. Salah satunya dengan menggunakan majas. Majas perbandingan adalah salah satu majas yang digunakan dalam mengungkapkan suatu maksud, selain majas penegasan, majas pertentangan, dan majas sindiran. Majas ini juga dapat digunakan dalam mengungkapkan maksud dalam tradisi lisan yang merupakan bagian dari folklor.

Folklor berasal dari bahasa Inggris folklore. Defenisi Folklor secara keseluruhan adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Rafiek, 2012:51). Folklor dibagi atas beberapa kelompok. Menurut Brunvand (1968: 2—3) folklor dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yakni (1) folklor lisan (verbal folklore), (2) folklor sebagian lisan (partly verbal folklore), dan (3) folklor bukan lisan (non verbal folklore). Berdasarkan penggolongan tersebut, tradisi lisan, seperti bahasa rakyat, ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional termasuk di dalamnya teka-teki, puisi rakyat, prosa rakyat, dan nyanyian rakyat termasuk dalam folklor lisan (verbal folklore). Dengan demikian, teka-teki sebagai bagian dari tradisi lisan tergolong dalam folklor lisan.

Teka-teki oleh etnis Kaili disebut jalili adalah pertanyaan yang bersifat tradisional

dan mempunyai jawaban yang tradisional juga. Menurut George dan Dundes (dalam Danan-djaya, 2002:33) teka-teki adalah ungkapan lisan tradisional yang mengandung satu atau lebih unsur pelukisan (descriptive), sepasang daripadanya dapat saling bertentang-an dan jawabanya (referent) harus diterka. Menurut Sugono (2008:1420), teka-teki adalah soal yang berupa kalimat (cerita gambar) yang dikemukakan secara samar-samar, biasanya untuk permainan atau untuk mengasah pikiran. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa teka-teki memiliki semacam pembayang-pembayang (disamarkan sedemikian rupa) yang bertujuan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertentu untuk ditebak jawabannya. Isi atau maksud teka-teki tidak dapat diketahui secara langsung, tetapi diminta untuk menebak atau menerkanya, disamarkan atau disembunyikan. Hal itu dilakukan untuk menguji kecerdasan seseorang. Jawaban teka-teki biasanya unik, menarik dan mengandung tawa (kelakar).

Pola pertanyaan dan jawaban dalam teka-teki sangat bervariasi. Ada teka-teki yang mempunyai jawaban yang logis dan relevan dengan kehendak soal teka-teki itu. Ada juga teka-teki yang mempunyai jawaban yang tidak logis dan relevan dengan kehendak soal teka-teki itu. Biasanya pertanyaan yang terdapat dalam teka-teki dibuat sedemikian rupa, kadangkala tidak rasional, tidak logis, bahkan ada yang dirasakan cabul. Hal itu yang membuat pertanyaan dalam teka-teki sulit dijawab. Kadang-kadang teka-teka itu dapat dicerna oleh pikiran rasional dan logis setelah mengetahui terlebih dahulu jawabannya.

Menurut George dan Dundes (dalam Danandjaya, 2002) ada dua kategori umum teka-teki, yaitu (1) teka-teki ada yang tidak bertentangan (nonoppositional riddles) dan (2) teka-teki yang bertentangan (oppositional riddles). Teka-teki yang tidak bertentangan unsur-unsur pelukisannya bersifat harfiah, yakni

Page 5: PENGGUNAAN ASPEK BAHASA DALAM TEKA-TEKI …

, Vol. 27, No. 1, Juni 2015 53

(Nursyamsi) The Use of Language’s Aspect in Traditional Riddle of Kaili Ethnic

ISSN 0854-3283

Halaman 49 — 64

seperti apa yang tertulis (literal) atau kiasan (metaphorical). Pada teka-teki yang tidak bertentangan, yang bersifat harfiah, jawaban (referent) dan pertanyaannya (topik) adalah identik.Bersifat harfiah artinya terjemahan atau arti menurut huruf, kata demi kata atau berdasarkan arti leksikal (Sugono, 2008:482). Namun, keadaan akan menjadi lain pada teka-teki yang tidak bertentangan yang bersifat kiasan (metafora) karena referen dan topik unsur pelukisannya berbeda. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa pada teka-teki tidak bertentangan, baik yang bersifat harfiah maupun kiasan, bagian unsur-unsur pelukisannya tidak saling bertentangan walaupun kadang-kadang ada perubahan dalam hal pelukisan yang lebih mendetail.

Berkaitan dengan teka-teki yang tidak bertentangan dan bersifat kiasan, Keraf (2007: 136) menyatakan bahwa gaya bahasa kiasan pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Membanding-kan sesuai dengan sesuatu hal yang lain, berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara dua hal tersebut. Salah satu gaya bahasa kiasan adalah metafora, yaitu gaya bahasa perbandingan yang implisit, jadi tanpa kata seperti atau sebagai, di antara dua hal yang berbeda (Tarigan, 1985:15). Sejalan dengan Tarigan, Keraf (2007:139) mengemukakan bahwa metafora sebagai perbandingan langsung tidak mempergunakan kata: seperti, bak, bagai, bagaikan, dan sebagainya sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Metafora yang digunakan dalam teka-teki dimaksudkan membandingkan antara referen dengan topik dalam pertanyaan tra di sional atau teka-teki. Teka-teki Kaili tidak mesti menggunakan seperti, bak, bagai, bagaikan, dan sebagainya untuk menyatakan metafora.

METODE PENELITIANPenelitian ini termasuk jenis penelitian

lapangan karena peneliti secara langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau uraian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Ratna, 2004:53; Nazir,1988:65). Di samping itu karena fenomena yang menjadi sasaran penelitian dideskripsikan sebagaimana adanya tanpa disertai perhitungan statistik, metode dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penggunaan metode kualitatif tersebut dilakukan karena data yang dihasilkan adalah data deskriptif berupa tuturan-tuturan lisan dari informan.

Data dalam penelitian ini adalah teka-teki tradisional etnis Kaili. Sumber data dalam penelitian ini adalah informan yang memenuhi kriteria tertentu menurut persyaratan yang lazim berlaku dalam penelitian-penelitian bahasa. Dalam penelitian ini tentulah informan yang digunakan adalah penutur asli bahasa Kaili. Samarin (1988:28) mengatakan bahwa seseorang yang meneliti suatu bahasa dengan tujuan menemukan deskripsi struktural bahasa itu sebenarnya memerlukan tidak lebih seorang informan yang baik. Data yang diperoleh dari informan berupa tuturan teka-teki tradisional etnis Kaili. Jumlah data yang diperoleh sebanyak 100 teka-teki dan diperoleh selama dua minggu. Dari 100 data tersebut diidentifikasi dan diklasifikasikan berdasarkan aspek yang ingin dikaji. Data yang telah diperoleh lalu diterjemahkan dan diartikan ke dalam bahasa Indonesia oleh informan. Lokasi pengambilan data di Kota Palu karena penutur bahasa Kaili sebagian besar berada di daerah tersebut.

Metode yang digunakan dalam pe-ngumpulan data adalah metode simak. Metode simak atau penyimakan adalah bentuk pencarian data primer dengan cara melakukan penyimakan terhadap pembicaraan informan

Page 6: PENGGUNAAN ASPEK BAHASA DALAM TEKA-TEKI …

54 , Vol. 27, No. 1, Juni 2015

Penggunaan Aspek Bahasa dalam Teka-Teki Tradisional Etnis Kaili (Nursyamsi)

ISSN 0854-3283

Halaman 49 — 64

(Sudaryanto,1988:2). Dalam penelitian ini tentulah metode simak yang digunakan untuk menyimak penggunaan bahasa seperti yang dikemukakan oleh Sudaryanto (1993:133) dan Mahsun (2005:90) bahwa metode simak dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Metode ini memiliki dasar yang berwujud teknik sadap. Peneliti menyadap pembicaraan seseorang atau beberapa orang yang menjadi informan.Selain itu, teknik simak libat cakap, teknik rekam, dan catat juga digunakan dalam pengumpulan data.Teknik rekam dilakukan dengan cara merekam tuturan teka-teki tradisional. Hal ini mengingat bilamana data yang diperoleh tersebut masih menimbulkan keraguan atau masih mengandung kesalahan, maka rekaman tersebut dapat diperdengarkan kembali. Teknik catat dimaksudkan untuk mencatat semua data yang diperoleh. Data yang diperoleh melalui perekaman kemudian diwujudkan dalam bentuk teks tertulis lalu diartikan atau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Selain itu, teknik catat juga digunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting di luar data rekam untuk mendapatkan informasi tambahan.

Setelah data terkumpul maka lang-kah selanjutnya adalah analisis data. Pe ng-analisisan data dengan cara mengidentifikasi dan mengklasifikasi teka-teki tradisional yang menjadi objek penelitian. Analisis data tersebut dilakukan secara struktural. Terakhir penyajian hasil analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Berbagai aspek kajian dapat dilakukan terhadap teka-teki tradisional Kaili, misalnya ditinjau dari aspek bentuk, makna, dan bahasa. Pada penelitian kali ini mengkaji teka-teki Kaili dari penggunaan aspek bahasa dilihat dari stilistikanya. Teka-teki memiliki banyak bentuk. Bentuk teka-teki masyarakat Kaili berdasarkan sifat hal yang digambarkan di

dalam pertanyaan, yaitu (1) persamaan dengan binatang, (2) persamaan dengan manusia, (3) persamaan dengan beberapa orang, (4) persamaan dengan tanaman, (5) persamaan dengan sesuatu benda, dan (6) penambahan keterangan pada warna (Nitayadnya dkk. 2014:243—254).

Aspek Bahasa dalam Pertanyaan Tradi-sional

Berikut ini akan diuraikan aspek bahasa yang digunakan dalam teka-teki tradisional Kaili.

Kata Tanya Teka-teki merupakan permainan kata-kata yang membutuhkan jawaban. Sebagian besar teka-teki mengandung kata tanya. Kata tanya yang paling sering digunakan adalah nuapa ‘apa’. Kata tanya nuapa ‘apa’ digunakan untuk menanyakan nama (jenis, sifat) sesuatu. Di dalam teka-teki Kaili apabila terdapat kata tanya nuapa ‘apa’ berarti jawaban teka-teki yang diminta adalah berupa barang atau benda.Selain kata tanya nuapa ‘apa’, kata tanya nuapa sering juga bervariasi dengan kata hai ‘itu’ sehingga membentuk kata tanya nuapa hai ‘apakah itu’. Kata tanya nuapa ‘apa’ pada umumnya terletak di awalkalimatpertanyaan (topik) teka-teki, tatapi kata tanya tersebut terdapat pula di tengah kalimat. Selain itu, ada juga teka-teki yang diawali dengan cerita terlebih dahulu setelah itu, pada kalimat berikutnya muncullah kata tanya atau kalimat tanya yang berhubungan dengan cerita yang disebutkan di muka atau sebelumnya. Kata tanya nuapa hai ‘apakah itu’ inilah yang biasa digunakan pada teka-teki seperti itu.

Kata Tanya di Awal KalimatSeperti yang telah disebutkan bahwa

kata tanya nuapa ‘apa’ pada teka-teki tradisional Kaili ada yang terletak di awal

Page 7: PENGGUNAAN ASPEK BAHASA DALAM TEKA-TEKI …

, Vol. 27, No. 1, Juni 2015 55

(Nursyamsi) The Use of Language’s Aspect in Traditional Riddle of Kaili Ethnic

ISSN 0854-3283

Halaman 49 — 64

kalimat. Berikut ini beberapa pertanyaan tradisional yang menggunakan kata tanya yang terletak di awal kalimat.

(1) Nuapanitimbe-timbe ia ienapudu? Uve

‘Apa yang ditebas-tebas dia tidak putus?’‘Air’

Bentuk teka-teki pada data (1) berdasarkan sifat hal yang digambarkan di dalam pertanyaannya menggambarkan persamaan dengan sesuatu benda. Kata tanya nuapa ‘apa’ letaknya di awal kalimat menanyakan nama (jenis) sesuatu.Sesuatu yang dimaksud dalam kalimat pertanyaan itu berupa benda, tetapi bukan manusia.Kata tanya nuapa sebagai pronomina dalam pertanyaan atau topik teka-teki tersebut sebagai petunjuk bahwa hal tersebut menginginkan sesuatu sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut. Topik atau pertanyaan dalam bentuk kata tanya nuapa dan yang ditebas-tebas dia tidak putus merupakan komentar dan keduanya merupakan satu kesatuan pelukisan yang utuh dari sebuah teka-teki. Jawaban atau referent dari teka-teki tersebut adalah air. Air yang mengalir dari keran atau air cucuran dari atap rumah ketika hujan jika ditebas-tebas tidak akan putus. Berbeda dengan benda lainnya, seperti pohon pisang bila ditebas akan patah, roboh atau rebah dan tidak dapat tersambung kembali antara bagian yang satu dengan yang lain. Berbeda dengan air, sekalipun ditebas-tebas berulang-ulang tetap tidak putus dan tetap bisa tersambung kembali.

(2) Nuapa,leri tana, leri langi?”Kulimu

‘Apa tidak di tanah, tidak di langit?’‘Awan’

Pada data (2) kata tanya nuapa ‘apa’ juga berada di awal kalimat pertanyaan teka-teki. Kata tanya nuapa menanyakan benda. Topik atau pertanyaan teka-teki tersebut menanyakan nama sesuatu benda bukan manusia yang tidak berada di tanah dan tidak pula berada di langit. Kata tanya nuapa yang termasuk pronomina ini menanyakan sesuatu sebagai pengganti jawaban atas pertanyaan yang diajukan dalam teka-teki tersebut. Jawaban atas pertanyaan tersebut ada benda, yakni awan. Seperti kita ketahui bahwa sebagian besar benda, baik benda hidup maupun benda mati berada di atas tanah dan sebagian tampaknya berada di langit. Orang yang ingin menebak jawaban teka-teki ini harus berpikir benda apa yang berada antara tanah (bumi) dan langit. Benda yang menjadi referen atau jawaban teka-teki ini adalah awan karena awan tidak terdapat di tanah dan tidak pula berada di langit, tetapi awan melayang-layang di udara antara tanah (bumi) dan langit.

(3) Nuapa simbanyuna tinja poindo ante gajah?Nasimbayu lenamala nevoro

‘Apa persamaan tiang lampu dengan gajah?’‘Persamaannya, sama-sama tidak bisa

terbang’

Teka- t ek i da ta (3 ) t e r sebu t menggunakan kata tanya nuapa ‘apa’ pada awal kalimat. Kata tanya tersebut digunakan untuk menanyakan sifat sesuatu dalam hal ini sifat kedua benda, yakni tiang lampu dan gajah. Kata tanya nuapa ‘apa’ pada topik atau pertanyaan teka-teki tersebut menanyakan persamaan dua benda yang berbeda, satu berupa benda mati, yakni tiang lampu dan yang satu benda hidup, yakni gajah. Jawaban atas pertanyaan nuapa pada topik teka-teki

Page 8: PENGGUNAAN ASPEK BAHASA DALAM TEKA-TEKI …

56 , Vol. 27, No. 1, Juni 2015

Penggunaan Aspek Bahasa dalam Teka-Teki Tradisional Etnis Kaili (Nursyamsi)

ISSN 0854-3283

Halaman 49 — 64

tersebut menanyakan sifat kedua benda yang ditanyakan. Mencari perbedaan antara tiang lampu atau tiang listrik dan gajah tentu lebih mudah bila dibandingkan dengan mencari persamaan keduanya. Tiang lampu benda mati, sedangkan gajah makhluk hidup yang memiliki ciri-ciri yang tidak sama dengan benda mati. Teka-teki di atas menginginkan persamaan tiang lampu dengan gajah. Secara logika memang agak sulit untuk menemukan persamaan kedua benda yang sangat berbeda sifat dan wujudnya. Orang yang akan menjawab teka-teki tersebut merasa sangat sulit untuk menjawabnya. Jawaban teka-teki tersebut adalah sama-sama tidak bisa terbang. Bila dipikir-pikir tiang lampu dan gajah memang tidak bisa terbang, tetapi orang tidak akan menyangka bahwa jawabannya seperti itu. Tiang lampu berupa tonggak panjang, biasanya terbuat dari bambu, besi, atau kayu, sedangkan gajah adalah binatang yang berbelalai, bergading, berkaki besar, dan berkulit tebal. Kedua benda tersebut sama sekali tidak memiliki kesamaan. Orang yang akan menebak teka-teki tersebut sangat sulit untuk menemukan jawabannya. Jawaban teka-teki tersebut benar-benar di luar dugaan. Orang tidak menyangka kalau jawabannya seperti itu. Memang benar bahwa tiang lampu tidak bisa terbang, terlebih lagi karena benda tersebut adalah benda mati dan tidak bersayap. Sama halnya dengan tiang lampu, gajah pun tidak bersayap sehingga tidak dapat terbang. Teka-teki ini sama seperti kedua contoh teka-teki data (1) dan (2) bersifat hiburan. Teka-teki tiang lampu dan gajah kelucuannya baru terasa setelah jawabannya sudah diketahui.

Kata Tanya di Tengah KalimatKata tanya nuapa ‘apa’ dalam teka-

teki Kaili selain terletak di awal kalimat ada juga yang terletak di tengah kalimat. Berikut ini beberapa teka-teki yang menggunakan

kata tanya nuapa ‘apa’ yang terletak di tengah kalimat.

(4) Binata nuapa leria aturana?kutu nabula nejeje-jeje ri balengga”.

‘Binatang apa yang paling tidak sopan?’‘Kutu rambut yang suka menginjak kepala orang.

Kata tanya nuapa ‘apa’ pada teka-teki (4) terletak di tengah kalimat yang bermakna menanyakan nama sesuatu. Topik atau pertanyaan dengan kata binatanuapa merupakan petunjuk nyata benda atau hal yang hendak dilukiskan dalam suatu teka-teki. Dalam hal ini topiknya adalah binatang.Topik tersebut dilengkapi dengan komentar yang paling tidak sopan yang merupakan pelukisan dari teka-teki tersebut. Sesuatu yang ditanyakan berupa binatang itu memiliki sifat seperti yang disebutkan pada komentar. Teka-teki tersebut menanyakan binatang yang paling tidak sopan, artinya ada binatang yang memiliki tingkah laku tidak baik. Kata sopan dapat diartikan tertib menurut adat yang baik atau bertingkah laku yang baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa binatang atau hewan memang tidak mengenal sopan santun seperti manusia. Jika dianalogikan dengan manusia, binatang yang dimaksud dalam teka-teki tersebut tidak memiliki adat istiadat, sopan santun, dan tata krama yang baik. Salah satunya adalah tingkah laku yang tidak sopan. Jawaban teka-teki tersebut adalah kutu rambut yang suka menginjak kepala orang. Kutu dikatakan binatang yang tidak sopan karena suka menginjak kepala orang atau manusia. Kutu rambut memang hidup di rambut (di kepala) manusia dan melakukan segala aktivitasnya termasuk berjalan di atas kepala. Binatang itu berjalan di atas kepala manusia dengan cara menginjak-injak kepala manusia sehingga dikatakan tidak

Page 9: PENGGUNAAN ASPEK BAHASA DALAM TEKA-TEKI …

, Vol. 27, No. 1, Juni 2015 57

(Nursyamsi) The Use of Language’s Aspect in Traditional Riddle of Kaili Ethnic

ISSN 0854-3283

Halaman 49 — 64

sopan atau tidak beradab. Jika dicermati, teka-teki ini identik antara pertanyaan (topik) dan jawaban (referent). Topiknya adalah binatang referent atau jawabannya pun binatang.

(5) Vua nuapa ribavona naria mahkotana?Tara.

‘ B u a h a p a y a n g d i a t a s n y a a d a mahkotanya?’‘Nanas’

Berdasarkan sifat hal yang digambar kan di dalam pertanyaan, teka-teki pada data (5) menggambarkan persamaan dengan tanaman.Kata tanya nuapa ‘apa’ pada teka-teki tersebut terletak di tengah kalimat yang bermakna menanyakan nama jenis benda yang memiliki ciri seperti yang disebutkan dalam topik atau kalimat pertanyaan teka-teki tersebut. Kalimat pertanyaannya atau topik teka-teki ini diawali dengan kata buah sehingga sudah dapat dipastikan bahwa sesuatu yang ditanyakan dengan kata tanya nuapa pastilah jenis buah-buahan. Jenis buah tersebut merupakan jawaban atau referen dari topiknya.Topiknya adalah buah dilengkapi dengan komentar yang di atasnya ada mahkotanya. Dengan demikian, teka-teki ini menanyakan buah apa yang memiliki mahkota pada bagian atas buah. Mahkota yang dimaksud adalah hiasan kepala yang biasa digunakan oleh raja atau ratu. Jawaban atau referent teka-taki tersebut adalah buah nanas. Buah nanas memiliki kulit menyerupai sisik ikan. Di atas buah terdapat tunas muda yang bisa dijadikan cikal bakal pohon nanas baru. Tunas muda itu terdiri atas lembaran daun yang berbentuk mahkota, sedikit kaku, dan tajam. Lembaran daun itulah yang dianggap sebagai mahkota karena bentuknya menyerupai mahkota yang biasa dikenakan di kepala sang raja. Jadi, buah yang memiliki mahkota atau hiasan kepala tanda kebesaran bagi raja atau ratu adalah buah nanas karena buah ini juga

memiliki mahkota.(6) Vua nuapa, nikoto-koto deva betu? Vua nu belimbing ‘Buah apa dipotong-potong seperti bintang?’

‘Buah belimbing’

Teka-teki (6) ini serupa dengan data (5), yakni kalimat pertanyaannya atau topik teka-teki ini diawali dengan kata buah sehingga sudah dapat dipastikan bahwa sesuatu yang ditanyakan dengan kata tanya nuapa pastilah jenis buah-buahan. Topiknya adalah buah lalu disertai komentar dipotong-potong seperti bintang. Hal tersebut menunjukkan bahwa hal yang dilukiskan dalam teka-teki ini adalah jenis buah-buahan. Jenis buah tersebut merupakan jawaban atau referent dari topiknya.Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa antara topik dan referen teka-teki tersebut sama.

Kebanyakan buah bila dipotong-potong tidak akan menyerupai bintang. Bintang yang dimaksud adalah benda langit yang biasa digambarkan berbentuk. Buah belimbing rasanya manis,bentuk menyerupai bintang, berlekuk-lekuk dengan penampang melintang, berwarna kuning, dan permukaannya licin seperti lilin. Buah ini bentuknya berlekuk-lekuk dan jika dipotong secara melintang, akan tampak lekukan buah tersebut berbentuk bintang. Buah ini dapat ditemui di beberapa daerah di Indonesia termasuk di Sulawesi Tengah.

Serupan dengan data (4) dan (5), data (6) ini juga termasuk teka-teki yang identik. Data (6) secara harfiah identik antara topik atau pertanyaan dan referent atau jawabannya. Pertanyaannya berkaitan dengan buah dan jawabannya pun berkaitan dengan buah.

Kata Tanya pada Kalimat BerikutnyaAda pula teka-teki yang diawali

Page 10: PENGGUNAAN ASPEK BAHASA DALAM TEKA-TEKI …

58 , Vol. 27, No. 1, Juni 2015

Penggunaan Aspek Bahasa dalam Teka-Teki Tradisional Etnis Kaili (Nursyamsi)

ISSN 0854-3283

Halaman 49 — 64

dengan cerita terlebih dahulu. Setelah itu, pada kalimat berikutnya muncullah kalimat tanya yang berhubungan dengan cerita yang disebutkan di muka atau sebelumnya.Berikut ini contoh teka-teki yang dimaksud dengan menggunakan kata tanya nuapa hai ‘apakah itu’.

(7) Geira langgai, nasaro nosimporoa ante ia hau rimasigi.Nuapa hai?songko.

‘Mereka laki-laki, sering berteman dengan dia ke masjid.’‘Apakah itu?’‘Kopiah’

Kalimat pertanyaan teka-teki di atas menanyakan nama sesuatu. Kemudian berikutnya muncul kalimat tanya nuapa hai yang berhubungan dengan kalimat sebelumnya. Kata hai ‘itu’ pada kata tanya nuapa hai merujuk pada kalimat sebelumnya atau kalimat di depannya yang telah disebutkan. Jadi, antara kalimat pertama dan kedua saling berhubungan.

Topik teka-teki ini adalah laki-laki dan jawaban (referent) adalah kopiah. Laki-laki ,bila hendak ke masjid untuk salat, selalu berteman dengan dia. Dia yang dimaksud di sini bukanlah merupakan kata ganti orang, tetapi dia sebagai pengganti benda yang bukan orang/manusia. Benda/sesuatu yang dimaksud adalah sesuatu yang selalu menemani seseorang, dalam hal ini laki-laki ketika hendak ke masjid melaksanakan ibadah salat. Hal tersebut dapat diartikan bahwa yang sering menemani seseorang itu adalah kopiah. Sebenarnya selain kopiah ada juga benda lain yang biasanya dibawa ketika hendak ke masjid, misalnya sajadah dan sarung. Akan tetapi, sejadah biasanya sudah tersedia di masjid sehingga tidak dianggap benda yang selalu menemani seseorang

ketika ke masjid. Memakai atau mengenakan kopiah atau peci di kepala menjadi kebiasaan laki-laki ketika hendak ke masjid.

(8) Dana kodi ia nobaju kodara, natua ia nobaju leimoNuapa hai?marisa

‘Masih kecil dia pakai baju hijau, sudah tua dia pakai baju merah’.‘Apakah itu?’‘Cabai’

Salah satu bentuk teka-teki Kaili berdasarkan sifat hal yang digambarkan di dalam pertanyaan adalah pertambahan keterangan pada warna. Teka-teki data (8) merupakan salah satu contoh teka-teki bentuk tersebut, yakni bermain dengan warna sebagai keterangan. Terlepas dari sifat hal yang digambarkan dalam pertanyaannya, teka-teki ini diawali dengan cerita terlebih dahulu. Setelah itu, pada kalimat berikutnya muncullah kalimat tanya nuapa hai ‘apakah itu’ yang berhubungan dengan cerita pada kalimat yang disebutkan di muka atau sebelumnya. Artinya, kalimat pertama dan kalimat berikutnya saling berkaitan. Kata tanya nuapa hai menanyakan sesuatu benda bukan manusia sekalipun topiknya berkaitan dengan aktivitas manusia, seperti pakai baju. Sesuatu (benda) tersebut memiliki ciri atau sifat seperti yang disebutkan pada kalimat topiknya, yakni masih kecil dia pakai baju hijau, sudah tua dia pakai baju merah. Referen atau jawaban teka-teki tersebut adalah cabai (tumbuhan). Jawaban tersebut tidak identik dengan pertanyaannya yang berkaitan dengan kegiatan manusia, yakni berpakaian. Orang yang akan menebak teka-teki tersebut akan bingung untuk menemukan jawabannya karena antara pertanyaan dan jawaban tidak identik. Kalimat pertanyaan mengasosiasikan

Page 11: PENGGUNAAN ASPEK BAHASA DALAM TEKA-TEKI …

, Vol. 27, No. 1, Juni 2015 59

(Nursyamsi) The Use of Language’s Aspect in Traditional Riddle of Kaili Ethnic

ISSN 0854-3283

Halaman 49 — 64

tumbuhan seperti manusia,yakni ketika kecil dia berpakaian berwarna hijau dan pada saat sudah tua berpakaian berwarna merah. Teka-teki itu bermakna cabai ketika masih muda atau belum matang berwarna hijau. Diibaratkan ketika manusia masih kecil berpakaian berwarna hijau. Ketika sudah tua atau matang, cabai itu berwarna merah menandakan sudah waktunya untuk dipetik, diibaratkan manusia ketika sudah berumur atau sudah tua memakai pakaian berwarna merah.

(9) Nadea nosampesuvu, buluara nakuriti pura.Nuapa hai?rambutan.

‘Banyak bersaudara, rambut mereka keriting semua’‘Apakah itu?’‘Rambutan’

Teka-teki pada data (9) di atas diawali dengan kalimat cerita terlebih dahulu. Setelah itu, kalimat tersebut diikuti oleh kalimat tanya nuapa hai berikutnya yang masih saling berhubungan. Bentuk tanya nuapa hai menanyakan sesuatu benda bukan manusia sekalipun topiknya berkaitan dengan sifat dan aktivitas manusia, seperti bersaudara dan memiliki rambut yang keriting. Sesuatu (benda) yang dimaksud dalam bentuk tanya nuapa hai adalah sesuatu yang memiliki ciri atau sifat seperti yang disebutkan pada kalimat topiknya.Penggunaan istilah bersaudara pada kalimat topiknya, hanya digunakan untuk manusia dan tidak digunakan untuk tumbuhan atau buah-buahan. Sementara jawaban (referent) teka-teki ini adalah tumbuhan, yakni rambutan. Orang yang akan menjawab teka-teki tersebut memikirkan benda apa yang memiliki ciri dan sifat seperti yang disebutkan dalam teka-teki tersebut. Jika orang tersebut tidak dapat menjawab,

si pembuat teka-teki akan menjawab sendiri teka-teki tersebut. Jawabannya tentu membingungkan orang yang akan menjawab teka-teki tersebut karena antara pertanyaan dan jawaban seolah-olah tidak sejalan. Pertanyaannya berkaitan dengan aktivitas dan ciri manusia sementara jawabannya adalah buah (rambutan). Teka-teki ini disebut tidak identik antara topik (pertanyaan) dan jawaban. Buah rambutan itu tumbuh bergerombol atau berkumpul membentuk kelompok. Jika diibaratkan sebagai manusia tentu buah rambutan yang bergerombol itu dianggap bersaudara atau satu keluarga besar. Rambut biasanya hanya dimiliki oleh manusia, sedangkan rambut pada buah rambutan bermakna konotasi. Mereka memiliki rambut keriting dianalogikan dengan kumpulan rambutan dalam satu tangkai yang memiliki buluyang keriting. Dengan demikian, banyak bersaudara dan semuanya berambut keriting itu dianalogikan dengan buah rambutan.

Bahasa Bersifat Harfiah/LiteralTeka-teki yang tidak bertentangan unsur-

unsur pelukisannya ada yang bersifat harfiah ada pula yang bersifat kiasan (metafora). Bersifat harfiah, artinya terjemahan atau arti menurut huruf, kata demi kata atau berdasarkan arti leksikal. Teka-teki yang bersifat harfiah antara pertanyaannya (topiknya) dan jawaban (referent) adalah identik. Berikut teka-teki Kaili yang bersifat harfiah.

(10) Nuapa, niuli sanggani, sanga nukota, niuli ruanggani sanga nupakakasa? Palu.

‘Apa, jika diucap satu kali nama kota, diucap dua kali nama peralatan?’‘Palu’

Kata tanya nuapa ‘apa’ pada data (10) menanyakan sesuatu benda, tetapi

Page 12: PENGGUNAAN ASPEK BAHASA DALAM TEKA-TEKI …

60 , Vol. 27, No. 1, Juni 2015

Penggunaan Aspek Bahasa dalam Teka-Teki Tradisional Etnis Kaili (Nursyamsi)

ISSN 0854-3283

Halaman 49 — 64

bukan orang yang jika disebut sekali merupakan nama kota dan jika disebut dua kali menjadi nama peralatan atau perkakas. Topiknya menanyakan benda dan jawaban (referent) teka-teki tersebut juga benda. Jawaban teka-teki tersebut adalah palu. Pernyataan dalam topiknya ada dua komentar, yakni jika diucap satu kali nama kota dan diucap dua kali nama peralatan. Keduanya menyatakan sesuatu secara harfiah. Pertama, jika diucapkan sekali Palu menunjukkan nama ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah. Kedua, jika diucapkan dua kali palu-palu menjadi nama salah satu peralatan pertukangan. Kata palu-palu oleh masyarakat Kaili diartikan sebagai salah satu alat pertukangan yang digunakan untuk memukul paku. Dengan demikian, antara pertanyaan dan jawaban sama-sama bersifat harfiah, keduanya mempunyai makna apa adanya dan tidak bersifat kiasan. Pertanyaan dan jawaban teka-teki tersebut identik.

(11) Bunga nuapa vatuna nikande, nuapa hai? Bunga matahari.

‘Bunga apa yang bijinya dimakan?’‘Bunga matahari’

Kata tanya bunga nuapa pada topik teka-teki sudah dapat menunjukkan benda ada yang menjadi referent atau jawabannya. Jawabannya tentulah bunga seperti pada pertanyaannya. Hal itu menunjukkan bahwa teka-teki tersebut bersifat harfiah. Pada umumnya bunga hanya sebagai hiasan dan bijinya tidak dapat dimakan, tetapi dalam pertanyaan teka-teki ini menanyakan bunga yang bijinya dapat dimakan. Biji pada bunga biasanya disemaikan untuk dijadikan bibit tumbuhan baru. Namun, jawaban teka-teki tersebut di atas menunjukkan ternyata ada bunga yang bijinya bisa dimakan, yakni biji bunga matahari. Bagi orang yang sudah mengetahui bahwa biji bunga matahari

dapat dijadikan makanan tentu dapat menjawab teka-teki tersebut, tetapi bagi mereka yang belum mengetahui tentu tidak dapat menjawab dengan tepat. Bagi mereka yang baru mengetahui jawabannya, setelah jawabannya disebutkan akan menambah pengetahuannya bahwa biji bunga matahari dapat dimakan. Biji bunga matahari dapat dijadikan panganan dalam bentuk kuaci seperti biji buah semangka yang dikeringkan dan diasinkan sehingga dapat dimakan. Jadi, teka-teki pada data (11) ini bersifat harfiah, baik pertanyaan maupun jawabanya dan juga identik, keduanya mempunyai makna apa adanya dan tidak bersifat kiasan.

(12) Binata nuapa buluna eva jaru?landa

‘Binatang apa yang bulunya seperti jarum?‘Landak’

Kalimat tanya pada teka-teki (12) merupakan pertanyaan langsung pada lawan tutur terhadap subjek. Penanya atau orang yang menyampaikan teka-teki bertanya tentang binatang apa yang memiliki bulu seperti jarum. Jawaban teka-teki tersebut tentunya berkaitan juga dengan binatang. Jawabannya adalah landak. Topiknya binatang apa yang bulunya seperti jarum merupakan pertanyaan yang bersifat harfiah karena memang dalam kenyataannya ada binatang yang bulunya menyerupai jarum. Jawabannya sesuai dengan topiknya dan binatang yang dimaksud, yakni landak memang ada. Masyarakat Kaili atau orang yang akan menjawab teka-teki tersebut tentu akan mengingat-ingat dan mencari tahu sebelum menjawab, binatang apa yang memiliki bulu yang menyerupai jarum. Memang sulit mencari jawabannya karena hewan ini sangat jarang, bahkan tidak ditemukan di Sulawesi Tengah. Binatang ini berbentuk bulat memiliki

Page 13: PENGGUNAAN ASPEK BAHASA DALAM TEKA-TEKI …

, Vol. 27, No. 1, Juni 2015 61

(Nursyamsi) The Use of Language’s Aspect in Traditional Riddle of Kaili Ethnic

ISSN 0854-3283

Halaman 49 — 64

kulit berduri panjang dan runcing. Kulit berduri itu menyerupai jarum dan tidak dimiliki hewan pada umumnya. Dari pertanyaannya sudah dapat terbayang seekor binatang yang badannya ditumbuhi bulu seperti jarum, bentuknya tentu unik. Bulunya yang tajam merupakan senjata bagi dirinya untuk mempertahankan diri dan menangkal serangan binatang buas yang akan memangsanya. Landak termasuk binatang langka di Indonesia. Pertanyaan teka-teki (12) di atas bersifat harfiah demikian pula jawabannya karena betul ada binatang yang seperti disebutkan pada pertanyaan. Penebak teka-teki yang tidak mengetahui sebelumnya jawaban setelah mendengarkan jawabannya adalah landak, dia mendapat pengetahuan baru. Seperti diketahui bahwa fungsi teka-teki dapat dijadikan sebagai media penguji daya nalar seseorang, selain juga berfungsi sebagai media pendidikan.

Bahasa MetaforisSelain teka-teki yang tidak bertentangan

unsur-unsur pelukisannya bersifat harfiah ada pula teka-teki yang tidak bertentangan yang unsur-unsur pelukisannya bersifat kiasan (metafora).Orang terkadang cenderung berpikir metaforis. Etnis Kaili juga memiliki sifat demikian. Hal itu disebabkan oleh kecenderungan etnik Kaili mengemukakan sifat malu. Dengan demikian, mereka lebih suka mengatakan sesuatu secara tidak langsung dan mempergunakan kiasan-kiasan atau perlambang-perlambang untuk mengungkapkan perasaan atau pikirannya. Jika dirasakan kurang sopan atau bersifat cabul, mereka menggunakan bahasa kiasan untuk menyatakannya. Selain bahasa kiasan, gaya bahasa atau majas perbandingan pun sering digunakan. Hal tersebut terlihat dalam beberapa teka-teki etnis Kaili.

Teka-teki dikatakan bersifat kiasan karena antara jawaban (referent) dan pertanyaannya

(topik) pelukisannya berbeda atau tidak identik. Meskipun demikian, teka-teki tersebut, bagian unsur-unsur pelukisannya tidak saling bertentangan walaupun kadang-kadang ada perubahan dalam hal pelukisan yang lebih mendetail.Pelukisan dalam teka-teki biasanya bersifat analogi. Berikut ini contoh teka-teki Kaili yang pelukisannya bersifat kiasan (metafora).

(13) Jara puti, netempa rivala. Nuapa hai? velu

‘Kuda putih loncat pagar’ ‘Apakah itu’ ‘ludah’

Pertanyaan (topik) teka-teki di atas adalah kuda putih loncat pagar. Jawaban atau referensinya adalah ludah. Antara topik (kuda putih) dan referen (ludah) secara harfiah adalah berbeda. Kuda putih makhluk hidup berupa binatang, sedangkan ludah benda mati. keduanya tidak identik dan tidak ada hubungan langsung. Jika ingin dianggap sama, teka-teki ini hanya boleh diartikan secara metafora.Kuda putih dan ludah sama-sama berwarna putih dan pagar disamakan dengan deretan gigi. Kuda putih dianalogikan dengan ludah dan pagar dianalogikan dengan deretan gigi. Jadi, kuda putih loncat pagar dianalogikan dengan ludah yang keluar dari dalam mulut dengan melompati sederetan gigi. Dengan demikian, teka-teki ini unsur-unsur pelukisannya, baik topik maupun referent atau jawabannya tidak saling bertentangan dan bersifat metafora.

(14) Nepogu bulu nagaro tolare. Nuapa hai? out ‘Gunung meletus, berhamburan orang

kampung.’ ‘Apakah itu’ ‘kentut’

Page 14: PENGGUNAAN ASPEK BAHASA DALAM TEKA-TEKI …

62 , Vol. 27, No. 1, Juni 2015

Penggunaan Aspek Bahasa dalam Teka-Teki Tradisional Etnis Kaili (Nursyamsi)

ISSN 0854-3283

Halaman 49 — 64

Topik teka-teki (14) gunung meletus merupakan fenomena alam yang biasa disaksikan. Bila peristiwa alam itu terjadi orang atau penduduk yang berada di sekitar gunung tersebut akan berhamburan menyelamatkan diri. Peristiwa itu sering terjadi, seperti yang sering terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Contohnya, ketika Gunung Sinabung di Karo, Sumatera Utara meletus, penduduk yang berada di perkampungan sekitar gunung tersebut mengungsi untuk menyelamatkan diri. Teka-teki tersebut sukar atau mungkin tidak dapat dijawab oleh seseorang yang kurang memiliki kemampuan menganalogikan sesuatu. Antara pertanyaan (topik) dan jawabannya tidak bersifat harfiah sehingga akan terasa sulit menebak jawabannya. Pertanyaan dan jawaban menggambarkan dua aktivitas yang berbeda. Jawabannya adalah kentut. Antara pertanyaan dan jawaban dapat dianggap tidak bertentangan jika kedua hal tersebut dianalogikan dengan menggunakan metafora. Aktivitas meletusnya gunung dianalogikan dengan aktivitas seseorang yang berkentut. Gunung yang meletus mengeluarkan debu panas, lahar, dan lumpur batu yang berbahaya bagi makhluk yang ada di sekitarnya. Hal itu mengakibatkan orang berhamburan untuk menghindari terkena material yang disemburkan oleh gunung tersebut. Aktivitas berkentut juga mengeluarkan gas berbau busuk dari perut melalui anus, sehingga orang yang berada di sekitar orang yang berkentut akan lari menjauh karena tidak tahan dengan gas berbau busuk tersebut.Seseorang yang berkentut, baik tidak sengaja maupun terkentut dengan tiba-tiba atau tanpa disengaja meskipun sudah ditahan, menyebabkan orang yang berada di sekelilingnya akan lari berhamburan. Pertanyaan teka-teki di atas memang agak

sukar dijawab jika seseorang tidak pandai membuat perbandingan dua hal yang berbeda. Selain itu, teka-teki ini tidak terasa kelucuannya atau kehumorannya sebelum mendengarkan jawabannya. Biasanya bila lawan tutur dari pembuat teka-teki sudah menyerah, pembuat pertanyaan teka-teki itulah yang menjawabnya. Jawaban teka-teki tersebut adalah kentut. Ketika jawaban dari teka-teki sudah dilontarkan dan dijelaskan oleh pembuat atau penutur teka-teki, orang yang mendengarkannya spontan tertawa terbahak-bahak. Mereka baru merasakan kelucuannya setelah jawaban teka-teki itu diketahui. Teka-teki tersebut memang sedikit terasa kurang sopan, tetapi teka-teki ini hanyalah bersifat hiburan.

(15) Mama nodau, papa noroko, ngana kodi notumangi, Nuapa hai?Kereta api

‘Mama menjahit, papa merokok, anak kecil menangis.‘Apakah itu?’‘Kereta api’

Untuk menjawab teka-teki (15) ini, seseorang perlu memiliki kemampuan untuk menganalisis dan menganalogikan sesuatu. Tidak mudah untuk menjawab teka-teki ini, terlebih lagi benda yang menjadi jawaban teka-teki tersebut belum pernah ada di Sulawesi Tengah. Seseorang biasanya mengetahui sesuatu yang berada di sekitarnya atau yang pernah dilihatnya atau diketahuinya.Pertanyaan teka-teki ini menggambarkan tiga kegiatan atau aktivitas yang biasa dilakukan oleh manusia. Jika pertanyaannya demikian tentu jawabannya juga berkaitan dengan manusia. Ada tiga kegiatan berbeda yang dilakukan secara bersama-sama tidaklah mudah menganalogikan kegiatan tersebut menjadi suatu jawaban. Jawaban teka-teki

Page 15: PENGGUNAAN ASPEK BAHASA DALAM TEKA-TEKI …

, Vol. 27, No. 1, Juni 2015 63

(Nursyamsi) The Use of Language’s Aspect in Traditional Riddle of Kaili Ethnic

ISSN 0854-3283

Halaman 49 — 64

ini terasa sulit bagi orang yang belum mengetahuinya. Mama menjahit biasanya menggunakan mesin jahit, yakni mesin untuk menjahit pakaian dan sebagainya.Mama menjahit diibaratkan roda kereta api yang bergerak ketika kereta mulai bergerak jalan. Papa ketika merokok mengeluarkan asap. Asap yang dihasilkan dari kegiatan merokok dianalogikan dengan asap yang keluar dari cerobong asap kereta. Suara keras yang terdengar ketika seorang anak menangis dianalogikan dengan suara yang dikeluarkan kereta api ketika hendak berjalan. Ketiga aktivitas yang dilakukan oleh mama menjahit, papa merokok, dan anak menangis dinalogikan dengan menggunakan metafora atau kiasan dengan sebuah kereta api yang mulai bergerak jalan ditandai dengan roda bergerak, mengeluarkan suara keras, dan mengeluarkan asap dari cerobong.Untuk menemukan jawaban teka-teki ini, seseorang tentulah harus memiliki kepandaian membandingkan dua hal yang berlainan dan memiliki daya nalar yang baik. Aktivitas bergeraknya kereta api (benda mati) dikiaskan seperti aktivitas manusia (benda hidup), yakni mama menjahit, papa merokok, dan adik menangis. Dengan demikian, jawaban atau referen teka-teki ini adalah kereta api.

SIMPULANPengkajian terhadap teka-teki tradisional

sebagai salah satu bagian dari tradisi lisan dapat dilakukan tidak hanya dari aspek bentuk, fungsi, dan maknanya, tetapi dapat pula dikaji dari penggunaan aspek bahasanya. Dari paparan hasil dan pembahasan, diketahui bahwa teka-teki tradisional etnis Kaili menggunakan aspek bahasa berupa penggunaan kalimat tanya dengan kata tanya nuapa ‘apa’ dan nuapa hai ‘apakah itu’. Kata tanya nuapa ‘apa’ terdapat pada awal dan tengah pertanyaan (topik) teka-teki. Kata

tanya nuapa hai terletak pada kalimat kedua setelah kalimat pertama dalam teka-teki. Kedua kalimat tersebut masih saling berkaitan. Selain kata tanya, penggunaan aspek bahasa bersifat harfiah dan kiasan juga digunakan dalam pertanyaan tradisional etnik Kaili. Untuk teka-teki yang bersifat harfiah, pertanyaan (topik) dan jawabannya (referent) menyatakan makna apa adanya.Teka-teki tradisional etnik Kaili ini bersifat identik antara pertanyaan (topik) dan jawaban (referent). Untuk penggunaan bahasa kiasan (metafora) dalam teka-teki, antara pertanyaan (topik) dan jawaban (referent) tidak identik. Meskipun menggunakan bahasa kiasan dan tidak identik antara pertanyaan (topik) dan jawaban (referent), teka-teki tersebut tidak bertentangan.

DAFTAR PUSTAKA

Brunvand, Jan Harold. 1968. The Study of American Folklore, An Introduction. New York: W. Norton and Co. Ltd.

Danandjaya, James. 2002. Foklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-Lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Keraf, Gorys. 2007. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Nazir. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia.

Nitayadnya, I Wayan dkk. 2014. Pelindungan Tradisi Lisan Etnik Kaili. Makassar: De La Macca.

_________. 2014a. Tradisi Lisan Kulawi dari Sulawesi Tengah. Makassar: De La Macca.

Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian

Page 16: PENGGUNAAN ASPEK BAHASA DALAM TEKA-TEKI …

64 , Vol. 27, No. 1, Juni 2015

Penggunaan Aspek Bahasa dalam Teka-Teki Tradisional Etnis Kaili (Nursyamsi)

ISSN 0854-3283

Halaman 49 — 64

Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pradopo, R. Djoko. 2007. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pusat Bahasa. 2008. Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Rafiek. 2012. Teori Sastra: Kajian Teori dan Praktik. Bandung: Refika Aditama.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.

__________. 2009. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Samarin, W.J. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Ende, Flores: Kanisius.

Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik (Bagian Pertama). Yogyakarta: Gadjah Mada.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sugono, Dendy dkk. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa.

Wumbu, Indra B. dkk. 1986. Inventarisasi Bahasa Daerah di Provinsi Sulawesi Tengah. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.