Studi Penggunaan Obat Analgesik pada Pasien Pasca Partus ...
Penggolongan obat Analgesik
-
Upload
bartolomeus-vincentius-adrian-madargerong -
Category
Documents
-
view
23 -
download
12
description
Transcript of Penggolongan obat Analgesik
Tugas Anestesi
Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus
Nama : Petrick Aqrasvawinata
NIM : 11.2013.336
FK UKRIDA
Definisi dan Penggolongan Analgesik
Analgesik adalah obat-obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran .Pada umumnya analgesik efektif untuk menghilangkan sakit
kepala,nyeri otot,nyeri sendi dan nyeri lainnya.misalnya nyeri pasca bedah,pasca
bersalin,disminore(nyeri haid) dan pada nyeri hebat yang sulit dikendalikan.Hampir semua
analgesik memiliki efek antipiretik,dan efek antiinflamasi.1
1. Penggolongan Obat Analgesik
Obat analgesik dibagi menjadi 2,yaitu:
A. Analgesik opioid / analgesik narkotika
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium
atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau
menghilangkan rasa nyeri.
Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan, maka usaha untuk
mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap diteruskan dengan tujuan
mendapatkan analgesik yang sama kuat dengan morfin tanpa bahaya adiksi.
Ada 3 golongan obat ini yaitu :
1. Obat yang berasal dari opium-morfin,
2. Senyawa semisintetik morfin, dan
3. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
Analgetik narkotik merupakan turunan opium yang berasal dari tumbuhan
Papaver somniferum mengandung sekitar 20 jenis alkaloid diantaranya morfin, kodein,
tebain, dan papaverin atau dari senyawa sintetik. Analgesik ini digunakan untuk
meredakan nyeri sedang sampai hebat dan nyeri yang bersumber dariorgan viseral.
Penggunaan berulang dan tidak sesuai aturan dapatmenimbulkan toleransi dan
ketergantungan. Toleransi adalah penurunan efek, sehingga untuk mendapatkan efek
seperti semula perlu peningkatan dosis. Karena dapat menimbulkan ketergantungan.
Obat golongan ini penggunaannya diawasi secara ketat
dan hanya nyeri yang tidak dapat diredakan dengan obat analgetik dan antipiretik)
Klasifikasi Obat Golongan Opioid Berdasarkan Rumus Bangunnya
Struktur dasar Agonis kuatAgonis lemah-
sedang
Campuran agonis-
antagonisAntagonis
Fenantren Morfin
Hidromorfin
Oksimorfon
Kodein
Oksikodon
Hidrokodon
Nalbufin
Buprenorfin
Nalorfin
Nalokson
Naltrekson
Fenilheptilamin Metadon Propoksifen
Fenilpiperidin Meperidin
Fentanil
Difenoksilat
Morfinan Levorfanol Butorfanol
Benzomorfan Pentazosin
1. Morfin
Indikasi : meredakan atau menghilangkan nyeri hebat ( infark miokard, neoplasma,
kolok renal atau kolok empedu, oklusio akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau
koroner), mengurangi atau menghilangkan sesak napas akibat edema pulmonal yang
menyertai gagal jantung kiri, menghentikan diareberfasarkan efek langsung terhadap
otot polos usus.
Efek samping : mual, muntah, depresi napas, urtikaria, eksantem, dermatitis
kontak, pruritus, bersin, intoksitasi akut terjadi akibat percobaan bunuh diri. Pasien
akan tidur, sopor atau koma jika intoksitasi cukup berat, frekuensi napas lambat (2-
4kali/meit)
Sediaan : Pulvus opii mengandung 10% morfin dan <0,5% kodein.Yang
mengandung alkoloid murni di gunakan untuk pemberian oral / parenteral ialah
garam HCL, garam sulfat ataufosfat alkoloid morfin dangan kadar 10 mg/mL
Kodein tersedia dalam bentuk basa bebas atau dalam bentuk garam HCL atau fosfat.
Satu tablet mnegandung 10,15 atau 30 mg kodein
2. Metadon
Indikasi : jenis nyeri yang dapat di pengaruhi metadon sama dengan jenis nyeri
dapat dipengaruhi morfin.
Efek samping : perasaan ringan, pusing, kantuk, fungsi mental terganggu,
berkeringat, pruritus, mual dan muntah.
3. Fentanil
Indiksi : menangani nyeri kronis pada pasien yang memerlukan analgesik opioid
Efek samping : hipoventilasi, mual, muntah, sembelit / susah buang air besar,
somnolen, bingung / kekacauan, halusinasi, euforia ( keadaan emosi yang gembira
berlebihan ) , gatal – gatal , dan retansi urin.
Kontra indfikasi : bukan untuk nyeri setelah op, lansia, gangguan fungsi hati dan
dinjal, penyakit paru, bradiaritmia, tumor otak, hamil dan menyusui.2
4. Kodein (F.L) : metilmorfin, *Codipront.
Alkaloida candu ini memiliki khasiat yang sama dengan induknya, tetapi lebih
lemah, misalnya efek analgetiknya 6-7 x kurang kuat. Efek samping dan risiko
adiksinya lebih ringan, sehingga sering digunakan sebagai obat batuk, obat anti diare
dan obat anti nyeri, yang diperkuat melalui kombinasi dengan parasetamol/asetosal.
Obstipasi dan mual dapat terjadi terutama pada dosis lebih tinggi (di atas 3 dd 20
mg).
etilmorfin (Dionin) adalah derivat dengan khasiat analgetik dan hipnotik lebih
lemah; penghambatannya terhadap pernapasan juga lebih ringan. Untuk menekan
batuk, zat ini kurang efektif dibandingkan dengan kodein, tetapi dahulu banyak
digunakan dalam obat sediaan batuk.
noskapin (narkotin, Longatin, Mercotin, Necodin) adalah alkaloida candu lain,
tanpa sifat narkotik, yang lebih efektif sebagai obat batuk. Noskapin tidak termasuk
dalam Daftar Narkotika karena tidak menimbulkan ketagihan.
5. Tramadol : Tramal
Derivat-sikloheksanol sintetis ini adalah campuran resemis dari 2 isomer. Kasiat
analgetiknya sedang dan berdaya menghambat reuptake noradrenalin dan bekerja
antitussif (anti batuk). Zat ini tidak menekan pernapasan, praktis tidak
mempengaruhi sistem kardiovaskuler atau motilitas lambung usus. Efek sampingnya
tidak begitu serius dan paling sering berupa termangu-mangu, berkeringat, pusing,
mulut kering, mual dan muntah, juga obstipasi, gatal-gatal, rash, nyeri kepala dan
rasa letih.
B. Analgesik non opioid/ non narkotik
Semua analgetik non-opiod (kecuali asetaminofen) merupakan obat anti peradangan
nonsteroid(NSAID).Seperti golongan salisilat seperti aspirin, golongan para amino
fenol seperti paracetamol, dan golongan lainnya seperti ibuprofen, asam mefenamat,
naproksen/naproxen.2,3
Biasanya obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri biasanya terdiri dari
tiga komponen, yaitu :
1. analgetik (menghilangkan rasa nyeri),
2. antipiretik (menurunkan demam), dan
3. anti-inflamasi (mengurangi proses peradangan).
Obat-obat ini bekerja melalui 2 cara:
1. Mempengaruhi sistem prostaglandin, yaitu suatu sistem yang bertanggungjawab
terhadap timbulnya rasa nyeri.
2. Mengurangi peradangan, pembengkakan dan iritasi yang seringkali terjadi di
sekitar luka dan memperburuk rasa nyeri
Obat analgetik non-opiod digunakan untuk :
· Meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi SSP atau
menurunkan kesadaran juga tidak menimbulkan ketagihan
· Diberikan untuk nyeri ringan sampai sedang : nyeri kepala, gigi, otot atau sendi,
perut, nyeri haid, nyeri akibat benturan
Efek samping yang sering timbul pada analgetik non-opiod dikelompokkan sebagai
berikut :
· Gangguan lambung-usus (asetosal, ibuprofen, metamizol)
· Kerusakan darah (parasetamol, asetosal,mefenaminat, metamizol)
· Kerusakan hati dan ginjal (parasetamol dan ibuprofen)
· Alergi kulit
Pengaruh pada Kehamilan dan Laktasi
Analgetik yang mempunyai pengaruh pada kehamilan dan laktasi antara lain adalah :
· Parasetamol : dianggap aman walaupun mencapai air susu
· Asetosal dan salisilat, dan metamizol : pada kehamilan dapat menyebabkan
perkembangan janin terganggu.
Berdasarkan derivatnya, analgetik non-opiod dibedakan atas 8 kelompok yaitu :
· Derivat Paraaminofenol : Parasetamol
· Derivat Asam Salisilat : asetosal, salisilamid dan benorilat
· Derivat Asam Propionat : ibuprofen, ketoprofen
· Derivat Asam Fenamat : asam mefenamat
· Derivat Asam Fenilasetat : diklofenak
· Derivat Asam Asetat Indol : indometasin
· Derivat Pirazolon : fenilbutazon
· Derivat Oksikam : piroksikam
Parasetamol
· Merupakan penghambat prostaglandin yang lemah.
· Parasetamol mempunyai efek analgetik dan antipiretik, tetapi kemampuan
antiinflamasinya sangat lemah
Asetosal (Aspirin)
· Mempunyai efek analgetik, anitipiretik, dan antiinflamasi.
· Efek samping utama : perpanjangan masa perdarahan, hepatotoksik (dosis besar) dan
iritasi lambung.
· Diindikasikan pada demam, nyeri tidak spesifik seperti sakit kepala, nyeri otot dan
sendi (artritis rematoid).
· Aspirin juga digunakan untuk pencegahan terjadinya trombus (bekuan darah) pada
pembuluh darah koroner jantung dan pembuluh darah otak
Asam Mefenamat
· Mempunyai efek analgetik dan antiinflamasi, tetapi tidak memberikan efek
antipiretik.
· Efek samping : dispepsia
· Dosis : 2-3 kali 250-500 mg sehari
· Kontraindikasi : anak di bawah 14 tahun dan wanita hamil
Ibuprofen
· Mempunyai efek analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi, namun efek
antiinflamasinya memerlukan dosis lebih besar
· Efek sampingnya ringan, seperti sakit kepala dan iritasi lambung ringan.
· Absorbsi cepat melalui lambung
· Waktu paruh 2 jam
· Ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap (90%)
· Dosis 4 kali 400 mg sehari
Diklofenak
· Diberikan untuk antiinflamasi dan bisa diberikan untuk terapi simtomatik jangka
panjang untuk artritis rematoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa.
· Absorbsi melalui saluran cerna cepat dan lengkap
· Waktu paruh 1-3 jam
· Efek samping : mual, gastritis, eritema kulit
· Dosis : 100-150 mg, 2-3 kali sehari
Indometasin
· Mempunyai efek antipiretik, antiinflamasi dan analgetik sebanding dengan aspirin,
tetapi lebih toksik.
· Metabolisme terjadi di hati
· Efek samping : diare, perdarahan lambung, sakit kepala, alergi
· Dosis lazim : 2-4 kali 25 mg sehari
Piroksikam
· Hanya diindikasikan untuk inflamasi sendi.
· Waktu paruh : > 45 jam
· Absorbsi cepat dilambung
· Efek samping : gangguan saluran cerna, pusing, tinitus, nyeri kepala dan eritema
kulit.
· Dosis : 10-20 mg sehari
Fenilbutazon
· Hanya digunakan untuk antiinflamasi, mempunyai efek meningkatkan ekskresi asam
urat melalui urin, sehingga bisa digunakan pada artritis gout.
· Diabsorbsi cepat dan sempurna pada pemberian oral.
· Waktu paruh 50-65 jam
Penghambat COX-2 selektif �COX-2 selective inhibitor ( coxibs ) dikembangkan dalam usaha mencari penghambat sintesa
prostaglandin dengan menghambat isoenzim COX-2 pada tempat inflamasi tanpa
mempengaruhi COX- 1 isoenzim yg terdapat pada traktus gastrointestinal, ginjal dan
trombosit. Coxibs selektif mengikat dan menghambat tempat kerja COX2 > COX1. Coxibs�
mempunyai efek analgesik,antipiretik dan anti inflamasi sama seperti NSAID nonselektif
lain, tapi dia mempunyai efek samping pada gastrointestinal COX 1.
Celecoxib
Selektif COX2 inhibitor 10-20x > COX 1. Efektif utk pengobatan : artritis reumatoid dan
osteoartritis. Efek samping pada gastrointestinal setengah dari NSAID lain, tapi efek
samping lain hampir sama. � Efek samping edema, dan hipertensi pernah dilaporkan.
Etoricoxib: � Merupakan derivat bipiridin, coxib generasi ke-2, dg penghambatan thd COX2 jauh >
COX1. Dimetabolisme di hepar (e.P450)& diekskresi melalui ginjal. T setengah 22 jam.
Digunakan di U.K. Dg dosis 60 mg/hari (osteo artritis),90mg/hari (osteo artritis),
120mg/hari (artritis gout akut),6o mg/hari (nyeri muskulo skeletal). � Di A.S. Belum
diijinkan penggunaannya. � Mempunyai struktur mirip diclofenac perlu monitoring es thd
hepar pd pengguna obat ini. � Meloxicam
Mirip piroxicam. Mempunyai selektivitas COX 2 tdk terlalu tinggi dibanding coxib yg
lain. Selektivitasnya terutama pada dosis kecil yaitu 7,5 mg/hari. � Popular di Eropa &
negara2 lain untuk pengobatan penyakit- penyakit artritis, diijinkan di A.S. untuk
osteoartritis. Efek samping GI < piroxicam, diclofenac dan naproxen. � Diperkirakan efek
penghambatan meloxicam terhadap sintesa tromboxan A2 tidak menyebabkan penurunan
fungsi trombosit secara in vivo.
2. Mekanisme Kerja Obat OAINS
Mekanisme kerja OAINS
Mekanisme kerja anti-inflamsi non steroid (AINS) berhubungan dengan sistem
biosintesis prostaglandin yaitu dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga
konversi asam arakidonat menjadi PGG2 menjadi terganggu. Enzim siklooksigenase
terdapat dalam 2 isoform yang disebut COX-1 dan COX-2. Kedua isoform tersebut
dikode oleh gen yang berbeda. Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan
berbagai fungsi dalam keadaan normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran
cerna, dan trombosit. Di mukosa lambung aktivitas COX-1 menghasilakan prostasiklin
yang bersifat protektif. Siklooksigenase 2 diinduksi berbagi stimulus inflamatoar,
termasuk sitokin, endotoksindan growth factors. Teromboksan A2 yang di sintesis
trombosit oleh COX-1 menyebabkan agregasi trombosit vasokontriksi dan proliferasi otot
polos. Sebaliknya prostasiklin PGL2 yang disintesis oleh COX-2 di endotel malro
vasikuler melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi trombosit.
Mekanisme kerja obat AINS
Kortikosteroid merupakan anti-inflamasi yang identik dengan kortisol, hormon steroid
alami pada manusia yang disintesis dan disekresi oleh korteks adrenal. Efek anti-inflamasi
kortikosteroid mempengaruhi berbagai sel imuno-kompeten seperti sel T, makrofag, sel
dendritik, eosinofil,neutrofil, dan sel mast, yaitu dengan menghambat respons inflamasi
dan menyebabkan apoptosis berbagai sel tersebut.
Kerja kortikosteroid menekan reaksi inflamasi pada tingkat molekuler terjadi melalui
mekanisme genomik dan non-genomik. Glukokortikoid (GK) berdifusi pasif dan berikatan
dengan reseptor glukokortikoid (RG) di sitosol. Ikatan GK-RG mengakibatkan translokasi
kompleks tersebut ke inti sel untuk berikatan dengan sekuens DNA spesifik, yaitu gluco-
corticoid response elements (GRE). Ikatan GK-RG dengan DNA mengakibatkan aktivasi
atau supresi proses transkripsi.Mekanisme non-genomik GK terjadi melalui aktivasi
endot-helial nitric oxide synthetase (eNOS) yang menyebabkan lebih banyak pelepasan
nitric oxide (NO), suatu mediator anti-inflamasi.
Imunosupresi secara genomik terjadi melalui aktivasi annexin-1 (lipocortin-1) dan
mitogen-activated protein-kinase (MAPK) phosphatase 1. Selain itu, GK juga
meningkatkan transkripsi gen antiinflamasi secretory leuko-protease inhibitor (SLPI)
interleukin-10 (IL-10) dan inhibi-tor nuclear factor-κB (IκB-α). Annexin-1 menghambat
pelepasan asam arakhidonat sehingga produksi mediator inflamasi menurun
(prostaglandin, tromboksan, prostasiklin, dan leukotrien). Kerja enzim MAPK
phosphatase 1 menyebabkan MAPK 1 tidak aktif sehingga aktivasi sel T,sel dendritik, dan
makrofag terhambat.
Mekanisme genomik lain berupa inhibisi faktor transkripsi yang berperan dalam
produksi mediator inflamasi,yaitu nuclear factor-κB (NF-κB) dan activator protein-1(AP-
1).NF-κB dan AP-1 mengatur ekspresi gen sitokin,inflammatory enzymes, protein dan
reseptor yang berperanan dalam inflamasi (IFN-γ, TNF-α, dan IL-1). Penghambatan ke-
duanya akan menurunkan produksi mediator inflamasi.3
Beberapa Sediaan dan cara pemberian obat analgesik :
1. Analgetik narkotik Pemberian
Morfin Oral ( sirup 5mg/5ml,tablet 10,30,60 ml)
Parateral ( injeksi 10mg/ml.20 mg/ml )
Kodein fosfat Oral ( tablet 10,15,20 mg )
Fentanil Parateral (injeksi )
Petidin hcl Parateral ( injeksi 50 ml)
Oral ( tab 50mg)
Tramadol hcl Parateral (injeksi 50 ml)
Oral ( 50 mg )
2. Non narkotik Pemberian
Asetosal / aspirin Oral (tab 100,500 mg )
Pct Oral ( syrup 120 mg/5ml.tab100,500mg)
3. AINS Pemberian
Ibuprofen Oral ( tab 200.400.600 mg)
Diklofenak Oral ( tab 25,50 mg)
Indometasin Oral ( kapsul 25 mg )
Fenilbutazon Oral ( kaplet 200 mg )
Pirosikam Oral ( tab 10,20 mg )
Sumber :
1. [Author] http://repository.usu.ac.id// , tanggal 25 Februari 2015
2. Ian Tanu. Farmakologi dan terapi. 2007. Bagian Farmakologi FKUI
3. Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia, Jakarta